Arkeologi Sebagai Metodologi Penulisan Sejarah

12
Arkeologi Sebagai Metodologi Penulisan Sejarah (Disampaikan dalam SEMINAR NASIONAL REKONSTRUKSI SEJARAH ISLAM NUSANTARA, diselenggarakan oleh Fakultas Adab & Humaniora, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Jakarta, Kamis, tanggal 12 Juni 2014 di Aula Prof. Dr. Bustami A. Ghani Fakultas Adab dan Humaniora UIN Syarif Hidayatullah Jakarta) Prof DR Budi Sulistiono, M.Hum Guru Besar Sejarah & Kebudayaan Islam Fakultas Adab & Humaniora Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta A.Muqaddimah Segala puja dan puji mari kita panjatkan ke hadirat Allah swt yang telah melimpahkan segala rahmat, hidayat, serta taufiqNya kepada kita semua sehingga kita dapat berkumpul di tempat yang penuh bahagia ini. Saya ucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak di Fakultas Adab yang telah memberikan kesempatan untuk partisipasi dalam SEMINAR NASIONAL. Dalam jadwal, tema yang diberikan untuk saya adalah “Arkeologi Sebagai Metodologi Penulisan Sejarah”, tapi sebelum pentas oleh Panitia saya dihadiahi sebuah buku Fakta Mengejutkan Majapahit Kerajaan Islam, karya Herman Sinung Janutama, Deputi Institut of Philosophy Falsafatuna, Jakarta, diterbitkan oleh Noura Books, Jakarta, April 2014. Nah, Alhamdulillah sekarang saya nyata-nyata disandingkan dengan Yth penulis buku ini. Tentunya, ini sebuah kebanggaan tersendiri buat saya pribadi, semoga saja perjumpaan ini menjadi jalin silaturrahmi yang positif ke depan untuk sharing hasil rekonstruksi jejak Islam Nusantara. Menyebut nama Majapahit, telah menggiring ingatan masa lalu saya di tahun 1993, tiga minggu asyik eksavasi, tapi tidak berhasil menemukan reruntuhan konstruksi bekas istana Kerajaan Majapahit. Sharing cerita dengan para senior di lapangan, juga bernasib dapetin info yang sama. Sampai-sampai kami hampir berkesimpulan, “jangan-jangan Ibukota Majapahit tidak di Trowulan, Mojokerto ini. Andai saja tidak di sini dimana gantinya ?”. Bagaimana pun kami cukup terhibur, hingga kini masyarakat Trowulan, Mojokerto mayoritas beragama Islam. Mereka hidup

Transcript of Arkeologi Sebagai Metodologi Penulisan Sejarah

Page 1: Arkeologi Sebagai Metodologi Penulisan Sejarah

Arkeologi Sebagai Metodologi Penulisan Sejarah

(Disampaikan dalam SEMINAR NASIONAL REKONSTRUKSI SEJARAH ISLAM

NUSANTARA, diselenggarakan oleh Fakultas Adab & Humaniora, Universitas Islam Negeri Syarif

Hidayatullah, Jakarta, Kamis, tanggal 12 Juni 2014 di Aula Prof. Dr. Bustami A. Ghani Fakultas Adab

dan Humaniora UIN Syarif Hidayatullah Jakarta)

Prof DR Budi Sulistiono, M.Hum

Guru Besar Sejarah & Kebudayaan Islam

Fakultas Adab & Humaniora

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

A.Muqaddimah

Segala puja dan puji mari kita panjatkan ke hadirat Allah swt yang telah

melimpahkan segala rahmat, hidayat, serta taufiqNya kepada kita semua sehingga kita

dapat berkumpul di tempat yang penuh bahagia ini.

Saya ucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak di Fakultas Adab yang

telah memberikan kesempatan untuk partisipasi dalam SEMINAR NASIONAL. Dalam

jadwal, tema yang diberikan untuk saya adalah “Arkeologi Sebagai Metodologi

Penulisan Sejarah”, tapi sebelum pentas oleh Panitia saya dihadiahi sebuah buku Fakta

Mengejutkan Majapahit Kerajaan Islam, karya Herman Sinung Janutama, Deputi

Institut of Philosophy Falsafatuna, Jakarta, diterbitkan oleh Noura Books, Jakarta, April

2014. Nah, Alhamdulillah sekarang saya nyata-nyata disandingkan dengan Yth penulis

buku ini. Tentunya, ini sebuah kebanggaan tersendiri buat saya pribadi, semoga saja

perjumpaan ini menjadi jalin silaturrahmi yang positif ke depan untuk sharing hasil

rekonstruksi jejak Islam Nusantara.

Menyebut nama Majapahit, telah menggiring ingatan masa lalu saya di tahun

1993, tiga minggu asyik eksavasi, tapi tidak berhasil menemukan reruntuhan

konstruksi bekas istana Kerajaan Majapahit. Sharing cerita dengan para senior di

lapangan, juga bernasib dapetin info yang sama. Sampai-sampai kami hampir

berkesimpulan, “jangan-jangan Ibukota Majapahit tidak di Trowulan, Mojokerto ini.

Andai saja tidak di sini dimana gantinya ?”. Bagaimana pun kami cukup terhibur,

hingga kini masyarakat Trowulan, Mojokerto mayoritas beragama Islam. Mereka hidup

Page 2: Arkeologi Sebagai Metodologi Penulisan Sejarah

berdampingan nan damai dengan sejumlah candi : Bajangratu, Wringin Lawang,

Bhrahu, Tikus, situs segaran, dan sejumlah peninggalan lainnya.

