Asidosis Metabolik

12
Nama : Aan Aji Prayogi NIM : SR112050518 Kelas : IV A / Semester 8 Tugas : KGD III ASIDOSIS METABOLIK DIABETES MELITUS A. PENGERTIAN Asidosis metabolik adalah kondisi dimana keadaan keseimbangan asam – basa di dalam tubuh terganggu karena adanya peningkatan produksi asam atau berkurangnya produksi bikarbonat. Kondisi ini akhirnya menyebabkan asidemia atau keasaman darah, dimana pH arteri turun hingga di bawah 7,35 dan serum bikarbonat (HCO 3 - ) kurang dari 18 mEq/L. B. ETIOLOGI Diabetes melitus disebabkan oleh tidak adanya sekresi insulin oleh pankreas yang menghambat penggunaan glukosa dalam metabolisme. Ini terjadi karena adanya pemecahan lemak menjadi asam asetoasetat dan asam ini di metabolisme oleh jaringan untuk menghasilkan energi, menggantikan glukosa. Pada DM yang berat kadar Asetoasetat dalam darah meningkat sangat tinggi sehingga menyebabkan asidosis metabolik C. TANDA DAN GEJALA Asidosis metabolik ringan bisa tidak menimbulkan gejala, namun biasanya penderita merasakan mual, muntah dan kelelahan. Pernafasan menjadi lebih dalam atau sedikit lebih cepat, namun kebanyakan penderita tidak memperhatikan hal ini. Sejalan dengan memburuknya asidosis, penderita mulai merasakan kelelahan yang luar biasa, rasa mengantuk, semakin mual dan mengalami kebingungan. Bila asidosis semakin memburuk, tekanan darah dapat turun, menyebabkan syok, koma, dan kematian.

description

Asidosis Metabolik

Transcript of Asidosis Metabolik

Page 1: Asidosis Metabolik

Nama : Aan Aji Prayogi

NIM : SR112050518

Kelas : IV A / Semester 8

Tugas : KGD III

ASIDOSIS METABOLIK DIABETES MELITUS

A. PENGERTIAN

Asidosis metabolik adalah kondisi dimana keadaan keseimbangan asam – basa di dalam tubuh terganggu karena adanya peningkatan produksi asam atau berkurangnya produksi bikarbonat. Kondisi ini akhirnya menyebabkan asidemia atau keasaman darah, dimana pH arteri turun hingga di bawah 7,35 dan serum bikarbonat (HCO3

-) kurang dari 18 mEq/L.

B. ETIOLOGI

Diabetes melitus disebabkan oleh tidak adanya sekresi insulin oleh pankreas yang menghambat penggunaan glukosa dalam metabolisme. Ini terjadi karena adanya pemecahan lemak menjadi asam asetoasetat dan asam ini di metabolisme oleh jaringan untuk menghasilkan energi, menggantikan glukosa. Pada DM yang berat kadar Asetoasetat dalam darah meningkat sangat tinggi sehingga menyebabkan asidosis metabolik

C. TANDA DAN GEJALA

Asidosis metabolik ringan bisa tidak menimbulkan gejala, namun biasanya penderita merasakan mual, muntah dan kelelahan. Pernafasan menjadi lebih dalam atau sedikit lebih cepat, namun kebanyakan penderita tidak memperhatikan hal ini. Sejalan dengan memburuknya asidosis, penderita mulai merasakan kelelahan yang luar biasa, rasa mengantuk, semakin mual dan mengalami kebingungan. Bila asidosis semakin memburuk, tekanan darah dapat turun, menyebabkan syok, koma, dan kematian.

