asfiksia2

66
BAB I PENDAHULUAN Masalah kegawatan neonatus yang mungkin dihadapi di kamar bersalin dapat meliputi gangguan pada sistem napas atau kelainan sirkulasi kardiovaskular. Kedua gangguan tersebut dapat diperlihatkan gambaran klinis yang ringan seperti takikardia, bradikardia, ataupun gejala berat seperti apneu, sianosis dan henti jantung. Gangguan ini timbul tidak hanya akibat langsung hipoksia / iskemia janin, tetapi mungkin pula disebabkan kelainan kongenital yang terdapat pada bayi. Pada bayi dengan hipoksia dan iskemia, gangguan utama yang mungkin terjadi adalah asfiksia neonatus yang berakibat terjadinya perubahan homeostasis sehingga bayi memerlukan resusitasi aktif. Pada keadaan ini kelainan tidak hanya terbatas pada sistem napas tetapi dapat pula menimbulkan gangguan fungsi kardiovaskular, kelainan pada susunan saraf pusat, perubahan funsi ginjal, ataupun kelainan gastrointestinal. Hal ini selanjutnya akan dibahas lebih terinci. Gangguan fungsi napas bayi dapat pula terlihat pada penderita kelainan bawaan. Atresia koana, aplasia / hipoplasia paru, hernia diafragma adalah beberapa keadaan yang dapat menimbulkan gangguan napas 1

Transcript of asfiksia2

Page 1: asfiksia2

BAB I

PENDAHULUAN

Masalah kegawatan neonatus yang mungkin dihadapi di kamar bersalin

dapat meliputi gangguan pada sistem napas atau kelainan sirkulasi kardiovaskular.

Kedua gangguan tersebut dapat diperlihatkan gambaran klinis yang ringan seperti

takikardia, bradikardia, ataupun gejala berat seperti apneu, sianosis dan henti

jantung. Gangguan ini timbul tidak hanya akibat langsung hipoksia / iskemia

janin, tetapi mungkin pula disebabkan kelainan kongenital yang terdapat pada

bayi. Pada bayi dengan hipoksia dan iskemia, gangguan utama yang mungkin

terjadi adalah asfiksia neonatus yang berakibat terjadinya perubahan homeostasis

sehingga bayi memerlukan resusitasi aktif. Pada keadaan ini kelainan tidak hanya

terbatas pada sistem napas tetapi dapat pula menimbulkan gangguan fungsi

kardiovaskular, kelainan pada susunan saraf pusat, perubahan funsi ginjal,

ataupun kelainan gastrointestinal. Hal ini selanjutnya akan dibahas lebih terinci.

Gangguan fungsi napas bayi dapat pula terlihat pada penderita kelainan

bawaan. Atresia koana, aplasia / hipoplasia paru, hernia diafragma adalah

beberapa keadaan yang dapat menimbulkan gangguan napas saat bayi di kamar

bersalin. Pada keadaan tersebut paru bayi tidak dapat mengembang sempurna

karena masuknya udara ke dalam paru terganggu atau karena adanya hambatan

pengembangan paru itu sendiri.

Beberapa obat yang diberikan pada ibu selama persalinan dapat pula

menimbulkan gangguan napas segera setelah lahir. Gangguan napas tersebut

terutama timbul apabila obat seperti morfin, barbiturat, reserpin, dan obat narkotik

lainnya diberikan pada ibu dengan dosis yang berlebihan pada saat persalinan.

Demikian pula pemberian anestesi berlebihan pada persalinan operatif dapat

menimbulkan keadaan yang sama. Bayi sering terlihat sianosis saat lahir dan

setelah resusitasi pernapasan tetap tampak lambat dan dangkal. Pada penderita

sedemikian bantuan ventilasi sering kali dibutuhkan. Bila ada indikasi, dapat pula

1

Page 2: asfiksia2

dilakukan ventilasi mekanik sambil menunggu berkurangnya efek obat dan

timbulnya napas spontan pada bayi.

Keadaan kegawatan yang disebabkan gangguan kardiovaskular terutama

ditemukan berupa renjatan neonatus. Keadaan ini dapat timbul pada perdarahan

selama kehamilan/persalinan (transfusi feto-fetal/feto-maternal, perdarahan karena

kelainan atau robekan plasenta). Renjatan dapat pula terlihat pada penderita

anemia hemolitik yang berat seperti pada inkompabilitas darah Rh.

Gambaran klinis yang terlihat pada penderita renjatan diantaranya adalah

gawat napas, sianosis, pucat, dingin, hipotonia, bradikardi atau takikardia,

hepatosplenomegali dan mungkin disertai kejang. Pada keadaan demikian,

renjatan diperbaiki dengan pemberian cairan intravena disertai pemberian

darah/plasma dengan memperhatikan kebutuhan akan elektrolit dan cairan tubuh.

Oksigen diberikan sesuai dengan kebutuhan, sedangkan asidosis yang timbul

sebaiknya dikoreksi dengan pemberian Natrium bikarbonat. Kalau diperlukan

dapat pula diberikan dopamin untuk memperkuat fungsi jantung dan dan

memperbaiki tekanan darah bayi. Selanjutnya penyebab renjatan harus segera

diidentifikasi agar penatalaksanaan disesuaikan dengan penyebab tersebut.

2

Page 3: asfiksia2

BAB II

LANDASAN TEORI

ASFIKSIA NEONATORUM

DEFINSI

Asfiksia neonatorum adalah kegagalan bernafas secara spontan, tidak

teratur dan tidak adekuat segera setelah lahir. Keadaan ini disertai hipoksia,

hiperkapnia dan berakhir dengan asidosis. Bila proses ini berlangsung terlalu jauh

dapat mengakibatkan kerusakan otak atau kematian. Asfiksia juga dapat

mempengaruhi organ vital lainnya.

Sampai saat ini, asfiksia masih merupakan salah satu penyebab penting

morbiditas dan mortalitas perinatal. Banyak kelainan pada masa neonatus

mempunyai kaitan erat dengan faktor asfiksia ini, didapatkan bahwa sindrom

gangguan nafas, aspirasi mekonium, infeksi dan kejang merupakan penyakit yang

sering terjadi pada asfiksia.

ETIOLOGI

Pengembangan paru baru lahir terjadi pada menit-menit pertama kelahiran

dan kemudian disusul pernafasan teratur. Bila terdapat gangguan pertukaran gas

atau pengangkutan oksigen dari ibu ke janin akan terjadi asfiksia janin atau

neonatus. Gangguan ini dapat timbul pada masa kehamilan, persalinan atau segera

setelah lahir. Hampir sebagian besar asfiksia bayi baru lahir ini merupakan

kelanjutan asfiksia janin, karena itu penilaian janin selama masa kehamilan,

persalinan memegang peranan yang sangat penting untuk keselamatan bayi.

Keadaan ini perlu mendapat perhatian utama agar persiapan dapat dilakukan dan

bayi mendapat perawatan yang adekuat dan maksimal pada saat lahir.

Towell mengajukan penggolongan penyebab kegagalan pernafasan pada bayi

yang terdiri dari :

1. Faktor ibu

3

Page 4: asfiksia2

Hipoksia ibu. Hal ini menimbulkan hipoksia janin. Hipoksia ibu ini dapat

terjadi karena hipoventilasi akibat pemberian oabat analgetika atau

anestesi dalam.

Gangguan aliran darah uterus. Mengurangi aliran darah uterus akan

menebabkan berkurangnya pengaliran oksigen ke plasenta dan demikian

juga ke janin. Hal ini sering diditemukan pada keadaan :

a. Gangguan kontraksi uterus (hipotoni, hipertoni, atonia uterus)

b. Hipotensi mendadak pada ibu karena perdarahan, plasenta previa, atau

solutio plasenta.

c. Hipertensi ibu ( eklampsia, toksemia)

d. Ibu penderita DM, kelainan jantung atau penyakit ginjal.

e. Partus lama.

f. Persalinan abnormal (kelahiran sungsang, kembar, seksio sesarea)

2. Faktor plasenta

Asfiksia janin dapat terjadi bila terdapat gangguan pada plasenta, misalnya

solusio plasenta dan plasenta previa.

