Artikel Misgiati Setelah Revisi

16
PROBLEMATIKA PERTAMBANGAN SIRTU DI DAERAH NGORO MOJOKERTO DAN PENANGGULANGANNYA MELALUI PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH Misgiati Akademi Analis Farmasi dan Makanan Putra Indonesia Malang Jalan Barito 5 Malang Email: [email protected] Abstrak: Permasalahan pertambangan sirtu merupakan permasalahan bersama, baik pemerintah maupun masyarakat, yang harus segera ditanggulangi. Upaya mengatasi masalah yang terjadi tidak hanya memerlukan peran masayarakat, melainkan peran perguruan tinggi. Salah satu langkah yang bisa dilakukan adalah menggunakan Pembelajaran Berbasis Masalah dengan skenario pertambangan sirtu di wilayah Ngoro Mojokerto. Pokok permasalahannya yang dapat digunakan dalam skenario pembelajaran adalah (1) kualitas udara, (2) erosi, (3) kemampuan tanah, (4) kesehatan, (5) kerusakan jalan, dan (6) dampak biologi. Kata Kunci: pertambangan sirtu, penanggulangan, pembelajaran berbasis masalah Industri pertambangan merupakan salah satu industri yang diandalkan pemerintah Indonesia untuk mendatangkan devisa. Selain mendatangkan devisa, industri pertambangan juga menyediakan lapangan kerja, sekaligus sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD) bagi Kabupaten/ Kota merupakan. Kegiatan pertambangan merupakan suatu kegiatan yang meliputi: eksplorasi, eksploitasi, pengolahan/ pemurnian, dan pengangkutan mineral/ bahan tambang. Selain mendatangkan devisa dan menyediakan lapangan kerja, industry pertambangan juga rawan terhadap perusakan lingkungan. Banyak kegiatan penambangan yang mengundang sorotan masyarakat karena perusakan lingkungan. Penambangan tanpa izin tidak hanya merusak lingkungan, melainkan juga membahayakan jiwa penambang karena keterbatasan pengetahuan si penambang, dan tidak adanya pengawasan dari dinas atau instansi terkait.

Transcript of Artikel Misgiati Setelah Revisi

Page 1: Artikel Misgiati Setelah Revisi

PROBLEMATIKA PERTAMBANGAN SIRTU DI DAERAH NGORO MOJOKERTO DAN PENANGGULANGANNYA

MELALUI PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH

Misgiati Akademi Analis Farmasi dan Makanan Putra Indonesia Malang

Jalan Barito 5 Malang Email: [email protected]

Abstrak: Permasalahan pertambangan sirtu merupakan permasalahan bersama, baik

pemerintah maupun masyarakat, yang harus segera ditanggulangi. Upaya mengatasi masalah

yang terjadi tidak hanya memerlukan peran masayarakat, melainkan peran perguruan tinggi.

Salah satu langkah yang bisa dilakukan adalah menggunakan Pembelajaran Berbasis Masalah

dengan skenario pertambangan sirtu di wilayah Ngoro Mojokerto. Pokok permasalahannya

yang dapat digunakan dalam skenario pembelajaran adalah (1) kualitas udara, (2) erosi, (3)

kemampuan tanah, (4) kesehatan, (5) kerusakan jalan, dan (6) dampak biologi.

Kata Kunci: pertambangan sirtu, penanggulangan, pembelajaran berbasis masalah

Industri pertambangan merupakan salah satu industri yang diandalkan pemerintah

Indonesia untuk mendatangkan devisa. Selain mendatangkan devisa, industri

pertambangan juga menyediakan lapangan kerja, sekaligus sumber Pendapatan Asli

Daerah (PAD) bagi Kabupaten/ Kota merupakan. Kegiatan pertambangan merupakan

suatu kegiatan yang meliputi: eksplorasi, eksploitasi, pengolahan/ pemurnian, dan

pengangkutan mineral/ bahan tambang. Selain mendatangkan devisa dan

menyediakan lapangan kerja, industry pertambangan juga rawan terhadap perusakan

lingkungan. Banyak kegiatan penambangan yang mengundang sorotan masyarakat

karena perusakan lingkungan. Penambangan tanpa izin tidak hanya merusak

lingkungan, melainkan juga membahayakan jiwa penambang karena keterbatasan

pengetahuan si penambang, dan tidak adanya pengawasan dari dinas atau instansi

terkait.