D. PATOFISIOLOGI

Pada keadaan normal, sebagian besar asetil KoA yang terbentuk akan memasuki siklus Krebs. Akan tetapi, jika konsumsi karbohidrat sangat sedikit seperti pada kasus kelaparan atau diet ketat atau jika glukosa tidak dapat digunakan seperti pada diabetes melitus, maka metabolisme lemak akan meningkat sebagai kompensasi kekurangan glukosa. Masuknya asetil KoA ke dalam siklus Krebs tergantung dari ketersediaan asam oksaloasetat yang akan mengubah asetil KoA menjadi asam sitrat. Defisit karbohidrat menyebabkan pembentukan asam oksaloasetat berkurang dan oksidasi lemak menjadi tidak lengkap. Selain itu, oksidasi lemak untuk produksi energi akan menyebabkan produksi asetil KoA yang berlebihan. Kelebihan asetil KoA yang terakumulasi ke dalam sel akan ditranspor ke hati, di mana terjadi konversi asetil KoA menjadi badan keton –

Page 2: Asidosis Metabolik

aseton, asam oksaloasetat dan asam β – hidroksibutirat. Proses ini disebut ketogenesis. Akumulasi badan keton dalam tubuh disebut juga ketosis atau ketoasidosis karena sebgaian besar badan keton bersifat asam maka ketosis menyebabkan asidosis metabolik.

E. PENCEGAHAN DIABETES MELITUS

1. Primer

Sasaran dari pencegahan primer adalah orang – orang yang termasuk kelompok resiko tinggi, yakni mereka yang belum terkena DM, tetapi berpotensi untuk mendapatkan penyakit DM. Pencegahan primer ini harus mengenal faktor – faktor yang berpengaruh terhadap terjadinya DM dan upaya untuk mengeliminasi faktor – faktor tersebut. Pada pengelolaan DM, penyuluhan menjadi sangat penting fungsinya untuk mencapai tujuan tersebut. Materi penyuluhan dapat berupa: apa itu DM, faktor – faktor yang berpengaruh terhadap timbulnya DM, usaha untuk mengurangi faktor – faktor tersebut, penatalaksanaan DM, obat – obat untuk mengontrol gula darah, perencanaan makan, mengurangi kegemukan, dan meningkatkan kegiatan jasmani.

a. Penyuluhan

Edukasi DM adalah pendidikan dan latihan mengenai pengetahuan mengenai DM. Disamping kepada pasien DM, edukasi juga diberikan kepada anggota keluarganya, kelompok masyarakat beresiko tinggi dan pihak – pihak perencana kebijakan kesehatan. Berbagai materi yang perlu diberikan kepada pasien DM adalah definisi penyakit DM, faktor – faktor yang berpengaruh pada timbulnya DM dan upaya – upaya menekan DM, pengelolaan DM secara umum, pencegahan dan pengenalan komplikasi DM, serta pemeliharaan kaki.

b. Latihan Jasmani

Latihan jasmani yang teratur (3 – 4 kali seminggu selama kurang lebih 30 menit) memegang peran penting dalam pencegahan primer terutama pada DM Tipe 2. Orang yang tidak berolah raga memerlukan insulin 2 kali lebih banyak untuk menurunkan kadar glukosa dalam darahnya dibandingkan orang yang berolahraga. Manfaat latihan jasmani yang teratur pada penderita DM antara lain :

1) Memperbaiki metabolisme yaitu menormalkan kadar glukosa darah dan lipid darah

2) Meningkatkan kerja insulin dan meningkatkan jumlah pengangkut glukosa

3) Membantu menurunkan berat badan

4) Meningkatkan kesegaran jasmani dan rasa percaya diri

Page 3: Asidosis Metabolik

5) Mengurangi resiko penyakit kardiovaskular

Laihan jasmani yang dimaksud dapat berupa jalan, bersepeda santai, jogging, dan berenang. Latihan jasmani sebaiknya disesuaikan dengan umur dan status kesegaran jasmani.

c. Perencanaan Pola Makan

Perencanaan pola makan yang baik dan sehat merupakan kunci sukses manajemen DM. Seluruh penderita harus melakukan diet dengan pembatasan kalori, terlebih untuk penderita dengan kondisi kegemukan. Menu dan jumlah kalori yang tepat umumnya dihitung berdasarkan kondisi individu pasien. Perencanaan makan merupakan salah satu pilar pengelolaan DM, meski sampai saat ini tidak ada satupun perencanaan makan yang sesuai untuk semua pasien, namun ada standar yang dianjurkan yaitu makanan dengan komposisi yang seimbang dalam karbohidrat, protein, dan lemak sesuai dengan kecukupan gizi baik sebagai berikut: Karbohidrat = 60 – 70 %, Protein = 10 – 15 %, dan Lemak= 20 – 25 %. Jumlah asupan kolesterol perhari disarankan <300 mg/hari dan diusahakan lemak berasal dari sumber asam lemak tidak jenuh Jumlah kalori disesuaikan dengan pertumbuhan, status gizi, umur, ada tidaknya stress akut dan kegiatan jasmani.

