ARTIKEL KORUPSI

14
ARTIKEL KORUPSI Definisi korupsi (bahasa Latin: corruptio dari kata kerja corrumpere = busuk, rusak, menggoyahkan, memutarbalik, menyogok) menurut Transparency International adalah perilaku pejabat publik, baik politikus|politisi maupun pegawai negeri, yang secara tidak wajar dan tidak legal memperkaya diri atau memperkaya mereka yang dekat dengannya, dengan menyalahgunakan kekuasaan publik yang dipercayakan kepada mereka. Dari sudut pandang hukum, tindak pidana korupsi secara garis besar mencakup unsur-unsur sbb: * perbuatan melawan hukum; * penyalahgunaan kewenangan, kesempatan, atau sarana; * memperkaya diri sendiri, orang lain, atau korporasi; * merugikan keuangan negara atau perekonomian negara; Selain itu terdapat beberapa jenis tindak pidana korupsi yang lain, diantaranya: * memberi atau menerima hadiah atau janji (penyuapan); * penggelapan dalam jabatan; * pemerasan dalam jabatan; * ikut serta dalam pengadaan (bagi pegawai negeri/penyelenggara negara); * menerima gratifikasi (bagi pegawai negeri/penyelenggara negara). Dalam arti yang luas, korupsi atau korupsi politis adalah penyalahgunaan jabatan resmi untuk keuntungan pribadi. Semua

Transcript of ARTIKEL KORUPSI

Page 1: ARTIKEL KORUPSI

ARTIKEL KORUPSI

Definisi korupsi (bahasa Latin: corruptio dari kata kerja corrumpere = busuk, rusak,

menggoyahkan, memutarbalik, menyogok) menurut Transparency International adalah

perilaku pejabat publik, baik politikus|politisi maupun pegawai negeri, yang secara tidak

wajar dan tidak legal memperkaya diri atau memperkaya mereka yang dekat dengannya,

dengan menyalahgunakan kekuasaan publik yang dipercayakan kepada mereka.

Dari sudut pandang hukum, tindak pidana korupsi secara garis besar mencakup unsur-unsur

sbb:

* perbuatan melawan hukum;

* penyalahgunaan kewenangan, kesempatan, atau sarana;

* memperkaya diri sendiri, orang lain, atau korporasi;

* merugikan keuangan negara atau perekonomian negara;

Selain itu terdapat beberapa jenis tindak pidana korupsi yang lain, diantaranya:

* memberi atau menerima hadiah atau janji (penyuapan);

* penggelapan dalam jabatan;

* pemerasan dalam jabatan;

* ikut serta dalam pengadaan (bagi pegawai negeri/penyelenggara negara);

* menerima gratifikasi (bagi pegawai negeri/penyelenggara negara).

Dalam arti yang luas, korupsi atau korupsi politis adalah penyalahgunaan jabatan resmi untuk

keuntungan pribadi. Semua bentuk pemerintah|pemerintahan rentan korupsi dalam

prakteknya. Beratnya korupsi berbeda-beda, dari yang paling ringan dalam bentuk

penggunaan pengaruh dan dukungan untuk memberi dan menerima pertolongan, sampai

dengan korupsi berat yang diresmikan, dan sebagainya. Titik ujung korupsi adalah

kleptokrasi, yang arti harafiahnya pemerintahan oleh para pencuri, di mana pura-pura

bertindak jujur pun tidak ada sama sekali.

Korupsi yang muncul di bidang politik dan birokrasi bisa berbentuk sepele atau berat,

terorganisasi atau tidak. Walau korupsi sering memudahkan kegiatan kriminal seperti

penjualan narkotika, pencucian uang, dan prostitusi, korupsi itu sendiri tidak terbatas dalam

hal-hal ini saja. Untuk mempelajari masalah ini dan membuat solusinya, sangat penting untuk

membedakan antara korupsi dan kriminalitas|kejahatan.

Page 2: ARTIKEL KORUPSI

Tergantung dari negaranya atau wilayah hukumnya, ada perbedaan antara yang dianggap

korupsi atau tidak. Sebagai contoh, pendanaan partai politik ada yang legal di satu tempat

namun ada juga yang tidak legal di tempat lain.

