ARTIKEL ILMIAH ANALISIS FAKTOR – FAKTOR DETERMINAN KEBERHASILAN PEMBINAAN GURU...

17
1 ARTIKEL ILMIAH ANALISIS FAKTOR – FAKTOR DETERMINAN KEBERHASILAN PEMBINAAN GURU SD PASCASERTIFIKASI DI KABUPATEN DEMAK Oleh : SRI UTAMININGSIH NIM : Q 100110174 PROGRAM STUDI MAGISTER MANAJEMEN PENDIDIKAN PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS MUHAMADIYAH SURAKARTA 2013

Transcript of ARTIKEL ILMIAH ANALISIS FAKTOR – FAKTOR DETERMINAN KEBERHASILAN PEMBINAAN GURU...

1

ARTIKEL ILMIAH

ANALISIS FAKTOR – FAKTOR DETERMINAN

KEBERHASILAN PEMBINAAN GURU SD PASCASERTIFIKASI DI KABUPATEN DEMAK

Oleh :

SRI UTAMININGSIH NIM : Q 100110174

PROGRAM STUDI MAGISTER MANAJEMEN PENDIDIKAN PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS MUHAMADIYAH SURAKARTA 2013

2

3

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR DETERMINAN KEBERHASILAN PEMBINAAN GURU SD PASCASERTIFIKASI

Oleh : Sri Utaminingsih1, Sutama2, Suyatmini3 1) Mahasiswa Pascasarjana Universitas Muhamadiyah Surakarta

2)Staf Pengajar Universitas Muhamadiyah Surakarta 3)Staf Pengajar Universitas Muahamadiyah Surakarta

Abstract

This research aims to analyze the factors determinant Postcertified teacher mentoring in Demak. To answer the problem how to influence directly the working motivation, abilities and attitudes of teachers toward success coaching supervisor through the method and principles of construction of the primary school teachers Postcertified. This research is expected to benefit the coaching wisdom of Post Certified teacher primary school teachers. The subject of research is the primary teachers of postcertification in Demak as much as 285 as the sample by using the purposive propotional method sampling and quantitative research method paradigm of path analysis. The findings of this research is a determinant factor of models are said to be in accordance with the empirical data in the field, and after having tested the hypothesis that exogenous variables known to work motivation of teachers, teachers ' skills, and attitude of supervisors has direct and indirect influence through the techniques and principles of supervise to supervise successfull. Contribution of the motivation of working with 0, 101, influence 10 % contribution of capability of teachers as 0 .9 with influence 9%, attitudes of supervisors 9 0,122 with 45% influences, and the rest is influenced by other factors. The conclusion is that the model of factors – factors of determination pascasertifikasi teacher mentoring generally accepted theoretical models as fit or in accordance with the data in the field. Suggestions or recommendations is the need to incorporate the element of motivation in the construction of the teacher who had been less aware of. Keywords : analysis, supervise , teacher, postcertified

PENDAHULUAN

Pembinaan guru pascasertifikasi penting dilakukan untuk perbaikan dan

peningkatan kualitas pendidikan. Keberhasilan Pembinaan guru pascasertifikasi

dapat dipakai untuk menutupi atau melengkapi kekurangan pelaksanaan

sertifikasi yang belum mampu mengangkat kinerja guru.

Beberapa hasil kajian menunjukan bahwa sertifikasi guru ternyata belum

mampu meningkatkan kualitas kinerja guru, kajian Ditjen Peningkatan Mutu

Pendidik dan Tenaga Kependidikan (PMPTK) Depdiknas tahun 2008 dimana nilai

kompetensi guru meskipun lulus sertifikasi rata-rata di angka kisaran 52-64

4

persen. Kemudian dilihat dari kelayakan guru mengajar, untuk tingkat SD baik

negeri maupun swasta ternyata hanya 28,94%, guru SMP 54,12% dan swasta

60,99%. Hasil penelitian Koswara dkk (2009;27) dimana sertifikasi memiliki

pengaruh yang rendah terhadap profesionalisme dan mutu pembelajaran. Model-

model pembinaan guru pascasertifikasi sudah banyak dikembangkan, hasil

penelitian Santyasa (2012:7) menemukan perlunya pembelajaran dan asesmen

inovatif, lesson study, dan penelitian tindakan kelas. Ngabiyanto (2011: 17- 28)

menganjurkan untuk peningkatan kompetensi paedagogik dengan menggunakan

lesson study, case study, dan teaching clinic. Menurut Haryono (2010:47)

pembinaan guru harus mengidentifikasikan adanya kebutuhan guru seperti model

teaching clinic (TC), hanya karena keterbatasan dana model ini walau baik belum

banyak membantu keberhasilan proses pembinaan guru pascasertfikasi.

