ARAH BARU PEMIKIRAN ISLAM DI INDONESIA

65

Transcript of ARAH BARU PEMIKIRAN ISLAM DI INDONESIA

Page 1: ARAH BARU PEMIKIRAN ISLAM DI INDONESIA
Page 2: ARAH BARU PEMIKIRAN ISLAM DI INDONESIA
Page 3: ARAH BARU PEMIKIRAN ISLAM DI INDONESIA

Penulis : Prof. Dr. H. M. Ridwan Lubis Dr. Ahmad Tholabi Kharlie, S.H., M.H., M.A.Editor : Muhammad HafizDesain Cover : Rizal RabasLayout Isi : Rizal RabasCetakan : Pertama, Maret 2020Ukuran : 15 x 23 cm; x + 358 halaman

Diterbitkan oleh:Gaung PersadaCiputat Mega Mall Blok C/11Jl. Ir. H. Juanda No. 34 Ciputat Tangerang SelatanTelp. 021 747 075 60, Hp. 0878 86200 900Email: [email protected]

Bekerjasama dengan:Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LP2M) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Hak Cipta Dilindungi oleh Undang-UndangDilarang menggandakan isi buku ini dalam bentuk apapun tanpa izin tertulis dari penulis dan penerbit

ISBN : 978-602-5707-41-4

ARAH BARU PEMIKIRAN ISLAM DI INDONESIABidang Teologi, Hukum, & Pendidikan

Page 4: ARAH BARU PEMIKIRAN ISLAM DI INDONESIA

i i i

KATA PENGANTAR

Buku yang ada di hadapan para pembaca yang budiman ini mengambil judul Arah Baru Pemikiran Islam di Indonesia, dengan

tekanan pembahasan pada aspek teologi, hukum, dan pendidikan. Pada mulanya buku ini adalah hasil laporan penelitian yang dilakukan oleh Prof. Dr. H. M. Ridwan Lubis dan Dr. H. Ahmad Tholabi Kharlie, melalui Lembaga Penelitian dan Pengabdian pada Masyarakat (LP2M) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada Tahun 2013 yang lalu.

Sebuah pemikiran tentu tidak terlepas kaitannya dengan terjadinya perubahan sosial. Sebagaimana diketahui pada setiap terjadi perubahan sosial yang sifatnya lebih cenderung bersifat kuantitatif maka akan melahirkan perubahan budaya yang bersifat kualitatif yaitu berkenaan dengan respons yang memunculkan tata nilai yang baru.

Pada masa lalu, yaitu ketika bangsa Indonesia masih berada di alam pos-kolonial, polarisasi antar bangsa sangat terasa baik karena perbedaan suku, ras, geografis, budaya, maupun agama, bahkan juga aliran pemahaman keagamaan. Terkesan, polarisasi itu sulit sekali menghilangkannya sebagai warisan kultur kolonial yang berupaya melanjutkan kecenderungan disintegrasi untuk mendukung strategi

Page 5: ARAH BARU PEMIKIRAN ISLAM DI INDONESIA

i v

KATA PENGANTAR

politik kolonial. Di kalangan umat Islam, misalnya, perdebatan yang cukup panjang di antara orientasi pemikiran yang cenderung bertahan kapada tradisi masa lalu karena masa lalu itu dipandang sudah lolos dari perkembangan sejarah karena itu layak dipertahankan. Melalui adagium pendapat yang mu’tamad maka pola tradisi pemikiran masa lalu ingin terus dipertahankan dengan alasan sudah terbukti kesahihannya, sementara corak pemikiran baru, yang berorientasi sebagai gerakan yang membawa tema pembaruan dan pemurnian, baru merupakan pemikiran spekulatif. Lalu pertanyaannya, aspek syariat mana yang perlu dilakukan pembaruan? Bukankah Islam itu telah sesuai untuk segala ruang dan waktu (al-islam shalih li kulli makan wa zaman)?

Sebaliknya, orientasi berpikir berikutnya muncul dengan me-lakukan pendekatan sosiologis. Bukankah sebuah pemikiran tidak bisa terlepas dari nilai kebenaran yang relatif? Hal itu bukan karena kesalahan pemikiran masa lalu akan tetapi disebabkan terjadinya perubahan konfigurasi sosial. Tegasnya, karena muncul tantangan baru maka dengan sendirinya membutuhkan jawaban yang baru. Dan Islam sendiri selalu mendorong berorientasi ke masa depan dengan tema membangun Islam berkemajuan.

Demikianlah polarisasi di antara umat Islam Indonesia telah berlangsung sejak awal abad 20 hingga sekarang. Kalau dirujuk kepada terminologi masa lalu, terutama yang berkembang di Sumatera, kelompok pertama, populer disebut Kaum Tua, dan kelompok kedua disebut Kaum Muda. Sebenarnya penamaan ini dirasakan kurang tepat karena terkesan mengarah kepada terjadinya proses disosiatif sosial yang mengarah kepada citra yang tidak positif, yaitu: streotif, prasangka, dan stigma. Padahal Islam itu hanya satu karena tidak ada yang tua dan tidak ada yang muda, yang ada hanyalah kebenaran. Sebagaimana apabila dirujuk kepada Alquran, Allah berfirman, “Maka (Dzat yang demikian) itulah Allah Tuhan kamu yang sebenarnya. Maka tidak ada sesudah kebenaran itu, melainkan kesesatan. Maka bagaimanakah kamu dipalingkan (kebenaran).” (Q.s. Yunus [10]: 32).

Page 6: ARAH BARU PEMIKIRAN ISLAM DI INDONESIA

v

KATA PENGANTAR

Setelah kehidupan bangsa kita telah memasuki dekade terakhir dari hitungan satu abad, maka apabila diamati secara jeli, muncul pula tarikan baru pemahaman terhadap Islam tidak lagi berkutat pada fragmentasi tradisi dan pembaruan akan tetapi mulai bergeser kepada aktivisme. Karena melalui aktivisme inilah, wujud kahadiran Islam dapat dirasakan relevansinya bagi umat Islam secara khusus dan bagi bangsa Indonesia pada umumnya. Hal ini dapat dilihat, misalnya, ketika terjadi perdebatan panjang pada 1940-an tentang bentuk dari negara Indonesia yang akan merdeka, apakah negara agama, sosialis atau kebangsaan. Akhirnya, bangsa kita dengan kearifan semua pihak termasuk kalangan pemuka agama sepakat bahwa Indonesia bukan negara agama dan bukan sosialis akan tetapi negara kebangsaan yang netral agama. Islam bukanlah institusi akan tetapi keyakinan yang berada di dalam renung kalbu setiap muslim. Oleh karena itu, institutionalisasi agama bukanlah suatu tuntutan absolut karena yang penting adalah seluruh manajemen kenegaraan tidak bertentangan dengan nilai-nilai universalitas agama. Hal itu menunjukkan kedewasaan bangsa kita terutama dari kalangan pemuka agama untuk menyelesaikan berbagai perbedaan tersebut. Dalam pada itulah negara dari sudut pandangan keagamaan, menempati posisi melakukan regulasi, fasilitasi, dan proteksi keberagamaan.

Pembahasan dalam buku ini fokus pada tiga organisasi keislaman yaitu organisasi persyarikatan yang secara organisatoris lahir pada 18 November 1912 dan Jam’iyah Nahdlatul Ulama pada 31 Januari 1926. Dalam pandangan para ulama sesungguhnya kelahiran NU itu harus ditarik garis hubung kepada sejarah panjang program pendidikan keislaman yang dikenal dengan sebutan pondok pesantren yang terbentuk pada sekira abad 16. Karena sesungguhnya pondok pesantren merupakan embrio dari NU kecil dan NU sebagai organisasi adalah wujud dari institutionalisasi pesantren pada level kebangsaan. Jadi kesepakatan yang diambil pada tanggal 31 Januari 1926 pada dasarnya adalah sekadar formalisasi pengembangan pondok pesantren menjadi sebuah organisassi besar. Urgensi dari uraian tersebut sekadar memberikan pengantar lahirnya Persyarikatan Muhammadiyah dan

Page 7: ARAH BARU PEMIKIRAN ISLAM DI INDONESIA

v i

KATA PENGANTAR

Jam’iyah Nahdlatul Ulama di samping organisasi keislaman lainnya, seperti Persatuan Islam di Bandung, Al Jam’iyatul Washliyah di Medan, ditambah lagi dengan berbagai organisasi lainnya.

Sebagai wujud dari cita-cita aktivisme itu, kemudian pada dekade 1990-an muncul aspirasi dari kelompok intelektual yang ingin membangun citra baru tentang Islam agar persepsi terhadap Islam hendaknya tidak bertentangan dengan sains demikian juga sebaliknya, akan tetapi keduanya saling mendukung. Wahyu sebagai sumber utama ajaran Islam merupakan sumber ajaran yang berlaku abadi sepanjang masa. Namun dengan cakupan yang luas tersebut, tentu tidak akan berbicara tentang hal-hal yang bersifat detail kecuali yang menyangkut tentang hukum. Dalam hal yang menyangkut subsistem yang berkenaan dengan pranata sosial tentunya yang menjadi kepedulian Islam terletak pada tuntutan terhadap internalisasi nilai-nilai dasar Islam sedang pengembangannya tergantung dari perkembangan kebutuhan sosial. Pada titik inilah, Ikatan Cendekian Muslim se-Indonesia (ICMI), yang merupakan salah satu organisasi yang dilakukan penelitian, ingin mengisi ruang yang masih kosong dari aktivisme Islam. Sehingga wujud kebenaran Islam tidak hanya diterima sebagai bentuk apologi akan tetapi melalui tahap pengembangan rasionalitas guna membangun harmoni antara kebenaran wahyu yang absolut dengan perkembangan pemikiran. Karena perkembangan sains membutuhkan pengembangan pemikiran yang terintegrasi dengan Islam karena tidak dapat diabaikan munculnya tuntutan pengembangan sains melalui dasar pembuktian (evidence base). Pengembangan sains yang didasarkan kepada prinsip pembuktian diharapkan akan mendukung implementasi dan praksis ajaran Islam dalam kehidupan baik yang bersifat pribadi, sosial, maupun institusional. Hal ini menjadi agenda penting guna mendorong aktualisasi dari misi universal risalah yang dibawa Nabi Muhammad Saw., yaitu membawa rahmat bagi sekalian alam (Q.s. Al-Anbiya’ [21]: 107).

Tiga agenda pembangunan umat dipandang menjadi tantangan sekaligus menjadi peluang. Agenda pertama, berkenaan dengan

Page 8: ARAH BARU PEMIKIRAN ISLAM DI INDONESIA

v i i

KATA PENGANTAR

arah baru pemikiran teologi. Hal itu dimaksudkan bukan ditujukan untuk melahirkan teologi yang baru akan tetapi adalah mendorong kesungguhan umat Islam untuk menjadikan akidah tauhid sebagai landasan etos kerja yang dinamis, kreatif dan inovatif dengan menjadikan karya sosial merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari membangun subsistem pranata sosial yang islami. Pengertian arah baru di bidang hukum adalah merupakan dorongan agar terus dilakukan pengembangan pemikiran hukum berciri islami yang berada di jalur konstitusi sehingga kehidupan umat Islam dalam kehidupan berbangsa tidak dihinggapi oleh split personality yang berpandangan bahwa urusan sosial tidak mempunyai kaitan dengan misi risalah. Nilai dasar filosofis ajaran Islam sebagaimana tertuang dalam maqashid al-syari’ah secara jelas memuat bahwa upaya memperbaiki kehidupan manusia merupakan tuntutan dari syariat. Sebagai bukti, bukankah ketetapan terhadap tasyri’ itu memuat tiga prinsip pokok: (1) tidak membawa kesusahan (‘adam al haraj), (2) sedikit memberikan beban (taqlil al-taklif), dan (3) penetapan hukum secara bertahap (al-tadrij fi a- tasyri’).

Selanjutnya yang terakhir, agenda di bidang pendidikan. Tumbuhnya etos intelektualitas di dalam sebuah bangsa erat kaitannya dengan model pendidikan. Sebagai warisan dari masa poskolonial memang sekarang dalam kehidupan masyarakat, terkesan terjadi dualisme pendidikan sekalipun secara bertahap kita bercita-cita untuk menuju integrasi pendidikan itu dalam visinya sekalipun berada pada dua atau lebih institusi yang berbeda. Kepentingan kita terhadap lembaga pendidikan adalah agar muncul suatu arus baru di kalangan komunitas terdidik generasi muda bangsa ini hendaklah terdiri dari mereka yang memiliki kecerdasan intelektual dan pada saat yang sama memiliki komitmen yang kuat terhadap dasar-dasar kepribadian yang bermoral. Dan moralitas itu secara ideal hendaklah memiliki akar yang kuat dari nilai universal keberagamaan. Karena kemajuan yang ideal itu adalah kemajuan yang selalu dinaungi oleh nilai-nilai keislaman. Dalam kerangka yang demikian, agenda pembangunan kependidikan kita bertumpu

Page 9: ARAH BARU PEMIKIRAN ISLAM DI INDONESIA

v i i i

KATA PENGANTAR

pada humanisme-teologis yang didasarkan kepada tiga nilai filosofi dasar, yaitu: keadilan (al-‘adalah), persamaan (al-musawah), dan persaudaraan (al-ukhuwwah).

Kami selaku penulis, menyadari bahwa buku yang ada di hadapan para pembaca yang budiman belumlah suatu karya yang paripurna akan tetapi lebih tepat disebut sebagai landasan dasar untuk menjadi pembuka jalan bagi upaya penguatan semangat persaudaraan di kalangan organisasi kemasyarakatan Islam di Indonesia. Sehingga kita dapat melupakan polarisasi yang terkesan demikian ekstrem pada masa lalu dan umat Islam mulai membuka lembaran baru untuk menatap Indonesia yang disinari cahaya keislaman yang jaya serta umatnya yang memiliki komitmen yang kuat terhadap kemajuan agama dan bangsa (‘izz al-islam wa al-muslimin). Semoga dikabulkan Allah Swt. Amin.

Ciputat, Maret 2020Penulis,

M. Ridwan Lubis & Ahmad Tholabi Kharlie

Page 10: ARAH BARU PEMIKIRAN ISLAM DI INDONESIA

i x

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................. iiiDAFTAR ISI .................................................................................v

BAGIAN I PENDAHULUAN ..................................................1Latar Belakang ............................................................. 2Landasan Teori dan Kerangka Konseptual ................... 8Pendekatan dan Paradigma ......................................... 9Strategi Memperoleh Data dan Sumbernya ............... 10Langkah Strategis Analisis Data ................................ 11

BAGIAN II PERKEMBANGAN ORMAS ISLAM DI INDONESIA: TIPOLOGI DAN DINAMIKA PEMIKIRANNYA ....13Ormas Islam di Indonesia .......................................... 14Muhammadiyah ......................................................... 24Tipologi dan Dinamika Gerakan Muhammadiyah .... 31Nahdlatul Ulama ........................................................ 38Tipologi dan Dinamika Gerakan Nahdlatul Ulama .... 45Ikatan Cendekiawan Muslim se-Indonesia (ICMI) ..... 51Tipologi dan Dinamika ICMI ..................................... 59

Page 11: ARAH BARU PEMIKIRAN ISLAM DI INDONESIA

x

DAFTAR ISI

BAGIAN III DINAMIKA PAHAM TEOLOGI DAN RELASI SOSIAL ............................................................................67Muhammadiyah ......................................................... 68Kaum Muda Muhammadiyah dan Pembaruan .......... 83Muhammadiyah: Antara Konservatisme dan Liberalisme ............................................................... 88Nahdlatul Ulama ........................................................ 91Dinamika Kaum Muda NU ...................................... 102Ikatan Cendekiawan Muslim se-Indonesia (ICMI) ... 112Perubahan dan Dinamika ICMI ................................ 122Diskusi dan Analisis ................................................ 132

BAGIAN IV DINAMIKA PEMIKIRAN BIDANG HUKUM ........143Muhammadiyah ....................................................... 144Manhaj Tarjih Muhammadiyah ............................... 157Produk Majlis Tarjih dan Kehidupan Sosial Keagamaan Muhammadiyah ...................................................... 163

Hukum Bunga Bank ............................................ 163Hukum Menikah Beda Agama ............................. 168Nikah Sirri dan Perceraian di Luar Pengadilan ... 171

Nahdlatul Ulama ...................................................... 176Metode Perumusan Hukum dalam Bahtsul Masail .... 188

Beberapa Studi Kasus Bahtsul Masail ...................... 199Hukum Bunga Bank ............................................ 199Pernikahan Beda Agama .................................... 202Perceraian di Luar Pengadilan ............................ 203

Ikatan Cendekiawan Muslim se-Indonesia (ICMI) ... 205Diskusi dan Analisis ................................................ 221

BAGIAN V DINAMIKA ORMAS ISLAM DI BIDANG PENDIDIKAN ..............................................................237Muhammadiyah ....................................................... 238Nahdlatul Ulama ...................................................... 262Ikatan Cendekiawan Muslim se Indonesia (ICMI) ... 289Diskusi dan Analisis ................................................ 308

BAGIAN VI PENUTUP .....................................................................319

DAFTAR PUSTAKA ..............................................................................335TENTANG PENULIS ............................................................................353

Page 12: ARAH BARU PEMIKIRAN ISLAM DI INDONESIA

Bagian I

P E N D A H U L U A N

Page 13: ARAH BARU PEMIKIRAN ISLAM DI INDONESIA

ARAH BARU PEMIKIRAN ISLAM DI INDONESIA

2

Latar BelakangSekalipun terdapat perbedaan pendapat di kalangan sejarawan

tentang kedatangan Islam di Nusantara, yang kemudian bernama Indonesia, namun tidak bisa dimungkiri bahwa Islam telah berhasil membentuk wawasan baru kehidupan umat manusia yang menghuni negeri ini, yaitu dengan terjadinya proses integrasi Islam dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Hal ini sejalan dengan teori yang dikemukakan Taufik Abdullah, sejarawan Muslim terkemuka, yang membagi klasifikasi kedatangan Islam ke Nusantara yang menerima proses islamisasi melalui jalan dakwah. Klasifikasi itu adalah: Islam datang, Islam berkembang, dan Islam menjadi kekuatan politik.

Dilihat dari segi periodisasi kedatangan Islam, khususnya fase pertama, ketika Islam datang, hal itu hanya berlangsung tidak melebihi dari batas satu abad. Dilihat dari tahapan periodisasi sejarah Islam maka era satu abad itu dihitung ketika dunia Islam sedang memasuki kejayaan, yakni yang berlangsung antara abad I sampai VII hijriyah yang bersamaan dengan abad VII sampai XIII masehi. Ketika itu Islam tampil sebagai kekuatan baru dunia yang mengantarkan lahirnya kejayaan sebuah peradaban berdasarkan semangat keberagamaan yang ditopang oleh tiga unsur utama, yaitu: stabilitas politik, kemajuan ekonomi, serta perkembangan ilmu pengetahuan. Hal ini terjadi karena kuatnya dorongan keyakinan akidah, etos ibadah, serta keluhuran budi pekerti umat Islam.

