APLIKASI PENGINDERAAN JAUH UNTUK PEMETAAN...
Transcript of APLIKASI PENGINDERAAN JAUH UNTUK PEMETAAN...
APLIKASI PENGINDERAAN JAUH UNTUK PEMETAAN KEPADATAN LAHAN
TERBANGUN SEBAGAI ARAHAN FUNGSI LAHAN
(STUDI KASUS : KOTA METRO, PROVINSI LAMPUNG)
Yeni Primasari
Program Studi Teknik Geomatika - Jurusan Teknologi Infrastruktur dan Kewilayahan
Institut Teknologi Sumatera
Agung Budi Harto, Dudung Muhally Hakim
Program Studi Teknik Geodesi dan Geomatika – Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian
Institut Teknologi Bandung
[email protected], [email protected]
ABSTRAK
Ketepatan dan ketelitian data yang akan digunakan dalam perencanaan dan pengembangan suatu wilayah
sangat diperlukan agar memberikan hasil yang akurat dalam melakukan kajian pengembangan suatu
daerah. Informasi yang penting diperlukan adalah data kepadatan lahan untuk melihat perubahan lahan.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui luas lahan terbangun setiap kelurahan pada wilayah studi dari
tahun 2012 sampai 2013 sehingga didapatkan kepadatan lahan terbangun setiap Kecamatan di Kota Metro
dan mengetahui perubahan lahan terbangun untuk dapat menganalisis arahan fungsi lahan. Penelitian ini
dilakukan di Kota Metro Provinsi Lampung dimana daerah ini berpotensi untuk penambahan lahan
terbangun karena merupakan daerah perkotaan. Studi kepadatan lahan terbangun dan perubahan lahan
terbangun ini diamati selama 4 bulan dengan menggunakan data penginderaan jauh Citra Satelit
Worldview 2 tahun 2012 dan Citra Satelit Pleiades Astrium France tahun 2013. Metode Klasifikasi
Terbimbing dengan teknik Maximum Likelihood digunakan untuk mengklasifikasikan lahan terbangun,
lahan terbuka, air, vegetasi, dan awan yang tercakup pada daerah studi. Metode Digitasi Manual
digunakan untuk mengidentifikasi lahan terbangun sebagai pembanding hasil dari metode klasifikasi.
Untuk kualitas hasil klasifikasi citra dinyatakan dalam matrik kesalahan dengan menggunakan data
Ground Truth peta penggunaan lahan Kota Metro. Dengan metode klasifikasi Maximum Likelihood hasil
uji akurasi keseluruhan (overall accuracy) klasifikasi rata-rata menghasilkan nilai akurasi sebesar
63.7987% dan nilai Kappa Coefficient sebesar 0.549 dari kedua citra satelit yang digunakan. Perubahan
lahan terbangun dari klasifikasi maupun digitasi manual terjadi sebesar 10% dari tahun 2012 – 2013 pada
setiap kelurahan masing-masing kecamatan di Kota Metro. Sedangkan perbandingan hasil perubahan
lahan terbangun antara klasifikasi dengan digitasi manual berkisar sebesar ≤ 20%. Kepadatan lahan
terbangun terpadat berada di Kecamatan Metro Timur dan Metro Pusat berdasarkan klasifikasi maupun
digitasi manual. Sedangkan kepadatan lahan terbangun terendah berada di Kecamatan Metro Utara dan
Metro Selatan.
Kata Kunci : Klasifikasi Maximum Likelihood, Kepadatan Lahan Terbangun Kota Metro, Perubahan
Lahan Terbangun Kota Metro Tahun 2012-2013
I. PENDAHULUAN
Pengaplikasian penginderaan jauh (inderaja)
dapat mencakup suatu area yang luas dalam
waktu bersamaan, diwujudkan menjadi hasil
antara lain berupa peta digital dengan bantuan
yang dapat dijadikan data masukan untuk Sistem
Informasi Geografis (SIG). Menurut Campbell
(2008), penginderaan jauh yaitu ilmu untuk
mendapatkan informasi mengenai permukaan
bumi seperti kawasan lahan darat dan perairan
dari citra yang diperoleh dari jarak jauh. Inderaja
merupakan ilmu dan teknologi pengumpulan
informasi tentang permukaan bumi tanpa
melakukan kontak langsung dengan objek yang
akan dianalisis dan dipetakan. Inderaja dapat
digunakan untuk melakukan analisis spasial
secara cepat, efektif, efisien dan dapat mencakup
wilayah yang lebih luas bila dibandingkan
dengan pengukuran langsung di lapangan yang
akan memerlukan biaya yang besar serta tenaga
yang lebih banyak.
