Apa Itu AFTA Dan Sejarahnya
-
Upload
astario-adi-nugraha -
Category
Documents
-
view
146 -
download
0
description
Transcript of Apa Itu AFTA Dan Sejarahnya
Apa Itu AFTA dan Sejarahnya?
Sebelum saya menulis panjang dan lebar, sudahkah teman - teman tahu apa itu AFTA? Ataukah teman - teman memang tidak mau tahu tentang AFTA karena masih mikir besok mau makan saja susah? Oke, paling tidak sekarang kita harus tahu dulu apa yang dimaksud dengan AFTA tadi. Terlebih lagi yang namanya AFTA ini akan mulai diberlakukan pada tahun 2015, tepat setelah beberapa bulan selesainya tahun politik panas 2014.
AFTA yang merupakan akronim dar ASEAN Free Trade Area sejatinya
merupakan kesepakatan dari negara - negara di asean untuk membentuk
sebuah kawasan bebas perdagangan. Tujuannya sih agar bisa meningkatkan
daya saing ekonomi kawasan ASEAN di dunia. Harapannya, kalau yang
namanya AFTA ini sukses, asean bisa menjadi kawasan basis produksi
didunia seperti yang sudah ada sekarang ini yaitu China. Coba ingat? Sudah
berapa ratus produk yang masuk ke indonesia itu Made In China?
Komunitas ASEAN 2015!
Perjanjian perdagangan bebas AFTA dicetuskan ketika terjadi pertemuan
tingkat Kepala Negara ASEAN atau SEAN summit ke-4, yang dilakukan pada
tahun 1992. Pada pertemuan itu kemudian para kepala negara
mengumumkan akan membentuk sebuah kawasan perdagangan bebas di
asean dalam jangka waktu 15 Tahun. Kalau dihitung seharusnya akan efektif
berjalan secara penuh pada tahun 2007. Namun kenyataanya, AFTA ini akan
aktif pada tahun 2015, 22 tahun kemudian.
Nah, dengan adanya kebijakan perdagangan bebas AFTA ini, nantinya tidak
akan akan ada hambatan tarif(bea masuk 0-5%) ataupun hambatan non tarif
untuk negara - negara anggota ASEAN. Dengan begitu, tentunya keuntungan
dan tantangan akan muncul untuk negara Indonesia juga dong. Lantas,
apakah negara kita Indonesia sudah siap? Siap memanfaatkan kondisi ini
untuk membuat negara lebih maju dan berkembang? Apalagi AFTA ini efektif
tahun 2015, tidak begitu lama setelah Pemilu, dan pemilihan presiden
Indonesia yang baru. Sementara menurut saya, sampai sekarang belum ada
pemimpin rakyat, entah itu caleg atau capres yang kompeten untuk
menjalankan pemerintahan setelah 2014. Tidak percaya? Silahkan cek cv
caleg - caleg di tahun 2014 ini : (dct.kpu.go.id)
Tantangan AFTA 2015 Untuk Indonesia
Sebelum saya menuliskan keuntungan AFTA 2015 untuk indonesia, saya
akan menyebutkan tantangannya terlebih dahulu. Agar orang - orang
indonesia tahu, dan tidak selalu terlena dengan negara yang katanya ijo royo
-royo, dan mempunyai banyak sumber daya alam ini.
1. Tantangan Pendidikan
Kalau melihat negara maju di ASEAN seperti Singapore, pendidikan mereka
terlihat lebih maju. Lantas Indonesia sendiri bagaimana menghadapi serbuan
para pekerja hasil output negara di ASEAN seperti Singapore? Padahal salah
satu efek dari AFTA adalah setiap warga anggota negara ASEAN bisa
sekolah atau bekerja di tiap negara anggota ASEAN.
Sementar menurut saya, pendidikan di Indonesia ini masih sedikit carut
marut. Contoh sederhananya saja, ada teman saya yang seorang lulusan
Teknik Elektro malah bekerja di bidang perbankan, atau ada sarjana
pertanian yang tidak bisa bekerja sesuai jurusan di ambilnya.
Menurut saya pendidikan di negara ini masih belum tepat sasaran untuk
mengenali potensi anak didik dengan tepat sasaran, sehingga anak didik bisa
memaksimalkan potensi yang dimilikinya. Bisa - bisa dengan adanya AFTA
2015 pengangguran malah semakin banyak, karena banyak perusahaan di
Indonesia yang malah merekrut tenaga kerja dari negara anggota ASEAN lain
dengan kompetensi yang lebih baik.
2. Tantangan Perdangangan
Sebelumnya saya mau tanya dulu, sekarang ini Indonesia
adalah negara “Pengekspor” atau negara “Pengimpor”?
Menjawab pertanyaan ini tidak perlulah sulit - sulit, lihat saja
smartphone/handphone yang teman - teman punyai made in mana?
Sepengetahuan saya sih rata - rata kalau tidak made in china, ya made in
vietnam. Indonesia ini hanya dijadikan pasar, sangat sedikit sekali atau
bahkan tidak ada ya, tempat produksi barang yang di Indonesia? (*maaf saya
kurang tahu tentang ini karena tidak ada data :)*)
Saya memberi contoh barang yang sepele seperti smartphone/handphone,
karena barang seperti ini meskipun sedang musim hujan, banjir ataupun dolar
naik, penjualannya tetap meroket. Mengingat kebanyakan masyarakat kita
yang lebih mementingkan prestise dan style daripada fungsi dari sebuah
smartphone sendiri.
Terlepas dari contoh yang saya berikan, selama Indonesia masih menjadi
negara “hobi impor” AFTA 2015 malah akan menjadikan negara ini sebagai
pasar terbesar barang - barang impor dari negara ASEAN yang lain. Mau
negara kita cuma dijadikan tempat jualan saja? Pikirkan!
Keuntungan AFTA 2015 Untuk Indonesia
Memang, bukan hanya tantangan saja yang akan dihadapi Indonesia di AFTA
2015 ini. Ada juga keuntungan yang bisa didapatkan negara ini jika bisa memanfaatkan perjanjian perdagangan bebas dengan ASEAN ini dengan baik. Kalau dimanfaatkan dengan benar, ada kemungkinan bisa membuat Indonesia lebih maju, bahkan bisa mengalahkan negara seperti Singapore.
1. AFTA 2015, Berarti Ijin kerja di Negara ASEAN Lebih
Mudah. Saatnya Menjajah “ASEAN”
Tenaga kerja professional saatnya menjadi TKI, jangan cuma kita saja yang
dijajah oleh negara lain. Saatnya kita menjadi “ekspat” di negara lain. Apalagi
gaji di negara Asean semacam Singapore atau Malaysia tentunya akan lebih
besar dari pada di Indonesia. Jangan mau kalah dengan TKI dong, mereka
bisa menjadi pahlawah devisa, kita para tenaga kerja terdidik professional pun
bisa ikut menyumbang devisa negara. Yuk!
2. Manfaatkan Pariwisata Sebagai Sumber Devisa Selain
Sumber Daya Alam.
Hei orang Indonesia, saatnya mulai sadar! Sumber daya alam negara kita ini
sudah semakin habis! Tinggal menunggu waktu saja kita tidak bisa banyak
menjual Sumber Daya Alam untuk menjalankan negara. Kita harus mulai
memikirkan sumber penghasilan lain yang berkelanjutan untuk memajukan
negara.
Sadar tidak kalau negara ini mempunyai banyak sekali potensi pariwisata.
Ada berapa banyak tempat wisata yang bisa dikelola dengan baik. Sehingga
bisa diperhitungkan sebagai sumber devisa yang berkelanjutan. Manfaatkan
AFTA 2015 ini untuk bisa mendapatkan banyak turis asing yang mau datang
ke Indonesia. Kalau dikelola dengan benar, mungkin negara ini bisa kaya
hanya dengan Pariwisatanya. Masak mau kalah sama Singapore dan
Malaysia?
Solusi Menghadapi AFTA 2015 Untuk Indonesia
Ada beberapa hal penting yang bisa membuat Indonesia bisa bertahan, atau bahkan bisa memanfaatkan AFTA 2015 untuk membuat negara ini lebih maju. Pendidikan yang baik, Hukum yang ditegakkan, Kedisiplinan, dan Semangat
Optimisme untuk maju tiap - tiap warga negara ini
Kalau itu semua bisa dilakukan dengan baik, maka bukan tidak mungkin kalau
Indonesia akan kembali mengaum. Kembali mengaum sebagai Macan Asia
yang pernah begitu ditakuti oleh negara lain. Nah, semoga tulisan saya ini
bisa berguna untuk para pembaca kompasiana sekalian ya. Mari kita
songsong AFTA 2015 dengan persiapan lebih baik :)
Sumber Data dan
Gambar : http://Rappler.com http://www.tarif.depkeu.go.id/OtheApa Itu
AFTA dan Sejarahnya?
