article_pdf_tifoid.pdf

19
1 ABSTRAK Demam tifoid masih merupakan salah satu masalah kesehatan yang penting di Indonesia. Penyakit ini merupakan penyakit menular akibat infeksi Salmonella typhi. Salmonella typhi termasuk famili Enterobacteriaceae (kuman enterik batang gram negatif) dan bersifat anaerob fakultatif atau aerob, tidak berspora, intraseluler fakultatif. Respon imun yang paling penting terhadap infeksi bakteri intraseluler adalah respon imun seluler, yang dilakukan oleh sel polimorfonuklear, sel makrofag, sel natural killer (sel NK), sel killer (sel K), dan sel T. Makrofag merupakan sel fagosit mononuklear utama di jaringan dalam proses fagositosis terhadap mikroorganisme dan kompleks molekul asing lainnya. Kemampuan makrofag membunuh bakteri tergantung pada senyawa oxygen dependent (hydrogen peroxide, single oxygen, hydroxyl radikal, myelo peroksidase, superoxide anion) dan senyawa oxygen independent (lysozyme, lactoferin, defensins, hydrolytic enzyme, nitric oxide synthase). Pada penggunaan senyawa oxygen independent oleh makrofag akan dihasilkan nitrit oksida (NO) yang berperan pada pembunuhan bakteri intraseluser. NO juga mempunyai fungsi lain dalam imunitas alamiah dan adaptif yaitu memodulasi respon sitokin limfosit dan mengatur apoptosis sel imun yang terinfeksi. Salah satu tanaman yang mempunyai efek anti mikroba terhadap Salmonella typhi adalah Syzygium polyanthum, yang mengandung senyawa minyak atsiri (sitral dan eugenol), tannin, flavonoid, dan metachavicol. Mekanisme yang ditimbulkan Syzygium polyanthum terhadap infeksi Salmonella typhi adalah sebagai anti bakteri dan meningkatkan fagosit. Minyak atsiri menyebabkan denaturasi protein dinding sel kuman. Sekuisterpenoid dalam minyak atsiri juga menyebabkan kerusakan membran sel kuman olah senyawa lipofilik. Tannin menyebabkan denaturasi protein, menginaktifkan adhesin kuman, menstimulasi sel-sel fagosit. Flavonoid yang bersifat lipofillik membentuk kompleks dengan protein ekstraseluler dan dengan dinding sel kuman, serta merusak membran sel kuman. Dengan efek imunomodulasi, Syzygium polyanthum dapat digunakan untuk meningkatkan imunitas tubuh terhadap infeksi bakteri intra seluler salah satunya Salmonella typhi. Kata Kunci : Syzygium polyanthum, Salmonella typhi, demam tifoid, imunitas seluler, makrofag

description

typoid pdf

Transcript of article_pdf_tifoid.pdf

Page 1: article_pdf_tifoid.pdf

1

ABSTRAK

Demam tifoid masih merupakan salah satu masalah kesehatan yang penting

di Indonesia. Penyakit ini merupakan penyakit menular akibat infeksi Salmonella

typhi. Salmonella typhi termasuk famili Enterobacteriaceae (kuman enterik batang

gram negatif) dan bersifat anaerob fakultatif atau aerob, tidak berspora, intraseluler

fakultatif. Respon imun yang paling penting terhadap infeksi bakteri intraseluler

adalah respon imun seluler, yang dilakukan oleh sel polimorfonuklear, sel makrofag,

sel natural killer (sel NK), sel killer (sel K), dan sel T. Makrofag merupakan sel

fagosit mononuklear utama di jaringan dalam proses fagositosis terhadap

mikroorganisme dan kompleks molekul asing lainnya.

