Aplikasi Teknologi Pendidikan Dalam Pemerataan Pdd Tampil Ok

25
APLIKASI TEKNOLOGI PENDIDIKAN DALAM PEMERATAAN PENDIDIKAN I. Pendahuluan A. Latar Belakang Sejak dicanangnya Repelita (Rancana Penbangunan Lima Tahun) yang dimulai tahun 1974-1999 pandidikan menjadi prioritas disamping ekonomi. Target utama pembangunan pendidikan dimassa ini adalah pendidikan dasar Sembilan tahun, dalam waktu 15 tahun terjadai perbaikan kualitas, akses dan relepansi pendidikan yang mengarah penningkatan SDM Indonesia Pada awal orde baru hingga awal pelita keVI sector pendidikan mengalami perkembangan yang cukup baik secara kuantitatif strategi pendidikan nasional yang dicanagkan pada akhir pelita ke II terdiri dari 4 butir yaitu:1. Peningkatan kualitas pendidikan, 2. Pemertataan Kesempatan memperoleh Pendidiakan 3. Relevansi pendidikan dan 4. Efesiensi pendidikan (Ali. M, 2009) Dalam pemahaman teori Human Capital yang dipelopori oleh Theodore W. Schultz (dalam Suharsaputra, 2007), manusia merupakan suatu bentuk kapital sebagaimana bentuk kapital-kapital lainnya

description

k8o78fn rthr

Transcript of Aplikasi Teknologi Pendidikan Dalam Pemerataan Pdd Tampil Ok

Page 1: Aplikasi Teknologi Pendidikan Dalam Pemerataan Pdd Tampil Ok

APLIKASI TEKNOLOGI PENDIDIKAN DALAM

PEMERATAAN PENDIDIKAN

I. Pendahuluan

A. Latar Belakang

Sejak dicanangnya Repelita (Rancana Penbangunan Lima Tahun) yang

dimulai tahun 1974-1999 pandidikan menjadi prioritas disamping ekonomi.

Target utama pembangunan pendidikan dimassa ini adalah pendidikan dasar

Sembilan tahun, dalam waktu 15 tahun terjadai perbaikan kualitas, akses dan

relepansi pendidikan yang mengarah penningkatan SDM Indonesia

Pada awal orde baru hingga awal pelita keVI sector pendidikan

mengalami perkembangan yang cukup baik secara kuantitatif strategi

pendidikan nasional yang dicanagkan pada akhir pelita ke II terdiri dari 4

butir yaitu:1. Peningkatan kualitas pendidikan, 2. Pemertataan Kesempatan

memperoleh Pendidiakan 3. Relevansi pendidikan dan 4. Efesiensi

pendidikan (Ali. M, 2009)

Dalam pemahaman teori Human Capital yang dipelopori oleh

Theodore W. Schultz (dalam Suharsaputra, 2007), manusia merupakan suatu

bentuk kapital sebagaimana bentuk kapital-kapital lainnya yang sangat

menentukan bagi pertumbuhan produktivitas suatu bangsa. Pendidikan

merupakan salah satu bentuk investasi Sumber Daya Manusia, dengan

pendidikan seseorang dapat memperluas pilihan-pilihan bagi kehidupannya

baik dalam profesi, pekerjaan, maupun dalam kegiatan-kegiatan lainnya guna

meningkatkan kesejahteraan hidupnya.

Selain pendekatan teori human capital ada dua pendekatan lain yaitu

teori fungsionalisme dan teori empirisme. Teori fungsionalisme yang

dipelopori oleh Burton Clark (dalam Suharsaputra, 2007), menekankan pada

preservation of human resources atau pemeliharaan sumber daya manusia,

dimana dalam upaya tersebut perhatian pada perubahan teknologi sangat

Page 2: Aplikasi Teknologi Pendidikan Dalam Pemerataan Pdd Tampil Ok

menonjol sehingga diperlukan pengembangan sistem pendidikan dan

pemilihan program-program pendidikan disamping perlunya upaya perluasan

pendidikan yang lebih merata dalam konteks interaksi antara lembaga

pendidikan dengan lembaga-lembaga lainnya dalam masyarakat termasuk

perkembangan teknologi yang terjadi dengan cepat.