Sebelum saya menulis panjang dan lebar, sudahkah teman - teman tahu apa itu AFTA? Ataukah teman - teman memang tidak mau tahu tentang AFTA karena masih mikir besok mau makan saja susah? Oke, paling tidak sekarang kita harus tahu dulu apa yang dimaksud dengan AFTA tadi. Terlebih lagi yang namanya AFTA ini akan mulai diberlakukan pada tahun 2015, tepat setelah beberapa bulan selesainya tahun politik panas 2014.
AFTA yang merupakan akronim dar ASEAN Free Trade Area sejatinya
merupakan kesepakatan dari negara - negara di asean untuk membentuk
sebuah kawasan bebas perdagangan. Tujuannya sih agar bisa meningkatkan
daya saing ekonomi kawasan ASEAN di dunia. Harapannya, kalau yang
namanya AFTA ini sukses, asean bisa menjadi kawasan basis produksi
didunia seperti yang sudah ada sekarang ini yaitu China. Coba ingat? Sudah
berapa ratus produk yang masuk ke indonesia itu Made In China?
Komunitas ASEAN 2015!
Perjanjian perdagangan bebas AFTA dicetuskan ketika terjadi pertemuan
tingkat Kepala Negara ASEAN atau SEAN summit ke-4, yang dilakukan pada
tahun 1992. Pada pertemuan itu kemudian para kepala negara
mengumumkan akan membentuk sebuah kawasan perdagangan bebas di
asean dalam jangka waktu 15 Tahun. Kalau dihitung seharusnya akan efektif
berjalan secara penuh pada tahun 2007. Namun kenyataanya, AFTA ini akan
aktif pada tahun 2015, 22 tahun kemudian.
Nah, dengan adanya kebijakan perdagangan bebas AFTA ini, nantinya tidak
akan akan ada hambatan tarif(bea masuk 0-5%) ataupun hambatan non tarif
untuk negara - negara anggota ASEAN. Dengan begitu, tentunya keuntungan
dan tantangan akan muncul untuk negara Indonesia juga dong. Lantas,
apakah negara kita Indonesia sudah siap? Siap memanfaatkan kondisi ini
untuk membuat negara lebih maju dan berkembang? Apalagi AFTA ini efektif
tahun 2015, tidak begitu lama setelah Pemilu, dan pemilihan presiden
Indonesia yang baru. Sementara menurut saya, sampai sekarang belum ada
pemimpin rakyat, entah itu caleg atau capres yang kompeten untuk
menjalankan pemerintahan setelah 2014. Tidak percaya? Silahkan cek cv
caleg - caleg di tahun 2014 ini : (dct.kpu.go.id)
Tantangan AFTA 2015 Untuk Indonesia
Sebelum saya menuliskan keuntungan AFTA 2015 untuk indonesia, saya
akan menyebutkan tantangannya terlebih dahulu. Agar orang - orang
indonesia tahu, dan tidak selalu terlena dengan negara yang katanya ijo royo
-royo, dan mempunyai banyak sumber daya alam ini.
1. Tantangan Pendidikan
Kalau melihat negara maju di ASEAN seperti Singapore, pendidikan mereka
terlihat lebih maju. Lantas Indonesia sendiri bagaimana menghadapi serbuan
para pekerja hasil output negara di ASEAN seperti Singapore? Padahal salah
satu efek dari AFTA adalah setiap warga anggota negara ASEAN bisa
sekolah atau bekerja di tiap negara anggota ASEAN.
Sementar menurut saya, pendidikan di Indonesia ini masih sedikit carut
marut. Contoh sederhananya saja, ada teman saya yang seorang lulusan
Teknik Elektro malah bekerja di bidang perbankan, atau ada sarjana
pertanian yang tidak bisa bekerja sesuai jurusan di ambilnya.
Menurut saya pendidikan di negara ini masih belum tepat sasaran untuk
mengenali potensi anak didik dengan tepat sasaran, sehingga anak didik bisa
memaksimalkan potensi yang dimilikinya. Bisa - bisa dengan adanya AFTA
2015 pengangguran malah semakin banyak, karena banyak perusahaan di
Indonesia yang malah merekrut tenaga kerja dari negara anggota ASEAN lain
dengan kompetensi yang lebih baik.
2. Tantangan Perdangangan
Sebelumnya saya mau tanya dulu, sekarang ini Indonesia
adalah negara “Pengekspor” atau negara “Pengimpor”?
Menjawab pertanyaan ini tidak perlulah sulit - sulit, lihat saja
smartphone/handphone yang teman - teman punyai made in mana?
Sepengetahuan saya sih rata - rata kalau tidak made in china, ya made in
vietnam. Indonesia ini hanya dijadikan pasar, sangat sedikit sekali atau
bahkan tidak ada ya, tempat produksi barang yang di Indonesia? (*maaf saya
kurang tahu tentang ini karena tidak ada data :)*)
Saya memberi contoh barang yang sepele seperti smartphone/handphone,
karena barang seperti ini meskipun sedang musim hujan, banjir ataupun dolar
naik, penjualannya tetap meroket. Mengingat kebanyakan masyarakat kita
yang lebih mementingkan prestise dan style daripada fungsi dari sebuah
smartphone sendiri.
Terlepas dari contoh yang saya berikan, selama Indonesia masih menjadi
negara “hobi impor” AFTA 2015 malah akan menjadikan negara ini sebagai
pasar terbesar barang - barang impor dari negara ASEAN yang lain. Mau
negara kita cuma dijadikan tempat jualan saja? Pikirkan!
Keuntungan AFTA 2015 Untuk Indonesia
Memang, bukan hanya tantangan saja yang akan dihadapi Indonesia di AFTA 2015 ini. Ada juga keuntungan yang bisa didapatkan negara ini jika bisa memanfaatkan perjanjian perdagangan bebas dengan ASEAN ini dengan baik. Kalau dimanfaatkan dengan benar, ada kemungkinan bisa membuat Indonesia lebih maju, bahkan bisa mengalahkan negara seperti Singapore.
1. AFTA 2015, Berarti Ijin kerja di Negara ASEAN Lebih
Mudah. Saatnya Menjajah “ASEAN”
Tenaga kerja professional saatnya menjadi TKI, jangan cuma kita saja yang
dijajah oleh negara lain. Saatnya kita menjadi “ekspat” di negara lain. Apalagi
gaji di negara Asean semacam Singapore atau Malaysia tentunya akan lebih
besar dari pada di Indonesia. Jangan mau kalah dengan TKI dong, mereka
bisa menjadi pahlawah devisa, kita para tenaga kerja terdidik professional pun
bisa ikut menyumbang devisa negara. Yuk!
2. Manfaatkan Pariwisata Sebagai Sumber Devisa Selain
Sumber Daya Alam.
Hei orang Indonesia, saatnya mulai sadar! Sumber daya alam negara kita ini
sudah semakin habis! Tinggal menunggu waktu saja kita tidak bisa banyak
menjual Sumber Daya Alam untuk menjalankan negara. Kita harus mulai
memikirkan sumber penghasilan lain yang berkelanjutan untuk memajukan
negara.
Sadar tidak kalau negara ini mempunyai banyak sekali potensi pariwisata.
Ada berapa banyak tempat wisata yang bisa dikelola dengan baik. Sehingga
bisa diperhitungkan sebagai sumber devisa yang berkelanjutan. Manfaatkan
AFTA 2015 ini untuk bisa mendapatkan banyak turis asing yang mau datang
ke Indonesia. Kalau dikelola dengan benar, mungkin negara ini bisa kaya
hanya dengan Pariwisatanya. Masak mau kalah sama Singapore dan
Malaysia?
Solusi Menghadapi AFTA 2015 Untuk Indonesia
Ada beberapa hal penting yang bisa membuat Indonesia bisa bertahan, atau bahkan bisa memanfaatkan AFTA 2015 untuk membuat negara ini lebih maju. Pendidikan yang baik, Hukum yang ditegakkan, Kedisiplinan, dan Semangat Optimisme untuk maju tiap - tiap warga negara ini
Kalau itu semua bisa dilakukan dengan baik, maka bukan tidak mungkin kalau
Indonesia akan kembali mengaum. Kembali mengaum sebagai Macan Asia
yang pernah begitu ditakuti oleh negara lain. Nah, semoga tulisan saya ini
bisa berguna untuk para pembaca kompasiana sekalian ya. Mari kita
songsong AFTA 2015 dengan persiapan lebih baik :)
Sumber Data dan Gambar : http://Rappler.com http://www.tarif.depkeu.go.id/Othe
TAHUN depan perekonomian Indonesia akan dihadapkan padaintegrasi
ekonomi kawasan ASEAN (AFTA). Disamping adanya integrasi tersebut,
pada saat ini pun Indonesia juga dihadapkan pada kenyataan adanya
kemajuan yang sangat pesat di bidang teknologi, transportasi, dan
komunikasi. Faktor-faktor inilah yang mengantar Indonesia pada
proses globalisasi ekonomi yang dari tahun ke tahun semakin banyak
melibatkan negara-negara lain, baik negara-negara maju maupun negara-
negara berkembang, baik di kawasan ASEAN maupun kawasan yang lebih
luas, semacam APEC dan WTO.