Kemampuan makrofag membunuh bakteri tergantung pada senyawa oxygen

dependent (hydrogen peroxide, single oxygen, hydroxyl radikal, myelo peroksidase,

superoxide anion) dan senyawa oxygen independent (lysozyme, lactoferin, defensins,

hydrolytic enzyme, nitric oxide synthase). Pada penggunaan senyawa oxygen

independent oleh makrofag akan dihasilkan nitrit oksida (NO) yang berperan pada

pembunuhan bakteri intraseluser. NO juga mempunyai fungsi lain dalam imunitas

alamiah dan adaptif yaitu memodulasi respon sitokin limfosit dan mengatur

apoptosis sel imun yang terinfeksi.

Salah satu tanaman yang mempunyai efek anti mikroba terhadap Salmonella

typhi adalah Syzygium polyanthum, yang mengandung senyawa minyak atsiri (sitral

dan eugenol), tannin, flavonoid, dan metachavicol. Mekanisme yang ditimbulkan

Syzygium polyanthum terhadap infeksi Salmonella typhi adalah sebagai anti bakteri

dan meningkatkan fagosit.

Minyak atsiri menyebabkan denaturasi protein dinding sel kuman.

Sekuisterpenoid dalam minyak atsiri juga menyebabkan kerusakan membran sel

kuman olah senyawa lipofilik. Tannin menyebabkan denaturasi protein,

menginaktifkan adhesin kuman, menstimulasi sel-sel fagosit. Flavonoid yang bersifat

lipofillik membentuk kompleks dengan protein ekstraseluler dan dengan dinding sel

kuman, serta merusak membran sel kuman.

Dengan efek imunomodulasi, Syzygium polyanthum dapat digunakan untuk

meningkatkan imunitas tubuh terhadap infeksi bakteri intra seluler salah satunya

Salmonella typhi.

Kata Kunci : Syzygium polyanthum, Salmonella typhi, demam tifoid, imunitas seluler,

makrofag

Page 2: article_pdf_tifoid.pdf

2

PENDAHULUAN

Demam tifoid adalah penyakit sistemik akut akibat infeksi Salmonella typhi.

Demam tifoid masih merupakan salah satu masalah kesehatan yang penting di

Indonesia.1 Penyakit ini merupakan penyakit menular yang dapat menyerang banyak

orang sehingga dapat menimbulkan wabah.2 Di Indonesia, demam tifoid bersifat

endemik. Penderita dewasa muda sering mengalami komplikasi berat berupa

perdarahan dan perforasi usus yang tidak jarang berakhir dengan kematian.3

Oleh karena tingginya angka morbiditas dan mortalitas demam tifoid maka

berbagai pihak berupaya untuk menyelesaikan masalah ini. Saat ini di Indonesia

sedang berkembang paradigma baru dalam bidang kesehatan, yaitu penggunaan

ramuan alami dan obat-obatan tradisional. Tanaman obat sebagai kekayaan alam yang

belum digali dan dikembangkan secara mendalam masih sangat terbuka untuk diteliti

dan dikembangkan unuk menemukan obat yang efektif sebagai anti mikroba

khususnya pada demam tifoid. Penelitian sebelumnya terhadap teh hijau yang

mengandung flavonoid yang merupakan senyawa dari polifenol ternyata mempunyai

efek anti mikroba yang nyata4. Daun salam sebagai salah satu tanaman obat yang

sering digunakan untuk pengobatan tradisional juga mempunyai kandungan

flavonoid. Oleh karena persamaan inilah maka penulis mempunyai hipotesis

menggunakan daun salam sebagai anti mikroba.

Page 3: article_pdf_tifoid.pdf

3

ISI

A. SYZYGIUM POLYANTHUM

Syzygium polyanthum yang dalam bahasa Indonesia biasa disebut dengan

daun salam, juga mempunyai nama lain Eugenia polyantha atau Eugenia lucidula.

