ASDEP PENGEMBANGAN INFRASTRUKTUR DAN EKOSISTEM …€¦ · 2016 Kementerian Pariwisata c.q Deputi...
Transcript of ASDEP PENGEMBANGAN INFRASTRUKTUR DAN EKOSISTEM …€¦ · 2016 Kementerian Pariwisata c.q Deputi...
4. ASDEP PENGEMBANGAN INFRASTRUKTUR DAN EKOSISTEM PARIWISATA
1. Penyusunan Analisis Ekonomi Dukungan
Pembangunan Infrastruktur Pariwisata di
25 KSPN
2. Pembangunan Amenitas (Homestay)
Pariwisata
3. Penerapan Rencana Aksi Pengembangan
Pariwisata Berkelanjutan (Sustainable
Tourism Development) 4. Percepatan 10 Destinasi Pariwisata
Prioritas
5. Kegiatan Monitoring Dan Evaluasi
Dekonsentrasi Perencanaan KSPN
Penyusunan Analisis Ekonomi Dukungan
Pembangunan Infrastruktur Pariwisata di 25 KSPN
Penyusunan Analisis Ekonomi Dukungan Pembangunan
Infrastruktur Pariwisata telah melakukan kajian ulang
terhadap studi analisis, identifikasi dan rencana
kebutuhan infrastruktur yang sudah ada. Selanjutnya,
analisis ekonomi dukungan pembangunan infrastruktur
pariwisata dalam bentuk masterplan pembangunan
infrastruktur pariwisata dan disesuaikan berdasarkan
kondisi saat ini dengan memperhatikan Rencana Induk
Pembangunan Kepariwisataan Nasional 2010-2025,
Rencana Tata Ruang Wilayah, Rencana Induk
Pembangunan Kepariwisataan Pariwisata Daerah, dan
Rencana Sektoral di bidang pekerjaan umum dan
perhubungan di daerah studi. Analisis Ekonomi
Dukungan Pembangunan Infrastruktur Pariwisata
dalam bentuk Masterplan infrastruktur pariwisata ini
dapat digunakan sebagai pedoman dalam pembangunan
infrastruktur di 25 KSPN.
Lingkup pekerjaan Analisis Ekonomi Dukungan
Pembangunan Infrastruktur Pariwisata yang telah
dilakukan adalah sebagai berikut :
1. Menyusun rencana kebutuhan infrastruktur dasar
yang meliputi bidang prasarana umum yang
mencakupi jalan, air bersih, listrik, telekomunikasi,
dan kesehatan lingkungan; penyediaan dan
pengembangan sarana dan prasarana transportasi
angkutan jalan, sungai, danau dan penyeberangan,
angkutan laut, angkutan udara, dan angkutan
kereta api di 25 KSPN;
2. Pemutakhiran data dasar kebutuhan infrastruktur
yang meliputi bidang prasarana umum yang
mencakupi jalan, air bersih, listrik, telekomunikasi,
dan kesehatan lingkungan; penyediaan dan
pengembangan sarana dan prasarana transportasi
angkutan jalan, sungai, danau dan penyeberangan,
angkutan laut, angkutan udara, dan angkutan
kereta api di 25 KSPN;
3. Menyusun Analisis Ekonomi Dukungan
Pembangunan Infrastruktur yang meliputi bidang
prasarana umum yang mencakupi jalan, air bersih,
listrik, telekomunikasi, dan kesehatan lingkungan;
penyediaan dan pengembangan sarana dan
prasarana transportasi angkutan jalan, sungai,
danau dan penyeberangan, angkutan laut, angkutan
udara, dan angkutan kereta api di 25 KSPN.
Pembangunan Amenitas (Homestay) Pariwisata
Pentingnya pembangunan pariwisata, dan koordinasi
antar kementerian dan lembaga pemerintah terkait
untuk dapat mengoptimalkan potensi pariwisata
Indonesia yang besar untuk peningkatan
perekonomian serta kesejahteraan masyarakat sangat
diperlukan, tujuan utama koordinasi lintas sektor
adalah untuk mensinkronisasikan kebijakan, program,
dan kegiatan termasuk aspek perencanaan dan
implementasi kegiatan kepariwisataan, dan
menetapkan langkah-langkah strategis untuk
mengatasi hambatan-hambatan dalam pelaksanaan
kepariwisataan secara selaras, serasi, dan terpadu.