Dengan terbukanya perekonomian ASEAN, maka aliran perdagangan
barang dan jasa, investasi, dan perpindahan tenaga kerja antar negara
ASEAN tak ada lagi hambatannya. Tentu ini akan menghadirkan peluang
sekaligus tantangan tersendiri bagi pembangunan ekonomi semua negara
yang tergabung, termasuk Indonesia.
Saat ini saja ada lebih dari setengah milyar penduduk yang menghuni
kawasan ASEAN sehingga ini bisa menjadi pasar yang potensial untuk
disasar. Setiap negara punya kesempatan yang sama untuk memposisikan
diri sebagai pasar maupun sebagai pemasar, tergantung dari kesiapan
masing-masing negara tersebut.
Siapkah Indonesia?
Lalu bagaimana dengan Indonesia dalam menghadapi AFTA nanti? Ada
banyak faktor yang harus diperhatikan untuk menjawab pertanyaan itu.
Misalnya melihat faktor daya saing, iklim usaha, kualitas sumberdaya
manusia (SDM), dan indikator makro lainnya. Namun yang pasti, dengan
AFTA Indonesia juga mempunyai kesempatan yang sama dalam
memposisikan diri sebagai pemasar maupun sebagai pasar. Siap tidak
siap Indonesia sudah menyetujui diberlakukannya AFTA, maka hal
terpenting adalah bagaimana kedepannya Indonesia mampu bersaing
dengan negara-negara lain dan mampu memposisikan diri sebagai
pemasar, bukan hanya sebagai pasar produk laur negeri. Masih ada
kesempatan untuk membenahi, terutama yang terkait dengan daya saing
produk-produk kita.
Terkait daya saing misalnya, merujuk rilisan The Global Competitiveness
Report dari World Economic Report pada tahun 2013 lalu Indonesia berada
pada peringkat 40, yang sebelumnya berada pada peringkat 54. Dibanding
dengan negara-negara tetangga (ASEAN) posisi Indonesia ini berada pada
peringkat 5 di bawah Singapura (2), Malaysia (24), Brunei Darussalam
(26), dan Thailand (37).
Sementara itu, indikator makro ekonomi lainnya, yaitu pertumbuhan
ekonomi mengacu pada tahun 2013 lalu, terkoreksi di bawah enam persen
serta inflasi yang melonjak dan rupiah terus melemah. Ini terjadi terutama
di awal tahun dan pertengahan tahun 2013 menjelang puasa dan idul fitri.
Ironisnya, inflasi tahun 2013 itu juga disebabkan oleh bahan pangan yang
sering kali kita anggap inferior dan sepele, yaitu jengkol dan petai. Selain
itu, adanya defisit perdagangan yang terus tergerus sehingga
menyebabkan defisit transaksi berjalan semakin besar. Ini tentu saja harus
diperhatikan jika kita ingin benar-benar siap menghadapi AFTA.
Setidaknya, daya saing dan beberapa indikator makro lainnya yang
kondisinya seperti itu pasti akan mempengaruhi kesiapan Indonesia dalam
menghadapi AFTA. Belum lagi kondisi infrastruktur dan administrasi
birokrasi kita yang seringkali layanannya dikeluhkan masyarakat. Juga tak
kalah pentingnya huru-hara dan kondisi perpolitikan kita yang suhunya
semakin memanas menjelang pemilu, pileg, dan pilpres di tahun 2014 ini
yang tentu saja akan berpengaruh pada dinamika perekonomian
Indonesia. Sekali lagi, siap tidak siap, Indonesia telah menyepakati
perjanjian AFTA dan harus konsisten dan konsekwen mematuhinya.
Beberapa Strategi
Lalu apa yang perlu kita lakukan? Ada beberapa langkah strategi yang
dapat dilakukan oleh Indonesia untuk dapat memenangkan persaingan
dalam menghadapi AFTA kedepan nanti. Usaha ini harus dilakukan secara
simultan dan berkelanjutan. Pertama, Meningkatkan Kualitas Sumber Daya
Manusia. Upaya pengembangan sumberdaya manusia bagi Indonesia
sangat penting artinya. Menurut Mulyani dan Ninasapti (1995) secara
umum sumberdaya manusia Indonesia mendapat tantangan dari dua
sumber, yaitu (1) tantangan dari dalam negeri berupa transformasi
perkembangan ekonomi yang telah mengubah perekonomian dari agraris
menuju industri, sehingga masalah yang muncul adalah perpindahan
sumber daya manusia (SDM) dari sektor pertanian ke sektor industri; (2)
tantangan dari luar berupa integrasi ekonomi sehingga mobilitas sumber
daya manusia atau tenaga kerja akan semakin meningkat. Inilah yang
menimbulkan masalah karena tenaga kerja dari negara lain yang masuk
akan menggeser tenaga kerja domestik jika tenaga kerja domestik tak
mampu bersaing.
Pengembangan sumber daya manusia dapat ditempuh melalui pendidikan
dan pelatihan. Pendidikan adalah faktor penting yang memungkinkan
setiap orang untuk dapat berpartisipasi dan memperoleh manfaat dari
integrasi ekonomi. Tenaga kerja yang sehat dan cerdas tentunya akan
meningkat pula produktivitas kerjanya. Di sini ada keterkaitan antar
pendidikan dan kesehatan dalam pengembangan sumber daya manusia.
Kedua, Membentuk Jaringan Usaha. Jaringan usaha merupakan suatu
bentuk organisasi ekonomi untuk mengatur koordinasi serta mewujudkan
kerjasama antar unsur dalam organisasi. Untuk menghadapi AFTA
membuat jaringan usaha merupakan antisipasinya. Agar pembentukannya
lebih efektif dan efisien dalam mencapai tujuan perlu dipikirkan secara
serius dengan dimulai dari satu kerjasama awal yang kuat. Kerjasama
tersebut dapat melibatkan banyak bidang usaha tetapi dapat pula hanya
satu bidang usaha, atau bahkan dengan pihak luar negeri.
Ketiga, Menyiapkan Perangkat Kelembagaan. Menurut Boediono (2001)
perangkat kelembagaan merupakan institusi-institusi non pasar yang
berfungsi sebagai penyangga mekanisme pasar, artinya dapat
memperlancar bekerjanya mekanisme pasar. Dalam mekanisme pasar
yang baik maka harus dipenuhi beberapa syaratnya, misal ketertiban dan
keamanan, perlindungan dan kepastian hukum, standar minimal tentang
praktek pengelolaan dunia usaha maupun pemerintah, kestabilan mata
uang, lembaga keuangan yang sehat, struktur pasar yang kompetitif, dan
birokrasi yang sehat.
Untuk dapat memenuhi syarat-syarat tersebut, maka yang punya inisiatif
adalah pemerintah sebagai penyelenggara negara. Dengan kata lain
pemerintah harus benar-benar menjalankan kewajibannya dengan baik
dan bijaksana.
Keempat, Memperkuat Pasar Domestik Melalui Pemberdayaan UKM.
Dengan pasar domestik yang kuat maka Indonesia tidak tergantung pada
pasar luar negeri. Hal ini dapat dilakukan melalui pemberdayaan UKM
yang jumlahnya seperti dirilis Menteri Koperasi dan UKM tahun lalu
mencapai 55,2 Juta unit usaha (antaranews.com, 2013). Keberpihakan
terhadap UKM merupakan keharusan baik secara ekonomi maupun politik.
Keberhasilan dalam mengangkat kemampuan kewirausahaan dan UKM
akan dapat menghasilkan berbagai manfaat, selain penguatan pasar juga
akan meningkatkan daya saing, penciptaan lapangan kerja baru, dan
menurunkan tingkat kemiskinan.
Dengan demikian, meskipun banyak kalangan yang mengatakan bahwa
Indonesia kurang siap dalam menghadapi AFTA, tetapi kita sudah
“menandatangani” kesepakatan itu. Dan meskipun kondisi perekonomian
makro Indonesia (mungkin) belum sepenuhnya mendukung Indonesia
dalam memasuki AFTA, namun Indonesia harus tetap konsekwen dengan
perjanjian yang telah disepakati. Agar mampu bersaing, maka Indonesia
harus segera melakukan beberapa strategi tersebut secara simultan dan
berkesinambungan. Dan yang terpenting adalah menggerakkan peran aktif
masyarakat sehinga bisa menghadapi tantangan maupun memanfaatkan
peluang adanya AFTA. Semoga!
Perkembangan jasa pelayanan maskapai penerbangan dari tahun ke tahun semakin marak dan mendapat perhatian masyarakat luas. Hal itu dapat dilihat dari ketatnya persaingan pelayanan, harga dan promosi yang ditawarkan berbagai maskapai penerbangan. Ini menunjukkan daya tarik industri penerbangan memang cukup besar dan menjanjikan.
Indonesia dengan kondisi geografis yang sangat luas, terdiri atas kurang lebih 17.000 pulau dimana 6.000 di antaranya berpenghuni, sangat membutuhkan moda transportasi yang paling efisien dan berdaya jelajah cepat. Transportasi udara adalah jawaban atas kebutuhan moda transportasi tersebut.
