ARTIKEL ILMIAH MAKNA KONTEKSTUAL KATA DALAM AL …repository.unja.ac.id/5084/1/Artikel.pdfdan...

25
Artikel Ilmiah Mhs FIB Universitas Jambi 1 | Page ARTIKEL ILMIAH MAKNA KONTEKSTUAL KATA ḤADĪṠ DALAM AL-QUR’AN SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Oleh: MUSDALIPAH NIM: I1A214027 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA ARAB FAKULTAS ILMU BUDAYA UNIVERSITAS JAMBI 2018

Transcript of ARTIKEL ILMIAH MAKNA KONTEKSTUAL KATA DALAM AL …repository.unja.ac.id/5084/1/Artikel.pdfdan...

Page 1: ARTIKEL ILMIAH MAKNA KONTEKSTUAL KATA DALAM AL …repository.unja.ac.id/5084/1/Artikel.pdfdan taqrīr beliau, yang bisa dijadikan dalil bagi hukum syar’i (Al-Khatib, 1963: 1). Ditinjau

Artikel Ilmiah Mhs FIB Universitas Jambi 1 | P a g e

ARTIKEL ILMIAH

MAKNA KONTEKSTUAL KATA ḤADĪṠ DALAM AL-QUR’AN

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan

Guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Oleh:

MUSDALIPAH

NIM: I1A214027

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA ARAB

FAKULTAS ILMU BUDAYA

UNIVERSITAS JAMBI

2018

Page 2: ARTIKEL ILMIAH MAKNA KONTEKSTUAL KATA DALAM AL …repository.unja.ac.id/5084/1/Artikel.pdfdan taqrīr beliau, yang bisa dijadikan dalil bagi hukum syar’i (Al-Khatib, 1963: 1). Ditinjau

Artikel Ilmiah Mhs FIB Universitas Jambi 2 | P a g e

MAKNA KONTEKSTUAL KATA ḤADĪṡ DALAM AL-QUR’AN

MUSDALIPAH Program Sudi Pendidikan Bahasa Arab

Universitas Jambi Jl. Raya Jambi-Ma. Bulian KM. 15 Mendalo Indah, Jambi

Email: [email protected]

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan (1) untuk menyajikan makna kontekstual kata

Ḥadīṡ dan turunannya yang terdapat dalam Al-Qur’an (2) mendeskripsikan

konteks apa saja yang mempengaruhi makna kata Ḥadīṡ dan turunannya yang

terdapat dalam Al-Qur’an

Penelitian ini merupakan penelitian kepustakaan (library research) dengan

menggunakan metode analisis deskriptif. Teori yang digunakan adalah teori

Abdul Chaer dan Ahmad Mukhtār Umār. Objek penelitian yaitu seluruh kata

Ḥadīṡ dan turunannya yang terdapat dalam Al-Qur’an.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa makna kontekstual kata Ḥadīṡ

dan turunannya dalam Al-Qur’an ada 18 makna yang dipengaruhi oleh konteks

bahasa (as-Siyāq al-Lughah) dan konteks situasi (as-Siyāq al-Mawqif).

Kata Kunci: Makna kontekstual, Kata Ḥadīṡ, Al-Qur’an.

PENDAHULUAN

Al-Qur’an sebagai kitab Allah menempati posisi sebagai sumber pertama

dan utama dari seluruh ajaran Islam dan berfungsi sebagai petunjuk dan pedoman

bagi manusia dalam mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan di akhirat. Sebagai

sumber hukum yang menduduki posisi paling sentral, Al-Qur’an tidak cukup

hanya sekedar dibaca tapi juga harus diupayakan untuk memahami maknanya

dengan benar untuk kemudian diimplementasikan dalam kehidupan sesuai

tuntunan Al-Qur’an dan apa yang telah dicontohkan oleh Rasulullah SAW.

Setelah Al-Qur’an, Islam menempatkan ḥadīṡ sebagai sumber hukum kedua.

Page 3: ARTIKEL ILMIAH MAKNA KONTEKSTUAL KATA DALAM AL …repository.unja.ac.id/5084/1/Artikel.pdfdan taqrīr beliau, yang bisa dijadikan dalil bagi hukum syar’i (Al-Khatib, 1963: 1). Ditinjau

Artikel Ilmiah Mhs FIB Universitas Jambi 3 | P a g e

Salah satu fungsi ḥadīṡ adalah sebagai penjelas ayat-ayat Al-Qur’an yang

masih bersifat umum (mujmāl).

Secara bahasa kata ḥadīṡ memiliki arti; al-jadīd minal asyya (sesuatu yang

baru), lawan dari qodīm. Hal ini mencakup sesuatu (perkataan), baik banyak

ataupun sedikit. Adapun ḥadīṡ menurut istilah ahli ḥadīṡ (muḥaddīṡin) hampir

sama (murādif) dengan sunnah, yang mana keduanya memiliki arti segala sesuatu

yang berasal dari Rasul, baik setelah diangkat ataupun sebelumnya. Sedangkan,

menurut ahli uṣūl fiqh (uṣūliyyun) ḥadīṡ adalah segala perkataan Rasul, perbuatan

dan taqrīr beliau, yang bisa dijadikan dalil bagi hukum syar’i (Al-Khatib, 1963:

1).

Ditinjau dalam Al-Qur’an bahwa kata ḥadīṡ muncul sebanyak 28 kali, 23

dalam bentuk mufrod dan 5 dalam bentuk jamaʻ yang tersebar dalam 21 surah.

Namun, kata ḥadīṡ dalam Al-Qur’an memilki makna yang beragam, sesuai

dengan konteks yang mengitarinya. Seperti dalam Surah Ṭāhā [20] ayat 9 kata

ḥadīṡ bermakna kisah:

����

و�

���� �����

�� إذ

��

�ل

��ر� �

ٱرءا �

�ا

���

إ�

� ��و أ

�� أ

�� ���� �

ءا���

��

��ر� �

� ��

ى ���ر ٱءا�

��

9. Apakah telah sampai kepadamu kisah Mūsā

10. Ketika ia melihat api, lalu berkatalah ia kepada keluarganya:

"Tinggallah kamu (di sini), sesungguhnya aku melihat api, mudah-

mudahan aku dapat membawa sedikit daripadanya kepadamu atau aku

Sedangkan kata ḥadīṡ dalam ayat lain bermakna “Mimpi”, seperti pada ayat

ke-6 surah Yūsuf berikut ini:

���

و�� و�

�� ��

��

و���

ر���

����

��د�� ٱ�

ۥو���� ����� �

��

��

� إن إ����� ����

��

� ��

����

� � � �� ��

��

��

�ب �

� ءال ��� و�

���� ����

�ر���

6. Dan demikianlah Tuhanmu, memilih kamu (untuk menjadi Nabi) dan

diajarkan-Nya kepadamu sebahagian dari takwil mimpi-mimpi dan

Page 4: ARTIKEL ILMIAH MAKNA KONTEKSTUAL KATA DALAM AL …repository.unja.ac.id/5084/1/Artikel.pdfdan taqrīr beliau, yang bisa dijadikan dalil bagi hukum syar’i (Al-Khatib, 1963: 1). Ditinjau

Artikel Ilmiah Mhs FIB Universitas Jambi 4 | P a g e

disempurnakan-Nya nikmat-Nya kepadamu dan kepada keluarga Ya´qūb,

sebagaimana Dia telah menyempurnakan nikmat-Nya kepada dua orang

bapakmu sebelum itu, (yaitu) Ibrāhīm dan Ishāk. Sesungguhnya Tuhanmu

Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana. (Q.S. Yūsuf [12]: 6)

Pada kedua contoh ayat diatas, terdapat kata ḥadīṡ. Namun, kata hadīṡ

tersebut memiliki makna yang berbeda, seperti dalam surah Ṭāhā ayat 9, kata

ḥadīṡ bermakna “kisah” sedangkan pada surah Yūsuf ayat 6, kata ḥadīṡ bermakna

“Mimpi-mimpi”. Sementara ḥadīṡ secara harfiah berarti “baru”.

Untuk mengetahui makna kata ḥadīṡ yang terdapat dalam Al-Qur’an

tersebut maka kita harus melihat konteks yang mengitarinya melalui kajian makna

khususnya makna kontekstual. Menurut Al-Khuli (1982: 57) di dalam bahasa

Arab makna kontekstual disebut ياق ي س ىن ع م /ma’na siyāqiyyun/. Ahmad Mukhtār

‘Umār (1982: 68) menyatakan bahwa makna kontekstual menekankan adanya

peranan yang dimainkan oleh konteks dalam memberi makna terhadap ucapan

atau tulisan. Setiap elemen makna perkataan dalam suatu kata saling berhubung

antara satu dengan yang lain, serta tidak dapat dipisahkan. Dalam buku linguistik

umum Chaer (2012: 290) mengatakan bahwa makna kontekstual adalah makna

sebuah leksem atau kata yang berada di dalam satu konteks. Chaer (2012: 290)

juga mengatakan bahwa makna kontekstual dapat berhubungan dengan situasinya,

yakni tempat, waktu dan lingkungan penggunaan bahasa itu. Lebih lanjut, Ahmad

Mukhtār ‘Umār (1988: 20) menegaskan bahwa makna suatu kata dapat

dipengaruhi oleh empat konteks, yaitu (a) konteks kebahasaan (al-Siyāq al-

Lughawī), (b) konteks emosional (al-Siyāq al-‘Āthifī), (c) konteks situasi (Siyāq

al-Mawqif), dan (d) konteks sosiokultural/budaya (al-Siyāq al-Tsaqāfī).

