Arsitek Modern dilla

12

Click here to load reader

Transcript of Arsitek Modern dilla

Page 1: Arsitek Modern dilla

Arsitek Modern Sri Gunana S.

Fakultas Teknik Program Studi Arsitektur

Universitas Sumatera Utara BAGIAN I

LE CORBUSIER Le Corbusier sebagai master pada perkembangan arsitektur modern, merupakan

orang yang kreatif, peka, dan idealis. Kepribadiannya bersifat dualisme, rasional dan irrasional-subjectif dan objektif. Berbagai ulasan dan kritik dilontarkan hingga karya-karyanya dapat disebut berada pada dua kutup ekstrim. Le Corbusier tetap dengan pendiriannya ia menganggap dirinya sebagai rasionalis dan ilmuan (saintis). Penilaian fungsional dari awal sampai akhir dan rasional dibagian akhir.

Dan karyanya La Ville Radieose, kita melihat nilai universal (teknologi) dan pilihan kultural (subyektifitas - Perancis); demikian juga pada kota Chandigarh (India) nilai-nilai tersebut tetap hadir. Beberapa hal yang dapat dilihat dari karya-karyanya adalah Le Corbusier tidak memperhatikan pengaruh lain yang mungkin menentukan rencana kota. Dia hanya mengekspresikan semangat kehidupan masyarakat melalui designnya.

Salah satu karyanya yang ekspresif adalah arsitektur Ronchamp Chapel. Disini jelas Le Corbusier memasukkan ekspresi sensualitas dan monumentalitas. Seperti kepribadiannya, Le Corbusier tidak pernah ada pada satu kutup ekstrim (selalu pada dua kutup ekstrim). Juga dijamannya (modern) dimana orang mendewakan teknologi, Le Corbusier menyerang aliran-aliran yang menomorsatukan utilitas dan ratio murni – nilai estetika dipertanyakan yang mewujudkan komitmennya akan nilai universal dan subyektif. Renchamp Chapel

Sebagai seorang seniman (pendatang), Le Corbusier menggunakan analogi romantik dalam mengeluarkan tanggapan emosional dari dalam dirinya melalui bangunan-bangunannya. Penerapan ilmu geometri (matematika) sebagai dasar penting bagi Le Corbusier dalam pengambilan keputusan (analogi matematis). Teori ini dapat dilihat pada bangunan Renchamp Chapel - bentuk geometris pada dinding dan atap bangunan dengan bentuk kurva yang geometris tersebut, Le Corbusier memperlihatkan suatu teknik pencahayaan interior bangunan yang baik, melalui kombinasi seluruh bukaan-bukaan (jendela) lateral. Ekspresi tersebut dinyatakan sebagai berikut : 1. Bentuk Sculptur dari kapel.

Suatu bentuk yang brutal (brutalism), dengan penggunaan bahan-bahan beton di ekspos, menimbulkan kesan kasar, tidak selesai, kontras, dan polos tanpa warna.

2. Lukisan-lukisan pada dinding bangunan, dengan permainan sinar didalam bangunan yang mempengaruhi efek visual suatu lukisan.

3. Arsitektur, dengan permainan 3 elemen utama arsitektur, yaitu atap, dinding, dan lantai. Pada bangunan ini, efek visual dari bentuk bangunan menimbulkan asosiasi-asosiasi, seperti yang diungkapkan oleh Francoise Choay dalam bukunya tentang Le Corbusier dimana Ronchamp Chapel diasosiasikan sebagai menara pengawas di hamparan kaki e-USU Repository ©2004 Universitas Sumatera Utara 1

Page 2: Arsitek Modern dilla

bukit (analogi linguistik). Suatu fenomena 'visual acouistics' terbentuk raja bangunan ini. Bentuk-bentuk yang membuat keributan namun terkadang diam membisu.

BAGlAN II ALVAR AALTO

Alvar Aalto berasal dari Finlandia yang menjadi karakteristik pribadinya. Designnya memberi ekspresi dengan karakteristik Finlandia tersebut. Karya Alvar Aalto meliputi arsitektur, mebel, kaca, dan tekstil. Aalto juga menghasilkan konsep yang luas menyangkut perumahan, kota, dan perencanaan daerah. Pribadi Aalto berkebalikan dengan Le Corbusier ; cenderung santai dan mengalir daripada kasar dan bergelora, tenang daripada terus terang. Dia hampir tidak berniat atas keterlibatannya dengan dunia modem.