Keberhasilan tentang pembinaan guru tolok ukurnya adalah tercapainya

tujuan pembinaan yaitu untuk peningkatan kualitas pembelajaran dan

peningkatan kinerja profesionalisme, oleh karena itu merujuk pada hal tersebut

keberhasilan pembinaan parameternya adalah peningkatan kualitas pembelajaran

dengan indikator guru mampu membedakan karakteristik peserta didik,

melaksanakan pembelajaran dengan prinsip pakem dan melaksanakan evaluasi

sesuai materi dan karakteristik siswa. Kinerja profesional indikatornya adalah ada

peningkatan hasil test KUA, Peningkatan hubungan dengan kolega dan Lebih

paham tentang fungsi profesinya. (Hammond,2000; Brewer,1997; Heck,2007;

Monk, 1994; Strauss and Sawyer,1986; Suyanto,2012; C.Houle,1980).

Penelitian tentang faktor-faktor yang berpengaruh pada keberhasilan

pembinaan guru banyak di teliti oleh para pakar, Bafadal (2001:1) menemukan

pengaruh keteguhan prinsip pembinaan. Prinsip adalah acuan yang dipakai dalam

pembinaan, dalam penelitian ini indikatornya yaitu pembinaan dilaksanakan

secara ilmiah, demokratis, komperenship dan konstruktif serta memperhatikan

aspek penunjang seperti ketersedian narasumber atau instruktur, sarana prasarana serta

dana. (Segiovani, 1987; Glickman,1981; Gwyn, 2002)

Sundari (2002) lebih melihat pada teknik yang diambil untuk

melaksanakan pembinaan. Teknik pembinaan adalah cara yang dipakai dalam

5

pembinaan dengan Indikator yaitu teknik perorangan, apabila guru meminta

bimbingan sendiri dapat melalui orentasi guru, kunjungan pribadi dll, dan teknik

kelompok jika banyak guru yang mengalami permasalahan yang sama bisa melalui

rapat, workshop, seminar, dll. Tehnik langsung misalnya menyelenggarakan rapat

guru, worksop, mengunjungi kelas, mengadakan conference. Sedangkan tidak

langsung misalnya melalui bulletin board dan quistionaire. ( Gwynn,2002 dalam

Bafadal,2006:13 ; Sahaertian dalam Sagala,2010:173).

Yung (2009:17) mengatakan supervisi atau pembinaan peningkatan

kinerja guru memerlukan sikap yang sabar dan toleransi. Indikator sikap

supervisor dalam penelitian ini dilihat dari posisi supervisor yaitu atasan

langsung atau tidak langsung guru, aktif dan hubugan manusiawi seperti terbuka,

humanis, menempatkan guru sebagai obyek dan subyek. (Mantja, 1998:8 ;

Baedhowi, 2001:4). Hasil penelitian Yung juga menyebutkan bahwa kinerja guru

ditentukan oleh motivasi guru secara pribadi untuk meningkatkan diri dengan

Indikatonya dorongan/motif, tujuan kerja dan motivasi berprestasi (Santrock,

1997:132); Kenneth dkk,1977:77; Mc. Cleland, 1987). Selain itu keberhasilan

pembinaan guru juga ditentukan oleh kemampuan guru itu sendiri. Kemampuan

guru dilihat dari kemampuan melakukan administrasi, kemampuan dalam

pembelajaran dan pembimbingan siswa. (Garry Thomas,1997 ;Margareth Thomas,

2007)

Merujuk pada diskusi diatas maka dapat disimpulkan adanya sejumlah

faktor yang mempengaruhi pembinaan guru pascasertifikasi dan penelitian ini

mencari faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan dalam proses pembinaan

guru pascasertifikasi di SD. Permasalahan yang diangkat adalah apakah faktor

motivasi kerja, kemampuan guru dan sikap supervisor, prinsip dan tehnik

pembinaan berpengaruh langsung dan tidak langsung terhadap keberhasilan

pembinaan guru SD pascasertifikasi di Kabupaten Demak. Tujuannya adalah

menemukan model keberhasilan pembinaan guru SD pascasertifikai di Kabupaten

Demak. Hasil kajian ini diharapkan dengan menemukan faktor determinan dalam

proses pembinaan peningkatan kinerja guru pascsertifikasi.

6

Metode Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian kuantitatif berdasarkan ex-post karena

bertujuan untuk merekonstruksi atau mengkonfirmasi teori atau faktor-faktoryang

mempengaruhi keberhasilan pembinaan guru SD pascasertifikasi. (Dantes, 2012:60-62).

