Artikel Ilmiah Felicia Putri 105060501111023

10

Click here to load reader

description

Artikel Ilmiah Felicia Putri 105060501111023

Transcript of Artikel Ilmiah Felicia Putri 105060501111023

Page 1: Artikel Ilmiah Felicia Putri 105060501111023

1

HUBUNGAN AKTIVITAS PELAKU DENGAN POLA RUANG PADA TAMAN

BUNGKUL SURABAYA

Felicia Putri S. A

Mahasiswa Arsitektur Universitas Brawijaya Malang

Jl. MT. Haryono 167 Malang, 65145, Jawa Timur

Email: [email protected]

ABSTRAK

Kondisi generasi muda bermacam-macam. Banyak prestasi yang diraih oleh pemuda

dalam berbagai bidang. Namun di sisi lain, banyak pula jumlah generasi pemuda yang putus

sekolah. Berbagai macam kasus penyimpangan perilaku pemuda juga banyak terjadi. Ini

merupakan permasalahan pemuda yang sampai hari ini masih berusaha ditangani oleh

pemerintah. Pemuda dalam memajukan negara memiliki peran yang sangat penting sebagai

tenaga produktiv. Oleh karena itu dibutuhkan sebuah wadah yang dapat mewadahi generasi

muda ke arah yang positif dengan pendekatan aktivitas pelaku terhadap pola ruang. Taman

Bungkul Surabaya merupakan salah satu ruang publik yang banyak mewadahi aktivitas

generasi muda. Pada tahun 2013 Taman Bungkul juga mendapat penghargaan sebagai Taman

Terbaik se-Asia dari PBB. Penghargaan ini diraih dengan menilai fungsi sosial, budaya,

rekreatif dan edukatif yang terdapat di Taman Bungkul. Penelitian ini dilakukan untuk

menganalisa hubungan aktivitas pelaku dengan pola ruang pada Taman Bungkul. Metode yang

digunakan dalam penelitian ini adalah metode analisis deskriptif dengan mengidentifikasi

karakteristik Taman Bungkul dan analisis evaluatif untuk mengidentifikasi hubungan aktivitas

pelaku dengan pola ruang dalam Taman Bungkul. Hasil penelitian hubungan aktivitas pelaku

dengan pola ruang dalam Taman Bungkul diharapkan dapat menjadi masukan dalam

merancang wadah bagi generasi muda.

Kata Kunci: aktivitas pelaku, pola ruang, Taman Bungkul, generasi muda

I. PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Generasi muda Indonesia adalah

generasi yang berpotensi untuk

membawa perubahan bagi bangsa dan

negara. Hal ini dapat dilihat dari

banyaknya prestasi-prestasi yang

ditorehkan oleh para pemuda bagi

Indonesia, baik di kancah nasional

maupun internasional. Prestasi yang

diraih oleh para pemuda ini terdiri dari

berbagai macam bidang, mulai dari

sains sampai dengan seni. Dengan

banyaknya prestasi yang diraih,

generasi muda merupakan potensi besar

untuk mengembangkan kemajuan

negara.

Namun di sisi lain, banyak pula

jumlah anak muda yang putus sekolah.

Berdasarkan data dari Bappeda Jawa

Timur, tercatat lebih dari 6 ribu jiwa,

pemuda Surabaya yang putus sekolah di

jenjang pendidikan Sekolah Dasar.

Selain itu dari data yang dikelola oleh

Crisis Center Mitra Permata Hati,

terdapat berbagai macam kasus perilaku

pemuda Surabaya yang menyimpang

seperti merokok di usia dini, narkoba,

bunuh diri, HIV dan kehamilan dini.

Hal ini merupakan permasalah pemuda

Surabaya yang sampai hari ini masih

berusaha ditangani oleh pemerintah.