3. Faktor Fetus

Gangguan aliran darah ini dapat ditemukan pada tali pusat membumbung,

lilitan tali pusat dan kompresi tali pusat antara janin dan jalan lahir

4. Faktor Neonatus

Depresi pusat pernapasan pada bayi baru lahir dapat terjadi pada

a. Pemakaian obat anestesi / analgetika berlebihan pada ibu

b. Trauma yang terjadi pada persalinan

c. Kelainan kongenital pada bayi (Aplasia paru, atresia saluran nafas,

hernia diafragmatika)

d. Adanya gangguan tumbuh kembang intrauterin

PATOFISOLOGI

Selama kehidupan intrauterine paru-paru kurang berperan dalam hal fungsi

pertukaran gas karena pemberian O2 dan pengeluaran CO2 dilakukan oleh

plasenta. Karena O2 ke janin melalui plasenta maka paru-paru tidak berisi udara,

4

Page 5: asfiksia2

tetapi alveoli janin berisi cairan yang dibentuk di dalam paru-paru itu sendiri. Hal

ini mengakibatkan paru-paru janin yang berisi cairan tidak dapat dipakai untuk

pernafasan. Selain itu peredaran darah lewat paru-paru janin jauh lebih rendah

dibandingkan peredaran darah yang diperlukan pasca Kelahiran. Hal ini akibat

adanya vasokonstriksi pembuluh darah arteriol paru-paru janin, dan umumnya

sirkulasi darah janin dialirkan dari paru-paru lewat duktus arteriosus. Pada saat

persalinan akan terjadi beberapa perubahan, antara lain pada saat bayi menarik

napas pertama, paru-paru mulai mengambil alih fungsinya dalam proses

pernapasan. Segera setelah lahir, paru-paru mulai berkembang sambil mulai terisi

dengan udara, dan pada saat yang sama cairan pada paru-paru berangsur-angsur

mulai dikeluarkan. Untuk mengeluarkan cairan dari paru-paru diperlukan tekanan

yang cukup besar, sehingga alveoli dapat berkembang dengan baik. Ternyata

proses persalinan mempunyai dampak cukup besar untuk mengurangi cairan

tersebut, tetapi hanya sebagian kecil pembersihan paru-paru dari cairan akibat

pihatan dinding toraks sewaktu melewati jalan lahir. Tetapi sebagian besar cairan

melewati rongga-rongga alveoli ke dalam rongga perivaskuler dan diabsorbsi ke

dalam sirkulasi darah dan linfe di paru-paru. Usaha pernapasan segera setelah

lahir sangat mempercepat dan efektif mengeluarkan cairan dan mengembangkan

alveoli dan menggantikan cairan dengan udara. Selain itu kontraksi uterus dapat

mempercepat pengurangan cairan tersebut, sebaliknya akan terjadi perlambatan

pengeluaran cairan jika terjadi gangguan kontraksi uterus.

Usaha pernafasan akan mengakibatkan arterioli paru-paru mulai membuka

yang menyebabkan peningkatan aliran masuk ke dalam jaringan paru-paru,

sehingga kadar O2 dalam darah meningkat dan mengakibatkan duktus arteriosus

mulai menciut. Aliran darah yang sebelumnya melewati duktus arteriosus akan

dialirkan melalui paru-paru dan O2 akan diambil untuk didistribusikan ke jaringan

seluruh tubuh. Duktus arteriosus akan tetap menciut dan sirkulasi darah yang

normal untuk kehidupan ekstrauterin mulai bekerja.

Mendapatkan sejumlah O2 masuk ke dalam paru-paru ternyata harus

disertai dengan jumlah aliran darah di kapiler paru-paru yang adekuat agar

oksigen yang melewati peredaran darah dapat dibawa keseluruh tubuh. Keadaan

5

Page 6: asfiksia2

ini memeprlukan peningkatan jumlah darah yang cukup tinggi melalui perfusi

paru-paru saat bayi dilahirkan.

Maclaurin (1970) menggambarkan secara skematis perubahan yang

penting dalam tubuh selama proses asfiksia disertai hubungannya dengan

gambaran klinis.

Pada bayi yang mengalami kekurangan oksigen akan terjadi pernapasan

yang cepat dalam periode yang singkat. Apabila periode terus berlanjut, gerakan

pernapasan akan berhenti, denyut jantung mulai menurun sedangkan tonus

neuromuskular berkurang secara berangsur-angsur dan bayi memasuki periode

apneu yang dikenal sebagai apneu primer (Periode apneu dan penurunan

frekuensi jantung, diikuti usaha bernafas (Gasping) dan pernapasan teratur).

Apabila asfiksia berlanjut, bayi akan menunjukkan pernapasan megap – megap

yang dalam, denyut jantung terus menurun, tekanan darah bayi mulai menurun

dan bayi akan terlihat lemas. Pernafasan makin lama makin lemah sampai bayi

memasuki periode apneu sekunder (Pada penderita asfiksia berat, dimana usaha

untuk bernafas tidak terlihat dan langsung diikuti periode apneu kedua). Bayi

tidak bereaksi terhadap rangsangan dan tidak akan menujukan upaya pernafasan

secara spontan. Kematian akan terjadi kecuali apabila resusitasi dengan

pernafasan buatan dan pemberian oksigen dengan segera.

Pada saat bayi dilahirkan, alveoli diisi dengan cairan paru-paru janin.

Cairan tersebut harus dibersihkan terlebih dahulu agar udara dapat masuk ke

dalam paru-paru bayi baru lahir. Dalam kondisi demikian, paru-paru memerlukan

tekanan yang cukup besar untuk mengeluarkan cairan tersebut agar alveoli dapat

berkembang untuk pertama kalinya. Untuk mengembangkan paru-paru, upaya

pernafasan pertama memerlukan tekanan 2 sampai 3 kali lebih tinggi daripada

tekanan untuk pernafasan berikutnya agar berhasil.

6

Page 7: asfiksia2

Time Clinical event

Onset of asfiksia Primary gasping

Aerob Metabolism

Anaerob Metabolism

Glycolisis Primary

Skin

especially in apnea

cyanosis

heart & liver

Pulmonary

Vascular actic acid glycogen heart rate

Resitance especially secondary gasping

Cardiac

Blood pH metabolic secondary Skin

acidosis loss of apnea white

substrate

Pulmonary cardiac intra

blood flow cellular pH

heart rate

Cerebral brain intra cellular pH blood pressure

blood flow

Pada skema tersebut secara sederhana dapat disimpulkan keadaan pada asfiksia

yang perlu mendapat perhatian, yaitu :

1) Menurunnya tekanan O2 darah (PaO2)

2) Meningginya tekanan CO2 darah (PaCO2)

3) Menurunnya pH (akibat asidosis resopiratorik & metabolik)

4) Dipakainya sumber glikogen tubuh untuk metabolisme anaerobik

5) Terjadinya perubahan sistem kardiovaskular

7

pO2 pCO2

pH

Page 8: asfiksia2

GAMBARAN KLINIS

Dalam praktek menentukan tingkat asfiksia bayi dengan tepat

membutuhkan pengalaman dan observasi yang cukup. Pada tahun lima puluhan

digunakan kriteria breathing time dan crying time untuk menilai keadaan bayi.

Kriteria ini kemudian ditinggalkan, karena tidak dapat memberikan informasi

yang tepat pada keadaan tertentu (Apgar,1966). Virginia , Apgar (1953, 1958)

mengusulkan beberapa kriteria klinis untuk menentukan keadaan bayi baru lahir.

Kriteria ini ternyata berguna karena berhubungan erat dengan perubahan

keseimbangan asam basa pada bayi (Drage & Berendes,1966). Di samping itu

dapat pula memberikan gambaran beratnya perubahan kardiovaskular yang

ditemukan. Penilaian secara Apgar ini juga mempunyai hubungan yang bermakna

dengan mortalitas dan morbiditas bayi baru lahir (Drage, 1964).

Cara ini dianggap yang paling ideal dan telah banyak digunakan. Patokan

klinis yang dinilai adalah :

1) Menghitung frekuensi jantung

2) Melihat usaha bernapas

3) Melihat tonus otot

4) Menilai refleks rangsangan

5) Memperhatikan warna kulit

Setiap kriteria di beri angka tertentu dan penilaian itu sekarang lazim disebut skor

Apgar.