Penelitian ini dilaksanakan pada guru-guru SD pascasertifikasi di Kabupaten

Demak. Populasi dari penelitian ini adalah semua guru SD di Kabupaten Demak

yang bersertifikat pendidik mulai tahun 2006-2011 berjumlah..... Besarnya sampel

n=285, ditentukan dengan rumus yang dikembangkan Isaac dan Michael (Sugiono,

2006:126-128).

Pengambilan sampel dilakukan secara propusive proportional rondom

sampling dengan kriteria: telah memperoleh pembinaan guru pascasertifikasi,

guru SD di bawah Kementrian Pendidikan Nasional, tinggal diwilayah terjangkau

maka dipilih 3 kecamatan yaitu kecamatan Demak Kota mewakili kota kabupaten

dan Kecamatan Mranggen mewakili kecamatan yang dekat dengan Kota Semarang

dan Kecamatan Karangnyar.

Teknik pengumpulan data yang digunakan meliputi: kuesioner, wawancara,

dan dokumentasi. Instrumen penelitian berupa angket dan pedoman wawancara.

Angket yang dipakai untuk mengambil data telah memenuhi uji validitas dengan

rumus product momet dan dan reabilitas. K-12. (Sugiyono,2006: Arikunto,2006

:168).

Tehnik analisa data dengan menggunakan path analisis diolah dengan lisrel

untuk memperoleh goodnes of fit model dan software spss versi 16 . (Ghozali,

2005: 306). Persamaan regresinya....Uji asumsinya......

7

Hasil Penelitian dan Pembahasan

Berdasarkan analisis data diketahui nilai tertinggi dari responden untk motivasi

kerja 100 dan nilai yang paling rendah 69. Hasil perhitungan nilai rata rata-rata motivasi

kerjasebesar 84.51, median sebesar 84.00 dan modus sebesar 80.00, serta standart

deviasinya 6.29 serta rentang skor 31. Deskriptif variabel motivasi kerja guru

menunjukan bahwa hanya 27% responden guru yang mempunyai motivasi kerja di

bawah rata-rata, 27% pada kelas rata-rata, 45% diatas rata-rata. Kontribusi

variabel motivasi kerja terhadap teknik pembinaan sebesar 0,101, prinsip

pembinaan sebesar 0,26, keberhasilan pembinaan 0,27 dengan arah positif,

artinya semakin baik motivasi kerja semakin baik pula teknik dan prinsip

pembinaan akan diterapkan dan hal tersebut akan mempengaruhi keberhasilan

pembinaan.

Hasil penelitian tentang motivasi kerja guru pascasertifikasi ini sejalan

dengan temuan Yung bahwa pengembangan kompetensi guru sangat dipengaruhi

oleh motivasi, teknik pembinaan dan juga kemampuan dasar guru. Motivasi

merupakan dorongan untuk melakukan sesuatu. Dalam pembinaan motivasi kerja

guru diperlukan, karena akan mendorong seorang guru kearah yang lebih baik.

Seseorang dalam mengerjakan sesuatu atau mencapai target tertentu diperlukan

dorongan, dorongan dari dalam (internal) bisa karena kebutuhan maupun dari luar

(eksternal) karena faktor lingkungan. (Mulyasa,2005:47; Tilar,2002:67, Robbin,

2003;187).

Hasil penelitian motivasi kerja guru pascasertifikasi ini juga sama dengan

pendapat Elawar, Lizarraga, bahwa motivasi memberikan dorongan untuk

keberhasilan pencapaian suatu pelatihan. Motivasi guru merupakan wujud dari

keinginan atau dorongan meningkatkan kemampuan dengan suka rela atau

dengan rasa senang, tidak terpaksa dalam mengikuti pembinaan. Dengan

demikian maka dapat dipahami adanya keterkaitan antara motivasi kerja dengan

keberhasilan pembinaan karena fungsi pembinaan bila dilaksanakan dengan

sunggu-sungguh dapat meningkatkan motivasi kerja guru. Selain itu selama ini

dalam melaksanakan pemilihan teknik pembinaan, para pembina berusaha

menggunakan teknik yang variatif, motivasi kerja guru seringkali akan

8

meningkatkan teknik dalam pembinaan, jika motivasi kerja guru dalam mengikuti

pembinaan baik, maka akan dengan mudah beradaptasi dengan teknik pembinaan

yang dipakai. Pembinaan dilakukan dengan berkelanjutan dengan materi

bervariasi (Poerksen,2005 ;Elawar,Lizarraga,2007:565-592; Sergiovani,1987:47;

Bafadal, 2006:45)