Tanaman ini dapat ditemukan dari dataran rendah sampai pegunungan dengan

ketinggian 1800 dari permukaan laut. Pohon bertajuk rimbun, tinggi mencapai 25

meter, berakar tunggang, batang bulat dan permukaan licin. Daun tunggal yang

letaknya berhadapan dengan mempunyai tangkai yang panjang 0,5-1 cm. Helaian

daun bentuknya lonjong sampai elips atau bundar telur sungsang, ujung meruncing,

pangkal runcing, tepi rata, panjangnya 5-15 cm, lebar 3-8 cm, pertulangan menyirip,

permukaan atas licin berwarna hijau tua, permukaan bawahnya berwarna hijau muda.

Berbagai literatur menyebutkan bahwa Syzygium polyanthum mempunyai

banyak khasiat pengobatan, antara lain untuk mengobati kencing manis, hipertensi,

kolesterol tinggi, gastritis, diare, asam urat, eksim, kudis, dan gatal-gatal.7,8

Dalam

kehidupan sehari-hari biasanya daun salam dipergunakan sebagai bumbu masakan,

tetapi semenjak penggunaan tanaman tradisional sebagai obat semakin marak,

Syzygium polyanthum pun ikut diteliti efeknya terhadap fungsi kekebalan tubuh

manusia. Hal ini berhubungan dengan berbagai macam komponen yang terdapat di

dalam Syzygium polyanthum. Kandungan Syzygium polyanthum antara lain minyak

atsiri, tannin, eugenol dan flavonoid.

Page 4: article_pdf_tifoid.pdf

4

KOMPONEN-KOMPONEN AKTIF DALAM Syzygium polyanthum

a. Minyak atsiri

Minyak atsiri atau dikenal orang dengan nama minyak ateris atau minyak

terbang (essential oil, volatile) dihasilkan oleh tanaman tertentu. Mekanisme

toksisitas fenol dalam minyak atsiri menyebabkan denaturasi protein pada dinding

sel kuman dengan membentuk struktur tersier protein dengan ikatan nonspesifik

atau ikatan disulfida. Sekuisterpenoid dalam minyak atsiri juga menyebabkan

kerusakan membran sel kuman olah senyawa lipofilik.9

b. Tannin

Tannin menyebabkan denaturasi protein dengan membentuk kompleks

dengan protein melalui kekuatan nonspesifik seperti ikatan hidrogen dan efek

hidrofobik sebagaimana pembentukan ikatan kovalen, menginaktifkan adhesin

kuman (molekul untuk menempel pada sel inang), menstimulasi sel-sel fagosit

yang berperan dalam respon imun selular.9,10

Banyak aktivitas fisiologik manusia, seperti stimulasi sel-sel fagositik, host

mediated tumor activity, dan sejumlah aktivitas anti infektif telah ditetapkan

untuk tannin. Salah satunya aksi molekul mereka adalah membentuk kompleks

dengan protein melalui kekuatan nonspesifik seperti ikatan hidrogen dan efek

hidrofobik sebagaimana pembentukan ikatan kovalen. Cara kerja anti mikroba

mungkin juga berhubungan dengan kemampuan mereka untuk menginaktivasi

adhesin mikroba (molekul untuk menempel pada sel inang) yang terdapat pada

Page 5: article_pdf_tifoid.pdf

5

permukaan sel, enzim yang terikat pada membran sel, protein transport cell

envelope. Mereka juga membentuk kompleks dengan polisakarida.8

c. Eugenol

Eugenol adalah sebuah senyawa kimia aromatik, berbau, banyak didapat dari

butir cengkeh, sedikit larut dalam air dan larut pada pelarut organik.

d. Flavonoid

Senyawa ini berfungsi sebagai anti inflamasi, anti alergi dan aktifitas anti

kankernya serta antioksidan. Flavonoid telah dipelajari sejak 1948 dan efek

antioksidannya belum ada yang mempertentangkan. Flavonoid yang bersifat

lipofillik membentuk kompleks dengan protein ekstraseluler, dan dengan dinding

sel kuman, serta merusak membran sel kuman.