Meskipun perkembangan Islam di belahan bumi yang melahirkan peradaban, namun Islam yang berkembang di Indonesia hanya berhasil mengembangkan kebudayaan dan etos kejuangan Islam menghadapi penjajah sehingga sekalipun mereka menjajah dalam tempo yang cukup lama, yakni sekira 350 tahun, Islam tidak hilang dari Nusantara. Hal ini tentulah menjadi bahan kajian yang menarik tentang latar belakang kekuatan yang menjadikan Islam dapat bertahan dengan kokoh di Nusantara. Sekalipun Islam tidak berkembang dalam bentuk peradaban akan tetapi mampu bertahan dari gempuran kaum kolonial dalam jangka yang cukup lama.

Page 14: ARAH BARU PEMIKIRAN ISLAM DI INDONESIA

B A G I A N I PENDAHULUAN

3

Fase pertama proses islamisasi di Nusantara dikembangkan melalui pendekatan tasawuf sebagai strategi untuk lebih mudah memperkenalkan Islam ke dalam peta pemikiran masyarakat karena mereka sebelumnya telah mengenal tradisi Hindu dan Budha yang berasal dari anak benua India dan juga kepercayaan lokal yang bercorak animistik dan dinamistik. Pola kepercayaan masyarakat yang telah terlebih dahulu dibentuk oleh tradisi agama-agama dan kepercayaan lokal tersebut lebih menekankan aspek pengayaan kerohanian (spritual enrichment) sebagai bagian dari upaya memelihara keseimbangan dengan alam. Atas dasar itu, maka proses islamisasi dilakukan melalui proses penyesuaian pola pengenalan Islam sehingga masyarakat setempat menerima dan menjadi bagian dari kelompok masyarakat penganut Islam tanpa merasa adanya keterputusan dengan kepercayaan lokal. Sehingga dengan demikian, Islam dipahami masyarakat bukan sebagai kepercayaan baru yang terlepas dari kepercayaan lama, akan tetapi kepercayaan lama yang diberi pemaknaan yang baru.

Demikianlah pemahaman Islam muncul memberikan corak bagi kehidupan masyarakat yang mengalami perkembangan fase pertumbuhan dan perkembangan kehidupan dari fase pemulung, pra agraris, agraris, dan selanjutnya industri dan informasi. Atas dasar itu, maka tema-tema penyampaian Islam disesuaikan dengan fase kehidupan masyarakat yang berada pada fase pra agraris dan sebagian sudah memasuki tahapan agraris. Perubahan merupakan upaya memberikan pemaknaan baru tentang arti kehidupan diperankan oleh mubalig yang selanjutnya mereka membentuk pesantren sebagai penghubung mata rantai transmisi ilmu-ilmu keislaman. Dalam kaitan itulah, pemimpin pesantren sebagai rujukan baru bagi masyarakat menempatkan dirinya, sebagaimana diistilahkan Clifford Geertz, sebagai perantara kebudayaan (cultural broker). Hal itu berarti bahwa hampir tidak pernah terjadi suatu perubahan dalam masyarakat kecuali setelah memperoleh legalisasi dari ulama pesantren. Demikianlah proses terbentuknya pemikiran keislaman di Nusantara dari dahulu sampai kepada era modern.

Page 15: ARAH BARU PEMIKIRAN ISLAM DI INDONESIA

ARAH BARU PEMIKIRAN ISLAM DI INDONESIA

4

Para ulama melakukan pelbagai penyesuaian interpretasi keislaman serta impelementasinya di lapangan sejalan dengan tingkat dan kemampuan pemahaman masyarakat.

Sejalan dengan terjadinya perubahan kehidupan umat manusia, bahwa di pelbagai belahan bumi, tidak terkecuali Indonesia, dihadapkan kepada tantangan baru, yakni pembaruan. Pelbagai kelompok bangsa sedang berlomba memasuki perkembangan modernitas. Kishore Mahbubani menyebutkan bahwa tanda-tanda kemajuan belahan bumi di Asia adalah dengan adanya derap langkah modernitas yaitu mereka mulai mengalami kemajuan peradaban disebabkan karena telah mulai mengimplementasikan tujuh pilar kebijakan barat, yaitu: ekonomi pasar bebas, sains dan teknologi, meritokrasi, pragmatisme, budaya perdamaian, aturan hukum, dan pendidikan.1

Sondang P. Siagian menjelaskan bahwa dilihat dari sudut administrasi pembangunan, sekalipun Indonesia telah memberikan harapan akan datangnya kemajuan, namun terdapat sepuluh tantangan yang akan dihadapi oleh bangsa Indonesia, yaitu: (1) globalisasi ekonomi, (2) pengangguran, (3) tanggung jawab sosial, (4) pelestarian lingkungan hidup, (5) peningkatan mutu hidup, (6) penerapan norma-norma moral dan etika, (7) keanekaragaman tenaga kerja, (8) pergeseran konfigurasi demografi, (9) penguasaan dan pemanfaatan ilmu pengetahuan dan teknologi, dan (10) tantangan di bidang politik.2 Umat Islam di Indonesia tidak bisa mengelakkan diri dari terjadinya proses sosial.

Dalam kehidupan sosial terjadi proses hubungan timbal balik antara pelbagai segi kehidupan bersama, misalnya antara politik dengan agama, hukum dengan agama, seni dengan agama, dan sebagai nya. Sosialisasi adalah prasyarat terjadinya ketertiban sosial. Hal ini akan terjadi manakala setiap anggota masyarakat dengan sukarela memberikan haknya kepada masyarakat. Dalam kehidupan

1 Lihat Kishore Mahbubani, Asia Hemisfer Baru Dunia, Pergeseran Kekuatan Global ke Timur yang tak Terelakkan, (Jakarta: Kompas, 2011).

2 Sondang P. Siagian, Administrasi Pembangunan, Konsep, Dimensi, dan Strategi, (Jakarta: Bumi Aksara, 2008), hal. 18-40.

Page 16: ARAH BARU PEMIKIRAN ISLAM DI INDONESIA

B A G I A N I PENDAHULUAN

5

sosial sering terjadi deviasi sosial, yakni perilaku menyimpang dari norma-norma yang disepakati bersama dalam suatu masyarakat. Agama sebagai agen perubahan sosial, yakni ketika berkembang dari sekadar hubungan manusia dengan kekuatan supra natural menjadi agama sebagai pedoman hidup sehingga hal itu menyebabkan agama menjadi agen perubahan sosial. Agama dalam realitas sosial berkembang ke dalam pranata sosial: politik, ekonomi, seni, pendidikan, dan hukum, yang kemudian melahirkan sikap pembaruan (modernisasi) atau bertahan pada kebiasaan (ortodoksi).

Secara teoretis, terdapat bermacam respons umat Islam terhadap modernitas. Pertama, kelompok umat Islam yang bertahan terhadap tradisi yang sudah berlangsung dalam waktu yang cukup lama sehingga mereka selalu menaruh sikap curiga terhadap ide atau gerakan pembaruan pemikiran Islam. Dalam kaitan itu, secara realitas mereka dapat dibagi kepada dua kecenderungan yaitu kelompok Muslim perdesaan yang masih terikat dengan informasi yang mereka peroleh dari pemimpin Islam, seperti: kiai, ajengan, tuan syekh, tuan guru, dan sebagainya. Sementara kelompok berikutnya adalah umat Islam yang berada di kawasan perkotaan, namun memiliki kecemburuan (ghirah) terhadap Islam sehingga mereka selalu mendengungkan gerakan pemurnian dan pembaruan.

Kedua, kelompok umat Islam yang berpandangan modernitas itu sesuai dengan tuntutan Islam dan harus diterima apabila ingin memelihara kelangsungan perkembangan Islam di masa depan. Sikap responsif yang mempersamakan Islam dengan modernitas dilatarbelakangi juga oleh rasa cemburu terhadap Islam dan keinginan mendorong agar Islam dapat kembali menjadi pemimpin peradaban dunia.

Ketiga, kelompok umat Islam yang memilih bersikap selektif dalam melihat hubungan modernitas dengan Islam. Sepanjang sejalan dengan ajaran dasar Islam, modernitas dapat dikutip. Namun demikian, apabila bertentangan dengan ajaran dasar Islam—karena modernitas berakar dari budaya yang dikemas oleh nilai filosofi agama lain—maka harus ditolak. Pelbagai kecenderungan pemikiran

Page 17: ARAH BARU PEMIKIRAN ISLAM DI INDONESIA

Bagian II

PERKEMBANGAN ORMAS ISLAM DI INDONESIA: TIPOLOGI DAN

DINAMIKA PEMIKIRANNYA

Page 18: ARAH BARU PEMIKIRAN ISLAM DI INDONESIA

1 4

ARAH BARU PEMIKIRAN ISLAM DI INDONESIA

Ormas Islam di IndonesiaMerujuk kepada akar sejarah munculnya organisasi-organisasi

Islam di Indonesia tidak dapat dilepaskan dari kondisi rakyat Indonesia secara umum di kala itu dan secara khusus umat Islam. Telah jamak diketahui, bahwa Pemerintah Hindia Belanda membatasi penyebaran pendidikan Belanda berkualitas kepada warga pribumi. Hanya sejumlah kecil dari rakyat pribumi yang dapat mengenyam pendidikan Belanda, terutama mereka yang berasal dari keluarga priyai atau terhormat. Demikian halnya dengan kemampuan berbahasa Belanda, sangat minim dikuasai oleh pribumi, padahal penguasaan bahasa Belanda waktu itu menjadi salah satu tolok ukur terbukanya gudang peradaban dan pengetahuan Barat.1

Di sisi lain, Pemerintah Hindia Belanda juga mengkhawatirkan menguatnya jaringan-jaringan tarekat yang ada di Indonesia, karena dapat saja para pengikut fanatik gerakan ini akan dipergunakan oleh elit-elit keagamaan untuk memberontak atau menolak kebijakan Pemerintah.2 Dalam hal ini pula, Aqib Suminto mencatat, bahwa sejumlah kebijakan pembatasan yang dilakukan oleh pemerintah Hindia Belanda terhadap gerakan Islam—bahkan terhadap lembaga pendidikan Islam dan para guru—sangat kentara di akhir-akhir abad XIX.

Dibandingkan dengan Negara-negara jajahan yang lain, gerakan nasional Indonesia dapat dikatakan lebih lambat perkembangannya. Hal ini disebabkan oleh karena pemerintahan kolonial Belanda memberlakukan politik perpecahan di antara wilayah Nusantara, sehingga tidak memunculkan semangat nasionalisme, kurangnya jaringan antar wilayah, walaupun para pribumi memiliki satu musuh bersama. Baru pada akhir abad XIX para penduduk pribumi mulai

1 Tentang kemampuan bahasa Belanda ini disampaikan oleh R.A. Kartini, seorang perempuan ningrat yang merasa memiliki perhatian kepada mereka yang berkedudukan lebih rendah. Ungkapan ini dikutip dari R.E. Elson, The Idea of Indonesia, terjemahan Zia Anshor, (Jakarta: Serambi, 2008), h. 12.

2 Menurut catatan Aqib Suminto, pemberontakan tarekat-tarekat ini betul-betul terjadi, setidaknya di Sukabumi dan Cianjur pada 1885, Cilegon 1888, dan di Garut pada 1919.Aqib Suminto, Politik Islam Hindia Belanda, (Jakarta: LP3ES, 1986), cet. II, h. 64.

Page 19: ARAH BARU PEMIKIRAN ISLAM DI INDONESIA

1 5

PERKEMBANGAN ORMAS ISLAM DI INDONESIAB A G I A N I I

menyadari keberadaan mereka sebagai sebuah bangsa.3

Dalam kondisi demikian, gerakan nasional dan/atau Islam di awal abad XX di Nusantara diuntungkan dengan perubahan kebijakan Pemerintah Hindia Belanda yang mulai fokus pada peningkatan kesehteraan rakyat pribumi, dikenal dengan politik etis. Politik etis inilah yang memberikan dampak yang besar pada Hindia Belanda di masa selanjutnya, yaitu dengan munculnya elit-elit baru berpendidikan modern, selain dari perkembangan ekonomi dan perubahan sosial-budaya.4 Nantinya, elit-elit baru ini pula yang kemudian mendorong terbentuknya cikal bakal perkumpulan dan organisasi modern di Indonesia.

Identitas baru masyarakat pribumi juga mulai muncul dengan berkembangnya terbitan-terbitan dan media cetak baru. Media-media cetak ini pula yang kemudian menyebarluaskan gairah dan keinginan untuk mengubah keadaan, selanjutnya memberikan wawasan-wawasan baru bagi elit Indonesia. Sejumlah terbitan, seperti Bintang Hindia,5 Retno Dhoemillah dan Pewarta Prijaji merupakan contoh media-media cetak sudah dapat diakses di awal abad XX,6 walaupun masih sangat terbatas di kalangan priyai atau elit-elit masyarakat saja.

Dengan keterbatasan penguasan bahasa asing, terutama Belanda, serta minimnya penduduk yang mengenyam pendidikan di awal abad XX, tidak memungkinkan bagi pribumi, terutama umat Islam, untuk berkenalan dengan gerakan-gerakan modern. Apalagi, pada kenyataannya, tidak sedikit umat Islam yang menolak pendidikan formal ala Belanda dan mempertahankan pendidikan informal di pesantren, surau ataupun di masjid-masjid.7 Untuk itu, terdapat

3 Andrian Vickers, A History of Modern Indonesia, (Cambridge: Cambridge University Press, 2005), h. 73.

4 Jajat Burhanuddin, Ulama dan Kekuasaan: Pergumulan Elit Muslim dalam Sejarah Indonesia, (Jakarta: Mizan, 2012), h. 225 – 226.

5 Bintang Hindia pertama kali terbit pada 1902 di Belanda. Jurnal dipimpin oleh Abdul Rivai, seseorang yang berasal dari Minangkabau, sarjana keluaran sekolah Dokter-Jawa yang kemudian bernama STOVIA. M.C. Ricklefs, A History of Modern Indonesia Since c. 1200, (UK: Palgrave, 2001), cet. III, h. 354.

6 R.E. Elson, The Idea of Indonesia, h. 12. 7 Fakta ini setidaknya dapat diketahui dari keberanian Ahmad Dahlan untuk

Page 20: ARAH BARU PEMIKIRAN ISLAM DI INDONESIA

1 6

ARAH BARU PEMIKIRAN ISLAM DI INDONESIA

saluran lain yang juga berperan signifikan dalam memunculkan elit dan gerakan baru di kalangan pribumi Muslim saat itu. Saluran ini adalah para santri atau pelajar Islam yang mengenyam pendidikan di Timur Tengah, terutama Arab Saudi dan Mesir, dan bersentuhan dengan gerakan-gerakan nasionalisme di sejumlah negara Muslim lain, seperti Mesir.8

Berkaitan dengan dunia media cetak, saluran Islam Indonesia dan Timur Tengah ini juga diperkuat dengan sejumlah terbitan buletin atau majalah yang diproduksi para pembaru Timut Tengah, seperti Jamaluddin Al-Afghani, Muhammad Abduh dan Rasyid Ridha.9 Menurut catatan Haji Abdul Karim Malik Abdullah atau yang populer dengan nama Hamka, sebaran terbitan-terbitan ini, seperti majalah ‘Urwah al-Wutsqâ dan Al-Manâr, tidak hanya di Jawa, namun juga di Sumatera dan kawasan Asia Tenggara lainnya, seperti Singapura.10

Di Singapura, dan akhirnya tersebar di kawasan Sumatera, terbitan-terbitan ini bahkan diterjemahkan ke bahasa Melayu dan dicetak ulang dalam majalah Al-Imam oleh Syeikh Taher Jalaluddin, seorang Muslim asal Minangkabau, bersama-sama dengan tuan Syeikh Muhammad Al-Kalali, seorang keturunan Arab. Al-Imam diterbitkan selama 2 tahun, yaitu selama 1906 sampai 1908.11

mendirikan sistem pendidikan formal pertama bagi pribumi, selain juga memodernisasi sistem pendidikan Islam.

8 Untuk kajian ini lihat, Martin van Bruinissen, Kitab Kuning, Pesantren dan Tarekat, (Yogyakarta: Gading Publishing, 2012), edisi revisi.

9 Jamaluddin al-Afghani, Muhammad Abduh dan Rasyid Ridha dikenal sebagai para pemikir Islam pembaru di Timur Tengah di zaman modern. Pemikirannya banyak menginspirasi pembaruan yang terjadi di belahan dunia. Untuk kajian tentang ketiga tokoh ini, lihat, Albert Hourani, Arabic Thought in the Liberal Age, 1798-1939, (UK: Cambridge University Press, 1983); Lihat pula, Charles C. Adams, Islam and Modernism in Egypt: A Study of Modern Reform Movement Inaugurated by Muhammad Abduh, (New York: Russell &Russell, 1968), cetak ulang; Lihat pula tentang modernisasi Islam awal ini dan pengaruhnya terhadap penyebaran pembaruan Islam di dunia, termasuk pula di kawasan Asia Tenggara, dalam Charles Kurzman, ed., Modernist Islam: A Source Book, (London: Oxford University Press, 2002).

10 Hal ini disampaikan oleh Hamka tatkala menerima gelar Doktor Honoris Causa dari Universitas Al-Azhar Mesir pada tanggal 21 Januari 1958. Lihat, Hamka, Sejarah Perkembangan Pemurnian Ajaran Islam Indonesia, (Jakarta: Tintamas, tth).

11 Tidak semua isi majalah Al-Imam adalah terjemahan dari dua ‘Urwatul Wutsqa

Page 21: ARAH BARU PEMIKIRAN ISLAM DI INDONESIA

1 7

PERKEMBANGAN ORMAS ISLAM DI INDONESIAB A G I A N I I

Setelah Al-Imam berhenti terbit, Abdullah Ahmad memulai majalah bulanannya di Padang dengan judul Al-Munir, yang diterbitkan pada periode 1910 – 1915.12 Di Jawa Tengah, pada 1915, Haji Misbach mulai menerbitkan koran bulanan Medan Moeslimin dan dilanjutkan dengan penerbitan Islam Bergerak.13

Pengaruh dua majalah ini juga cukup kuat di pulau Jawa dan menjadi cikal bakal modernisasi gerakan Islam di pulau tersebut. Orang pertama yang disinggung oleh Hamka dalam pidatonya berkaitan dengan pengaruh Al-Afghani, Abduh dan Rasyid Ridha adalah Syaikh Ahmad Surkati al-Sudani, seorang peranakan Sudan dan lama berdiam di Madinah, Arab Saudi.14 Sebelum kedatangannya, sejumlah orang di Jawa telah berlangganan majalah Urwah al-Wutsqâ yang diselundupkan dari pelabuhan Tuban dan majalah Al-Manar dari Rasyid Ridha. Karena kedua majalah ini pula, Ahmad Surkati diundang oleh masyarakat Arab Hadramaut yang telah ada di Indonesia dan akhirnya mendirikan perkumpulan Al-Irsyad pada 1915.

