ASAS ULTIMUM REMEDIUM DALAM PEMIDANAAN …...Muhammad SAW, keluarga, sahabat, dan para pengikutnya...

81
ASAS ULTIMUM REMEDIUM DALAM PEMIDANAAN ANAK (Perspektif Hukum Islam dan Hukum Positif di Indonesia) Skripsi Diajukan kepada Fakultas Syariah dan Hukum untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H.) Oleh : Alan Novandi 1111043200008 PROGRAM STUDI PERBANDINGAN MAZHAB FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1439 H / 2018 M

Transcript of ASAS ULTIMUM REMEDIUM DALAM PEMIDANAAN …...Muhammad SAW, keluarga, sahabat, dan para pengikutnya...

Page 1: ASAS ULTIMUM REMEDIUM DALAM PEMIDANAAN …...Muhammad SAW, keluarga, sahabat, dan para pengikutnya sampai akhir zaman. Ungkapan Alhamdulillah, atas selesainya tulisan skripsi yang

ASAS ULTIMUM REMEDIUM DALAM PEMIDANAAN ANAK

(Perspektif Hukum Islam dan Hukum Positif di Indonesia)

Skripsi Diajukan kepada Fakultas Syariah dan Hukum

untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh

Gelar Sarjana Hukum (S.H.)

Oleh :

Alan Novandi

1111043200008

PROGRAM STUDI PERBANDINGAN MAZHAB

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN)

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1439 H / 2018 M

Page 2: ASAS ULTIMUM REMEDIUM DALAM PEMIDANAAN …...Muhammad SAW, keluarga, sahabat, dan para pengikutnya sampai akhir zaman. Ungkapan Alhamdulillah, atas selesainya tulisan skripsi yang
Page 3: ASAS ULTIMUM REMEDIUM DALAM PEMIDANAAN …...Muhammad SAW, keluarga, sahabat, dan para pengikutnya sampai akhir zaman. Ungkapan Alhamdulillah, atas selesainya tulisan skripsi yang
Page 4: ASAS ULTIMUM REMEDIUM DALAM PEMIDANAAN …...Muhammad SAW, keluarga, sahabat, dan para pengikutnya sampai akhir zaman. Ungkapan Alhamdulillah, atas selesainya tulisan skripsi yang
Page 5: ASAS ULTIMUM REMEDIUM DALAM PEMIDANAAN …...Muhammad SAW, keluarga, sahabat, dan para pengikutnya sampai akhir zaman. Ungkapan Alhamdulillah, atas selesainya tulisan skripsi yang

ABSTRAK

ALAN NOVANDI. 1111043200008. IMPLEMENTASI ASAS ULTIMUM

REMEDIUM DALAM PEMIDANAAN ANAK PERSPEKTIF HUKUM

ISLAM DAN HUKUM POSITIF DI INDONESIA. Konsentrasi Perbandingan

Hukum, Program Studi Perbandingan Mazhab, Fakultas Syariah dan Hukum,

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2018. ix + 71 halaman.

Skripsi ini mengkaji tentang bagaimana kedudukan asas ultimum remedium

dalam hukum pidana dan bagaimana penerapannya dalam proses peradilan pidana

anak, dalam perspektif hukum Islam dan hukum positif di Indonesia.

Penelitian ini adalah penelitian hukum normatif atau penelitian kepustakaan

dengan pendekatan perbandingan hukum (comparative approach), yaitu penelitian

yang didasarkan pada analisis terhadap asas hukum dan teori hukum serta peraturan

perundang-undangan yang sesuai dan berkaitan dengan permasalahan hukum, yang

kemudian membandingkannya dengan hukum negara lain atau sistem hukum yang

lain. Dengan demikian, penelitian ini merupakan penelitian kualitatif deskriptif, yaitu

data yang terkumpul berbentuk kata-kata, bukan angka-angka.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kedudukan asas ultimum remedium

dalam pemidanaan anak terdapat dalam instrumen hukum nasional maupun

intenasional, yang sanksi pidananya merupakan upaya terakhir, dengan

mempertimbangkan kepentingan yang terbaik bagi anak. Dalam beberapa kasus,

mengenai implementasi asas ultimum remedium dalam pemidanaan anak telah

diterapkan, tetapi harus lebih dimaksimalkan dalam setiap penanganan kasus pidana

anak. Oleh karena itu, pemahaman dan pertimbangan hakim dalam menjatuhkan

sanksi harus berpegang teguh pada prinsip-prinsip perlindungan anak.

Kata Kunci: Ultimum Remedium, Perlindungan Anak, Peradilan Anak, Hukum

Islam, dan Hukum Positif.

Pembimbing: Dr. Supriyadi Ahmad, MA.

Fathudin, S.HI., SH., MH.

Daftar Pustaka: 1967-2015

Page 6: ASAS ULTIMUM REMEDIUM DALAM PEMIDANAAN …...Muhammad SAW, keluarga, sahabat, dan para pengikutnya sampai akhir zaman. Ungkapan Alhamdulillah, atas selesainya tulisan skripsi yang

vi

بسم هللا الرحمن الرحيم

KATA PENGANTAR

Puji syukur yang tak terhingga atas limpahan rahmat dan nikmat Allah swt,

sehingga kita semua tetap dalam kondisi sehat beserta Islam dan iman yang

melekat. Shalawat dan salam senantiasa dihaturkan kepada junjungan kita Nabi

Muhammad SAW, keluarga, sahabat, dan para pengikutnya sampai akhir zaman.

Ungkapan Alhamdulillah, atas selesainya tulisan skripsi yang berjudul

“Asas Ultimum Remedium dalam Pemidanaan Anak (Perspektif Hukum Islam

dan Hukum Positif di Indonesia)” sebagai salah satu syarat untuk memperoleh

gelar Sarjana Hukum (S.H) Program Studi Perbandingan Mazhab, Fakultas

Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

Sebagai manusia yang penuh khilaf dan salah, penulis menyadari bahwa

skripsi ini jauh dari sempurna. Namun penulis berharap bahwa hasil penelitian

skripsi ini bermanfaat terutama bagi penulis dan bagi akademisi secara umum.

Penulis juga menyadari, bahwa hanya dengan bantuan banyak pihak skripsi ini

dapat terselesaikan. Oleh karena itu, ucapan banyak terima kasih penulis

sampaikan terutama kepada :

1. Bapak Dr. Asep Saepudin Jahar, MA., Dekan Fakultas Syariah dan Hukum

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Bapak Fahmi Ahmadi, M.Si., Ketua Program Studi Perbandingan Mazhab

dan Ibu Hj. Siti Hanna, S.Ag., Lc., M.A., Sekretaris Program Studi

Perbandingan Mazhab UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Ibu Ummi Kultsum, Dosen Pembimbing Akademik yang telah mengarahkan

banyak hal dalam perkuliahan sampai proses akhir penyelesaian skripsi ini.

Page 7: ASAS ULTIMUM REMEDIUM DALAM PEMIDANAAN …...Muhammad SAW, keluarga, sahabat, dan para pengikutnya sampai akhir zaman. Ungkapan Alhamdulillah, atas selesainya tulisan skripsi yang

vii

4. Bapak Dr. Supriyadi Ahmad, M.A. dan Bapak Fathudin, S.HI., S.H., M.H.,

dosen pembimbing skripsi yang telah banyak memberikan arahan dan

bimbingan sampai skripsi ini selesai.

5. Bapak Dr. Muhammad Taufiqi, M.Ag. dan Dra. Afidah Wahyuni, M.Ag.,

dosen penguji proposal skripsi yang telah membimbing dan memberikan

arahan terhadap langkah awal skripsi ini.

6. Para dosen di Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

yang telah memberikan ilmunya di berbagai disiplin keilmuan, baik dalam

perkuliahan atau di luar, semoga mendapatkan balasan dari Allah swt dan

bermanfaat bagi penulis.

7. Tak lupa dan teristimewa, ungkapan terima kasih untuk Ayahanda dan

Ibunda tercinta, H. Muhadi dan Hj. Aniah serta semua anggota keluarga yang

selalu memberikan dukungan dan doa setiap waktu.

8. Yang teristimewa, Shintya Andini Sidi, SH., MH. yang selalu meluangkan

waktu, memberikan doa, dukungan dan semangat selama penyusunan skripsi

ini.

9. Seluruh teman seperjuangan mahasiswa Program Studi Perbandingan

Mazhab angkatan 2011, teman seperjuangan di Badan Eksekutif Mahasiswa

Fakultas Syariah dan Hukum (BEM FSH), Himpunan Mahasiswa Islam

(HMI) Cabang Ciputat, Ikatan Keluarga Pesantren Darunnajah (IKPDN)

Jakarta, Forum Komunikasi Mahasiswa Betawi (FKMB), Forum Diskusi

Comparative of Law Studies Community (CLC), para anggota Senat

Mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, kawan-kawan lintas kampus

dalam Forum Lembaga Legislatif Mahasiswa Indonesia (FL2MI) dan

organisasi/komunitas lainnya yang telah meluangkan waktu bersama dalam

mendewasakan diri, berbagi ilmu dan kebersamaan.

10. Teman-teman semangat skripsi yang penulis banggakan, Abdul Gopur S.H.,

Moh. Basri, S.H., Nur Moh. Maftuh, S.H., dan Dicka Nanda Darmawan S.H.

Page 8: ASAS ULTIMUM REMEDIUM DALAM PEMIDANAAN …...Muhammad SAW, keluarga, sahabat, dan para pengikutnya sampai akhir zaman. Ungkapan Alhamdulillah, atas selesainya tulisan skripsi yang

viii

dan adik-adik mahasiswa di Program Studi Perbandingan Mazhab yang

setiap saat bersama memberikan dukungan, saran, dan masukan kepada

penulis.

11. Seluruh pihak yang ikut andil memberikan dukungan moril atau materil yang

tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu. Semoga rahmat Allah senantiasa

menyertai mereka.

Hanya ungkapan terimakasih dan doa yang dapat penulis sampaikan,

dengan harapan semoga amal ibadah mereka semua diterima oleh Allah swt,

mendapatkan balasan dengan sebaik-baiknya balasan, dan menjadi catatan

kebaikan di akhirat kelak. Amin.

Jakarta, 30 Mei 2018 M

14 Ramadhan 1439 H

Penulis

Page 9: ASAS ULTIMUM REMEDIUM DALAM PEMIDANAAN …...Muhammad SAW, keluarga, sahabat, dan para pengikutnya sampai akhir zaman. Ungkapan Alhamdulillah, atas selesainya tulisan skripsi yang

ix

DAFTAR ISI

COVER .................................................................................................... i

PERSETUJUAN PEMBIMBING ................................................................ ii

LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI ......................................................... iii

LEMBAR PERNYATAAN ........................................................................... iv

ABSTRAK .................................................................................................... v

KATA PENGANTAR .................................................................................... vi

DAFTAR ISI .................................................................................................. ix

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah ............................................................. 1

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah ......................................... 5

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ................................................... 5

D. Metode Penelitian dan Pedoman Penulisan ................................ 6

E. Sistematika Penulisan ................................................................. 7

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERLINDUNGAN ANAK DAN

PERADILAN ANAK

A. Pengertian dan Konsep Umum Tentang Anak ........................... 9

B. Perlindungan Anak dalam Instrumen Hukum Nasional dan

Internasional ............................................................................... 14

C. Perlindungan Anak dalam Perspektif Hukum Islam .................. 21

D. Sistem Peradilan Pidana Anak di Indonesia ............................... 24

E. Tinjauan Kajian Terdahulu ......................................................... 34

BAB III ASAS ULTIMUM REMEDIUM DALAM PEMIDANAAN

A. Teori-Teori Pemidanaan .............................................................. 30

Page 10: ASAS ULTIMUM REMEDIUM DALAM PEMIDANAAN …...Muhammad SAW, keluarga, sahabat, dan para pengikutnya sampai akhir zaman. Ungkapan Alhamdulillah, atas selesainya tulisan skripsi yang

x

B. Konsep Umum Tentang Ultimum Remedium ............................ 40

C. Ultimum Remedium dalam Hukum di Indonesia ........................ 46

D. Tinjauan Hukum Islam tentang Ultimum Remedium ................. 48

BAB IV ANALISIS ASAS ULTIMUM REMEDIUM DALAM PEMIDANAAN

ANAK PERSPEKTIF HUKUM ISLAM DAN HUKUM POSITIF DI

INDONESIA

A. Asas Ultimum Remedium dalam Pemidanaan Anak di Indonesia .. 55

B. Implementasi Asas Ultimum Remedium dalam Pemidanaan Anak

di Indonesia ................................................................................. 59

C. Tinjauan Hukum Islam tentang Implementasi Asas Ultimum

Remedium dalam Pemidanaan Anak .......................................... 64

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan ............................................................................... 67

B. Rekomendasi ............................................................................... 67

DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 69

Page 11: ASAS ULTIMUM REMEDIUM DALAM PEMIDANAAN …...Muhammad SAW, keluarga, sahabat, dan para pengikutnya sampai akhir zaman. Ungkapan Alhamdulillah, atas selesainya tulisan skripsi yang

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Dalam Undang Undang Perlindungan anak dijelaskan bahwa anak adalah bagian

yang tak terpisahkan dari keberlangsungan hidup manusia dan keberlangsungan

sebuah bangsa dan negara. Agar kelak mampu bertanggung jawab dalam

keberlangsungan bangsa dan negara, setiap anak perlu mendapat kesempatan yang

seluas-luasnya untuk tumbuh dan berkembang secara optimal, baik fisik, mental,

maupun sosial.1 Hal ini menyatakan bahwa hak-hak anak dalam proses

perkembangannya perlu diperhatikan. Hak anak merupakan bagian dari hak asasi

manusia yang wajib dijamin, dilindungi dan dipenuhi oleh orang tua, keluarga,

masyarakat, pemerintah, dan negara.

Namun, dalam perkembangannya, terkadang anak melakukan sesuatu yang

dianggap tidak baik sehingga merugikan dirinya sendiri ataupun orang lain. Bahkan

tindakan yang dilakukannya tersebut dianggap sudah termasuk perbuatan yang

dilarang oleh hukum. Tentunya menjadi polemik saat anak melakukan tindakan

pidana, karena di satu sisi, anak perlu mendapatkan perhatian dan pembinaan dari

orang-orang terdekatnya, di sisi yang lain anak tersebut harus menjalani prosesi

pemidanaan karena melakukan suatu perbuatan yang melanggar undang-undang.

Tingkah laku yang demikian terjadi dikarenakan dalam masa pertumbuhannya

kondisi mental anak belum betul-betul stabil, juga tidak terlepas pula pengaruh dari

lingkungan, pergaulan, bahkan keluarganya sendiri. Sehingga tidak sedikit perbuatan

anak yang lepas kendali dan tindakannya menjadi suatu tindak pidana atau kejahatan

1 Bagian Umum Pasal Penjelasan Atas Undang Undang Republik Indonesia Nomor 35

Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang

Perlindungan Anak

Page 12: ASAS ULTIMUM REMEDIUM DALAM PEMIDANAAN …...Muhammad SAW, keluarga, sahabat, dan para pengikutnya sampai akhir zaman. Ungkapan Alhamdulillah, atas selesainya tulisan skripsi yang

2

dan tidak dapat ditolerir lagi. Anak yang melakukan tindak pidana harus berhadapan

dengan aparat hukum untuk mempertanggung jawabkan perbuatannya. Menurut

Kartini Kartono perilaku dursila atau kejahatan/kenakalan anak-anak, merupakan

gejala sakit (patologi) secara sosial pada anak-anak yang disebabkan oleh suatu

bentuk pengabaian sosial sehingga mereka itu mengembangkan bentuk pengabaian

tingkah laku yang menyimpang.2

Sebagaimana diketahui, Indonesia adalah negara hukum, penegakan hukum

setelah adanya pelanggaran ataupun kejahatan menjadi sebuah kewajiban, hal

tersebut merupakan upaya yang sangat penting dalam rangka menciptakan

ketentraman dan ketertiban dalam masyarakat. Dalam pelaksanakan pemberian sanksi

bagi yang melakukan tindakan melawan hukum tentunya harus dilaksanakan, tak

terkecuali anak-anak.

Dalam hal anak yang berhadapan dengan hukum dalam lingkup hukum pidana,

anak tersebut disebut anak nakal atau anak yang melakukan perbuatan yang

dinyatakan terlarang bagi anak, baik menurut peraturan perundang-undangan maupun

menurut hukum lain yang berlaku dalam masyarakat yang bersangkutan. Meskipun

disebut nakal, anak perlu mendapatkan perlakuan khusus yang tidak diberikan kepada

pelaku tindak pidana orang dewasa. Marlina, dalam bukunya yang berjudul

“Pengembangan Konsep Diversi dan Restorative Justice”3 menyatakan bahwa dengan

terpenuhinya syarat-syarat adanya pertanggungjawaban pidana kepada seorang anak

yang telah melakukan tindak pidana, hal ini berarti bahwa terhadap anak tersebut

dapat dikenakan pemidanaan, akan tetapi pemidanaan terhadap anak hendaknya harus

memperhatikan perkembangan seorang anak.

2 Kartini Kartono, Bimbingan Bagi Anak dan Remaja yang Bermasalah, (Jakarta:

Rajawali Press, 2011), h. 6 3 Marlina, Peradilan Pidana Anak Di Indonesia. "Pengembangan Konsep Diversi dan

Restorative Justice", (Bandung: PT. Refika Aditama, 2009), h. 72

Page 13: ASAS ULTIMUM REMEDIUM DALAM PEMIDANAAN …...Muhammad SAW, keluarga, sahabat, dan para pengikutnya sampai akhir zaman. Ungkapan Alhamdulillah, atas selesainya tulisan skripsi yang

3

Hal ini disebabkan bahwa anak tidak dapat/kurang berfikir dan kurangnya

pertimbangan atas perbuatan yang dilakukannya. Pemberian pertanggung- jawaban

pidana terhadap anak harus mempertimbangkan perkembangan dan kepentingan

terbaik bagi anak di masa akan datang.4 Oleh karena itu, proses pejatuhan sanksi

terhadap anak pun diatur secara khusus dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun

2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak (selanjutnya disebut UU SPPA), dengan

pengadilan yang beda pula yaitu pengadilan anak.

Berbagai belahan dunia, baik negara maju maupun negara-negara terbelakang

dan berkembang, menunjukan fenomena yang sama, anak dengan berbagai alasan

harus berurusan dengan hukum. Adanya putusan pengadilan anak yang cenderung

menjatuhkan pidana penjara dari pada tindakan terhadap anak yang melakukan tindak

pidana, sebenarnya tidak sesuai dengan filosofi dari pemidanaan dalam hukum pidana

anak. Penjatuhan pidana secara tidak tepat dapat mengabaikan pengaturan

perlindungan anak, karena pemidanaan anak seharusnya adalah jalan keluar terakhir

atau upaya terakhir (ultimum remedium/the last resort principle) dan dijatuhkannya

hanya untuk waktu yang singkat. Penjatuhan pidana sebagai ultimum remedium atau

the last resort principle adalah salah satu bentuk perlindungan terhadap kepentingan

terbaik anak.5

Dalam Hukum Pidana Indonesia, asas ultimum remedium, dikenal sebagai asas

yang mengatakan bahwa hukum pidana hendaklah dijadikan upaya terakhir dalam hal

penegakan hukum. Hal ini memiliki makna bahwa apabila suatu perkara dapat

diselesaikan melalui jalur lain (kekeluargaan, negosiasi, mediasi, perdata, ataupun

hukum administrasi) hendaklah jalur tersebut terlebih dahulu dilalui.6

4 Marlina, Peradilan Pidana Anak, h. 72

5 Hadi Supeno, Kriminalisasi Anak. "Tawaran Gagasan Radikal Peradilan Anak Tanpa

Pemidanaan ", (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2010) h. 67-70 6 Anonim, https://istilahhukum.wordpress.com/2013/02/06/ultimum-remedium/ diakses

pada 20/01/17

Page 14: ASAS ULTIMUM REMEDIUM DALAM PEMIDANAAN …...Muhammad SAW, keluarga, sahabat, dan para pengikutnya sampai akhir zaman. Ungkapan Alhamdulillah, atas selesainya tulisan skripsi yang

4

Jika dikaitkan dengan asas hukum pidana yang bersifat publik memang terdapat

suatu poin dimana kedua asas ini saling bertolak belakang. Dengan asas bersifat

publik menyebabkan hukum pidana memiliki karakteristik bahwa walaupun terhadap

tindak pidana yang dilakukan oleh seseorang telah dibuat perjanjian perdamaian

dengan pihak korban, maka terhadap perkara tersebut tetap juga dapat dilakukan

pemeriksanaan lanjutan di tingkat kepolisian. Selain itu dengan karekteristik

„publik‟nya, terhadap suatu tindak pidana yang memang telah disetujui korban

dilakukan terhadapnya, pihak kepolisian tetap dapat memproses tindak pidana

tersebut.

Kritikan terhadap penyelenggaraan sistem peradilan pidana anak masih saja terus

mengalir. Banyak kalangan menyatakan penyelenggaraan sistem peradilan pidana

anak dalam implementasinya masih jauh keinginan untuk dapat mendukung

mewujudkan tujuan kesejahteraan anak dan kepentingan terbaik bagi anak. Sejatinya

pelaksanaan peradilan pidana anak dapat menimbulkan dampak negatif pada anak,

akibat adanya penjatuhan pidana penjara terhadap anak. Pidana penjara bagi anak

menunjukkan adanya kecenderungan bersifat merugikan perkembangan jiwa anak di

masa mendatang.7

Melihat pentingnya asas ultimum remedium dalam sistem peradilan anak

sebagaimana dipaparkan, maka sekiranya perlu untuk mengetahui apakah asas

tersebut diterapkan dalam pemidanaan anak?. Untuk itu penulis mengangkat

permasalahan ini untuk dibahas melalui karya ilmiah dalam bentuk skripsi dengan

judul Asas Ultimum Remedium Dalam Pemidanaan Anak (Perspektif Hukum

Islam dan Hukum Positif di Indonesia).

