Artikel Ilmiah [Agasi Dwi Pradana - C1B008067]

15

Click here to load reader

description

jurnal underpricing

Transcript of Artikel Ilmiah [Agasi Dwi Pradana - C1B008067]

Page 1: Artikel Ilmiah [Agasi Dwi Pradana - C1B008067]

KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL

UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN

FAKULTAS EKONOMI Kampus Unsoed Grendeng Kotak Pos 109 Purwokerto 53122

Telp. (0281) 639279 Fax. (0281) 640268

BAHAN SEMINAR HASIL PENELITIAN

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TINGKAT

UNDERPRICING PADA PERUSAHAAN YANG GO PUBLIC

DI BURSA EFEK INDONESIA PERIODE 2008-2010

Oleh :

Agasi Dwi Pradana

NIM. C1B008067

Disetujui untuk diseminarkan

Pada tanggal : ......................................

Pembimbing I

Dr. Sudarto, ME.

NIP. 1962071919 19890 1 001

Pembimbing II

Dian Purnomo Jati, SE, M.Sc.

NIP. 19811016 200312 1 003

Page 2: Artikel Ilmiah [Agasi Dwi Pradana - C1B008067]

1

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TINGKAT

UNDERPRICING PADA PERUSAHAAN YANG GO PUBLIC

DI BURSA EFEK INDONESIA PERIODE 2008-2010

Oleh :

Agasi Dwi Pradana

E-mail : [email protected]

Mahasiswwa Fakutlas Ekonomi Universitas Jenderal Soedirman

Sudarto

E-mail : [email protected]

Dian Purnomo Jati

E-mail : [email protected]

ABSTRACT

This research is try to analyze the underprcing phenomenon, which is make a company

doesn’t get full fund when they doing an IPO because of the secondary market price is

higer than offering price / primary market price (underpricng). The research focus on the

impact of underwriter reputation, DER, ROE, and EPS to underpricing rate. Sample of this

research are companies who do IPO from 2008 -2010 and found 53 companies then with

purposive sampling method we got only 42 companies as sample. Using multiple

regression we got the result that only ROE variable has negative impact to underpricing

rate, while another variable (underwriter reputation, DER, and EPS) didn’t prove have

significant impact to underpricing rate.

Keywords : underpricing, underwriter reputation, DER, ROE, EPS

Perusahaan yang sedang

berkembang akan membutuhkan dana

yang lebih besar daripada sebelumnya

guna mendukung perkembangan

usahanya. Perusahaan akan berusaha

untuk memenuhi peningkatan kebutuhan

yang diperlukan agar perusahaan tersebut

semakin berkembang dan mampu

bersaing dengan para pesaingnya. Ada

beberapa alternatif yang dimiliki untuk

memenuhi kebutuhan perusahaan yang

sedang berkembang. Alternatif dari

dalam perusahaan, umumnya dengan

menggunakan laba yang ditahan.

Sedangkan alternatif pendanaan dari luar

perusahaan dapat berupa utang,

Page 3: Artikel Ilmiah [Agasi Dwi Pradana - C1B008067]

2

pembiayaan bentuk lain atau dengan

penerbitan surat-surat utang maupun

pendanaan yang bersifat penyertaan

dalam bentuk saham (equity).

Pendanaan melalui mekanisme

penyertaan dalam bentuk saham ini

umumnya dikenal dengan istilah go

public dalam Pasar Modal. Perusahaan

yang melakukan go public disebut

Emiten, sedangkan pihak yang membeli

saham disebut investor. Pada saat

pertama kali go public, saham yang

ditawarkan pertama kali akan

diperjualbelikan di Pasar Perdana

(Primary Market) yang mana kegiatan

penawaran saham untuk pertama kali ini

dikenal dengan istilah Initial Public

Offering (IPO) atau Penawaran Perdana,

yang selanjutnya akan diperjualbelikan

pada Pasar Sekunder.

