artikel 2

download artikel 2

of 10

description

mkmi

Transcript of artikel 2

  • 7

    Jurnal MKMI, Vol 6 No.2, Januari 2011, hal 7-16 Artikel II

    GAMBARAN AKTIFITAS FISIK DAN PENGETAHUAN GIZI TERHADAP ANGKA KEJADIAN SINDROM METABOLIK PADA PASIEN RAWAT

    JALAN POLIKLINIK ENDOKRIN DI RSUD LABUANG BAJI KOTA MAKASSAR TAHUN 2010

    Linda Hairunnisa 1, Nurhaedar Jafar1, Hendrayati 2

    1Bagian Program Studi Ilmu Gizi FKM Unhas 2Politeknik Gizi Daya

    ABSTRACT

    Along with changes in human lifestyle, one of the problems that arise in the

    health sector is the increasing incidence of metabolic syndrome. Metabolic syndrome is a risk factor for cardiovascular disease and diabetes mellitus type II. Metabolic syndrome is a collection of metabolic disorders (obesity, dyslipidemia, hyperglycemia, hypertension, and HDL-C below normal). According to the NCEP ATP III abnormality if found three of the above, then someone said to suffer from metabolic syndrome. This research has aims that is to reveal physical activity and nutrition knowledge on the incidence of metabolic syndrome in patients with endocrine outpatient clinic at the Hospital Labuang Baji Makassar Year 2010. Type of research is survey with cross sectional approach. Sampling was carried out using accidental sampling technique with a sample of 70 persons. Data collected by data acquisition of secondary and primary data. Processing the data using SPSS and presented in tables and narrative. The Result showed that of 70 samples there were 65.70% of the metabolic syndrome and the metabolic syndrome do not suffer as much as 34.30%. A total of 66.70% of the samples that have very light activity and light while not having the metabolic syndrome is as much as 100% activity. Nutrition knowledge in general samples of metabolic syndrome as much as 68.10% which is less and that does not suffer from metabolic syndrome have a good knowledge of nutrition as much as 55.60%. It is suggested to patients to increase physical activity and nutrition knowledge for improved health status protects it from metabolic syndrome. To further researchers are advised to conduct research on the relationship between physical activity and nutrition knowledge on the incidence of metabolic syndrome in patients with endocrine outpatient clinic at the Hospital Labuang Baji Makassar. Key Words : Metabolic Syndrome, Physical Activity and Nutrition Knowledge.

    PENDAHULUAN Seiring dengan perubahan gaya hidup

    manusia, maka salah satu permasalahan yang muncul dalam bidang kesehatan adalah peningkatan kejadian sindrom metabolik. Sindrom metabolik merupakan faktor resiko terjadinya penyakit kardiovaskuler dan diabetes mellitus tipe II. Sindrom metabolik merupakan kumpulan kelainan metabolik (obesitas, dislipidemia, hiperglikemia, hipertensi, dan HDL-C di bawah normal). Menurut NCEP ATP III apabila ditemukan minimal tiga dari kelainan

    di atas, maka seseorang dikatakan menderita sindrom metabolik.

    Menurut Damayanti R. Sjarif, penyebab obesitas (salah satu komponen penyebabsindrom metabolik) 90% adalah faktor-faktor yang dapat diubah seperti aktifitas fisik, pola makan, pengaruh lingkungan, dan cara hidup santai. Sementara hanya 10% faktor yang tidak dapat diubah yaitu gen, sindroma, dan hormon. Komplikasi yang sering timbul pada orang yang mengalami obesitas di antaranya hipertensi, dislipidemia, diabetes, masalah ortopedi,

  • 8

    Jurnal MKMI, Vol 7 No.1, 2011

    gangguan kulit, masalah pernapasan, dan masalah psikologis 1.

    Pada sebuah penelitian prospektif selama 8,2 tahun, dengan 8.175 sampel pria yang mendapat follow-up pada sebuah klinik pengobatan pencegahan di Amerika Serikat menunjukkan bahwa responden yang kurang bugar memiliki resiko yang lebih besar untuk semua penyebab kematian dibandingkan dengan responden yang bugar . Sementara itu, pada penelitian yang dilakukan oleh Wei M et al., dari 1.263 sampel pria yang diabetes, yang difollow-up selama 12 tahun pada Aerobics Center Longitudinal Study, ditemukan bahwa partisipan yang memiliki pola hidup sedentarian memiliki resiko 1,7 kali lebih besar daripada mereka yang aktif secara fisik 2.

    Berdasarkan hasil penelitian Mouloud Agajani Delavar dan kawan-kawan dalam jurnal yang berjudul Physical Activity and Metabolic Syndrome in Middle Aged Women, Babol, Mazandaran Province, Iran menunjukkan bahwa dari 984 wanita yang berumur 30-50 tahun, terdapat korelasi positif antara aktifitas fisik intensitas sedang dengan tekanan darah sistolik (rho = - 0.071, p = 0,029), sementara total aktifitas fisik berkorelasi positif dengan trigliserida (rho = 0,090, p = 0,006) 3.

