article_pdf_tifoid.pdf
-
Upload
mano-cempaka -
Category
Documents
-
view
32 -
download
3
description
Transcript of article_pdf_tifoid.pdf
1
ABSTRAK
Demam tifoid masih merupakan salah satu masalah kesehatan yang penting
di Indonesia. Penyakit ini merupakan penyakit menular akibat infeksi Salmonella
typhi. Salmonella typhi termasuk famili Enterobacteriaceae (kuman enterik batang
gram negatif) dan bersifat anaerob fakultatif atau aerob, tidak berspora, intraseluler
fakultatif. Respon imun yang paling penting terhadap infeksi bakteri intraseluler
adalah respon imun seluler, yang dilakukan oleh sel polimorfonuklear, sel makrofag,
sel natural killer (sel NK), sel killer (sel K), dan sel T. Makrofag merupakan sel
fagosit mononuklear utama di jaringan dalam proses fagositosis terhadap
mikroorganisme dan kompleks molekul asing lainnya.
Kemampuan makrofag membunuh bakteri tergantung pada senyawa oxygen
dependent (hydrogen peroxide, single oxygen, hydroxyl radikal, myelo peroksidase,
superoxide anion) dan senyawa oxygen independent (lysozyme, lactoferin, defensins,
hydrolytic enzyme, nitric oxide synthase). Pada penggunaan senyawa oxygen
independent oleh makrofag akan dihasilkan nitrit oksida (NO) yang berperan pada
pembunuhan bakteri intraseluser. NO juga mempunyai fungsi lain dalam imunitas
alamiah dan adaptif yaitu memodulasi respon sitokin limfosit dan mengatur
apoptosis sel imun yang terinfeksi.
Salah satu tanaman yang mempunyai efek anti mikroba terhadap Salmonella
typhi adalah Syzygium polyanthum, yang mengandung senyawa minyak atsiri (sitral
dan eugenol), tannin, flavonoid, dan metachavicol. Mekanisme yang ditimbulkan
Syzygium polyanthum terhadap infeksi Salmonella typhi adalah sebagai anti bakteri
dan meningkatkan fagosit.
Minyak atsiri menyebabkan denaturasi protein dinding sel kuman.
Sekuisterpenoid dalam minyak atsiri juga menyebabkan kerusakan membran sel
kuman olah senyawa lipofilik. Tannin menyebabkan denaturasi protein,
menginaktifkan adhesin kuman, menstimulasi sel-sel fagosit. Flavonoid yang bersifat
lipofillik membentuk kompleks dengan protein ekstraseluler dan dengan dinding sel
kuman, serta merusak membran sel kuman.
Dengan efek imunomodulasi, Syzygium polyanthum dapat digunakan untuk
meningkatkan imunitas tubuh terhadap infeksi bakteri intra seluler salah satunya
Salmonella typhi.
Kata Kunci : Syzygium polyanthum, Salmonella typhi, demam tifoid, imunitas seluler,
makrofag
2
PENDAHULUAN
Demam tifoid adalah penyakit sistemik akut akibat infeksi Salmonella typhi.
Demam tifoid masih merupakan salah satu masalah kesehatan yang penting di
Indonesia.1 Penyakit ini merupakan penyakit menular yang dapat menyerang banyak
orang sehingga dapat menimbulkan wabah.2 Di Indonesia, demam tifoid bersifat
endemik. Penderita dewasa muda sering mengalami komplikasi berat berupa
perdarahan dan perforasi usus yang tidak jarang berakhir dengan kematian.3
Oleh karena tingginya angka morbiditas dan mortalitas demam tifoid maka
berbagai pihak berupaya untuk menyelesaikan masalah ini. Saat ini di Indonesia
sedang berkembang paradigma baru dalam bidang kesehatan, yaitu penggunaan
ramuan alami dan obat-obatan tradisional. Tanaman obat sebagai kekayaan alam yang
belum digali dan dikembangkan secara mendalam masih sangat terbuka untuk diteliti
dan dikembangkan unuk menemukan obat yang efektif sebagai anti mikroba
khususnya pada demam tifoid. Penelitian sebelumnya terhadap teh hijau yang
mengandung flavonoid yang merupakan senyawa dari polifenol ternyata mempunyai
efek anti mikroba yang nyata4. Daun salam sebagai salah satu tanaman obat yang
sering digunakan untuk pengobatan tradisional juga mempunyai kandungan
flavonoid. Oleh karena persamaan inilah maka penulis mempunyai hipotesis
menggunakan daun salam sebagai anti mikroba.