Sementara itu pendekatan teori empirisme (Suharsaputra, 2007)

menekankan pada perlunya diagnosis terhadap masalah pemerataan

pendidikan dengan mengkombinasikan antara metodologi dan substansi

(Methodological empiricism). Menurut pemahaman teori ini terjadinya

ketidakmerataan kesempatan pendidikan merupakan hasil dari perselisihan

antara kelas-kelas sosial yang berbeda kepentingan, kelas-kelas sosial yang

dianggap elit lebih suka mempertahankan status quo, sementara kelas-kelas

populis terus berjuang guna mendapatkan kesempatan memperoleh

pendidikan.

Dari ketiga pendekatan tersebut, terlihat adanya perbedaan orientasi

dalam melihat masalah pendidikan, namun satu hal yang cukup menonjol

adalah berkaitan dengan pentingnya pendidikan bagi kehidupan manusia

yang berimplikasi pada perlunya upaya pemerataan pendidikan baik itu

sebagai modal/investasi manusia, sebagai pemeliharaan terhadap sumber

daya manusia, maupun sebagai aktivitas yang dialami sehari-hari yang terus

menerus beninteraksi dengan lingkungan baik sosiologis, ekonomis, maupun

lingkungan teknologis. Semua implikasi ini memerlukan perhatian yang

sungguh-sungguh dari pembuat kebijakan guna menciptakan situasi yang

kondusif bagi warga masyarakat berpartisipasi lebih aktif dan

bertanggungjawab dalam dimensi pendidikan yang lebih luas.

Pemerataan pendidikan dalam arti pemerataan kesempatan untuk

memperoleh pendidikan telah lama menjadi masalah yang mendapat

perhatian, terutama di negara-negara sedang berkembang. Hal ini tidak

terlepas dari makin tumbuhnya kesadaran bahwa pendidikan mempunyai

peran penting dalam pembangunan bangsa, seiring juga dengan

berkembangnya demokratisasi pendidikan dengan semboyan education for

all.

Page 3: Aplikasi Teknologi Pendidikan Dalam Pemerataan Pdd Tampil Ok

Sejak tahun 1984, pemerintah Indonesia secara formal telah mengupayakan

pemerataan pendidikan Sekolah Dasar, dilanjutkan dengan wajib belajar

pendidikan sembilan tahun mulai tahun 1994. Upaya-upaya ini nampaknya

lebih mengacu pada perluasan kesempatan untuk memperoleh pendidikan.

Pendidikakan kesetaraan juga mendapat perhatian dari pemerintah

yang disediakan bagi yang tidak berkesempatan mengikuti pendidikan

disekolah. Tercatat 3.663.114 orang mengikuti pendidikan keaksaraan hingga

tahun 2007. Sementara pendidikan anak usia dini (PAUD) juga meningkat

sehingga APK pada jenjang ini mencqapai 48 persen yakni 13.736.074 orang

siswa mengikuti pendidikan PAUD yang merupakan 48 persen jumlah anak

usia 2-6 tahun hingga akhir 2007 (Ali,2009:20)

Agaknya pelaksanaan wajib belajar negeri ini adalah slogan yang selalu

didengung-dengungkan. Padahal, dalam kenyataannya, pelaksanaan wajib

belajar dihalang-halangi, karena untuk masuk sekolah dasar pun kini harus

membayar mahal sehingga masyarakat miskin tidak mungkin dapat

membayarnya. Maka terjadilah hal yang sebenarnya tidak perlu terjadi

apabila semua pihak, terutama guru dan kepala-kepala sekolah, menghayati

tujuan wajib belajar itu. Bagi masyarakat dan orangtua yang kaya, anaknya

akan dapat bersekolah di sekolah negeri, sedangkan yang miskin akan gagal

dan tidak bersekolah.

Untuk masuk ke sekolah swasta, masyarakat miskin tidak mungkin

mampu membayarnya. Akibatnya, banyak anak bangsa yang tidak akan

memperoleh kesempatan memperoleh pendidikan. Sungguh satu hal yang

ironis. Sebab, pada negara yang lebih 60 tahun usianya ini, banyak anak

bangsanya akan menjadi buta huruf karena dililit kemiskinan dan negeri ini

akan terpuruk karena kualitas sumber daya manusianya tidak mampu

bersaing dengan Negara–negara yang lain. (Ali,2009)

Page 4: Aplikasi Teknologi Pendidikan Dalam Pemerataan Pdd Tampil Ok

Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka akan dilakukan

pembahasan tentang PENDIDIKAN LUAR SEKOLAH untuk peningkatkan

pemahaman konsep.