METODE PENELITIAN

A. Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode analisis

deskriptif yakni prosedur pemecahan masalah yang diselidiki dengan

menggambarkan/melukiskan keadaan objek penelitian pada saat sekarang

berdasarkan fakta-fakta yang tampak atau sebagaimana adanya (Nawawi dan

Martini, 1994: 73). Dalam penelitian ini peneliti juga menggunakan penelitian

kepustakaan (Library Research). Menurut M. Nazir (1998: 112) studi kepustakaan

Page 5: ARTIKEL ILMIAH MAKNA KONTEKSTUAL KATA DALAM AL …repository.unja.ac.id/5084/1/Artikel.pdfdan taqrīr beliau, yang bisa dijadikan dalil bagi hukum syar’i (Al-Khatib, 1963: 1). Ditinjau

Artikel Ilmiah Mhs FIB Universitas Jambi 5 | P a g e

adalah teknik pengumpulan data dengan mengadakan studi penelaahan terhadap

buku-buku, literatur-literatur, catatan-catatan, dan laporan-laporan yang ada

hubungannya dengan masalah yang akan dipecahkan. Objek penelitian ini adalah

seluruh kata ḥadīṡ beserta turunannya yang terdapat dalam Al-Qur’an yaitu kata

ḥadīṡ, kata aḥādīṡ yang merupakan jama’ dari kata ḥadīṡ, kata al-ḥadīṡ, dan kata

al-aḥādīṡ.

B. Sumber Data

Sumber data primer dalam penelitian ini adalah Al-Qur’an Al-Karim, yaitu

dengan menggunakan Al-Qur’ān Al-Karim dan Terjemahnya Departemen Agama

RI. 2002. Semarang: Karya Toha Putra. Sedangkan sumber data sekunder adalah

buku yang berjudul Kajian Semantik Arab: Klasik dan Kontemporer karya

Matsna dan buku Abdul Chaer yang berjudul Linguistik Umum beserta Tafsir Al-

Mishbah karya Muhammad Quraish Shihab.

C. Teknik Pemerolehan Data

Adapun prosedur dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Mengumpulkan data dari Al-Qur’an Al-Karim dan Terjemahnya

Departemen Agama RI. 2002.

2. Mengklasifikasi data menurut aspek pemaknaannya.

D. Teknik Analisis

Adapun tahapan-tahapan yang ditempuh oleh peneliti dalam hal ini dapat

dijabarkan sebagai berikut:

1. Membaca ayat yang akan dianalisis dengan baik

2. Membaca dan mencermati makna ayat menurut Al-Qur’an dan terjemahan

departemen agama RI

3. Membaca dan mencermati tafsir ayat

4. Membaca dan mencermati asbābun nuzūl ayat

5. Menganalisis kedudukan kata ḥadīṡ dalam ayat dengan berpedoman pada

ilmu nahwu dan shorof

6. Menganalisis kata ḥadīṡ berdasarkan konteks yang mengitarinya seperti

konteks kebahasaan, konteks situasi, dan konteks lingkungan penggunaan

bahasa tersebut dengan menggunakan pisau analisis teori kontekstual Abdul

Chaer (2012) dan Ahmad Mukhtār ‘Umār (1988)

Page 6: ARTIKEL ILMIAH MAKNA KONTEKSTUAL KATA DALAM AL …repository.unja.ac.id/5084/1/Artikel.pdfdan taqrīr beliau, yang bisa dijadikan dalil bagi hukum syar’i (Al-Khatib, 1963: 1). Ditinjau

Artikel Ilmiah Mhs FIB Universitas Jambi 6 | P a g e

7. Tahap akhir adalah menulis hasil laporan tersebut dalam bentuk karya

ilmiah sebagai laporan penelitian. Pada tahap akhir ini, peneliti menulis dan

menyusun hasil penelitian dalam bentuk karya ilmiah yang disajikam sesuai

pedoman yang berlaku.

Dalam menganalisis data, peneliti menggunakan teori makna kontekstual

yang dikemukakan oleh Abdul Chaer dalam bukunya Linguistik Umum dan

Ahmad Mukhtār ‘Umār dalam bukunya Ilm al-Dalālah. Dalam upaya penafsiran

peneliti berpedoman pada Tafsir Al-Mishbah karya Muhammad Quraish Shihab

yang terdiri dari 15 volume. Adapun penulisan ayat Al-Qur’ān peneliti

berpedoman pada Transliterasi Arab Latin yang merupakan hasil keputusan

bersama (SKB) Menteri Agama dan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan R.I.

Nomor: 158 Tahun 1987 dan Nomor: 0543b/U/1987. Sedangkan cara penulisan

ayat-ayat Al-Qur’ān dan terjemahannya penulis menggunakan aplikasi Addins

Qur’ān in Ms Word yang dibuat oleh Mohamad Taufiq.

E. Pengujian Kredibilitas Data

1. Meningkatkan Ketekunan

Meningkatkan ketekunan berarti melakukan pengamatan secara lebih cermat

dan berkesinambungan. Dengan cara tersebut maka kepastian data dan urutan

peristiwa akan dapat direkam secara pasti dan sistematis.

2. Teknik Triangulasi

Triangulasi dalam penelitian ini dilakukan dengan cara mengecek data yang

telah diperoleh melalui beberapa sumber; baik buku, kitab-kitab tafsir terkait,

maupun orang yang peneliti anggap mumpuni di bidangnya yang terkait dengan

penelitian ini.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Jumlah kata ḥadīṡ dan turunannya dalam al-Qur’ān ada 28 (23 dalam bentuk

mufrod dan 5 dalam bentuk jamak). Berikut makna kontekstual kata ḥadīṡ dan

turunannya dalam al-Qur’an:

Kata Ḥadīṡ dan Turunannya yang Bermakna “Al-Quran”

1. Q.S. Al-Qolam [68] Ayat 44

Page 7: ARTIKEL ILMIAH MAKNA KONTEKSTUAL KATA DALAM AL …repository.unja.ac.id/5084/1/Artikel.pdfdan taqrīr beliau, yang bisa dijadikan dalil bagi hukum syar’i (Al-Khatib, 1963: 1). Ditinjau

Artikel Ilmiah Mhs FIB Universitas Jambi 7 | P a g e

ر� �

ب �

ا و�� ��

���� ٱ��� �

���ر��� �� ���

��

��ن

����

Pada ayat diatas kata ḥadīṡ bermakna al-Qur’an. Makna ini muncul

berdasarkan konteks ayat. Selain itu, juga dikuatkan oleh makna kata pertama

pada ayat ini yaitu kata فذرين /fadżarnī/. Selain itu, makna ini muncul dipengaruhi

oleh konteks kebahasaan (al-Siyāq al-Lughawī) yaitu badal min isim isyārah.

2. Q.S. At-Ṭūr [52] Ayat 34

�ا

���

�� ���� ��

��� ۦ ��

�ا

�إن �

Makna kata ḥadīṡ dalam konteks ayat ini adalah al-Qur’an. Makna ini

muncul dipengaruhi oleh konteks bahasa (al-Siyāq al-Lughawi) yaitu

berhubungan dengan konteks ayat yang menantang kaum musyrikīn untuk dapat

menciptakan ucapan yang sama seperti al-Qur’an baik dari aspek kandungan

isinya, keindahan bahasanya, maupun susunan katanya. Dan tentu saja tantangan

tersebut mustahil diwujudkan oleh manusia karena segala daya yang ada pada

manusia bersifat terbatas. Selain itu, makna ini juga dipengaruhi oleh konteks

budaya yaitu lingkungan penggunaan bahasa karena ayat ini mengarahkan

tantangan kepada siapapun yang meragukan al-Qur’an khsusunya kaum musyrikīn

Mekah saat itu yang menolak kebenaran risalah yang disampaikan Rasulullah

meskipun dengan dalih penolakan yang tidak masuk akal.