7 Setya Wahyudi, Implementasi Ide Diversi Dalam Pembaharuan Sistem Peradilan

Pidana Anak Di Indonesia, (Yogyakarta: Genta Publishing, 2011), h. 3

Page 15: ASAS ULTIMUM REMEDIUM DALAM PEMIDANAAN …...Muhammad SAW, keluarga, sahabat, dan para pengikutnya sampai akhir zaman. Ungkapan Alhamdulillah, atas selesainya tulisan skripsi yang

5

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah

Dari latar belakang masalah di atas, maka pembahasan dalam skripsi ini akan

dibatasi pada hal-hal sebagai berikut:

1. Asas ultimum remedium dibatasi pada pengertian bahwa sanksi pidana

merupakan obat terakhir dalam pemidanaan

2. Pemidanaan anak dibatasi pada pembahasan sistem peradilan pidana anak di

Indonesia dan sanksi-sanksi terhadap anak.

3. Hukum Islam dibatasi pada pembahasan tentang perlindungan anak dan

kedudukan asas ultimum remedium dalam pemidanaan anak.

4. Hukum Positif di Indonesia dibatasi pada perlindungan anak dalam

instrumen hukum nasional dan internasional dan kedudukan asas ultimum

remedium dalam pemidanaan anak.

Sedangkan rumusan masalah dalam skripsi ini adalah:

1. Bagaimanakah pandangan Hukum Islam dan Hukum Positif di Indonesia

tentang perlindungan anak?

2. Bagaimanakah perbandingan Hukum Islam dan Hukum Positif di Indonesia

tentang asas ultimum remedium dalam pemidanaan anak?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah:

1. Untuk menjelaskan pandangan Hukum Islam dan Hukum Positif di

Indonesia tentang perlindungan anak

2. Untuk membandingkan antara Hukum Islam dan Hukum Positif di Indonesia

tentang asas ultimum remedium dalam pemidanaan anak

Adapun manfaat yang dapat diperoleh antara lain:

Page 16: ASAS ULTIMUM REMEDIUM DALAM PEMIDANAAN …...Muhammad SAW, keluarga, sahabat, dan para pengikutnya sampai akhir zaman. Ungkapan Alhamdulillah, atas selesainya tulisan skripsi yang

6

1. Diharapkan skripsi ini dapat menjadi rujukan dalam menambah wawasan

bagi akademisi dan aktivis perlindungan anak terhadap penerapan asas

ultimum remedium dalam penyelesaian perkara pidana anak.

2. Diharapkan skripsi ini dapat memberikan kontribusi pengetahuan dan

pemahaman terhadap masyarakat dan penegak hukum tentang pertimbangan

dalam memutuskan perkara pidana anak.

D. Metode Penelitian dan Pedoman Penulisan

1. Metode Penelitian

Penelitian ini adalah penelitian hukum normatif atau penelitian kepustakaan8

dengan pendekatan perbandingan hukum (comparative approach), yaitu

penelitian yang didasarkan pada analisis terhadap asas hukum dan teori hukum

serta peraturan perundang-undangan yang sesuai dan berkaitan dengan

permasalahan hukum, yang kemudian membandingkannya dengan hukum negara

lain atau sistem hukum yang lain.

2. Objek Penelitian

Objek dari penelitian ini adalah Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012

Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak dan beberapa contoh putusan atas kasus

pidana anak.

3. Kriteria dan Sumber Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini dibagi menjadi 2 (dua) sumber,

antara lain:

a. Data Primer

8 Abdulkadir Muhammad, Hukum dan Penelitian Hukum, (Bandung: PT Citra Aditya

Bakti, 2004), h., 52

Page 17: ASAS ULTIMUM REMEDIUM DALAM PEMIDANAAN …...Muhammad SAW, keluarga, sahabat, dan para pengikutnya sampai akhir zaman. Ungkapan Alhamdulillah, atas selesainya tulisan skripsi yang

7

Data primer yang digunakan dalam penelitian ini adalah Putusan Pengadilan,

Undang-Undang, dan Peraturan Perundang-undangan lainnya yang terkait

dengan peradilan anak.

b. Data Sekunder

Data sekunder yang digunakan adalah buku-buku, jurnal, pendapat ahli,

ataupun literatur-literatur yang terkait dengan peradilan anak.

4. Teknik Pengumpulan Data

Adapun teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah studi pustaka,

yaitu dengan menelaah dan memahami objek penelitian serta mengkaji buku-

buku ataupun literatur-literatur yang berkaitan dengan penelitian ini.

5. Metode Analisis Data

Metode analisis data pada penelitian ini menggunakan analisis kualitatif

dengan pendekatan content analysist, yaitu dengan menganalisa isi dokumen

secara terperinci, lalu mengambil intisari dari dokumen yang menjadi sumber

data.

6. Pedoman Penulisan

Dalam penyusunan skripsi ini, penulis berpedoman pada Buku Pedoman

Penulisan Skripsi yang diterbitkan oleh Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta Tahun 2017.

E. Sistematika Penulisan

Pada BAB I merupakan bagian pendahuluan. Dalam bab ini diuraikan mengenai

latar belakang masalah, batasan dan rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian,

juga menjelaskan bagaimana metode yang digunakan dalam penelitian ini, pedoman

penulisan yang dipakai dan sistematika penulisannya.

Page 18: ASAS ULTIMUM REMEDIUM DALAM PEMIDANAAN …...Muhammad SAW, keluarga, sahabat, dan para pengikutnya sampai akhir zaman. Ungkapan Alhamdulillah, atas selesainya tulisan skripsi yang

8

Pada BAB II berisikan kajian teoritis tentang pengertian dan konsep umum

tentang anak, perlindungan anak dalam instrumen nasional dan internasional,

perlindungan anak dalam perspektif Hukum Islam, sistem peradilan pidana anak di

Indonesia dan kajian-kajian terdahulu yang berkaitan dengan penelitian ini.

Pada BAB III berisikan kajian tentang teori-teori pemidanaan, pengertian asas

ultimum remedium dalam teori pemidanaan, kedudukan asas ultimum remedium

dalam Hukum Positif di Indonnesia, dan tinjauan Hukum Islam tentang asas ultimum

remedium.

Pada BAB IV merupakan analisis tentang perbandingan hukum Islam dan hukum

positif di Indonesia tentang asas ultimum remedium dalam pemidanaan anak.

Pada BAB V adalah penutup, berisikan kesimpulan dan rekomendasi dari

penulis. Adapun isi kesimpulan merupakan jawaban dari rumusan masalah dan

rekomendasi merupakan masukan dari penulis terkait dengan ilmu pengetahuan,

khususnya dalam pengetahuan terkait peradilan anak.

Page 19: ASAS ULTIMUM REMEDIUM DALAM PEMIDANAAN …...Muhammad SAW, keluarga, sahabat, dan para pengikutnya sampai akhir zaman. Ungkapan Alhamdulillah, atas selesainya tulisan skripsi yang

9

BAB II

TINJAUAN UMUM TENTANG PERLINDUNGAN ANAK DAN PERADILAN

PIDANA ANAK

A. Pengertian dan Konsep Umum Tentang Anak

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), yang dimaksud dengan anak

adalah keturunan atau manusia yang masih kecil.1 Namun dalam pengertian sehari-

hari, yang dimaksud dengan anak adalah yang belum mencapai usia tertentu atau

belum kawin. Pengertian anak dirumuskan untuk suatu perbuatan tertentu,

kepentingan tertentu dan tujuan tertentu, sehingga menyebabkan batasan seseorang

disebut sebagai „anak‟ menjadi sangat beragam.

Menurut The Minimum Age Convention Nomor 138 Tahun 1973, pengertian

tentang Anak adalah seseorang yang berusia 15 tahun ke bawah. Sebaliknya, dalam

Convention on The Right Of the Child tahun 1989 yang telah diratifikasi pemerintah

Indonesia melalui Keppres Nomor 39 Tahun 1990 disebutkan bahwa anak adalah

mereka yang berusia 18 tahun ke bawah. Sementara itu, UNICEF mendefenisikan

anak sebagai penduduk yang berusia antara 0 sampai dengan 18 tahun.2

Adapun pengertian anak menurut peraturan perundang-undangan di Indonesia,

antara lain:

1. Pengertian anak berdasarkan UUD 1945

Pengertian Anak dalam UUD 1945 terdapat di dalam Pasal 34 yang berbunyi:

“Fakir miskin dan anak-anak terlantar dipelihara oleh negara”. Hal ini mengandung

makna bahwa anak adalah subjek hukum dari hukum nasional yang harus dilindungi,

1 Lihat Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia; Pusat

Bahasa, Edisi Keempat (Cet.I; PT. Gramedia Pustaka Utama, 2008), h.55 2 Huraerah, 2006, h. 19

Page 20: ASAS ULTIMUM REMEDIUM DALAM PEMIDANAAN …...Muhammad SAW, keluarga, sahabat, dan para pengikutnya sampai akhir zaman. Ungkapan Alhamdulillah, atas selesainya tulisan skripsi yang

10

dipelihara dan dibina untuk mencapai kesejahteraan anak, dengan kata lain anak

tersebut merupakan tanggung jawab pemerintah dan masyarakat. Terhadap

pengertian anak menurut UUD 1945 ini, Irma Setyowati Soemitri menjabarkan

sebagai berikut: “ketentuan UUD 1945 ditegaskan pengaturanya dengan

dikeluarkanya UU No. 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak, yang berarti

makna anak (pengertian tentang anak) yaitu seseorang yang harus memproleh hak-

hak yang kemudian hak-hak tersebut dapat menjamin pertumbuhan dan

perkembangan dengan wajar baik secara rahasia, jasmaniah, maupun sosial, atau

anak juga berahak atas pelayanan untuk mengembangkan kemampuan dan kehidupan

sosial. Anak juga berhak atas pemelihraan dan perlindungan baik semasa dalam

kandungan maupun sesudah ia dilahirkan”3

2. Pengertian Anak menurut Undang-Undang Perkawinan No. 1 Tahun 1974

UU No.1 Tahun 1974 tidak mengatur secara langsung tolak ukur kapan

seseorang digolongkan sebagai anak, akan tetapi hal tersebut tersirat dalam pasal 6

ayat (2) yang memuat ketentuan syarat perkawinan bagi orang yang belum mencapai

umur 21 tahun mendapati izin kedua orang tua. Pasal 7 ayat (1) memuat batasan

minimum usia untuk dapat kawin bagi pria adalah 19 (sembilan belas) tahun dan

wanita 16 (enam belas) tahun.

Dalam Pasal 47 ayat (1) dikatakan bahwa anak yang belum mencapai umur 18

(delapan belas) tahun atau belum pernah melakukan pernikahan ada dibawah

kekuasaan orang tuanya selama mereka tidak dicabut kekuasaan orang tuanya. Pasal

50 ayat (1) menyatakan bahwa anak yang belum mencapai umur 18 (delapan belas)

tahun dan belum pernak kawin, tidak berada dibawah kekuasaan orang tua, berada

dibawah kekuasaan wali. Dari pasal-pasal tersebut di atas maka dapat disimpulkan

3 Irma Setyowati Soemitro, Aspek Hukum Perlindungan Anak, (Jakarta: Bumi Aksara,

1990), h. 16.

Page 21: ASAS ULTIMUM REMEDIUM DALAM PEMIDANAAN …...Muhammad SAW, keluarga, sahabat, dan para pengikutnya sampai akhir zaman. Ungkapan Alhamdulillah, atas selesainya tulisan skripsi yang

11

bahwa anak dalam undang-undang ini adalah mereka yang belum dewasa dan sudah

dewasa yaitu 16 (enam belas) tahun untuk perempuan dan 19 (sembilan belas) tahun

untuk laki-laki.

3. Pengertian Anak menurut Undang-Undang Pengadilan Anak & Undang-Undang

Sistem Peradilan Pidana Anak.

Dalam Undang-Undang No. 3 Tahun 1997 menyebutkan bahwa: “Anak adalah

orang dalam perkara anak nakal yang telah mencapai umur 8 (delapan) tahun tetapi

belum mencapai umur 18 tahun (delapan belas) tahun dan belum pernah menikah”.4

Jadi dalam hal ini pengertian anak dibatasi dengan syarat sebagai berikut: pertama,

anak dibatasi dengan umur antara 8 (delapan) sampai dengan 18 (delapan belas)

tahun. Sedangkan syarat kedua si anak belum pernah kawin, maksudnya tidak sedang

terikat dalam perkawinan ataupun pernah kawin dan kemudian cerai. Apabila si anak

sedang terikat dalam perkawinan atau perkawinanya putus karena perceraian, maka

si anak dianggap sudah dewasa walaupun umurnya belum genap 18 (delapan belas)

tahun.

Dalam Undang-Undang No.11 Tahun 2012 disebutkan bahwa: “Anak yang

Berkonflik dengan Hukum yang selanjutnya disebut Anak adalah anak yang telah

berumur 12 (dua belas) tahun, tetapi belum berumur 18 (delapan belas) tahun yang

diduga melakukan tindak pidana.5

4. Pengertian Anak Menurut Hukum Perdata.

Di dalam Pasal 330 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH

Perdata) ditegaskan bahwa: “Yang belum dewasa adalah mereka yang belum

mencapai umur genap 21 tahun dan tidak kawin sebelumnya. Bila perkawinan

4 Pasal 1 ayat (2) UU No.3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak

5 Pasal 1 ayat (3) UU No. 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak

Page 22: ASAS ULTIMUM REMEDIUM DALAM PEMIDANAAN …...Muhammad SAW, keluarga, sahabat, dan para pengikutnya sampai akhir zaman. Ungkapan Alhamdulillah, atas selesainya tulisan skripsi yang

12

dibubarkan sebelum genap 21 tahun maka mereka tidak kembali berstatus belum

dewasa”.6

Pada Pasal 330 KUH Perdata memberikan pengetian anak adalah orang belum

dewasa yang belum mencapai umur genap 21 (dua puluh satu) tahun dan tidak lebih

dahulu telah kawin. Pengertian ini sama dengan yang disebutkan oleh Undang-

Undang Nomor 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak pada Pasal 1 ayat (2)

meyebutkan bahwa anak adalah seseorang yang belum mencapai umur 21 (dua puluh

satu) tahun dan belum pernah kawin”.7

5. Pengertian Anak menurut Hukum Pidana.

Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana memang tidak secara tegas

mengatur tentang batasan seseorang disebut sebagai anak. Akan tetapi dapat dilihat

pada Pasal 45, Pasal 46 dan Pasal 47 tentang pengaturan seseorang yang melakukan

tindak pidana dan belum mencapai umur 16 (enam belas) tahun mendapat

pengurangan ancaman hukuman dibanding orang dewasa. Dengan demikian dapat

dikatakan bahwa menurut KUH Pidana batasan umur seseorang anak telah dikatakan

dewasa apabila telah mencapai umur 15 tahun atau 16 tahun.

Pengertian anak dalam aspek hukum pidana menimbulkan aspek hukum postif

terhadap proses normalisasi anak dari perilaku menyimpang untuk membentuk

kepribadian dan tanggung jawab yang pada akhirnya menjadikan anak tersebut

berhak atas kesejahteraan yang layak dan masa depan yang baik. Oleh karena itu,

jika anak tersebut tersangkut dalam perkara pidana hakim boleh memerintahkan

supaya si tersalah itu dikembalikan kepada kedua orang tuanya, walinya atau

6 Emeliana Krisnawati, Aspek Hukum Perlindungan Anak, (Bandung: CV. Utomo,

2005), h. 4 7 Eugenia Liliawati Muljono, Kumpulan Peraturan Perundang-undangan Tentang

Perlindungan Anak, (Jakarta: Harvarindo, 1998), h. 3

Page 23: ASAS ULTIMUM REMEDIUM DALAM PEMIDANAAN …...Muhammad SAW, keluarga, sahabat, dan para pengikutnya sampai akhir zaman. Ungkapan Alhamdulillah, atas selesainya tulisan skripsi yang

13

pemeliharanya dengan tidak dikenakan suatu hukuman, atau memerintahkan supaya

diserahkan kepada pemerintah dengan tidak dikenakan suatu hukuman.8

Sedangkan dalam pandangan Islam, sebagaimana termaktub dalam QS. Maryam

(19): 12, kata anak disebut dalam term shabīy adalah kanak-kanak.9 Dalam fiqh,

batas usia anak-anak dengan orang dewasa ditandai dengan balig, dimana jika laki-

laki telah ihtilam dan bagi perempuan telah haid, apabila tanda-tanda tersebut tidak

nampak, maka masa balig ditandai dengan sampainya seorang anak pada umur 15

tahun. Anak belum termasuk dalam kategori mukallaf, yaitu manusia dewasa yang

dibebani kewajiban agama seperti shalat dan puasa.10

8 Darwan Prints, Hukum Anak Indonesia, (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2003), h. 3

9 Abdul Mustaqim, “Kedudukan dan Hak-Hak Anak dalam Perspektif al-Qur‟an, dalam

al-Musāwa Jurnal Studi Gender dan Islam, Vol. 4, No. 2, (Yogyakarta: UIN Sunan Kalijaga,

2006), h. 157. 10

Tim Penyusun, Ensiklopedi Islam, (Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve, 2005), I, h., 177.

Page 24: ASAS ULTIMUM REMEDIUM DALAM PEMIDANAAN …...Muhammad SAW, keluarga, sahabat, dan para pengikutnya sampai akhir zaman. Ungkapan Alhamdulillah, atas selesainya tulisan skripsi yang

14

B. Perlindungan Anak dalam Instrumen Hukum Nasional dan Internasional

Pembahasan mengenai anak tidak akan terlepas dari pembahasan hak dan

perlindungannya. Anak adalah generasi penerus bangsa dan penerus pembangunan,

yaitu generasi yang dipersiapkan sebagai subyek pelaksanaan pembangunan yang

berkelanjutan dan pemegang kendali suatu negara.11

Oleh karena itu, hak-hak anak

sangat perlu diperhatikan dan dilindungi keberadaannya.

Perlindungan anak merupakan usaha dan kegiatan seluruh lapisan masyarakat

dalam berbagai kedudukan dan peranan, yang menyadari betul pentingnya anak bagi

nusa dan bangsa di kemudian hari. Jika mereka telah matang pertumbuhan fisik

maupun mental dan sosialnya, maka tiba saatnya menggantikan generasi terdahulu.12

Perlindungan anak adalah segala usaha yang dilakukan untuk menciptakan kondisi

agar setiap anak dapat melaksanakan hak dan kewajibannya demi perkembangan dan

pertumbuhan anak secara wajar baik fisik, mental, dan sosial. Perlindungan anak

merupakan perwujudan adanya keadilan dalam suatu masyarakat, dengan demikian

perlindungan anak diusahakan dalam berbagai bidang kehidupan bernegara dan

bermasyarakat.13

Lebih lanjut dikatakan bahwa anak adalah tunas, potensi, dan generasi muda

penerus cita-cita perjuangan bangsa, memiliki peran strategis dan mempunyai ciri

dan sifat khusus yang menjamin kelangsungan eksistensi bangsa dan negara pada

masa depan. Oleh karena itu agar setiap anak kelak mampu memikul tanggung jawab

tersebut, maka ia perlu mendapat kesempatan yang seluas-luasnya untuk tumbuh dan

berkembang secara optimal, baik fisik, mental maupun sosial, dan berakhlak mulia,

perlu dilakukan upaya perlindungan, serta dalam rangka mewujudkan kesejahteraan

11

Nashriana, Perlindungan Hukum Pidana Bagi Anak Di Indonesia, (Jakarta: PT. Raja

Grafindo Persada, 2011), h. 1 12

Maidin Gultom, Perlindungan Hukum Terhadap Anak Dalam Sistem Peradilan

Pidana Anak di Indonesia, (Bandung: PT. Refika Aditama, 2008), h. 33. 13

Maidin Gultom, Perlindungan Hukum Terhadap Anak.., h. 33

Page 25: ASAS ULTIMUM REMEDIUM DALAM PEMIDANAAN …...Muhammad SAW, keluarga, sahabat, dan para pengikutnya sampai akhir zaman. Ungkapan Alhamdulillah, atas selesainya tulisan skripsi yang

15

anak dengan memberikan jaminan terhadap pemenuhan hak-haknya serta adanya

perlakuan tanpa diskriminasi.14

Peran penting dan strategis anak bagi kemajuan suatu bangsa kemudian disadari

oleh masyarakat Internasional untuk melahirkan suatu gagasan dan kesepakatan

bersama untuk melindungi hak-hak yang ada pada anak. Pada tahun 1989 lahirlah

Konvensi Hak Anak (Convention on the Rights of the Child) yang kemudian

diratifikasi oleh banyak negara, termasuk Indonesia. Ratifikasi atas konvensi tersebut

tertuang dalam Kepres Nomor 36 Tahun 1990 tentang Pengesahan Convention on the

Rights of the Child.