B.Kondisi Sebelum Berdirinya Majapahit

Jejak dakwah islamiyah pasca wafatnya Rasulullah saw tidak kenal berhenti.

Betulkah begitu ? Dalam kesempatan ini saat yang tepat tukar info dan /atau saling

memberikan informasi Jalur Perdagangan baik melalui darat mau pun laut, abad ke-13

Masehi. Semoga saja melalui peta ini dapat juga dilacak data jejak Islam pasca

Rasulullah saw. Selain itu, seringkali ada informasi “hubungan kegiatan perdagangan

di Benua Asia, khususnya hubungan antara Cina dan India telah tumbuh sejak awal

tarikh Masehi”.

Jejak usaha dakwah Khulafaurrasyidin (632- 661 M) berlanjut ke sejumlah

Khilafah membentang dari Asia Barat, Afrika, Spanyol, Asia Tengah, Asia Selatan, Asia

Tenggara. Khilafah yang dimaksud, antara lain : Umayyah (Damaskus, Syria, 41-132 H

/ 661-750 M), Abbasiyyah (Baghdad, Iraq,132-656 H / 750-1258 M), Jeumpa (Aceh, 776

M-880 M), Rustamiyyah (Tahart, Aljazair Barat, 160-296 H / 777-909 M), Idrisiyyah

(Maroko, 172-314 H / 789-926 M), Aghlabiyyah (Qairawan, Tunis, 800-909 M),

Samaniyyah (Khurasan dan Transoxania, 204-395 H / 819-1005 M), Thahiriyyah

(Khurasan, 205-259 H / 821-873 M), Peureulak , Aceh Timur (840-1108 M), Shafariyyah

(Sistan1, 253-855 H / 867-1480 M), Thuluniyyah (Mesir dan Suriah, 254-292 H / 868-905

M), Zaidiyyah (Yaman, 246-680 H / 860-1281 M), Qaramithah (Arabia timur dan tengah,

281-366 H / 894-977 M), Hamdaniyyah (Syria, 293-394 H / 905-1004 M), Fathimiyyah

(Mahdia, Tunis, Afrika Utara), Kairo (Mesir), 297-567 H / 909-1171 M), Ikhsyidiyyah

(Mesir dan Suriah, 323-358 H / 935-969 M), Buwaihiyyah (Syiraz, Iran 945 M-1055 M),

Ghaznawiyyah (Ghazni, Afghanistan, 962-1186 M), al-Murabitun (Marokko, 448 H/

1056 M-541 H/1147 M, alMuwahhidun (Sevilla, Spanyol, 1128- 1269 M), alKhawarizmi,

(Khwarizmia,1121- 1219 M), Ayyubiyyah (Mesir, 564-866 H / 1169-1462 M), Mariniyyah

(Maroko, 592-956 H / 1196-1549 M), Mughal/Moghul (Agra,India,1206-1526 M),

Hafshiyyah (Tunisia dan Aljazair Timur, 625-982 H / 1228-1547 M), Mamalik (Mamluk)

(Mesir dan Suriah, 648-922 H / 1250-1517 M), Ilkhaniyyah (Tabriz, Iran, 1258 M – 1343

M), Samudera Pasai (di Pasai, Aceh, 1267 M).

1 Sistan saat ini adalah Kota Provinsi. Provinsi Sistan merupakan satu dari 31 provinsi di Iran.

Provinsi ini terletak di bagian tenggara Iran, berbatasan dengan Pakistan dan Afghanistan.

Page 3: Arkeologi Sebagai Metodologi Penulisan Sejarah

Andai saja rentetan data ini dapat diaplikasikan dalam peta, kian memperkuat

dugaan, bahwa bentangan laut yang lekat dengan sebutan “Jalur Sutera”, pentas

dakwah islamiyah dari alHaramain (Saudi Arabia), Damaskus (Syria), Baghdad (Iraq)

telah melempangkan dinamika ekonomi, budaya, agama, dan politik. Banyak sumber

menyebutkan bahwa jalan yang ditempuh agar sampai ke tempat tujuan ialah jalan

darat atau jalan laut. Dengan kata lain, keterhubungan satu tempat ke tempat lain, dan/

atau satu Negara ke Negara lain secara nyata adalah suasana dinamika antar jalur

maritime, dan jalan darat paling banyak digunakan sebagai jalur perdagangan.

Keterhubungan ini tidak akan pernah lahir jika tidak ada daya pikat yang

dimiliki oleh satu sama lain. Ambil contoh, kehidupan ekonomi Kesultanan Jeumpa2

(Aceh, 776 M-880 M), Kesultanan Peureulak3, Aceh Timur (840-1108 M), Kesultanan

Samudera Pasai (di Pasai, Aceh, 1267 M) menitikberatkan kepada sektor perdagangan.

Kenyataan ini karena Kesultanan-Kesultanan tersebut secara geografis terletak di jalur

Pelayaran dan Perdagangan Dunia, yaitu Selat Malaka. Perdagangan merupakan

sebuah proses kegiatan yang berhubungan dengan menjual dan membeli barang untuk

memperoleh sebuah keuntungan. Kegiatan perjalanan mengarungi lautan dari satu

tempat ke tempat lain disebut pelayaran. Perdagangan dan pelayaran menjadi kegiatan

yang tidak terpisahkan dalam hubungan antarpusat perekonomian dan perdagangan,

antarpulau dan antarnegara di masa lalu. Kegiatan perdagangan dan pelayaran

tersebut telah membuka jaringan hubungan antar Nusantara dan dunia internasional.