Secara umum aspek-aspek dalam motivasi kerja tersebut dapat

dibandingkan dengan pembagian motivasi menurut Mc. Clelland dalam Widiyanto

bahwa motivasi dibagai dibagi 3 yaitu: motivasi berprestasi, motivasi

persahabatan, dan motivasi berkuasa. Hal ini juga pernah digunakan untuk

mengecek motivasi guru di Korea ke 3 motivasi tersebut pada sejumlah guru SMP

di Korea, hasil temuan tersebut untuk motivasi berprestasi meningkatkan guru

dalam semangat menambah pengeta-huannya, motive persahabatan maka

meningkatkan guru dalam sharing dengan teman-teman sekoleganya untuk

meningkatkan pembelajaran di kelas, mereka saling berbagi dan tukar pengalaman

pada kelompok yang difasilitasi oleh distrik, sedang motivasi berkuasa

meningkatkan sikap kepemimpinan dan antusias dalam usaha untuk membimbing

anak didiknya.(Widiyanto,2010:17-27; Yang,2011: 385-405)

Aspek motif atau dorongan kerja dalam penelitian ini menunjukkan

adanya motivasi yang cukup tinggi, dilihat hasil penelitian memiliki pengaruh

hampir 45 % dari 51 % pengaruh total motivasi terhadap keberhasilan pembinaan.

Hal ini dapat dirujukkan dengan penelitian terdahulu dimana dorongan kerja

dalam criteria adalah menunjukkan keinginan berprestasi. Aspek Kemampuan

menyelesaikan tugas yang sulit merupakan keinginan berprestasi juga dan juga

bisa digolongkan pada aspek motivasi berkekuasaan karena dengan kemampuan

menyelesaikan hal sulit kan memberikan prestise dan wibawa yang

memungkinkan untuk memperoleh klas tersendiri, hal ini jika dihubungkan dengan

motivasi secara social seperti yang dikemukakan Atkinson dalam Widiyanto,

kinerja merupakan hasil yang muncul dari adanya motivasi dipadukan dengan

keadaan yang ada, hal ini muncul karena suatu motif atau keinginan, merupakan

kecenderungan untuk berusaha khususnya pada satu jenis (bagian) dari keinginan

9

atau tujuan misalnya: prestasi, hubungan, dan kekuatan. (Hartoyo ,2009:7;

Widiyanto, 2010, 17-27),

Aspek umpan balik ini bisa masuk kategori untuk persahabahan dalam Mc

Clelland, karena akan menghasilkan hubungan dengan kelomok yaitu kolega, guru,

siswa dan bahkan mungkin akan memberikan umpan balik pada skala yang lebih

luas. Dalam pembinaan mempunyai tujuan jelas dan target jelas menunjukan

aspek hasil pekerjaan optimal (Mantja, 1987:17; Baedhowi dan Hartoyo ,2009:7)

Ada sedikit perbedaan motivasi kerja guru dalam penelitian ini dengan

hasil penelitian lain untuk mengetahui kompetensi guru pascasertifikasi, bahwa

motivasi guru untuk segera ikut sertifikasi bukanlah untuk meningkatkan

profesionalisme atau kompetensi mereka, tetapi terkesan semata-mata untuk

mendapatkan tambahan penghasilan melalui tunjuangan profesi. Hal yang serupa

ditemukan Direktorat Jenderal PMPTK Depdiknas ketika melakukan kajian serupa

di Provinsi Sumatera Barat, Jawa Timur, Jawa Tengah, Sulawesi Selatan, dan Nusa

Tenggara Barat tahun 2008. Kajian tersebut menemukan bahwa alasan guru

mengikuti sertifikasi, antara lain, agar mendapat tunjangan profesi, segera

mendapat uang untuk memenuhi kebutuhan hidup, tunjangan untuk biaya kuliah,

biaya pendidikan anak, merenovasi rumah, dan membayar utang. (Baedhowi dan

Hartoyo,2009:7 ;Dirjen PMPTK Depdiknas,2008 ; Suharta,Sudiarta dan

Agung,2009:17). Sedangkan dalam penelitian ini motivasi digunakan untuk

melandasi keikutsertaan guru dalam pembinaan.

Hasil pembahasan di atas maka dapat disimpulkan jika keberhasilan

pembinaan dapat didasarkan pada motivasi kerja guru. Semakin baik motivasi

kerja guru maka tehnik dan prinsip pembinaan juga lebih baik dan hal tersebut

mempengaruhi keberhasilan pembinaan guru pascasertifiksasi.