Page 2: Artikel Misgiati Setelah Revisi

1

Penambangan sirtu di Kecamatan Ngoro Kabupaten Mojokerto, secara

langsung maupun tidak langsung telah mengakibatkan perubahan bentuk lahan yang

cukup signifikan, sehingga menyebabkan degradasi atau kerusakan lingkungan yang

harus segera diatasi guna menghindari degradasi lingkungan yang lebih besar dan

kompleks. Wilayah Kabupaten Mojokerto terletak di antara 111° 20’13”-

111°40’47” BT dan 7°18’35”-7°47” LS. Kecamatan Ngoro merupakan bagian

dari Kabupaten Mojokerto, yang terdiri dari 19 desa. Batas-batas administratif

Kecamatan Ngoro adalah sebagai berikut. Sebelah utara Kabupaten Sidoarjo, sebelah

timur adalah Kecamatan Gempol, Kabupaten Pasuruan, dan Kabupaten Sidoarjo,

sebelah selatan adalah Kecamatan Trawas dan Kabupaten Pasuruan, dan sebelah

barat adalah Kecamatan Pungging dan Kecamatan Trawas (BAPPEDA Kabupaten

Mojokerto). Berdasarkan hasil wawancara penulis dengan Bapak H. Muhdar, mantan

perangkat desa Dusun Sekantong, Desa Kunjorowesi, Kecamatan Ngoro, pada

tanggal 6 November 2011 lalu, eksploitasi penambangan sirtu sudah dimulai sejak

1983. Sementara yang mendapatkan izin untuk melakukan penambangan hanya satu

CV. Tahun 1997 diketahui bahwa izin penambangan yang diperbolehkan sekitar

5.000 hektar. Namun penambangan ini terjadi sampai sekarang ini.

Panambangan sirtu yang dilakukan di daerah Ngoro memang sangat luas, ada

beberapa lahan yang dilakukan penambangan dari sekian kelurahan. Frekuensi

Penambangan yang dilakukan kini semakin besar, terlebih dengan adanya kasus

lumpur Lapindo. Pasir yang digunakan di Lapindo sebagian besar diambil dari

pertambangan sirtu di daerah Ngoro. Sebetulnya penambangan yang dilakukan di

daerah Ngoro bukanlah penambangan liar. Semua penambangan yang dilakukan

mempunyai izin resmi. Berdasarkan Undang-undang Nomor 41/ 2009 tentang

Pertambangan Mineral dan Batubara, disebutkan aspek perlindungan lingkungan

dipertegas dengan perlunya Amdal, reklamasi, serta pengelolaan pasca

penambangan, termasuk dana jaminannya. Bukan hanya pemegang Izin usaha

pertambangan yang berkewajiban melaksanakan pengembangan wilayah dan

masyarakat, pemerintah daerah pun wajib menyusun program pengembangan

wilayah dan masyarakat sekitar tambang.

Page 3: Artikel Misgiati Setelah Revisi

2

Hasil penelitian Hardiawan (2009) di daerah Ngoro menunjukkan data sebagai

berikut. (1) Hasil klasifikasi penutup lahan, maka didapatkan kelas terbesar adalah

kebun yang memiliki prosentase 28,29% atau ± 1874,982ha, sedangkan pada

daerah yang tertambang memiliki persentase 4,45% dengan luas 294,687ha. (2)

Daerah tertambang yang didapat dari hasil klasifikasi citra Aster tahun 2009

pada daerah tertambang di dalam SIPD (Surat Izin Pertambangan Daerah) seluas

199,667 Ha dan daerah tertambang yang ada di luar SIPD seluas 95,02 Ha, yang

menyebar pada Kelurahan Wates Negoro, Manduro Manggung, Kunjorowesi, dan

Wotanmasjedong. (3) Berdasarkan hasil analisis SIG (Sistem Informasi Geografi)

dengan metode skoring kondisi lahan pada kawasan pertambangan ditinjau dari

aspek vegetasi, ketebalan tanah, dan kelerengan lahan dengan kondisi lahan

sangat rusak seluas 131,076 ha, kondisi lahan rusak seluas 395,249 ha, kondisi

potensial rusak seluas 53,668, kondisi agak rusak seluas 173,255 ha, dan kondisi

tidak rusak 3,615 ha. Sementara berdasarkan pengamatan penulis, dampak kerusakan

tanah yang terjadi pada penambangan sirtu adalah adanya kedalaman sudah sampai

20 hingga 72 meter, sehingga tempat tersebut menyerupai jurang dan sebagian

menjadi goa. Padahal menurut aturan, tingkat toleransi untuk galian sirtu sedalam 12

meter, sehingga pada saat hujan ada genangan-genangan air di lubang-lubang

tersebut. Daerah di sekitar lahan penambangan sangat gersang. Sumber mata air

mengering, sehingga masyarakat sekitar memperoleh sumber air minum dari sumur

bor dengan kedalaman 50 meter lebih. Selain itu jalan menuju penambangan penuh

debu akibat lalu lalang truk pengangkut pasir.

Permasalahan dampak penambangan sirtu yang kompleks ini sulit

diselesaikan dengan metode pendekatan maupun penyelesaian secara tunggal atau

manual. Oleh sebab itu, masalah dampak penambangan sirtu sudah menjadi masalah

ekologis. Penyelesaian kolaboratif secara multipihak dan multidisiplin menjadi sangat

penting untuk diwujudkan. Salah satu cara yang dapat ditempuh adalah mengatasi

masalah dengan melibatkan generasi muda atau peserta didik di sekolah.