Tanda Nilai O Nilai 1 Nilai 2

A Appearace

(warna

kulit)

Seluruh

tubuh biru

atau putih

Badan

merah kaki

biru

Seluruh tubuh

merah

P Pulse

(Denyut

Nadi)

Tidak ada <

100x/menit

> 100x/menit

G Grimece Tidak ada Perubahan Bersin/menangis

8

Page 9: asfiksia2

(Refleks) mimik

A Activity

(Tonus

Otot)

Lumpuh Ekstremitas

sedikit

fleksi

Gerakan aktif

Ekstremitas

fleksi

R Respiration

effort

(Usaha

bernafas)

Tidak ada Lemah Menangis kuat

Skor Apgar ini biasanya di nilai 1 menit setelah bayi lahir lengkap, yaitu pada saat

bayi telah diberi lingkunga yang baikserta telah dilakukan pengisapan lendir

dengan sempurna. Skor Apgar 1 menit ini menunjukkan beratnya asfiksia yang

diderita dan baik sekali sebagai pedoman untuk menentukan cara resusitasi. Skor

Apgar perlu pula dinilai setelah 5 menit bayi lahir, karena hal ini mempunyai

korelasi yang erat dengan morbiditas dan mortalitas neonatal (Drage, 1966).

Dalam menghadapi bayi dengan asfiksia berat, penilaian cara ini kadang – kadang

membuang waktu dan dalam hal ini dianjurkan untuk menilai secara cepat

(pediatrics’s Staff, Roy. Wom. Hosp.Aust. 1967):

1) Menghitung frekuensi jantung dengan cara meraba A. Umbilikalis dan

menentukan apakah denyutnya lebih atau kurang dari 100x/menit

2) Menilai tonus otot apakah baik/ buruk

3) Melihat warna kulit

Atas dasar pengalaman klinis di atas, asfiksia neonatorum dapat dibagi dalam :

1. Vigorus baby, skor Apgar = 7 – 10. Dalam hal ini bayi dianggap sehat dan

tidak memerlukan tindakan istimewa

2. Mild – Moderate asphyxia (asfiksia sedang), Skor Apgar 4 – 6. Pada

pemeriksaan fisik akan terlihat frekuensi jantung lebih dari 100x/menit,

tonus otot kurang baik atau baik, sianosis, reflek iritabilitas tidak ada

3. Asfiksia Berat Skor Apgar 0-3. pada pemeriksaan fisik ditemukan

frekuensi jantung kurang dari 100x/menit, tonus otot buruk, sianosis berat

dan kadang – kadang pucat, refleks iritabilitas tidak ada.

9

Page 10: asfiksia2

Asfiksia berat dengan henti jantung. Henti jantung ialah keadaan bunyi

jantung fetus menghilang tidak lebih dari 10 menit sebelum lahir lengkap,

bunyi jantung bayi menghilang post partum. Dalam hal ini pemeriksaan

fisik lainnya sesuai dengan yang ditemukan pada penderita asfiksia berat

PENATALAKSANAAN

Tujuan utama mengatasi asfiksia ialah untuk mempertahankan

kelangsungan hidup bayi dan membatasi gejala sisa (sekuele) yang mungkin

timbul di kemudian hari. Tindakan yang dikerjakan pada bayi lazim disebut

resusitasi bayi baru lahir dengan memberikan ventilasi yang adekuat dan

pemberian oksigen yang cukup.

Sebelum resusitasi dikerjakan, perlu diperhatikan bahwa :

1. Faktor waktu sangat penting. Makin lama bayi menderita asfiksia, perubahan

homeostasis yang timbul makin berat, resusitasi akan lebih sulit dan

kemungkinan timbulnya sekuele akan meningkat.

2. Kerusakan yang timbul pada bayi akibat anoksia / hipoksia antenatal tidak

dapat diperbaiki, tetapi kerusakan yang akan terjadi karena anoksia /hipoksia

pasca natal harus dicegah dan diatasi

3. Riwayat kehamilan dan partus akan memeberikan keterangan yang jelas

tentang faktor penyebab terjadinya depresi pernapasan pada bayi baru lahir.

4. Penilaian bayi baru lahir perlu dikenal baik, agar resusitasi yang dilakukan

dapat dipilih dan ditentukan secara adekuat.

Prinsip dasar resusitasi yang perlu diingat ialah :

1. Memberikan lingkungan yang baik pada bayi dan mengusahakan saluran

pernapasan tetap bebas serta merangsang timbulnya pernapasan, yaitu agar

oksigenasi dan pengeluaran CO2 berjalan lancar

2. Memberikan bantuan pernapasan secara aktif pada bayi yang menunjukkan

usaha pernapasan lemah

3. Melakukan koreksi terhadap asidosis yang terjadi

10

Page 11: asfiksia2

4. Menjaga agar sirkulasi darah tetap baik

Cara resusitasi

Resusitasi bertujuan memberikan ventilasi yang adekuat, pemberian

oksigen dan curah jantung yang cukup untuk menyalurkan oksigen kepada otak

dan curah jantung yang cukup dan alat – alat vital lainnya. Tindakan resusitasi

bayi baru lahir mengikuti tahapan yang dikenal sebagai ABC resusitasi

A (Airway)– Memastikan saluran napas terbuka

Meletakkan bayi dalam posisi kepala defleksi : bahu diganjal

Menghisap mulut , hidung dan kadang – kadang trakea

Memasang pipa endotrakeal, bila perlu

B (Breathing)– Mengusahakan timbulnya pernapasan

Melakukan rangsangan taktil

Memakai ventilasi tekanan positif (VTP)

C (Circulation) – Mempertahankan sirkulasi darah

Rangsangan dan pertahankan sirkulasi darah dengan cara : kompresi

dada dan pengobatan

Urutan pelaksana resusitasi

Mencegah kehilangan panas dan mengeringkan tubuh bayi

Bayi diletakkan di bawah alat pemancar panas, tubuh dan kepala bayi

dikeringkan dengan menggunakan handuk atau selimut hangat (apabila

diperlukan pengisapan mekonium, dianjurkan untuk menunda pengeringan

tubuh yaitu setelah mekonium dihisap dari trakea).

Untuk bayi sangat kecil ( BB<1500 gram) / apabila suhu tubuh sangat

dingin dianjurkan menutup bayi dengan sehelai plastik tipis yang tembus

pandang

11

Page 12: asfiksia2

Meletakkan bayi dalam posisi yang benar

Bayi diletakkan terlentang di alas yang datar, kepala lurus dan leher sedikit

tengadah (ekstensi).

Membersihkan jalan napas

Kepala bayi dimiringkan agar cairan berkumpul di mulut dan tidak di

faring bagian belakang

Mulut dibersihkan terlebih dahulu dengan maksud :

o Cairan tidak teraspirasi

o Hisapan pada hidung akan menimbulkan pernapaan megap –

megap (gasping)

Apabila mekonium kental dan bayi mengalami depresi harus dilakukan

pengisapan dari trakea dengan menggunakan pipa endotrakea

Menilai bayi

Penilaian bayi dilakukan berdasarkan 3 gejala yang sangat penting bagi kelanjutan

hidup bayi

Menilai usaha bernapas

Frekuensi denyut jantung

Warna kulit

Ventilasi tekanan positif (VTP)

Pastikan bayi diletakkan dalam posisi yang benar

Agar VTP efektif, kecepatan memompa (kecepatan ventilasi ) dan tekanan

ventilasi harus sesuai

Kecepatan ventilasi, sebaiknya 40 – 60 x / menit

Tekanan ventilasi, nafas pertama setelah lahir membutuhkan 30 – 40

cmH2O. Setelah napas pertama membutuhkan 15 – 20 cmH2O

Observasi gerak dada bayi, adanya gerakan dada bayi turun naik,

merupakan bukti bahwa sungkup terpasang dengan baik dan paru – paru

mengembang dengan baik.

12

Page 13: asfiksia2

Observasi gerak perut bayi, mungkin disebabkan oleh masuknya dalam

udara dalam lambung

Penilaian suara napas bilateral, adanya saluran napas di kedua paru – paru

merupakan indikasi bahwa bayi mendapat ventilasi yang benar

Observasi pengembangan dada bayi, apabila dada kurang berkembang

mungkin disebabkan oleh salah satu penyebab berikut :

>Peletakan sungkup kurang sempurna.

>Arus udara terhambat dan tidak cukup tekanan.

Apabila dengan tahapan di atas dada masih tetap kurang berkembang,

sebaiknya dilakukan intubasi endotrakeal dan ventilasi pipa balon.