3
ISI
A. SYZYGIUM POLYANTHUM
Syzygium polyanthum yang dalam bahasa Indonesia biasa disebut dengan
daun salam, juga mempunyai nama lain Eugenia polyantha atau Eugenia lucidula.
Tanaman ini dapat ditemukan dari dataran rendah sampai pegunungan dengan
ketinggian 1800 dari permukaan laut. Pohon bertajuk rimbun, tinggi mencapai 25
meter, berakar tunggang, batang bulat dan permukaan licin. Daun tunggal yang
letaknya berhadapan dengan mempunyai tangkai yang panjang 0,5-1 cm. Helaian
daun bentuknya lonjong sampai elips atau bundar telur sungsang, ujung meruncing,
pangkal runcing, tepi rata, panjangnya 5-15 cm, lebar 3-8 cm, pertulangan menyirip,
permukaan atas licin berwarna hijau tua, permukaan bawahnya berwarna hijau muda.
Berbagai literatur menyebutkan bahwa Syzygium polyanthum mempunyai
banyak khasiat pengobatan, antara lain untuk mengobati kencing manis, hipertensi,
kolesterol tinggi, gastritis, diare, asam urat, eksim, kudis, dan gatal-gatal.7,8
Dalam
kehidupan sehari-hari biasanya daun salam dipergunakan sebagai bumbu masakan,
tetapi semenjak penggunaan tanaman tradisional sebagai obat semakin marak,
Syzygium polyanthum pun ikut diteliti efeknya terhadap fungsi kekebalan tubuh
manusia. Hal ini berhubungan dengan berbagai macam komponen yang terdapat di
dalam Syzygium polyanthum. Kandungan Syzygium polyanthum antara lain minyak
atsiri, tannin, eugenol dan flavonoid.
4
KOMPONEN-KOMPONEN AKTIF DALAM Syzygium polyanthum
a. Minyak atsiri
Minyak atsiri atau dikenal orang dengan nama minyak ateris atau minyak
terbang (essential oil, volatile) dihasilkan oleh tanaman tertentu. Mekanisme
toksisitas fenol dalam minyak atsiri menyebabkan denaturasi protein pada dinding
sel kuman dengan membentuk struktur tersier protein dengan ikatan nonspesifik
atau ikatan disulfida. Sekuisterpenoid dalam minyak atsiri juga menyebabkan
kerusakan membran sel kuman olah senyawa lipofilik.9
b. Tannin
Tannin menyebabkan denaturasi protein dengan membentuk kompleks
dengan protein melalui kekuatan nonspesifik seperti ikatan hidrogen dan efek
hidrofobik sebagaimana pembentukan ikatan kovalen, menginaktifkan adhesin
kuman (molekul untuk menempel pada sel inang), menstimulasi sel-sel fagosit
yang berperan dalam respon imun selular.9,10
Banyak aktivitas fisiologik manusia, seperti stimulasi sel-sel fagositik, host
mediated tumor activity, dan sejumlah aktivitas anti infektif telah ditetapkan
untuk tannin. Salah satunya aksi molekul mereka adalah membentuk kompleks
dengan protein melalui kekuatan nonspesifik seperti ikatan hidrogen dan efek
hidrofobik sebagaimana pembentukan ikatan kovalen. Cara kerja anti mikroba
mungkin juga berhubungan dengan kemampuan mereka untuk menginaktivasi
adhesin mikroba (molekul untuk menempel pada sel inang) yang terdapat pada
5
permukaan sel, enzim yang terikat pada membran sel, protein transport cell
envelope. Mereka juga membentuk kompleks dengan polisakarida.8
c. Eugenol
Eugenol adalah sebuah senyawa kimia aromatik, berbau, banyak didapat dari
butir cengkeh, sedikit larut dalam air dan larut pada pelarut organik.