Mulai dari sekelompok Arab Indonesia ini gagasan-gagasan pembaru Islam Timur Tengah mulai menyebar.15 Tidak hanya sampai di situ, pada perkembangan selanjutnya, Ahmad Surkati juga memberikan pengaruh yang kuat dalam pemikiran politik Muhammad Natsir, di samping dari Agus Salim, tatkala Natsir menjadi ketua Jong Islamic Bond atau Perkumpulan Pemuda Islam.16

atau Al-Manar, tapi haluan pemikiran Islam yang dianut oleh Al-Imam seturut dengan kedua majalah yang terbit di Timur Tengah ini. Hamka, Sejarah Perkembangan Pemurnian Ajaran Islam Indonesia, h. 8; lihat pula tentang Majalah ini dalam Charles Kurzman, ed., Modernist Islam: A Source Book, h. 339.

12 R. Michael Feener, Muslim Legal Thought in Modern Indonesia, (Cambridge: Cambridge University Press, 2007), h. 11.

13 R. Michael Feener, Muslim Legal Thought in Modern Indonesia, h. 1214 Menurut catatan Charles Kurzman, Ahmad Surkati hidup dalam medio 1872

– 1943. Kurzman memasukkan Ahmad Surkati sebagai salah satu kelompok modernis yang ada di Asia Tenggara pada akhir abad XIX dan awal abad XX. Charles Kurzman, ed., Modernist Islam: A Source Book, h. 349.

15 Hamka, Sejarah Perkembangan Pemurnian Ajaran Islam Indonesia, h. 16 – 17.16 Ilzamudin Ma’mur, Abul A’la al-Mawdudi and Mohammad Natsir’s Views on

Statehood: A Comparative Study, (Tesis pada Institute of Islamic Studies, Universitas McGill, Montreal, 1995), h. 32. Tesis tidak dipublikasikan.

Page 22: ARAH BARU PEMIKIRAN ISLAM DI INDONESIA

Bagian III

DINAMIKA PAHAM TEOLOGI DAN RELASI SOSIAL

Page 23: ARAH BARU PEMIKIRAN ISLAM DI INDONESIA

6 8

ARAH BARU PEMIKIRAN ISLAM DI INDONESIA

Muhammadiyah

Kalau kita lihat dari jumlah keanggotaan, Muhammadiyah adalah organisasi Islam “modernis” yang terbesar di dunia, lebih besar daripada organisasi-organisasi “modernis” di negeri Islam yang lain. Muhammadiyah juga sebuah organisasi Islam yang relatif paling berhasil—jika dilihat ciri kelembagaannya yang relatif modern dengan produk-produk sosial-keagamaannya yang sangat mengesankan— dibandingkan dengan organisasi Islam yang mana pun, baik yang ada di negara kita maupun di negeri Islam yang lain. Karena itu, bisa dikatakan bahwa dalam kalangan Islam—tidak terbatas pada skala nasional, melainkan juga internasional—Muhammadiyah adalah sebuah cerita sukses bagi organisasi Islam “modernis”.1

Kutipan paragraf Nurcholis Madjid di atas sekilas meng gambar kan bagaimana Muhammadiyah sebagai sebuah organisasi modern yang mampu menunjukkan karya-karyanya secara konkret dan berhasil bila dibandingkan dengan organisasi modernis lainnya. Ungkapan ini juga menunjukkan adanya perbedaan antara Muhammadiyah dan kelompok modernis lainnya di dunia atau di Indonesia yang lebih menampakkan sisi teologisnya dalam perdebatan-perdebatan pemurnian Islam. Sebaliknya, Muhammadiyah justru menampakkan sisi amal sosial keagamaannya yang, menurut Nurcholis, melampaui organisasi Islam manapun.

Karakter Muhammadiyah yang demikian, bila merujuk pada fakta sejarah organisasi ini, tidak bisa dilepaskan dari pendirinya K.H. Ahmad Dahlan dan para pemimpin penerusnya.2 Ahmad Dahlan dikenal sebagai seorang modernis dan refomis pribumi yang selain mendorong gagasan-gagasan pembaruan Islam, sebagaimana dilakukan oleh Al-Afghani, Muhammad Abduh dan Rasyid Ridha, ia juga menjadi pelopor pembaruan bidang sosial keagamaan, di antaranya melalui modernisasi pendidikan, terkhusus bagi kalangan pribumi Islam.

1 Nurcholis Madjid, Tradisi Islam: Peran dan Fungsinya dalam Pembangunan di Indonesia, h. 107.

2 Kisah tentang Kyai Ahmad Dahlan telah dijelaskan dalam Bab II. Untuk lebih jelasnya, lihat pula, Kyai Syuja’, Islam Berkemajuan: Kisah Perjuangan KH Ahmad Dahlan dan Muhammadiyah Masa Awal, (Banten: Al-Wasath, 2009).

Page 24: ARAH BARU PEMIKIRAN ISLAM DI INDONESIA

6 9

DINAMIKA PAHAM TEOLOGI DAN RELASI SOSIALB A G I A N I I I

Sejak awal, memang K.H. Ahmad Dahlan dikenal dengan pembaruan pemikirannya. Hal ini yang selanjutnya memengaruhi organisasi yang dibentuknya. Dengan demikian, untuk mengetahui lebih lanjut tentang aspek teologis Muhammadiyah—termasuk pembaruan dan perubahannya—tidak luput dari tokoh pendirinya ini dan para pemimpin-pemimpinnya.

Sisi pembaruan Ahmad Dahlan sangat tampak dari pandangannya tentang kebenaran. Menurutnya, kebenaran dapat diperoleh dari beberapa jalan, di antaranya adalah dengan bersikap terbuka terhadap penemuan baru dan berfikir kritis, luas dan mendalam. Dalam hal ini, seseorang dapat saja menolak kebenaran, yang didasarkan pada kebodohan, sikap ketertutupan, fanatisme pada tradisi dan kebiasaan atau hanya karena takut kehilangan teman, harta dan kehormatan. Ahmad Dahlan merujuk pada akal pikiran dengan hati yang suci sebagai sarana untuk mengambil sebuah keputusan yang benar.3 Merujuk pada pemikiran Ahmad Dahlan di atas, dapat dilihat bagaimana keserasian pandangan ini dengan para pembaru Muslim lainnya, seperti Al-Afghani.

Mukti Ali mencatat, bahwa Jamaluddin Al-Afghani sangat percaya pada usul dan kebebasan berfikir dalam bidang furu’. Ia, kata Mukti Ali, sampai pada kesimpulan-kesimpulan yang aneh dan asing kedengarannya bagi orang-orang yang beku pikirannya pada waktu itu. Seperti halnya dengan Ahmad Dahlan, Afghani juga sempat dituduh sebagai mulhid, di antaranya karena keteguhannya menolak taklid dan menyuarakan ijtihad. Gagasan serupa juga dimiliki oleh Muhammad Abduh, misalnya, yang menyatakan bahwa agama Islam adalah agama tauhid, yang berpegang kepada akal dan menggerakkanya untuk menyadari alam semesta ini. Akal, bagi Abduh, merupakan hal yang harus ada di dalam agama ini, karena akal adalah petunjuk bagi agama dan agama adalah keniscayaan bagi akal untuk memperkuat dan menyempurnakannya.4

3 Abdul Munir Mulkhan, Masalah-masalah Teologi dan Fiqh dalam Tarjih Muhammadiyah, h. 46

4 Mukti Ali, Alam Pikiran Islam Modern di Timur Tengah, (Jakarta: Djambatan, 1995), h. 324 dan 490.

Page 25: ARAH BARU PEMIKIRAN ISLAM DI INDONESIA

7 0

ARAH BARU PEMIKIRAN ISLAM DI INDONESIA

Kesamaan pandangan ini yang menjelaskan bagaimana Ahmad Dahlan mendorong umat Islam untuk terlepas dari segala macam pengaruh masa lalu secara buta (taklid) dan bersikap fatalistik, dengan menghidupkan kembali jiwa dan semangat ijtihad, serta melalui peningkatan kemampuan berfikir logis dan rasional. Hal ini, menurut Ahmad Dahlan, merupakan strategi utama dalam menghadapi perubahan sosial akibat dari modernisasi.5 Corak pemurnian dan peningkatan, pengembangan dan modernisasi ini yang mendefinisikan Muhammadiyah sebagai gerakan tajdid (pembaruan).6

Pemurnian—yang tercakup dalam tadjid—diartikan sebagai upaya pemeliharaan dan penjagaan matan ajaran Islam yang berdasarkan dan bersumber pada Alquran dan Sunah (yang shahih). Tadjid ini juga meliputi penafsiran pengalaman dan perwujudan ajaran Islam dengan tetap berpegang pada Alquran dan Sunah. Tanfizd Muktamar Tarjih Muhammadiyah XXII, sebagaimana dikemukakan oleh Musthafa Kamal dan Adaby Darban, menegaskan urgensi tajdid bagi kalangan Muhammadiyah, yaitu diyakini bahwa tajdid sebagai salah satu watak dari ajaran Islam.

Bagi Muhammadiyah, pemurnian ini merujuk pada purifikasi ajaran Islam atau mengembalikan ajaran-ajaran Islam yang ada dewasa ini kepada sumber aslinya, yaitu Alquran dan Sunah, setelah mengalami “pencemaran” dan penyimpangan. Hal ini didasarkan pada keyakinan, bahwa Alquran dan Sunah Rasulullah merupakan sumber asli dari ajaran Islam.7

Sejak awal pertumbuhannya, Muhammadiyah menempatkan diri sebagai salah satu organisasi yang menyebarluaskan ajaran Islam sebagaimana tercantum dalam Alquran dan Sunah. Bersamaan dengan ini, Muhammadiyah juga membersihkan pelbagai amalan umat yang terang-terangan menyimpang dari prinsip-prinsip ajaran Islam,

5 Abdul Munir Mulkhan, Masalah-masalah Teologi dan Fiqh dalam Tarjih Muhammadiyah, h. 48.

6 Musthafa Kamal Pasha dan Ahmad Adaby Darban, Muhammadiyah sebagai Gerakan Islam, (Yogyakarta: Suara Muhammadiyah, 2009 ), cet. II, h. 137

7 Haedar Nashir, Muhammadiyah Gerakan Pembaruan, h. 168

Page 26: ARAH BARU PEMIKIRAN ISLAM DI INDONESIA

7 1

DINAMIKA PAHAM TEOLOGI DAN RELASI SOSIALB A G I A N I I I

seperti khurafat, syirik, bid’ah, taklid dan tawasul melalui gerakan dakwahnya. Dalam konteks ini, Muhammadiyah lebih menyerupai gerakan pemurnian yang digagas oleh Ibnu Taimiyyah,8 tokoh yang amat berpengaruh pada gerakan reformis Mesir dan sebelumnya di Jazirah Arabia, terutama terhadap gerakan pemurnian Wahabisme.9

Selain itu, corak tajdid Muhammadiyah yang lain adalah di ranah sosial keagamaan. Dengan tajdidnya, Muhammadiyah melakukan upaya pembaruan cara-cara pelaksanaan ajaran Islam dalam kehidupan kemasyarakatan, seperti upaya Ahmad Dahlan merumuskan konsep pendidikan ala Barat, penyantunan kepada fakir miskin dan anak yatim, pengelolaan rumah sakit, pelaksanaan salat hari raya idul fitri dan pelaksanaan qurban, atau kegiatan sosial keagamaan lainnya yang seirama.10 Dalam istilah Abdul Mu’ti, melalui doktrin tajdidnya, Ahmad Dahlan, pendiri dan ketua pertama Muhammadiyah, telah melakukan amal saleh yang fungsional dan solutif bagi kebutuhan umat Islam pada masa itu.11 Hal ini terlepas dari kritik atau pemaknaan lain terhadap amal sosial yang telah dilakukan oleh Muhammadiyah.12

Dengan karakter teologis seperti ini, pada masa awal ke-munculan nya, karena pembaruan dan pemurnian yang digagasnya, Muhammadiyah sempat mendapatkan reaksi keras dari golongan Islam tradisional masa itu. Bahkan, tumbuh pandangan negatif

8 Musthafa Kamal Pasha dan Ahmad Adaby Darban, Muhammadiyah sebagai Gerakan Islam, h. 137

9 Nurcholis Madjid, Tradisi Islam: Peran dan Fungsinya dalam Pembangunan di Indonesia, h. 113.

10 Musthafa Kamal Pasha dan Ahmad Adaby Darban, Muhammadiyah sebagai Gerakan Islam, h. 138

11 Abdul Mu’ti, Lima Pondasi Islam Berkemajuan, Pengantar dalam Kyai Syuja’, Islam Berkemajuan: Kisah Perjuangan KH Ahmad Dahlan dan Muhammadiyah Masa Awal, h. xiv.

12 Pandangan lain dikemukakan oleh Lutfi Assyaukani terkait dengan pembaruan Muhammadiyah ini. Menurutnya, upaya amal sosial dan pemberdayaan melalui pendidikan dan kelas-kelas vokalisional, seperti sekolah kejuruan dan kesetaran, merupakan bagian dari program tajdid (pemurnian) Muhammadiyah. Karena, selain memerangi tahayul, bid’ah dan c(k)hurafat (dikenal dengan TBC) melalui ajaran keagamaan, pemberdayaan umat ini juga dijadikan upaya untuk memerangi TBC, seperti untuk melawan dukun dan klenik, Muhammadiyah mendirikan rumah-rumah sakit dan klinik-klinik kesehatan. Lutfi Assyaukani, “Mewaspadai ‘AIDS’ dalam Muhammadiyah, dalam Jurnal Ma’arif Vol. 4, No. 2 – Desember 2009, h. 66

Page 27: ARAH BARU PEMIKIRAN ISLAM DI INDONESIA

Bagian IV

DINAMIKA PEMIKIRAN BIDANG HUKUM

Page 28: ARAH BARU PEMIKIRAN ISLAM DI INDONESIA

1 4 4

ARAH BARU PEMIKIRAN ISLAM DI INDONESIA

MuhammadiyahSebagaimana dalam uraian sebelumnya, baik dalam bahasan

tentang sejarah ataupun tentang dinamika teologis dan sosial Muhammadiyah, diketahui bahwa keberadaan Muhammadiyah tidak luput dari agenda pembaruan atau tajdid yang dimilikinya. Untuk menunjang pergerakannya, Muhammadiyah membentuk sebuah badan yang bernama Majlis Tarjih Muhammadiyah yang secara konseptual bertugas untuk merumuskan hukum-hukum yang terkait dengan Syariat di kalangan internal organisasi ini. Dengan katan lain, mendiskusikan tentang pemikiran Muhammadiyah di bidang hukum, sangat tidak mungkin bila tidak membahas pula tentang Majlis Tarjih ini berikut produk-produk yang dihasilkannya.

Keberadaan lembaga ini berangkat dari spirit tajdid yang dimiliki Muhammadiyah, terutama dalam hal pemurnian ajaran Islam sesuai dengan merujuk kepada Alquran dan Sunah. Pemurnian ini berarti “mengembalikan praktik Islam pada sumber aslinya yakni Alquran dan Sunah yang shahihah dan maqbulah, sehingga dalam mengamalkan ajaran Islam benar-benar otentik, lebih-lebih yang menyangkut dalam berakidah menjalankan ibadah mahdhah.1 Dalam menjalankan tujuan organisasi ini, pada praktiknya, Muhammadiyah bersinggungan dengan ragam adat istiadat keagamaan umat Islam di Indonesia, secara khusus di pulau Jawa, yang lebih banyak dipengaruhi oleh keyakinan tradisional. Tidak jarang bahkan memunculkan debat-debat teologis atau yuridis di antara kelompok modernis, seperti Muhammadiyah, dengan kalangan ulama tradisionalis.

Melihat pentingnya menjaga kemurnian agama Islam dari pelbagai penyimpangan, Muktamar Muhammadiyah XVI pada tahun 1927 di kota Pekalongan membentuk Majlis Tarjih ini. Adalah K.H. Mas Mansoer, seorang anggota Muktamar utusan Daerah Surabaya, yang mengusulkan dibentuknya Majlis Tarjih di bawah organisasi Muhammadiyah. Usulan Mas Mansoer berangkat dari

1 Haedar Nashir, Muhammadiyah Gerakan Pembaruan, (Yogyakarta: Suara Muhammadiyah, 2010), h. 295.

Page 29: ARAH BARU PEMIKIRAN ISLAM DI INDONESIA

1 4 5

DINAMIKA PEMIKIRAN BIDANG HUKUMB A G I A N I V

dua alasan, yaitu: pertama, dikhawatirkan munculnya perpecahan di kalangan warga Muhammadiyah, terutama di kalangan ulama, karena disebabkan oleh perbedaan pendapat dalam permasalahan hukum agama. Alasan kedua, dikhawatirkan akan timbul pelbagai macam penyelewengan di kalangan warga Muhammadiyah dari batas-batas hukum agama karena sekadar didorong untuk mengejar kebesaran organisasi secara lahiriyah dengan melupakan inti pokok jiwa ajaran Islam.2 Pada saat dibentuk pada 1927, Mas Mansoer langsung menjadi ketua pertama lembaga ini.

Tentang pentingnya mendirikan Majlis Tarjih ini dimuat dalam majalah Suara Muhammadiyah No.6/1355 (1936) halaman 145, sebagaimana yang dimuat oleh Ahmad Zain An-Najah berikut:

…Bahwa perselisihan faham dalam masalah agama sudahlah timbul dari dahulu, dari sebelum lahirnja Muhammadijah: sebab-sebabnja banjak, di antaranja karena masing-masing memegang teguh pendapat seorang ulama atau jang tersebut di suatu kitab, dengan tidak suka menghabisi perselisihannja itu dengan musjawarah dan kembali kepada Al-Qur’an, perintah Tuhan Allah dan kepada Hadits, sunnah Rosulullah.

Oleh karena kita chawatir, adanja pertjektjokan dan perselisihan dalam kalangan Muhammadijah tentang masalah agama itu, maka perlulah kita mendirikan Madjlis Tardjih untuk menimbang dan memilih dari segala masalah jang diperselisihkan itu jang masuk dalam kalangan Muhammadijah manakah jang kita anggap kuat dan berdalil benar dari Al-Qur’an dan hadits.“3

Sebagai gerakan pembaruan yang dipengaruhi oleh gagasan pembaru Muslim Timur Tengah, seperti: Al-Afghani, Abduh, dan Rasyid Ridha, Muhammadiyah tampaknya tidak bisa melupakan salah satu dorongan besar kaum pembaru tersebut yaitu ijtihad.

