Artikel Hukum 99

download Artikel Hukum 99

of 13

description

hukum

Transcript of Artikel Hukum 99

  • 1

    ITSBAT NIKAH

    TERHADAP NIKAH DI BAWAH UMUR Oleh : Drs.H.SUMASNO.SH.M.Hum.

    HAKIM TINGGI BANJARMASIN

    POKOK MASALAH .

    Pengesahan nikah atau yang populer disebut Itsbat Nikah adalah satu

    diantara 22 macam perkara di lingkup bidang Perkawinan yang menjadi kompetensi

    absolut Pengadilan Agama yang dibuat atas dasar adanya perkawinan yang

    dilangsungkan berdasar atas hukum Agama ( Islam ) dan tidak di catatkan pada /

    tidak tercatat oleh Pegawai Pencatat Nikah yang berwenang yang dilangsungkan (

    terjadi ) sebelum berlakunya Undang Undang nomor 1 tahun 1974 atau sebagaimana

    diatur oleh pasal 7 ayat ( 3 ) Kompilasi Hukum Islam di Indonesia.

    Pasal 7 ayat ( 1 ) Undang Undang nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan

    telah menegaskan bahwa batas umur calon mempelai pria minimal 19 tahun dan

    calon mempelai wanita minimal 16 tahun . Apabila salah satu atau keduanya belum

    mencapai batas umur minimal tersebut maka harus diajukan permohonan Dispensasi

    kawin di Pengadilan Agama.

    Pasal 2 ayat ( 2 ) Undang undang nomor 1 tahun 1974 menegaskan bahwa

    setiap perkawinan harus di catat menurut peraturan perundang undangan yang

    berlaku . Sekalipun pencatatan bukan merupakan unsur sahnya perkawinan , akan

    tetapi pencatatan adalah keharusan demi adanya kepastian hukum , dan untuk

    dapat diperolehnya bukti berupa kutipan akte nikah sebagai pegangan otentik bagi

    suami dan istri tentang adanya perkawinan dimaksud.

    Survey membuktikan bahwa permohonan itsbat nikah yang masuk di

    Pengadilan Agama ( khususnya Pengadilan Agama Bondowoso yang merupakan

    daerah pinggiran yang masyarakatnya ber SDM rendah sehingga menjadi

    terpinggir kan ) mayoritas adalah perkawinan yang dilaksanakan setelah lahirnya

    Undang undang nomor 1 tahun 1974 , bahkan tergolong nikah yang masih baru

    yang karena satu dan faktor lain , mereka menikah menurut hukum Agama ( Islam ) ,

    tidak di bawah pengawasan Pegawai Pencatat Nikah ( di istilah kan nikah sirri )

    tidak di catatkan pada register nikah KUA setempat , sehingga mereka tidak

    mempunyai pegangan / bukti surat / buku nikah yang sah. Bahkan diketahui bahwa

    ternyata pada saat akad nikah setelah di hitung hitung , salah satu mempelai (

  • 2

    suami atau istri ) atau mungkin juga kedua duanya masih dibawah batas minimal

    usia untuk nikah . Artinya bahwa dalam pelaksanaan pernikahan dimaksud setidak

    tidaknya ada dua pelanggaran atas undang undang Perkawinan , yaitu:

    1. Menikah tetapi tidak dibawah Pengawasan PPN dan tidak di catatkan.

    2. Pada saat pernikahan calon mempelai ada yang masih dibawah umur .

    Terhadap perkawinan yang demikian halnya , apakah dapat di itsbat kan. ?

    Itulah yang akan penulis uraikan dalam pokok bahasan makalah ini.

    URAIAN MASALAH

    1 . Perkawinan dan tujuanya.

    Perkawinan adalah ikatan lahir bathin antara seorang pria dengan seorang wanita

    sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga ( rumah tangga ) yang

    bahagia dan kekal berdasarkan Ke Tuhanan Yang Maha Esa ( pasal 1 U U no. 1

    tahun 1974 )

    Perkawinan menurut hukum Islam adalah pernikahan : yaitu akad yang sangat

    kuat atau Miitsaaqon Gholiidhon untuk mentaati perintah Allah dan

    melaksanakanya merupakan Ibadah.