3. Q.S. Al-Kahfi [18] Ayat 6

����

�ا �

���

���ا

�� �

���� إن �

� ءا�

��

����� ٱ��� � �

���

�أ

Makna kata ḥadīṡ dalam ayat ini adalah al-Qur’an. Makna ini muncul

dipengaruhi oleh konteks bahasa (al-Siyāq al-Lughawi) yakni diperkuat dengan

adanya kata hadza dalam ayat ini yang berfungsi untuk menunjukkan sesuatu

yaitu menunjukkan al-Qur’an sebagai keterangan yang nyata, tidak diragukan lagi

isi kandungannya yang mengandung kebenaran hakiki yang berasal dari Tuhan

Yang Maha Mengetahui. Makna ini juga muncul dipengaruhi oleh konteks situasi

(al-Siyāq al-Mawqif) karena melalui ayat ini Allah SWT ingin meneguhkan hati

Page 8: ARTIKEL ILMIAH MAKNA KONTEKSTUAL KATA DALAM AL …repository.unja.ac.id/5084/1/Artikel.pdfdan taqrīr beliau, yang bisa dijadikan dalil bagi hukum syar’i (Al-Khatib, 1963: 1). Ditinjau

Artikel Ilmiah Mhs FIB Universitas Jambi 8 | P a g e

Rasulullah SAW. yang sedang mengalami kesedihan yang amat mendalam

dikarekan penolakan kaum musyrikīn untuk beriman kepada keterangan yang ia

sampaikan, yakni al-Qur’an.

4. Q.S. Yūsuf [12] Ayat 111

��و� �

� ���� ��ة

� �

ن

��� ٱ�

� �

ن

� ���

����

����� ��

ى و� �

يٱ��

�ء �

���� ���� و�

��

���ن

�� ��

��

� ى ور�

�و�

Makna kata ḥadīṡ dalam konteks ayat ini adalah al-Qur’an. Makna ini

muncul dipengaruhi oleh konteks bahasa (al-Siyāq al-Lughawi) yaitu berkaitan

dengan konteks ayat yang menegaskan bahwa al-Qur’an bukanlah cerita yang

dibuat-buat melainkan sebagai pertunjuk dan rahmat serta membenarkan wahyu

yang telah diturunkan sebelumnya. Selain itu, makna ini muncul dipengaruhi oleh

konteks situasi (al-Siyāq al-Mawqif) yaitu lingkungan penggunaan bahasa karena

ayat ini menjelaskan bahwa segenap kisah yang telah disampaikan di dalam al-

Qur’an merupakan kebenaran dan bukanlah cerita yang dibuat-buat serta

mengandung ibroh bagi orang-orang yang menggunakan akalnya dengan baik.

5. Q.S. Al-Wāqi’ah [56] Ayat 81

ا���

���� ٱ أ �

����ن �� ���

�أ

Makna kata ḥadīṡ dalam konteks ayat ini adalah al-Qur’an. Makna ini

muncul dipengaruhi oleh konteks kebahasaan (al-Siyāq al-Lughawi) yaitu adanya

hadza yang berfungsi untuk menunjukkan sesuatu (isim isyārah). Adapun dalam

konteks ayat ini yang ditunjuk tersebut maksudnya adalah al-Qur’an yang

diperkuat dengan ayat sebelumnya yang menyatakan bahwa al-Qur’an sangat

mulia (Q.S. Al-Wāqi’ah [56]: 77) yang terpelihara (Q.S. Al-Wāqi’ah [56]: 78)

tidak ada yang menyentuhnya selain hamba-hamba yang disucikan (Q.S. Al-

Wāqi’ah [56]: 79) yang diturunkan dari Tuhan seluruh alam (Q.S. Al-Wāqi’ah

[56]: 80). Selain itu, makna ini muncul dipengaruhi oleh konteks situasi (as-Siyāq

al-Mawqif) yaitu lingkungan penggunaan bahasa karena ayat ini mengecam

orang-orang yang tidak mengagungkan ayat-ayat Allah SWT.

6. Q.S. Az-Zumār [39] Ayat 23

Page 9: ARTIKEL ILMIAH MAKNA KONTEKSTUAL KATA DALAM AL …repository.unja.ac.id/5084/1/Artikel.pdfdan taqrīr beliau, yang bisa dijadikan dalil bagi hukum syar’i (Al-Khatib, 1963: 1). Ditinjau

Artikel Ilmiah Mhs FIB Universitas Jambi 9 | P a g e

ٱ�

� ��� أ

ل ��

��� ٱ� � ��� ���

�� ��

� �� ���

� �� ��

��

�د

�� ٱ��

�� ���� إ�

�� و�

�د

�� ��

� ��

ر���� �

�ن

� ٱذ�

��ى �

��

ٱ�

��� ۦ���ي �� �

ء و�� ��

��� ��

ٱ�

� ���د ۥ�

� ���

Makna kata ḥadīṡ dalam ayat ini adalah al-Qur’an. Makna ini muncul

dipengaruhi oleh konteks bahasa (al-Siyāq al-Lughawi) yaitu kedudukan kata

ḥadīṡ dalam ayat ini adalah sebagai mudhofun ilaih sedangkan mudhof-nya adalah

kata ahsan. Sehingga kata ahsan ḥadīṡ dalam konteks ayat ini merupakan idhāfah

yang melahirkan pengertian baru yaitu al-Qur’an. Kemudian makna ini diperkuat

dengan konteks ayat yang didahului oleh kata Allahu Nazzala yang menunjukkan

bahwa perkataan yang baik tersebut diturunkan dari sisi Allah SWT. Selain itu,

makna ini muncul juga dipengaruhi oleh konteks situasi (al-Siyāq al-Mawqif)

yaitu lingkungan penggunaan bahasa yang memberitahukan bahwa salah satu ciri-

ciri orang-orang yang beriman ketika mendengarkan maupun membaca al-Qur’an

menjadikan kulit dan hati mereka bergetar karena pesan-pesan ilahi tersebut dapat

ditangkap oleh hati yang memahami makna dan kandungan ayat yang

didengar/dibaca tersebut.

7. Q.S. Al-Mursalāt [77] Ayat 50

ي ��

ۥ���ه ����� �

���ن

���

Kata ḥadīṡ pada ayat ini bermakna Al-Qur’an. Makna ini muncul

dipengaruhi oleh konteks ayat sebelum dan sesudahnya yakni pada awal surah ini

Allah menekankan peringatan terhadap para pendurhaka sambil mengajurkan

mereka untuk memperhatikan aneka argumentasi agar tunduk kepada tuntunan

agama, karena itu maka surah ini ditutup dengan menampakkan “keheranan” dari

sikap mereka itu, sambil menjelaskan bahwa mereka tidak mempercayai bukti-

bukti atau ajaran yang telah dipaparkan, padahal bukti tersebut sedemikian jelas

dan gamblang, demikian penjelasan ar-Rāzi (Shihab, 2003: 695, Vol. 14). Makna

ini juga muncul dipengaruhi oleh konteks situasi (as-Siyāq al-Mawqif) yakni

lingkungan penggunaan bahasa bahwa pada akhir surah ini sejalan dengan awal

Page 10: ARTIKEL ILMIAH MAKNA KONTEKSTUAL KATA DALAM AL …repository.unja.ac.id/5084/1/Artikel.pdfdan taqrīr beliau, yang bisa dijadikan dalil bagi hukum syar’i (Al-Khatib, 1963: 1). Ditinjau

Artikel Ilmiah Mhs FIB Universitas Jambi 10 | P a g e

uraiannya yang berbicara tentang hari kemudian serta kepastian jatuhnya siksa

terhadap para pendurhaka.

Kata Ḥadīṡ dan Turunannya yang Bermakna “Kisah”

8. Q.S. Ṭāhā [20] Ayat 9

����

و�

���� �����

�� إذ

��

�ل

��ر� �

ٱرءا �

�ا

���

إ�

� ��و أ

�� أ

�� ���� �

ءا���

��

��ر� �

� ��

ى ���ر ٱءا�

� Pada konteks ayat ini kata ḥadīṡ bermakna kisah yaitu kisah tentang Nabi

Mūsā; Dia menerima wahyu dari Allah. Makna ini muncul dipengaruhi oleh

konteks bahasa (as-Siyāq al-Lughah) yaitu berkaitan dengan ayat selanjutnya

yang mengemukakan kisah Nabi Mūsā saat hendak melakukan perjalanan ke

Mesir dan dalam perjalanan tersebut Nabi Mūsā mengalami kejadian yang agung;

beliau mendapatakan wahyu dari Allah. Makna ini muncul karena berada dalam

konteks ayat yang berhubungan dengan kisah Nabi Mūsā –sebagaimana yang

dikemukakan diatas- selain itu, makna ini muncul berkenaan dengan lingkungan

penggunaan bahasa yaitu menceritakan kisah Nabi Mūsā As kepada Nabi

Muhammad agar dapat mendorong Nabi Muhammad dan umatnya untuk

meneladani kisah Nabi Mūsā tersebut.