Menurut Arifin (2010) ada 3 (tiga)

anomali atau fenomena penting yang

terjadi terkait dengan IPO, salah satunya

adalah underpricing pada kinerja saham

jangka pendek. Fenomena underpricing

apabila dilihat dari sudut pandang emiten

adalah hal yang merugikan emiten karena

harga saham di pasar sekunder pada hari

pertama perdagangan saham secara

signifikan lebih tinggi dibandingkan

dengan harga penawaran di pasar perdana

(Sulistio, 2005). Dengan kata lain bahwa

underpricing menyebabkan emiten tidak

bisa memperoleh dana yang maksimal

karena adanya misspriced yang terjadi

pada saat IPO. Padahal salah satu tujuan

emiten melakukan IPO adalah untuk

mendapatkan dana tambahan semaksimal

mungkin guna mendukung

perkembangan perusahaan agar mampu

bersaing dengan para pesaingnya.

Trisnaningsih (2005) menganalisis

reputasi underwriter, Debt to Equity

Ratio (DER) dan Return On Assets

(ROA) terhadap tingkat underpricing.

Hasil penelitian membuktikan bahwa

reputasi underwriter dan Debt to Equity

Ratio (DER) mempunyai pengaruh

terhadap tingkat underpricing. Sedangkan

Return On Assets (ROA) ditemukan tidak

berpengaruh terhadap tingkat

underpricing sehingga dieliminasi pada

penelitian ini. Pada penelitian kami

menambahkan variabel indpenden yaitu

earning per share (EPS) yang

diperkirakan mempunyai pengaruh

terhadap tingkat underpricing karena

variabel ini mengukur kemampuan

perusahaan dalam menciptakan nilai,

terutama pada pemegang saham dan

calon investor yang akan menyetorkan

dananya untuk berinvestasi, dalam hal ini

pembelian saham pada saat IPO.

Pada penelitian Hatta dan Isfaatun

(2010) telah membuktikan bahwa Return

on equity (ROE) tidak berpengaruh

Page 4: Artikel Ilmiah [Agasi Dwi Pradana - C1B008067]

3

terhadap tingkat underpricing. Sedangkan

menurut Martani dan Yolana (2005)

bahwa variabel ROE berpengaruh

terhadap tingkat underpricing.

Berdasarkan uraian di atas, maka

perlu diadakan penelitian guna

menganalisis kembali tentang faktor-

faktor penyebab terjadinya underpricing,

yang dituangkan dalam bentuk skripsi

dengan judul: “Analisis Faktor - Faktor

Yang Mempengaruhi Tingkat

Underpricing Pada Perusahaan Yang

Go Public di Bursa Efek Indonesia

Periode 2008-2010”

HIPOTESIS

H1 : Reputasi underwirter mempunyai

pengaruh negatif terhadap tingkat

underpricing.

H2 : Deb to Equity Ratio (DER)

berpengaruh positif terhadap

tingkat underpricing.

H3 : Return On Equity (ROE)

berpengaruh negatif terhadap

tingkat underpricing.

H4 : Earning Per Share (EPS)

berpengaruh positif terhadap

besarnya tingkat underpricing.

METODE ANALISIS

Populasi dan Teknik Pengambilan Sampel

Populasi pada penelitian ini adalah

semua perusahaan yang melakukan IPO

di Bursa Efek Indonesia. Metode

pengambilan sampel menggunakan

metode purposive sampling dengan

kriteria Perusahaan yang mengalami

underpricing pada tahun 2008-2010,

yaitu harga saham di pasar perdana lebih

rendah daripada di pasar sekunder serta

memilki data keuangan yang lengkap dan

bisa dipercaya keauratannya.

Definisi Konseptual dan Operasional Variabel

Underpricing, merupakan selisih

positif antara harga saham di pasar

sekunder dengan harga perdana. Variabel

ini diukur dengan persentase dari initial

return yang dihitung dengan rumus

berikut (Martani dan Yolana, 2005) :

Keterangan :

CP = Harga penutupan pada hari pertama

perdagangan di pasar sekunder.

OP = Harga penawaran perdana.

Reputasi underwriter didefinisikan

sebagai sekala kualitas underwriter dalam

menawarkan saham emiten. Pengukuran

variabel ini menggunakan variabel

Page 5: Artikel Ilmiah [Agasi Dwi Pradana - C1B008067]

4

dummy yang pengukurannya

menggunakan angka 1 untuk underwriter

yang bereptuasi baik dan angka 0 untuk

underwriter yang tidak bereputasi baik.

Ukuran bagi underwriter bereputasi

adalah 5 underwriter dengan volume

emisi tertinggi yang pertimbangannya

bahwa kelima underwriter adalah

underwriter yang mendominasi

penjaminan emisi selama periode IPO.