B. Permasalahan

Pada makalah ini yang berjudul Aplikasi Teknologi Pendidikan

Dalam Pemerataan Pendidikan, terdapat sebuah permasalahan

yaitu :

1. Bagaimana aplikasi Teknologi Pendidikan dalam Pemerata

Pendidikan?

2. Bagaimana Peran dari PLS dalam membantu pemerataan

Pendidikan

 

 C. Tujuan

Tujuan pada makalah ini adalah untuk mengetahui secara lebih

mendalam mengenai:

1. Aplikasi Teknologi Pendidikan dalam Pemeratan Pendidikan.

2. Peran dari PLS dalam membantu pemerataan Pendidikan

 

 

Page 5: Aplikasi Teknologi Pendidikan Dalam Pemerataan Pdd Tampil Ok

 II. PEMBAHASAN

A. Pemerataan Kesempatan Belajar

Bagi bangsa yang ingin maju, pendidikan merupakan sebuah kebutuhan.

Sama dengan kebutuhan perumahan, sandang, dan pangan. Bahkan, ada bangsa

atau yang terkecil adalah keluarga, pendidikan merupakan kebutuhan utama.

Artinya, mereka mau mengurangi kualitas perumahan, pakaian, bahkan makanan,

demi melaksanakan pendidikan anak-anaknya. Seharusnya negara juga demikian.

Apabila suatu negara ingin cepat maju dan berhasil dalam pembangunan, prioritas

pembangunan negara itu adalah pendidikan. Jika perlu, sektor-sektor yang tidak

penting ditunda dulu dan dana dipusatkan pada pembangunan pendidikan.

Negara kita telah lebih dari 20 tahun melaksanakan Wajib Belajar Pendidikan

Dasar 6 Tahun dan telah 10 tahun melaksanakan Wajib Belajar Pendidikan Dasar

9 Tahun.

Maksud dan tujuan pelaksanaan wajib belajar adalah memberikan pelayanan

kepada anak bangsa untuk memasuki sekolah dengan biaya murah dan terjangkau

oleh kemampuan masyarakat banyak. Apabila perlu, pendidikan dasar enam tahun

seharusnya dapat diberikan pelayanan secara gratis karena dalam pendidikan dasar

enam tahun atau sekolah dasar kebutuhan mendasar bagi warga negara mulai

diberikan. Di sekolah dasar inilah anak bangsa diberikan tiga kemampuan dasar,

yaitu baca, tulis, dan hitung, serta dasar berbagai pengetahuan lain. Setiap wajib

belajar pasti akan dimulai dari jenjang yang terendah, yaitu sekolah dasar.

Seperti diketahui, sebagian besar keadaan sosial ekonomi masyarakat kita

tergolong tidak mampu. Dengan kata lain, mereka masih dililit predikat miskin.

Mulai Inpres Nomor 10 Tahun 1971 tentang Pembangunan Sekolah Dasar

dan inpres- inpres selanjutnya, negeri ini telah berusaha memberikan pendidikan

murah untuk anak bangsanya. Puluhan ribu gedung sekolah dasar telah dibangun

dan puluhan ribu guru sekolah dasar diangkat agar pemerataan kesempatan belajar

untuk jenjang sekolah dasar dapat dilaksanakan dengan murah, dari kota sampai

ke desa-desa. Semua warga negara, kaya atau miskin, diberi kesempatan yang

sama untuk menikmati pendidikan dasar enam tahun yang biayanya dapat

Page 6: Aplikasi Teknologi Pendidikan Dalam Pemerataan Pdd Tampil Ok

dijangkau golongan miskin. Kejadian itu dapat dinikmati dalam jangka waktu

cukup lama, yaitu sejak dicetuskannya Wajib Belajar Pendidikan Dasar 6 Tahun

tahun 1984.

Agaknya pelaksanaan wajib belajar negeri ini adalah slogan yang selalu

didengung-dengungkan. Padahal, dalam kenyataannya, pelaksanaan wajib belajar

dihalang-halangi, karena untuk masuk sekolah dasar pun kini harus membayar

mahal sehingga masyarakat miskin tidak mungkin dapat membayarnya. Bagi

masyarakat dan orangtua yang kaya, anaknya akan dapat bersekolah di sekolah

negeri, sedangkan yang miskin akan gagal dan tidak bersekolah.

Untuk masuk ke sekolah swasta, masyarakat miskin tidak mungkin mampu

membayarnya. Akibatnya, banyak anak bangsa yang tidak akan memperoleh

kesempatan memperoleh pendidikan.