9. Q.S. An-Nāzi’āt [79] Ayat 15

����

�� ر��� ����� ����

�د

ۥإذ �اد ��

س ٱ � ��

��

� ٱ ���ى �

� ذ

� إ�

����ن ۥإ�

�� �

�� �

�ن �

� أ

إ�

����

���

� وأ

���

ر�� ر�� �إ�

� ٱ�

ى ٱ ��� �

� �

ب و�� ��

�� ��

� ��� ��

دى �أ

��د

����

�ل

��

� ر���

�� ٱ�

ه � �

� ٱ �

��

�ل

� ٱو ���ة ٱ�

و�

� �

�إن

� �

� ��

� ��ة

��

� ��

Kata ḥadīṡ dalam konteks ayat ini bermakna kisah yaitu tentang Nabi

Mūsā As. dan Fir’aun. Makna ini muncul berkenaan dengan ayat selanjutnya yang

Page 11: ARTIKEL ILMIAH MAKNA KONTEKSTUAL KATA DALAM AL …repository.unja.ac.id/5084/1/Artikel.pdfdan taqrīr beliau, yang bisa dijadikan dalil bagi hukum syar’i (Al-Khatib, 1963: 1). Ditinjau

Artikel Ilmiah Mhs FIB Universitas Jambi 11 | P a g e

mengisahkan tentang Nabi Mūsā As. dan Fir’aun yaitu kisah Nabi Mūsā ketika

diperintahkan oleh Rabb-Nya untuk mengajak Fir’aun kembali ke jalan yang

benar. Namun seruan itu ditolak oleh Fir’aun; hatinya malah kufur sehingga dia

tidak mau tunduk kepada kebenaran, lahir batin. Selain itu, ayat ini muncul

berkenaan dengan situasi (as-Siyāq Mawqif) yakni lingkungan penggunaan bahasa

karena ayat ini berbicara tentang salah satu kisah yang dapat menjadi pelajaran

bagi segenap manusia bahwa orang-orang yang mengingkari kebenaran (cepat

atau lambat) pasti akan dibinasakan.

Kata Ḥadīṡ dan Turunannya yang Bermakna “Berita”

10. Q.S Al-Gāsiyāh [88] Ayat 1

��

��

��

��� ٱ ����

� �

Sudah datangkah kepadamu berita (tentang) hari kiamat (Q.S Al-

Gāsiyāh [88]: 1)

Kata ḥadīṡ pada konteks ayat ini bermakna berita (yang besar) tentang hari

kiamat. Kata شية ٱل غ /al-gāsiyāh/ terambil dari kata يغشى /yaghsyā yang pada

mulanya berarti menutup. Al-Gāsiyāh artinya menutup secara mantap. Yang

dimaksud adalah peristiwa hari kiamat yang mengakibatkan tertutupnya akal dan

kesadaran manusia akibat rasa takut yang demikian mecekam (Shihab, 2008: 228,

Vol. 15). Makna ini muncul dipengaruhi oleh konteks bahasa (as-Siyāq al-

Lughah) karena kata ḥadīṡ dalam konteks ayat ini berkedudukan sebagai muḍāf

sedangkan muḍāfun ilaih-nya adalah kata al-Gāsiyāh sehingga memunculkan

pemaknaan baru (iḍāfah) yaitu berita (yang besar) tentang hari kiamat. Kemudian,

makna ini diperkuat oleh ayat selanjutnya yang menyatakan bahwa pada hari yang

dahsyat itu yakni hari kiamat Banyak muka pada hari itu yang tertunduk terhina

(al-Gāsiyāh: 2) Bekerja keras lagi kepayahan (al-Gāsiyāh: 3).

11. Q.S. An-Najm [53] Ayat 59

���ا أ

��� ٱ� �

����ن

��

Makna kata ḥadīṡ dalam konteks ayat ini adalah ada berita mengenai

kiamat. Makna ini muncul dipengaruhi oleh konteks bahasa (al-Siyāq al-Lughawi)

yang sangat berkaitan dengan beberapa ayat sebelumnya yang menjelaskan bahwa

Page 12: ARTIKEL ILMIAH MAKNA KONTEKSTUAL KATA DALAM AL …repository.unja.ac.id/5084/1/Artikel.pdfdan taqrīr beliau, yang bisa dijadikan dalil bagi hukum syar’i (Al-Khatib, 1963: 1). Ditinjau

Artikel Ilmiah Mhs FIB Universitas Jambi 12 | P a g e

telah dekatnya hari kiamat (Q.S. an-Najm [53]: 57) dan tidak ada yang dapat

mengungkapkan kapan pastinya terjadi hari kiamat tersebut kecuali Allah SWT

(Q.S. An-Najm [53]: 58) lalu pada ayat ke-59 Allah SWT mengecam kaum

musyrikīn apakah terhadap pemberitaan ini (hari kiamat) terus menerus merasa

heran lalu menolaknya?

12. Q.S Al-Burūj [85] Ayat 17

��

��

��

��د ٱ����

� �

��د

و�

�� ٱ�� �����ن

��

����

� �

�وا

ٱو ��

�� ��

�� ���

� ��� ورا

��

��

��

�ءان

��

Makna kata ḥadīṡ dalam konteks ayat ini adalah “berita (mengenai) kaum-

kaum penentang” (yaitu kaum) Fir´aun dan (kaum) Ṡamūd. Makna ini muncul

dipengaruhi oleh konteks bahasa (al-Siyāq al-Lughawi) yaitu kata hadits junud

yang berkedudukan sebagai idhofah yang bermakna berita kaum-kaum

penentang” (yaitu kaum) Fir´aun dan (kaum) Ṡamūd. Makna ini juga diperkuat

oleh ayat sesudahnya ن ومثود عوفر . Selain itu, makna ini muncul dipengaruhi oleh

konteks situasi (al-Siyāq al-Mawqif) yaitu lingkungan penggunaan bahasa karena

ayat ini memberitahukan sekaligus mengingatkan kembali kepada setiap orang

yang mendengar firman ini bagaimana kesudahan orang-orang yang menentang-

Nya.

13. Q.S. Al-A’rāf [7] Ayat 185

�و�

�ت أ

�� �

�وا

��ت ٱ��� �ض ٱو ���

� �

� ٱو�� �

�� ��

��

�ن

ن ��

��� أ

ن

ء وأ

ب ٱ� �� ��

��

ي ����� أ

��

ۥ���ه ���ن

�� �

Makna kata ḥadīṡ dalam ayat ini adalah berita selain al-Qur’an. Makna ini

muncul dipengaruhi oleh konteks situasi (al-Siyāq al-Mawqif) yaitu lingkungan

penggunaan bahasa karena ayat ini berbicara kepada orang-orang yang meragukan

al-Qur’an bahwa apakah dengan segala bukti nyata yang telah disampaikan oleh

Rasulullah saw. dan segala tanda-tanda penciptaan yang tidak terbantahkan bahwa

Page 13: ARTIKEL ILMIAH MAKNA KONTEKSTUAL KATA DALAM AL …repository.unja.ac.id/5084/1/Artikel.pdfdan taqrīr beliau, yang bisa dijadikan dalil bagi hukum syar’i (Al-Khatib, 1963: 1). Ditinjau

Artikel Ilmiah Mhs FIB Universitas Jambi 13 | P a g e

mereka lebih memilih untuk mempercayai berita selain dari al-Qur’an yang tidak

ada alasan untuk meragukan apalagi menolaknya.

Kata Ḥadīṡ dan Turunannya yang Bermakna “Mimpi”

14. Q.S. Yūsuf [12] Ayat 6

���

�� و�

��

و���

ر���

����

و�� �

���د�� ٱ�

و���� �

�� ۥ�����

����� � � �� ��

��

��

�ب �

� ءال ��� و�

��

��

���� ����

ر���� إ����� ���� إن

��

��

Makna kata aḥādīṡ dalam konteks ayat ini adalah “takwil mimpi” yaitu

penafsiran yang akan terjadi di dunia nyata terkait apa yang diimpikan. Makna ini

mucul dipengaruhi oleh konteks bahasa (as-Siyāq al-Lughah) yaitu kedudukan

kata ḥadīṡ dalam ayat ini sebagai muḍāfun ilaih sedangkan muḍāf-nya adalah kata

ويل تأ . Hal ini berarti kata أحاديث ويل ٱلتأ merupakan iḍāfah yang melahirkan makna

baru, “takwil mimpi”. Selain itu, makna ini juga dipengaruhi oleh konteks situasi

(al-Siyāq al-Mawqif) yaitu lingkungan penggunaan bahasa yang mengabarkan

kepada Nabi Muhammad dan seluruh umatnya bahwa pada diri Nabi Yusūf

terdapat keistimewaan yang diberikan Allah SWT salah satunya mampu

menafsirkan beberapa mimpi sebagaimana dijelaskan pada ayat lainnya pada

surah yang sama bahwa di dalam mimpinya, Nabi Yūsuf melihat sebelas bintang,

matahari dan bulan sujud kepadanya.