Data 5 underwriter bereputasi diperoleh

dari FACT BOOK yang diterbitkan oleh

Bursa Efek Indonesia yang bisa

didownload langsung dari website

resminya (www.idx.co.id).

Debt to Equity Ratio (DER)

mencerminkan kemampuan perusahaan

dalam memenuhi seluruh kewajibannya,

ditunjukkan oleh beberapa bagian modal

sendiri yang digunakan untuk membayar

hutang. DER dapat dihitung dengan

rumus sebagai berikut (Brigham &

Houston, 2006:104):

Return On Equity (ROE)

mengukur kemampuan perusahaan

menghasilkan laba berdasarkan modal

saham tertentu. ROE dapat dihitung

dengan menggunakan rumus (Brigham &

Houston, 2006:109):

Earning Per Share (EPS)

menunjukkan informasi penting

perusahaan yang diungkapkan dalam

basis per saham (Ang, 1997: -18.37).

Pada penelitian pengitungan EPS

menggunakan rumus (Brigham &

Houston, 2006:121) :

Model Analisis

Dimana;

Y = Tingkat Underpricing

= Konstanta

1 s.d 4 = Koefisien variabel

independen

X1 = Reputasi underwriter

X2 = Debt to Equity Ratio (DER)

X3 = Return on Equity (ROE)

X4 = Earning Per Share (EPS)

e = variabel pengganggu (error

term)

i = perusahaan ke-i

Agar model regresi linear berganda

dapat memenuhi BLUE (Best Linear

Unbiased Estimated) atau penaksir

terbaik dan tidak bias, maka diperlukan

uji asumsi klasik terlebih dahulu (Uji

Multikolinieritas, Uji Autokorelasi Uji

Heteroskedastisitas, Uji Normalitas).

Page 6: Artikel Ilmiah [Agasi Dwi Pradana - C1B008067]

5

Hasil Penelitian

Uji Asumsi Klasik

1. Uji Normalitas

Standardized Residual

N 42

Normal Parametersa Mean 0.0000000

Std. Deviation 0.94996791

Most Extreme Differences Absolute 0.088

Positive 0.088

Negative -0.073

Kolmogorov-Smirnov Z 0.573

Asymp. Sig. (2-tailed) 0.898

a. Test distribution is Normal.

Tabel 1. Uji Normalitas

Metode yang digunakan adalah uji

Kolmorgonov-Smirnov dengan kriteria

jika nilai signifikansi uji normalitas >

0,05 maka dapat dikatakan nilai residual

yang terstandarisasi data terdistribusi

dengan normal.

Berdasarkan hasil output uji

normalitas di atas diperoleh informasi

bahwa nilai Sig. (2-tailed) uji normalitas

sebesar 0,898 lebih besar daripada nilai

aplha (0,05 / 5%). Maka artinya nilai

residual yang terstandarisasi dinyatakan

menyebar / terdistribusi dengan normal.

2. Uji Multikoliniertias

Tabel 2. Uji Multikolinieritas

Uji multikolinieritas dilakukan

dengan melihat nilai TOL (Tolerance)

dan Variance Inflation Factor (VIF) dari

masing-masing variabel bebas terhadap

variabel terikatnya. Pedoman suatu model

regresi yang bebas multikoliniearitas

adalah apabila nilai VIF < 10 dan nilai

tolerance > 0.1, maka tidak terjadi

multikolinearitas (Suliyanto, 2008:235).

Berdasarkan hasil uji yang

ditampilkan tabel 2, diketahui bahwa nilai

TOL (Tolerance) variabel reputasi

underwriter sebesar 0,27, Debt to equity

ratio (DER) sebesar 0,992, Return on

equity (ROE) sebesar 0,0,521 dan

Earning Per Share (EPS) sebesar 0,550.

Variabel bebas Tolerance VIF. Keterangan

Reputasi Underwritter 0,927 1,078 Tidak ada Multikolinieritas

Debt to equity ratio 0,922 1,084 Tidak ada Multikolinieritas

Return on equity 0,521 1,920 Tidak ada Multikolinieritas

Earning Per Share 0,550 1,818 Tidak ada Multikolinieritas

Page 7: Artikel Ilmiah [Agasi Dwi Pradana - C1B008067]

6

Semua nilai Tolerance yang dihasilkan

dari uji mutlikolinieritas dengan bantuan

SPSS 16 for Windows memiliki nilai

yang lebih besar dari 0,1.