2. Pencegahan Sekunder

Pencegahan sekunder adalah upaya untuk mencegah atau menghambat timbulnya komplikasi dengan tindakan – tindakan seperti tes penyaringan yang ditujukan untuk pendeteksian dini DM serta penanganan segera dan efektif. Tujuan utama kegiatan – kegiatan pencegahan sekunder adalah untuk mengidentifikasi orang – orang tanpa gejala yang telah sakit atau penderita yang beresiko tinggi untuk mengembangkan atau memperparah penyakit. Sasaran pencegahan sekunder pada diabetes melitus adalah masyarakat yang sudah terdiagnosis terkena penyakit diabetes melitus.

Bentuk kegiatan yang dilakukan meliputi:

a. Skrining dan chek up kesehatan untuk menemukan penderita diabetes melitus sedini mungkin yakni dengan pemeriksaan glukosa darah.

b. Pengobatan

c. Terapi insulin untuk diabetes mellitus

d. Pencegahan komplikasi akut dan kronis

3. Pencegahan Tersier

Pencegahan tersier adalah semua upaya untuk mencegah kecacatan akibat komplikasi. Kegiatan yang dilakukan antara lain mencegah perubahan dari

Page 4: Asidosis Metabolik

komplikasi menjadi kecatatan tubuh dan melakukan rehabilitasi sedini mungkin bagi penderita yang mengalami kecacatan. Sebagai contoh, acetosal dosis rendah (80 – 325 mg) dapat dianjurkan untuk diberikan secara rutin bagi pasien DM yang sudah mempunyai penyakit makroangiopati.

Bentuk kegiatan yang dilakukan adalah rehabilitas. Rehabilitasi terdiri dari:

a. Rehabilitasi fisik, tujuannya agar bekas penderita diabetes mellitus memperoleh perbaikan fisik semaksimal – maksimalnya.

b. Rehabilitasi mental, tujuannya agar bekas penderita diabetes mellitus dapat menyesuaikan diri dalam hubungan perorangan dan sosial secara memuaskan. Seringkali bersamaan dengan terjadinya cacat badaniah muncul pula kelainan – kelainan atau gangguan mental. Untuk hal ini bekas penderita perlu mendapat bimbingan kejiwaan sebelum kembali kedalam masyarakat.

c. Rehabilitasi sosia vakasional, tujuannya supaya bekas penderita diabetes mellitus menempati suatu pekerjaan / jabatan dalam masyarakat agar kapasitas kerja yang maksimal sesuai dengan kemampuan dan dan ketidakmampuan.

d. Rehabilitasi aesthetis, tujuannya untuk mengembalikan rasa keindahan, walaupun kadang – kadang fungsi dari alat tubuhnya itu sendiri tidak dapat dikembalikan. Usaha pengembalian bekas penderita diabetes mellitus ini kedalam masyarakat, memerlukan bantuan dan pengertian dari segenap anggota masyarakat untuk dapat mengerti dan memahami keadaan mereka, (fisik, mental dan kemampuannya) sehingga memudahkan mereka dalam proses penyesuaian dirinya didalam masyarakat, dalam keadaannya yang sekarang ini. Sikap yang diharapkan dari warga masyarakat adalah sesuai dengan falsafah pancasila yang berdasarkan unsur kemanusiaan dan keadilan sosial.

F. KEGAWATDARURATAN ASIDOSIS METABOLIK

Salah satu asidosis metabolik yaitu ketoasidosis diabetik (KAD). Prinsip terapi KAD adalah dengan mengatasi dehidrasi, hiperglikemia dan ketidakseimbangan elektrolit, serta mengatasi penyakit penyerta yang ada. Berikut adalah beberapa tahapan tatalaksana KAD :

1. Penilaian klinik awal

a. Pemeriksaan fisik  (termasuk berat badan), tekanan darah, tanda asidosis (hierventilasi), derajat kesadaran (GCS), dan derajat dehidrasi.

b. Konfirmasi biokimia : darah lengkap (sering dijumpai gambaran lekositosis), glukosuria, ketonuria dan analisis gas darah.

