Artikel Kebakaran di Riau

15
Kebakaran Hutan di Indonesia Mencapai Tingkat Tertinggi Sejak Kondisi Darurat Kabut Asap Juni 2013 Di awal Maret 2014, kebakaran hutan dan lahan gambut di provinsi Riau, Sumatera, Indonesia, melonjak hingga titik yang tidak pernah ditemukan sejak krisis kabut asap Asia Tenggara pada Juni 2013 . Hampir 50.000 orang mengalami masalah pernapasan akibat kabut asap tersebut, menurut Badan Penanggulangan Bencana Indonesia. Citra- citra satelit dengan cukup dramatis menggambarkan banyaknya asap polutan yang dilepaskan ke atmosfer, yang juga berkontribusi kepada perubahan iklim. Minggu lalu Global Forest Watch , sebuah sistem online baru yang mencatat perubahan tutupan hutan serta kebakaran hutan secara nyaris seketika,melaporkan dalam serangkaian tulisan bahwa pembukaan lahan untuk tujuan agrikultur menjadi pendorong utama dari terjadinya kebakaran ini. Seperti yang terjadi sebelumnya, sekitar setengah dari kebakaran tersebut berlangsung di lahan yang dikelola oleh perusahaan tanaman industri, kelapa sawit, serta kayu. Global Forest Watch menunjukkan bahwa sebagian dari kebakaran yang paling besar berada pada lahan yang telah sebenuhnya ditanami, terlepas dari fakta bahwa banyak dari perusahaan ini yang berkomitmen untuk menghentikan penggunaan api dalam praktik pengelolaan mereka. Berulang kembalinya peristiwa kebakaran ini—serta intensitasnya— memunculkan beberapa pertanyaan penting. Di bawah ini, kami menggunakan data Global Forest Watch untuk lebih jauh menelusuri pertanyaan-pertanyaan tersebut. 1. Berapa Banyak Kebakaran yang Terjadi Dibandingkan Juni 2013? Sejak 20 Februari hingga 11 Maret, Global Forest Watch mendeteksi 3.101 peringatan titik api dengan tingkat keyakinan tinggi di Pulau Sumatera dengan menggunakan

Transcript of Artikel Kebakaran di Riau

Page 1: Artikel Kebakaran di Riau

Kebakaran Hutan di Indonesia Mencapai Tingkat Tertinggi Sejak Kondisi Darurat Kabut Asap Juni 2013Di awal Maret 2014, kebakaran hutan dan lahan gambut di provinsi Riau, Sumatera, Indonesia, melonjak hingga titik yang tidak pernah ditemukan sejak krisis kabut asap Asia Tenggara pada Juni 2013. Hampir 50.000 orang mengalami masalah pernapasan akibat kabut asap tersebut, menurut Badan Penanggulangan Bencana Indonesia. Citra-citra satelit dengan cukup dramatis menggambarkan banyaknya asap polutan yang dilepaskan ke atmosfer, yang juga berkontribusi   kepada perubahan iklim.

Minggu lalu Global Forest Watch, sebuah sistem online baru yang mencatat perubahan tutupan hutan serta kebakaran hutan secara nyaris seketika,melaporkan dalam serangkaian tulisan bahwa pembukaan lahan untuk tujuan agrikultur menjadi pendorong utama dari terjadinya kebakaran ini. Seperti yang terjadi sebelumnya, sekitar setengah dari kebakaran tersebut berlangsung di lahan yang dikelola oleh perusahaan tanaman industri, kelapa sawit, serta kayu. Global Forest Watch menunjukkan bahwa sebagian dari kebakaran yang paling besar berada pada lahan yang telah sebenuhnya ditanami, terlepas dari fakta bahwa banyak dari perusahaan ini yang berkomitmen untuk menghentikan penggunaan api dalam praktik pengelolaan mereka.

Berulang kembalinya peristiwa kebakaran ini—serta intensitasnya—memunculkan beberapa pertanyaan penting. Di bawah ini, kami menggunakan data Global Forest Watch untuk lebih jauh menelusuri pertanyaan-pertanyaan tersebut.