    Perkawinan bertujuan untuk membentuk keluarga ( rumah tangga ) yang bahagia

    dan kekal , yang dalam KHI disebutkan pula bahwa perkawinan bertujuan untuk

    mewujudkan kehidupan rumah tangga yang sakinah . mawaddah , dan

    rahmah.Untuk itu suami istri harus saling membantu dan melengkapi , agar

    masing masing dapat mengembangkan kepribadianya , membantu dan mencapai

    kesejahteraan spirituil dan materiil

    Tujuan perkawinan dimaksud bukan hanya untuk kebahagiaan / kesejahteraan

    suami / istri tetapi juga untuk generasi yang lahir dikemudian hari yaitu anak

    anak mereka . oleh karena itu setiap perkawinan harus di catatkan menurut

    peraturan perundang undangan yang berlaku , untuk memberikan jaminan hidup

    dan kehidupan para keluarga , untuk kepastian hukum , untuk dapat diperolehnya

    bukti adanya perkawinan yaitu kutipan ( buku ) akte nikah yang sah.

    2.. Beberapa prinsip dalam Undang Undang Perkawinan .

    Dalam Undang undang perkawinan terdapat beberapa asas atau prinsip demi

    tercapainya cita cita luhur dari perkawinan itu sendiri. Juga diharapkan agar

    pelaksanaan perkawinan dapat berjalan dengan lebih sempurna lagi dimasa masa

    mendatang , dan beberapa prinsip tersebut adalah :

  • 3

    1.Asas sukarela .

    2.Partisipasi keluarga.

    3.Perceraian di persulit .

    4. Poligami dibatasi secara ketat.

    5. Kematangan calon mempelai .

    6. Memperbaiki derajat kaum wanita.

    Dari ke enam prinsip tersebut , maka prinsip ke 5 adalah : Kematangan calon

    mempelai , yang maksudnya bahwa calon suami istri harus telah matang

    jasmani dan rohaninya untuk melangsungkan perkawinan agar supaya dapat

    mencapai tujuan luhur dari perkawinan tersebut. dan mendapat keturunan

    yang baik dan sehat. Oleh karena itu sedapat mungkin harus di cegah

    adanya perkawinan dibawah umur .

    Kematangan calon mempelai adalah erat sekali dengan tolok ukur berapa

    batas usia perkawinan yang ideal bagi calon mempelai. ? Usia perkawinan adalah

    usia yang dianggap cocok secara fisik dan mental untuk melangsungtkan perkawinan.

    Hal tersebut secara tegas telah tercermin dalam tujuan perkawinan yang

    dapat kita rumuskan , bahwa :

    = Perkawinan adalah proses menghalal kan hubungan biologis untuk

    memenuhi tuntutan hajat fitrah manusiawi .

    = Perkawinan mewujudkan terbentuknya keluarga dengan dasar cinta dan

    kasih.

    = Perkawinan merupakan jalan untuk medapatkan keturunan yang sah .

    = Perkawinan sebagai dasar untuk kesungguhan dalam berusaha , mencari

    rizki dan penghidupan yang halal , dan memperbesar rasa tanggung jawab.

    Konsekwensi logis dari tujuan perkawinan tersebut maka calon mempelai

    harus memiliki kematangan jasmani dan rohani sebelum masuk dunia perkawinan

    Karena nya batas umur yang ditetapkan oleh undang undang ( pasal 7 ayat (1)

    UU nomor 1 tahun 1974 ) adalah bertujuan demi kebahagiaan , keamanan dan

    kesejahteraan suami istri itu sendiri.

    Akan tetapi dalam keadaan yang sangat memaksa ( darurat ) bahwa

    perkawinan dibawah umur tersebut di mungkinkan terjadi , setelah memperoleh

    putusan / penetapan Dispensasi kawin dari Pengadilan Agama ( pasal 7 ayat (2) UU

    nomor 1 tahun 1974 ).

    3.. Dispensasi Kawin , pelanggaran dan sanksi hukumnya .