B. Pendidikan Luar Sekolah

Undang-Undang No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional

pasal 13, menyebutkan bahwa jalur pendidikan terdiri atas pendidikan formal,

informal dan nonformal. Namun demikian secara konseptual jalur informal

sesungguhnya bagian dari pendidikan nonformal, akan tetapi bisa saja terjadi

dijalur pendidikan formal.

Di Indonesia Pendidikan Luar Sekolah (PLS) memiliki sejarah yang

panjang dan sejalan dengan sejarah tersebut nama PLS berubah-ubah terus. Sejak

PLS dinamai Pendidikan masyarakat, kemudian berubah menjadi PLS dan

sekarang sesuai UU Sistem Pendidikan Nasional No. 20 Tahun 2003, pasal 13

dinamai Pendidikan Nonformal. Sesuai dengan fungsi PLS yaitu sebagai

substitusi, suplemen dan komplemen pendidikan sekolah, PLS mempunyai

cakupan garapan yang sangat luas. Di negara maju yang kualitas jalur sekolahnya

sudah baguspun peranan PLS masih tetap besar, Namun dalam kenyataannya PLS

belum dimanfaatkan sesuai dengan potensi dan kemampuannya yang cukup besar

sehingga kontribusinya juga belum optimal.

Jalur PLS merupakan pendidikan yang diselenggarakan di luar sekolah melalui

kegiatan belajar mengajar yang tidak harus berjenjang dan bersinambungan.

Page 7: Aplikasi Teknologi Pendidikan Dalam Pemerataan Pdd Tampil Ok

PLS yang dilaksanakan yaitu:

1. Kursus

2. Paket A Setara SD, B Setara SMP, C Setara SLTA

3. Keaksaraan Fungsional (KF) Buta Huruf

4. Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD)

Satuan PLS meliputi kursus/lembaga pendidikan keterampilan dan satuan

pendidikan yang sejenis. Secara umum, manfaat PLS (Prawiradilaga, 2007:225)

antara lain :

1. Mempercapat program wajib belajar pendidikan dasar

2. Memperluas dan menciptakan lapangan kerja

3. Terhadap jalur sekolah dapat menjadi suplemen, komplemen dan substitusi

(memberikan pendidikan yang tidak dapat dilakukan jalur sekolah)

4. Menyiapkan tenaga kerja yang terampil dan siap kerja

5. Membentuk manusia yang mandiri dan percaya diri

6. Mencegah urbanisasi

7. Memberantas buta huruf

Dari beberapa manfaat PLS tersebut dapat dikatakan tujuan dari PLS adalah

sebagai berikut :

1. Melayani warga belajar supaya dapat tumbuh dan berkembang sedini mungkin

dan sepanjang hayatnya guna meningkatkan martabat dan mutu kehidupannya.

2. Membina warga belajar agar memiliki pengetahuan ketrampilan dan sikap

mental yang diperlukan untuk mengembangkan diri, bekerja mencari nafkah

atau melanjutkan ke tingkat dan atau jenjang pendidikan yang lebih tinggi.

3.Memenuhi kebutuhan belajar masyarakat yang tidak dapat dipenuhi dalam jalur

pendidikan sekolah.

Page 8: Aplikasi Teknologi Pendidikan Dalam Pemerataan Pdd Tampil Ok

Jenis PLS terdiri atas:

1) pendidikan umum;

2) pendidikan keagamaan;

3) pendidikan jabatan kerja;

4) pendidikan kedinasan; dan

5) pendidikan kejuruan.

PLS dapat diselenggarakan oleh Pemerintah, perorangan atau sekelompok

Warga Negara Indonesia atau badan hukum swasta yang berkedudukan di

Indonesia dan tunduk kepada hukum Indonesia. Lembaga internasional atau

badan/lembaga swasta asing di wilayah Republik Indonesia dapat

menyelenggarakan PLS dengan ketentuan tidak bertentangan dengan kepentingan

nasional dan wajib mematuhi peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Kursus PLS yang diselenggarakan masyarakat (Diklusemas) didaftarkan

pada Dinas Pendidikan Kecamatan dan mendapat izin penyelenggaraan dari

Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota.

Seluruh program kursus Diklusemas dikelompokkan ke dalam sepuluh

rumpun pendidikan yaitu: kerumahtanggaan, kesehatan, keolahragaan, pertanian,

kesenian, kerajinan dan industri, teknik dan perambahan, jasa, bahasa dan khusus.