d. Flavonoid
Senyawa ini berfungsi sebagai anti inflamasi, anti alergi dan aktifitas anti
kankernya serta antioksidan. Flavonoid telah dipelajari sejak 1948 dan efek
antioksidannya belum ada yang mempertentangkan. Flavonoid yang bersifat
lipofillik membentuk kompleks dengan protein ekstraseluler, dan dengan dinding
sel kuman, serta merusak membran sel kuman.
B. SISTEM IMUN TUBUH
Sistem imun merupakan suatu mekanisme pertahanan tubuh terhadap bahaya
yang dapat ditimbulkan berbagai bahan yang ada di sekitar lingkungan. Bila sistem
imun terpapar pada zat asing, maka ada 2 jenis respon yang mungkin terjadi, yaitu:
1. Respon Imun Non Spesifik
Merupakan respon terhadap suatu konfigurasi zat asing walaupun tubuh
sebelumnya tidak pernah terpapar pada zat tersebut sehingga bila terpapar oleh
partikel yang sama di kemudian hari respon imun tidak meningkat seperti halnya
respon imun spesifik.11,12
6
Komponen-komponen sistem imun non-spesifik terdiri atas:
a. Pertahanan fisis dan mekanis, yaitu berupa kulit, selaput lendir, silia, saluran
nafas, batuk dan bersin dapat mencegah berbagai patogen yang masuk
dalam tubuh.11,12,13
b. Pertahanan biokimia, yaitu bahan yang disekresi mukosa saluran nafas,
kelenjar sebasea kulit, kelenjar kulit, telinga, spermin dalam semen. Juga
asam hidroklorid lambung, lisosim dalam keringat, ludah, air mata dan air
susu dapat berperan sebagai pertahanan tubuh.13
c. Pertahanan humoral, antara lain:
1. Komplemen: mampu mengaktifkan fagosit dan membantu
destruksi bakteri dan parasit dengan jalan opsonisasi. Tetapi
kejadian diatas dapat juga terjadi pada respon imun spesifik.
2. Interferon: suatu glikoprotein yang dilepas sebagai respon terhadap
infeksi virus dan dapat pula mengaktifkan sel NK.
3. C-Reactive Protein (CRP): sebagai opsonin dan dapat
mengaktifkan komplemen pada waktu terjadi infeksi.13
d. Pertahanan seluler
Dalam hal ini sel utama yang berperan adalah sel mononuklear (monosit dan
makrofag) serta sel polimorfonuklear (neutrofil). Zat asing atau antigen
yang tidak spesifik akan dihancurkan dengan proses fagositosis oleh sel-sel
tadi terutama oleh makrofag.13
2. Respon Imun Spesifik
7
Respon ini mempunyai kemampuan untuk mengenal benda yang dianggap
asing bagi dirinya yaitu antigen spesifik yang didasari dengan adanya kemampuan
memori dan specificity. Komponen sistem imunitas spesifik ialah imunitas
humoral (Humoral Mediated Immunity) yang diperankan oleh sel B yang dapat
membentuk antibodi dan imunitas seluler (Cell Mediated Immunity) dibawakan
oleh sel T yang berfungsi mengenal dan menghancurkan sel yang terinfeksi virus,
serta dapat mengaktifkan makrofag dalam proses fagositosis.13
B. 1. Imunitas Terhadap Bakteri Intrasel
Respon imun yang paling penting terhadap bakteri intrasel adalah respon
imun seluler. Imunitas seluler ini terdapat dua tipe reaksi yang saling melengkapi,
yaitu:
a. Reaksi fagosit oleh makrofag diaktivasi oleh IFNγ yang diproduksi sel limfosit T
Bakteri intrasel akan difagosit oleh makrofag. Makrofag memproses fragmen
imunogenik dan menyajikannya dalam bentuk berikatan dengan molekul MHC
kelas I jika Salmonella typhi berada di sitoplasma dan berikatan dengan molekul
MHC kelas II jika berada di ekstraseluler. Sel T akan memproduksi IL-2 untuk
diferensiasi sel T menjadi sel TCD4+ ataupun sel TCD8
+ yang sifatnya sitolitik.