Pemuda dalam memajukan negara

memiliki peran yang sangat penting

sebagai tenaga produktiv. Di usia 16-

30 tahun, pemuda dapat menjadi

Page 2: Artikel Ilmiah Felicia Putri 105060501111023

2

sumber pemikiran untuk

mengembangkan negara di berbagai

bidang seperti kewirausahaan,

pendidikan, konservasi alam,

pembangunan lingkungan dan lain

sebagainya. Dengan permasalahan

pemuda di Surabaya yang masih

beraneka ragam, perlu adanya

pembinaan bagi para pemuda untuk

memaksimalkan potensi yang

dimilikinya sehingga menghasilkan

kontribusi yang positif.

Melihat kebutuhan untuk

memaksimalkan potensi generasi

muda, maka diperlukan sebuah wadah

untuk menjadi pusat pengembangan

dan aktualisasi diri yang dapat

mewadahi generasi muda dengan

berbagai latar belakang. Para peneliti

dari Michigan State University

melakukan analisa terhadap kelompok

Honors College yang lulus antara 1990

hingga 1995. Mereka menemukan,

peserta yang pintar dalam sains,

teknologi, teknik, matematika, dan

memiliki bisnis pribadi adalah mereka

yang diajarkan seni delapan kali lebih

banyak dari anak-anak lain pada

umumnya. Studi mengindikasikan, 93

persen lulusan sains pernah rutin

bermain musik, sementara orang rata-

rata hanya 34 persen yang

melakukannya. Studi juga

menemukan, dari mereka yang

bermain musik, 42 persen yang pandai

di bidang elektronik berpeluang

memperoleh paten, 30 persen yang

pandai di bidang fotografi berpeluang

memperoleh penghargaan, dan yang

menekuni bidang arsitektur

berpeluang 87,5 persen lebih tinggi

untuk mendirikan perusahaan pribadi.

Fungsi Art and Culture Center dipilih

untuk menjadi wadah yang dapat

memaksimalkan potensi generasi

muda dengan memperhatikan

hubungan aktivitas pelaku dengan pola

ruang dalam perancangannya.

Taman Bungkul dipilih sebagai

obyek komparasi yang sesuai terhadap

perancangan wadah bagi generasi

muda yang memperhatikan hubungan

aktivitas pelaku dengan pola ruang.

Hal ini disebabkan banyaknya

aktivitas generasi muda yang

terwadahi dalam taman ini seperti

pertunjukan kesenian, tempat

berkumpulnya komunitas dan tempat

belajar. Pada tahun 2013, Taman

Bungkul juga mendapat penghargaan

“The 2013 Asian Townscape Sector

Award” sebagai Taman Terbaik se-

Asia dari PBB. Penghargaan ini

diterima setelah penilaian terhadap

fungsi sosial, budaya, rekreasi dan

pendidikan pada Taman Bungkul

selama satu tahun. Keberadaan Taman

Bungkul sangat menunjang interaksi

sosial dan budaya antar masyarakat di

Kota Surabaya. Ramainya pengunjung

dan beragamnya aktivitas yang

terwadahi dalam Taman Bungkul tidak

terlepas dari konsep taman yang

memperhatikan aktivitas pelaku. Oleh

karena itu, penelitian ini dilakukan

untuk menganalisa bagaimana

hubungan aktivitas pelaku terhadap

pola ruang dalam Taman Bungkul

Surabaya.

2. Rumusan Permasalahan

Rumusan permasalahan yang

diangkat dalam penelitian ini adalah

sebagai berikut:

- Bagaimana hubungan aktivitas pelaku dengan pola ruang dalam

Taman Bungkul Surabaya?

3. Tujuan Penelitian

Mengetahui hubungan aktivitas

pelaku dengan pola ruang dalam

Taman Bungkul Surabaya.