Sedangkan nilai VIF (Variance

Infloating Factor) variabel reputasi

underwriter adalah 1,078, Debt to equity

ratio (DER) 1,084, Return on equity

(ROE) adalah 1,920, dan Earning Per

Share (EPS) adalah 1,818 yang mana

keempat nilai VIF masing-masing

variabel lebih kecil dari 10. Berdasarkan

nilai Tolerance dan VIF yang diperoleh

maka pada model regresi yang terbentuk

tidak terjadi gejala multikolinier.

3. Uji Heteroskedastisitas

Tabel 3. Uji Heterskedastisitas No Variabel bebas Sig. Keterangan

1 Reputasi Underwritter 0,102 Tidak ada heteroskedastisitas

2 Debt to equity ratio 0,165 Tidak ada heteroskedastisitas

3 Return on equity 0,085 Tidak ada heteroskedastisitas

4 Earning Per Share 0,528 Tidak ada heteroskedastisitas

Untuk mendeteksi ada tidaknya

gejala heteroskedastisitas dalam model

yaitu dengan melakukan metode uji

Glejser. Jika probabilitas > nilai α (0,05)

maka dapat diambil kesimpulan bahwa

model regresi tidak mengandung unsur

heteroskedastisitas.

Berdasarkan uji model regresi yang

menunjukkan hubungan antara nilai

absolut residual |e| sebagai variabel

dependen dengan variabel

independennya, diperoleh nilai

signifikansi t hitung masing-masing

variabel lebih besar dari nilai α sebesar

0,05. Berdasarkan output tersebut, maka

dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat

gejala heteroskedastisitas dalam model

regresi pada penelitian ini.

4. Uji Autokorelasi

Model R R Squareb

Adjusted

R Square

Std. Error

of the Estimate

1 0,214a 0,046 -0,005 0,28379454

a. Predictors: Ut_2, Ut_1

b. For regression through the origin (the no-intercept model), R

Square measures the proportion of the variability in the dependent

variable about the origin explained by regression. This CANNOT be

compared to R Square for models which include an intercept.

Tabel 4. Uji Autokorelasi

Page 8: Artikel Ilmiah [Agasi Dwi Pradana - C1B008067]

7

Penelitian ini mengguankan metode

metode Breusch-Godfrey (B-G test). Jika

X2

hitung < X2 tabel

maka model

persamaan regresi tidak mengandung

masalah autokorelasi. Rumus untuk

menghitung X2

hitung = (n-p) x R2, yang

mana n = jumlah pengamatan dan p = 2

yang berasal dari Ut_1 dan Ut_2

(transformasi unstardardized residuals ke

dalam bentuk lag). Sedangkan untun

mengetahui X2 tabel dapat dilihat pada

tabel Chi Square (X2) dengan df:(2;0,05).

Berdasarkan output di atas maka

diperoleh niali X2 hitung sebagai berikut

dengan jumlah pengamatan sebanyak 42

dan p = 2 :

Sedangankan untuk X2 tabel

dengan df:(2;0,05) diperoleh nilai X2

tabel = 5,991. Dari perhitungan di atas,

maka diketahui bahwa X2 hitung lebih

kecil daripada X2 tabel (1,84 < 5,991).

Maka dapat disimpulkan bahwa model

persamaan regresi tidak mengandung

masalah autokorelasi.

Dari hasil analisis pengujian asumsi

klasik, dapat disimpulkan bahwa model

regresi yang digunakan bersifat BLUE

(Best Linier Unbias Estimator). Oleh

karena itu model ini dapat digunakan

untuk estimasi.