Di tengah krisis ekonomi seperti sekarang, kursus/lembaga pendidikan

keterampilan ini barangkali harus lebih dikedepankan. Kegiatan kursus bukan

hanya memberi harapan pada anak putus sekolah yang sulit mencari kerja tetapi

juga memberikan jalan bagi banyaknya jumlah lulusan SLTA yang tak

melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi sehingga lembaga kursus selalu

mendapat tempat. Di tangan para pengelolanya, lembaga pendidikan ini bisa

bergerak cepat mengikuti irama perkembangan dan tuntutan yang terjadi di

masyarakat.

Page 9: Aplikasi Teknologi Pendidikan Dalam Pemerataan Pdd Tampil Ok

Begitu cepatnya antisipasi yang dilakukan para penyelenggara kursus atas

tuntutan masyarakat, sangat boleh jadi, lembaga pendidikan nonformal ini tidak

begitu berat terkena pukulan akibat krisis ekonomi. Menurut mereka, lulusan

SMTA yang akan memasuki perguruan tinggi perlu berpikir ulang, baik mengenai

biaya maupun lama waktu belajar yang harus ditempuh. Apalagi, setelah selesai

kuliah, para lulusan perguruan tinggi pun belum tentu mudah mendapatkan

pekerjaan.

Meski kursus masih dipandang sebelah mata, anak tiri dalam sistem

pendidikan di Indonesia itu kini telah tumbuh menjadi sebuah bidang usaha yang

nyaris tanpa batas. Tidak sedikit perguruan tinggi swasta bercikal bakal dari

kursus. Lembaga-lembaga kursus di Indonesia dalam sepuluh tahun terakhir

tumbuh sangat pesat dan berkembang menjadi industri mimpi yang menggiurkan.

Banyak warga masyarakat yang rela membayarkan uangnya beratus ribu atau

jutaan rupiah sekadar untuk mewujudkan impian. Bahwa kemudian mimpi indah

itu tidak terwujud, adalah kenyataan lain yang tidak pernah disesali.

Berdasarkan fungsinya, jenis-jenis lembaga kursus itu dapat

dikategorikan menjadi tiga yaitu:

1. Sejenis Bimbingan Tes/Belajar yang bertujuan meningkatkan kemampuan

belajar melalui pelajaran tambahan untuk bidang-bidang tertentu seperti IPA,

matematika, bahasa Inggris, dan lain-lain dengan sasaran untuk semua pelajar SD-

SMTA. Tapi ada yang khusus untuk pelajar pada tingkat tertentu saja, misalnya

kelas III SMTA yang akan mengikuti tes UMPTN.

2. Kursus-kursus Keterampilan yang bertujuan memberikan atau meningkatkan

keterampilan mengetik, kecantikan, bahasa asing, akuntansi, montir, menjahit,

sablon, babysitter, dan lain-lain. Sasaran lembaga ini mayoritas adalah para

lulusan SMP dan SMTA yang memerlukan sertifikat keterampilan untuk mencari

kerja.

3. Pengembangan Profesi, seperti kursus sekretaris atau humas perusahaan,

akuntan publik, kepribadian, dan lain-lainnya. Sasarannya tamatan SMTA sampai

perguruan tinggi, dari yang belum bekerja sampai yang sudah bekerja, namun

ingin meningkatkan profesionalismenya. Jenis ketiga ini lebih ke arah

pembentukan image dalam masyarakat, bukan hanya sekadar memberikan

Page 10: Aplikasi Teknologi Pendidikan Dalam Pemerataan Pdd Tampil Ok

keterampilan teknis saja. Karena itu dari segi waktu pelaksanaan kursus lebih

panjang (antara enam bulan sampai dua tahun).

D. Kontribusi Pendidikan Luar Sekolah dalam Pembangunan Pendidikan

Nasional/SDM

Kita menyadari bahwa SDM kita masih rendah, dan tentunya kita masih

punya satu sikap yakni optimis untuk dapat mengangkat SDM tersebut. Salah satu

pilar yang tidak mungkin terabaikan adalah melalui pendidikan nonformal atau

lebih dikenal dengan PLS.