Daftar isi [sembunyikan]

1 Kondisi yang mendukung munculnya korupsi

2 Dampak negatif

2.1 Demokrasi

2.2 Ekonomi

2.3 Kesejahteraan umum negara

3 Bentuk-bentuk penyalahgunaan

3.1 Penyogokan: penyogok dan penerima sogokan

3.2 Sumbangan kampanye dan “uang lembek”

4 Tuduhan korupsi sebagai alat politik

5 Mengukur korupsi

6 Lihat pula

7 Referensi

8 Pranala luar

Kondisi yang mendukung munculnya korupsi

Konsentrasi kekuasan di pengambil keputusan yang tidak bertanggung jawab langsung

kepada rakyat, seperti yang sering terlihat di rezim-rezim yang bukan demokratik.

Kurangnya transparansi di pengambilan keputusan pemerintah

Kampanye-kampanye politik yang mahal, dengan pengeluaran lebih besar dari pendanaan

politik yang normal.

Proyek yang melibatkan uang rakyat dalam jumlah besar.

Lingkungan tertutup yang mementingkan diri sendiri dan jaringan “teman lama”.

Lemahnya ketertiban hukum.

Lemahnya profesi hukum.

Kurangnya kebebasan berpendapat atau kebebasan media massa.

Gaji pegawai pemerintah yang sangat kecil.

Rakyat yang cuek, tidak tertarik, atau mudah dibohongi yang gagal memberikan perhatian

yang cukup ke pemilihan umum.

Ketidakadaannya kontrol yang cukup untuk mencegah penyuapan atau “sumbangan

kampanye”.

Dampak negatif

Page 3: ARTIKEL KORUPSI

Demokrasi

Korupsi menunjukan tantangan serius terhadap pembangunan. Di dalam dunia politik, korupsi

mempersulit demokrasi dan tata pemerintahan yang baik (good governance) dengan cara

menghancurkan proses formal. Korupsi di pemilihan umum dan di badan legislatif

mengurangi akuntabilitas dan perwakilan di pembentukan kebijaksanaan; korupsi di sistem

pengadilan menghentikan ketertiban hukum; dan korupsi di pemerintahan publik

menghasilkan ketidak-seimbangan dalam pelayanan masyarakat. Secara umum, korupsi

mengkikis kemampuan institusi dari pemerintah, karena pengabaian prosedur, penyedotan

sumber daya, dan pejabat diangkat atau dinaikan jabatan bukan karena prestasi. Pada saat

yang bersamaan, korupsi mempersulit legitimasi pemerintahan dan nilai demokrasi seperti

kepercayaan dan toleransi.

Ekonomi

Korupsi juga mempersulit pembangunan ekonomi dan mengurangi kualitas pelayanan

pemerintahan.Korupsi juga mempersulit pembangunan ekonomi dengan membuat distorsi dan

ketidak efisienan yang tinggi. Dalam sektor privat, korupsi meningkatkan ongkos niaga

karena kerugian dari pembayaran ilegal, ongkos manajemen dalam negosiasi dengan pejabat

korup, dan resiko pembatalan perjanjian atau karena penyelidikan. Walaupun ada yang

menyatakan bahwa korupsi mengurangi ongkos (niaga) dengan mempermudah birokrasi,

konsensus yang baru muncul berkesimpulan bahwa ketersediaan sogokan menyebabkan

pejabat untuk membuat aturan-aturan baru dan hambatan baru. Dimana korupsi menyebabkan

inflasi ongkos niaga, korupsi juga mengacaukan “lapangan perniagaan”. Perusahaan yang

memiliki koneksi dilindungi dari persaingan dan sebagai hasilnya mempertahankan

perusahaan-perusahaan yang tidak efisien.

Korupsi menimbulkan distorsi (kekacauan) di dalam sektor publik dengan mengalihkan

investasi publik ke proyek-proyek masyarakat yang mana sogokan dan upah tersedia lebih

banyak. Pejabat mungkin menambah kompleksitas proyek masyarakat untuk

menyembunyikan praktek korupsi, yang akhirnya menghasilkan lebih banyak kekacauan.

Korupsi juga mengurangi pemenuhan syarat-syarat keamanan bangunan, lingkungan hidup,

atau aturan-aturan lain. Korupsi juga mengurangi kualitas pelayanan pemerintahan dan

infrastruktur; dan menambahkan tekanan-tekanan terhadap anggaran pemerintah.

