Askep Gangguan Pendengaran Pada Lansia

20
ASKEP GANGGUAN PENDENGARAN PADA LANSIA I. PENGERTIAN Berkurangnya Pendengaran adalah penurunan fungsi pendengaran pada salah satu ataupun kedua telinga. Tuli adalah penurunan fungsi pendengaran yang sangat berat. Presbikusis merupakan akibat dari proses degeneratif pada satu atau beberapa bagian koklea (striae vaskularis, sel rambut, dan membran basi la ris) maupun serabut saraf auditori. Presbikusis ini juga merupakan hasil interaksi antara faktor genetik individu dengan faktor eksternal, seperti pajanan suara berisik terus-menerus, obat ototoksik, dan penyakit sistemik. Presbikusis terbagi dua menjadi prebiskus perifer dan prebiskus sentral. Presbikusis perifer, di mana para lansia hanya mampu untuk mengidentifikasi kata. Alat Bantu dengar masih cukup bermanfaat, tetapi harus diperhatikan untuk menghindari berteriak/berbicara terlalu keras karena dapat membuat ketidaknyamanan di telinga. Presbikusis sentral, di mana lansia mengalami gangguan untuk mengidentifikasi kalimat, sehingga manfaat alat bantu dengar sangat kurang. Oleh karena itu, percakapan dengan para lansia harus sedikit lebih lambat tanpa mengabaikan irama dan intonasi. Presbikusis ditambah dengan situasi ketika percakapan yang berlangsung kurang mendukung dapat menyebabkan lansia mengalami gangguan komunikasi.

description

Askep Gangguan Pendengaran Pada Lansia

Transcript of Askep Gangguan Pendengaran Pada Lansia

Page 1: Askep Gangguan Pendengaran Pada Lansia

ASKEP GANGGUAN PENDENGARAN PADA LANSIA

I. PENGERTIAN

Berkurangnya Pendengaran adalah penurunan fungsi pendengaran pada salah satu

ataupun kedua telinga. Tuli adalah penurunan fungsi pendengaran yang sangat berat.

Presbikusis merupakan akibat dari proses degeneratif pada satu atau beberapa bagian

koklea (striae vaskularis, sel rambut, dan membran basi la ris) maupun serabut saraf

auditori. Presbikusis ini juga merupakan hasil interaksi antara faktor genetik individu

dengan faktor eksternal, seperti pajanan suara berisik terus-menerus, obat ototoksik, dan

penyakit sistemik.

Presbikusis terbagi dua menjadi prebiskus perifer dan prebiskus sentral. Presbikusis

perifer, di mana para lansia hanya mampu untuk mengidentifikasi kata. Alat Bantu

dengar masih cukup bermanfaat, tetapi harus diperhatikan untuk menghindari

berteriak/berbicara terlalu keras karena dapat membuat ketidaknyamanan di telinga.

Presbikusis sentral, di mana lansia mengalami gangguan untuk mengidentifikasi kalimat,

sehingga manfaat alat bantu dengar sangat kurang. Oleh karena itu, percakapan dengan

para lansia harus sedikit lebih lambat tanpa mengabaikan irama dan intonasi.

Presbikusis ditambah dengan situasi ketika percakapan yang berlangsung kurang

mendukung dapat menyebabkan lansia mengalami gangguan komunikasi.

II. PENYEBAB

Fungsi pendengaran bisa disebabkan oleh:

Suatu masalah mekanis di dalam saluran telinga atau di dalam telinga tengah yang

menghalangi penghantaran suara (penurunan fungsi pendengaran konduktif)

Kerusakan pada telinga dalam, saraf pendengaran atau jalur saraf pendengaran di otak

(penurunan fungsi pendengaran sensorineural).

Penurunan fungsi pendengaran sensorineural dikelompokkan lagi menjadi:

Penurunan fungsi pendengaran sensorik (jika kelainannya terletak pada

saraf pendengaran atau jalur saraf pendengaran di otak).