1. Berapa Banyak Kebakaran yang Terjadi Dibandingkan Juni 2013?

Sejak 20 Februari hingga 11 Maret, Global Forest Watch mendeteksi 3.101 peringatan titik api dengan tingkat keyakinan tinggi di Pulau Sumatera dengan menggunakan Data Titik Api Aktif NASA. Angka tersebut melebihi 2.643 total jumlah peringatan titik api yang terdeteksi pada 13-30 Juni 2013, yaitu puncak

Page 2: Artikel Kebakaran di Riau

krisis kebakaran dan kabut asap sebelumnya. Grafik brkt menunjukan distribusi titik api di kawasan (Gb1) serta pola dari peringatan titik api sejak Januari 2013 untuk seluruh Pulau Sumatera.

Fakta bahwa jumlah kebakaran kini terjadi lebih sering dibandingkan dengan Juni 2013 sangatlah mengkhawatirkan, terutama melihat usaha-usaha yang telah dilakukan oleh pemerintah Indonesia serta negara lainnya untuk mengatasi masalah kebakaran sejak saat itu. Krisis terakhir ini jelas

berhubungan dengankekeringan ekstrim yang sekarang melanda kawasan, yang juga membuat pembakaran semakin mudah serta meningkatkan kemungkinan api menyebar dengan tidak terkendali. Menariknya, liputan media terhadap kebakaran yang baru terjadi tidak sebesar Juni 2013 karena fakta bahwa pola angin telah meniup asap dan kabut menjauh dari kota-kota besar seperti Singapura, menuju wilayah pedesaan di Sumatra.

2.Dimanakah Kebakaran Terjadi?

Selama bulan Juni 2013, mayoritas kebakaran yang terjadi terpusat di Provinsi Riau, Pulau Sumatera, Indonesia. Angka yang cukup mengejutkan, yaitu sebanyak 87 persen dari peringatan titik api di sepanjang Sumatera pada 4-11 Maret berada di Provinsi Riau. Lihat animasi di bawah yang menunjukkan wilayah dimana kerapatan titik api paling banyak terjadi di Riau selama 12 hari terakhir, serta gambar

dimana api terjadi pada area konsesi (Gambar 3, 4, dan 5).

Terlebih lagi, sekitar setengah dari peringatan titik api di Sumatera terletak di lahan yang dikelola oleh konsesi kelapa sawit, HTI, serta HPH, menurut data dari Kementrian Kehutanan Republik Indonesia

Page 3: Artikel Kebakaran di Riau

(Gambar 4). Selain itu, beberapa dari area kebakaran yang paling besar tampak terjadi di konsesi yang dimiliki perusahaan-perusahaan besar (Gambar 5).

Daftar perusahaan yang menjalankan operasi di area-area ini terdapat di akhir tulisan ini. Investigasi lebih lanjut perlu dilakukan oleh pemerintah Indonesia sebelum membuat kesimpulan definitif mengenai ada tidaknya perusahaan yang melakukan pelanggaran terhadap hukum yang membatasi penggunaan pembakaran.

3. Kenapa Masalah Ini Tetap Terjadi?

Krisis minggu ini menjadi yang terakhir dari daftar panjang mengenai episode kebakaran yang mempengaruhi Indonesia dan negara-negara tetangga. Meskipun kita sudah dapat menentukan ukuran kebakaran dan dimana lokasinya, masih banyak hal yang belum kita ketahui. Salah

Page 4: Artikel Kebakaran di Riau

satunya, mengapa pemerintah Indonesia gagal untuk menerbitkan informasi dimana perusahaan sawit, kertas, dan kayu beroperasi. Meskipun Global Forest Watch memasukkan data konsesi terakhir yang tersedia, masih banyak kesenjangan informasi serta masalah seputar akurasi terkait peta ini.

Tersedianya peta batas konsesi serta kepemilikan lahan terbaru dapat memperbaiki koordinasi di antara institusi pemerintah yang berusaha menghentikan api, peningkatan penegakkan hukum di sekitar kawasan, serta tentu saja, akuntabilitas yang lebih baik untuk perusahaan maupun institutsi pemerintah terkait.

