Askep Bencana Alam

28
BAB I LATAR BELAKANG Bencana alam yang berkepanjangan di dunia termasuk di Indonesia sepanjang tahun 2010, disebabkan oleh faktor alam yang berbeda. Dampak bencana alam tidak hanya mengakibatkan hilangnya harta benda tetapi juga nyawa masyarakat di wilayah bencana. Berdasarkan data dari 644 kejadian bencana di Indonesia total kerugian material diperkirakan mencapai lebih 15 trilyun rupiah. Kerugian tersebut meliputi kehilangan harta benda, kerusakan rumah-rumah masyarakat, sarana dan prasarana umum, lahan pertanian, perkebunan, peternakan, dan sebagainya. Selain itu juga menimbulkan kehilangan orang yang dicintai, trauma, dan timbuln ya gangguan kesehatan (Nugroho, 2010). Anak-anak merupakan salah satu kelompok yang rentan terjadinya trauma akibat bencana alam. Hal ini dikarenakan oleh beberapa faktor yaitu keberadaan anak-anak masih dibawah risiko dan ancaman yang membahayakan kelangsungan hidupnya, tingkat ketergantungan hidup yang masih tinggi terhadap orang dewasa, belum memiliki banyak pengalaman hidup, kemampuan untuk melindungi diri sendiri masih terbatas, dan mereka tidak dalam posisi yang dapat mengambil keputusan atas dirinya sendiri (Lubis, 2012). Post Traumatic Stress Disorder (PTSD) pada anak-anak memang tidak sesederhana dampaknya bagi perkembangan dan pertumbuhan remaja itu sendiri. Ada beberapa faktor yang berkontribusi pada pengembangan PTSD pada anak-anak dan

description

askep bencana alam khusus anak anak

Transcript of Askep Bencana Alam

Page 1: Askep Bencana Alam

BAB I

LATAR BELAKANG

Bencana alam yang berkepanjangan di dunia termasuk di Indonesia sepanjang tahun

2010, disebabkan oleh faktor alam yang berbeda. Dampak bencana alam tidak hanya

mengakibatkan hilangnya harta benda tetapi juga nyawa masyarakat di wilayah bencana.

Berdasarkan data dari 644 kejadian bencana di Indonesia total kerugian material diperkirakan

mencapai lebih 15 trilyun rupiah. Kerugian tersebut meliputi kehilangan harta benda,

kerusakan rumah-rumah masyarakat, sarana dan prasarana umum, lahan pertanian,

perkebunan, peternakan, dan sebagainya. Selain itu juga menimbulkan kehilangan orang yang

dicintai, trauma, dan timbuln ya gangguan kesehatan (Nugroho, 2010).

Anak-anak merupakan salah satu kelompok yang rentan terjadinya trauma akibat

bencana alam. Hal ini dikarenakan oleh beberapa faktor yaitu keberadaan anak-anak masih

dibawah risiko dan ancaman yang membahayakan kelangsungan hidupnya, tingkat

ketergantungan hidup yang masih tinggi terhadap orang dewasa, belum memiliki banyak

pengalaman hidup, kemampuan untuk melindungi diri sendiri masih terbatas, dan mereka

tidak dalam posisi yang dapat mengambil keputusan atas dirinya sendiri (Lubis, 2012).

Post Traumatic Stress Disorder (PTSD) pada anak-anak memang tidak sesederhana

dampaknya bagi perkembangan dan pertumbuhan remaja itu sendiri. Ada beberapa faktor

yang berkontribusi pada pengembangan PTSD pada anak-anak dan remaja. Tiga faktor yang

paling penting adalah keparahan trauma, reaksi orangtua untuk trauma, dan kedekatan

temporal trauma. Tentu saja, semakin parah trauma (bencana alam, perkosaan, serangan fsiik,

yang mengancam jiwa kecelakaan, dan kematian orang tua), semakin besar kemungkinan

PTSD. Hal ini tentu saja akan mengganggu pertumbuhan dan perkembangan anak-anak dalam

menjalani kehidupan sehari-harinya (The United Stated Departement Veterans Affairs, 2007).