Teknologi inderaja terutama menggunakan citra
satelit dapat dimanfaatkan untuk memetakan
area tertentu dalam perencanaan tata ruang kota,
contohnya mengidentifikasi kepadatan lahan
terbangun.
Pola penggunaan lahan di Kota Metro secara
garis besar dikelompokkan ke dalam dua jenis
penggunaan, yaitu lahan terbangun (build up
area) dan lahan tidak terbangun. Lahan
terbangun terdiri dari kawasan pemukiman,
fasilitas umum, fasilitas sosial, fasilitas
perdagangan dan jasa, sedangkan lahan tidak
terbangun terdiri dari persawahan, perladangan,
dan penggunaan lain-lain. Untuk melihat
perkembangan pembangunan dari lahan tidak
terbangun menjadi lahan terbangun maka
diperlukan suatu kajian yang dapat memberikan
informasi yang diinginkan. Tugas akhir ini
bertujuan untuk melakukan pemetaan kepadatan
lahan terbangun di Kota Metro dengan aplikasi
penginderaan jauh yang kemudian dapat
dijadikan sebagai data/informasi untuk mengkaji
perkembangan perubahan lahan terbangun.
Sistem klasifikasi kepadatan lahan terbangun
didasarkan pada Peraturan Menteri Pekerjaan
Umum Nomor 20 Tahun 2011 dan berdasarkan
Peraturan Daerah Kota Metro Nomor 01 Tahun
2012 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah
Kota Metro 2011 – 2031.
Untuk pemetaan kepadatan lahan terbangun
dengan menggunakan inderaja diterapkan suatu
teknik interpretasi dan klasifikasi dengan
menggunakan suatu metode yang secara khusus
dapat mengekstraksi kepadatan lahan terbangun.
II. METODOLOGI
PENELITIAN
B. Tahapan Pengolahan Data
Pada tahap ini pekerjaan yang dilakukan adalah:
A. Tahapan Penelitian
Tahapan penelitian yang akan dilaksanakan
dalam kegiatan penelitian adalah seperti pada
diagram alir pada Gambar (1).
Identifikasi Masalah
Klasifikasi dan Digitasi Manual
Lahan Terbangun pada Citra Satelit
Worldview 2 dan Citra Pleiades
Astrium France
Studi Literatur
Klasifikasi Maximum Likelihood
Digitasi Manual dari Citra Satelit
Lahan Terbangun Kota Metro
Rencana Tata Ruang Wilayah Kota
Metro
Pengumpulan Data
Citra Satelit Worldview 2 Tahun
2012 dan Citra Satelit Pleiades
Astrium France Tahun 2013
Peta Tutupan Lahan Kota Metro
Tahun 2012-2013
Data Pokok Pembangunan berupa
data fisik dan utilitas Kota Metro
Peraturan Daerah Kota Metro
No.01 Tahun 2012 Tentang
Rencana Tata Ruang Wilayah
Kota Metro Tahun 2011-2031
Pengolahan Data dan Survey Lapangan
Hasil dan Analisis
Penyusunan Laporan Akhir
Gambar 1. Diagram alir metodologi tahapan penelitian
1. Input Data
Data yang digunakan dalam penelitian Tugas Akhir ini
adalah :
a. Citra Satelit Worldview 2 Tahun 2012 dan
Citra Satelit Pleiades Astrium France Tahun
2013
2. Koreksi Geometrik
Dilakukan untuk mereduksi kesalahan geometrik.
Koreksi geometrik ini menggunakan metode image to
image rectification dan yang menjadi base adalah Citra
Worldview 2 dimana citra tersebut telah terkoreksi
secara geometrik. Untuk mengkoreksi geometrik citra
harus dibuat persebaran titik-titik ICP (Independent
Control Point) yang tersebar secara merata pada citra
satelit yang digunakan. Titik ICP (Independent Control
Point) yang digunakan untuk koreksi geometrik pada
penelitian ini ada sebanyak 35 titik koordinat. Setelah
itu dilakukan perhitungan RMS (Root Mean Square).