Page 4: Artikel Misgiati Setelah Revisi

3

Dampak Pertambangan Sirtu

Pertambangan sirtu yang terletak di Dusun Sekantong, Desa Kunjorowesi,

Kecamatan Ngoro, Mojokerto, semuanya mempunyai izin resmi. Penambangan ini

memberikan dampak positif bagi masyarakat sekitar, berupa (1) adanya lapangan

kerja bagi mereka, sehingga mengurangi jumlah pengangguran, dapat meningkatkan

penghasilan, dan meningkatkan kesejahteraan hidup, (2) peningkatan pendapatan

masyarakat dari hasil penambangan dan pengangkutan, (3) penggunaan batu untuk

bahan bangunan, dan pasir sebagai tanah urug. Pasir inilah yang banyak digunakan

untuk menguruk tanggul di semburan lumpur Lapindo, Porong, Sidoarjo.

Faktor manusia dalam proses penambangan yang tidak memperhatikan

lingkungan tentu akan membawa dampak kerusakan lingkungan, baik pada faktor

fisik maupun faktor biotiknya. Interaksi antar manusia dengan alam menjadi tidak

harmonis, dalam arti manusia melakukan eksploitasi yang melebihi kapasitas atau

daya dukung alam yang mengkibatkan pencemaran atau kerusakan pada sistem

ekologi. Dampak negatif penambangan berkaitan dengan (1) menurunya kualitas

udara, (2) terjadinya erosi, (3) menurunnya kemampuan tanah, (4) terganggunya

kesehatan, (5) kerusakan jalan, dan (6) dampak biologi. Menurunnya kualitas udara

merupakan dampak kegiatan pembersihan lahan, penggalian, dan pengangkutan.

Dampak negatif terhadap udara terjadi karena debu dan kebisingan yang ditimbulkan.

Prakiraan tingkat pendebuan yang terjadi pada kegiatan pembersihan lahan tersebut

sangat besar. Demikian juga pada kegiatan pengangkutan sepanjang jalur jalan desa

yang dilewati truk pengangkut, pendebuannya akan relatif besar. Dampak pendebuan

ini dapat diklasifikasikan sebagai dampak penting, karena berlangsung terus-menerus

saat kendaraan pengangkut lewat, dan frekuensinya tinggi. Banyaknya debu bisa

mengakibatkan gangguan pernafasan dan penglihatan. Kebisingan diperkirakan

terjadi pada kegiatan penambangan dan pengangkutan. Dampak erosi dapat

mengotori dan mendangkalkan saluran-saluran air yang ada. Dampak terhadap

kemampuan tanah adalah selama penambangan tanah tidak dapat dimanfaatkan, dan

terjadi lubang-lubang di permukaan tanah. Terjadinya tebing-tebing yang curam

dapat menimbulkan ambrolnya dinding yang dapat membahayakan pekerja. Dampak

Page 5: Artikel Misgiati Setelah Revisi

4

terhadap kesehatan dapat terjadi terhadap pekerja tambang dan masyarakat yang

tinggal di sekitar jalan yang dilewati truk pengangkut pasir. Dampak kerusakan jalan

terjadi akibat kendaraan pengangkut, yang melewati jalan desa, sehingga banyak

jalan bergelombang dan berlubang, karena truk yang digunakan untuk mengangkut

pasir berkapasitas besar. Dampak biologi yang ditimbulkan, terganggunya

keberadaan tumbuhan maupun hewan yang ada, misalnya berpindah tempat atau

berkurangnya pohon pinus, lumut hijau, alang-alang, rumput-rumputan, ikan, ular dan

sebagainya.

Upaya Penanggulangan Akibat Penggalian Sirtu di Daerah Ngoro Mojokerto

Upaya penanggulan akibat penambangan sirtu sebetulnya pernah dilakukan

pemerintah setempat, perusahaan yang mempunyai zjin, serta masyarakat. Namun,

upaya yang dilakukan hanya sesaat dan tidak terus menerus. Upaya penanggulan

dapat dilakukan dengan berbagai cara bergantung pada dampak negatif yang

ditimbulkan. Penanggulan dampak menurunnya kualitas udara dapat dilakukan

dengan membersihkan truk sebelum mengangkut pasir sehingga tanah/ pasir yang

menempel pada truk tidak berjatuhan selama proses pengangkutan. Berdasarkan hasil

pengamatan, untuk mengantisipasi debu di jalan petugas sudah membersihkannya

dengan menyapu jalanan, sehingga tanah/ pasir di jalan dipinggirkan. Dengan

demikian, saat truk lewat debu yang beterbangan akan berkurang. Selain itu juga ada

beberapa petugas yang menyiram jalan dengan air untuk mengurangi debu.

Sementara dampak kebisingan alat-alat berat untuk penambangan tidak perlu

dilakukan mengingat tempat penambangan jauh dari pemukiman. Hal yang perlu

dipertimbangkan adalah kebisingan akibat lalu-lalang truk yang melewati jalan desa

sekitar perumahan warga. Truk yang berisi muatan pasir/ tanah selama perjalanan

masih tidak menimbulkan kebisingan yang berlebihan, karena jalannya relatif pelan.

