APLIKASI PENGINDERAAN JAUH UNTUK PEMETAAN...

9
APLIKASI PENGINDERAAN JAUH UNTUK PEMETAAN KEPADATAN LAHAN TERBANGUN SEBAGAI ARAHAN FUNGSI LAHAN (STUDI KASUS : KOTA METRO, PROVINSI LAMPUNG) Yeni Primasari Program Studi Teknik Geomatika - Jurusan Teknologi Infrastruktur dan Kewilayahan Institut Teknologi Sumatera [email protected] Agung Budi Harto, Dudung Muhally Hakim Program Studi Teknik Geodesi dan Geomatika Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian Institut Teknologi Bandung [email protected], [email protected] ABSTRAK Ketepatan dan ketelitian data yang akan digunakan dalam perencanaan dan pengembangan suatu wilayah sangat diperlukan agar memberikan hasil yang akurat dalam melakukan kajian pengembangan suatu daerah. Informasi yang penting diperlukan adalah data kepadatan lahan untuk melihat perubahan lahan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui luas lahan terbangun setiap kelurahan pada wilayah studi dari tahun 2012 sampai 2013 sehingga didapatkan kepadatan lahan terbangun setiap Kecamatan di Kota Metro dan mengetahui perubahan lahan terbangun untuk dapat menganalisis arahan fungsi lahan. Penelitian ini dilakukan di Kota Metro Provinsi Lampung dimana daerah ini berpotensi untuk penambahan lahan terbangun karena merupakan daerah perkotaan. Studi kepadatan lahan terbangun dan perubahan lahan terbangun ini diamati selama 4 bulan dengan menggunakan data penginderaan jauh Citra Satelit Worldview 2 tahun 2012 dan Citra Satelit Pleiades Astrium France tahun 2013. Metode Klasifikasi Terbimbing dengan teknik Maximum Likelihood digunakan untuk mengklasifikasikan lahan terbangun, lahan terbuka, air, vegetasi, dan awan yang tercakup pada daerah studi. Metode Digitasi Manual digunakan untuk mengidentifikasi lahan terbangun sebagai pembanding hasil dari metode klasifikasi. Untuk kualitas hasil klasifikasi citra dinyatakan dalam matrik kesalahan dengan menggunakan data Ground Truth peta penggunaan lahan Kota Metro. Dengan metode klasifikasi Maximum Likelihood hasil uji akurasi keseluruhan (overall accuracy) klasifikasi rata-rata menghasilkan nilai akurasi sebesar 63.7987% dan nilai Kappa Coefficient sebesar 0.549 dari kedua citra satelit yang digunakan. Perubahan lahan terbangun dari klasifikasi maupun digitasi manual terjadi sebesar 10% dari tahun 2012 2013 pada setiap kelurahan masing-masing kecamatan di Kota Metro. Sedangkan perbandingan hasil perubahan

Transcript of APLIKASI PENGINDERAAN JAUH UNTUK PEMETAAN...

Page 1: APLIKASI PENGINDERAAN JAUH UNTUK PEMETAAN …repo.itera.ac.id/assets/file_upload/SB1908120001/PEG0078_11_1209… · TERBANGUN SEBAGAI ARAHAN FUNGSI LAHAN (STUDI KASUS : KOTA METRO,

APLIKASI PENGINDERAAN JAUH UNTUK PEMETAAN KEPADATAN LAHAN

TERBANGUN SEBAGAI ARAHAN FUNGSI LAHAN

(STUDI KASUS : KOTA METRO, PROVINSI LAMPUNG)

Yeni Primasari

Program Studi Teknik Geomatika - Jurusan Teknologi Infrastruktur dan Kewilayahan

Institut Teknologi Sumatera

[email protected]

Agung Budi Harto, Dudung Muhally Hakim

Program Studi Teknik Geodesi dan Geomatika – Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian

Institut Teknologi Bandung

[email protected], [email protected]

ABSTRAK

Ketepatan dan ketelitian data yang akan digunakan dalam perencanaan dan pengembangan suatu wilayah

sangat diperlukan agar memberikan hasil yang akurat dalam melakukan kajian pengembangan suatu

daerah. Informasi yang penting diperlukan adalah data kepadatan lahan untuk melihat perubahan lahan.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui luas lahan terbangun setiap kelurahan pada wilayah studi dari

tahun 2012 sampai 2013 sehingga didapatkan kepadatan lahan terbangun setiap Kecamatan di Kota Metro

dan mengetahui perubahan lahan terbangun untuk dapat menganalisis arahan fungsi lahan. Penelitian ini

dilakukan di Kota Metro Provinsi Lampung dimana daerah ini berpotensi untuk penambahan lahan

terbangun karena merupakan daerah perkotaan. Studi kepadatan lahan terbangun dan perubahan lahan

terbangun ini diamati selama 4 bulan dengan menggunakan data penginderaan jauh Citra Satelit