Berdasarkan analisis data kemampuan guru diketahui nilai tertinggi 130

dan nilai yang paling rendah 75. Hasil perhitungan nilai rata rata-rata kemampuan

guru sebesar 99.07, median sebesar 97.00 dan modus sebesar 97.00, serta

simpangan bakunya 1.03. serta rentang skor 55. Deskriptif variabel kemampuan

guru bahwa 40 % responden guru yang mempunyai kemampuan di bawah rata-

rata, 60% pada kelas rata-rata dan diatas rata-rata. Hasil penelitian menunjukan

10

bahwa ada pengaruh langsung dan tidak langsung kemampuan guru. Kontribusi

variabel kemampuan guru terhadap teknik pembinaan sebesar 0,69, prinsip

pembinaan sebesar 0,40, keberhasilan pembinaan sebesar 0,28 dengan arah

positif, artinya semakin baik kemampuan guru semakin baik pula teknik dan

prinsip pembinaan yang diterapkan dan hal tersebut mempengaruhi keberhasilan

pembinaan. Hasil analisis tersebut juga menunjukkan 9 % perubahan yang terjadi

pada teknik pembinaan, prinsip pembinaan, keberhasilan pembinaan secara

langsung disebabkan perubahan pada kemampuan guru.

Ada 3 aspek yang dikembangkan dalam penelitian ini yaitu (1) Kemampuan

yang terkait melakukan administrasi; (2) Kemampuan yang terkait pembelajaran;

dan (3) Kemampuan yang terkait pembimbingan. Dari aspek tersebut secara rinci

sebenarnya adalah kemampuan utamanya dalam kompetensi paedagogik.

Aspek kemampuan yang terkait melakukan administrasi, dari hasil jawaban

maka guru yang dinyatkan cukup ke atas lebih dari 52 %, dan hanya sekitar 11%

dinyatakan kurang, dari jawaban tersebut maka dapat dikatakan sebenarnya

kemampuan awal guru dapat dikatakan cukup baik untuk hal hal yang bersifat

administrasi, kemampuan merupakan daya dukung bagi guru untuk kesuksesan

dalam pendidikan, hal ini terkait dengan masalah penilaian, absensi dan tugas-

tugas siswa lainnya. Kemampuan administrasi juga sangat mendukung pada

ketertiban dan kedisiplinan guru, selanjutnya akan meningkatkan efisiensi dan

efektivitas pelaksanaan kerja guru (Mulyasa,2005:47; Tilaar,2002:67);

Sundari,2002:47).

Aspek kemampuan yang terkait pembelajaran, hasil dari responden sangat

moderat sekali dimana antara yang cukup dan yang agak kurang hampir sebanding

yaitu 51 % dibanding dengan 49 % untuk kurang, padahal kemampuan ini sangat

penting bagi guru, paradigma mengajar yang benar harus didasari pada

kemampuan guru, kemampuan tersebut bukan hanya pada pengetahuan yang

dimiliki guru saja, tetapi kemampuan tersebut adalah sejumlah kompetensi yang

harus dimiliki oleh guru, dan kemampuan serta motivasi dalam pembinaan sangat

diperlukan untuk dasar pembinaan guru (Poerksen ,2005, 471-484; Danziger &

Shermer 2004,147; Elawar, Irwin & Lizarraga ,2007, 565-592)

11

Aspek kemampuan yang terkait pembimbingan, fungsi pembimbingan bagi

guru untuk para siswa diperlukan hal ini utamanya dalam kegiatan belajar

mengajar dan lainnya. Menyadari pembinaan pada kemampuan maka diperlukan

pemahaman tentang batas kemampuan guru, hal ini karena yang menyatakan

tujuan utama pembinaan untuk meningkatkan kualitas pembelajaran dan

profesionalitas. Profesionalitas guru menunjuk pada produktivitas, oleh karena itu

dapat dikatakan tujuan pembinaan guru mencakup pada: pertumbuhan keilmuan,

wawasan berpikir, sikap terhadap pekerjaan dan ketrampilan dalam pelaksanaan

tugasnya sehari-hari hingga produktivitasnya dapat ditingkatkan.

(Sundari:2002;47)

Dalam pembinaan guru pascasertifikasi tidak didahului dengan identifikasi

secara jelas sesuai karakteristik permasalahan, padahal pembinaan tanpa

mengetahui kemampuan awal guru sebetulnya tidak berguna, dikarenakan susah

diukur keberhasilan dan kegagalannya. (Agee, 2004, 747-774; Poerksen ,2005,

471-484; Danziger & Shermer 2004,147; Elawar, Irwin & Lizarraga ,2007, 565-592).

Pengenalan dasar pada kemampuan guru dan motivasi untuk pembinaan

memiliki tujuan untuk meningkatkan teknik dalam pembinaan, ketepatan

pemilihan teknik berlanjut pada tingkat keberhasilan, walaupun hal ini bukan

penentu mutlak, tetapi 80 % hasil penelitian menunjukkan hal terebut.