Konvensi Hak Anak (Convention on the Rights of the Child) merupakan

instrumen hukum yang mengatur perlindungan hak-hak anak secara detail dan

merupakan tolak ukur yang harus dipakai secara utuh dalam implementasi hak asasi

anak.15

Dengan diratifikasinya konvensi tersebut, maka sudah menjadi konsekuensi

bagi negara untuk menjunjung tinggi perlindungan hak-hak anak sebagai subyek

hukum seutuhnya. Namun, materi dalam konvensi tersebut bukan saja mengatur

tentang apa yang merupakan hak-hak anak, namun juga bagaimana tanggung jawab

negara menjalankan kewajibannya. Materi yang terkandung dalam Konvensi Hak

Anak dapat dikualifikasikan kepada:16

1. Penegasan hak-hak anak;

2. Perlindungan anak oleh negara;

14

M. Djamil Nasir, Anak Bukan Untuk Dihukum: Catatan Pembahasan UU Sistem

Peradilan Pidana Anak (UU-SPPA), (Jakarta: Sinar Grafika, 2013), h. 8 15

Rika Saraswati, Hukum Perlindungan Anak Di Indonesia, (Bandung: PT. Citra Aditya

Bakti, 2009), h. 22 16

Muhammad Joni, Hak-Hak Anak Dalam Undang-undang Perlindungan Anak Dan

Konvensi PBB Tentang Hak Anak: Beberapa Isu Hukum Keluarga, (Jakarta: Komisi

Nasional Perlindungan Anak, 2008), h. 6

Page 26: ASAS ULTIMUM REMEDIUM DALAM PEMIDANAAN …...Muhammad SAW, keluarga, sahabat, dan para pengikutnya sampai akhir zaman. Ungkapan Alhamdulillah, atas selesainya tulisan skripsi yang

16

3. Peran serta berbagai pihak (pemerintah, masyarakat, orangtua, dan swasta)

dalam menjamin, menghormati, memajukan, memenuhi, dan melindungi hak

-hak anak.

Konvensi Hak Anak juga memuat empat prinsip dasar, yaitu:17

1. Prinsip non-diskriminasi.

Artinya hak-hak yang dimuat dalam Konvensi Hak Anak harus diberlakukan

kepada setiap anak tanpa pembedaan apapun. Prinsip ini tertuang dalam Pasal

2 Konvensi Hak Anak.

2. Prinsip yang terbaik bagi anak (best interest of the child).

Artinya bahwa dalam semua tindakan yang menyangkut anak, kepentingan

yang terbaik bagi anak harus menjadi pertimbangan utama (Pasal 3 ayat 1).

3. Prinsip atas hak hidup, kelangsungan dan perkembangan (the rights to life,

survival and development).

Artinya bahwa negara-negara yang meratifikasi konvensi ini mengakui

bahwa setiap anak memiliki hak yang melekat atas kehidupan (Pasal 6 ayat

1). Disebutkan juga bahwa negara akan menjamin sampai batas maksimal

kelangsungan hidup dan perkembangan anak (Pasal 6 ayat 2).

4. Prinsip penghargaan terhadap pendapat anak (respect for the views of the

child).

Artinya bahwa pendapat anak, terutama jika menyangkut hal-hal yang

mempengaruhi kehidupannya, perlu diperhatikan dalam setiap pengambilan

keputusan. Prinsip ini tertang dalam Pasal 12 ayat 1.

Selanjutnya, hak-hak anak yang terdapat dalam konvensi ini bisa dikelompokkan

ke dalam 4 (empat) kategori hak-hak anak, yaitu:18

17

Supriyadi W. Eddyono, Seri Bahan Bacaan Kursus HAM untuk Pengacara X, Materi

: Pengantar Konvensi Hak Anak, (Jakarta: ELSAM, 2005), h. 2-3

Page 27: ASAS ULTIMUM REMEDIUM DALAM PEMIDANAAN …...Muhammad SAW, keluarga, sahabat, dan para pengikutnya sampai akhir zaman. Ungkapan Alhamdulillah, atas selesainya tulisan skripsi yang

17

1. hak untuk kelangsungan hidup, yaitu hak-hak anak untuk mempertahankan

hidup dan hak untuk memperoleh standar kesehatan dan perawatan sebaik-

baiknya;

2. hak untuk tumbuh kembang, yang meliputi segala hak untuk mendapatkam

pendidikan, dn untuk mendapatkan standar hidup yang layak bagi

perkembangan fisik, mental, spritual, moral dan sosial anak;

3. hak untuk mendapatkan perlindungan, yang meliputi perlindungan dari

diskriminasi, tindak kekerasan dan keterlantaran bagi anak-anak yang tidak

mempunyai keluarga dan bagi anak-anak pengungsi;

4. hak untuk berpartisipasi, meliputi hak-hak untuk menyatakan pendapat dalam

segala hal yang mempengaruhi anak.

Dalam instrumen lainnya juga memuat mengenai perlindungan terhadap hak-hak

anak. Salah satunya terdapat dalam Declaration of The Rights of The Child atau

disebut juga Deklarasi Hak-Hak Anak yang dikukuhkan dalam Resolusi Majelis

Umum PBB Nomor 1386 (XIV) tanggal 20 November 1959 mengenai Deklaration

of The Rights of The Child atau disebut juga Deklarasi Hak-Hak Anak.19

Pada deklarasi tersebut, dinyatakan bahwa:

Mengingat karena ketidakmatangan jasmani dan mental anak, maka kiranya

anak memerlukan pengamanan dan pemeliharaan khusus termasuk

perlindungan hukum yang layak, sebelum dan sesudah kelahirannya.

Selanjutnya, prinsip ke-2 dari deklarasi tersebut berbunyi :

18

Edy Ikhsan, Bebarapa Catatan Tentang Konvensi Hak Anak, (Medan: Fakultas

Hukum: Universitas Sumatera Utara, 2002) h. 3 19

Muladi dan Barda Nawawi Arief, Bunga Rampai Hukum Pidana, (Bandung: Alumni,

2007), h. 107

Page 28: ASAS ULTIMUM REMEDIUM DALAM PEMIDANAAN …...Muhammad SAW, keluarga, sahabat, dan para pengikutnya sampai akhir zaman. Ungkapan Alhamdulillah, atas selesainya tulisan skripsi yang

18

Anak harus menikmati perlindungan khusus, dan harus diberi kesempatan dan

fasilitas oleh hukum dan sarana lainnya, untuk memungkinkan dia untuk

mengembangkan fisik, moral, spiritual dan sosial secara sehat dan normal

dalam kondisi kebebasan dan martabat. Dalam pemberlakuan undang-undang

untuk tujuan kepentingan terbaik anak harus menjadi pertimbangan penting.

Selanjutnya, mengenai perlindungan terhadap anak yang berhadapan dan

berkonflik dengan hukum diatur dalam beberapa instrumen, yaitu: United Nations

Standart Minimum Rules for the Administration of Juvenile Justice (The Beijing

Rules) yang disetujui pada tanggal 6 September 1985 yang kemudian dijadikan

Resolusi PBB pada tanggal 39 November 1985 dalam Resolusi 40/3320

; United

Nations Guidelines For The Prevention of Juvenile Delinquency (The Riyadh

Guidelines yang tercantum dalam Resolusi PBB 45/112 tanggal 14 Desember

199021

; dan United Nations Rules for the Protection of Juvenile Diprived of Their

Liberty yang tertuang dalam Resolusi PBB 45/113, mulai berlaku tanggal 14

Desember 1990.22

Ketiga instrumen tersebut memuat mengenai prinsip-prinsip penanganan anak

yang berkonflik dengan hukum, proses pidana dan standar minimum bagi

perlindungan anak dari semua bentuk perampasan kemerdekaan yang dilandaskan

pada hak-hak asasi manusia dan menghindarkan anak dari efek samping dari semua

bentuk penahanan, demi tercapainya pengintegrasian anak ke dalam masyarakat.

Di Indonesia sendiri, sebagai negara yang menjunjung tinggi nilai-nilai

kebangsaan dan kemanusiaan, juga melihat betapa pentingnya peran anak dalam

membangun kehidupan bangsa kelak, Indonesia memiliki banyak peraturan yang

secara khusus dan tegas memberikan upaya perlindungan terhadap anak. Dalam

20

Paulus Hadisuprapto dalam Romli Atmasasmita, Peradilan Anak di

Indonesia, (Bandung: Mandar Maju, 1997), h, 105 21

Paulus Hadisuprapto dalam Romli Atmasasmita, Peradilan Anak, h. 86 22

Paulus Hadisuprapto dalam Romli Atmasasmita, Peradilan Anak, h. 100

Page 29: ASAS ULTIMUM REMEDIUM DALAM PEMIDANAAN …...Muhammad SAW, keluarga, sahabat, dan para pengikutnya sampai akhir zaman. Ungkapan Alhamdulillah, atas selesainya tulisan skripsi yang

19

Konstitusi Indonesia, UUD 1945 sebagai norma hukum tertinggi telah mengatur

bahwa:

“Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh, dan berkembang serta

berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi”23

.

Dalam pasal lain disebutkan bahwa:

“Fakir Miskin dan anak terlantar dipelihara oleh negara”24

.

Dengan tercantumnya tentang perlindungan terhadap hak anak tersebut dalam

batang tubuh konstitusi, maka bisa diartikan bahwa kedudukan tentang anak dan

perlindungan terhadapnya merupakan hal penting yang harus diperhatikan dan

dijalankan dalam kehidupan sehari-hari.

Selanjutnya, dalam upaya mengejawantahkan pasal tentang perlindungan anak

dalam UUD 1945, telah banyak lahir regulasi terkait anak dalam upaya

perlindungannya. Salah satu peraturan yang khusus membahas tentang perlindungan

terhadap anak yaitu Undang Undang No. 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan

Anak, selanjutnya diubah dalam Undang Undang Nomor 35 Tahun 2014 Tentang

Perubahan Undang Undang No. 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak, yang

kemudian mengalami perubahan kedua dengan ditetapkannya Undang Undang No.

17 Tahun 2016 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang

No. 1 Tahun 2016 Tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang No. 23 Tahun

2002 Tentang Perlindungan Anak Menjadi Undang-Undang.

Adapun tujuan perlindungan anak sebagaimana tertuang dalam Pasal 3 Undang

Undang Perlindungan Anak adalah untuk menjamin terpenuhinya hak-hak anak, agar

dapat hidup, tumbuh, berkembang dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan

harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan

23

Pasal 28B ayat (2) UUD 1945 24

Pasal 34 UUD 1945

Page 30: ASAS ULTIMUM REMEDIUM DALAM PEMIDANAAN …...Muhammad SAW, keluarga, sahabat, dan para pengikutnya sampai akhir zaman. Ungkapan Alhamdulillah, atas selesainya tulisan skripsi yang

20

diskriminasi demi terwujudnya anak Indonesia yang berkualitas, berakhlak mulia,

dan sejahtera.25

Bicara mengenai perlindungan anak, masih banyak peraturan selain Undang

Undang Perlindungan Anak yang mengatur dan memuat prinsip-prinsip perlindungan

anak. Namun amat disayangkan, aturan-aturan tersebut masih menyebar di beberapa

peraturan perundang-undangan di Indonesia. Misalnya, tentang perlindungan anak

dari kekerasan rumah tangga, diatur dalam Undang-Undang No.23 Tahun 2004

tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga (KDRT). Demikian tentang

perlindungan anak dari tindak pidana perdagangan orang, yang diatur dalam Undang-

Undang No. 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan

Orang. Mengenai keperdataan, dapat ditemukan dalam Undang-Undang No. 1 Tahun

1974 Tentang Pekawinan, yang mengatur tentang hak waris anak, prinsip-prinsip

pengasuhan anak, juga batasan usia menikah bagi anak. Lalu tentang batasan

minimum anak diperbolehkan bekerja dan hak-hak yang dimiliki pekerja anak, diatur

dalam Undang-Undang Ketenagakerjaan. Dan masih banyak aspek lain yang

mengatur tentang persoalan anak dalam rangka melindungi hak-haknya yang tidak

bisa disebutkan satu persatu.

Melihat banyaknya aspek perlindungan anak yang kemudian diatur dalam

undang-undang menandakan bahwa perlindungan secara hukum bagi anak dalam

berbagai aspek sangat diperhatikan. Meskipun peraturan-peraturan tersebut masih

bertebaran di berbagai peraturan perundang-undangan dan kadang berbenturan antara

yang satu dengan yang lain. Hal ini mungkin menjadi pekerjaan ke depan bagi badan

negara yang berwenang untuk melakukan harmonisasi peraturan perundang-

undangan, baik dalam bentuk kompilasi atau dalam bentuk yang lain.

25

Darwan Prints, Hukum Anak Indonesia, h. 146

Page 31: ASAS ULTIMUM REMEDIUM DALAM PEMIDANAAN …...Muhammad SAW, keluarga, sahabat, dan para pengikutnya sampai akhir zaman. Ungkapan Alhamdulillah, atas selesainya tulisan skripsi yang

21

C. Perlindungan Anak dalam Perspektif Hukum Islam

Dalam sudut pandang yang dibangun oleh agama, khususnya dalam pandangan

agama Islam, anak merupakan makhluk yang dhaif dan mulia, yang keberadaannya

adalah atas kewenangan dan kehendak Allah SWT dengan melalui beberapa proses

penciptaanya yang dimensinya sesuai dengan kehendak Allah SWT. Kedudukan

anak dalam Agama Islam ditegaskan dalam Al-qur‟an Surah Al-Isra‟ ayat (70):

هب بي آدم وحولبهن في البر والبحر ورزلبهن هي الطيببت ي ولمد كر لبهن على كثير هو وفض

خلمب تفضيل

“Dan sesungguhnya telah Kami muliakan Anak-anak Adam. Kami angkut

mereka di daratan dan di lautan. Kami beri rezki dari yang baik-baik dan

Kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang sempurna atas kebanyakan

makhluk yang telah Kami ciptakan”.

Penjelasan Surah Al-qur‟an tersebut diikuti dengan Hadist Nabi Muhammad SAW

yang artinya:

“Semua anak dilahirkan atas kesucian, sehingga ia jelas bicaranya”.26

Di dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI) disebutkan tentang kewajiban orang

tua terhadap anaknya, antara lain:27

1. Orang tua berkewajiban merawat dan mengembangkan harta anaknya yang

belum atau dibawah pengampuan, dan tidak boleh memindahkan atau

menggandakannya kecuali karena keperluan yang mendesak, jika

kepentingan dan kemaslahatan anak itu menghendaki atau suatu kenyataan

yang tidak dapat dihindarkan lagi;

26

T.M. Hasbi Ashshiddiqi, Pengantar Fiqh Mu‟amalah, (Semarang: PT. Pustaka Rizki

Putra, 1997), h. 12 27

Pasal 106 ayat (1) dan (2) Kompilasi Hukum Islam

Page 32: ASAS ULTIMUM REMEDIUM DALAM PEMIDANAAN …...Muhammad SAW, keluarga, sahabat, dan para pengikutnya sampai akhir zaman. Ungkapan Alhamdulillah, atas selesainya tulisan skripsi yang

22

2. Orang tua bertanggung jawab atas kerugian yang ditimbulkan karena

kesalahan dan kelalaian dari kewajiban tersebut pada ayat (1).

Dengan demikian dapat disimpulkan, bahwa pada dasarnya anak merupakan

titipan atau amanah Allah SWT yang harus dijaga dan dibina dengan sungguh-

sungguh oleh kedua orangtuanya. Mendidik agar manusia berguna dari dunia akhirat,

memberi pelajaran dan ilmu-ilmu yang bermanfaat. Orang tua berkewajiban

memelihara dan mendidik supaya anak tersebut dapat berdiri sendiri.

Ada beberapa ajaran mengenai hak-hak anak yang wajib untuk dilindungi dan

dipenuhi oleh umat Islam, antara lain28

:

a. Hak anak dalam kandungan untuk memperoleh perlakuan yang baik, jaminan

dan perlindungan kesehatan. Dalam hal ini Allah berfirman:

فمىا عليهي حتى يضعي حولهي وإى كي أولت حول فأ

“Jika mereka (wanita-wanita itu) sedang hamil, maka nafakhilah mereka

sampai mereka melahirkan kandungannya” (Q.S. Ath-Thalaq: 6).

b. Hak untuk dijaga dengan baik, sewaktu dalam kandungan maupun setelah

lahir. Ini merupakan sebuah penegasan bahwa Islam sangat melarang aborsi

(walaupun dengan catatan). Hal ini berdasarkan firman Allah:

اول تمتلىا أولدكن خشية إهلق حي رزلهن وإيبكن إى لتلهن كبى خطئب كبير

“Dan janganlah kamu membunuh anak-anakmu karena takut kemiskinan!

Kamilah yang akan memberimu rezeki kepada mereka dan juga kepadamu.

Sesungguhnya membunuh mereka adalah suatu dosa yang besar” (Q.S. Al-

Isra: 31).

28

Nasir M. Djamil, Anak Bukan Untuk Dihukum, (Jakarta: Sinar Grafika, 2013), h. 19-

20

Page 33: ASAS ULTIMUM REMEDIUM DALAM PEMIDANAAN …...Muhammad SAW, keluarga, sahabat, dan para pengikutnya sampai akhir zaman. Ungkapan Alhamdulillah, atas selesainya tulisan skripsi yang

23

c. Hak anak untuk mendapatkan pendidikan yang baik dan layak. Sebagaimana

hadits yang diriwayatkan Aththusi:

زهبهن غير زهبكن فإهن خلك لسهبهن وحي خلمب علوىا اولدكن فإهن سيعيش فى

لسهبب

"Ajarilah anak-anakmu sesuai dengan zamannya, karena mereka hidup di

zaman mereka bukan pada zamanmu. Sesungguhnya mereka diciptakan untuk

zamannya, sedangkan kalian diciptakan untuk zaman kalian” (HR. Aththusi).

d. Hak untuk mendapatkan kedudukan yang layak dan sederajat. Sebagaimana

hadits Nabi:

هللا,ول س ار ي ال ق ف ي)ص(نب ىال ل ا ل ج ر اء ج و به أد و ه إسم ن :ت حس اق ال ابنه اذ ق اح عه م ض

نا)الطوسى( س وضعاح م

“Seorang datang kepada Nabi SAW dan bertanya. „Ya Rasulullah, apa hak

anakku ini?‟, Nabi SAW menjawab, „Memberinya nama yang baik, mendidik

adab yang baik, dan memberinya kedudukan yang baik (dalam hatimu)”

(HR. Aththusi).

e. Hak untuk diberikan ASI (Air Susu Ibu). Hal ini sesuai dengan firman Allah

SWT:

ضبعة والىالدات يرضعي أولدهي حىليي كبهليي لوي أراد أى يتن الر

“Para ibu hendaklah menyusui anak-anaknya selama dua tahun penuh, yaitu

bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan” (Q.S. Al-Baqarah: 233).

f. Hak untuk tidak dihukum pidana sampai dengan usia 15 tahun, berdasarkan

Hadits Riwayat Baihaqi:

“Seorang anak bila telah berusia 15 tahun, maka diperlakukan hudud

buatnya”.

Page 34: ASAS ULTIMUM REMEDIUM DALAM PEMIDANAAN …...Muhammad SAW, keluarga, sahabat, dan para pengikutnya sampai akhir zaman. Ungkapan Alhamdulillah, atas selesainya tulisan skripsi yang

24

Sementara itu, Mukhoirudin membagi hak-hak anak menurut Islam, antara

lain:29

a. Pemeliharaan atas hak beragama;

b. Pemeliharaan hak atas jiwa;

c. Pemeliharaan atas akal;

d. Pemeliharaan atas harta;

e. Pemeliharaan atas keturunan nasab dan kehormatan.

Dari penjelasan diatas mengenai ajaran Islam atas hak-hak anak, maka dapat

diambil sebuah pandangan bahwa Islam sangat memperhatikan hak-hak anak, yang

perlu dipenuhi dan diberikan secara optimal, bahkan semenjak dalam kandungan.

Dengan demikian Islam sangatlah menjunjung tinggi hak-hak anak. Islam

memandang penting pembinaan anak sebagai calon pemimpin masa depan kelak,

tentunya melalui peran keluarga dan masyarakat serta negara.

D. Sistem Peradilan Pidana Anak di Indonesia

Secara hakikat, anak tidak mampu melindungi dirinya dari berbagai macam

tindakan yang dapat menimbulkan kerugian bagi dirinya sendiri, baik secara fisik,

mental maupun sosial dalam menjalani kehidupan sehari-hari. Mengingat situasi dan

kondisinya tersebut, anak harus mendapatkan bantuan dalam melindungi dirinya,

khususnya dalam pelaksanaan peradilan pidana anak. Anak perlu mendapat

perlindungan dalam penerapan peraturan perundang-undangan yang diberlakukan

terhadap dirinya, yang dapat menimbulkan kerugian fisik, mental maupun sosial.

Peradilan Pidana Anak merupakan peradilan yang khusus menangani perkara

Pidana anak.30

Sistem Peradilan Pidana Anak atau yang disebut juga The Juvenile

29

http://id.shvoong.com/humanities/religion-studies/2170488-hak-anak-menurut-

islam/#ixzz1zSXacwvM diakses pada 18/08/2017

Page 35: ASAS ULTIMUM REMEDIUM DALAM PEMIDANAAN …...Muhammad SAW, keluarga, sahabat, dan para pengikutnya sampai akhir zaman. Ungkapan Alhamdulillah, atas selesainya tulisan skripsi yang

25

Justice System merupakan istilah yang digunakan sedefinisi dengan institusi yang

ada dalam pengadilan, meliputi polisi, penuntut umum, hakim, penasehat hukum,

Lembaga Pengawas, pusat penahanan anak, dan fasilitas pembinaan anak.31

Mengenai sistem peradilan anak saat ini diatur dalam Undang Undang No. 11

Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak (UU SPPA) yang mulai

diberlakukan dua tahun setelah tanggal pengundangannya, yaitu 30 Juli 2012

sebagaimana disebut dalam Ketentuan Penutupnya (Pasal 108 UU SPPA) yang

berarti UU SPPA ini mulai berlaku sejak 31 Juli 2014.