Model Regresi

Berdasarkan hasil perhitungan menggunakan SPSS 16 for Windows pada tabel 3

diperoleh persamaan sebagai berikut :

Pengujian Hipotesis

Tabel 5. Hasil Analisis Regresi Linier Berganda

No Variabel bebas t hitung t tabel Sig

1 Konstanta 6,888

2 Reputasi Underwritter -1,144 -1,687 0,26

3 Debt to equity ratio 0,261 1,687 0,796

4 Return on equity -2.682 -1,687 0,011

5 Earning Per Share 1,088 1,687 0,284

Adjusted R² 0,147

F hitung 2,760 0,042

F tabel 2,612

Koefisien Determinasi

Melalui perhitungan statistik yang

ditampilkan hasilnya pada tabel 8

diperoleh koefisien determinasi

(Adjusterd R2) sebesar 0,147 yang artinya

bahwa variasi tingkat underpricing yang

dialami emiten pada saat melakukan IPO

dapat dijelaskan oleh variasi reputasi

Page 9: Artikel Ilmiah [Agasi Dwi Pradana - C1B008067]

8

underwriter, debt to equity ratio (DER),

return on equity (ROE), dan earning er

share (EPS) sebesar 14,7% sedangkan

sisanya sebesar 85,3% dijelaskan oleh

variabel lain yang tidak diteliti seperti

inflasi, jumlah saham yang ditawarkan,

ukuran perusahaan, umur perusahaan dan

sebagainya.

Uji F

Gambar 1. Kurva Uji F

Berdasarkan hasil perhitungan uji F

diperoleh nilai F hitung lebih besar dari

nilai F tabel atau apabila melihat gambar

1 maka F hitung berada di daerah

penolakan Ho dan penolakan Ho ini

didukung dengan nilai signifikan dari F

hitung yang lebih kecil dari alpha (0,042

< 0,05). Dengan demikian maka dapat

disimpulkan bahwa reputasi underwriter,

debt to equity ratio (DER), return on

equity (ROE), dan earning per share

(EPS) secara simultan atau bersama-sama

berpengaruh signifikan terhadap tingkat

underpricing yang dialami oleh emiten

ketika melakuan IPO pada tahun 2008-

2010. Dengan kata lain bahwa model

persamaa regresi yang terbentuk masuk

dalam kriteria cocok atau fit.

Uji t

Gambar 2. Kurva uji t

Daerah penerimaan H0 Daerah penolakan

H0

Ftabel= 2,612 Fhitung= 2,760

0 t tabel= 1,687

Daerah Penerimaan H0

Daerah penolakan

H0

t X2= 0,0261 t X4= 1,088

- t tabel = - 1,687 0

Daerah Penerimaan H0

Daerah penolakan H0

t X3= -2,682 t X1= -1,144

Page 10: Artikel Ilmiah [Agasi Dwi Pradana - C1B008067]

9

Tabel 6. Hasil Analisis Uji t

Variabel bebas Sig. Alpha (α) Kesimpulan

Reputasi Underwritter 0,26 > 0,05 H0 diterima

Debt to equity ratio 0,796 > 0,05 H0 diterima

Return on equity 0,011 < 0,05 H0 ditolak

Earning Per Share 0,284 > 0,05 H0 diterima

Berdasarkan keterangan yang

diperoleh dari kurva uji t dan tabel 6,

maka :

1. H01 diterima dan Ha1 ditolak sehingga

diperoleh kesimpulan bahwa reputasi

undwritter secara parsial berpengaruh

negatif terhadap tingkat underpricing

tetapi tidak signifikan.

2. H02 diterima dan Ha2 ditolak sehingga

diperoleh kesimpulan bahwa Debt to

equity ratio (DER) secara parsial

berpengaruh positif terhadap tingkat

underpricing tetapi tidak signifikan.

3. H03 ditolak dan Ha3 diterima sehingga

diperoleh kesimpulan bahwa Return

on equity (ROE) secara parsial

berpengaruh negatif signifikan

terhadap tingkat underpricing.

4. H04 diterima dan Ha4 ditolak sehingga

diperoleh kesimpulan bahwa Earning

Per Share (EPS) secara parsial

berpengaruh positif terhadap tingkat

underpricing tetapi tidak signifikan.

Pembahasan Hasil Penelitian

1. Reputasi Underwriter

Berdasarkan hasil penelitian

menunjukan bahwa reputasi underwriter

tidak berpengaruh terhadap tingkat

underpricing. Hasil ini tidak sesuai

dengan hasil penelitian Trisnanningsih

(2005) yang membuktikan bahwa

reputasi underwriter memiliki pengaruh

terhadap tingkat underpricing. Walaupun

reputasi underwriter pada model

penelitian ini terbukti tidak berpengaruh

signifikan, namun arah koefisien

regresinya yang negatif dapat diartikan

bahwa semakin baik reputasi underwriter

maka saham yang dijaminkannya

menyebabkan tingkat underpricing akan

semakin kecil. Arah negatif ini

mendukung teori reputasi underwriter

yang dikemukanan oleh Beatty dan Ritter

(1986).