Worldview 2 tahun 2012 dan Citra Satelit Pleiades Astrium France tahun 2013. Metode Klasifikasi

Terbimbing dengan teknik Maximum Likelihood digunakan untuk mengklasifikasikan lahan terbangun,

lahan terbuka, air, vegetasi, dan awan yang tercakup pada daerah studi. Metode Digitasi Manual

digunakan untuk mengidentifikasi lahan terbangun sebagai pembanding hasil dari metode klasifikasi.

Untuk kualitas hasil klasifikasi citra dinyatakan dalam matrik kesalahan dengan menggunakan data

Ground Truth peta penggunaan lahan Kota Metro. Dengan metode klasifikasi Maximum Likelihood hasil

uji akurasi keseluruhan (overall accuracy) klasifikasi rata-rata menghasilkan nilai akurasi sebesar

63.7987% dan nilai Kappa Coefficient sebesar 0.549 dari kedua citra satelit yang digunakan. Perubahan

lahan terbangun dari klasifikasi maupun digitasi manual terjadi sebesar 10% dari tahun 2012 – 2013 pada

setiap kelurahan masing-masing kecamatan di Kota Metro. Sedangkan perbandingan hasil perubahan

Page 2: APLIKASI PENGINDERAAN JAUH UNTUK PEMETAAN …repo.itera.ac.id/assets/file_upload/SB1908120001/PEG0078_11_1209… · TERBANGUN SEBAGAI ARAHAN FUNGSI LAHAN (STUDI KASUS : KOTA METRO,

lahan terbangun antara klasifikasi dengan digitasi manual berkisar sebesar ≤ 20%. Kepadatan lahan

terbangun terpadat berada di Kecamatan Metro Timur dan Metro Pusat berdasarkan klasifikasi maupun

digitasi manual. Sedangkan kepadatan lahan terbangun terendah berada di Kecamatan Metro Utara dan

Metro Selatan.

Kata Kunci : Klasifikasi Maximum Likelihood, Kepadatan Lahan Terbangun Kota Metro, Perubahan

Lahan Terbangun Kota Metro Tahun 2012-2013

I. PENDAHULUAN

Pengaplikasian penginderaan jauh (inderaja)

dapat mencakup suatu area yang luas dalam

waktu bersamaan, diwujudkan menjadi hasil

antara lain berupa peta digital dengan bantuan

yang dapat dijadikan data masukan untuk Sistem

Informasi Geografis (SIG). Menurut Campbell

(2008), penginderaan jauh yaitu ilmu untuk

mendapatkan informasi mengenai permukaan

bumi seperti kawasan lahan darat dan perairan

dari citra yang diperoleh dari jarak jauh. Inderaja

merupakan ilmu dan teknologi pengumpulan

informasi tentang permukaan bumi tanpa

melakukan kontak langsung dengan objek yang

akan dianalisis dan dipetakan. Inderaja dapat

digunakan untuk melakukan analisis spasial

secara cepat, efektif, efisien dan dapat mencakup

wilayah yang lebih luas bila dibandingkan

dengan pengukuran langsung di lapangan yang

akan memerlukan biaya yang besar serta tenaga

yang lebih banyak.

Teknologi inderaja terutama menggunakan citra

satelit dapat dimanfaatkan untuk memetakan

area tertentu dalam perencanaan tata ruang kota,

contohnya mengidentifikasi kepadatan lahan

terbangun.

Pola penggunaan lahan di Kota Metro secara

garis besar dikelompokkan ke dalam dua jenis

penggunaan, yaitu lahan terbangun (build up

area) dan lahan tidak terbangun. Lahan

terbangun terdiri dari kawasan pemukiman,

fasilitas umum, fasilitas sosial, fasilitas

perdagangan dan jasa, sedangkan lahan tidak

terbangun terdiri dari persawahan, perladangan,

dan penggunaan lain-lain. Untuk melihat

perkembangan pembangunan dari lahan tidak

terbangun menjadi lahan terbangun maka

diperlukan suatu kajian yang dapat memberikan

informasi yang diinginkan. Tugas akhir ini

bertujuan untuk melakukan pemetaan kepadatan

lahan terbangun di Kota Metro dengan aplikasi

penginderaan jauh yang kemudian dapat

dijadikan sebagai data/informasi untuk mengkaji

perkembangan perubahan lahan terbangun.