Terdapat ketentuan jika nilai RMS (Root Mean Square)
harus kurang atau sama dengan satu piksel (RMS ≤ 1
piksel) dan jika memenuhi toleransi maka diperoleh
citra terkoreksi geometrik. Hasil RMSe (Root Mean
Square error) XY sebesar 0.470089044 m atau sekitar
0.5 piksel. Hal ini menunjukkan bahwa citra telah
terkoreksi dengan baik. Namun pada penelitian ini
karena menggunakan metode Image To Image maka
koordinat citra satelit Pleiades Astrium France sebagai
citra yang terkoreksi (Warp) memiliki koordinat relatif
terhadap koordinat citra satelit Worldview 2.
3. Koreksi Radiometrik
Radiometrik berhubungan dengan kekuatan sinyal,
kondisi atmosfer (hamburan, serapan, dan tutupan
awan) dan band spektral yang digunakan dalam
perekaman data penginderaan jauh (Purwadhi &
Santojo, 2008). Pada penelitian ini karena tidak
terdapat metadata dari citra satelit yang digunakan
maka koreksi radiometric tidak dapat dilakukan
dengan metode FLAASH (Fast Line-of-sight
Atmospheric Analysis of Spectral Hypercubes). Untuk
dapat mengetahui kualitas citra yang digunakan
dilakukan dengan cara melihat profil spektral citra.
Hasil profil spektral dari kedua citra tersebut ada yang
telah sesuai dengan keadaan aslinya dan ada juga
yang sebaliknya. Hal ini terjadi karena kedua citra
telah mengalami proses Fusi Sharpening.
4. Interpretasi Citra
Interpretasi citra dilakukan dengan maksud untuk
memudahkan pemilihan sampel objek penelitian. Ada
dua kriteria objek yang akan dijadikan penelitian yaitu
objek terbangun dan non-terbangun. Adapun citra
yang digunakan dalam proses interpretasi citra ini
adalah citra satelit Worldview 2 dan citra Pleiades
Astrium France. Jika terdapat objek yang sulit di
interpretasi secara visual maka diperlukan untuk
survey langsung ke lapangan.
5. Pemotongan Citra Satelit
Untuk memudahkan proses selanjutnya, citra di
potong berdasarkan area kecamatan dengan
menggunakan metode resize dan masking. Citra hasil
pemotongan apabila diproses akan lebih cepat karena
luasannya lebih kecil daripada aslinya.
6. Pemilihan Sampel
Setelah pemotongan citra, kemudian dilakukan
pemilihan sampel sebagai training sampel agar proses
klasifikasi dapat menghasilkan informasi yang lebih
baik. Pemilihan sampel dilakukan pada lahan
terbangun dan yang diutamakan pada penelitian ini
adalah jenis lahan yang seperti itu. Ada 10 jenis lahan
yang memenuhi kriteria sebagai lahan terbangun,
sedangkan untuk lahan non-terbangun ada 4 jenis
yaitu lahan terbuka, air, vegetasi, dan awan. Dalam hal
pengambilan training sampel, ada hal-hal yang perlu
diperhatikan yaitu jumlah poligon sampel harus
memenuhi persyaratan akurasi, dengan jumlah
minimal 3 (tiga) poligon setiap objek. Penetapan
training sampel juga dapat dilakukan dengan
menggunakan data acuan berupa peta, survey
lapangan, data penginderaan jauh resolusi lebih tinggi
dan pengenalan objek secara visual.
7. Klasifikasi Maximum Likelihood
Pada penelitian ini proses klasifikasi yang digunakan
adalah metode klasifikasi Maximum Likelihood yang
merupakan salah satu metode klasifikasi terawasi
(Supervised Classification). Klasifikasi Maximum
Likelihood merupakan metode yang memiliki akurasi
paling tinggi dan yang paling banyak digunakan orang
dibandingkan dengan metode lainnya seperti
parallelepiped yang memiliki akurasi tinggi namun
banyak piksel yang tidak terklasifikasi dengan baik.