15. Q.S. Yūsuf [12] Ayat 21

�ليٱ و�

��� ٱ �

� � �� �� ��

ن ۦ ��أ

��� ��� أ

�� ��

أ

ه ����

و �

أ

���

� ۥ���

���� ���

���

��

� و�

ٱو�

�ض �

��و�� �� ۥو���

���د��� ٱ�

ٱو �

�� ��ه

� أ

� ��

��� ۦ�

و�

��

���س ٱأ

��ن

���

��

Makna kata aḥādīṡ dalam ayat ini adalah “takwil mimpi” yakni penafsiran

yang akan terjadi dari apa yang diimpikan. Makna ini muncul dipengaruhi oleh

konteks bahasa (al-Siyāq al-Lughawi) yaitu adanya kata takwil yang menyertai

kata ḥadīṡ yang disebut dengan iḍāfah sehingga menimbulkan makna baru

Page 14: ARTIKEL ILMIAH MAKNA KONTEKSTUAL KATA DALAM AL …repository.unja.ac.id/5084/1/Artikel.pdfdan taqrīr beliau, yang bisa dijadikan dalil bagi hukum syar’i (Al-Khatib, 1963: 1). Ditinjau

Artikel Ilmiah Mhs FIB Universitas Jambi 14 | P a g e

sebagaimana yang telah dijelaskan pada ayat selanjutnya, Q.S. Yūsuf [12]: 6.

Selain itu, makna ini juga muncul dipengaruhi oleh konteks situasi (al-Siyāq al-

Mawqif) yaitu lingkungan penggunaan bahasa karena ayat ini mengisahkan

tentang salah satu bagian dari perjalanan hidup Nabi Yūsuf hingga beliau

diberikan keistimewaan oleh Allah SWT yaitu berupa mampu mentakwilkan

mimpi.

16. Q.S. Yūsuf [12] Ayat 101

�� ���� ءا�

� ٱرب �

��

� �� ���

�و�� و��

���د��� ٱ�

�����ت ٱ� �ض ٱو ���

�� و� �

��ٱ� ۦأ

� � ���ة� ٱو ��

���

� ��

��� ������ و�

��� �

Makna kata aḥādīṡ dalam konteks ayat ini adalah “takwil mimpi” yaitu

penafsiran yang akan terjadi dari apa yang diimpikan. Makna ini muncul

dipengaruhi oleh konteks bahasa (al-Siyāq al-Lughawi) yaitu berkaitan dengan

penggunaan kata dalam konteks ayat karena dalam konteks ayat ini kata takwil

aḥādīṡ merupakan iḍāfah yang bermakna penafsiran yang akan terjadi dari apa

yang diimpikan. Selain itu, makna ini muncul berkaitan dengan konteks situasi

(al-Siyāq al-Mawqif) yaitu lingkungan penggunaan bahasa karena ayat ini

menyebutkan anugerah yang telah diberikan Allah SWT kepada Nabi Yūsuf yaitu

berupa kedudukan yakni sebagai bendaharawan Mesir dan memberikan

kemampuan untuk mentakwilkan mimpi.

Kata Ḥadīṡ dan Turunannya yang Bermakna “Pembicaraan”

17. Q.S. An-Nisā’ [4] Ayat 140

�� � و�

��

��

ل ��

� ٱ�

��

� �

ا ����� ءا�

إذ

ن

ٱأ

��

� �ا

��

� ��� ����

��وا

��

� ���

� ��� و�����أ

��

�ه ۦ���� �

��� إن

�ا ��

� إذ

� ٱإ�

������ ٱ���� �

��� ٱو

� ����� � �����

��

Makna kata ḥadīṡ dalam konteks ayat ini adalah pembicaraan yaitu

pembicaraan yang tidak bertentangan dengan nilai-nilai Islam. Makna ini muncul

dipengaruhi oleh konteks bahasa (al-Siyāq al-Lughawi) yaitu berada dalam

Page 15: ARTIKEL ILMIAH MAKNA KONTEKSTUAL KATA DALAM AL …repository.unja.ac.id/5084/1/Artikel.pdfdan taqrīr beliau, yang bisa dijadikan dalil bagi hukum syar’i (Al-Khatib, 1963: 1). Ditinjau

Artikel Ilmiah Mhs FIB Universitas Jambi 15 | P a g e

konteks ayat yang berbicara mengenai larangan duduk bersama orang-orang yang

mengingkari dan memperolok-olokkan al-Qur’ān.

18. Q.S. Al-An’ām [6] Ayat 68

ا�� �ذ

�� ٱر�

�� ��� ���

�ض

�� ���

� ءا�

�ن

��

� �ا

��

� �ه

ۦ���� �

������� � ��� ٱ���

��� ��

��

�ى ٱ��� �

�م ٱ�� �

���� ٱ �

��� �

Makna kata ḥadīṡ dalam ayat ini adalah “pembicaraan” yaitu pembicaraan

yang tidak bertentangan dengan nilai-nilai Islam. Makna ini muncul dipengaruhi

oleh konteks bahasa (al-Siyāq al-Lughawi) yaitu diperkuat dengan kata-kata

sebelumnya همعن رضفأع ءايتنا يخوضون في ت ٱلذين وإذا رأي Dan apabila kamu melihat orang-

orang memperolok-olokkan ayat-ayat Kami, maka tinggalkanlah mereka

sehingga mereka membicarakan pembicaraan yang lain. Selain itu, Makna ini

muncul berkaitan dengan konteks situasi (al-Siyāq al-Mawqif) yaitu lingkungan

penggunaan bahasa karena ayat ini mengemukakan larangan agar tidak bersatu

dengan majelis-majelis yang memperolok-olokkan ayat-ayat Allah SWT.

Kata Ḥadīṡ dan Turunannya yang Bermakna “Percakapan”

19. Q.S. An-Nisā’ [4] Ayat 78

����� �

� ��ر��

�ا

��

��ت ٱ�

�ة� �

��� ��� � ��وج ��

� �

و�

�ه�

�ا

��

��

���� ����

ٱ�� ��� ۦ�ن �

�� ����

�ن �

�ه�

�ا

��

��

�� ��� ۦ����

ٱ�� ���ك �

���ل �

ء �

�� �م ٱ�

�� �

����

��ن

��

ون

�د

��

� �

Makna kata ḥadīṡ dalam ayat ini adalah “pembicaraan” yakni penjelasan-

penjelasan yang selama ini telah disampaikan oleh Rasulullah saw. terutama

terkait kematian pasti akan menimpa setiap makhluk yang bernyawa. Makna ini

muncul dipengaruhi oleh konteks bahasa (al-Siyāq al-Lughawi) yaitu penggunaan

kata hadits dalam konteks ayat. Kata ḥadīṡ dalam konteks ayat ini adalah sebagai

maf’ūl bih yaitu isim manṣūb yang menjadi sasaran perbuatan atau objek (Zaairul

Page 16: ARTIKEL ILMIAH MAKNA KONTEKSTUAL KATA DALAM AL …repository.unja.ac.id/5084/1/Artikel.pdfdan taqrīr beliau, yang bisa dijadikan dalil bagi hukum syar’i (Al-Khatib, 1963: 1). Ditinjau

Artikel Ilmiah Mhs FIB Universitas Jambi 16 | P a g e

Haq dan Fatimah, 2014: 143). Selain itu, makna ini diperkuat dengan ayat

sebelumnya (Q.S. An-Nisā’ [4]: 77-78).

20. Q.S. Al-Aḥżāb [33] Ayat 53

�� ��� � �� ٱ �

� ���ت �

�ا

���

� ��� ٱءا���ا

ن

ذن ��

أ �إ�

� ����

ا د

�� إذ

�� و�

���� إ�

� �

� ���� �إ�

�ا

��

ا د

�ذ

����� ��

وا �

��

���

��� ����� و� �

�� إن

ن

ذي ���� ٱ��

����

� و ۦ�

ٱ���

��

����

� ٱ�� ۦ� �

ا ��ذ

�� ��

�� ��

��� �

�� ���

� أ

��

ء ���ب� �

�� �� ورا

��

ر��لوا

ذ�ن �

� أ

ن

و�� � �����

�� و�

���

� ٱ ��

�ن �

أ و�

ز��� أ

����ا

ۥ� ۦ �� ���ه

� ���

ن

� �

��

� ٱ��� إن

��

������ Makna kata ḥadīṡ dalam ayat ini adalah “percakapan” yaitu percakapan

yang diperpanjang dan tidak perlu untuk dibahas dalam konteks menghadiri

undangan sehingga mengganggu tuan rumah. Makna ini muncul dipengaruhi oleh

konteks situasi (as-Siyāq al-Mawqif) dan konteks bahasa (al-Siyāq al-Lughawi)

karena berada dalam konteks ayat yang melarang untuk memasuki rumah Nabi

saw. tanpa izin. Hal ini disebabkan mereka biasa masuk rumah tanpa izin pada

zaman jahiliah dan permulaan Islam.

Kata Ḥadīṡ dan Turunannya yang Bermakna “Buah Tutur”

21. Q.S. Al-Mu’minūn [23] Ayat 44

��� ����

��� ��ه

��

� ��

ر����

� ��

ء أ

�� ��

� � �

� ��

�� ر��

ر��

أ

��� �����

��د��

��� أ

و���

���ن

��

�� ��

�ا �

���

� Makna kata ḥadīṡ dalam konteks ayat ini adalah “buah tutur” yaitu bahan

sebut-sebutan orang yang berkaitan dengan sebab dan akibat perbuatan mereka.

Mereka dalam konteks ayat ini adalah orang-orang yang mendustakan Rasul.