Kedua, investigasi lebih lanjut di lapangan menjadi prioritas yang mendesak, termasuk penelitian dan survei mendalam untuk dapat mengerti proporsi pembakaran yang dilakukan oleh perusahaan besar dibandingkan dengan operasi ukuran menengah maupun kecil. Tentu saja, petani miskin tidak memiliki alternatif selain menggunakan api ketika melakukan pembersihan lahan. Mereka juga dapat menggunakan api untuk merusak ataupun melakukan klaim atas lahan yang berada di bawah manajemen perusahaan besar. Konflik lahan seperti ini sangat umum di seluruh Indonesia. Pemerintah maupun organisasi peneliti independen, perlu secara cepat melakukan investasi lebih untuk mengerti akar masalah dari kebakaran ini serta menyusun program yang lebih baik untuk mencegah kebakaran.

Terkait dengan hal ini, beberapa progres telah dibuat. Pemerintah Indonesia dan Singapura, serta kelompok ASEAN yang lebih besar, sedang melakukan usaha-usaha untuk menurunkan risiko kebakaran. Deteksi api dan usaha pemadaman telah ditingkatkan, serta penegakkan hukum Indonesia telah melakukan beberapapenangkapan yang signifikan. Singapura bahkan mengajukan undang-undang mendobrak baru yang memungkinkan pemerintah untuk menjatuhkan sanksi kepada perusahaan—domestik maupun asing—yang menyebabkan kabut asap lintas-negara yang merugikan pemerintah negara tersebut. Pada Bulan Oktober, pemerintah negara-negara ASEAN telah sepakat untuk bekerja sama dan membagi data mengenai titik api dan penggunaan lahan, meskipun data ini tidak tersedia untuk publik. Lebih lanjut, banyak perusahaan yang telah, sejak saat itu, mengumumkan secara public kebijakan tidak menggunakan pembakaran, serta

Page 5: Artikel Kebakaran di Riau

melakukan investasi terhadap system pengawasan dan pengendalian api mereka.

Akan tetapi, seperti yang ditunjukkan oleh angka yang belum pernah terjadi sebelumnya ini, usaha-usaha tersebut belum menjawab pertanyaan apa yang diperlukan untuk menghentikan krisis ini. Nasib

hutan, kualitas air, serta kesehatan masyarakat Indonesia—serta orang-orang dan hewan liar yang hidup dari pada hutan ini—bergantung pada penegakkan hukum, informasi yang transparan, koordinasi yang lebih baik antara institusi pemerintah, serta tanggung jawab perusahaan yang lebih baik lagi.

Daftar perusahaan yang beroperasi pada area yang terpengaruh adalah sebagai berikut (Gambar 6).

Sumber: NASA FIRMS FAQ Morton, D., R. DeFries, J. T. Randerson, L. Giglio, W. Schroeder, and G. van der

Werf. 2008. Agricultural intensification increases deforestation fire activity in Amazonia. Global Change Biology 14:2262-2276.

Kebakaran Hutan di Riau Meluas, Singapura dan Malaysia Berisiko Kembali Hadapi AsapSebanyak 366 titik api – baik kebakaran hutan atau wilayah-wilayah yang sepertinya akan segera dilalap api – telah terdeteksi di Riau.

Page 6: Artikel Kebakaran di Riau

Pemadam kebakaran berusaha memadamkan api di hutan di Riau, Februari 2014. (AP/Ronny Muharrman)

26.06.2014

JAKARTA—Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) memperingatkan Rabu (25/6) bahwa kabut asap dapat kembali ke Singapura dan Malaysia setelah lonjakan besar dalam kebakaran hutan di Riau, yang merupakan pusat krisis kabut asap tahun lalu.

Kebakaran di Riau menyebabkan wabah kabut asap terburuk di Asia Tenggara dalam satu dekade terakhir pada Juni tahun lalu, menghambat kehidupan sehari-hari jutaan orang dan memicu perselisihan diplomatik yang panas.

Juni adalah waktu dimulainya musim kebakaran hutan -- saat teknik tebas-bakar (slash and burn) digunakan untuk membersihkan lahan secara cepat dan murah, seringkali oleh perkebunan kelapa sawit – dan para pejabat penanggulangan bencana mengatakan jumlah kobaran api di Riau meningkat dengan cepat.

Sebanyak 366 titik api – baik kebakaran hutan atau wilayah-wilayah yang sepertinya akan segera dilalap api – telah terdeteksi di provinsi tersebut Rabu, naik dari 97 sehari sebelumnya, menurut juru bicara BNPB Sutopo Purwo Nugroho.