Sistem klasifikasi kepadatan lahan terbangun

didasarkan pada Peraturan Menteri Pekerjaan

Umum Nomor 20 Tahun 2011 dan berdasarkan

Peraturan Daerah Kota Metro Nomor 01 Tahun

2012 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah

Kota Metro 2011 – 2031.

Untuk pemetaan kepadatan lahan terbangun

dengan menggunakan inderaja diterapkan suatu

Page 3: APLIKASI PENGINDERAAN JAUH UNTUK PEMETAAN …repo.itera.ac.id/assets/file_upload/SB1908120001/PEG0078_11_1209… · TERBANGUN SEBAGAI ARAHAN FUNGSI LAHAN (STUDI KASUS : KOTA METRO,

teknik interpretasi dan klasifikasi dengan

menggunakan suatu metode yang secara khusus

dapat mengekstraksi kepadatan lahan terbangun.

II. METODOLOGI

PENELITIAN

B. Tahapan Pengolahan Data

Pada tahap ini pekerjaan yang dilakukan adalah:

A. Tahapan Penelitian

Tahapan penelitian yang akan dilaksanakan

dalam kegiatan penelitian adalah seperti pada

diagram alir pada Gambar (1).

Identifikasi Masalah

Klasifikasi dan Digitasi Manual

Lahan Terbangun pada Citra Satelit

Worldview 2 dan Citra Pleiades

Astrium France

Studi Literatur

Klasifikasi Maximum Likelihood

Digitasi Manual dari Citra Satelit

Lahan Terbangun Kota Metro

Rencana Tata Ruang Wilayah Kota

Metro

Pengumpulan Data

Citra Satelit Worldview 2 Tahun

2012 dan Citra Satelit Pleiades

Astrium France Tahun 2013

Peta Tutupan Lahan Kota Metro

Tahun 2012-2013

Data Pokok Pembangunan berupa

data fisik dan utilitas Kota Metro

Peraturan Daerah Kota Metro

No.01 Tahun 2012 Tentang

Rencana Tata Ruang Wilayah

Kota Metro Tahun 2011-2031

Pengolahan Data dan Survey Lapangan

Hasil dan Analisis

Penyusunan Laporan Akhir

Gambar 1. Diagram alir metodologi tahapan penelitian

1. Input Data

Data yang digunakan dalam penelitian Tugas Akhir ini

adalah :

a. Citra Satelit Worldview 2 Tahun 2012 dan

Citra Satelit Pleiades Astrium France Tahun

2013

2. Koreksi Geometrik

Dilakukan untuk mereduksi kesalahan geometrik.

Koreksi geometrik ini menggunakan metode image to

image rectification dan yang menjadi base adalah Citra

Worldview 2 dimana citra tersebut telah terkoreksi

secara geometrik. Untuk mengkoreksi geometrik citra

harus dibuat persebaran titik-titik ICP (Independent

Control Point) yang tersebar secara merata pada citra

satelit yang digunakan. Titik ICP (Independent Control

Point) yang digunakan untuk koreksi geometrik pada

penelitian ini ada sebanyak 35 titik koordinat. Setelah

itu dilakukan perhitungan RMS (Root Mean Square).

Terdapat ketentuan jika nilai RMS (Root Mean Square)

harus kurang atau sama dengan satu piksel (RMS ≤ 1

piksel) dan jika memenuhi toleransi maka diperoleh

citra terkoreksi geometrik. Hasil RMSe (Root Mean

Square error) XY sebesar 0.470089044 m atau sekitar

0.5 piksel. Hal ini menunjukkan bahwa citra telah

terkoreksi dengan baik. Namun pada penelitian ini

karena menggunakan metode Image To Image maka

koordinat citra satelit Pleiades Astrium France sebagai

citra yang terkoreksi (Warp) memiliki koordinat relatif

terhadap koordinat citra satelit Worldview 2.