2 Musthafa Kamal Pasha dan Ahmad Adaby Darban, Muhammadiyah sebagai Gerakan Islam, h. 151

3 Ahmad Zain An-Najah, “Majlis Tarjih Muhammadiyah (Pengenalan, Penyempurnaan dan Pengembangan), Makalah ini dipresentasikan dalam acara Forum Kader Umat yang diselenggarakan oleh Pimpinan Cabang Istimewa Muhammadiyah, Kairo, Mesir pada tanggal 7 Maret 2004, diakses dari http://ahmadzain.wordpress.com/2006/12/09/majlis-tarjih-muhammadiyah

Page 30: ARAH BARU PEMIKIRAN ISLAM DI INDONESIA

1 4 6

ARAH BARU PEMIKIRAN ISLAM DI INDONESIA

Dengan ini, Muhammadiyah berhadap-hadapan dengan kelompok tradisional yang lebih mengutamakan taklid dibandingkan ijtihad. Muhammadiyah meyakini, bahwa pintu ijtihad tidak pernah tertutup,4 sehingga melalui lembaga Tarjih ini kemudian Muhammadiyah merumuskan jawaban-jawaban keagamaan terhadap permasalahan umat Islam, baik yang bersifat teologis maupun fikih (hukum). Dengan kata lain, Majlis Tarjih ini merupakan realisasi dari prinsip pintu ijtihad tetap terbuka.

Istilah tarjih sebetulnya berangkat dari istilah ushul fikih yang diartikan sebagai upaya untuk membandingkan dua hukum atau lebih terhadap suatu peristiwa dan mencari hukum yang terkuat di antara keduanya atau lebih.5 Dalam perjalanannya, Tarjih yang digunakan oleh Muhammadiyah sejak pertama kali lembaga ini berdiri pada 1927 lebih dekat dengan makna ijtihad atau bahkan identik,6 karena tugas utama Majlis Tarjih ini adalah untuk menetapkan hukum Islam mengenai persoalan-persoalan yang dipertentangkan umat dalam mengamalkan ajaran Islam, sehingga umat terhindar dari perselisihan.7 Hal ini yang kemudian menyebabkan pergeseran peranan Majlis Tarjih, yang awalnya hanya sekadar khilafiyah menjadi lembaga fatwa yang bertanggung jawab mengeluarkan pendapat-pendapat hukum.8 Tentang pergeseran ini, sebagaimana diungkap oleh Syamsul Anwar dalam sebuah tulisannya:

Dalam lingkungan Muhammadiyah pengertian tarjih telah mengalami pergeseran makna dari makna asli dalam disiplin usul fikih. Dalam Muhammadiyah dengan tarjih tidak hanya diartikan kegiatan sekadar kuat-menguatkan suatu pendapat yang sudah ada, melainkan jauh

4 Abdul Munir Mulkhan, Masalah-masalah Teologi dan Fiqh dalam Tarjih Muhammadiyah, h. 25; lihat pula, Nucholis Madjid, Tradisi Islam, h. 110.

5 Syamsul Anwar, Fatwa, Purification, and Dynamization: A Study of Tarjih in Muhammadiyah dalam Islamic Law and Society Journal, Vol. 12, No. 1, “Fatwa in Indonesia” (2005), h. 33

6 Syamsul Anwar, Fatwa, Purification, and Dynamization, h. 33.7 Abdul Munir Mulkhan, Masalah-masalah Teologi dan Fiqh dalam Tarjih Muhammadiyah,

h. 258 Ahmad Najib Burhani, Muhammadiyah Jawa, (Jakarta: Al-Wasath, 2004), h. 138;

Ahmad Zain An-Najah, “Majlis Tarjih Muhammadiyah (Pengenalan, Penyempurnaan dan Pengembangan), 7 Maret 2004.

Page 31: ARAH BARU PEMIKIRAN ISLAM DI INDONESIA

1 4 7

DINAMIKA PEMIKIRAN BIDANG HUKUMB A G I A N I V

lebih luas sehingga identik atau paling tidak hampir identik dengan kata ijtihad itu sendiri.9

Dengan demikian, seiring dengan perkembangan dan tuntutan zaman, makna Tarjih ini berubah dari sekadar membanding-bandingkan pendapat yang terkuat menjadi lebih identik dengan aktivitas ijtihad. Dengan kata lain, Tarjih diartikan sebagai “setiap aktivitas intelektual untuk merespons realitas sosial dan kemanusiaan dari sudut pandang agama Islam, khususnya dari sudut pandang norma-norma syariah.”10

Secara resmi dan kelembagaan, Majlis Tarjih untuk kali pertama melakukan sidang dari tanggal 30 Januari sampai dengan tanggal 5 Februari 1929, bertepatan dengan Muktamar Muhammadiyah XVIII di Solo. Sidang Tarjih ini berhasil menghasilkan keputusan tentang Kitab Iman dan Kitab Shalat.11 Kitab Iman berisi pokok-pokok akidah yang benar menurut pandangan Muhammadiyah, yaitu mengenai rukun iman yang enam. Di samping itu, juga ditetapkan tentang masalah mengimani kenabian sesudah Muhammad. Sementara Kitab Shalat berisi keputusan tentang tata cara mengerjakan shalat juga menurut pemahaman Muhammadiyah.12

Pada awal perkembangannya, seperti tergambar dalam kehidupan Kyai Ahmad Dahlan, Muhammadiyah tidak memiliki doktrin yang ketat atau memaksakan pemahaman teologis yang tersistematisasi kepada anggotanya. Sebaliknya, para tahap awal

9 Syamsul Anwar, “Manhaj Tarjih dan Metode Penetapan Hukum dalam Tarjih Muhammadiyah”, Sang Pencerah, artikel ini disampaikan pada Acara Pelatihan Kader Tarjih Tingkat Nasional Tanggal 26 Safar 1433 H / 20 Januari 2012 di Universitas Muhammadiyah Magelang. Diakses dari http://www.sangpencerah.com/2013/07/manhaj-tarjih-dan-metode-penetapan.html

10 Syamsul Anwar, “Manhaj Tarjih dan Metode Penetapan Hukum dalam Tarjih Muhammadiyah”.

11 “Organisasi dan Sejarah Majlis Tarjih” dalam Fatwatarjih.com diakses dari http://www.fatwatarjih.com/p/history-of-tarjih.html. Artikel ini dikutip dari Bab I buku Laporan Penelitian Majlis Tarjih Muhammadiyah (Suatu Studi tentang Sistem dan Metode Penentuan Hukum) yang ditulis oleh Asjmuni A. Rahman, dkk., diterbitkan di Yogyakarta oleh IAIN Sunan Kalijaga pada tahun 1985.

12 Untuk Hasil Putusan Tarjih pertama ini lihat, PP Muhammadiyah, Himpunan Putusan Tarjih Muhammadiyah, (Yogyakarta: PP Muhammadiyah, tth.), h. 2.

Page 32: ARAH BARU PEMIKIRAN ISLAM DI INDONESIA

Bagian V

DINAMIKA ORMAS ISLAM DI BIDANG PENDIDIKAN

Page 33: ARAH BARU PEMIKIRAN ISLAM DI INDONESIA

2 3 8

ARAH BARU PEMIKIRAN ISLAM DI INDONESIA

MuhammadiyahKeberadaan Muhammadiyah tampaknya tidak bisa dilepas-

kan dari aspek terakhir yang dibahas dalam studi ini, yakni aspek pendidikan. Kemunculan organisasi Islam persyarikatan Muhammadiyah bahkan diinspirasi oleh gerakan pendidikan yang dipelopori oleh Kyai Ahmad Dahlan, pendiri sekaligus ketua pertama Muhammadiyah. Kyai Ahmad Dahlan telah membangun tatanan sosial keagamaan yang kokoh untuk berlanjutnya sistem pendidikan di lingkungan Muhammadiyah hingga organisasi mencapai usianya satu abad.

Sejarah berdirinya Muhammadiyah pada Bab II telah peneliti uraikan bagaimana keterkaitan antara pendidikan dan Muhammadiyah. Adalah Madrasah Ibtidaiyah Islam sekolah yang kali pertama didirikan oleh Kyai Ahmad Dahlan, dengan menggabungkan sistem pendidikan modern dan agama Islam. Kyai Dahlan menjawab seorang siswa Kweekschool yang bertanya tentang sekolah yang baru didirikannya, “…Ini Madrasah Ibtidaiyyah Islam untuk memberi pelajaran agama Islam dan pengetahuan umum, bagi anak-anak kita kampung Kauman”, demikian Ahmad Dahlan.1 Atas usulan siswa Kweekschool ini kemudian sekolah Ibtidaiyyah ini memelopori berdirinya persyarikatan Muhammadiyah pada 1912. Adapun sekolah Ibtidaiyyah yang didirikannya ini menjadi sekolah pertama, setidaknya di kawasan Yogyakarta, yang menggabungkan sistem pendidikan barat (Belanda) dan pendidikan Islam.

Sekolah Ibtidaiyyah yang didirikan oleh Ahmad Dahlan ini pada dasarnya juga hasil dari diskusi Kyai Dahlan dengan para guru di Kweekschool tatkala ia mengajar agama Islam di sekolah tersebut. selama satu tahun ia di sekolah ini, Kyai Dahlan seringkali berdiskusi dengan setiap guru piket yang menunggu pelajarannya tentag seluk-beluk penyelenggaraan pendidikan sekolah. Dari sini, Ahmad Dahlan pun terdorong untuk mendirikan sekolahnya sendiri yang

1 Kyai Sjuja’, Islam Berkemajuan, h. 64.

Page 34: ARAH BARU PEMIKIRAN ISLAM DI INDONESIA

2 3 9

DINAMIKA ORMAS ISLAM DI BIDANG PENDIDIKANB A G I A N V

mengajarkan ilmu umum dan agama Islam.2 Dari sini kemudian ia merintis sebuah sekolah pendidikan dasar yang diberi nama sekolah Ibtidaiyyah Diniyah Islamiyah yang diresmikan pada 1 Desember 1911.

Peneliti merasa perlu untuk mengungkap catatan yang dibuat oleh Kyai Sjuja’, salah seorang penyokong Kyai Ahmad Dahlan dalam merintis Muhammadiyah dan sampai Ahmad Dahlan sudah tiada. Kyai Sjuja’ mengatakan, di samping kesibukan Kyai Dahlan dalam menyusun program kerja untuk melaksanakan pendidikan agama kepada siswa sekolah menengah Gouvernement, “ia tidak lupa memikirkan nasibnya anak-anak santri Kauman yang masih sangat liar kepada pelajaran secara sekolah”. Kyai Sjuja’ melanjutkan:

Walaupun tidak kurang sempit balai rumah tangganya, namun sekolah itu dilaksanakan juga, sekalipun dengan secara kecil yang tidak dapat menerima murid banyak. Yaitu, ruangan kamar tamu yang selebar + 2,5m x 6m, dengan kamar tamunya, dengan 3 meja dan 3 bangku sekolah yang terbuat dari kayu jati putih dari luar negeri, yakni kayu bekas peti kain putim (Muslim) serta 1 papan board terbuat dari kayu suren. Maklumlah sekolahan itu dilaksanakan oleh kekuatan tenaga dan pikiran serta bendanya KH. A. Dahlan zonder sokongan orang lain, walaupun setengah sen.3

Dari pernyataan Kyai Sjuja’ di atas, kita mendapati betapa sederhananya sekolahan yang digagas oleh Kyai Dahlan pada masa-masa awal perjuangannya ini. Dengan guru yang hanya berjumlah satu, yaitu Kyai Dahlan sendiri, pada permulaannya sekolah ini memiliki 9 orang siswa dan pada bulan keenam telah mencapai 20 siswa, sehingga pada bulan ketujuh sekolah ini mendapatkan bantuan guru umum dari Budi Utomo. Dalam sejarah masyarakat Muslim Indonesia, setidaknya di lingkungan Kauman dan Yogyakarta, tindakan Kyai Dahlan ini sangat radikal dan baru, sehingga tidak heran ia mendapatkan cemooh dan celaan atas inovasinya tersebut. Kyai Sjuja’ melanjutkan:

2 Musthafa Kalam Pasha dan Ahmad Adaby Darban, Muhammadiyah Sebagai Gerakan Islam, h. 95.

3 Kyai Sjuja’, Islam Berkemajuan, h. 62

Page 35: ARAH BARU PEMIKIRAN ISLAM DI INDONESIA

2 4 0

ARAH BARU PEMIKIRAN ISLAM DI INDONESIA

Sejak tertampak sifatnya sekolahan yang dipimpin oleh penghuni-penghuni kampung Kauman, terutama para saudara-saudara dan handai toleran yang sama beku pikirannya, karena hanya mendengar pelajaran keseniaan made in Barat. Yaitu, yang didengungkan oleh anak-anak, yang kalimatnya berbunyi sol la si do re mi fa sol dan seterusnya, dan lain-lain yang ala Barat. Dan kesenian santri-santri Kaum, seperti marhaban-marhaba, jalil-jalil, dan lagu-lagu burdah makin sunyi, terutama suara anak-anak mendarus Al-Quran di waktu pagi dan sore sudah tidak terdengar lagi di telingan mereka yang jumud-jumud sampai menuduh bahwa K.H. A. Dahlan sudah murtad, sudah Kristen, dan lain sebagainya.4

Tuduhan yang diterima Kyai Dahlan ini tampak sangat wajar bila dibandingkan dengan kondisi sosial keagamaan umat Islam pada awal abad XX ini. Namun demikian, Ahmad Dahlan dan kemudian apa yang dilakukan oleh Muhammadiyah, merasa perlu untuk memperbarui sistem pendidikan Islam yang selama ini telah berkembang di Indonesia, yaitu pesantren. Dalam menghadapi tantangan dan kemajuan zaman, pendidikan klasik yang sudah berkembang di Nusantara waktu itu dirasa tidak lagi memadai, karena pelajaran agama yang diajarkan di pesantren adalah mata pelajaran agama dalam arti sempit, yang terbatas di bidang fikih agama, meliputi: bahasa Arab, terjemah dan tafsir, hadis, tasawuf atau akhlak, akidah, ilmu mantiq atau logika dan ilmu falak. Sebaliknya, pelajaran-pelajaran yang bersifat duniawiyah justru tidak diajarkan, seperti sejarah, ilmu bumi, fisika, kimia, biologi, dan matematika, padahal hanya dengan ilmu pengetahuan ini seorang Muslim dapat menjalankan tugasnya sebagai khalifah Allah di bumi.5

Dalam ranah ini tampak terlihat arus pembaruan pemikiran di bidang pendidikan yang dilakoni oleh Muhammadiyah pada masa-masa awal kemunculannya. Pembaruan ini, menurut Ahmad Tafsir, tidak dapat dipisahkan dari apa yang dirasakan oleh Kyai Dahlan

4 Kyai Sjuja’, Islam Berkemajuan, h. 63.5 Musthafa Kalam Pasha dan Ahmad Adaby Darban, Muhammadiyah Sebagai Gerakan

Islam, h. 103; lihat pula, Howard M. Federspiel, The Muhammadiyah: A Study of an Orthodox Islamic Movement in Indonesia, dalam Indonesia, No. 10 (Oktober 1970), h. 61

Page 36: ARAH BARU PEMIKIRAN ISLAM DI INDONESIA

2 4 1

DINAMIKA ORMAS ISLAM DI BIDANG PENDIDIKANB A G I A N V

sebagai realitas yang dialami oleh dan/atau dalam umat Islam waktu itu. Sentra pemikiran Dahlan adalah “Pendidikan agama dalam arti keimanan dan amal shaleh Islam terutama peribadatan khas”. Hal ini diaktualisasikan oleh Kyai Dahlan dalam integrasi pendidikan Islam dan umum yang ia kembangkan melalui pendidikan Agama Islam di sekolah umum dan memasukkan pendidikan umum di sekolah-sekolah agama (Islam).6

Filsafat pendidikan Muhammadiyah ini mengilustrasikan perhatian sebuah gerakan Muslim ‘ortodok’ untuk menyusun kembali masyarakat Indonesia dengan nilai-nilai yang lebih cocok dengan kehidupan kekinian.7 Ahmad Dahlan memandang, baik ilmu agama atau ilmu umum, sama-sama penting untuk mendapatkan kesempurnaan hidup di dunia dan akhirat.8 Secara ideologis, seperti di atas, program pendidikan Kyai Ahmad Dahlan dan Muhammadiyah diharapkan mampu menghapuskan tradisi-tradisi masa lalu yang menghambat kemajuan dan kemodernan umat Islam di Indonesia.9 Ahmad Najib Burhani mencatat dalam Muhammadiyah Jawa:

Untuk mencapai tujuan-tujuan itu, gerakan ini yakin bahwa pendidikan-lah yang menjadi sarana utamanya. Karena itu, pendirian sekolah berkait erat dengan perhatian terhadap modernisme dan rasionalisme. Muhammadiyah berusaha memodernkan sistem tradisional yang tersebar luas di kalangan kaum Muslim di Hindia Timur, terutama Jawa. Dengan meniru sekolah-sekolah Belanda, Ahmad Dahlan memperkenalkan sebuah sekolah model dengan sistem dan metode pendidikan yang baru, seperti dengan menggunakan sistem kelas.

6 Ahmad Tafsir, Asas, Tujuan dan Fungsi Pendidikan Muhammadiyah (Tinjauan Historis dan Kultural), dalam M. Yunan Yusuf dan Piet Hizbullah Chaidir, Filsafat Pendidikan Muhammadiyah, (Jakarta: Majelis Pendidikan Dasar dan Menengah Pimpinan Pusat Muhammadiyah, 2000), h. 36 dan 38; lihat pula, Musthafa Kalam Pasha dan Ahmad Adaby Darban, Muhammadiyah Sebagai Gerakan Islam, h. 118.

7 Howard M. Federspiel, The Muhammadiyah, h. 588 Majelis Pustaka dan Informasi PP Muhammadiyah, Muhammadiyah 100 Tahun

Menyinari Negeri, (Yogaykarta: PP Muhammadiyah, 2013), h. 29 Ruswan, Colonial Experiences and Muslim Educational Reform: A Comparison of

the Aligarh and the Muhammadiyah Movement, Tesis pada Institute of Islamic Studies, McGill University, Montreal, Canada, Tahun 1997, h. 71. Naskah tidak dipublikasikan.

Page 37: ARAH BARU PEMIKIRAN ISLAM DI INDONESIA

Bagian VI

P E N U T U P

Page 38: ARAH BARU PEMIKIRAN ISLAM DI INDONESIA

3 2 0

ARAH BARU PEMIKIRAN ISLAM DI INDONESIA

Muhammadiyah, NU, dan ICMI telah memberikan respons terhadap pelbagai pembaruan dan perubahan yang terjadi di tengah masyarakat. Hal ini dapat ditelusuri dari program dan aktivitas sosial, politik, dan budaya yang diselenggarakan oleh ketiga ormas ini. Ketika masyarakat Indonesia dihadapkan pada budaya Barat yang dibawa oleh kolonial Belanda, Muhammadiyah dan NU berada pada posisi terdepan untuk memberikan pedoman moral bagi umat Islam di Indonesia, baik secara sosial atau budaya. Hal ini tampak, misalnya, dari upaya Muhammadiyah untuk mengembangkan amal-amal usaha yang betul-betul menyentuh kebutuhan masyarakat Indonesia pada awal-awal abad XX dan berlangsung hingga saat ini.