Page 17: ARTIKEL ILMIAH MAKNA KONTEKSTUAL KATA DALAM AL …repository.unja.ac.id/5084/1/Artikel.pdfdan taqrīr beliau, yang bisa dijadikan dalil bagi hukum syar’i (Al-Khatib, 1963: 1). Ditinjau

Artikel Ilmiah Mhs FIB Universitas Jambi 17 | P a g e

Makna ini muncul dipengaruhi oleh konteks bahasa (al-Siyāq al-Lughawi) yaitu

berkaitan dengan kedudukan kata ḥadīṡ dalam ayat ini sebagai maf’ūl bih yaitu

isim manṣūb yang menjadi sasaran perbuatan atau biasa disebut objek. Selain itu,

makna ini dipengaruhi oleh konteks situasi (al-Siyāq al-Mawqif) yaitu lingkungan

penggunaan bahasa karena ayat ini menjelaskan tentang orang-orang yang

mendustakan Rasul yaitu orang-orang yang menolak kebenaran hakiki sehingga

Allah SWT timpakan azab kepada mereka baik berupa banjir, tanah longsor,

ditenggelamkan, dan bermacam-macam bentuk azab lainnya. Lalu Allah SWT

jadikan mereka beserta segenap perbuatannya sebagai bahan tutur bagi generasi

setelahnya baik sebagai peringatan maupun sebagai pengajaran serta untuk

merendahkan kedudukan mereka karena mereka telah menolak kebenaran hakiki.

22. Q.S. Sabā’ [34] Ayat 19

�ا

��

�� ���

��

أ

��ا

� و�

�ر�

��

أ

��� ر���� ��� �����

��د�� أ

� �

��

��

� �

�ق� إن ����

� � ���

و����

�ر \��� �

�ار �

Makna kata ḥadīṡ dalam konteks ayat ini adalah buah tutur yaitu mengenai

tindakan kaum Saba’ yang telah berbuat zalim terhadap diri mereka sendiri dan

tidak bersyukur terhadap segala kenikmatan yang telah Allah berikan serta mereka

meminta bahwa kenikmatan tersebut diganti dengan keburukan. Makna ini

muncul dipengaruhi oleh konteks bahasa (al-Siyāq al-Lughawi) yaitu berkaitan

dengan konteks ayat yang berbicara mengenai salah satu bentuk kezaliman kaum

saba’ terhadap diri mereka sendiri yang menginginkan kenikmatan yang telah

diberikan Allah SWT kepada mereka diganti dengan keburukan yaitu meminta

agar Allah menjauhkan jarak perjalanan mereka dari Ma’riba ke Syam yang

dipenuhi dengan gurun pasir yang tandus dan berbagai gangguan.

Kata Ḥadīṡ dan Turunannya yang Bermakna “Perkataan”

23. Q.S. An-Nisā’ [4]: Ayat 87

ٱ�

��م � � إ������� � �

�� إ�

إ�

���� ٱ�

ر�� ���� �

��

��ق ٱو�� أ

�� �

�����

Page 18: ARTIKEL ILMIAH MAKNA KONTEKSTUAL KATA DALAM AL …repository.unja.ac.id/5084/1/Artikel.pdfdan taqrīr beliau, yang bisa dijadikan dalil bagi hukum syar’i (Al-Khatib, 1963: 1). Ditinjau

Artikel Ilmiah Mhs FIB Universitas Jambi 18 | P a g e

Makna kata ḥadīṡ dalam konteks ayat ini adalah perkataan yaitu perkataan

Allah yang menyatakan bahwa Allah SWT pasti akan mengumpulkan seluruh

manusia pada hari kiamat yang tidak ada keraguan mengenai terjadinya. Makna

ini muncul dipengaruhi oleh konteks bahasa (al-Siyāq al-Lughawi) karena kata

ḥadīṡ dalam ayat ini berkedudukan sebagai Tamyīz yakni isim manṣūb yang

berfungsi untuk menghilangkan ketidakjelasan mengenai kata sebelumnya atau

untuk menjelaskan mengenai hitungan atau ukuran isim sebelumnya (Zaairul Haq,

2014: 164). Kemudian diperkuat dengan “perkataan” Allah yang menyatakan

bahwa Allah SWT pasti akan mengumpulkan kamu pada hari Kiamat yang tidak

diragukan terjadinya.

24. Q.S. Al-Jāṡiyāh [45] Ayat 6

��� �

ٱءا�

�� �

��

�� �

��

��

�� � �

ي ����� ��� ���

ٱ�

��

�� ۦوءا�

���ن

�� �

Makna kata ḥadīṡ dalam konteks ayat ini adalah perkataan yaitu perkataan

mana lagi setelah kalam Allah dan ayat-ayat-Nya yang mampu membuat mereka

beriman dan percaya akan kebenaran yang hakiki. Makna ini muncul dipengaruhi

oleh konteks bahasa (al-Siyāq al-Lughawi) yaitu kedudukan ḥadīṡ sebagai

muḍāfun ilaih sedangkan kata اي /ayyu/ sebagai muḍāf-nya dan diperkuat dengan

ayat sebelumnya yang menyatakan bahwa al-Qur’an diturunkan dari Allah SWT

dan pada penciptaan langit dan bumi serta apa yang ada di dalamnya terdapat

tanda-tanda kebenaran dan kebesaran Allah SWT, Sang Pencipta yang Maha

Perkasa.

25. Q.S. Luqmān [31] Ayat 6

ي ���س ٱ و��

��� �� ��

��� ٱ� � ���� ��

� ٱ���

��

�� اب ���� ��

���

و�

�و� أ

� �

� و�����

�� �

���

Makna kata ḥadīṡ dalam ayat ini adalah perkataan yang sia-sia atau

perkataan yang tidak berguna yaitu semua perkataan yang dapat memalingkan

manusia dari jalan Allah SWT. Makna ini muncul dipengaruhi oleh konteks

bahasa (al-Siyāq al-Lughawi) yaitu kedudukan kata ḥadīṡ dalam konteks ayat ini

Page 19: ARTIKEL ILMIAH MAKNA KONTEKSTUAL KATA DALAM AL …repository.unja.ac.id/5084/1/Artikel.pdfdan taqrīr beliau, yang bisa dijadikan dalil bagi hukum syar’i (Al-Khatib, 1963: 1). Ditinjau

Artikel Ilmiah Mhs FIB Universitas Jambi 19 | P a g e

sebagai mudhofun ilaih sementara mudhof-nya adalah kata lahwa. Sehingga

lahwal ḥadīṡ merupakan iḍāfah yang menimbulkan pengertian baru. Selain itu,

makna ini diperkuat oleh konteks situasi (al-Siyāq al-Mawqif) yaitu lingkungan

penggunaan bahasa karena ayat ini menjelaskan bahwa ada manusia yang

mempergunakan perkataan sia-sia untuk memalingkan manusia dari kebenaran

secara tidak bertanggung jawab.

Kata Ḥadīṡ dan Turunannya yang Bermakna “Suatu Peristiwa”

26. Q.S. At-Tahrīm [66] Ayat 3

�� �ذ

ز��� ���� ٱأ

��� أ � ۦإ�

���� ��

ت

���

� � ��

� ۦ�

��ه �

ٱوأ

�� �

���

�� ���ف

� ۥ�� ��

�� ���� �

�ض

وأ

�� �����

� ۦ�

���

�ل

� �

ك �

���

� �� أ

��

���� ٱ�

�� ٱ �

� �

Pada konteks ayat ini kata ḥadīṡ bermakna suatu peristiwa yakni kasus

yang terjadi pada diri Nabi Muhammad saw. ketika beliau meneguk madu di

rumah salah seorang istri beliau, Zainab binti Jaḥsyi. Keberadaan beliau disana

dalam waktu yang relatif lama dan dengan jamuan itu menimbulkan kecemburuan

istri beliau yakni ‘Aisyah dan Hafshah, yang keduanya kemudian bersepakat

bahwa bila Nabi saw. datang mengunjungi mereka, maka mereka akan

menyampaikan kepada beliau bahwa ada aroma kurang baik dari mulut beliau,

boleh jadi karena makanan tertentu. Nabi saw. yang masuk ke rumah Hafshah ra.

Dan diberitahu dimikiam, menyatakan bahwa beliau hanya meneguk madu.

Hafshah berkata bahwa boleh jadi lebah madu itu mengisap dari pohon maghfir

yakni sejenis pohon bergetah dan manis tetapi beraroma serupa dengan aroma

minuman keras. Nabi saw. berjanji untuk tidak lagi akan meneguknya. Nabi saw.

juga berpesan agar tidak menyampaikan hal ini kepada ‘Aisyah ra. Tetapi ternyata

Hafshah menyampaikannya sehingga turunlah ayat-ayat surah ini (Shihab, 2003:

313, Vol. 13).

Makna ini muncul dipengaruhi oleh konteks ayat sebelum dan sesudahnya.