“Kita harus waspada karena angin bertiup ke timur-timur laut. Kemungkinan kabut asap mencapai Singapura dan Malaysia semakin tinggi,” ujar Sutopo.

Page 7: Artikel Kebakaran di Riau

Para ahli mengatakan fenomena cuaca El Nino yang diperkirakan terjadi akhir tahun ini sepertinya akan mengembuskan kebakaran hutan karena situasi menjadi lebih kering daripada biasanya.

El Nino menyeret curah hujan ke Samudera Pasifik, membuat negara-negara termasuk Indonesia lebih kering dan bagian-bagian benua Amerika lebih basah.

Namun wabah kebakaran hutan terakhir belum menimbulkan dampak serius pada kehidupan sehari-hari di Sumatera, dan langit di Singapura masih bebas asap.

Para pihak berwenang mengatakan sebagian besar kebakaran hutan tahun lalu sengaja dibuat untuk membuka lahan. Tebas-bakar merupakan teknik pertanian tradisional, namun kelompok-kelompok lingkungan hidup juga menuduh perusahaan-perusahaan besar menggunakan metode itu.

Menurut Lembaga Sumber Daya Dunia di Washington, sejumlah besar kebakaran yang dideteksi baru-baru ini terkait dengan konsesi-konsesi perusahaan kertas dan kelapa sawit serta pemasok mereka.

Lembaga tersebut menemukan 75 titik api di konsesi-konsesi pemasok Asia Pulp & Paper antara 17 Juni dan 23 Juni, dan 43 titik api di zona-zona pemasuk untuk Asia Pacific Resources International Limited (April) pada periode yang sama, menggunakan data dari alat pemetaan satelit.

APRIL mengatakan telah sepakat untuk mendukung upaya pemadaman api, meminjamkan pompa air dan helikopter perusahaan. APP, sementara itu, belum memberikan komentarnya. (AFP)

Page 8: Artikel Kebakaran di Riau

Dampak Kebakaran Asap di Riau Terus MeluasAsap kebakaran di hutan Malaysia juga menyebar ke Selat Malaka.

Kamis, 13 Maret 2014 | 16:17 WIBOleh : Eko Priliawito

Kabut asap di Bandara Sultan Syarif Kasim II, Pekanbaru (ANTARA FOTO/FB Anggoro)VIVAnews - Dampak pembakaran lahan dan hutan di Provinsi Riau terus meluas. Tak hanya di wilayah Riau, kabut asap terus meluas di Sumatera Barat. Ini terjadi akibat arah angin yang dominan dari timur laut ke barat daya.

Dari pantau satelit NOAA18, ada 46 titik api. Sementara dari satelit Modis ada sekitar 137 titik api di Riau pada Kamis, 13 Maret 2014. Selain itu, asap akibat kebakaran lahan dan hutan di Malaysia juga menyebar ke Selat Malaka dan wilayah Riau.   

Namun, titik api ini lebih rendah dibandingkan dengan data sehari sebelumnya yang mencapai 168 titik dari NOAA18 dan 2.046 titik dari pantauan satelit Modis. 

Dampak kabut asap yang terjadi hari ini membuat jarak pandang hanya 300 meter di Pekanbaru pada pukul hingga pukul 12.00 WIB. Kondisi kualitas udara sudah pada level berbahaya di sebagian besar daerah di Riau. 

Sebanyak 49.591 jiwa menderita penyakit akibat asap seperti ispa, pneumonia, asma, iritasi mata dan kulit.Menindaklanjuti perintah Presiden agar penegakan hukum lebih digiatkan maka telah ditambah kekuatan personel satgas penegakan hukum yang berjumlah 582 personel dari Polri dan PPNS di Kemhut dan KLH. 

Satgas ini akan memburu para perambah hutan dan pembakar lahan dan hutan. Tahapan prosedur penegakan hukum diharapkan dapat dipercepat. 

Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Syamsul Maarif, telah

Page 9: Artikel Kebakaran di Riau

meminta PPNS di Kemhut, KLH, Kemtan dan pemerintah daerah setempat lebih intensif dalam penegakan hukum.Penegakan hukum diterapkan sebagai bagian dari pengurangan risiko bencana dan mitigasi sehingga ruang gerak individu atau kelompok yang membakar menjadi tidak leluasa. 