Di sisi yang lain, sebagai komunitas yang berangkat dari tradisi pesantren, NU mengulas masalah-masalah “kerakyatan” ini dalam forum-forum diskusi yang ada di pesantren melalui bahtsul masail. Semua permasalahan yang muncul di masyarakat, baik masalah-masalah baru atau sejatinya telah ada sejak dahulu, dijawab di dalam forum ini dengan memberikan argumentasi-argumentasi yang berasal dari khazanah keilmuan klasik. Respons ini semakin tampak tatkala masyarakat dapat mengajukan pertanyaan-pertanyaan secara langsung ke dalam forum dan forum kemudian memberikan jawaban. Hal demikian pun berlangsung sejak awal berdirinya NU hingga sekarang.

Memasuki era orde baru, ketika proyek pembangunan dan modernisasi dicanangkan rezim Soeharto dan menyebabkan banyaknya hal-hal baru yang dihadapi oleh masyarakat, NU dan Muhammadiyah-pun memberikan respons terhadap pergulatan pemikiran yang terjadi di tengah masyarakat, terutama umat Islam, baik dalam bidang teologis, hukum ataupun pendidikan. Respons yang tak kalah pentingnya adalah yang dilakukan oleh ICMI, dengan posisinya yang strategis pada awal kemunculannya. ICMI menjadi penyambung lidah bagi kepentingan umat Islam ketika saluran-saluran politik umat Islam sedang mandeg berhadapan dengan rezim orde baru. Dalam hal ini, ICMI menjadi wadah bagi kalangan intelektual kelas menengah Islam yang tengah banjir pada waktu itu untuk lebih

Page 39: ARAH BARU PEMIKIRAN ISLAM DI INDONESIA

3 2 1

PENUTUPB A G I A N V I

mendapatkan posisi strategisnya dalam pembangunan bangsa dan pemajuan umat Islam secara umum.

Pembaruan pemikiran ini disebabkan oleh dua hal yang tidak dapat dipisahkan, pertama adalah sumber ajaran Islam dan kedua adalah modernitas. Seperti halnya terjadi pada Muhammadiyah, ajaran Islam menjadi sumber utama yang mendorong terjadinya pembaruan sebagai upaya untuk menjawab modernitas.

Relasi antara keyakinan Muhammadiyah terhadap sumber ajaran Islam dan realitas sosial, baik secara internal ataupun ekstrenal, telah mengarahkan organisasi untuk melakukan perubahan dan dinamisasi terhadap ideologinya. Kondisi sosial keberagaman pada era 1920-an telah mendorong Muhammadiyah untuk mendirikan Majlis Tarjih. Di masa kepemimpinan Kiai Mas Mansoer dirumuskan “Masalah Lima” yaitu “dunia, agama, qiyas, sabilillah dan ibadah”, yang menjadi pondasi dasar bagi kalangan Muhammadiyah untuk menyikapi perubahan-perubahan yang ada. Kemudian muncul pula “Dua Belas Langkah Muhammadiyah” atau dikenal pula dengan sebutan “Langkah Muhammadiyah Tahun 1938 – 1942 dan yang tak kalah pentingnya adalah perumusan Anggaran Dasar Muhammadiyah seiring dengan pelemahan ruh perjuangan dan kehidupan rohani keluarga Muhammadiyah.

Penguatan ideologi ini kemudian kembali memunculkan “Kepribadian Muhammadiyah” yang menegaskan posisi organisasi sebagai gerakan dakwah Islam amar ma’ruf nahi munkar dalam bidang kemasyarakatan pada kepemimpinan K.H. M. Yusun Anis (1959 – 1962), serta pada kepemimpinan K.H. Fakih Usman dan H. AR Fakhruddin disepakati pula “Matan Keyakinan dan Cita-cita Hidup Muhammadiyah” dan “Khittan Perjuangan Muhammadiyah” pada Muktamar ke-37 di Yogyakarta tahun 1968.

Di sisi yang lain, pembaruan ini muncul karena pemaknaan Muhammadiyah terhadap ajaran Islam, terutama Alquran, yaitu sebagaimana pengembangan lebih lanjut sistem dan falsafah pendidikan Muhammadiyah sebagai penafsiran atas Surah al-Bayyinah ayat 5.

Page 40: ARAH BARU PEMIKIRAN ISLAM DI INDONESIA

3 2 2

ARAH BARU PEMIKIRAN ISLAM DI INDONESIA

Di kalangan NU, pembaruan ini berangkat dari dialektika yang secara terus-menerus antara ajaran Islam, tradisi dan modernitas. Ketiganya bergerak pada suatu langgam untuk mempertahankan tradisi yang baik di tengah masyarakat dan mengambil kebaruan-kebaruan yang mengarahkan pada sesuatu yang lebih baik. Untuk itu, dikenal pedoman yang sangat popular di kalangan NU, al-muhafazhah ‘ala al-qadim al-shalih, wa al-akhdz bi al-jadid al-ashlah.

Pada perjalanan NU, paham Ahlussunah wal Jamaah tidak dipahami secara kaku dan sempit. Sebaliknya, paham ini berkembang seiring dengan keseriusan kalangan NU untuk mengkaji dan memperkaya doktrin tersebut agar semakin mapan, efektif dan mampu menjawab problematika umat. Dalam hal ini pula pembaruan di dalam tubuh NU menyiratkan adanya keterikatan dengan sumber ajaran Islam, tradisi dan modernitas yang ada di tengah masyarakat.

Upaya untuk menjawab tantangan hukum secara sangat baik dilakukan oleh NU melalui bahtsul masail-nya, bahkan dengan sejumlah penyempurnaan dan penyesuaian dengan kondisi zaman. Demikian pula dalam aspek pendidikan, perkembangan pemahaman di kalangan NU mengarahkan NU tidak secara penuh menutup mata terhadap kebaruan, sebagaimana dilakukan dalam modernisasi pesantren dan sistem pendidikan Islam.

Di sisi yang lain, NU mampu mengembangkan pemikiran keagamaan yang relatif lebih maju dibandingkan organisasi-organisasi lain, dengan tetap mempertahankan tradisinya. Bahkan, NU mampu mengembangkan kerangka pemikiran menjawab problematika umat dengan menggunakan perangkat-perangkat baru, seperti dirumuskan Manhaj Bahtsul Masail tahun 1992, namun juga tetap menghormati tradisi kajian kasuistik yang telah ada sejak NU belum berdiri.

Pembaruan yang terjadi di dalam ICMI-pun demikian. Walaupun diisi oleh banyak teknokrat, pembaruan di dalam ICMI tidak luput dari pandangan para anggotanya terhadap ajaran Islam. Keberadaan para intelektual di dalam ICMI menjadi penentu arah perjuangan ICMI pada ranah sosial keagamaan, walaupun secara praktik gagasan-gagasan itu lebih banyak diejawantahkan melalui aktor-aktor yang

Page 41: ARAH BARU PEMIKIRAN ISLAM DI INDONESIA

3 2 3

PENUTUPB A G I A N V I

berasal dari teknokrat, baik karena dekatnya relasi mereka kepada pemerintah ataupun latar belakang pendidikan para tokoh ICMI seperti BJ Habibie.

Dalam hal ini, corak pembaruan yang dibawa ICMI pada dasarnya lebih mengarah pada integrasi ilmu pengetahuan agama dan ilmu pengetahuan umum agar keduanya dapat disatukan untuk menjawab permasalahan-permasalahan global. Puncaknya, kedua hal ini dapat membentuk karakter sumber daya manusia yang tidak hanya menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi namun juga beriman dan bertakwa.

Kuatnya sumber daya manusia ini menjadi penting bagi ICMI untuk melangkah lebih jauh dan memperbaiki ketimpangan sosial yang terjadi di masyarakat. Dengan menggabungkan spirit keagamaan dan penguasaan keilmuan modern, ICMI menerapkan pemikiran-pemikiran ini di ranah sosial ekonomi yang lebih menyentuh kepentingan masyarakat dan mewakili suara umat Islam. Hal ini pula yang kemudian mendorong ICMI untuk membuat BMT di seluruh pelosok Indonesia, mendirikan Bank Muamalat, Koran Republika, lembaga pendidikan, serta program-program lain yang di satu sisi adalah manifestasi dari perkembangan modern, namun juga tidak melepaskan spirit keberislaman.

Setiap organisasi-organisasi Islam yang menjadi obyek studi ini memberikan perhatian yang berbeda-beda di bidang teologis dan sosial, tergantung pada komponen utama yang berada di dalam organisasi, baik elit ataupun mass arus bawah, dan corak organisasi yang ada sejak awal.

Sebagai organisasi yang bercorak modern, Muhammadiyah meletakkan permasalahan pemurnian akidah dari hal-hal yang bersifat tradisional dan yang merusaknya berada pada posisi sentral. Tadjid menjadi tema utama Muhammadiyah. Hal ini dilakukan melalui upaya mengembalikan ajaran-ajaran Islam kepada sumber aslinya Alquran dan Sunah, “al-ruju’ ilaa al-Qur’an wa al-Sunnah”, ditopang oleh kemampuan berfikir yang logis dan rasional. Dengan ini, perhatian utama Kiai Ahmad Dahlan dan Muhammadiyah

Page 42: ARAH BARU PEMIKIRAN ISLAM DI INDONESIA

3 3 5

Buku, Artikel, dan Majalah

“Hatta Rajasa: ICMI Perlu Warnai Produk Hukum”, Madina, 4 – 10 Februari 2008

“Hijrah Moral untuk Kebangkitan Nasional”, dalam Laporan Utama Tabloid Cendekia Sumsel, edisi Januari- Februari 2012.

“Indonesia Kini dan Mendatang di Mata Habibie”, dalam Tabloid Cendekia Sumsel, edisi Januari- Februari 2012.

“Kajian: Evaluasi Berkelanjutan untuk Pendidikan Nasional”, dalam Media ICMI, edisi Agustus 2009.

“Melawan Kerapuhan Intelektual”, dalam Suara Muhammadiyah, No. 02/98, 16 – 31 Januari 2013

“Perkuat Kinerja Demokrasi”, Sidang Pleno I: Refleksi dan Revitalisasi ICMI dalam Dinamika Kehidupan Berbangsa dan Bernegara, dalam Media ICMI, edisi April 2010.

“Pimpinan Pusat Muhammadiyah: Isu-isu Strategis Keumatan, Kebangsaan dan Kemanusiaan Universal” pada lembaran Suplemen Muktamar Satu Abad Muhammadiyah dalam Suara Muhammadiyah, edisi 12/95, 1 – 15 Juli 2010, h. XII - XVII

“Potret Pendidikan Nasional”, dalam Media ICMI, edisi Agustus 2009

“Prof. Amin Abdullah: ‘Fresh Ijtihad’ Butuh Keilmuan Sosial dan Humanities Kontemporer’, dalam kolom Dialog Suara Muhammadiyah, edisi 2/98, 16 – 31 Januari 2013

“Wawancara Khusus: Dr. Ing. H. Ilham Akbar Habibie, MA: Ketua Presidium

DAFTAR PUSTAKA

Page 43: ARAH BARU PEMIKIRAN ISLAM DI INDONESIA

3 3 6

ARAH BARU PEMIKIRAN ISLAM DI INDONESIA

Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia” diterbitkan dalam Majalah Sabili, Edisi 12 Tahun XVIII, h. 24.

Abbas, Afifi Fauzi, “Integrasi Pendekatan Bayani, Burhani dan Irfani”, dalam Suara Muhammadiyah, edisi 12/95, 1 – 15 Juli 2010.

Abdul Mu’thi, Lima Fondasi Islam Berkemajuan, Pengantar dalam Kiai Syuja’, Islam Berkemajuan: Kisah Perjuangan KH Ahmad Dahlan dan Muhammadiyah Masa Awal. Banten: Al-Wasath, 2009

Abdullah, Anzar, Nahdlatul Ulama and the Khittah Revitalization: A Futuristic Critical Reflection for the Largest Islamic Organization in Indonesia, dalam Tawarikh: International Journal for Historical Studies, Vol. 3 (1), Tahun 2011.

Adams, Charles C., Islam and Modernism in Egypt: A Study of Modern Reform Movement Inaugurated by Muhammad Abduh. New York: Russell & Russell, 1968

Afan, Gaffar, “ICMI Setelah Muktamar”, Majalah Gatra, edisi 25 Desember 1995, diakses dari http://arsip.gatra.com/1995-12-25/majalah/artikel.php?pil=23&id=59225

Ahmad Gaus AF, Kebangkitan Intelektual Kaum Muda NU, dalam Zuhairi Misrawi, ed., Menggugat Tradisi, dalam Zuhairi Misrawi, ed., Menggugat Tradisi: Pergulatan Pemikiran Anak Muda NU. Jakarta: Kompas dan P3M, 2004

Alfaruqi Jabir, “Konsolidasi Potensi Pemikir Muda (Menyambut Muktamar Pemikiran NU)”, Suara Merdeka, Jumat 3 Oktober 2003, diakses dari http://www.suaramerdeka.com/ harian/ 0310/ 03/ kha1.htm

Ali, Mohammad dan Marpuji Ali, Mazhab Al-Maun: Tafsir Ulang Praksis Pendidikan Muhammadiyah. Yogyakarta: Apeiron-Philotes Jogjakarta dan SD Muhammadiyah Program Khusus I Surakarta.

Ali, Mukti, Alam Pikiran Islam Modern di Timur Tengah. Jakarta: Djambatan, 1995.

Amin, Ma’ruf, “Metodologi Kajian Keagamaan dalam NU”, NU Online, 27 April 2004, diakses dari http://www.nu.or.id

Anderson, Paul, dkk., Reform in Islamic Education (Report of a Conference Held at the Prince Alwaleed bin Talal Centre of Islamic Studies, University of Cambridge, 9 – 10 April 2011).

Anshory, HM Nasruddin, Matahari Pembaruan: Rekam Jejak KH Ahmad Dahlan. Yogyakarta: Jogja Bangkit Publisher, 2010.

Anwar, M. Syafii, “ICMI, Santrinisasi Birokrasi, dan Asketisme Kecendikiawanan”, ICMI Jawa Timur, Jakarta, 17 April 2010, diakses dari http://www.icmijatim.org

___________, Pemikiran dan Aksi Islam Indonesia: Sebuah Kajian Politik Tentang Cendikiawan Muslim Orde Baru. Jakarta: Temprint, 1995.

Anwar, Syamsul, “Manhaj Tarjih dan Metode Penetapan Hukum dalam Tarjih Muhammadiyah”, Sang Pencerah, artikel ini disampaikan pada Acara

Page 44: ARAH BARU PEMIKIRAN ISLAM DI INDONESIA

3 3 7

DAFTAR PUSTAKA

Pelatihan Kader Tarjih Tingkat Nasional Tanggal 26 Safar 1433 H / 20 Januari 2012 di Universitas Muhammadiyah Magelang. Diakses dari http://www.sangpencerah.com/2013/07/manhaj-tarjih-dan-metode-penetapan.html

___________, Fatwa, Purification, and Dynamization: A Study of Tarjih in Muhammadiyah dalam Islamic Law and Society Journal, Vol. 12, No. 1, “Fatwa in Indonesia” (2005).

Arifan, Fadh Ahmad, “Pesatuan Islam: Sejarah, Tokoh-tokohnya dan Metode Istinbath Hukum”, diakses dari http://www.4shared.com/get/bu7Lx0_1/fadh_ahmad_-_persatuan_islam_s.html

Arifianto, Alex, Faith, Moral Authority, and Politics: The Making of Progressive Islam in Indonesia, 20 Juli 2012, h. 31. Diakses dari http://www.academia.edu/ 1325236/ Faith_Moral_Authority_and_Politics_Progressive_Islam_in_Indonesia_and_Turkey_Chapter_2_

Asmani, Jamal Maimur, “Menurut Era Renaisans ke-2 NU”, dalam Suara Merdeka, Jumat, 19 September 2003. Diakses dari http://www.suaramerdeka.com/harian/0309/19/kha1.htm

Asshiddiqie, Jimly, “Refleksi dan Revitalisasi ICMI dalam Dinamika Kehidupan”, ICMI Jawa Timur, Jakarta, 10 April 2010, diakses dari http://www.icmijatim.org

Assyaukani, Lutfi, “Mewaspadai ‘AIDS’ dalam Muhammadiyah, dalam Jurnal Ma’arif Vol. 4, No. 2 – Desember 2009.

___________, “NU Pasca Gus Dur”, diakses dari “Jaringan Islam Liberal”, website http://islamlib.com/?site=1&aid=1352&cat=content&title=klipping

Azra, Azyumardi dan Dina Afriyanti, “Pesantren And Madrasa: Modernization Of Indonesian Muslim Society”, makalah pada Workshop on Madrasa, Modernity and Islamic Education, Boston University, CURA, 6-7 Mei 2005.

Azra, Azyumardi, “Muhammadiyah: Tantangan Islam Transnasional”, dalam Jurnal Maarif, Vol. 4, No. 2, Desember 2009ss.

___________, Islam in the Indonesian World: an Account of Institutional Formation. Jakarta: Mizan, 2006.

___________, Islam, Demokrasi dan Sekularisme: Pergulatan Politik di Indonesia Masa Pasca-Soeharto, dalam ICMI, Hasil-hasil Silaturahmi Kerja Nasional Ikatan Cendekiawan Muslim se-Indonesia (ICMI), Pekanbaru, Riau, 11 – 13 Januari 2008. Jakarta: ICMI, 2008.

Barton, Greg, Abdurrahman Wahid, Muslim Democrat, Indonesia President: A View from the Inside. Australia: UNSW University Press, 2002.

Baso, Ahmad, NU Studies: Pergolakan Pemikiran antara Fundamentalisme Islam dan Fundamentalisme Liberal. Jakarta: Erlangga, 2006.

Basri, Hasan, “Bangkitnya Kembali Gerakan Pemikiran NU: Catatan dari Muktamar Pemikiran Islam NU”, diakses dari Website Jaringan Islam Liberal, http://islamlib.com/?site=1&aid=350&cat=content&title=kolom

Page 45: ARAH BARU PEMIKIRAN ISLAM DI INDONESIA

3 3 8

ARAH BARU PEMIKIRAN ISLAM DI INDONESIA

Bourchier, David dan Vedi Hadiz, Indonesian Politics and Society. London: Routledge, 2003.

Bruinessen, Martin van, “Abdurrahman Wahid”, h. 9. Artikel diakses dari http://www.academia.edu/ 3167991/ Abdurrahman_Wahid

___________, “Back to Situbondo? Nahdlatul Ulama attitudes towards Abdurrahman Wahid’s presidency and his fall”, dalam Henk Schulte Nordholt dan Irwan Abdullah, ed., Indonesia: in search of transition. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2002.