II. TINJAUAN PUSTAKA

Dua orang tokoh yang mengawali

studi perilaku-lingkungan adalah Kurt

Lewin (1890-1947) dan Egon

Brunswik (1903-1955). Brunswik

yang dilahirkan di Budapest dan

Page 3: Artikel Ilmiah Felicia Putri 105060501111023

3

dibesarkan di Vienna, percaya bahwa

lingkungan fisik mempengaruhi

manusia tanpa manusia sendiri

menyadarinya. Seperti pengaruh

lampu TL terhadap kepuasan kerja

seseorang pekerja atau

produktivitasnya meskipun ia sendiri

tidak menyadarinya. Apabila

lingkungan sungguh mempengaruhi

manusia secara psikologis,

diyakininya hal ini dapat dipelajari

secara sistematis. Brunswik inilah

orang pertama yang menggunakan

istilah psikologi-lingkungan.

Kurt Lewin seorang penganut

psikologi Gesalt, yang dilahirkan di

Prussia dan menjalani pendidikan di

Jerman, merupakan salah seorang

tokoh yang pertama kali memberi

pertimbangan terhadap pengaruh

lingkungan fisik pada perilaku

manusia. Ia menekankan adanya

pandangan individual mengenai

lingkungan. Ia membimbing banyak

penelitian dan studi-studi mengenai

perubahan social. Ia membuat rumusan

bahwa tingkah laku (B=behavior)

merupakan fungsi dari keadaan pribadi

seseorang (P=person) dan lingkungan

tempat orang itu berada

(E=environment) atau B = f (P,E).

Setelah era Lewin, kedua factor itu

dianggap sama penting, tetapi

fokusnya tetap pada pengaruh E dan P

masing-masing terhadap B.

Perkembangan selanjutnya muncul

teori psikologi kognitif, yaitu

hubungan E dan P dalam proses

kognisi manusia lebih mendapat

perhatian.

Berikut adalah pendekatan desain yang

digunakan dalam teori arsitektur yang

mempertimbangkan manusia sebagai

suatu entitas spiritual, bukan hanya

sebagai entitas fisik, agar hasil desain

dapat mencapai sasaran yang dituju.

1. Cybernetics

Sistem pendekatan desain

lingkungan sibernetik menekankan

perlunya mempertimbangkan kualitas

lingkungan yang dihayati oleh

pengguna dan pengaruhnya bagi

pengguna lingkungan tersebut.

Pendekatan ini secara holistic

mengaitkan berbagai fenomena yang

mempengaruhi hubungan antara

manusia dan lingkungannya, termasuk

lingkungan fisik dan sosial.

Desain lingkungan sibernetik

dapat menjadi wahana untuk

mengubah dampak negative dari

perencanaan lingkungan yang

berwawasan sempit, menjadi

lingkungan yang dapat mempunyai

kualitas sebagai ruang tempat berhuni

yang nyaman.

Foester (1985 dalam Laurens,

2004) menjelaskan bahwa dalam

system pendekatan sibernetik yang

merupakan pendekatan multi-disiplin,

dibuat evaluasi perbandingan antara

apa yang dihayati atau dialami

pengguna dengan apa yang menjadi

kriteria kinerja yang diinginkan atau

yang menjadi sasaran klien ataupun

yang disusun secara eksplisit oleh

arsitek. Proses umpan balik ini

bertujuan memberi koreksi sebagai

hasil evaluasi bagi perencanaan.

Untuk itu dibuatlah pengelompokan-

pengelompokan seperti berikut ini.

Sumber: Laurens, 2004

Sumber: Laurens, 2004

Page 4: Artikel Ilmiah Felicia Putri 105060501111023

4

Skema 2.3 Desain lingkungan sibernetik

a. Keinginan klien, dikelompokkan ke

dalam tiga tingkat kinerja sejalan

dengan kebutuhan pengguna, yaitu

tingkat kesehatan atau keselamatan

dan keamanan, tingkat fungsi dan

efisiensi, dan tingkat kenyamanan dan

kepuasan psikologis.

b. Elemen-elemen yang termasuk dalam

kerangka penghunian, yaitu bangunan

atau setting. Pengertian setting di sini

dapat disamakan dengan tata perilaku

(behavior setting) dari Barker (1968;

dalam Laurens, 2004) atau tempat-

tempat archetypal yang diuraikan oleh

Spivak (1973; dalam Laurens, 2004)

c. Penghuni, dibedakan berdasarkan

siklus kehidupan, misalnya anak-anak,

remaja, orang tua, atau penyandang

cacat fisik dan cacat mental. Masing-

masing kelompok mempunyai

kebutuhan tersendiri.

d. Kebutuhan lain seperti kebutuhan

budaya dan adat.