Tidak terbuktinya reputasi

underwriter dalam penelitian ini dalam

mempengaruhi tingkat underpricing

dapat disebabkan oleh perbedaan sampel

penelitian, perbedaan perankingan

reputasi underwriter yang dilakukan

masing-masing peneliti mengingat di

Indonesia belum ada lembaga resmi yang

melakukan penialaian kinerja underwriter

Page 11: Artikel Ilmiah [Agasi Dwi Pradana - C1B008067]

10

secara berkala atau dapat disebabkan

karena perbedaan periode penelitian.

2. Debt to equity ratio (DER)

Hasil penelitian membuktikan

bahwa DER tidak berpengaruh terhadap

tingkat underpricing. Hasil ini sesuai

dengan hasil penelitian Wijayanto (2009)

yang menggunakan periode sampel 2002-

2006 di Bursa Efek Jakarta. Koefisien

regresi DER bernilai positif walaupun

tidak terbukti signifikan. Arah positif

koefisien regresi DER bahwa terdapat

arah positif dari pengaruh nilai DER

terhadap tingkat underpricing. Hal ini

berarti apabila nilai DER tinggi maka

tingkat underpricing yang dialami oleh

emiten akan tinggi pula seperti yang

dikemukakan oleh Trisnaningsih (2005).

Variabel DER tidak signifikan

dapat disebabkan karena sampel dalam

penelitian ini terdiri dari berbagai jenis

industri, termasuk industri perbankan

yang memiliki karakteristik yang berbeda

dalam laporan keuangannya. Kegiatan

utama bank adalah menghimpun dana

dari masyarakat dan menyalurkannya

kembali kepada masyarakat. Dana yang

dihimpun dari masyarakat tersebut

merupakan kewajiban bagi bank dan

dicatat sebagai utang. Oleh karena saldo

utang yang besar pada neraca bank maka

nilai DER yang terdapat pada laporan

industri perbankan berbeda secara

signifikan dengan industri lainnya.

Penyataan tersebut didukung dengan

meilhat data penelitian, 4 nilai DER

tertinggi dimiliki oleh 4 perusahaan

perbankan yaitu Bank Pembangunan

Daerah Jawa Barat dan Banten Tbk

(9,48), Bank Tabungan Negara Tbk

(9,71), Bank Sinarmas Tbk (11,32), dan

yang tertinggi nilai DER-nya dimiliki

oleh Bank ekonomi Raharja Tbk (12,96).

Hal tesebut yang diduga dapat membuat

nilai DER tidak berpengaruh signifikan

terhadap tingkat underpricing.

3. Return on equity (ROE)

Pada penelitian ini membuktikan

bahwa hanya variabel ROE saja yang

mempengaruhi tingkat underpricing.

Hasil penelitian ini mendukung penelitian

yang dilakukan oleh Martani dan Yolana

(2005) yang menunjukan bahwa variabel

ROE berpengaruh terhadap tingkat

underpricing.

Berdasarkan koefisien regresi ROE

yang negatif, ini menunjukan apabila

nilai ROE tinggi maka tingkat

underpricing yang dialami oleh emiten

ketika melakukan IPO rendah dan

sebaliknya, apabila ROE rendah maka

tingkat underpricing yang terjadi tinggi.

Hal ini bisa kita lihat dari data bahwa

pada perusahaan Kertas Basuki Rachmat

Indonesia Tbk memiliki nilai ROE

terendah yaitu -12,85% dan perusahaan

Page 12: Artikel Ilmiah [Agasi Dwi Pradana - C1B008067]

11

tersebut mengalami tingkat underpricing

tertinggi yaitu 1,79 kali atau 179%.

Sedangkan pada perusahaan Harum

Energy Tbk, salah satu emiten yang

memiliki nilai ROE tinggi sebesar

35,85% hanya mengalami tingkat

underpricing sebesar 0,05 kali atau 5%

Intial return adalah keuntungan dari

investor atas terjadinya underpricing.