Memanfaatkan kemampuan dasar guru untuk keberhasilan supervise dapat

dilakukan dengan mendeteksi guru secara cross sectional yaitu melalui identifikasi

guru secara pribadi, tanggapan siswa terhadap kemampuan guru dalam

pembelajaran, dan informasi teman sejawat. ( Bembenutty,2007:165; Perry

(2008;271)

Jadi jelaslah bahwa variable kemampuan guru berdasarkan temuan

penelitian dan juga hasil penelitian terdahulu ada keterkaitannya dengan

keberhasilan pembinaan. Untuk itu dalam pembinaan perlu melakukan identifikasi

kemampuan awal guru sehingga pembinaan lebih tepat sasaran dan sesuai

permasalahan yang dihadapi guru pascasertifikasi.

Berdasarkan analisis data diketahui nilai tertinggi dari responden untuk sikap

supervisor 55 dan nilai yang paling rendah 33. Hasil perhitungan nilai rata rata-rata sikap

12

supervisor sebesar 44,74, median sebesar 44.00 dan modus sebesar 43.00, serta

simpangan bakunya 4,23. serta rentang skor 55. Deskriptif variabel sikap supervisor

bahwa hanya 13% responden guru yang menyatakan sikap supervisor di bawah

rata-rata, 27% pada kelas rata-rata, 87% pada kelas rata-rata dan diatas rata-rata.

Sikap supervisor dalam pembinaan mempunyai pengaruh langsung dan tidak

langsung. Hal ini dilihat dari kontribusi variabel sikap supervisor terhadap teknik

pembinaan sebesar 0,122, prinsip pembinaan sebesar 0,40, keberhasilan

pembinaan sebesar 0,79 dengan arah positif, artinya semakin baik sikap

supervisor semakin baik pula teknik dan prinsip pembinaan. Hasil analisis

tersebut juga menunjukkan 45 % perubahan yang terjadi pada teknik pembinaan

secara langsung disebabkan perubahan pada sikap supervisor.

Hasil penelitian tersebut menunjukan bahwa secara kemampuan

supervisor telah memenuhi syarat sebagai pembina. Hal ini dipertegas pandangan

guru bahwa supervisor dalam pembinaan dengan menggunakan beberapa teknik,

baik teknik itu secara kelompok maupun individual dan langsung maupun tidak

langsung. Walaupun begitu dari hasil wawancara ada beberapa supervisor yang

mempunyai kemampuan terbatas karena menjadi supervisor karena jabatan. Guru

lebih semangat bila supervisor tidak mempunyai kaitan langsung atau bukan

atasan langsung seperti kepala sekolah, pengawas dan pembina dari dinas

pendidikan. Seorang supervisor harus memiliki syarat antara lain: (1) mempunyai

keyakinan bahwa guru memiliki kemampuan atau potensi untuk memecahkan

masalah sendiri dan mengembangkan dirinya; (2) memiliki kemauan dan

kemampuan untuk dapat membina hubungan yang akrab dan hangat dengan

semua orang tanpa pandang bulu; (3) memiliki kemampuan untuk mendengarkan

serta keinginan untuk memanfaatkan pengalaman pengalaman guru sebagai nara

sumber membuatnya berusaha mencapai tujuan; (4) memiliki antusiaisme dan

keyakian atas supervise klinis sebagai proses kegiatan yang terus menerus untuk

melayani pertumbuhan dan perkembangan pribadi serta profesi guru; (5)

mempunyai ketrampilan dalam berkomunikasi, mengobservasi, dan menganalisis

tingkah laku guru mengajar, dan (6) mempunyai suatu komitmen untuk

13

mengabdikan dirinya serta berkeinginan keras untuk terus memperdalam

supervisi.

Selama ini masih ada hubungan supervisor dan guru pascasertifikasi kurang

maksimal diantaranya disebabkan jumlah guru pascasertfikasi banyak sedangkan

supervisor terbatas. Harapan guru terhadap supervisor antara lain ingin

mendapat pelayanan secara maksimal tanpa rasa takut, maka guru menginginkan

seorang supervisor yang menguasai pembelajaran, ramah dan menghargai guru.

Hal ini sesuai pendapat Sagala bahwa harapan guru yang disupervisi kepada

supervisor antara lain (1) mempunyai perhatian yang sungguh-sungguh terhadap

pembelajaran dan manajemen sekolah; (2) bersikap simpatik, terbuka, percaya

diri; (3) mempunyai daya humor tidak mudah tersinggung; (4) kritis tapi bersifat

membangun;(5) luas pengetahuannya; (6) sehat fisik, berpakaian rapi dan sopan.