B. SISTEM IMUN TUBUH

Sistem imun merupakan suatu mekanisme pertahanan tubuh terhadap bahaya

yang dapat ditimbulkan berbagai bahan yang ada di sekitar lingkungan. Bila sistem

imun terpapar pada zat asing, maka ada 2 jenis respon yang mungkin terjadi, yaitu:

1. Respon Imun Non Spesifik

Merupakan respon terhadap suatu konfigurasi zat asing walaupun tubuh

sebelumnya tidak pernah terpapar pada zat tersebut sehingga bila terpapar oleh

partikel yang sama di kemudian hari respon imun tidak meningkat seperti halnya

respon imun spesifik.11,12

Page 6: article_pdf_tifoid.pdf

6

Komponen-komponen sistem imun non-spesifik terdiri atas:

a. Pertahanan fisis dan mekanis, yaitu berupa kulit, selaput lendir, silia, saluran

nafas, batuk dan bersin dapat mencegah berbagai patogen yang masuk

dalam tubuh.11,12,13

b. Pertahanan biokimia, yaitu bahan yang disekresi mukosa saluran nafas,

kelenjar sebasea kulit, kelenjar kulit, telinga, spermin dalam semen. Juga

asam hidroklorid lambung, lisosim dalam keringat, ludah, air mata dan air

susu dapat berperan sebagai pertahanan tubuh.13

c. Pertahanan humoral, antara lain:

1. Komplemen: mampu mengaktifkan fagosit dan membantu

destruksi bakteri dan parasit dengan jalan opsonisasi. Tetapi

kejadian diatas dapat juga terjadi pada respon imun spesifik.

2. Interferon: suatu glikoprotein yang dilepas sebagai respon terhadap

infeksi virus dan dapat pula mengaktifkan sel NK.

3. C-Reactive Protein (CRP): sebagai opsonin dan dapat

mengaktifkan komplemen pada waktu terjadi infeksi.13

d. Pertahanan seluler

Dalam hal ini sel utama yang berperan adalah sel mononuklear (monosit dan

makrofag) serta sel polimorfonuklear (neutrofil). Zat asing atau antigen

yang tidak spesifik akan dihancurkan dengan proses fagositosis oleh sel-sel

tadi terutama oleh makrofag.13

2. Respon Imun Spesifik

Page 7: article_pdf_tifoid.pdf

7

Respon ini mempunyai kemampuan untuk mengenal benda yang dianggap

asing bagi dirinya yaitu antigen spesifik yang didasari dengan adanya kemampuan

memori dan specificity. Komponen sistem imunitas spesifik ialah imunitas

humoral (Humoral Mediated Immunity) yang diperankan oleh sel B yang dapat

membentuk antibodi dan imunitas seluler (Cell Mediated Immunity) dibawakan

oleh sel T yang berfungsi mengenal dan menghancurkan sel yang terinfeksi virus,

serta dapat mengaktifkan makrofag dalam proses fagositosis.13

B. 1. Imunitas Terhadap Bakteri Intrasel

Respon imun yang paling penting terhadap bakteri intrasel adalah respon

imun seluler. Imunitas seluler ini terdapat dua tipe reaksi yang saling melengkapi,

yaitu:

a. Reaksi fagosit oleh makrofag diaktivasi oleh IFNγ yang diproduksi sel limfosit T

Bakteri intrasel akan difagosit oleh makrofag. Makrofag memproses fragmen

imunogenik dan menyajikannya dalam bentuk berikatan dengan molekul MHC

kelas I jika Salmonella typhi berada di sitoplasma dan berikatan dengan molekul

MHC kelas II jika berada di ekstraseluler. Sel T akan memproduksi IL-2 untuk

diferensiasi sel T menjadi sel TCD4+ ataupun sel TCD8

+ yang sifatnya sitolitik.