Tingginya tingkat underpricing (initial

return) yang terjadi pada nilai ROE

terendah bisa disebabkan oleh initial

return tinggi tersebut merupakan sebuah

kompensasi perusahaan dengan tujuan

untuk meningkatkan minat investor untuk

menginvestasikan dananya kepada

perusahaan tersebut.

1. Earning Per Share (EPS)

Pada penelitian ini, tidak berhasil

membuktikan bahwa EPS merupakan

salah satu variabel yang dapat

mempengaruhi tingkat underpricing dan

hasil ini sesuai dengan penelitian Sulistio

(2005) yang menggunakan periode

penelitian 1998-2003. Arah koefisien

regresi EPS yang positif menunjukan

bahwa apabila nilai EPS tinggi maka

tinggi pula tingkat underpricing yang

dialami oleh emiten.

Earning per share adalah informasi

keuntungan yang paling mudah dipahami

oleh investor, tetapi pada penelitian ini

membuktikan bahwa informasi ini tidak

berpengaruh terhadap tingkat

underpricing. Hal ini bisa diakibatkan

karena investor mencari nilai EPS yang

tinggi dari suatu perusahaan dengan

harapan mendapatkan return yang tinggi

setelah investor menyetorkan dana

mereka. Tetapi apabila melihat data

sampel penelitian dengan nilai rata-rata

EPS sebesar 134,56 rupiah per lembar

saham, terdapat 32 perusahaan yang nilai

EPS-nya di bawah nilai rata-rata

sedangkan sisanya 10 perusahaan

memiliki nilai EPS di atas rata-rata. Hal

tersebut mengindikasikan bahwa nilai

EPS yang dimiliki perusahan sampel

hampir sebagian besar memiliki nilai EPS

yang relatif kecil sehingga tidak

mempengaruhi keputusan investasi

investor, sehingga investor mencari

informasi lain seperti misalnya dalam

penelitian ini yang berpengaruh

signifikan dalam penelitian ini adalah

informasi Return On Equity (ROE).

Page 13: Artikel Ilmiah [Agasi Dwi Pradana - C1B008067]

12

KESIMPULAN DAN IMPLIKASI

KESIMPULAN

1. Variabel reputasi underwriter tidak

berpengaruh terhadap tingkat

underpricing yang dialami oleh

emiten yang melakukan IPO di Bursa

Efek Indonesia.

2. Variabel Debt to Equity Ratio (DER)

tidak berpengaruh terhadap tingkat

underpricing yang dialami oleh

emiten yang melakukan IPO di Bursa

Efek Indonesia.

3. Variabel Return on equity (ROE)

berpengaruh negatif terhadap tingkat

underpricing yang dialami oleh

emiten yang melakukan IPO di Bursa

Efek Indonesia.

4. Variabel Earning per share (EPS)

tidak berpengaruh terhadap tingkat

underpricing yang dialami oleh

emiten yang melakukan IPO di Bursa

Efek Indonesia

IMPLIKASI

1. Hasil penelitian telah membuktikan

bahwa Return On Equity

berpengaruh negatif terhadap tingkat

underpricing yang artinya bahwa

investor memperhatikan ROE

perusahaan ketika melakukan IPO,

maka disarankan untuk emiten yang

akan melakukan IPO untuk

memperhatikan nilai ROE

perusahaan dalam penentuan harga

saham. Hal tersebut dimaksudkan

agar perusahaan yang akan

melakukan IPO bisa menghindari

underpricing atau meminimalisir

tingkat underpricing yang terjadi

sehingga tujuan utama perusahaan

untuk mendapatkan dana segar yang

maksimal ketika memutuskan untuk

go public terpenuhi dan

perkembangan perusahaan pun bisa

berjalan dengan baik. Apabila nilai

ROE tinggi maka minat investor

akan tinggi pula karena informasi ini

memberikan harapan tingkat return

yang akan didapat investor, maka

emiten bisa menentukan harga yang

tinggi. Sebaliknya, apabila nilai ROE

rendah minat invstor untuk

menanamkan dananya akan rendah

juga, maka untuk menarik minat

investor bisa menerapkan harga

rendah agar nantinya minat investor

terdorong naik karena adanya

kompensasi berupa initial return

yang akan di dapat oleh investor.

2. Penelitian ini tidak membuktikan

bahwa reputasi underwriter, DER

dan EPS tidak berpengaruh terhadap

tingkat underpricing. Ini artinya

bahwa investor tidak terlalu

Page 14: Artikel Ilmiah [Agasi Dwi Pradana - C1B008067]

13

mempertimbangkan informasi ini.