Dalam meringkas keseluruhan karya seorang arsitek dapat dilihat dari "imej"-nya. Aalto menganggap arsitektur adalah suatu tempat dimana suatu sistem berhubungan dengan sistem lainnya. Misalnya dinding yang menembus dengan atap dan atap menerus dengan langit. Aalto mempunyai obsesi untuk memperlihatkan suatu yang kontras. Bahasa arsitektural yang dikembangkan oleh Aalto sangat kaya dan menggunakan arti-arti ekspresif secara keseluruhan (totalitas). Kekayaan disini berarti kekayaan nilai (makna).

Pertemuannya dengan Herry dan Mairea Gullicchson memberikan kesempatan padanya menuju produksi industri. Aalto kemudian mendesign mebel untuk produknya. Dari sinilah Aalto mengenal dan kembali menghargai kayu sebagai bahan ekspresinya diatas beton. Menurut Aalto masalah arsitektural yang paling sulit adalah membentuk lingkungan sekitar bangunan kedalam skala manusia. Lahan yang tersisa sebaiknya tidak diolah hanya sebagai taman melainkan pergerakan organik dari manusia dapat bersesuaian dengan bentuk tapak (site), sehingga didapat hubungan yang erat antara manusia arsitektur. Dalam 'Paris Pavillion' masalah ini dapat diselesaikan. Pendekatan organik dari manusia diterapkan Aalto pada detailnya. Viipuri Library dan Paimio Sanatorium. Meskipun dibangun dengan beton bertulang, tetapi Aalto tetap memberikan waktu untuk memperluas dengan aturan fungsionals dengan tujuan untuk mencukupi baik kebutuhan fisik maupun psikis. Perhatiannya pada modifikasi alam dari lingkungan dan pada indistrik tapak memberikan kesinambungan karya-karya unik dari periode fungsionalis. Sekitar Tahun 1920 dan pada fase yang lebih ekspresif pada sekitar tahun 1950. Sebagai gambaran dari sikap anti mekanistik, Aalto menyatakan bahwa membuat arsitektur yang lebih baik ini lebih berarti fungsional daripada hanya sekedar teknikal. Hal ini dapat dicapai kehidupan yang harmonis bagi manusia. Aalto mempunyai konsep dualistis mengenai penciptaan arstitektur. Menurut Aalto aristektur memerlukan waktu yang lama untuk berkembang dan perkembangannya dapat terjadi pada dua tempat yang berbeda. Penerapannya pada “Saynatsalo Town Hall” dan ‘Villa Mairea’. Aalto berusaha memuaskan kriteria sosial dan psikologi dan secara efektif menjauhkan diri dari dragmatik aliran fungsionalis disekitar tahun 1920. Aalto juga memuaskan perhatiannya pada kreasi lingkungan yang akan menghasilkan kebaikan manusiawi (human well being). e-USU Repository ©2004 Universitas Sumatera Utara 2

Page 3: Arsitek Modern dilla

BAGIAN III MIES VAN DER RORE

Seperti hanya membicarakan Le Corbusuier dan lainnya, sangat penting kita ketahui latar belakang kehidupan Mies untuk mengetahui pandangannya tentang arsitektur. Mies Van der Rohe menyakini bahwa sebuah benda adalah sebuah simbol dari realitas yang tersembunyi. Arsitektur menurut pandangannya adalah semangat dan keinginan untuk menerjemahkan zaman kedalam ruang esensi dari teknologi modern, merupakan bagian penting yang harus bermakna dalam karya arsitektur. Hal ini terungkap karena pemikirannya bahwa teknologi dalah ungkapan intelektualitas manusia modern dan teknologilah yang mendominasi kecendrungan mendatang.

Pada sekitar tahun 1919 Mies mencurahkan perhatiannya untuk mempelajari masalah modern design, setelah sebelumnya memakai gaya neo classic. Tiga tema pokok dalam rancangan adalah : 1. Pengaruh kaca sebagai pelindung 2. Penekanan bangunan dengan arah horizontal 3. Pengembangan bangunan sesuai dengan fungsi.

Konsep yang dikembangkan adalah flowing space (ruang mengalir) seperti yang terlihat pada karyanya: German PavilIon International Exhibition di Barcelona (1929) dan Tugendhat House (1930), dengan ciri-ciri : a. Pembagian riuang dengan dinding berdiri sendiri b. Atap ditopang oleh kolom baja c. Pembagian ruang dengan partisi merupakan perwujudan idenya tentang flexibility (ruang

flreksibel) d. Penggunaan bahan yang mahal pada partisi. Konsep-konsep Mies yang terpenting yang dipakai dalam merancang : 1. Konsep ruang tunggal (Universal Space)

Merupakan pengembangan dari konsep flowing space yaitu ruang-ruang universal yang terbagi oleh partisi dengan kolom bagian sisi sehingga rating bebas kolom.