    Hasil penelitian Jafar3 , menunjukkan bahwa sekitar 53,7% responden kurang beraktifitas fisik, Sementara menurut penelitian yang dilakukan oleh Ansar di RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo pada tahun yang sama, terdapat 79,3% dari 227 responden rawat jalan di poliklinik endokrin yang menderita sindrom metabolik dan dari 79,3% tersebut terdapat 41,7% yang terbiasa tidak melakukan olahraga secara rutin.

    Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh John MF Adam 6 di RS Akademis Jaury Yusuf Makassar menemukan bahwa prevalensi sindrom metabolik sebesar 33,4% dengan total penderita sebanyak 407 orang. Kelompok usia dengan persentase tertinggi yang menderita sindrom metabolik di Kota Makassar adalah 4655 tahun yakni 35,9%. Meskipun demikian usia < 35 tahun yang menderita sindrom metabolik juga banyak yakni sebesar 35,7%. Angka yang ditemukan ini sama dengan yang ada pada negara-negara maju. Hal ini membuktikan bahwa fenomena sindrom metabolik sudah

    meningkat dan dapat menjadi salah satu masalah kesehatan masyarakat 6 .

    Berdasarkan data Riskesdas tahun 2007, prevalensi obesitas sentral sebagai salah satu indikator terjadinya sindrom metabolik untuk tingkat nasional adalah 18,8%. Dari 33 provinsi, 17 diantaranya memiliki prevalensi obesitas sentral di atas angka prevalensi nasional. Salah satu provinsi tersebut adalah provinsi Sulawesi Selatan, dimana prevalensi obesitas sentral adalah 21,4%. Adapun prevalensi obesitas sentral di Kota Makassar adalah 23,8 % 7 .

    Menurut kelompok umur, prevalensi obesitas sentral cenderung meningkat sampai umur 45-54 tahun, selanjutnya berangsur menurun kembali. Prevalensi obesitas sentral pada perempuan (26,8%) lebih tinggi dibanding laki-laki (8,3%). Menurut tipe daerah tampak lebih tinggi di daerah perkotaan (22,4%) dibandingkan daerah pedesaan (16,3%) 7.

    Prevalensi penderita diabetes melitus di Sulawesi Selatan adalah 4,6%. Prevalensi diabetes melitus di Kota Makassar adalah 0,4%. Diketahui bahwa prevalensi DM dan TGT lebih tinggi pada yang mempunyai berat badan lebih dan obesitas, juga pada responden dengan obesitas sentral. Prevalensi hipertensi di Sulawesi Selatan sebesar 5,7%. Prevalensi DM dan TGT lebih tinggi pada kelompok hipertensi dibandingkan dengan yang tidak hipertensi 7 .

    Penelitian Mardiyati di salah satu Puskesmas di DIY tentang pengetahuan diet pasien hipertensi dengan sikap menjalani diet hipertensi, menunjukkan bahwa dari 30 responden terdapat 54,5% yang mempunyai pengetahuan yang kurang 7.

    Dari suatu hasil penelitian yang membandingkan antara diet dan aktifitas ditemukan bahwa aktifitas dapat menurunkan jumlah lemak dan kadar lemak dalam darah. Disamping itu aktifitas dapat meningkatkan kolesterol HDL dan menurunkan trigliserida. Peningkatan aktifitas secara teoritis dihubungkan dengan meningkatnya sirkulasi kolesterol di jantung yang dapat membantu pada saat serangan jantung 8. Pada orang-orang yang sering berolahraga, jumlah pembuluh kolateral (penghubung) dijantung menjadi bertambah banyak sehingga apabila salah satu terhambat, jantung masih mendapat pasokan darah dari pembuluh-pembuluh yang lain.

  • 9

    Jurnal MKMI, Januari 2011, hal 7-16

    Tingkat pengetahuan gizi seseorang berpengaruh terhadap sikap dan perilaku dalam memilih makanan yang menentukan mudah tidaknya seseorang memahami manfaat kandungan gizi dari makanan yang dikonsumsi. Melalui sosialisasi dan penyampaian pesan gizi yang praktis akan membentuk suatu keseimbangan antara gaya hidup yang berpedoman pada gizi seimbang 9. BAHAN DAN METODE Lokasi Penelitian

    Lokasi penelitian dilakukan di Poliklinik Endokrin RSUD Labuang Baji Makassar pada bulan Maret sampai April 2010. Populasi

    Populasi penelitian adalah semua pasien yang berkunjung di Poliklinik Endokrin RSUD Labuang Baji Makassar sebanyak 170 orang yang berkunjung 1 bulan terakhir.