Page 2: Askep Gangguan Pendengaran Pada Lansia

Penurunan fungsi pendengaran neural (jika kelainannya terletak pada telinga dalam)

Penurunan fungsi pendengaran sensorik bisa merupakan penyakit keturunan, tetapi mungkin juga

disebabkan oleh:

Trauma akustik (suara yang sangat keras)

Infeksi virus pada telinga dalam

Obat-obatan tertentu

Penyakit Meniere.

Penurunan fungsi pendengaran neural bisa disebabkan oleh:

sekitarnya dan batang otakTumor otak yang juga menyebabkan kerusakan pada saraf-saraf di

Infeksi

keturunan (misalnya penyakit Refsum).Berbagai penyakit otak dan saraf (misalnya stroke) -

Beberapa penyakit

III. GEJALA

Penderita penurunan fungsi pendengaran bisa mengalami beberapa atau seluruh gejala berikut:

sekelilingnya berisikkesulitan dalam mendengarkan percakapan, terutama jika di

terdengar gemuruh atau suara berdenging di telinga (tinnitus)

tidak dapat mendengarkan suara televisi atau radio dengan volume yang normal

kelelahan dan iritasi karena penderita berusaha keras untuk bisa mendengar

pusing atau gangguan keseimbangan.

VI.ANATOMI FISIOLOGI

Telinga sebagai organ pendengaran dan ekuilibrium terbagi dalam tiga bagian, yaitu telinga luar,

tengah, dan dalam. Telinga berisi reseptor-reseptor yang menghantarkan gelombang suara ke

dalam impuls-impuls saraf dan reseptor yang berespons pada gerakan kepala.

Perubahan pada telinga luar sehubungan dengan proses penuaan adalah kulit telinga berkurang

elastisitasnya. Daerah lobus yang merupakan satu-satunya bagian yang tidak disokong oleh

kartilago mengalami pengeripu tan, aurikel tampak lebih besar, dan tragus sering ditutupi oleh

Page 3: Askep Gangguan Pendengaran Pada Lansia

rumbai-rumbai rambut yang kasar. Saluran auditorius menjadi dangkal akibat lipatan ke dalam,

pada dindingnya silia menjadi lebih kaku dan kasar juga produksi serumen agak berkurang dan

cenderung menjadi lebih kering.

Perubahan atrofi telinga tengah, khususnya membran timpani karena proses penuaan tidak

mempunyai pengaruh jelas pada pendengaran. Perubahan yang tampak pada telinga dalam

adalah koklea yang berisi organ corti sebagai unit fungsional pendengaran mengalami penurunan

sehingga mengakibatkan presbikusis.

Lebih kurang 40% dari populasi lansia mengalami gangguan pendengaran (presbikusis).

Gangguan pendengaran mulai dari derajat ringan sampai berat dapat dipantau dengan

menggunakan alat audiometer. Pada umumnya laki-laki lebih sering menderita gangguan

pendengaran dibandingkan perempuan.

Presbikusis merupakan akibat dari proses degeneratif pada satu atau beberapa bagian koklea

(striae vaskularis, sel rambut, dan membran basi la ris) maupun serabut saraf auditori.

Presbikusis ini juga merupakan hasil interaksi antara faktor genetik individu dengan faktor

eksternal, seperti pajanan suara berisik terus-menerus, obat ototoksik, dan penyakit sistemik.

Presbikusis terbagi dua menjadi prebiskus perifer dan prebiskus sentral. Presbikusis perifer, di

mana para lansia hanya mampu untuk mengidentifikasi kata. Alat Bantu dengar masih cukup

bermanfaat, tetapi harus diperhatikan untuk menghindari berteriak/berbicara terlalu keras karena

dapat membuat ketidaknyamanan di telinga. Presbikusis sentral, di mana lansia mengalami

gangguan untuk mengidentifikasi kalimat, sehingga manfaat alat bantu dengar sangat kurang.

Oleh karena itu, percakapan dengan para lansia harus sedikit lebih lambat tanpa mengabaikan

irama dan intonasi.

Presbikusis ditambah dengan situasi ketika percakapan yang berlangsung kurang mendukung

dapat menyebabkan lansia mengalami gangguan komunikasi. Gangguan komunikasi ini dapat

terjadi akibat:

Page 4: Askep Gangguan Pendengaran Pada Lansia

Pertama, pembicaraan mengalami gangguan karena suara musik, radio, televisi, maupun

pembicaraan lain.

