Artikel_10501147

15
Judul Studi kasus : Penyesuaian menantu perempuan yang tinggal di rumah mertua yang berbeda suku Nama : Ika wahyuni NPM :10501147 NIRM : 20013137380050146 Pembimbing : M. Fakhrurrozi, M.psi, psi ABSTRAK A. Latar belakang masalah Seperti pada tahapan kehidupan yang lain, pada masa dewasa muda seorang individu juga menghadapi berbagai tugas perkembangan. Tentang tugas perkembangan dewasa muda ini, Havinghurst (dalam turner & Helms, 1991) menyatakan bahwa menikah dilalui sebagian besar individu dewasa muda sebagai salah satu tugas perkembangannya. Carter & McGoldirck (dalam Santrock, 2002) menyatakan bahwa dengan menikah, individu berada pada tahap pasangan baru dalam siklus keluarga. Dimana individu menghadapi perubahan peran. Dapat dikatakan dengan menikah individu menghadapi tugas-tugas yang membutuhkan penyesuaian diri, karena diantara sekian banyak tugas perkembangan individu dewasa muda, tugas-tugas yang berhubungan dengan hidup, seseorang yang telah memiliki pengalaman kerja, menikah dan telah menjadi orang tua, tetap harus melakukan penyesuaian diri dengan peran-peran tersebut sehingga proses penyesuaian hidup sebagai suami dan istri bukan hal yang mudah. Duvall dan Miller (1985) mengatakan bahwa pada umumnya, seseorang menikah ketika ia menginjak umur 20-an. Laswell (dalam Astuti, 1988) mengatakan bahwa usia 25 tahun adalah usia yang ideal bagi wanita, dan 28 tahun adalah usia yang ideal bagi pria untuk menikah. Dengan demikian dapat disimpulkan, bahwa usia yang sangatlah ideal bagi seseorang untuk menikah adalah usia antara 20-28 tahun, dan rentan usia tersebut dalam tahap

description

ldfghjk

Transcript of Artikel_10501147

Page 1: Artikel_10501147

Judul Studi kasus : Penyesuaian menantu perempuan yang tinggal di rumah

mertua yang berbeda suku

Nama : Ika wahyuni

NPM :10501147

NIRM : 20013137380050146

Pembimbing : M. Fakhrurrozi, M.psi, psi

ABSTRAK A. Latar belakang masalah

Seperti pada tahapan kehidupan

yang lain, pada masa dewasa muda

seorang individu juga menghadapi

berbagai tugas perkembangan. Tentang

tugas perkembangan dewasa muda ini,

Havinghurst (dalam turner & Helms,

1991) menyatakan bahwa menikah

dilalui sebagian besar individu dewasa

muda sebagai salah satu tugas

perkembangannya.

Carter & McGoldirck (dalam

Santrock, 2002) menyatakan bahwa

dengan menikah, individu berada pada

tahap pasangan baru dalam siklus

keluarga. Dimana individu menghadapi

perubahan peran. Dapat dikatakan

dengan menikah individu menghadapi

tugas-tugas yang membutuhkan

penyesuaian diri, karena diantara sekian

banyak tugas perkembangan individu

dewasa muda, tugas-tugas yang

berhubungan dengan hidup, seseorang

yang telah memiliki pengalaman kerja,

menikah dan telah menjadi orang tua,

tetap harus melakukan penyesuaian diri

dengan peran-peran tersebut sehingga

proses penyesuaian hidup sebagai suami

dan istri bukan hal yang mudah.

Duvall dan Miller (1985)

mengatakan bahwa pada umumnya,

seseorang menikah ketika ia menginjak

umur 20-an.

Laswell (dalam Astuti, 1988)

mengatakan bahwa usia 25 tahun adalah

usia yang ideal bagi wanita, dan 28

tahun adalah usia yang ideal bagi pria

untuk menikah. Dengan demikian dapat

disimpulkan, bahwa usia yang sangatlah

ideal bagi seseorang untuk menikah

adalah usia antara 20-28 tahun, dan

rentan usia tersebut dalam tahap

Page 2: Artikel_10501147

perkembangan berada pada masa dewasa

awal (Turner & Helms, 1995).

Turner dan Helms (1995)

menguraikan beberapa motif bagi

seseorang untuk menikah. Adapun

motif-motif tersebut adalah cinta,

kebersamaan, perjanjian, legitimasi

untuk melakukan hubungan seksual dan

mempunyai anak yang sah, kesiapan,

serta keuntungan yang legal. Setiap

pasangan yang baru menikah memiliki

harapan bahwa mereka berdua akan

hidup bahagia selamanya. Tetapi cepat

atau pun lambat mereka akan

menemukan bahwa kehidupan di dalam

perkawinan tidaklah selalu indah.