Demikian juga metode klasifikasi minimum distance
tidak dijadikan pilihan pada penelitian ini karena
memiliki akurasi paling rendah (Purwadhi, 2001)
8. Ground Truth dan Uji Akurasi Klasifikasi
Hasil klasifikasi yang diperoleh perlu diuji tingkat
keakurasiannya. Untuk melihat tingkat keakurasian
salah satu cara yang dapat diterapkan adalah
melakukan Ground Truth.
Kelurahan
Perubahan
Lahan
Terbangun
(Ha)
Ganjaragung -0.971132292
Ganjarasri 15.87244876
Mulyojati 6.513213898
Mulyosari 12.91585248
Tabel 2. Hasil Perubahan Lahan
Terbangun Metro Barat 2012-2013
berdasarkan Digitasi Manual
Tabel 1. Hasil Perubahan Lahan
Terbangun Metro Barat 2012-2013
berdasarkan Klasifikasi
Uji ketelitian klasifikasi dalam penelitian ini yaitu
dengan membuat matriks dari perhitungan setiap
kesalahan (confusion matrix) pada setiap kelas hasil
klasifikasi dari citra satelit yang digunakan. Hasil uji
akurasi keseluruhan (overall accuracy) klasifikasi
rata-rata menghasilkan nilai akurasi sebesar
63.7987% dan nilai Kappa Coefficient sebesar
0.549 dari kedua citra satelit yang digunakan dengan
metode klasifikasi Maximum Likelihood. Untuk
melakukan kajian ketelitian hasil klasifikasi
dilakukan digitasi manual sebagai referensi yang
dianggap benar. Kemudian hasil klasifikasi yang
telah diuji ketelitiannya disajikan dalam bentuk Peta
Lahan Terbangun untuk setiap Kecamatan di Kota
Metro Tahun 2012 dan 2013. Peta di atas akan
dilihat dan dicocokan dengan RTRW yang ada
sehingga perkembangan lahan terbangun dapat
diketahui untuk pengambilan keputusan.
III. HASIL PENELITIAN
Pada bagian ini akan ditampilkan hasil dari
pelaksanaan penelitian berdasarkan pengolahan citra
yang telah dilakukan beserta pembahsannya.
A. Penyajian dan Hasil Penelitian
Hasil klasifikasi yang diperoleh akan diekstrak
menjadi klasifikasi lahan terbangun untuk di
tumpang susunkan (overlay) dengan klasifikasi
lahan terbangun yang diperoleh dari digitasi manual
setiap kecamatan. Penyajian akan dilakukan dalam 2
cara yaitu menggunakan sistem grid dan
berdasarkan hasil citra yang telah terklasifikasi.
Lihat Gambar 2 s/d 21 dan Tabel 1 s/d 10.
Gambar 2. Citra Hasil
Klasifikasi Metro Barat 2012
Gambar 3. Hasil overlay Digitasi
dan Klasifikasi Metro Barat 2012
Gambar 4. Citra Hasil
Klasifikasi Metro Barat 2013
Gambar 5. Hasil overlay Digitasi
dan Klasifikasi Metro Barat 2013
Kelurahan
Perubahan
Lahan
Terbangun
(Ha)
Ganjaragung 0.027015625
Ganjarasri 0.399517769
Mulyojati 0.111912881
Mulyosari 0.231545875
Pada Kecamatan Metro Barat berdasarkan klasifikasi dan
digitasi manual mengalami perubahan lahan terbangun
terbesar pada Kelurahan Ganjarasri.
9
10
Gambar 6. Citra Hasil
Klasifikasi Metro Pusat 2012
Gambar 7. Hasil overlay Digitasi
dan Klasifikasi Metro Pusat 2012
Gambar 8. Citra Hasil
Klasifikasi Metro Pusat 2013
Gambar 9. Hasil overlay Digitasi
dan Klasifikasi Metro Pusat 2013
Kelurahan
Perubahan
Lahan
Terbangun
(Ha)
Hadimulyo
Barat -6.341394
Hadimulyo
Timur 14.82117418
Imopuro -12.6988042
Metro 1.596882895
Yosomulyo -13.50798012
Kelurahan
Perubahan
Lahan
Terbangun
(Ha)
Hadimulyo
Barat 0.341849333
Hadimulyo
Timur 0.166959644
Imopuro 0
Metro 0.18147193
Yosomulyo 0
Tabel 3. Hasil Perubahan Lahan
Terbangun Metro Pusat 2012-2013
berdasarkan Klasifikasi
Tabel 4. Hasil Perubahan Lahan
Terbangun Metro Pusat 2012-2013
berdasarkan Digitasi Manual
Pada Kecamatan Metro Pusat berdasarkan klasifikasi yang
mengalami perubahan lahan terbangun terbesar pada
Kelurahan Hadimulyo Timur, sedangkan berdasarkan digitasi
manual perubahan lahan terbangun terbesar terjadi pada
Kelurahan Metro.