Kedua, sumber suara mengalami distorsi yang berasal dari pengeras suara yang tidak sempurna

seperti di terminal, masjid, telepon, maupun bila diucapkan oleh anak-anak atau pembicara yang

terlalu cepat.

Ketiga, kondisi akustik ruangan yang tidak sempurna seperti di dapur, ruang makan restoran,

serta ruang pertemuan yang mudah memantulkan suara.

V. PATOFISIOLOGI

Menurut frekuensi getarannya, tinnitus terbagi menjadi dua macam, yaitu:

-Tinnitus Frekuensi rendah (low tone) seperti bergemuruh

-Tinnitus frekuensi tinggi (high tone)seperti berdenging

Tinnitus biasanya di hubungkan dengan tuli sensorineural dan dapat juga terjadi karena

gangguan konduksi, yang biasanya berupa bunyi dengan nada rendah. Jika di sertai dengan

inflamasi, bunyi dengung akan terasa berdenyut (tinnitus pulsasi) dan biasanya terjadi pada

sumbatan liang telinga, tumor, otitis media, dll.

Pada tuli sensorineural, biasanya timbul tinnitus subjektif nada tinggi (4000Hz). Terjadi dalam

rongga telinga dalam ketika gelombang suara berenergi tinggi merambat melalui cairan telinga,

merangsang dan membunuh sel-sel rambut pendengaran maka telinga tidak dapat berespon lagi

terhadap frekuensi suara. Namun jika suara keras tersebut hanya merusak sel-sel rambut tadi

maka akan terjadi tinnitus, yaitu dengungan keras pada telinga yang di alami oleh penerita.

(penatalaksanaan penyakit dan kelainan THT edisi 2 thn 2000 hal 100). Susunan telinga kita

terdiri atas liang telinga, gendang telinga, tulang-tulang pendengaran, dan rumah siput. Ketika

terjadi bising dengan suara yang melebihi ambang batas, telinga dapat berdenging, suara

berdenging itu akibat rambut getar yang ada di dalam rumah siput tidak bisa berhenti bergetar.

Kemudian getaran itu di terima saraf pendengaran dan diteruskan ke otak yang merespon dengan

timbulnya denging.

Kepekaan setiap orang terhadap bising berbeda-beda, tetapi hampir setiap orang akan mengalami

ketulian jika telinganya mengalami bising dalam waktu yag cukup lama. Setiap bising yang

berkekuatan 85dB bisa menyebabkan kerusakan. Oleh karena itu di Indonesia telah di tetapkan

Page 5: Askep Gangguan Pendengaran Pada Lansia

nilai ambang batas yangn di perbolehkan dalam bidang industri yaitu sebesar 89dB untuk jangka

waktu maksimal 8 jam. Tetapi memang implementasinya belum merata. Makin tinggi paparan

bising, makin berkurang paparan waktu yang aman bagi telinga.

IV. PEMERIKSAAN

1. Pemeriksaan Dengan Garputala

Pada dewasa, pendengaran melalui hantaran udara dinilai dengan menempatkan garputala yang

telah digetarkan di dekat telinga sehingga suara harus melewati udara agar sampai ke telinga.

Penurunan fungsi pendengaran atau ambang pendengaran subnormal bisa menunjukkan adanya

kelainan pada saluran telinga, telinga tengah, telinga dalam, sarat pendengaran atau jalur saraf

pendengaran di otak.

Pada dewasa, pendengaran melalui hantaran tulang dinilai dengan menempatkan ujung pegangan

garputala yang telah digetarkan pada prosesus mastoideus (tulang yang menonjol di belakang

telinga).

Getaran akan diteruskan ke seluruh tulang tengkorak, termasuk tulang koklea di telinga dalam.

Koklea mengandung sel-sel rambut yang merubah getaran menjadi gelombang saraf, yang

selanjutnya akan berjalan di sepanjang saraf pendengaran.