Algoritma Penangangan Bayi Baru Lahir

kemerahan

sianosis

Apnu

atau FJ <100 sianosis

ventilasi efektif

FJ >100 & kemerahan

FJ <60 FJ<60

13

Perawatan RutinLetakkan bayi di bawah pemancar panasBersihkan mulut dan hidungKeringkan seluruh tubuh bayiGanti linen basah dengan yang keringLetakkan bayi dalam posisi yang benarBersihkan saluran napas bayi (trakea) dari lendir, maupun

mekonium, maupun cairan plasentaLakukan stimulasi taktil

Berikan O2

Evaluasi pernapasan, FJ, warna kulit

Perawatan observassi

Ya

Bernapas;FJ >100x/menitkemerahan

Berikan kehangatanPosisikan; bersihkan jalan

napas (bila perlu)Keringkan, rangsang, reposisi

LAHIR

Cukup bulan? Cairan amnion jernih? Bernapas atau menangis? Tonus otot naik?

tidak

Berikan Ventilasi Tekanan Positif

Berikan Ventilasi Tekanan PositifLakukan kompresi dada Berikan epinefrin

Perawatan Pasca Resusitasi

Page 14: asfiksia2

Menilai frekuensi denyut jantung bayi pada saat VTP

Dinilai setelah melakukan ventilasi 15-20 detik pertama.

Frekuensi denyut jantung bayi dibagi dalam 3 kategori :

1. > 100 kali permenit

2. 60-100 kali permenit

3. < 60 kali permenit

Apabila frekuensi denyut jantung bayi >100 kali permenit

Bayi mulai bernafas spontan, dilakukan rangsangan taktil untuk

merangsang frekuensi dan dalamnya pernafasan. VTP dapat

dihentikan, oksigen arus bebas harus diberikan. Apabila frekuensi

pernafasan spontan dan adekuat tidak terjadi, VTP dilanjutkan.

Apabila frekuensi denyut jantung bayi 60-100 kali permenit

VTP dilanjutkan dengan memantau frekuensi denyut jantung bayi.

Apabila frekuensi denyut jantung bayi < 60 kali permenit

VTP dilanjutkan. Periksa ventilasi apakah adekuat dan oksigen yang

diberikan cukup adekuat. Segera dimulai kompresi dada bayi .adrenalin

1:10.000 dosis 0,1-0,3 ml/kgBB intravena/intratrakeal, dapat diulangi tiap 3-5

menit.

Pada respons yang buruk terhadap resusitasi, hipovolemia, hipotensi, dan

riwayat perdarahan berikan 10 ml/kgBB cairan infus (NaCl 0,9%, Ringer

laktat, atau darah). Jika kasil pemeriksaan penunjang menunjukkan asidosis

metabolik, berikan natrium bikarbonat 2 mEq/kgBB perlahan-lahan.

Natrium bikarbonat diberikan hanya setelah terjadi ventilasi juga efektif

karena dapat meningkatkan CO2 darah sehingga timbul asidosis respiratorik.

Asfiksia berat dapat mencetuskan syok kardiogenik. Pada keadaan ini berikan

dopamin atau dobutamin per infus 5-20 ug/kgBB/menit setelah sebelumnya

diberikan volume expander Adrenalin 0,1 ug/kgBB/menit dapat diberikan

pada bayi yang tidak responsif dopamin atau dobutamin.

Bila terdapat riwayat pemberian analgesik narkotik pada ibu saat hamil,

berikan Narcan (nalokson) 0,1 mg/kgBB subkutan atau intramuskular atau

intravena atau melalui pipa endotrakeal.

14

Page 15: asfiksia2

KOMPLIKASI

Edema otak

Perdarahan otak

Anuria atau oligouria

Hiperbilirubinemia

Enterokolikans netrotikans

Kejang

Koma

PROGNOSIS

Asfiksia ringan : tergantung pada kecepatan penetalaksanaan

Asfiksia berat : dapat terjadi kematian atau kelainan saraf pada hari-

hari pertama. Asfiksia dengan PH 6,9 dapat menyebabkan kejang

sampai koma dan kelainan neurologis permanen, misalnya serebral

palsi atau retardasi mental.

PENYAKIT MEMBRAN HIALIN

Definisi

Kumpulan gejala gangguan pernapasan karena tidak adekuatnya surfaktan

dalam paru akibat dari hambatan pembentukan surfaktan.

Etiologi

Dianggap karena faktor pertumbuhan atau karena pematangan paru belum

sempurna. Biasanya mengenai bayi prematur, terutama bila menderita gangguan

perfusi darah uterus selama kehamilan, misalnya diabetes melitus, toksemia

gravidarum, hipotensi, seksio secaria dan perdarahan antepartum dimana keadaan

ini menyebabkan bayi lahir prematur.

Patofisiologi

Surfaktan berperan dalam pengembangan paru, merupakan kompleks yang

terdiri dari protein, karbohidrat dan lemak. Surfaktan berfungsi menurunkan

15

Page 16: asfiksia2

tegangan permukaan alveolus agar tidak kolaps dan mampu untuk menahan sisa

udara fungsionil pada akhir ekspirasi. Senyawa utama terdiri dari leisitin, dibentuk

pada kehamilan 22 – 24 minggu dan berfungsi normal setelah minggu ke 35.

PATOFISIOLOGI

16

Defisiensi Surfaktan

Peningkatan tekanan permukaan alveolus

Tidak mampu menahan sisa udara fungsionil (FRS)Pada akhir ekspirasi

Kolaps alveolus

Butuh tekanan negatif intra toraks yang lebih besar dan usaha inspirasi yang lebih kuat untuk pernapasan berikut

ATELEKTASIS

Penurunan aliran darah paru

Hambatan pembentukan substansi surfaktan

TRANSUDASI

HIPOKSIA

ASIDOSIS

Page 17: asfiksia2

Gamabaran alveoli pada HMD

Insiden

Frekuensi : laki-laki > perempuan

Bayi yang lahir < 28 minggu 60 – 80%

Bayi yang lahir 32 – 36 minggu 15 – 30%

Bayi yang lahir > 37 minggu 5%

Gejala Klinis

Biasanya pada bayi prematur

Sering disertai riwayat asfiksia setelah lahir

Tanda gangguan pernafasan pada 6 – 8 jam pertama setelah lahir dan gejala

yang karakteristik pada umur 24 – 72 jam

Dispnu atau hiperpnu, dan pernapasan cuping hidung

Sianosis, retraksi suprasternal, retraksi epigastrum, retraksi interkostal dan

“ekspirator grunting”

Bradikardia, hipotensi, kardiomegali, pitting oedem (dorsal tangan atau kaki),

hipotermi, tonus otot menurun

Diagnosis

a) Berdasarkan gejala klinis

b) Pemeriksaan radiologis

17

Page 18: asfiksia2

Pada banyak kasus, diagnosis tepat dapat ditegakkan dari pemeriksaan rontgen

paru. Pada foto rontgen akan terlihat bercak difus berupa infiltrat

retikulogranular disertai adanya air bronchogram (“Ground glass appearance”)

Gambaran retikulogranular ini merupakan manifestasi adanya kolaps alveolus

sehingga apabila penyakit semakin berat gambaran ini akan semakin jelas

c) Pemeriksaan fungsi paru

Pemeriksaan fungsi paru : - Isi tidal volume menurun

- Lung compliance berkurang

- Kapasitas sisa fungsional merendah dan

kapasitas vital terbatas

- Fungsi ventilasi dan perfusi paru

terganggu

Gambaran histopatologi

- Secara makroskopis Paru tampak merah keunguan dan

berkonsistensi seperti hepar

- Secara miskroskopis Adanya atelektasis yang luas dengan

pelebaran kapiler dan saluran limfe

intra alveolar

Duktus alveolaris, alveolus dan

bronkiolus pernapasan dilapisi membran

yang asidofilik, homogen/ granuler

Puing-puing amnion, perdarahan

intraalveolar dan emfisema intersfistel

Membran hialin yang khas, terbentuk

dari fibrin, sel paru dan endotel

pembuluh darah yang nekrosis

Pemeriksaan darah Asam laktat meningkat

PaO2 menurun

PaCO2 meningkat

pH darah menurun

18

Page 19: asfiksia2

Diagnosis Banding

- Aspirasi mekonium

- Pneumonia neonatus

- Transient tachypnea of the newborn (RDS Tipe II)

Penatalaksanaan

Dasar tindakan: mempertahankan penderita dalam keadaan fisiologik yang

sebaik-baiknya. Agar bayi mampu melanjutkan perkembangan paru dan organ

lain, sehingga ia dapat mengadakan adaptasi sendiri terhadap sekitarnya

I) Penatalaksanaan Umum

Mengurangi manipulasi dan mengusahakan agar penderita ada

dalam suasana lingkungan yang optimal :

- Suhu bayi dijaga agar tetap normal (36,5 – 37oC) dengan

meletakkan bayi dalam inkubator

- Humiditas lingkungan bayi harus adekuat (70 – 80%)