Profesi keperawatan bersifat luwes dan mencakup segala kondisi, dimana perawat

tidak hanya terbatas pada pemberian asuhan dirumah sakit saja melainkan juga dituntut

mampu bekerja dalam kondisi siaga tanggap bencana. Situasi penanganan antara keadaan

siaga dan keadaan normal memang sangat berbeda, sehingga perawat harus mampu secara

skill dan teknik dalam  menghadapi kondisi seperti ini.

Page 2: Askep Bencana Alam

Kegiatan pertolongan medis dan perawatan dalam keadaan siaga bencana dapat

dilakukan oleh profesi  keperawatan. Berbekal pengetahuan dan kemampuan yang dimiliki

seorang perawat bisa melakukan pertolongan siaga bencana dalam berbagai bentuk.

Dalam penulisan makalah ini akan dijelaskan pentingnya peran perawat dalam asuhan

keperawatan anak dengan Post Traumatic Stress Disorder (PTSD) pasca bencana alam.

Page 3: Askep Bencana Alam

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Bencana adalah sebagai peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan

mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan baik oleh faktor

alam dan/ atau faktor non- alam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan

timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan

dampak psikologis (Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 Ps 1). Bencana

menimbulkan trauma psikologis bagi semua orang yang mengalaminya.

Post traumatic stress disorder (PTSD) merupakan gangguan kecemasan yang dapat

terjadi setelah mengalami atau menyaksikan suatu peristiwa traumatis. PTSD dapat

terjadi secara akut (gejala berlangsung <3 bulan), kronis (gejala berlangsung> 3 bulan),

atau onset tertunda (selang 6 bulan dari acara untuk onset gejala).

Banyak korban menunjukkan gejala terjadinya PTSD segera sesudah terjadinya

bencana, sementara sebagian lainnya baru berkembang gejala PTSD beberapa bulan

ataupun beberapa tahun kemudian. Pada sebagian kecil orang, PTSD dapat menjadi suatu

gangguan kejiwaan yang kronis dan menetap beberapa puluh tahun bahkan seumur hidup.

2.2 Patofisiologi

2.2.1 Biologis

Beberapa penelitian menunjukan bahwa bagian otak amigdala adalah kunci

dari PTSD, ditunjukan bahwa pengalaman yang traumatik dapat merangsang bagian

tersebut untuk menimbulkan rasa takut yang dalam terhadap kondisi-kondisi yang

mungkin menyebabkan kembalinya pengalaman traumatic tersebut. Amigdala dan

berbagai struktur lainnya seperti hipotalamus, bagian abu-abu otak dan

nucleus,mengaktifkan neurotransmitter dan endokrin untuk menghasilkan hormone-

hormon yang berperan dari berbagai gejala PTSD. Bagian otak depan (frontal)

sebenarnya berfungsi untuk menghambat aktivasi rangkaian ini, walaupun begitu

pada penelitian terhadap orang-orang yang mengalami PTSD, bagian ini

mengalami kesulitan untuk menghambat aktivasi system amigdala.

Page 4: Askep Bencana Alam

Amigdala menerima informasi berupa rangsangan eksternal. Hal ini

kemudian memicu respon emosional termasuk “fight, flight, or freezing" dan

perubahan dalam hormon stress dan katekolamin. Hipokampus dan korteks

prefrontal medial mempengaruhi respon amigdala dalam menentukan respon

ketakutan akhir.  Ketika kita dalam keadaan takut dan terancam, tubuh kita

mengaktifkan respon  fight or flight. Dalam reaksi ini tubuh mengeluarkan

adrenalin yang menyebabkan peningkatan tekanan darah,denyut jantung,

glikogenolisis. Setelah ancaman bahaya itu mulai hilang maka tubuh akan memulai

proses inaktivasi respon stress dan proses ini menyebabkan pelepasan hormon

kortisol. Jika tubuh tidak melepaskan kortisol yang cukup untuk menginaktivasi

reaksi stress maka kemungkinan kita masih akan merasakan efek stress dari

adrenalin.

Pada korban trauma yang berkembang menjadi PTSD seringkali memiliki

hormon stimulasi (katekolamin) yang lebih tinggi bahkan pada saat kondisi normal.