Gambar 10. Citra Hasil
Klasifikasi Metro Timur 2012
Gambar 11. Hasil overlay Digitasi
dan Klasifikasi Metro Timur 2012
Gambar 12. Citra Hasil
Klasifikasi Metro Timur 2013
Gambar 13. Hasil overlay Digitasi
dan Klasifikasi Metro Timur 2013
Kelurahan
Perubahan
Lahan
Terbangun
(Ha)
Iringmulyo 18.68173333
Tejoagung -2.669122581
Tejosari -14.08257926
Yosodadi 27.74079583
Yosorejo 42.84566885
Kelurahan
Perubahan
Lahan
Terbangun
(Ha)
Iringmulyo 0.048428042
Tejoagung 1.509988387
Tejosari 0.668294415
Yosodadi 1.19048E-06
Yosorejo 1.63934E-06
Pada Kecamatan Metro Timur berdasarkan klasifikasi yang
mengalami perubahan lahan terbangun terbesar pada
Kelurahan Yosorejo, sedangkan berdasarkan digitasi manual
perubahan lahan terbangun terbesar terjadi pada Kelurahan
Tejoagung.
Tabel 5. Hasil Perubahan Lahan
Terbangun Metro Timur 2012-2013
berdasarkan Klasifikasi
Tabel 6. Hasil Perubahan
Lahan Terbangun Metro Pusat
2012-2013 berdasarkan
Digitasi Manual
Gambar 14. Citra Hasil
Klasifikasi Metro Selatan 2012
Gambar 15. Hasil overlay Digitasi
dan Klasifikasi Metro Selatan 2012
Gambar 16. Citra Hasil
Klasifikasi Metro Selatan 2013
Gambar 17. Hasil overlay Digitasi
dan Klasifikasi Metro Selatan 2013
Kelurahan
Perubahan
Lahan
Terbangun
(Ha)
Rejomulyo -5.806889231
Margodadi -11.9445681
Margorejo -10.63221033
Sumbersari 6.406296279
Kelurahan
Perubahan
Lahan
Terbangun
(Ha)
Rejomulyo 0.053516154
Margodadi 0.261886738
Margorejo 0.24038524
Sumbersari 0.040886512
Tabel 7. Hasil Perubahan Lahan
Terbangun Metro Selatan 2012-2013
berdasarkan Klasifikasi
Tabel 8. Hasil Perubahan Lahan
Terbangun Metro Selatan 2012-
2013 berdasarkan Digitasi
Manual
Pada Kecamatan Metro Selatan berdasarkan klasifikasi yang
mengalami perubahan lahan terbangun terbesar pada
Kelurahan Sumbersari, sedangkan berdasarkan digitasi
manual perubahan lahan terbangun terbesar terjadi pada
Kelurahan Margodadi.
Gambar 18. Citra Hasil
Klasifikasi Metro Utara 2012
Gambar 19. Hasil overlay Digitasi
dan Klasifikasi Metro Utara 2012
Gambar 20. Citra Hasil
Klasifikasi Metro Utara 2013
Gambar 21. Hasil overlay Digitasi
dan Klasifikasi Metro Utara 2013
Kelurahan
Perubahan
Lahan
Terbangun
(Ha)
Banjarsari 23.83606365
Karangrejo -5.308410751
Purwoasri 9.785353315
Purwosari 6.828931765
Kelurahan
Perubahan
Lahan
Terbangun
(Ha)
Banjarsari 4.828253565
Karangrejo 0.011537435
Purwoasri 0.592114641
Purwosari 0.392902745
Tabel 9. Hasil Perubahan Lahan
Terbangun Metro Utara 2012-2013
berdasarkan Klasifikasi
Tabel 10. Hasil Perubahan
Lahan Terbangun Metro Utara
2012-2013 berdasarkan Digitasi
Manual
Pada Kecamatan Metro Utara berdasarkan klasifikasi dan
digitasi manual mengalami perubahan lahan terbangun
terbesar pada Kelurahan Banjarsari.