Page 4: APLIKASI PENGINDERAAN JAUH UNTUK PEMETAAN …repo.itera.ac.id/assets/file_upload/SB1908120001/PEG0078_11_1209… · TERBANGUN SEBAGAI ARAHAN FUNGSI LAHAN (STUDI KASUS : KOTA METRO,

3. Koreksi Radiometrik

Radiometrik berhubungan dengan kekuatan sinyal,

kondisi atmosfer (hamburan, serapan, dan tutupan

awan) dan band spektral yang digunakan dalam

perekaman data penginderaan jauh (Purwadhi &

Santojo, 2008). Pada penelitian ini karena tidak

terdapat metadata dari citra satelit yang digunakan

maka koreksi radiometric tidak dapat dilakukan

dengan metode FLAASH (Fast Line-of-sight

Atmospheric Analysis of Spectral Hypercubes). Untuk

dapat mengetahui kualitas citra yang digunakan

dilakukan dengan cara melihat profil spektral citra.

Hasil profil spektral dari kedua citra tersebut ada yang

telah sesuai dengan keadaan aslinya dan ada juga

yang sebaliknya. Hal ini terjadi karena kedua citra

telah mengalami proses Fusi Sharpening.

4. Interpretasi Citra

Interpretasi citra dilakukan dengan maksud untuk

memudahkan pemilihan sampel objek penelitian. Ada

dua kriteria objek yang akan dijadikan penelitian yaitu

objek terbangun dan non-terbangun. Adapun citra

yang digunakan dalam proses interpretasi citra ini

adalah citra satelit Worldview 2 dan citra Pleiades

Astrium France. Jika terdapat objek yang sulit di

interpretasi secara visual maka diperlukan untuk

survey langsung ke lapangan.

5. Pemotongan Citra Satelit

Untuk memudahkan proses selanjutnya, citra di

potong berdasarkan area kecamatan dengan

menggunakan metode resize dan masking. Citra hasil

pemotongan apabila diproses akan lebih cepat karena

luasannya lebih kecil daripada aslinya.

6. Pemilihan Sampel

Setelah pemotongan citra, kemudian dilakukan

pemilihan sampel sebagai training sampel agar proses

klasifikasi dapat menghasilkan informasi yang lebih

baik. Pemilihan sampel dilakukan pada lahan

terbangun dan yang diutamakan pada penelitian ini

adalah jenis lahan yang seperti itu. Ada 10 jenis lahan

yang memenuhi kriteria sebagai lahan terbangun,

sedangkan untuk lahan non-terbangun ada 4 jenis

yaitu lahan terbuka, air, vegetasi, dan awan. Dalam hal

pengambilan training sampel, ada hal-hal yang perlu

diperhatikan yaitu jumlah poligon sampel harus

memenuhi persyaratan akurasi, dengan jumlah

minimal 3 (tiga) poligon setiap objek. Penetapan

training sampel juga dapat dilakukan dengan

menggunakan data acuan berupa peta, survey

lapangan, data penginderaan jauh resolusi lebih tinggi

dan pengenalan objek secara visual.

7. Klasifikasi Maximum Likelihood

Pada penelitian ini proses klasifikasi yang digunakan

adalah metode klasifikasi Maximum Likelihood yang

merupakan salah satu metode klasifikasi terawasi

(Supervised Classification). Klasifikasi Maximum

Likelihood merupakan metode yang memiliki akurasi

paling tinggi dan yang paling banyak digunakan orang

dibandingkan dengan metode lainnya seperti

parallelepiped yang memiliki akurasi tinggi namun

banyak piksel yang tidak terklasifikasi dengan baik.

Demikian juga metode klasifikasi minimum distance

tidak dijadikan pilihan pada penelitian ini karena

memiliki akurasi paling rendah (Purwadhi, 2001)

8. Ground Truth dan Uji Akurasi Klasifikasi

Hasil klasifikasi yang diperoleh perlu diuji tingkat

keakurasiannya. Untuk melihat tingkat keakurasian

salah satu cara yang dapat diterapkan adalah

melakukan Ground Truth.