Reputasi underwriter tidak

berpengaruh bisa dikarenakan sistem

penjaminan yang diberlakukan di

BEI harus menggunakan prinsip

kesanggupan penuh (full

commitment) ketika perusahaan akan

melakukan IPO. Investor juga kurang

mempertimbangkan informasi DER

dan EPS bisa dikarenakan kurang

menggambarkannya infromasi

tersebut dalam memprediksi kinerja

atau tingkat resiko dan keuntungan

yang akan dialami oelh seorang

investor ketika investor memutuskan

untuk berinvestasi pada perusahaan

tersebut.

3. Investor yang akan berinvestasi pada

perusahaan yang melakukan IPO di

pasar modal sebaiknya harus benar-

benar teliti dalam menganalisa saham

sehingga mendapatkan keuntungan

sesuai dengan yang diharapkan. Hal

ini dapat dilakukan dengan

menggunakan beberapa alat analisa

yang dapat dipakai seperti

menggunakan faktor yang terbukti

mempengaruhi tingkat underpricing

secara signifikan dalam penelitian ini

dalam hal ini adalah Return On

Equity (ROE) yang dapat dijadikan

sebagai pertimbangan sebelum

berinvestasi. Selain itu investor harus

dapat memanfaatkan informasi-

informasi yang ada di Bursa Efek

Indonesia maupun di luar, sehingga

dapat menganalisa setiap perubahan-

perubahan yang terjadi baik faktor

eksternal maupun internal agar

nantinya dalam memprediksi harga

saham lebih akurat dan bisa

meminimalisir asimetri informasi

yang dialami oleh investor.

Page 15: Artikel Ilmiah [Agasi Dwi Pradana - C1B008067]

14

DAFTAR PUSTAKA

Arifin, Zaenal. 2010. Potret IPO di Bursa

Efek Indonesia. Jurnal Siasat Bisnis

Vol. 14, No. 1, April 2010,

Halaman : 89-100.

Beatty, Randolph P. and Jay R. Ritter.

1986. Investment Banking

Reputation, and the Underpricing

of Initial Public Offerings. Jurnal

Of Financial Economics 15 (1986)

213-232, North Holland.

Brigham, Eugene. F and Houston, Joel. F.

2010. Dasar-Dasar Manajemen

Keuangan. Edisi 11. Buku 1.

Salemba Empat. Jakarta.

Hatta, Atika Jauharia dan Eliya Isfaatun.

2010. Analisis Informasi Penentu

Harga Saham Saati Initial public

offering. Jurnal Ekonomi Bisnis

No. 1, Vol, 15, April 2010.

Martani, Dwi dan Chastina yolana. 2005.

Variabel -Variabel yang

Mempengaruhi Fenomena

Underpricing pada Penawaran

Saham Perdana di BEJ tahun 1994 -

2001. Simposium Nasional

Akuntansi VIII Solo, 15-16

September 2005.

Sulistio, Helen. 2005. “Pengaruh

Informasi Akuntansi dan Non

Akuntansi terhadap Initial Return:

Studi Pada Perusahaan yang

Melakukan Initial public offering di

Bursa Efek Jakarta”. Simposium

Nasional Akuntansi VIII. IAI.

September.

Suliyanto. 2008. Teknik Proyeksi Bisnis :

Teori dan Aplikasi dengan

Microsoft Excel. Penerbit ANDI.

Yogyakarta.

Trisnaningsih, Sri. 2005. Analisis Faktor

- Faktor Yang Mempengaruhi

Tingkat Underpricing Pada

Perusahaan Yang Go Public di

Bursa Efek Jakarta. Jurnal

Akuntansi dan Keuangan. vol. 4 no.

2. Universitas Pembangunan

Veteran (UPN) ”Veteran”

Surabaya. 195-210.

Wijayanto, Adhi. 2009. Analisis

Pengaruh ROA, EPS, Financial

LEverage, Proceed terhedap initial

retunr (Studi Terhadap Perusahaan

Non Keuangan yang Melakukan

IPO di Bursa Efek Indonesia

Periode Tahun 200-2006).

Dinamika Manajemen, Vol. 1, No.

1, Nopember 2009.

www.idx.co.id