Berdasarkan hasil perubahan lahan terbangun dari
klasifikasi maupun digitasi manual terjadi perubahan
sebesar 10% dari tahun 2012 – 2013 pada setiap
kelurahan masing-masing Kecamatan di Kota Metro.
Sedangkan perbandingan hasil perubahan lahan
terbangun antara klasifikasi dengan digitasi manual
berkisar sebesar ≤ 20%. Perubahan lahan terbangun yang
mengalami penurunan berdasarkan klasifikasi terjadi
karena terdapat anomaly pada citra satelit yang
digunakan yaitu citra satelit sudah terfusi terlebih dahulu
dari sumber yang diperoleh. Citra satelit yang telah
terfusi memiliki resolusi terbatas dan sudah tidak murni
sehingga nilai spektralnya berubah sedangkan nilai
spasialnya berkurang yang seolah-olah dari pankromatik
ke multispektral maka akan menggangu pemrosesan
klasifikasi secara otomatis. Berdasarkan survey dan data
luas administrasi dari penggunaan lahan yang diperoleh
dari BAPPEDA (Badan Perencanaan Pembangunan
Daerah) Kota Metro setiap tahun mengalami penambahan
luas lahan terbangun walaupun persentase penambahan
sedikit.
IV. ANALISIS DAN PEMBAHASAN
IV.1 Analisis Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini berupa citra
satelit. Ada 2 citra yang digunakan dimana kondisi kedua
citra yaitu Citra Satelit Worldview 2 Tahun 2012 dan
Citra Satelit Pleiades Astrium France Tahun 2013 pada
Kota Metro sudah tidak murni. Pada Citra Satelit
Worldview 2 hanya memiliki Band Spektral 123 dan
Citra Satelit Pleiades Astrium France hanya memiliki
Band Spektral 1234. Selain itu, kondisi Citra Satelit
Pleiades Astrium France Tahun 2013 masih terlingkup
oleh awan. Hal ini sangat berpengaruh pada proses
penghitungan luas lahan terbangun yang tertutup awan.
Oleh karena itu penggunaan data yang bersih dari awan
penting dilakukan.
IV.2 Analisis Pengolahan Data
Pada proses klasifikasi digunakan metode Maximum
Likelihood dengan mengkombinasikan Band Spektral
123 karena Citra yang digunakan hanya memiliki Band
Spektral tersebut. Dalam pengambilan sampel yang
paling diutamakan adalah pengambilan sampel pada
bangunan karena bangunan memiliki beragam perbedaan
berdasarkan interpretasi citra. Interpretasi citra yang
banyak digunakan yaitu berdasarkan perbedaan warna.
Selanjutnya untuk koreksi geometris nilai RMSe XY dari
ICP yang dihitung besarnya adalah 0.47 m atau kurang
dari 0.5 pixel. Jadi, dapat dikatakan oleh bahwa citra
sudah terkoreksi dengan baik. Sedangkan koreksi
radiometrik tidak dapat dikoreksi karena citra sudah tidak
murni hanya memiliki Band Spektral 123 dan tidak
memiliki metadata citra tersebut.
Hasil klasifikasi lahan terbangun terdapat beberapa yang
tidak sesuai dengan keadaan sebenarnya dikarenakan ada
yang memiliki kandungan air yaitu jalan aspal basah
teridentifikasi menjadi air, bangunan dengan atap
berwarna biru teridentifikasi menjadi air, dan lahan
terbuka yang memiliki warna coklat teridentifikasi
menjadi bangunan yang sama dengan bangunan atap
berwarna coklat.
Kecamatan
Luas
Kecamatan
(Ha)
Klasifikasi Digitasi
Kepadatan
(Ha)
Kepadatan
(Ha)
Metro
Barat 1128 149.1205 53.898
Metro
Pusat 1171 236.2121 365.0534
Metro
Timur 1178 320.5060 374.2252
Metro
Selatan 1500 104.2431 26.2458
Metro
Utara 1964 228.2309 203.1307
Tabel 11. Hasil Kepadatan Lahan Terbangun 2013
(Sumber: Tugas Akhir Yeni Primasari)
2. Kepadatan lahan terbangun terpadat berada di
Kecamatan Metro Timur dan Metro Pusat
berdasarkan klasifikasi maupun digitasi manual.