Page 5: APLIKASI PENGINDERAAN JAUH UNTUK PEMETAAN …repo.itera.ac.id/assets/file_upload/SB1908120001/PEG0078_11_1209… · TERBANGUN SEBAGAI ARAHAN FUNGSI LAHAN (STUDI KASUS : KOTA METRO,

Kelurahan

Perubahan

Lahan

Terbangun

(Ha)

Ganjaragung -0.971132292

Ganjarasri 15.87244876

Mulyojati 6.513213898

Mulyosari 12.91585248

Tabel 2. Hasil Perubahan Lahan

Terbangun Metro Barat 2012-2013

berdasarkan Digitasi Manual

Tabel 1. Hasil Perubahan Lahan

Terbangun Metro Barat 2012-2013

berdasarkan Klasifikasi

Uji ketelitian klasifikasi dalam penelitian ini yaitu

dengan membuat matriks dari perhitungan setiap

kesalahan (confusion matrix) pada setiap kelas hasil

klasifikasi dari citra satelit yang digunakan. Hasil uji

akurasi keseluruhan (overall accuracy) klasifikasi

rata-rata menghasilkan nilai akurasi sebesar

63.7987% dan nilai Kappa Coefficient sebesar

0.549 dari kedua citra satelit yang digunakan dengan

metode klasifikasi Maximum Likelihood. Untuk

melakukan kajian ketelitian hasil klasifikasi

dilakukan digitasi manual sebagai referensi yang

dianggap benar. Kemudian hasil klasifikasi yang

telah diuji ketelitiannya disajikan dalam bentuk Peta

Lahan Terbangun untuk setiap Kecamatan di Kota

Metro Tahun 2012 dan 2013. Peta di atas akan

dilihat dan dicocokan dengan RTRW yang ada

sehingga perkembangan lahan terbangun dapat

diketahui untuk pengambilan keputusan.

III. HASIL PENELITIAN

Pada bagian ini akan ditampilkan hasil dari

pelaksanaan penelitian berdasarkan pengolahan citra

yang telah dilakukan beserta pembahsannya.

A. Penyajian dan Hasil Penelitian

Hasil klasifikasi yang diperoleh akan diekstrak

menjadi klasifikasi lahan terbangun untuk di

tumpang susunkan (overlay) dengan klasifikasi

lahan terbangun yang diperoleh dari digitasi manual

setiap kecamatan. Penyajian akan dilakukan dalam 2

cara yaitu menggunakan sistem grid dan

berdasarkan hasil citra yang telah terklasifikasi.

Lihat Gambar 2 s/d 21 dan Tabel 1 s/d 10.

Gambar 2. Citra Hasil

Klasifikasi Metro Barat 2012

Gambar 3. Hasil overlay Digitasi

dan Klasifikasi Metro Barat 2012

Gambar 4. Citra Hasil

Klasifikasi Metro Barat 2013

Gambar 5. Hasil overlay Digitasi

dan Klasifikasi Metro Barat 2013

Kelurahan

Perubahan

Lahan

Terbangun

(Ha)

Ganjaragung 0.027015625

Ganjarasri 0.399517769

Mulyojati 0.111912881

Mulyosari 0.231545875

Pada Kecamatan Metro Barat berdasarkan klasifikasi dan

digitasi manual mengalami perubahan lahan terbangun

terbesar pada Kelurahan Ganjarasri.

Page 6: APLIKASI PENGINDERAAN JAUH UNTUK PEMETAAN …repo.itera.ac.id/assets/file_upload/SB1908120001/PEG0078_11_1209… · TERBANGUN SEBAGAI ARAHAN FUNGSI LAHAN (STUDI KASUS : KOTA METRO,

9

10

Gambar 6. Citra Hasil

Klasifikasi Metro Pusat 2012

Gambar 7. Hasil overlay Digitasi

dan Klasifikasi Metro Pusat 2012

Gambar 8. Citra Hasil

Klasifikasi Metro Pusat 2013

Gambar 9. Hasil overlay Digitasi

dan Klasifikasi Metro Pusat 2013

Kelurahan

Perubahan

Lahan

Terbangun

(Ha)

Hadimulyo

Barat -6.341394

Hadimulyo

Timur 14.82117418

Imopuro -12.6988042

Metro 1.596882895

Yosomulyo -13.50798012

Kelurahan

Perubahan

Lahan

Terbangun

(Ha)

Hadimulyo

Barat 0.341849333

Hadimulyo

Timur 0.166959644

Imopuro 0

Metro 0.18147193

Yosomulyo 0

Tabel 3. Hasil Perubahan Lahan

Terbangun Metro Pusat 2012-2013

berdasarkan Klasifikasi

Tabel 4. Hasil Perubahan Lahan

Terbangun Metro Pusat 2012-2013

berdasarkan Digitasi Manual

Pada Kecamatan Metro Pusat berdasarkan klasifikasi yang

mengalami perubahan lahan terbangun terbesar pada

Kelurahan Hadimulyo Timur, sedangkan berdasarkan digitasi

manual perubahan lahan terbangun terbesar terjadi pada

Kelurahan Metro.