Keadaan itu juga sangat mendukung kreativitas masyarakatnya untuk terjun langsung

ke bidang perdagangan, hingga diraihlah “kekuatan politik-ekonomi”. Melalui

kekuatan politik ekonomi ummat, telah menghantarkan terwujudnya pemerintahan

Kesultanan-Kesultanan itu berkembang sedemikian rupa menjadi Kesultanan yang

makmur dan memiliki pertahanan yang sangat kuat.

Rentetan era ini, khusus di sebagian wilayah Nusantara adalah seiring zaman

telah hadirnya Buddha dan Hindu. Bukti kehadiran Buddha dan Hindu, antara lain

berdirinya kerajaan, misalnya : Raja Sanjaya memerintah di Kerajaan Mataram Kuno

pada tahun 732 M. Wilayahnya sekarang ini adalah daerah Yogyakarta. Abad ke-7 M

2Lokasi Istana Jeumpa di Desa Blang Seupeueng sekarang disebut Cot Cibrek Pinto Ubeut. Masa

itu Desa Blang Seupeueng merupakan permukiman yang padat penduduknya dan juga merupakan kota

bandar pelabuhan besar, yang terletak di Kuala Jeumpa. Ibukota Kesultanan pernah pindah ke Birueun,

Aceh Utara. 3 Nama Peureulak, saat ini menjadi sebuah kota Kecamatan dalam wilayah administratif Aceh

Timur.

Page 4: Arkeologi Sebagai Metodologi Penulisan Sejarah

atau diperkirakan 671 M Kerajaan Sriwijaya, berdiri yang tumbuh dan berkembang

sampai abad dua belas, atau hingga tahun 1409 M4. Pada tahun 1019 Airlangga

mendirikan Kerajaan Kahuripan, dengan pusatnya di Kahuripan Sidoarjo, wilayahnya

membentang dari Pasuruan di timur hingga Madiun, Jawa Timur.5

C.Kondisi Sezaman Majapahit

Melalui “kekuatan politik-ekonomi’ ummat telah memberikan sumbangan

pengalaman yang tidak kecil antara lain dalam pentas-pentas dakwah islamiyah yang

tak kenal henti, dan hasilnya dapat dibuktikan dengan munculnya sejumlah

khilafah/Kesultanan di berbagai tempat yang lain, antara lain Khilafah Ghuriyyah

(Herat, Afghan, 680-1342 H / 1282-1924 M), Utsmaniyah (Istanbul, Turki, 680-1342 H /

1282-1924 M), Timuriyah (Samarkand, Uzbekistan, 1370-1506), Malaka (1402 – 1511 M),

Sulu (1450 M-skrg.). Data-data ini ketika dapat diaplikasikan dalam peta di atas, kian

membangun sejumlah asumsi yang diperkokoh sejumlah bukti, antara lain sebelum

Islam datang dan berkembang di wilayah Asia Tenggara, Malaysia berada di jalur

perdagangan dunia yang menghubungkan kawasan-kawasan di Arab dan India

dengan wilayah China, dan dijadikan tempat persinggahan sekaligus pusat

perdagangan yang amat penting.6

Karena letaknya yang strategis di jalur lalu lintas perdagangan internasional

yang menghubungkan Mediterania, Afrika, Asia Barat, Asia Selatan, dan Cina, maka

Malaka berkembang pesat menjadi bandar internasional yang besar dan makmur serta

menjadi pusat pertemuan segala bangsa dan kebudayaan. Malaka juga menjadi pusat

bermukimnya para saudagar Islam yang ikut berperan dalam penyiaran Islam di

Nusantara.

Dari pesisir Aceh-Malaka-Sumatera, Islam kemudian menyebar ke berbagai arah

Timur ke daerah-daerah di pantai Utara Jawa seperti Surabaya, Gresik, Tuban,

4 Kerajaan Sriwijaya mulai ditaklukkan oleh berbagai kerajaan di Jawa, pertama oleh kerajaan

Singosari (Singhasari). Tahun 1275 Singhasari penerus kerajaan Kediri di Jawa melakukan suatu

ekspedisi dalam Pararaton selanjutnya disebut semacam ekspansi dan menaklukan Bhumi Malayu yg

dikenal dgn nama Ekspedisi Pamalayu. Penaklukkan dilakukan oleh Kerajaan Majapahit, tahun 1339.

Dan sejak itu Srwijaya sudah tidak disebut-sebut lagi dalam pentas politik.

5 Sebelum turun takhta tahun 1042, Airlangga dihadapkan pada masalah persaingan antara kedua

putranya. Maka, ia pun membelah wilayah kerajaannya menjadi dua, yaitu Kadiri dan Janggala. Peristiwa

ini diberitakan dalam Kitab Nagarakretagama dan Serat Calon Arang, serta diperkuat oleh prasasti Turun

Hyang (1044).

6 Abdul Rahman Haji Abdullah, Pemikiran Umat Islam Di Nusantara: Sejarah dan

Perkembangannya Hingga Abad Ke-19, (Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka, 1990), h. 24-30.