Strategi dan Koordinasi Pengembangan Amenitas
Pariwisata perlu untuk dilaksanakan mengingat
pentingnya peran infrastruktur dalam menunjang
pariwisata, terlebih dengan adanya ranah tugas lintas
sektor (K/L) lain untuk membangun infrastruktur
sehingga diperlukan koordinasi dengan lintas sektor,
salah satunya adalah pembangunan homestay, toilet
bersih dan fasilitas pariwisata lainnya. Pada tahun
2016 Kementerian Pariwisata c.q Deputi Bidang
Pengembangan Destinasi dan Industri Pariwisata telah
menjadi inisiator terlaksananya Nota Kesepahaman
(MoU = Memorandum of Understanding) dan Perjanjian
Kerja Sama (PKS) antara Kementerian Pariwisata,
Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat
(PU-PERA) serta PT. Bank Tabungan Negara (Persero)
Tbk terkait Penyelenggaraan Perumahan dan Kawasan
Pemukiman untuk Mendukung Pengembangan Pondok
Wisata (Homestay) dan Toilet Publik di Destinasi
Pariwisata Terpilih, dalam rangka mendukung program
satu juta rumah yang pada tahun 2016 dimulai dengan
pembangunan homestay sebanyak 100 buah di
kawasan Tanjung Lesung, Mandalika, dan Probolinggo.
Sebagai Tertanggal 5 agustus 2016, saat menteri
pariwisata menyaksikan penandatanganan MoU terkait
pengembangan homestay di Kawasan Pesisir Selatan
antara PT Bank Tabungan Negara Tbk dan pemerintah
kabupaten pesisir selatan terkait nota kesepahaman
pengembangan homestay di kawasan Mandeh.
Nota kesepahaman ini untuk mendukung pembiayaan
pembangunan 100 homestay di kawasan pariwisata
tersebut. Sekretaris PT BTN Persero, Tbk Eko
Waluyo menjelaskan, di kawasan Mandeh memiliki
potensi wisata bahari yang cukup besar. Oleh sebab itu,
pemerintah Provinsi Sumatera Barat menjadikan
kawasan Mandeh sebagai pilot project. Melihat potensi
tersebut, BTN pun mendukung dengan mendukung
pembiayaan bagi homestay.
Penerapan Rencana Aksi Pengembangan
Pariwisata Berkelanjutan (Sustainable Tourism
Development)
Program pengembangan pariwisata berkelanjutan
merupakan sebuah program yang diinisiasi oleh
Kementerian Pariwisata sebagai sebuah upaya
antisipasi dari isu-isu yang berkembang di destinasi-
destinasi wisata dan sekaligus kontribusi Indonesia
bagi pariwisata dunia. Berdasarkan data TTCI dari
WEF, Indonesia dinilai sangat lemah dalam aspek
keberlanjutan lingkungan. Berada di rangking 134
menjadi sebuah peringatan keras bagi Indonesia untuk
mulai memperhatikan pengelolaan destinasi. Salah satu
langkah yang diambil Kementerian Pariwisata melalui
Deputi Pengembangan Destinasi dan Industri
Pariwisata adalah dengan menjalin kerjasama antar
pihak salah satunya Global Sustainable Tourism
Council (GSTC). Menindaklanjuti kerjasama tersebut,
telah diinisiasi penyusunan standar nasional
pembangunan destinasi pariwisata berkelanjutan dan
juga kegiatan-kegiatan pengembangan kapasitas para
pihak di daerah.
Standar/Pedoman Destinasi Pariwisata Berkelanjutan
mengadopsi standar minimal yang di keluarkan GSTC
dan dikombinasikan dengan indikator-indikator yang
sesuai dengan muatan lokal untuk kondisi nasional.
Setelah melaui proses penyusunan yang melibatkan
berbagai tahapan dan melibatkan banyak pihak, maka
pada tanggal 1 September 2016 Menteri Pariwisata
telah menetapkan Peraturan Menteri Pariwisata
Nomor 14 Tahun 2016 tentang Pedoman Destinasi
Pariwisata Berkelanjutan. Pedoman tersebut saat ini
sudah mendapat pengakuan dari GSTC.
Pengakuan ini secara lansung di tandai dengan
penyerahan piagam dari Chief Executive Officer kepada
Deputi Bidang Pengembangan Destinasi dan Industri
Pariwisata pada acara PATA TravelMart tanggal 8
September 2016. Pedoman Destinasi Pariwisata
Berkelanjutan memiliki ruang lingkup (a) pengelolaan
destinasi pariwisata berkelanjutan; (b) pemanfaatan
ekonomi untuk masyarakat lokal; (c) pelestarian
budaya bagi masyarakat dan pengunjung; dan (d)
pelestarian lingkungan. Ruang lingkup ini diturunkan
lagi menjadi 41 kriteria dan indikator pendukungnya
yang memuat pengukuran-pengukuran yang kuantitaf.