Tujuan pembedaan ini untuk

mengetahui serinci mungkin

kebutuhan lingkungan yang harus

dipenuhi, yaitu dengan mengetahui

bagaimana pribadi yang berbeda

beraksi berbeda pula terhadap

lingkungan yang beragam (misalnya

perbadaan perilaku penghuni dan

pengunjung apartemen bertingkat

banyak dengan sebuah rumah tinggal).

Dengan demikian, kerangka

penghunian ini dapat menghubungkan

lingkungan fisik dengan manusia

pengguna dan kebutuhannya secara

lebih tepat atau lebih sesuai.

2. Teori Posistif

Teori positif merupakan suatu proses

kreatif yang mencakup pembentukan

struktur konseptual, baik untuk menata

maupun untuk menjelaskan hasil suatu

pengamatan. Tujuannya adalah agar

struktur ini dapat digunakan untuk

menjelaskan apa yang terjadi dan

membuat prediksi mengenai apa yang

mungkin akan terjadi.

Nilai dari teori positif ini

bergantung pada kekuatan penjelasan

dan prediksinya. Teori-teori yang

berhasil adalah teori yang sederhana,

tetapi mampu menggeneralisasikan

fenomena dunia dan dalam

penggunaannya dapat membantu kita

melakukan prediksi dengan akurat. Hal

ini memungkinkan seseorang

mendapatkan sejumlah pernyataan

deskriptif dari sebuah pernyataan yang

sederhana.

Dalam perancangan, salah satu

fungsi teori positif adalah

meningkatkan kesadaran mengenai

perilaku mana dalam lingkungan yang

penting bagi manusia sehingga dalam

pengambilan keputusan desain, hal

tersebut tidak luput menjadi bahan

pertimbangan. Kalau semula hal

tersebut disimpulkan secara intuitif,

seperti prinsip teriteriolitas, yang

sesungguhnya merupakan perilaku

yang diperlihatkan oleh setiap orang,

tetapi dalam desain seringkali

diabaikan atau tidak diperhatikan

secara sadar. Oleh karena itu, dengan

teori positif berbagai isu ini dapat

didiskusikan dengan jelas dan

gambling sehingga dapat

menjembatani celah yang ada antara

rancangan yang intuitif dan ketidak

sadaran akan perilaku yang penting

bagi manusia karena berbagai aspek

dalam desain dapat dijelaskan secara

eksplisit.

Berbeda dengan teori normative

yang berangkat dari consensus tentang

segala sesuatu yang disepakati untuk

waktu tertentu atau tentang patokan

Sumber: Laurens, 2004

Page 5: Artikel Ilmiah Felicia Putri 105060501111023

5

apa yang seharusnya dilakukan, sebab

teori positif akan memperhitungkan

adanya pengalaman dari beragamnya

karakter manusia yang mengakibatkan

beragam pula bentuk tuntutan akan

lingkungan fisik.