Banyak konflik-konflik baru yang akan

muncul yang mungkin belum pernah

terjadi sebelumnya. Adakalanya terjadi

suatu kesalah pahaman ataupun

pertengkaran yang akan membuat

mereka sadar bahwa pasangannya

tersebut hanyalah manusia biasa yang

lengkap dengan kelemahan dan

perbedaan.

Sementara itu, sebagian dari

mereka terkadang masih menambahnya

dengan masalah lain. Masih dapat kita

temukan sampai hari ini, banyak

pasangan muda yang baru menikah tetap

tinggal dirumah orang tuanya, entah itu

dirumah orang tua dari pihak suami

ataupun dari pihak istri.

Menurut purnomo (1994) ada

beberapa alasan untuk tetap tinggal di

rumah mertua. Pertama, mungkin

mereka memang belum berani untuk

mandiri dengan mengandalkan

penghasilan, karena biaya hidup

berumah tangga tidaklah sedikit. Kedua,

secara psikologis, mungkin mereka

belum siap, karena menikah merupakan

suatu pengalaman baru bagi mereka.

Berada dekat dengan orang tua dapat

membantu untuk mendapatkan kekuatan,

panutan, atau pun teladan. Ketiga, sang

menantu memang diminta untuk tinggal

bersama oleh mertuanya, karena sang

mertua yang mungkin telah hidup

sendiri, membutuhkan seseorang untuk

menemaninya.

Bagi para pasangan dengan

alasan seperti di atas, tinggal dirumah

mertua setelah menikah terkesan sebagai

sesuatu hal yang sederhana. Pasangan

tidak perlu pusing dengan uang

kontrakan ataupun uang cicilan rumah.

Seorang menantu yang baik

adalah tugas seumur hidup setiap

pasangan. Apabila kita ingin mempunyai

hubungan yang baik dengan setiap

anggota keluarga, maka sang menantu

Page 3: Artikel_10501147

harus dapat menyesuaikan diri dengan

lingkungan tersebut. Adapun yang

dimaksud dengan menyesuaikan diri

adalah kemampuan individu untuk

mengatasi segala sesuatu yang terjadi

dalam lingkungannya secara efektif

(Adams, 1972).

Setiap individu merupakan

anggota dari suatu kelompok, baik suatu

negara tertentu, kelas sosial tertentu

kelompok etnik tertentu dan lain-lain.

Setiap kelompok masyarakat memiliki

pola-pola perilaku tersendiri yang diikuti

oleh setiap anggota kelompok

masyarakat tersebut. Individu yang

berasal dari suatu kelompok etnik

tertentu memiliki nilai budaya yang

berbeda dengan individu kelompok etnik

yang lain misalnya dalam adat-istiadat

melamar yang berbeda dalam

masyarakat Minang kabau dan

masyarakat Batak. Pada masyarakat

Minangkabau, biasanya pihak wanita

yang melamar sedangkan dalam

masyarakat Batak pihak laki-laki yang

melamar calon istri nya. Contoh lainnya

adalah bila seorang menantu perempuan

yang berasal dari Sumatra utara

mempunyai suami yang berasal dari

suku Jawa. Dalam hal tinggal di Jawa,

menantu harus menyesuaikan diri

dengan adaptasi kebiasaan jawa yang

ada di sana. Adat Jawa dikenal dengan

tata krama yang menjunjung tinggi

kesopanan dan kehalusan. Terutama

kepada kedua orang tua . Menantu

perempuan yang memang

kebudayaannya dikenal sangat terbuka

dan suka berterus terang, tentu harus

membiasakan dahulu bersikap lebih

halus dan lembut kepada mertuanya,

dengan berbicara lebih sabar dan pelan

tidak langsung terang-terangan dalam

mengungkapkan sesuatu. Tentu saja

menantu perempuan membutuhkan

untuk menyesuaikan diri dengan adat

kebiasaan yang baginya baru. Bila usaha

yang dilakukan berhasil dengan baik,

maka penyesuaian diri yang

dilakukannya berhasil juga dengan baik.

Tetapi bila ternyata usaha yang

dilakukannya tidak maksimal dan tidak

berhasil, maka hal itu dapat

mempengaruhi penyesuaian diri sang

menantu selanjutnya. Bila si menantu

mempunyai mertua yang baik dan penuh

pengertian akan ketidak berhasilannya,

maka hal itu dapat membantu si mertua

untuk menyesuaikan diri dengan dirinya

sendiri apa adanya. Tetapi bila ternyata

ia mempunyai mertua yang sangat

memegang penuh adat kebiasaan

Page 4: Artikel_10501147

Jawanya, maka hal itu dapat

berpengaruh dalam hasil penyesuaian

diri menantu menjadi lebih buruk lagi

(Purnomo 1994).