  • 4

    Pasal 7 ayat (1) dan (2) UU Perkawinan menyebutkan bahwa :

    (1) Perkawinan hanya di ijinkan jika pihak pria sudah mencapai umur 19 tahun

    dan pihak wanita sudah mencapai umur 16 tahun .

    (2) Dalam hal penyimpangan terhadap ayat (1) pasal ini dapat meminta

    dispensasi kawin kepada Pengadilan atau pejabat lain yang di tunjuk oleh

    kedua kedua orang tua pihak pria maupun pihak wanita .

    Calon suami istri yang belum mencapai usia 19 tahun bagi pria dan 16 tahun

    bagi wanita yang ingin melangsungkan perkawinan maka orang tua nya , dan /

    atau yang bersangkutan sendiri harus mengajukan permohonan dispensasi kawin

    kepada Pengadilan Agama dengan tata cara dan prosedur sebagaimana telah diatur

    dan ditetapkan oleh Undang undang.

    Atas permohonan dispensasi tersebut , Pengadilan Agama setelah memeriksa

    dan mempertimbangkan segala hal yang berkaitan , dapat mengijinkan ( memberi

    dispensasi kawin ) dan / atau menolak permohonan dimaksud .

    Penyimpangan terhadap pasal 7 ayat 1 dan 2 UU nomor 1 tahun 1974 adalah

    termasuk sebagai delict pelanggaran yang ketentuan ( sanksi ) hukumanya adalah

    sebagai berikut :

    = bagi mempelai yang melanggar pasal tersebut sanksi hukumanya adalah

    berupa denda uang sebesar Rp. 7500; ( tujuh ribu lima ratus rupiah ).

    = bagi Pegawai Pencatat Nikah yang melanggar pasal tersebut sanksi

    hukumanya adalah hukuman kurungan selama lamanya 3 bulan atau

    denda setinggi tingginya Rp.7500; ( tujuh ribu lima ratus rupiah ).

    Dalam era modern yang global ini uang denda sebesar Rp. 7500; sepertinya

    tidak berguna dan tidak sebanding dengan nilai atas pelanggaran aturan perundang

    undangan tentang Perkawinan.

    4. Sah nya perkawinan dan fungsi pencatatan .

    Perkawinan adalah sah apabila dilakukan menurut hukum masing masing

    Agamanya dan kepercayaanya itu.( pasal 2 ayat 1 UU Perkawinan ).

    Perkawinan adalah sah apabila dilakukan menurut hukum Islam sesuai

    dengan pasal 2 ayat 1 UU nomor 1 tahun 1974. ( pasal 4 Kompilasi Hukum Islam )

    Oleh sebab itu sah tidaknya perkawinan adalah semata mata ditentukan oleh

    hukum Agama , sebaliknya bahwa perkawinan yang bertentangan dengan hukum

    Agama menjadikan tidak sah nya perkawinan dimaksud. Hal tersebut selaras dengan

    ketentuan pasal 29 ayat ( 2 ) U U D.1945 yang menyatakan bahwa Negara menjamin

  • 5

    kemerdekaan tiap tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing masing dan

    untuk beribadat menurut Agamanya dan kepercayaanya itu.

    Sedangkan mengenai Sah nya perkawinan , atau syarat dan rukun nya

    perkawinan adalah dapat kita lihat dalam Kompilasi Hukum Islam pada pasal 14

    sampai dengan pasal 38.

    Sebagaimana diatas telah disebutkan bahwa setiap perkawinan harus dicatat

    menurut peraturan perundang undangan yang berlaku, lalu timbul pertanyaan :

    apakah pencatatan tersebut merupakan faktor yang menentukan sah nya perkawinan ?

    tentu jawabanya adalah TIDAK. Karena pencatatan hanyalah tindakan

    administratip , penacatatan juga berfungsi sebagai catatan / akte resmi yang dapat

    dipergunakan sebagai bukti otentik tentang adanya pernikahan ., karena nya

    pencatatan merupakan suatu keharusan .

    Dasar berlakunya hukum bahwa pernikahan harus di catatkan adalah :

    = Undang undang nomor 22 tahun 1946 tentang Pencatatan Nikah,Talak dan Rujuk

    = Undang undang nomor 32 tahun 1954 tentang berlakunya UU nomor 22 tahun

    1946 bagi seluruh penduduk luar jawa dan madura .