Makrofag akan mengeluarkan IL-12 yang akan membantu diferensiasi sel T
menjadi sel Th1 dimana sel Th1 ini akan menghasilkan sitokin-sitokin seperti
TNFα dan IFNγ untuk mengaktivasi makrofag serta memacu sel NK. Sitokin ini
8
dapat mencegah timbulnya infeksi oleh Salmonella typhii dan bakteri intrasel
lainnya.
b. Pelisisan sel yang terinfeksi
Jika bakteri dapat bertahan pada sel dan melepaskan Ag ke sitoplasma, Ag
tersebut akan menstimulasi sel TCD8+. Sel TCD8
+ menghasilkan IFNγ dalam
mengaktivasi makrofag dan memproduksi oksigen reaktif serta enzim. Dalam hal
ini bekerjasama dengan sel NK untuk membunuh bakteri melalui pelisisan sel
yang terinfeksi.12,14
B. 2. MAKROFAG
Makrofag merupakan sel fagosit mononuklear yang utama di jaringan dalam
proses fagositosis terhadap mikroorganisme dan kompleks molekul asing lainnya.
Makrofag diproduksi di sumsum tulang belakang dari sel induk mieloid yang
mengalami proliferasi dan dilepaskan kedalam darah sesudah atau satu periode
melalui fase monoblas-fase promonosit-fase monosit. Monosit yang telah
meninggalkan sirkulasi darah akan mengalami perubahan-perubahan untuk kemudian
menetap di jaringan sebagai makrofag.12
Makrofag sebagai sel fagosit mampu membunuh kuman melalui dua
mekanisme:
(1) Proses oksidatif (oxygen dependent mechanisms)
Proses oksidatif yang terjadi berupa peningkatan penggunaan oksigen,
peningkatan proses Hexose Monophosphate Shunt (HMPS), peningkatan produksi
9
hydrogen peroxide (H2O2) dan produksi beberapa senyawa seperti superoxide
anion, hydroxyl radicals, single oxygen, myeloperoxidase yang dapat saling
bereaksi diantaranya: Enzymatic generation of superoxide anion, Spontaneous
generation of single oxygen and hydroxyl radicals dan Enzymatic generation of
halogening compound; reaksi-reaksi ini menghasilkan metabolit oksigen yang
toksik sehingga dapat digunakan untuk membunuh kuman.
(2) Proses non oksidatif (oxygen independent mechanism)
Proses non oksidatif berlangsung dengan bantuan berbagai protein seperti
hydrolytic enzyme, defensins (cationic protein), lysozyme, lactoferrin dan nitric
oxide synthase (NOS). Pada aktivitas nitric oxide synthase (NOS) diperlukan
bantuan IFNγ dan TNFα tipe I yang dapat meningkatkan produksi NO dari
makrofag di organ limfe.
Proses fagositosis oleh makrofag berlangsung dalam 5 fase yaitu:
1. Kemotaksis (leukosit pmn dan monosit)
2. Adhesi (partikel diselimuti opsonin)
3. Ingesti (penelanan)
4. Degranulasi (fusi fagosom dan lisosom)
5. pembunuhan
Hasil akhir proses fagositosis dapat berbentuk:
(1) Degradasi sebagian besar atau seluruh partikel asing atau mikroorganisme.
(2) Partikel atau mikroorganisme yang resisten terhadap degradasi akan ikut beredar
”berkendaraan” fagosit yang melahapnya.