Selain itu, makna ini muncul dipengaruhi konteks situasi yaitu berkaitan dengan

sebab turunnya surah ini –sebagaimana yang telah dikemukakan diatas. Makna ini

juga diperkuat oleh konteks kebahasaan (as-Siyāq al-Lughawi). Dalam konteks

Page 20: ARTIKEL ILMIAH MAKNA KONTEKSTUAL KATA DALAM AL …repository.unja.ac.id/5084/1/Artikel.pdfdan taqrīr beliau, yang bisa dijadikan dalil bagi hukum syar’i (Al-Khatib, 1963: 1). Ditinjau

Artikel Ilmiah Mhs FIB Universitas Jambi 20 | P a g e

ayat ini kata حدیثا berkedudukan sebagai maf’ūl bih yaitu isim manṣūb yang

menjadi sasaran perbuatan pelaku atau objek (Zaairul dan Sekar, 2014: 143).

Ḥadīṡ dan Turunannya yang Bermakna “Kejadian”

27. Q.S. An-Nisā’ [4] Ayat 42

����� ��� ٱ��د

��

و���ا

�وا

ٱ�

ى ��� �����ل ���

� �

ٱ�

�ض

���ن

��

ٱو�

�� �

���� �

Makna kata ḥadīṡ dalam konteks ayat ini adalah “kejadian”. Makna ini

muncul dipengaruhi oleh konteks bahasa (al-siyāq al-lughawi) yaitu makna yang

dihasilkan dari penggunaan kata dalam konteks ayat yang tersusun dengan kata-

kata lainnya. Dalam konteks ayat ini kata ḥadīṡ berkedudukan sebagai maf’ūl bih

yaitu isim manṣūb yang menjadi sasaran perbuatan pelaku atau objek. Makna ini

juga dipengaruhi oleh konteks situasi (as-Siyāq al-Mawqif) yaitu lingkungan

penggunaan bahasa karena ayat ini berbicara tentang keadaan orang-orang kafir

dan orang-orang yang mendustai Rasul bahwa mereka amat berputus asa dan

menyesali perbuatan mereka ketika berada di dunia. Hal ini dibuktikan dengan

keinginan mereka “sekiranya mereka bisa disamaratakan dengan tanah” maka

mereka ingin seperti itu saja daripada menerima siksa akibat perbuatan mereka di

dunia. Tapi, “pengandaian” mereka mustahil terjadi. Karena hari itu tidak ada satu

kejadian pun, meskipun dilakukan secara sembunyi-sembunyi, di tempat yang

gelap gulita tetap semuanya pasti akan dimintai pertanggungjawabannya.

Kata Ḥadīṡ dan Turunannya yang Bermakna “Cerita”

28. Q.S. Aż-Żāriyāt [51] Ayat 24

����

�� إ����� �

��� ٱ����

��

� �

Makna ḥadīṡ dalam ayat ini adalah cerita mengenai tamu-tamu Ibrāhīm

(malaikat-malaikat) yang dimuliakan. Makna ini muncul dipengaruhi oleh konteks

bahasa (al-Siyāq al-Lughawi) yaitu berkaitan dengan konteks ayat yang

menceritakan malaikat-malaikat yang bertamu ke rumah Ibrāhīm dan memberikan

kabar gembira kepadanya dengan kelahiran seorang anak yang alim yaitu Ishaq

padahal saat itu istrinya sedang mandul begitu pula peristiwa-peristiwa dahsyat

lainnya yang diceritakan oleh tamu Ibrāhīm tersebut yang menunjukkan Kuasa-

Nya, meskipun dalam daya pikir manusia adalah peristiwa yang irasional. Makna

Page 21: ARTIKEL ILMIAH MAKNA KONTEKSTUAL KATA DALAM AL …repository.unja.ac.id/5084/1/Artikel.pdfdan taqrīr beliau, yang bisa dijadikan dalil bagi hukum syar’i (Al-Khatib, 1963: 1). Ditinjau

Artikel Ilmiah Mhs FIB Universitas Jambi 21 | P a g e

ini juga dipengaruhi oleh konteks situasi (al-Siyāq al-Mawqif) yaitu lingkungan

penggunaan bahasa karena ayat ini menjelaskan kepada Nabi Muhammad

mengenai cerita tamu-tamu Ibrāhīm yaitu malaikat-malaikat yang dimuliakan.

KESMIPULAN

Dari penelitian yang dilakukan ditemukan bahwa makna kontekstual kata

ḥadīṡ dan turunannya dalam Al-Qur’an ditemukan sebanyak 18 makna yaitu:

1. kisah tentang Nabi Mūsā.; Dia menerima wahyu dari Allah: 1 (Satu)

2. kisah tentang Nabi Mūsā As. dan Fir’aun: 1 (Satu)

3. Al-Qur’an: 7 (Tujuh)

4. “Suatu peristiwa” yakni kasus yang terjadi pada diri Nabi Muhammad saw.

ketika beliau meneguk madu di rumah salah seorang istri beliau, Zainab

binti Jaḥsyi: 1 (Satu)

5. “Kejadian” yaitu segenap kejadian yang dilakukan manusia ketika berada di

dunia: 1 (Satu)

6. “Cerita” mengenai tamu-tamu Ibrahim (malaikat-malaikat) yang

dimuliakan: 1 (Satu)

7. “Percakapan” yaitu percakapan yang diperpanjang dan tidak perlu untuk

dibahas dalam konteks menghadiri undangan sehingga mengganggu tuan

rumah: 1 (Satu)

8. “Perkataan yang sia-sia” atau perkataan yang tidak berguna yaitu semua

perkataan yang dapat memalingkan manusia dari jalan Allah SWT: 1 (Satu)

9. Berita (yang besar) tentang hari kiamat: 2 (Dua)

10. “Berita (mengenai) kaum-kaum penentang” (yaitu kaum) Fir´aun dan

(kaum) Ṣamūd: 1 (Satu)

11. Berita selain al-Qur’an: 1 (Satu)

12. “Takwil mimpi” yaitu penafsiran yang akan terjadi di dunia nyata terkait

apa yang diimpikan: 3 (Tiga)

13. “Pembicaraan” yaitu pembicaraan yang tidak bertentangan dengan nilai-

nilai Islam: 2 (Dua)

14. “Pembicaraan” yakni penjelasan-penjelasan yang selama ini telah

disampaikan oleh Rasulullah saw. terutama terkait kematian pasti akan

menimpa setiap makhluk yang bernyawa: 1 (Satu)

Page 22: ARTIKEL ILMIAH MAKNA KONTEKSTUAL KATA DALAM AL …repository.unja.ac.id/5084/1/Artikel.pdfdan taqrīr beliau, yang bisa dijadikan dalil bagi hukum syar’i (Al-Khatib, 1963: 1). Ditinjau

Artikel Ilmiah Mhs FIB Universitas Jambi 22 | P a g e

15. “Buah tutur” yaitu bahan sebut-sebutan orang yang berkaitan dengan sebab

dan akibat perbuatan mereka. “Mereka” dalam konteks ayat ini adalah

orang-orang yang mendustakan Rasul: 1 (Satu)

16. “Buah tutur” yaitu mengenai tindakan kaum Saba’ yang telah berbuat zalim

terhadap diri mereka sendiri dan tidak bersyukur terhadap segala

kenikmatan yang telah Allah berikan serta mereka meminta bahwa

kenikmatan tersebut diganti dengan keburukan: 1 (Satu)

17. “Perkataan” yaitu perkataan Allah yang menyatakan bahwa Allah SWT

pasti akan mengumpulkan seluruh manusia pada hari kiamat yang tidak ada

keraguan mengenai terjadinya: 1 (Satu)

18. “Perkataan” yaitu perkataan mana lagi setelah kalam Allah dan ayat-ayat-

Nya yang mampu membuat mereka beriman dan percaya akan kebenaran

yang hakiki: 1 (Satu)

Sedangkan konteks yang mempengaruhi makna kata ḥadīṡ dan turunannya

dalam Al-Qur’an adalah:

1. Konteks bahasa (as-Siyāq al-Lughawi): 28 (Dua Puluh Delapan)

2. Konteks Situasi (as-Siyāq al-Mawqif): 28 (Dua Puluh Delapan)

SARAN

Analisis makna kontekstual kata merupakan salah satu upaya untuk

menelusuri secara lebih dalam dan lebih luas isi kandungan makna kata tersebut

sehingga pemaknaan secara holistik dan radiks dapat ditangkap kemudian menjadi

konsep yang utuh untuk diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Penulis berharap

penelitian mengenai makna kata dapat terus digencarkan terutama bagi penggiat

bahasa khususnya oleh mahasiswa/i program studi Pendidikan Bahasa Arab

Fakultas Ilmu Budaya Universitas Jambi.

DAFTAR PUSTAKA

Ali, M. 1984. Penelitian Pendidikan Prosedur dan Strategi. Bandung: Angkasa.

Al-Dayah, Fayiz. 1996. ‘Ilmu al-Dalālah al-‘Arabiy baina an-Nazhariyah wa al-Tathbiq. Lebanon: Darul Fikri al-Mu’ashir.

