APAKAH HEMATOMA SUBDURAL AKUT DAPAT TERJADI TANPA TRAUMA KEPALA 97-2003.doc

18
APAKAH HEMATOMA SUBDURAL AKUT DAPAT TERJADI TANPA TRAUMA KEPALA D. Garbossa, R. Altieri, F. M. Calamo Specchia, A. Agnoletti, G. Pilloni, M. Lanotte, R. Spaziante1,nA. Ducati ABSTRAK Hematoma subdural akut (Acute subdural hematomas) - ASDH jarang dilaporkan dalam literatur. Secara umum, hal ini disebabkan karena trauma kepala, namun apabila trauma yang dialami sangat ringan, trauma tersebut tidak cukup untuk menjelaskan terjadinya ASDH. Faktor risiko untuk berkembangnya ASDH spontan termasuk hipertensi, kelainan pembuluh darah dan defisit koagulasi. Kami menyajikan dua kasus ASDH pada pasien dengan defisit koagulasi dan tinjauan literatur untuk memahami peran faktor koagulasi dan peran platelet dalam tatalaksana ASDH. Kata kunci: hematoma subdural akut, terapi antikoagulan, defisit koagulasi PENDAHULUAN Perdarahan intrakranial (Intracranial hemorrhage) ICH menyumbang sekitar 10-15% dari semua kasus stroke, dan hal ini terkait dengan tingkat kematian yang tinggi.

Transcript of APAKAH HEMATOMA SUBDURAL AKUT DAPAT TERJADI TANPA TRAUMA KEPALA 97-2003.doc

APAKAH HEMATOMA SUBDURAL AKUT DAPAT TERJADI TANPA TRAUMA KEPALA

D. Garbossa, R. Altieri, F. M. Calamo Specchia, A. Agnoletti, G. Pilloni, M. Lanotte, R. Spaziante1,nA. Ducati

ABSTRAK

Hematoma subdural akut (Acute subdural hematomas) - ASDH jarang dilaporkan dalam literatur. Secara umum, hal ini disebabkan karena trauma kepala, namun apabila trauma yang dialami sangat ringan, trauma tersebut tidak cukup untuk menjelaskan terjadinya ASDH. Faktor risiko untuk berkembangnya ASDH spontan termasuk hipertensi, kelainan pembuluh darah dan defisit koagulasi. Kami menyajikan dua kasus ASDH pada pasien dengan defisit koagulasi dan tinjauan literatur untuk memahami peran faktor koagulasi dan peran platelet dalam tatalaksana ASDH.Kata kunci: hematoma subdural akut, terapi antikoagulan, defisit koagulasiPENDAHULUANPerdarahan intrakranial (Intracranial hemorrhage) ICH menyumbang sekitar 10-15% dari semua kasus stroke, dan hal ini terkait dengan tingkat kematian yang tinggi.

Cedera otak traumatis ringan (traumatic brain injury) TBI sering terjadi pada pasien usia lanjut, banyak dari mereka yang diobati dengan antikoagulan, yang diketahui meningkatkan kejadian risiko perdarahan.

Terapi antikoagulan oral (Oral anticoagulation therapy) OAT dikaitkan dengan risiko tinggi ICH, bahkan setelah trauma kepala ringan. Akibatnya, pasien TBI dengan koagulopati termasuk dalam kelompok berisiko tinggi tanpa gejala klinis.

The European Federation of Neurological Societies merekomendasikan bahwa pasien dengan nilai Glasgow Coma Scale (GCS) 15 setelah TBI ringan pada usia lebih dari 60 tahun atau dalam terapi antikoagulasi, perlu dirawat di rumah sakit untuk observasi 24 jam.

ICH pasca trauma, termasuk hematoma epidural, subdural hematoma (SDH), perdarahan subarachnoid, perdarahan intraserebral, dan perdarahan intraventrikular, biasanya terlihat di computed tomography (CT) scan.

Hematoma subdural akut jarang dilaporkan dalam literatur. Hal ini sering disebabkan oleh cedera pada bridging vein secara sekunder akibat trauma kepala. ASDH umumnya mulai simtomatik dalam waktu 72 jam dan biasanya terjadi pada dewasa muda.