___________, Kitab Kuning, Pesantren dan Tarekat. Yogyakarta: Gading Publishing, 2012, edisi revisi.

___________, NU: Jamaah Konservatif yang Melahirkan Gerakan Progresif, pengantar dalam Laode Ida, NU Muda: Kaum Progresif dan Sekularisme Baru. Jakarta: Erlangga, 2004.

___________, Tradition for the Future: The Reconstruction of Traditionalist Discourse Within NU, dalam Greg Barton dan Greg Fealy (ed.), Nahdlatul Ulama: traditional Islam and modernity in Indonesia. Clayton, VIC: Monash Asia Institute, 1996.

___________, What Happened to the Smiling Face of Indonesian Islam? Muslim Intellectual and the Conservative in Post-Soeharto Indonesia. Singapore: S. Rajaratman School of International Studies, RSIS Working Paper, 6 Januari 2011.

___________, NU: Tradisi, Relasi-relasi Kuasa dan Pencarian Wacana Baru. Yogyakarta: Elkis, 2009, penerjemah Farid Wajidi, cet. VII.

Budiwiranto, Bambang, Pesantren and Participatory Development in Indonesia, Tesis pada Faculty of Asian Studies, The Australian National University, Tahun 2007.

Bull, Ronal Lukens, A Peacefull Jihad: Negotiating Identity and Modernity in Muslim Java. New York: Palgrave MacMillan, 2005

___________, Two Sides of the Same Coin: Modernity and Tradition in Islamic Education in Indonesia, dalam Anthropology and Education Quarterly, Vol. 32, No. 3, (September 2001).

Buresh, Schoot Allen, Pesantren-Based Development: Islam, Education and Economic Development in Indonesia, Disertasi pada Departemen Antropologi, Universitas Virginia, tahun 2002.

___________, “Kang Moeslim dan Muhammadiyah”, Koran Kompas, 9 Juli 2012

___________, “Kritik Nalar Muhammadiyah: Pertanyaan dan Tantangan untuk Angkatan Muda Muhammadiyah” dalam Tabloid Kauman, Edisi 03, Januari – Februari 2012.

___________, Muhammadiyah Jawa. Jakarta: Al-Wasath, 2004.

___________, JIMM: Pemberontakan Anak-anak Muda terhadap Aktivisme, Skripturalisme dan Orientasi Sturktural di Muhammadiyah. Artikel diakses dari http://www.academia.edu/Documents/in/Muhammadiyah_Studies

Page 46: ARAH BARU PEMIKIRAN ISLAM DI INDONESIA

3 3 9

DAFTAR PUSTAKA

___________, The Ideological Shift of Muhammadiyah from Cultural into Puritanical Tendency in 1930s, dalam Jurnal Masyarakat dan Budaya, Volume VIII, No. 1 Tahun 2006, h. 9; lihat gagasan pembaruan yang dilakukan oleh Kiai Ahmad Dahlan dalam Zuly Qodir, Muhammadiyah Stuedies, h. 49

Burhanuddin, Jajat, Ulama dan Kekuasaan: Pergumulan Elit Muslim dalam Sejarah Indonesia. Jakarta: Mizan, 2012.

Chirzin, M. Habib, Agama, Ilmu dan Pengetahuan, dalam Rahardjo, Dawam, Pesantren dan Pembaruan, dalam Dawam Rahardjo et.al., Pesantren dan Pembaruan, Jakarta: LP3ES, 1995, cet. V.

Chumaidy Achmad Farichin, The Jam’iyyah Nahdlatul ‘Ulama (1926 – 1945), tesis pada Institute of Islamic Studies McGill University, Canada, Oktober 1976.

Culla, Adi Suryadi, Rekonstruksi Civil Society: Wacana dan Aksi Ornop di Indonesia, (Jakarta: LP3ES, 2006), h. 26

Dahlan, Achmad, “The Unity of Human Life”, dalam Charlez Kurzman, ed., Modernist Islam: A Source Book. London: Oxford University Press, 2002.

Dananjaya Utomo, Dawam Mata Air Gagasan, dalam Ihsan Ali Fauzi, dkk., ed., Demi Toleransi, Demi Pluralisme: Esai-esai untuk Merayakan 65 Tahun M. Dawan Rahardjo. Jakarta: Abad Demokrasi, 2012, edisi digital

Darmadji, Ahmad, “Pondok Pesantren dan Deradikalisasi Islam di Indonesia”, dalam Millah Vol. XI, No. 1, Agustus 2001.

Dasuki, Abdul Hafizh, The Pondok Pesantren: An Account of its Development in Independent Indonesia (1965 – 73), Tesis pada Faculty of Graduate Studies and Research, McGill University, Canada, 1974.

Dhofier, Zamakhsyari, Tradisi Pesantren. Jakarta: LP3ES, 1982.

Djajadiningrat, Hoesein, Islam di Indonesia, dalam Kenneth W. Morgan et.al., Islam Djalan Mutlak. Jakarta: Pembangunan, 1963..

Effendi, Djohan, Pembaruan Tanpa Membongkar Tradisi: Wacana Keagamaan di Kalangan Generasi Muda NU Masa Kepemimpinan Gus Dur. Jakarta: Kompas, 2010.

Effendy, Bachtiar, Islam dan Negara di Indonesia: Munawir Sjadzali dan Pengembangan Dasar-dasar Teologi Baru Politik Islam, dalam Muhamad Wahyuni Nafis, dkk., Kontekstualisasi Ajaran Islam: 70 Tahun Prof. Dr. H. Munawir Sjadzali. Jakarta: Paramadina, 1995.

___________, Islam dan Negara: Transformasi Gagasan dan Praktik Politik Islam di Indonesia. Jakarta: Yayasan Abad Demokrasi, 2011, edisi digital.

Elson, R.E., The Idea of Indonesia, terjemahan Zia Anshor. Jakarta: Serambi, 2008.

Fachruddin, Fuad, Agama dan Pendidikan Demokrasi: Pengalaman Muhammadiyah dan NU. Jakarta: INSEP, 2006.

Fadjar, A. Malik, Sturktur Pendidikan Muhammadiyah, dalam M. Yunan Yusuf dan Piet Hizbullah Chaidir, ed., Filsafat Pendidikan Muhammadiyah, M. Yunan

Page 47: ARAH BARU PEMIKIRAN ISLAM DI INDONESIA

3 4 0

ARAH BARU PEMIKIRAN ISLAM DI INDONESIA

Yusuf dan Piet Hizbullah Chaidir, Filsafat Pendidikan Muhammadiyah. Jakarta: Majelis Pendidikan Dasar dan Menengah Pimpinan Pusat Muhammadiyah, 2000.

Fauzi, Abdul Aziz bin, “Dinamika Gerakan Al Irsyad dalam Memengaruhi Perubahan Sosial warga Keturunan Arab Kampong Ampel Surabaya Utara”, AntroUnairDotNet Journal, Vol.2/No.1/Januari-Februari 2013.

Federspiel, Howard M., Islam and Ideology in the Emerging Indonesian State: The Persatuan Islam (Persis), 1923 – 1957, Nederland: Brill, 2001.

___________, The Muhammadiyah: A Study of an Orthodox Islamic Movement in Indonesia, dalam Indonesia, No. 10 (Oktober 1970).

Feener, R. Michael, Muslim Legal Thought in Modern Indonesia. Cambridge: Cambridge University Press, 2007.

Feillard, Andree, NU vis-à-vis Negara: Pencarian Isi, Bentuk dan Makna. Yogyakarta: Lkis, 2009, penerjemah Lesmana, cet. III.

Ghazali, Imam, “Aswaja Klaim Nahdlatul Ulama: Pembukaan Terhadap Kemapanan dalam Visi Anak Muda Nahdlatul Ulama”, dalam Jurnal Nuansa, Vol. III, No. 1, April – Juli 1997, diterbitkan oleh Keluarga Mahasiswa Nahdlatul Ulama (KMNU), Kairo Mesir. Diakses dari www.pcinu-mesir.tripod.com/ilmiah/jurnal/isjurnal/nuansa/Apr97/4.htm

Habibie, BJ, “Pidato Utama: Hijrah Moral untuk Kebangkitan Indonesia”, dalam ICMI, Hasil-hasil Silaknas ICMI Tahun 2011: Hijrah Moral untuk Kebangkitan Indonesia. Jakarta: ICMI, 2012.

Hadiz, Vedi R., Indonesian Political Islam: Capitalist Development and the Legacy of the Cold war, dalam Journal of Current Southeast Asian Affair, 30/1/2011, h. 23

Hamka, Sejarah Perkembangan Pemurnian Ajaran Islam Indonesia. Jakarta: Tintamas, tth.

Haq, Zia Ul, “‘Dari ‘Kembali ke Khittah’ sampai ‘Hukuman Mati Koruptor!’: Hasil Munas Alim Ulama dan Konbes NU 2012, Kempek, Cirebon”, Laporan Khusus Majalah Al-Munawwir, November 2012, tulisan diakses dari http://gubuk-cahaya.blogspot.com/2012/10/dari-kembali-ke-khittah-1945-sampai_24.html

Haritsah, Afifudin, “Menyoroti Teologi Asy’ariyah: Telaah Kritis terhadap Teologi Asy’ariyyah dan Pengaruhnya terhadap Perilaku Umat” dalam Jurnal Nuansa, Vol. III, No. 1, April – Juli 1997.

Hefner, Robert W., Islam and Nation in the Post Soeharto, dalam Adam Schwarz dan Jonathan Paris, ed., The Politics of Post-Soeharto Indonesia. New York: Council on Foreign Relation Press, 1999.

___________, Islam, State and Civil Society: ICMI and the Struggle for the Indonesian Middle Class, dalam Indonesia, No. 56, October 1993.

Hikam, Muhammad AS, “ICMI Paska Reformasi: Kekuatan Civil Society atau

Page 48: ARAH BARU PEMIKIRAN ISLAM DI INDONESIA

3 4 1

DAFTAR PUSTAKA

Inkubator Islam Politik di Indonesia?” diakses dari http://www.mashikam.com/2010/12/icmi-paska-reformasi-kekuatan-civil.html

Hosen, Nadirsyah, Nahdlatul Ulama and Collective Ijtihad, dalam New Zealand Journal of Asia Studies 6, No. 1, Juni 2004.

Hourani, Albert, Arabic Thought in the Liberal Age, 1798-1939. UK: Cambridge University Press, 1983

Husaini, Adian, “Nasib Islam Liberal Pasca Muktamar Muhammadiyah”, Hidayatullah.com, 17 Juli 2005, diakses dari http://www.hidayatullah.com/

ICMI, 20 Tahun ICMI: Melanjutkan Long March di Milenium ke-21. Jakarta: ICMI, 2011.

___________, Hasil-hasil Silaknas ICMI Tahun 2011: Hijrah Moral untuk Kebangkitan Indonesia. Jakarta: ICMI, 2012.

___________, Hasil-hasil Silaknas ICMI, Pekanbaru – Riau, 11 – 13 Januari 2008. Jakarta: ICMI, 2008.

___________, Hasil-hasil Silaturahmi Kerja Nasional Ikatan Cendekiawan Muslim se-Indonesia (ICMI), Pekanbaru, Riau, 11 – 13 Januari 2008. Jakarta: ICMI, 2008.

___________, Laporan Pelaksanaan Program Ikatan Cendekiawan Muslimse-Indonesia (ICMI) Periode 2005 – 2006. Jakarta: ICMI, 2006.

___________, Laporan Pelaksanaan Program Kerja ICMI Periode 2005 – 2010. Jakarta: ICMI, 2011.

___________, Laporan Silaknas program Kerja ICMI 2005 – 2006. Jakarta: ICMI, November 2006.

Ikhsanuddin, M., Gerakan Pembaruan Hukum Islam di Indonesia: Studi Model Pembaruan Metode Penemuan Hukum di Muhammadiyah dan NU, dalam jurnal Mukoddimah Vol. 16, No. 2, Tahun 2010.

JA, Denny, “Mencari Visi”, dalam Gatra, 12 Agustus 1995, diakses dari http://arsip.gatra.com/1995-12-18/majalah/artikel.php?pil=23&id=59131

Jabali, Fu’ad dan Jamhari, ed., The Modernization of Islam in Indonesia: an Impact Study on the Cooperation between the IAIN and McGIll University. Montreal and Canada: Indonesia-Canada Islamic Higher Education Project, 2003.

Jainuri, Ahmad, The Formation of the Muhammadiyah’s Ideology, 1912 – 1242, (Disertasi pada Institute of Islamic Studies, McGill University, Montreal Canada, 1997), naskah tidak dipublikasikan.

Jurdi, M. Syarifuddin, dkk., Pengantar Editor dalam Satu Abad Muhammadiyah: Gagasan Pembaruan Sosial Keagamaan. Jakarta: Kompas, 2010.

Kahar, Novriantoni, “Oleh-oleh dari Situbondo: Risalah Muktamar Pemikiran Islam NU”, diakses dari http://islamlib.com/?site=1&aid=349&cat=content&title=kolom

Karni, Asrori S., “ICMI: Muktamar Tanpa Gebyar”, edisi 18 Desember 2000, diakses dari http://arsip.gatra.com/2000-11-13/majalah/artikel.php?pil=23&id=47226

Page 49: ARAH BARU PEMIKIRAN ISLAM DI INDONESIA

3 4 2

ARAH BARU PEMIKIRAN ISLAM DI INDONESIA

Kartasasmita, Ginandjar, “20 Tahun ICMI: Refleksi dan Revitalisasi Peran Intelektual Islam di Indonesia”, Jakarta, 16 April 2010. Diakses dari ICMI Jawa Timur, http://www.icmijatim.org/

___________, “20 Tahun ICMI: Refleksi dan Revitalisasi Peran Intelektual Islam di Indonesia”, Jakarta, 10 April 2010, diakses dari http://www.icmijatim.org/

___________, “20 Tahun ICMI”, Jakarta, 16 April 2010, http://www.icmijatim.org/

___________, “Prospek Guru dan Tenaga Kependidikan pasca Otonomi Daerah”, dalam Media ICMI, edisi Agustus 2009, h. 07.

Khariroh, The Women’s Movement in Indonesia’s Pesantren: Negotiating Islam, Culture and Modernity, tesis pada International Studies, Ohio University, USA.

Khoiruddin, Azaki, “Tafsir Sosial Ideologi JIMM”, 11 Mei 2013, di laman http://pelajarberkemajuan.blogspot.com/2013/05/tafsir-sosial-ideologi-jimm.html

Khuluq, Lathiful, Fajar Kebangunan Ulama: Biografi K.H. Hasyim Asy’ari. Yogyakarta: LKIS, 2000

Khuluq, Lathiful, Kyai Hasyim Asy’ari’s Religious Thought and Political Activities (1871- 1947), Tesis pada Program Islamic Studies, McGill University, Canada, Tahun 1997.

Komandoko, Gamal, Budi Utomo: Awal Bangkitnya Kesadaran Bangsa. Yogyakarta: MedPress, 2008.

Kurzman, Charles, ed., Modernist Islam: A Source Book. London: Oxford University Press, 2002.

Latif, Yudi, Intelegensia Muslim dan Kuasa: Geneologi Intelegensia Muslim Indonesia abad ke-20. Jakarta: Democrasy Project, 2012, edisi digital.

Lembaga Pustaka dan Informasi PP Muhammadiyah, 95 Tahun Langkah Perjuangan Muhammadiyah: Himpunan Keputusan Muktamar. Yogyakarta: PP Muhammadiyah, 2007.

Ma’mur, Ilzamudin, Abul A’la al-Mawdudi and Mohammad Natsir’s Views on Statehood: A Comparative Study. Tesis pada Institute of Islamic Studies, Universitas McGill, Montreal, 1995. Tesis tidak dipublikasikan.

Ma’arif, Ahmad Syafii, Pendidikan Muhammadiyah (Aspek Normatif dan Filosofis), dalam M. Yunan Yusuf dan Piet Hizbullah Chaidir, ed., Filsafat Pendidikan Muhammadiyah, M. Yunan Yusuf dan Piet Hizbullah Chaidir, Filsafat Pendidikan Muhammadiyah. Jakarta: Majelis Pendidikan Dasar dan Menengah Pimpinan Pusat Muhammadiyah, 2000.

___________, “Makna Konferensi Riset tentang Muhammadiyah” (1) dan (2), Republika Online, Selasa, 27 November 2012.

___________, Islam dan Politik di Indonesia pada Masa Demokrasi Terpimpin 1959 – 1965. Yogyakarta: IAIN Sunan Kalijaga Press, 1988.

Madjid, Nurcholis, Tradisi Islam: Peran dan Fungsinya dalam Pembangunan di Indonesia. Jakarta: Paramadina, 1996.

Page 50: ARAH BARU PEMIKIRAN ISLAM DI INDONESIA

3 4 3

DAFTAR PUSTAKA

___________, NU antara Tradisi dan Relevansi Pemikiran, dalam Zuhairi Misrawi, ed., Menggugat Tradisi: Pergulatan Pemikiran Anak Muda NU. Jakarta: Kompas dan P3M, 2004

Mahasin, Aswab, “Habibie Tetap di Atas Pentas ICMI”, Gatra, edisi 12 November 1995, diakses dari http://arsip.gatra.com/1995-12-11/majalah/artikel.php?pil=23&id=59050

Mahbubani, Kishore, Asia Hemisfer Baru Dunia, Pergeseran Kekuatan Global ke Timur yang tak Terelakkan. Jakarta: Kompas, 2011.

Mahendra, Yusril Ihza, Makna dan Peranan Islam dalam Proses Sosio-politik di Indonesia, dalam Muhammad Wahyuni Nafis, dkk., Kontekstualisasi Ajaran Islam: 70 Tahun Munawwir Sjadzali. Jakarta: Paramadina, 1995.

Mahfudz, KH Sahal, Bahtsul Masail dan Istinbath Hukum NU: Sebuah Catatan Pendek, Kata Pengantar Rais ‘Am PBNU untuk Solusi Problematika Aktual Hukum Islam: Keputusan Muktamar, Munas dan Konbes Nahdlatul Ulama (1926 – 2010). Surabaya: Khalista dan LTN Pengurus Besar NU, 2011.

Majelis Diktilitbang dan LPI PP Muhammadiyah, 1 Abad Muhammadiyah. Jakarta: Kompas, 2010.

Majelis Pustaka dan Informasi PP Muhammadiyah, Muhammadiyah 100 Tahun Menyinari Negeri. Yogaykarta: PP Muhammadiyah, 2013.

Mardatillah, Fuadi, Intelectual Responses to the Establishment of Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI), Tesis pada Institute of Islamic Studies, McGill University, Canada, Tahun 1997.