10
(3) Tetap tinggal dalam sitoplasma tanpa merugikan atau membunuh fagosit.14
B. 3 NITRIT OKSIDA
Nitrit oksida adalah elektron yang tidak berpasangan dan sangat reaktif, dapat
berdifusi ke dalam membran sel secara bebas. Proses produksi nitrit oksida diawali
dari terpaparnya makrofag oleh lipopolisakarida dari bakteri sehingga jalur produksi
Reactive Nitrogen Intermediate (RNI) terinduksi. Jalur produksi RNI dimulai dari
proses perubahan L-Arg menjadi L-Cit yang membutuhkan Flavin Adenine
Dinucleotidase (FAD), Flavin Mononucleotidase (FMN), NADP yang tereduksi
(NADPH) dan bentuk tereduksi dari biopretin (BH4) dengan bantuan enzim nitric
oxide synthase (NOS). Proses ini menghasilkan molekul nitrit oksida yang dapat
teroksidasi menjadi senyawa RNI seperti dinitrogentrioxide (N2O3) dan
dinitrogentetraoxide (N2O4). Senyawa RNI tersebut dapat merubah senyawa-senyawa
amin menjadi bentuk N-nitroso compounds (NOC) seperti N-nitrosamines dan N-
nitrosamides. Akibat jalur biokimia yang menghasilkan metabolit ini, NOC dapat
bertindak sebagai imunotoksikologi, yaitu dapat berfungsi dalam penghancuran sel
tumor, mikroba, parasit, tetapi juga merupakan zat karsinogenik dan imunosupresif.15
Berbagai tipe sel menggunakan proses biokimia ini, antara lain sel endotel
pembuluh darah, netrofil, platelet dan makrofag. Produksi RNI, dari makrofag terjadi
sejalan dengan fungsi aktif makrofag, yaitu selama proses inflamasi dan aktivitas
sitotoksik.15
11
Selain itu NO sebagai imunoregulator, pada konsentrasi tinggi dapat
menginduksi apoptosis sel, salah satunya adalah timosit. NO meregulasi
keseimbangan antara sel Th1 dengan sel Th2 dengan cara meningkatkan maupun
menurunnkan apoptosis pada konsentrasi tinggi maupun rendah.16
Belum diketahui secara jelas aksi mana yang bertanggungjawab untuk proses
nekrosis dan apoptosis. Target utama untuk terjadinya induksi proses ini adalah
akibat rangsangan inti sel mati dan DNA mitokondria. Induksi juga dapat terjadi oleh
pengaruh rantai transfer elektron mitokondria dan perubahan permeabilitas membran
mitokondria. Efek dari pelepasan rantai transfer akan meningkatkan produksi radikal
oksigen bebas, radikal bebas ini akan bereaksi dengan NO, sehingga mempengaruhi
bentuk anion peroxynitrite, yang merupakan bentuk oksidan poten.16
NO juga berperan sebagai regulator pada migrasi limfosit. NO dapat menekan
produksi seletin, Vasculer Adhesion Molecule (VCAM) dan Intrasellular Adhesion
Molecule 1 (ICAM-1), sehingga mengurangi kekuatan ikatan pada dinding pembuluh
darah. Akibatnya, siklus perpindahan leukosit sekitar endotel terhambat dan migrasi
dari pembuluuh darah memakan waktu yang lebih lama.16
12
C. SALMONELLA TYPHI
C. 1. Morfologi
Salmonella typhi termasuk Enterobacteriaceae (kuman enterik batang gram
negatif) yang bersifat anaerob fakultatif atau aerob, tak berspora dan intraseluler
fakultatif.