    = Undang undang nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan dan Peraturan Pemerintah

    nomor 9 tahun 1975 serta Kompilasi Hukum Islam di Indonesia.

    = Serta ( terakhir ) Peraturan Menteri Agama RI nomor 11 tahun 2007 tentang

    Pencatatan Nikah.

    Pencatatan perkawinan adalah upaya untuk menjamin ketertiban hukum

    perkawinan bagi masyarakat Islam, sebagai instrumen kepastian hukum , sebagai alat

    dan sarana kemudahan hukum, sebagai bukti otentik adanya perkawinan yang sah,

    bahkan pencatatan perkawinan adalah sebagai bentuk intervensi Pemerintah untuk

    mengatur, melindungi, dan menjamin terpenuhinya hak hak sosial warga negara

    khususnya masyarakat Islam, serta anak anak yang lahir dari perkawinan mereka.

    Sebab tanpa campur tangan Pemerintah / Pengadilan maka perkawinan tersebut tidak

    ada kepastian hukumnya, tidak mengikat , dan tidak mempunyai akibat hukum .

    Terpenuhinya hak hak sosial akan melahirkan tertib sosial sehingga akan

    tercipta keselarasan keserasian hidup bermasyarakat .

    Untuk memenuhi berbagai tujuan utama tersebut maka setiap perkawinan

    harus dilaksanakan di hadapan , dan/ atau dibawah pengawasan Pegawai Pencatat

    Nikah.

  • 6

    Sebab perkawinan yang dilaksanakan diluar pengawasan Pegawai Pencatat

    Nikah adalah tidak mempunyai kekuatan hukum, karena adanya perkawinan hanya

    dapat di buktikan dengan adanya kutipan akte nikah ( buku nikah ) yang sah yang

    dikeluarkan oleh P P N yang berwenang.

    5.. Itsbat Nikah adalah Solusinya.

    Itsbat Nikah berasal dari bahasa Arab yaitu Itsbat dan Nikah .

    Itsbat berarti : penetapan , pengukuhan , peng iya an

    Itsbat nikah adalah penetapan tentang kebenaran ( keabsahan ) nikah , atau

    pengesahan atas perkawinan yang telah dilangsungkan menurut syariat Islam akan

    tetapi tidak dibawah pengawasan Pegawai Pencatat Nikah , tidak di catatkan , dan

    tidak tercatat pada register nikah Kaantor Urusan Agama setempat,

    Permohonan itsbat nikah bisa berbentuk voluntaire dan bisa berbentuk

    contentiousa adalah tergantung pada kondisi dan kasus posisi nya . dan dapat

    diajukan oleh : suami / istri ,anak anak mereka , wali nikah , dan fihak lain yang

    berkepentingan dengan perkara ini, serta Pejabat yang berwenang dan dibenarkan

    menurut undang undang.

    Alasan diajukanya permohonan Itsbat Nikah adalah sebagai berikut :

    1. Adanya perkawinan dalam rangka penyelesaian perceraian.

    2. Hilangnya akta nikah.

    3. Adanya keraguan tantang sah atau tidaknya salah satu syarat perkawinan

    4. Adanya perkawinan yang terjadi sebelum berlakunya Undang Undang

    nomor 1 tahun 1974.

    5. Perkawinan yang dialkukan oleh mereka yang tidak mempunyai halangan

    perkawinan menurut U U nomor 1 tahun 1974.