Makanan parenteral disesuaikan dengan kebutuhan kalori

- 48 jam pertama : glukosa/dextrosa 10% 100 ml/kgBB/hari

- Asidosis (+) : campuran glukosa 10% dan NaHCO3 1,5%

dengan perbandingan 4 : 1

- > 48 jam pertama bayi masih perlu cairan IV : berikan kalium

tambahan

Tujuan pemberian cairan intravena:

- Memberikan kalori yang cukup

- Menjaga agar bayi tidak mengalami dehidrasi

- Mempertahankan pengeluaran cairan melalui ginjal

- Mempertahankan keseimbangan asam – basa tubuh

II) Penatalaksanaan Khusus

a) Pemberian oksigen

- Mempertahankan PaO2 80 – 100 mmHg

- Kadang diperlukan konsentrasi sampai 100%

b) Pemberian natrium bikarbonat

19

Page 20: asfiksia2

- Pada keadaan asidosis metabolik, untuk mempertahankan pH

darah 7,3 – 7,4

- Kebutuhan NaHCO3 = defisit basa x 0,3 x BB

- Konsentrasi NaHCO3 antar 7,5 - 8,4%, diberikan sebagian iv,

sisanya secara tetesan

c) Pemberian antibiotika spektrum luas

- Penisilin (50.000 – 100.000 u/kgBB/hari) atau ampisilin (100

mg/kgBB/hari) dengan gentamisin (3 – 5 mg/kgBB/hari)

- Untuk mencegah inf. Sekunder

- Diberi selama bayi mendapat cairan iv sampai gejala gangguan

nafas tidak ditemukan lagi

d) Kateterisasi arteri umbilikalis

Merupakan tehknik yang paling sering digunakan, fungsinya :

- Analisa gas darah

- Infus cairan, obat dan makanan

e) Surfaktan replacement

Pengobatan yang membuka harapan baru berdasarkan atas

penelitian fujiwara (1980) dan Morley (1981) surfaktan artifisial

yang dibuat dari dipalmitoil fosfatidilkolin dan fosfatidilgliserol

dalam perbandingan 7 : 3 telah dapat mengobati penderita penyakit

tersebut. Bayi tersebut diberi surfaktan artifisial sebanyak 25 mg

dosis tunggal dengan menyemprotkan kedalam trake penderita.

Akhir-akhir ini telah dapat dibuat surfaktan endogen yang berasal

dari cairan amnion manusia. Surfaktan ini disemprotkan ke dalam

trakea dengan dosis tunggal 60 mg/kgBB. Walaupun cara ini masih

dalam taraf penelitian, tetapi hasilnya telah memberikan harapan

baru

20

Page 21: asfiksia2

KOMPLIKASI

Komplikasi lebih banyak diakibatkan oleh perawatan intensif :

Pada kelebihan pemberian O2 : Fibrosis paru, kerusakan retina (fibroplasia

retrolerital)

Pada intubusasi trakea : asfiksia (obstruksi pipa), henti jantung selama

intubasi/pengisapan, stenosis subglotis, perdarahan karena trauma, ulserasi

lubang hidung karena tekanan pipa, dan lain-lain

Kateterisasi arteri umbilikalis : embolisasi vaskular, trombosis, nekrosis

iskemik, infeksi dan perdarahan

PENCEGAHAN

Mencegah prematuritas

Pemberian steroid antenatal (betamethason/deksamethason) pada ibu, dosis 12

mg/hari selama 2 hari berturut-turut, diberikan 48 – 72 jam sebelum partus

pada kehamilan 32 minggu

Surfaktan profilaksis

Diberikan pada tiap bayi yang lahir < 29 – 30 mg melalui endotrakeal tube

PROGNOSIS

Penanganan yang intensif dan efektif dapat secara bermakna mengurangi

morbiditas dan mortalitas.

Prognosis jangka panjang pada bayi HMD yang bertahan hidup adalah sangat

baik, tapi kadang dapat terjadi gangguan paru menetap dan neurologis.

Neonatus Kurang Bulan

Kongres ‘European Perinatal Medicine’ ke II di London telah memberikan

definisi untuk :

Bayi Kurang Bulan adalah bayi dengan kehamilan kurang dari 37

minggu atau 259 hari

Bayi Cukup Bulan adalah bayi yang masa kehamilannya mulai dari 37

minggu sampai 42 minggu atau

21

Page 22: asfiksia2

259 sampai 293 hari

Bayi Lebih Bulan adalah bayi dengan masa kehamilan mulai 42 minggu atau lebih atau lebih dari 294 hari

The New Ballard Score Pada Bayi Prematur

Sistem penilaian ini dikembangkan oleh Dr. Jeanne L Ballard, MD untuk

menentukan usia gestasi bayi baru lahir melalui penilaian neuromuskular dan

fisik. Penilaian neuromuskular meliputi postur, square window, arm recoil, sudut

popliteal, scarf sign dan heel to ear maneuver. Penilaian fisik yang diamati adalah

kulit, lanugo, permukaan plantar, payudara, mata/telinga, dan genitalia 3.

1. Penilaian Maturitas Neuromuskular

a. Postur 3,4

Tonus otot tubuh tercermin dalam postur tubuh bayi saat istirahat dan

adanya tahanan saat otot diregangkan (Gambar II.3). Ketika pematangan

berlangsung, berangsur-angsur janin mengalami peningkatan tonus fleksor

pasif dengan arah sentripetal, dimana ekstremitas bawah sedikit lebih awal

dari ekstremitas atas. Pada awal kehamilan hanya pergelangan kaki yang

fleksi. Lutut mulai fleksi bersamaan dengan pergelangan tangan. Pinggul

mulai fleksi, kemudian diikuti dengan abduksi siku, lalu fleksi bahu. Pada

bayi prematur tonus pasif ekstensor tidak mendapat perlawanan,

sedangkan pada bayi yang mendekati matur menunjukkan perlawanan

tonus fleksi pasif yang progresif.

Untuk mengamati postur, bayi ditempatkan terlentang dan pemeriksa

menunggu sampai bayi menjadi tenang pada posisi nyamannya. Jika bayi

ditemukan terlentang, dapat dilakukan manipulasi ringan dari ekstremitas

dengan memfleksikan jika ekstensi atau sebaliknya. Hal ini akan

memungkinkan bayi menemukan posisi dasar kenyamanannya. Fleksi

panggul tanpa abduksi memberikan gambaran seperti posisi kaki kodok.

22

Page 23: asfiksia2

Gambar II.3. Postur Bayi 3

b. Square Window 3,4

Fleksibilitas pergelangan tangan dan atau tahanan terhadap peregangan

ekstensor memberikan hasil sudut fleksi pada pergelangan tangan.

Pemeriksa meluruskan jari-jari bayi dan menekan punggung tangan dekat

dengan jari-jari dengan lembut. Hasil sudut antara telapak tangan dan

lengan bawah bayi dari preterm hingga posterm diperkirakan berturut-

turut > 90 °, 90 °, 60 °, 45 °, 30 °, dan 0 ° (Gambar II.4).

Gambar II.4. Square Window 3

23

Page 24: asfiksia2

c. Arm Recoil 2,3,4

Manuver ini berfokus pada fleksor pasif dari tonus otot biseps dengan

mengukur sudut mundur singkat setelah sendi siku difleksi dan

ekstensikan. Arm recoil dilakukan dengan cara evaluasi saat bayi

terlentang. Pegang kedua tangan bayi, fleksikan lengan bagian bawah

sejauh mungkin dalam 5 detik, lalu rentangkan kedua lengan dan

lepaskan.Amati reaksi bayi saat lengan dilepaskan. Skor 0: tangan tetap

terentang/ gerakan acak, Skor 1: fleksi parsial 140-180 °, Skor 2: fleksi

parsial 110-140 °, Skor 3: fleksi parsial 90-100 °, dan Skor 4: kembali ke

fleksi penuh (Gambar II.5).

Gambar II.5. Arm Recoil 3

d. Popliteal Angle 2,3,4

Manuver ini menilai pematangan tonus fleksor pasif sendi lutut dengan

menguji resistensi ekstremitas bawah terhadap ekstensi. Dengan bayi

berbaring telentang, dan tanpa popok, paha ditempatkan lembut di perut

bayi dengan lutut tertekuk penuh. Setelah bayi rileks dalam posisi ini,

pemeriksa memegang kaki satu sisi dengan lembut dengan satu tangan

sementara mendukung sisi paha dengan tangan yang lain. Jangan

24

Page 25: asfiksia2

memberikan tekanan pada paha belakang, karena hal ini dapat

mengganggu interpretasi.