(Sagala, 2010: 236)

Kegiatan fasilitasi supervisor dalam pembinaan tokoh sentralnya adalah

guru yang mana diharapkan mampu untuk meningkatkan kualitasnya, sedangkan

supervisor yang bertindak sebagai fasilitator merupakan factor utama yang harus

mendorong kepada guru, untuk itu peran fasilitator harus memberikan fasilitasi

kepada guru agar mencapai tujuannya dengan memberikan kesempatan pada

guru untuk: (1) menguji, mendiskusikan dan menjelaskan secara lengkap program-

progam pembelajaran; (2) menerima umpan balik yang obyektif pada program

program yang dilatih/dipraktikkan; (3) menguji hubungan perilaku nyata dan yang

diantisipasi di kelas; (3) menguji hubungan antara konsekwensi yang diinginkan

dan konsekwensinyata dari perilaku supervisor dan guru; (4) menguji hubungan

antara program disertai asumsi-asumsi, teori-teori dan riset tentang pengajaran

yang efektif; (6) mengembangkan, mengimplementasikan dan menerima

dukungan tentang perubahan-perubahan yang sesuai dengan program-program

pendidikan yang praktis. Semangat dan paradigm tersebut sesuai dengan

paradigm baru tentang pembinaan terhadap guru yang harus manusiawi, tidak lagi

memandang guru sebagai obyek pembinaan atau dalam bahasa ekonomi sebagai

factor produksi tetapi sebagai asset yang harus dijaga dan dikembangkan. Hasil

temuan penelitian lain menyebutkan pengembangan pendidikan pada guru-guru

14

melalui organisasi profesi lebih berhasil bila diperlakukan sama dan sejajar.

Adanya fasilitator dalam organisasi lebih dianggap menghargai guru karena tidak

bersikap arogan, tetapi benar-benar memfasilitasi. (.(Sergiovani,

1983:87;Martoyo, 2008; Mantja, 1998:17; Kuswandi, 2000:16).

Dalam supervise minimalnya ada 2 sisi yang terlibat yaitu supervisor dan

subyek yang disupervisi, kerja sama antar keduanya harus dijaga, kesetaraan

dalam hubungan akan sangat berpengaruh pada hasil supervise. Menjaga

hubungan pembinaan tersebut maka seorang supervisor hendaknya memiliki sifat

luwes (flexible) dalam artian mau memahami subyek yang harus dibina. Ketidak

luwesan seorang Pembina (supervisor) sering kali menghalangi dalam proses

pengembangan ilmu, dalam pola-pola penyampaian informsi baru, pengenalan

hasil inovasi ataupun penyampaian sejumlah aturan dan kebijakan seorang

komunikator perlu bersifat tidak over acting dan arogan, karena akan

menghambat proses penerimaan. (Schofield, 2004:217, Keating,2003:367, Muller

,2000:316)

Hubungan keberhasilan pembinaan dengan sikap supervisor dapat

dikatakan cukup kuat baik dilihat dari hasil penelitian ini maupun sejumlah

penelitian lain cukup memberikan deskripsi besarnya pengaruh sikap supervisor

dalam pembinaan. Respek tidaknya seorang pembina terhadap subyek

pembinaan akan sangat mempengaruhi keberhasilan pembinaan. (Taylor, 1988:

283-295)

Berdasarkan analisis hasil penelitian dan pendapat ahli menunjukan

bahwa sikap supervisor berpengaruh terhadap keberhasilan pembinaan guru

pascasertifikasi sehingga dalam pembinaan diharapkan sikap supervisor lebih

menghargai, humanis, dinamis dan tidak memposisikan sebagai atasan.

Simpulan

Hasil pengujian analisis faktor dengan menggunakan SEM dapat

disimpulkan sebagai berikut : Masing-masing variable independen memiliki

pengaruh langsung dan tidak langsung serta sumbangan terhadap variable

dependen yang dapat dirinci sebagai berikut kontribusi motivasi kerja secara

langsung sebesar 0,27 tidak langsung sebesar 0,5124; kontribusi kemampuan guru

15

secara langsung sebesar 0,28, tidak langsung sebesar 0,3424; kontribusi sikap

supervisor secara langsung sebesar 0,79, tidak langsung sebesar 0,886; Terbukti

bahwa keberhasilan pembinaan guru pascasertifikasi dipengaruhi oleh variable

prinsip pembinaan dan tehnik pembinaan. Sekecil apapun pengaruh faktor

tersebut tidak bisa diabaikan, karena hal ini mempengaruhi tingkat keberhasilan

pembinaan guru SD pascasertifikasi di Kabupaten Demak; terbukti variable

eksogen motivasi kerja, kemampuan guru, dan sikap supervisor berpengaruh

terhadap tehnik dan prinsip pembinaan guru SD pascasertifikasi di Kabupaten

Demak, hal ini membuktikan bahwa variable yang dipilih untuk mendukung

variable teknik dan prinsip pembinaan memiliki signifikansi.