    Akan tetapi pada masa masa sekarang ini ( khususnya di wilayah PA

    Bondowoso ) bahwa itsbat nikah yang diajukan pada umumnya adalah atas

    perkawinan yang dilaksanakan pasca Undang Undang nomor 1 tahun 1974 tentang

    Perkawinan dengan berbagai sebab dan alasan

    Penyimpangan dari ketentuan tersebut ( penjelasan pasal 49 huruf B angka

    22 ) UU nomor 7 tahun 1989 ) adalah dengan mengingat bahwa itsbat nikah sangat

    diperlukan oleh masyarakat , maka dengan landasan berijtihad dan mendasarkan

    pada pasal 7 ayat 3 huruf. E . kompilasi HukumIslam serta sepanjang terhadap

    perkawinan tersebut tidak ada larangan dan / atau halangan menurut syariat Islam

  • 7

    adalah layak untuk di itsbatkan / di kabulkan , meskipun kita tahu bahwa Kompilasi

    Hukum Islam ( In Pres . nomor 01 tahun 1991 ) adalah tidak teramasuk hirarchi

    peraturan perundang undangan . Sebaliknya bahwa dengan itsbat nikah maka akan

    semakin memberikan kemaslahatan , kepastian hukum bagi status diri suami istri ,

    status anak anak mereka maupun harta perkawinan yang diperolehnya.

    Uraian tersebut diatas adalah berkaitan dengan itsbat nikah yang berlaku pada

    umum nya . Akan tetapi yang menjadi pokok pertanyaan dalam makalah ini adalah :

    Bagaimana jika perkawinan tersebut dilaksanakan pasca Undang undang

    nomor 1 tahun 1974 dan pada saat akad nikah calon mempelai belum

    genap berumur 19 tahun bagi pria dan 16 tahun bagi wanita . tanpa ada

    nya putusan / penetapan dispensasi kawin dari Pengadilan Agama.

    ITSBAT NIKAH terhadap PERKAWINAN DI BAWAH UMUR

    Pembahasan atas judul bab pada makalah ini maka langkah kongkritnya

    adalah dapat kita susun dari beberapa variabel pertanyaan dibawah ini :

    = Nikah yang bagaimanakah yang di itsbatkan dalam pokok bahasan ini. ?

    Adalah nikah yang dilaksanakan pasca undang undang nomor 1 tahun

    1974 , atau nikah yang dilaksanakan setelah berlakunya undang

    undang nomor 7 tahun 1989 atau setelah berlakunya Kompilasi

    Hukum Islam di Indonesia , termasuk di dalam nya adalah nikah yang

    dilaksanakan tidak dibawah pengawasan Pegawai Pencatat Nikah (

    nikah sirri ) . yang tidak tercatat atau di catatkan pada register nikah

    KUA Kecamatan yang berwenang .

    = Pertanyaan pertama diatas , dapat lebih di persempit lagi , apakah nikah yang

    tidak di catat kan itu sah menurut hukum Agama , maka jawabanya adalah :

    SAH sepanjang telah memenuhi syarat dan rukun nya nikah serta tidak ada

    larangan / halangan denganya . Tetapi jika ditanyakan apakah nikah sirri itu SAH

    menurut undang undang ( Konstitusi ) .?

    Prof.DR. Mahfud.MD menyatakan bahwa Nikah sirri tidak melanggar

    konstitusi karena di jalankan berdasar akidah Agama yang dilindungi

    oleh undang undang dasar 1945.

    Prof.DR Bagir Manan menyimpulkan bahwa pencatatan perkawinan

    adalah suatu yang penting saja untuk dilakukan . Oleh karena itu tidak

    mengurangi ke absahan perkawinan itu sendiri.

  • 8

    DR. Harifin Tumpa. Mengatakan bahwa : Kalau perkawinan yang

    tidak di catatkan itu merupakan gejala umum masyarakat dan di

    dasarkan atas itikad baik atau ada faktor darurat , maka Hakim

    harus mempertimbangkanya .

    ( di kutip dari Beberapa permasalahan hukum dilingkungan ULDILAG

    hasil Rakernas MA.RI dengan jajaran Pengadilan tingkat banding dari

    empat lingkungan Peradilan tahun 2009 ).

    = Bagaimana penafsiran pasal 2 ayat (1) UU nomor 1 tahun 1974 juncto pasal 4

    Kompilasi Hukum Islam di Indonesia. ?

    Perkawinan yang sah menurut hukum Agama maka sah pula menurut

    undang undang , sebaliknya bahwa perkawinan yang tidak sah

    menurut hukum Agama maka tidak sah pula menurut undang undang .

    = Perkawinan yang sah menurut hukum Agama adalah sah pula menurut undang

    undang , apakah akan lahir pula akibat hukum dari perkawinan tersebut ?

