ASKEP HEMOROID
-
Upload
fanny-chie-vierrania -
Category
Documents
-
view
124 -
download
14
description
Transcript of ASKEP HEMOROID
ASUHAN KEPERAWATAN
HEMOROID
Pembimbing Akademik : Tri Suwarto, S.kep.Ners
DI SUSUN OLEH :
NOOR ROSYIDAH (III.11.3069)
S1 KEPERAWATAN IIB
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MUHAMMADIYAH KUDUS
JALAN GANESHA 1 PURWOSARI KUDUS
TAHUN AKADEMIK 2012/2013
PEMBAHASAN
A. DEFINISI
Hemoroid adalah pelebaran varises satu segmen atau lebih vena-vena hemoroidalis
(Bacon).
Hemoroid adalah bagian vena verikosa pada kanalis ani, hemoroid timbul akibat
kongesti vena yang disebabkan oleh gangguan aliran balik, banyak terjadi pada usia diatas
25 tahun.( Price dan Wilson, 2006 )
Hemoroid adalah bagian vena yang berdilatasi dalam kanal anal. Hemoroid internal
yaitu hemoroid yang terjadi diatas spingter anal sedangkan yang muncul di spingter anal
disebut hemoroid eksternal.( Suzanne C. Smeltzer, 2006 )
Hemoroid adalah pelebaran pembuluh darah vena di daerah anus yang berasal dari
fleksus hemoroidalis yang merupakan keadaan patologik.( Sjamsuhidayat, R. – Wim de
Jong, 2010 )
Hemoroid atau “wasir” merupakan vena varikosa pada kanalis ani dan dibagi
menjadi 2 jenis yaitu, hemoroid interna dan eksterna. Hemoroid interna merupakan varises
vena hemoroidalis superior dan media, sedangkan hemoroid eksterna merupakan varises
vena hemoroidalis inferior. Sesuai istilah yang digunakan, hemoroid eksterna timbul di
sebelah luar otot sfingter ani, dan hemoroid interna timbul di sebelah atas (atau di sebelah
proksimal) sfingter.
Hemoroid interna dibagi lagi menjadi 4 tingkat:
- Tingkat I: varises satu atau lebih vena hemoroidalis interna dengan gejala perdarahan
berwarna merah segar pada saat buang air besar.
- Tingkat II: varises dari satu atau lebih vena hemoroidalis interna yang keluar dari
dubur pada saat defekasi tetapi masih bisa masuk kembali dengan sendirinya
- Tingkat III: seperti tingkat II tetapi dapat masuk spontan, harus didorong kembali.
- Tingkat IV: telah terjadi inkarserasi.
B. ETIOLOGI
Yang menjadi faktor predisposisi adalah herediter, anatomi, makanan, pekerjaan,
psikis, dan senilitas. Sedangkan sebagai faktor presipitasi adalah faktor mekanis (kelainan
sirkulasi parsial dan peningkatan tekanan intraabdominal), fisiologis dan radang.
Umumnya faktor etiologi tersebut tidak berdiri sendiri tetapi saling berkaitan.
1. Kelainan organis
- Serosis hepatic
- Trombosis vena porta
- Tumor intra-abdominal, terutama pelvis
2. Idiopatik, predisposisi:
- Herediter: kelemahan pembuluh darah
- Anatomi: tak ada katup pada vena porta sehingga darah mudah kembali, tekanan di
plexus hemorrhoid akan meningkat.
- Gravitasi: banyak berdiri
- Tekanan intra abdominal yang meningkat: batuk kronis, mengejan
- Tonus spinter ani lemah
- Obstipasi atau konstipasi kronis
- Obisitas
- Diit rendah serat
Pada wanita hamil faktor yang mempengaruhi timbulnya hemorrhoid adalah:
- Tumor intra abdomen menyebabkan gangguan aliran vena daerah pelvis.
- Kelemahan pembuluh darah waktu hamil kerena pengaruh hormon
- Mengedan selama partus.
C. TANDA DAN GEJALA
1. Bab berdarah, biasanya berupa darah segar yang menetes pada akhir defekasi
2. Prolaps:
- Grade I : prolaps (-), perdarahan (+)
- Grade II : prolaps (+), masuk spontan
- Grade III : prolaps (+), masuk dengan manipul
- Grade IV : prolaps (+), inkarserata
3. BAB berlendir, timbul karena iritasi mukosa rectum.
4. pruritus ani sampai dermatitis, proctitis
5. Nyeri
D. KOMPLIKASI
Komplikasi penyakit ini adalah perdarahan hebat, abses, fistula para anal, dan
inkarserasi. Untuk hemoroid eksterna, pengobatannya selalu operatif. Tergantung keadaan,
dapat dilakukan eksisi atau insisi trombus serta pengeluaran trombus. Komplikasi jangka
panjang adalah striktur ani karena eksisi yang berlebihan.