Gambar 10. Citra Hasil

Klasifikasi Metro Timur 2012

Gambar 11. Hasil overlay Digitasi

dan Klasifikasi Metro Timur 2012

Gambar 12. Citra Hasil

Klasifikasi Metro Timur 2013

Gambar 13. Hasil overlay Digitasi

dan Klasifikasi Metro Timur 2013

Kelurahan

Perubahan

Lahan

Terbangun

(Ha)

Iringmulyo 18.68173333

Tejoagung -2.669122581

Tejosari -14.08257926

Yosodadi 27.74079583

Yosorejo 42.84566885

Kelurahan

Perubahan

Lahan

Terbangun

(Ha)

Iringmulyo 0.048428042

Tejoagung 1.509988387

Tejosari 0.668294415

Yosodadi 1.19048E-06

Yosorejo 1.63934E-06

Pada Kecamatan Metro Timur berdasarkan klasifikasi yang

mengalami perubahan lahan terbangun terbesar pada

Kelurahan Yosorejo, sedangkan berdasarkan digitasi manual

perubahan lahan terbangun terbesar terjadi pada Kelurahan

Tejoagung.

Tabel 5. Hasil Perubahan Lahan

Terbangun Metro Timur 2012-2013

berdasarkan Klasifikasi

Tabel 6. Hasil Perubahan

Lahan Terbangun Metro Pusat

2012-2013 berdasarkan

Digitasi Manual

Page 7: APLIKASI PENGINDERAAN JAUH UNTUK PEMETAAN …repo.itera.ac.id/assets/file_upload/SB1908120001/PEG0078_11_1209… · TERBANGUN SEBAGAI ARAHAN FUNGSI LAHAN (STUDI KASUS : KOTA METRO,

Gambar 14. Citra Hasil

Klasifikasi Metro Selatan 2012

Gambar 15. Hasil overlay Digitasi

dan Klasifikasi Metro Selatan 2012

Gambar 16. Citra Hasil

Klasifikasi Metro Selatan 2013

Gambar 17. Hasil overlay Digitasi

dan Klasifikasi Metro Selatan 2013

Kelurahan

Perubahan

Lahan

Terbangun

(Ha)

Rejomulyo -5.806889231

Margodadi -11.9445681

Margorejo -10.63221033

Sumbersari 6.406296279

Kelurahan

Perubahan

Lahan

Terbangun

(Ha)

Rejomulyo 0.053516154

Margodadi 0.261886738

Margorejo 0.24038524

Sumbersari 0.040886512

Tabel 7. Hasil Perubahan Lahan

Terbangun Metro Selatan 2012-2013

berdasarkan Klasifikasi

Tabel 8. Hasil Perubahan Lahan

Terbangun Metro Selatan 2012-

2013 berdasarkan Digitasi

Manual

Pada Kecamatan Metro Selatan berdasarkan klasifikasi yang

mengalami perubahan lahan terbangun terbesar pada

Kelurahan Sumbersari, sedangkan berdasarkan digitasi

manual perubahan lahan terbangun terbesar terjadi pada

Kelurahan Margodadi.

Gambar 18. Citra Hasil

Klasifikasi Metro Utara 2012

Gambar 19. Hasil overlay Digitasi

dan Klasifikasi Metro Utara 2012

Gambar 20. Citra Hasil

Klasifikasi Metro Utara 2013

Gambar 21. Hasil overlay Digitasi

dan Klasifikasi Metro Utara 2013

Kelurahan

Perubahan

Lahan

Terbangun

(Ha)

Banjarsari 23.83606365

Karangrejo -5.308410751

Purwoasri 9.785353315

Purwosari 6.828931765

Kelurahan

Perubahan

Lahan

Terbangun

(Ha)

Banjarsari 4.828253565

Karangrejo 0.011537435

Purwoasri 0.592114641

Purwosari 0.392902745

Tabel 9. Hasil Perubahan Lahan

Terbangun Metro Utara 2012-2013

berdasarkan Klasifikasi

Tabel 10. Hasil Perubahan

Lahan Terbangun Metro Utara

2012-2013 berdasarkan Digitasi

Manual

Pada Kecamatan Metro Utara berdasarkan klasifikasi dan

digitasi manual mengalami perubahan lahan terbangun

terbesar pada Kelurahan Banjarsari.