    Sampel

    Sampel dalam penelitian ini adalah pasien rawat jalan yang berkunjung ke bagian Poliklinik Endokrin pada saat penelitian berlangsung dan bersedia untuk diwawancarai yaitu sebanyak 70 orang.

    Instrumen Penelitian

    Instrumen yang digunakan adalah pita pengukur lingkar perut dengan ketelitian 0,1 cm, Kuesioner, Buku rekam medik untuk mendapatkan data pemeriksaan laboratorium pasien, Program computer (SPSS) Metode Mengukur Lingkar Pinggang

    Tentukan titik tengah dari tulang belikat sampai tulang pinggul dengan menggunakan pita pengukur, kemudian tentukan lingkar perut sampel pada titik tengah antara tulang belikat dengan tulang pinggul dengan cara melingkarkan pita. Selanjutnya tentukan lingkar perut sampel. Pengumpulan Data

    Data primer adalah data yang dikumpulkan melalui kuesioner yang meliputi pertanyaan tentang aktifitas fisik, pengetahuan gizi, dan pengukuran lingkar perut. Data sekunder adalah data yang diperoleh melalui buku rekam medik yang meliputi identitas responden, data

    laboratorium (HDL, Trigliserida, dan GDP), tekanan darah, dan gambaran umum lokasi RSUD Labuang Baji Makassar. Pengambilan Sampel

    Teknik pengambilan sampel adalah secara accidental sampling. Mereka yang terpilih sebagai sampel adalah mereka yang datang pada saat penelitian berlangsung.

    Pengolahan dan Penyajian data

    Data yang telah dikumpulkan kemudian diolah secara manual dan dengan menggunakan program Microsoft Excel dan SPSS 12 meliputi entri data, editing, koding. Penyajian data dilakukan dalam bentuk Tabel distribusi dan persentase disertai penjelasannya. HASIL PENELITIAN Karakteristik Umum Responden Tabel 1. Distribusi Angka Kejadian Sindrom

    Metabolik pada Pasien Rawat Jalan di RSUD Labuang Baji Makassar Tahun 2010

    Sindrom Metabolik n % Ya 46 65,70

    Tidak 24 34,30 Total 70 100,00

    Sumber : Data Primer, 2010

    Berdasarkan hasil penelitian ini (lihat Tabel 1) diketahui bahwa penderita sindrom metabolik pada pasien rawat jalan di Poliklinik Endokrin RSUD Labuang Baji Makassar Tahun 2010 adalah sebanyak 65,70%. Jadi dapat dijelaskan bahwa lebih dari sebagian besar pasien yang berkunjung adalah pasien dengan sindrom metabolik. Kaitan antara kejadian sindrom metabolik dengan berbagai variabel sosial yang meliputi jenis kelamin, pekerjaan dan pendidikan sebagaimana terlihat pada Tabel 2.

    Berdasarkan Tabel 2, dapat dilihat bahwa berdasarkan kelompok umur, sindrom metabolik sebagian besar diderita pada kelompok umur 60-69 tahun, yaitu sebesar 77,42% dan umur termuda adalah 30 dan 39 tahun yang tidak menderita sindrom metabolik sebesar 100,00%. Persentase sindrom metabolik tertinggi diderita sampel yang berjenis kelamin laki-laki, yaitu sebesar 67,80%, sedangkan berdasarkan jenis pekerjaan, penderita

  • 10

    Jurnal MKMI, Vol 7 No.1, 2011

    sindrom metabolik tertinggi adalah pedagang yaitu 100,00. Untuk tingkat pendidikan, sebagian besar

    sampel yang menderita sindrom metabolik berlatar pendidikan SD, yaitu 75,00%.

    Tabel 2. Distribusi Angka Kejadian Sindrom Metabolik Menurut

    Karakteristik Responden di RSUD Labuang Baji Makassar Tahun 2010

    Karakteristik Sindrom Metabolik

    n % Ya Tidak n % n %

    Kelompok Umur (Thn)