Dengan total jumlah penduduk sebesar 250 juta, dengan pertumbuhan masyarakat kelas menengah yang meningkat tajam serta ditandai dengan kenaikan pendapatan per kapitanya, maka kebutuhan akan layanan transportasi udara akan terus meningkat di masa-masa mendatan. Apalagi dengan diluncurkannya program Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) 2011- 2025 oleh pemerintah, kebutuhan akan transportasi udara menjadi sangat penting dan strategis di masa mendatang.
Berdasarkan program MP3EI, Indonesia dibagi menjadi enam wilayah koridor ekonomi, meliputi Sumatera Timur, Pantai Utara Jawa, Kalimantan, Sulawesi Barat, Jawa Timur, Bali dan Nusa Tenggara Barat, dan Papua. Keberadaan enam koridor ini dianggap mampu mendorong laju pertumbuhan ekonomi nasional sebesar 7% per tahun, sekaligus bisa menciptakan pembangunan yang lebih merata. Selama ini pembangunan ekonomi hanya terpusat di Pulau Jawa, dan daerah lain di Indonesia kurang mendapat sentuhan. Ini semua pada akhirnya kembali ke topik tulisan ini, yakni semakin meningkatkan kebutuhan akan sarana komunikasi dan transportasi antarkoridor.
SDM dan InfrastrukturData Kementerian Perhubungan menunjukkan rata-rata pertumbuhan per tahun (CAGR) penumpang domestik dan penumpang internasional masin-masing sebesar 17% dan sebesar 29% dalam kurun waktu tiga tahun terakhir.
Pertumbuhan tersebut mampu menopang dan menyumbang 10,7% terhadap pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) Indonesia yang sebesar 6,5%.
Menurut Airbus (2012), peningkatan 1% dari PDB global akan meningkatkan perjalanan udara sebesar 1-2,5%. Di Indonesia, tingginya pertumbuhan ekonomi yang ditopang jumlah masyarakat kelas menengah yang terus meningkat, sangat berpotensi memacu penggunaan jasa transportasi udara. Apalagi pasar industri jasa penerbangan di Indonesia tumbuh pesat seiring dengan maraknya penerbangan murah, low cost carriers (LCC). Pertumbuhan jasa penerbangan dalam negeri tercatat sekitar 15% per tahun.
Berkembangnya industri penerbangan di Indonesia saat ini memberikan suatu kesempatan dan tantangan yang baru bagi perusahaan penerbangan. Peluang muncul sehubungan dengan meningkatnya permintaan akan jasa penerbangan, sedangkan yang menjadi tantangannya adalah semakin tingginya tingkat persaingan di antara perusahaan penerbangan yang telah ada. Undang-Undang No 15 Tahun 1992 tentang Penerbangan merupakan salah satu tonggak deregulasi bisnis penerbangan di Indonesia. Sebelum adanya undang-undang ini perusahaan jasa penerbangan di Indonesia hanya beberapa perusahaan, khususnya yang tergabung dalam International Air Transport Association (IATA).
Dengan adanya undang-undang ini, maka jumlah perusahaan penerbangkan meningkat tajam. Saat ini setidaknya tercatat sebanyak 20 maskapai penerbangan utama di Indonesia, baik yang melayani domestik maupun internasional. Ironisnya, di saat bisnis penerbangan di Indonesia mulai menggeliat, dan ketika era liberalisasi penerbangan sudah di depan mata, kita justru kekurangan sumber daya manusia (SDM), terutama pilot. Kebutuhan pilot di Indonesia sepanjang tahun 2011- 2015 mencapai 4000 orang, sementara produksi sekolah pilot di Indonesia hanya sekitar 1600 personel. Ini berarti terjadi defisit pilot sebanyak 2400 personil sampai tahun 2015.
Selain pilot, jam kerja dari bandara- bandara di luar Jawa masih begitu terbatas, sehingga optimalisasi utilisasi pesawat di Indonesia belum maksimal, terutama untuk penerbangan malam hari. Sampai sejauh ini, tingkat utilisasi pesawat di Indonesia rata-rata hanya 9 jam per hari. Persoalannya, jika penerbangan malam bisa serentak dioptimalkan, utilisasi pesawat bisa naik rata-rata 11 jam per hari.
Selain SDM, masalah paling mendesak dari industri penerbangan Indonesia adalah sistem pengendali lalu lintas udara, yang berpeluang berpeluang besar dalam terjadinya kecelakaan pesawat terbang. Seperti dikemukakan oleh Federal Aviation Administration (FAA) Juni 2007, penerbangan Indonesia pada “kategori 2” atau tidak layak dan tidak aman. Hal ini berarti Indonesia belum memenuhi standar minimum keamanan terbang internasional seperti tercantum dalam peraturan International Civil Aviation Organization (ICAO).
Asean Open Sky 2015Untuk meningkatkan daya saingnya di kawasan Asean dan regional, maka industri penerbangan Indonesia perlu mengambil berbagai langkah besar, mulai dari kualifikasi SDM yang profesional, standar keamanan penerbangan dan kualitas pelayanan yang baik. Industri penerbangan juga membutuhkan manajemen profesional mengacu pada standar internasional. Terobosan ini merupakan suatu tantangan besar, baik bagi pemerintah maupun swasta yang harus dikerjakan selama dua tahun ke depan, menyongsong Asean Open Sky pada 2015.
Apabila Indonesia tidak segera membenahi industri penerbangannya, pemberlakuan Asean Open Sky pada 2015 bukan lagi menjadi peluang melainkan suatu ancama bagi keberadaan maskapai-maskapai kita. Indonesia akhirnya hanya akan menjadi ladang empuk bagi maskapi asing, terutama dari Negara tetangga sendiri, yaitu Malaysia dan Singapura.
Lebih dari itu, ketidaksiapan berbagai aspek dalam industri penerbangan akan membuat pertahanan dan kedaulatan udara Indonesia terancam. Terganggunya kedaulatan itu disebabkan Indonesia dianggap tidak memiliki kemampuan memadai dalam menjamin keamanan penerbangan, sehingga wewenang pengaturan lalu lintas udara di wilayah kedaulatan Indonesia akan diserahkan kepada Negara lain.
Sebagai negara terbesar di Asean, Indonesia harus memanfaatkan peluang yang legit ini. Dengan pasar domestik yang luas dan sektor maskapai penerbangan lokal yang bertumbuh pesat serta sangat kompetitif, Indonesia harus bisa memanfaatkan peluang besar dari kebijakan Asean Open Sky. Indonesia sebagai negara kepulauan dan berpenduduk terbesar di Asean memiliki potensi pasar angkutan udara yang sangat tinggi dibandingkan negara
Asean lainnya.
Para pemain di industri penerbangan harus bisa memanfaatkan peluang adanya Asean Open Sky, dengan meningkatkan mutu SDM, manajemen, kesehatan finansial,dan peremajaan armada pesawat, agar mereka mampu berkompetisi di tingkat regional maupun internasional. Kesempatan takkan pernah datang dua kali. Selain kalangan industri penerbangan, pemerintah juga harus segera membenahi berbagai infrastruktur. Bandara utama, seperti Jakarta dan Bali, harus disiapkan menuju multi-airport system, dengan fokus pengembangannya menjadi suatu kota bandara (aerotropolis).
Albert Mandagi, mahasiswa program doktor Ilmu Ekonomi Universitas Trisakti
KEBIJAKAN RUANG UDARA TERBUKA (OPEN
SKY POLICY) DI ASEAN DAN IMPLIKASINYA
TERHADAP INDUSTRI PENERBANGAN DI
INDONESIA
Nama: Dendi Ahmad Patryayuda
NPM: 110113080024
Pembimbing:
1. 1. H. Atip Latipulhayat, S.H., LL.M., Ph.D.
2. 2. Prita Amalia S.H., M.H.
ABSTRAK
Perkembangan jasa angkutan udara di ASEAN telah
mengalami kemajuan yang sangat pesat. Hal ini
tentunya dipengaruhi juga oleh perkembangan yang
dialami kawasan dunia lain, diantaranya Amerika dan
Eropa. Perkembangan yang dimaksud adalah
pelaksanaan perdagangan bebas jasa angkutan udara
(internasional) antara negara anggota di kawasan
tersebut. Pada praktiknya memungkinkan dibukanya
ruang udara suatu negara untuk dapat terjadinya
liberalisasi penerbangan tanpa batasan (unlimited)
sehingga menimbulkan persaingan yang ketat pada
industri penerbangan, maka hal ini dikenal dengan
istilah open sky.Dalam konteks berlakunya di ASEAN
dikenal dengan istilah ASEAN Open Sky Policy yang
merupakan konsep kebijakan internasional yang
mengarah pada liberalisasi aturan dan pengaturan
dalam industri penerbangan sipil internasional,
khususnya pada penerbangan komersial dengan
meminimalkan intervensi pemerintah dalam
aktifitasnya sehingga terbukanya pasar bebas industri
penerbangan.