Seperti kita ketahui, bahwa rendahnya SDM kita tidak terlepas dari

rendahnya tingkat pendidikan masyarakat, terutama pada usia sekolah. Rendahnya

kualitas SDM tersebut disebabkan oleh banyak hal, misalnya ketidakmampuan

anak usia sekolah untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi,

sebagai akibat dari kemiskinan yang melilit kehidupan keluarga, atau bisa saja

disebabkan oleh oleh angka putus sekolah, hal yang sama disebabkan oleh factor

ekonomi

Oleh sebab itu, perlu menjadi perhatian pemerintah melalui semangat

otonomi daerah adalah mengerakan program PLS tersebut, karena UU Nomor 20

tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional secara lugas dan tegas

menyebutkan bahwa PLS akan terus ditumbuhkembangkan dalam kerangka

mewujudkan pendidikan berbasis masyarakat, dan pemerintah ikut

bertanggungjawab kelangsungan PLS sebagai upaya untuk menuntaskan wajib

belajar 9 tahun.

Rencana Strategis untuk mendukung penyelenggaraan PLS menurut Isjoni

(2004) baik untuk tingkat propinsi maupun kabupaten kota adalah :

1. Perluasan pemerataan dan jangkauan pendidikan anak usia dini;

2. Peningkatan pemerataan, jangkauan dan kualitas pelayanan Kejar Paket A

setara SD dan B setara SLTP;

3. Penuntasan buta aksara melalui program Keaksaraan Fungsional;

4. Perluasan, pemerataan dan peningkatan kualitas pendidikan perempuan

(PKUP), Program Pendidikan Orang tua (Parenting);

5. Perluasan, pemerataan dan peningkatan kualitas pendidikan berkelanjutan

Page 11: Aplikasi Teknologi Pendidikan Dalam Pemerataan Pdd Tampil Ok

melalui program pembinaan kursus, kelompok belajar usaha, magang,

beasiswa/kursus; dan

6. Memperkuat dan memandirikan Pendidikan Keterampilan Berbasis Masyarakat

(PKBM) yang telah melembaga saat ini di berbagai daerah.

Selain itu menurut Isjoni (2004), dalam kaitan dengan upaya peningkatan kualitas

dan relevansi pendidikan, maka program PLS lebih berorientasi pada kebutuhan

pasar, tanpa mengesampingkan aspek akademis. Oleh sebab itu Program PLS

mampu meningkatkan pengetahuan, keterampilan, profesionalitas, produktivitas, dan

daya saing dalam merebut peluang pasar dan peluang usaha, maka yang perlu

disusun Rencana strategis adalah :

1. Meningkatkan mutu tenaga kependidikan PLS;

2. Meningkatkan mutu sarana dan prasarana dapat memperluas pelayanan PLS, dapat

meningkatkan kualitas proses dan hasil;

3. Meningkatkan pelaksanaan program kendali mutu melalui penetapan standard

kompetensi, standard kurikulum untuk kursus;

4. Meningkatkan kemitraan dengan pihak berkepentingan (stakholder) seperti Dudi,

asosiasi profesi, lembaga diklat; serta

5. Melaksanakan penelitian kesesuain program PLS dengan kebutuhan masyarakat

dan pasar. Demikian pula kaitan dengan peningkatan kualitas manajemen

pendidikan.

Strategi PLS dalam rangka era otonomi daerah, maka rencana strategi yang

dilakukan adalah :

1. Meningkatkan peran serta masyarakat dan pemerintah daerah;

2. Pembinaan kelembagaan PLS;

3. Pemanfaatan/pemberdayaan sumber-sumber potensi masyarakat;

4. Mengembangkan sistem komunikasi dan informasi di bidang PLS;

5. Meningkatkan fasilitas di bidang PLS

Sasaran PLS lebih memusatkan pada pendidikan anak usia dini, pendidikan

dasar, pendidikan berkelanjutan, dan perempuan. Selanjutnya PLS harus mampu

membentuk SDM berdaya saing tinggi, dan sangat ditentukan oleh SDM muda

Page 12: Aplikasi Teknologi Pendidikan Dalam Pemerataan Pdd Tampil Ok

(dini), dan tepatlah PLS sebagai alternative di dalam peningkatan SDM ke depan.

PLS menjadi tanggung jawab masyarakat dan pemerintah sejalan dengan Pendidikan

Berbasis Masyarakat, penyelenggaraan PLS lebih memberdayakan masyarakat

sebagai perencana, pelaksanaan serta pengendali, Pemerintah daerah propinsi,

kabupaten dan kota secara terus menerus memberi perhatian terhadap PLS sebagai

upaya peningkatan SDM, dan PLS sebagai salah satu solusi terhadap permasalahan

masyarakat, terutama anak usia sekolah yang tidak mampu melanjutkan pendidikan,

dan anak usia putus sekolah..