Pemeriksaan ini hanya menilai telinga dalam, saraf pendengaran dan jalur saraf pendengaran di

otak.

Jika pendengaran melalui hantaran udara menurun, tetapi pendengaran melalui hantaran tulang

normal, dikatakan terjadi tuli konduktif.

Jika pendengaran melalui hantaran udara dan tulang menurun, maka terjadi tuli sensorineural.

Kadang pada seorang penderita, tuli konduktif dan sensorineural terjadi secara bersamaan.

2. Audiometri

Audiometri dapat mengukur penurunan fungsi pendengaran secara tepat, yaitu dengan

menggunakan suatu alat elektronik (audiometer) yang menghasilkan suara dengan ketinggian

dan volume tertentu.

Ambang pendengaran untuk serangkaian nada ditentukan dengan mengurangi volume dari setiap

nada sehingga penderita tidak lagi dapat mendengarnya.

Page 6: Askep Gangguan Pendengaran Pada Lansia

Telinga kiri dan telinga kanan diperiksa secara terpisah.

Untuk mengukur pendengaran melalui hantaran udara digunakan earphone, sedangkan untuk

mengukur pendengaran melalui hantaran tulang digunakan sebuah alat yang digetarkan, yang

kemudian diletakkan pada prosesus mastoideus.

3. Audimetri Ambang Bicara

Audiometri ambang bicara mengukur seberapa keras suara harus diucapkan supaya bisa

dimengerti.

Kepada penderita diperdengarkan kata-kata yang terdiri dari 2 suku kata yang memiliki

aksentuasi yang sama, pada volume tertentu.

Dilakukan perekaman terhadap volume dimana penderita dapat mengulang separuh kata-kata

yang diucapkan dengan benar.

4. Diskriminasi

Dengan diskriminasi dilakukan penilaian terhadap kemampuan untuk membedakan kata-kata

yang bunyinya hampir sama.

Digunakan kata-kata yang terdiri dari 1 suku kata, yang bunyinya hampir sama.

Pada tuli konduktif, nilai diskriminasi (persentasi kata-kata yang diulang dengan benar) biasanya

berada dalam batas normal. Pada tuli sensori, nilai diskriminasi berada di bawah normal. Pada

tuli neural, nilai diskriminasi berada jauh di bawah normal.

5. Timpanometri

Timpanometri merupakan sejenis audiometri, yang mengukur impedansi (tahanan terhadap

tekanan) pada telinga tengah.

Timpanometri digunakan untuk membantu menentukan penyebab dari tuli konduktif.

Prosedur in tidak memerlukan partisipasi aktif dari penderita dan biasanya digunakan pada anak-

anak.

Timpanometer terdiri dari sebuah mikrofon dan sebuah sumber suara yang terus menerus

menghasilkan suara dan dipasang di saluran telinga.

Dengan alat ini bisa diketahui berapa banyak suara yang melalui telinga tengah dan berapa

banyak suara yang dipantulkan kembali sebagai perubahan tekanan di saluran telinga.

Page 7: Askep Gangguan Pendengaran Pada Lansia

Hasil pemeriksaan menunjukkan apakah masalahnya berupa:

dengan hidung bagian belakang)penyumbatan tuba eustakius (saluran yang menghubungkan

telinga tengah

cairan di dalam telinga tengah

kelainan pada rantai ketiga tulang pendengaran yang menghantarkan suara melalui telinga

tengah.

Timpanometri juga bisa menunjukkan adanya perubahan pada kontraksi otot stapedius, yang

melekat pada tulang stapes (salah satu tulang pendengaran di telinga tengah).

Dalam keadaan normal, otot ini memberikan respon terhadap suara-suara yang keras/gaduh

(refleks akustik) sehingga mengurangi penghantaran suara dan melindungi telinga tengah.

Jika terjadi penurunan fungsi pendengaran neural, maka refleks akustik akan berubah atau

menjadi lambat. Dengan refleks yang lambat, otot stapedius tidak dapat tetap berkontraksi

selama telinga menerima suara yang gaduh.