    Perkawinan yang sah tentu mempunyai akibat hukum.

    Perkawinan yang sah tentu harus mendapatkan perlindungan hukum .

    = Perlindungan hukum yang bagaimana .?

    Adalah dapat di itsbatkan = demi terwujudnya maksud pasal 5

    Kompilasi Hukum Islam di Indonesia.

    = Apa dasar hukumnya bahwa perkawinan yang tidak tercatat dan tidak di catatkan

    itu harus pula mendapatkan perlindungan hukum .?

    Adalah pasal 27 ayat ( 1 ) . U U D . 1945 yang mengatakan :

    Segala warga negara bersamaan kedudukanya di dalam hukum dan

    pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu

    dengan tidak ada kecualinya.

    Pasal 28 ayat (1) huruf (d) UUD 1945 yang mengatakan :

    Setiap orang berhak atas pengakuan , jaminan , perlindungan , dan

    kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan

    hukum .

    7.. Atas dasar konsep persamaan hak dan kedudukan tersebut diatas , apakah cukup

    alasan bagi Kompilasi Hukum Islam yang membatasi pengajuan permohonan

    itsbat nikah hanya karena alasan alasan sebagaimana tersebut pada pasal 7 ayat (3)

    Pertama :

  • 9

    Kompilasi Hukum Islam tidak memberikan penjelasan yang memadai

    terhadap pembatasan pengajuan itsbat nikah . Akan tetapi bila di

    analisa bahwa tujuan itsbat nikah adalah untuk dapat dibuktikan

    adanya perkawinan yang sah . Sedangkan perkawinan yang sah

    tersebut adalah perkawinan yang dapat di buktikan adanya kutipan akte

    nikah , karenanya itsbat nikah adalah jalan / cara untuk mencatatkan

    perkawinan demi terjamin nya ketertiban perkawinan bagi

    masyarakat pencari keadilan yang beragama Islam. Sebagaimana

    dimaksud pada pasal 5 Kompilasi Hukum Islam .

    Ke dua :

    Ketentuan pada pasal 7 ayat (3) Kompilasi Hukum Islam yang

    membatasi alasan alasan permohonan itsbat nikah adalah tidak

    rasional , tidak logis , dan bertentangan dengan pasal 27 ayat (1) dan

    pasal 28 huruf D ayat (1) UUD.1945 karena akan melahirkan

    ketidak adilan dan penderitaan pihak lain yang berkepentingan ( anak

    anak meraka ) .

    = Perkawinan yang tidak tercatat / tidak di catatkan ( nikah sirri ) adalah realita di

    masyarakat kita ( utamanya daerah pedalaman dan terpinggirkan ) apa

    penyebabnya .?

    Karena mahalnya biaya nikah .

    Karena sebagai kurban dari fihak yang tidak bertanggung jawab.

    Karena alasan personal yang harus di rahasiakan .

    Karena alasan lain yang kondisional dan kasuistis.

    = Bagaimanaakah sikap Hakim Pengadilan Agama dalam menghadapi kasus

    perkawinan yang tidak di catatkan tersebut .?

    Sudah barang tentu Hakim harus cermat , hati hati dan lebih dalam

    lagi dalam mengkaji dan mempertimbangkan kasus dimaksud.

    Di pertimbangkan situasi dan kondisi sosial setempat.

    Di lihat keadaan daerah darerah tertentu sebelum menyatakan

    perkawinan tersebut sah atau tidak menurut hukum Agama ( Islam ).

    Apalagi masih dijumpai penafsiran yang berbeda atas pasal 2 ayat ( 1 )

    dan ( 2 ) UU nomor .1 tahun 1974.

    = Berapa usia ideal untuk menikah ?

  • 10

    Menurut pasal 7 UU nomor 1 tahun 1974 adalah 19 tahun bagi laki

    laki dan 16 tahun bagi wanita.