ASDH spontan merupakan peristiwa yang tidak biasa, namun merupakan kondisi serius. Insiden ASDH spontan yang dilaporkan dari keseluruhan kasus ASDH berkisar antara 2-6,7%

Faktor risiko berkembangnya hematoma ini termasuk kondisi seperti hipertensi, kelainan pembuluh darah (misalnya aneurisma atau malformasi arteri), atau konsumsi antikoagulan.

Terapi farmakologis yang terkait dengan berkembangnya ASDH spontan terutama meliputi aspirin, heparin, dan warfarin.

Laporan lain mengenai ASDH spontan menyebutkan faktor risiko seperti koagulopati yang berhubungan dengan defisiensi faktor koagulasi. Tingkat kematian yang telah dilaporkan berkisar antara 60% dan 76,5%.

Terapi antikoagulan oral meningkatkan risiko SDH 4-15-kali lipat. rasio SDH terkait antikoagulan oral (OAC) berhubungan dengan intensitas antikoagulasi, pasien usia lanjut, dan mungkin atrofi otak.

Rasio SDH mutlak dapat diperkirakan sekitar 0,2% / tahun pada pasien usia lanjut yang diberikan antikoagulan oral (rasio normalisasi internasional [INR] = 3).

Infus prothrombin complex concentrate ditemukan dapat berfungsi untuk membalikkan fungsi koagulopati lebih cepat dibandingkan fresh frozen plasma dan dikaitkan dengan peningkatan outcome dalam suatu studi kecil.

Intervensi bedah dini umumnya penting untuk hematoma dengan efek massa yang signifikan. Tingkat kelangsungan hidup untuk operasi dalam waktu 4 jam dari onset akut dibandingkan dengan operasi setelah 4 jam masing-masing adalah 50-0%. Variabel menguntungkan lainnya termasuk nilai GCS yang saat masuk, reaktivitas pupil yang sesuai, dan usia muda.

Kami menyajikan dua kasus ASDH pada pasien dengan defisit koagulasi:

Pasien Perempuan dengan riwayat sirosis alkoholik

Pasien laki-laki dengan riwayat operasi jantung dalam terapi antikoagulan oral.

Pasien wanita, berusia 59 tahun yang tiba di ruang gawat darurat rumah sakit kami pukul 09:30

Pada saat masuk ke rumah sakit, pasien mengalami penurunan kesadaran reaktivitas pupil yang sesuai, isocoria, dan midriasis, ekstensi deserebrasi pada respon nyeri, GCS 5 (E1, V1, M3).

Suami Pasien menyatakan bahwa pasien mengalami cedera kepala ringan setelah jatuh pukul 23:30 hari sebelumnya, riwayat sirosis alkoholik, HBV (-) dan HCV (-), dengan varix esofagus (Grade I), defisiensi trombosit parah akibat pancitopenia.

Dalam ruang gawat darurat, pihak anestesi menstabilkan keadaan pasien.

Pasien kemudian menjalani pemeriksaan neuroimaging. CT scan menunjukkan hematoma subdural akut (ASDH) di sebelah kiri hemisfer serebri dengan pergeseran struktur garis tengah bermakna, edema, dan tanda-tanda tidak langsung iskemia [Gambar 1]. Pasien kemudian didiagnosis dengan ASDH.

Gambar 1: Computed tomography scan menunjukkan hematoma subdural akut di sebelah kiri hemisfer serebri dengan pergeseran struktur garis tengah bermakna , edema dan tanda-tanda tidak langsung iskemia

Setelah pasien didiagnosis, pasien kemudian dirawat dengan infus cairan, vitamin K, Voluven dan proton pump inhibitor sebelum operasi bedah saraf.

Decompressive pterional craniotomy dilakukan, dan SDH telah diangkat [Gambar 2]. Selama operasi terjadi hematemesis dan melena. Sehingga diperlukan hemotransfusi dan hemostasis endoskopik akibat perdarahan esofagogastrik.

Pasien kemudian dibawa kedalam ruang resusitasi, dan meninggal 2 hari kemudian akibat cardiac arrest

Seorang pasien laki-laki, 58 tahun, tiba di ruang gawat darurat rumah sakit kami dan mengeluh sakit kepala yang memberat, pusing dan muntah.