MD, Mukhotib, Sesat pikir Muktamar Pemikiran (Catatan untuk Tulisan Zuhairi Misrawi), dalam Zuhairi Misrawi, ed., Menggugat Tradisi: Pergulatan Pemikiran Anak Muda NU. Jakarta: Kompas dan P3M, 2004

Misrawi, Zuhairi (ed.), dalam Menggugat Tradisi: Pergulatan pemikiran Anak Muda NU. Jakarta: Kompas dan P3M, 2004.

___________, “Menyoal Tradisi untuk Liberasi: Muktamar Pemikiran NU”, Koran Kompas, 26 September 2003.

Mu’thi, Abdul, Kristen Muhammadiyah: Konvergensi Muslim dan Kristen dalam Pendidikan. Jakarta: Al-Wasath, 2009

Mudzhar, Atho, “Perkembangan Islam Liberal di Indonesia”, Makalah disajikan dalam Seminar Internasional Tajdid Pemikiran Islam, bertema “Ahlus Sunnah Wal Jamaah di Era Liberalisasi Pemikiran Islam,” diselenggarakan atas YADMI dan UIN Jakarta, dan Badan Litbang dan Diklat Departemen Agama, pada tanggal 10 September 2009. Diakses dari http://www.balitbangdiklat.kemenag.go.id/indeks/artikel-ilmiah/395-perkembangan-islam-liberal-di-indonesia.html

Mujani, Saiful, Mitos Politik Aliran dan Aspirasi Politik ICMI modernis: Tanggapan terhadap Adam Schwarz, dalam Nasrullah Ali Fauzi, ed., ICMI: Antara Status Quo dan Demokratisasi. Bandung: Mizan, 1995

Page 51: ARAH BARU PEMIKIRAN ISLAM DI INDONESIA

3 4 4

ARAH BARU PEMIKIRAN ISLAM DI INDONESIA

Mulkan, Abdul Munir, “Sendang Ayu: Pergulatan Muhammadiyah di Kaki Bukit Barisan”, dalam Suara Muhammadiyah, Senin, 2 Januari 2006, artikel diakses dari http://muhammadiyahstudies.blogspot.com/2010/01/sendang-ayu-pergulatan-muhammadiyah-di.html

___________, Masalah-masalah Teologi dan Fiqh dalam Tarjid Muhammadiyah. Yogyakarta: Roykhan, 2005. Edisi cetak ulang.

___________, Prolog, dalam Majelis Diktilitbang dan LPI PP Muhammadiyah, Satu Abad Muhammadiyah: Gagasan Pembaruan Sosial Keagamaan. Jakarta: Kompas, 2010.

Mulyadi, Sukidi, “Muhammadiyah Liberal dan Anti-Liberal” dalam Majalah Tempo, Edisi. 20/XXXIV/11 - 17 Juli 2005.

Munhanif, Ali, Prof. Dr. Mukti Ali: Modernisasi Politik-Keagamaan Orde Baru, dalam Azyumardi Azra dan Saiful Umam, ed., Menteri-menteri Agama RI: Biografi Sosial-Politik. Jakarta: Badan Litbang Departemen Agama RI dan PPIM IAIN Jakarta, 1998.

Naim an, Abdullah Ahmed dalam Islam and the Secular State: Negotiating the Future of Sharia. USA: Harvard University Press, 2008.

Najah an. Ahmad Zain, “Majlis Tarjih Muhammadiyah (Pengenalan, Penyempurnaan dan Pengembangan), Makalah ini dipresentasikan dalam acara Forum Kader Umat yang diselenggarakan oleh Pimpinan Cabang Istimewa Muhammadiyah, Kairo, Mesir pada tanggal 7 Maret 2004, diakses dari http://ahmadzain.wordpress.com/2006/12/09/majlis-tarjih-muhammadiyah

Nashir, Haedar, “Era Baru Tantangan Dakwah dan Tajdid Muhammadiyah” dalam Suara Muhammadiyah, edisi 12/97, 16 – 30 Juni 2012.

___________, Memahami Manhaj Gerakan Muhammadiyah, Pengantar dalam Suara Muhammadiyah dan Majelis Pendidikan Kader PP Muhammadiyah, Manhaj Gerakan Muhammadiyah: Ideologi, Khittah dan Langkah. Yogyakarta: Suara Muhammadiyah, 2013, cet. III.

___________, Muhammadiyah Gerakan Pembaruan. Yogyakarta: Suara Muhammadiyah, 2010.

Natsir, Nanat Fatah, “Wahyu Memandu Ilmu”, dalam Media ICMI, edisi April 2010, h. 07.

Noer, Deliar, Islam, Pancasila dan Azas Tunggal. Jakarta: Yayasan Perkhidmatan, 1984.

Nofandra, Nanang, Keharaman Bunga Bank Menurut Fatwa Majelis Tarjih Muhammadiyah No. 08 Tahun 2006 (Studi Tentang Metode Penetapan Hukumnya), dalam jurnal Tajdida, Vol. 8, No. 2, Desember 2010.

Nubowo, Andar, “Kebangkitan Intelektual Muhammadiyah”, Koran Kompas, Senin, 17 September 2003.

Pasha, Mustafa Kamal dan Ahmad Adaby Darban, Muhammadiyah sebagai Gerakan Islam. Yogyakarta: Suara Muhammadiyah, 2009.

Page 52: ARAH BARU PEMIKIRAN ISLAM DI INDONESIA

3 4 5

DAFTAR PUSTAKA

Pengantar Redaksi, Jurnal Maarif, Vol. 4, No. 2, Desember 2009.

Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Jawa Timur, Sambutan dalam Tim PWNU Jawa Timur, Aswaja An-Nahdliyah: Ajaran Ahlussunah wa al-Jamaah yang Berlaku di Kalangan Nahdlatul Ulama. Surabaya: LTN NU dan Khalista, 2007.

Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Pedoman Hidup Islami Warga Muhammadiyah: Keputusan Muktamar Muhammadiyah ke-44. PP Muhammadiyah, Tahun 2000.

Pohl, Florian, Islamic Education and Civil Society: Reflection on the Pesantren Tradition in Contemporary Indonesia, dalam Comparative Education Review, Vol. 50, No. 3, Special Issue on Islam and Education, (Agustus 2006).

Porter, Donald J., Managing Politics and Islam in Indonesia. London & New York: Routledge Curzon, 2002.

Porter. Donald J., Managing Politics and Islam in Indonesia. UK: Roudledge, 2002.

PP Muhammadiyah, Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Muhammadiyah 2005. Jakarta: PP Muhammadiyah, 2010, cet. V.

___________, Himpunan Putusan Tarjih Muhammadiyah. Yogyakarta: PP Muhammadiyah, tth.

___________, Tanfidz Keputusan Muktamar Satu Abad Muhammadiyah (Muktamar Muhammadiyah ke-46), Yogyakarta, 20 – 25 Rajab 1431H/ 3-8 Juli 2010M. PP Muhammadiyah, September 2010.

Prasodjo, Sudjoko, dkk., Profil Pesantren: Laporan Hasil Penelitian Pesantren al-Falak dan Delapan Pondok Pesantren lain di Bogor. Jakarta: LP3ES, 1974.

Purwanto, Wawan H., Nahdlatul Ulama: Menembus Batas Negara dan Pencerahan. Jakarta: CMB Press, 2010

PWNU Jawa Timur, Aswaja An-Nahdliyah: Ajaran Ahlussunah wa al-Jamaah yang Berlaku di Kalangan Nahdlatul Ulama. Surabaya: LTN NU dan Khalista, 2007.

___________, NU Menjawab Problematika Umat: Keputusan Bahtsul Masail PWNU Jawa Timur (1991 – 2013). Surabaya: Bina Aswaja, 2013.

Qodir, Zuly, Muhammadiyah Studies: Reorientasi Gerakan dan Pemikiran Memasuki Abad Kedua. Yogyakarta: Kanisius, 2010, cet. II.

Rahardjo, Damam, Visi dan Misi Kehadiran ICMI: Sebuah Pengantar, dalam Nasrullah Ali Fauzi, ed., ICMI: Antara Status Quo dan Demokratisasi. Bandung: Mizan, 1995.

___________, Pesantren dan Pembaruan, dalam Dawam Rahardjo et.al., Pesantren dan Pembaruan, Jakarta: LP3ES, 1995, cet. V.

___________, Kehidupan Pemuda Santri: Penglihatan dari Jendela Pesantren Pabelan, dalam Dawam Rahardjo, ed., Pesantren dan Pembangunan. Jakarta: LP3ES, 1995, cet. V.

Page 53: ARAH BARU PEMIKIRAN ISLAM DI INDONESIA

3 4 6

ARAH BARU PEMIKIRAN ISLAM DI INDONESIA

Rahman, Budhy Munawar, Reorientasi Pembaruan Islam: Sekularisme, Liberalisme, dan Pluralisme, Paradigma Baru Islam Indonesia. Jakarta: Abad Demokrasi, 2011, edisi digital.

Ramage, Douglas E., Politics in Indonesia: Democracy, Islam and the Ideology of Tolerance. UK: Routledge, 1995.

Reza, Achmad Kemal, Continuity and Change in Islamic Law in Indonesia: The Case Study of Nahdlatul Ulama bahtsul masail in East Java, (Tesis pada The Australian National University, Juli 2004), tidak dipublikasikan.

Ricklefs, M.C., A History of Modern Indonesia since c. 1200. UK: Palgrave, 2001.

Ricklefs, M.C., Sejarah Indonesia Modern 1200-2008, (Jakarta: Serambi, 2008), terjemahan oleh Tim Penerjemah Serambi.

Ridwan, Nur Kholik, NU dan Neoliberalisme: Tantangan dan Harapan Menjelang Satu Abad. Yogyakarta: Lkis, 2008.

Rohadi Abdul Fatah, dkk., Rekonstruksi Pesantren Masa Depan (Dari Tradisional, Modern, Hingga Post Modern). Artikel diakses dari http://mtatataufik.com/wp/wp-content/uploads/2012/12/pesantren.pdf

Rosyadi, Imron, Pola Penetapan Fatwa Menurut Majelis Tarjih Muhammadiyah, dalam Tajdida, Vol. 8, No. 2, Desember 2010.

Ruswan, Colonial Experiences and Muslim Educational Reform: A Comparison of the Aligarh and the Muhammadiyah Movement, Tesis pada Institute of Islamic Studies, McGill University, Montreal, Canada, Tahun 1997. Naskah tidak dipublikasikan.

Saleh, Fauzan, Tajdid Pemikiran dan Wacana Membangun “The Greater Tradition” dalam Persyarikatan Muhammadiyah, dalam Jurnal Tajdida, Vol. 2, No. 2, Desember 2004.

Saleh, Yahdan Ibnu Human, Colonial Education Policy & Muhammadiyah’s Education: Analytical History Muhammadiyah in Yogyakarta 1912 – 1942, dalam Al-Jami’ah, No. 47 tahun 1991.

Salim, Arskal, Between NU and ICMI: The Contested Representation of Muslim Civil Society in Indonesia,, 1990-2001, dalam Jurnal Al-Jami’ah, Vol. 49, No. 2, 2011M/1432H.

Salim, Hairus dan Nurrudin Amin, Ijtihad dalam Tindakan (Pertanggungjawaban Penyunting), dalam KH Sahal Mahfud, Nuansa Fiqh Sosial. Yogyakarta: LKIS, 1994.

Siagian, Sondang P., Administrasi Pembangunan, Konsep, Dimensi, dan Strategi. Jakarta: Bumi Aksara, 2008.

Siradj, KH Said Aqil, Tasawuf Sebagai Kritik Sosial: Mengedepankan Islam sebagai Inspirasi, Bukan Aspirasi. Bandung: Mizan, 2006.

___________, “NU, Tradisi dan Kebebasan Pikir”, Koran Kompas, 29 Oktober 2003.

Solusi Problematika Aktual Hukum Islam: Keputusan Muktamar, Munas dan Konbes Nahdlatul Ulama (1926 – 2010). Surabaya: Khalista dan LTN PBNU, 2011.

Page 54: ARAH BARU PEMIKIRAN ISLAM DI INDONESIA

3 4 7

DAFTAR PUSTAKA

Steenbrink, Karel, Pesantren, Madrasah, Sekolah: Pendidikan Islam dalam Kurun Moderen. Jakarta: LP3ES, 1994.

Suara Muhammadiyah dan Majlis Pendidikan Kader Muhammadiyah, Manhaj Gerakan Muhammadiyah: Ideologi, Khittah dan Langkah. Yogyakarta: Suara Muhammadiyah dan Majelis Pendidikan Kader Muhammadiyah, 2013, cet. III.

Sukardi, Metodologi Penelitian Pendidikan, Kompetensi dan Praktiknya. Jakarta: Bumi Aksara, 2011.

Sumitro, Aqib, Politik Islam Hindia Belanda. Jakarta: LP3ES, 1986, cet. II.

Supriatma, A. Made Tony, Tantangan Modernitas: ICMI, Penguasa dan Umat (Massa-Rakyat), dalam Zuli Qodir dan Lalu M. Iqbal, ed., ICMI: Negara dan Demokratis (Catatan Kritis Kaum Muda). Yogyakarta: Kelompok Studi Lingkaran dan Pustaka Pelajar, 1995.

Syuja’, Muhammad, Islam Berkemajuan: Kisah Perjuangan KH Ahmad Dahlan dan Muhammadiyah Masa Awal. Banten: Al-Wasath, 2009.

Tafsir, “Simpang Jalan-simpang Jalan Muhammadiyah”, dalam Jurnal Ma’arif Vol. 4, No. 2 – Desember 2009.

Tafsir, Ahmad, Asas, Tujuan dan Fungsi Pendidikan Muhammadiyah (Tinjauan Historis dan Kultural), dalam M. Yunan Yusuf dan Piet Hizbullah Chaidir, Filsafat Pendidikan Muhammadiyah. Jakarta: Majelis Pendidikan Dasar dan Menengah Pimpinan Pusat Muhammadiyah, 2000.

Thohari, Hadjriyanto Y., “Mas Moeslim dan Teologi Al-Ma’un”, Republika Online, 6 Juli 2012.

___________, “Mas Moeslim dan Muhammadiyah”, dalam Majalah Gatra, edisi 12 Juli 2012. Kolom ini dapat pula diakses pada http://hajriyanto.com/

Thomas, R. Murray, “The Islamic Revival and Indonesia Education”, dalam Asian Survey, Vol. 28, No. 9 (September 1988).

Tim PWNU Jawa Timur, Aswaja An-Nahdliyah: Ajaran Ahlussunah wal Jamaah yang Berlaku di Lingkungan Nahdlatul Ulama. Jawa Timur: Lajnah Ta’lif wan Nasyhr, 2007.

Umam, Saiful, K.H. Wahid Hasyim: Konsolidasi dan Pembelaan Eksistensi, dalam Azyumardi Azra dan Saiful Umam, ed., Menteri-menteri Agama RI: Biografi Sosial-Politik. Jakarta: Badan Litbang Departemen Agama RI dan PPIM IAIN Jakarta, 1998.

Vickers, Andrian, A History of Modern Indonesia. Cambridge: Cambridge University Press, 2005.

Wagiman, Suprayetno, The Modernization of the Pesantren’s Educational System to Meet the Needs of Indonesian Communities, Tesis pada Faculty of Graduate Studies and Research, McGill University, Canada, 1997.

Wahid, Abdurrahman, Islam Kosmopolitan: Nilai-nilai Indonesia dan Transformasi Kebudayaan. Jakarta: The Wahid Institute, 2007.

Page 55: ARAH BARU PEMIKIRAN ISLAM DI INDONESIA

3 4 8

ARAH BARU PEMIKIRAN ISLAM DI INDONESIA

Wahid, Wawan Gunawan Abdul, “Dua Belas Langkah Tajdid untuk Pencerahan Peradaban” dalam Suara Muhammadiyah, edisi 12/95, 1 – 15 Juli 2010.

Woodward, Mark R., “Book Review: Nahdlatul Ulama, Traditional Islam and Modernity in Indonesia by Greg Barton and Greg Fealy”, dalam Journal of Asian Studies, Vol. 57, No. 3. Agustus 1998.

Yunus, Mahmud, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia. Jakarta: Mahmud Yunus Wadzuriyyah, 2008, cet. III.

Yusuf, Yunan, Pengelolaan dan Kelembagaan Pendidikan di Muhammadiyah, dalam M. Yunan Yusuf dan Piet Hizbullah Chaidir, ed., Filsafat Pendidikan Muhammadiyah, M. Yunan Yusuf dan Piet Hizbullah Chaidir, Filsafat Pendidikan Muhammadiyah. Jakarta: Majelis Pendidikan Dasar dan Menengah Pimpinan Pusat Muhammadiyah, 2000.

Zahro, Ahmad, Tradisi Intelektual NU: lajnah Bahtsul Masail 1926 – 1999. Yogyakarta: LKIS, 2004.

Zaini, Achmad, Kyai Haji Abdul Wahid Hasyim: His Contribution to Muslim Educational Reform and to Indonesian Nationalism during Twentieth Century, Tesis pada Institute of Islamic Studies, McGill University, Canada, 1998.

Zamzami, “LP Ma’arif NU dan Satuan Pendidikan di Lingkungan NU”, dalam Ma’arif NU, 21 Mei 2012, artikel diakses dari http://www.maarif-nu.or.id/Opini/tabid/157/ID/125/LP-Maarif-NU-dan-Satuan-Pendidikan-di-Lingkungan-NU.aspx

Zuhdi, Muhammad, Political and Sosial Influence on Religious School: A Historical Perspective on Indonesian Islamic School, Disertasi pada Fakultas Pendidikan, McGill University, Tahun 2006.

Dokumen dan Keputusan Lembaga

12 Langkah Muhammadiyah

Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga ICMI

Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Muhammadiyah

Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Nahdlatul Ulama

Anggaran Rumah Tangga NU, ditetapkan pada Muktamar NU di Makassar, pada 28 Maret 2010.

Fatwa Hukum Nikah Beda Agama dimuat dalam Majalah Suara Muhammadiyah edisi 18/96, 16 – 30 September 2011.

Fatwa Majelis Tarjih No. 8 Tahun 2006.

Fatwa Majelis Tarjih: Hukum Nikah Sirri, disidangkan pada Jumat, 8 Jumadil Ula 1428H/25 Mei 2010M.

Fatwa Penyatuan Kriteria Awal Bulan Komariyah”, disidangkan oleh Majelis Tarjih Muhammadiyah pada hari Jum’at, 18 Rabiul Awal 1428 H / 6 April 2007 M.

Page 56: ARAH BARU PEMIKIRAN ISLAM DI INDONESIA

3 4 9

DAFTAR PUSTAKA

Fatwa Tarjih: Perceraian di Luar Sidang Pengadilan, disidangkan Majelis Tarjih Muhammadiyah pada Jumat, 8 Jumadil Ula 1428H/ 25 Mei 2007M.