UU Pengadilan Anak dinilai sudah tidak sesuai lagi dengan kebutuhan hukum

dalam masyarakat dan belum secara komprehensif memberikan perlindungan khusus

kepada anak yang berhadapan dengan hukum. UU SPPA ini merupakan pengganti

dari Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak (UU

Pengadilan Anak) dengan harapan dapat mewujudkan peradilan yang menjamin

perlindungan kepentingan terbaik terhadap anak yang berhadapan dengan hukum.

a. Tindak Pidana dan Pertanggung Jawaban Pidana Anak

Istilah tindak pidana merupakan terjemahan dari bahasa Belanda strafbaar feit

atau delict. Simons seorang guru besar ilmu hukum pidana di Universitas Utrecht

berpendapat bahwa tindak pidana ialah perbuatan melawan hukum yang berkaitan

dengan kesalahan seseorang yang mampu bertanggung jawab.32

Kesalahan yang

dimaksud oleh Simons ialah kesalahan dalam arti luas yang meliputi dolus (sengaja)

dan culpa late (alpa dan lalai).

30

Di lingkungan peradilan umum dapat diadakan pengkhususan yang diatur dalam

undang-undang (Pasal 8 UU No. 2 Tahun 1982 Tentang Pengadilan Umum) 31

Setya Wahyudi, Implementasi Ide Diversi Dalam Pembaruan Sistem Peradilan

Pidana Anak di Indonesia, (Yogyakarta: Genta Publishing, 2011), h. 35 32

Marlina, Peradilan Pidana Anak Di Indonesia. "Pengembangan Konsep Diversi dan

Restorative Justice", (Bandung: PT. Refika Aditama, 2009), h. 75

Page 36: ASAS ULTIMUM REMEDIUM DALAM PEMIDANAAN …...Muhammad SAW, keluarga, sahabat, dan para pengikutnya sampai akhir zaman. Ungkapan Alhamdulillah, atas selesainya tulisan skripsi yang

26

Berbeda dengan Simons, R. Soesilo dan Moeljatno mendefinisikan tindak pidana

sebagai suatu perbuatan yang dilarang atau diwajibkan Undang-Undang yang apabila

dilakukan atau diabaikan, maka orang yang melakukan atau mengabaikan diancam

dengan pidana.33

Maka perbuatan yang dilarang oleh aturan hukum tersebut di

berikan ancaman (sanksi) berupa pidana tertentu bagi barang siapa yang melanggar

larangan tersebut. Larangan ini ditujukan kepada perbuatan (suatu keadaan atau

kejadian) yang ditimbulkan oleh kelakuan orang, sedangkan ancaman pidana

ditujukan kepada orang yang menimbulkan kejadian tersebut.34

Tindak pidana anak, jika mengacu kepada berbagai definisi di atas, dimaknai

sebagai perbuatan yang dilarang oleh aturan hukum, di berikan ancaman (sanksi)

berupa pidana tertentu bagi barang siapa yang melanggar larangan. Larangan ini

ditujukan kepada perbuatan (suatu keadaan atau kejadian) yang ditimbulkan atau

dilakukan oleh anak-anak.

Hal tersebut disebutkan dalam Undang-undang, sebagaimana diatur dalam

ketentuan pasal 45 KUHP dan surat edaran Kejaksaan Agung RI Nomor P.1 tanggal

30 Maret 1951 yang menjelaskan bahwa:

“Penjahat anak adalah mereka yang menurut hukum pidana melakukan perbuatan

yang dapat dihukum, belum berusia 16 tahun (pasal 45 KUHP). Jadi hanya anak

yang melakukan tindak pidana berdasarkan KUHP-lah yang diajukan ke depan

Sidang Anak.”

Sehubungan dengan masalah tindak pidana anak ini, maka dapat kita hubungkan

dengan apa yang disebut Juvenile Delequency yang dalam bahasa Indonesia belum

mendapatkan keseragaman penyebutannya seperti kenakalan anak, kenakalan

pemuda ataupun jalin quersi anak. Kartini Kartono mendefinisikan Juvenile

33

R.Soesilo dan Muljatno, Dekonstruksi Hukum Adat atas Hukum Positif, (Cet. I;

Yogyakarta: Rajawali Pers, 2008), h. 18 34

Marlina, Peradilan Pidana Anak Di Indonesia, h. 76

Page 37: ASAS ULTIMUM REMEDIUM DALAM PEMIDANAAN …...Muhammad SAW, keluarga, sahabat, dan para pengikutnya sampai akhir zaman. Ungkapan Alhamdulillah, atas selesainya tulisan skripsi yang

27

Delequency sebagai perilaku jahat/dursila atau kejahatan/kenakalan anak-anak muda,

merupakan gejala sakit (patologi) secara sosial pada anak-anak dan remaja yang

disebabkan oleh suatu bentuk pengabaian sosial sehingga mereka itu

mengembangkan bentuk pengabaian tingkah laku yang menyimpang.35

Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa; juvenile delinquency adalah

tindakan atau perbuatan anak-anak usia muda yang bertentangan dengan norma atau

kaidah-kaidah hukum tertulis baik yang terdapat di dalam KUHP maupun

perundang-undangan di luar KUHP. Dapat pula terjadi perbuatan anak remaja

tersebut bersifat anti sosial yang menimbulkan keresahan masyarakat pada umumnya

akan tetapi tidak tergolong delik pidana umum maupun pidana khusus.36

Kemudian, mengenai pertanggung jawaban pidana mensyaratkan pelaku mampu

bertanggung jawab atas apa yang telah diperbuat. Moeljatno berpendapat bahwa

untuk adanya kemampuan bertanggung jawab harus ada kemampuan untuk

membedakan antara perbuatan yang baik dan yang buruk, sesuai hukum dan yang

melawan hukum, dan kemampuan untuk menentukan kehendaknya menurut

keinsyafan tentang baik dan buruknya suatu perbuatan. Syarat pertama adalah faktor

akal, yaitu dapat membedakan antara perbuatan yang diperbolehkan dan tidak; syarat

yang kedua adalah faktor perasaan atau kehendak, yaitu dapat menyesuaikan tingkah

lakunya dengan keinsyafan atas mana yang diperbolehkan atau tidak.37

Marlina menyatakan bahwa dengan terpenuhinya syarat-syarat adanya

pertanggungjawaban pidana kepada seorang anak yang telah melakukan tindak

pidana, hal ini berarti bahwa terhadap anak tersebut dapat dikenakan pemidanaan,

akan tetapi pemidanaan terhadap anak hendaknya haras memperhatikan

35

Kartono Kartini, Patalogis Sosial 2; Kenakalan Remaja, (Cet. VIII; Jakarta: PT Raja

Grafindo Persada, 2008), h. 6 36

Tholib Setiadi, Pokok-pokok hukum Panitensier Indonesia, (Bandung: Alfabeta,

2010), h. 179 37

Marlina, Peradilan Pidana Anak Di Indonesia, h. 70

Page 38: ASAS ULTIMUM REMEDIUM DALAM PEMIDANAAN …...Muhammad SAW, keluarga, sahabat, dan para pengikutnya sampai akhir zaman. Ungkapan Alhamdulillah, atas selesainya tulisan skripsi yang

28

perkembangan seorang anak.38

Hal ini disebabkan bahwa anak tidak dapat/kurang

berfikir dan kurangnya pertimbangan atas perbuatan yang dilakukannya. Pemberian

pertanggungjawaban pidana terhadap anak harus mempertimbangkan perkembangan

dan kepentingan terbaik bagi anak di masa akan datang. Penanganan yang salah

menyebabkan rusak bahkan musnahnya bangsa di masa depan, karena anak adalah

generasi penerus bangsa dan cita-cita bangsa.

Menurut Setya Wayhudi, penjatuhan sanksi kepada anak, dalam hal ini yang

perlu dipertimbangkan adalah sebagai berikut:39

1) Apakah sanksi itu sungguh-sungguh mencegah terjadinya kejahatan;

2) apakah sanksi itu tidak berakibat timbulnya keadaan lebih meragikan atas

diri anak (stigmatisasi), dari apabila sanksi yang tidak dikenakan;

3) apakah tidak ada sanksi lain yang dapat mencegah secara efektif dengan

kerugian yang lebih kecil.

Kebijakan penjatuhan pidana terhadap anak yang berhadapan dengan hukum

menunjukan adanya kecenderungan bersifat meragikan perkembangan jiwa anak di

masa mendatang. Kecenderungan bersifat merugikan ini akibat keterlibatan anak

dalam proses peradilan pidana anak, dan dapat disebabkan akibat dari efek

penjatuhan pidana yang berupa stigma. Efek negatif bagi anak akibat keterlibatan

anak dalam proses peradilan pidana dapat berupa penderitaan fisik dan emosional

seperti ketakutan, kegelisahan, gangguan tidur, gangguan nafsu makan maupun

gangguan jiwa. Akibat semua ini maka anak menjadi gelisah, tegang, kehilangan

kontrol emosional, menangis, gemetaran, malu dan sebagainya. Terjadinya efek

negatif ini disebabkan oleh adanya proses peradilan pidana, baik sebelum

pelaksanaan sidang, saat pemeriksaan perkara, dan efek negatif keterlibatan anak

dalam pemeriksaan perkara pidana.

38

Marlina, Peradilan Pidana Anak Di Indonesia, h. 72 39

Setya Wahyudi, Implementasi Ide…, h. 53

Page 39: ASAS ULTIMUM REMEDIUM DALAM PEMIDANAAN …...Muhammad SAW, keluarga, sahabat, dan para pengikutnya sampai akhir zaman. Ungkapan Alhamdulillah, atas selesainya tulisan skripsi yang

29

b. Proses Peradilan Pidana Anak

Proses peradilan pidana merupakan penyelesaian perkara pidana yang dilakukan

didalam peradilan pidana. Tindak pidana merupakan tindakan melanggar hukum

pidana yang telah dilakukan dengan sengaja ataupun tidak sengaja oleh seseorang

yang dapat dipertanggungjawabkan atas tindakannya dan oleh undang-undang

hukum pidana telah dinyatakan sebagai suatu tindakan yang dapat dihukum.

Jika anak melakukan tindak pidana, anak tersebut wajib mengikuti proses

peradilan pidana anak. Tahapan dalam proses peradilan anak yang melakukan tindak

pidana antara lain:

1) Penyidikan

Penyidikan adalah serangkaian tindakan penyidikan dalam hal dan menurut cara

yang diatur dalam undang-undang untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang

dengan bukti itu membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi guna

menemukan tersangkanya.40

Penyidikan dilakukan oleh kepolisian bertujuan untuk

mengumpulkan bukti guna menemukan apakah suatu peristiwa yang terjadi

merupakan peristiwa pidana, dengan adanya penyidikan juga ditujukan untuk

menemukan pelakunya.

Penyidik yang bertugas dalam proses peradilan pidana anak harus memenuhi

syarat-syarat, meliputi:41

a. telah berpengalaman sebagai penyidik;

b. mempunyai minat, perhatian, dedikasi, dan memahami masalah Anak; dan

c. telah mengikuti pelatihan teknis tentang peradilan Anak.

40

Pasal 1 ayat (2( Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana 41

Pasal 26 ayat (3) UU SPPA

Page 40: ASAS ULTIMUM REMEDIUM DALAM PEMIDANAAN …...Muhammad SAW, keluarga, sahabat, dan para pengikutnya sampai akhir zaman. Ungkapan Alhamdulillah, atas selesainya tulisan skripsi yang

30

Adapun beberapa hal yang tidak boleh dilakukan polisi dalam melakukan

penyidikan terhadap anak, yaitu:42

a. Penyidik melakukan kekerasan dan tindakan tidak wajar terhapda anak

karena jika hal ini terjadi bisa menjadi trauma bagi anak.

b. Memberikan label buruk pada anak dengan menggunakan kata-kata yang

sifatnya memberikan label buruk seperti “pencuri”, „maling‟, „pembohong‟

dan lain sebagainya.

c. Penyidik kehilangan kesabaran sehingga menjadi emosi dalam melakukan

wawancara terhadap anak.

d. Penyidik tidak boleh menggunakan kekuatan badan atau fisik perlakuan kasar

lainnya yang dapat menimbulkan rasa permusuhan pada anak.

e. Membuat catatan atau mengetik setiap perkataan yang dikemukakan oleh

anak tetapi menggunakan alat perekam.

Dalam proses penyidikan, penyidik wajib memberikan perlindungan khusus bagi

anak yang diperiksa karena tindak pidana yang dilakukannya dalam situasi darurat

dan memperhatikan kepentingan terbaik bagi Anak dan mengusahakan suasana

kekeluargaan tetap terpelihara dalam penanganannya.43

Penyidik juga wajib meminta

pertimbangan atau saran dari Pembimbing Kemasyarakatan setelah tindak pidana

dilaporkan atau diadukan, dan apabila dianggap perlu, Penyidik dapat meminta

pertimbangan atau saran dari ahli pendidikan, psikolog, psikiater, tokoh agama,

Pekerja Sosial Profesional atau Tenaga Kesejahteraan Sosial, dan tenaga ahli

lainnya.44

42

Marlina.,2012, Peradilan Pidana Anak di Indonesia Pengembang Konsep Diversi dan

Restorative Justice, PT Refika Aditama, h. 89-90 43

Pasal 17-18 UU SPPA 44

Pasal 27 UU SPPA

Page 41: ASAS ULTIMUM REMEDIUM DALAM PEMIDANAAN …...Muhammad SAW, keluarga, sahabat, dan para pengikutnya sampai akhir zaman. Ungkapan Alhamdulillah, atas selesainya tulisan skripsi yang

31

Dalam hal Anak belum berumur 12 (dua belas) tahun melakukan atau diduga

melakukan tindak pidana, Penyidik, Pembimbing Kemasyarakatan, dan Pekerja

Sosial Profesional mengambil keputusan untuk:45

a. menyerahkannya kembali kepada orang tua/Wali; atau

b. mengikutsertakannya dalam program pendidikan, pembinaan, dan

pembimbingan di instansi pemerintah atau LPKS di instansi yang menangani

bidang kesejahteraan sosial, baik di tingkat pusat maupun daerah, paling lama

6 (enam) bulan.

Penyidik dalam proses penyidikan juga wajib mengupayakan Diversi. Diversi

adalah sebuah tindakan atau perlakuan untuk mengalihkan atau menempatkan pelaku

tindak pidana anak keluar dari sistem peradilan pidana. Prinsip utama pelaksanaan

konsep diversi yaitu tindakan persuasif atau pendekatan non penal dan memberikan

kesempatan kepada seseorang untuk memperbaiki kesalahan.46

Sebagaimana diatur

dalam Pasal 29 ayat (1) dan (2) UU SPPA, Diversi diupayakan dalam waktu paling

lama 7 (tujuh) hari setelah penyidikan dimulai dan dilaksanakan paling lama 30 (tiga

puluh) hari setelah dimulainya Diversi.

2) Penangkapan dan Penahanan

Dalam Pasal 30 UU SPPA disebutkan bahwa penangkapan terhadap anak dapat

dilakukan guna kepentingan penyidikan paling lama 24 (dua puluh empat) jam dan

anak yang ditangkap wajib ditempatkan dalam ruang pelayanan khusus anak.

Penangkapan terhadap anak juga wajib dilakukan secara manusiawi dengan

memperhatikan kebutuhan sesuai dengan umurnya.

Dalam hal penahanan, anak yang memperoleh jaminan dari orang tua/Wali

dan/atau lembaga bahwa Anak tidak akan melarikan diri, tidak akan menghilangkan

45

Pasal 21 ayat (1) dan (2) UU SPPA 46

http:// doktormarlina.htm, Marlina, Penerapan Konsep Diversi Terhadap Anak Pelaku

Tindak Pidana dalam Sistem Peradilan Pidana Anak. Diakses pada 21/01/2018

Page 42: ASAS ULTIMUM REMEDIUM DALAM PEMIDANAAN …...Muhammad SAW, keluarga, sahabat, dan para pengikutnya sampai akhir zaman. Ungkapan Alhamdulillah, atas selesainya tulisan skripsi yang

32

atau merusak barang bukti, dan/atau tidak akan mengulangi tindak pidana,

penahanan terhadap anak tidak boleh dilakukan. Penahanan terhadap anak hanya

dapat dilakukan dengan syarat, bahwa:

a. anak telah berumur 14 (empat belas) tahun atau lebih; dan

b. diduga melakukan tindak pidana dengan ancaman pidana penjara 7 (tujuh)

tahun atau lebih.47

3) Penuntutan

Menurut proses peradilan pidana, tahapan setelah penyidikan yaitu tahapan

penuntutan.48

Setelah menerima dan memeriksa berkas perkara, penuntut

berkewajiban mengadakan pra-penuntutan apabila ada kekurangan pada penyidik

oleh pihak penyidik, dengan memberi petunjuk dan arahan apa saja yang harus

mendapat penyempurnaan berkas penyidikan dari penyidik.

Setelah berkas diterima dari penyidik telah sempurna selanjutnya penuntutan

harus membuat surat dakwaan. Setelah surat dakwaan diselesaikan dengan sempurna

seterusnya dilakukan pelimpahan perkara ke pengadilan, penuntut berkewajiban

menyampaikan pemberitahuan kepada terdakwa tentang ketentuan hari dan waktu

perkara disidangkan yang disertai surat panggilan, baik kepada terdakwa maupun

kepada saksi, untuk datang pada sidang yang telah ditentukan. Tugas selanjutnya

setelah waktu persidangan dimulai adalah melakukan penuntutan.49

Dalam pasal 41 UU SPPA menyebutkan bahwa penuntutan terhadap perkara

anak dilakukan oleh Penuntut Umum yang ditetapkan berdasarkan Keputusan Jaksa

47

Pasal 32 ayat (1) dan (2) UU SPPA 48

Penuntutan adalah tindakan penuntut umum untuk melimpahkan perkara pidana ke

pengadilan negeri yang berwenang dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam undang-

undang ini dengan permintaan supaya diperiksa dan diputuskan oleh hakim di sidang

pengadilan. Lihat Pasal 1 butur 7 KUHAP.

49

KUHAP pasal 14 jo pasal 139 jo. pasal 143 ayat 1

Page 43: ASAS ULTIMUM REMEDIUM DALAM PEMIDANAAN …...Muhammad SAW, keluarga, sahabat, dan para pengikutnya sampai akhir zaman. Ungkapan Alhamdulillah, atas selesainya tulisan skripsi yang

33

Agung atau pejabat lain yang ditunjuk oleh Jaksa Agung. Penuntut Umum dalam

peradilan anak juga harus memenuhi syarat-syarat yang meliputi:

a. telah berpengalaman sebagai penuntut umum;

b. mempunyai minat, perhatian, dedikasi, dan memahami masalah Anak; dan

c. telah mengikuti pelatihan teknis tentang peradilan Anak.

c. Sanksi-Sanksi Terhadap Anak

Menurut Undang-Undang Nomor 11 tahun 2012 tentang Sistem Peradilan

Pidana Anak, terhadap anak yang berkonflik dengan hukum dapat dijatuhkan pidana

yaitu pidana pokok dan pidana tambahan. Dengan menyimak pasal 71 ayat 1 dan

ayat 2 diatur pidana pokok dan tambahan terhadap anak yang berkonflik dengan

hukum, antara lain:

1) Pidana pokok, terdiri atas:

(a) pidana peringatan;

(b) pidana dengan syarat:

(1) pembinaan di luar lembaga;

(2) pelayanan masyarakat; atau

(3) pengawasan.

(c) pelatihan kerja;

(d) pembinaan dalam lembaga; dan

(e) penjara.

2) Pidana tambahan, terdiri atas:

(a) perampasan keuntungan yang diperoleh dari tindak pidana; atau

(b) pemenuhan kewajiban adat.

Disamping sanksi pidana, dikenal pula sanksi tindakan. Tindakan merupakan

penjatuhan sanksi tindakan terhadap seseorang yang terbukti secara sah dan

Page 44: ASAS ULTIMUM REMEDIUM DALAM PEMIDANAAN …...Muhammad SAW, keluarga, sahabat, dan para pengikutnya sampai akhir zaman. Ungkapan Alhamdulillah, atas selesainya tulisan skripsi yang

34

menyakinkan bersalah dengan tujuan memberikan pendidikan dan pembinaan serta

tindakan tertentu lainnya. Menurut Undang-Undang Nomor 11 tahun 2012 tentang

Sistem Peradilan Pidana Anak pasal 69 ayat 2 bahwa Anak yang belum berusia 14

(empat belas) tahun hanya dapat dikenai tindakan.

Sanksi tindakan yang dimaksud dapat dijatuhkan oleh hakim terhadap anak yang

berkonflik dengan hukum yang terbukti secarah sah bersalah, yaitu:50

(a) pengembalian kepada orang tua/Wali;

(b) penyerahan kepada seseorang;

(c) perawatan di rumah sakit jiwa;

(d) perawatan di LPKS;

(e) kewajiban mengikuti pendidikan formal dan/atau pelatihan yang diadakan

oleh pemerintah atau badan swasta;

(f) pencabutan surat izin mengemudi; dan/atau

(g) perbaikan akibat tindak pidana.