Page 5: Arkeologi Sebagai Metodologi Penulisan Sejarah

kemudian terus ke arah Timur hingga ke sejumlah kepulauan berikutnya, yakni

Kalimantan, Sulawesi, Ternate dan Tidore di kepulauan Maluku, Nusatenggara, Bali,

Papua. Islam datang di Papua tahun 1360 yang disebarkan oleh muballigh asal Aceh,

Abdul Ghaffar. Pendapat ini juga berasal dari sumber lisan yang disampaikan oleh

putra bungsu Raja Rumbati ke-16 (Muhamad Sidik Bauw) dan Raja Rumbati ke-17 (H.

Ismail Samali Bauw). Abdul Ghafar berdakwah selama 14 tahun (1360-1374 M) di

Rumbati dan sekitarnya. Ia kemudian wafat dan dimakamkan di belakang masjid

kampung Rumbati tahun 1374.7

Mendasarkan data berupa angka tahun, hingga tahun 1360 M Islam telah datang

di Tanah Papua. Data ini semakin memperkuat dugaan bahwa dakwah Islam sudah

merambah di hampir pelosok Nusantara. Ingat, di Gresik, Jawa Timur telah ditemukan

makam Fatimah binti Maemun bin Hibatallah (wafat, 1086 M). Karenanya, taklah

berlebihan untuk dikatakan bahwa keberadaan Majapahit (1293 M-1478 M) di

Trowulan, Mojokerto, Jawa Timur, adalah nyata-nyata didukung oleh peran aktif

masyarakat Muslim yang telah memberikan keteladanan dalam menciptakan kekuatan

politik-ekonomi Maritim yang bersinergis dengan realitas Agraris.

Bukti daya dukung itu dapat kita cermati dan seakan menggiring pengingatan

kita ke arah keberadaan para Auliya, kasus di Jawa dikenal nama Wali Songo. Menurut

tradisi, di antara tokoh Wali Songo datang dari Samarkand8 adalah Maulana Malik

Ibrahim (Sunan Gresik), atau Makdum Ibrahim As-Samarqandy, yang dalam Babad

Tanah Jawi disebut Makdum Brahim Asmara, dan sesekali disebut Asmarakandi,9

mengikuti pengucapan lidah Jawa terhadap As-Samarqandy, berubah menjadi

Asmarakandi. Dalam buku The History of Java, Stamford Raffles menyatakan bahwa

menurut penuturan para penulis lokal, "Mulana Ibrahim, seorang Pandita terkenal

berasal dari Arabia, keturunan dari Jenal Abidin, dan sepupu raja Chermen (sebuah

negara Sabrang), telah menetap bersama masyarakat Muslim lainnya yang lebih dahulu

tinggal di Desa Leran10 di Janggala.11

7 Bambang Budi Utomo. 2011. Atlas Sejarah Indonesia Masa Islam. Jakarta: Kementerian

Kebudayaan dan Pariwisata 8 Kota Samarkand merupakan ibukota propinsi Transoksania (sekarang Uzbekistan). Kota

Samarkand menjadi saksi sejarah kekuasaan Alexander The Great (Iskandar Dzu Al-Qarnain), putra

Philip dari Makedonia, ketika berhasil menaklukan Dinasti Achameneids. Kota ini telah melahirkan para

Ilmuwan Muslim pada masa Dinasti Saman, seperti: Muhammad Addi As-Samarkandi, Abu Manshur Al-

Maturidi, Abu Al-Hasan Maidani, Ahmad ibn Umar, Abu Bakr As-Samarkandi, Muhammad ibn Mas’ud

As-Samarkandi, Alauddin As-Samarkandi, Najibuddin As-Samarkandi, dan Abu Al-Qasim Al-Laitsi As-

Samarkandi. 9Babad Tanah Jawi, versi J.J. Meinsma, USA Paris Publication, 1987, h.20

10 Leran, kecamatan Manyar, 9 kilometer utara kota Gresik.

Page 6: Arkeologi Sebagai Metodologi Penulisan Sejarah

Menurut tradisi, aktivitas pertama yang dilakukannya ketika itu adalah

berdagang dengan cara membuka warung. Warung itu menyediakan kebutuhan pokok

dengan harga murah. Jika upaya membuka warung sebagai salah satu strategi

dakwahnya, setidaknya untuk merangkul masyarakat bawah -kasta yang disisihkan

dalam Hindu. Maka sempurnalah misi pertamanya, yaitu mencari tempat di hati

masyarakat sekitar yang ketika itu tengah dilanda krisis ekonomi dan perang saudara.

Menurut tradisi, setelah cukup mapan di masyarakat, Maulana Malik Ibrahim

kemudian melakukan kunjungan ke ibukota Kerajaan Majapahit di Trowulan. Raja

Majapahit meskipun tidak masuk Islam tetapi menerimanya dengan baik, bahkan

memberikannya sebidang tanah di pinggiran kota Gresik. Wilayah itulah yang

sekarang dikenal dengan nama desa Gapura. Cerita rakyat tersebut diduga

mengandung unsur-unsur kebenaran, mengingat saat Maulana Malik Ibrahim hidup, di

ibukota Kerajaan Majapahit telah banyak orang Asing termasuk dari Asia Barat, untuk

berdagang.