    < 40 40 49 50 59 60 69 70

    0 6 8 24 8

    0

    46,20 61,50 77,40 72,70

    2 7 5 7 3

    100,00 53,80 38,50 22,60 27,30

    2 13 13 31 11

    2,80 18,60 18,60 44,30 15,70

    Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan

    19 27

    67,80 64,30

    9 15

    32,20 35,70

    28 42

    40,00 60,00

    Jenis Pekerjaan PNS Pegawai Swasta Pedagang IRT Pensiunan Lainnya

    3 1 1 15 24 2

    30,00 20,00 100,00 68,20 82,70 66,67

    7 4 0 7 5 1

    70,00 80,00 0,00 31,80 17,30 33,33

    10 5 1 22 29 3

    14,30 7,14 1,43 31,43 41,42 4,28

    Tingkat Pendidikan Tidak Sekolah SD SMP SMA Perguruan Tinggi

    0 12 6 10 18

    0,00 75,00 66,67 58,82 66,67

    1 4 3 7 9

    100,00 25,00 33,33 41,18 33,33

    1 16 9 17 27

    1,43 22,85 12,86 24,29 38,57

    Sumber : Data Primer, 2010

    Deskriptif Variabel Penelitian Berdasarkan Tabel 4 terlihat bahwa dari 54

    dengan obesitas sentral, ditemukan 77,80% menderita sindrom metabolik. Sedangkan responden yang tidak menderita sindrom metabolik dan tidak mengalami obesitas sentral sebesar 75,00%. Jika membandingkan penderita sindrom metabolik dengan obesitas sentral, dari Tabel tersebut dapat diketahui bahwa sebagian besar sampel yang menderita sindrom metabolik juga mengalami obesitas sentral. Gambaran Pemeriksaan Profil Lipid

    Berdasarkan Tabel 4, sebagian besar sampel dengan sindrom metabolik mempunyai hasil pemeriksaan profil lipid yang tidak normal, baik HDL maupun trigliserida.

    Gambaran Pemeriksaan Profil Lipid , GDP, dan Obesitas Sentral

    Distribusi kejadian obesitas sentral menurut hasil pemeriksaan profil lipid (trigliserida dan HDL) dan GDP dapat dilihat pada Tabel 3 pada lampiran. Berdasarkan Tabel 3, terlihat bahwa sebagian besar sampel yang mengalami obesitas sentral mempunyai hasil pemeriksaan profil lipid (trigliserida dan HDL) dan GDP yang tidak normal. Gambaran Pemeriksaan Glukosa Darah Puasa

    Dari Tabel 4 terlihat bahwa terdapat 68,75% sampel yang mengalami sindrom metabolik mempunyai hasil pemeriksaan Glukosa Darah Puasa yang tidak normal sedangkan untuk sampel yang tidak mengalami sindrom metabolik yang mempunyai GDP normal yaitu sebesar 66,67% .

  • 11

    Jurnal MKMI, Januari 2011, hal 7-16

    Tabel 3. Distribusi Angka Kejadian Obesitas Sentral Menurut Hasil Pemeriksaan Profil Lipid dan GDP pada Pasien Rawat Jalan di RSUD Labuang Baji Makassar Tahun 2010

    Profil Lipid dan GDP

    Status Gizi n % Obesitas Sentral Non Obesitas

    n % n % Trigliserida Tidak Normal 30 88,23 4 11,77 34 48,57 Normal 24 66,67 12 33,33 36 51,43 HDL Tidak Normal 31 88,57 4 11,43 35 50,00 Normal 23 65,71 12 34,29 35 50,00 GDP Tidak Normal 49 76,56 15 23,44 64 91,43 Normal 5 83,33 1 16,67 6 8,57

    Sumber: Data Primer, 2010 Tabel 4. Distribusi Angka Kejadian Sindrom Metabolik Menurut Status Gizi (Lpi)

    pada Pasien Rawat Jalan di RSUD Labuang Baji Makassar Tahun 2010

    Variabel Sindrom Metabolik

    N % Ya Tidak n % n %

    Status Gizi Lingkar Pinggang Obesitas sentral 42 77,8 12 22,2 54 77,14 Tidak obesitas 4 25 12 75 16 22,86 Total 46 65,7 24 34,3 70 100

    Profil Lipid Trigliserida Tidak Normal 34 100 0 0 34 48,57 Normal 12 33,33 24 66,67 36 51,43 HDL Tidak Normal 35 100 0 0 35 50 Normal 11 31,43 24 68,57 35 50

    Glukosa Darah Puasa Tidak Normal 44 68,75 20 31,25 64 91,43 Normal 2 33,33 4 66,67 6 8,57 Tekanan Darah Hipertensi 41 91,11 4 8,89 45 64,28 Normal 5 20 20 80 25 35,72

    Aktifitas Fisik (METs) Sangat ringan 40 66,7 20 33,3 60 85,7 Ringan 6 66,7 3 33,3 9 12,9 Sedang 0 0 1 100 1 1,4 Pengetahuan Gizi secara Umum Kurang 17 65,4 9 34,6 26 37,1 Cukup 25 71,4 10 28,6 35 50 Baik 4 44,4 5 55,6 9 12,9

    Sumber: Data Primer, 2010

  • 12

    Jurnal MKMI, Vol 7 No.1, 2011

    Gambaran Pemeriksaan Tekanan Darah Dari Tabel 4 terlihat bahwa terdapat 91,11%

    sampel yang mengalami sindrom metabolik mempunyai hipertensi.