Kaki diekstensikan sampai terdapat resistensi pasti terhadap ekstensi. Ukur

sudut yang terbentuk antara paha dan betis di daerah popliteal. Perlu

diingat bahwa pemeriksa harus menunggu sampai bayi berhenti

menendang secara aktif sebelum melakukan ekstensi kaki. Posisi Frank

Breech pralahir akan mengganggu manuver ini untuk 24 hingga 48 jam

pertama usia karena bayi mengalami kelelahan fleksor berkepanjangan

intrauterine. Tes harus diulang setelah pemulihan telah terjadi (Gambar

II.6).

Gambar II.6. Popliteal Angle 3

e. Scarf Sign 3,4,5

Manuver ini menguji tonus pasif fleksor gelang bahu. Dengan bayi

berbaring telentang, pemeriksa mengarahkan kepala bayi ke garis tengah

tubuh dan mendorong tangan bayi melalui dada bagian atas dengan satu

tangan dan ibu jari dari tangan sisi lain pemeriksa diletakkan pada siku

bayi. Siku mungkin perlu diangkat melewati badan, namun kedua bahu

harus tetap menempel di permukaan meja dan kepala tetap lurus dan amati

posisi siku pada dada bayi dan bandingkan dengan angka pada lembar

25

Page 26: asfiksia2

kerja, yakni, penuh pada tingkat leher (-1); garis aksila kontralateral (0);

kontralateral baris puting (1); prosesus xyphoid (2); garis puting ipsilateral

(3); dan garis aksila ipsilateral (4) (Gambar II.7).

Gambar II.7. Scarf Sign 3

f. Heel to Ear 3,5

Manuver ini menilai tonus pasif otot fleksor pada gelang panggul dengan

memberikan fleksi pasif atau tahanan terhadap otot-otot posterior fleksor

pinggul. Dengan posisi bayi terlentang lalu pegang kaki bayi dengan ibu

jari dan telunjuk, tarik sedekat mungkin dengan kepala tanpa memaksa,

pertahankan panggul pada permukaan meja periksa dan amati jarak antara

kaki dan kepala serta tingkat ekstensi lutut ( bandingkan dengan angka

pada lembar kerja). Penguji mencatat lokasi dimana resistensi signifikan

dirasakan. Hasil dicatat sebagai resistensi tumit ketika berada pada atau

dekat: telinga (-1); hidung (0); dagu (1); puting baris (2); daerah pusar (3);

dan lipatan femoralis (4) (Gambar II.8).

26

Page 27: asfiksia2

Gambar II.8. Heel to Ear 3

2. Penilaian Maturitas Fisik

a. Kulit 3

Pematangan kulit janin melibatkan pengembangan struktur intrinsiknya

bersamaan dengan hilangnya secara bertahap dari lapisan pelindung, yaitu

vernix caseosa. Oleh karena itu kulit menebal, mengering dan menjadi

keriput dan / atau mengelupas dan dapat timbul ruam selama pematangan

janin. Fenomena ini bisa terjadi dengan kecepatan berbeda-beda pada

masing-masing janin tergantung pada pada kondisi ibu dan lingkungan

intrauterin.

Sebelum perkembangan lapisan epidermis dengan stratum corneumnya,

kulit agak transparan dan lengket ke jari pemeriksa. Pada usia

perkembangan selanjutnya kulit menjadi lebih halus, menebal dan

menghasilkan pelumas, yaitu vernix, yang menghilang menjelang akhir

kehamilan. pada keadaan matur dan pos matur, janin dapat mengeluarkan

mekonium dalam cairan ketuban. Hal ini dapat mempercepat proses

pengeringan kulit, menyebabkan mengelupas, pecah-pecah, dehidrasi,

sepeti sebuah perkamen.

b. Lanugo 3,4

27

Page 28: asfiksia2

Lanugo adalah rambut halus yang menutupi tubuh fetus. Pada extreme

prematurity kulit janin sedikit sekali terdapat lanugo. Lanugo mulai

tumbuh pada usia gestasi 24 hingga 25 minggu dan biasanya sangat

banyak, terutama di bahu dan punggung atas ketika memasuki minggu ke

28.

Lanugo mulai menipis dimulai dari punggung bagian bawah. Daerah yang

tidak ditutupi lanugo meluas sejalan dengan maturitasnya dan biasanya

yang paling luas terdapat di daerah lumbosakral. Pada punggung bayi

matur biasanya sudah tidak ditutupi lanugo. Variasi jumlah dan lokasi

lanugo pada masing-masing usia gestasi tergantung pada genetik,

kebangsaan, keadaan hormonal, metabolik, serta pengaruh gizi. Sebagai

contoh bayi dari ibu dengan diabetes mempunyai lanugo yang sangat

banyak.

Pada melakukan skoring pemeriksa hendaknya menilai pada daerah yang

mewakili jumlah relatif lanugo bayi yakni pada daerah atas dan bawah dari

punggung bayi (Gambar II.9).

Gambar II.9. Lanugo 3

c. Permukaan Plantar 3,5

Garis telapak kaki pertama kali muncul pada bagian anterior ini

kemungkinan berkaitan dengan posisi bayi ketika di dalam kandungan.

Bayi dari ras selain kulit putih mempunyai sedikit garis telapak kaki lebih

sedikit saat lahir. Di sisi lain pada bayi kulit hitam dilaporkan terdapat

percepatan maturitas neuromuskular sehingga timbulnya garis pada

telapak kaki tidak mengalami penurunan. Namun demikian penialaian

28

Page 29: asfiksia2

dengan menggunakan skor Ballard tidak didasarkan atas ras atau etnis

tertentu.

Bayi very premature dan extremely immature tidak mempunyai garis

pada telapak kaki. Untuk membantu menilai maturitas fisik bayi tersebut

berdasarkan permukaan plantar maka dipakai ukuran panjang dari ujung

jari hingga tumit. Untuk jarak kurang dari 40 mm diberikan skor -2, untuk

jarak antara 40 hingga 50 mm diberikan skor -1. Hasil pemeriksaan

disesuaikan dengan skor di tabel (Gambar II.10).

Gambar II.10. Permukaan Plantar 3

d. Payudara 3,4

Areola mammae terdiri atas jaringan mammae yang tumbuh akibat

stimulasi esterogen ibu dan jaringan lemak yang tergantung dari nutrisi

yang diterima janin. Pemeriksa menilai ukuran areola dan menilai ada atau

tidaknya bintik-bintik akibat pertumbuhan papila Montgomery (Gambar

II.11). Kemudian dilakukan palpasi jaringan mammae di bawah areola

dengan ibu jari dan telunjuk untuk mengukur diameternya dalam

milimeter 6.

29

Page 30: asfiksia2

Gambar II.11. Payudara Neonatus 3

e. Mata/Telinga 2,3,4

Daun telinga pada fetus mengalami penambahan kartilago seiring

perkembangannya menuju matur. Pemeriksaan yang dilakukan terdiri atas

palpasi ketebalan kartilago kemudian pemeriksa melipat daun telinga ke

arah wajah kemudian lepaskan dan pemeriksa mengamati kecepatan

kembalinya daun telinga ketika dilepaskan ke posisi semulanya (Gambar

II.12).

Gambar II.12. Pemeriksaan Daun Telinga 3

Pada bayi prematur daun telinga biasanya akan tetap terlipat ketika

dilepaskan. Pemeriksaan mata pada intinya menilai kematangan

berdasarkan perkembangan palpebra. Pemeriksa berusaha membuka dan

memisahkan palpebra superior dan inferior dengan menggunakan jari

telunjuk dan ibu jari. Pada bayi extremely premature palpebara akan

menempel erat satu sama lain (Gambar II.13). Dengan bertambahnya

maturitas palpebra kemudian bisa dipisahkan walaupun hanya satu sisi dan

meningggalkan sisi lainnya tetap pada posisinya.

30

Page 31: asfiksia2

Hasil pemeriksaan pemeriksa kemudian disesuaikan dengan skor dalam

tabel. Perlu diingat bahwa banyak terdapat variasi kematangan palpebra

pada individu dengan usia gestasi yang sama. Hal ini dikarenakan terdapat

faktor seperti stres intrauterin dan faktor humoral yang mempengaruhi

perkembangan kematangan palpebra.