Menurut tradisi, Malik Ibrahim seorang yang ahli pertanian, dan sejak berada di

Gresik, hasil pertanian rakyat Gresik12 meningkat tajam. Ia juga dikenal ahli

pengobatan, menyediakan diri untuk mengobati masyarakat secara gratis. Orang-orang

yang sakit banyak disembuhkannya dengan daun-daunan tertentu. Sebagai tabib, ia

pernah diundang untuk mengobati istri raja yang berasal dari Champa. Besar

kemungkinan permaisuri tersebut masih kerabat istrinya. Sifat lemah lembutnya, belas

kasih dan ramah kepada semua orang, baik sesama muslim atau non muslim

membuatnya terkenal sebagai tokoh masyarakat yang disegani dan dihormati.

Kepribadiannya yang baik itulah semakin mendapat simpatik dari penduduk setempat

sehingga mereka berbondong-bondong dengan suka rela untuk masuk agama Islam

dan menjadi pengikut yang setia.

Malik Ibrahim menetap di Gresik , kemudian ia merintis pendirian mesjid dan

pesantren untuk mengajarkan agama Islam kepada masyarakat sampai ia wafat.

Maulana Malik Ibrahim wafat pada hari Senin, 12 Rabiul Awal 822 H/ 1419 M, dan

dimakamkan di Gapura Wetan (Gapurosukolilo), Gresik, Jawa Timur. Pada nisannya

terdapat tulisan Arab yang menunjukkan bahwa dia adalah seorang penyebar agama

yang cakap dan gigih, asal Kasyan, Iran.

11

Raffles, Sir Thomas Stamford, F.R.S., 1830. The History of Java, from the earliest Traditions

till the establisment of Mahomedanism. Published by John Murray, Albemarle-Street. Vol II, 2nd Ed,

Chap X, page 122. 12

Secara perlahan tapi pasti, Gresik menjadi pusat perdagangan rempah-rempah dari Maluku, Lihat

B.J.O. Schrieke, Perebutan Kekuasaan Ekonomi di Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta,1957, hal. 13.

Page 7: Arkeologi Sebagai Metodologi Penulisan Sejarah

Setelah Syekh Maulana Malik Ibrahim wafat, maka Sunan Ampel diangkat

sebagai sesepuh Wali Songo, sebagai mufti atau pemimpin agama Islam di Pulau Jawa.

Menurut Solichin Salam, Raden Rahmat diperkirakan lahir pada tahun 1401 di Campa

(1960:30).13 Menurut Prof. Dr. B.J.O. Schrieke, sebagaimana dikutip oleh Amen

Budiman, Makdum Ibrahim, sebagai putra Raden Rahmat lahir paling awal pada tahun

1465.14 Tentang nama Campa ini, menurut Ensiklopaedi Van Nederlandsch-Indie adalah

suatu negeri kecil yang terletak di Kamboja (Indocina) yang kemudian dikuasai oleh

bangsa Khmer dari Vietnam.15 Menurut Raffles yang dimaksud Campa adalah Jeumpa-

Aceh (suatu tempat kini masuk dalam wilayah administrative Aceh Utara).

Menurut tradisi, Sunan Ampel sangat berpengaruh di kalangan istana

Majapahit, bahkan isterinya pun berasal dari kalangan istana, bernama Nyai Ageng

Manila putri seorang Adipati di Tuban, bernama Arya Teja. la dikaruniai beberapa

putera dan puteri, yaitu: Putri Nyai Ageng Maloka, Maulana Makdum Ibrahim (Sunan

Bonang), Syarifuddin (Sunan Drajat) dan Syarifah, yang merupakan isteri dari Sunan

Kudus. Di antara murid/santri yang menjadi penerusnya adalah Sunan Bonang dan

Sunan Drajat. Kedekatan Sunan Ampel dengan kalangan istana membuat penyebaran

Islam di daerah kekuasaan Majapahit, khususnya di pantai utara Pulau Jawa tidak

mendapat hambatan yang berarti, bahkan mendapat restu dari penguasa kerajaan.

Nama asli Sunan Ampel adalah Raden Rahmat, sedangkan sebutan Sunan

merupakan gelar kewaliannya, dan nama Ampel atau Ampel Denta, atau Ngampel

Denta (menurut Babad Tanah Jawi versi Meinsma), itu dinisbahkan kepada tempat

tinggalnya, sebuah nama tempat dekat Surabaya. Di Ampel Denta ini lah ia mendirikan

pondok pesantren. Agar pesantren yang didirikan di Ampel Denta yang berawa-rawa -

merupakan daerah yang dihadiahkan Raja Majapahit sebagai tanda simpatik, sejak

mula ia merangkul masyarakat sekitarnya.

Pada pertengahan abad ke-15, pesantren tersebut menjadi sentra pendidikan

yang sangat berpengaruh. Para pemuda-pemudi Islam dididik sebagai kader, untuk

kemudian disebarkan ke berbagai tempat di seluruh Pulau Jawa. Di antara muridnya

Raden Paku yang kemudian terkenal dengan sebutan Sunan Giri, Raden Fatah (Raden

Fatah, putera Prabu Brawijaya V, Raja Majapahit) yang kemudian menjadi Sultan

Pertama Kesultanan Islam di Bintoro Demak (1475 M.), Raden Makdum Ibrahim yang

dikenal dengan Sunan Bonang (putera Raden Rahmat), Raden Kosim Syarifuddin yang

dikenal dengan Sunan Drajat (putera Raden Rahmat), Maulana Ishak yang pernah

diutus ke daerah Blambangan untuk dakwah islamiyah disana, dan banyak lagi

13

Solichin Salam,(1960).Sekitar Walisanga. Kudus : Menara Kudus, hlm.30 14

Amen Budiman, (1978). Semarang Riwayatmu Dulu, Jilid I, Semarang: Tanjung Sari, hlm.88 15

Solichin Salam, Sekitar Wali Songo, (Menara Kudus, 1960), h.28

Page 8: Arkeologi Sebagai Metodologi Penulisan Sejarah

muballig yang mempunyai andil besar dalam dakwah Islam di Pulau Jawa, dan

Madura.