    Gambaran Pemeriksaan Tekanan Darah dan Obesitas Sentral

    Berdasarkan Tabel 5, dapat dilihat bahwa sebagian besar sampel yang mengalami obesitas sentral mempunyai hipertensi 86,67% dan yang tidak mengalami obesitas sentral mempunyai

    tekanan darah yang normal yaitu sebesar 40,00%. Gambaran Aktifitas Fisik dengan Metode METs

    Dari Tabel 4, terlihat bahwa 66,70% sampel sindrom metabolik mempunyai aktifitas fisik sangat ringan dan ringan, masing-masing sebesar 66,70%. Sedangkan yang tidak mengalami sindrom metabolik sebanyak 100,00% yang mempunyai aktifitas sedang.

    Tabel 5. Distribusi Angka Kejadian Sindrom Metabolik Menurut Hasil Pemeriksaan Tekanan Darah dan Obesitas Sentral pada Pasien Rawat Jalan di RSUD Labuang Baji Makassar Tahun 2010

    Hasil Pemeriksaan Tekanan Darah

    Obesitas Sentral n % Ya Tidak

    n % n %

    Hipertensi Normal

    39 15

    86,67 60,00

    6 10

    13,33 40,00

    45 25

    64,28 35,72

    Total 54 77,10 16 22,90 70 100,00 Sumber : Data Primer, 2010

    PEMBAHASAN

    Penelitian ini dilakukan dengan cara pengumpulan data primer dengan menggunakan kuesioner pada sampel yang berjumlah 70 orang. Setelah dilakukan pengolahan dan analisis data maka dibahas sebagai berikut:

    Karakteristik Responden

    Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, bahwa sebagian besar sampel berumur 60-69 tahun yaitu sebesar 77,40%, berjenis kelamin laki-laki yaitu sebesar 67,80%, mempunyai pekerjaan sebagai pedagang sebesar 100,00%, dan mempunyai tingkat pendidikan SD yaitu sebesar 75,00%. Hal ini sejalan dengan penelitian Kim et al 11 bahwa studi di Korea menunjukkan tingkat pendidikan dan pendapatan rendah menjadi penyebab kejadian obesitas terbesar pada kedua jenis kelamin. Menurut Crawford 12 mereka yang biasanya bekerja sebagai petani dengan tingkat aktifitas tinggi telah berubah menjadi pedagang kaki lima dengan aktifitas rendah. Selanjutnya penelitian ini seiring pula dengan penelitian Jafar 4, bahwa bertambahnya umur diikuti dengan berkurangnya aktifitas fisik akan meningkatkan risiko untuk menderita sindrom metabolik. Di

    negara-negara maju, PJK cenderung diderita oleh masyarakat dengan sosial ekonomi rendah. Berdasarkan, Population Attributable Fractions (PAF), pada tahun 1991-1995 di Australia 2-41% risiko PJK dialami oleh populasi dengan sosial ekonomi rendah 13. Prevalensi PJK pada tahun 2004 di Inggris juga lebih tinggi pada golongan sosial ekonomi rendah (British Hearth Foundation). Bertambahnya umur berhubungan dengan peningkatan resistensi pembuluh darah vaskular besar dan kecil pada perempuan 14 . Penelitian Misra, 2001 menunjukkan bahwa kurangnya aktifitas fisik dapat meningkatkan risiko terjadinya obesitas. Dalam penelitian tentang obesitas pada daerah kumuh di India diketahui bahwa masyarakat pedesaan bermigrasi ke kota metropolitan dengan harapan dapat mengubah gaya hidupnya. Di daerah perkotaan akhirnya mereka bermukim di daerah kumuh dan bekerja serabutan. Hal ini menyebabkan perubahan pola makan, terpaparnya stress, dan menurunnya aktifitas fisik, meningkatnya kegiatan merokok dan konsumsi alkohol, dimana gaya hidup tersebut menjadi faktor risiko terjadinya obesitas.

    Hampir 50 juta penduduk Amerika Serikat dan hampir 1 milyar penduduk dunia menderita

  • 13

    Jurnal MKMI, Januari 2011, hal 7-16

    hipertensi. Hubungan hipertensi dengan penyakit kardiovaskuler terus berlangsung, konsisten, dan independen terhadap faktor risiko lainnya. Makin tinggi tekanan darah akan semakin besar kemungkinan untuk sinfark miokard, gagal jantung, strok, dan penyakit ginjal. Untuk individu dengan umur antara 40-70 tahun, setiap kenaikan 20 mmHg tekanan darah sistolik atau 10 mmHg tekanan darah diastolik akan menaikkan risiko 2 kali lipat pada kisaran tekanan darah 115/75 mmHg sampai 185/115 mmHg. Pengukuran Lingkar Pinggang lebih memberi arti dibandingkan IMT dalam menentukan timbunan lemak di dalam rongga perut (obesitas sentral) karena peningkatan timbunan lemak di perut tercermin dari meningkatnya Lingkar Pinggang 14.

