Apresiasi Budaya: Becak Jogja

7

Click here to load reader

description

Becak Jogja adalah bagian dari kehidupan masyarakat, tata kota, pemerintahan, hingga pariwisata. Becak punya andil yang besar bagi warga Jogja. berikut kami mengkaji secara ringkas mengenai becak jogja, sebagai tugas mata kuliah apresiasi budaya. semoga bermanfaat :)

Transcript of Apresiasi Budaya: Becak Jogja

Page 1: Apresiasi Budaya: Becak Jogja

BECAK JOGJA: TAK LEKANG OLEH WAKTU

Becak adalah suatu moda transportasi roda tiga yang umum djumpai di Indonesia,

terutama di Yogyakarta yang terkenal sebagai kota pariwisata. Kapasitas normal becak adalah

dua orang penumpang dan seorang pengemudi. Di Yogyakarta, becak yang umum ditemui

adalah becak kayuh dengan posisi pengemudi berada di belakang penumpang.

Sumber: id.wikibooks.org

Namun bila dilihat dari sisi keselamatan, posisi ini kurang begitu baik karena apabila

terjadi kecelakaan maka penumpang akan langsung terlempar keluar sedangkan pengayuh

becak dapat menghindar dengan lebih mudah.

Becak mempunyai tiga roda; dua roda di bagian depan dan satu roda di bagian

belakang. Dua roda depan dihubungkan dengan sebuah poros tetap. Pengemudi becak yang

duduk di belakang menggenjot pedal dan rantai yang memutar roda belakang, persis sama

dengan prinsip sepeda kayuh. Penumpang biasanya dilindungi oleh badan becak yang terbuat

dari kayu dan atap terpal serta penutup dari plastik bening yang hanya dipakai pada saat hujan

saja. Rem yang digunakan pada becak pun sederhana, uaitu menggunakan sebuah tongkat

yang diletakkan di antara kursi pengemudi dan tempat duduk penumpang.

Sumber: jelajahyogya.files.wordpress.com

Page 2: Apresiasi Budaya: Becak Jogja

Di kota Yogyakarta, kita akan sangat banyak menemukan alat transportasi tradisional

becak. Becak menjadi daya tarik tersendiri bagi para wisatawan yang datang ke Yogyakarta

karena keunikannya serta eksistensinya di tengah perkembangan peradaban masyarakat kota

Yogyakarta menjadi kota metropolita. Jadi bisa disimpulkan bahwa kendaraan tradisional

becak ini mampu bersaing dengan kendaraan modern yang ada di era ini. Becak masih sangat

diperlukan di kota Yogyakarta. Apalagi Jogja yang banyak wisatawannya dan memerlukan

sesuatu yang lain untuk memuaskan diri mereka. Perlu diketahui bahwa di terdapat sebanyak

8.000 becak di Kota Yogyakarta.

Demi keamanan bersama, pemerintah memberikan kesempatan kepada pengemudi becak

untuk untuk mengurus SIOKTB (Surat Izin Operasional Kendaraan Tidak Bermotor) secara

gratis. Hal ini dikarenakan becak memiliki fungsi utama sebagai salah satu penunjang sektor

pariwisata di Yogyakarta (Dishub Jogja, 2012). Untuk mengurus kepemilikan surat izin

operasional itu, tukang becak membutuhkan waktu satu hari, lalu memperoleh SIO-KTB, plat

nomor YB KT (Yogya Becak), dan striker. Stiker yang dibagikan berisi identitas pemilik

becak, pagyuban, lokasi mangkal, nomor plat dan nomor telepon wajib ditempelkan agar

penumpang lebih mudah jika ingin komplain. Bagi pemerintah, keamanan menjadi hal yang

utama, agar tercipta suasana yang baik di Yogyakarta serta adanya kepercayaan dalam hal

keamanan dari para wisatawan terhadap kendaraan becak ini.

Masyarakat pun sangat mendukung dengan adanya kendaraan becak, baik abang becak

yang bersedia memberi diri untuk jasa becak maupun masyarakat sekitar yang ingin untuk

beraktivitas menggunakan jasa becak. Hal ini bertujuan untuk melestarikan aset tradisional

yang ada, agar tetap terjaga dan tidak punah. Bagi para seniman, mereka memandang bahwa

becak merupakan alat transportasi sederhana yang bisa diubah menjadi benda seni tanpa

mengesampingkan fungsi utamanya yaitu sebagai sarana transportasi. Hal ini diwujudkan

melalui grafiti dan lukisan pada becak yang bertujuan untuk menghidupkan daya tarik becak.

Menurut Sejarawan Sartono Kartodirdjo (1981), becak di Yogyakarta mulai muncul

sebelum Perang Dunia II, sekitar 1940-an. Waktu itu becak berfungsi sebagai alat

transportasi, baik alat transportasi antar karesidenan maupun tempat kerja di kota. Karena

banyak yang mengoperasikan becak, maka biaya operasinya pun relatif murah dan tentunya

lebih cepat daripada berjalan kaki. Menurut beliau pula, becak zaman dulu ban (roda)-nya

terbuat dari karet mati dan bentuk atapnya kotak. Selain itu, dulu becak juga difungsikan

sebagai alat angkut jenazah dengan cara didandani dengan peci dan kacamata supaya mirip

penumpang, karena pada saat itu ambulans masih merupakan kendaraan langka.