Para pakar ekonomi memberikan pendapat bahwa salah satu faktor keterbelakangan

pembangunan ekonomi di Afrika dan Asia, terutama di Afrika, adalah korupsi yang berbentuk

penagihan sewa yang menyebabkan perpindahan penanaman modal (capital investment) ke

Page 4: ARTIKEL KORUPSI

luar negeri, bukannya diinvestasikan ke dalam negeri (maka adanya ejekan yang sering benar

bahwa ada diktator Afrika yang memiliki rekening bank di Swiss). Berbeda sekali dengan

diktator Asia, seperti Soeharto yang sering mengambil satu potongan dari semuanya (meminta

sogok), namun lebih memberikan kondisi untuk pembangunan, melalui investasi infrastruktur,

ketertiban hukum, dan lain-lain. Pakar dari Universitas Massachussetts memperkirakan dari

tahun 1970 sampai 1996, pelarian modal dari 30 negara sub-Sahara berjumlah US $187

triliun, melebihi dari jumlah utang luar negeri mereka sendiri. [1] (Hasilnya, dalam artian

pembangunan (atau kurangnya pembangunan) telah dibuatkan modelnya dalam satu teori oleh

ekonomis Mancur Olson). Dalam kasus Afrika, salah satu faktornya adalah ketidak-stabilan

politik, dan juga kenyataan bahwa pemerintahan baru sering menyegel aset-aset pemerintah

lama yang sering didapat dari korupsi. Ini memberi dorongan bagi para pejabat untuk

menumpuk kekayaan mereka di luar negeri, diluar jangkauan dari ekspropriasi di masa depan.

Kesejahteraan umum negara

Korupsi politis ada dibanyak negara, dan memberikan ancaman besar bagi warga negaranya.

Korupsi politis berarti kebijaksanaan pemerintah sering menguntungkan pemberi sogok,

bukannya rakyat luas. Satu contoh lagi adalah bagaimana politikus membuat peraturan yang

melindungi perusahaan besar, namun merugikan perusahaan-perusahaan kecil (SME).

Politikus-politikus “pro-bisnis” ini hanya mengembalikan pertolongan kepada perusahaan

besar yang memberikan sumbangan besar kepada kampanye pemilu mereka.

Bentuk-bentuk penyalahgunaan

Korupsi mencakup penyalahgunaan oleh pejabat pemerintah seperti penggelapan dan

nepotisme, juga penyalahgunaan yang menghubungkan sektor swasta dan pemerintahan

seperti penyogokan, pemerasan, campuran tangan, dan penipuan.

Daftar isi [sembunyikan]

1 Kondisi yang mendukung munculnya korupsi

2 Dampak negatif

2.1 Demokrasi

2.2 Ekonomi

2.3 Kesejahteraan umum negara

3 Bentuk-bentuk penyalahgunaan

3.1 Penyogokan: penyogok dan penerima sogokan

3.2 Sumbangan kampanye dan “uang lembek”

4 Tuduhan korupsi sebagai alat politik

5 Mengukur korupsi

6 Lihat pula

Page 5: ARTIKEL KORUPSI

7 Referensi

8 Pranala luar

Kondisi yang mendukung munculnya korupsi

Konsentrasi kekuasan di pengambil keputusan yang tidak bertanggung jawab langsung

kepada rakyat, seperti yang sering terlihat di rezim-rezim yang bukan demokratik.

Kurangnya transparansi di pengambilan keputusan pemerintah

Kampanye-kampanye politik yang mahal, dengan pengeluaran lebih besar dari pendanaan

politik yang normal.

Proyek yang melibatkan uang rakyat dalam jumlah besar.

Lingkungan tertutup yang mementingkan diri sendiri dan jaringan “teman lama”.

Lemahnya ketertiban hukum.

Lemahnya profesi hukum.

Kurangnya kebebasan berpendapat atau kebebasan media massa.

Gaji pegawai pemerintah yang sangat kecil.

Rakyat yang cuek, tidak tertarik, atau mudah dibohongi yang gagal memberikan perhatian

yang cukup ke pemilihan umum.

Ketidakadaannya kontrol yang cukup untuk mencegah penyuapan atau “sumbangan

kampanye”.

Dampak negatif

Demokrasi

Korupsi menunjukan tantangan serius terhadap pembangunan. Di dalam dunia politik, korupsi

mempersulit demokrasi dan tata pemerintahan yang baik (good governance) dengan cara

menghancurkan proses formal. Korupsi di pemilihan umum dan di badan legislatif

mengurangi akuntabilitas dan perwakilan di pembentukan kebijaksanaan; korupsi di sistem

pengadilan menghentikan ketertiban hukum; dan korupsi di pemerintahan publik

menghasilkan ketidak-seimbangan dalam pelayanan masyarakat. Secara umum, korupsi

mengkikis kemampuan institusi dari pemerintah, karena pengabaian prosedur, penyedotan

sumber daya, dan pejabat diangkat atau dinaikan jabatan bukan karena prestasi. Pada saat

yang bersamaan, korupsi mempersulit legitimasi pemerintahan dan nilai demokrasi seperti

kepercayaan dan toleransi.