Penelitian ini bermaksud untuk mengetahui
apakah ASEAN Open Sky Policy berdampak pada
industri penerbangan di Indonesia dan upaya apa saja
yang dapat dilakukan oleh industri penerbangan di
Indonesia dalam menghadapi ASEAN Open Sky
Policy ini. Untuk penelitian tersebut, dilakukan studi
kepustakaan. Analisis secara kualitatif dipergunakan
dalam mengolah bahan-bahan yang diperoleh
berdasarkan metode deskriptif-analitis dengan
pendekatan yuridis-komparatif.
Hasil dari penelitian ini dapat disimpulkan
bahwa, ASEAN Open Sky Policy berdampak pada
berkurangnya kedaulatan Indonesia atas ruang udara
secara mutlak dengan adanya kemungkinan
masuknya maskapai asing yang akan berkompetisi di
wilayah Indonesia. Melihat hal tersebut industri
penerbangan akan berusaha meningkatkan faktor
keselamatan (safety) dan keamanan (security).
ABSTRACT
The development of air transportation services in
ASEAN has progressed rapidly. This is influenced by
the development of other regions, including America
and Europe. The development is about the
implementation of international free trade between
member states in the region. In practice, the free trade
allows the opening of the airspace of a country in order
to the unlimited aviation liberalization. Through this
mechanism, the competition among aviation industries
have been occur, and this is known as the “open sky”.
In the context of ASEAN, it’s known as the ASEAN
Open Sky Policy. It is an international policy concept
which led to the liberalization of the rules and
regulation of the international civil aviation industry,
especially on commercial flights with minimal
government intervention in the free market activities.
Hence it will create free trade on aviation industries.
This study try to find out whether the ASEAN Open
Sky Policy has an impact to the whole Indonesia’s
aviation industry and what efforts have to be made by
the Indonesia aviation industry in facing the ASEAN
Open Sky Policy. This research will be conducted by
literature study. Qualitative analysis will be used in
processing the materials obtained by the methods of
descriptive-analytical-comparative judicial approach.
The conclusion of the research is the ASEAN Open
Sky Policy has an impact to reduce Indonesia’s
absolute air space sovereignty, with the possible of the
competition between foreign aviations in the territory of
Indonesia. Therefore, the aviation industries will try to
increase their safety and security.
Keywords: ASEAN, open sky, airlines,
industry, 5th freedom of the air
1. A. PENDAHULUAN
2. 1. Latar Belakang
ASEAN sebagai salah satu organisasi internasional
mempunyai tujuan untuk mensejahterakan,
menciptakan perdamaian dan kestabilitasan
wilayahnya serta perwujudan dari solidaritas
wilayahnya.[1] Dalam perkembangannya,
pembentukan MEA[2] dibentuk demi menjadikan
kawasan ASEAN sebagai suatu pasar dan landasan
produksi tunggal (single market) dengan peredaran
bebas barang, jasa dan modal.[3] Dalam
perkembangannya, pelaksanaan perdagangan bebas
jasa angkutan udara internasional, seperti halnya
diistilahkan oleh kalangan airlines maupun pemerintah
sebagai regulator, dikenal dengan istilah open sky.
Pemahaman open sky merupakan suatu konsep
kebijakan internasional yang mengarah pada
liberalisasi aturan dan pengaturan dalam industri
penerbangan sipil internasional, khususnya pada
penerbangan komersial dengan meminimalkan
intervensi pemerintah dalam aktifitasnya sehingga
terbukanya pasar bebas industri penerbangan.
ASEAN Open Sky Policy merupakan bagian dari
tujuan dibentuknya ASEAN Economic
Community yang berkomitmen untuk memperluas dan
memperdalam integritas ekonomi kawasan yang
berkenaan dengan hubungannya pada ekonomi dunia
(global economic).
Dalam perkembangannya pemberlakuan konsep Open
Sky Policy semakin dapat dirasakan implikasinya
terhadap suatu negara dan industri penerbangan itu
sendiri. Pada konteks negara konsep ini dianggap
telah melemahkan keberadaan kedaulatan negara
terhadap ruang udaranya, dalam hal Industri
Penerbangan konsep ini akan mempengaruhi
persaingan terhadap industri penerbangan domestik
karena kemungkinan persaingan yang akan lebih luas
bersama-sama dengan industri penerbangan anggota
ASEAN lainnya.
1. 2. Permasalahan
1. Bagaimana implikasi kebijakan ruang udara
terbuka (ASEAN open sky policy) terhadap
industri penerbangan di Indonesia?
2. Upaya apa yang harus dilakukan industri
penerbangan di Indonesia dalam
menghadapi kebijakan ruang udara terbuka
(ASEAN open sky policy)?
1. 3. Hasil dan Pembahasan
1. a. Implikasi ASEAN Open Sky
Policy terhadap Industri Penerbangan di
Indonesia.
1) Berkurangnya Kemutlakan Kedaulatan
Indonesia atas Ruang Udaranya
Dalam memahami maksud dari berkurangnya makna
kemutlakan kedaulatan Indonesia ruang udaranya
maka perlu diketahui terlebih dahulu prinsip
ASEAN Open Sky Policy. Konsep ini memberikan
makna kebebasan yang lebih jika dibandingkan
dengan konsep dari bentuk kerjasama bilateral
maupun multilateral yang sampai saat ini Indonesia
lakukan. ASEAN Open Sky Policy memungkinkan
untuk dilakukannya hingga hak kebebasan kelima
(5th freedom of the air)[4] dengan memberikan hak
untuk terbang antara dua negara asing, selama
penerbangan dimulai dan berakhir di negara asal
maskapai penerbangan.
Penulis berpendapat bahwa dimungkinkannya untuk
dilakukan hak kebebasan kelima semakin memberikan
peluang besar terhadap melonggarnya batasan
kemutlakan kedaulatan Indonesia di ruang udara
dengan bentuk masuknya maskapai asing yang akan
berkompetisi di wilayah Indonesia. Melihat karakteristik
ASEANOpen Sky Policy yang tidak memberikan
batasan terhadap kapasitas penerbangan (capacity),
frekuensi penerbangan (frequency) dan jenis pesawat
yang akan bersaing (aircraft type), maka semakin
meyakinkan penulis akan mempersulit kondisi
penerbangan domestik Indonesia yang sedang
berkembang.[5]
Polemik mengenai makna berkurangnya kemutlakan
kedaulatan suatu negara atas ruang udaranya juga
sempat dirasakan oleh negara anggota Uni Eropa.
Melalui konsep European Open Sky Policy –nya
terdapat pencapaian penting mengenai hilangnya
batasan kedaulatan negara atas ruang udaranya, yaitu
penghapusan pembatasan kebangsaan (Elimination of
Nationality Restrictions).
2) Meningkatnya Faktor Keselamatan dan
Keamanan
Keselamatan dan kemanan merupakan faktor penting
dalam membangun dan menjaga kepercayaan dalam
dunia industri penerbangan. Berkaitan dengan kedua
faktor itu, tantangan terbesar terletak pada pengenalan
permasalahan utama.Kedua unsur tersebut menjadi
modal dasar dalam melakukan aktifitas penerbangan
di belahan dunia manapun, misalnya saja di Uni Eropa
dan Amerika Serikat.
Dari permulaan adanya konsep ASEAN Open Sky
Policy yang dilakukan oleh negara anggota ASEAN,
faktor keselamatan dan keamanan telah menjadi salah
satu hal yang perlu diperhatikan. Hal ini dinyatakan di
dalam Artikel 5 (Safety) ASEAN Multilateral Agreement
On Full Liberalisation Of Passanger Air
Services(MAFLPAS):
“…Each Contracting Party may request consultations
concerning the aviation safety and security standards
maintained by another Contracting Party relating to
aeronautical facilities, flight crew, aircraft, and
operation of that other Contracting Party’s designated
airline(s)…”
Lebih lanjut lagi, berkaitan dengan hal keamanan
(security) dalam pelaksanaan ASEAN Open Sky
Policy juga diharapkan dapat berjalan lebih baik.
Dalam Artikel 6 –nya (security), dinyatakan bahwa:
“…In accordance with their rights and obligations
under international law, the Contracting Parties
reaffirm their obligation to one another to protect the
security of civil aviation against acts of unlawful
interference forms an integral part of this
Agreement…”.
Indonesia masih memiliki waktu paling tidak hingga
pelaksanaan ASEAN Open Sky
Policy diberlakukanpada tahun 2015. Maka dari itu, hal
ini menjadi tanggung jawab pemerintah dan pihak
yang berkepentingan untuk mempersiapkan potensi
maskapai penerbangan domestik agar mampu
menghadapi persaingan maskapai asing yang sudah
memperoleh kepercayaan masyarakat internasional
karena telah menunjukan maskapai yang memenuhi
syarat keselamatan dan keamanan, misalnya
saja Singapore Airlines (SQ), Malaysia Airlines (MH)
dan Thai Airlines (TG).