E. Model Pendidikan Luar Sekolah

Dalam beberapa tahun terakhir, homeschooling (HS) merebak di beberapa kota di

Indonesia. Tak hanya untuk kalangan berada, sekolah rumah itu juga bakal bisa

diterapkan terhadap keluarga tak mampu. Belum ada data pasti berapa jumlah anak

yang belajar atau bersekolah di rumah alias ber-homeschooling di Indonesia. Namun,

saat ini kian banyak orang tua yang berminat memberikan pembelajaran di rumah.

Apalagi HS sebagai salah satu pendidikan alternative sudah terakomodasi dalam

Sistem Pendidikan Nasional.

Undang-Undang Sisdiknas pasal 27 ayat 1 Di sana disebutkan, “Kegiatan pendidikan

informal yang dilakukan oleh keluarga dan lingkungan berbentuk kegiatan belajar

secara mandiri”. Ayat 2 menyebutkan, “Hasil pendidikan sebagaimana dimaksud

ayat 1 diakui sama dengan pendidikan formal dan nonformal setelah peserta didik

lulus ujian sesuai dengan standar nasional pendidikan”. Melalui payung hukum itu,

mereka yang belajar di rumah sudah tak perlu was-was tentang legalitas sistem

pembelajaran mereka.

Namun demikian, citra homeschooling di masyarakat masih beragam. Sebagian

menganggap homeschooling mahal. Pasalnya, berbagai macam fasilitas harus

dipenuhi sendiri. Misalnya alat-alat laboratorium yang jamaknya disediakan sekolah.

Menanggapi hal itu, Daniel M. Rosyid, ketua Dewan Pendidikan Jawa Timur dalam

artikel Pontianak Post Online (Andriayani, 2007), menegaskan bahwa siapa pun

dapat ber-homeschooling. Menurutnya, model pendidikan rumah itu justru hadir bagi

mereka yang tak mampu dalam hal finansial. Misalnya, keluarga miskin (gakin).

Sebab, anak-anak miskin tidak perlu mengeluarkan ongkos seragam sekolah, SPP,

Page 13: Aplikasi Teknologi Pendidikan Dalam Pemerataan Pdd Tampil Ok

maupun uang gedung. Dengan demikian, jatuhnya biaya lebih murah dibandingkan

pendidikan formal.

F. Peranan Teknologi Pendidikan dalam Pendidikan Luar Sekolah

1. Perlunya Perubahan Paradigma Pendidikan Luar Sekolah

Bagi negara maju dan negara berkembang, perkembangan ilmu pengetahuan

dan teknologi serta sistem informasi yang begitu cepat mendorong berbagai aspek,

khususnya sistem pendidikan untuk mengubah visi, misi dan strateginya secara

revolusioner. Revolusi pendidikan berarti secara totalitas menjabarkan konsep

Teknologi Pendidikan (TP) dalam berbagai bentuk dan tingkatan implementasinya,

sehingga efisiensi dan efektivitas penggunaan sumber daya yang ketersediannya

sangat terbatas dapat tercapai, dan pendidikan yang sesuai dengan kebituhan

masyarakat dapat disediakan.

2. Indikator yang menunjukan bahwa PLS merupakan sumber ekonomi

pendidikan, diantaranya :

1. Tingkat efisiensi dan efektifitas PLS sangat tinggi, karena hampir semua PLS

dirancang dan dilakukan berdasarkan kebutuhan masyarakat

2. Secara fungsional, kaitan PLS dengan pendidikan jalur sekolah adalah sebagai

substitusi, suplemen dan komplemen pendidikan sekolah.

3. Lulusan PLS baik yang berasal dari pengangguran, pegawai yang ingin

meningkatkan profesi dan keterampilannya menjadikan mereka dapat bekerja di

dalam negeri dan luar negeri

4. Siswa dari jalur sekolah yang kemampuan akademik dan keterampilan

kejuruannya belum memadai, setelah mengikuti kursus teretntu menjadi siswa yang

berprestasi

5. Para penyelenggara PLS dapat memperoleh keuntungan dan dapat

memperkerjakan cukup banyak pegawai untuk mengelola lembaga PLS , dan mereka

merupakan swadaya murni masyarakat tanpa bantuan pemerintah.