Hukum Shalat Arba’in dan Hukum Pernikahan Beda Agama, Fatwa Majelis Tarjih Muhammadiyah, diakses dari http://www.fatwatarjih.com/2011/07/shalat-arbain-dan-kawin-beda-agama.html

Hukum Shalat Arba’in dan Hukum Pernikahan Beda Agama, Fatwa Majelis Tarjih Muhammadiyah, diakses dari http://www.fatwatarjih.com/2011/07/shalat-arbain-dan-kawin-beda-agama.html

Kepribadian Muhammadiyah

Keputusan Munas Tarjih Muhammadiyah XXV tentang Manhaj Tarjih dan Pengembangan Pemikiran Islam Tahun 2000.

Langkah Muhammadiyah Tahun 1947 dan 1950.

Masalah Lima, Mas’alah al-Khamsah

Pedoman Umum Penyelenggaraan Pendidikan di Lingkungan Lembaga Pendidikan Maarif Nahdlatul Ulama, ditetapkan di Malang, Jawa Timur, 24 Agustus 2002, oleh Rapat Kerja LP Maarif NU.

Pernyataan Pikiran Muhammadiyah Abad Kedua” dalam Keputusan Muktamar Muhammadiyah ke-46 Tentang Pernyataan Pikiran Muhammadiyah Abad Kedua (Zhawahir Al-Afkar Al-Muhammadiyah li al-Qarni al-Tsani)

Sistematikan dan Pedoman untuk Memahami Rumusan Matan: Keyakinan dan Cita-cita Hidup Muhammadiyah

Internet

“Eksistensi dan Kisar Gerakan Muhammadiyah”, diakses dari http://www.muhammadiyah.or.id/content-180-det-eksistensi-muhammadiyah.html

“Eksistensi dan Kisar Gerakan Muhammadiyah”, diakses dari http://www.muhammadiyah.or.id/content-180-det-eksistensi-muhammadiyah.html

“ICMI Berganti Asas Islam”, Majalah Gatra, Jakarta, 11 November 2000, diakses dari http://arsip.gatra.com//artikel.php?id=1255

“ICMI Prihatin dengan Supremasi Hukum di Indonesia”, Berita Satu, 14 Maret 2012, diakses dari http://www.beritasatu.com/hukum/36942-icmi-prihatin-dengan-supremasi-hukum-indonesia.html

“Jamiat Kheir, Perlawanan Melalui Pendidikan“, Republika Online, Senin, 25 Januari 2010, diakses dari http://www.republika.co.id/berita/republika-tv/ummat/10/01/25/102195-jamiat-kheir-perlawanan-melalui-pendidikan

“Jejak Sekuler-Liberalisme di Tubuh Muhammadiyah”, Hidayatullah.com, 8 Juni 2005, diakses dari www.hidayatullah.com

“Jelang Munas-Konbes NU 2012: Jawaban Masail Maudluiyah Tidak Halal-Haram”, NU Online, 5 September 2012, diakses dari http://www.nu.or.id

Page 57: ARAH BARU PEMIKIRAN ISLAM DI INDONESIA

3 5 0

ARAH BARU PEMIKIRAN ISLAM DI INDONESIA

“Jika Muhammadiyah Musuh”, Majalah Gatra, edisi 3 Maret 1997, diakses dari http://arsip.gatra.com/1997-03-03/majalah/artikel.php?pil=23&id=65637

“Kemajuan Bangsa Bertumpu pada SDM bukan SDA”, dalam Laporan Utama Tabloid Cendekia Sumsel, edisi Januari- Februari 2012.

“Keputusan Congres Muhammadiyah XXIV (1935)”, dalam PP Muhammadiyah, 95 Tahun Langkah Perjuangan Muhammadiyah: Himpunan Putusan Muktamar. Yogyakarta: Lembaga Pustaka dan Informasi PP Muhammadiyah, 2007.

“KH Musthafa Bisri” dalam Wiki Aswaja NU, http://wiki.aswajanu.com/KH_Bisri_Mustofa

“Kiprah Nahdlatul Ulama dalam Bidang Pendidikan”, LP Maarif Kabupaten Bandung, Sabtu, 3 Maret 2012, diakses dari http://lpmaarifkabbandung.blogspot.com/

“Kyai Haji Ibrahim (1923 – 1932)”, dalam Website Muhammad Aceh Selatan, 21 Mei 2011, diakses dari http://acehselmuhammadiyah.blogspot.com/search/label/Data.16

“Latar Belakang Gerutas”, Gerutas ICMI, 22 Juni 2009, diakses dari http://gerutas.blogspot.com/2009/06/latar-belakang_23.html

“Lembaga Pendidikan Al-Muslim” dalam http://almuslim.or.id

“Lembaga Pengembangan Sekolah Unggul Insan Cendekia ICMI”, diakses dari http://insancendekiabsd.com/beranda.htm

“Matan Keyakinan dan Cita-cita Hidup Muhammadiyah”, dalam http://www.muhammadiyah.or.id/content-175-det-matan-keyakinan-dan-citacita-hidup.html

“Misi Misi”, RMI NU, 4 Mei 2012, diakses dari http://www.rmi-nu.or.id/2012/05/visi-misi.html

“Organisasi dan Sejarah Majlis Tarjih” dalam Fatwatarjih.com diakses dari http://www.fatwatarjih.com/p/history-of-tarjih.html. Artikel adalah Bab I buku Laporan Penelitian Majlis Tarjih Muhammadiyah (Suatu Studi tentang Sistem dan Metode Penentuan Hukum) yang ditulis oleh Asjmuni A. Rahman, dkk., diterbitkan di Yogyakarta oleh IAIN Sunan Kalijaga pada tahun 1985.

“Organisasi dan Sejarah Majlis Tarjih” dalam FatwaTarjih.com diakses dari http://www.fatwatarjih.com/p/history-of-tarjih.html.

“Profil Singkat Grutas”, diakses dari http://gerutas.blogspot.com/

“Program Unggulan: Green Education”, Yayasan Al-Muslim, diakses dari http://almuslim.or.id/home.php?id=program-unggulan-yys

“Program Unggulan: Green Education”, Yayasan Al-Muslim, diakses dari http://almuslim.or.id/home.php?id=program-unggulan-yys

“Sambutan” dalam Fajar Riza Ul Haq dan Endang Tirtana, ed., Islam, HAM dan Keindonesiaan: Refleksi Agenda Aksi untuk Pendidikan Agama. Jakarta: Maarif Institute, 2007.

Page 58: ARAH BARU PEMIKIRAN ISLAM DI INDONESIA

3 5 1

DAFTAR PUSTAKA

“Sejarah Lakpesdam NU”, Senin 6 Juni 2011, diakses dari http://www.lakpesdam.or.id/index.php?option=com_content&view=article&id=90&Itemid=87

“Sejarah Lembaga Bahtsul Masail NU”, LBMNU, diakses dari http://lbmnu.blogspot.com/p/sejarah-lembaga-bahtsul-masail-nu.html

“Sejarah LKIS”, diakses dari http://www.lkis.co.id/

“Sejarah Madrasah Mu’allimin Muhammadiyah Yogyakarta”, diakses dari website Mu’allimin http://muallimin.sch.id/

“Sejarah Madrasah Mu’allimin Muhammadiyah: Bagian II”, diakses dari website Muallimin http://muallimin.sch.id/index.php/sejarah-singkat?showall=&start=1

“Sejarah P3M”, diakses dari website P3M, laman http://www.p3m.or.id/2011/02/sejarah-p3m.html

“Sejarah Rabithah Ma’ahid Islamiyyah”, RMI NU, 20 Mei 1979, diakses dari http://www.rmi-nu.or.id/1979/05/sejarah-rabithah-ma-islamiyah.html

“Tugas dan Fungsi”, Majelis Tarjih Muhammadiyah, kutipan ini diakses dari http://tarjih.muhammadiyah.or.id/content-9-sdet-tugas-dan-fungsi.html

“Visi, Misi dan Tujuan” “Visi, Misi dan Tujuan”, Lembaga Pengembangan Sekolah Unggul Insan Cendekia ICMI, diakses dari http://insancendekiabsd.com/visi_misi_dan_tujuan.htm

The Maarif Insitute, http://maarifinstitute.org

Page 59: ARAH BARU PEMIKIRAN ISLAM DI INDONESIA
Page 60: ARAH BARU PEMIKIRAN ISLAM DI INDONESIA

3 5 3

Prof. Dr. H. M. Ridwan Lubis, lahir di Desa Pasir Lancat Baru, Tapanuli Selatan (Sekarang Padanglawas), 19 Oktober 1947 adalah putra bungsu dari tiga bersaudara dari almarhum ayahanda H. Imam Raja Lubis dan almarhumah ibunda Hj. Siti Chadijah Hasibuan. Menyelesaikan pendidikan Sekolah Rakyat di SR Negeri III Sibuhuan, MI

NU Galanggang Sibuhan, PGA NU Sibuhuan (tidak tamat), Madrasah Tsanawiyah 7 Tahun di Pesantren TPI Al Mukhtariyah Pondok Sungai Dua di Portibi, Kabupaten Padanglawas Utara. Selanjutnya, Sarjana Muda (BA) Fakultas Ushuluddin UNUSU Padangsidimpuan tahun 1969, Sarjana (S1) Jurusan Perbandingan Agama Fakultas Ushuluddin IAIN Sunan Ampel Surabaya (1974), Studi Purna Sarjana Dosen-Dosen IAIN Se Indonesia 1979-1980 di IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, Magister Agama Islam (S2) dan Doktor (S3) IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta (1982-1987).

Menjabat Dekan Fakultas Ushuluddin IAIN Sumatera Utara (1988-1992; 1992-1996), Anggota DPRD Kotamadya Medan (1987-1999), Kepala Puslit IAIN Sumatera Utara (2001-2002), Kepala Puslitbang

TENTANG PENULIS

Page 61: ARAH BARU PEMIKIRAN ISLAM DI INDONESIA

3 5 4

TENTANG PENULIS

Kehidupan Beragama Kementerian Agama (2005-2007); Guru Besar Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah (2007-2009), Guru Besar Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta (2009-2017). Setelah purna tugas sebagai ASN kemudian diperpanjang Rektor UIN Syarif Hidayatullah tugas pengabdiannya sebagai Guru Besar Tetap Non PNS sejak 2018. Mendapat kepercayaan dari bapak Mnteri Agama untuk mejadi Pgs. Rektor IAIN Raden Intan di Bandar Lampung (2006-2007) dan Pgs. Ketua STAIN Kudus (2009-2010).

Menikah dengan Dra. Hj. Nurcahaya Dalimunthe tahun 1976 sampai beliau wafat pada Agustus 1999. Dan kemudian menikah dengan Hj. Hima Malini Nasution, S.Ag tahun 2000. Dari dua perkawinan tersebut dianugerahi 5 orang putri.

Karya Tulis: Pemikiran Sukarno Tentang Islam Dan Unsur-Unsur Pembaruannya (CV Haji Masagung 1990), Agama Dalam Perbincangan Sosiologi, (Citapustaka Media Perintis, 2010), Sukarno & Modernisme Islam (Komunitas Bambu 2010), Agama Dalam Diskursus Intelektual Dan Pergumulan Kehidupan Beragama Di Indonesia (PKUB Kementerian Agama 2015), Sosiologi Agama (Prenada Media Group 2015), Kerukunan Beragama Dalam Cita Dan Fakta (PKUB Kemenag 2016), Sumbangan Agama Membangun Kerukunan Di Indonesia (PKUB Kemenag 2017), Agama Dan Perdamaian (PT Gramedia Pustaka Utama 2017), Merawat Kerukunan, Pengalaman Di Indonesia (PT Elex Media Komputindo 2020), Gerakan Moderasi Beragama, Membangun Keseimbangan Tradisi Dan Modernitas (leutikaprio, Yogyakarta 2020).

Kegiatan organisasi: Ketua Lembaga Pengkajian Kerukunan Umat Beragama (LPKUB) Medan (1996-2004), Ketua Forum Komunikasi Pemuka AbntarAgama (FKPA) Sumatera Utara (1999-2004), Ketua III Ikatan Sosiologi Indonesia (ISI) Cabang Medan (1990-1994), Wakil Rais Syuriyah NU Wialayh Sumatera Utara (1995-2000), Ketua PB Nahdlatul Ulama Jakarta (2004-2010)

Page 62: ARAH BARU PEMIKIRAN ISLAM DI INDONESIA

3 5 5

TENTANG PENULIS

Ahmad Tholabi Kharlie adalah dosen tetap pada Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah, Jakarta. Karier akademiknya dirintis sejak tahun 2000, tidak lama setelah merampungkan pendidikan tingkat sarjana (S-1). Dia diminta almamaternya untuk mengabdi sebagai asisten dosen selama

lebih kurang dua setengah tahun. Dan pada 2003 diangkat sebagai dosen tetap di fakultas yang sama dalam bidang Hukum Keluarga Islam.

Pendidikan formalnya dimulai di Sekolah Dasar di kampung halamannya, Kelelet, Warnasari, Citangkil, Cilegon, Banten, selesai pada 1989. Kemudian melanjutkan ke jenjang Madrasah Tsanawiyah (MTs) hingga 1992. Tamat dari MTs/SMP Al-Khairiyah Citangkil dan MTs Negeri Anyar dia memutuskan untuk merantau ke ujung timur Jawa Barat, yakni kota Ciamis. Selama tiga tahun (1992-1995) dia ditempa di Pesantren Darussalam yang menyelenggarakan pendidikan Madrasah Aliyah Program Khusus (MAPK). Dan, mulai 1995 melanjutkan studi di IAIN (sekarang UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta dengan mengambil program studi Ahwal Syakhshiyyah, lulus tahun 2000.

Dengan tekad kuat, pemilik suara emas (Nagham al-Qur’an) dan tulisan indah (khath/calligraphy) ini, melalui beasiswa Kementerian Agama RI, melanjutkan studi pada jenjang Magister di Program Pascasarjana UIN Jakarta, dengan tetap mempertahankan spesifikasinya di bidang hukum keluarga, selesai 2003, dan mendapatkan prediket Magister Terbaik dengan yudisium Cumlaude. Pada pertengahan 2009, atas beasiswa dari The Habibie Center (THC)/ Yayasan Sumber Daya Manusia IPTEK (SDM-IPTEK) dan Kementerian Agama RI, ia berhasil merampungkan program Doktor dalam bidang Hukum Keluarga Islam juga dengan yudisium Cumlaude.

Intelektual muda yang dilahirkan di kota Cilegon, Banten, pada 7 Agustus 1976 ini, dikenal cukup produktif menyosialisasikan gagasan lewat media tulisan. Ratusan karyanya banyak menghiasi lembar-lembar media massa nasional maupun daerah, seperti Media Indonesia,

Page 63: ARAH BARU PEMIKIRAN ISLAM DI INDONESIA

3 5 6

TENTANG PENULIS

Republika, Seputar Indonesia, Pelita, Radar Banten, Duta Masyarakat, Fajar Banten, Baraya Post, Analisa, dan aneka Jurnal Ilmiah Terakreditasi Dikti dan Jurnal Internasional Bereputasi terindeks Scopus/Thomson, seperti: Studia Islamika, Mimbar Hukum Badilag Mahkamah Agung RI, Mimbar Agama dan Budaya, Cita Hukum, Refleksi, Al-Qalam, Al-Turats, Tajdid, Ahkam, Al-Risalah, Miqot, dan sebagainya.

Beberapa judul buku ilmiah dan modul pembelajaran telah pula dipublikasikan, antara lain: Legislasi Hukum Keluarga di Dunia Islam Modern, 2020, (Penerbit Prenada, proses cetak); Status Anak di Indonesia, (Jakarta: Gaung Persada, 2020); Hukum Keluarga Indonesia, cetakan ketiga, (Jakarta: Sinar Grafika, 2013); Hukum Keluarga Islam di Indonesia: Suatu Pendekatan Sejarah Sosial dan Politik Hukum, (Jakarta: Lemlit dan UIN Press, 2008); Kesadaran Hukum Masyarakat Terhadap Hukum Perkawinan, (Jakarta: Lemlit dan UIN Press, 2008); Membawa Bangsa Menuju Demokrasi (Jakarta: Komisi Pemilihan Umum [KPU], 2000. [Kontributor Tulisan]); Syariat Islam Yes, Syariat Islam No! (Jakarta: Paramadina, 2001. [Kontributor Tulisan]); Praktikum Peradilan, (Jakarta: UIN Jakarta Press, 2006 sebagai Tim Penulis); Manusia dan Budaya: Ikhtiar Membangun Masyarakat Banten Paripurna [editor], (Bandung: Fajar Media, 2012); Hukum Tata Negara dan Hukum Administrasi Negara dalam Perspektif Fikih Siyasah [editor], (Jakarta: Sinar Grafika, 2012); Tiga Kategori Hukum: Syariah, Fikih, dan Kanun [editor], (Jakarta: Sinar Grafika, 2012); Piagam Madinah dan Undang-Undang Dasar NRI 1945 [editor], (Jakarta: Sinar Grafika, 2012); Perspektif Alquran tentang Demokrasi dan Ekonomi (editor), (Bandung: Fajar Media, 2013); Nanjung Umur, Nanjung Darajat, Nanjung Rejeki, (Jakarta: Pustaka Dunia, 2012); Nilai-nilai Ekonomi dan Ekonomi dalam Alquran (editor), (Bandung: Fajar Media, 2013); Status Hukum Anak Luar Nikah di Indonesia Berdasarkan Putusan MK No. 46/PUU-VIII/2010, (Bandung: Fajar Media, 2013); dan lain-lain. Di samping itu, Penulis telah menyunting ratusan karya ilmiah dosen dan pemikir Muslim kenamaan dalam kajian hukum Islam (Syariah), terkait kompetensinya sebagai editor berkala ilmiah terakreditasi Dikti, yakni “Jurnal Ahkam” FSH UIN Jakarta.

Page 64: ARAH BARU PEMIKIRAN ISLAM DI INDONESIA

3 5 7

TENTANG PENULIS

Selain aktif di dunia akademik, Abie—demikian panggilan akrabnya—juga aktif dalam kegiatan-kegiatan sosial-kemasyarakatan, antara lain: tercatat sebagai salah seorang anggota Komisi Fatwa MUI Pusat, Dewan Pakar Pengurus Pusat Alumni Penerima Beasiswa Supersemar, Dewan Pakar ICMI Kota Tangsel, Pengurus Nasional Himpunan Ilmuwan dan Sarjana Syariah se Indonesia (HISSI), Pengurus Pusat Ikatan Persaudaraan Qari-Qariah (IPQAH), Pengurus Pusat Jam’iyyatul Qurra wal Huffazh (JQH), Pengurus bidang Pengkajian MUI Provinsi Banten, Pengurus LPTQ Provinsi Banten, Pengurus Pusat Asosiasi Dosen Indonesia (ADI), Dewan Hakim MTQ Tingkat Nasional (Umum dan Perguruan Tinggi), dan lain-lain.[]

Page 65: ARAH BARU PEMIKIRAN ISLAM DI INDONESIA