Hal ini mengakibatkan tubuh terus berespon seakan bahaya itu masih ada. Setelah

sebulan dalam kondisi ini, di mana hormon stres meningkat pada akhirnya

menyebabkan terjadinya perubahan fisik. Beberapa studi telah menemukan

konsentrasi kortisol rendah orang dengan post-traumatic stress disorder dan

berlawanan menanggapi penindasan deksametason tes daripada yang terlihat

dengan depresi berat.

2.2.2 Psikososial

Pengalaman hidup yang dialami seseorang sepanjang hidupnya juga merupakan

salah satu penyebab terjadinya PTSD. Pengalaman hidup ini mencakup pengalaman

yang dialami dari masa kecil sampai dengan dewasa. Selain itu pengalaman hidup

yang dialami, jumlah dan tingkat keparahan peristiwa traumatik yang dialami oleh

individu tersebut juga memberikan pengaruh. Smith dan Segal menyebutkan

peristiwa traumatik yang dapat mengarah kepada munculnya PTSD termasuk

bencana alam ( natural disaster ), kecelakaan mobil atau pesawat, penyerangan

fisik, prosedur medikal terutama pada anak – anak.

Faktor psikologis lain yang ikut berkontribusi adalah faktor yang dibawa oleh

individu dari lahir, yaitu sifat bawaan atau yang sering disebut dengan kepribadian

seseorang

Page 5: Askep Bencana Alam

PATHWAY

Post-Traumatic Stress Disorder

Biologis Psikososial

Terjadi proses biologis di otak Pengalaman hidup mencakup

pengalaman yang dialami

Perubahan Fisik

Trauma Bencana alam

Mempengaruhi SSp & SSO

Perpisahan dg ortu pada usia dini

Penurunan ukuran hipokampus Amigdala yg over reaktif

Kurangnya support sosial

Mengalami kesulitan untuk belajar Ketakutan

harapan-harapan baru untuk berbagai Disfungsi Keluarga

situasi yg terjadi setelah trauma Ancaman

Keputusasaan

Gangguan hubungan sosial

Sindrom Pascatrauma

Ketidakberdayaan

Disfungsi proses keluarga

Ansietas

Koping defensif

Ketakutan

Page 6: Askep Bencana Alam

2.3 Gejala utama PTSD

Gejala utama PTSD terbagi menjadi tiga, yaitu:

a.       Re-experience phenomena

1. Munculnya kembali perasaan tertekan atau terancam baik dalam imajinasi,

pikiran ataupun persepsi.

2. Munculnya mimpi-mimpi yang menakutkan.

3. Adanya reaksi psikologis yang merupakan simbol/ terkait dengan peristiwa

trauma.

4. Adanya reaksi fisik yang merupakan simbol/ terkait dengan peristiwa trauma.

b.      Avoidance or numbing reaction

1. Menghindari pikiran, perasaan atau pembicaraan yang berkaitan dengan

peristiwa traumatic.

2. Menghindari kegiatan, tempat atau orang-orang yang terkait dengan trauma.

3. Ketidakmampuan untuk mengingat aspek penting dari trauma.

4. Berkurangnya minat atau partisipasi dalam kegiatan yang terkait.

5. Kekakuan perasaan atau ketidakmampuan mengekspresikan perasaan seperti

kasih sayang.

6. Kehilangan harapan seperti tidak memiliki minat terhadap karir, perkawinan,

keluarga atau kehidupan jangka panjang.

c.       Symptoms of increased arousal: peningkatan gejala distress

Adapun kriterianya adalah :

1. Seseorang biasanya mengalami atau dihadapkan pada ancaman yang serius

termasuk bencana, kematian, kecelakan luar biasa, ancaman fisik terhadap diri

maupun orang lain.

2. Individu mengalami kondisi ketakutan, tidak berdaya dan selalui dihantui oleh

peristiwa tersebut. Pada kasus anak sering terjadi perilaku yang disorganized

atau agitasi. Jika kedua kriteria tersebut muncul maka dapat dilakukan

pengelompokan gejala kedalam tiga gejala utama tadi.

