Artikel Jalur Pedestrian

download Artikel Jalur Pedestrian

of 3

Transcript of Artikel Jalur Pedestrian

Saat Manusia Bukan Lagi Prioritas Utama Manusia modern sebagian besar mungkin sudah melupakan hakikatnya untuk berjalan kaki. Suatu kota dianggap semakin maju jika memiliki jalan raya yang lebar serta gedung tinggi menjulang yang luas dan saling berjauhan satu sama lain. Di sisi lain, jalur bagi pejalan kaki di hadapannya tak dilirik karena waktu tempuh dengan berjalan kaki dinilai kurang efektif. Belum lagi gaya hidup konsumtif mendorong orang lebih memilih mobil pribadi. Sesuai dengan perubahan gaya hidup tersebut, orientasi kenyamanan kini diutamakan bagi jalan raya yang lebih sering digunakan. Aspek kenyamanan dan keamanan bagi para pejalan kaki pun kian terlupakan. Jalur pedestrian yang tidak terawat, tidak memadai, dan bahkan tidak tersedia mendorong orang semakin enggan berjalan kaki di kota-kota besar, tidak terkecuali di Kota Bandung. Jalur pedestrian merupakan suatu komponen lalu lintas yang tidak kalah pentingnya komponen jalan raya. Ia seharusnya memiliki suatu peran yang sama, yaitu bersama-sama mendukung sistem sirkulasi kota yang lancar dan menerus. Jalur pedestrian juga harus melindungi pedestrian dari ruang jalan bagi kendaraan bermotor sehingga mencegah terjadinya kecelakaan, serta berguna sebagai perantara atau media yang penting sebagai habitat manusia untuk beraktivitas. Untuk memenuhi sejumlah peran dan fungsi tersebut, pejalan kaki membutuhkan sebuah ruang pada jalan berbentuk fisik agar dapat melakukan aktivitas pedestrian. Adapun fasilitas fisik tersebut harus sesuai dengan kriteria dan memiliki utilitas yang memadai. Kriteria fasilitas fisik jalur pedestrian meliputi berbagai aspek, di antaranya lebar efektif minimum. Lebar efektif merupakan jalur lebar pejalan yang hanya digunakan untuk sirkulasi pejalan. Lebar jalur pejalan ini bergantung pada intensitas penggunaannya. Berdasarkan ketentuan Departemen Pekerjaan Umum (1990) dalam Petunjuk Perencanaan Trotoar, tertulis bahwa lebar efektif minimum untuk kawasan pertokoan dan perdagangan adalah 2 m. Selain itu untuk kebebasan ruang dari permukaan trotoar adalah 2,5 m dan penyediaan utilitas sebesar 0,6 m. Fasilitas penunjang pedestrian antara lain adalah fasilitas penyeberangan dan fasilitas terminal. Fasilitas penyeberangan termasuk zebra cross, lampu lalu lintas, jembatan maupun terowongan penyeberangan sementara fasilitas terminal untuk berhenti atau beristirahat yaitu bangku-bangku dan halte beratap. Fasilitas penunjang inti membutuhkan ruang selebar 0,6 2 meter. Kota Bandung memiliki sederet permasalahan terkait fasilitas jalur pedestrian. Salah satunya terkait karakteristik jalan di Kota Bandung yang memiliki ruang milik jalan terbatas dan sempit, namun mempunyai volume kendaraan yang cukup besar. Jalur pedestrian yang ada belum mendukung sistem sirkulasi yang ideal karena tidak menghubungkan kawasan satu dengan kawasan lainnya dalam sistem tata ruang kota. Selain itu, masih banyak dimensi fasilitas trotoar di berbagai ruas jalan Kota Bandung yang belum memenuhi standar fasilitas trotoar yang ditentukan. Bahkan banyak daerah yang tidak memiliki jalur pedestrian atau bersatu dengan badan jalan. Kualitas fisik fasilitas pedestrian juga termasuk buruk, tampak pada banyak trotoar yang rusak dan memiliki permukaan yang tidak rata. Belum lagi trotoar juga banyak yang dibuat terlalu tinggi dan tangga jembatan penyeberangan yang dibangun terlalu curam, sehingga belum memerhatikan keamanan dan kenyamanan bagi para penyandang cacat, orang lanjut usia, maupun balita. Berkurangnya keamanan dan kenyamanan fasilitas pejalan kaki juga sering terbentur dengan kepentingan pihak tertentu. Sebagai contoh banyak bangunan atau gedung yang membuat jalan keluar masuk gedung dengan sangat miring sehingga menurunkan fungsi trotoar yang berpotongan dengannya. Hal tersebut dilakukan dengan alasan ingin memenuhi kepercayaan fengshui. Lalu ada beberapa trotoar yang mengalami alih fungsi di beberapa ruas jalan. Jalur trotoar terputus karena dipergunakan sebagai tempat parkir sehingga