Pedoman ini diharapkan dapat menjadi acuan baik bagi
pengelola-pengelola destinasi wisata baik pemerintah
daerah maupun pihak bisnis. Standar ini juga akan
didorong untuk dibentuk badan sertifikasi-nya
sehingga proses penerapan standar ini menjadi
akuntabel dan profesional. Lebih jauh lagi standar dan
sistem sertifikasi ini juga akan didorong ke dunia
internasional sehingga Indonesia dapat mengambil
posisi strategis menjadi Hub dan Epicentrum sertifikasi
Sustainable Tourism Destination di lingkup negara-
negara ASEAN maupun APEC.
Kementerian Pariwisata juga telah menginisiasi 3 pusat
pemantauan dalam program Sustainable Tourism
Observatory (STO) bekerjasama dengan 3 universitas
untuk 3 destinasi. Masing-masing STO tersebut adalah
Institut Teknologi Bandung (ITB) sebagai pusat
pemantauan untuk STO Pangandaran, Universitas
Gajah Mada (UGM) sebagai pusat pemantauan untuk
STO Sleman, dan Universitas Mataram sebagai pusat
pemantauan untuk STO Lombok. Ketiga STO yang
dirintis juga telah mendapatkan pengakuan langsung
dari UNWTO yang juga resmikan secara bersama-sama
pada PATA TravelMart pada tanggal 7 September 2016.
Universitas yang menjadi pusat pemantauan memiliki
tugas utama pengendalian terhadap pengembangan
pembangunan kepariwisataan di destinasi dengan
basis penelitian yang memberikan rekomendasi-
rekomendasi baik bagi para pelaku usaha, pemerintah,
masyarakat, media, dan bahkan UNWTO yang dikemas
dalam bentuk laporan bertahap.
Percepatan 10 Destinasi Prioritas
Presiden telah menetapkan Nawacita sebagai program
prioritas pembangunan Kabinet Kerja 2015-2019. Pada
kabinet kerja, sektor kepariwisataan tumbuh menjadi
sektor unggulan dengan pertumbuhan tercepat di
dunia dan menjadi lokomotif untuk penerimaan devisa
negara, pengembangan usaha, pembangunan
infrastruktur serta penyerapan tenaga kerja. Dalam
rangka mencapai target Rencana Pembangunan Jangka
Menengah 2015-2019 di bidang pariwisata, maka salah
satu langkah yang diambil adalah mengembangkan
kawasan strategis pariwisata yang dinilai mampu
memberikan pertumbuhan ekonomi yang pesat dalam
jangka lima tahun ke depan.
Dewasa ini pasar pariwisata semakin kompetitif karena
adanya perubahan permintaan dari wisatawan yang
menginginkan pengalaman pariwisata yang bersifat
pribadi dan dengan kemunculannya destinasi
pariwisata-pariwisata yang baru. Ini menyebabkan
perlunya menilai performansi dari suatu destinasi agar
dapat meningkatkan posisi daya saing suatu destinasi
dan meningkatkan daya tarik wisatanya jika
dibandingkan dengan destinasi pariwisata lainnya.
Pemilihan prioritas destinasi pariwisata Indonesia
dilakukan dalam rangka tahapan pengembangan
pariwisata dengan prinsip fokus pengembangan
berdasarkan penilaian performansi terhadap 88
kawasan strategis pariwisata nasional dengan
komponen penilaian mencakup atraksi daya tarik
wisata, aksesibilitas transportasi, amenitas fasilitas
pariwisata, nilai-nilai nawacita dan nilai strategis
lainnya. Melalui tiga tahap penilaian dan pembobotan
berdasarkan kriteria-kriteria tersebut, akhirnya
didapat 10 Destinasi Pariwisata Prioritas Indonesia
untuk dikembangkan pada batch pertama, yaitu :
Danau Toba, Tanjung Kelayang, Tanjung Lesung,
Kepulauan Seribu, Borobudur, Bromo, Mandalika,
Wakatobi, Morotai dan Labuan Bajo.