    Menurut syariat Islam bahwa usia ideal untuk menikah adalah

    sebagai berikut :

    Menurut Sayyid Sabiq bahwa usia nikah adalah mengacu pada Al

    quran surat An Nur ayat 32 bahwa kemampuan untuk menikah

    adalah relatip ditentukan oleh aspek kejiwaan, kebutuhan sosial dan

    ekonomi , karena nya kesiapan mental dan fisik tidak ditentukan oleh

    batas usia tertentu . Kedua calon mempelai harus memiliki

    kematangan psikologis sehingga masing masing mampu memahami

    tanggung jawab dan kewajiban masing masing.

    DR.H. Andi Syamsu Alam dalam bukunya : Usia ideal memasuki

    dunia perkawinan , halaman 60 61 mengatakan bahwa : usia akil

    baligh adalah 25 tahun. Alasanya : usia yang mampu menunjang

    kehidupan rumah tangga . dari aspek sosial keduanya telah

    menyelesaikan studinya , mampu dan mempunyai kemampuan

    intelektual , psikologis , dan respek terhadap kewajiban dan tanggung

    jawabnya baik secara pribadi dan kolektip , dan inilah yang oleh

    penulis buku tersebut di pahami sebagai yang sudah kufu .

    = Apakah perkawinan dibawah umur tersebut melanggar undang undang .?

    Penyimpangan dan pelanggaran pasal 7 ayat (1) UU nomor 1 tahun

    1974 adalah tergolong tindak pidana pelanggaran . ( pasal 45 ayat (2)

    PP nomor 9 tahun 1975 ).

    = Apa akibat hukum atas perkawinan dibawah umur tersebut.?

    Dapat di ajukan permohonan pencegahan perkawinan .

    Terhadap perkawinan dibawah umur tersebut dapat dijatuhi sanksi

    hukuman sebagai berikut :

    Bagi mempelai sanksi hukumanya adalah denda setinggi tingginya

    Rp.7500;

    Bagi Pegawai Pencatat Nikah sanksi hukumanya adalah hukuman

    kurungan selama lamanya 3 bulan atau denda setinggi tingginya

    Rp.7500 ;

    = Perkawinan dibawah umur yang melanggar undang undang dan tergolong sebagai

    tindak pidana pelanggaran , apakah layak untuk di itsbatkan ?

  • 11

    = Penentuan batasan umur dalam perkawinan adalah upaya tegaknya

    prinsip prinsip yang terkandung dalam UU Perkawinan ,khususnya

    prinsip ke 5 yaitu Kematangan calon mempelai.

    = Belum terpenuhinya batasan umur atas suatu perkawinan tidak lah

    dapat dinyatakan bahwa pada perkawinan tersebut terdapat suatu

    larangan , tetapi cukup kita pahami bahwa dalam perkawinan

    tersebut terdapat suatu halangan ( bukan larangan ) dan halangan

    tersebut adalah halangan yang bersifat sementara ( temporer ) dan

    akan terhapus dengan sendirinya dengan berjalanya waktu ( masa ).

    = Dengan mendasarkan pada pasal 28.D ayat (1) UUD.1945 yangt

    mengatakan bahwa setiap orang berhak atas pengakuan , jaminan ,

    perlindungan , dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang

    sama di hadapan hukum.

    = Karenanya perkawinan yang di laksanakan di bawah umur dan tidak

    dibawah pengawasan / tidak di catatkan pada register nikah KUA yang

    berwenang , sepanjang di yakini bahwa perkawinan tersebut telah

    memenuhi syarat dan rukun nikah menurut hukum Agama Islam (

    munakahah ) maka harus di pahami bahwa perkawinan yang sah

    menurut hukum Agama maka sah pula menurut undang undang ,

    sebaliknya bahwa perkawinan yang tidak sah menurut hukum Agama

    maka tidak sah pula menurut undang undang.

    = Karena nya layak dan dapat di itsbatkan .

    = Landasan hukum apa yang mendasari bahwa perkawinan yang masih dibawah

    umur dan tidak di bawah pengawasan PPN / tidak di catatkan pada register

    nikah KUA yang berwenang , dapat di itsbatkan ?

    Adalah berdasar pada alasan hukum tersebut diatas ,utamanya pasal

    28.D ayat (1) di tambah alasan hukum lain bahwa :

    = tipisnya pemahaman nilai Agama bagi masyarakat yang SDM nya

    tergolong rendah .