Sunan Ampel turut membidani lahirnya Kesultanan Islam pertama di Pulau

Jawa dengan ibukota di Bintoro, Demak, tahun 1477 atau 1479 M. la pula yang

menunjuk muridnya Raden Fatah, putra Prabu Brawijaya V Majapahit, menjadi Sultan

Demak tahun 1475 M dengan gelar: Sultan Alam Akbar AI Fattah. Kota Demak terletak

sekitar 25 km di selatan Kota Kudus. Karenanya, tidaklah berlebihan jika kemudian

Sunan Ampel dipandang punya jasa paling besar dalam meletakkan peran politik umat

Islam di Nusantara.

Di samping itu, Sunan Ampel juga ikut mendirikan Mesjid Agung Demak pada

tahun 1479 M. bersama para wali yang lain. Ketika mendirikan masjid tersebut, para

wali mengadakan pembagian tugas. Sunan Ampel diserahi tugas membuat salah satu

dari saka guru (tiang kayu raksasa) yang kemudian dipasang di bagian tenggara,

hingga sekarang masih diberi nama sesuai dengan yang membuatnya yaitu Sunan

Ampel.

Sunan Ampel mendirikan masjid, yang kini dikenal dengan nama Masjid Ampel,

dibangun pada tahun 1421, lokasinya di Kelurahan Ampel, Kecamatan Pabean

Cantikan, daerah Surabaya utara. Masjid ini didesain dengan arsitektur Jawa kuno,

menggunakan atap tumpang tiga, tidak memiliki kubah seperti bangunan Timur

Tengah.

Di kampung Ampel, sekitar kompleks Masjid Agung Sunan Ampel, terdapat 5

gapura (sbg simbol Rukun Islam):

1. Gapura Peneksen (Syahadat, bersaksi tiada Tuhan selain Allah SWT)

2. Gapura Madep (Sholat, melaksanakan sholat menghadap kiblat)

3. Gapura Ngamal (Zakat, menunaikan zakat/shodaqoh bagi yg mampu)

4. Gapura Poso (Puasa, puasa seperti di bulan suci Ramadhan)

5. Gapura Munggah (Haji, menunaikan haji bagi yg mampu)

Menurut tradisi, Sunan Ampel dianggap tokoh pertama kali yang menciptakan

Huruf Pegon16 atau tulisan Arab berbunyi bahasa Jawa. Dengan huruf pegon ini, ia dapat

menyampaikan ajaran-ajaran Islam kepada para muridnya.

Generasi pelanjut Sunan Ampel17 adalah Sunan Giri (lahir di Blambangan - nama

lama dari daerah Banyuwangi, tahun 1442M). Dalam bahasa Sansekerta, kata ‘giri’

16

Kata pegon berasal dari bahasa Jawa ‘pego’ yang artinya tidak lazim dalam mengucapkan

bahasa Jawa.

Page 9: Arkeologi Sebagai Metodologi Penulisan Sejarah

berarti ‘gunung’ atau ‘bukit’. Sejak itulah, ia dikenal masyarakat dengan sebutan Sunan

Giri. Di Perbukitan itulah yang kemudian ditempati untuk mendirikan sebuah

pesantren Giri di Desa Sidomukti, Kebomas, Gresik pada tahun Saka nuju tahun Jawi

Sinong milir (1403 Saka). Pesantren ini merupakan pondok pesantren pertama yang ada

di kota Gresik. Zainal Abidin Sultan Ternate (1486 - 1500) adalah salah seorang yang pernah

menuntut ilmu di Giri dan menjadi murid Sunan Giri Prabu Satmata.18

Pesantren Giri tidak hanya dipergunakan sebagai tempat pendidikan dalam arti

sempit, namun juga sebagai pusat pengembangan masyarakat. Pesantren ini kemudian

menjadi terkenal sebagai salah satu pusat penyebaran agama Islam di Jawa, bahkan

pengaruhnya sampai ke Madura, Lombok, Kalimantan, Sumbawa, Sumba, Flores,

Ternate, Sulawesi dan Maluku. Salah satu keturunannya yang terkenal ialah Sunan Giri

Prapen, yang menyebarkan agama Islam ke wilayah Lombok dan Bima. Para santri

pesantren Giri juga dikenal sebagai penyebar Islam yang gigih ke berbagai pulau,

seperti Bawean (nama pulau dalam wilayah administrasi Jawa Timur), Kangean

(Kepulauan Kangean adalah gugusan pulau yang merupakan bagian paling timur

Pulau Madura, Laut Jawa), Madura (dalam wilayah administrative Jawa Timur),

Haruku (nama pulau di Maluku Tengah), Ternate (Maluku Utara), hingga Nusa

Tenggara19. Penyebar Islam ke Sulawesi Selatan20, Datuk Ri Bandang dan dua

sahabatnya, menurut tradisi adalah murid Sunan Giri yang berasal dari Minangkabau21.