Skema 2.4 Diagram Perancangan Teori Positif

3. Pendekatan Perilaku

Pendekatan perilaku menekankan

keterkaitan diakletik antara ruang

dengan manusia atau masyarakat yang

menghuni atau memanfaatkan ruang

tersebut. Pendekatan ini menekankan

perlunya memahami perilaku manusia

atau masyarakat dalam memanfaatkan

ruang. Ruang dalam pendekatan ini

dilihat mempunyai arti dan nilai yang

plural dan berbeda, tergantung tingkat

apresiasi dan kognisi individu-

individu yang menggunakan ruang

tersebut. Dengan kata lain, pendekatan

ini melihat bahwa aspek-aspek norma,

kultur, psikologi masyarakat yang

berbeda akan menghasilkan konsep

dan wujud ruang yang berbeda

(Rapoport, 1977; dalam Haryadi,

2010). Karena penekanannya lebih

pada interaksi manusia dengan ruang,

pendekatan ini cenderung

menggunakan istilah seting daripada

ruang.

Secara konseptual, pendekatan

perilaku menekankan bahwa manusia

merupakan makhluk berpikir yang

mempunyai persepsi dan keputusan

dalam interaksinya dengan

lingkungannya. Konsep ini dengan

demikian meyakini bahwa interaksi

antara manusia dengan lingkungan

tidak dapat diintepretasikan secara

sederhana dan mekanistik, melainkan

kompleks dan cenderung dilihat

sebagai sesuatu yang “probabilistic”.

Di dalam interaksi yang kompleks ini,

pendekatan perilaku mengenalkan apa

yang disebut sebagai proses kognitif,

yakni proses mental tempat orang

mendapatkan, mengorganisasikan, dan

menggunakan pengetahuannya untuk

memberi arti dan makna terhadap

ruang yang digunakannya.

Secara umum, pendekatan studi

perilaku mulai mendapatkan

momentum yang menarik dan penting,

ketika beberapa disiplin ilmu terutama

psikologi, geografi, social dan

perancangan secara kolektif bekerja

sama dan saling berbagi ilmu

pengetahuan untuk menguak

kompleksitas hubungan antara

lingkungan dan perilaku.

Makna dapat juga mempengaruhi

perilaku manusia. Reaksi manusia

terhadap lingkungannya tergantung

makna yang ditangkap manusia dari

lingkungannya. Manusia menyukai

atau tidak menyukai terhadap suatu

lingkungan yang dapat berupa kota,

kampong, rumah atau ruang,

tergantung dari makna lingkungan

tersebut. Ditinjau dari teori,

pendekatan makna dapat dilakukan

dengan tiga macam pendekatan yaitu

pendekatan semiotik, simbolik, dan

komunikasi non verbal. Pendekatan

semiotic adalah pendekatan studi

tentang pertanda yang terdiri dari tiga

hal yaitu pertanda tersebut, apa yang

menjadi acuan (makna) dari tanda

tersebut, dan apa pengaruhnya

terhadap manusia yang nampak dalam

perilakunya. Tiga komponen dari

semiotic adalah sintak, semantik, dan

pragmatik. Sintak adalah hubungan

antara pertanda dalam satu sistem

pertanda. Semantik adalah hubungan

antara pertanda dengan sesuatu yang

diwakilinya, yang menjelaskan makna

Sumber: Laurens, 2004

Page 6: Artikel Ilmiah Felicia Putri 105060501111023

6

pertanda tersebut. Pragmatik

menggambarkan hubungan pertanda

dengan perilaku manusia.

Perilaku manusia dapat juga dipelajari

melalui pendekatan simbolik. Simbol

adalah unsur khusus suatu lingkungan

binaan yang dapat diintepretasikan

artinya melalui latar belakang budaya

manusia.

III. METODOLOGI

Metode yang digunakan dalam

penelitian ini antara lain:

1. Analisis Deskriptif

Metode analisis deskriptif adalah

analisis yang paling dasar untuk

menggambarkan keadaan Taman

Bungkul secara umum antara lain:

- Data karakteristik Taman Bungkul

- Data konsep Taman Bungkul

- Data aktivitas dalam Taman Bungkul

2. Analisis Evaluatif

Metode analisis evaluatif

digunakan untuk mengevaluasi

hubungan aktivitas pelaku dengan

pola ruang terhadap konsep Taman

Bungkul berdasarkan paramater

yang didapatkan dari tinjauan teori.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Obyek penelitian digunakan

dalam penelitian ini adalah Taman

Bungkul Surabaya.