Ekonomi

Korupsi juga mempersulit pembangunan ekonomi dan mengurangi kualitas pelayanan

pemerintahan.Korupsi juga mempersulit pembangunan ekonomi dengan membuat distorsi dan

Page 6: ARTIKEL KORUPSI

ketidak efisienan yang tinggi. Dalam sektor privat, korupsi meningkatkan ongkos niaga

karena kerugian dari pembayaran ilegal, ongkos manajemen dalam negosiasi dengan pejabat

korup, dan resiko pembatalan perjanjian atau karena penyelidikan. Walaupun ada yang

menyatakan bahwa korupsi mengurangi ongkos (niaga) dengan mempermudah birokrasi,

konsensus yang baru muncul berkesimpulan bahwa ketersediaan sogokan menyebabkan

pejabat untuk membuat aturan-aturan baru dan hambatan baru. Dimana korupsi menyebabkan

inflasi ongkos niaga, korupsi juga mengacaukan “lapangan perniagaan”. Perusahaan yang

memiliki koneksi dilindungi dari persaingan dan sebagai hasilnya mempertahankan

perusahaan-perusahaan yang tidak efisien.

Korupsi menimbulkan distorsi (kekacauan) di dalam sektor publik dengan mengalihkan

investasi publik ke proyek-proyek masyarakat yang mana sogokan dan upah tersedia lebih

banyak. Pejabat mungkin menambah kompleksitas proyek masyarakat untuk

menyembunyikan praktek korupsi, yang akhirnya menghasilkan lebih banyak kekacauan.

Korupsi juga mengurangi pemenuhan syarat-syarat keamanan bangunan, lingkungan hidup,

atau aturan-aturan lain. Korupsi juga mengurangi kualitas pelayanan pemerintahan dan

infrastruktur; dan menambahkan tekanan-tekanan terhadap anggaran pemerintah.

Para pakar ekonomi memberikan pendapat bahwa salah satu faktor keterbelakangan

pembangunan ekonomi di Afrika dan Asia, terutama di Afrika, adalah korupsi yang berbentuk

penagihan sewa yang menyebabkan perpindahan penanaman modal (capital investment) ke

luar negeri, bukannya diinvestasikan ke dalam negeri (maka adanya ejekan yang sering benar

bahwa ada diktator Afrika yang memiliki rekening bank di Swiss). Berbeda sekali dengan

diktator Asia, seperti Soeharto yang sering mengambil satu potongan dari semuanya (meminta

sogok), namun lebih memberikan kondisi untuk pembangunan, melalui investasi infrastruktur,

ketertiban hukum, dan lain-lain. Pakar dari Universitas Massachussetts memperkirakan dari

tahun 1970 sampai 1996, pelarian modal dari 30 negara sub-Sahara berjumlah US $187

triliun, melebihi dari jumlah utang luar negeri mereka sendiri. [1] (Hasilnya, dalam artian

pembangunan (atau kurangnya pembangunan) telah dibuatkan modelnya dalam satu teori oleh

ekonomis Mancur Olson). Dalam kasus Afrika, salah satu faktornya adalah ketidak-stabilan

politik, dan juga kenyataan bahwa pemerintahan baru sering menyegel aset-aset pemerintah

lama yang sering didapat dari korupsi. Ini memberi dorongan bagi para pejabat untuk

menumpuk kekayaan mereka di luar negeri, diluar jangkauan dari ekspropriasi di masa depan.

Kesejahteraan umum negara

Korupsi politis ada dibanyak negara, dan memberikan ancaman besar bagi warga negaranya.

Korupsi politis berarti kebijaksanaan pemerintah sering menguntungkan pemberi sogok,

bukannya rakyat luas. Satu contoh lagi adalah bagaimana politikus membuat peraturan yang

Page 7: ARTIKEL KORUPSI

melindungi perusahaan besar, namun merugikan perusahaan-perusahaan kecil (SME).

Politikus-politikus “pro-bisnis” ini hanya mengembalikan pertolongan kepada perusahaan

besar yang memberikan sumbangan besar kepada kampanye pemilu mereka.