Dalam hal penyerahan kepada seseorang yang dimaksud adalah penyerahan

kepada orang dewasa yang dinilai cakap, berkelakuan baik, dan bertanggung jawab,

oleh Hakim serta dipercaya oleh Anak dan ini dilakukan untuk kepentingan anak

yang bersangkutan.

E. Tinjauan Kajian Terdahulu

Untuk menghindari penelitian dengan objek yang sama, maka penulis meninjau

kajian terdahulu. Sebelum membuat skripsi ini penulis melakukan kajian pustaka

yang berupa judul-judul skripsi yang telah ada sebagai pembanding dari skripsi ini,

antara lain sebagai berikut:

50

Pasal 82 UU SPPA

Page 45: ASAS ULTIMUM REMEDIUM DALAM PEMIDANAAN …...Muhammad SAW, keluarga, sahabat, dan para pengikutnya sampai akhir zaman. Ungkapan Alhamdulillah, atas selesainya tulisan skripsi yang

35

1. Dalam penelitian skripsi yang dilakukan oleh Maman Abdul Rahman pada tahun

2014 yang berjudul “Pertanggung Jawaban Pidana Anak Menurut Hukum

Pidana Islam dan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem

Peradilan Anak" dijelaskan tentang pertanggung jawaban pidana atas tindak

pidana yang dilakukan anak-anak yang berlaku sebagaimana lazimnya pada

orang dewasa dalam perspektif hukum pidana positif atau yang dikenal dengan

istilah criminal responsibility, hanya saja tergolong kepada perilaku anak,

sehingga anak selaku pelaku pidana berkonflik dengan hukum.51

2. Dalam penelitian skripsi yang dilakukan oleh Farulrozi pada tahun 2012 yang

berjudul “Sanksi Pidana Bagi Anak-anak Yang Melakukan Tindak Pidana

Ditinjau Dari Hukum Pidana Positif dan Hukum Islam” dijelaskan tentang

tentang penjatuhan sanksi bagi anak-anak pelaku tindak pidana ditinjau dari

perspektif hukum pidana negara dan hukum pidana Islam.52

3. Dalam penelitian skripsi yang dilakukan oleh Yani Suryani pada tahun 2015

yang berjudul “Pemidanaan Anak di Indonesia Terhadap Pelaku Pencurian

Dalam Perspektif Hukum Islam” dijelaskan tentang pemberlakuan sanksi pidana

pada anak pelaku pencurian menurut hukum konvensional dan hukum Islam.53

51

Maman Abdul Rahman, “Pertanggung Jawaban Pidana Anak Menurut Hukum Pidana

Islam dan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Anak." (Skripsi

S-1 Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2014) 52

Farulrozi, “Sanksi Pidana Bagi Anak-anak Yang Melakukan Tindak Pidana Ditinjau

Dari Hukum Pidana Positif dan Hukum Islam”. (Skripsi S-1 Fakultas Syariah dan Hukum

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2012) 53

Yani Suryani, “Pemidanaan Anak di Indonesia Terhadap Pelaku Pencurian Dalam

Perspektif Hukum Islam”. (Skripsi S-1 Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta, 2015)

Page 46: ASAS ULTIMUM REMEDIUM DALAM PEMIDANAAN …...Muhammad SAW, keluarga, sahabat, dan para pengikutnya sampai akhir zaman. Ungkapan Alhamdulillah, atas selesainya tulisan skripsi yang

36

BAB III

ASAS ULTIMUM REMEDIUM DALAM PEMIDANAAN

A. Teori-Teori Pemidanaan

Teori-teori pemidanaan berkembang mengikuti dinamika kehidupan masyarakat

sebagai reaksi dari timbul dan berkembangnya kejahatan itu sendiri yang senantiasa

mewarnai kehidupan sosial masyarakat dari masa ke masa. Dalam dunia ilmu hukum

pidana itu sendiri, berkembang beberapa teori tentang tujuan pemidanaan, yaitu teori

absolut (retributif), teori relatif (deterrence/utilitarian), teori penggabungan

(integratif), teori treatment dan teori perlindungan sosial (social defence). Teori-teori

pemidanaan mempertimbangkan berbagai aspek sasaran yang hendak dicapai di

dalam penjatuhan pidana.1

Beberapa teori yang berkaitan dengan tujuan pemidanaan adalah sebagai berikut:

1. Teori Absolut (Teori Retibutif)

Teori absolut (teori retributif), memandang bahwa pemidanaan merupakan

pembalasan atas kesalahan yang telah dilakukan, jadi berorientasi pada perbuatan

dan terletak pada kejahatan itu sendiri. Pemidanaan diberikan karena si pelaku harus

menerima sanksi itu demi kesalahannya. Menurut teori ini, dasar hukuman harus

dicari dari kejahatan itu sendiri, karena kejahatan itu telah menimbulkan penderitaan

bagi orang lain, sebagai imbalannya (vergelding) si pelaku harus diberi penderitaan.2

Setiap kejahatan harus diikuti dengan pidana, tidak boleh tidak, tanpa tawar

menawar. Seseorang mendapat pidana oleh karena melakukan kejahatan. Tidak

1 Dwidja Priyanto, Sistem Pelaksanaan Pidana Penjara Di Indonesia, (Bandung : PT.

Rafika Aditama, 2009), h. 22. 2 Leden Marpaung, Asas-Teori-Praktek Hukum Pidana, (Jakarta : Sinar Grafika, 2009),

h. 105.

Page 47: ASAS ULTIMUM REMEDIUM DALAM PEMIDANAAN …...Muhammad SAW, keluarga, sahabat, dan para pengikutnya sampai akhir zaman. Ungkapan Alhamdulillah, atas selesainya tulisan skripsi yang

37

dilihat akibat-akibat apapun yang timbul dengan dijatuhkannya pidana, tidak peduli

apakah masyarakat mungkin akan dirugikan. Pembalasan sebagai alasan untuk

memidana suatu kejahatan.3 Penjatuhan pidana pada dasarnya penderitaan pada

penjahat dibenarkan karena penjahat telah membuat penderitaan bagi orang lain.4

Menurut Hegel bahwa, pidana merupakan keharusan logis sebagai konsekuensi dari

adanya kejahatan.5

Ciri pokok atau karakteristik teori retributif, yaitu:6

1) Tujuan pidana adalah semata-mata untuk pembalasan;

2) Pembalasan adalah tujuan utama dan di dalamnya tidak mengandung sarana-

sarana untuk tujuan lain misalnya untuk kesejahteraan masyarakat;

3) Kesalahan merupakan satu-satunya syarat untuk adanya pidana;

4) Pidana harus disesuaikan dengan kesalahan si pelanggar;

5) Pidana melihat ke belakang, ia merupakan pencelaan yang murni dan

tujuannya tidak untuk memperbaiki, mendidik atau memasyarakatkan

kembali si pelanggar.

2. Teori Relatif

Teori relatif (deterrence), teori ini memandang pemidanaan bukan sebagai

pembalasan atas kesalahan si pelaku, tetapi sebagai sarana mencapai tujuan

bermanfaat untuk melindungi masyarakat menuju kesejahteraan. Dari teori ini

muncul tujuan pemidanaan sebagai sarana pencegahan, yaitu pencegahan umum

yang ditujukan pada masyarakat. Berdasarkan teori ini, hukuman yang dijatuhkan

untuk melaksanakan maksud atau tujuan dari hukuman itu, yakni memperbaiki

3 Dwidja Priyanto, Sistem Pelaksanaan Pidana, h. 24

4 Teguh Prasetyo dan Abdul Halim Barkatullah, Politik Hukum Pidana (Kajian

Kebijakan Kriminalisasi dan Dekriminalisasi), (Jakarta: Pustaka Pelajar, 2005), h. 90 5 Muladi dan Barda Nawawi, Bunga Rampai Hukum Pidana, (Bandung : Alumni,

Bandung, 1992), h. 12 6 Karl O.Cristiansen sebagaimana dikutip oleh Dwidja Priyanto, h. 26.

Page 48: ASAS ULTIMUM REMEDIUM DALAM PEMIDANAAN …...Muhammad SAW, keluarga, sahabat, dan para pengikutnya sampai akhir zaman. Ungkapan Alhamdulillah, atas selesainya tulisan skripsi yang

38

ketidakpuasan masyarakat sebagai akibat kejahatan itu. Tujuan hukuman harus

dipandang secara ideal, selain dari itu, tujuan hukuman adalah untuk mencegah

(prevensi) kejahatan.7

Menurut Leonard, teori relatif pemidanaan bertujuan mencegah dan mengurangi

kejahatan. Pidana harus dimaksudkan untuk mengubah tingkah laku penjahat dan

orang lain yang berpotensi atau cederung melakukan kejahatan. Tujuan pidana

adalah tertib masyarakat, dan untuk menegakan tata tertib masyarakat itu diperlukan

pidana.8

Pidana bukanlah sekedar untuk melakukan pembalasan atau pengimbalan kepada

orang yang telah melakukan suatu tindak pidana, tetapi mempunyai tujuan-tujuan

tertentu yang bermanfaat. Pembalasan itu sendiri tidak mempunyai nilai, tetapi hanya

sebagai sarana untuk melindungi kepentingan masyarakat. Dasar pembenaran pidana

terletak pada tujuannya adalah untuk mengurangi frekuensi kejahatan. Pidana

dijatuhkan bukan karena orang membuat kejahatan, melainkan supaya orang jangan

melakukan kejahatan. Sehingga teori ini sering juga disebut teori tujuan (utilitarian

theory).9

Adapun ciri pokok atau karakteristik teori relatif (utilitarian), yaitu:10

1) Tujuan pidana adalah pencegahan (prevention) ;

2) Pencegahan bukan tujuan akhir tetapi hanya sebagai sarana untuk mencapai

tujuan yang lebih tinggi yaitu kesejahteraan masyarakat ;

3) Hanya pelanggaran-pelanggaran hukum yang dapat dipersalahkan kepada si

pelaku saja (misal karena sengaja atau culpa) yang memenuhi syarat untuk

adanya pidana ;

7 Leden Marpaung, Asas-Teori-Praktek Hukum Pidana, h.106

8 Teguh Prasetyo dan Abdul Halim Barkatullah, Politik Hukum Pidana, h.96-97

9 Dwidja Priyanto, Sistem Pelaksanaan Pidana Penjara Di Indonesia, h.26

10 Karl O.Cristiansen dalam Dwidja Priyanto, h. 26

Page 49: ASAS ULTIMUM REMEDIUM DALAM PEMIDANAAN …...Muhammad SAW, keluarga, sahabat, dan para pengikutnya sampai akhir zaman. Ungkapan Alhamdulillah, atas selesainya tulisan skripsi yang

39

4) Pidana harus ditetapkan berdasar tujuannya sebagai alat untuk pencegahan

kejahatan ;

5) Pidana melihat ke muka (bersifat prospektif), pidana dapat mengandung

unsur pencelaan, tetapi unsur pembalasan tidak dapat diterima apabila tidak

membantu pencegahan kejahatan untuk kepentingan kesejahteraan

masyarakat.

3. Teori Gabungan

Teori gabungan (integratif) mendasarkan pidana pada asas pembalasan dan asas

tertib pertahanan tata tertib masyarakat, dengan kata lain dua alasan itu menjadi dasar

dari penjatuhan pidana. Pada dasarnya teori gabungan adalah gabungan teori absolut

dan teori relatif. Gabungan kedua teori itu mengajarkan bahwa penjatuhan hukuman

adalah untuk mempertahankan tata tertib hukum dalam masyarakat dan memperbaiki

pribadi si penjahat.11

Teori gabungan ini dapat dibedakan menjadi dua golongan besar, yaitu: 12

1) Teori gabungan yang mengutamakan pembalasan, tetapi pembalasan itu tidak

boleh melampaui batas dari apa yang pelu dan cukup untuk dapatnya

dipertahankannya tata tertib masyarakat;

2) Teori gabungan yang mengutamakan perlindungan tata tertib masyarakat,

tetapi penderitaan atas dijatuhinya pidana tidak boleh lebih berat daripada

perbuatan yang dilakukan terpidana.

Teori relatif (deterrence), teori ini memandang pemidanaan bukan sebagai

pembalasan atas kesalahan si pelaku, tetapi sebagai sarana mencapai tujuan

bermanfaat untuk melindungi masyarakat menuju kesejahteraan. Dari teori ini

11

Leden Marpaung, Asas-Teori-Praktek Hukum Pidana, h.107 12

Adami Chazawi, Pelajaran Hukum Pidana I, (Jakarta : PT. Raja Grafindo, 2010), h. 162-

163.

Page 50: ASAS ULTIMUM REMEDIUM DALAM PEMIDANAAN …...Muhammad SAW, keluarga, sahabat, dan para pengikutnya sampai akhir zaman. Ungkapan Alhamdulillah, atas selesainya tulisan skripsi yang

40

muncul tujuan pemidanaan sebagai sarana pencegahan, yaitu pencegahan umum

yang ditujukan pada masyarakat. Berdasarkan teori ini, hukuman yang dijatuhkan

untuk melaksanakan maksud atau tujuan dari hukuman itu, yakni memperbaiki

ketidakpuasan masyarakat sebagai akibat kejahatan itu. Tujuan hukuman harus

dipandang secara ideal, selain dari itu, tujuan hukuman adalah untuk mencegah

(prevensi) kejahatan.13

Treatment sebagai tujuan pemidanaan dikemukakan oleh aliran positif. Aliran ini

beralaskan paham determinasi yang menyatakan bahwa orang tidak mempunyai

kehendak bebas dalam melakukan suatu perbuatan karena dipengaruhi oleh watak

pribadinya, faktor-faktor lingkungan maupun kemasyarakatannya.14

Dengan

demikian kejahatan merupakan manifestasi dari keadaan jiwa seorang yang

abnormal. Oleh karena itu si pelaku kejahatan tidak dapat dipersalahkan atas

perbuatannya dan tidak dapat dikenakan pidana, melainkan harus diberikan

perawatan (treatment) untuk rekonsialisasi pelaku.

B. Konsep Umum Tentang Ultimum Remedium

Dalam kehidupan berbangsa dan bernegara terkadang keamanan dan ketertiban

terganggu oleh oknum yang mencoba melakukan tindak kejahatan. Kejahatan

merupakan fenomena sosial yang bersifat relatif di mana banyak aspek yang

mempengaruhi, seperti aspek ekonomi, sosial, budaya dan lain-lainnya yang

senantiasa menimbulkan perasaan tidak aman dan ketakutan di dalam masyarakat.

Untuk menjaga agar keamanan dan ketertiban dalam masyarakat tetap terjaga

dari perilaku kriminal, hukum pidana dipandang sebagai solusi yang efektif dalam

menanggulangi masalah tersebut. Sanksi pidana merupakan wujud tanggung jawab

13

Teguh Prasetyo dan Abdul Halim Barkatullah, Politik Hukum Pidana, h. 96-97 14

Muladi dan Barda Nawawi, Bunga Rampai Hukum Pidana, h. 12

Page 51: ASAS ULTIMUM REMEDIUM DALAM PEMIDANAAN …...Muhammad SAW, keluarga, sahabat, dan para pengikutnya sampai akhir zaman. Ungkapan Alhamdulillah, atas selesainya tulisan skripsi yang

41

negara untuk menjaga keamanan dan ketertiban serta upaya perlindungan hukum

bagi warganya. Hal ini merupakan konsekuensi logis dari konsep pembentukan

sebuah negara yang menurut JJ. Rosseau, didasarkan pada perjanjian masyarakat.

Selanjutnya rakyat bersepakat mengadakan sebuah perjanjian luhur yang dituangkan

dalam sebuah hukum dasar berwujud konstitusi negara, beserta peraturan-peraturan

dibawahnya.

Salah satu kebijakan pidana yang digunakan Negara adalah pemberian sanksi

pidana melalui undang-undang. Namun dalam pelaksanaannya, penerapan sanksi

pidana dalam tiap peraturan sebagai „senjata utama‟ atau disebut juga primum

remedium sejatinya dapat mengakibatkan terlanggarnya hak-hak konstitusional

warga negara. Karena pada kenyataannya, sanksi pidana tidak dapat memulihkan

keadaan yang rusak oleh perbuatan pidana, juga tidak dapat memperbaiki perilaku

pelaku tindak pidana. Sejatinya penyelesaian suatu perkara harus memberikan

kontribusi keadilan bagi mereka yang berperkara, yaitu antara korban dan pelaku

tindak pidana.15

Mudzakir memandang hukum pidana dan Sistem Peradilan Pidana saat ini tidak

memberikan keadilan bagi masyarakat karena keadilan yang ditegakkan masih

bersifat pembalasan (Retributive Justice).16

Penyelesaian perkara pidana dengan

mempergunakan pendekatan represif sebagaimana dilaksanakan dalam Sistem

Peradilan Pidana, telah melahirkan keadilan retributif (Retributive Justice), yang

berorientasi pada pembalasan berupa pemidanaan dan pemenjaraan. Bahwa

pelaksanaan keadilan retributif dirasa kurang menghasilkan keadilan bagi semua

pihak terutama korban. Oleh sebab itu diperlukan adanya suatu upaya pembaharuan

hukum pidana, guna menyelesaikan persoalan tersebut.

15 Mansyur Kartayasa, Restorative Justice dan Prospeknya Dalam Kebijakan Legislasi,

Makalah disampaikan pada seminar Nasional Peran Hakim Dalam Meningkatkan

Profesionalisme Menuju Peradilan yang Agung, Diselenggarakan IKAHI dalam rangka

Ulang Tahun IKAHI ke-59, 25 April 2012, h.1-2. 16

Mudzakkir, Posisi Hukum Korban Kejahatan Dalam Sistem Peradilan Pidana,

Disertasi, (Jakarta: Universitas Indonesia, 2001), h.180.

Page 52: ASAS ULTIMUM REMEDIUM DALAM PEMIDANAAN …...Muhammad SAW, keluarga, sahabat, dan para pengikutnya sampai akhir zaman. Ungkapan Alhamdulillah, atas selesainya tulisan skripsi yang

42

Kongres International Penal Reform Conference yang diselenggarakan di Royal

Holloway College, University of London, bahwa salah satu unsur kunci dari agenda

baru pembaharuan hukum pidana (the key elements of a new agenda for penal

reform) ialah perlunya memperkaya sistem peradilan formal dengan sistem atau

mekanisme informal dalam penyelesaian sengketa yang sesuai dengan standar-

standar hak asasi manusia (the need to enrich the formal judicial system with

informal, locally based, dispute resolution mechanisms which meet human rights

standards), dengan strategi pengembangan dalam melakukan pembaharuan hukum

pidana, antara lain:

1. Restorative justice;

2. Alternative dispute resolution;

3. Informal justice; dan

4. The role of civil society in penal reform.

Salah satu pembaharuan hukum yang diinginkan adalah penyelesaian perkara

pidana dengan menggunakan pendekatan keadilan restoratif. Adapun Tony F.

Marshall memberikan definisi Restorative Justice sebagai “is a process whereby

parties with a stake in a specific offence collectively resolve how to deal with the

aftermath of the offence and its implications for the future.” (suatu proses dimana

semua pihak yang terlibat dalam suatu tindak pidana tertentu bersama-sama

memecahkan masalah bagaimana menangani akibat di masa yang akan datang)”17

Menurut Stephenson, Giller, dan Brown salah satu bentuk Keadilan Restoratif,

yang mempunyai tujuan memperbaiki tindakan kejahatan dengan menyeimbangkan

kepentingan pelaku, korban, dan komunitas adalah Mediasi Penal (Victim-Offender

17

Apong Herlina, Restorative Justice, Jurnal Kriminologi Indonesia Vol.3 No.III

September 2004, h.19

Page 53: ASAS ULTIMUM REMEDIUM DALAM PEMIDANAAN …...Muhammad SAW, keluarga, sahabat, dan para pengikutnya sampai akhir zaman. Ungkapan Alhamdulillah, atas selesainya tulisan skripsi yang

43

Mediation).18

Pada umumnya di Indonesai kita mengenal Mediasi sebagai bentuk

pilihan penyelesaian sengketa (Alternative Dispute Resolution) dalam bidang hukum

perdata, yang mana mediasi diartikan sebagai suatu proses negoisasi pemecahan

masalah dimana pihak luar yang tidak memihak (imparsial) bekerja sama dengan

pihak-pihak yang bersengketa untuk membantu mereka memperoleh kesepakatan

perjanjian yang memuaskan.19

Perkembangan hukum yang terjadi saat ini, memungkinkan bahwa mediasi tidak

hanya dapat diterapkan dalam ranah hukum perdata namun juga dapat dipergunakan

dalam hukum pidana. Mediasi dalam hukum pidana dikenal dengan mediasi penal.