Karakteristik Taman Bungkul

Taman Bungkul adalah RTH

(Ruang Hijau Terbuka) di Kota

Surabaya yang terletak di Jalan Raya

Darmo dengan luasan 15.483 m2.

Taman Bungkul merupakan RTH yang

menggabungkan soft scape dan hard

scape menjadi ruang publik terbuka

yang mewadahi aktivitas masyarakat.

Terdapat berbagai elemen yang

sangat menunjang keberadaan Taman

Bungkul mulai dari aktivitas

masyarakat di dalamnya, sejarah,

akses lingkungan dan kondisi sosial.

Elemen utama yang ada dalam

Taman Bungkul yaitu air, vegetasi dan

batu-batuan. Elemen air yang ada di

dalam Taman Bungkul berbentuk air

mancur yang terletak di tengah-tengah

taman. Vegetasi yang berada di Taman

Bungkul rata-rata berupa pohon yang

mempunyai tajuk kecil, sehingga tidak

memiliki fungsi sebagai penyejuk

namun lebih kepada fungsi pembatas

jalan ataupun pengarah. Selain itu juga

terdapat tanaman perdu dan bunga-

bunga yang tersebar di dalam taman.

Elemen batuan yang berada di Taman

Bungkul digunakan sebagai hard

scape untuk sirkulasi pengunjung.

Jenis batuan yang digunakan berupa

paving yang memiliki celah sebagai

penyerap air.

Karakter bangunan yang terdapat

di dalamnya merupakan bangunan

yang bercirikan bangunan Islam

dengan dilengkapi gapura pada pintu

masuknya. Ornamen-ornamennya juga

mencirikan bangunan asal dari

pembawa Islam di pulau jawa yang

diadaptasi dengan arsitektur Jawa.

Komposisi ruang yang ada di

Taman Bungkul terdiri dari taman

bermain anak, area rekreasi keluarga,

area wisata religi, sarana olahraga,

pendidikan, area hiburan dan green

park.

Konsep Taman Bungkul

Taman Bungkul Surabaya adalah

taman kota yang berlokasi di area

makam Sunan Bungkul yang awalnya

dikonsep sebagai fasilitas bagi

pengunjung makam tersebut. Taman

Bungkul kemudian direvitalisasi

dengan konsep all-in-one

entertainment park, yaitu taman yang

difungsikan sebagai wadah berbagai

jenis entertainment bagi segala usia.

Page 7: Artikel Ilmiah Felicia Putri 105060501111023

7

Sebagai fasilitas dari wisata religi

Makam Sunan Bungkul, Taman

Bungkul juga difungsikan sebagai

taman religi.

Gambar 1: Taman Bungkul Surabaya

Sumber: http://2.bp.blogspot.com

Konsep desain Taman Bungkul

banyak memperhatikan aktivitas

pengunjung dari segala usia. Hal ini

dapat dilihat pada desain-desain dan

fasilitas yang terdapat di taman

tersebut seperti Open Stage yang

difungsikan untuk berbagai

pertunjukan seni yang dapat ditonton

secara gratis oleh para pengunjung.

Selain itu juga terdapat lapangan voli,

skater zone, BMX track dan jogging

track yang diperuntukkan untuk

mewadahi generasi muda. Terdapat

juga area bermain yang diperuntukkan

bagi anak-anak. Fasilitas lain yang

tersedia juga mendukung konsep

Taman Bungkul yang mewadahi

aktivitas pengunjungnya, seperti

fasilitas Wi-fi dan jalur khusus bagi

penyandang cacat.