2.4 Fase-fase PTSD

Fase-fase keadaan mental pasca bencana:

a.       Fase kritis

Fase dimana terjadi gangguan stres pasca akut (dini/cepat) yangmana terjadi

selama kira-kira kurang dari sebulan setelah menghadap bencana. Pada fase ini

Page 7: Askep Bencana Alam

kebanyakan orang akan mengalami gejala-gejala depresi seperti keinginan bunuh

diri, perasaan sedih mendalam, susah tidur,dan dapat juga menimbulkan berbagai

gejala psikotik.

b.      Fase setelah kritis

Fase dimana telah terjadi penerimaan akan keadaan yang dialami dan

penstabilan kejiwaan, umumnya terjadi setelah 1 bulan hingga tahunan setelah

bencana, pada fase ini telah tertanam suatu mindset yang menjadi suatu

phobia/trauma akan suatu bencana tersebut (PTSD) sehingga bila bencana tersebut

terulang lagi, orang akan memasuki fase ini dengan cepat dibandingkan

pengalaman terdahulunya.

c.       Fase stressor

Fase dimana terjadi perubahan kepribadian yang berkepanjangan (dapat

berlangsung seumur hidup) akibat dari suatu bencana dimana terdapat dogma

“semua telah berubah”.

Periode bencana menurut Rice (1999):

a.      Periode impak hanya berlangsung selama kejadian bencana. Pada periode ini,

korban selalu diliputi perasaan tidak percaya dengan apa yang dialami. Periode ini

selalu berlangsung singkat.

b.      Periode penyejukan suasana (Recoil period) berlangsung beberapa hari selepas

kejadian. Pada periode ini, tampak bahwa para korban mulai merasakan diri

mereka lapar dan mencari bekal makanan untuk dimakan. Mereka tidak

memahami bagaimana mereka harus memulihkan keadaan dan mengganti harta

benda mereka yang hilang.

c.       Periode post traumatic (Recovery period) berlangsung lama, bahkan sepanjang

hayat. Periode ini berlangsung tatkala korban bencana berjuan untuk melupakan

pengalaman yang terjadi berupa tekanan, gangguan fisiologi, dan psikologi akibat

bencana yang mereka alami.

2.5 Penanganan

a.        Farmakologi

Page 8: Askep Bencana Alam

1. Terapi anti depresan: Obat yang biasa digunakan adalah benzodiazepin, litium,

camcolit dan zat pemblok beta– seperti propranolol, klonidin, dan

karbamazepin. Dosis contoh, estazolam 0,5-1 mg per os, Oksanazepam10-30

mg per os, Diazepam (valium) 5-10 mg per os, Klonaz-epam 0,25-0,5 mg per

os, atau Lorazepam 1-2 mg per os atau IM.

2. Antiansietas: alprazolam digunakan untuk mengatasi depresi dan panik pada

pasien PTSD, buspirone dapat meningkatkan serotonin.

b.      Non- farmakologi

Psikoterapi yang dapat digunakan dan efektif untuk penanganan PTSD yaitu

dengan Anxiety Management diamana terapis akan mengajarkan beberapa

keterampilan untuk membantu mengatasi gejala PTSD dengan lebih baik melalui:

1. Relaxation training, yaitu belajar mengontrol ketakutan dan kecemasan secara

sistematis dan merelaksasikan nyaman, bahkan reaksi fisik yang tidak baik

seperti jantung berdebar dan sakit kepala.

2. Breathing retraining, belajar bernafas dengan perut secara perlahan, santai.

Menghindari bernafas tergesa-gesa yang merasakan tidak nyaman.

3. Positive thinking dan self-talk, yaitu belajar untuk menghilangkan pikiran

negatif dan mengganti dengan pikiran positif ketika menghadapi hal– hal yang

membuat stress (stresor).

4. Assertiveness training, yaitu belajar bagaimana mengekspresikan harapan,

opini dan emosi tanpa menyalahkan atau menyakiti orang lain.

5. Thought stopping, yaitu belajar bagaimana mengalihkan pikiran ketika kita

sedang memikirkan hal-hal yang membuat kita stress.