Menurut DS. Dewi dan Fatahillah A. Syukur, Mediasi Penal adalah “Penyelesaian

perkara pidana melalui musyawarah dengan bantuan mediator yang netral, dihadiri

korban dan pelaku beserta orang tua dan perwakilan masyarakat, dengan tujuan

pemulihan bagi korban, pelaku, dan lingkungan masyarakat.”20

Berdasarkan penjabaran diatas, pemberian sanksi pidana seyogyanya dijadikan

sebagai obat terakhir atau disebut juga ultimum remedium selama upaya lain dapat

dapat dilakukan demi kebaikan bersama. Mengutip pendapat dari H.G de Bunt dalam

bukunya strafrechtelijke handhaving van miliue recht, hukum pidana dapat menjadi

senjata utama (primum remidium) jika korban sangat besar, tersangka/terdakwa

merupakan recidivist, dan kerugian tidak dapat dipulihkan (irreparable)21

. Kemudian

disimpulkan oleh Remmelink, bahwa sangat jelas dan nyata sebagai sanksi yang

18

I Made Agus Mahendra Iswara, Mediasi Penal Penerapan Nilai-Nilai Restorative

Justice dalam Penyelesaian Tindak Pidana Adat Bali, Tesis, Program Pascasarjana Megister

Hukum Universitas Indonesia, Jakarta, 2013, h. 3 19

Gary Gopaster, Negoisasi dan Mediasi: Sebuah Pedoman Negoisasi dan Penyelesaian

Sengketa Melalui Negosiasi, (Jakarta: Elips Projek, 1993), h. 201 20

DS. Dewi dan Fatahillah A. Syukur, Mediasi Penal : Penerapan Restorative Justice

di Pengadilan Anak Indonesia, (Depok: Indie-Publishing, 2011), h. 86. 21

Romli Atmasasmita, Globalisasi dan Kejahatan Bisnis, (Jakarta: Kencana Prenada

Media Group, 2010), Cet. I, h. 192

Page 54: ASAS ULTIMUM REMEDIUM DALAM PEMIDANAAN …...Muhammad SAW, keluarga, sahabat, dan para pengikutnya sampai akhir zaman. Ungkapan Alhamdulillah, atas selesainya tulisan skripsi yang

44

tajam, hukum pidana hanya akan dijatuhkan apabila mekanisme penegakan hukum

lainnya yang lebih ringan telah tiada berdaya guna atau tidak dipandang cocok22

.

Melihat beberapa pendapat ahli diatas mengenai penggunaan hukum pidana,

maka Syarat Hukum Pidana/Sanksi Pidana dapat dijadikan sebagai suatu primum

remedium yaitu:

1) apabila sangat dibutuhkan dan hukum yang lain tidak dapat digunakan

(mercenary);

2) Menimbulkan korban yang sangat banyak;

3) tersangka/terdakwa merupakan recidivist;

4) kerugiannya tidak dapat dipulihkan (irreparable);

5) apabila mekanisme penegakan hukum lainnya yang lebih ringan telah

tiada berdaya guna atau tidak dipandang.

Namun, meski beberapa ahli memberikan pandangan bahwa hukum pidana dapat

digunakan sebagai primum remedium dengan kriteria tertentu sebagaimana disebut

diatas, seharusnya hukum pidana ditempatkan sebagai senjata terakhir (ultimum

remedium) dalam pemidanaan, karena sejatinya hukum pidana merupakan hukum

yang paling keras diantara instrumen-instrumen hukum lain yang mengontrol tingkah

laku masyarakat. Selain itu, perlu dipahami bahwa penetapan sanksi pidana

seyogyanya dilakukan secara terukur dan berhati-hati, karena hal itu terkait dengan

kebijakan peniadaan kemerdekaan dari hak asasi manusia yang dilegalisasi oleh

undang-undang.

Sudikno Mertokusumo berpendapat, hukum yang berfungsi sebagai

perlindungan kepentingan manusia dalam penegakannya harus memperhatikan 3

(tiga) unsur fundamental hukum, antara lain: kepastian hukum (Rechtssicherheit),

22

Kumpulan Makalah Prof Edy O.S. Hiariej

Page 55: ASAS ULTIMUM REMEDIUM DALAM PEMIDANAAN …...Muhammad SAW, keluarga, sahabat, dan para pengikutnya sampai akhir zaman. Ungkapan Alhamdulillah, atas selesainya tulisan skripsi yang

45

kemanfaatan (Zweckmassigkeit) dan keadilan (Gerechtigkeit)23

. Oleh karenanya,

dalam menentukan pemberian sanksi pidana dalam suatu pemidanaan perlu

memperhatikan ketiga unsur fundamental hukum tersebut karena pada dasarnya

itulah yang menjadi tujuan dari hukum.

Hukum pidana dipandang sebagai ultimum remedium atau sebagai alat terakhir

apabila usaha-usaha lain tidak bisa dilakukan, ini disebabkan karena sifat pidana

yang menimbulkan nestapa, demikan Sudarto mengemukakan pada pelaku kejahatan,

sehingga sebisa mungkin dihindari penggunaan pidana sebagai sarana pencegah

kejahatan24

. Fungsi hukum pidana yang besifat subsidair tersebut juga sering disebut

dengan ultimum remedium atau sebagai obat terakhir, yaitu sebagai obat yang baru

akan digunakan manakala obat lain diluar hukum pidana sudah tidak dapat efektif

digunakan25

.

Van Bemmelen berpendapat bahwa yang membedakan antara hukum pidana

dengan bidang hukum lain adalah sanksi hukum pidana merupakan pemberian

ancaman penderitaan dengan sengaja dan sering juga pengenaan penderitaan, hal

mana dilakukan juga sekalipun tidak ada korban kejahatan. Perbedaan demikian

menjadi alasan untuk menggangap hukum pidana sebagai ultimum remedium, yaitu

usaha terakhir guna memperbaiki tingkah laku manusia, terutama penjahat, serta

memberikan tekanan psikologi agar orang lain tidak melakukan kejahatan. Penerapan

hukum pidana sedapat mungkin dibatasi oleh karena sanksinya yang bersifat

penderitaan, dengan kata lain penggunaanya dilakukan jika sanksi-sanksi hukum lain

tidak memadai lagi.26

23

Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum Suatu Pengantar, (Yogyakarta: Liberty,

2005), h. 160 24

H. Setiyono, Kejahatan Korporasi, (Malang: Bayumedia Publishing, 2005), h. 102 25

H. Setiyono, Kejahatan Korporasi, h. 26 26

PAF Lamintang, Dasar-Dasar Hukum Pidana di Indonesia, (Bandung: PT Citra

Aditya Bakti,1997), h. 17

Page 56: ASAS ULTIMUM REMEDIUM DALAM PEMIDANAAN …...Muhammad SAW, keluarga, sahabat, dan para pengikutnya sampai akhir zaman. Ungkapan Alhamdulillah, atas selesainya tulisan skripsi yang

46

Sudikno Mertokusumo mengartikan bahwa ultimum remedium sebagai alat

terakhir27

. Istilah ultimum remidium diartikan dengan pemberian sanksi pidana yang

dipergunakan manakala sanksi-sanksi yang lain sudah tidak berdaya. Dengan

perkataan lain, dalam suatu undang-undang sanksi pidana dicantumkan sebagai

sanksi yang terakhir, setelah sanksi perdata, maupun sanksi administratif.28

Mekanisme ini dipergunakan agar selain memberikan kepastian hukum juga agar

proses hukum pidana yang cukup panjang dapat memberikan keadilan baik terhadap

korban maupun terhadap pelaku itu sendiri.

Dari penjelasan yang dijabarkan diatas dapat diambil suatu kesimpulan bahwa

ultimum remedium merupakan istilah lumrah yang biasa dipakai atau dikaitkan

dengan hukum. Istilah ini menggambarkan suatu sifat hukum, yakni sebagai pilihan

atau alat terakhir yang dikenal baik dalam hukum pidana.

C. Ultimum Remedium dalam Hukum di Indonesia

Sejatinya, masalah sanksi menjadi isu penting dalam hukum pidana karena

dipandang sebagai pencerminan sebuah norma dan kaidah yang mengandung tata

nilai yang ada di dalam sebuah masyarakat. Adanya pengaturan dan penjatuhan

sanksi muncul akibat adanya reaksi dan kebutuhan masyarakat terhadap

pelanggaran/kejahatan yang terjadi. Untuk itu, Negara sebagai perwakilan dari

masyarakat menggunakan kewenangannya dalam mengatasi permasalahannya

melalui kebijakan pidana (criminal policy).

Salah satu kebijakan pidana yang digunakan Negara adalah pemberian sanksi

pidana melalui undang-undang. Namun dalam pelaksanaannya, penetapan sanksi

pidana melalui undang-undang di Indonesia sekarang ini lebih digunakan sebagai

27

Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum Suatu Pengantar, h. 128 28

https://istilahhukum.wordpress.com/2013/02/06/ultimum-remedium/ diakses pada

20/01/17

Page 57: ASAS ULTIMUM REMEDIUM DALAM PEMIDANAAN …...Muhammad SAW, keluarga, sahabat, dan para pengikutnya sampai akhir zaman. Ungkapan Alhamdulillah, atas selesainya tulisan skripsi yang

47

primum remedium daripada sebagai ultimum remedium. Hal ini dapat dilihat dari

beberapa undang-undang yang ada dimana hampir sebagian besar undang-undang

mencantumkan sanksi pidana.

Konstruksi norma sanksi pidana dalam bagian Ketentuan Pidana dalam sebuah

undang-undang dari perspektif penafsiran sistematis, sanksi pidana selalu

ditempatkan lebih dahulu ketimbang sanksi administratif maupun sanksi denda.

Misalnya dalam ketentuan Pasal 104 UU Perdagangan, pada frasa,”pidana penjara

paling lama 5 (lima) tahun) dan/atau denda paling banyak Rp.5000.000.000,00 (lima

milyar rupiah). Selain itu frasa “dan/atau” memuat makna kumulatif dan alternatif.

Artinya dapat dijatuhi pidana penjara saja, pidana denda saja, atau bahkan keduanya.

Sementara itu, tidak sedikit undang-undang yang menggunakan ancaman pidana

dalam ketentuan hukum pidana dengan konstruksi meletakan hukum pidana lebih

dahulu dari sanksi denda ataupun administratif dengan konstruksi dalam pasalnya

sebagai berikut:29

1. (sanksi pidana) + dan/atau + (sanksi denda);

2. (sanksi pidana) + atau + (sanksi denda);

3. (sanksi pidana);

4. (sanksi pidana) + dan + (sanksi pidana).

Hal ini menunjukkan ada pergeseran politik hukum (legal policy) mengenai

penerapan hukum pidana yang semula sebagai upaya/cara terakhir (ultimum

remedium) menjadi upaya/cara pertama (primum remedium), dimana sanksi pidana

masih dianggap senjata utama dalam menghukum seseorang sebagai pembalasan

perbuatan jahatnya di masa lalu.

29

Jurnal Konstitusi, Konstitusionalitas Norma Sanksi Pidana sebagai Ultimum

Remedium dalam Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan, Volume 12 No. 4, 2015,

h. 879

Page 58: ASAS ULTIMUM REMEDIUM DALAM PEMIDANAAN …...Muhammad SAW, keluarga, sahabat, dan para pengikutnya sampai akhir zaman. Ungkapan Alhamdulillah, atas selesainya tulisan skripsi yang

48

Fenomena saat ini timbul karena masyarakat sudah terlalu sering memandang

pelaku kejahatan sebagai satu-satunya faktor kejahatan, seolah-olah kejahatan tidak

bisa disebabkan faktor-faktor lainnya seperti faktor lingkungan (keluarga),

kurangnya pendidikan, kurangnya pemahaman nilai-nilai agama, atau bahkan faktor

yang mungkin saja datang dari korban kejahatan itu sendiri, apabila ditelusuri lebih

mendalam bahkan beberapa alasan tersebut mungkin saja justru bersumber dari

kelemahan negara. Masyarakat masih menganggap bahwa sanksi pidana merupakan

media pembalasan perbuatan jahat seseorang tanpa mempertimbangkan faktor lain

dan dampak dari sanksi tersebut bagi pelaku ataupun korban.

Nyatanya, penerapan sanksi hukum pidana juga tidak selalu menyelesaikan

masalah karena ternyata dengan sanksi pidana tidak terjadi pemulihan keadilan yang

rusak oleh suatu perbuatan pidana. Oleh karena itu konsep keadilan restoratif perlu

menjadi pertimbangan dalam pemulihan keadilan terhadap suatu tindakan pidana.

Hal ini sejalan dengan sifat hukum pidana sebagai ultimum remedium yang mana

penggunaan sanksi pidana digunakan sebagai hukum atau senjata terakhir ketika

sanksi-sanksi lain seperti sanksi perdata dan sanksi administratif sudah tidak dapat

dilaksanakan.

D. Tinjauan Hukum Islam tentang Ultimum Remedium

Sebagai agama yang “rahmatan li al „Alamiin”, Islam memiliki tujuan untuk

menciptakan kebahagian hidup manusia baik di dunia maupun di akhirat, dengan

mengambil segala yang bermanfaat dan mencegah serta menolak segala yang tidak

berguna terhadap kehidupan manusia. Hukum Islam sendiri bertujuan untuk

mewujudkan kemaslahatan hidup manusia baik jasmani maupun rohani, baik secara

individu ataupun dalam kehdiupan bermasyarakat. Demikian juga dalam proses

penyelesaian masalah pidana dan penjatuhan hukuman bagi pelaku tindak pidana, di

Page 59: ASAS ULTIMUM REMEDIUM DALAM PEMIDANAAN …...Muhammad SAW, keluarga, sahabat, dan para pengikutnya sampai akhir zaman. Ungkapan Alhamdulillah, atas selesainya tulisan skripsi yang

49

mana hukum Islam memiliki cara pandang tersendiri dalam memperlakukan si

pelaku kejahatan sesuai dengan prinsip-prinsip keadilan dan kemaslahatan.

Nilai-nilai filosofis hukum pidana Islam tercermin dari asas-asas hukum Islam

secara tersendiri. Asas legalitas dipertimbangkan untuk menghindari kesalahan

dalam proses pemidanaan, karena banyak anggapan bahwa hukum pidana Islam itu

keras dan tidak sesuai dengan asas kemanusiaan. Misalnya kasus pembunuhan,

Hukum pidana Islam mengenal suatu konsep pemaafan. Pelaku pembunuhan, tidak

dapat dijatuhi sanksi pidana jika wali korban telah memaafkannya, atau misalnya di

antara pelaku dan korban terdapat suatu mediasi atau perdamaian yang dalam hukum

pidana Islam disebut dengan “al-Islah”.

Hal ini tentunya menunjukkan bahwa tidak setiap pelaku kejatahatan harus

mendapatkan hukuman. Dalam beberapa permasalahan, sanksi pidana dapat

diposisikan sebagai ultimum remedium yang berarti penjatuhan sanksi merupakan

senjata terakhir, tentunya dengan mempertimbangkan aspek tertentu, sebab-sebab

terjadinya suatu perbuatan pidana dan juga kondisi pelaku tindak pidana.

Hukum pidana Islam, sebagai realisasi dari hukum Islam itu sendiri, menerapkan

hukuman dengan tujuan untuk menciptakan ketentraman individu dan masyarakat

serta mencegah perbuatan-perbuatan yang bisa menimbulkan kerugian terhadap

anggota masyarakat, baik yang berkenaan dengan jiwa, harta, maupun kehormatan.30

Tujuan pemberi hukuman dalam Islam sesuai dengan konsep tujuan umum

disyariatkan hukum, yaitu untuk merealisasi kemaslahatan dan sekaligus akan

ditegakkannya keadilan.31

Dalam hukum pidana Islam seperti yang dikemukakan Abu Zahrah bahwa pada

dasarnya tujuan pemidanaan terutama dalam konteks Qişaş diyat adalah untuk

30

Ahmad Hanafi, Asas-Asas Hukum Pidana Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 1967), h.

255 31

Makhrus Munajat, Fiqh Jinayat, (Yogyakarta: Pesantren Nawasea Press, 2010), h.

102

Page 60: ASAS ULTIMUM REMEDIUM DALAM PEMIDANAAN …...Muhammad SAW, keluarga, sahabat, dan para pengikutnya sampai akhir zaman. Ungkapan Alhamdulillah, atas selesainya tulisan skripsi yang

50

mendidik individu, menciptakan keadilan di tengah masyarakat dan menciptakan

kemaslahatan di tengah masyarakat.32

Dengan tujuan pemidanaan tersebut maka

masyarakat diharapkan dapat menahan diri untuk tidak melakukan perbuatan

kriminal terutama dalam hal pembunuhan baik sengaja, semi sengaja maupun tidak

sengaja.

Pemikiran mengenai teori pemidanaan dalam Islam tidak lepas dari nilai–nilai

dan norma dalam Islam itu sendiri, teori Islam tentang pemidanaan merupakan suatu

kepercayaan yang berasal dari petunjuk Tuhan yang ada dalam Al-Qur‟ān.33

Dari

beberapa kajian terhadap nash-nash dalam syariat Islam, para pakar merumuskan

sejumlah teori tentang tujuan pemidanaan dalam Islam yaitu :

1. Pembalasan (al-jaza‟)

Konsep ini dalam pandangan hukum sekuler dikenal dengan tujuan

pemidanaan retributive atau pembalasan. Tujuan pemidanaan ini mengandung

pengertian bahwa hukuman itu dikenakan kepada pelaku jarimah sebagai

balasan atas perbuatannya itu.34

Hal ini berarti bahwa jika seseorang melakukan

suatu tindak kejahatan maka harus dibalas dengan apa yang telah ia lakukan dan

nilainya harus setimpal. Tujuan dari pembalasan diatas adalah hukuman yang

diberikan haruslah menggapai keadilan pihak korban, ahli waris dan orang-orang

terdekat korban.35

2. Pencegahan (al-jazr)

Hukuman itu diterapkan bermaksud sebagai upaya pencegahan atau tindakan

prevensi bagi orang–orang yang ingin melakukan tindakan pidana.36

Tujuan

pemidanaan ini terbagi menjadi 2 yaitu :

32

Muhammad Abu Zahrah, Usul al-Fiqh, (Beirut: Dar al-Fikr, 1985), h. 365. 33

Ocktoberrinsyah, “Teori Pemidanaan Dalam Islam”, In Right Jurnal Agama dan

Hak Azazi Manusia, Vol. 1, 2011, h. 22 34

Muchammad Ichsan dan M. Endrio Susilo, Hukum Pidana Islam Sebuah Alternatif,

(Yogyakarta: Lab Hukum Fakultas Hukum UMY, 2006), h. 106 35

Ocktoberrinsyah, “Teori Pemidanaan Dalam Islam”…, h. 25 36

Muchammad Ichsan dan M. Endrio Susilo, Hukum … , h. 106

Page 61: ASAS ULTIMUM REMEDIUM DALAM PEMIDANAAN …...Muhammad SAW, keluarga, sahabat, dan para pengikutnya sampai akhir zaman. Ungkapan Alhamdulillah, atas selesainya tulisan skripsi yang

51

a. Pemidanaan yang bermaksud sebagai pencegahan kolektif (generale

prevention), yang berarti pemidanaan harus bisa memberikan pelajaran bagi

orang lain untuk tidak melakukan tindak pidana serupa.37

b. Pencegahan yang bersifat khusus (special Prevention), artinya sesorang yang

melakukan tindak pidana setelah diteraokan sanksi terhadapnya ia akan

bertaubat dan berusaha untuk tidak mengulangi tindakannya tersebut.38

Misal

dalam kasus pembunuhan tidak di sengaja pelaku diwajibkan membayar diyat

yang dapat membuatnya kehilangan banyak harta hingga jatuh miskin sehingga

di kemudian hari ia akan lebih berhati–hati dalam bertindak agar tidak terjadi

kelalian lagi dalam bertindak.

3. Pemulihan/perbaikan (al-islah)

Pemulihan atau yang sering disebut rehabilitasi (rehabilitation) adalah

tujuan pemidanaan yang bermaksud untuk memperbaiki pelaku tindak kejahatan

(rehabilitation of the criminal), pidana ini diterapkan sebagai usaha untuk

mengubah sikap dan perilaku pelaku tindak pidana agar tidak mengulangi tindak

kejahatanya. Unsur utama dalam tujuan pemidanaan ini adalah mendidik pelaku

kejahatan agar menjadi lebih baik dalam kehidupan setelah menjalani sanksi

pidana.39

4. Restorasi (al-isti‟adah)

Keadilan restorasi adalah konsep pemidanaan yang mengedepankan pemulihan

kerugian yang dialami korban dan pelaku, dibanding menjatuhkan hukuman penjara

bagi pelaku.40

Korban mengambil peran aktif dalam proses, sementara pelaku didorong

untuk mengambil tanggung jawab atas tindakan mereka, untuk memperbaiki hal-hal

37

Makhrus Munajat, Fiqh Jinayat, h. 104 38

Ocktoberrinsyah, “Teori Pemidanaan Dalam Islam”…, h., 22 39

A. Hanafi, Asas-Asas ... , h. 57 40

Ary Wibowo, “Kejamnya Keadilan sandal Jepit”,

http://nasional.kompas.com/read/2012/01/06/09445281/Kejamnya.Keadilan.Sandal.Jepit

diakses 29/08/2017

Page 62: ASAS ULTIMUM REMEDIUM DALAM PEMIDANAAN …...Muhammad SAW, keluarga, sahabat, dan para pengikutnya sampai akhir zaman. Ungkapan Alhamdulillah, atas selesainya tulisan skripsi yang

52

yang membahayakan mereka, dilakukan dengan cara meminta maaf, mengembalikan

uang yang dicuri, atau pelayanan masyarakat.

Jika dalam tujuan pemulihan lebih berorientasi kepada pelaku tindak

pidana, maka dalam tujuan restorasi ini lebih berorientasi kepada kepentingan

korban.41

Hal ini didasarkan pada sebuah teori keadilan yang menganggap

kejahatan dan pelanggaran menjadi pelanggaran terhadap individu atau

masyarakat, bukan negara. Keadilan Restoratif mendorong dialog antara korban

dan pelaku menunjukkan tingkat tertinggi kepuasan korban dan akuntabilitas

pelaku.