Bentuk-bentuk penyalahgunaan

Korupsi mencakup penyalahgunaan oleh pejabat pemerintah seperti penggelapan dan

nepotisme, juga penyalahgunaan yang menghubungkan sektor swasta dan pemerintahan

seperti penyogokan, pemerasan, campuran tangan, dan penipuan.

Penyogokan: penyogok dan penerima sogokan

Korupsi memerlukan dua pihak yang korup: pemberi sogokan (penyogok) dan penerima

sogokan. Di beberapa negara, budaya penyogokan mencakup semua aspek hidup sehari-hari,

meniadakan kemungkinan untuk berniaga tanpa terlibat penyogokan.

Negara-negara yang paling sering memberikan sogokan pada umumnya tidak sama dengan

negara-negara yang paling sering menerima sogokan.

Duabelas negara yang paling kurang korupsinya, menurut survey persepsi oleh Transparansi

Internasional di tahun 2001 adalah sebagai berikut (disusun menurut abjad):

Australia, Kanada, Denmark, Finlandia, Islandia, Luxemburg, Belanda, Selandia Baru,

Norwegia, Singapura, Swedia, dan Swiss

Menurut survei yang sama, tigabelas negara yang paling korup adalah (disusun menurut

abjad):

Azerbaijan, Bangladesh, Bolivia, Kamerun, Indonesia, Kenya, Nigeria, Pakistan, Filipina,

Rusia, Tanzania, Uganda, dan Ukraina

Namun demikian, nilai dari survei tersebut masih diperdebatkan karena ini dilakukan

berdasarkan persepsi subyektif dari para peserta survei tersebut.

Sumbangan kampanye dan “uang lembek”

Di arena politik, sangatlah sulit untuk membuktikan korupsi, namun lebih sulit lagi untuk

membuktikan ketidakadaannya. Maka dari itu, sering banyak ada gosip menyangkut politisi.

Politisi terjebak di posisi lemah karena keperluan mereka untuk meminta sumbangan

keuangan untuk kampanye mereka. Sering mereka terlihat untuk bertindak hanya demi

keuntungan mereka yang telah menyumbangkan uang, yang akhirnya menyebabkan

munculnya tuduhan korupsi politis.

Page 8: ARTIKEL KORUPSI

Tuduhan korupsi sebagai alat politik

Sering terjadi di mana politisi mencari cara untuk mencoreng lawan mereka dengan tuduhan

korupsi. Di Republik Rakyat Tiongkok, fenomena ini digunakan oleh Zhu Rongji, dan yang

terakhir, oleh Hu Jintao untuk melemahkan lawan-lawan politik mereka.

Mengukur korupsi

Mengukur korupsi – dalam artian statistik, untuk membandingkan beberapa negara, secara

alami adalah tidak sederhana, karena para pelakunya pada umumnya ingin bersembunyi.

Transparansi Internasional, LSM terkemuka di bidang anti korupsi, menyediakan tiga tolok

ukur, yang diterbitkan setiap tahun: Indeks Persepsi Korupsi (berdasarkan dari pendapat para

ahli tentang seberapa korup negara-negara ini); Barometer Korupsi Global (berdasarkan

survei pandangan rakyat terhadap persepsi dan pengalaman mereka dengan korupsi); dan

Survei Pemberi Sogok, yang melihat seberapa rela perusahaan-perusahaan asing memberikan

sogok. Transparansi Internasional juga menerbitkan Laporan Korupsi Global; edisi tahun

2004 berfokus kepada korupsi politis. Bank Dunia mengumpulkan sejumlah data tentang

korupsi, termasuk sejumlah Indikator Kepemerintahan.

Korupsi menunjukan tantangan serius terhadap pembangunan. Di dalam dunia politik, korupsi

mempersulit demokrasi dan tata pemerintahan yang baik (good governance) dengan cara

menghancurkan proses formal. Korupsi di pemilihan umum dan di badan legislatif

mengurangi akuntabilitas dan perwakilan di pembentukan kebijaksanaan; korupsi di sistem

pengadilan menghentikan ketertiban hukum; dan korupsi di pemerintahan publik

menghasilkan ketidak-seimbangan dalam pelayanan masyarakat. Secara umum, korupsi

mengkikis kemampuan institusi dari pemerintah, karena pengabaian prosedur, penyedotan

sumber daya, dan pejabat diangkat atau dinaikan jabatan bukan karena prestasi. Pada saat

yang bersamaan, korupsi mempersulit legitimasi pemerintahan dan nilai demokrasi seperti

kepercayaan dan toleransi.