Page 8: APLIKASI PENGINDERAAN JAUH UNTUK PEMETAAN …repo.itera.ac.id/assets/file_upload/SB1908120001/PEG0078_11_1209… · TERBANGUN SEBAGAI ARAHAN FUNGSI LAHAN (STUDI KASUS : KOTA METRO,

Berdasarkan hasil perubahan lahan terbangun dari

klasifikasi maupun digitasi manual terjadi perubahan

sebesar 10% dari tahun 2012 – 2013 pada setiap

kelurahan masing-masing Kecamatan di Kota Metro.

Sedangkan perbandingan hasil perubahan lahan

terbangun antara klasifikasi dengan digitasi manual

berkisar sebesar ≤ 20%. Perubahan lahan terbangun yang

mengalami penurunan berdasarkan klasifikasi terjadi

karena terdapat anomaly pada citra satelit yang

digunakan yaitu citra satelit sudah terfusi terlebih dahulu

dari sumber yang diperoleh. Citra satelit yang telah

terfusi memiliki resolusi terbatas dan sudah tidak murni

sehingga nilai spektralnya berubah sedangkan nilai

spasialnya berkurang yang seolah-olah dari pankromatik

ke multispektral maka akan menggangu pemrosesan

klasifikasi secara otomatis. Berdasarkan survey dan data

luas administrasi dari penggunaan lahan yang diperoleh

dari BAPPEDA (Badan Perencanaan Pembangunan

Daerah) Kota Metro setiap tahun mengalami penambahan

luas lahan terbangun walaupun persentase penambahan

sedikit.

IV. ANALISIS DAN PEMBAHASAN

IV.1 Analisis Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini berupa citra

satelit. Ada 2 citra yang digunakan dimana kondisi kedua

citra yaitu Citra Satelit Worldview 2 Tahun 2012 dan

Citra Satelit Pleiades Astrium France Tahun 2013 pada

Kota Metro sudah tidak murni. Pada Citra Satelit

Worldview 2 hanya memiliki Band Spektral 123 dan

Citra Satelit Pleiades Astrium France hanya memiliki

Band Spektral 1234. Selain itu, kondisi Citra Satelit

Pleiades Astrium France Tahun 2013 masih terlingkup

oleh awan. Hal ini sangat berpengaruh pada proses

penghitungan luas lahan terbangun yang tertutup awan.

Oleh karena itu penggunaan data yang bersih dari awan

penting dilakukan.

IV.2 Analisis Pengolahan Data

Pada proses klasifikasi digunakan metode Maximum

Likelihood dengan mengkombinasikan Band Spektral

123 karena Citra yang digunakan hanya memiliki Band

Spektral tersebut. Dalam pengambilan sampel yang

paling diutamakan adalah pengambilan sampel pada

bangunan karena bangunan memiliki beragam perbedaan

berdasarkan interpretasi citra. Interpretasi citra yang

banyak digunakan yaitu berdasarkan perbedaan warna.

Selanjutnya untuk koreksi geometris nilai RMSe XY dari

ICP yang dihitung besarnya adalah 0.47 m atau kurang

dari 0.5 pixel. Jadi, dapat dikatakan oleh bahwa citra

sudah terkoreksi dengan baik. Sedangkan koreksi

radiometrik tidak dapat dikoreksi karena citra sudah tidak

murni hanya memiliki Band Spektral 123 dan tidak

memiliki metadata citra tersebut.

Hasil klasifikasi lahan terbangun terdapat beberapa yang

tidak sesuai dengan keadaan sebenarnya dikarenakan ada

yang memiliki kandungan air yaitu jalan aspal basah

teridentifikasi menjadi air, bangunan dengan atap

berwarna biru teridentifikasi menjadi air, dan lahan

terbuka yang memiliki warna coklat teridentifikasi

menjadi bangunan yang sama dengan bangunan atap

berwarna coklat.

Kecamatan

Luas

Kecamatan

(Ha)

Klasifikasi Digitasi

Kepadatan

(Ha)

Kepadatan

(Ha)

Metro

Barat 1128 149.1205 53.898

Metro

Pusat 1171 236.2121 365.0534

Metro

Timur 1178 320.5060 374.2252

Metro

Selatan 1500 104.2431 26.2458

Metro

Utara 1964 228.2309 203.1307

Tabel 11. Hasil Kepadatan Lahan Terbangun 2013

(Sumber: Tugas Akhir Yeni Primasari)

Page 9: APLIKASI PENGINDERAAN JAUH UNTUK PEMETAAN …repo.itera.ac.id/assets/file_upload/SB1908120001/PEG0078_11_1209… · TERBANGUN SEBAGAI ARAHAN FUNGSI LAHAN (STUDI KASUS : KOTA METRO,

2. Kepadatan lahan terbangun terpadat berada di

Kecamatan Metro Timur dan Metro Pusat

berdasarkan klasifikasi maupun digitasi manual.