    Hasil penelitian Xavier Jouven dkk, pada 7000 polisi di Prancis yang meninggal antara tahun 1967-1984 akibat serangan jantung, menemukan bahwa laki-laki berperut buncit memiliki risiko meninggal lebih cepat. Penelitian tersebut juga mendapati bahwa orang-orang dengan IMT yang tinggi kurang berisiko meninggal dini kecuali mereka yang memiliki lingkar pinggang besar 15. Aktifitas Fisik

    Sebagian besar sampel yang menderita sindrom metabolik maupun yang tidak menderita sindrom metabolik mempunyai aktifitas sangat ringan yaitu masing-masing sebesar 66,70% dan yang tidak menderita sindrom metabolik sebanyak 100,00% yang mempunyai aktifitas sedang. Sampel yang memiliki aktifitas sedang ini berprofesi sebagai tukang becak yang sehari-harinya mengayuh sepeda selama 12 jam Hal ini seiring dengan penelitian Ansar 16 dari 180 responden yang menderita sindrom metabolik terdapat 79,90% yang mempunyai aktifitas yang ringan.

    Aktifitas fisik merupakan hal yang dianjurkan terhadap setiap orang untuk mempertahankan dan meningkatkan kesegaran tubuh. Aktifitas fisik berguna untuk melancarkan peredaran darah dan untuk membakar kalori dalam tubuh. Penelitian oleh Tety S. tahun 2005 menemukan bahwa usia 60-70 mempunyai aktifitas yang tergolong tinggi sedangkan umur > 70 tahun cenderung rendah, sehingga dapat disimpulkan bahwa bertambahnya umur dengan

    aktifitas yang kurang dapat meningkatkan risiko terkena sindrom metabolik.

    Secara alamiah, kondisi kemampuan fisik manusia terutama yang telah tergolong usia lanjut, semakin lama semakin menurun. Laju penurunan kemampuan fisik tersebut berbeda-beda pada setiap usia lanjut. Salah satu faktor yang sangat berperan dalam mempertahankan kondisi fisik adalah olahraga atau melaksanakan kegiatan fisik secara teratur disamping mengkonsumsi makanan yang seimbang.

    Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa sebagian besar responden memiliki intensitas aktifitas yang sangat ringan. Hal ini kemungkinan karena sebagian besar responden adalah mereka yang telah berusia lanjut sehingga mereka sudah tidak mampu lagi melakukan aktifitas yang agak berat. Selain itu sebagian besar responden adalah ibu rumah tangga yang tidak terlalu berat pekerjaannya, apalagi mereka yang memiliki anak yang menggantikan pekerjaan mereka. Dengan bertambahnya umur, tubuh kita akan kurang efisien untuk mengambil oksigen kedalam sistem dan untuk mengangkutnya ke sel. Tetapi latihan fisik yang teratur dapat mengurangi dampak tersebut.

    Olahraga yang paling banyak dilakukan oleh responden berdasarkan hasil penelitian ini adalah jalan pagi. Olahraga jalan pagi tidak terlalu banyak meningkatkan kemampuan fisik dan pembakaran lemak pada tubuh. Oleh karena itu, hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa responden dengan olahraga yang lebih berat ternyata lebih sedikit yang menderita sindrom metabolik.

    Latihan fisik atau olahraga yang dilakukan dengan takaran, durasi, dan frekuensi yang tepat, dianggap dapat memperbaiki profil lemak darah, yaitu menurunkan kadar total kolesterol, LDL, dan trigliserida. Bahkan olahraga dianggap dapat memperbaiki HDL, yaitu suatu jenis kolesterol yang kadarnya sulit dinaikkan.

    Hal ini juga didukung hasil penelitian lain yang menganjurkan olahraga dilakukan sekurang-kurangnya 3 kali seminggu dengan jarak 1 atau 2 hari dan paling banyak 5 kali seminggu. Karena bila dilakukan terlalu sering, misalnya setiap hari, otot tidak mempunyai kesempatan untuk istirahat, sedangkan bila terlalu jarang hasilnya tidak efektif.

  • 14

    Jurnal MKMI, Vol 7 No.1, 2011

    Pengetahuan Gizi Pengetahuan gizi sampel yang menderita

    sindrom metabolik mempunyai pengetahuan gizi yang cukup yaitu 71,40%. Sampel ini mempunyai pengetahuan gizi yang cukup karena telah lama mengalami pengobatan dan edukasi di poliklinik endokrin. Sedangkan responden yang tidak menderita sindrom metabolik mempunyai pengetahuan gizi yang baik sebanyak 55,60%. Semakin banyak pengetahuan gizi seseorang, semakin diperhitungkan jenis dan kwantum makanan yang dipilih untuk dikonsumsinya. Tingkat pengetahuan gizi seseorang berpengaruh terhadap sikap dan perilaku dalam memilih makanan yang menentukan mudah tidaknya seseorang memahami manfaat kandungan gizi dari makanan yang dikonsumsi. Melalui sosialisasi dan penyampaian pesan gizi yang praktis akan membentuk suatu keseimbangan antara gaya hidup yang berpedoman pada gizi seimbang 9.