Penyesuaian diri merupakan

proses yang terus berlanjut sepanjang

kehidupan seseorang. Hal ini disebabkan

karena adanya perubahan situasi hidup

yang menuntut seseorang untuk berubah.

Oleh sebab itu dalam sepanjang hidup

seseorang harus terus menyesuaikan diri

sesuai dengan pengalaman hidupnya.

Penyesuaian diri adalah suatu proses,

mengingat kehidupan mereka

merupakan rangkaian perubahan dan

tantangan yang mengakibatkan individu

selalu berada dalam proses yang

berubah-ubah. Sehubungan dengan hal

itu, individu dapat mencari dan

menggunakan strategi baru untuk

menyesuaikan diri dalam kehidupan

mereka.

Perempuan dikatakan lebih sulit

menyesuaikan diri dari pada laki-laki

(Purnomo 1994). Hal ini dikarenakan

perempuan memegang peranan yang

sangat penting, yang salah satunya

adalah mempunyai hubungan yang baik

dengan keluarga suami (Horsey,1996)

dan perempuan pun memiliki kecemasan

berupa “aku tidak diterima dalam

keluarga suami” (Duvall dalam

Horsey,1996).

Menyesuaikan diri dengan

sesuatu yang baru tidaklah mudah.

Dalam menghadapi perubahan-

perubahan tersebut dibutuhkan usaha

dari individu yang bersangkutan. Dalam

kaitannya dengan pasangan yang tinggal

dirumah mertua, bila mertua mempunyai

latar belakang yang sama dengan

menantunya, maka hal ini dapat

mengurangi kesulitan yang dialami oleh

sang menantu. Tetapi bila mertua

mempunyai latar belakang yang berbeda

dengan menantunya, maka sang menantu

harus lebih pandai menyesuaikan diri.

Memahami latar belakang budaya antara

mertua dan menantu adalah suatu hal

yang sangat penting. Sehingga dapat

diketahui cara berpikir dan harapan

mereka untuk menjadi orang tua atau

menantu yang baik.

Bernard (dalam Rumiyati,2002)

mengatakan bahwa terdapat dua cara

untuk menjelaskan penyesuaian diri.

Adapun salah satu cara menjelaskan

penyesuaian diri tersebut adalah yang

diketahui sebagai proses. Tujuannya

adalah untuk mengerti tentang

penyesuaian diri itu sendiri. Dengan cara

ini, kita dapat bertanya mengenai

Page 5: Artikel_10501147

bagaimana seseorang individu atau

masyarakat secara umum menyesuaikan

diri dalam lingkungan yang berbeda dan

faktor-faktor apa saja yang

mempengaruhinya.

Pertanyaan dari penelitian ini adalah:

1. Bagaimanakah jenis penyesuaian diri

menantu perempuan yang tinggal

dirumah mertua yang berbeda suku?

2. Faktor-faktor apa saja yang

mempengaruhi penyesuaian diri

subjek ?

Permasalahan apa saja yang dapat

timbul didalam hubungan antara

mereka?

Penelitian ini bertujuan untuk

mendapatkan gambaran secara utuh

tentang bagaimana penyesuaian diri

menantu perempuan yang tinggal

dirumah mertua yang berbeda suku,

permasalahan apa saja yang dapat timbul

di dalam hubungan antara mereka serta

faktor-faktor apa saja yang

mempengaruhinya

B. Tinjauan pustaka

Grasha dan Kirschenbaum

memandang penyesuaian diri sebagai

usaha mencocokkan diri antara

kemampuan yang ada dengan

tuntutan lingkungannya.

Kemampuan tersebut terbentuk

melalui proses belajar dan

pengalaman, dimana kedua hal

tersebut terbentuk berkaitan erat

dalam mengatasi masalah yang

terjadi dalam lingkungan

Martin dan Osborne melihat

penyesuaian diri lebih kepada

bagaimana kita merubah tingkah

laku untuk mendapatkan tingkah

laku yang sesuai dengan tuntutan

lingkungan kita. Menurut mereka

setiap individu akan mengalami

masalah dalam penyesuaian diri,

dimana tingkat kesulitan dari

masalah tersebut sangat bervariasi.