E. PATOFISIOLOGI
Hemoroid timbul karena dilatasi, pembengkakan atau inflamasi vena hemoroidialis
yang disebabkan oleh faktor-faktor pencetus. Yang diawali karena sering terjadinya
peningkatan intra abdomen dan penekanan vena hemoroid, penekanan tersebut terjadi
ketika rectum melebar, lalu terisi oleh suatu yang keras seperti feses yang keras yang
disebabkan oleh kurangnya konsumsi serat. Hal ini yang dapat menjadikan sumbatan. Jika
sumbatan tersebut berlangsung terus menerus, dapat menyebabkan terjadi pelebaran pada
vena hemoroid yang permanen, akibatnya akan terjadi trombosis, distensi, dan perdarahan
akan terjadi.
Hemoroid dapat diklasifikasikan atas hemoroid eksterna dan interna. Hemoroid
interna dapat dibagi berdasarkan gambaran klinis yaitu derajat 1 apabila terjadi
pembesaran hemoroid yang tidak prolaps keluar anus. Hanya dapat dilihat dengan
anorektoskop, derajat ke dua pembesaran hemoroid yang prolaps dan menghilang atau
masuk sendiri kedalam anus secara spontan, derajat ke tiga pembesaran hemoroid yang
prolaps dapat masuk lagi kedalam anus dengan bantuan dorongan jari dan derajat ke empat
prolaps hemoroid yang permanen. Rentang dan cenderung mengalami trombosis dan
infrak.( Marcellus Simardibrata K. 2009)
Manisfestasi dari hemoroid yaitu dapat menyebabkan rasa gatal dan nyeri, dan
sering menyebabkan perdarahan berwarna merah terang pada saat defekasi. Hemoroid
eksternal dihubungkan dengan nyeri hebat akibat inflamasi dan edema yang sering
disebabkan oleh trombosis (pembekuan darah dalam hemoroid). Juga dapat menimbulkan
iskemia pada area tersebut dan nekrosis. Dapat juga terjadi konstipasi serta dapat terjadi
prolaps setelah banyak duduk atau berdiri lama.
Adapun komplikasi dari hemoroid antara lain terjadinya perdaharan, pada derajat
satu darah keluar menetes dan memancar, terjadi trombosis karena hemoroid keluar
sehingga lama-lama darah akan membeku dan terjadi trombosis, dan peradangan kalau
terjadi lecet karena tekanan vena hemoroid dapat terjadi infeksi dan meradang karena
disana banyak kotoran yang ada kuman.
F. PATHWAY
G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Anamnesis harus dikaitkan dengan faktor obstipasi, defekasi yang keras, yang
membutuhkan tekanan intraabdominal tinggi (mengejan), juga sering pasien harus duduk
berjam-jam di WC, dan dapat disertai rasa nyeri yang merupakan gejala radang.
Hemoroid eksterna dapat dilihat dengan inspeksi, apalagi bila telah terjadi trombosis. Bila
hemoroid interna mengalami prolaps, maka tonjolan yang ditutupi epitel penghasil musin
akan dapat dilihat pada satu atau beberapa kuadran.
Selanjutnya secara sistematik dilakukan pemeriksaan dalam rektal secara digital dan
dengan anoskopi. Pada pemeriksaan rektal secara digital mungkin tidak ditemukan apa-
apa bila masih dalam stadium awal. Pemeriksaan anoskopi dilakukan untuk melihat
hemoroid interna yang tidak mengalami penonjolan.
Pada pemeriksaan kita tidak boleh mengabaikan pemeriksaan umum karena keadaan
ini dapat disebabkan oleh penyakit lain seperti sindrom hipertensi portal.
H. PENATALAKSANAAN
MEDIS
Gejala hemoroid dan ketidaknyamanan dapat dihilangkan dengan higiene
personal yang baik dan menghindari mengejan berlebihan selama defekasi. Diet tinggi
serat yang mengandung buah dan sekam mungkin satu-satunya tindakan yang
diperlukan; bila tindakan ini gagal, laksatif yang berfungsi mengabsorpsi air saat
melewati usus dapat membantu.