Dalam aplikasinya untuk

menjadikan Taman Bungkul mampu

mempertemukan berbagai kalangan

masyarakat, semua fasilitas dalam

taman dapat dinikmati dengan gratis,

sehingga tujuan keberadaan Taman

Bungkul untuk mengurangi

kesenjangan antar golongan

masyarakat dapat tercapai. Taman ini

dikunjungi oleh masyarakat dari

semua kalangan, bahkan masyarakat

penyandang cacat.

Hubungan Aktivitas dengan Pola

Ruang pada Taman Bungkul

Aktivitas yang terjadi dalam Taman

Bungkul adalah akibat dari proses

kognitif, yakni proses mental tempat

orang mendapatkan,

mengorganisasikan dan menggunakan

pengetahuannya untuk memberi arti

dan makna terhadap ruang yang

digunakannya. Dalam hal ini ruang

tersebut adalah Taman Bungkul.

Pendekatan perilaku terlihat dalam

konsep desain Taman Bungkul yang

mempertemukan semua warga kota

dari berbagai kalangan. Oleh karena

itu taman ini dikonsep memadukan

pelestarian budaya dan kebutuhan

taman kota masa kini. Pendekatan

perilaku ini menghasilkan Taman

Bungkul sebagai simbol miniatur Kota

Surabaya, dimana aktivitas masyarakat

kota tercermin didalamnya.

Dalam desain Taman Bungkul ini

dapat ditemukan teori yang

dikemukakan oleh Kurt Lewin bahwa

tingkah laku (B=behavior) merupakan

fungsi dari keadaan pribadi seseorang

(P=person) dan lingkungan tempat

orang itu berada (E=environment) atau

B = f (P,E). Hal ini terlihat dari

hubungan para pengunjung Taman

Bungkul (Person) dengan pola ruang

pada Taman Bungkul (Environment)

dalam aplikasinya menimbulkan

aktivitas pelaku (Behaviour) sebagai

berikut:

- Taman Bungkul adalah taman kota yang dilengkapi dengan

fasilitas internet gratis yang

mendukung kegiatan belajar

bagi generasi muda, sehingga

banyak para pemuda yang

melakukan aktivitas belajar

bersama di Taman Bungkul.

Page 8: Artikel Ilmiah Felicia Putri 105060501111023

8

Gambar 2: aktivitas belajar di Taman

Bungkul

Sumber: Menciptakan Ruang Kreatif Publik di

Surabaya, Tanuwijaya

- Penyediaan area open stage

mendukung aktivitas

pertunjukan seni yang rutin

diadakan dan dihadiri oleh

generasi muda.

Gambar 3: Open Stage Taman Bungkul

Surabaya

Sumber: http://2.bp.blogspot.com

- Terdapat area skate dan BMX mendukung aktivitas generasi

muda yang memiliki hobi skate

dan BMX.

Gambar 4: area skate dan BMX

Sumber: http://2.bp.blogspot.com

- Terdapat area bagi pedagang kaki lima sehingga mendukung

interaksi jual beli dan

mendukung perekonomian

rakyat kecil.

Gambar 5: Kegiatan Jual Beli di Taman Bungkul

Surabaya Sumber: Menciptakan Ruang Kreatif Publik di

Surabaya, Tanuwijaya

- Terdapat fasilitas-fasilitas ruang publik yang memadai sehingga

banyak komunitas yang

berkumpul di taman ini.

Gambar 6: fasilitas di Taman Bungkul

Sumber: http://2.bp.blogspot.com

- Terdapat area yang cukup luas pada Taman Bungkul sehingga

memungkinkan aktivitas

bersama seperti senam pagi.

Gambar 7: aktivitas bersama masyarakat di

Taman Bungkul

Sumber: http://perencanaankota.blogspot.com

- Terdapat area bermain anak-anak yang mendukung aktivitas

Page 9: Artikel Ilmiah Felicia Putri 105060501111023

9

anak-anak pada Taman

Bungkul.

Gambar 8: Area Bermain Anak

Sumber: Menciptakan Ruang Kreatif Publik di Surabaya, Tanuwijaya

- Elemen hard scape yang baik mendukung kenyamanan

pengunjung taman pada Taman

Bungkul.