6. Respon Auditoris Batang Otak

Pemeriksaan ini mengukur gelombang saraf di otak yang timbul akibat rangsangan pada saraf

pendengaran.

Respon auditoris batang otak juga dapat digunakan untuk memantau fungsi otak tertentu pada

penderita koma atau penderita yang menjalani pembedahan otak.

7. Elektrokokleografi

Elektrokokleografi digunakan untuk mengukur aktivitas koklea dan saraf pendengaran.

Kadang pemeriksaan ini bisa membantu menentukan penyebab dari penurunan fungsi

pendengaran sensorineural.

Elektrokokleografi dan respon auditoris batang otak bisa digunakan untuk menilai pendengaran

pada penderita yang tidak dapat atau tidak mau memberikan respon bawah sadar terhadap suara.

Misalnya untuk mengetahui ketulian pada anak-anak dan bayi atau untuk memeriksa hipakusis

psikogenik (orang yang berpura-pura tuli).

Page 8: Askep Gangguan Pendengaran Pada Lansia

Beberapa pemeriskaan pendengaran bisa mengetahui adanya kelainan pada daerah yang

mengolah pendengaran di otak.

Pemeriksaan tersebut mengukur kemampuan untuk:

mengartikan dan memahami percakapan yang dikacaukan

t telinga kiri menerima pesan yang lainmemahami pesan yang disampaikan ke telinga kanan

pada saa

telinga menjadi pesan yang bermaknamenggabungkan pesan yang tidak lengkap yang

disampaikan pada kedua

telinga pada waktu yang bersamaan.menentukan sumber suara pada saat suara diperdengarkan

di kedua

Jalur saraf dari setiap telinga menyilang ke sisi otak yang berlawanan, karena itu kelainan pada

otak kanan akan mempengaruhi pendengaran pada telinga kiri.

Kelainan pada batang otak bisa mempengaruhi kemampuan dalam menggabungkan pesan yang

tidak lengkap menjadi pesan yang bermakna dan dalam menentukan sumber suara.

V. PENGOBATAN

Pengobatan untuk penurunan fungsi pendengaran tergantung kepada penyebabnya.

Jika penurunan fungsi pendengaran konduktif disebabkan oleh adanya cairan di telinga tengah

atau kotoran di saluran telinga, maka dilakukan pembuangan cairan dan kotoran tersebut.

Jika penyebabnya tidak dapat diatasi, maka digunakan alat bantu dengar atau kadang dilakukan

pencangkokan koklea.

VI. ALAT BANTU DENGAR

Alat bantu dengar merupakan suatu alat elektronik yang dioperasikan dengan batere, yang

berfungsi memperkuat dan merubah suara sehingga komunikasi bisa berjalan dengan lancar.

Alat bantu dengar terdiri dari:

Sebuah mikrofon untuk menangkap suara

Page 9: Askep Gangguan Pendengaran Pada Lansia

Sebuah amplifier untuk meningkatkan volume suara

Sebuah speaker utnuk menghantarkan suara yang volumenya telah dinaikkan.

Berdasarkan hasil tes fungsi pendengaran, seorang audiologis bisa menentukan apakah penderita

sudah memerlukan alat bantu dengar atau belum (audiologis adalah seorang profesional

kesehatan yang ahli dalam mengenali dan menentukan beratnya gangguan fungsi pendengaran).

Alat bantu dengar sangat membantu proses pendengaran dan pemahaman percakapan pada

penderita penurunan fungsi pendengaran sensorineural.

Dalam menentukan suatu alat bantu dengar, seorang audiologis biasanya akan

mempertimbangkan hal-hal berikut:

kemampuan mendengar penderita

aktivitas di rumah maupun di tempat bekerja

keterbatasan fisik

keadaan medis

penampilan

harga.

Alat Bantu Dengar Hantaran Udara

Alat ini paling banyak digunakan, biasanya dipasang di dalam saluran telinga dengan sebuah

penutup kedap udara atau sebuah selang kecil yang terbuka.

Alat Bantu Dengar Yang Dipasang Di Badan

Digunakan pada penderita tuli dan merupakan alat bantu dengar yang paling kuat.