Masalah yang dihadapi seseorang

dalam menjalani kehidupan sehari-

hari pun bisa menjadi masalah dalam

penyesuaian diri. Menjaga hubungan

dengan teman, keluarga, sekolah,

pekerjaan, lingkungan dimana kita

tinggal, perubahan peran karena

gender, atau perbedaan budaya.

Semua itu mempengaruhi dan

merupakan tantangan dalam

menyesuaikan diri. Tantangan-

tantangan seperti itulah yang harus

dihadapi oleh individu setiap hari.

Page 6: Artikel_10501147

Dengan merubah tingkah laku yang

semula tidak sesuai menjadi lebih

sesuai dengan tuntutan lingkungan,

maka individu akan berhasil dalam

penyesuaian diri.

Lazarus memiliki

pandangan yang sejalan dengan

Grasha dan Kirschenbaum bahwa

individu selalu berusaha untuk

mengatasi berbagai tuntutan atau

tekanan yang dihadapinya. Dalam

mengatasi berbagai tuntutan dan

tekanan tersebut diperlukan proses-

proses psikologi yang melalui

aspek kognitif dan afektif, dimana

dengan adanya hal-hal tersebut

individu dapat mengatasi masalah-

masalah yang dihadapi dengan

lebih bijaksana (Astuti,1998)

Dari beberapa definisi

diatas, dapat disimpulkan bahwa

penyesuaian diri individu

merupakan usaha yang dilakukan

oleh seseorang untuk memenuhi

tuntutan lingkungannya dengan

cara merubah tingkah laku untuk

mendapat tingkah laku yang lebih

sesuai, yang terdiri dari proses-

proses psikologi untuk mengatasi

berbagai tuntutan atau tekanan

yang berasal dari lingkungannya

agar tercipta keselarasan hubungan

dengan orang lain maupun

lingkungannya

Karakteristik Penyesuaian Diri

yang Baik

Haber dan Runyon (1984)

menyatakan bahwa ada beberapa

karakteristik individu yang dapat

menyesuaikan diri dengan baik yaitu:

a. Memiliki Persepsi yang Akurat

Terhadap Realitas

Kemampuan untuk mengenali

konsekuensi dari tindakan dan

kemampuan untuk mengarahkan

tingkah laku sesuai aturan

merupakan aspek yang penting

dalam mempersepsikan

kenyataan dengan aturan.

b. Mampu Mengatasi atau

Menangani Stress dan

Kecemasan

Penyesuaian diri akan efektif

apabila seseorang mampu

membuat tujuan hidup yang

realitis, dengan cara membuat

tujuan jangka pendek yang lebih

mudah diraih sehingga tercapai

kepuasaan dan kebahagiaan.

c. Memiliki Citra Diri yang Positif

Variasi dari persepsi terhadap

diri adalah indikator dari kualitas

Page 7: Artikel_10501147

penyesuaian diri untuk memiliki

citra yang positif, seseorang

harus menyadari kelebihan dan

kekurangan.

d. Mampu Mengekspresikan

Perasaan

Orang yang mampu merasakan

dan mengekspresikan seluruh

aneka warna dari emosi dan

perasaannya adalah orang yang

sehat secara emosional. Mereka

juga dapat menunjukan emosinya

secara realitas dan terkendali.

e. Memiliki Hubungan Antar

Pribadi yang Baik.

Orang yang penyesuaian dirinya

efektif mampu mencapai tingkat

keakraban dalam hubungan

sosial dengan orang lain. Mereka

disukai dan dihormati orang lain

sekaligus menyukai dan

menghormati orang lain.

Haber dan Runyon (1984)

menguraikan dua pendekatan

yang berbeda dalam

mengevaluasi penyesuaian diri

sebagai hasil, yaitu :

a. Pendekatan Sebagai Hasil

Negatif

Yang dimaksud dengan

pendekatan negatif adalah

konsekuensi buruk dalam

penyesuaian diri. Hal itu

biasanya disebut salah

penyesuaian diri jika individu

tidak menyesuaikan dirinya

dengan baik dengan

lingkungannya, maka dapat kita

sebut ia mengalami mal-adjusted.

b. Pendekatan Sebagai Hasil Positif

Pendekatan positif adalah

konsekuensi yang baik dalam

penyesuaian diri. Penyesuaian

diri yang baik adalah kebalikan

dari mal-adjusment, dan disebut

sebagai well-adjusted. Individu

dengan well-adjusted dapat

menerima dan menyesuaikan

pola tingkah laku yang dituntut

lingkungannya. Dengan

demikian individu akan nyaman

dan berfungsi dalam

lingkungannya sebagaimana

mesin yang selalu terawat baik,

secara tidak bertingkah laku

menyimpang dari norma

kelompok sosialnya.