Page 5: Asidosis Metabolik

Reusitasi :

a. Pertahankan jalan nafas.

b. Pada syok berat berikan oksigen 100% dengan masker.

c. Jika syok berikan larutan isotonik (normal salin 0,9%) 20cc/KgBB bolus.

d. Bila terdapat penurunan kesadaran perlu pemasangan nasogastrik tube untuk menghindari aspirasi lambung.

2. Observasi klinik

a. Frekuensi nadi, frekwensi nafas, dan tekanan darah setiap jam.

b. Ukur suhu badan dilakukan setiap 2 – 4 jam.

c. Pengukuran balance cairan setiap jam.

d. Kadar glukosa darah kapiler setiap jam.

e. Tanda klinis dan neurologis atas edema serebri.

f. EKG : untuk menilai gelombang T, menentukan tanda hipo atau hiperkalemia.

g. Keton urine sampai negatif atau keton darah (bila terdapat fasilitas).

3. Rehidrasi

Penurunan osmolalitas cairan intravaskular yang terlalu cepat dapat meningkatkan resiko terjadinya edema serebri. Langkah – langkah yang harus dilakukan adalah :

a. Tentukan derajat dehidrasi penderita.

b. Gunakan cairan normal salin 0,9%.

c. Total rehidrasi dilakukan 48 jam, bila terdapat hipernatremia (corrected Na) rehidrasi dilakukan lebih perlahan bisa sampai 72 jam.

d. 50-60% cairan dapat diberikan dalam 12 jam pertama.

e. Sisa kebutuhan cairan diberikan dalam 36 jam berikutnya.

4. Penggantian Natrium

a. Koreksi Natrium dilakukan tergantung pengukuran serum elektrolit.

b. Monitoring serum elektrolit dapat dilakukan setiap 4 – 6 jam.

c. Kadar Na yang terukur adalah lebih rendah, akibat efek dilusi hiperglikemia yang terjadi. Artinya : sesungguhnya terdapat peningkatan kadar Na sebesar 1,6

Page 6: Asidosis Metabolik

mmol/L setiap peningkatan kadar glukosa sebesar 100 mg/dL di atas 100 mg/dL.

d. Bila corrected Na > 150 mmol/L, rehidrasi dilakukan dalam > 48 jam.

e. Bila corrected Na < 125 mmol/L atau cenderung menurun lakukan koreksi dengan NaCl dan evaluasi kecepatan hidrasi.

f. Kondisi hiponatremia mengindikasikan overhidrasi dan meningkatkan risiko edema serebri.

5. Penggantian Kalium

Pada saat asidosis terjadi kehilangan Kalium dari dalam tubuh walaupun konsentrasi di dalam serum masih normal atau meningkat akibat berpindahnya Kalium intraseluler ke ekstraseluler. Konsentrasi Kalium serum akan segera turun dengan pemberian insulin dan asidosis teratasi.

a. Pemberian Kalium dapat dimulai bila telah dilakukan pemberian cairan resusitasi, dan pemberian insulin. Dosis yang diberikan adalah 5 mmol/kg BB/hari atau 40 mmol/L cairan.

b. Pada keadaan gagal ginjal atau anuria, pemberian Kalium harus ditunda.

6. Penggantian Bikarbonat

a. Bikarbonat sebaiknya tidak diberikan pada awal resusitasi.

b. Terapi bikarbonat berpotensi menimbulkan : Terjadinya asidosis cerebral, Hipokalemia, Excessive osmolar load, Hipoksia jaringan.

c. Terapi bikarbonat diindikasikan hanya pada asidossis berat (pH < 7 dengan bikarbonat serum < 5 mmol/L) sesudah dilakukan rehidrasi awal, dan pada syok yang persistent.

d. Jika diperlukan dapat diberikan 1-2 mmol/kg BB dengan pengenceran dalam waktu 1 jam, atau dengan rumus: 1/3 x (defisit basa x KgBB). Cukup diberikan ¼ dari kebutuhan.