Gambar 9: Elemen Hard Scape dalam Taman

Bungkul

Sumber: http://perencanaankota.blogspot.com

- Tersedia sirkulasi bagi masyarakat penyandang cacat

sehingga tidak menghambat

aktivitas mereka pada taman ini.

- Terdapat beberapa spot yang gelap di dalam Taman Bungkul

sehingga menyebabkan perilaku

menyimpang seperti tindakan

asusila.

Kolaborasi Kreatif juga dapat kita

temukan dalam Taman Bungkul,

dimana ruang yang tersedia

mendukung terjadinya interaksi sosial.

Terlihat dari taman yang mendukung

perekonomian lokal dengan

mendukung aktivitas pedagang kaki

lima; aktivitas komunitas-komunitas

dalam Taman Bungkul; fasilitas

hiburan dan olahraga yang tersedia

dengan konteks penghijauan perkotaan

yang mendukung terjadinya interaksi

sosial.

Mengingat kembali sejarah Taman

Bungkul yang merupakan tempat

ziarah, maka kesakralan tempat ini

juga harus tetap terjaga sekalipun

semakin banyak aktivitas masyarakat

yang diwadahi. Oleh karena itu

pemerintah sedang berusaha

menyeimbangkan keduanya, salah satu

caranya dengan menghentikan

pertunjukan di Open Stage pada setiap

jam sholat.

Taman Kota ini juga telah menjadi

simbol baru bagi Kota Surabaya

dengan menyajikan integrasi

kebutuhan keluarga bahkan kebutuhan

komunitas. Taman Bungkul juga

diharapkan dapat mengedukasi bahwa

komitmen untuk peduli lingkungan

dan tidak semata-mata memanfaatkan

kota untuk kepentingan penjualan dan

sekedar promosi, akan mendorong

makin banyak dunia usaha yang peduli

dan ikut membangun kota.

KESIMPULAN

Hubungan aktivitas pelaku

(behaviour) dengan pola ruang

(Environment) dilihat dalam obyek

komparasi Taman Bungkul banyak

dipengaruhi oleh faktor-faktor sebagai

berikut (f):

- Aktivitas masyarakat dapat terwadahi dalam Taman

Bungkul dengan penyediaan

ruang dan fasilitas yang sesuai

dengan kebutuhan masyarakat

Kota Surabaya.

- Perancangan revitalisasi Taman Bungkul sangat memperhatikan

aktivitas masyarakat Kota

Surabaya dari berbagai

kalangan.

Page 10: Artikel Ilmiah Felicia Putri 105060501111023

10

- Terdapat kolaborasi kreatif yang terjadi dalam Taman Bungkul

sehingga mendukung terjadinya

interaksi sosial antar

pengunjung.

- Pendekatan perilaku yang digunakan dalam perancangan

Taman Bungkul diaplikasikan

dengan mempertemukan

masyarakat dari berbagai

kalangan lewat interaksi sosial

yang diwadahi dengan ruang

dan fasilitas yang ada.

DAFTAR PUSTAKA

Haryadi & B. Setiawan. 2010. Yogyakarta: UGM Press.

Arsitektur, Lingkungan dan

Perilaku. Pengantar ke Teori,

Metodologi dan Aplikasi

Kartikasri, Gitanandya. Analisis

Taman Bungkul Surabaya. 2011.

Universitas Brawijaya.

Laurens, Joyce Marcella. 2004. Jakarta: Grasindo. Arsitektur dan

Perilaku Manusia

Navitas, Prananda. Harmonizing The Sacred and The Profane;

Bringing Together Cultural

Heritage and Pop-Culture in The

Urban Sphere. 2011. 47th

ISOCARP Congress 2011

Tanuwidjaja, Gunawan.

Menciptakan Ruang Kreatif

Publik di Surabaya. 2011.

Universitas Kristen Petra.