C. 2 Faktor Patogenisitas
Sallmonella typhi merupakan bakteri patogen yang mempunyai kemampuan
transmisi, perlekatan pada sel inang, invasi sel dan jaringan inang, toksigenisitas dan
kemampuan menghindari sistem imun inang. Sekali masuk ke dalam tubuh, bekteri
harus menempel atau melekat pada sel inang, biasanya pada sel epitel.18
* Antigen
Ada tiga kelompok utama antigen, yaitu:
1. Antigen somatik (Ag O), berupa bahan lipopolisakarida yang merupakan
antigen utama dinding sel. Polisakarida O yang bervariasi secara antigenik,
bersama dengan polisakarida inti yang sama untuk semua golongan baktari
Enterobacteriaceae, serta lipid A, membentuk lipopolisakarida, yang disebut
juga endotoksin.18
2. Antigen flagel (Ag H), terdiri dari protein termolabil dan didenaturasi oleh
panas atau alkohol.18
3. Antigen simpai atau kapsul yang disebut Vi (vitulen), yang mengganggu
aglutinasi melalui antiserum O. Antigen ini berhubungan dengan sifat
13
invasif yang dimilikinya. Ag K menyebabkan perlekatan bakteri pada sel
epitel sebelum invasi ke saluran cerna.
* Daya Invasi
Bakteri Salmonella typhi mempunyai pili atau adhesin untuk melekat pada reseptor
sel inang. Salmonella typhi di usus halus melakukan penetrasi ke dalam epitel,
kemudian sampai lamina propria.18
* Endotoksin/Lipopolisakarida
Endotoksin berasal dari dinding sel dan sering dilepaskan bila bakteri lisis.
Endotoksin dalam aliran darah mula-mula terikat pada protein yang beredar dan
kemudian berinteraksi dengan reseptor pada makrofag, monosit dan sel lain dalam
organ retikuloendotelial.
* Enzim Sitolitik
Berfungsi untuk menghancurkan jaringan.18
D. SYZYGIUM POLYANTHUM TERADAP INFEKSI SALMONELLA
TYPHI
Mekanisme yang ditimbulkan Syzygium polyanthum terhadap infeksi
Salmonella typhi adalah sebagai anti bakteri dan meningkatkan fagosit. Dengan efek
imunomodulasi yang terdapat pada Syzygium polyanthum, maka tanaman ini dapat
digunakan untuk meningkatkan imunitas tubuh terhadap infeksi bakteri patogen
fakultatif intraseluler, salah satunya adalah Salmonella typhi.
14
Jenis imunitas yang diperoleh akibat infeksi bakteri ini adalah cell-mediated
dan tergantung pada limfosit T dan makrofag yang diaktifkan. Sel-sel yang sangat
berperan dalam respon imun seluler adalah sel polimorfonuklear, sel makrofag, sel
natural killer (sel NK), sel killer (sel K) dan sel T. Kemampuan makrofag membunuh
bakteri tergantung pada senyawa oxygen dependent (hydrogen peroxide, single
oxygen, hydroxyl radikal, myelo peroksidase, superoxide anion) dan senyawa oxygen
independent (lysozyme, lactoferin, defensins, hydrolytic enzyme, nitric oxide
synthase). Pada penggunaan senyawa oxygen independent oleh makrofag akan
dihasilkan nitrit oksida (NO) yang berperan pada pembunuhan bakteri intraseluser.
NO juga mempunyai fungsi lain dalam imunitas alamiah dan adaptif yaitu
memodulasi respon sitokin limfosit dan mengatur apoptosis sel imun yang terinfeksi.5
15
S
Ag IL-12
TNF α Sitokin
(Limfokin)
Salmonella
typhi
Makrofag APC
Syzygium
polyanthum
Th Sel
Makrofag
teraktivasi
Th I sel
IFN γ
IL-2
Produksi NO
meningkat
16
KESIMPULAN
Dengan efek imunomodulasi yang terdapat pada Syzygium polyanthum, maka
tanaman ini dapat digunakan untuk meningkatkan imunitas tubuh terhadap infeksi
bakteri patogen fakultatif intraseluler, salah satunya adalah Salmonella
typhi.Mekanisme yang ditimbulkan Syzygium polyanthum terhadap infeksi
Salmonella typhi adalah sebagai anti bakteri dan meningkatkan fagosit.
Jenis imunitas yang diperoleh akibat infeksi bakteri ini adalah cell-mediated
dan tergantung pada limfosit T dan makrofag yang diaktifkan. Pada penggunaan
senyawa oxygen independent oleh makrofag akan dihasilkan nitrit oksida (NO) yang
berperan pada pembunuhan bakteri intraseluser.