Pada kasus tabrakan misalnya, korban seringkali tidak mendapat solusi

atas masalah yang dihadapi, yaitu mendapatkan biaya rumah sakit dan

penggantian atas biaya hidup karena ketidakmampuannya bekerja akibat

tabrakan yang ia alami. Demikian juga dengan sang penabrak, ia harus

mendapatkan pidana penjara sehingga baginya untuk apa juga memberikan uang

pengobatan kepada korban, toh ia sudah dipenjara. Dengan demikian pengenaan

atau penjatuhan pidana penjara pada pelaku kejahatan berimbas kepada keluarga

korban juga keluarga pelaku sendiri, dan tentu saja ini bukan sebuah solusi.42

Dalam Islam, tujuan pemidanaan ini dapat disimpulkan dari ayat-ayat yang

menegaskan adanya hukuman diyat sebagai hukuman pengganti dari hukuman

Qişaş apabila korban memaafkan43

dan pemberian maaf pihak korban (ahli

waris) dengan bersedekah dalam pidana pembunuhan karena tersalah

5. Penebusan dosa (at-takfir)

Penebusan dosa atau penghapusan dosa merupakan konsep tujuan

pemidanaan yang berasal dari pemikiran religious yang bersumber dari Allah.

41

Ocktoberrinsyah, “Teori Pemidanaan Dalam Islam”. .. h., 31 42

Keadilan restorative bagi korban tindak pidana,”

http://ulinnuha.blogdetik.com/2011/04/27/keadilan-restoratif-bagi-korban-tindak-pidana/

diakses 29/08/2017 43

Ocktoberrinsyah, “Teori Pemidanaan Dalam Islam” … , h. 31

Page 63: ASAS ULTIMUM REMEDIUM DALAM PEMIDANAAN …...Muhammad SAW, keluarga, sahabat, dan para pengikutnya sampai akhir zaman. Ungkapan Alhamdulillah, atas selesainya tulisan skripsi yang

53

Hal ini merupakan buah dari keyakinan akan datangnya hari pembalasan di

akhirat. Dalam keyakinan Islam segala sesuatu yang dilakukan oleh manusia di

dunia ini akan dipertanggungjawabkan kelak di akhirat, dengan demikian konsep

ini memandang bahwa penjatuhan hukuman di dunia ini menurut para fuqaha,

salah satu fungsinya adalah untuk menggugurkan dosa–dosa yang telah

dilakukannya.

Seperti dalam kasus pembunuhan karena tersalah bahwasanya salah satu

tujuan dari diwajibkannya membayar diyat adalah untuk menghapuskan rasa

berdosa pelaku karena kelalaiannya telah mengakibatkan matinya seseorang.

Melihat tujuan-tujuan pemidanaan dalam Islam dapat diambil kesimpulan bahwa

penjatuhan sanksi pidana bukan merupakan satu-satunya cara dan bukan sebagai

senjata utama dalam menghukum seseorang yang bersalah. Konsep-konsep

penyelesaian masalah pidana tersebut merupakan bagian dari konsep Restorative

Justice yang akhir-akhir ini mulai dilirik oleh para pakar hukum dalam upaya

mencari penyelesaian hukum yang berkeadilan dan tentunya memberikan manfaat

serta kebaikan bagi semua pihak.

Bicara tentang pemidanaan tentunya juga tidak terlepas dari pembahasan

pertanggung jawaban pidana. Untuk dapat dipidananya seorang pelaku kejahatan

disyaratkan bahwa tindak pidana yang dilakukannya itu memenuhi unsur-unsur yang

telah ditentukan oleh undang-undang. Dilihat dari sudut terjadinya suatu tindakan

yang dilarang, seseorang akan bertanggungjawab terhadap perbuatannya tersebut

apabila perbuatannya bertentangan dengan hukum, serta tidak ada alasan pembenar

dan alasan pemaaf. Dilihat dari sudut kemampuan bertanggungjawab maka hanya

seseorang yang mampu bertanggungjawab yang dapat dipertanggung jawabkan atas

perbuatannya.44

44

Syafrinaldi,“Pertanggungjawaban Pidana Dalam Tindak Pembunuhan

(Perbandingan Menurut Hukum Pidana Islam dan Hukum Pidana Positif)”, Hukum Islam,

Vol.VI, No.4 (Desember 2006), h. 408

Page 64: ASAS ULTIMUM REMEDIUM DALAM PEMIDANAAN …...Muhammad SAW, keluarga, sahabat, dan para pengikutnya sampai akhir zaman. Ungkapan Alhamdulillah, atas selesainya tulisan skripsi yang

54

Dalam hukum Islam dalam segi pertanggung jawaban pidana, hubungan

hukuman dan pertanggung jawaban pidana, ditentukan oleh sifat keseorangan

hukuman dan ini merupakan salah satu prinsip dalam menentukan pertanggung

jawaban pidana.45

Dalam menentukan pertanggung jawaban pidana, syariat Islam

tidak semata-mata melihat pada perbuatan pidana semata, melainkan juga pada

niatan pembuat. Hal ini dikarenakan niat seseorang sangat penting dalam melakukan

suatu perbuatan melawan hukum. Pertanggung jawaban pidana dapat hapus karena

hal-hal yang berhubungan dengan diri pembuat sendiri atau karena hal-hal yang

berhubungan dengan keadaan diri pembuat.46

45

Jaih Mubarok dan Enceng Arif Faizal, Kaidah Fiqih Jinayah (Bandung: Aksara Baru,

2004), h. 69 46

Syafrinaldi, “Pertanggungjawaban.., h. 415

Page 65: ASAS ULTIMUM REMEDIUM DALAM PEMIDANAAN …...Muhammad SAW, keluarga, sahabat, dan para pengikutnya sampai akhir zaman. Ungkapan Alhamdulillah, atas selesainya tulisan skripsi yang

55

BAB IV

ANALISIS ASAS ULTIMUM REMEDIUM

DALAM PEMIDANAAN ANAK PERSPEKTIF HUKUM ISLAM

DAN HUKUM POSITIF DI INDONESIA

A. Asas Ultimum Remedium dalam Pemidaaan Anak di Indonesia

Persoalan mengenai anak yang menjadi pelaku tindak pidana menjadi persoalan

serius di berbagai negara. Melihat keadaan dimana perilaku anak-anak banyak yang

mengarah pada tindak kriminal, maka perlu upaya kuat dalam penanggulangan serta

penanganannya, terlebih dalam persoalan hukum pidana anak. Tentunya hal ini

mengarah kepada permberian perlakuan khusus bagi anak yang melakukan tindak

pidana. Proses penyelesaian kasus pada anak yang melakukan tindak pidana juga

harus dibedakan dengan orang dewasa, hal ini dikarenakan bahwa seorang anak

apabila dilihat dari kedudukannya secara hukum belum bisa dibebani kewajiban

sebagaimana orang dewasa, selama seseorang disebut sebagai anak maka selama

itulah dirinya tidak dituntut pertanggungjawaban, apabila timbul masalah pada anak

tetap diusahakan bagaimana haknya tetap dilindungi oleh hukum.1

Berbicara mengenai pemidanaan terhadap anak acapkali menimbulkan

perdebatan, karena masalah ini mempunyai konsekuensi dan dampak yang luas

menyangkut diri pelaku dan juga masyarakat. Di satu sisi, salah satu unsur terpenting

dalam hukum pidana adalah pemidanaan, dimana perbuatan pidana seseorang

diberikan sanksi sebagai bentuk balasan terhadap apa yang telah diperbuat. Namun di

sisi lain tidak dapat dipungkiri bahwa pemidanaan memiliki dampak negatif bagi

bagi yang dikenai pidana, khususnya bagi anak.

1 Kusumah, Mulyana W., Hukum dan Hak-Hak Anak, (Jakarta: CV Rajawali, 1996), h.

3

Page 66: ASAS ULTIMUM REMEDIUM DALAM PEMIDANAAN …...Muhammad SAW, keluarga, sahabat, dan para pengikutnya sampai akhir zaman. Ungkapan Alhamdulillah, atas selesainya tulisan skripsi yang

56

Anak yang melakukan tindakan pidana juga harus dilindungi hak-haknya

sebagai seorang anak, karena anak merupakan tunas yang berpotensi meneruskan

cita-cita perjuangan bangsa dan negara di masa yang akan datang. Oleh karenanya,

proses tumbuh kembang anak harus tetap terjaga dengan baik. Tentunya hal ini

menjadi tanggung jawab bersama antara orang tua, masyarakat dan juga negara

untuk mewujudkan pembinaan dan perlakuan yang baik terhadap anak.

Salah satu bentuk perlindungan terhadap hak-hak anak yang diberikan oleh

negara adalah dengan dibentuknya berbagai aturan yang memiliki prinsip untuk

melindungi hak-hak anak, salah satunya adalah Undang-Undang tentang

Perlindungan Anak. Sedangkan, dalam upaya melindungi anak dari kesewenang-

wenangan hukum dalam proses pemidanaan, lahirlah Undang-Undang tentang

Sistem Peradilan Pidana Anak, dimana peraturan ini bertujuan untuk menjaga dan

melindungi hak anak, meskipun anak tersebut melakukan suatu perbuatan pidana.

Peraturan ini diharapkan mampu memberikan perlindungan terhadap anak yang

menjadi pelaku tindak pidana dalam proses penyelesaiannya.

Secara filosofis, proses peradilan pidana anak harus mengutamakan

perlindungan dan rehabilitasi terhadap anak yang melakukan tindak pidana, dengan

menyadari bahwa anak memiliki sejumlah keterbatasan dibandingkan dengan orang

dewasa. Oleh karenanya, dalam menjalankan proses pemidanaan terhadap anak harus

menjunjung tinggi prinsip-prinsip perlindungan anak sebagaimana tertuang di dalam

Undang-Undang Perlindungan Anak, yaitu nondiskriminasi, kepentingan yang

terbaik bagi anak, hak untuk hidup, kelangsungan hidup dan perkembangannya serta

penghargaan terhadap pendapat anak, dan dalam pasal 16 Ayat (3) Undang-Undang

Perlindungan Anak menyatakan bahwa penangkapan, penahanan, atau tindak pidana

penjara anak hanya dilakukan apabila sesuai dengan hukum yang berlaku dan hanya

dapat dilakukan sebagai upaya terakhir (ultimum remedium).

Page 67: ASAS ULTIMUM REMEDIUM DALAM PEMIDANAAN …...Muhammad SAW, keluarga, sahabat, dan para pengikutnya sampai akhir zaman. Ungkapan Alhamdulillah, atas selesainya tulisan skripsi yang

57

Prinsip bahwa sanksi pidana hanya diberikan sebagai obat terakhir atau disebut

juga sebagai asas ultimum remedium nyatanya tidak dapat dilepaskan dari

pemidanaan dalam sistem peradilan pidana anak. Asas ini mengarahkan bahwa

semaksimal mungkin anak dihindarkan dari pemberian sanksi pidana. Hal ini selaras

dengan aturan dalam Convention on the Rights of the Child (Konvensi Hak-Hak

Anak) (Resolusi MU PBB 44/25) yang menyebutkan bahwa:

“Penangkapan, penahanan dan pidana penjara, hanya digunakan sebagai

tindakan dalam upaya terakhir dan jangka waktu yang sangat pendek.2

Dalam United Nations Guidelines For The Prevention of Juvenile Delinquency (The

Riyadh Guidlines) juga menyebutkan bahwa:

Perlu diingat bahwa anak/remaja yang melakukan pelanggaran ringan tidak

harus direaksi dengan kriminalisasi atau penghukuman atas perbuatannya.3

Mengenai penjatuhan sanksi terhadap anak yang melakukan tindak pidana, telah

diatur dalam Undang-Undang tentang Sistem Peradilan Pidana Anak. Undang-

undang tersebut mengatur tentang sanksi pidana dan sanksi tindakan. Hakim

diberikan pilihan untuk menjatuhkan sanksi terhadap anak pelaku tindak pidana

antara sanksi pidana atau tindakan. Apabila kita menempatkan bahwa sanksi pidana

merupakan obat terakhir (ultimum remedium) dalam pemidanaan anak, maka dalam

hal ini, Hakim mempunyai alternatif dalam menjatuhkan sanksi, yaitu dengan

penjatuhan sanksi tindakan.

Pada dasarnya sah-sah saja apabila keputusan hakim berkata lain dengan

menjatuhkan sanksi pidana terhadap anak pelaku tindak pidana. Namun menurut

penulis, saat hakim ingin menjatuhkan sanksi pidana alangkah baiknya dilihat dan

ditinjau kembali apakah keputusan tersebut dapat memberikan nilai manfaat dan nilai

edukatif terhadap anak tersebut. Dengan menyadari bahwa kondisi anak yang masih

2 Dalam Artikel 37 huruf (d) Konvensi Hak Anak

3 Dalam Rule 1.1-1.5 The Riyadh Guidelines

Page 68: ASAS ULTIMUM REMEDIUM DALAM PEMIDANAAN …...Muhammad SAW, keluarga, sahabat, dan para pengikutnya sampai akhir zaman. Ungkapan Alhamdulillah, atas selesainya tulisan skripsi yang

58

sangat perlu mendapatkan bimbingan. Menurut penulis, penjatuhan sanksi pidana

berupa penjara dapat menimbulkan kerugian dan dampak buruk bagi anak. Saat anak

dirampas kemerdekaannya, anak akan terpisah dari komponen terpenting dalam

proses pendidikan dan pengarahannya, yaitu orang tua dan keluarga. Hubungan

kekeluargaan dan hubungan emosional antara anak dan keluarga akan terganggu.

Anak yang dipidana juga berpotensi menjadi anak yang lebih nakal dan ahli dalam

tindak pidana, hal ini bisa disebabkan dampak buruk dari terpidana lain yang

memungkinkan memberikan pergaulan yang negatif dan pengetahuan yang lebih

banyak tentang tindak kejahatan.

Dampak lain dapat dilihat dari sudut pandang masyarakat, anak yang pernah

dipidana pasti mendapat label buruk di mata masyarakat. Hal ini dapat dikaitkan

dengan labelling theory yang memandang bahwa seorang kriminal bukanlah orang

yang bersifat jahat, tetapi orang yang sebelumnya pernah berstatus jahat yang

ditetapkan oleh sistem peradilan pidana atau masyarakat. Berdasarkan pandangan ini,

ada kemungkinan masyarakat untuk menolak kehadiran anak yang pernah dipidana,

karena sudah ada pandangan bahwa anak yang pernah dipidana merupakan anak

yang nakal dan memiliki perilaku yang buruk, dengan kekhawatiran anak tersebut

dapat mengulangi perbuatan jahatnya atau dapat memberikan dampak buruk bagi

anak-anak yang lain.

Berdasarkan alasan-alasan tersebut, seharusnya dapat menjadi pertimbangan

Hakim bahwa dalam menjatuhkan sanksi terhadap anak harus memperhatikan

kepentingan yang terbaik bagi anak dalam berbagai aspek, sehingga dalam

pengambilan keputusannya, hakim harus menerapkan asas ultimum remedium

dimana penjatuhan sanksi pidana merupakan upaya terakhir demi kepentingan anak.

Page 69: ASAS ULTIMUM REMEDIUM DALAM PEMIDANAAN …...Muhammad SAW, keluarga, sahabat, dan para pengikutnya sampai akhir zaman. Ungkapan Alhamdulillah, atas selesainya tulisan skripsi yang

59

B. Implementasi Asas Ultimum Remedium dalam Pemidaaan Anak di

Indonesia

Apabila kita berbicara mengenai pemidanaan anak, maka yang menjadi rujukan

utama adalah Undang-Undang No.11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana

Anak (UU SPPA), karena di undang-undang itulah yang mengatur tentang seluruh

rangkaian proses pemidanaan bagi anak yang berhadapan dengan hukum, tentunya

dengan tetap memperhatikan instrumen-instrumen Internasional tentang anak yang

telah diratifikasi sebagai landasan yuridis pelaksanaan peradilan pidana anak.

Mengenai penjatuhan sanksi bagi anak yang berhadapan dengan hukum diatur

dalam pasal 71 ayat 1 dan 2 UU SPPA yang menyebutkan tentang sanksi pidana dan

dalam pasal 82 tentang sanksi tindakan. Apabila melihat ketentuan sanksi dalam UU

SPPA ini, yang mengatur bahwa ada sanksi tindakan, menandakan bahwa undang-

undang ini menganut double track system, yang artinya hakim mempunyai pilihan

dalam menentukan sanksi mana yang dapat dijatuhkan bagi pelaku, antara sanksi

pidana atau sanksi tindakan.

Dalam penjatuhan sanksi terhadap anak yang berhadapan dengan hukum,

tentunya harus memperhatikan asas-asas yang terkandung dalam sistem peradilan

pidana anak di Indonesia. Sebagaimana diatur dalam pasal 2 UU SPPA, dimana

sistem peradilan pidana anak harus mementingkan perlindungan, keadilan,

nondiskriminasi, kepentingan terbaik bagi anak, penghargaan terhadap anak,

kelangsungan hidup dan tumbuh kembang anak, pembinaan dan pembimbingan

anak, proporsional, perampasan kemerdekaan dan pemidanaan sebagai upaya

terakhir, dan penghindaran pembalasan.

Salah satu asas tersebut menyatakan bahwa perampasan kemerdekaan dan

pemidanaan sebagai upaya terakhir atau disebut juga sebagai asas ultimum

remedium. Tentang asas ultimum remedium dalam UU SPPA ini juga dapat dilihat

dalam Pasal 3 huruf g yang menyatakan bahwa tiap anak dalam proses peradilan

Page 70: ASAS ULTIMUM REMEDIUM DALAM PEMIDANAAN …...Muhammad SAW, keluarga, sahabat, dan para pengikutnya sampai akhir zaman. Ungkapan Alhamdulillah, atas selesainya tulisan skripsi yang

60

pidana berhak untuk tidak ditangkap, ditahan, atau dipenjara kecuali sebagai upaya

terakhir dan dalam waktu yang paling singkat.

Mengenai ultimum remedium dapat diartikan bahwa penjatuhan sanksi pidana

merupakan obat terakhir selama upaya atau sanksi lain dianggap masih bisa

diberikan kepada pelaku tindak pidana. Hal ini tentunya bertujuan menjaga asas lain

dalam pemidanaan anak, yaitu perlindungan terhadap anak, menjaga kelangsungan

hidup dan tumbuh kembangnya, serta pembinaan dan pembimbingan terhadapnya.

Dalam upaya penerapan asas ultimum remedium tersebut, sistem peradilan anak

di Indonesia mengedepankan konsep restorative justice dalam pelaksanaannya.

Keadilan restoratif merupakan suatu proses dimana semua pihak yang terlibat dalam

suatu tindak pidana tertentu bersama-sama memecahkan masalah, tentunya demi

kebaikan bersama dan mencapai win-win solution, dengan menciptakan suatu

kewajiban untuk membuat segala sesuatunya menjadi lebih baik dengan melibatkan

pelaku, korban, dan masyarakat dalam mencari solusi memperbaiki, rekonsiliasi, dan

menentramkan hati yang tidak berdasarkan pada pembalasan.

Upaya tersebut terlihat dalam proses peradilan pidana anak, dimana adanya

perlakuan khusus bagi anak yang berhadapan dengan hukum sejak dimulainya proses

peradilan. Salah satunya dengan diwajibkannya diadakan Diversi dalam proses

penyidikan oleh penyidik. Diversi merupakan sebuah tindakan atau perlakuan untuk

mengalihkan atau menempatkan pelaku tindak pidana anak keluar dari sistem

peradilan pidana. Prinsip utama pelaksanaan konsep Diversi adalah tindakan

persuasif atau pendekatan non-penal dan memberikan kesempatan kepada seseorang

untuk memperbaiki kesalahan. Proses pengalihan ini ditujukan untuk memberikan

perlindungan terhadap anak yang berhadapan dengan hukum. Apabila proses Diversi

berhasil, maka anak yang berhadapan dengan hukum tidak boleh diproses lebih

lanjut ke dalam persidangan. Namun apabila Diversi tidak berhasil, maka anak tetap

mengikuti proses peradilan pidana, tetapi dengan perlakuan khusus sebagaimana

Page 71: ASAS ULTIMUM REMEDIUM DALAM PEMIDANAAN …...Muhammad SAW, keluarga, sahabat, dan para pengikutnya sampai akhir zaman. Ungkapan Alhamdulillah, atas selesainya tulisan skripsi yang

61

diatur undang-undang dengan tetap berorientasi pada prinsip-prinsip perlindungan

anak, dan dalam penjatuhan sanksi oleh Hakim juga dengan memperhatikan

kepentingan yang terbaik bagi anak.

Di Indonesia sendiri, persoalan mengenai anak yang terlibat kasus tindak pidana

tidak sedikit jumlahnya. Banyak kasus yang menjadi sorotan masyarakat dan media

tentang anak yang melakukan tindak pidana. Salah satunya kasus yang dihadapi oleh

AQJ atau biasa disebut Dul, anak dari Ahmad Dhani. Dul dianggap lalai dalam

mengemudikan kendaraan sehingga terjadi kecelakaan yang mengakibatkan sejumlah

korban meninggal dunia. Atas kasus tersebut, Dul ditetapkan sebagai tersangka atas

kecelakaan maut di Tol Jagorawi Km 8+200 September 2013 yang lalu dan harus

melewati proses peradilan anak. Dul dijerat dengan pasal 310 ayat (2), (3), dan (4)

Undang Undang Lalu Lintas dengan ancaman pidana maksimal enam tahun penjara.