3) Persaingan yang Lebih Luas Terhadap Dunia
Industri Penerbangan
Dalam hal persaingan yang luas terhadap dunia
Industri Penerbangan konsep ASEAN Open Sky
Policy dinilai dapat memberikan nilai tambah pada
beberapa aspek dalam Industri Penerbangan,
diantaranya:[6]
a) Mendorong pertumbuhan perdagangan,
perindustrian dan pariwisata dengan tetap
meningkatkan kinerja dan daya saing industri
penerbangan secara keseluruhan, termasuk sumber
daya manusia;
b) Mendorong pertumbuhan ekonomi daerah yang
menjadi jaringan rute pengumpul (hub), dan daerah-
daerah cakupannya, karena ada hubungan udara
langsung dengan negara lain;
c) Mendorong perusahaan penerbangan nasional
untuk menciptakan atau memperkuat ‘hub’nya;
d) Meningkatkan daya saing maskapai nasional
terhadap maskapai asing dengan cara mendorong
kerjasama antara maskapai nasional dan memperkuat
jaringan internasional bekerjasama dengan maskapai
asing.
1. b. Upaya yang Harus Dilakukan Industri
Penerbangan di Indonesia dalam Menghadapi
ASEAN Open Sky Policy
1) Penerapan Konsep ASEAN Open Sky
Policy Secara Terbatas (Limited Open Sky)
Makna kata “terbatas” merupakan tipe liberalisasi jasa
penerbangan udara yang diperkenal oleh negara-
negara ASEAN sejak pertemuan Bali Concord II.
Makna “terbatas” (limited) artinya negara memberikan
“points” dalam pertukaran hak angkut (traffic right)
secara timbal balik (reciprocal) seperti halnya yang
sering sekali terjadi pada perjanjian bilateral (Bilateral
Air Service Agreement). Kemudian tipe kedua adalah
“tidak terbatas” (liberal) yang tidak mengenal
pembatasan dalam hal pertukaran hak angkut
(traffic right), kapasitas (capacity) dan frekuensi
(frequency).
Upaya dalam melakukan penerapan konsep
ASEAN Open Sky Policy secara terbatas (Limited
Open Sky) juga dapat dilakukan dengan melakukan
mekanisme proteksionisme (protectionism) terhadap
akses (access) bagi maskapai asing. Hal ini terlihat
dari beberapa negara, termasuk negara-negara Eropa
dan Amerika Serikat dalam menerapkan konsep Open
Sky Policy di negaranya. Mekanisme proteksionisme
tersebut dapat dilakukan melaui intrumen:[7]
1. a. Airport Slot
Beberapa negara membatasi akses pasar (market
access) ke negara tersebut dengan alasan
keterbatasan slot (Slot Contstraint Reason), misalnya
Jepang.
1. b. Safety Issue
Uni Eropa melakukan hal ini dengan menerapkan EU
Operational Ban. Dalam hal ini maskapai Indonesia
pernah mengalami larangan terbang di wilayah Eropa.
Kemudian Amerika Serikat (USA) menerapkan FAA
Category 2 untuk klasifikasi standar keamanan.[8]
1. c. Entry Issue
Penerapan persyaratan yang rigit (rigid condition)
untuk masuk ke satu negara seperti yang dilakukan
oleh Filipina.
2) Restrukturisasi Perusahaan Penerbangan
dan Modernisasi Armada Penerbangan
Melakukan restrukturisasi perusahaan penerbangan,
maka hal ini berdampak pada peningkatan efisiensi
dan produktivitas perusahaan, menciptakan struktur
keuangan dan manajemen keuangan yang kuat,
menciptakan struktur industri yang sehat dan
kompetitif, menciptakan perusahaan yang berdaya
saing dan berorientasi global serta menumbuhkan
iklim usaha, ekonomi makro dan kapasitas pasar.
Dengan demikian, menurut penulis pengembangan
suatu perusahaan penerbangan melalui strategi
restrukturisasi akan menciptakan sinergi bagi
perusahaan.
1. 4. Kesimpulan dan Saran
1. a. Kesimpulan
1. Berkurangnya kedaulatan Indonesia
atas ruang udara secara mutlak
merupakan salah satu implikasi jika
konsep ASEAN Open Sky
Policy diberlakukan. Hak kebebasan
kelima semakin memberikan peluang
besar terhadap melonggarnya batasan
kemutlakan kedaulatan Indonesia di
ruang udara dengan bentuk masuknya
maskapai asing yang akan
berkompetisi di wilayah Indonesia.
Implikasi lainnya yang mungkin akan
terjadi adalah meningkatnya faktor
keselamatan dan keamanan serta
menjadikan persaingan yang lebih luas
terhadap dunia Industri Penerbangan.
Hal ini dapat dilihat dari semakin
banyaknya maskapai asing yang
bermain peran pasar penerbangan
Indonesia tentu akan berdampak pada
peningkatan standarisasi keamanan
(security) dan keselamatan (safety).
2. Maka upaya yang harus dilakukan
industri penerbangan di Indonesia
dalam menghadapi kebijakan ruang
udara terbuka (ASEAN open sky policy)
adalah; pertama, dengan menerapkan
konsep ASEAN Open Sky
Policy secara terbatas (Limited Open
Sky) dan restrukturisasi perusahaan
penerbangan serta modernisasi
armada penerbangan.
1. b. Saran
1. Sebaiknya pelaksanaan ASEAN Open Sky
Policy harus tetap dengan
mempertimbangkan kebutuhan
penerbangan nasional (domestik). Untuk itu
beberapa implikasi yang penulis uraikan di
dalam Bab sebelumnya agar dapat menjadi
pertimbangan pemerintah dan industri
penerbangan dalam menghadapi
ASEAN Open Sky Policy di tahun 2015.
Meskipun ASEAN Open Sky
Policymerupakan suatu konsep yang harus
dilaksanakan, maka terapkanlah konsep
tersebut dengan terbatas (limited open sky).
2. Sebaiknya kesiapan industri penerbangan
menjadi hal yang perlu dilakukan. Dengan
melakukan restrukturisasi perusahaan
penerbangan dan modernisasi armada
penerbangan menjadi pilihan yang harus
dilakukan. Namun, hal yang perlu diingat
adalah bukan masalah kesiapan industri
penerbangan nasional dalam
menghadapinya, melainkan masalah apakah
kita membutuhkan ASEAN Open Sky
Policy itu sendiri.
Regulasi UU Penerbangan Siap Hadapi ASEAN Open SkyAPRIL 6, 2014 10:13 AMCOMMENTS OFFVIEWS: 13
I-INEWS.COM, JAKARTA-Direktur Angkatan Udara Djoko Murjatmodjo menegaskan, menghadapi pelaksanaan ASEAN Single Aviation Market maka kajian lebih lanjut tidak hanya pada Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan, tetapi juga regulasi turunan dari undang-undang tersebut apakah perlu diperbaiki atau ditambah.
“Kami menanggapi bahwa penajaman kajian tidak hanya pada Undang-Undang Penerbangan tetapi juga regulasi dibawahnya apakan perlu diperbaiki atau ditambah, “ kata Djoko, seperti dilansir Kementerian Perhubungan, akhir pekan.
Salah satu kesimpulan study yang telah dilakukan Badan Litbang Perhubungan mengenai Dampak Open Sky Tahun 2015 Terhdap Kebijakan Angkutan Udara Dalam Negeri dan Luar Negeri Indonesia menyatakan secara regulasi UU No 1 tahun 2009 tentang Penerbangan telah siap menghadapi ASEAN Open Sky.
Djoko melanjutkan, kajian lanjut tersebut diharapkan dapat mendukung pelaksanaan ASEAN Single Aviation Market yang selaras dengan kepentingan nasional antara lain dari aspek market akses dan investasi asing bagi airlines maupun penyedia jasa penunjang penerbangan asing.
Selain itu, Djoko mengatakan sudah terdapat roadmap ASEAN menghadapi ASEAN Single Aviation Merket hingga diatas tahun 2015 meliputi elemen ekonomi dan teknis sehingga hal tersebut perlu diantisipasi pada tingkat nasional. (IN-32)Dibaca (79) Kali
Siapkan Regulasi Hadapi AFTA 2015JUNE 5, 2014 2:30 PMCOMMENTS OFFVIEWS: 11
I-INEWS.COM, JAKARTA-Dalam menghadapi Pasar Bebas ASEAN 2015 atau ASEAN Free Trade Area (AFTA) 2015, harus dipersiapkan regulasi yang jelas, agar SDM
Indonesia bisa berdikari di bidang ekonomi dan siap menghadapinya.“Daya saing satu bangsa merupakan tolok ukur, utamanya dalam lapangan pekerjaan, kita tidak menginginkan seperti dokter, akuntan dan sebagainya dikuasai oleh tenaga kerja dari negara tetangga,” kata anggota Komisi XI DPR Arif Budimanta di Jakarta, Kamis (5/6), seperti dilansir infopublik.org.
Dijelaskan, Indonesia memerlukan regulasi terkait uji kompetensi dan pemberian sertifikatnya. Meski sertifikasi kompetensi harus sejalan dengan negara tetangga, bila ada dokter luar yang hendak berpraktik di Indonesia, mereka juga harus memiliki standar nasional Indonesia (SNI). “Mereka harus bisa berbahasa Indonesia dan mengikuti ujian kejuruan standar profesi di Indonesia,” katanya.
Selain itu, regulasi mendorong ekonomi kerakyatan sebagai rambu-rambu dalam pengembangan perekonomi Indonesia.