Faktor-Faktor yang

Mempengaruhi Penyesuaian Diri

Bernand ( dalam

Rumiyati, 2002) menyatakan

bahwa ada 3 faktor yang

Page 8: Artikel_10501147

mempengaruhi penyesuaian diri,

yaitu:

a. Faktor Stres

1). Pengertian Stres

Penyesuaian diri menjadi

penting ketika tuntutan untuk

menyesuaikan diri sudah

mendekati atau melewati

ambang batas kemampuan

individu untuk

melakukannya. Ketika suatu

tujuan tidak dapat dicapai

maka seseorang akan

mengalami apa yang disebut

frustasi. Jika masa depan

seseorang menjadi tidak pasti

maka hal ini akan terasa

sebagai ancaman. Ketika

tuntutan berada pada suatu

persaingan dimana seseorang

atau dua orang tidak dapat

mencapai tujuannya tanpa

harus mengancam, maka

konfliklah yang berbicara.

Untuk mengerti masalah

yang paling serius dalam

menyesuaikan diri tidak

hanya cukup berbicara

tentang tuntutan eksternal

maupun internal. Suatu

kondisi penting dimana

penyelesaian masalah yang

paling sederhana saja

menjadi sulit atau bahkan

tidak mungkin dilakukan

harus di perhatikan. Kondisi

seperti itulah yang oleh

Lazarus (1976) disebut

dengan stres.

b. Faktor Eksternal

Lazarus (1976) membagi

faktor eksternal dalam Penyesuaian

diri menjadi dua, yaitu: tuntutan

fisik dan tuntutan sosial

C. Faktor Internal

Lazarus (1976) membagi

faktor internal dalam

penyesuaian diri menjadi dua

kebutuhan.

1). Kebutuhan Jasmani

Yang dimaksud dengan

kebutuhan jaringan adalah

kebutuhan untuk tubuh kita.

Bila kita merasa lapar, haus,

atau mengantuk, maka kita

harus segera memenuhi

kebutuhan fisik tersebut. Bila

kebutuhan itu tidak terpenuhi

atau kekurangan maka kita

akan merasa tidak sehat dan

apabila sudah melampaui

Page 9: Artikel_10501147

ambang batas dapat

menyebabkan kematian.

Kebutuhan akan

jaringan berkaitan erat

dengan jumlah gizi yang

didapati oleh tubuh kita. Bila

kita mendapatkan gizi yang

baik, maka jaringan tubuh

kita pun sehat. Mempunyai

tubuh yang sehat sangat erat

kaitannya dengan mempunyai

pembangkit motivasi yang

kuat. Pembangkit motivasi

inilah yang disebut sebagai

faktor pendorong.

2). Motif Sosial

Manusia adalah mahluk

sosial. Sebagai manusia kita

selalu mengharapkan adanya

kerjasama dari orang lain,

seperti penerimaan,

penghargaan, dukungan,

ataupun perhatian dari orang

lain. Walaupun secara fisik

kita tidak selalu tergantung

dari hubungan antar manusia

seperti yang dimaksudkan

diatas, namun interaksi sosial

adalah sarana mendasar yang

paling sederhana dalam

membentuk kepuasan.

Fenomena perkawinan beda suku

sebagai salah satu bentuk

perubahan, karena

perkembangan jaman. Gejala itu

kebanyakan terjadi dikota-kota

besar di Indonesia. Dengan

meningkatnya mobilisasi kekota-

kota besar, maka kemungkinan

bertemunya individu-individu

dengan latar belakang etnik yang

beragam juga semakin besar.

Tidak dapat dipungkiri, hal ini

juga memperbesar timbulnya

perkawinan beda suku (Veroff &

Feld, dalam powell,1983)

Pasangan suami istri

biasanya memiliki kemiripan

dalam hal latar belakang sosial,

agama, kelompok suku, tingkat

intelegensi, dan pendidikan.

Lebih jauh lagi, mereka biasanya

lebih mudah menyesuaikan diri

satu sama lain sehingga merasa

bahagia didalam perkawinannya.