Pada saat masuk ke rumah sakit, ia menyatakan memiliki riwayat operasi jantung untuk penggantian katup mitral pada tahun 2008 dan terapi medis menggunakan coumadin - 5 mg dan Cordarone - 20 mg. Dia menyangkal riwayat trauma baru-baru ini. Pada pemeriksaan neurologis pasien tampak bingung disertai disorientasi, dan didapatkan isocoria serta adanya defisit fokal. Pasien kemudian menjalani pemeriksaan neuroimaging. CT scan menunjukkan ASDH fronto-temporo parietal bilateral dengan wilayah yang lebih tebal di hemisfer otak kiri, efek kompresif pada sistem ventrikel sovratentorial dan edema [Gambar 3].

Parameter koagulasi menunjukkan:. INR = 2.98, aPTT = 51,3 s, derivat fibrinogen = 491 mg / dl, trombosit = 116.000 / mm3.

Operasi bedah saraf pada pasien ini ditunda akibat adanya penurunan kesadaran dan defisiensi koagulasi. Pasien diobati dengan larutan elektrolit dan larutan fisiologis, Fenobarbital, Amiodarone dan LMWE untuk menggantikan terapi antikoagulan oral dan menyesuaikan abset coagulative.

Hari setelahnya didapatkan INR 2.79, aPTT = 49,6 s., Fibrinogen = 579 mg / dl, trombosit = 117.000 / mm3.

Gambar 2: Computed tomography scan Gambar 3: CT scan menunjukkan ASDH bilateral

otak setelah operasiPada hari keempat rawat inap, didapatkan parameter koagulasi pasien: INR = 1.40, activated partial thromboplastin time (aPTT) = 34,4 detik. , F ibrinogen = 663 mg / dl trombosit = 114.000 / mm3. Karena turunnya kesadaran, pasien mengulang pemeriksaan CT scan yang kemudian menunjukkan peningkatan hematoma. Untuk alasan ini pasien langsung diobati dengan operasi bedah saraf.METODOLOGI

Kami melaporkan dua kasus ASDH pada pasien dengan gangguan koagulasi:

Pasien Perempuan, 59 tahun, dengan riwayat sirosis

Pria pasien, 58 tahun, dengan riwayat penggantian katup mitral.

Sebuah pencarian literatur menggunakan basis data PubMed MEDLINE telah dilakukan. Istilah pencarian "nontraumatic ASDH," "spontaneous ASDH," digabungkan dengan ketentuan sebagai berikut: Platelet deficit, coagulation deficit.

PEMBAHASAN

Dalam tinjauan literatur ini, kami membandingkan kejadian defisiensi trombosit dengan disfungsi faktor koagulasi pada ASDH.Semua kondisi yang mengakibatkan jumlah trombosit yang rendah dapat memungkinkan kejadian ICH pada pasien. Trombositopenia memiliki beberapa penyebab, dan salah satu skema klasifikasi yang umum digunakan adalah sebagai berikut:

Berkurangnya produksi platelet, seperti kasus kelainan kongenital dan kasus kerusakan sumsum tulang (akibat radiasi, obat-obatan)

Peningkatan penghancuran platelet

Penyerapan abnormal, biasanya dalam limpa, seperti pada kasus sirosis

Lebih dari satu penyebab, seperti yang biasa terlihat pada pecandu alkohol.

Kasus perdarahan intrakranial yang disebabkan oleh trombositopenia telah dikaitkan dengan penggunaan obat-obatan tertentu, serta uremia, penggunaan alkohol, dan transplantasi hati

Sejumlah besar kelainan hemostasis ditemukan pada pasien pecandu alkohol.

Trombositopenia pada pasien pecandu alkohol disebabkan oleh kekurangan folat, penyerapan limpa dan efek toksik langsung alkohol pada sumsum tulang. Terdapat banyak defisit fungsional yang telah dijelaskan pada trombosit pecandu alkohol, yang berhubungan dengan gangguan strukstur morfologi.

Studi terbesar yang meneliti penggunaan alkohol dan kejadian ICH sampai saat dilakukan oleh Honolulu Heart Program, yang diikuti 8006 orang antara tahun 1965 dan 1977 dalam sebuah studi prospektif penyakit kardiovaskular.