Al-Farāhīdī, Al-Kholil Ibn Aḥmad. 2003. Kitāb al-‘Aīn. Beirūt: Dār al-Kutub al-‘Ilmiyyah

Page 23: ARTIKEL ILMIAH MAKNA KONTEKSTUAL KATA DALAM AL …repository.unja.ac.id/5084/1/Artikel.pdfdan taqrīr beliau, yang bisa dijadikan dalil bagi hukum syar’i (Al-Khatib, 1963: 1). Ditinjau

Artikel Ilmiah Mhs FIB Universitas Jambi 23 | P a g e

Al-Khatib, Muhammad Ajjaj. 1963. Al-Sunnah Qabl al-Tadwin. Kairo: Maktabah Wahbah.

Al-Khuli, Muhammad Ali. 1982. Asālib Tadris al-Lughah al-‘Arabiyah. Riyadh: Al-Mamlakah Al-Arabiyyah al-Su’udiyah.

Aminuddin. 1998. Semantilk Pengantar Studi Tentang Makna. Bandung: Sinar Baru Bandung.

Ar-Rifa’i, Muhammad Nasib. 2000. Kemudahan dari Allah: Ringkasan Tafsir Ibnu Katsir Jilid 3 (Surah Al-Isra’-Yāsin). Penerj. Syihabuddin. Jakarta: Gema Insani Press.

_________. 2000. Kemudahan dari Allah: Ringkasan Tafsir Ibnu Katsir Jilid 4. Penerj. Syihabuddin. Jakarta: Gema Insani Press.

Az-Zuhaily, Wahbah. 1481 H. Tafsir Al-Munir. Cet. Ke-2. Beirut: Dar Al-Fikr.

Basyir, Hikmat dkk. 2016. Tafsir Muyassar 2: Memahami Al-Qur’an dengan Terjemahan dan Penafsiran Paling Mudah. Jakarta: Darul Haq.

Chaer, Abdul. 2012. Linguistik Umum. Jakarta. Rineka Cipta.

_________.2013. Semantik Bahasa Indonesia. Jakarta: Rineka Cipta.

Djajasudarma, Fatimah. 1993. Semantik I; Pengantar ke Arah Ilmu Makna. Bandung: Eresco.

_________.1999. Semantik 2; Pemahaman Ilmu Makna. Bandung: Refika Aditama..

Depdikbud. 1995. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.

Depdikbud. 2016. Kamus Besar Bahasa Indonesia V (daring).

Fairūz Ābādī, Majduddīn. 2008. Al-Qāmūs Al-Muḥīṭ. Kairo: Dār al-Ḥadīṡ.

Haidar, Farīd ‘Awaḍ. 2005. ‘Ilm al-Dalālah; Dirāsah Naẓariyyah wa Taṭbiqiyyah. Kairo: Maktabah al-Ādāb.

Halliday, M.A.K dan Ruqaiya Hasan. 1992. Bahasa, Konteks dan Teks. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Hamid, Abdul. 2017. Pengantar Studi Al-Qur’an. Cet. Ke-2. Jakarta: Kencana.

Haq, Thoriqul. 2013. Rasionalisasi Tuhan; Membaca Allah dengan Semantik. Cet. Ke-2. Surabaya: Imtiyaz.

Page 24: ARTIKEL ILMIAH MAKNA KONTEKSTUAL KATA DALAM AL …repository.unja.ac.id/5084/1/Artikel.pdfdan taqrīr beliau, yang bisa dijadikan dalil bagi hukum syar’i (Al-Khatib, 1963: 1). Ditinjau

Artikel Ilmiah Mhs FIB Universitas Jambi 24 | P a g e

Ibn Manzhūr, Abū ‘al-Fadl Jamāl al-Dīn Muhammad Ibn al-Makram. 1990. Lisān al-‘Arab. Beirūt: Dār Ṣādir.

Ibrāhīm al-Sayyid, Shabri. 1995. ‘Ilmu al-Dilālah Itharun Jadīd. Iskandariyyah: Darul Ma’rifah al-Jami’ah.

Ibrāhīm, Rajab Abd. Al-Jawwād. 2001. Dirāsāt fī al-Dilālah wa al-Mu’jam. Kairo: Dār al-Fikr al-‘Araby.

Izutsu, Thoshihiko. 1997. Relasi Tuhan dan Manusia (Pendekatan Semantik Terhadap Al-Qur’an). Penj. Agus Husein Fahri, dkk. Yogyakarta: Tiara Wacana.

Izutsu, Thoshihiko. 1993. Etika Beragama Dalam Al-Qur’an .Penj. Mansuruddin Djoely. Jakarta: Pustaka Firdaus.

Mahyar, Zikri. 2007. Analisis Makna Kata ر الذك /Aż-Żikru/ dalam Al-Qur’an Al-

Karim. Skripsi. Medan: Universitas Sumatera Utara.

Marzuki Mustamar. Ilmu Bahasa dan Sastra. Lingua Jurnal Terakreditasi: 88/dikti/kep.

Matsna, Moh. 2016. Kajian Semantik Arab Klasik dan Kontemporer. Jakarta: Prenamedia Grup.

Mubarok, Ahmad Zaki. 2007. Pendekatan Strukturalisme Linguistik dalam Tafsir Al-Qur’an Kontemporer “ala” M. Syahrur. Yogyakarta: Elsaq Press.

Munawwir, A.W. 1997. Kamus Al-Munawwir. Cet. Ke-14. Yogyakarta: Progressif.

Nasim ‘Aun. 2005. Al-Alsuniyyah Muhādharāt fi ‘ilm al-Dilālah. Beirut: Dār al-Farābī.

Nawawi, Hadari dan Mimi Martini. 1994. Penelitian Terapan. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Nazir, M. 1988. Metode Penelitian. Jakarta: Ghalia Indonesia.

Parera, J.D. 2014. Teori Semantik Edisi Kedua. Jakarta: Erlangga.

Pateda, Mansoer. 1990. Sosiolinguistik. Bandung: Angkasa.

Saragih, Amrin. 2006. Bahasa dalam Konteks Sosial: Pendekatan Linguistik Fungsional Sistemik Terhadap Tata Bahasa dan Wacana. Medan: Program Pascasarjana UNIMED.

Page 25: ARTIKEL ILMIAH MAKNA KONTEKSTUAL KATA DALAM AL …repository.unja.ac.id/5084/1/Artikel.pdfdan taqrīr beliau, yang bisa dijadikan dalil bagi hukum syar’i (Al-Khatib, 1963: 1). Ditinjau

Artikel Ilmiah Mhs FIB Universitas Jambi 25 | P a g e

Saleh, A. Syukri. 2007. Metodologi Tafsir Al-Qur’an Kontemporer dalam Pandangan Fazlur Rahman. Jambi: Sulthan Thaha Press.

Setiawan, M. Nur Kholis. 2006. Al-Qur’an: Kitab Sastra Terbesar. Yogyakarta: Elsaq Press.

Shihab, M. Quraish. 2008. Tafsir Al-Miṣbah. Pesan, Kesan, dan Keserasian Al-Qur’an. Vol. 2. Tangerang: Lentera Hati.

_________. 2008. Tafsir Al-Miṣbah. Pesan, Kesan, dan Keserasian Al-Qur’an. Vol. 8. Cet. IX. Jakarta: Lentera Hati.

_________. 2008. Tafsir Al-Miṣbah. Pesan, Kesan, dan Keserasian Al-Qur’an. Vol. 13. Cet. IX. Jakarta: Lentera Hati.

_________. 2002. Tafsir Al-Miṣbah. Pesan, Kesan, dan Keserasian Al-Qur’an. Vol. 14. Jakarta: Lentera Hati.

_________. 2002. Tafsir Al-Miṣbah. Pesan, Kesan, dan Keserasian Al-Qur’an. Vol. 15. Jakarta: Lentera Hati.

Sudaryat, Yayat. 2009. Makna dalam Wacana. Bandung: Yrama Widya.

Sugiyono. 2017. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Cet. Ke-25. Bandung: Alfabeta.

Susanto, Ahmadi Eko. 2017. Makna Kata “Ḥadīṡ” dalam Al-Qur’an Al-Karin (Analisis Semantik). Skripsi. Fakultas Adab. UIN Sulthan Thaha Saifuddin Jambi.

Verhaar, J.W.M. 1996. Asas-Asas Linguistik Umum. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Wahyudi, Chafid. 2002. Pandangan Dunia al-Qur’an Tentang Taubah, Aplikasi Pendekatan Semantik terhadap al-Qur’an. Skripsi. Yogjakarta: UIN Sunan Kalijaga.

Yayasan Penerjemah Al-Qur’an. 2002. Al-Qur’an Al-Karim dan Terjemahnya Departemen Agama RI. Semarang: Karya Toha Putra.

Zaairul Haq, M dan Sekar Dina Fatimah. 2014. Buku Pintar Nahwu. Yogyakarta: Diva Press.

‘Umar, Ahmad Mukhtar. 1988. ‘Ilm al-Dalālah. Kuwait: Maktabah Dār al-Urūbah Linnasyr wa Tauzi’.