Lebih lanjut, dia menyampaikan Indonesia harus menjadi basis produksi industri di ASEAN, bukan hanya menjadi pasar. Hal ini tercermin dalam Master Plan Percepatan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) yang basisnya juga merupakan masalah akses.
“Mau tidak mau menempatkan Indonesia menjadi basis produksi. Ini akan terjadi kalau bisa menekan ongkos logistik, perizinan lebih gampang ini semua kita tata,” ujarnya.
Sedangkan untuk meningkatkan daya saing SDM, harus dilakukan peningkatan kualitas dan keahlian tenaga kerja dalam negeri. “Menghadapi MEA 2015 tersebut, kita harus mempersiapkan tenaga kerja kita agar kualitasnya tidak kalah dengan tenaga asing,” katanya. (IN-32)Dibaca (59) Kali
SOLO - Maskapai Garuda Indonesia tercatat berhasil menerbangkan 15 ribu penumpang atau sekitar 70 ribu penumpang selama empat bulan di kurun waktu 2014 untuk rute Solo - Jakarta.
Jumlah tersebut melonjak tajam sejak maskapai plat merah ini menambah jam frekuensi penerbangannya sebanyak 5 kali sehari.
Marketing and Sales Marketing Garuda Indonesia Branch Office Solo, Jawa Tengah, Endy Latif, mengatakan meskipun saat ini banyak maskapai menawarkan penerbangan murah, trand masyarakat memilih Garuda tetap tinggi.
Terbukti sejak Januari hingga April 2014, secara traffic mengalami peningkatan sekitar 2 sampai 3 persen di banding periode yang sama tahun lalu.
"Untuk 2014 saja, sampai bulan ini jika rata-rata per bulanya 15 ribu penumpang di kalikan selama empat bulan, mungkin sekitar 70 ribu orang," jelas Endi kepada Okezone di Solo Jawa Tengah, Jumat (16/5/2014).
Menurut Endy Latif, meskipun terjadi lonjakan cukup tajam, ijin menambah jam terbang,belum terwujud. Sehingga dengan jumlah penumpang sebesar itu, pihak Garuda belum akan menambah jam penerbangan lagi. Hanya mengoptimalkan penerbangan reguler yang sudah ada. Yakni 5 kali fligt per harinya.
"Dengan mengoptimalkan 5 flight yang sudah ada. Dari 5 flight itu ada beberapa yang belum optimal. Khususnya yakni flight pagi dan sore," terangnya.
Sebab itulah,ungkap Endy Latif, pihak Garuda lebih memilih mengoptimalisasi flight yang ada ketimbang menambah frequensinya.
Terbukti saat lebaran nanti, Garuda tidak menambah jam terbang. Untuk melayani mudik lebaran pihak Garuda hanya membuka
reservasi tiket pesawat sejak 11 bulan yang lalu.
"Garuda sudah membuka reservasi tiket pesawat untuk perjalanan mudik semenjak 11 bulan sebelum hari H keberangkatan. Tiket pesawat untuk periode peak arus balik sudah banyak dipesan oleh calon penumpang,"
AFTA 2015 Kehancuran Ekonomi Indonesia
OPINI | 05 April 2014 | 14:21 Dibaca: 2860 Komentar: 14 0
Penduduk Indonesia adalah ke-4 terbesar didunia, oleh karena itu Negara Indonesia akan selalu menjadi sasaran empuk target pasar dari berbagai produk Negara-negara dunia. Pada saat ini, karena daya beli masyarakat kita lemah, maka aneka jenis produk yang datang, adalah berbagai produk kualitas rendah (kw) yang berasal dari China dengan harga sangat murah. Bahkan jaring pemasarannya sudah sampai pada pedagang kaki lima diseluruh Indonesia. Akibatnya, semua produksi sejenis yang ada didalam negeri menjadi hancur terbukti banyaknya berbagai pabrik berbahan plastik dan tekstil serta alat-alat pertukangan, mainan anak-anak gulung tikar. Ini semua adalah dampak dari berlakunya ASEAN-China Free Trade Area (ACFTA) sejak 2010. Semua para pengusaha korban gulung tikar mengatakan kita tidak bisa bersaing dengan harga produk kw China yang masuk ke Indonesia dengan harga yang sangat murah. Belum terjadinya AFTA (Asean Free Trade Area) 2015, para produsen di Indonesia sudah tidak mampu bersaing di pasar dalam negerinya sendiri menghadapi barang-barang impor dari China. Negara-negara China, Jepang, India, Thailand, Singapore, Malaysia, Vietnam telah melakukan serangan produksinya ke Indonesia jauh sebelum AFTA 2015.
Kalau kita perhatikan di berbagai pusat perbelanjaan perkotaan, kita bisa saksikan beraneka jenis jajanan cepat saji yang sudah berasal dari luar negeri (LN) dan anehnya pengunjungnya sangat banyak dari para konsumen warga Indonesia. Inilah pembuktian strategi marketing yang dilakukan pihak asing melalui iklan dan film lalu para konsumen kita menjadi korban iklan mereka.
Bisakah pengusaha kita melakukan strategi seperti ini diberbagai Negara target pasar ? Mampukah film Indonesia bisa ditonton oleh banyak penduduk dunia dimana kita bisa berstrategi menempelkan berbagai komoditas produksi Nasional didalamnya sehingga menjadi trend konsumen dunia ?
Kebutuhan pangan seperti garam, gula, beras, terigu, bawang putih, serta buah-buahan, Indonesia masih tergantung kepada impor dari LN. Mungkinkah kita bisa bersaing ketat dengan Negara-negara Asean yang sudah mandiri dalam kebutuhan pangannya ? Untuk kebutuhan sandang, bahan baku produksi sandang kita masih sepenuhnya impor. Di Indonesia, belum ada industri besar produksi kimia dasar aneka unsur, sehingga produksi di Indonesia masih besar kandungan impornya. Akibatnya, tidak ada andalan produksi dari Indonesia yang permanen bisa memiliki daya saing kuat didunia. SDA yang kaya dimiliki Indonesia bisa ditingkatkan nilai tambahnya jika ada industri pendukung bahan baku kimia dasar yang mandiri. Realisasi AFTA 2015 yang tinggal hanya setahun lagi kedepan, membuat posisi industri Indonesia belum siap menghadapinya, yang sebenarnya sudah bisa dipersiapkan sejak akhir kepemimpinan Soeharto. Kita dapat menyaksikan era kepemimpinan Gusdur, Megawati sampai Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) adalah merupakan era kepemimpinan Nasional yang gagal dan hanya membuang waktu serta pencitraan saja bahkan untuk membangun infrastruktur yang lengap diberbagai daerah mereka gagal. Lucunya di era kepemimpinan Megawati, kita di dalam negeri (DN) kekurangan gas alam karena gas alam kita sudah dijual kontrak ke China (Gas Tangguh) oleh Megawati Soekarno Putri. Akibatnya banyak pabrik pupuk Nasional hampir bangkrut dan terpaksa menaikkan harga pupuk mereka karena gas alam sangat mahal malah diimpor. Inilah sebuah ketololan dan kedunguan yang pernah dilakukan pemimpin kita dimasa lalu dan tidak ada perencanaan yang matang. Ini merupakan dilematis yang sulit disolusi bagi semua pihak.
Apa yang akan terjadi ketika AFTA 2015 direalisasikan ? Karena Indonesia target pasar dunia nomor empat dunia, maka Negara-negara Asean akan dijadikan pintu masuk berbagai hasil aneka jenis produksi dunia yang harganya sangat bersaing. Terutama Singapore akan menjadi ajang agen distributor dunia untuk menjual barang produksi Negara-negara dunia ke Indonesia. Karena para pejabat di Indonesia sangat mudah di sumpal dengan uang, maka pengawasan yang sangat lemah terhadap kualitas produksi barang-barang impor akan dijadikan ajang pembuangan produksi gagal yang dampaknya membuat industri DN berkepanjangan semakin tidak berdaya.
Apalagi jika manajemen pemerintahan 2014-2019 masih seperti gaya manajemen kepemimpinan SBY, kondisi kita akan lebih parah.
Negara-negara industri maju dunia sudah sangat tinggi efisiensinya karena berbagai produksi sudah dikerjakan dengan sistem robotisasi. Produksi Indonesia tidak akan bisa bersaing jika masih saja menggunakan sistem produksi padat karya. Dari sisi akurat, presisi, technologi dan kualitas serta pricing apalagi design, industri sistem robotisasi tidak akan bisa dilawan, kecuali dengan sistem yang sama.