6. Cognitive therapy, terapis membantu untuk merubah kepercayaan yang tidak

rasional yang mengganggu emosi dan mengganggu kegiatan. Tujuan kognitif

terapi adalah mengidentifikasi pikiran- pikiran yang tidak rasional,

mengumpulkan bukti bahwa pikiran tersebut tidak rasional untuk melawan

pikiran tersebut yang kemudian mengadopsi pikiran yang lebih realistik untuk

membantu mencapai emosi yang lebih seimbang.

7. Exposure therapy: para terapis membantu menghadapi situasi yang khusus,

orang lain, obyek, memori atau emosi yang mengingatkan pada trauma dan

menimbulkan ketakutan yang tidak realistik dalam kehidupannya. Terapi dapat

berjalan dengan cara: exposure in the imagination, yaitu bertanya pada

penderita untuk mengulang cerita secara detail sampai tidak mengalami

Page 9: Askep Bencana Alam

hambatan menceritakan; atau exposure in reality, yaitu membantu menghadapi

situasi yang sekarang aman tetapi ingin dihindari karena menyebabkan

ketakutan yang sangat kuat.

8. Terapi bermain (play therapy) mungkin berguna pada penyembuhan anak

dengan PTSD. Terapi bermain dipakai untuk menerapi anak dengan PTSD.

Terapis memakai permainan untuk memulai topik yang tidak dapat dimulai

secara langsung. Hal ini dapat membantu anak lebih merasa nyaman

2.6 Dampak PTSD

Gangguan stress pascatraumatik ternyata dapat mengakibatkan sejumlah

gangguan fisik, kognitif,emosi,behavior (perilaku),dan sosial.

a. Gejala gangguan fisik :

1. Pusing

2. Gangguan pencernaan

3. Sesak napas

4. Tidak bisa tidur

5. Kehilangan selera makan

6. Impotensi, dan sejenisnya.

b. Gangguan kognitif :

1. gangguan pikiran seperti disorientasi

2. Mengingkari kenyataan

3. Linglung

4. Melamun berkepanjangan

5. Lupa

6. Terus menerus dibayangi ingatan yang tak diinginkan

7. Tidak fokus dan tidak konsentrasi

8. Tidak mampu menganalisa dan merencanakan hal-hal yang sederhana

9. Tidak mampu mengambil keputusan.

c. Gangguan emosi :

1. Halusinasi dan depresi (suatu keadaan yang menekan, berbahaya, dan

memerlukan perawatan aktif yang dini)

2. Mimpi buruk

3. Marah

4. Merasa bersalah

Page 10: Askep Bencana Alam

5. Malu

6. K esedihan yang berlarut-larut

7. Kecemasan dan ketakutan.

d. Gangguan perilaku :

Menurunnya aktivitas fisik, seperti gerakan tubuh yang minimal. Contoh,

duduk berjam-jam dan perilaku repetitif (berulang-ulang).

e. Gangguan sosial:

1. Memisahkan diri dari lingkungan

2. Menyepi

3. Agresif

4. Prasangka

5. Konflik dengan lingkungan

6. Merasa ditolak atau sebaliknya sangat dominan.

2.7 Peran Perawat Dalam Tanggap Bencana

Pelayanan keperawatan tidak hanya terbatas diberikan pada instansi pelayanan

kesehatan seperti rumah sakit saja. Tetapi, pelayanan keperawatan tersebut juga sangat

dibutuhkan dalam situasi tanggap bencana.

Perawat tidak hanya dituntut memiliki pengetahuan dan kemampuan dasar

praktek keperawatan saja,  Lebih dari itu, kemampuan tanggap bencana juga sangat di

butuhkan saaat keadaan darurat. Hal ini diharapkan menjadi bekal bagi perawat untuk

bisa terjun memberikan pertolongan dalam situasi bencana.

Namun, kenyataan yang terjadi di lapangan sangat berbeda, kita lebih banyak

melihat tenaga relawan dan LSM lain yang memberikan pertolongan lebih dahulu

dibandingkan dengan perawat, walaupun ada itu sudah terkesan lambat.