Makrofag akan mengeluarkan IL-12 yang akan membantu diferensiasi sel T

menjadi sel Th1 dimana sel Th1 ini akan menghasilkan sitokin-sitokin seperti

TNFα dan IFNγ untuk mengaktivasi makrofag serta memacu sel NK. Sitokin ini

Page 8: article_pdf_tifoid.pdf

8

dapat mencegah timbulnya infeksi oleh Salmonella typhii dan bakteri intrasel

lainnya.

b. Pelisisan sel yang terinfeksi

Jika bakteri dapat bertahan pada sel dan melepaskan Ag ke sitoplasma, Ag

tersebut akan menstimulasi sel TCD8+. Sel TCD8

+ menghasilkan IFNγ dalam

mengaktivasi makrofag dan memproduksi oksigen reaktif serta enzim. Dalam hal

ini bekerjasama dengan sel NK untuk membunuh bakteri melalui pelisisan sel

yang terinfeksi.12,14

B. 2. MAKROFAG

Makrofag merupakan sel fagosit mononuklear yang utama di jaringan dalam

proses fagositosis terhadap mikroorganisme dan kompleks molekul asing lainnya.

Makrofag diproduksi di sumsum tulang belakang dari sel induk mieloid yang

mengalami proliferasi dan dilepaskan kedalam darah sesudah atau satu periode

melalui fase monoblas-fase promonosit-fase monosit. Monosit yang telah

meninggalkan sirkulasi darah akan mengalami perubahan-perubahan untuk kemudian

menetap di jaringan sebagai makrofag.12

Makrofag sebagai sel fagosit mampu membunuh kuman melalui dua

mekanisme:

(1) Proses oksidatif (oxygen dependent mechanisms)

Proses oksidatif yang terjadi berupa peningkatan penggunaan oksigen,

peningkatan proses Hexose Monophosphate Shunt (HMPS), peningkatan produksi

Page 9: article_pdf_tifoid.pdf

9

hydrogen peroxide (H2O2) dan produksi beberapa senyawa seperti superoxide

anion, hydroxyl radicals, single oxygen, myeloperoxidase yang dapat saling

bereaksi diantaranya: Enzymatic generation of superoxide anion, Spontaneous

generation of single oxygen and hydroxyl radicals dan Enzymatic generation of

halogening compound; reaksi-reaksi ini menghasilkan metabolit oksigen yang

toksik sehingga dapat digunakan untuk membunuh kuman.

(2) Proses non oksidatif (oxygen independent mechanism)

Proses non oksidatif berlangsung dengan bantuan berbagai protein seperti

hydrolytic enzyme, defensins (cationic protein), lysozyme, lactoferrin dan nitric

oxide synthase (NOS). Pada aktivitas nitric oxide synthase (NOS) diperlukan

bantuan IFNγ dan TNFα tipe I yang dapat meningkatkan produksi NO dari

makrofag di organ limfe.

Proses fagositosis oleh makrofag berlangsung dalam 5 fase yaitu:

1. Kemotaksis (leukosit pmn dan monosit)

2. Adhesi (partikel diselimuti opsonin)

3. Ingesti (penelanan)

4. Degranulasi (fusi fagosom dan lisosom)

5. pembunuhan

Hasil akhir proses fagositosis dapat berbentuk:

(1) Degradasi sebagian besar atau seluruh partikel asing atau mikroorganisme.

(2) Partikel atau mikroorganisme yang resisten terhadap degradasi akan ikut beredar

”berkendaraan” fagosit yang melahapnya.

Page 10: article_pdf_tifoid.pdf

10

(3) Tetap tinggal dalam sitoplasma tanpa merugikan atau membunuh fagosit.14

B. 3 NITRIT OKSIDA

Nitrit oksida adalah elektron yang tidak berpasangan dan sangat reaktif, dapat

berdifusi ke dalam membran sel secara bebas. Proses produksi nitrit oksida diawali

dari terpaparnya makrofag oleh lipopolisakarida dari bakteri sehingga jalur produksi