Untuk mengatasi bencana asap di Riau maka pada Jumat pagi, 14 Maret 2014 akan dikerahkan pesawat Hercules C-130 untuk modifikasi cuaca dengan homebase Lanud Halim Perdanakusuma, Jakarta. 

"Selain itu juga akan dioperasikan enam unit ground based generator sistem sprayer di bandara SSK II Pekanbaru untuk mengurangi kepekatan asap sehingga jarak pandang di bandara diharapkan dapat lebih baik dan penerbangan dapat dilakukan," kata Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Syamsul Maarif.

Dari 35 laporan polisi terkait kasus pembakaran lahan dan hutan di Riau, Kepolisian Daerah Riau telah menetapkan 37 tersangka perorangan dan seorang tersangka dari korporasi atau perusahaan. Namun ketika akan dijebloskan ke penjara, beberapa di antaranya melarikan diri.

"Dari 37 tersangka sebanyak 25 orang sudah dilakukan penahanan dan lima lainnya DPO," kata Kepala Bagian Penerangan Umum (Kabag Penum) Mabes Polri Komisaris Besar Agus Rianto, Kamis 13 Maret 2014. (eh)

BNPB: Kerugian Negara Rp 50 T Akibat

Kebakaran Hutan di RiauRabu, 17 September 2014 15:38 WIB

Tribun Pekanbaru/Doddy Vladimir

Page 10: Artikel Kebakaran di Riau

Petugas Pemadam Kebakaran Kabupaten Siak berusaha memadamkan api yang membakar sebuah lahan kosong di Kelurahan Sungai Menpura, Kecamatan Menpura, Kabupaten Siak, Riau, Selasa (16/9/2014). Berdasarkan data Satelit Terra dan Aqua hotspot di Sumatera menunjukkan angka 267 titik, 114 titik di antaranya terdapat di Riau. Tribun Pekanbaru/Doddy Vladimir 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) melaporkan pembakaran hutan oleh oknum tak bertanggung jawab dalam tiga bulan terakhir, merugikan negara puluhan triliun Rupiah."Ada 20 triliun itu hanya di Riau saja, itu baru 3 bulan dari Februari sampai April. Ini kalau kita hitung wilayah Indonesia, meliputi Sumatera Selatan, Lampung, Jambi, Kalimantan Barat dan Tengah. Mungkin bisa lebih dari Rp 50 triliun dampaknya dan kerugian itu kita hitung kalkulasinya," kataKepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB Sutopo Purwo Nugroho kepada wartawan dikantornya, Jalan Juanda, Rabu (17/9/2014).Menurutnya, perilaku masyarakat yang buruk, faktor cuaca dan medan yang sulit membuat petugas kesulitan memadamkan titik api yang muncul."Kalau kita lihat ancaman makin meningkat, karena kondisinya makin kering hujan akan berkurang, dan kemudian kalau pembakaran masih dibiarkan akan sulit dan wilayah yang terbakar bukan di pinggir jalan, sampai ke dalam-dalam tengah hutan, sehingga petugas patroli maupun petugas kesulitan aksesnya, walaupun satu pintu sudah kita cegah atau tutup," ujarnya.Diketahui, kondisi udara di 7 wilayah Provinsi Riau dinyatakan tidak sehat karena diselimuti kabut asap yang pekat. Partikel debu, berdasarkan Indeks Standar Pengukur Udara (ISPU) lebih tinggi dibanding kandungan oksigen.Daerah yang dimaksud yaitu Kecamatan Rumbai, Kota Pekanbaru, Duri Field, Bangko, Petapahan, Libo dan Duri Camp."Itu laporan yang disampaikan Badan Lingkungan Hidup Provinsi Riau. Sebelumnya, hanya Pekanbaru yang dinyatakan tidak sehat," kata juru bicara BNPB Agus di Pekanbaru, Rabu (17/9/2014).Dijelaskan Agus, angka pada ISPU di daerah tersebut berada di atas 100. Bahkan, untuk daerah Duri dan Bangko hampir mencapai 200 atau level berbahaya untuk kesehatan."Sementara di Kota Dumai dan Minas termasuk kategori sedang," ujarnya.Berdasarkan pantauan Satelit Terra dan Aqua milik Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG), jarak pandang di Kabupaten Pelalawan, Riau, hanya 500 meter karena kabut asap.