Sedangkan kepadatan lahan terbangun terendah

berada di Kecamatan Metro Utara dan Metro

Selatan.

3. Berdasarkan hasil uji akurasi keseluruhan

(overall accuracy) klasifikasi rata-rata

menghasilkan nilai akurasi sebesar 63.7987%

dan nilai Kappa Coefficient sebesar 0.549

dari kedua citra satelit yang digunakan

dengan metode klasifikasi Maximum

Likelihood.

DAFTAR PUSTAKA

Badan Pusat Statistik, 2013. “Luas Lahan Menurut

Penggunaan Lahan Kota Metro”. Provinsi

Lampung: Kota Metro.

Campbell, J. B., 2008. “Introduction to Remote Sensing,

4th edition”, New York: Guildford Press.

Cipta Karya. 2006. “Penentuan Kualitas Permukiman”.

Jakarta: Departemen PU.

Estes, J. E., 1974. “Imaging with Photographic and

Nonphotographic Sensor System, In : Remote

Sensing Techiques for Environtmental Analysis”,

California: Hamilton Publishing Compagny.

Hartati, S., 2009. “Penginderaan Jauh dan Pengenalan

Sistem Informasi Geografis Untuk Bidang Ilmu

Kebumian”. Bandung: Penerbit ITB.

Peraturan Daerah Kota Metro Nomor 01 Tahun 2012

Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota

Metro 2011-2031

Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 20 Tahun

2011 Tentang Pedoman Penyusunan Rencana

Detail Tata Ruang Dan Peraturan Zonasi

Kabupaten/Kota

Purwadhi, Sri Hardiyanti, 2001. “Interpretasi Citra

Digital”. Jakarta: PT. Grasindo.

Rahman, A., 2011. “Pengolahan Citra Digital dan

Aplikasinya Bekerja dengan ENVI 4.4”. Modul

Ajar. Fakultas Perikanan. Banjarbaru:

Universitas Lambung Mangkurat.

<URL:http://metrokota.go.id/> . Dikunjungi pada

tanggal 25 Mei 2016, jam 15.30 WIB

Pada hasil kepadatan lahan terbangun tahun 2013 pada

setiap kecamatan di Kota Metro dapat dilihat pada Tabel

11, kecamatan terpadat berdasarkan hasil klasifikasi dan

digitasi manual yaitu Metro Timur dan Metro Pusat.

Sedangkan, kecamatan dengan kepadatan lahan

terbangun terendah yaitu Metro Selatan dan Metro Utara.

Kecamatan Metro Barat termasuk dalam kecamatan

dengan lahan terbangun yang seimbang dari total luas

kecamatan tersebut. Hasil kepadatan lahan terbangun

setiap kecamatan diperoleh dari perbandingan antara luas

lahan terbangun dengan total luas kecamatan.

Berdasarkan hasil tersebut pengaturan arahan fungsi

lahan harus menekan atau meminimalisir penambahan

lahan terbangun pada Kecamatan Metro Pusat dan Metro

Timur meskipun pada kecamatan tersebut memang telah

sesuai dalam RTRW (Rencana Tata Ruang Wilayah)

Kota Metro yang merupakan wilayah strategis mencakup

banyak bangunan pendidikan, perkantoran, perumahan,

pemukiman serta perdagangan dan jasa.

V. KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka

didapatkan beberapa kesimpulan akhir yaitu :

1. Perubahan lahan terbangun dari klasifikasi

maupun digitasi manual terjadi sebesar 10%

dari tahun 2012 – 2013 pada setiap

kelurahan masing-masing di Kota Metro.

Sedangkan perbandingan hasil perubahan

lahan terbangun antara klasifikasi dengan

digitasi manual rata-rata sebesar kurang dari

20%.

IV.3 Analisis Kepadatan Lahan Terbangun

Sebagai Arahan Fungsi Lahan

Sedangkan hasil digitasi manual lebih jelas karena

identifikasi berdasarkan visualisasi. Oleh karena itu,

dilakukan perbandingan hasil antara klasifikasi dengan

digitasi manual.