Reactive Nitrogen Intermediate (RNI) terinduksi. Jalur produksi RNI dimulai dari

proses perubahan L-Arg menjadi L-Cit yang membutuhkan Flavin Adenine

Dinucleotidase (FAD), Flavin Mononucleotidase (FMN), NADP yang tereduksi

(NADPH) dan bentuk tereduksi dari biopretin (BH4) dengan bantuan enzim nitric

oxide synthase (NOS). Proses ini menghasilkan molekul nitrit oksida yang dapat

teroksidasi menjadi senyawa RNI seperti dinitrogentrioxide (N2O3) dan

dinitrogentetraoxide (N2O4). Senyawa RNI tersebut dapat merubah senyawa-senyawa

amin menjadi bentuk N-nitroso compounds (NOC) seperti N-nitrosamines dan N-

nitrosamides. Akibat jalur biokimia yang menghasilkan metabolit ini, NOC dapat

bertindak sebagai imunotoksikologi, yaitu dapat berfungsi dalam penghancuran sel

tumor, mikroba, parasit, tetapi juga merupakan zat karsinogenik dan imunosupresif.15

Berbagai tipe sel menggunakan proses biokimia ini, antara lain sel endotel

pembuluh darah, netrofil, platelet dan makrofag. Produksi RNI, dari makrofag terjadi

sejalan dengan fungsi aktif makrofag, yaitu selama proses inflamasi dan aktivitas

sitotoksik.15

Page 11: article_pdf_tifoid.pdf

11

Selain itu NO sebagai imunoregulator, pada konsentrasi tinggi dapat

menginduksi apoptosis sel, salah satunya adalah timosit. NO meregulasi

keseimbangan antara sel Th1 dengan sel Th2 dengan cara meningkatkan maupun

menurunnkan apoptosis pada konsentrasi tinggi maupun rendah.16

Belum diketahui secara jelas aksi mana yang bertanggungjawab untuk proses

nekrosis dan apoptosis. Target utama untuk terjadinya induksi proses ini adalah

akibat rangsangan inti sel mati dan DNA mitokondria. Induksi juga dapat terjadi oleh

pengaruh rantai transfer elektron mitokondria dan perubahan permeabilitas membran

mitokondria. Efek dari pelepasan rantai transfer akan meningkatkan produksi radikal

oksigen bebas, radikal bebas ini akan bereaksi dengan NO, sehingga mempengaruhi

bentuk anion peroxynitrite, yang merupakan bentuk oksidan poten.16

NO juga berperan sebagai regulator pada migrasi limfosit. NO dapat menekan

produksi seletin, Vasculer Adhesion Molecule (VCAM) dan Intrasellular Adhesion

Molecule 1 (ICAM-1), sehingga mengurangi kekuatan ikatan pada dinding pembuluh

darah. Akibatnya, siklus perpindahan leukosit sekitar endotel terhambat dan migrasi

dari pembuluuh darah memakan waktu yang lebih lama.16

Page 12: article_pdf_tifoid.pdf

12

C. SALMONELLA TYPHI

C. 1. Morfologi

Salmonella typhi termasuk Enterobacteriaceae (kuman enterik batang gram

negatif) yang bersifat anaerob fakultatif atau aerob, tak berspora dan intraseluler

fakultatif.

C. 2 Faktor Patogenisitas

Sallmonella typhi merupakan bakteri patogen yang mempunyai kemampuan

transmisi, perlekatan pada sel inang, invasi sel dan jaringan inang, toksigenisitas dan

kemampuan menghindari sistem imun inang. Sekali masuk ke dalam tubuh, bekteri

harus menempel atau melekat pada sel inang, biasanya pada sel epitel.18

* Antigen

Ada tiga kelompok utama antigen, yaitu:

1. Antigen somatik (Ag O), berupa bahan lipopolisakarida yang merupakan

antigen utama dinding sel. Polisakarida O yang bervariasi secara antigenik,

bersama dengan polisakarida inti yang sama untuk semua golongan baktari

Enterobacteriaceae, serta lipid A, membentuk lipopolisakarida, yang disebut

juga endotoksin.18

2. Antigen flagel (Ag H), terdiri dari protein termolabil dan didenaturasi oleh

panas atau alkohol.18

3. Antigen simpai atau kapsul yang disebut Vi (vitulen), yang mengganggu

aglutinasi melalui antiserum O. Antigen ini berhubungan dengan sifat

Page 13: article_pdf_tifoid.pdf

13

invasif yang dimilikinya. Ag K menyebabkan perlekatan bakteri pada sel

epitel sebelum invasi ke saluran cerna.