Alat ini disimpan dalam saku kemeja atau celana dan dihubungkan dengan sebuah kabel ke alat

yang dipasang di saluran telinga.

Alat ini seringkali dipakai oleh bayi dan anak-anak karena pemakaiannya lebih mudah dan tidak

mudah rusak.

Page 10: Askep Gangguan Pendengaran Pada Lansia

Alat Bantu Dengar Yang Dipasang Di Belakang Telinga

Digunakan untuk penderita gangguan fungsi pendengaran sedang sampai berat.

Alat ini dipasang di belakang telinga dan relatif tidak terlihat oleh orang lain.

CROS (contralateral routing of signals)

Alat ini digunakan oleh penderita yang hanya mengalami gangguan fungsi pendengaran pada

salah satu telinganya.

Mikrofon dipasang pada telinga yang tidak berfungsi dan suaranya diarahkan kepada telinga

yang berfungsi melalui sebuah kabel atau sebuah transmiter radio berukuran mini.

Dengan alat ini, penderita dapat mendengarkan suara dari sisi telinga yang tidak berfungsi.

BICROS (bilateral CROS)

Jika telinga yang masih berfungsi juga mengalami penuruna fungsi pendengaran yang ringan,

maka suara dari kedua telinga bisa diperkeras dengan alat ini.

Alat Bantu Dengar Hantaran Tulang

Alat ini digunakan oleh penderita yang tidak dapat memakai alat bantu dengar hantaran udara,

misalnya penderita yang terlahir tanpa saluran telinga atau jika dari telinganya keluar cairan

(otore).

Alat ini dipasang di kepala, biasanya di belakang telinga dengan bantuan sebuah pita elastis.

Suara dihantarkan melalui tulang tengkorak ke telinga dalam.

Beberapa alat bantu dengar hantaran tulang bisa ditanamkan pada tulang di belakang telinga.

VII. PENCANGKOKAN KOKLEA

Pencangkokan koklea (implan koklea) dilakukan pada penderita tuli berat yang tidak dapat

mendengar meskipun telah menggunakan alat bantu dengar.

Page 11: Askep Gangguan Pendengaran Pada Lansia

Alat ini dicangkokkan di bawah kulit di belakang telinga dan terdiri dari 4 bagian:

Sebuah mikrofon untuk menangkap suara dari sekitar

yang tertangkap oleh mikrofonSebuah prosesor percakapan yang berfungsi memilih dan

mengubah suara

Sebuah transmiter dan stimulator/penerima yang berfungsi menerima sinyal dari prosesor

percakapan dan merubahnya menjadi gelombang listrik

Elektroda, berfungsi mengumpulkan gelombang dari stimulator dan mengirimnya ke otak.

Suatu implan tidak mengembalikan ataupun menciptakan fungsi pendengaran yang normal,

tetapi bisa memberikan pemahaman auditoris kepada penderita tuli dan membantu mereka dalam

memahami percakapan.

Implan koklea sangat berbeda dengan alat bantu dengar.

Alat bantu dengar berfungsi memperkeras suara. Implan koklea menggantikan fungsi dari bagian

telinga dalam yang mengalami kerusakan.

Jika fungsi pendengaran normal, gelombang suara diubah menjadi gelombang listrik oleh telinga

dalam. Gelombang listrik ini lalu dikirim ke otak dan kita menerimanya sebagai suara.

Implan koklea bekerja dengan cara yang sama. Secara elektronik, implan koklea menemukan

bunyi yang berarti dan kemudian mengirimnya ke otak

VIII PENATALAKSANAAN

Asuhan Keperawatan Gangguan Sistem Pendengaran Lansia

- Bersihkan telinga, pertahankan komunikasi.

- Berbicara pada telinga yang masih baik dengan suara yang tidak terlalu keras.

- Berbicara secara perlahan-lahan, jelas, dan tidak terlalu panjang.

- Beri kesempatan klien untuk menjawab pertanyaan.

- Gunakan sikap dan gerakan atau objek untuk memudahkan persepsi klien.

- Beri sentuhan untuk menarik perhatian sebelum memulai pembicaraan.

- Beri motivasi dan reinforcement.