Hasil data lebih lanjut menunjukkan bahwa alkohol memiliki efek lebih besar pada ICH yang berasal dari subarachnoid, meningkatkan risiko 3-4 kali lipat pada pecandu alkohol sedang sampai berat dibandingkan bukan peminum. Belum ada studi yang dilakukan untuk memverifikasi kejadian ASDH pada pecandu alkohol.

Banyak obat yang telah dikaitkan dengan trombositopenia, termasuk obat sitotoksik tertentu, agen antimalaria, obat antiepilepsi, furosemide, digoxin, dan estrogen. Setiap obat ini secara teoritis dapat menyebabkan trombositopenia yang pada akhirnya dapat memberikan kontribusi kejadian ICH pada pasien, terutama yang memiliki faktor risiko.

Pada review tahun 1995, Hart, et al., Menyatakan bahwa antikoagulan sebagai "terapi" pada INR yang berkisar 2,5-4,5 meningkatkan risiko tahunan ICH 7-10 kali lipat, dengan rasio absolut hampir 1% untuk kelompok pasien berisiko tinggi . Evaluasi kasus individu yang luas menunjukkan variasi yang besar terhadap kejadian pasien yang mendapatkan pengobatan antikoagulan dengan komplikasi ICH, dengan insiden tahunan berkisar antara 0,1% dalam studi tahun1974 terhadap 3862 pasien menjadi 2,2% dalam studi 1993 terhadap 186 pasien.Agen antiplatelet yang paling umum di dunia adalah aspirin. Aspirin bekerja dengan menonaktifkan enzim siklooksigenase secara ireversibel, yang menyebabkan turunnya produksi agregat tromboksan A2 trombosit alami. Terapi aspirin diindikasikan untuk pencegahan stroke primer atau sekunder dan pencegahan infark miokard primer, memungkinkan sedikit peningkatan risiko ICH, namun peningkatan risiko biasanya sebanding dengan manfaat aspirin.

Aspirin terkait ICH telah dipelajari secara rinci.Pernyataan pertama bahwa peningkatan kejadian ICH mungkin merupakan komplikasi pada pengguna aspirin yang ditemukan dalam Physicians Health Study, yang melaporkan 23 kasus stroke hemoragik di antara 11.037 orang yang menerima aspirin dosis rendah (325 mg setiap hari) dibandingkan dengan 12 kasus stroke hemoragik pada 11.034 individu yang menerima plasebo. Temuan ini dianggap penting namun berada pada batas signifikansi statistik (P = 0,06).

Selain aspirin, obat antiplatelet lain yang telah beredar pada beberapa tahun terakhir termasuk clopidogrel, abciximab, serta aspirin yang dikombinasikan dengan extended-release dipyridamole. Clopidogrel, abciximab, dan dipyridamole semuanya bertindak sebagai inhibitor glikoprotein IIb / IIIa dengan cara yang sedikit berbeda dan memiliki indikasi yang berbeda [Tabel 1]. Dalam sejumlah kecil studi, penulis telah meneliti risiko ICH pada pasien yang menerima obat antiplatelet terbaru.

Data yang paling komprehensif berasal dari metaanalisis yang dilakukan oleh Memon et al., di mana penulis mengevaluasi 14 randomized trials dari platelet glikoprotein reseptor IIb / IIIa inhibitor intravena. Hasil metaanalisis tersebut, sementara menunjukkan bahwa glikoprotein inhibitor IIb / IIIa intravena tidak meningkatkan risiko ICH pada pasien yang diobati dengan antikoagulan, penelitian ini gagal memberikan informasi tentang kejadian stroke hemoragik pada pasien yang menerima formulasi obat oral saja. Para penulis juga membandingkan inhibitor glikoprotein IIb / IIIa dengan agen antiplatelet lebih umum digunakan: Aspirin. Analisis data saat ini menunjukkan bahwa obat antiplatelet baru telah dibahas sehingga tampaknya berkaitan dengan profil risiko ICH yang mirip dengan aspirin.

Warfarin, heparin, dan enoxaparin saat ini merupakan antikoagulan yang paling umum digunakan.