* Daya Invasi

Bakteri Salmonella typhi mempunyai pili atau adhesin untuk melekat pada reseptor

sel inang. Salmonella typhi di usus halus melakukan penetrasi ke dalam epitel,

kemudian sampai lamina propria.18

* Endotoksin/Lipopolisakarida

Endotoksin berasal dari dinding sel dan sering dilepaskan bila bakteri lisis.

Endotoksin dalam aliran darah mula-mula terikat pada protein yang beredar dan

kemudian berinteraksi dengan reseptor pada makrofag, monosit dan sel lain dalam

organ retikuloendotelial.

* Enzim Sitolitik

Berfungsi untuk menghancurkan jaringan.18

D. SYZYGIUM POLYANTHUM TERADAP INFEKSI SALMONELLA

TYPHI

Mekanisme yang ditimbulkan Syzygium polyanthum terhadap infeksi

Salmonella typhi adalah sebagai anti bakteri dan meningkatkan fagosit. Dengan efek

imunomodulasi yang terdapat pada Syzygium polyanthum, maka tanaman ini dapat

digunakan untuk meningkatkan imunitas tubuh terhadap infeksi bakteri patogen

fakultatif intraseluler, salah satunya adalah Salmonella typhi.

Page 14: article_pdf_tifoid.pdf

14

Jenis imunitas yang diperoleh akibat infeksi bakteri ini adalah cell-mediated

dan tergantung pada limfosit T dan makrofag yang diaktifkan. Sel-sel yang sangat

berperan dalam respon imun seluler adalah sel polimorfonuklear, sel makrofag, sel

natural killer (sel NK), sel killer (sel K) dan sel T. Kemampuan makrofag membunuh

bakteri tergantung pada senyawa oxygen dependent (hydrogen peroxide, single

oxygen, hydroxyl radikal, myelo peroksidase, superoxide anion) dan senyawa oxygen

independent (lysozyme, lactoferin, defensins, hydrolytic enzyme, nitric oxide

synthase). Pada penggunaan senyawa oxygen independent oleh makrofag akan

dihasilkan nitrit oksida (NO) yang berperan pada pembunuhan bakteri intraseluser.

NO juga mempunyai fungsi lain dalam imunitas alamiah dan adaptif yaitu

memodulasi respon sitokin limfosit dan mengatur apoptosis sel imun yang terinfeksi.5

Page 15: article_pdf_tifoid.pdf

15

S

Ag IL-12

TNF α Sitokin

(Limfokin)

Salmonella

typhi

Makrofag APC

Syzygium

polyanthum

Th Sel

Makrofag

teraktivasi

Th I sel

IFN γ

IL-2

Produksi NO

meningkat

Page 16: article_pdf_tifoid.pdf

16

KESIMPULAN

Dengan efek imunomodulasi yang terdapat pada Syzygium polyanthum, maka

tanaman ini dapat digunakan untuk meningkatkan imunitas tubuh terhadap infeksi

bakteri patogen fakultatif intraseluler, salah satunya adalah Salmonella

typhi.Mekanisme yang ditimbulkan Syzygium polyanthum terhadap infeksi

Salmonella typhi adalah sebagai anti bakteri dan meningkatkan fagosit.

Jenis imunitas yang diperoleh akibat infeksi bakteri ini adalah cell-mediated

dan tergantung pada limfosit T dan makrofag yang diaktifkan. Pada penggunaan

senyawa oxygen independent oleh makrofag akan dihasilkan nitrit oksida (NO) yang

berperan pada pembunuhan bakteri intraseluser.