Page 11: Askep Bencana Alam

BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN

3.1 Pengkajian

Pengkajian untuk klien dengan PTSD meliputi empat aspek yang akan bereaksi

terhadap stress akibat pengalaman traumatis, yaitu :

a. Pengkajian Perilaku ( Behavioral Assessment )

Yang dikaji adalah :

1. Dalam keadaan yang bagaimana klien mengalami perilaku agresif yang berlebihan.

2. Dalam keadan yang seperti apa klien mengalami kembali trauma yang dirasakan.

3. Bagaimana cara klien untuk menghindari situasi atau aktifitas yang akan

mengingatkan klien terhadap trauma.

4. Seberapa sering klien terlibat aktivitas sosial.

5. Apakah klien mengalami kesulitan dalam masalah pekerjaan semenjak kejadian

traumatis.

b. Pengkajian Afektif ( Affective Assessment )

1. Berapa lama waktu dalam satu hari klien merasakan ketegangan dan perasaan

ingin cepat marah.

2. Apakah klien pernah mengalami perasaan panik.

3. Apakah klien pernah mengalami perasaan bersalah yang berkaitan dengan trauma.

4. Tipe aktivitas yang disukai untuk dilakukan.

5. Apa saja sumber - sumber kesenangan dalam hidup klien.

6. Bagaima hubungan yang secara emosional terasa akrab dengan orang lain.

c. Pengkajian Intelektual ( Intellectual Assessment )

1. Kesulitan dalam hal konsentrasi.

2. Kesulitan dalam hal memori.

3. Berapa frekuensi dalam satu hari tentang pikiran yang berulang yang berkaitan

dengan trauma.

4. Apakah klien bisa mengontrol pikiran – pikiran berulang tersebut

5. Mimpi buruk yang dialami klien.

6. Apa yang disukai klien terhadap dirinya dan apa yang tidak disukai klien terhadap

dirinya.

Page 12: Askep Bencana Alam

3.2 Diagnosa Keperawatan untuk PTSD

1. Sindrom pasca trauma berhubungan dengan respon maladaptif berulang terhadap

peristiwa traumatik yang penuh tekanan.

2. Ketidakberdayaan berhubungan dengan ketidakmampuan untuk melaksanakan

aktifitas sebelumnya.

3. Ketakutan berhubungan dengan perubahan fisik.

4. Ansietas berhubungan dengan perasaan takut yang disebabkan oleh antisipasi terhadap

bahaya..

5. Koping defensif berhubungan dengan harapan diri yang tidak realistik.

6. Disfungsi proses keluarga berhubungan dengan perpisahan dengan orang tua pada usia

dini.

3.3 Tujuan

1. Sindrom pasca trauma berhubungan dengan respon maladaptif berulang terhadap

peristiwa traumatik yang penuh tekanan.

Tujuan :

Setelah dilakukan tindakan keperawatan klien mampu merespon adaptif terhadap

peristiwa trauma yang ia alami.

NOC :

1. Pemulihan dari trauma.

2. Pengendalian impuls: kemampuan untuk menahan diri dari perilaku impulsive.

2. Ketidakberdayaan berhubungan dengan ketidakmampuan untuk melaksanakan

aktifitas sebelumnya.

Tujuan :

Setelah dilakukan tindakan keperawatan klien mampu melaksanakan aktifitas

sebelumnya dengan kriteria hasil sebagai berikut :

NOC : Kepercayaan Kesehatan

1. Mengungkapkan dengan kata-kaa tentang segala perasaan ketidakberdayaan.

2. Mengidentifikasi tindakan yang berada dalam kendalinya.

3. Mengungkapkan dengan kata-kata kemampuan untuk melakukan tindakan yang

diperlukan

4. Melaporkan dukungan yang adekuat dari orang dekat, teman-teman dan tetangga.

Page 13: Askep Bencana Alam

3. Ketakutan berhubungan dengan perubahan fisik.

Tujuan :

Setelah dilakukan tindakan keperawatan pada klien diharapkan ketakutan yang dialami

klien menurun atau menghilang.

NOC : Kontrol ketakutan

1. Klien mampu mencari informasi untuk menurunkan ketakutan

2. Klien mampu menghindari sumber ketakutan bila mungkin

3. Kilin mamapu mengendalikan respon ketakutan

4. Klien mamapu mempertahankan penampilan peran dan hubungan social

4. Ansietas berhubungan dengan perasaan takut yang disebabkan oleh antisipasi terhadap

bahaya.