Sedangkan kepadatan lahan terbangun terendah
berada di Kecamatan Metro Utara dan Metro
Selatan.
3. Berdasarkan hasil uji akurasi keseluruhan
(overall accuracy) klasifikasi rata-rata
menghasilkan nilai akurasi sebesar 63.7987%
dan nilai Kappa Coefficient sebesar 0.549
dari kedua citra satelit yang digunakan
dengan metode klasifikasi Maximum
Likelihood.
DAFTAR PUSTAKA
Badan Pusat Statistik, 2013. “Luas Lahan Menurut
Penggunaan Lahan Kota Metro”. Provinsi
Lampung: Kota Metro.
Campbell, J. B., 2008. “Introduction to Remote Sensing,
4th edition”, New York: Guildford Press.
Cipta Karya. 2006. “Penentuan Kualitas Permukiman”.
Jakarta: Departemen PU.
Estes, J. E., 1974. “Imaging with Photographic and
Nonphotographic Sensor System, In : Remote
Sensing Techiques for Environtmental Analysis”,
California: Hamilton Publishing Compagny.
Hartati, S., 2009. “Penginderaan Jauh dan Pengenalan
Sistem Informasi Geografis Untuk Bidang Ilmu
Kebumian”. Bandung: Penerbit ITB.
Peraturan Daerah Kota Metro Nomor 01 Tahun 2012
Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota
Metro 2011-2031
Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 20 Tahun
2011 Tentang Pedoman Penyusunan Rencana
Detail Tata Ruang Dan Peraturan Zonasi
Kabupaten/Kota
Purwadhi, Sri Hardiyanti, 2001. “Interpretasi Citra
Digital”. Jakarta: PT. Grasindo.
Rahman, A., 2011. “Pengolahan Citra Digital dan
Aplikasinya Bekerja dengan ENVI 4.4”. Modul
Ajar. Fakultas Perikanan. Banjarbaru:
Universitas Lambung Mangkurat.
<URL:http://metrokota.go.id/> . Dikunjungi pada
tanggal 25 Mei 2016, jam 15.30 WIB
Pada hasil kepadatan lahan terbangun tahun 2013 pada
setiap kecamatan di Kota Metro dapat dilihat pada Tabel
11, kecamatan terpadat berdasarkan hasil klasifikasi dan
digitasi manual yaitu Metro Timur dan Metro Pusat.
Sedangkan, kecamatan dengan kepadatan lahan
terbangun terendah yaitu Metro Selatan dan Metro Utara.
Kecamatan Metro Barat termasuk dalam kecamatan
dengan lahan terbangun yang seimbang dari total luas
kecamatan tersebut. Hasil kepadatan lahan terbangun
setiap kecamatan diperoleh dari perbandingan antara luas
lahan terbangun dengan total luas kecamatan.
Berdasarkan hasil tersebut pengaturan arahan fungsi
lahan harus menekan atau meminimalisir penambahan
lahan terbangun pada Kecamatan Metro Pusat dan Metro
Timur meskipun pada kecamatan tersebut memang telah
sesuai dalam RTRW (Rencana Tata Ruang Wilayah)
Kota Metro yang merupakan wilayah strategis mencakup
banyak bangunan pendidikan, perkantoran, perumahan,
pemukiman serta perdagangan dan jasa.
V. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka
didapatkan beberapa kesimpulan akhir yaitu :
1. Perubahan lahan terbangun dari klasifikasi
maupun digitasi manual terjadi sebesar 10%
dari tahun 2012 – 2013 pada setiap
kelurahan masing-masing di Kota Metro.
Sedangkan perbandingan hasil perubahan
lahan terbangun antara klasifikasi dengan
digitasi manual rata-rata sebesar kurang dari
20%.
IV.3 Analisis Kepadatan Lahan Terbangun
Sebagai Arahan Fungsi Lahan
Sedangkan hasil digitasi manual lebih jelas karena
identifikasi berdasarkan visualisasi. Oleh karena itu,
dilakukan perbandingan hasil antara klasifikasi dengan
digitasi manual.