17
PENUTUP
Berdasarkan studi pustaka yang penulis kemukakan di atas, penulis
mempunyai pandangan bahwa Syzygium polyanthum dapat meningkatkan produksi
NO makrofag sel yag terinfeksi Salmonella typhi. Oleh karena itu, Syzygium
polyanthum dapat digunakan sebagai alternatif untuk pengobatan demam tifoid,
selain antibiotik-antibiotik yang sudah tersedia, atau sebagai pendamping antibiotik
utama dalam meningkatkan sistem imun tubuh.
18
DAFTAR PUSTAKA
1. Anonymous. Vaksinasi Tifus. 30 Desember 2004. available at:
http://www.aventispasteur.co.id/produk_typhin_um.htm
2. Tim Ilmu Penyakit Dalam. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. 3th
ed. Jakarta:
Balai Penerbit FKUI; 1996:435-441.
3. Kasno, Bambang I, Indranila, Budi R, Ratna DP, Tri IW. Demam Tifoid.
Belajar Bertolak Dari Masalah. Editor: Widiastuti S. Semarang: Badan
Penerbit Universitas Diponegoro, 2000.
4. Toda, M., S. Okubo, Y. Hara, and T. Shimamura. 1991. Antibacterial and
bactericidal activities of tea extracts and catechins against methicillin-resistant
Staphylococcus aureus. Jpn. J. Bacteriol. 46:839-844.
5. Hyde RM. Immunology, 3rd
ed. Philadelphia: Williams and Wilkins, 1995.
6. Dalimartha, Setiawan. Atlas Tumbuhan Obat Indonesia, Jilid 2. Jakarta:
Trubus Agriwidya, 2003.
7. Anonymous. Daun Salam Untuk Darah Tinggi. 16 Januari 2005. Available at:
http://www.suaramerdeka.com/cybernews/sehat/obat-alami14.html
8. Rochman Naim. Senyawa Anti Mikroba dari Tanaman. 5 Desember 2004.
Available at:
http://www.kompas.com/kompascetak/0409/15/ilpeng/1265264.htm
9. Anonymous. Daun Jambu Biji Untuk Sariawan. 5 Desember 2004. Available
at: http://www.suaramerdeka.com/harian/0206/15ragam2htm
19
10. Soebowo. Imunologi Klinik. Bandung: Angkasa, 1993: 134-138
11. Male D. Immunology, 2nd
ed. London: ED Gower, Med, 1993:45-54.
12. Bellanti JA. Imunologi. Penerjemah A Samik Wahab. Edisi ke-3. Yogyakarta:
Gadjahmada University Press, 1993.
13. Abbas AK, Litchman AH, Pober JS. Cellular Immunology. In: Cellular and
Molecular Immunology, 2nd
ed. Philadelphia: WB Sanders Comp, 1994.
14. Sarjadi. Patologi Umum. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro,
2001
15. Rodney RD, Joseph HH, Richard EA, Yen Js. Production of Reactive
Nitrogen Intermedia Tes By Macrophage in: Burleson GR, Dean JH,
MunsonAE, editors. Methods in Immunotoxicology 2nd
vol. New York: Wiley
Liss Inc, 1995, 8: 99-104
16. Victoria KB. Nitric Oxide in Autoimmune Disease Cytotoxic or Regulatory
Mediator. 1998, 19(12):145
http://www.biomed.com/library/fulltext/TT.etd00053
17. Jawetz E, Melnick JL, Adelberg EA, Brocks GF, Butel JS, Ornston LN.
Mikrobiologi Kedokteran. 20th
ed. Jakarta: EGC, 1996. 234-243.
18. Staf Pengajar FKUI. Batang Gram Negatif. Dalam: Karsinah, Lucky HM,
Suharto, Mardiastuti HW, editor. Mikrobiologi Kedokteran. Jakarta: Binarupa
Aksara, 1994: 168-173.