2. Penggunaan bahan baja sebagai struktur utama mencerminkan suatu kesederhanaan dari bentuk-bentuk persegi panjang. Kesederhanaan itu sendiri bukan suatu kesederhanaan yang tidak bernilai tetapi suatu kesederhanan yang berlandaskan suatu pemikiran untuk mremecahkan masalah lebih sederhana lagi rang terkenal dengan semboyan 'Less is More'.

Menurut pandangan Charles Jends, Mies menuntut orang menilai bangunannya secara sempurna seperti halnya pandangan Plato. Pandangan-pandangan lain oleh beberapa ahli: Lewis Numford

: Karya Mies tidak dapat dinilai pada tingkat harfiah, ia harus dinilai bagaikan sebuah puisi. Karena penilaian harfiah akan membuka kelemahan pada karyanya.

Sigfried Gidieon : Karyanya membawa esensi kualitas tiap material dan detail konstruksi yang diolah sehingga mencapai tingkat yang menakjubkan.

William Jordi : Karyanya merupakan hasil kesempurnaan visual dan berhasil memecahkan persoalan sudut massa

Page 4: Arsitek Modern dilla

bangunannya.

Page 5: Arsitek Modern dilla

ArsitekturDari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Belum DiperiksaLangsung ke: navigasi, cari

Pantheon, Roma

Arsitektur adalah seni dan ilmu dalam merancang bangunan. Dalam artian yang lebih luas, arsitektur mencakup merancang dan membangun keseluruhan lingkungan binaan, mulai dari level makro yaitu perencanaan kota, perancangan perkotaan, arsitektur lansekap, hingga ke level mikro yaitu desain bangunan, desain perabot dan desain produk. Arsitektur juga merujuk kepada hasil-hasil proses perancangan tersebut.

Daftar isi

[sembunyikan]

1 Ruang lingkup dan keinginan 2 Teori dan praktik 3 Sejarah 4 Kesimpulan 5 Lihat pula 6 Pranala luar

[sunting] Ruang lingkup dan keinginan

Menurut Vitruvius di dalam bukunya De Architectura (yang merupakan sumber tertulis paling tua yang masih ada hingga sekarang), bangunan yang baik haruslah memilik Keindahan / Estetika (Venustas), Kekuatan (Firmitas), dan Kegunaan / Fungsi (Utilitas); arsitektur dapat dikatakan sebagai keseimbangan dan koordinasi antara ketiga unsur tersebut, dan tidak ada satu

Page 6: Arsitek Modern dilla

unsur yang melebihi unsur lainnya. Dalam definisi modern, arsitektur harus mencakup pertimbangan fungsi, estetika, dan psikologis. Namun, dapat dikatakan pula bahwa unsur fungsi itu sendiri di dalamnya sudah mencakup baik unsur estetika maupun psikologis.

Arsitektur adalah bidang multi-dispilin, termasuk di dalamnya adalah matematika, sains, seni, teknologi, humaniora, politik, sejarah, filsafat, dan sebagainya. Mengutip Vitruvius, "Arsitektur adalah ilmu yang timbul dari ilmu-ilmu lainnya, dan dilengkapi dengan proses belajar: dibantu dengan penilaian terhadap karya tersebut sebagai karya seni". Ia pun menambahkan bahwa seorang arsitek harus fasih di dalam bidang musik, astronomi, dsb. Filsafat adalah salah satu yang utama di dalam pendekatan arsitektur. Rasionalisme, empirisisme, fenomenologi strukturalisme, post-strukturalisme, dan dekonstruktivisme adalah beberapa arahan dari filsafat yang mempengaruhi arsitektur.