Bila ada infeksi berikan antibiotik per oral. Bila terdapat nyeri yang terus
menerus dapat diberikan supositoria atau salep rektal untuk anestesi dan pelembab
kulit. Untuk melancarkan defekasi saja dapat diberikan cairan parafin atau larutan
magnesium sulfat 10%.
Terdapat berbagai tipe tindakan nonoperatif untuk hemoroid. Fotokoagulasi
inframerah, diatermi bipolar, dan terapi laser adalah teknik terbaru yang digunakan
untuk melekatkan mukosa ke otot yang mendasarinya. Injeksi larutan sklerosan juga
efektif untuk hemoroid berukuran kecil dan berdarah. Prosedur ini membantu
mencegah prolaps.
Tindakan bedah konservatif hemoroid internal adalah prosedur ligasi pita-karet.
Hemoroid dilihat melalui anosop, dan bagian proksimal diatas garis mukokutan
dipegang dengan alat. Pita karet kecil kemudian diselipkan diatas hemoroid. Bagian
distal jaringan pada pita karet menjadi nekrotik setelah beberapa hari dan lepas.
Terjadi fibrosis yang mengakibatkan mukosa anal bawah turun dan melekat pada otot
dasar. Meskipun tindakan ini memuaskan bagi beberapa pasien, namun pasien lain
merasakan tindakan ini menyebabkan nyeri dan mengakibatkan hemoroid sekunder
dan infeksi perianal.
Hemoroidektomi kriosirurgi adalah metode untuk mengangkat hemoroid dengan
cara membekukan jaringan hemoroid selama waktu tertentu sampai timbul nekrosis.
Meskipun hal ini relatif kurang menimbulkan nyeri, prosedur ini tidak digunakan
dengan luas karena menyebabkan keluarnya rabas yang berbau sangat menyengat dan
luka yang ditimbulkan lama sembuhnya.
Laser Nd:YAG telah digunakan saat ini dalam mengeksisi hemoroid, terutama
hemoroid eksternal. Tindakan ini cepat dan kurang menimbulkan nyeri. Hemoragi dan
abses jarang menjadi komplikasi pada periode pasca operatif.
Metode pengobatan hemoroid tidak efektif untuk vena trombosis luas, yang
harus diatasi dengan bedah lebih luas.
Hemoroidektomi atau eksisi bedah, dapat dilakukan untuk mengangkat semua
jaringan sisa yang terlibat dalam proses ini. Selama pembedahan, sfingter rektal
biasanya didilatasi secara digital dan hemoroid diangkat dengan klem dan kauter atau
dengan ligasi dan kemudian dieksisi. Setelah prosedur operatif selesai, selang kecil
dimasukkan melalui sfingter untuk memungkinkan keluarnya flatus dan darah;
penempatan Gelfoan atau kasa Oxygel dapat diberikan diatas luka anal.
KEPERAWATAN
a. PENGKAJIAN
Riwayat kesehatan diambil untuk menentukan adanya gatal, rasa terbakar,
dan nyeri beserta karakteristiknya. Apakah ini terjadi selama defekasi? Berapa
lama ini berakhir? Adakah nyeri abdomen dihubungkan dengan hal itu? Apakah
terdapat perdarahan dari rektum? Seberapa banyak? Seberapa sering? Apa
warnanya? Adakah rabas lain seperti mukus atau pus? Pertanyaan lain
berhubungan dengan pola eliminasi dan penggunaan laksatif; riwayat diet,
termasuk masukan serat; jumlah latihan; tingkat aktivitas; dan pekerjaan
(khususnya bila mengharuskan duduk atau berdiri lama).
Pengkajian objektif mencakup menginspeksi feses akan adanya darah atau
mukus, dan area perianal akan adanya hemoroid, fisura, iritasi, atau pus.
1) Aktivitas/ Istirahat
Gejala : Kelemahan, Kelelahan, Malaise, cepat lelah. Imsomnia, tidak teratur
karena diare. Merasa gelisah dan ansietas. Pembatasan aktivitas / kerja
sehubungan dengan efek proses penyakit.
2) Sirkulasi
Tanda : Takikardia, Kemerahan, area ekimosis, TD hipotensi.
3) Integritas Ego
Gejala : Ansietas, ketakutan, emosi kesal. Faktor stress akut/ kronis. Faktor
budaya. Peningkatan prevelensi pada populasi yahudi.