Sebaliknya, jika kita menilik fungsi becak Jogja pada masa kini, becak bukan lagi

menjadi alat transportasi utama akibat hadirnya motor, taksi, bis, dan alat transportasi

Page 3: Apresiasi Budaya: Becak Jogja

bermesin yang lain. Namun hal ini bukan berarti becak menjadi tersingkir dari keseharian

masyarakat Yogyakarta. Fungsi becak menurut Suwarmintarta (2008) pada masa kini yaitu:

1. Bagian identitas budaya Yogyakarta, bahkan Sri Sultan Hamengkubuwono IX

menyatakan bahwa becak dapat dijadikan ciri penanda budaya Jawa sehingga harus

dijaga keberadaannya. Hal ini juga mendukung ‘istimewanya’ transportasi Jogja

dengan mengikuti filosofi Jawa: alon alon waton kelakon, keetika melakukan

perjalanan di Jogja harus bersabar karena bercampurnya kendaraan bermotor dan

tidak bermotor, namun kedua jenis kendaraan ini tetap bisa berjalan berdampingan,

inilah yang menambah keunikannya dan membedakan Jogja dengan daerah lainnya.

2. Keberadaan becak Jogja telah mengakar menjadi bagian dari sistem transportasi

kota dan dalam waktu yang bersamaan juga mulai menjadi bagian dari turisme.

Dalam sistem transportasi kota, posisi becak yang menjadi bagian dari sistem

kebijakan aturan kota dan sistem moda transportasi, terus dipertahankan

eksistensinya dalam relasi transportasi dan pariwisata Jogja.

3. Becak Jogja juga telah menjadi bagian dari sistem ekonomi yang khas dengan

menciptakan rantai ekonomi kota yang saling menguntungkan berbagai pihak.

Misalnya, dalam wilayah turisme, keberadaan tukang becak tidak dapat dilepaskan

dari para pemandu, penjual kerajinan, oleh-oleh, hotel, hingga abdi dalem keraton.

4. Becak Jogja telah menjadi bagian, bahkan ikut menciptakan dan memperkuat

interaksi dalam lingkungan sosial maupun kultural seiring dengan perkembangan

Yogyakarta.

Berdasarkan pemaparan fungsi dan kedudukan becak di Yogyakarta di atas, maka

diperlukan upaya pelestarian oleh pemerintah dan seluruh masyarakat Jogja. Hal ini perlu

dikarenakan becak Jogja telah menjadi bagian dari budaya masyarakat Yogyakarta dari dulu

hingga saat ini. Apabila tidak ada upaya pelestarian, maka dapat dipastikan becak sangat

mudah tergeser oleh alat transportasi bermotor yang kini makin mendominasi di Yogyakarta.

Tentunya hal ini juga akan berpengaruh pada sektor pariwisata Yogyakarta yang

mengandalkan becak sebagai salah satu ikonnya.

Jika becak hilang dari dunia pariwisata, maka keistimewaan Jogja pun dapat dipastikan

menurun karena ikonnya telah ditinggalkan sehingga tak dapat dinikmati oleh generasi

mendatang yang hanya dapat meliihat becak dari kisah orang tua dan kakek neneknya tanpa

mengetahui esensi becak sebagai penyeimbang antara Yogyakarta yang menuju kota

mentropolitan dengan Yogyakarta yang menghormati falsafah Jawa dan budayanya yang kuat.

Bentuk pengembangan yang tepat bagai becak agar dapat terus eksis di Yogyakarta

adalah pada efisiensi energi becak dengan merekayasa roda gigi sepeda gunung pada ban

Page 4: Apresiasi Budaya: Becak Jogja

becak. Dengan diterapkannya pengembangan ini, becak dimodifikasi sehingga membantu

pengemudi becak untuk melaju lebih cepat di jalan datar dan digenjot tetap terasa ringan

ketika di jalan tanjakan, karena roda gigi dengan mudah dioper ke setelan yang diinginkan

seperti pada sepeda gunung. Selain pengembangan pada roda gigi becak, bisa juga ditambah

dengan lampu depan dan lampu sein yang hemat dalam penggunaan arus listrik sehingga

becak dapat tetap beroperasi maksimal pada malam hari tanpa terhalang keterbatasan cahaya,

selain itu becak juga dapat lebih terlihat dari jauh karena memiliki lampu.

Bila dikaitkan dengan modernisasi, becak juga dapat dimodifikasi menjadi becak listrik

(bukan becak motor) yang tenaga listriknya bersumber dari sel sinar surya pada atap becak

dan bagian badan becak yang lain maupun bersumber dari jaringan listrik PLN, dimana

tenaga listrik tadi disimpan dalam batere yang dapat diisi ulang. Dengan demikian becak

dapat berjalan kecepatan yang lebih tinggi dan dapat menempuh perjalanan yang lebih jauh,

namun dengan ongkos yang juga dapat diminalisir karena pengemudi becak tidak

mengeluarkan banyak tenaga seperti pada saat menggunakan becak kayuh.

Sumber referensi:

Suwarmintarta, Bambang. 2008. “Becak Pariwisata Yogyakarta dan Kesahajaan Promosi

Wisata” dalam Buletin Tata Ruang Edisi September – Oktober 2008. Yogyakarta.

Maryadi, dkk. 2004. “Becak di Musim Paceklik” dalam Feature untuk Apa Kabar Jogja

RBTV. Yogyakarta.

Kartodirdjo, Sartono. 1981. The Pedicab in Yogyakarta: A Study of Low Cost Transportation

and Poverty Problems. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Redaksi. 2011. Komoditas Becak Terus Terjaga. Available:

http://www/pikiran-rakyat.com/node/161348 , diakses 8 Januari 2014.

Disusun oleh:

Helen Clara Manua (13208241001)

Iswi Haniffah Cahyaningtyas (13208241002)