SDM kita yang bisa memasuki bidang kreatifitas serta bidang produktifitas disemua Negara Asean, tetap saja tidak akan bisa menjadi andalan maksimal pendapatan devisa Nasional karena para SDM kita ini tidak bisa dijadikan sebagai mata rantai pemasaran produksi Nasional yang sepenuhnya komponen produksinya bersumber dari Indonesia. Mereka para SDM kita ini hanya bisa sebagai tenaga ahli atau tenaga professional dibidangnya kalaupun SDM ini bisa menjalankan bidang produksi, tentu akan menggunakan bahan baku dari Negara dimana dia menetap berprofesi dan tidak ubahnya seperti TKI selama ini yang hanya mengandalkan pendapatan jasa. Mampukah SDM Indonesia bersaing dengan SDM China, India dan Pakistan ? Atau mampukah SDM Indonesia bersaing dinegara anggota Asean yang jumlah penduduknya sangat sedikit ? Jadi yang berkepentingan dalam AFTA 2015 ini adalah para Negara Asean sendiri yang ingin memanfaatkan pasar besar Indonesia disamping Negara-negara industri maju lainnya yang memanfaatkan nama Negara Asean untuk tujuan pasar Indonesia. Dengan berlaku penuhnya AFTA 2015 dan WTO 2020, akibat buruknya adalah UUD 1945 dan banyak UU yang sudah susah payah dibuat untuk perlindungan serta memajukan industri dalam negeri dan penciptaan lapangan pekerjaan menjadi sirna tak berlaku lagi sebagian besar. Sadarkah kita semua bahwa AFTA dan WTO merupakan grand strategi tinggi para kapitalis dunia untuk menghilangkan kedaulatan sebuah Negara ?
Bersiaplah hadapi “Kiamat”. Tahun 2015 dapat menjadi awal permulaan “Kiamat” bagi Indonesia, mari kita antisipasi!
Saya tidak bermaksud menakut-nakuti, justru saya memperingatkan agar bangsa
kita segera melakukan perubahan dan pembenahan dengan cepat agar bencana
bisa terhindar dari negeri tercinta ini.
Tahun 2015 kita akan menghadapi AFTA (ASEAN Free Trade Area). Sebagai
salah satu negara di ASEAN, kita akan ikut terlibat. Penjelasan singkatnya
adalah AFTA akan membuat negara-negara di ASEAN dapat melakukan
penjualan ekspor impor dengan biaya pajak impor mencapai 0%
Lalu apa dampaknya?
Kita tahu bahwa Indonesia adalah negara dengan jumlah penduduk terbesar di
ASEAN dengan penduduk yang mencapai hampir 250 juta jiwa. Tentunya kita
akan menjadi pasar paling “empuk” bagi negara-negara ASEAN untuk menjual
produksi mereka, karena jumlah penduduk mereka tidaklah banyak.
Hal ini didukung dengan rasa nasionalisme dalam diri rakyat Indonesia bisa
dikatakan kurang, beda sekali dengan negara maju yang pernah Saya kunjungi,
dimana mereka sangat cinta produk dalam negerinya. Rakyat kita lebih bangga
memakai produk impor dibanding dengan produksi dalam negeri karena selain
harga produk impor seringkali lebih murah, ditambah lagi kualitas produksi lokal
kita yang masih lemah, tentu hal ini akan memperparah.
Kasus nyata yang terjadi : Jika Anda pernah pergi ke Thailand, maka Anda akan
dapati banyak sekali barang murah disana khususnya dalam bidang fashion.
Celana wanita yang dijual di mall Surabaya, dibeli di Thailand hanya 50ribu-
150ribu, celana tersebut kemudian dijual di butik-butik Indonesia dengan harga
bisa mencapai 300ribu keatas, itu sebabnya banyak sekali sekarang
bermunculan butik-butik fashion dengan cepat. Selain lebih murah dari sisi harga
produk, hal itu juga didukung oleh seringnya tiket promo dari maskapai
penerbangan tertentu yang menawarkan tiket hingga Rp 0.
Problemnya jika harga disana murah dan masuk Indonesia dengan bebasnya
(Faktor AFTA), maka industri Garmen kita akan terpukul. Secara biaya produksi,
kita kalah karena upah dan biaya hidup di Thailand rendah, sedangkan industri
Garmen disini sering berhadapan dengan buruh yang menuntut kenaikan upah
pertahun dengan tinggi. Hal ini dapat menyebabkan pengusaha menutup
pabriknya, lalu melakukan impor dan menjual langsung (distribusi). Pengusaha
akan bebas dari resiko berhadapan dengan buruh setiap tahun.
Efeknya adalah hal ini akan memicu terjadinya Pemutusan Hubungan Kerja
(PHK), ketika PHK banyak terjadi maka daya beli masyarakat kita akan menurun
dan jika terus menurun maka akan semakin memperburuk keadaan ekonomi.
PHK akan tidak terkendali sehingga menaikkan angka pengangguran dan
berdampak pada tingkat kejahatan yang dapat meningkat, dll.
Hal yang kita bahas diatas baru dari sisi industri Garmen, belum dari industri
lainnya yang kita juga bisa tebak sendiri industri apa dari Indonesia yang dapat
diunggulkan dari negara lainnya diseluruh dunia. Jika hal ini dibiarkan terus
menerus, bisa-bisa kita hanya akan menguras kekayaan alam mineral kita untuk
membiayai kebutuhan ekonomi Indonesia.
Sebagian orang berpikir bahwa AFTA akan meningkatkan daya saing ASEAN
dalam menciptakan produk yang dapat menyaingi China. Hal itu benar dan tepat
apabila Indonesia dalam posisi yang siap dan selevel dengan negara ASEAN
yang maju. Jika tidak siap, maka Indonesia akan menjadi penyumbang kekayaan
alam untuk dapat diolah menjadi produk yang lebih bernilai oleh negara ASEAN
agar dapat diekspor keluar ASEAN. Tentu itu akan menguras kekayaan alam
kita.
Sebenarnya Pencipta kita telah membekali negeri ini dengan begitu banyak
potensi yang luar biasa, namun sayangnya salah melakukan pengelolaan. Salah
satu potensi luar biasa yang diberikan Pencipta kita adalah keindahan alam yang
luar biasa. Seharusnya bangsa ini lebih menjual pariwisata karena pariwisata
Indonesia adalah yang terindah di dunia. Waktu saya membawa mahasiswa
pergi ke Korea Selatan untuk studi banding, warga Korea mengatakan bahwa :
“Jeju is the second of Bali”. Dan memang benar, jika kita sungguh-sungguh
menggali keindahan Bali, Bali lebih indah daripada Pulau Jeju, hanya sayangnya
banyak pihak yang tidak pernah menjelajahi Bali dengan serius lebih keras
bersuara bahwa Bali hanya begitu-begitu saja.
Ini adalah sebuah FAKTA yang harus kita tahu bersama tentang betapa besar
potensi pariwisata:
Devisa Indonesia saat ini berkisar +/- USD 103 Miliar, bahkan sempat
menembus dibawah USD 100 Miliar karena melakukan intervensi
mempertahankan nilai tukar Rupiah agar tidak terlalu jatuh.
Kunjungan Wisatawan Mancanegara di negara (Tahun 2013):
-> Malaysia : 25.700.000 Wisman (meningkat 2,7% dibanding 2012)
Penerimaan USD 65,44 Miliar = Rp 720 Triliun
-> Thailand : 26.735.000 Wisman (meningkat 19,6% dibanding 2012)
Penerimaan diatas USD 65 Miliar =Rp720 Triliun
- > Indonesia : 8.800.000 Wisman (meningkat 9,4% dibanding 2012)
Penerimaan USD 10,1 Miliar = Rp 110 Triliun
(Kurs USD 1 = Rp 11.000)
Jika kita hitung dengan cermat, artinya 1 wisatawan asing yang datang ke
Indonesia, mereka menghabiskan uang sekitar Rp 12.000.000,-. Kita kalah jauh
dari Malaysia dan Thailand, padahal dari sisi aspek luas wilayah dan keindahan
sebenarnya kita lebih unggul daripada mereka.
Dari data diatas kita dapat melihat betapa pariwisata sebenarnya sangat
potensial bila dikembangkan dengan serius. Pemasukan devisa akan meningkat
sehingga cadangan devisa kita cukup untuk mengintervensi agar USD tidak
menembus kurs 11500 seperti sekarang ini.
Sebagai bentuk kepedulian kami, kami membuat sebuah program GRAB
MONEY yang bisa diakses di www.go-indonesia.info , program ini mengajak
semua lapisan masyarakat untuk turut serta berpartisipasi dan berkontribusi
dengan cara menceritakan objek wisata mana yang pernah dikunjungi, apa yang
menarik disana dll. Kontribusi yang baik akan kami beri kompensasi Rp
50.000/kontribusi. Ikuti terus GRAB MONEY yang akan berganti-ganti. GRAB
MONEY yang lalu adalah program upload foto kami beli Rp 50.000/foto.
Dampak buruk AFTA harus disikapi dengan tepat dan elegan, janganlah kita
semakin mencoreng wajah Indonesia dengan melakukan demonstrasi.
Demonstrasi justru akan memperkeruh suasana dan mengganggu kita dalam
melakukan antisipasi. Ketidaksiapan Indonesia dalam menghadapi AFTA adalah
kesalahan kita sendiri. Oleh sebab itu, dengan waktu yang sangat singkat ini kita
harus bersama-sama menumbuhkan nasionalisme kita dan segera bergerak
dengan cepat untuk mempromosikan pariwisata Indonesia agar bisa mengurangi
resiko yang ditimbulkan oleh AFTA.