Berdasarkan simpulan di atas maka dapat disarankan sebagai berikut: (1)

Model ini dapat digunakan untuk menguji hal-hal yang mempengaruhi

keberhasilan pembinaan, karena memiliki kepercayaan dengan terpenuhinya

Goodnes of Fit; (2) Variabel yang sumbangannya kecil dalam pelaksanaan

pembinaan sebaiknya tetap digunakan karena memiliki peranan yang cukup

penting;(3) Faktor tehnik pembinaan dan prinsip pembinaan yang baik perlu

mendapat perhatian instansi terkait dalam mewujudkan keberhasilan pembinaan;

(4) Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengungkapkan faktor-faktor lain

yang dapat memberikan kontribudi terhadap peningkatan keberhasilan

pembinaan

Penulis mengucapkan terimakasih kepada Rektor Universitas

Muhamadiyah Surakarta, Direktur Pascasarjana dan Kaprodi Manajemen

Pendidikan UMS, dosen pembimbing tesis serta guru-guru SD pascasertifikasi di

Kabupaten Demak yang telah membantu penelitian ini. Harapan penulis penelitian

dapat memberikan kontribusi pemikiran dan pengembangan dalam pembinaan

guru-guru SD pascasertifikasi sehingga lebih profesional.

A. Daftar Pustaka

Agee, J. 2004, Negotiating a teacher identity: An African-American teacher’s struggle to teach in test-driven contexts. Teachers-College Record

Baedhowi dan Hartoyo. 2005. Laporan 2005 Learning Round-tabel on Advanced

Teacher Profesionalism. Bangkok, Thailand 13-14 Juni 2005.

16

Bafadal, Ibrahim 2006. Pentingnya Peningkatan Kemampuan Profesional Guru

Sekolah Dasar. Jurnal Pendidikan Inovatif Volume 1, Nomor 2, Maret 2006

Barnes, James G. 2003. Secrets of Customer Relationship Management (rahasia

Manajemen Hubungan Pelanggan). Andi, Yogyakarta. Bembenutty, H. 2007. Pre-service Teachers’ Motivational Beliefs and Self-

Regulation of Learning. Paper presented at the annual meeting of the American Educational Research Association, Chicago.

Dantes, Nyoman, 2012. Metode Penelitian. Andi Offset, Yogyakarta. Danziiger, Kurt & Shermer, P. 2004. The Varieties of Replication: A historical

Introduction. Ablex Publishing Corporation :Norwood New Jersey Elawar1, Maria Cardelle; Irwin, Leslie, Lizarraga, María Luisa Sanz de Acedo 2007.

A Cross Cultural Analysis of Motivational Factors That Influence Teacher Identity; Electronic Journal of Research in Educational Psychology, N. 13 Vol 5 (3), 2007. ISSN: 1696-2095

Gwynn, Porter 2002. A Cross Cultural Analysis of Motivational Factors That

Influence Teacher Identity; Electronic Journal of Research in Educational Psychology, N. 13 Vol 5 (3), . ISSN: 1696-2095

Koontz , Harold, 1997. Management Ninth Rdition. Mc. Graw Hill Book Company,

New York. The manufactured crisis: Myths, frauds, and the attack on Maerica’s public schools. White Plains: Longman

Kotler, Philip dan Gary Armstrong. 2004. Dasar-Dasar Pemasaran. PT Indeks

Kelompok Gramedia: Jakarta Moore, R. and Muller, J. 2002. The Growth of Knowledge and the Discursive Gap,

British Journal of Sociologyo f Education. Poerksen, Bernhard, 2005. Learning how to learn, Kybernetes, Vol. 34 No. 3/4,

2005 pp. 471-484, Emerald Group Publishing Limited Robbins,Stepphen P. 2003; Organizational Behaviour: Consepts, Controversies,

Applications. Prentice Hall: New Jersey Russell. Lincoln Ackoff, 2009. Was an American organizational theorist,

consultant, and Anheuser-Busch Professor Emeritus of Management en.wikipedia.org/wiki/Russell_L._Ackof

17

Schofield, K. & McDonald, R. 2004. Moving on reporto f the highl evel reviewo f training packages. Brisbane, Australian National Training Authority: Australian

Sergiovanni, T.J, 1987. The Principalship: A Reflective Practice Perspectives, Allyn &

Bacon,:Boston

Sundari, Sri 2002.Upaya Meningkatkan Mutu Proses Belajar Mengajar Di SD Pertiwi II Dengan Pemahaman Kurikulum Berbasis Kompetensi , Dinas Pendidikan Kota Bandung Propinsi Daerah Tingkat I Jawa Barat

Yang , Ming Chou 2011. Motivation in Adult Education: A problem solver or a

euphemism for direction and control. International Journal of Lifelong Education; USA