Namun tidak dapat dipungkiri

pula, meskipun perkawinan

biasanya terjadi antar individu

yang memiliki kemiripan latar

belakang, individu bisa saja

tertarik pada individu lain

dengan latar belakang yang

Page 10: Artikel_10501147

berbeda namun dengan sifat

kepribadian yang bisa saja saling

melengkapi dengan individu

tersebut. Dengan demikian

perkawinan bisa saja terjadi antar

individu dengan latar belakang

yang berbeda dan tidak berarti

bahwa perkawinan tersebut akan

mengalami kegagalan., bisa saja

berbagai perbedaan yang ada,

baik perbedaan agama, latar

belakang etnik maupun latar

belakang pendidikan tidak

dianggap penting oleh pasangan

suami istri. Diskusi antar

pasangan tentang perbedaan

yang ada dapat dilakukan

sebelum membuat komitmen

perkawinan (Duvall & Miller,

1985).

Collins (1985) membagi

masalah-masalah yang mungkin

muncul karena masalah perbedaan

latar belakang yang kontras menjadi

dua yakni:

a. Masalah Internal

Yaitu masalah dari dalam

keluarga itu sendiri, yang

melibatkan hubungan antara

anggota keluarga tersebut.

b. Masalah Eksternal

Yaitu masalah dari luar

lingkungan keluarga, dari orang-

orang yang berkaitan dengan

anggota keluarganya, misalnya

dari orangtua, mertua, saudara

ipar dan lain-lain.

c. Metodologi penelitian

Pendekatan yang digunakan

dalam penelitian ini adalah pendekatan

kualitatif yang berbentuk studi kasus.

Studi kasus itu sendiri ialah studi yang

mempelajari fenomena khusus yang

hadir dalam suatu konteks yang dibatasi

dan kasus ini dapat berupa individu,

peran, kelompok kecil, organisasi,

komunikasi atau bahkan suatu bangsa

Poerwandari (1998).

Subjek dalam penelitian ini adalah

wanita yang telah menikah dan tinggal

dirumah mertua yang berbeda suku.

Mertua bersuku Padang sedangkan

menantu bersuku Sunda.

Jumlah subjek dalam penelitian kualitatif

tidak mengarah pada jumlah besar,

Page 11: Artikel_10501147

melainkan pada kasus-kasus yang sesuai

dengan masalah penelitian, tidak

ditentukan secara kaku dari awal, dapat

terjadi perubahan dalam jumlah dan

karakteristik sample sesuai

perkembangan yang terjadi selama

penelitian berlangsung dan diarahkan

pada kecocokan konteks Sarantakos

(dalam Poerwandari, 1998). Jumlah

subjek pada penelitian ini adalah satu

orang subjek.

Alat yang dipakai untuk

mengumpulkan data tersebut adalah

wawancara dan observasi, yaitu : Dalam

penelitian ini akan digunakan metode

wawancara konvensional yang informal.

Adapun alasan penggunaan bentuk

wawancara tersebut adalah dengan

adanya pertanyaan yang akan

berkembang dan dijawab secara spontan

maka peneliti memperoleh banyak data

dari subjek, selain diwawancarai pun

diamati oleh peneliti tanpa subjek

menyadari maka peneliti dapat

memperoleh semua data-data yang

diperlukan dalam penelitian

Dalam studi kasus ini penelitian

menggunakan jenis observasi partisipan

dan berstruktur. Hal ini berarti peneliti

ikut terlibat dalam kegiatan-kegiatan

yang dilakukan oleh subjek yang diteliti

atau diamati dan pengamat dalam

melaksanakan observasinya, melakukan

pengamatan bebas.

D. Hasil dan Analisa

Berdasarkan hasil wawancara

dan observasi baik subjek maupun

significant other bahwa subjek

menyesuaikan diri di rumah

mertuanya dengan cara mengikuti

berbagai aturan di rumah mertuanya,

akan tetapi hasil yang didapat subjek

setelah melakukan penyesuain diri

tidak sesuai dengan yang

diharapkannya karena menyesuaikan

diri di rumah mertuanya tidak lah

mudah, subjek juga sering

mengalami kesulitan menyesuaikan

diri dengan mertua perempuannya.

Hal ini disebabkan subjek jarang

sekali berkomunikasi dengan mertua

perempuannya dan memiliki

hubungan yang kurang baik dengan

mertua perempuannya. Walaupun

demikian subjek mampu menghadapi

stress dan kecemasan yang sering

dihadapinya, dalam pergaulan subjek

tidak mudah terpengaruh dengan hal-

hal yang bersifat negatif, hal ini

Page 12: Artikel_10501147

dikarenakan subjek dapat mengontrol

kehidupannya dan banyak

menghabiskan waktunya pada hal-hal

yang bersifat positif seperti: mengaji.

Subjek juga mampu mengekspresikan

perasaannya dan mengeluarkan

emosinya dengan cara menangis.