Sedangkan kecepatan truk kosong yang akan mengangkut pasir/ tanah cenderung

tinggi seperti ingin saling mendahului truk lainnya. Kondisi ini yang harus dikurangi,

yaitu dengan cara persuasif sopir truk agar tidak melakukan hal tersebut. Selain itu

Page 6: Artikel Misgiati Setelah Revisi

5

diberlakukan juga pemerataan pengangkutan sehari-hari agar antar-sopir truk tidak

dirugikan.

Dampak erosi yang ditimbulkan adalah pengotoran aliran air. Proses

pencegahan yang bisa dilakukan adalah mereklamasi daerah penambangan. Menurut

Latifah (2003) sasaran reklamasi ada dua, yaitu pemulihan lahan bekas tambang

untuk memperbaiki lahan yang terganggu ekologinya, dan mempersiapkan lahan

bekas tambang yang sudah diperbaiki ekologinya untuk pemanfaatan selanjutnya.

Reklamasi yang akan dilakukan harus direncanakan. Hal-hal yang harus diperhatikan

dalam perencanaan reklamasi adalah sebagai berikut. (1) Mempersiapkan rencana

reklamasi sebelum pelaksanaan penambangan, (2) luas areal yang direklamasikan

sama dengan luas areal penambangan, (3) memindahkan dan menempatkan tanah

pucuk pada tempat tertentu dan mengatur sedemikian rupa untuk keperluan

revegetasi, (4) mengembalikan/ memperbaiki pola drainase alam yang rusak, (5)

mengembalikan lahan seperti keadaan semula dan/ atau sesuai dengan tujuan

penggunaannya, (6) memperkecil erosi selama dan setelah proses reklamasi, (7)

permukaan yang padat harus digemburkan namun bila tidak memungkinkan, ditanami

dengan tanaman pionir yang akarnya mampu menembus tanah yang keras, (8) setelah

penambangan pada lahan bekas tambang diperuntukkan bagi revegetasi, segera

dilakukan penanaman kembali dengan jenis tanaman yang sesuai rencana rehabilitasi

departemen kehutanan, (9) memantau dan mengelola areal reklamasi sesuai kondisi

yang diharapkan.

Dampak penurunan kemampuan tanah adalah adanya lubang-lubang yang

mengakibatkan tanah tidak rata sehingga membahayakan para pekerja tambang.

Sehingga kondisi ini dapat dimanfaatkan untuk pembuatan kolam ikan. Pembuatan

kolam ikan akan menambah pendapatan warga sekitar, karena ada tambahan

pekerjaan disamping sebagai buruh pekerja pertambangan sirtu. Daerah

pertambangan yang berdinding curam harus direncanakan benar. Penambangan yang

dilakukan harus didasarkan pada tekstur tanahnya agar tidak longsor. Bagian

permukaan harus ditambang lebih dahulu, baru selanjutnya dilakukan sampai dengan

kedalaman yang telah ditentukan.

Page 7: Artikel Misgiati Setelah Revisi

6

Upaya penanggulangan dampak di bidang kesehatan bisa dilakukan dengan

menggunakan masker bagi pekerja. Kenyataan di lapangan hanya sebagian kecil

pekerja yang menggunakan masker. Upaya lain berupa pemeriksaan kesehatan bagi

para pekerja terutama kondisi saluran pernafasan dan penglihatan secara rutin,

sehingga kalau terjadi sesuatu bisa segera diatasi. Masyarakat yang rumahnya di

pinggir jalan yang dilewati truk, juga perlu melakukan pengecekan kesehatan secara

berkala.

Upaya Penanggulangan Penambangan Sirtu Melalui Jalur Pendidikan

Berbagai upaya penanggulangan penambangan sirtu yang telah dilakukan

seperti yang telah diuraikan sebelumnya. Sebagian upaya tersebut sudah

dilaksanakan, tapi ada juga yang belum maksimal. Berdasarkan pengamatan, masih

banyak ditemukan kondisi tanah yang berdinding curam, debu banyak bertebangan,

dan juga lahan di sekitar penambangan yang terlihat sangat gersang.

Semula, upaya konservasi sudah pernah dilakukan, tapi pelaksanaan tidak

maksimal dan tidak terus menerus. Berdasarkan hal ini, dampak dari penambangan

sirtu masih terjadi terus seperti yang telah dijelaskan di atas.

Sekarang ini, setiap pemerintah daerah mempunyai kewenangan dalam

mengatur wilayahnya atau yang sering disebut otonomi daerah. Karena itu setiap

daerah akan berlomba-lomba menaikkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) masing-

masing. Bisa dipastikan setiap daerah akan memanfaatkan sumber daya alam yang

ada, dan kurang merencanakan daerah pertambangan sirtu. Pengelolaan penggalian

sirtu secara terpadu harus dikaji secara komprehensif dengan memperhatikan segala

permasalahan yang ada dan bahkan mungkin akan timbul. Pengelolaan secara terpadu

ini juga berupaya memanfaatkan dan mengkonservasikan sumberdaya alam secara

efektif dan efisien. Pemanfaatan pertambangan sirtu boleh saja dilakukan selama

konservasi terhadap penggalian sirtu juga diupayakan dalam pemanfaatan penggalian

sirtu yang lebih agar berlangsung lebih lama.