[sunting] Teori dan praktik

Pentingnya teori untuk menjadi rujukan praktik tidak boleh terlalu ditekankan, meskipun banyak arsitek mengabaikan teori sama sekali. Vitruvius berujar: "Praktik dan teori adalah akar arsitektur. Praktik adalah perenungan yang berkelanjutan terhadap pelaksanaan sebuah proyek atau pengerjaannya dengan tangan, dalam proses konversi bahan bangunan dengan cara yang terbaik. Teori adalah hasil pemikiran beralasan yang menjelaskan proses konversi bahan bangunan menjadi hasil akhir sebagai jawaban terhadap suatu persoalan. Seorang arsitek yang berpraktik tanpa dasar teori tidak dapat menjelaskan alasan dan dasar mengenai bentuk-bentuk yang dia pilih. Sementara arsitek yang berteori tanpa berpraktik hanya berpegang kepada "bayangan" dan bukannya substansi. Seorang arsitek yang berpegang pada teori dan praktik, ia memiliki senjata ganda. Ia dapat membuktikan kebenaran hasil rancangannya dan juga dapat mewujudkannya dalam pelaksanaan".

[sunting] Sejarah

Untuk lebih jelas lihat artikel utama: Sejarah arsitektur

Arsitektur lahir dari dinamika antara kebutuhan (kebutuhan kondisi lingkungan yang kondusif, keamanan, dsb), dan cara (bahan bangunan yang tersedia dan teknologi konstruksi). Arsitektur prasejarah dan primitif merupakan tahap awal dinamika ini. Kemudian manusia menjadi lebih maju dan pengetahuan mulai terbentuk melalui tradisi lisan dan praktek-praktek, arsitektur berkembang menjadi ketrampilan. Pada tahap ini lah terdapat proses uji coba, improvisasi, atau peniruan sehingga menjadi hasil yang sukses. Seorang arsitek saat itu bukanlah seorang figur penting, ia semata-mata melanjutkan tradisi. Arsitektur Vernakular lahir dari pendekatan yang demikian dan hingga kini masih dilakukan di banyak bagian dunia.

Permukiman manusia di masa lalu pada dasarnya bersifat rural. Kemudian timbullah surplus produksi, sehingga masyarakat rural berkembang menjadi masyarakat urban. Kompleksitas bangunan dan tipologinya pun meningkat. Teknologi pembangunan fasilitas umum seperti jalan dan jembatan pun berkembang. Tipologi bangunan baru seperti sekolah, rumah sakit, dan sarana rekreasi pun bermunculan. Arsitektur Religius tetap menjadi bagian penting di dalam

Page 7: Arsitek Modern dilla

masyarakat. Gaya-gaya arsitektur berkembang, dan karya tulis mengenai arsitektur mulai bermunculan. Karya-karya tulis tersebut menjadi kumpulan aturan (kanon) untuk diikuti khususnya dalam pembangunan arsitektur religius. Contoh kanon ini antara lain adalah karya-karya tulis oleh Vitruvius, atau Vaastu Shastra dari India purba. Di periode Klasik dan Abad Pertengahan Eropa, bangunan bukanlah hasil karya arsitek-arsitek individual, tetapi asosiasi profesi (guild) dibentuk oleh para artisan / ahli keterampilan bangunan untuk mengorganisasi proyek.

Pada masa Pencerahan, humaniora dan penekanan terhadap individual menjadi lebih penting daripada agama, dan menjadi awal yang baru dalam arsitektur. Pembangunan ditugaskan kepada arsitek-arsitek individual - Michaelangelo, Brunelleschi, Leonardo da Vinci - dan kultus individu pun dimulai. Namun pada saat itu, tidak ada pembagian tugas yang jelas antara seniman, arsitek, maupun insinyur atau bidang-bidang kerja lain yang berhubungan. Pada tahap ini, seorang seniman pun dapat merancang jembatan karena penghitungan struktur di dalamnya masih bersifat umum.

Bersamaan dengan penggabungan pengetahuan dari berbagai bidang ilmu (misalnya engineering), dan munculnya bahan-bahan bangunan baru serta teknologi, seorang arsitek menggeser fokusnya dari aspek teknis bangunan menuju ke estetika. Kemudian bermunculanlah "arsitek priyayi" yang biasanya berurusan dengan bouwheer (klien)kaya dan berkonsentrasi pada unsur visual dalam bentuk yang merujuk pada contoh-contoh historis. Pada abad ke-19, Ecole des Beaux Arts di Prancis melatih calon-calon arsitek menciptakan sketsa-sketsa dan gambar cantik tanpa menekankan konteksnya.

Sementara itu, Revolusi Industri membuka pintu untuk konsumsi umum, sehingga estetika menjadi ukuran yang dapat dicapai bahkan oleh kelas menengah. Dulunya produk-produk berornamen estetis terbatas dalam lingkup keterampilan yang mahal, menjadi terjangkau melalui produksi massal. Produk-produk sedemikian tidaklah memiliki keindahan dan kejujuran dalam ekspresi dari sebuah proses produksi.