menyebabkan pejalan kaki berjalan di badan jalan. Di samping itu fasilitas pedestrian juga ada yang bentrok dengan program pemerintah lainnya, seperti penempatan perkakas jalan maupun pohon di tengah-tengah jalan. Fasilitas penyeberangan yang tersedia baik zebra cross maupun jembatan penyeberangan pun tidak dimanfaatkan dengan optimal, serta ada beberapa jembatan yang tertutup oleh media reklame sehingga rawan terhadap tindakan kriminal. Misalnya pada jembatan penyeberangan Jl. Merdeka. Pembangunan jembatan penyeberangan dengan media reklame diharapkan lebih mementingkan aspek keselamatan dan kenyamanan pejalan kaki dibandingkan aspek komersial semata. Fasilitas-fasilitas penunjang lainnya, seperti halte, bangku istirahat, rambu pejalan, lampu penerangan jalan, tempat sampah, dan telepon umum juga masih minim baik dari sisi kualitas maupun kuantitas. Kurangnya penyediaan ini disebabkan terbatasnya ruang milik jalan untuk penempatan fasilitas-fasilitas tersebut. Sony S. Wibowo, dosen bidang Sistem Transportasi dan Jalan Raya Teknik Sipil ITB, mengemukakan pendapatnya terkait masalah jalur pedestrian di Kota Bandung. Beliau berkata bahwa fasilitas pejalan kaki di Bandung memang belum mendukung para warganya untuk berjalan kaki. Sebagian besar trotoar di Bandung banyak yang tidak memenuhi kriteria secara fisik dan fasilitasnya pun rusak dengan adanya tempat parkir dan pedagang kaki lima. Kalaupun trotoar sudah bagus, di tengah-tengah trotoar justru ditanami pohon, seperti halnya Jl. Asia Afrika dan Jl. Tamblong. Mungkin maksudnya supaya teduh, tapi justru malah mengganggu pejalan kaki. Lokasi penempatan pohon seharusnya dipertimbangkan kembali, kata Sony. Sony menjelaskan sebenarnya jalur pedestrian ini sangat esensial dalam konsep kota yang berwawasan lingkungan (green city). Green city adalah kota yang nyaman bagi pejalan kaki dimana jarak antara satu kawasan dan kawasan lainnya seharusnya bisa ditempuh dengan berjalan kaki. Pada kenyataannya, sekarang orang jarak pendek juga ditempuh dengan naik motor. Ia menambahkan sebenarnya ada beberapa kawasan yang dapat menjadi area khusus pejalan kaki. Misalnya saja Jl Ganesha - Jl. Dipatiukur yang merupakan kawasan institusi pendidikan (perguruan tinggi) bisa menjadi area untuk berjalan kaki. Sama halnya wilayah perbelanjaan seperti Dalem Kaum dan Cihampelas. Karena trotoar yang ada sama sekali tidak nyaman dan terganggu pedagang kaki lima, pejalan kaki memilih menggunakan kendaraan bermotor dan becak bahkan untuk jarak dekat. Yang ada malah membuat jalan tambah ruwet, ujarnya. Ia menambahkan, Pedagang kaki lima tidak 100% salah, kalau tidak ada belum tentu lebih nyaman. Sebaiknya pedagang kaki lima justru difasilitasi, seperti halnya yang terdapat pada kawasan perdagangan di Bangkok. Di sana trotoar dibuat lebih lebar dan pedagang kaki lima diberi tempat dan ditertibkan. Mereka hanya boleh berjualan di malam hari. Hal tersebut malah menjadi daya tarik. Yudhi dari Dinas Perhubungan Kota Bandung mengungkapkan pihaknya mengalami kendala dalam proses perencanaan jalur pedestrian. Hal ini disebakan oleh keterbatasan anggaran. Seperti halnya pembangunan jembatan penyeberangan dan sebagainya, kami hanya melakukan perencanaan melalui pengamatan visual pada peta. Kunjungan survey langsung ke lapangan membutuhkan biaya yang mahal. Sementara mengenai penanaman pohon yang ditempatkan di tengah-tengah trotoar, hal tersebut berkaitan dengan program walikota, ungkapnya. Pak Sony memaparkan bahwa memang sistem lalu lintas yang ada di Kota Bandung serta kota-kota besar lainnya masih bersifat private car oriented. Pejalan kaki juga dianggap terpisah dari lalu lintas. Selain itu belum adanya rasa patuh dan taat bagi warga untuk mematuhi peraturan lalu lintas serta memanfaatkan fasilitas pedestrian dengan optimal. Menurutnya, hal ini disebabkan oleh ketidaktahuan para warga sendiri akan perilaku berlalu lintas dengan benar sehingga perlu dilakukan sosialisasi kepada masyarakat. Dalam hal ini,

Yudhi mengakui pihaknya memang masih terbatas dalam hal sosialisasi. Ke depannya kami akan berusaha untuk meningkatkan upaya dan alokasi dana di bidang ini, tutur Yudhi dengan nada introspektif.