Page 17: article_pdf_tifoid.pdf

17

PENUTUP

Berdasarkan studi pustaka yang penulis kemukakan di atas, penulis

mempunyai pandangan bahwa Syzygium polyanthum dapat meningkatkan produksi

NO makrofag sel yag terinfeksi Salmonella typhi. Oleh karena itu, Syzygium

polyanthum dapat digunakan sebagai alternatif untuk pengobatan demam tifoid,

selain antibiotik-antibiotik yang sudah tersedia, atau sebagai pendamping antibiotik

utama dalam meningkatkan sistem imun tubuh.

Page 18: article_pdf_tifoid.pdf

18

DAFTAR PUSTAKA

1. Anonymous. Vaksinasi Tifus. 30 Desember 2004. available at:

http://www.aventispasteur.co.id/produk_typhin_um.htm

2. Tim Ilmu Penyakit Dalam. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. 3th

ed. Jakarta:

Balai Penerbit FKUI; 1996:435-441.

3. Kasno, Bambang I, Indranila, Budi R, Ratna DP, Tri IW. Demam Tifoid.

Belajar Bertolak Dari Masalah. Editor: Widiastuti S. Semarang: Badan

Penerbit Universitas Diponegoro, 2000.

4. Toda, M., S. Okubo, Y. Hara, and T. Shimamura. 1991. Antibacterial and

bactericidal activities of tea extracts and catechins against methicillin-resistant

Staphylococcus aureus. Jpn. J. Bacteriol. 46:839-844.

5. Hyde RM. Immunology, 3rd

ed. Philadelphia: Williams and Wilkins, 1995.

6. Dalimartha, Setiawan. Atlas Tumbuhan Obat Indonesia, Jilid 2. Jakarta:

Trubus Agriwidya, 2003.

7. Anonymous. Daun Salam Untuk Darah Tinggi. 16 Januari 2005. Available at:

http://www.suaramerdeka.com/cybernews/sehat/obat-alami14.html

8. Rochman Naim. Senyawa Anti Mikroba dari Tanaman. 5 Desember 2004.

Available at:

http://www.kompas.com/kompascetak/0409/15/ilpeng/1265264.htm

9. Anonymous. Daun Jambu Biji Untuk Sariawan. 5 Desember 2004. Available

at: http://www.suaramerdeka.com/harian/0206/15ragam2htm

Page 19: article_pdf_tifoid.pdf

19

10. Soebowo. Imunologi Klinik. Bandung: Angkasa, 1993: 134-138

11. Male D. Immunology, 2nd

ed. London: ED Gower, Med, 1993:45-54.

12. Bellanti JA. Imunologi. Penerjemah A Samik Wahab. Edisi ke-3. Yogyakarta:

Gadjahmada University Press, 1993.

13. Abbas AK, Litchman AH, Pober JS. Cellular Immunology. In: Cellular and

Molecular Immunology, 2nd

ed. Philadelphia: WB Sanders Comp, 1994.

14. Sarjadi. Patologi Umum. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro,

2001

15. Rodney RD, Joseph HH, Richard EA, Yen Js. Production of Reactive

Nitrogen Intermedia Tes By Macrophage in: Burleson GR, Dean JH,

MunsonAE, editors. Methods in Immunotoxicology 2nd

vol. New York: Wiley

Liss Inc, 1995, 8: 99-104

16. Victoria KB. Nitric Oxide in Autoimmune Disease Cytotoxic or Regulatory

Mediator. 1998, 19(12):145

http://www.biomed.com/library/fulltext/TT.etd00053

17. Jawetz E, Melnick JL, Adelberg EA, Brocks GF, Butel JS, Ornston LN.

Mikrobiologi Kedokteran. 20th

ed. Jakarta: EGC, 1996. 234-243.

18. Staf Pengajar FKUI. Batang Gram Negatif. Dalam: Karsinah, Lucky HM,

Suharto, Mardiastuti HW, editor. Mikrobiologi Kedokteran. Jakarta: Binarupa

Aksara, 1994: 168-173.