Dapat disimpulkan bahwa dalam mendukung
pengembangan destinasi pariwisata prioritas, perlu
dipahami bahwa pemerintah selain berperan sebagai
regulator dan fasilitator juga memiliki peran penting
sebagai prime mover berkembangnya destinasi
pariwisata prioritas. Pemerintah harus dapat
menetapkan peraturan-peraturan yang dapat
mendukung perkembangan di destinasi pariwisata
prioritas seperti mengenai pengaturan asset pariwisata
(coastal management measures di taman nasional laut,
terumbu karang) dan pedoman pengoperasian dan
pembangunan di kawasan pariwisata. Sepuluh detinasi
pariwisata prioritas tersebut terdiri dari 4 (empat)
Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) dan 6 (enam)
Kawasan Startegis Pariwisata Nasional (KSPN). Untuk
pengelolaan destinasi pariwisata prioritas yang masuk
dalam lingkup KSPN akan dilimpahkan kepada suatu
badan yang diberikan pendanaan dan kewenangan
untuk mengelola kawasan tertentu yang disusun dalam
bentuk Peraturan Perundang-Undangan.
Beberapa capaian strategis dari upaya pengembanagn
10 Destinasi Pariwisata Prioritas adalah:
a. Telah ditetapkan dan diundangkan Peraturan
Presiden Nomor 49 Tahun 2016 tentang Badan
Otorita Pengelola Kawasan Pariwisata Danau Toba.
Selanjutnya untuk mengimplementasikan Perpres
tersebut maka telah ditetapkan pula Peraturan
Menteri Pariwisata Nomor 6 Tahun 2016 tentang
Organisasi dan Tata Kerja Badan Pelaksana Otorita
Danau Toba.
b. Telah ditetapkan dan diundangkan Peraturan
Pemerintah Nomor 6 Tahun 2016 tentang Kawasan
Ekonomi Khusus Tanjung Kelayang.
c. Finalisasi Draf Peraturan Presiden tentang Badan
Otorita Pariwisata Labuan Bajo.
Dapat disimpulkan bahwa dalam mendukung
pengembangan destinasi pariwisata prioritas, perlu
dipahami pemerintah memiliki peran penting sebagai
prime mover berkembangnya destinasi pariwisata
prioritas dan selain itu juga harus mengambil peran
sebagai regulator dan fasilitator sektor pariwisata.
Pemerintah harus dapat menetapkan peraturan-
peraturan yang dapat mendukung perkembangan di
destinasi pariwisata prioritas seperti mengenai
pengaturan asset pariwisata (coastal management
measures di taman nasional laut, terumbu karang) dan
pedoman pengoperasian dan pembangunan di
kawasan pariwisata. Pengelolaan dari destinasi
pariwisata dilimpahkan kepada suatu badan pengelola
yang diberikan pendanaan dan kewenangan sebesar-
besarnya untuk mengelola berbagai hal di dalam
wilayah pengoperasiannya dan dikukuhkan dengan
Keppres agar berkekuatan hukum. Peraturan mengenai
Badan Otorita Pengelola Destinasi Pariwisata Prioritas
ini disusun dalam bentuk Undang-Undang.
Kegiatan Monitoring Dan Evaluasi Dekonsentrasi
Perencanaan KSPN
Pembangunan kepariwisataan Indonesia dilaksanakan
berdasarkan UU No. 10 Tahun 2009, tentang
Kepariwisataan. Pembangunan kepariwisataan diwujudkan
melalui pelaksanaan rencana pembangunan
kepariwisataan dengan memperhatikan keanekaragaman,
keunikan, dan kekhasan budaya dan alam, serta kebutuhan
manusia untuk berwisata. Pembangunan kepariwisataan
ini meliputi: industri pariwisata; destinasi pariwisata;
pemasaran pariwisata dan kelembagaan kepariwisataan.
Penugasan Undang-Undang Kepariwisataan kepada
Kementerian Pariwisata khususnya pada unit kerja Deputi
Pengembangan Destinasi dan Industri Pariwisata adalah
antara lain:
1. Mendorong penanaman modal dalam negeri dan
penanaman modal asing di sektor kepariwisataan,
2. Mengoordinasikan pembangunan kepariwisataan lintas
sektor dan lintas provinsi,
3. Menyelenggarakan kerja sama internasional di sektor
kepariwisataan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan,
4. Menetapkan dan mengembangkan kawasan pariwisata
strategis nasional, dan kawasan pariwisata khusus,
5. Menetapkan norma, standar, pedoman, prosedur,
kriteria, dan sistem pengawasan dalam
penyelenggaraan kepariwisataan;
Selanjutnya pada Peraturan Pemerintah No.50 tahun 2011
tentang Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan
Nasional (RIPPARNAS) Tahun 2010-2025 merupakan
amanat dari Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009
tentang kepariwisataan yang mengatur pembangunan
kepariwisataan Indonesia. Wilayah pengembangan
destinasi pariwisata nasional diarahkan pada 222 Kawasan
Pengembangan Pariwisata Nasional (KPPN) di 50 Destinasi
Pariwisata Nasional (DPN), dan 88 Kawasan Strategis
Pariwisata Nasional (KSPN). KPPN menunjukkan kawasan
pengembangan pariwisata di seluruh indonesia yang
diwujudkan dalam bentuk DPN dan KSPN. DPN merupakan
destinasi pariwisata berskala nasional, sedangkan KSPN
merupakan kawasan yang memiliki fungsi utama
pariwisata atau memiliki potensi untuk pengembangan
pariwisata nasional yang mempunyai pengaruh penting
dalam satu atau lebih aspek, seperti pertumbuhan ekonomi,
sosial dan budaya, pemberdayaan sumber daya alam, daya
dukung lingkungan hidup, serta pertahanan dan keamanan.