Berbekal permasalahan ekologis yang sedang dan akan muncul, pemerintah

hendaknya merumuskan kebijakan, tujuan, sasaran, rencana kegiatan, implementasi

Page 8: Artikel Misgiati Setelah Revisi

7

kegiatan, pemanfaatan, dan evaluasi dalam penanggulangan dampak penggalian sirtu

secara holistik. Ekosistem daerah pertambangan sirtu di Ngoro merupakan ekosistem

yang sangat kompleks karena terdiri dari berbagai unsur yang terkait dan berinteraksi

satu sama lain. Unsur-unsur tersebut meliputi biogeofisik, sosial-ekonomi, dan

budaya, sehingga segala kegiatan tersebut harus mempertimbangkan keterkaitan

antar-komponen penyusun ekosistem daerah penggalian sirtu. Keterlibatan sektor

swasta dan formal (lembaga pendidikan) langsung ataupun tidak langsung dalam

memanfaatkan sumberdaya pasir dan batu, merupakan bagian penting dalam

pengelolaan penggalian sirtu secara terpadu. Dengan cara tersebut perencanan hingga

evaluasi pengelolaan dapat berjalan sebagaimana mestinya. Pengelolaan yang

melibatkan beberapa sektor dan komponen penyusun penggalian sirtu bersifat

partisipatif. Karena itu perlu adanya saling mempercayai, keterbukaan, tanggung

jawab, dan ketergantungan di antara stakeholder pengelola. Kedudukan dan

tanggung jawab yang dipikul masing-masing stakeholder, dari awal perencanaan

haruslah jelas, sehingga masa yang akan datang tidak akan ada ketimpangan dan

kerancuan dalam menjalankan perannya.

Masalah pertambangan sirtu terbuka untuk direhabilitasi dan dikonservasi

bersama, karena masalah tersebut bukan lagi kewenangan pemerintah daerah atau

provinsi tetapi tanggung jawab itu ada di pundak seluruh elemen masyarakat,

terutama masyarakat Ngoro. Masyarakat memiliki tanggung jawab bersama

menyelesaikan masalah penambangan sirtu secara holistik dan berkesinambungan,

karena penambangan sirtu adalah masalah ekologi. Salah satu alternatif untuk

memecahkan masalah penggalian sirtu secara holistik berbasis ekologis adalah

melalui jalur pendidikan, yaitu sekolah atau perguruan tinggi.

Pembelajaran berbasis masalah (PBM) atau Problem Based Learning (PBL)

merupakan salah satu metode pembelajaran untuk memecahkan masalah. Melalui

PBM itu materi perkuliahan atau pemeblajaran disampaikan kepada peserta didik dan

mengkaitkannya dengan siuasi dunia nyata (konteks). Metode pembelajaran ini

diharapkan membantu mahasiswa mempelajari materi akademik dan keterampilan

memecahkan masalah dengan melibatkan mereka pada situasi masalah kehidupan

Page 9: Artikel Misgiati Setelah Revisi

8

nyata. PBM dapat mendorong siswa/ mahasiswa untuk membuat hubungan antara

pengetahuan yang dimiliki dan penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari

sebagai mahasiswa, anggota keluarga dan masyarakat. PBM ini memberikan

kontribusi pada peningkatan sikap kepedulian siswa terhadap lingkungan hidup,

karena PBM dilandasi oleh prinsip makna belajar akan muncul dari hubungan konten

dan konteksnya, sedangkan konteks memberikan makna pada konten.

Konsep Pembelajaran Berbasis Masalah

Menurut Arends (Fachrurroji, 2011) pembelajaran berbasis masalah (PBM)

merupakan pendekatan pembelajaran yang mendorong siswa menghadapi

permasalahan yang autentik untuk menyusun pengetahuan mereka sendiri,

mengembangkan inkuiri dan keterampilan berpikir, mengembangkan kemandirian,

dan percaya diri. Hal senada diungkapkan pula oleh Suryadi (2005) yang

menyatakan bahwa PBM merupakan suatu strategi yang dimulai dengan

menghadapkan siswa pada masalah nyata atau masalah yang disimulasikan.

Pada saat siswa menghadapi masalah tersebut, mereka mulai menyadari bahwa hal

demikian dapat dipandang dari berbagai perspektif serta penyelesaiannya

dibutuhkan pengintegrasian informasi dari berbagai ilmu. Pembelajaran berbasis

masalah adalah proses pembelajaran yang mengawali pembelajaran berdasarkan

masalah dalam kehidupan nyata, dari masalah ini siswa/ mahasiswa dirangsang untuk

mempelajari masalah berdasarkan pengetahuan dan pengalaman yang telah mereka

punyai sebelumnya (prior knowledge), sehingga dari prior knowledge ini akan

terbentuk pengetahuan dan pengalaman baru.