Hal ini sesuai dengan yang

dijelaskan oleh Haber dan Runyon

(1984) ada beberapa karakteristik

individu yang dapat menyesuaikan

diri dengan baik yaitu : Memiliki

persepsi yang akurat terhadap realitas,

subjek menyesuaikan diri di rumah

mertuanya dengan cara mengikuti

berbagai aturan di rumah mertuanya.

Mampu mengatasi atau menangani

stress dan kecemasan, subjek tidak

mudah stress dalam menghadapi

masalah-masalah yang muncul

selama tinggal di rumah mertuanya.

Memiliki citra diri yang positif,

subjek tidak mudah terpengaruh

dengan hal-hal yang bersifat negatif,

hal ini dikarenakan subjek dapat

mengontrol kehidupannya dan banyak

menghabiskan waktunya pada hal-hal

yang bersifat positif. Mampu

mengekspresikan perasaannya dengan

cara menangis, tertawa dan

menunjukan emosinya secara realitas

dan terkendali.

Berdasarkan hasil wawancara

dan observasi baik subjek maupun

significant other subjek memiliki

penyesuaian diri yang positif, seperti :

memiliki persepsi yang akurat

terhadap realitas, subjek mengikuti

berbagai aturan di rumah mertuanya

dengan cara mengerjakan pekerjaan

rumah, mempelajari dan mengikuti

adat istiadat mertua dan menggunakan

kerudung. Hal ini disebabkan karena

ada dua faktor yang mendukung

penyesuaian diri subjek selama tinggal

di rumah mertuanya. Kedua faktor

tersebut adalah faktor internal dan

faktor eksternal. Faktor internal adalah

: faktor yang berasal dari dalam diri

subjek. Faktor internal adalah salah

satu motivasi subjek untuk melakukan

penyesuaian diri di rumah mertua. Hal

ini dikarenakan oleh keinginan subjek

agar bisa diterima di rumah mertuanya

sangat kuat. Faktor eksternal adalah :

tuntutan-tuntutan yang berasal dari

luar individu. Subjek dituntut untuk

menyesuaiakan diri agar bisa diterima

dilingkungannya. Suami dan mertua

perempuan subjek sangat berperan

dalam proses penyesuaian diri yang

Page 13: Artikel_10501147

dilakukan subjek. Suaminya selalu

memberi support jika dirinya enggan

melakukan penyesuaian diri dikala

sedang berselisih dengan mertua

perempuannya. Mertua perempuan

subjek banyak mengatur subjek dalam

berbagai hal, seperti : cara berpakaian.

Pada awalnya subjek merasa tidak

nyaman, akan tetapi lama kelamaan

subjek menjadi terbiasa dengan gaya

berpakaian seperti yang diatur oleh

mertuanya. Dari kedua faktor tersebut

faktor internal yang paling

mempengaruhi proses penyesuaian

diri subjek. Hal ini ditandai dengan

penyesuaian diri yang dilakukannya

hingga sekarang.

Berdasarkan hasil wawancara

dan observasi baik subjek maupun

significant other bahwa permasalahan

yang muncul pada saat subjek tinggal

di rumah mertuanya disebabkan oleh

sikap mertua perempuan subjek yang

kurang menyetujui pernikahannya

karena subjek bukan berasal dari suku

Padang. Sehingga pada tahun ketiga

pernikahannya, mertua perempuan

subjek menjodohkan suami subjek

dengan wanita lain yang bersuku

Padang.Selain itu juga mertua

perempuan subjek banyak ikut campur

dalam hal mengasuh putranya hal ini

dikarenakan mertua perempuannya

menganggap subjek tidak mampu

mengurus putranya sendiri sehingga

subjek sering berselisih dengan

mertua perempuannya..

Hal ini sesuai dengan yang

dijelaskan oleh Collins (1985),

masalah yang mungkin muncul karena

perkawinan beda suku diantaranya

adalah: Masalah eketernal. Masalah

eksternal adalah masalah dari luar

lingkungan keluarga, dari orang-orang

yang berkaitan dengan anggota

keluarganya, Misalnya mertua, orang

tua, saudara ipar, dan lain-lain.

Adapun masalah-masalah eksternal

yang muncul selama subjek tinggal di

rumah mertuanya adalah sikap mertua

perempuan subjek yang kurang

menyetujui pernikahannya karena

subjek bukan berasal dari Padang, hal

ini menyebabkan mertua perempuan

subjek menjodohkan suami subjek

dengan wanita lain yang bersuku

Padang, selain itu juga mertua

perempuan subjek banyak ikut campur

dalam hal mengasuh putranya hal ini

dikarenakan mertua perempuannya

menganggap subjek tidak mampu

Page 14: Artikel_10501147

mengurus putranya dan belum bisa

menerima subjek sebagai menantunya.