Melalui sejumlah keteladanan para Auliya di bawah kepemimpinan Maulana

Malik Ibrahim, Sunan Ampel, Sunan Giri telah membawa suasana pergeseran kekuatan

politik dari Kerajaan Majapahit ke Kesultanan Demak 22(Demak, 1478 -1556 M), dalam

17

Sunan Ampel diperkirakan wafat pada tahun 1481 M 18

H.J.de Graaf, “South East Asian Islam to The Eighteenth Century”, The Cambridge History of

Islam, Editor PM Holt, Ann K.S.Lambton, Berbad Lewis, Cambridge at the University Press, 1970,

hal.136 19

G. Th. Theodore Pigeaud, H.J. De Graaf, Islamic States In Java 1500-1600, The Hague - Martinus Nijhoff,

1976, hal.15. 20

Dari Sulawesi Islam berkembang ke Nusatenggara (Himpunan pulau antara lain : Lombok, Bima, Sumbawa,

Sumba, Timor, Solor Alor, dan lain sebagainya) yang dibawa oleh orang-orang Bugis yang banyak berhubungan dengan

Gresik dan Giri. 21

J. Noorduyn, Islamisasi Makasar, Bhratara, Jakarta, 1972, hal. 33 22 Demak semula adalah daerah yang tidak subur, penuh rawa dan sering dilanda banjir. Akan

tetapi, berkat kerja keras Raden Fatah, Demak menjadi daerah yang cukup penting. Sebagai

Kesultanan Islam yang memiliki wilayah di pedalaman, Demak memperhatikan masalah pertanian,

sehingga beras merupakan salah satu hasil pertanian yang menjadi andalan komoditi dagang. Dengan

demikian kegiatan perdagangannya ditunjang oleh hasil pertanian. Strategi selanjutnya Demak

memfungsikan Jepara sebagai Kota Pelabuhan. Kedudukan Jepara sebagai pelabuhan kemudian

memiliki hubungan dengan berbagai pelabuhan lainnya yaitu Aceh, Semenanjung Melayu,

Kalimantan, Malaka dan beberapa daerah lainnya di Asia Tenggara, jelas-jelas telah mendatangkan

keuntungan bagi Demak. Keputusan Sultan ke arah strategi politik ekonomi dan peradaban

Page 10: Arkeologi Sebagai Metodologi Penulisan Sejarah

keadaan damai. Suasana damai tetap terjaga andai saja mau mencermati dan mau

mengerti untuk kemudian lebih memahami wujud budaya (material, dan non-

material) yang sudah mengalami proses akulturasi dapat dicermati, antara lain :

1. Seni Bangunan

Wujud akulturasi dari masjid kuno seperti yang tampak pada ciri, antara lain:

a. Atapnya berbentuk tumpang yaitu atap yang bersusun semakin ke atas semakin kecil

dari tingkatan paling atas berbentuk limas. Jumlah atapnya ganjil 1, 3 atau 5. Dan

biasanya ditambah dengan kemuncak untuk memberi tekanan akan keruncingannya

yang disebut dengan Mustaka.

b. Tidak dilengkapi dengan menara, seperti lazimnya bangunan masjid yang ada di

luar Indonesia atau yang ada sekarang, tetapi dilengkapi dengan kentongan atau bedug

untuk menyerukan adzan atau panggilan sholat. Bedug dan kentongan merupakan

budaya asli Indonesia.

c. Letak masjid biasanya dekat dengan istana yaitu sebelah barat alun-alun atau bahkan

didirikan di tempat-tempat keramat yaitu di atas bukit atau dekat dengan makam.

2. Seni Rupa

Tradisi Islam tidak menggambarkan bentuk manusia atau hewan. Seni ukir relief yang

menghias Masjid, makam Islam berupa suluran tumbuh-tumbuhan. Agar didapat

keserasian, di tengah ragam hias suluran terdapat bentuk kera yang distilir. Ukiran

ataupun hiasan selain ditemukan di masjid juga ditemukan pada gapura-gapura atau

pada pintu dan tiang.

3. Aksara dan Seni Sastra

wujud akulturasi dalam seni sastra tersebut terlihat dari tulisan/aksara yang

dipergunakan yaitu menggunakan huruf Arab Melayu (Arab Gundul) dan isi ceritanya

juga ada yang mengambil hasil sastra yang berkembang pada jaman Hindu. Bentuk

seni sastra yang berkembang adalah:

a. Hikayat yaitu cerita atau dongeng yang berpangkal dari peristiwa atau tokoh sejarah.

Hikayat ditulis dalam bentuk peristiwa atau tokoh sejarah. Hikayat ditulis dalam

bentuk gancaran (karangan bebas atau prosa). Contoh hikayat yang terkenal yaitu

Hikayat 1001 Malam, Hikayat Amir Hamzah, Hikayat Pandawa Lima (Hindu), Hikayat

Sri Rama (Hindu).

b. Babad adalah kisah rekaan pujangga keraton sering dianggap sebagai peristiwa

sejarah contohnya Babad Tanah Jawi (Jawa Kuno), Babad Cirebon.

kemaritiman, telah menghantar Demak nyata-nyata berperan sebagai penghubung antara daerah

penghasil rempah di Indonesia bagian Timur dan penghasil rempah-rempah Indonesia bagian barat, dan

telah memperkokoh kekuatan perdagangannya secara signifikan. Karenanya, tidak berlebihan jika

kemudian eksistensinya didukung oleh pelabuhan-pelabuhan di daerah pesisir pantai Kepulauan

Nusantara.