Landasan teori PBM adalah kolaboratisme, suatu perspektif yang

berpendapat bahwa mahasiswa atau siswa akan menyusun pengetahuan dengan

cara membangun penalaran dari pengetahuan yang dimiliki dan semua yang

diperoleh sebagai hasil kegiatan berinteraksi dengan sesama individu. Hal tersebut

juga mengisyaratkan bahwa proses pembelajaran berpindah dari transfer informasi

fasilitator-siswa ke proses konstruksi pengetahuan yang sifatnya sosial dan

individual (Zang, 2010). PBM memiliki gagasan terhadap pencapaian hasil belajar

Page 10: Artikel Misgiati Setelah Revisi

9

yang maksimal jika kegiatan pendidikan dipusatkan pada tugas-tugas atau

permasalahan autentik, relevan, dan dipresentasikan dalam suatu konteks. Cara

tersebut bertujuan agar peserta didik memiliki pengalaman sebagaimana nantinya

mereka menghadapi kehidupan profesionalnya. Menurut Aqinoğlu (2007), aspek

penting dalam PBL adalah pembelajaran dimulai dengan permasalahan dan

permasalahan tersebut akan menentukan arah pembelajaran dalam kelompok

Menurut Grant (2011) dan Barrow (1996) dalam Suci (2008) bahwa

pembelajaran berbasis masalah memiliki sejumlah karateristik yang membedakannya

dengan model pembelajaran yang lainnya yaitu (1) pembelajaran bersifat student

centered, (2) pembelajaran terjadi pada kelompok-kelompok kecil, (3) dosen atau

guru berperan sebagai fasilitator dan moderator, (4) masalah menjadi fokus dan

merupakan sarana untuk mengembangkan ketrampilan problem solving, serta (5)

informasi-informasi baru diperoleh dari belajar mandiri (self directed learning).

Sedangkan Brooks & Martin (1993) dalam Suci (2008) secara lebih rinci

menguraikan beberapa ciri penting dari PBM, sebagai berikut. (1) Tujuan

pembelajaran dirancang untuk dapat merangsang dan melibatkan pebelajar dalam

pola pemecahan masalah, sehingga pebelajar diharapkan mampu mengembangkan

keahlian belajar dalam bidangnya secara langsung dalam mengidentifikasikan

permasalahan. (2) Adanya keberlanjutan permasalahan, dalam hal ini ada dua

tuntutan yang harus dipenuhi yaitu pertama, masalah harus memunculkan konsep

dan prinsip yang relevan dengan kandungan materi yang dibahas, kedua,

permasalahan harus bersifat riil sehingga dapat melibatkan pebelajar tentang

kesamaan dengan suatu permasalahan. (3) Adanya presentasi permasalahan, artinya

pebelajar dilibatkan dalam mempresentasikan permasalahan, sehingga mereka

merasa memiliki permasalahan tersebut. (4) Pengajar berperan sebagai tutor dan

fasilitator, sehingga dalam posisi ini peran fasilitator adalah mengembangkan

kreativitas berpikir pebelajar dalam bentuk keahlian memecahkan masalah dan

membantu mereka untuk menjadi mandiri.

Page 11: Artikel Misgiati Setelah Revisi

10

Implementasi Pembelajaran Berbasis Masalah dengan Pokok Masalah

Penggalian Sirtu

Implementasi PBM harus didasarkan pada kesepakatan institusional, yaitu

memasukkan problematika penggalian sirtu dalam suatu kelompok atau blok

matakuliah. Berdasarkan kedekatan materi, blok yang dapat dimasuki kurikulum

PBM adalah matakuliah Ekologi, Pengetahuan Lingkungan, KKN, KDM, Strategi

Belajar Mengajar, dan lain-lain. Pelaksanaan PBL dapat dilakukan pada satu

matakuliah tersebut, atau dimasukkan dalam blok yang terdiri dari beberapa

matakuliah, misalnya blok yang dibangun dari matakuliah Pengetahuan Lingkungan

dengan Strategi Belajar Mengajar.

Arends (2001) menyatakan, sintaks dari model pembelajaran PBM yaitu (1)

memberikan permasalahan pada mahasiswa, (2) mengorganisasikan siswa/

mahasiswa untuk belajar, (3) membimbing kemandirian dalam kelompok

penyelidikan, (4) mengembangkan dan menyajikan hasil, (5) menganalisis dan

mengevaluasi proses pemecahan masalah. Pelaksanaan dan kedalaman langkah

pembelajaran metode PBM itu sangat bergantung pada bobot matakuliah dan blok

matakuliah, serta ruang lingkup problematika. Langkah pertama PBM adalah

memberikan masalah kepada siswa/ mahasiswa tentang masalah-masalah yang terjadi

pada penambangan sirtu di wilayah Ngoro. Berikutnya menjelaskan tujuan

pembelajaran dan memotivasi mahasiswa agar berperan aktif dalam pemecahan

masalah penggalian sirtu. Pada pertemuan ini dosen bersama mahasiswa

mendikusikan dan menyusun asesmen yang akan digunakan untuk menilai kegiatan

dan hasil pembelajaran.