Korupsi juga mempersulit pembangunan ekonomi dengan membuat distorsi dan ketidak

efisienan yang tinggi. Dalam sektor privat, korupsi meningkatkan ongkos niaga karena

kerugian dari pembayaran ilegal, ongkos manajemen dalam negosiasi dengan pejabat korup,

dan risiko pembatalan perjanjian atau karena penyelidikan. Walaupun ada yang menyatakan

bahwa korupsi mengurangi ongkos (niaga) dengan mempermudah birokrasi, konsensus yang

baru muncul berkesimpulan bahwa ketersediaan sogokan menyebabkan pejabat untuk

membuat aturan-aturan baru dan hambatan baru. Dimana korupsi menyebabkan inflasi ongkos

niaga, korupsi juga mengacaukan "lapangan perniagaan". Perusahaan yang memiliki koneksi

dilindungi dari persaingan dan sebagai hasilnya mempertahankan perusahaan-perusahaan

yang tidak efisien.

Page 9: ARTIKEL KORUPSI

Korupsi menimbulkan distorsi (kekacauan) di dalam sektor publik dengan mengalihkan

investasi publik ke proyek-proyek masyarakat yang mana sogokan dan upah tersedia lebih

banyak. Pejabat mungkin menambah kompleksitas proyek masyarakat untuk

menyembunyikan praktek korupsi, yang akhirnya menghasilkan lebih banyak kekacauan.

Korupsi juga mengurangi pemenuhan syarat-syarat keamanan bangunan, lingkungan hidup,

atau aturan-aturan lain. Korupsi juga mengurangi kualitas pelayanan pemerintahan dan

infrastruktur; dan menambahkan tekanan-tekanan terhadap anggaran pemerintah.

Para pakar ekonomi memberikan pendapat bahwa salah satu faktor keterbelakangan

pembangunan ekonomi di Afrika dan Asia, terutama di Afrika, adalah korupsi yang berbentuk

penagihan sewa yang menyebabkan perpindahan penanaman modal (capital investment) ke

luar negeri, bukannya diinvestasikan ke dalam negeri (maka adanya ejekan yang sering benar

bahwa ada diktator Afrika yang memiliki rekening bank di Swiss). Berbeda sekali dengan

diktator Asia, seperti Soeharto yang sering mengambil satu potongan dari semuanya (meminta

sogok), namun lebih memberikan kondisi untuk pembangunan, melalui investasi infrastruktur,

ketertiban hukum, dan lain-lain. Pakar dari Universitas Massachussetts memperkirakan dari

tahun 1970 sampai 1996, pelarian modal dari 30 negara sub-Sahara berjumlah US $187

triliun, melebihi dari jumlah utang luar negeri mereka sendiri.

Koruptor-koruptor di Indonesia merupakan produk perguruan tinggi. 90 persen koruptor

pernah mengenyam pendidikan di universitas. “Oleh sebab itu, pencegahan tindak korupsi

harus dimulai dari agent of change itu sendiri”, tutur Indra Kesuma, dosen Fakultas Ilmu

Sosial Ilmu Politik (FISIP) USU pada seminar Policy Lab Integrity Education Network

(29/01) di Aula FISIP.

Kecenderungan melakukan korupsi disebabkan oleh mudahnya mendulang kekayaan tanpa

waktu lama dan usaha yang sulit. Selain itu, budaya korupsi yang dialami oleh para koruptor

selama menjadi mahasiswa membawa dampak ketika mereka memimpin.

Tindakan penyalahgunaan wewenang ini dimulai karena adanya keinginan dan kesempatan.

Dengan dasar ilmu dan teori yang didapatkan selama masa perkuliahan, memudahkan para

koruptor dalam melakukan aksinya. Selama ini, mereka tidak memikirkan dampak yang akan

mereka dapatkan dari tindak korupsi tersebut.

Oleh sebab itu, TIRI (organisasi non-pemerintah-red) bekerja sama dengan beberapa

univeritas di Sumatera untuk mencegah timbulnya bibit koruptor. Selain mengadakan seminar

anti koruptor, adanya focus group discussion bersama Univeritas Sumatera Utara, Univeritas

Page 10: ARTIKEL KORUPSI

Syah Kuala, Univeritas Andalas, Universitas Sriwijaya dan Univeritas Paramadina yang

membahas tentang mata kuliah anti korupsi yang telah diterapkan di Univeritas Paramadina.

Namun, mata kuliah ini belum dapat dinikmati oleh mahasiswa USU