Page 11: Arkeologi Sebagai Metodologi Penulisan Sejarah

c. Suluk adalah kitab yang membentangkan soal-soal tasawwuf contohnya Suluk

Sukarsa, Suluk Wijil, Suluk Malang Sumirang dan sebagainya.

d. Primbon adalah hasil sastra yang sangat dekat dengan Suluk karena berbentuk kitab

yang berisi ramalan-ramalan, keajaiban dan penentuan hari baik/buruk.

4. Sistem Pemerintahan

Wujud akulturasi dalam sistem pemerintahan terlihat seperti apa yang pernah

diterapkan di Kesultanan Samudra Pasai, Demak, Malaka dan sebagainya. Sistem

pemerintahan Kesultanan Islam, rajanya bergelar Sultan atau Sunan seperti halnya para

wali dan apabila rajanya meninggal tidak lagi dimakamkan dicandi/dicandikan tetapi

dimakamkan secara Islam.

Fenomena tersebut di atas juga dapat dilacak di sejumlah peninggalan

Kesultanan Nusantara di Ternate, Maluku Utara (1486 - skrg.), Banjar, ( Banjarmasin,

Kalimantan Selatan 1490—1595 M), Tidore, Maluku Utara (1495 – skrg), Aceh

Darussalam (Banda Aceh, 1514-1903 M), Banten, (Banten, 1520- 1808 M), dan

seterusnya.

Selanjutnya, keadaan damai tidak harus diartikan MAJAPAHIT KERAJAAN

ISLAM, dengan pertimbangan :

1. Lambang Majapahit dikenal dengan istilah “Surya Majapahit”. Entah dengan

alasan apa ada kemiripan Surya Majapahit muncul pada logo yang digunakan oleh

Ormas Islam Muhammadiyah (didirikan 1912 M). Logo Universitas Gadjah Mada

(UGM) Yogyakarta juga membuat kemiripan dengan Surya Majapahit. Menurut

catatan Bapak Herman Sinung Janutama, logo yang berupa delapan sinar matahari

terdapat beberapa tulisan Arab, yaitu shifat, asma, ma’rifat, Adam, Muhammad, Allah,

tauhid dan dzat. Logo UGM mirip Surya Majapahit lengkap dengan tulisan Arab,

semoga saja sebagai hasil kreasi & motivasi seiring pendirian UGM, 1950-an, masa awal

Kemerdekaan RI. Bandingkan dengan hiasan Surya Majapahit yang ada di Komplek

Makam Tujuh, Trowulan, Mojokerto, juga dengan gambar yang serupa ada di dinding

atas Mihrab Masjid Demak, Jawa Tengah.

2. Belajar dari sejumlah situs bekas Kesultanan Islam, hamper pasti ditemukan

makam Sultan dan/ atau Komplek Makam Keluarga para Sultan. Apa pun kondisi

makam yang ditengarai adanya bangunan nisan, sangat penting untuk rekonstruksi

peristiwa sejarah. Nah, ada dimanakah makam dan/atau komplek makam para Raja

Majapahit ? Kata 'nisan' terdapat berbagai pendapat dan tafsiran. L.Ch. Damais telah

mencatat berbagai pendapat para peneliti terhadap asal mula kata nisan ditinjau dari

Page 12: Arkeologi Sebagai Metodologi Penulisan Sejarah

berbagai bahasa dan akar katanya,23 misalnya pendapat Van der Tuuk, yang

menyatakan bahwa 'nisan', bahasa asalnya dari Persia. Dalam arti umum 'nisan' adalah

'tanda'.24 Nisan dapat pula disebut 'maesan' atau 'maejan'. Kata 'maesan', berasal dari

kata 'mahisa' - merupakan bahasa Sansekerta yang berarti kerbau. Pendapat tersebut

dianalogkan pada tradisi dalam agama Hindu - berupa persembahan untuk kerbau

dalam upacara-upacara kematian. Kerbau tersebut diikat pada tiang dan setelah

upacara selesai, tiang tersebut dijadikan tanda peringatan bagi si mati.25 Adakalanya

dibuat dari batu dan ada pula yang dibuat dari kayu. Sedangkan gaya atau bentuknya

bermacam-macam.26

Sekian dan Terima kasih

Wassalam,

Tebet, 11-6-2014

23 Damais, L.Ch., (1957), "Etudes Javanaises I, Les Tombes Musulmans datees de Tralaja",

BEFEO, XLVIII, Fase 2, Paris, hlm.353-415 24 Kreemer, J., Atjeh Algemeen Samenvattend Overzicht van Land en Volk van Atjeh en

Onderhoorigheden, vol.I,Leiden, E.J.Brill, 1922 :515-516 25

Damais, L.Ch., (1957), "Etudes Javanaises I, Les Tombes Musulmans datees de Tralaja", BEFEO,

XLVIII, Fase 2, Paris, hlm.359 26 Santoso Azis, Halina Budi, "Catatan tentang Perbandingan Nisan Kubur dari Beberapa

Daerah Indonesia", dalam PIA I, Jakarta: Pusat Penelitian Purbakala dan Peninggalan Nasional, 1986:247.