Page 11: Artikel Kebakaran di Riau

"Sementara Pekanbaru dan Kota Rengat, Kabupaten Indragiri Hulu hanya 1 kilometer. Di Kota Dumai, jarak pandangnya agak baik yaitu 2 kilometer," kata Agus.

Pertemuan MENLH Indonesia dan Singapura: Penangulangan Kebakaran Hutan dan LahanCategories: Berita, Pengendalian Kerusakan Lingkungan

Indonesia-Singapura: Bekerjasama untuk mencari solusi penanggulangan kebakaran hutan dan lahan di Indonesia.Jakarta, 21 Juni 2013. Menteri Lingkungan Hidup Republik Indonesia,Prof. DR.  Balthasar Kambuaya hari ini menerima kedatangan Menteri Lingkungan Hidup dan Sumber Daya Air Singapura, Prof. Vivian Balakrishnan untuk membicarakan penanggulangan dampak kebakaran hutan dan lahan di Indonesia. Pada pertemuan tersebut kedua Menteri bersepakat untuk mencari solusi terhadap masalah kabut asap ini.Menteri Lingkungan Hidup RImenyampaikan, “Kami bersimpati kepada Singapura yang mengalami dampak kebakaran hutan dan lahan di Indonesia berupa kabut asap yang tidak hanya dialami oleh Singapura saja tetapi juga beberapa wilayah Indonesia.Kementerian Lingkungan Hidup telah bekerja secara intensif dengan berbagai pihak di pusat dan daerah untuk menanggulangi kebakaran hutan dengan tujuan mengurangi dampak terhadap lingkungan sesegera mungkin”.Pemerintah Indonesia melaksanakan berbagai tindakan penanggulangan seperti yang dilakukan oleh Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) bersama Manggala Agni dan kelompok Masyarakat Peduli Api melalui pemadaman kebakaran lahan dan hutan di daratan serta water bombing dari udara.Menteri Lingkungan Hidup dan Sumber Daya Air Singapuradalam pertemuan ini menyatakan, “Ini merupakan situasi yang serius di Singapura dan pihaknya

Page 12: Artikel Kebakaran di Riau

menawarkan kerjasama yang baik dengan Indonesia untuk melakukan aksi nyata bersama menanggulangi kebakaran hutan dan lahan di Sumatera”. Pihak Singapura memberikan apresiasi atas upaya yang telah dilakukan oleh pemerintah Indonesia. Lebih lanjut disampaikan bahwa Menteri Lingkungan Hidup Republik Indonesia akan bertolak ke Riau untuk bergabung bersama para menteri lainnya yang sudah berangkat ke Riau dibawah koordinasi Menteri Koordinasi Kesejahteraan Rakyat.Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) telah melakukan koordinasi, pemantauanserta investigasi langsung pada lokasi kebakaran hutan dan lahan di Provinsi Riau. Pemantauan langsung dilakukan oleh Deputi III MenLH Bidang Pengendalian Kerusakan Lingkungan dan Perubahan Iklim KLH, Ir. Arief Yuwono, MA dan Deputi V MenLH Bidang Penaatan Hukum Lingkungan KLH, Drs. Sudariyono bersama dengan Kepala Kejaksaan Tinggi Riau, danKapolda Provinsi Riau. Pada pertemuan tersebut dibahas mengenai langkah-langkah penegakan hukum terhadap pelaku pembakaran hutan dan lahan di Provinsi Riau. Selain itu, pihak KLH juga melakukan pertemuan dengan Wakil Gubernur Provinsi Riau membahas tentang kondisi cuaca dan iklim, mobilisasi sumber daya, dan usulan hujan buatan. Turut hadir dalam pertemuan tersebut Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Riau, Kementerian Kehutanan, Balai Konservasi Sumber Daya Alam, Kementerian Kesehatan, dan BLH Provinsi Riau.Berdasarkan pertemuan penanggulangan kebakaran hutan dan lahan di Provinsi Riau, Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Pekanbaru menyatakan bahwa pada awal Juni s/d awal September 2013 di seluruh Provinsi Riau sudah masuk musim kemarau. Prediksi BMKG kondisi cuaca kemarin pada tanggal 20 Juni 2013 sampai seminggu ke depan masih tetap kering dengan suhu >35oC atau dalam kondisi ekstrim dengan kelembaban rendah sehingga susah terbentuk awan untuk turun hujan. Untuk itu, perlu langkah-langkah antisipatif yang lebih terpadu antar pemangku kepentingan termasuk masyarakat.Berikut data hotspots dari satelit NOAA-18 di Provinsi Riau pada tanggal 19 Juni 2013:

No Kabupaten

Jumlah Hotspots (titik)

1 Rokan Hilir 35

2 Rokan Hulu 9

3 Dumai 4

4 Bengkalis 12

5 Siak 14

6 Pekanbaru 1

7 Kampar 6

8 Pelalawan 25

Page 13: Artikel Kebakaran di Riau

9 Indragiri Hilir 23

10 Indragiri Hulu 10

11Kuantan Sengingi 3

Total 142

Data Dinas Kehutanan Provinsi Riau/BBKSDA tentang perkiraan luas terbakar mulai tanggal 1 – 19 Juni 2013 di Provinsi Riau seluas 3.709 ha terdiri dari:

No KabupatenPerkiraan luas terbakar (ha)

1 Rokan Hilir 2800

2 Rokan Hulu 200

3 Dumai 20

4 Bengkalis 500

5 Siak 20

6 Pekanbaru 4

7 Kampar 30

8 Pelalawan 115

9 Indragiri Hulu 10

10 Kuantan Sengingi 10

  Total 3709

Sementara itu, Kepolisian daerah Riau berdasarkan data dan informasi yang diperoleh dari pengaduan masyarakat sudah melakukan mobilisasi pengendalian kebakaran lahan dan hutan sejak 1 Juni 2013.Kejadian kebakaran di Wilayah Provinsi Riau dipicu oleh indikasi pembukaan lahan dengan cara membakar dan diperparah dengan kondisi suhu ekstrim yang lebih dari 35oC dengan luas lahan gambut di wilayah Riau sebesar 56,1% yang mudah terbakar pada musim kemarau.Upaya-upaya yang telah dilakukan diantaranya:1. Pemadaman darat dengan mengerahkan regu pemadam dari TRC/Satpol PP,

Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD), Regu Pemadam Kebakaran (RPK) perusahaan, Manggala Agni dan kelompok Masyarakat Peduli Api (MPA);

2. Pemantauan upaya pengendalian karlahut di daerah rawan;3. Koordinasi dengan Kementerian/Lembaga dan SKPD terkait di daerah;4. Sinkronisasi program tingkat nasional, provinsi dan kabupaten/kota untuk

efektivitas mobilisasi sumberdaya yang dimiliki.Saat ini, perkembangan terakhir kondisi kebakaran hutan dan lahan di Provinsi Riau yaitu kebakaran sudah dapat dilokalisir penyebarannya. Di Desa Tanjung Leban dan Sepahat, Kabupaten Bengkalis sudah dipadamkan kebakaran seluas ± 1000 ha. Selain itu, pertemuan antara Deputi III MenLH Bidang Pengendalian Kerusakan Lingkungan dan Perubahan Iklim KLH dan Deputi V MenLH Bidang Penegakan Hukum Lingkungan KLH dengan Kepala Kejaksaan Tinggi Riau dan

Page 14: Artikel Kebakaran di Riau

Kepala Kepolisian Daerah Riau untuk melaksanakan penegakan hukum lingkungan secara tegas dengan melakukan proses penyelidikan dan dapat ditingkatkan ke penyidikan apabila ditemukan bukti kesengajaan pembukaan lahan dengan cara membakar terutama di Kab. Rokan Hilir, Kab. Bengkalis dan Kota Dumai. Saat ini, regu pemadam kebakaran dibantu TNI/Polri masih berada di lokasi untuk upaya penanggulangan kebakaran.Untuk itu, sebagai upaya tindak lanjut yang perlu dilakukan yaitu:1. Melakukan upaya tanggap darurat pemadaman dengan pemadaman darat

dan teknik modifikasi cuaca/hujan buatan;2. Upaya penyelidikan dalam rangka penegakan hukum terhadap pelaku usaha

yang melakukan pembukaan lahan dengan cara membakar;3. Pemantauan kebakaran dari udara/aerial surveillance secara periodik di

kabupaten prioritas (Rokan Hilir, Bengkalis dan Dumai).