Tanda : Menolak, perhatian menyembpit, depresi.
4) Eliminasi
Gejala : Tekstur feses berfariasi dari bentuk lunak sampai bau atau berair.
Tanda : Menurunya bising usus, tak ada peristaltik yang dapat dilihat.
5) Makanan/ Cairan
Gejala : Anoreksia, mual/ muntah, penurunan berat badan, tidak toleran
terhadap diet/ sensitif.
Tanda : Penurunan lemak subkutan/ massa otot. Kelemahan tonus otot dan
turgor kulit buruk, membran mukosa pucat, luka, inflamasi rongga mulut.
6) Hygiene
Tanda : Ketidak mampuan mempertahankan perawatan diri, stomatitis
menunjukkan kekurangan vitamin, bau badan.
7) Nyeri/ Kenyamanan
Gejala : Nyeri/ nyeri tekan pada kuadran kiri bawah. Titik nyeri berpindah,
nyeri tekan (artritis). Nyeri mata, foto fobia (iritis).
Tanda : Nyeri tekan abdomen/ distensi.
8) Keamanan
Gejala : Riwayat lupus eritematosus, anemia hemolitik, vaskulitis, artritis,
peningkatan suhu 39,6-40oC.
Tanda : Lesi kulit mungkin ada. Ankilosa spondilitis. Ureitis, konjungtivitis.
9) Seksualitas
Gejala : Frekuensi menurun/ menghindari aktivitas sosial.
10) Interaksi Sosial
Gejala : Masalah hubungan/ peran sehubungan dengan kondisi.
Ketidakmampuan aktivitas dalam sosial.
11) Penyuluhan/ Pembelajaran
Gejala : Riwayat keluarga berpenyakit
12) Pemeriksaan Diagnostik
a) Contoh feses (pemeriksaan digunakan dalam diagnosa awal dan selama
kemajuan penyakit) : terutama yang mengandung mukosa, darah, pus, dan
organisme usus, khususnya entamoba histolitika.
b) Darah lengkap : dapat menunjukkan anemia hiperkronik
c) Kadar besi serum : rendah karena kehilangan darah.
d) Masa protombin : memanjan pada kasus yang berat karena gangguan
faktor VII dan X disebabkan karena kekurangan vitamin K.
e) Prostagsimoidoskopi : memperlihatkan ulkus, edema, hiperemia, dan
inflamasi (akibat infeksi sekunder mukosa dan submukosa). Area yang
menurun fungsinya dan perdarahan karena nekrosis dan ulkus terjadi pada
85% bagian pada pasien ini.
f) Elektrolit : penurunan kalium dan magnesium umum pada penyakit berat.
g) Kadar albumin : penurunan karena kehilangan protein plasma/ gangguan
fungsi hati.
h) Alkali fosfatase : meningkat, juga dengan kolesterol serum dan
hipoproteinemia, menunjukkan gangguan fungsi hati.
i) Trombositosis : dapat terjadi karena proses penyakit inflamasi.
j) Sitologi dan biopsi rektal : membedakan antara proses infeksi dan
karsinoma.
k) Enema barium : dapat dilakukan setelah pemeriksaan visualisasi dapat
dilakukan meskipun jarang dilakukan selama akut, tahap kambuh, karena
dapat membuat kondisi eksorsibasi.
l) Kolonoskopi : mengidentifikasi adesi, perubahan lumen dinding.
m) ESR (Erythrocyte Sedimentation Rate) atau LED (Laju Endap Darah ) :
meningkat karena beratnya penyakit.
n) Sumsum tulang : menurun secara umum pada tipe berat/ setelah inflamasi
panjang.
b. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Konstipasi b/d mengabaikan dorongan untuk defekasi akibat nyeri selama
eliminasi.
2. Ansietas b/d rencana pembedahan dan rasa malu.
3. Nyeri b/d iritasi, tekanan, dan sensitivitas pada area rektal/anal sekunder
akibat penyakit anorektal dan spasme sfingter pada pascaoperatif.
4. Perubahan eliminasi urinarius b/d rasa takut nyeri pada pascaoperatif.
c. INTERVENSI
1. Konstipasi b/d mengabaikan dorongan untuk defekasi akibat nyeri selama
eliminasi.