Warfarin adalah obat anti koagulan oral yang mengganggu metabolisme vitamin K dalam hati dan menyebabkan sintesis koagulasi nonfungsional faktor II, VII, IX, dan X, serta protein C dan S.Warfarin memperpanjang PT dan dipantau dengan menilai suatu bentuk standar dari tes ini yang dikenal sebagai INR.

Heparin, di sisi lain, adalah agen antikoagulan yang diberikan secara parenteral DAN bertindak dengan potensiasi aksi kedua antitrombin III dan tissue factor pathway inhibitor (TFPI), sehingga memperpanjang PTT

Tabel 1: Terapi antikoagulan/ antiplatelet

obatcara kerjaTarget

Aspirinmenghambat siklooksigenasePlatelet

Clopidogrel, abciximab, dipyridamolemenghambat glycoprotein Iib/ IIIaPlatelet

Warfarinmetabolisme vitamin k di heparkoagulasi faktor II, VII, IX, X

Heparinpotensiasi antitrombin III dan TFPIantitrombin III menghambat trombin, faktor koagulasi IX,X,XI,XII, dan kalikrein. TFPI menghambat trombin, faktor koagulasi VII, X

Enoxaprinpotensiasi antitrombin III dan TFPIantitrombin III menghambat trombin, faktor koagulasi IX,X,XI,XII, dan kalikrein. TFPI menghambat trombin, faktor koagulasi VII, X

Enoxaparin adalah anggota dari kelas antikoagulan yang relatif baru yang paling umum digunakan dan memiliki berat molekul serendah heparin. Enoxaprin diperoleh dari degradasi alkali dari heparin benzil ester dan memiliki ukuran kurang lebih sepertiga ukuran molekul heparin standar. Mekanisme aksi dari enoxaparin mirip dengan heparin, meskipun enoxaparin memiliki waktu paruh lebih panjang (4,5 dibandingkan dengan 1,1 jam) dan tidak memerlukan pemantauan PTT.

Perdarahan terkait antikoagulasi secara klinis sama untuk masing-masing obat tersebut dan menyumbang 10-20% dari semua kasus ICH dalam seri yang berbeda. Selain itu, ICH adalah komplikasi akibat terapi antikoagulasi yang paling ditakuti dan paling sulit diobati.

Penggunaan aspirin ternyata dapat melipatgandakan risiko ICH, terlepas dari dosis yang digunakan. Kombinasi aspirin dengan warfarin mungkin meningkatkan risiko ICH dengan intensitas yang sama dibandingkan antikoagulasi tanpa aspirin (berdasarkan data dari empat randomized trials terhadap antikoagulan oral yang menunjukkan 15 kasus ICH dengan aspirin 100-1000 mg / hari dibandingkan 7 kasus tanpa aspirin).

Dalam penelitian kedua mengenai pencegahan stroke akibat atrial fibrilasi (Stroke Prevention in Atrial Fibrillation), peneliti menunjukkan bahwa terjadinya ICH sebenarnya menyebabkan penurunan kejadian stroke iskemik pada pasien hipertensi lanjut usia yang menerima warfarin.

Kira-kira, 70% dari kejadian ICH terkait dengan antikoagulan terdiri dari perdarahan intraparenchymal (cerebral), sedangkan sebagian besar sisanya adalah SDH.

KESIMPULAN

Gangguan koagulasi dan / atau perdarahan merupakan faktor risiko yang kecil namun signifikan terkait dengan ICH. Pembekuan darah dan hemostasis yang dimediasi oleh platelet adalah dua mekanisme pertahanan yang penting terhadap perdarahan

Mekanisme antikoagulasi memastikan pengaturan yang hati-hati terhadap koagulasi dan dalam kondisi normal, mengungguli faktor-faktor prokoagulan. Di SSP, bagaimanapun, ketidakseimbangan antara sistem pro dan antikoagulan karena faktor keturunan atau diperoleh dapat mengakibatkan penyakit perdarahan atau thrombosis

ASDH spontan adalah entitas nosologikal yang jarang namun sangat serius. Dalam pandangan kami hal tersebut akan sesuai untuk dilakukannya serangkaian penelitian agar dapat memahami terapi medis yang paling tepat dalam pengelolaan penyakit: Apakah lebih berguna untuk menangani kekurangan trombosit, gangguan faktor koagulasi, atau keduanya?