Konsep dasar yang dikembangkan dalam PBM adalah ruang lingkup materi

dan problematika penggalian sirtu. Konsep dasar ini biasanya berupa penjelasan

istilah-iatilah, referensi, petunjuk, dan beberapa kemampuan yang diperlukan dalam

proses perkuliahan, yang disampaikan dosen sebagai fasilitator kepada mahasiswa.

Tujuan pemberian konsep dasar ini agar mahasiswa lebih cepat masuk dalam proses

perkuliahan dan mendapatkan strategi untuk mencapai tujuan pembalajaran dan

menyelesaikan permasalahan. Selain itu, pengembangan konsep digunakan untuk

Page 12: Artikel Misgiati Setelah Revisi

11

memastikan mereka mengetahui dan memahami kunci utama materi perkuliahan

problematika penggalian sirtu di wilayah Ngoro. Pengembangan ini untuk

memperkecil kemungkinan ketidakpahaman mereka terhadap konsep-konsep materi

yang baru dikenal. Pemahaman konsep tidak harus mendetil dan mendalam, diberikan

garis besarnya saja agar mahasiswa dapat mengembangkan konsepnya secara

mandiri.

Pengembangan konsep didasarkan atas permasalahan-permasalahan yang

terjadi pada penggalian sirtu di wilayah Ngoro, yaitu (1) kualitas udara, (2) erosi, (3)

kemampuan tanah, (4) kesehatan, (5) kerusakan jalan, dan (6) dampak biologi.

Pengembangan konsep yang dilakukan didasarkan atas teori-teori pendukung yang

sudah didapatkan pada perkuliahan sebelumnya yang dibutuhkan. Pemaparan

pengembangan konsep ini hendaknya dituliskan dalam panduan PBM.

Kegiatatan kedua adalah mengoordinasikan mahasiswa untuk belajar. Dosen

sebagai fasilitator menyampaikan skenario problematika penggalian sirtu di wilayah

Ngoro. Kegiatan dosen dan mahasiswa adalah melakukan diskusi, menyeleksi

problematika, dan melakukan pembagian kelompok. Diskusi dilakukan dengan cara

mahasiswa mengemukakan ide, pendapat terhadap skenario secara bebas, sehingga

muncul beberapa alternatif pendapat. Setiap diskusi yang dilakukan di

dokumentasikan, dan setiap kelompok mempunyai hak yang sama dalam

mengemukakan pendapat. Tujuan dilakukannya langkah ini agar mahasiswa

mempunyai gambaran yang jelas tentang apa yang diketahui dan tidak diketahuinya,

sehingga dapat digunakan sebagai bekal dalam melakukan tugasnya. Tugas fasilitator

mengarahkan dan memvalidasi pilihan-pilihan yang diambil mahasiswa. Jika tujuan

yang diinginkan belum disinggung, fasilitator mengarahkan dan mengusulkan kepada

mahsiswa disertai penjelasan alasan yang tepat.

Langkah ketiga dalam PBM adalah membimbing kemandirian dalam

kelompok penyelidikan. Tugas fasilitator pada langkah ini adalah membimbing

mahasiswa dalam penyelidikan di lapangan, membantu merencanakan, serta

membantu karya mahasiswa seperti laporan, rekaman-rekaman baik suara ataupun

gambar, atau mungkin bentuk lain yang diinginkan mahasiswa. Fasilitator

Page 13: Artikel Misgiati Setelah Revisi

12

memotivasi mahasiswa mendapatkan informasi di lapangan sebanyak-banyaknya,

sehingga dapat menjelaskan pemecahan masalahnya. Tujuannya agar mahasiswa

mampu mencari informasi seluas-luasnya dan mengembangkan pemahaman yang

relevan dengan permasalahan yang telah didiskusikan di kelas. Tujuannya agar

mahasiswa mampu mempresentasikan di kelas atas temuan-temuan yang

diperolehnya, sehingga informasi tersebut dapat dipahami.

Kegiatan mahasiswa dalam kelompok juga mencari sumber-sumber lain yang

berkaitan dengan permasalahannya. Sumber-sumber bisa diperoleh dari artikel-artikel

yang diakses di perpustakaan, internet, ataupun dari praktisi yang berkaitan dengan

pengelolaan lingkungan hidup. Mahasiswa bebas berkonsultasi kepada pihak-pihak

yang terkait dengan permasalahan yang dipaparkan. Tujuannya, agar mahasiswa bisa

segera melakukan perbaikan kalau terjadi sesuatu yang tidak relevan dengan tujuan

awal, dan melakukan pendalaman materi.

Langkah keempat adalah mengembangkan dan menyajikan hasil. Kegiatan

pada langkah ini fasilitator memberikan kesempatan kepada mahasiswa untuk

mengembangkan temuan-temuan dari informasi yang didapat, dan saling bertukar

informasi agar apa yang telah dikumpulkan dan dibangun dapat diperoleh

kesepakatan. Fasilitator pada kegiatan ini tetap memantau agar tidak keluar dari

tujuan yang telah disepakati. Langkah keempat ini membantu mahasiswa melakukan

refleksi dan evaluasi terhadap permasalahan dan proses-proses yang dilakukan

mahasiswa dan kelompoknya. Selanjutnya setiap kelompok menentukan siapa yang

akan melakukan presentasi dari hasil kerja kelompok dalam diskusi di kelas,

menentukan pemecahan masalahnya, menentukan kesimpulan, dan menayangkan

temuan-temuan yang telah diperoleh.