    = Kasus tersebut adalah realita bagi masyarakat Indonesia.

    = Pencatatan perkawinan hanyalah bersifat administratif ( meskipun

    imperatif ). Dan tidak mengurangi ke absahan perkawinan itu sendiri.

    = Perkawinan dibawah umur dan tidak di catatkan / tidak dibawah

    pengawasan P P N sepanjang di jalankan dan telah memenuhi syarat

  • 12

    dan rukunya nikah menurut hukum Agama ( Islam ) adalah tidak

    melanggar konstitusi.

    = Jika perkawinan di maksud adalah sebagai gejala umum masyarakat

    dan di dasarkan atas itikad baik , maka Hakim Pengadilan Agama

    harus mempertimbangkan dan layak untuk di itsbatkan.

    = Yurisprodensi MA RI nomor 1776. K/Pdt/2007 tanggal 28 juli 2008

    bahwa : PerkawinanTJIA MEI JOENG dengan LIONG TJUNG TJEN

    yang dilakukan secara adat , dan tidak di catatkan pada Catatan sipil

    dipandang tetap sah .

    = Terhadap kasus tersebut diatas , Pemohon itsbat nikah terhadap

    perkawinan di bawah umur harus di nyatakan sebagai Pemohon

    yang beritikad baik karenanya harus mendapatkan perlindungan

    hukum ( di kabulkan permohonan itsbat nikahnya )

    = Patut di renungkan Qoidah fiqhiyyah :

    Al khuruuju minal khilaafi mustahabbun ( mencari jalan keluar

    dari pada masalah yang di perselisihkan antara Ulama , itu adalah

    utama sekali ).

    KESIMPULAN sebagai POKOK PIKIRAN

    1. Perkawinan adalah sah apabila dilakukan menurut hukum Islam sesuai

    dengan pasal 2 ayat (1) undang undang nomor 1 tahun 1974.

    2. Pencatatan perkawinan berfungsi sebagai tindakan administratif yang bersifat

    imperatip, sebagai satu satunya bukti adanya perkawinan , sebagai akte

    otentik dan resmi , berguna dan mengikat untuk suami / istri , untuk pihak ke

    tiga , dan para keturunan mereka.

    3. Penyimpangan dan pelanggaran atas pasal 7 ayat (1) UU nomor 1 tahun 1974

    tentang batas minimal usia nikah adalah delict pelanggaran , ketentuan pada

    pasal tersebut adalah hanya bersifat halangan sementara dan bukan larangan

    menurut hukum.

    4. Perkawinan yang dilaksanakan tidak dibawah pengawasan PPN dan tidak di

    catatkan pada register nikah KUA setempat, serta calon mempelai ( suami

    atau istri ) masih dibawah batas umur menurut pasal 7 ayat (1) UU nomor 1

    tahun 1974 apabila pelaksanaanya telah memenuhi syarat dan rukun nya

  • 13

    nikah menurut hukum Islam , adalah tidak melanggar konstitusi , oleh sebab

    itu dapat di itsbat kan.

    Daftar bacaan :

    = Undang Undang nomor 22 tahun 1946 tentang Pencatatan nikah talak dan rujuk .

    = Undang undang nomor 32 tahun 1954 tentang penetapan berlakunya UU no. 22 tahun 1946 di

    seluruh daerah luar jawa dan Madura.

    = Undang undang nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan .

    = Peraturan Pemerintah nomor 9 tahun 1975 tentang pelaksanaan UU nomor 1 th.1974.

    = Instruksi Presiden nomor1 tahun 1991 tentang Kompilasi Hukum Islam di Indonesia .

    = M. Yahya Harahap. SH, Hukum Perkawinan Nasional , CV. Zahir Medan , 1975 .

    = H. Andi Syamsu Alam , Usia ideal memasuki dunia Perkawinan , CV Kencana Mas , Jakarta , 2005.

    = Beberapa permasalahan hukum di lingkungan Uldilag,hasil rakernas MA RI dengan jajaran

    Pengadilan tingkat banding , di Palembang , 2009 .

    ----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------