7. Pemberian Insulin

a. Insulin hanya dapat diberikan setelah syok teratasi dengan cairan resusitasi.

b. Insulin yang digunakan adalah jenis Short acting/Rapid Insulin (RI).

c. Dalam 60 – 90 menit awal hidrasi, dapat terjadi penurunan kadar gula darah walaupun insulin belum diberikan.

d. Dosis yang digunakan adalah 0,1 unit/kg BB/jam atau 0,05 unit/kg BB/jam pada anak < 2 tahun.

Page 7: Asidosis Metabolik

e. Pemberian insulin sebaiknya dalam syringe pump dengan pengenceran 0,1 unit/ml atau bila tidak ada syringe pump dapat dilakukan dengan microburet (50 unit dalam 500 mL NS), terpisah dari cairan rumatan/hidrasi.

f. Penurunan kadar glukosa darah (KGD) yang diharapkan adalah 70 – 100 mg/dL/jam.

g. Bila KGD mencapai 200 – 300 mg/dL, ganti cairan rumatan dengan D5 ½ Salin.

h. Kadar glukosa darah yang diharapkan adalah 150 – 250 mg/dL (target).

i. Bila KGD < 150 mg/dL atau penurunannya terlalu cepat, ganti cairan dengan D10 ½ Salin.

j. Bila KGD tetap dibawah target turunkan kecepatan insulin.

k. Jangan menghentikan insulin atau mengurangi sampai < 0,05 unit/kg BB/jam.

l. Pemberian insulin kontinyu dan pemberian glukosa tetap diperlukan untuk menghentikan ketosis dan merangsang anabolisme.

m. Pada saat tidak terjadi perbaikan klinis/laboratoris, lakukan penilaian ulang kondisi penderita, pemberian insulin, pertimbangkan penyebab kegagalan respon pemberian insulin.

n. Pada kasus tidak didapatkan jalur IV, berikan insulin secara intramuskuler atau subkutan. Perfusi jaringan yang jelek akan menghambat absorpsi insulin.

8. Tatalaksana edema serebri

Terapi harus segera diberikan sesegera mungkin saat diagnosis edema serebri dibuat, meliputi:

a. Kurangi kecepatan infus.

b. Mannitol 0,25 – 1 g/kgBB diberikan intravena dalam 20 menit (keterlambatan pemberian akan kurang efektif).

c. Ulangi 2 jam kemudian dengan dosis yang sama bila tidak ada respon.

d. Bila perlu dilakukan intubasi dan pemasangan ventilator.

e. Pemeriksaan MRI atau CT-scan segera dilakukan bila kondisi stabil.

9. Fase Pemulihan

Setelah KAD teratasi, dalam fase pemulihan penderita dipersiapkan untuk: memulai diet per-oral, peralihan insulin drip menjadi subkutan.

Page 8: Asidosis Metabolik

a. Memulai diet per – oral

1) Diet per-oral dapat diberikan bila anak stabil secara metabolik (KGD < 250 mg/dL, pH > 7,3, bikarbonat > 15 mmol/L), sadar dan tidak mual/muntah.

2) Saat memulai snack, kecepatan insulin basal dinaikkan menjadi 2x sampai 30 menit sesudah snack berakhir.

3) Bila anak dapat menghabiskan snacknya, bisa dimulai makanan utama.

4) Saat memulai makanan, kecepatan insulin basal dinaikkan menjadi 2x sampai 60 menit sesudah makan utama berakhir.

b. Menghentikan insulin intravena dan memulai subkutan.

1) Insulin iv bisa dihentikan bila keadaan umum anak baik, metabolisme stabil, dan anak dapat menghabiskan makanan utama.

2) Insulin subkutan harus diberikan 30 menit sebelum makan utama dan insulin iv diteruskan sampai total 90 menit sesudah insulin subkutan diberikan.

3) Diberikan short acting insulin setiap 6 jam, dengan dosis individual tergantung kadar gula darah. Total dosis yang dibutuhkan kurang lebih 1 unit/kg BB/hari atau disesuaikan dosis basal sebelumnya.

4) Dapat diawali dengan regimen 2/7 sebelum makan pagi, 2/7 sebelum makan siang, 2/7 sebelum makan malam, dan 1/7 sebelum snack menjelang tidur.