Gambar II.13. Palpebra Neonatus Prematur 3

f. Genital (Pria) 3,4,6

Testis pada fetus mulai turun dari cavum peritoneum ke dalam scrotum

kurang lebih pada minggu ke 30 gestasi. Testis kiri turun mendahului testis

kanan yakni pada sekitar minggu ke 32. Kedua testis biasanya sudah dapat

diraba di canalis inguinalis bagian atas atau bawah pada minggu ke 33

hingga 34 kehamilan. Bersamaan dengan itu, kulit skrotum menjadi lebih

tebal dan membentuk rugae (Gambar II.14) .

Testis dikatakan telah turun secara penuh apabila terdapat di dalam zona

berugae. Pada nenonatus extremely premature scrotum datar, lembut, dan

kadang belum bisa dibedakan jenis kelaminnya. Berbeda halnya pada

neonatus matur hingga posmatur, scrotum biasanya seperti pendulum dan

dapat menyentuh kasur ketika berbaring.

Pada cryptorchidismus scrotum pada sisi yang terkena kosong, hipoplastik,

dengan rugae yang lebih sedikit jika dibandingkan sisi yang sehat atau

sesuai dengan usia kehamilan yang sama.

31

Page 32: asfiksia2

Gambar II.14. Pemeriksaan Genitalia Neonatus laki-laki 3

g. Genital (wanita) 3,4,6

Untuk memeriksa genitalia neonatus perempuan maka neonatus harus

diposisikan telentang dengan pinggul abduksi kurang lebih 45o dari garis

horisontal. Abduksi yang berlebihan dapat menyebabkan labia minora dan

klitoris tampak lebih menonjol sedangkan aduksi menyebabkankeduanya

tertutupi oleh labia majora 6.

Pada neonatus extremely premature labia datar dan klitoris sangat

menonjol dan menyerupai penis. Sejalan dengan berkembangnya maturitas

fisik, klitoris menjadi tidak begitu menonjol dan labia minora menjadi

lebih menonjol. Mendekati usia kehamilan matur labia minora dan klitoris

menyusut dan cenderung tertutupi oleh labia majora yang membesar

(Gambar II.15).

Labia majora tersusun atas lemak dan ketebalannya bergantung pada

nutrisi intrauterin. Nutrisi yang berlebihan dapat menyebabkan labia

majora menjadi besar pada awal gestasi. Sebaliknya nutrisi yang kurang

menyebabkan labia majora cenderung kecil meskipun pada usia kehamilan

matur atau posmatur dan labia minora serta klitoris cenderung lebih

menonjol.

32

Page 33: asfiksia2

Gambar II.15. Penilaian Genitalia Neonatus Wanita 3

3. Interpretasi Hasil 3

Masing-masing hasil penilaian baik maturitas neuromuskular maupun fisik

disesuaikan dengan skor di dalam tabel (Tabel II.2) dan dijumlahkan

hasilnya. Interpretasi hasil dapat dilihat pada tabel skor.

Tabel II.2. The New Ballard Score 3

33

Page 34: asfiksia2

34

Page 35: asfiksia2

BAB III

CASE REPORT

IDENTITAS PASIEN

Nama lengkap : By. Ny. Y

Tanggal lahir : 23 Mei 2011

Jenis kelamin : Perempuan

Alamat : Pejaten Timur, RT/RW 03/04

Agama : Islam

Pendidikan : -

Pekerjaan : -

ORANGTUA/WALI

AYAH

Nama Lengkap : Tn. A

Tanggal lahir (umur) : 24 tahun

Suku bangsa : Jawa

Alamat : Pejaten Timur, RT/RW 03/04

Agama : Islam

Pendidikan : SMP

Pekerjaan : Wiraswasta

Penghasilan : Rp 600.000,-

IBU

Nama Lengkap : Ny. Y

Tanggal lahir (umur) : 18 tahun

Suku bangsa : Jawa

Alamat : Pejaten Timur, RT/RW 03/04

Agama : Islam

Pendidikan : SMP

Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

35

Page 36: asfiksia2

Penghasilan : -

RIWAYAT PENYAKIT

Keluhan utama : lahir tidak langsung menangis

Keluhan tambahan : bayi kurang bulan, seluruh tubuh tampak pucat kebiruan

Telah lahir bayi perempuan pada hari Senin, 23 Mei 2011 pukul 02.30 WIB

melalui persalinan pervaginam dengan riwayat perdarahan ante partum. Berat

badan lahir 600gr dengan panjang badan lahir 27cm dari seorang ibu dengan

diagnosa G2P1A0 prematur spontan + Haemorrhagic post partum e.c sisa

plasenta.

Kehamilan 28 minggu, janin tunggal hidup, presentasi kepala, air ketuban jernih

pecah dini. Pada saat lahir bayi tidak menangis, tampak lemah. Kemudian bayi

dihangatkan, diberikan rangsang taktil. Lalu diberikan O2 alir bebas 3 lpm.

Kemudian di suction. Pada menit pertama frekuensi jantung 80x/menit, usaha

bernafas lambat, tonus otot flexi sedikit, refleks gerakan sedikit, warna tubuh

biru/pucat. Pada menit kelima frekuensi denyut jantung menurun 60x/menit.

Usaha bernapas lemah, warna tubuh kebiruan pucat, Apgar Score 2/3, tonus otot

lumpuh, gerakan refleks sedikit.

RIWAYAT KEHAMILAN DAN KELAHIRAN

KEHAMILAN :

Perawatan antenatal : tidak terdaftar

Penyakit-penyakit selama kehamilan : -

Komplikasi kehamilan : perdarahan

KELAHIRAN :

Tempat kelahiran : Rumah Sakit UKI

Penolong persalinan : Dokter

Cara persalinan : pervaginam

Masa gestasi : 28 minggu

Keadaan bayi :

36

Page 37: asfiksia2

Berat badan lahir : 600 gram

Panjang badan lahir : 27 cm

Langsung/tidak langsung menangis : tidak langsung menangis

Nilai APGAR : 2/3

Kelainan bawaan : disangkal

Kriteria neurologis menurut Dubowitz:

- sikap : -

- jendela sendi pergelangan tangan : -

- dorsofleksi kaki : -

- rekoil lengan : -

- rekoil tungkai : -

- sudut poplitea : -

- gerakan tumit kekuping : -

- tanda skarf : -

- tonus otot leher : -

- suspensi ventral : - +

-

Karakteristik eksternal menurut Dubowitz :

- edema : 2

- jaringan kulit : 0

- warna kulit : 0

- ketipisan kulit : 2

- lanugo : 0

- guratan telapak kaki : 0

- perkembangan puting susu : 1

- besarnya payudara : 1

- bentuk telinga : 3

- elastisitas daun telinga : 0

- genitalia : 2 +

11

37

Page 38: asfiksia2

Total skor : 0 + 11 = 11

Umur Kehamilan : 28 minggu

RIWAYAT PERKEMBANGAN

Pertumbuhan gigi pertama : -

Psikomotor : -

Tengkurap : -

Berdiri : -

Duduk : -

Perkembangan pubertas

Gangguan perkembangan : -

RIWAYAT IMUNISASI

VAKSIN (DASAR) UMUR ULANGAN

BCG -

DPT/DT -

POLIO -

CAMPAK -

HEPATITIS B -

MMR -

TIPA -

RIWAYAT MAKANAN

Umur (bln) ASI/PASI Buah/biskuit Bubur susu Nasi Tim

0-2 - - - -

2-4 - - - -

4-6 - - - -

6-8 - - - -

8-10 - - - -

10-12 - - - -

38

Page 39: asfiksia2

RIWAYAT PENYAKIT YANG PERNAH DIDERITA

Penyakit Umur

Diare -

Otitis -

Radang paru -

Tuberkulosis -

Kejang -

Ginjal -

Jantung -

Darah -

Difteri -

Morbili -

Parotitis -

Demam berdarah -

Demam tifoid -

Cacingan -

Alergi -

Kecelakaan -

Operasi -

RIWAYAT KELUARGA

Corak reproduksi

No Tgl

lahir

(umur)

Jenis

Kelamin

Hidup Lahir

Mati

Abortus Mati

(sebab)

Keterangan

Kesehatan

1 Pasien Perempuan Hidup - - - -

DATA KELUARGA

Keterangan Ayah Ibu

39

Page 40: asfiksia2

Perkawinan ke Satu satu

Umur saat menikah 24 tahun 18 tahun

Keadaan kesehatan/penyakit bila ada Disangkal disangkal

Golongan darah O O

Riwayat Penyakit Dalam Keluarga

Disangkal

Riwayat Penyakit Pada Anggota Keluarga Lain Yang Serumah

Disangkal

PEMERIKSAAN FISIK

Tanggal : 23 Mei 2011 Jam : 00.31

PEMERIKSAAN UMUM

Keadaan Umum : Tampak sakit berat (gerakan tidak aktif, tidak menangis)