E. Penutup

Berdasarkan hasil analisis dapat

disimpulkan beberapa hal yaitu :

1. Penyesuaian diri menantu perempuan

yang tinggal di rumah mertua yang

berbeda suku adalah sebagai berikut:

subjek memiliki karakteristik

penyesuaian diri yang baik seperti,

memiliki persepsi yang akurat

terhadap realitas, subjek

menyesuaikan diri di rumah

mertuanya dengan cara mengikuti

berbagai aturan di rumah mertuanya.

Mampu mengatasi atau menangani

stress dan kecemasan, subjek tidak

mudah stress dalam menghadapi

masalah-masalah yang muncul

selama tinggal di rumah mertuanya.

Memiliki citra diri yang positif,

subjek tidak mudah terpengaruh

dengan hal-hal yang bersifat negatif,

hal ini dikarenakan subjek dapat

mengontrol kehidupannya dan

banyak menghabiskan waktunya pada

hal-hal yang bersifat positif. Mampu

mengekspresikan perasaannya

dengan cara menangis, tertawa dan

menunjukan emosinya secara realitas

dan terkendali.

2. Ada dua faktor yang mempengaruhi

penyesuaian diri subjek sehingga

subjek memiliki penyesuaian diri

yang positif, yaitu : Faktor internal

dan faktor eksternal .Faktor internal

adalah : faktor yang berasal dari

dalam diri subjek. Faktor internal

adalah salah satu motivasi subjek

untuk melakukan penyesuaian diri di

rumah mertua. Hal ini dikarenakan

oleh keinginan subjek agar bisa

diterima di rumah mertuanya sangat

kuat. Faktor eksternal adalah :

tuntutan-tuntutan yang berasal dari

luar individu. Subjek dituntut untuk

menyesuaiakan diri agar bisa

diterima dilingkungannya. Suami dan

mertua perempuan subjek sangat

berperan dalam proses penyesuaian

diri yang dilakukan subjek.

Suaminya selalu memberi support

jika dirinya enggan melakukan

penyesuaian diri dikala sedang

berselisih dengan mertua

perempuannya. Mertua perempuan

subjek banyak mengatur subjek

dalam berbagai hal, seperti : cara

berpakaian. Pada awalnya subjek

merasa tidak nyaman, akan tetapi

Page 15: Artikel_10501147

lama kelamaan subjek menjadi

terbiasa dengan gaya berpakaian

seperti yang diatur oleh mertuanya.

Kedua faktor tersebut menyebabkan

subjek memiliki penyesuaian diri

yang positif. Seperti : memiliki

persepsi yang akurat terhadap

realitas, subjek mengikuti berbagai

aturan di rumah mertuanya dengan

cara mengerjakan pekerjaan rumah,

mempelajari dan mengikuti adat

istiadat mertua dan menggunakan

kerudung

3. Permasalahan yang muncul pada saat

subjek tinggal dirumah mertua yang

berbeda suku berasal dari masalah

eksternal hal ini ditandai dengan

sikap mertua perempuan subjek

yang kurang menyetujui

pernikahannya karena subjek bukan

berasal dari Padang, hal ini

menyebabkan mertua perempuan

subjek menjodohkan suami subjek

dengan wanita lain yang bersuku

Padang, selain itu juga mertua

perempuan subjek banyak ikut

campur dalam hal mengasuh

putranya hal ini dikarenakan mertua

perempuannya menganggap subjek

tidak mampu mengurus putranya

dan belum bisa menerima subjek

sebagai menantunya. Melalui hasil

observasi dan wawancara, dengan

beberapa saran dapat peneliti

sumbang, antara lain sebaiknya :

1. Kepada subjek agar melakukan

introspeksi diri, dan juga

meningkatkan kualitas hubungan

dengan keluarga suami, khususnya

dengan mertuanya, agar didapat

mengertian bagi masing-masing

pihak.

2. Untuk keluarga agar bisa lebih

menerima kehadiran anggota

keluarga baru yang berbeda latar

belakang budaya dirumahnya,

dengan cara bersikap terbuka dan

mendukung penyesuaian diri yang

dilakukan subjek selama tinggal di

rumah mertua.

3. Bagi peneliti selanjutnya, sebaiknya

menggunakan jumlah subjek yang

banyak, metode yang digunakan

sebaiknya menggunakan metode

kuantitatif , mengembangkan topik

yang telah ada dengan

menggumnakan teori lain. Sehingga

bisa mendapatkan hasil yang lebih

baik