Ketidakpuasan terhadap situasi sedemikian pada awal abad ke-20 melahirkan pemikiran-pemikiran yang mendasari Arsitektur Modern, antara lain, Deutscher Werkbund (dibentuk 1907) yang memproduksi obyek-obyek buatan mesin dengan kualitas yang lebih baik merupakan titik lahirnya profesi dalam bidang desain industri. Setelah itu, sekolah Bauhaus (dibentuk di Jerman tahun 1919) menolak masa lalu sejarah dan memilih melihat arsitektur sebagai sintesa seni, ketrampilan, dan teknologi.

Ketika Arsitektur Modern mulai dipraktekkan, ia adalah sebuah pergerakan garda depan dengan dasar moral, filosofis, dan estetis. Kebenaran dicari dengan menolak sejarah dan menoleh kepada fungsi yang melahirkan bentuk. Arsitek lantas menjadi figur penting dan dijuluki sebagai "master". Kemudian arsitektur modern masuk ke dalam lingkup produksi masal karena kesederhanaannya dan faktor ekonomi.

Namun, masyarakat umum merasakan adanya penurunan mutu dalam arsitektur modern pada tahun 1960-an, antara lain karena kekurangan makna, kemandulan, keburukan, keseragaman, serta dampak-dampak psikologisnya. Sebagian arsitek menjawabnya melalui Arsitektur Post-

Page 8: Arsitek Modern dilla

Modern dengan usaha membentuk arsitektur yang lebih dapat diterima umum pada tingkat visual, meski dengan mengorbankan kedalamannya. Robert Venturi berpendapat bahwa "gubuk berhias / decorated shed" (bangunan biasa yang interior-nya dirancang secara fungsional sementara eksterior-nya diberi hiasan) adalah lebih baik daripada sebuah "bebek / duck" (bangunan di mana baik bentuk dan fungsinya menjadi satu). Pendapat Venturi ini menjadi dasar pendekatan Arsitektur Post-Modern.

Sebagian arsitek lain (dan juga non-arsitek) menjawab dengan menunjukkan apa yang mereka pikir sebagai akar masalahnya. Mereka merasa bahwa arsitektur bukanlah perburuan filosofis atau estetis pribadi oleh perorangan, melainkan arsitektur haruslah mempertimbangkan kebutuhan manusia sehari-hari dan menggunakan teknologi untuk mencapai lingkungan yang dapat ditempati. Design Methodology Movement yang melibatkan orang-orang seperti Chris Jones atau Christopher Alexander mulai mencari proses yang lebih inklusif dalam perancangan, untuk mendapatkan hasil yang lebih baik. Peneilitian mendalam dalam berbagai bidang seperti perilaku, lingkungan, dan humaniora dilakukan untuk menjadi dasar proses perancangan.

Bersamaan dengan meningkatnya kompleksitas bangunan,arsitektur menjadi lebih multi-disiplin daripada sebelumnya. Arsitektur sekarang ini membutuhkan sekumpulan profesional dalam pengerjaannya. Inilah keadaan profesi arsitek sekarang ini. Namun demikian, arsitek individu masih disukai dan dicari dalam perancangan bangunan yang bermakna simbol budaya. Contohnya, sebuah museum senirupa menjadi lahan eksperimentasi gaya dekonstruktivis sekarang ini, namun esok hari mungkin sesuatu yang lain.

[sunting] Kesimpulan

bangunan adalah produksi manusia yang paling kasat mata. Namun, kebanyakan bangunan masih dirancang oleh masyarakat sendiri atau tukang-tukang batu di negara-negara berkembang, atau melalui standar produksi di negara-negara maju. Arsitek tetaplah tersisih dalam produksi bangunan. Keahlian arsitek hanya dicari dalam pembangunan tipe bangunan yang rumit, atau bangunan yang memiliki makna budaya / politis yang penting. Dan inilah yang diterima oleh masyarakat umum sebagai arsitektur. Peran arsitek, meski senantiasa berubah, tidak pernah menjadi yang utama dan tidak pernah berdiri sendiri. Selalu akan ada dialog antara masyarakat dengan sang arsitek. Dan hasilnya adalah sebuah dialog yang dapat dijuluki sebagai arsitektur, sebagai sebuah produk dan sebuah disiplin ilmu.