3. Masalah Penerapan Teknologi Pendidikan dalam Pendidikan Luar Sekolah

Media massa khususnya TV dan media cetak mestinya lebih banyak atau

Page 14: Aplikasi Teknologi Pendidikan Dalam Pemerataan Pdd Tampil Ok

dapat dimanfaatkan untuk program-program pendidikan, yang secara tidak langsung

merupakan penerapan TP dalam PLS.

Selain media massa, tutorial merupakan salah satu metode pembelajaran yang

sudah dilakukan sejak zaman dulu kala. Belajar pada jalur PLS lebih menekankan

pada peran belajar tutorial, kelompok dan mandiri sebagai satu kesatuan yang tidak

terpisahkan dan secara konseptual sangat positif. Namun karena tutor bukan

seseorang yang secara khusus dididik sebagai tutor, tetapi guru yang merangkap

tutor, sehingga meraka memiliki keterbatasan dalam pemahaman dirinya sebagai

tutor.

Program Paket A setara SD dan Paket B setara SLTP dan paket A setara

SLTA juga semakin kehilangan pamornya, karena semakin sedikit warga masyarakat

yang tidak bersekolah di SD dan SLTP yang tertarik menjadi peserta belajar di kedua

program tersebut. Satu-satunya program PLS yang sangat dinamis dalam

perkembangan kebutuhan masyarakat, ilmu pengetahuan den teknologi ialah kursus-

kursus yang diselenggarakan masyarakat. Bahkan sekarang banyak lembaga kursus

yang berkerjasama dengan negara lain dan telah menyusun standar kompetansi

internasional, sehingga tamatannya diakui oleh negara tersebut dan dapat bekerja di

negara asing lainya.

Page 15: Aplikasi Teknologi Pendidikan Dalam Pemerataan Pdd Tampil Ok

III. Penutup

Kesimpulan

Pemerataan pendidikan dalam arti pemerataan kesempatan untuk memperoleh

pendidikan telah lama menjadi masalah yang mendapat perhatian, terutama di

negara-negara sedang berkembang. Hal ini tidak terlepas dari makin tumbuhnya

kesadaran bahwa pendidikan mempunyai peran penting dalam pembangunan bangsa,

seiring juga dengan berkembangnya demokratisasi pendidikan dengan semboyan

education for all.

Pendidikan Luar Sekolah (PLS) yaitu sebagai substitusi, suplemen dan

komplemen pendidikan sekolah, PLS mempunyai cakupan garapan yang sangat luas.

Namun dalam kenyataannya PLS belum dimanfaatkan sesuai dengan potensi dan

kemampuannya yang cukup besar sehingga kontribusinya juga belum optimal.

Teknologi Pendidikan (TP) dalam berbagai bentuk dan tingkatan implementasinya,

sehingga efisiensi dan efektivitas penggunaan sumber daya yang ketersediannya

sangat terbatas dapat tercapai, dan pendidikan yang sesuai dengan kebituhan

masyarakat dapat disediakan.

Page 16: Aplikasi Teknologi Pendidikan Dalam Pemerataan Pdd Tampil Ok

DAFTAR PUSTAKA

Ali M, 2009. Pendidikan Untuk Pembangunan Nasional. Jakarta, Grasindo

Andriyani, Titik dan Anita Rachman. 2007. Model Pendidikan Luar Sekolah hasil

Pemikiran Asah Pena. Pontianak Post Online. (http://www.pontianakpost.com/

berita/index.asp?Berita=Edukasi&id=137047,).

Isjoni. 2004. Pendidikan Luar Sekolah. www.pendidikan.net. (http://re-

searchengines. com/isjoni13.html).

Miarso, Yusufhadi. 2004. Menyemai Benih Teknologi Pendidikan. Jakarta : Kencana

Prenada Media Group.

PTS Online. 2007. Kursus: Pendidikan Luar Sekolah. (http://www.pts.co.id/

kursus.asp).

Seels, Barbara B dan Richey, Rita C. 1994. Teknologi Pembelajaran Definis dan

Kawasannya. Jakarta : Universitas Negeri Jakarta.

Suharsaputra, Uhar. 2007. Pemerataan Pendidikan. (http://tappkipmkng.wordpress.

com/2007/05/03/pemerataan-pendidikan). Surabaya, Usaha Nasional

Faisal Sanafiah,( ) Pendidikan Luar Sekolah