Kesadaran : koma

Tekanan darah : tidak dilakukan

Frekuensi jantung : 80 x/menit

Frekuensi napas : sulit dinilai

Suhu tubuh : tidak dilakukan

Data Antropometri :

Berat badan : 600 gram

Panjang badan : 27 cm

Lingkar kepala : 20 cm

Lingkar dada : 15 cm

Lingkar perut : 12 cm

PEMERIKSAAN SISTEMATIS

40

Page 41: asfiksia2

Kepala

o Bentuk dan ukuran : mikrosefali, pertumbuhan rambut

merata dan sedikit

o Mata : sulit dinilai

o Telinga : mikrotia

o Hidung : Bentuk biasa

o Bibir : Mukosa kering

o Gigi geligi : Belum tumbuh gigi

o Mulut : Sianosis sirkumoral (+)

o Lidah : Tidak kotor

o Tonsil : Sulit dinilai

o Faring : Sulit dinilai

o Leher : sulit dinilai

Toraks

Inspeksi : Pergerakan dinding dada simetris, retraksi interkostal (+),

retraksi epigastrium (+)

Palpasi : sulit dinilai

Perkusi : Tidak dilakukan

Auskultasi : sulit dinilai

Abdomen :

Inspeksi : Perut datar, tali pusat terawat

Auskultasi : Sulit dinilai

Palpasi : Lemas, hepar dan lien sulit dinilai, Turgor kurang

Perkusi : Sulit dinilai

Genitalia : Labia mayor belum menutupi labia minor

Anggota gerak : kekuatan otot lemah, sensibilitas sulit dinilai.

Akral dingin, sianosis perifer (+)

Tulang belakang : Kifosis(-), lordosis(-), skoliosis(-)

Kulit : kulit tampak mengkilat, pembuluh darah tampak

terlihat jelas

41

Page 42: asfiksia2

PEMERIKSAAN LABORATORIUM

-

RINGKASAN

Pasien seorang bayi perempuan terlahir BB : 600 gram, PB : 27cm di RS FK-UKI

dengan cara pervaginam dari seorang ibu dengan diagnosa G2P1A0 prematur

spontan + Haemorrhagic post partum e.c sisa plasenta.

keluhan utama : lahir tidak langsung menangis dengan keluhan tambahan : bayi

kurang bulan, seluruh tubuh tampak pucat kebiruan.

Dari pemeriksaan fisik didapatkan :

Keadaan Umum : Tampak sakit berat (gerakan tidak aktif, tidak menangis)

Kesadaran : koma

Tekanan darah : tidak dilakukan

Frekuensi jantung : 80 x/menit

Frekuensi napas : sulit dinilai

Suhu tubuh : tidak dilakukan

Data Antropometri :

Berat badan : 600 gram

Panjang badan : 27 cm

Lingkar kepala : 20 cm

Lingkar dada : 15 cm

Lingkar perut : 12 cm

PEMERIKSAAN SISTEMATIS

Kepala

o Bentuk dan ukuran : mikrosefali, pertumbuhan rambut

merata dan sedikit

o Mata : sulit dinilai

o Telinga : mikrotia

42

Page 43: asfiksia2

o Hidung : Bentuk biasa

o Bibir : Mukosa kering

o Gigi geligi : Belum tumbuh gigi

o Mulut : Sianosis sirkumoral (+)

o Lidah : Tidak kotor

o Tonsil : Sulit dinilai

o Faring : Sulit dinilai

o Leher : sulit dinilai

Toraks

Inspeksi : Pergerakan dinding dada simetris, retraksi interkostal (+),

retraksi epigastrium (+)

Palpasi : sulit dinilai

Perkusi : Tidak dilakukan

Auskultasi : sulit dinilai

Abdomen :

Inspeksi : Perut datar, tali pusat terawat

Auskultasi : Sulit dinilai

Palpasi : Lemas, hepar dan lien sulit dinilai, Turgor kurang

Perkusi : Sulit dinilai

Genitalia : Labia mayor belum menutupi labia minor

Anggota gerak : kekuatan otot lemah, sensibilitas sulit dinilai.

Akral dingin, sianosis perifer (+)

Tulang belakang : Kifosis(-), lordosis(-), skoliosis(-)

Kulit : kulit tampak mengkilat, pembuluh darah tampak

terlihat jelas

DIAGNOSIS KERJA

- NKB-KMK

- Asfiksia Berat

- Suspek HMD

43

Page 44: asfiksia2

ANJURAN PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan golongan darah : O

Pemeriksaan Bilirubin Total

Pemeriksaan Darah Lengkap ( analisa gas darah, elektrolit, darah tepi)

PROGNOSIS

ad Vitam : malam

ad Functionum : malam

ad Sanationum : malam

PENATALAKSANAAN

O2 3 lpm

Observasi Frekuensi Jantung

Ambu bag 4 lpm

44

Page 45: asfiksia2

BAB IV

ANALISA KASUS

Pada pasien ini (By. Ny. Y) Diagnosis awal NKB - KMK + Asfiksia berat

D/ berdasarkan :

Klasifikasi neonatus menurut BATTAGLIA & LUBBCHENCO (1967),

dengan :

- Masa gestasi 28 minggu

- BBL 600gram

Akan didiagnosis : NKB – KMK

Asfiksia berat nilai APGAR : 2/3

(1 mnt sesudah lahir lengkap)

- frekuensi jantung < 100 x/mnt

- usaha bernafas tidak ada

- tonus otot ekstremitas fleksi sedikit

- reflek gerakan sedikit

- warna biru pucat

(5 mnt sesudah lahir lengkap)

- frekuensi jantung < 100 x/mnt

- usaha bernafas lemah

- tonus otot lumpuh

- reflek gerakan sedikit

- warna tubuh pucat kebiruan

Untuk penatalaksanaan sesuai dengan kriteria asfiksia berat :

- bayi lahir rangsangan taktil respon (-) tindakan resusitasi aktif

- rawat perina inkubator

- O2 nasal 2 LPM

- Asidosis pemeriksaan AGDkoreksi dengan pemberian NaHCO3

- mm: antibiotik, kortikosteroid, vit K

45

Page 46: asfiksia2

Suspek HMD didasarkan pada kriteria Gejala klinis :

Biasanya pada bayi prematur

Sering disertai riwayat asfiksia setelah lahir

Tanda gangguan pernafasan pada 6 – 8 jam pertama setelah lahir dan gejala

yang karakteristik pada umur 24 – 72 jam

Dispnu atau hiperpnu, dan pernapasan cuping hidung

Sianosis, retraksi suprasternal, retraksi epigastrum, retraksi interkostal dan

“ekspirator grunting”

Bradikardia, hipotensi, kardiomegali, pitting oedem (dorsal tangan atau kaki),

hipotermi, tonus otot menurun

46

Page 47: asfiksia2

DAFTAR PUSTAKA

1. Dubowitz LMS Dubowitz V Goldberg C. Clinical assessment of gestational

age in the newborn infant. J Pediatri. 1970; 77: 1-10

2. Von Der Pool B A. Preterm Labor: Diagnosis and Treatment. American Fam

Physic [Serial Online] 1998 May [Cited 2010 Jan 14]; 1(1). Available from:

URL: http://www.aafp.org/online/en/home/publications/journals/Preterm

Labor: Diagnosis and Treatment/htm.

3. New Ballard Score & nbspMaturational Assessment of Gestational Age

[Online]. 2007 Dec [cited 2009 Dec 21]; Available from: URL:

/www.ballardscore.com/Pages/mono_neuro_posture.aspx.

4. Mupanemunda R and Watkinson M. Key Topics in Neonatology. 2nd Ed. New

York: Taylor & Francis Group; 2005.

5. Sanders M, Allen M, Alexander G R, Yankowitz J, Graeber J, Johnson T R

B, and Repka M X. Gestational Age Assessment in Preterm Neonates

Weighing Less than 1500 Grams. PEDIATRICS 1991; 88: 542-45.

6. Bernbaum J C, Umbach D M, Ragan N B, Ballard J L., Archer J I, Schmidt-

Davis H, and Rogan W J. Pilot Studies of Estrogen-Related Physical Findings

in Infants. Environmental Health Perspectives 2008; 116: 416-19.

7. Behrman, Kliegman : Nelson Textbook Of Pediatrics Edisi 15, halaman 543-

572, 589-599. W.B Saunders Company 2000.

47