Tujuan :

Setelah dilakukan tindakan keperawatan pada klien diharapkan cemas dan stress yang

dialami klien menurun atau menghilang.

NOC : Kontrol cemas

1. Intensitas kecemasan berkurang atau hilang.

2. Tidak ditemukan tanda – tanda kecemasa.

3. Menunjukkan relaksasi.

4. Menunjukkan pemecahan masalah dan menggunakan sumber-sumber secara

efektif.

5. Koping defensif berhubungan dengan harapan diri yang tidak realistik.

Tujuan :

Setelah dilakukan tindakan keperawatan klien diharapkan terbentuk koping yang

efektif.

NOC: Koping

1. Koping efektif.

2. Harga diri positif.

3. Keterampilan interaksi sosial positif.

4. Menyadari masalah atau konflik spesifik yang mempengaruhi interaksi atau

hubungan sosial.

5. Mengekspresikan perasaan harga diri.

6. Menunjukan penurunan kedefensifan.

Page 14: Askep Bencana Alam

6. Disfungsi proses keluarga berhubungan dengan perpisahan dengan orang tua pada usia

dini.

Tujuan :

Setelah dilakukan tindakan keperawatan klien

Page 15: Askep Bencana Alam

3.4 Intervensi

1. Sindrom pasca trauma berhubungan dengan respon maladaptif berulang terhadap

peristiwa traumatik yang penuh tekanan.

NIC :

Konseling : penggunaan proses bantuan interaktif yang memfokuskan pada kebutuhan,

masalah, atau perasaan pasien dengan orang yang berarti bagi pasien untuk

meningkatkan atau mendukung koping, pnyelesaian masalah dan hubungan

interpersonal.

Aktivitas keperawatan:

1. BHSP

2. Tunjukkan empati, kehangatan dan kesejatian

3. Gunakan teknik refleksi dan klarifikasi untuk memfasilitasi pengungkapan

perasaan.

4. Hindari membuat keputusan pada saat pasien berada dalam keadaan stress.

2. Ketidakberdayaan berhubungan dengan ketidakmampuan untuk melaksanakan

aktifitas sebelumnya.

NIC I :

1. Eksplorasi pencapaian keberhasilan sebelumnya.

2. Dukung kekuatan- kekuatan diri yang dapat diidentifikasi oleh pasien.

3. Sampaikan kepercayaan diri terhadap kemampuan pasien untuk menangani

keadaan.

NIC II : Fasilitasi Tanggung Jawab Diri

1. Dorong pengungkapan perasaan, persepsi, dan ketakutan tentang rasa tanggung

jawab

2. Dorong kemandirian, tetapi bantu pasein jika tidak dapat melakukan.

3. Ketakutan berhubungan dengan perubahan fisik.

NIC 1 : Pengurangan ansietas

1. Sering berikan penguatan positif bila pasien mendemonstrasikan perilaku yang

dapat menurunkan/ mengurangi takut

2. Tetap bersama pasien selama dalam situasi baru

3. Gendong atau ayun-ayun anak

Page 16: Askep Bencana Alam

4. Sering berikan penguatan verbal/ non verbal yang dapat membantu menurunkan

ketakutan pasien

NIC 2 : Peningkatan koping

1. Gunakan pendekatan yang tenang, meyakinkan

2. Bantu pasien dalam membangun pemikiran yang objektif terhadap suatu peristiwa

3. Tidak membuat keputusan pada saat pasien berada dalam stress berat

4. Dukung untuk menyatakan perasaan, persepsi, dan ketakutan secara verbal

5. Kurangi stimulasi dalam lingkungan yang dapat disalah interpretasikan sebagai

ancaman

4. Ansietas berhubungan dengan perasaan takut yang disebabkan oleh antisipasi terhadap

bahaya.

NIC : Penurunan kecemasan 

1. Tenangkan klien

2. Berusaha memahami keadan klien

3. Temani pasien untuk mendukung keamanan dan menurunkn rasa takut

4. Bantu pasien untuk mengidentifikasi situasi yang menciptakan cemas

5. Dukung penggunaan mekanisme pertahanan diri dengan cara yang tepat

6. Kaji tingkat kecemasan dan reaksi fisik pada tingkat kecemasan.

7. Gunakan pendekatan dan sentuhan, verbalissi untuk    meyakinkan pasien tidak

sendiri dan mengajukan pertanyaaan.