Menghilangkan konstipasi. Masukan cairan sedikitnya 2 liter sehari
dianjurkan untuk memberikan hidrasi adekuat. Makanan tinggi serat
dianjurkan untuk meningkatkan bulk dalam feses dan membuatnya lebih
mudah dikeluarkan. Laksatif bulk seperti Metamucil dan pelunak feses
diberikan sesuai resep. Pasien dianjurkan untuk miring guna merangsang usus
dan merangsang keinginan defekasi sebisa mungkin. Menganjurkan pasien
untuk relaksasi sebelum defekasi akan membantu merilekskan otot-otot
perineal abdomen yang kemungkinan berkonstriksi atau mengalami spasme.
Berikan analgesik sebelum pergerakan usus benar-benar terjadi.
2. Ansietas b/d rencana pembedahan dan rasa malu.
Menurunkan ansietas. Pasien yang menghadapi pembedahan rektal dapat
merasa kacau dan peka akibat ketidaknyamanan, nyeri, dan malu. Kebutuhan
psikososial khusus dan rencana asuhan yang bersifat individu diidentifikasi.
Privasi diberikan dengan membatasi pengunjung bila pasien
menginginkannya. Privasi pasien dipertahankan pada saat memberikan
perawatan. Balutan kotor dibuang dari ruangan dengan segera untuk
mencegah bau tidak enak. Pengharum ruangan dapat diberikan bila balutan
berbau menyengat.
3. Nyeri b/d iritasi, tekanan, dan sensitivitas pada area rektal/anal sekunder
akibat penyakit anorektal dan spasme sfingter pada pascaoperatif.
Menghilangkan nyeri. Selama 24 jam pertama setelah pembedahan
rektal, dapat terjadi spasme yang menimbulkan nyeri pada sfingter dan otot
perineal. Kontrol terhadap nyeri adalah pertimbangan utama. Pasien didorong
untuk memilih posisi nyaman. Bantalan flotasi dibawah bokong pada saat
duduk akan membantu menurunkan nyeri, demikian juga dengan pemberian
es dan salep analgesik. Kompres hangat dapat meningkatkan sirkulasi dan
meringankan jaringan teriritasi. Rendam duduk, tiga atau empat kali sehari,
akan menghilangkan rasa sakit dan nyeri dengan merelakskan spasme
sfingter. 24 jam setelah pembedahan, agens anestetik topikal dapat membantu
dalam menghilangkan iritasi lokal dan rasa sakit. Obat-obatan dapat
mencakup supositoria yang mengandung anestetik. Astringen, antiseptik,
tranquilizer, dan antiemetik. Pasien akan lebih patuh dan bebas dari rasa takut
bila nyeri dapat diatasi.
Balutan basah yang jenuh oleh air dingin dan witch hazel dapat
membantu menghilangkan edema. Apabila kompres basah digunakan secara
kontinu, petroleum harus diberikan disekitar area anal untuk mencegah
maserasi kulit. Pasien diinstruksikan untuk melakukan posisi telungkup
dengan interval tertentu, karena posisi ini meningkatkan drainase dependen
cairan edema.
4. Perubahan eliminasi urinarius b/d rasa takut nyeri pada pascaoperatif.
Meningkatkan eliminasi urinarius. Berkemih dapat menjadi masalah
pada periode pascaoperatif, akibat spasme refleks sfingter pada jalan keluar
kandung kemih dan sejumlah tertentu otot pelindung dari rasa takut dan nyeri.
Semua metode untuk mendorong berkemih spontan (meningkatkan masukan
cairan, mendengar aliran air, meneteskan air di atas meatus urinarius) harus
dicoba sebelum memasukkan kateter. Setelah pembedahan rektal, haluaran
urin harus dipantau dengan cermat.
LEMBAR PENGESAHAN
ASKEP ini telah diketahui dan disahkan oleh Tri Suwarto, S.kep.Ners selaku Dosen
Pembimbing Akademik pada :
Hari/Tanggal :
Jam :
Tempat :
Kudus, November 2012
Disahkan oleh,
Pembimbing Akademik
( Tri Suwarto, S.Kep.Ners )
Mahasiswa
( Noor Rosyidah )
DAFTAR PUSTAKA
http://pitagirl2028.blogspot.com/2011_12_25_archive.html
http://3.bp.blogspot.com/-Ig1Iaawmqsw/TVfPCvbxNgI/AAAAAAAAAAw/V7x5FZhu12I/
s1600/Slide1.JPG
http://agungbruther.blogspot.com/2012/06/askep-hemoroid.html
http://asuhankeperawatanonline.blogspot.com/2012/03/asuhan-keperawatan-hemoroid-
dengan.html