    Sampel yang menderita sindrom metabolik tidak mengetahui bahwa makan lemak dan minyak tidak perlu banyak yaitu sebesar 81,00%. Hal ini disebabkan karena pola makan sehari-hari mereka didominasi dengan lemak dan minyak di setiap menu hidangan mereka, sebagai penggurih dan penggugah selera makan. Lemak dan minyak yang terdapat di dalam makanan berguna untuk meningkatkan jumlah energi, membantu penyerapan vitamin A, D, E, K, serta menambah lezatnya hidangan. Konsumsi lemak dan minyak paling sedikit 10% dari kebutuhan energy. Seyogyanya menggunakan lemak dan minyak nabati, misalnya minyak kelapa, minyak jagung, minyak kacang atau minyak nabati yang lain. Lemak dan minyak membuat kita mudah merasa kenyang. Mengkonsumsi lemak dan minyak secara berlebihan akan mengurangi konsumsi makanan lain. Akibatnya kebutuhan zat gizi yang lain tidak terpenuhi. Dianjurkan mengkonsumsi lemak dan minyak dalam makanan sehari-hari tidak lebih dari 25% dari kebutuhan energi. Mengkonsumsi lemak hewani yang berlebihan dapat menyebabkan terjadinya penyempitan pembuluh darah arteri dan penyakit jantung koroner 17.

    Sampel yang menderita sindrom metabolik tidak mengetahui bahwa nasi bisa digantikan dengan mie sebesar 82,00%, hal ini disebabkan karena kebiasaan makan nasi sampel sebagai

    penyumbang tenaga terbesar dalam konsumsinya sehari-hari sehingga mereka berasumsi bahwa mie tidak dapat memberi rasa kenyang seperti halnya nasi. Kemudian untuk pengetahuan tentang sumber karbohidrat, sampel penderita sindrom metabolik mempunyai pengetahuan yang kurang, yaitu sebesar 80,00%. Hal ini seiring dengan pernyataan di atas, bahwa sumber karbohidrat utama adalah nasi.

    Sampel penderita sindrom metabolik pada umumnya yang mengetahui bahwa sayur dan buah merupakan sumber vitamin dan mineral yaitu sebesar 67,00%, hal ini disebabkan karena responden ini lebih gemar mengkonsumsi fast food sebab lebih praktis dan mudah dijangkau di saat mereka sedang sibuk dengan kegiatan mereka, dibandingkan makanan yang sehat seperti yang ada pada pedoman gizi seimbang, padahal mereka sebenarnya mengetahui tentang sayur dan buah. Menurut pengetahuan gizi sampel sindrom metabolik tentang sumber vitamin dan mineral, sebesar 68,00% yang mempunyai pengetahuan yang kurang. Hal ini disebabkan karena pertanyaan yang meliputi tentang sumber vitamin dan mineral di dalam kuesioner hanya 2 pertanyaan sehingga, pengetahuan sampel dianggap baik jika dapat menjawab seluruh pertanyaan tersebut.

    Sampel yang menderita sindrom metabolik, sebagian besar tidak mengetahui makan ikan laut sama baiknya dengan tempe yaitu sebesar 73,00%. Hal ini disebabkan karena menurut hasil wawancara dengan responden, bahwa tidak perlu lagi ada tempe atau tahu jika sudah ada daging, ikan atau ayam di dalam susunan hidangan sehari-hari mereka. Tahu dan tempe hanya dijadikan sebagai cemilan. Menurut pengetahuan gizi sampel sindrom metabolik tentang sumber protein dan lemak sebesar 68,00% yang mempunyai pengetahuan yang baik. Hal ini bertentangan dengan pernyataan di atas bahwa tahu dan tempe dijadikan sebagai cemilan karena ada beberapa pertanyaan lain tentang sumber protein dan lemak yang dijawab benar oleh sampel.

    Responden yang menderita sindrom metabolik sebesar 77,00% tidak mengetahui bahwa selalu minum minuman bergula itu tidak baik untuk kesehatan. Hal ini disebabkan karena sebagian besar responden berasumsi bahwa minum minuman bergula (tanpa mengetahui

  • 15

    Jurnal MKMI, Januari 2011, hal 7-16

    kandungan dari minuman tersebut dan kebutuhannya untuk tubuh) dapat meningkatkan energi, padahal kebutuhan gula untuk tubuh seseorang itu berbeda, karena konsumsi gula yang berlebihan dapat menimbulkan penyakit hiperglikemi dan apabila kekurangan dapat menimbulkan hipoglikemi. Menurut pengetahuan gizi sampel sindrom metabolik tentang minuman yang sehat sebesar 68,75% yang mempunyai pengetahuan yang baik. Hal ini bertentangan dengan pernyataan di atas bahwa tahu dan tempe dijadikan sebagai cemilan karena ada beberapa pertanyaan lain tentang minuman yang sehat yang dijawab benar oleh sampel. Kesimpulan