Kegiatan terakhir, sebagai langkah kelima adalah menganalisis dan

mengevaluasi proses pemecahan masalah. Kegiatan ini menitikberatkan pada

asesmen melalui proses, tidak sekadar tes kertas dan pensil (pencil and paper test).

Pada PBM umumnya, teknik asesmen digunakan untuk menilai pekerjaan yang

dihasilkan oleh mahasiswa sebagai hasil penyelidikan atau hasil kerja mereka. Bentuk

Page 14: Artikel Misgiati Setelah Revisi

13

asesemen PBM ini menggunakan assesmen kinerja dan portofolio. Kriteria penilaian

seperti yang sudah disepakati sejak awal antara mahsiswa dan dosen.

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Permasalahan penambangan sirtu merupakan permasalahan bersama baik

pemerintah maupun masyarakat yang harus segera ditanggulangi. Upaya mengatasi

masalah yang terjadi tidak hanya membutuhkan peran masyarakat, melainkan juga

melibatkan sektor formal dalam hal ini perguruan tinggi. Salah satu penerapannya

melalui penerapan PBM dengan skenario penggalian sirtu di wilayah Ngoro

Mojokerto.

Pokok permasalahan yang dapat digunakan dalam skenario pembelajaran

adalah (1) kualitas udara, (2) erosi, (3) kemampuan tanah, (4) kesehatan, (5)

kerusakan jalan, dan (6) dampak biologi.

Saran

Diperlukan kerja sama antara masyarakat, stakeholder, dan lembaga pendidikan

dalam penanganan dampak penambangan sirtu secara terpadu

Page 15: Artikel Misgiati Setelah Revisi

14

DAFTAR RUJUKAN

Aqinoğlu, Orhan and Tandoğan, Ruhan Özkardeş. 2007. The Effects of Problem-Based Active Learning in Science Education on Students’ Academic Achievement, Attitude and Concept Learning. Eurasia Journal of Mathematics, Science & Technology Education, III(1), 71-81

Arends, R.I. 2001. Learning to Teach 5th Edition. USA: The McGraw-Hill

Companies, Inc Fachrurrozi. 2011. Penerapan Pembelajaran Berbasis Masalah Untuk Meningkatkan

Kemampuan Berpikir Kritis dan Komunikasi Sekolah Dasar . Edisi Khusus No 1. ISSN 1412-565X

Grant, M. Michael. 2011. Learning, Beliefs, and Products: Students’ Perspectives

with Project-based Learning. The Interdisciplinary Journal of Problem-Based Learning. Volume V, No. 2: 37-69

Hakkarainen, Päivi (2011) "Promoting Meaningful Learning through Video

Production-Supported PBL," Interdisciplinary Journal of Problem-based Learning : Vol. 5: Iss. 1, Article 4.

Handayani, Sri dan Sapir. 2009. Efektifitas Penerapan Model Pembelajaran Berbasis

Masalah (Problem Based Learning) dan Pembelajaran Kooperatif (Cooperative Learning) Tipe Jigsaw untuk Meningkatkan Aktivitas Belajar, Hasil Belajar dan Respon Belajar Siswa pada Mata Pelajaran Ekonomi di SMA Negeri 2 Malang. Jurnal Pendidikan Ekonomi Universitas`Negeri Malang. Volume II. No 1: 38- 52

Latifah, Siti. 2003. Kegiatan Reklamasi Bekas galian Tambang. Palembang: USU

Digital Library. Liliawati, Winny., Puspita, Erna. 2010. Efektivitas Pembelajaran Berbasis Masalah

dalam Meningkatkan Ketrampilan Berpikir Kreatif Siswa. Prosiding Seminar Nasional Fisika 2010 ISBN : 978‐979‐98010‐6‐7

Suci, Ni Made. 2008. Penerapan Model Problem Based Learning Untuk

Meningkatkan Partisipasi Belajar dan hasil Belajar Teori Akutansi Mahasiswa Jurusan Ekonomi Undiksha. Jurnal Penelitian dan Pengembangan Pendidikan, II (1):74-86

Page 16: Artikel Misgiati Setelah Revisi

15

Wicaksono, Herdiawan dan Taufik, Muhamammad. 2009. Analyse of Land Damage Cause Sirtu Mining in Ngoro Subdistrict Region Mojokerto Regency By Using Remote Sensing Method And Geografhic Information System. Surabaya: Geomatic Engineering Department, FTSP, ITS.

Zang, M., et al,. 2010. Using Questioning to Facilitate Discussion of Science

Teaching Problems in Teacher Professional Development. The Interdisciplinary Journal of Problem-based Learning • volume 4, no. 1 (Spring 2010) 57–82