Page 12: Askep Gangguan Pendengaran Pada Lansia

- Kolaborasi untuk menggunakan alat bantu pendengaran.

- Lakukan pemeriksaan secara berkala.

IX. ASUHAN KEPERWATAN

A. Pengkajian

Fokus pengkajian pada klien dengan ganguan pendengaran

Kaji identitas klien

Kaji riwayat keperawatan

ssp serta organ-organ bagian telinga dan keseimbanaganKaji adanya penguanaan obat-obat

yang menyebabkan ototoxic dan merusak

Kaji riwayat penguanaan obat-obatan

B. Diagnosa keperawatan

1. Kerusakan komunikasi verbal B/D kerusakan pendengaran

2. Kerusakan aktivitas B/D ketidakseimbangan dalm beraktifitas karena hilangnya fungsi

pendengaran.

3. Kehilangan perawatan diri dirumah B/D hilangnya fungsi pendengaran

4. Kerusakan interaksi sosial B/D kerusakan sarf sensori

C. Rencana intervensi keperawatan

intervensi keperawatan pada lansia dengan ganguan pendengaran

Ketika berbicara kerusakan suara (bukan teriak) atau menyuruh untuk memperhatikan mulut

sipembicara.

Ajak klien berkomunikasi dengan santai dengan jarak yang dekat.

Berbicara yang jelas dan tidak terlalu cepat an saling bertatap muka.

Hindarkan adanya suara- suara yang mengganggu seperti suara radio dan TV

Jika kerusakan komunikasi maka gunakanlah kertas sebagai komunikasi verbal atau dengan

simbol.

Berikan lingkungan yang nyaman bagi klien.

Gunakanlah alat bantu pendengaran apabila diperlukan.

DIAGNOSA KEPERAWATAN YANG MUNGKIN MUNCUL

Page 13: Askep Gangguan Pendengaran Pada Lansia

a) Cemas b/d kurangnya informasi tentang gangguan pendengaran (tinnitus)

Tujuan/kriteria hasil:

- Tidak terjadi kecemasan, pengetahuan klien terhadap penyakit meningkat

Intervensi:

- Kaji tingkat kecemasan / rasa takut

- Kaji tingkat pengetahuan klien tentang gangguan yang di alaminya

- Berikan penyuluhan tentang tinnitus

- Yakinkan klien bahwa penyakitnya dapat di sembuhkan

- Anjurkan klien untuk rileks, dan menghindari stress

b) Gangguan istirahat dan tidur b/d gangguan pendengaran

Tujuan /kriteria hasil:

- Gangguan tidur dapat teratasi atau teradaptasi

Intervensi:

- Kaji tingkat kesulitan tidur

- Kolaborasi dalam pemberian obat penenang/ obat tidur

- Anjurkan klien untuk beradaptasi dengan gangguan tersebut

c) Resiko kerusakan interaksi sosial b/d hambatan komunikasi

Tujuan/kriteria hasil:

- Resiko kerusakan interaksi sosial dapat di minimalkan

Intervensi:

- Kaji kesulitan mendengar

- Kaji seberapa parah gangguan pendengaran yang di alami klien

- Jika mungkin bantu klien memahami komunikasi nonverbal

- Anjurkan klien menggunakan alat bantu dengar setiap di perlukan jika tersedia

Page 14: Askep Gangguan Pendengaran Pada Lansia

DAFTAR PUSTAKA

- Roach sally. Introduktory gerontological Nursing. 2001. Lippinctt: New Yor

- Syaifuddin, Anatomi fisisologi. 1997. EGC. Jakarta

- Petunjuk praktikum fisiologi I. Tim pengajar fisiologi. 2005. Stikes Aisyiyah Yogyakarta,

- Http: // www.pfizer peduli . com / artcel _ detail . aspex. Id : 21

- Panduan dianosa keperawatan NANDA

- Http: // www. Dokter tetanus . pjnkk. Go. Id / content . view / 249/31

- http: // www. Dokter tetanus. WordPress. Com

- wahyudi, Nugroho, Keperawatan Gerontik. 2000. EGC : Jakarta.