    Dari hasil penelitian ini, dapat disimpulkan bahwa karakteristik penderita sindrom metabolik di RSUD Labuang Baji Makassar adalah sebagai berikut: persentase tertinggi kejadian sindrom metabolik adalah pada usia 60-69 tahun. Sebagian besar penderita sindrom metabolik adalah laki-laki dengan pekerjaan pedagang dengan tingkat pendidikan SD. Sebagian besar

    penderita sindrom metabolik mempunyai aktifitas fisik yang ringan dan sangat ringan sedangkan yang tidak menderita sindrom metabolik di RSUD Labuang Baji Makassar mempunyai aktifitas fisik sedang. Sebagian besar penderita sindrom metabolik mempunyai pengetahuan gizi yang cukup dan yang tidak menderita sindrom metabolik di RSUD Labuang Baji Makassar mempunyai pengetahuan gizi secara umum yang baik. Saran

    Kepada responden penelitian ini disarankan agar memperbanyak aktifitas fisik misalnya jogging, berenang, atau badminton serta meningkatkan pengetahuan gizi dengan tujuan peningkatan derajat kesehatan sehingga terhindar dari sindrom metabolik. Kepada peneliti selanjutnya disarankan untuk melakukan penelitian tentang hubungan antara aktifitas fisik dan pengetahuan gizi terhadap angka kejadian sindrom metabolik pada pasien rawat jalan poliklinik endokrin di RSUD Labuang Baji Makassar.

    DAFTAR PUSTAKA 1. Septiyadi, Egi, 2004. Terapi Obesitas

    dengan Diet. Jakarta : Restu Agung. 2. Pitsavos, C., et al. Diet, Exercise and

    Metabolic Syndrome. The Review of Diabetic Studies, 3 (3), p. 118-126, 2006.

    3. Delavar, dkk, 2008. Physical Activity and the Metabolic Syndrome in Middle Aged Women, Babol, Mazandaran province, Iran. European Journal of Scientific Research.

    4. Jafar. Gaya Hidup dan Sindroma Metabolik pada Status Sosial Ekonomi Rendah dan Tinggi di Daerah Perkotaan Indonesia (Analisis Data Riskesdas 2007), Disertasi tidak diterbitkan, Program Pascasarjana Universitas Hasanuddin : Makassar, 2009.

    5. Adam, J.MF. , 2006. Dislipidemia, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III Edisi IV, Editor oleh : Aro. W Sudoyo, dkk. Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia : Jakarta.

    6. Riskesdas 2007. Laporan Nasional 2007. Badan Penelitian Pengembangan Kesehatan Republik Indonesia : Jakarta, 2007 .

    7. Mardiyati. Hubungan Tingkat Pengetahuan Penderita Hipertensi dengan Sikap

    Menjalani Diet Hipertensi di Puskesmas Ngawen I Kabupaten Gunung Kidul Provinsi DIY. Wordpress.com. Akses 5 Februari 2010, 2006.

    8. Hadju, V, 1997. Diktat Gizi Dasar, Edisi II. Jurusan gizi, Makassar : FKM-UNHAS .

    9. Sediaoetama. 2000. Ilmu Gizi untuk Mahasiswa dan Profesi. Jilid I. Jakarta: Dian Rakyat.

    10. Kim et al. National Prevalence of Obesity : Prevalence of Obesity in Korea. Obesity Review (2005) 6, 117-121.

    11. Crawford, D. Jeffrey, RW et al. 2005. Obesity Prevention and Public Health. New York. Oxford University Press.

    12. Taylor R. et al. Socio economic, Migrant and Geographic Differentials in Coronary Heart Disease Occurrence in New South Wales. Australia and New Zealand. J. of. PH. Vol. 23 1999: Issue 1; p 20-26

    13. Kurbel, S.Possible Links of Age Related Hypertension and Evolution Imposed Features of Hearth and Aorta. Current Aging Science 2008. 1, 166-168.

    14. Gottera, W. Aryana S. dkk, 2006. Hubungan antara Obesitas Sentral dengan Adinopektin

  • 16

    Jurnal MKMI, Vol 7 No.1, 2011

    pada Pasien Geriatri dengan Penyakit Jantung Koroner. J Peny Dalam, Vol 7 : 102 106.

    15. Semiardji, G, 2007. Lingkar Pinggang Barometer Kesehatan Anda. Obes-News. Roche Indonesia.

    16. Ansar. 2009. Hubungan Pola Makan dan Aktivitas Fisik dengan Kejadian Sindrom

    Metabolik Pasien Rawat Jalan di RSUP Wahidin Sudirohusodo Makassar Tahun 2009, Skripsi tidak diterbitkan, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanuddin : Makassar.

    17. Depkes, RI, 1996. 13 Pesan Dasar Gizi Seimbang. Jakarta : Direktorat Bina Gizi Masyarakat