Antara KPPN, DPN dan KSPN dijelaskan pada rincian
wilayah sebagai berikut:
1. Sumatera, terdiri dari 55 KPPN di 11 DPN dan 20 KSPN;
2. Jawa, terdiri dari 48 KPPN di 11 DPN (termasuk DPN
Krakatau-Ujung Kulon) dan 23 KSPN;
3. Bali dan Nusa Tenggara, terdiri dari 33 KPPN di 8 DPN
dan 21 KSPN;
4. Kalimantan, terdiri dari 25 KPPN di 7 DPN dan 9 KSPN;
5. Sulawesi, terdiri dari 28 KPPN di 5 DPN dan 8 KSPN;
dan
6. Maluku dan Papua, terdiri dari 33 KPPN di 8 DPN dan 7
KSPN.
KSPN menjadi fokus pengembangan pariwisata sesuai
amanat pada PP Nomor 50 Tahun 2011 tentang
RIPPARNAS, untuk itu perlu dilakukan dukungan berupa
penyusunan rencana induk dan rencana detail
pengembangan KSPN.
Mulai Tahun 2012 s.d. 2015 telah dihasilkan 15 naskah
rencana induk dan rencana detail pengembangan KSPN dan
KPPN, yaitu :
1) KSPN Toba dan sekitarnya,
2) KSPN Kuta Sanur Nusa Dua dan sekitarnya,
3) KSPN Kepulauan Seribu dan sekitarnya,
4) KSPN Bromo Tengger Semeru dan sekitarnya,
5) KSPN Komodo dan sekitarnya,
6) KSPN Toraja dan sekitarnya.
7) KSPN Weh dan sekitarnya.
8) KSPN Nias dan sekitarnya.
9) KSPN Tanjung Kelayang dan sekitarnya.
10) KSPN Tanjung Puting dan sekitarnya.
11) KSPN Ijen-Baluran dan sekitarnya.
12) KSPN Wakatobi dan sekitarnya.
13) KSPN Bunaken dan sekitarnya.
14) KSPN Raja Ampat dan sekitarnya.
15) KPPN Pesisir Selatan dan sekitarnya.
Sementara itu dari 88 KSPN, tersisa 74 KSPN yang masih
harus dibuatkan dokumen rencana induk dan rencana
detilnya. KSPN menjadi fokus pengembangan pariwisata
sesuai amanat pada PP Nomor 50 Tahun 2011 tentang
RIPPARNAS, yaitu Penyusunan Rencana Induk dan Rencana
Detil KSPN. Namun mengingat jumlah KSPN yang cukup
banyak sedangkan waktu pengerjaan dokumen
perencanaan harus dilakukan sesegera mungkin agar arah
pengembangan KSPN menjadi terarah.
Untuk menjawab tantangan tersebut, penyusunan rencana
induk dan rencana detil KSPN, maka pelaksanaan
dukungan Penyusunan Rencana Induk dan Rencana Detil
KSPN pada tahun yang akan datang akan dilaksanakan
melalui mekanisme Dekonsentrasi. Dekonsentrasi adalah
pelimpahan wewenang administrasi dari pemerintah pusat
kepada pejabat di daerah. Perlu digaris bawahi, pelimpahan
wewenang yang dimaksud adalah hanya sebatas wewenang
administrasi, untuk wewenang politik tetap dipegang oleh
pemerintah pusat. Bisa dikatakan dekonsentrasi adalah
perpaduan antara sentralisasi dan desentralisasi. Guna
memastikan bahwa pelaksanaan dekonsentrasi
perencanaan KSPN dilakukan dengan baik, maka perlu
dilakukan pemantauan dan pengkajian atau monitoring dan
evaluasi.