8. Sediakan aktivitas untuk menurunkan ketegangan.

9. Instruksikan klien untuk menggunakan teknik relaksasi.

5. Koping defensif berhubungan dengan harapan diri yang tidak realistik.

NIC : Pencapaian Kesadaran Diri

1. Bantu pasien untuk mengidentifikasi dampak penyakit terhadap konsep diri

2. Ungkapkan secara verbal mengenai pengingkaran pasien terhadap kenyataanb

dengan tepat.

3. Bantu pasien untuk mendidentifikasi prioritas kehidupan

4. Bantu pasien untuk mengidentifikasi aspek positif pada dirinya.

Page 17: Askep Bencana Alam

6. Disfungsi proses keluarga berhubungan dengan perpisahan dengan orang tua pada usia

dini.

NIC : Dukungan Keluarga

1. Tingkatkan harapan yang realistis

2. Dengarkan keluhan, perasaan , dan pertanyaan keluarga

3. Fasilitasi pengkomunikasian keluhan/persaan antra pasien dan keluarga atau antar

anggota keluarga

4. Berikan perawatan kepada pasien selain keluarga untuk mengurangi beban mereka

dab/ atau saat keluarga tidak mampu untuk memberikan perawatan

5. Berikan umpan balik kepada keluarga yang berkaitan dengan koping mereka

3.5 Evaluasi

Skala :                

1. Tidak pernah dilakukan/menunjukan.

2. Jarang dilakukan/menunjukan.

3. Kadang dilakukan/menunjukan.

4. Sering dilakukan/menunjukan.

5. Selalu dilkukan/menunjukan 

DP 1 :

Sindrom pasca trauma berhubungan dengan respon maladaptif berulang terhadap

peristiwa traumatik yang penuh tekanan.

NOC :

1. Pemulihan dari trauma.

2. Pengendalian impuls: kemampuan untuk menahan diri dari perilaku impulsive.

DP 2 :

Ketidakberdayaan berhubungan dengan ketidakmampuan untuk melaksanakan

aktifitas sebelumnya.

NOC : Kepercayaan Kesehatan

1. Mengungkapkan dengan kata-kaa tentang segala perasaan ketidakberdayaan.

2. Mengidentifikasi tindakan yang berada dalam kendalinya.

3. Mengungkapkan dengan kata-kata kemampuan untuk melakukan tindakan yang

diperlukan

Page 18: Askep Bencana Alam

4. Melaporkan dukungan yang adekuat dari orang dekat, teman-teman dan tetangga.

DP 3 :

Ketakutan berhubungan dengan perubahan fisik.

NOC : Ketakutan dapat di kontrol

1. Klien mampu mencari informasi untuk menurunkan ketakutan

2. Klien mampu menghindari sumber ketakutan bila mungkin

3. Kilin mamapu mengendalikan respon ketakutan

4. Klien mamapu mempertahankan penampilan peran dan hubungan social

DP 4 :

Ansietas berhubungan dengan perasaan takut yang disebabkan oleh antisipasi terhadap

bahaya.

NOC : Kecemasan dapat di kontrol

1. Intensitas kecemasan berkurang atau hilang.

2. Tidak ditemukan tanda – tanda kecemasa.

3. Menunjukkan relaksasi.

4. Menunjukkan pemecahan masalah dan menggunakan sumber-sumber secara

efektif.

DP 5 :

Koping defensif berhubungan dengan harapan diri yang tidak realistik.

NOC: Koping

1. Koping efektif.

2. Harga diri positif.

3. Keterampilan interaksi sosial positif.

4. Menyadari masalah atau konflik spesifik yang mempengaruhi interaksi atau

hubungan sosial.

5. Mengekspresikan perasaan harga diri.

6. Menunjukan penurunan kedefensifan.

DP 6 :

Disfungsi proses keluarga berhubungan dengan perpisahan dengan orang tua pada usia

dini.

Page 19: Askep Bencana Alam