Di satu sisi, perbuatan yang dilakukan Dul termasuk perbuatan pidana, apalagi

sampai memakan korban jiwa. Tetapi dalam kasus ini, Hakim menjatuhkan sanksi

tindakan terhadap Dul, yaitu dengan mengembalikan dirinya kepada orang tuanya,

padahal dalam tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Dul dituntut dengan satu tahun

penjara dengan masa percobaan dua tahun serta denda Rp. 5 juta subsider tiga bulan

kerja sosial.

Dalam kasus tersebut Hakim berpendapat bahwa terdakwa masih berusia 13

tahun, bukan anak nakal. Dul dianggap hanya kurang perhatian, kasih sayang, dan

pengawasan orang tua. Terlebih lagi antara pihak keluarga terdakwa dan korban telah

mencapai kata sepakat untuk berdamai. Kedua orang tua Dul juga berjanji akan lebih

mengawasi dan memperhatikan bocah 13 tahun tersebut. Hakim juga berpendapat,

dalam pengamatannya selama persidangan, Dul merupakan anak yang sopan dan

punya budi pekerti yang baik, hanya saja ia kurang mendapat perhatian dari orang

tuanya. Menurut Hakim, terdakwa dapat dibina, karena jika dengan dengan sanksi

Page 72: ASAS ULTIMUM REMEDIUM DALAM PEMIDANAAN …...Muhammad SAW, keluarga, sahabat, dan para pengikutnya sampai akhir zaman. Ungkapan Alhamdulillah, atas selesainya tulisan skripsi yang

62

pidana bersyarat sekalipun dapat memberikan stigma negatif kepada anak di masa

mendatang.4

Apabila melihat keputusan Hakim dalam menjatuhkan vonis terhadap kasus

tersebut, menurut penulis keputusan tersebut sudah benar. Karena dalam hal ini

Hakim sangat mempertimbangkan kepentingan yang terbaik bagi terdakwa. Hakim

menilai bahwa perbuatan terdakwa bukan semata-mata kesalahan dia, tetapi juga

karena faktor keluarga yang kurang dalam mengawasi dan memberi perhatian, dan

apabila terdakwa dijatuhkan sanksi pidana, walaupun itu pidana bersyarat sekalipun,

dapat memberikan dampak yang negatif bagi dirinya. Dan dengan pertimbangan

tersebut, Hakim memutuskan untuk mengembalikan terdakwa kepada orang tuanya

dengan menghindari sanksi pidana atas perbuatannya.

Contoh kasus lain mengenai anak yang melakukan tindak pidana dapat dilihat

dalam putusan Pengadilan Negeri Jakarta Barat No.568/Pid.Sus/2014/PN.Jkt.Bar.

Dalam kasus tersebut, seorang anak telah melakukan suatu perbuatan pidana yaitu

memiliki narkotika. Dalam putusan, Hakim menyatakan bahwa anak tersebut terbukti

secara sah dan dinyatakan bersalah karena telah melakukan tindak pidana dengan

“tanpa hak atau melawan hukum memiliki Narkotika Golongan I dalam bentuk

tanaman”, namun sanksi yang diberikan Hakim adalah mengembalikan

terdakwa/anak tersebut kepada orang tuanya dibawah pengawasan Bapas. Kasus

lainnya dapat dilihat dalam salah satu putusan Pengadilan Negeri Jakarta Barat.

Dalam putusan tersebut, hakim menyatakan bahwa terdakwa terbukti dengan sah

serta meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana penganiayaan, tetapi Hakim

menjatuhkan sanksi agar terdakwa dikembalikan kepada orang tuanya dibawah

4 www.liputan6.com/amp/2078684/tewaskan-7-orang-dul-ahmad-dhani-divonis-bebas

diakses pada 7/01/2018

Page 73: ASAS ULTIMUM REMEDIUM DALAM PEMIDANAAN …...Muhammad SAW, keluarga, sahabat, dan para pengikutnya sampai akhir zaman. Ungkapan Alhamdulillah, atas selesainya tulisan skripsi yang

63

pengawasan Bapas, padahal Jaksa Penuntut Umum menuntut terdakwa atas kasus

tersebut dengan pidana penjara selama 1 (satu) satu tahun dan 8 (delapan) bulan.5

Menurut penulis, apabila melihat contoh-contoh kasus yang dijabarkan diatas,

asas ultimum remedium telah diterapkan oleh Hakim dalam penjatuhan sanksi

terhadap anak. Padahal dalam putusannya, Hakim menyatakan para terdakwa secara

sah dan meyakinkan bersalah, namun sanksi yang diberikan bukanlah sanksi pidana

penjara, tetapi dikembalikan kepada orang tuanya masing-masing. Hal ini tentunya

dengan pertimbangan bahwa sanksi pidana bukanlah sanksi yang tepat diberikan

kepada anak yang melakukan tindak kejahatan.

Menurut penulis, seharusnya kasus-kasus tersebut dapat menjadi gambaran dan

acuan dalam penjatuhan sanksi terhadap anak yang menjadi pelaku tindak pidana.

Meskipun dampak yang timbul dari perbuatan tersebut sangat besar, tetapi Hakim

juga sangat memperhatikan dampak apabila seorang anak pelaku tindak pidana

dijatuhi sanksi pidana.

5 Salinan Putusan Mahkamah Agung Nomor. 014/Pid.Sus/2014/PN.JKT.BAR

Page 74: ASAS ULTIMUM REMEDIUM DALAM PEMIDANAAN …...Muhammad SAW, keluarga, sahabat, dan para pengikutnya sampai akhir zaman. Ungkapan Alhamdulillah, atas selesainya tulisan skripsi yang

64

C. Tinjauan Hukum Islam tentang Implementasi Asas Ultimum Remedium

dalam Pemidaaan Anak

Dalam hukum Islam, ada istilah pertanggungjawaban pidana, yaitu pembebanan

seseorang akibat perbuatannya (atau tidak berbuat dalam delik omisi) yang

dikerjakannya dengan kemauan sendiri, dimana ia mengetahui maksud maksud dan

akibat-akibat dari perbuatannya itu.6 Yang di dalam ushul fiqh dikenal dengan istilah

ahliyyah, yaitu kelayakan atau kecakapan atau kemampuan seseorang untuk

memiliki hak-hak yang ditetapkan baginya atau untuk menunaikan kewajiban agar

terpenuhi hak-hak orang lain yang dibebankan kepadanya atau untuk dipandang sah

oleh syara‟ perbuatan-perbuatannya.7 Pertanggungjawaban pidana di atas ditegakkan

atas tiga hal, yaitu: (1) Adanya perbuatan yang dilarang, (2) Dikerjakan dengan

kemauan sendiri, (3) Pembuatnya mengetahui terhadap akibat perbuatannya tersebut.

Kalau ketiga hal tersebut ada maka terdapat pula pertanggungjawaban pidana, dan

kalau tidak ada maka tidak ada atas unsur-unsur dari pertanggungjawaban pidana.

Dari pengertian di atas maka hanya manusia berakal pikiran, dewasa, dan

kemauan sendiri yang dapat dibebani tanggung jawab pidana. Oleh karena itu tidak

ada pertanggungjawaban bagi kanak-kanak, orang gila, orang dungu, orang yang

hilang kemauannya, dan orang yang dipaksa atau terpaksa.8 Anak yang masih di

bawah umur tidak dikenakan hukuman secara penuh sebagaimana orang dewasa

melakukan tindak pidananya, anak yang masih di bawah umur disamakan dengan

orang yang gila dan orang yang tidak sadar, jadi tidak dikenakan hukuman.

Dalam istiah ushul fih, taklif (beban) itu diberikan kepada orang dewasa atau

balig. Sedangkan orang yang belum sempurna akalnya tidak pantas dibebani (beban

dari Allah) disebut tidak mukallaf. Anak-anak adalah manusia yang demikian itu.

6 Topo Santoso, Menggagas Hukum Pidana Islam: Penerapan Syari‟at Islam Dalam

Konteks Modernitas cet. 2 (Asy Syaamil Press & Grafika, Bandung, 2001), h. 166 7 Zakiah Daradjat, Ilmu Fiqh Jilid II (Dana Bhakti Wakaf, Yogyakarta, 1995), h., 9

8 Topo Santoso, Menggagas Hukum Pidana Islam, h. 166.

Page 75: ASAS ULTIMUM REMEDIUM DALAM PEMIDANAAN …...Muhammad SAW, keluarga, sahabat, dan para pengikutnya sampai akhir zaman. Ungkapan Alhamdulillah, atas selesainya tulisan skripsi yang

65

Oleh karena itu, pada dasarnya anak tidak dapat dimintai pertanggungjawaban atas

apa yang ia lakukan. Allah berfiman dalam surat Al-Baqarah ayat 286:

فسب إل وسعهب ل يكلف للا

“Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya”.

Sebagaimana dijelaskan dalam hadits Abu Daud:

بي حتى يحتلن رفع الملن عي ثلثة: عي الوجىى حتى يفيك، وعي البئن حتى يستيمظ، وعي الص

9

Dari Aisyah RA, Bahwa Rasulullah SAW bersabda, "Hukuman tidak

berlaku atas tiga hal: orang yang gila hingga ia waras, orang yang tidur hingga

ia terjaga, orang yang dan anak kecil hingga ia dewasa.”10

Dengan demikian, kejahatan yang dilakukan anak belum dapat dihukum, tetapi

harus dididik secara khusus, sehingga keadilan restoratif sangatlah penting untuk

diterapkan demi kebaikan anak. Keadilan restoratif adalah penyelesaian perkara tidak

pidana dengan melibatkan pelaku, korban, keluarga pelaku/korban, dan pihak lain

yang terkait untuk bersama-sama mencari penyelesaian yang adil dengan

menekankan pemulihan kembali pada keadaan semula, dan bukan pembalasan.

Sesuai dengan tujuan pokok hukum Islam maqasid al-Syari‟ah adalah

mewujudkan kemaslahatan umat. Nilai maslahah-nya adalah untuk melindungi

generasi penerus bangsa agar tidak semakin rusak dan kembali menemukan arah dan

tujuan hidupnya untuk masa yang akan mendatang. Selain itu, Islam juga

menjelaskan bahwa perlindungan tidak hanya diberikan kepada korban tindak pidana

tetapi juga melindungi seseorang yang menjadi pelaku tindak pidana. Hal itu

dijelaskan dalam hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari, bahwa perlindungan yang

9 Shahih: [Shahiih al-Jaami‟ish Shaghiir 3514], Sunan at-Tirmidzi (II/102/693)

10 Bey Arifin dan A. Syinqithy Djamaluddin, Terjemah Sunan Abu Dawud, IV

(Semarang: CV. Asy Syifa, 1992), h. 738.

Page 76: ASAS ULTIMUM REMEDIUM DALAM PEMIDANAAN …...Muhammad SAW, keluarga, sahabat, dan para pengikutnya sampai akhir zaman. Ungkapan Alhamdulillah, atas selesainya tulisan skripsi yang

66

diberikan kepada orang yang berbuat zhalim (pelaku) adalah dengan memegang

tangannya, yang berarti dengan memberikan pengawasan, pemantauan, sampai

pembinaan agar tidak terjerumus lagi ke hal-hal negatif.

Dengan penjelasan tersebut dapat disimpulkan bahwa konsep hukum Islam

dalam menghadapi anak yang berhadapan dengan hukum yaitu dengan

mempertimbangkan kepentingan sang anak. Semaksimal mungkin diupayakan bagi

anak yang melakukan tindak pidana dihindarkan dari pemidanaan, tentunya dengan

melihat maslahah bagi anak tersebut. Teori maslahah setidaknya dapat menjadi

acuan pemikiran awal dalam mewujudkan maqashid al-Syariah adalah konsep yang

paling tepat untuk mengkaji tentang sanksi pidana terhadap anak. Menurut konsep

maslahah al-Ghazali, bahwa menurut asal maslahah, berarti sesuatu yang

mendatangkan manfaat atau keuntungan dan menjauhkan mudharat yang pada

hakikatnya adalah memelihara tujuan syara‟ dalam menetapkan hukum.11

11

Al-Ghazali dalam Abdul Manan, Reformasi Hukum Islam di Indonesia, Tinjauan dari

Aspek Metodologis, Legislasi dan Yurisprudensi, Ed. I (Cet. II, Jakarta: PT Raja Grafindo

Persada, 2007), h. 262

Page 77: ASAS ULTIMUM REMEDIUM DALAM PEMIDANAAN …...Muhammad SAW, keluarga, sahabat, dan para pengikutnya sampai akhir zaman. Ungkapan Alhamdulillah, atas selesainya tulisan skripsi yang

67

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan uraian pembahasan diatas, maka sebagai akhir dari skripsi ini dapat

ditarik kesimpulan sebagai berikut:

1. Asas ultimum remedium dalam pemidanaan anak dapat dilihat dalam instrumen

hukum nasional maupun internasional, dimana proses peradilan pidana anak

harus selalu memperhatikan perlindungan terhadapnya. Kepentingan yang

terbaik bagi anak menjadi pertimbangan utama dalam proses peradilan pidana

anak, dengan memposisikan sanksi pidana sebagai upaya terakhir selama upaya

lain dapat dilakukan.

2. Dalam hukum Islam, penjatuhan sanksi pidana harus melihat konsep Ahliyyah,

yaitu kemampuan seseorang dalam mempertanggung jawabkan perbuatannya.

Dalam hal ini, seorang anak dianggap tidak memiliki kecakapan untuk

bertanggung jawab terhadap sesuatu yang telah diperbuat. Anak yang melakukan

tindak pidana harus dihadapi dengan restorative justice dan memperhatikan

maslahah bagi anak.

B. Rekomendasi

Dari uraian kesimpulan diatas, maka dapat dikemukakan saran-saran sebagai

berikut:

1. Penerapan asas ultimum remedium dalam proses peradilan pidana anak

seharusnya menjadi pertimbangan penting bagi hakim dalam menjatuhkan

sanksi. Oleh karenanya, pemahaman hakim tentang perlindungan anak sangat

Page 78: ASAS ULTIMUM REMEDIUM DALAM PEMIDANAAN …...Muhammad SAW, keluarga, sahabat, dan para pengikutnya sampai akhir zaman. Ungkapan Alhamdulillah, atas selesainya tulisan skripsi yang

68

diperlukan, dengan melihat bahwa sanksi pidana bukanlah solusi terbaik, karena

dapat memberikan dampak buruk bagi anak di masa yang akan datang.

2. Dalam proses peradilan pidana anak, hendaknya Hakim dapat melibatkan unsur

atau pihak yang dapat memberikan gambaran mengenai keadaan anak serta

upaya dalam mewujudkan upaya perlindungan terhadapnya, seperti psikolog

anak, Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) dan lembaga atau pihak lain

yang dapat membantu memberikan pertimbangan untuk hakim dalam melihat

kondisi anak dalam upaya perlindungan terhadapnya.

Page 79: ASAS ULTIMUM REMEDIUM DALAM PEMIDANAAN …...Muhammad SAW, keluarga, sahabat, dan para pengikutnya sampai akhir zaman. Ungkapan Alhamdulillah, atas selesainya tulisan skripsi yang

69

DAFTAR PUSTAKA

Abu Zahrah, Muhammad., Usul al-Fiqh, Beirut: Dar al-Fikr, 1985

Arifin, Bey. dan A. Syinqithy Djamaluddin, Terjemah Sunan Abu Dawud, IV,

Semarang: CV. Asy Syifa, 1992

Ashshiddiqi, T.M. Hasbi., Pengantar Fiqh Mu‟amalah, Semarang: PT. Pustaka Rizki

Putra, 1997

Atmasasmita, Romli., Globalisasi dan Kejahatan Bisnis, Jakarta: Kencana Prenada

Media Group, 2010

Atmasasmita, Romli., Peradilan Anak di Indonesia, Bandung: Mandar Maju, 1997

Daradjat, Zakiah., Ilmu Fiqh Jilid II, Yogyakarta: Dana Bhakti Wakaf, 1995

Eddyono, Supriyadi W., Seri Bahan Bacaan Kursus HAM untuk Pengacara X,

Materi : Pengantar Konvensi Hak Anak, Jakarta: ELSAM, 2005

Gultom, Maidin., Perlindungan Hukum Terhadap Anak Dalam Sistem Peradilan

Pidana Anak di Indonesia, Bandung: PT. Refika Aditama, 2008

Hanafi, Ahmad., Asas-Asas Hukum Pidana Islam, Jakarta: Bulan Bintang, 1967

Ichsan, Muchammad. dan M. Endrio Susilo, Hukum Pidana Islam Sebuah Alternatif,

Yogyakarta: Lab Hukum Fakultas Hukum UMY, 2006

Ikhsan, Edy., Beberapa Catatan Tentang Konvensi Hak Anak, Fakultas Hukum:

Universitas Sumatera Utara, 2002

Joni, Muhammad., Hak-Hak Anak Dalam Undang-undang Perlindungan Anak Dan

Konvensi PBB Tentang Hak Anak: Beberapa Isu Hukum Keluarga, Jakarta:

Komisi Nasional Perlindungan Anak, 2008

Jurnal Konstitusi, Konstitusionalitas Norma Sanksi Pidana sebagai Ultimum

Remedium dalam Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan, Volume 12

No. 4, 2015

Page 80: ASAS ULTIMUM REMEDIUM DALAM PEMIDANAAN …...Muhammad SAW, keluarga, sahabat, dan para pengikutnya sampai akhir zaman. Ungkapan Alhamdulillah, atas selesainya tulisan skripsi yang

70

Kartono, Kartini., Bimbingan Bagi Anak dan Remaja yang Bermasalah, Jakarta:

Rajawali Press, 2011

Lamintang, PAF., Dasar-Dasar Hukum Pidana di Indonesia, Bandung: PT Citra

Aditya Bakti, 1997

Mamudji, Sri., Metode Penelitian dan Metode Penelitian Hukum. Jakarta: Badan

Penerbit Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2005

Marlina, Peradilan Pidana Anak Di Indonesia. "Pengembangan Konsep Diversi dan

Restorative Justice", Bandung: PT. Refika Aditama, 2009

Mertokusumo, Sudikno., Mengenal Hukum Suatu Pengantar, Yogyakarta: Liberty,

2005

Mubarok, Jaih. dan Enceng Arif Faizal, Kaidah Fiqih Jinayah, Bandung: Aksara

Baru, 2004

Muladi dan Arief, Barda Nawawi., Bunga Rampai Hukum Pidana, Bandung:

Alumni, 2007

Mulyana W, Kusumah., Hukum dan Hak-Hak Anak, Jakarta: CV Rajawali, 1996

Munajat, Makhrus., Fiqh Jinayat, Yogyakarta: Pesantren Nawasea Press, 2010

Mustaqim, Abdul., “Kedudukan dan Hak-Hak Anak dalam Perspektif al-Qur‟an,

dalam al-Musāwa Jurnal Studi Gender dan Islam, Vol. 4, No. 2, Juli 2002

Nashriana, Perlindungan Hukum Pidana Bagi Anak Di Indonesia, Jakarta: PT. Raja

Grafindo Persada, 2011

Nasir, M. Djamil., Anak Bukan Untuk Dihukum: Catatan Pembahasan UU Sistem

Peradilan Pidana Anak (UU-SPPA), Jakarta: Sinar Grafika, 2013

Ocktoberrinsyah, “Teori Pemidanaan Dalam Islam”, In Right Jurnal Agama dan

Hak Azazi Manusia, Vol. 1, 2011

Prints, Darwan., Hukum Anak Indonesia, Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2003

Santoso, Topo., Menggagas Hukum Pidana Islam: Penerapan Syari‟at Islam Dalam

Konteks Modernitas, Bandung: Asy Syaamil Press & Grafika, 2001

Page 81: ASAS ULTIMUM REMEDIUM DALAM PEMIDANAAN …...Muhammad SAW, keluarga, sahabat, dan para pengikutnya sampai akhir zaman. Ungkapan Alhamdulillah, atas selesainya tulisan skripsi yang

71

Saraswati, Rika., Hukum Perlindungan Anak Di Indonesia, Bandung: PT. Citra

Aditya Bakti, 2009

Setiyono, H., Kejahatan Korporasi, Malang: Bayumedia Publishing, 2005

Supeno, Hadi., Kriminalisasi Anak. "Tawaran Gagasan Radikal Peradilan Anak

Tanpa Pemidanaan ", Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2010

Syafrinaldi,“Pertanggungjawaban Pidana Dalam Tindak Pembunuhan

(Perbandingan Menurut Hukum Pidana Islam dan Hukum Pidana Positif)”,

Hukum Islam, Vol.VI, No.4, Desember 2006

Tim Penyusun, Ensiklopedi Islam, Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve, 2005

Wahyudi, Setya., Implementasi Ide Diversi Dalam Pembaharuan Sistem Peradilan

Pidana Anak Di Indonesia, Yogyakarta: Genta Publishing, 2011

www.liputan6.com/amp/2078684/tewaskan-7-orang-dul-ahmad-dhani-divonis-bebas

diakses pada 7 Januari 2018

Ary Wibowo, “Kejamnya Keadilan sandal Jepit”,

http://nasional.kompas.com/read/2012/01/06/09445281/Kejamnya.Keadilan.San

dal.Jepit diakses 29/08/2017

Keadilan restorative bagi korban tindak pidana,”

http://ulinnuha.blogdetik.com/2011/04/27/keadilan-restoratif-bagi-korban-

tindak-pidana/ diakses 29/08/2017

https://istilahhukum.wordpress.com/2013/02/06/ultimum-remedium/ diakses pada

20/01/17

http://id.shvoong.com/humanities/religion-studies/2170488-hak-anak-menurut-

islam/#ixzz1zSXacwvM diakses pada 18/08/2017

Undang Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas

Undang Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak

Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak