“PRODUK MUDHARABAH DAN APLIKASINYA DALAM...
Transcript of “PRODUK MUDHARABAH DAN APLIKASINYA DALAM...
“PRODUK MUDHARABAH DAN APLIKASINYA DALAM
PEMBIAYAAN MODAL NASABAH UMKM” PADA BAITUT
TAMWIL MUHAMMADIYAH (BTM) “BERKAH MENTARI”
PAMULANG
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar
Sarjana Sosial (S.Sos.)
Oleh:
Muhammad Irsyad Fadhillah
NIM. 1111053000034
JURUSAN MANAJEMEN DAKWAH
FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1438 H/2016 M
iv
ABSTRAK
Penelitian ini berjudul Poduk Mudharabah dan Aplikasinya Dalam
Pembiayaan Modal Terhadap Nasabah UMKM BTM “Berkah Mentari”
yang dibuat oleh Muhammad Irsyad Fadhillah, yang dibimbing oleh Muhamad
Zen, MA. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana konsep
dan aplikasinya sistem mudharabah pada BTM “Berkah Mentari. Metode yang
digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif kualitatif. Penelitian ini
dilakukan di koperasi BTM “Berkah Mentari”, Pamulang Tangerang Selatan.
Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah wawancara, observasi, dan studi
pustaka. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa model pembiayaan mudharabah
yang dilaksanakan di BTM “Berkah Mentari telah sesuai dengan syariah yang di
jabarkan lewat Fatwa Dewan Syariah Nasional No 07/DSN-MUI/IV/2000,
aplikasinya yaitu pembiayaan modal kerja dengan sistem bagi hasil atau
mudharabah. Keuntungan akan dibagi sesuai dengan kesepakatan yang tertuang
dalam akad, dalam pembiayaan tersebut digunakan istilah prinsip bagi hasil
keuntungan usaha bukan istilah profit sharing. Selain menggunakan istilah bagi
hasil keuntungan usaha, hal lain yang membuat ideal adalah adanya pembagian
kerugian usaha. Kerugian pada pembiayaan dengan akad mudharabah akan
ditanggung sepenuhnya oleh BTM “Berkah Mentari”, kecuali bila nasabah
melakukan kelalaian dan kesengajaan yang menyebabkan dialaminya kerugian.
Dalam menangani pembiayaan bermasalah BTM “Berkah Mentari selalu mencoba
untuk melakukan proses penyelesaian sengketa dengan jalan perdamaian atau
musyawarah. Faktor kejujuran dan transparansi menjadi sangat penting ketika
mendapatkan pembiayaan dengan prinsip bagi hasil.
Kata Kunci: Pembiayaan, Sistem Mudharabah, Shohibul Maal, Mudharib
v
KATA PENGANTAR
Mahasuci Allah yang maha tinggi lagi maha agung yang memiliki
pengetahuan yang luas meliputi langit dan bumi. Alhamdulillah dengan izin dan
rahmat-Nya, Dia menganugrahi kita dapat bertahan hidup dan mengembangkan
diri. Shalawat serta salam senantiasa tercurah kepada baginda Nabi Muhammad
SAW yang merupakan gudang ilmunya.
Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat dalam menyelesaikan jenjang
Pendidikan Strata 1 pada Jurusan Manajemen Dakwah, Fakultas Ilmu Dakwah
dan Ilmu Komunikasi. Dalam hal ini penulis mengucapkan terima kasih kepada
orang-orang yang telah membuat dan terlibat dalam proses pembuatan skripsi
yang berjudul “PRODUK MUDHARABAH DAN APLIKASINYA DALAM
PEMBIAYAAN MODAL PADA NASABAH UMKM BAITUT TAMWIL
MUHAMMADIYAH (BTM) “BERKAH MENTARI” PAMULANG” yaitu:
1. Terima kasih kepada Allah dengan izin dan hidayah-Nya sehingga skripsi
ini berjalan dengan baik.
2. Bapak Dr. Arief Subhan MA., selaku Dekan Ilmu Dakwah Dan Ilmu
Komunikasi Universitas Islam Negri Syarif Hidayatullah, Jakarta, dan
bapak Suparto, M.E.d, Ph.D selaku Wakil Dekan I, Dr. Roudhonah, MA
selaku Wakil Dekan II, Dr, Suhaimi, MSi selaku Wakil Dekan III Fakultas
Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi
3. Bapak Drs. Cecep Sastra Wijaya MA. Selaku Kepala Jurusan dan Bapak
Drs. Sugiarto MA. Selaku Sekretaris Jurusan Manajemen Dakwah
Universitas Islam Negri Syarif Hidayatullah
vi
4. Bapak Muhamad Zen, MA, selaku dosen pembimbing yang telah
memberikan bimbingan dan arahan kepada penulis agar skripsi ini lebih
baik.
5. Ayahanda Fadhillatul Syafri dan Ibunda Nuralinah selaku orang tua yang
telah menambah ketenangan lahir dan batin, baik materil maupun spiritual
sehingga penyusunan skripsi ini dapat berjalan dengan lancer.
6. Mujadid Perdana, selaku Manajer BTM yang telah memberikan penulis
kesempatan untuk memperoleh data skripsi dari BTM.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini jauh dari kesempurnaan, namun
demikian penulis telah berusaha semaksimal mungkin untuk menyelesaikan
skripsi ini sesuai dengan tingkat kemampuan dan pengetahuan penulis. Kritik dan
saran membangun dari pembaca serta rekan-rekan mahasiswa senantiasa penulis
nantikan.
Akhir kata semoga skripsi ini bermanfaat, baik untuk masa sekarang
maupun dimasa yang akan datang.
Jakarta, 02 Oktober 2016
Penulis
vii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL .............................................................................................. i
LEMBAR PENGESAHAN .................................................................................. ii
LEMBAR PERNYATAAN ................................................................................. iii
ABSTRAK ............................................................................................................ iv
KATA PENGANTAR ............................................................................................ v
DAFTAR ISI ........................................................................................................ vii
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................ 1
A. Latar Belakang ................................................................................ 1
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah............................................ 11
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ..................................................... 12
D. Metode Penelitian.......................................................................... 13
E. Teknik Pengumpulan Data ............................................................ 16
F. Teknik Analisis Data ..................................................................... 17
G. Tinjauan Pustaka ........................................................................... 17
H. Sistematika Penulisan ................................................................... 21
BAB II TINJAUAN TEORITIS .................................................................... 23
A. Mudharabah .................................................................................. 23
B. Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) ............................... 39
BAB III GAMBARAN UMUM BTM BERKAH MENTARI ...................... 46
A. Profil BTM Berkah Mentari .......................................................... 46
B. Visi dan Misi ................................................................................. 52
C. Struktur Organisasi ........................................................................ 52
BAB IV TEMUAN DAN ANALISIS LAPANGAN ...................................... 56
A. Proses Pelaksanaan Pembiayaan Modal Mudharabah Terhadap
Nasabah UMKM BTM “Berkah Mentari” .................................... 56
viii
B. Faktor-faktor Yang Menjadi Pendukung dan Penghambat
Implementasi Sistem Bagi Hasil (Mudharabah) ........................... 77
BAB V PENUTUP .......................................................................................... 86
A. KESIMPULAN ............................................................................. 86
B. SARAN ......................................................................................... 88
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Mudharabah, dalam fiqih Islam, merupakan salah satu bentuk kerja
sama antara rab al-mal (investor) dengan seorang pihak kedua (mudharib)
yang berfungsi sebagai pengelola dalam berdagang. Kata mudharabah itu
sendiri berasal dari kata dharb, adh-dharbu fil ardhi, yaitu berjalan di muka
bumi. Dan, berjalan di muka bumi ini pada umumnya dilakukan dalam rangka
menjalankan suatu usaha, berdagang atau berjihad di jalan Allah, sebagimana
firman Allah di dalam surat Al-Muzzammil ayat ke-20, yang artinya: “… dan
sebagian mereka berjalan di bumi mencari karunia Allah”.1
………….. ……
…….. dan orang-orang yang berjalan di muka bumi mencari sebagian
karunia Allah; (QS. Al-Muzzammil: 20).
Akad Mudharabah adalah akad antara pemilik modal dengan pengelola
modal, dengan ketentuan bahwa keuntungan diperoleh dua belah pihak sesuai
dengan kesepakatan. Di dalam pembiayaan mudharabah pemilik dana
(Shahibul Maal) membiayai sepenuhnya suatu usaha tertentu. Sedangkan
nasabah bertindak sebagai pengelola usaha (Mudharib). Pada prinsipnya akad
mudharabah diperbolehkan dalam agama Islam, karena untuk saling
membantu antara pemilik modal dengan seorang yang pakar dalam mengelola
1 Muhammad Syafi’i Antonio, Bank Syari’ah dari Teori ke Praktik. (Jakarta: Gema
Insani Press, 2005), h. 11
2
uang. Dalam sejarah Islam banyak pemilik modal yang tidak memiliki
keahlian dalam mengelola uangnya. Sementara itu banyak pula para pakar
dalam perdagangan yang tidak memiliki modal untuk berdagang. Oleh karena
itu, atas dasar saling tolong menolong, Islam memberikan kesempatan untuk
saling bekerja sama antara pemilik modal dengan orang yang terampil dalam
mengelola dan memproduktifkan modal itu.2
Akad mudharabah berbeda dengan akad pembiayaan yang ada pada
perbankan pada umumnya (perbankan konvensional). Perbankan konvensional
pada umumya menawarkan pembiayaan dengan menentukan suku bunga
tertentu dan pengembalian modal yang telah digunakan mudharib dalam
jangka waktu tertentu. Namun Akad mudharabah tidak menentukan suku
bunga tertentu pada mudharib yang menggunakan pembiayaan mudharabah,
melainkan mewajibkan mudharib memberikan bagi hasil dari keuntungan
yang diperoleh mudharib.3
Ketentuan mengenai akad mudharabah sendiri diatur dalam Fatwa
Dewan Syariah Nasional No 07/DSN-MUI/IV/2000 dan belum diatur secara
rinci dalam hukum positif. Walaupun ketiadaan aturan hukum positif
dipandang sebagai suatu kelemahan, tetapi sebagai umat Islam yang
berpegang teguh kepada dalil naqli maupun dalil aqli, penggunaan akad
mudharabah tersebut tetap harus dipertanggungjawabkan. Tidak hanya terkait
antara sesama manusia saja tetapi terkait antara manusia dengan sang
pencipta. Maka dalam menerapkan akad mudharabah, rukun dan syarat
2 Nasroen Harun, Fiqh Muamalah. (Jakarta: Gaya Media Pratama, 2007), h. 176
3 Veithzal Rifa’i & Andria Permata Veithzal, Islamic Financial Management. (Jakarta:
PT. Rajawali Pers, 2008), h. 7-9.
3
mudharabah mutlak harus terpenuhi di setiap transaksi. Ketentuan tersebut
secara khusus terpenuhi terkait dengan ketentuan rukun, penetapan syarat-
syarat pihak, ketentuan modal, ketentuan nisbah bagi hasil/keuntungan, serta
aspek trustee (kepercayaan) dalam akad tersebut yang menjadikan akad
mudharabah bersifat amanah. Apabila salah satu rukun maupun syarat tidak
terpenuhi, berakibat batalnya akad mudharabah tersebut.4
Pembangunan ekonomi di suatu negara sangat bergantung oleh adanya
perkembangan dinamis dan kontribusi nyata di sektor lembaga keuangan,
alasannya karena kontribusi sektor lembaga keuangan berperan penting dalam
menggerakkan roda perekonomian di suatu negara. Hal ini dapat dilihat ketika
sektor lembaga keuangan terpuruk yang disebabkan oleh adanya krisis
moneter (tahun 1997–tahun 1998), dimana dengan terpuruknya sektor
lembaga keuangan mengakibatkan tingkat perekonomian Indonesia tidak
berjalan normal. Oleh karena itulah fungsi dan peran sektor perbankan dalam
pembangunan ekonomi sangatlah berpengaruh, sebab sektor lembaga
keuangan dapat mempengaruhi pertumbuhan ekonomi di suatu negara.
Dalam kesuraman krisis ekonomi, keajaiban terjadi. Pada akhir tahun
1998, pertumbuhan ekonomi merosot menjadi -13,7% dari pertumbuhan
sebesar +4,9%, dipermulaan tahun atau jatuh -18,6% hanya dalam tempo satu
tahun. Hampir sebagian besar pakar ekonomi pesimis bahwa perekonomian
nasional akan pulih kembali dalam waktu kurang dari 5 tahun. Namun
terbukti, meski mengalami bleeding berupa pelarian modal sebesar US$ 10
4 Nasroen Harun, Fiqh Muamalah. (Jakarta: Gaya Media Pratama, 2007), h. 178.
4
milyar per tahun dan ambruknya industri besar, hanya dalam 2 tahun ekonomi
nasional mampu tumbuh 4,8%. Akhirnya di akui bahwa unit usaha mikro,
kecil, dan menengah (yang sering kali disebut ekonomi rakyat), memberi
kontribusi signifikan pada pertumbuhan ekonomi pada masa itu. Fenomena ini
mengejutkan, sebab di luar nalar dari ilmu ekonomi (Budiantoro, 2003).5
Usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) di Indonesia harus di akui
merupakan salah satu kekuatan ekonomi baik diperkotaan maupun dipedesaan
yang mampu bertahan di tengah pembangunan dan krisis yang terjadi akhir-
akhir ini. Tumbuh dan berkembangnya usaha mikro kecil dan menengah
sejalan dengan perkembangan lingkungan di mana keberadaannya tidak lepas
dari pembinaan dinas/instansi terkait sebagai wujud kepedulian pemerintah
baik pusat maupun daerah.
Peran UMKM dalam pembangunan ekonomi adalah kemampuan usaha
tersebut memberikan penghasilan untuk mencukupi kebutuhan keluarganya.
Disamping itu juga menciptakan lapangan kerja disekitarnya dengan
memanfaatkan bahan baku dalam negeri, bahkan bahan baku lokal
diwilayahnya sendiri. Dengan demikian UMKM perlu terus diberdayakan
dengan memberikan fasilitasi dan pemikiran yang mudah diaplikasikan,
sehingga dapat meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat.6
Berdasarkan UU no. 20 tahun 2009 kriteria UMKM adalah sabagai
berikut:
5 Setyo Budiantoro, 2003. “Robohnya Ilmu Ekonomi Ortodoks”. Dalam Jurnal Ekonomi
Rakyat. Diakses dari http://www.ekonomirakyat.org, pada hari 12-Jan-2016. 6 Tiktik Sartika Pratomo & Abd. Rachman Soejoedono, Ekonomi Skala Kecil/Menengah
dan Koperasi, Cet. IV, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2004), h. 24
5
1. Usaha Mikro adalah usaha yang mempunyai:
a. Aset tidak termasuk investasi tidak lebih dari 50 juta rupiah.
b. Hasil penjualan tahunan tidak lebih dari 300 juta rupiah.
2. Usaha Kecil adalah usaha yang mempunyai:
a. Aset, tidak teremasuk investasi antara 50 juta – 500 juta rupiah.
b. Hasil penjualan tahunan tidak lebih dari 2,5 milyar rupiah.
3. Usaha Menengah adalah usaha yang mempunyai:
a. Aset, tidak termasuk investasi 500 juta – 10 milyar rupiah.
b. Hasil penjualan tahunan 2,5 milyar – 50 milyar rupiah.
Peningkatan kinerja UMKM terus dilakukan, akan tetapi ada pokok
masalah lain yang juga menjadi hambatan dalam pengembangan UMKM.
Salah satu kesulitan yang dialami pengusaha kecil dalam upaya
mengembangkan usahanya adalah kesulitan permodalan. Hal ini terutama
disebabkan karena kesulitan mendapatkan dana investasi dan modal kerja dari
lembaga keuangan perbankan, karena hingga saat ini lembaga perbankan yang
ada belum mampu menjangkau pengusaha kecil.7
Keberadaan perbankan syariah tentunya menjadi angin segar ditengah
lesunya perkembangan Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM). Hal ini
dikarenakan lembaga keuangan syariah memiliki karakter khusus, yaitu non-
bunga.8 Bunga bank merupakan momok yang menakutkan bagi UMKM
untuk meminjam modal usaha mereka. Akibatnya, banyak pelaku UMKM
7 Widiyanto. 2000. Jurnal Semarang: “Lembaga Keuangan Syariah Solusi Bagi UMKM”,
(Staf Pengajar Fakultas Ekonomi Unissula, Semarang). 8 Adiwarman A.Karim, Bank Islam Analisis Fiqh dan Keuangan, Edisi ke 3. (Jakarta:
Penerbit Intan), h. 177
6
enggan untuk meminjam modal dari Bank Umum Konvensional, karena akan
berakibat pada stagnannya perkembangan UMKM itu sendiri. Model
pembiayaan bagi hasil tentunya memiliki daya tarik tersendiri bagi UMKM
dalam pengembangan usahanya. hasilnya, muncul banyak harapan UKM
terhadap kehadiran lembaga keuangan syariah dengan model pembiayaan
mudharabah-nya.
Sebagaimana dimaklumi sektor usaha UMKM pada umumnya berada
di sektor tradisional dengan perkiraan resiko yang tidak lazim tersedia pada
pengalaman perbankan konvensional. Sementara sistem bagi hasil justru
menghindari prinsip mendapatkan untung atas kerjasama orang lain. Maka
amatlah tepat jika format pengembangan Lembaga Keuangan dan Perbankan
Syariah dapat diarahkan untuk mendukung pengembangan UMKM.9 Dilihat
dari pelakunya sistem lembaga keuangan syariah memberikan keyakinan lain
akan terjaminnya keamanan batin mereka. Hal yang terakhir ini sudah barang
tentu memperkuat tingkat pengharapan dan keyakinan mereka akan
keberhasilan usahanya.
Lembaga keuangan dalam hal ini sangat dibutuhkan oleh para pelaku
usaha dalam menyediakan pembiayaan modal. Pembiayaan berdasarkan
prinsip syariah adalah penyediaan uang atau tagihan yang dipersamakan
dengan itu berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara bank dengan
pihak lain yang mewajibkan pihak yang dibiayai untuk mengembalikan uang
atau tagihan tersebut setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan atau bagi
9 Tulus T.H. Tambunan, UMKM di Indonesia, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2009), h 10
7
hasil. Prinsip syariah adalah aturan perjanjian berdasarkan hukum Islam antara
bank dengan pihak lain untuk menyimpan dana dan pembiayaan usaha, atau
kegiatan lainnya yang dinyatakan sesuai syariah.10
Salah satu bentuk lembaga keuangan mikro yang berkembang di
masyarakat dewasa ini adalah Baitul Maal wat Tamwil. Baitul Maal wat
Tamwil (BMT) merupakan organisasi bisnis yang juga berperan sosial.
Sebagai lembaga bisnis, BMT lebih mengembangkan usahanya pada sektor
keuangan, yakni simpan-pinjam. Usaha ini seperti usaha perbankan yakni
menghimpun dana anggota dan calon anggota (nasabah) serta menyalurkannya
kepada sektor ekonomi yang halal dan menguntungkan. Sebagai lembaga
sosial, baitul maal memiliki kesamaan fungsi dan peran dengan Lembaga
Amil Zakat (LAZ). Sedangkan lembaga keuangan mikro lainnya selain BMT
umumnya lebih berorentasi bisnis. Oleh karena itu, baitul maal ini harus
didorong agar mampu berperan secara profesional menjadi LAZ yang mapan.
Fungsi tersebut paling tidak meliputi upaya pengumpulan dana zakat, infaq,
sedekah, wakaf dan sumber dana-dana sosial yang lain, dan upaya penyaluran
zakat kepada golongan yang paling berhak menerima.11
Perkembangan Baitul Maal wat Tamwil di Indonesia saat ini cukup
pesat. Pertumbuhan asset BMT yang meningkat seiring tumbuhnya jumlah
BMT di daerah-daerah. Hingga akhir 2015, sudah ada 3.900 BMT. Sebanyak
10
Gunarto Suhardi, Usaha Perbankan Dalam Perspektif Hukum. (Yogyakarta:
KANISIUS, 2003), h, 83 11
M. Ridwan, Manajemen Baitul Maal Wat Tamwil (BMT). (Yogyakarta: UII Press,
2004), h. 21
8
206 diantaranya bergabung dalam asosiasi BMT seluruh Indonesia.12
BMT
tersebut berada di Jawa Tengah, Yogyakarta, Jawa Barat, Jawa Timur, Jakarta,
Banten, Bali, Kalimantan Barat, Lampung, dan Sulawesi Tenggara.
Adapun regulasi yang mendukung perkembangan BMT yaitu
KEPMEN Nomor 91/KEP/M.KUKM/IX/2004 tentang Petunjuk Pelaksanaan
Kegiatan Usaha Koperasi Jasa Keuangan Syariah, dapat dirasakan bahwa
gerakan BMT telah mendapat kepastian hukum. Bahkan, dalam Petunjuk
Pelaksanaan (juklak) dan Petunjuk Teknis (juknis) yang dikeluarkan
pemerintah, telah terdapat Standar Operasional Prosedur (SOP) maupun
Standar Operasional Menejemen (SOM) yang relatif memenuhi harapan BMT
dari sisi syariah, sehingga kedepan gerakan BMT dapat segera
mentransformasi dirinya kedalam upaya profesionalisme lembaga keuangan
syariah dengan menerapkan Ketundukan Syariah (Syariah Compliance) dan
Good Corporate Governance (GCG). Permen dimaksud adalah PERMEN
Nomor 35.2/PER/M.KUKM/X/2007 tentang Pedoman standar Operasional
Manajemen Koperasi Jasa Keuangan Syariah dan Unit Usaha Jasa Keuangan
Syariah.
Basis BMT adalah Koperasi Syariah yang mengacu pada Undang-
Undang Koperasi dan peraturan Dewan Syariah Nasional. Indonesia butuh
lembaga seperti BMT yang bisa menjangkau kelompok masyarakat terbawah
karena berbasis koperasi atau perkumpulan masyarakat. Berdasarkan laporan
sejumlah daerah, masyarakat di pelosok butuh akses keuangan mikro. Sesudah
12
(Data Perhimpunan BMT Indonesia, sumber: www.tempo.co). Diakses pada 06 Maret
2016, jam 20.15 wib.
9
terdidik dan terlayani soal kesehatan, ada kebutuhan modal usaha untuk
mengembangkan ekonomi. Jasa layanan syariah ini memiliki peluang yang
sangat besar.
BMT sebagai lembaga yang berasaskan Islam, maka dalam
penghimpunan dana maupun penyaluran dananya menggunakan prinsip
syariah (prinsip bagi hasil).13
Dalam UU RI No. 10 Tahun 1998 tentang
perbankan, yang dimaksud dengan sistem syariah, artinya menjalankan usaha
di bidang jasa perbankan menurut aturan perjanjian berdasarkan hukum Islam,
dengan memperoleh keuntungan bukan berupa bunga tapi berupa bagi hasil.
Perbedaan yang mendasar antara pembiayaan dengan sistem syariah dengan
sistem konvensional dapat dilihat pada Tabel 1.14
Tabel. 1
Perbedaan Bunga dengan Bagi Hasil
SISTEM BUNGA BAGI HASIL
a. Penentuan biaya ditentukan pada waktu
akad dengan asumsi harus selalu untung
a. Penentuan besarnya rasio/nisbah bagi
hasil dibuat pada waktu akad dengan
berpedoman pada kemungkinan untung
rugi.
b. Biasanya persentase berdasarkan pada
jumlah uang (modal) yang dipinjamkan
b. Biasanya rasio bagi hasil berdasarkan
pada jumlah keuntungan yang diperoleh
c. Pembayaran bunga tetap seperti yang
dijanjikan tanpa pertimbangan apakah
proyek yang dijalankan oleh pihak nasabah
untung atau rugi
3. Bagi hasil tergantung pada keuntungan
proyek yang dijalankan. Bila usaha
merugi kerugian akan ditanggung
bersama oleh kedua belah pihak
d. Jumlah pembayaran bunga tidak
meningkat sekalipun jumlah keuntungan
berlipat atau keadaan ekonomi sedang “
boming”
4. Jumlah pembagian laba meningkat
sesuai dengan peningkatan jumlah
pendapatan
5. Eksistensi bunga diragukan (kalau tidak
dikecam) oleh semua agama termasuk
Islam
e. Tidak ada yang meragukan keabsahan
bagi hasil
Sumber : Muhammad Safi’I Antonio, 1999.
13
M. Ridwan, Manajemen Baitul Maal Wat Tamwil (BMT). (Yogyakarta: UII Press,
2004), h. 34 14
Muhammad Syafi’i Antonio. Bank Syariah Bagi Bankir dan Praktisi Keuangan.
(Jakarta: Tazkia: Institut dan Bank Indonesia, 1999), h. 28
10
Bagi usaha kecil keuntungan adanya lembaga keuangan mikro15
adalah: 1) Usaha kecil diharapkan dapat memperoleh pelayanan keuangan
tepat waktu dan sasaran sesuai kebutuhan usaha kecil; 2) pola pelayanan
Lembaga Keuangan Mikro tidak menggunakan pola perbankan konvensional
(pruden banking/5C), sehingga usaha kecil dapat mengakses untuk
mendapatkan kredit untuk berusaha tanpa adanya proses adminitrasi yang
menyulitkan; 3) dengan adanya lembaga keuangan mikro yang dekat dengan
tempat usaha kecil arus pelarian modal keluar dapat dicegah; 4) kegiatan
ekonomi produktif lainnya sekitar LKM dapat tumbuh dan berkembang
sebagaimana mestinya; 5) mendorong adanya peluang usaha/lapangan kerja
baru; 6) tingkat pemanfaatan kredit usaha kecil yang lebih pasti pada skala
pelayanan optimal dari lembaga keuangan mikro; 7) menstimulasi
pengembangan kegiatan usaha mikro yang berbasis sumber daya lokal.
Salah satu Baitul Maal wat Tamwil yang ada di daerah Tangerang
Selatan yaitu Baitut Tamwil Muhammadiyah (BTM) “Berkah Mentari”
tepatnya di daerah Pamulang. Melihat peranan yang besar dalam fungsi BMT
sebagai lembaga keuangan mikro yang dapat menjangkau pengusaha UMKM
sebagai basis ekonomi kerakyatan, sudah sepantasnya BMT harus berkembang
pesat agar dapat maju bersama dan mendampingi para pengusaha UMKM.
Namun di sisi lain penerapan hukum syariah dalam pelaksanaan pembiayaan
syariah tetap harus sesuai dengan syarat dan rukun syariah.
15
Noer Soetrisno, Lembaga Keuangan Mikro : Energi Pemberdayaan Ekonomi Rakyat,
(dalam Bunga Rampai Lembaga Keuangan Mikro). (Bogor: Business Innovation Centre of
Indonesia (pusat Inovasi Bisnis Indonesia), 2003), h. 45
11
Selanjutnya penelitian yang akan penulis lakukan berdasarkan latar
belakang di atas adalah dengan judul “PRODUK MUDHARABAH DAN
APLIKASINYA PADA BAITUT TAMWIL MUHAMMADIYAH (BTM)
PAMULANG “BERKAH MENTARI” DALAM PEMBIAYAAN
MODAL NASABAH UMKM”.
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah
1. Pembatasan Masalah
Mengingat pembahasan tentang beragamnya akad pembiayaan
syariah, maka perlu adanya pembatasan masalah. Pembatasan masalah ini
diharapkan agar pembahasan tidak terlalu meluas dan terarah.
Adapun pembatasan pada pembahasan skripsi ini adalah tentang
mudharabah dan bagaimana aplikasinya pada BTM Berkah Mentari yang
dilaksanakan dalam pembiayaan modal nasabah UMKM.
2. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang dideskripsikan tersebut, pokok
masalah yang dihadapi adalah permasalahan ekonomi ummat, masih
banyak masyarakat di sekitar kita yang terjerat dengan rentenir,
disebabkan oleh masih terbatasnya lembaga yang dapat membantu untuk
meningkatkan pendapatan mereka, tidak punya posisi tawar dengan pihak
lain dan kondisi-kondisi lainnya yang serba tidak menguntungkan bagi
masyarakat kecil. Maka apakah dengan adanya lembaga ekonomi mikro
BTM “Berkah Mentari” merupakan alternatif untuk meningkatkantaraf
12
ekonomi ummat dan membantu dalam mengembangkan usahanya dalam
kondisi kini, adapun selanjutnya dapat penulis rumuskan permasalahan
sebagai berikut:
a. Bagaimanakah konsep dan aplikasinya mudharabah pada BTM
“Berkah Mentari?
b. Apakah penerapan mudharabah pada BTM “Berkah Mentari” telah
sesuai dan sejalan dengan teori sistem mudharabah?
c. Apa saja kendalanya dalam penerapan teori sistem mudharabah pada
BTM “Berkah Mentari”?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
a. Untuk mengetahui bagaimana konsep dan aplikasinya mudharabah
pada BTM “Berkah Mentari.
b. Untuk mengetahui apakah penerapan mudharabah pada BTM “Berkah
Mentari” telah sesuai dan sejalan dengan teori sistem mudharabah.
c. Untuk mengetahui apa saja kendalanya dalam penerapan teori sistem
mudharabah pada BTM “Berkah Mentari”.
2. Manfaat Penelitian
Dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat serta
kontribusi yang baik bagi praktisi maupun akademisi diantaranya:
a. Bagi penulis, penelitian ini dapat bernilai lebih untuk menambah dan
memperluas wawasan atau ilmu pengetahuan serta pengalaman di
13
dalam praktek pemberdayaan ekonomi ummat yang dijalankan oleh
BTM “Berkah Mentari”, dimana penulis dapat menerapkan teori-teori
yang diperoleh selama di bangku perkuliahan.
b. Bagi akademisi, diharapkan hasil penelitian ini mampu memberikan
sumbangan pemikiran baru bagi ilmu bagi pemberdayaan masyarakat
pada umumnya dan contoh lembaga keuangan mikro dengan landasan
syari’ah pada khususnya, serta menjadi rujukan penelitian selanjutnya
tentang sistem mudharabah dan aplikasinya pada BTM “Berkah
Mentari” dalam pembiayaan modal nasabah UMKM.
c. Bagi praktisi, diharapkan hasil penelitian ini dapat memberikan kajian
menarik dan menambah wawasan keilmuan khususnya bagi penulis
dan umumnya bagi para pembaca.
d. Adapun bagi pihak BTM “Berkah Mentari”, dapat dijadikan sebagai
catatan atau koreksi untuk tetap mempertahankan dan meningkatkan
kinerja lembaga yang sudah baik, sekaligus memperbaiki kelemahan
dan kekurangan yang ada.
D. Metode Penelitian
1. Pendekatan Penelitian
Metode penelitian menggunakan metode kualitatif, yaitu kegiatan
pengumpulan dan menganalisis yang mana dipergunakan sebagai
menjawab permasalahan yang diteliti. Metode penelitian kualitatif yaitu
jenis penelitian yang menghasilkan penemuan-penemuan yang tidak dapat
14
di capai dengan prosedur-prosedur statistik atau dengan cara-cara lain dari
kuantifikasi.
Kirk dan Miller (1998) menjelaskan bahwa penelitian kualitatif
adalah tradisi tertentu dalam ilmu pengetahuan sosial yang secara
fundamental bergantung dari pengamatan pada manusia baik dalam
kawasannya maupun dalam peristiwanya. Kemudian Bogdan dan Taylor
menefinisikan metode penelitian kualitatif sebagai prosedur penelitian
yang menghasilkan data yang deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan
dari orang-orang yang perilakunya dapat diamati.16
2. Sumber Data
a. Primer, yaitu data yang diperoleh secara langsung dari sumber data atau
dari hasil penelitian lapangan. Untuk mendapatkan data primer ini,
penulis mengadakan observasi (pengamatan) serta wawancara kepada
pengelola BTM “Berkah Mentari”.
b. Sekunder, yaitu data yang diperoleh melalui studi dokumentasi yang
berhubungan dengan pembahasan skripsi ini. Studi dokumentasi yang
dilakukan yaitu studi kepustakaan (library research) yaitu dengan
mempelajari buku kepustakaan, literatur, bulletin yang berkaitan erat
dengan pembahasan masalah ini.
16
Nurul Hidayati, Metodologi Penelitian Dakwah dengan Pendekatan Kualitatif (Jakarta:
UIN Jakarta Press, 2014), h. 8
15
3. Subyek dan Objek Penelitian
a. Subyek Penelitian
Subyek penelitian ini adalah Lembaga Keuangan Mikro BTM
“Berkah Mentari”. Dalam hal ini BTM “Berkah Mentari” sebagai
lembaga keuangan yang menerapkan sistem mudharabah dalam
pemberian pembiayaan modal kepada nasabah UMKM yaitu bagian
penelitian dengan pengambilan data yang dilakukan terhadap orang
yang paling mengetahui dan terlibat langsung dalam pembiayaan
modal dengan akad mudharabah.
b. Obyek Penelitian
Objek dan sasaran penelitian ini adalah mengenai pembiayaan
modal kepada nasabah UMKM dengan sistem mudharabah dan
apakah aplikasinya telah sesuai dengan syari’ah.
4. Lokasi dan Jadwal Penelitian.
Penelitian ini mengambil lokasi di BTM “Berkah Mentari”. Yang
bertempat jalan Raya Pamulang No. 24. Pemilihan lokasi penelitian ini
dikarenakan lembaga yang berkaitan adalah salah satu BMT dengan
nasabah cukup banyak sekitar 120 orang dan berorientasi untuk
meningkatkan kehidupan ekonomi ummat. Sedangkan jadwal
penelitiannya kami laksanakan pada tanggal 9 Maret 2016 pada pukul
10.00 WIB hingga selesai.
16
E. Teknik Pengumpulan Data
Penulis menggunakan metode pengumpulan data berupa:17
1. Observasi, istilah observasi berasal dan Bahasa Latin yang berarti
“melihat” dan “memperhatikan”. Istilah observasi diarahkan pada kegiatan
memperhatikan secara akurat, mencatat fenomena yang muncul, dan
mempertimbangkan hubungan antar aspek dalam fenomena tersebut.
Observasi menjadi bagian dalam penelitian berbagai displin ilmu, baik
ilmu eksakta maupun ilmu-ilmu sosial. Observasi dapat berlangsung
dalam konteks laboratorium (experimental) maupun konteks alamiah.
Observasi yang berarti pengamatan bertujuan untuk mendapatkan data
tentang suatu masalah, sehingga diperoleh pemahaman atau sebagai alat
re-checking in atau pembuktian terhadap informasi/keterangan yang
diperoleh sebelumnya. Sebagai metode ilmiah observasi biasa diartikan
sebagai pengamatan dan pencatatan fenomena-fenomena yang diselidiki
secara sistematik. Dalam arti yang luas observasi sebenarnya tidak hanya
terbatas kepada pengamatan yang dilakukan, baik secara langsung maupun
tidak langsung. Pengamatan tidak langsung misalnya melalui
questionnaire dan tes. Di sini penulis mengadakan suatu pengamatan ke
BTM “Berkah Mentari” dan melihat secara langsung pembiayaan modal
yang diberikan kepada nasabah UMKM dengan menggunakan akad
mudharabah.
17
Wardi bakhtiar, Metodelogi Penelitian Dakwah. (Jakarta : Logos,2001), h.2
17
2. Wawancara adalah disini penulis memperoleh keterangan secara langsung
dengan bertanya jawab sambil bertatap muka tanpa ada unsur paksaan
sedikitpun.
3. Dokumentasi berupa data tertulis yang mendukung keterangan dan
penjelasan serta pemikiran secara aktual, dalam hal ini berupa profil-profil
dan program kesuksesan UMKM.
F. Teknik Analisis Data
Teknik analisis data adalah proses penyusunan data agar data tersebut
bisa ditafsirkan. serta menjelaskan katagori dan mencari hubungan antar
berbagai konsep.18
Dalam menganalisis data, penulis mengunakan metode
data dekriptis analisis, yaitu suatu teknik analisis data dimana penulis terlebih
dahulu menerapkan semua data yang diperoleh dari pengamatan di lapangan
kemudian menganalisisnya.
G. Tinjauan Pustaka
Dalam penulisan karya ilmiah ini, sebelum penulis mangadakan
penelitian lebih lanjut dan menyusun menjadi sebuah karya ilmiah berupa
skripsi, maka sebelumnya penulis akan mengkaji skripsi-skripsi terdahulu
yang mempunyai judul hampir sama dengan penulis. Maksudnya dari
pengkajian ini adalah agar dapat kita ketahui bersama bahwa apa yang penulis
teliti berbeda dengan peneliti skripsi sebelumnya. Berikut ini judul-judul
18
Dadang Ahmad. Metlid Agama: Perspektif Perbandingan Agama. (Bandung: Pustaka
setia 2000).cet ke 1.h.158.
18
skripsi yang hampir sama dengan penulis teliti diantaranya skripsi pertama
yang berjudul: “Konsep dan Mekanisme Akad Mudharabah Dalam
Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek Syariah (FPJPS)” yang ditulis oleh
Fitrianingsih, Mahasiswi Fakultas Syariah dan Hukum, Jurusan Perbankan
Syariah, 2010. NIM 106046101620. Penelitian ini menggunakan metode
deskriptif kualitatif. Dalam skripsi ini di bahas tentang mekanisme dan
prosedural pembiayaan dari FPJPS, kesesuaian akad mudharabah yang
ditetapkan dalam FPJPS dengan menggunakan Fatwa Dewan Syariah
Nasional No 07/DSN-MUI/IV/2000 tentang pembiayaan mudharabah
(qiradh). Hasil penelitian terdapat dua hal yang kontradiktif dengan ketentuan
pembiayaan mudharabah dalam Fatwa Dewan Syariah Nasional No 07/DSN-
MUI/IV/2000, khususnya terkait dengan perhitungan imbalan FPJPS yang
memberi indikasi bahwa mekanisme akad mudharabah dalam FPJPS kurang
sesuai dengan prinsip syariah.
Kedua “Implementasi Prinsip Mudharabah Muthlaqah Dalam
Sistem Pengelolaan Produk Simpanan Qurban Pada BMT AL-FATH
Kedaung - Pamulang” yang ditulis oleh Suhendar, Mahasiswa Fakultas Ilmu
Dakwah dan Ilmu Komunikasi, Jurusan Manajemen Dakwah, 2009. NIM
104053002033. Metode penelitian yang digunakan adalah metode deskriptif
kualitatif. Penelitian tersebut menghasilkan fokus pembahasan mengenai
implementasi akad mudharabah almuthlaqah yang tergambar dalam ssstem
dan pengelolaan dana simpanan qurban Al-Fath IKMI. Pengelolaan dana
qurban tersebut dilakukan dengan menggabungkan dana simpanan qurban
19
dengan dana tabungan lainnya yang menggunakan prinsip mudharabah
almuthlaqah, kemudian dana tersebut disalurkan kembali pada masyarakat
untuk usaha dalam jangka waktu tertentu. Nisbah bagi hasil antara penabung
dengan BMT Al-Fath IKMI adalah 20%: 80%.
Ketiga “Fungsi Jaminan Dalam Pembiayaan Mudharabah (Studi
pada LKS Berkah Madani Kelapa Dua)” yang ditulis oleh Siti Nur Lailatul
Mahmuah, Mahasiswi Fakultas Syariah dan Hukum, Jurusan Perbankan
Syariah, 2008. NIM 103046101762. . Penelitian ini menggunakan metode
deskriptif. Penelitian tersebut menghasilkan fokus pembahasan mengenai
penyertaan jaminan dalam akad mudharabah. Walaupun konteks asli secara
fiqih akad mudharabah ditetapkan tanpa adanya jaminan, tetapi penyertaan
jaminan tersebut berfungsi sebagai salah satu langkah untuk melindungi dana
masyarakat agar tidak hilang begitu saja akibat keteledoran mudharib.
Review Perbedaan dari masing-masing penelitian dapat di lihat pada
Tabel 2 di bawah ini:
Tabel 2
Review Perbedaan Penelitian Sejenis Terdahulu
Identitas Fitrianingsih
Judul Skripsi Konsep dan Mekanisme Akad
Mudharabah dalam Fasilitas Pendanaan
Jangka Pendek Syariah (FPJPS)
Objek FPJPS
Hasil Kesimpulan Perhitungan imbalan FPJPS yang
memberi indikasi bahwa mekanisme
akad mudharabah dalam FPJPS kurang
20
sesuai dengan prinsip syariah
Pembeda Objek yang diteliti oleh penulis
mengarah pada system mudharabah
Identitas Suhendar
Judul Skripsi Implementasi Prinsip Mudharabah
Muthlaqah dalam Sistem Pengelolaan
Produk Simpanan Qurban Pada BMT
AL-FATH Kedaung - Pamulang
Objek BMT AL-FATH Kedaung - Pamulang
Hasil Kesimpulan Pengelolaan dana qurban tersebut
dilakukan dengan menggabungkan dana
simpanan qurban dengan dana tabungan
lainnya yang menggunakan prinsip
mudharabah almuthlaqah, kemudian
dana tersebut disalurkan kembali pada
masyarakat untuk usaha dalam jangka
waktu tertentu. Nisbah bagi hasil antara
penabung dengan BMT Al-Fath IKMI
adalah 20%: 80%.
Pembeda Penulis lebih mengarah kepada proses
pelaksanaan sistem pembiayaan modal
Mudharabah terhadap nasabah UMKM
BTM “Berkah Mentari”
Identitas Siti Nur Lailatul Mahmuah
Judul Skripsi Fungsi Jaminan Dalam Pembiayaan
Mudharabah (Studi pada LKS Berkah
Madani Kelapa Dua)
Objek (Studi pada LKS Berkah Madani
Kelapa Dua)
21
Hasil Kesimpulan Penelitian tersebut menghasilkan fokus
pembahasan mengenai penyertaan
jaminan dalam akad mudharabah
Pembeda Penulis lebih mengarah kepada faktor-
faktor yang menjadi pendukung dan
penghambat implementasi mudharabah
H. Sistematika Penulisan
Untuk memudahkan dalam penelitian, Sistematika penulis ini dibagi
menjadi Lima Bab, adapun pembahasannya sebagai berikut:
BAB I PENDAHULUAN
Terdiri dari latar balakang masalah, pembatasan masalah dan
perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, metode
penelitian, tinjauan putaka, dan sistematika penulisan.
BAB II LANDASAN TEORI
Pada bab ini meliputi : Mudharabah yang terdiri dari Pengertian
dan Jenis Mudharabah, Landasan Al Quran dan Hadist, Rukun dan
Ketentuan Syariat, Prinsip pembagian hasil Usaha, pengertian
usaha mikro kecil menengah.
BAB III GAMBARAN UMUM BTM “Berkah Mentari”
Terdiri dari Sejarah Berdirinya BTM “Berkah Mentari”, Visi Misi
dan Tujuan BTM “Berkah Mentari”, Struktur organisasi, Program-
program pembiayaan modal, dan data nasabah BTM “Berkah
Mentari”.
22
BAB IV ANALISIS PENELITIAN
Dalam bab ini penulis membahas tentang aplikasi sistem
mudharabah pada BTM “Berkah Mentari” yang akan disesuaikan
dengan Fatwa Dewan Syariah Nasional No 07/DSN-MUI/IV/2000
dan analisis sistem mudharabah pada lembaga keuangan BTM
“Berkah Mentari” terhadap Fatwa Dewan Syariah Nasional No
07/DSN-MUI/IV/2000, serta faktor penghambat dalam
pembiayaan modal nasabah UMKM.
BAB V PENUTUP
Bab ini merupakan penutup dari Skripsi, yang didalamnya
menguraikan tentang kesimpulan dari pembahasan. Saran-saran
yang sifatnya mambangun lembaga tersebut.
23
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
A. Mudharabah
1. Pengertian Mudharabah
Mudharabah bisa juga disebut dengan qiradh yang berarti
“memutuskan”. Mudharabah berasal dari kata dharb, berarti memukul
atau berjalan. Pengertian memukul atau berjalan ini lebih tepatnya adalah
proses seseorang memukulkan kakinya dalam menjalankan usaha. Secara
teknis, al- mudharabah adalah akad kerja sama usaha antara kedua belah
pihak dimana pihak pertama (shohibul mal) menyediakan seluruh modal,
sedangkan pihak lainnya menjadi pengelola.1
Dibawah ini ada beberapa pendapat mengenai pengertian
mudharabah secara istilah, diantaranya:
1. Mudharabah menurut Abdur Rahman L. Doi yaitu:
Mudharabah dalam terminologi hukum adalah suatu kontrak
dimana suatu kekayaan (property) atau persediaan (stock) tertentu
(rabb al mal) kepada pihak lain untuk membentuk suatu kemitraan
yang diantara kedua belah pihak berhak memperoleh keuntungan.2
1 Muhammad Syafi‟i Antonio, Bank Syari’ah dari Teori ke Praktik. (Jakarta: Gema
Insani Press, 2005), h.95 2 Sutan Remy Sjahdeini, PERBANKAN Dan Kedudukannya dalam Tata Hukum
Perbankan Indonesia, (Jakarta: PT. Pustaka Utama Grafiti, 2007), h. 29
24
2. Mudharabah menurut Imam Saraksi, salah seorang pakar perundangan
Islam yang dikenal dalam kitabnya al Mabsut mendefinisikan
mudharabah yaitu:
Perkataan mudharabah diambil dari pada perkataan “darb”
(usaha) diatas bumi. Dinamakan demikian mudharib berhak untuk
bekerja sama bagi hasil atas jerih payah dan usahanya.3
3. Mudharabah menurut ahli fiqih yaitu:
Mudharabah menurut ahli fiqih merupakan suatu perjanjian
dimana seseorang memberikan hartanya kepada orang lain berdasarkan
prinsip dagang dimana keuntungan yang diperoleh akan dibagi
berdasarkan pembagian yang disetujui oleh para pihak.4
Sedangkan menurut fatwa DSN MUI No. 07/DSN-
MUI/IV/2000, mudharabah adalah pembiayaan yang disalurkan oleh
LKS kepada pihak lain untuk suatu usaha yang produktif.5 Jadi,
mudharabah adalah suatu akad kerjasama yang dilakukan antara kedua
belah pihak yakni shohibul mal manyediakan seluruh modal dan
mudharib sebagai pengelola modal.
Jadi, Konsep umum mudharabah (yaitu suatu bentuk
pembiayaan modal usaha atau penyaluran kredit kepada mereka yang
kekurangan dana tetapi memiliki keterampilan untuk menjalankan
dagang atau bisnis dengan suatu keuntungan tidak pasti yang mugkin
3 Wiroso, Penghimpunan Dana Dan Distribusi Hasil Usaha Bank Syariah, (Jakarta:
IKAPI, 2005), h.33 4 Sutan Remy Sjahdeni, Perbankan dan Kedudukannya dalam Tata Hukum Perbankan
Indonesia, h. 30 5 Fatwa DSN MUI No. 07/DSN-MUI/IV/2000, h. 3
25
dapat atau mungkin tidak dapat diwujudkan) tidak tampil menjadi
sesuatu yang menonjol atau yang cukup tampak dalam mudharabah
perbankan Islam.
2. Dasar Hukum Mudharabah
Secara umum, dalam pembiayaan mudharabah lebih
mencerminkan anjuran untuk melakukan usaha. Sebagaimana dalam ayat-
ayat dan hadits sebagai berikut :6
a. Al Qur’an
1) QS. An-Nisa‟: 297
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling
memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali
dengan jalan perniagaan yang Berlaku dengan suka sama-
suka di antara kamu. dan janganlah kamu membunuh dirimu;
Sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu”.
(QS. An-Nisa‟ (4): 29).
2) QS. Al-Baqarah: 2758
6 Muhammad Syafi‟i Antonio, Bank Syari’ah dari Teori ke Praktik, h. 95-96
7 Amin Suma, Tafsir Ayat Ekonomi (Jakarta: Penerbit Amzah, 2013), h. 156
8 Amin Suma, Tafsir Ayat Ekonomi, h. 168-170
26
Artinya: “Orang-orang yang Makan (mengambil) riba tidak dapat
berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan
syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka
yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata
(berpendapat), Sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba,
Padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan
mengharamkan riba. orang-orang yang telah sampai
kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari
mengambil riba), Maka baginya apa yang telah diambilnya
dahulu (sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah)
kepada Allah. orang yang kembali (mengambil riba), Maka
orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di
dalamnya”. (QS Al-Baqarah (2): 275).
3) QS Al-Baqarah: 2809
Artinya: “Dan jika (orang yang berhutang itu) dalam kesukaran,
Maka berilah tangguh sampai Dia berkelapangan. dan
menyedekahkan (sebagian atau semua utang) itu, lebih baik
bagimu, jika kamu mengetahui”. (QS Al-Baqarah (2): 280).
b. Al Hadits
م قال: ثلاث ي صلى الله عليو وسل عن سهيب رضي الله عنو أن النبعي للب يت لا للب يع فيهن الب ركة : قارضة وخلط الب ر بالش
الب يع إل أجل والم
))رواه ابن ما جو
9 Amin Suma, Tafsir Ayat Ekonomi (Jakarta: Penerbit Amzah, 2013), h. 168-170
27
Dari sholih bin suhaib r.a bahwa rasulullah SAW bersabda,
tiga hal yang didalamnya terdapat keberkatan: jual beli tangguh,
muqaradhah (mudharabah), dan mencampur gandum dengan tepung
untuk keperluan rumah, bukan untuk dijual (HR Ibnu Majah No. 2280,
Kitab at Tijarah).
كان سيدنا العباس بن عبد المطلب إذا دفع المال مضاربة اشت رط على صاحبو أن لا يسلك بو برا، ولا ي نزل بو واديا، ولا يشتي بو دابة ذات
صلى الله عليو وآلو الله ن، ف ب لغ شرطو رسول كبد رطبة، فإن ف عل ذلك ضم )وسلم فأجازه )رواه الطبراني فى الأوسط عن ابن عباس
“Abbas bin Abdul Muthalib jika menyerahkan harta sebagai
mudharabah, ia mensyaratkan kepada pengelola dananya agar tidak
mengarungi lautan dan tidak menuruni lembah, serta tidak membeli
hewan ternak. Jika persyaratan itu dilanggar, ia (pengelola dana)
harus menanggung risikonya. Ketika persyaratan itu ditetapkan Abbas
dengan Rasulullah SAW, beliau membenarkannya.”(HR. Thabrani dari
Ibnu Abbas)
3. Syarat dan Rukun Mudharabah
Dalam hal rukun akad mudharabah terdapat beberapa perbedaan
pendapat antara ulama hanafiyah dan jumhur ulama‟. Ulama‟ Hanafiyah
berpendapat bahwa yang menjadi rukun akad mudharabah adalah ijab dan
qabul.
Sedangkan menurut jumhur ulama‟ menyatakan bahwa rukun
akad mudharabah adalah terdiri atas orang yang berakad, modal,
keuntungan, kerja dan akad, tidak hanya terbatas pada rukun sebagaimana
yang dikemukakan ulama‟ hanafiyah, akan tetapi ulama‟ hanafiyah
memasukkan rukun-rukunnya yang disebutkan jumhur ulama‟ itu, selain
ijab dan qabul sebagai syarat akad mudharabah.
28
Menurut fatwa Dewan Syariah Nasional (DSN)10
, rukun dan
syarat pembiayaan Mudharabah adalah sebagai berikut:
a. Penyedia dana (shohibul mal ) dan pengelola ( mudharib ) harus cakap
hukum.
b. Pernyataan ijab dan qabul harus dinyatakan oleh para pihak untuk
menunjukkan kehendak mereka dalam mengadakan kontrak (akad),
dengan memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
1) Penawaran dan penerimaan harus secara eksplisit menunjukkan
tujuan kontrak (akad),
2) Penerimaan dari penawaran dilakukan pada saat kontrak,
3) Akad dituangkan secara tertulis, melalui korespondensi atau
dengan menggunakan cara-cara komunikasi modern.
c. Modal ialah sejumlah uang dan atau aset yang diberikan oleh penyedia
dana kepada mudharib untuk tujuan usaha dengan syarat sebagai
berikut:
1) Modal harus diketahui jumlah dan jenisnya,
2) Modal dapat berbentuk uang atau barang yang dapat dinilai. Jika
modal diberikan dalam bentuk asset, maka asset tersebut harus
dinilai pada waktu akad,
3) Modal tidak dapat berbentuk piutang dan harus diabayarkan
kepada mudharib, baik cara bertahap maupun tidak, sesuai dengan
kesepakatan dalam akad.
10
Fatwa MUI, DSN MUI No. 07/DSN-MUI/IV/2000, h. 4
29
d. Keuntungan mudharabah adalah jumlah yang didapat sebagai
kelebihan dari modal. Syarat keuntungan berikut ini harus dipenuhi:
1) Harus diperuntukkan bagi kedua belah pihak dan tidak boleh
disyaratkan hanya untuk satu pihak,
2) Bagian keuntungannya proporsional bagi setiap pihak harus
diketahui dan dinyatakan pada waktu kontrak disepakati dan harus
dalam bentuk prosentase (nisbah) dari keuntungan sesuai
kesepakatan. Perubahan nisbah harus berdasarkan kesepakatan,
3) Penyedia dana menanggung semua kerugian akibat dari
mudharabah dan pengelola tidak boleh menanggung kerugian
apapun kecuali diakibatkan dari kesalahan yang disengaja,
kelalaian atau pelanggaran kesepakatan.
e. Kegiatan usaha oleh pengelola (mudharib), sebagai perimbangan
(muqabil) modal disediakan oleh penyedia dana, harus memperhatikan
hal-hal berikut:
1) Kegiatan usaha adalah hak eksklusif mudharib, tanpa campur
tangan penyedia dana tetapi ia mempunyai hak untuk melakukan
pengawasan,
2) Penyedia dana tidak boleh mempersempit tindakan pengelola
sedemikian rupa yang dapat mengahalangi tercapainya tujuan
mudharabah, yaitu keuntungan,
30
3) Pengelola tidak boleh menyalahi hukum syariah Islam dalam
tindakan yang berhubungan dengan mudharabah, dan harus
mematuhi kebiasaan yang berlaku dalam aktifitas itu.
Sedangkan didalam buku Syafi‟i Antonio dijelaskan
bahwa, rukun-rukun yang harus ada dalam akad mudharabah
adalah:
a. Pelaku
Dalam akad mudharabah, harus ada minimal dua
pelaku. Pihak pertama bertindak pemilik modal (shohib al
mal), sedangkan pihak kedua bertindak sebagai pelaksana
usaha (Mudharib atau „amil). Tanpa adanya dua pelaku ini,
maka akad mudharabah tidak ada.
b. Objek Mudharabah
Faktor kedua merupakan konsekuensi logis dari
tindakan yang dilakukan oleh para pelaku. Pemilik modal
menyerahkan modalnya sebagai objek mudharabah, sedangkan
pelaksana usaha menyerahkan kerjanya sebagai objek
mudharabah.
Modal yang diserahkan bisa berbentuk uang atau
barang yang dirinci berapa nilai uangnya, sedangkan yang
diserahkan bisa berbentuk keahlian, ketrampilan, selling skill,
Management skill dan lain-lain. Tanpa dua objek ini
mudharabah ini, akad mudharabah ini tidak ada.
31
c. Persetujuan Kedua Belah Pihak
Faktor ketiga yaitu, persetujuan kedua belah pihak,
merupakan konsekuensi dari prinsip an-taraddin minkum
(sama-sama rela). Di sini kedua belah pihak harus secara rela
bersepakat untuk mengingatkan diri dalam akad mudharabah.
Pemilik dana setuju dengan peranannya untuk
mengkontribusikan dana, sementara itu pelaksana usaha pun
setuju dengan peranannya untuk mengkontribusikan kerja.
d. Nisbah Keuntungan
Faktor yang keempat yaitu rukun yang khas dalam
akad mudharabah, yang tidak ada dalam akad jual beli. Nisbah
ini mencerminkan imbalan yang berhak diterima oleh kedua
belah pihak yang bermudhabarah. Mudharib mendapatkan
imbalan atas kerjanya, sedangkan shohib al mal mendapat
imbalan atas pernyataan modalnya. Nisbah keuntungan inilah
yang akan mencegah terjadinya perselisihan antara kedua belah
pihak mengenai cara pembagian keuntungan11
.
4. Macam-Macam Mudharabah
Berdasarkan kewenangan yang diberikan kepada mudharib,
mudharabah dibagi menjadi 2 (dua) jenis, yakni:12
11
Adiwarman A. Karim, Bank Islam, analisis fikih dan keuangan, edisi keempat,
(Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2011), h. 205-206 12
Muhammad Syafi‟i Antonio, Bank Syari’ah dari Teori ke Praktik. (Jakarta: Gema
Insani Press, 2005), h. 96
32
a. Mudharabah Mutlaqah: mudharib diberi kewenangan penuh oleh
shahibul maal untuk mengelola modal tanpa batasan dalam usaha yang
dianggap baik dan menguntungkan. Dalam hal ini tanggung jawab atas
pengelolaan modal usaha berada pada mudharib sesuai dengan praktek
kebiasaan usaha normal yang sehat (uruf).
b. Mudharabah Muqayyadah (restricted investment): shahibul maal
bertindak selaku channelling agent dan berwenang menetapkan syarat
dan batasan tertentu terhadap penggunaan dana oleh mudharib.
Seluruh resiko kerugian kegiatan usaha tidak ditanggung oleh bank,
melainkan oleh investor (pemilik dana), kecuali jika nasabah lalai.
Dalam skim pembiayaan ini, mudharib tidak diperbolehkan untuk
mencampurkan modal dengan dana lain. pada umumnya digunakan
untuk investasi khusus dan reksadana.
Gambar 1. Skema Mudharabah
(1) (1)
(2)
(3)
(4)
(5) (4)
Keterangan:
1. Pemilik dana dan pengelola dana menyepakati akad mudharabah.
2. Proyek usaha sesuai akad mudharabah dikelola pengelola dana.
Pemilik
Dana
Akad
Mudharabah
Pengelola
Dana
Proyek
Usaha
Porsi
Laba
Porsi
Rugi Porsi Laba
Hasil
Usaha
33
3. Proyek usaha menghasilkan laba atau rugi.
4. Jika untung, dibagi sesuai nisbah.
5. Jika rugi ditanggung pemilik dana.
5. Manfaat Mudharabah
Di dalam mudharabah terdapat beberapa manfaat, diantaranya:
a. Bank akan menikmati peningkatan bagi hasil pada saat keuntungan
usaha nasabah meningkat
b. Bank tidak berkewajiban membayar bagi hasil kepada nasabah
pendanaan secara tetap, tetapi disesuaikan dengan pendapatan / hasil
usaha Bank sehingga tidak akan pernah mengalami negative spread.
c. Pengembalian pokok pembiayaan disesuaikan dengan cash flow / arus
kas usaha nasabah sehingga tidak memberatkan nasabah
d. Bank akan lebih selektif dan hati-hati (prudent) mencari usaha yang
benar-benar halal, aman dan menguntungkan karena keuntungan yang
konkrit dan benar-benar terjadi itulah yang akan dibagikan.
e. Prinsip bagi hasil dalam mudharabah ini berbeda dengan prinsip
bunga tetap, dimana Bank akan menagih penerima pembiayaan
(nasabah) satu jumlah bunga tetap berapapun keuntungannya yang
dihasilkan nasabah, sekalipun merugi dan terjadi krisis ekonomi.
Resiko yang terdapat dalam mudharabah terutama pada
penerapannya, dalam pembiayaan relatif tinggi, diantaranya adalah:
a. Side streaming, nasabah menggunakan dana itu bukan seperti yang
disebut dalam kontrak.
34
b. Lalai dan kesalahan yang disengaja.
c. Penyembunyian keuntungan oleh nasabah, apabila nasabahnya tidak
jujur.13
6. Pembiayaan Mudharabah
Dalam arti sempit, pembiayaan dipakai untuk mendefinisikan
pendanaan yang dilakukan oleh lembaga pembiayaan seperti bank syariah
kepada nasabah. Pembiayaan secara luas berarti financing yaitu pendanaan
yang dikeluarkan untuk mendukunginvestasi yang telah direncanakan,
baik dilakukan sendiri maupun dikerjakan oleh orang lain.
Sesuai dengan firman Allah SWT dalam surat Al Maidah Ayat
1:14
QS Al-Maidah: 1
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, penuhilah aqad-aqad itu.
Dihalalkan bagimu binatang ternak, kecuali yang akan dibacakan
kepadamu. (yang demikian itu) dengan tidak menghalalkan berburu ketika
kamu sedang mengerjakan haji. Sesungguhnya Allah menetapkan hukum-
hukum menurut yang dikehendaki-Nya”. (QS Al-Maidah (5): 1).
Sedangkan menurut Kasmir, pembiayaan adalah penyediaan atau
tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau
kesepakatan antara Bank dan pihak lain yang mewajibkan pihak yang
13
Muhammad Syafi‟i Antonio, Bank Syari’ah dari Teori ke Praktik. (Jakarta: Gema
Insani Press, 2005), h. 98 14
Departemen Agama RI, Al Qur’an dan Terjemahnya, (Bandung: CV. J-ART, 2005),
h.107
35
dibiayai untuk mengembalikan uang atau tagihan tersebut setelah jangka
waktu tertentu dengan imbalan atau bagi hasil15
.
Oleh karena itu, pembiayaan berdasarkan prinsip syariah adalah
penyediaan uang atau tagihan yang dipersamakan dengan itu berdasarkan
persetujuan atau kesepakatan antara bank dengan pihak lain yang
mewajibkan pihak dibiayai untuk mengembalikan uang atau tagihan
tersebut setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan atau bagi hasil16
.
Sedangkan, al-Mudharabah adalah akad kerja sama usaha antara kedua
belah pihak dimana pihak pertama (shohibul maal) menyediakan seluruh
modal, sedangkan pihak kedua (mudharib) sebagai pengelola modal.
1. Beberapa Jenis Usaha yang Dapat Dibiayai dengan Pembiayaan
Mudharabah
a. Pembiayaan mudharabah untuk usaha dagang.
Pada pembiayaan mudharabah untuk usaha dagang ini,
jumlah modal yang disalurkan dapat dipergunakan untuk membeli alat
peraga dan barang dagangannya serta biaya operasional.
b. Pembiayaan mudharabah untuk jasa foto kopi, wartel, dan warnet.
Pada pembiayaan mudharabah untuk jasa foto kopi, wartel,
dan warnet ini, jumlah modal yang disalurkan dipergunakan untuk
membeli dan menyewa mesin-mesin dengan semua peralatan dan
fasilitas yang diperlukan serta biaya operasional.
c. Pembiayaan mudharabah untuk jasa angkutan.
15
Kasmir, Manajemen Perbankan, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2000), h. 73 16
Gunarto Suhardi, Usaha Perbankan Dalam Perspektif Hukum, (Yogyakarta:
KANISIUS, 2003), h. 83
36
Pada pembiayaan mudharabah ini, jumlah modal yang
disalurkan untuk membeli kendaraan dan biaya operasioal juga
bervariasi tergantung kepada besar-kecilnya usaha yang dibiayai.
d. Pembiayaan mudharabah untuk jasa kontruksi.
Pada pembiayaan mudharabah untuk jasa kontruksi ini,
jumlah modal yang disalurkan biasanya dalam bentuk plafon dana yag
besarnya bervariasi tergantung pada besar-kecilnya usaha yang akan
dibiayai.
e. Pembiayaan mudharabah untuk jasa agro
Pada pembiayaan mudharabah ini, jumlah modal yang
disalurkan dapat dipergunakan untuk membeli bibit dan pupuk serta
biaya operasional.17
2. Persyaratan minimum Akad mudharabah menurut Fikih18
No. KATEGORI PERSYARATAN
1 Persyaratan dalam Akad
1.1 Syarat Menggunakan Judul/ kata Mudharabah
1.2 Syarat Menyebutkan hari dan tanggal akad dilakukan
1.3 Rukun Menyebutkan pihak yang bertransaksi dan/atau yang
mewakilinya.
1.4 Rukun Menetapkan bank sebagai pemilik dana atau shahibul
mal dan nasabah sebagai pengelola atau mudharib.
1.5 Rukun Mencantumkan nisbah bagi hasil yang disepakati bagi
masing-masing pihak.
1.6 Syarat Menetapkan jenis usaha yang akan dilakukan nasabah.
1.7 Syarat Menyebutkan bahwa kerugian ditanggung oleh bank
apabila tidak disebabkan pelanggaran akad dan bertindak
melebihi kapasitas.
1.8 Kesepakatan Menetapkan sanksi bagi nasabah apabila lalai membayar
17
Karnaen A. Perwataatmadja dan Hendri Tanjung, Bank Syariah Teori Praktik, dan
Peranannya, (Jakarta: Celestial Publishing, 2007), h. 131-133 18
Ascarya, Akad dan Produk Bank Syariah, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2007),
h. 66
37
bagi hasil pada waktunya.
1.9 Kesepakatan Menetapkan kesepakatan apabila terjadi force majeur.
1.10 Kesepakatan Menetapkan jaminan dari pihak ketiga apabila
diperlukan.
1.11 Kesepakatan Menetapkan sanksi-sanksi apabila diperlukan.
1.12 Kesepakatan Menetapkan Badan Arbitrase Syariah sebagai tempat
penyelesaian apabila terjadi sengketa.
2 Persyaratan Transfer Dana
2.1 Syarat
Turunan
Dilakukan bank dengan mengredit kepada rekening
nasabah.
2.2 Syarat
Turunan
Tanda Terima oleh nasabah adalah tanda terima uang.
3 Persyaratan perhitungan Keuntungan
3.1 Kesepakatan Menggunakan real transactionary cost atau real cost
yang ditetapkan alco masing-masing.
7. Berakhirnya Akad Mudharabah
Lamanya kerjasama dalam mudharabah tidak tentu dan tidak
terbatas, tetapi semua pihak berhak untuk menentukan jangka waktu
kontrak kerjasama dengan memberitahukan pihak lainnya. Akad
mudharabah dapat berakhir karena:
a. Dalam hal mudharabah tersebut dibatasi waktunya.
b. Salah satu pihak memutuskan mengundurkan diri.
c. Salah satu pihak meninggal dunia atau hilang akal.
d. Pengelola dana tidak menjalankana manahnya sebagai pengelola usaha
untuk mencapai tujuan sebagaimana dituangkan dalam akad.
e. Modal sudah tidak ada.
Jadi, pembiayaan mudharabah adalah suatu akad kerja sama
usaha antara kedua belah pihak dimana pihak pertama (shohibul mal)
menyediakan seluruh modal, sedangkan pihak kedua (mudharib) sebagai
pengelola modal, dimana setiap periode si debitur wajib untuk
38
mengembalikan uang atau tagihan tersebut setelah jangka waktu tertentu
dengan imbalan atau bagi hasil sesuai persetujuan atau kesepakatan antara
kreditur (shohibul mal) dengan debitur (mudharib).
8. Prinsip Pembagian Hasil Usaha
Pada prinsipnya dalam mudharabah pembagian hasil usaha tidak
ada istilah profit and loss sharing, karena yang dibagi adalah hasil dari
keuntungan usaha tersebut. Sehingga digunakan istilah prinsip bagi hasil
seperti dam Undang-Undang No. 10 th 1998.
Contoh perhitungan pembagian hasil usaha:
Penjualan Rp 1.000.000
HPP (Rp 650.000)
Laba Kotor Rp 350.000
Biaya-biaya (Rp 250.000)
Laba(rugi) bersih Rp 100.000
9. Pembagian Hasil Usaha
a. Berdasarkan prinsip “Bagi Laba” (Profit Sharing), jika nisbah Pemilik
Dana : Pengelola Dana = 30 : 70
1) Pemilik Dana : 30% x Rp100.000 = Rp30.000
2) Pengelola Dana : 70%x Rp100.000 = Rp70.000
Dasar pembagian hasil usaha adalah laba bersih
b. Berdasarkan prinsip “Bagi Hasil”, jika nisbah Pemilik Dana :
Pengelola Dana = 10 : 90
1) Pemilik Dana : 10% x Rp350.000 = Rp 35.000
2) Pengelola Dana : 90% x Rp350.000 = Rp 315.000
Dasar pembagian hasil usaha adalah laba kotor
39
B. Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM)
1. Pengertian Usaha Kecil
Konsep Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) sangat berbeda
dari suatu negara dengan negara lain. UMKM menjadi pembahasan
berbagai pihak bahkan UMKM dianggap sebagai penyelamat
perekonomian Indonesia di masa krisis pada periode1998-2000, UMKM
mempunyai ciri khas yaitu modal yang kecil, resiko yang relatif kecil dan
mendorong masyarakat mengembangkan semangat wirausaha19
. UMKM
di Indonesia telah mendapat perhatian dan dibina Pemerintah dengan
dibuatnya sebuah Kementerian Negara Koperasi dan Usaha Kecil
Menengah.
Peraturan perundang-undangan tentang usaha kecil telah
dilakukan perubahan yaitu Undang-undang Nomor 9 Tahun 1995 tentang
usaha kecil diganti dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang
Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM). Undang-undang tersebut
mengelompokkan usaha menjadi empat kelompok berdasarkan total asset
dan total penjualan tahunan dengan kriteria sebagai berikut:
(1) Usaha mikro adalah usaha produktif milik orang perorangan dan/atau
badan usaha perorangan yang memiliki kekayaan bersih paling
banyak Rp.50.000.000,00 tidak termasuk tanah dan bangunan tempat
usaha atau memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp.
300.000.000,00.
19
Manurung, A.H., Wirausaha: Bisnis UKM (Usaha Kecil Menengah, (Jakarta:
Penerbit Buku Kompas, 2006 ), h. 23
40
(2) Usaha kecil adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri,
dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan
merupakan anak perusahaan atau bukan cabang perusahaan yang
dimiliki, dikuasasi, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak
langsung dari usaha menengah atau usaha besar, dengan kriteria
memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp. 50.000.000,00 sampai dengan
paling banyak Rp. 500.000.000,00 tidak termasuk tanah dan bangunan
tempat usaha, atau memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari
Rp.300.000.000,00 sampai dengan paling banyak Rp.
2.500.000.000,00.
(3) Usaha menengah adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri,
yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan
merupakan anak perusahaan atan cabang perusahaan yang dimiliki,
dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung
dengan Usaha Kecil atau Usaha Besar dengan jumlah kekayaan bersih
lebih dari Rp. 500.000.000,00 sampai dengan paling banyak Rp.
10.000.000.000,00 tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha,
atau memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp. 2.500.000.000,00
sampai dengan paling banyak Rp. 50.000.000.000,00.
(4) Usaha besar adalah usaha ekonomi produktif yang dilakukan oleh
badan usaha dengan jumlah kekayaan bersih atau hasil penjualan
tahunan lebih besar dari usaha menengah, yang meliputi usaha
41
nasional milik negara atau swasta, usaha patungan dan usaha asing
yang melakukan kegiatan ekonomi di Indonesia.
Berdasarkan uraian di atas Undang-undang Nomor 20 Tahun
2008 tidak memberikan kriteria yang terlalu luas pada kelompok usaha
kecil, seperti halnya pada Undang-undang Nomor 9 Tahun 1995.
Kelompok-kelompok usaha tersebut memberikan gambaran bahwa suatu
kegiatan bisnis dapat berpindah kelompok sesuai dengan pertumbuhan dan
perkembangan usahanya.
Terkait dengan usaha kecil, maka Badan Pusat Statistik20
,
menyebutkan bahwa ada industri kecil (IK) yang merupakan unit usaha
denganjumlah pekerja paling sedikit 5 orang dan paling banyak 19 orang
termasuk pengusaha, sedangkan industri rumah tangga (IRT) merupakan
unit usaha dengan jumlah pekerja paling banyak 4 orang termasuk
pengusaha. Unit-unit usaha tanpa pekerja (self-employment unit) termasuk
dalam kategori ini. Pentingnya IK dan IRT di Indonesia terefleksi antara
lain dari jumlah unit usahanya yang sangat banyak jauh melebihi jumlah
unit usaha dari kelompok industri menengah besar (IMB). IK dan IRT di
Indonesia secara tradisional memiliki spesialisasi dalam jenis-jenis
industri yang membuat produk sederhana dengan kandungan teknologi
rendah dan sebagian besar pengusaha IK dan IRT hanya berpendidikan SD
ke bawah.
20
Tambunan, Tulus T.H., Usaha Kecil dan Menengah di Indonesia, Beberapa Isu
Penting, (Jakarta: Salemba Empat, 2002), h. 19
42
2. Kebijakan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah
Kebijakan usaha mikro, kecil dan menengah tertuang dalam
Undang-undang Nomor 20 Tahun 2008 yang menyebutkan bahwa
pemberdayaan adalah upaya yang dilakukan pemerintah, pemerintah
daerah, dunia usaha dan masyarakat secara sinergi dalam bentuk
penumbuhan iklim dan pengembangan usaha terhadap usaha mikro, usaha
kecil dan usaha menengah sehingga mampu tumbuh dan berkembang
menjadi usaha yang tangguh dan mandiri. Prinsip pemberdayaan usaha
mikro, kecil dan menengah adalah: (1) penumbuhan kemandirian,
kebersamaan dan kewirausahaan usaha mikro, kecil dan menengah untuk
berkarya dengan prakarsa sendiri; (2) perwujudan kebijakan publik yang
transparan, akuntabel dan berkeadilan; (3) pengembangan usaha berbasis
potensi daerah dan berorientasi pasar sesuai dengan kompetensi usaha
mikro, kecil dan menengah; (4) peningkatan daya saing usaha mikro, kecil
dan menengah; dan (5) penyelenggaraan perencanaan, pelaksanaan dan
pengendalian secara terpadu.
Tujuan pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah adalah:
(1) mewujudkan struktur perekonomian nasional yang seimbang,
berkembang dan berkeadilan; (2) menumbuhkan dan mengembangkan
kemampuan usaha mikro, kecil dan menengah menjadi usaha yang
tangguh dan mandiri; dan (3) meningkatkan peran usaha mikro, kecil dan
menengah dalam pembangunan daerah, penciptaan lapangan kerja,
43
pemerataan pendapatan, pertumbuhan ekonomidan pengentasan rakyat
dari kemiskinan.
Iklim usaha adalah kondisi yang diupayakan pemerintah dan
pemerintah daerah untuk memberdayakan usaha mikro, kecil dan
menengah secara sinergis melalui penetapan berbagai peraturan
perundang-undangan dan kebijaksanaan diberbagai aspek kehidupan
ekonomi agar usaha mikro, kecil dan menengah memperoleh pemihakan,
kepastian, kesempatan, perlindungan dan dukungan berusaha yang seluas-
luasnya. Pemerintah dan pemerintah daerah menumbuhkan iklim usaha
dengan menetapkan peraturan perundangan-undangan dan kebijakan yang
meliputi aspek: (1) pendanaan; (2) sarana dan prasarana; (3) informasi
usaha;(4) perizinan usaha; (5) kesempatan berusaha; (6) promosi dagang;
dan (7) dukungan kelembagaan.
Pengembangan adalah upaya yang dilakukan pemerintah,
pemerintah daerah, dunia usaha dan masyarakat untuk memberdayakan
usaha mikro, kecil dan menengah melalui pemberian fasilitas, bimbingan,
pendampingan, dan bantuan perkuatan untuk menumbuhkan dan
meningkatkan kemampuan dan daya saing usaha mikro, kecil dan
menengah. Pemerintah dan pemerintah daerah memfasilitasi
pengembangan usaha dalam bidang: (1) produksi dan pengolahan; (2)
pemasaran; (3) sumberdaya manusia; dan (4) desain dan teknologi.
Pembiayaan adalah penyediaan dana oleh Pemerintah, pemerintah
daerah, dunia usaha, dan masyarakat melalui bank, koperasi dan lembaga
44
keuangan bukan bank, untuk mengembangkan dan memperkuat
permodalan usaha mikro, kecil dan menengah. Penjaminan adalah
pemberian jaminan pinjaman usaha mikro, kecil dan menengah oleh
lembaga penjamin kredit sebagai dukungan untuk memperbesar
kesempatan memperoleh pinjaman dalam rangka memperkuat
permodalannya.
3. Kondisi Individu Pengusaha Kecil
Terdapat berbagai studi yang menelaah faktor individu usaha
kecil seperti status sosial ekonomi usaha kecil, pengalaman usaha, dan
kekosmopolitan yang dikaitkan dengan persepsi terhadap pendidikan,
hingga mengaitkan faktor individu usaha kecil dengan partisipasi dalam
kegiatan kelompok, dan kemiskinan diantaranya dilakukan oleh Mubyarto
dkk.21
. Berdasarkan studi tersebut, faktor internal usaha kecil seperti status
sosial ekonomi usaha kecil, pendidikan (formal dan informal yang pernah
diikuti), teknologi yang digunakan, wawasan lingkungan, pengalaman
berusaha dan kekosmopolitan memiliki hubungan positif dengan
pendapatan, dan kesejahteraan rumah tangga. Terdapat hubungan antara
tingkat pendidikan dengan kinerja usaha kecil, serta pengalaman dalam
memprediksi usaha yang tajam untuk memperhitungkan resiko dan
kesuksesan.
Faktor-faktor individu yang umum biasanya meliputi: gender,
suku, tingkat pendidikan, pengalaman dan keterampilan. Banyak kajian
21
Mubyarto dkk.,Strategi Pembangunan Pedesaan. (Yogyakarta: P3PK UGM, 1984) h.
12
45
bahwa faktor-faktor ini ada kaitannya dengan keberhasilan kegiatan
kewirausahaan. Dalam konsteks wirausaha, menurut Bird (1996), faktor
individu wirausaha merupakan individu yang menjalankan usaha, faktor-
faktor yang ada pada individu tersebut adalah: (1) karakteristik biologis
meliputi: umur, jenis kelamin, pendidikan; (2) latar belakang wirausaha
yaitu: pengalaman usaha, alasan berusaha, pekerjaan orang tua dan
keluarga; dan (3) motivasi, sebagai dorongan kuat untuk melakukan suatu
usaha, seperti: ketekunan, kegigihan dan kemauan keras untuk berhasil.
Menurut pemikiran para ahli tersebut, keragaan individu
pengusaha kecil merupakan kondisi yang ada, melekat dan dimiliki oleh
para pengusaha kecil, seperti tingkat pendidikan, status sosial, tingkat
ekonomi yang dicapai usaha kecil, latar belakang wirausaha pengalaman
berusaha, pekerjaan orang tua dan keluarga, keaktifan dalam kelompok,
kekosmopolitan dan teknologi yang digunakan serta tingkat motivasi/
kegigihan para pengusaha kecil dalam menjalankan usahanya.
46
BAB III
GAMBARAN UMUM BTM BERKAH MENTARI
A. Profil BTM Berkah Mentari1
Saat ini lembaga keuangan mikro yang berkembang di masyarakat
adalah Baitul Maal wat Tamwil. Baitul Maal wat Tamwil (BMT) merupakan
organisasi bisnis yang juga berperan sosial. Sebagai lembaga bisnis, BMT
lebih mengembangkan usahanya pada sektor keuangan, yakni simpan-pinjam.
Usaha BMT seperti usaha perbankan yakni menghimpun dana anggota
dan calon anggota (nasabah) serta menyalurkannya kepada sektor ekonomi
yang halal dan menguntungkan. Sebagai lembaga sosial baitul maal memiliki
kesamaan fungsi dan peran dengan Lembaga Amil Zakat (LAZ).
Berada dibawah naungan organisasi masyarakat “Muhammadiyah”,
BTM Berkah Mentari yang memiliki kepanjangan nama Baitut Tamwil
Muhammadiyah (BTM) Berkah Mentari, membantu usaha kecil yang
mengalami kesulitan untuk mengakses kredit modal kerja dari perbankan,
maka sebagai alternatif untuk membantu permodalan usaha kecil diperlukan
lembaga keuangan mikro (Micro Finance Intsitusion) yang menawarkan
pinjaman dengan konsep bagi hasil (Mudharabah).
BTM Berkah Mentari merupakan jenis lembaga keuangan bukan bank
yang kehadirannya ditengah-tengah masyarakat terutama usaha kecil sangat
diperlukan. Selain itu BTM Berkah Mentari dengan mengutamakan prinsip
1 Wawancara pribadi dengan Bapak Mujadid perdana selaku manajer BTM “Berkah
Mentari”, jam 11.30 WIB, tanggal 03 September 2016.
47
keuangan berbasis syariah menjamin kehalalan dan keadilan dalam
mendukung pengembangan ekonomi kerakyatan,
1. Profil Umum
a. Nama Koperasi : KJKS BTM Berkah Mentari
Pamulang
b. Tanggal Berdiri : 18 Mei 2008
c. No. & Tgl. Akta Pendirian (Notaris) : No. 45 Tgl. 31 Juli 2008
(Notaris: IRMA SAVYNA
FIRDAUS)
d. No & Tgl. Badan Hukum : 518/51/BH/dIs-KUKM Tanggal 7
Agustus 2008
e. Alamat Lengkap : Jl. Surya Kencana No.17 RT. 005
RW. 006 Kelurahan Pamulang
Barat - Kecamatan Pamulang
f. No. Telepon/HP&Fax : 021-744 3232
g. Kota : Tangerang Selatan
h. Provinsi : Banten
i. Peserta Program : Koperasi Perkotaan Dan Pedesaan
2. Nama Pengurus (periode th. 2015 s/d th. 2020)
a. Ketua : H.Taswin Hamto, S.Pd
b. Sekretaris : Nuryasin, S.Pd.
c. Bendahara : H. Entis Sutisna, S.Pd.
48
3. Nama Pengawas (periode th. 2015 s/d th. 2020)
a. Ketua : H. Ali Muniri Hidayat, SPd.I
b. Anggota : Moh. Badrus
c. Anggota : M.Fikron
4. Keanggotaan (orang)
No. Status Laki–laki Perempuan Jumlah
1.a. Anggota 74 13 87
terdiri atas:
1.b. Pelaku Usaha
Mikro
- - -
1.c. Pelaku Usaha 62 13 75
2. Calon Anggota 148 34 182
Keterangan:
No. 2. Calon Anggota adalah individu yang belum melunasi Simpanan
Pokok.
Anggota koperasi adalah konsumen akhir dan pengusaha yang
memanfaatkan koperasi dalam kegiatan sosial ekonominya.
5. Modal
Sebagai badan usaha yang menjalankan bisnis, koperasi BTM
Berkah Mentari membutuhkan modal. Modal dibutuhkan untuk membiayai
kegiatan organisasi maupun bisnis koperasi. Modal usaha bisnis terdiri dari
modal kerja dan modal investasi. Modal kerja adalah sejumlah uang yang
tersimpan dalam aktiva lancar perusahaan atau yang dipergunakan untuk
membiayai operasional jangka pendek perusahaan. Misalnya, biaya tenaga
kerja, pengadaan bahan baku, listrik, dan pajak.
49
Modal kerja adalah aktiva lancar dikurangi kewajiban lancar.
Aktiva lancar adalah harta perusahaan yang bisa dicairkan menjadi uang kas
paling lama setahun. Misalnya, uang kas, persediaan barang, piutang-
piutang dagang, dan deposito jangka pendek. Modal kerja sangat vital bagi
sebuah badan usaha koperasi atau perusahaan perseroan karena berputar
secara terus-menerus di dalam perusahaan. Dengan demikian, modal kerja
dipakai untuk mengukur likuiditas-kemampuan perusahaan untuk
memenuhi seluruh kewajiban keuangan jangka pendek sebuah perusahaan.
Sedangkan modal invetasi adalah sejumlah uang yang
dipergunakan untuk pengadaan sarana dan prasarana operasional koperasi
yang bersifat tetap dan tidak mudah untuk diuangkan, seperti tanah,
bangunan kantor, mesin, peralatan kantor, dan lain-lain. Untuk memenuhi
modal investasi, sebuah perusahan, termasuk koperasi, berusaha
mendapatkan uang dari luar, baik dari investor maupun pinjaman. Modal
yang diterima sebagai pinjaman jangka panjang umumnya dipakai untuk
modal investasi.
a. Modal Sendiri
a. Simpanan Pokok, : Rp. 123.600.000
b. Simpanan Wajib, : Rp. 20.275.000
c. Simpanan Sukarela : Rp. ---
d. Dana Cadangan, : Rp. 14.595.968
e. Hibah, : Rp. 150.000.000
f. Donasi, : Rp. 3.800.000
Jumlah Modal Sendiri : Rp. 312.270.968 (data mulai dari
awal pendirian - sampai th. 2015)
50
5.2 Modal Pinjaman (Modal Luar)
a. Dari Anggota Koperasi : Rp 1.054.546.806
b. Dari Non Anggota Koperasi :Rp. 118.258/325
c. Dari Koperasi Lain : Rp. -
d. Kredit dari Bank : Rp. 265.563.314
e. Kredit dari LKNB : Rp. -
f. Modal Penyertaan : Rp. 15.000.000
g. Bantuan dari pemerintah : Rp. -
h. Lain-lain : Rp. –
Jumlah Modal Pinjaman: Rp. 1.453.368.445 (data mulai dari
awal pendirian - sampai th. 2015)
Gambar 2. Permodalan Koperasi BTM Berkah Mentari
MODAL
KOPERASI
MODAL
PINJAMAN
MODAL
SENDIRI
INVESTASI
MODAL
KERJA SHU
51
6. Jumlah karyawan : 8 orang ( tetap )
7. Kegiatan Usaha Koperasi
a. Usaha Pokok : Koperasi Simpan Pinjam - Pola Syariah
b. Usaha Lain–lain : Loket Pembayaran Listrik/Telphone.
8. Nilai Asset : Rp. 2.200.000.000-
9. Nilai Volume Usaha : Rp. 1.750.000.000
a. Usaha Pokok : Simpan Pinjam Rp.2.000.000.000,-
b. Usaha Lain-lain (Total) : Rp. 200.000.000,-
10. Status kantor koperasi : (Milik koperasi/ Milik Pengurus/ Sewa/
Kontrak)
11. Nama Bank Referensi : (wajib melampirkan nomor rekening bank dan
surat keterangan dari bank referensi bahwa
nomer rekening tabungan atau giro tsb atas
nama koperasi dan masih aktif)
a. Bank : Bank Syariah Mandiri Pamulang
b. Nomor Rekening : 704 389 3313
12. Perizinan Usaha yang masih berlaku dan wajib melampirkan foto copynya
a. NPWP No. : 02.909.326.7.411.000
b. SIUSP, No. : 518/14A/SIUSP/Dis-KUKM/VI/2012
a. TDP, No. : 30.08.2.64.00103 , tgl. 3 Juni 2013
c. SKDU, No. : 503/11/Kel.PB/V/2013 Tgl. 16 Mei 2013
52
B. Visi dan Misi
1. Visi
Menjadi Lembaga Keuangan Syariah yang selalu menjadi mitra bagi
masyarakat demi kemakmuran bersama.
2. Misi
a. Mengemban amanah sebagai Lembaga Keuangan dengan
mengedepankan prinsip-prinsip syariah.
b. Memberikan solusi bagi masyarakat untuk kebutuhan modal usaha.
c. Memberikan nilai investasi yang optimal bagi investor.
C. Struktur Organisasi
KEPALA
BAGIAN
PENGURUS PENGAWAS
MANAJER/PENGELOLA
KEPALA
BAGIAN
KARYAWAN
PENGURUS PENGURUS PENGURUS
RAPAT ANGGOTA
KEPALA
BAGIAN
KARYAWAN
KARYAWAN KARYAWAN
KARYAWAN
KARYAWAN
KARYAWAN
KARYAWAN
KARYAWAN
Gambar 3. Struktur Organisasi BTM Berkah Mentari
53
Struktur dari sistem manajemen koperasi di Indonesia dapat dilihat
dari perangkat organisasi koperasi yang tertuang dalam UU No.17 Tahun 2012.
Berdasarkan UU tersebut, perangkat organisasi koperasi BTM Berkah Mentari
adalah Rapat Anggota, Pengurus, dan Pengawas.
1. Rapat Anggota
Rapat anggota dihadiri oleh anggota dan merupakan pemegang
kekuasaan tertinggi dari koperasi. Keputusan-keputusan rapat anggota
diambil berdasarkan musyawarah untuk mencapai mufakat. Apabila
musyawarah gagal mencapai kemufakatan, maka pengambilan keputusan
dilakukan berdasarkan suara terbanyak.
Dalam hal pemungutan suara, setiap anggota mempunyai hak satu
suara. Rapat anggota yang digelar sekurang-kurangnya setahun sekali,
menetapkan (1) Anggaran Dasar, (2) Kebijakan umum dibidang organisasi,
(3) Pemilihan, pengakatan, pemberhentian pengurus dan pengawas, (4)
Rencana kerja, rencana anggaran pendapatan dan belanja koperasi, serta
pengesahan laporan keuangan, (5) Pengesahan pertanggungjawaban
pengurus dalam melaksanakan tugasnya, (6) Pembagian sisa hasil usaha, (7)
Penggabungan, peleburan, pembagian, dan pembubaran koperasi.
Selain Rapat anggota, koperasi juga dapat melaksanakan Rapat
Anggota Luar Biasa apabila keadaan mengharuskan adanya keputusan
segera yang wewenangnya ada pada rapat anggota. Rapat anggota luar biasa
dapat diadakan atas permintaan sejumlah anggota koperasi atau atas
keputusan pengurus yang pelaksanaannya diatur dalam anggaran dasar.
54
2. Pengurus
Pengurus adalah pemegang kekuasaan rapat anggota. Pengurus
dapat dipilih dari dan oleh anggota koperasi dalam rapat anggota dengan
masa jabatan paling lama 5 (lima) tahun. Untuk pertama kali, susunan dan
nama anggota pengurus dicantumkan dalam akta pendirian koperasi.
Berdasarkan Pasal 58 UU No.17 Tahun 2012, pengurus koperasi
mengemban tugas sebagai berikut: (1) Mengelola koperasi berdasarkan
anggaran dasar, (2) Mendorong dan memajukan usaha anggota, (3)
Menyusun rancangan rencana kerja serta rencana anggaran pendapatan dan
belanja koperasi untuk diajukan kepada rapat anggota, (4) Menyusun
laporan keuangan dan pertanggungjawaban pelaksanaan tugas untuk
diajukan kepada rapat anggota, (5) Menyusun rencana pendidikan,
pelatihan, dan komunikasi koperasi untuk diajukan kepada rapat anggota,
(6) Menyelenggarakan pembukuan keuangan dan inventaris secara tertib,
(7) Menyelenggarakan pembinaan karyawan secara efektif dan efisien, (8)
Memelihara buku daftar anggota, buku daftar pengawas, buku daftar
pengurus, buku daftar pemegang sertifikat modal koperasi, dan risalah rapat
anggota, (8) Melakukan upaya lain bagi kepentingan, kemanfaatan, dan
kemajuan koperasi sesuai dengan tanggung jawabnya dan keputusan rapat
anggota.
3. Pengawas
Pengawas adalah perangkat organisasi koperasi yang dipilih dari
anggota dan diberi mandat untuk melakukan pengawasan terhadap jalannya
55
roda orgnisasi dan usaha koperasi. Pasal 50 ayat (1) UU No.17 Tahun 2012
menyebutkan bahwa tugas pengawas adalah;
a. mengusulkan calon pengurus,
b. memberi nasihat dan pengawasan kepada pengurus,
c. melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan kebijakan dan pengelolaan
koperasi yang dilakukan oleh pengurus,
d. melaporkan hasil pengawasan kepada rapat anggota
56
BAB IV
TEMUAN DAN ANALISIS LAPANGAN
A. Proses Pelaksanaan Pembiayaan Modal Mudharabah Terhadap Nasabah
UMKM BTM “Berkah Mentari”.
Tingginya porsi pembiaayaan berbasis bagi hasil mempunyai
beberapa keunggulan, yaitu: pertama, pembiayaan mudharabah akan
menggerakkan sektor riil karena pembiayaaan ini bersifat produktif yakni
disalurkan untuk kebutuhan modal kerja. Meningkatnya sektor riil tentunya
akan menciptakan kesempatan kerja baru sehingga dapat mengurangi
pengangguran sekaligus meningkatkan pendapatan masyarakat. Kedua,
peningkatan persentase pembiayaan bagi hasil akan mendorong tumbuhnya
pengusaha atau investor yang berani mengambil keputusan bisnis yang
berisiko. Pada akhirnya akan berkembang berbagai inovasi baru yang akan
meningkatkan daya saing lembaga keuangan syariah. Ketiga, pola pembiayaan
mudharabah adalah pola pembiayaan berbasis produktif yang memberikan nilai
tambah bagi perekonomian dan sektor riil sehingga kemungkinan terjadinya
krisis keuangan akan dapat dikurangi. Selain itu, dengan mengoptimalkan
pembiayaan bagi hasil lembaga keuangan syariah dapat menumbuhkan jiwa
entrepreneurship nasabah yang pada akhirnya dapat meningkatkan distribusi
pendapatan dan memberdayakan ekonomi masyarakat.
Pada umumnya nasabah yang meminjam modal pada BTM “Berkah
Mentari”, adalah para UMKM yang membutuhkan tambahan modal untuk
57
usaha mereka. Para nasabah ini adalah juga harus menjadi anggota koperasi
BTM “Berkah Mentari”. Pada umumnya usaha mereka sudah berjalan lebih
kurang satu tahun keatas. Seperti yang dijelaskan oleh bapak Mujadid Perdana
sebagai manajer BTM “Berkah Mentari”, sebagai berikut:
“Para nasabah kami ini, umumnya mereka sudah menjalankan usaha.
Karena perlu tambahan modal, mereka pada pinjam modal ke BTM
“Berkah Mentari”. Biasanya mereka sudah menjalankan usaha lebih
kurang satu tahun. Karena mereka juga melihat perputaran usahanya
lancar apa tidak, dan mereka akan berani meminjam kalau usahanya
lancar karena itu akan berpengaruh pada kemampuan mereka
mengembalikan pinjaman”.1
Pembiayaan dengan menggunakan sistem mudharabah cocok
diterapkan dalam membiayai sektor Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM)
karena lebih memberikan kepastian dan tidak terbebani akibat kenaikan suku
bunga. Selain itu faktor ukuran atau skala usaha BTM “Berkah Mentari” yang
tidak sebesar perbankan membuat BTM “Berkah Mentari” lebih fokus ke
sektor UMKM dengan skala usaha lebih kecil, di lain sisi ketertarikan UMKM
memilih sistem mudharabah terkait dengan tidak diperlukannya ketersediaan
kolateral dimana prinsip kepercayaan lebih dominan, lebih menarik bagi
UMKM. Hal ini juga diamini oleh bapak Mujadid Perdana, beliau mengatakan
bahwa:
“BTM “Berkah Mentari” tidak meminta kolateral atau jaminan kepada
peminjam modal. Selain tidak sejalan dengan syariah, BTM “Berkah
Mentari” merupakan wadah koperasi maka semua dari anggota untuk
anggota. Jadi antara koperasi dengan anggotanya harus ada saling
percaya karena niat baik didasarkan pada ibadah saling tolong
menolong”.2
1 Wawancara pribadi dengan Bapak Mujadid Perdana selaku Manajer BTM “Berkah
Mentari”, jam 11.30 WIB, tanggal 03 September 2016. 2 Wawancara pribadi dengan bapak Mujadid perdana selaku manajer BTM “Berkah
Mentari”, jam 11.30 WIB, tanggal 03 September 2016.
58
Hal yang sama juga dikatakan oleh anggota koperasi yang meminjam
modal pada BTM “Berkah Mentari”, bapak Khairul Adianto seorang pedagang
pakaian muslim. Beliau menjelaskan sebagai berikut:
“BTM “Berkah Mentari” tidak meminta jaminan barang, tapi
membuat surat perjanjian di atas materai. Lagian saya sudah
bersyukur karena kami dapat meminjam uang pada BTM “Berkah
Mentari” tanpa harus membayar bunga”.3
Ada beberapa kerakteristik dan ciri khas yang menjadi keunggulan
Usaha Mikro Kecil Menengah, yaitu pertama, skala usaha yang kecil
memungkinkan untuk beradaptasi dengan cepat dan responsif terhadap
lingkungan bisnis yang bergejolak. Kedua, lebih fleksibel, sehingga memiliki
lebih banyak peluang untuk berinovasi dan bereksperimen. Ketiga, memiliki
banyak sumber keunikan yang berbasis budaya setempat. Keempat, dapat
memanfaatkan peluang kecil yang ada. Kelima, mudah untuk bangkit kembali,
bila menghadapi kondisi bisnis yang kurang menguntungkan.
BTM “Berkah Mentari”mempunyai peluang yang sangat besar untuk
memberdayakan perekonomian ummat apabila mampu mengoptimalkan
pembiayaan bagi hasil dalam penyaluran dananya ke nasabah. BTM “Berkah
Mentari” lebih mencerminkan prinsip keadilan melalui mekanisme pembiayaan
bagi hasil dengan skema distribusi pendapatan yang merata karena lebih fokus
pada pemberdayaan UMKM. Hal ini seperti dikatakan oleh bapak Mujadid
Perdana, sebagai berikut:
“Pada intinya baik dari pihak BTM “Berkah Mentari” maupun
mudharib sama-sama merasakan keuntungan. BTM “Berkah Mentari”
3 Wawancara pribadi dengan bapak Khairul Adianto selaku anggota BTM “Berkah
Mentari”, jam 11.30 WIB, tanggal 03 September 2016.
59
sebagai lembaga keuangan yang membantu penyediaan modal usaha
telah berupaya menegakkan syariah dengan mengikuti kaidah-kaidah
yang telah dituntun dalam agama Islam yaitu mengharamkan riba.
Selanjutnya pihak mudharib mendapat keuntungan karena mereka
tidak dikenakan bunga, dan tidak perlu menggunakan jaminan untuk
meminjam uang”.4
1. Aplikasi Mudharabah di Lembaga Keuangan Syariah (BTM “Berkah
Mentari”)
Baitul Maal Muhammadiyah (BTM) “Berkah Mentari” lebih
mengarah pada usaha-usaha penghimpunan dan penyaluran dana yang non
profit, seperti zakat, infaq dan shodaqoh, juga sebagai usaha penghimpunan
dan penyaluran dana komersial. Dahulu BTM “Berkah Mentari” merupakan
salah satu unit usaha pada sebuah koperasi yang menginginkan salah satu
unit usaha adalah jasa keuangan mikro dengan berprinsip syariah. Saat ini
dengan hadirnya Undang-Undang Nomor 1 tahun 2013 tentang Lembaga
Keuangan Mikro, maka Baitul Maal wat Tamwil (BMT) dapat berdiri
sendiri dengan badan hukum berbentuk koperasi.
Dalam BTM “Berkah Mentari” aplikasi mudharabah berkaitan
dengan penyaluran dana BTM “Berkah Mentari” kepada nasabah yaitu
pembiayaan dengan sistem bagi hasil. Pembiayaan ini merupakan
penyaluran dana BTM “Berkah Mentari” kepada anggota, berdasarkan
kesepakatan pembiayaan antara BTM “Berkah Mentari” dengan anggota
dengan jangka waktu tertentu dan nisbah bagi hasil yang disepakati, hal ini
4 Wawancara pribadi dengan bapak Mujadid Perdana selaku manajer BTM “Berkah
Mentari”, jam 11.30 WIB, tanggal 03 September 2016.
60
tercermin dari aplikasinya mudharabah sebagai salah satu bentuk penyaluran
dana BTM “Berkah Mentari”.
Kehadiran BTM “Berkah Mentari” diharapkan mampu
menanggulangi masalah permodalan yang dialami oleh pengusaha kecil
mikro, sehingga distribusi modal dan pendapatan dapat dirasakan
masyarakat kecil dalam menjalankan maupun mengembangkan usahanya.
Penyaluran dana oleh BTM “Berkah Mentari” dikenal dengan sebutan
pembiayaan. Sebagaimana diketahui bahwa usaha mikro kecil dan
menengah (UMKM) di Tangerang Selatan bukan hanya yang bergerak di
bidang industri yang membutuhkan bantuan modal, namun dengan besarnya
jumlah penduduk maka yang berpotensi untuk diberdayakan juga adalah
para pedagang kaki lima, misalnya saja penjual makanan, minuman,
kebutuhan pokok, dan lain sebagainya.
Pemberian pembiayaan dengan prinsip bagi hasil kepada UMKM
menggunakan prosedur umum pembiayaan, mulai dari pengajuan, analisis
kelayakan, pembuatan akad (perjanjian), dan pengawasan. Pengajuan
disertai dengan penyertaan dokumen-dokumen yang diperlukan, terlebih
karena pemberian pembiayaan adalah kepada suatu badan hukum.
Salah satu syarat untuk mendapatkan pembiayaan adalah seseorang
harus masuk menjadi anggota koperasi BTM “Berkah Mentari” dan telah
memiliki usaha minimal telah berjalan selama satu tahun. BTM “Berkah
Mentari” akan datang langsung kelapangan untuk mensurvei dan
mengetahui lebih dekat kondisi usaha, kehidupan dan perekonomian
61
anggotanya yang akan dibantu tersebut. Seperti yang dijelaskan oleh bapak
Mujadid Perdana sebagai manajer BTM “Berkah Mentari”, sebagai berikut:
“Kita harus jeli menilai karakter orang, apa orang ini mudah
dipercaya atau bisa diberikan amanah. Kita juga menanyakan apa
dia ada meminjam dari pihak lain eggak, soalnya takut
memberatkan. Jadi angota yang akan menjadi mudharib kita perlu
analisis, di survey rumahnya, kalo perlu tanya tetangga.”5
Setelah melakukan analisis terhadap calon mudharib dan
diputuskan bahwa mudharib tersebut layak untuk diberikan pembiayaan,
maka BTM “Berkah Mentari” akan membuat suatu akad (perjanjian). Akad
pembiayaan harus dibuat tertulis dengan memperhatikan rukun dan syarat-
syarat sesuai dengan hukum Islam. Prosedur umum pengajuan pembiayaan
mulai dari pengajuan permohonan hingga pengawasan oleh bank,
merupakan upaya bagi BTM “Berkah Mentari” dalam menghindari risiko
kemacetan.
Setelah nasabah mendapat modal usaha, BTM “Berkah Mentari”
tidak lepas tangan begitu saja. Ada pembinaan dan pengawasan, pembinaan
dilakukan agar anggota yang telah diberikan modal tidak salah langkah
dalam mengembangkan usahanya. Pengawasan dilakukan dengan memantau
setiap perkembangan kegiatan usaha anggota termasuk pengadaan
kunjungan kepada mereka dengan memberikan peringatan dini jika terjadi
penurunan kualitas penggunaan dana yang diperkirakan akan mengandung
resiko bagi BTM “Berkah Mentari”.
5 Wawancara pribadi dengan bapak Mujadid Perdana selaku manajer BTM “Berkah
Mentari”, jam 11.30 WIB, tanggal 03 September 2016.
62
Penjelasan ini berdasarkan hasil wawancara yang penulis lakukan
dengan bapak Mujadid Perdana, adalah sebagai berikut:
“Jadi gini, kalo ada kesulitan, keluh kesah anggota kita dengarkan
dan beri solusi. Katanya warungnya sepi pembeli, kita kasih saran
untuk menghadapi saingannya. Biar menarik warung didandanin,
buat menu yang sederhana tapi enak rasanya. Kalo pembayarannya
mulai tidak lancar, kita cari tau ada masalah apa. Kalo masih
nunggak juga kita kirim surat teguran pertama, surat teguran kedua,
hingga surat teguran ketiga. Permasalah ini selanjutnya kita
selesaikan secara kekeluargaan”6
Kontribusi BTM “Berkah Mentari” sangat ditentukan dengan
kemampuan penyaluran dananya kepada masyarakat. Kemampuan ini
tentunya akan mampu meningkatkan produksi masyarakat secara maksimal.
Keberadaan BTM “Berkah Mentari” tentunya menjadi angin segar di tengah
lesunya perkembangan UMKM. Hal ini dikarenakan BTM “Berkah
Mentari” memiliki karakter khusus, yaitu non-bunga. Seperti yang telah
diketahui, bahwa bunga bank merupakan momok yang menakutkan bagi
UMKM untuk meminjam modal usaha mereka. Akibatnya, banyak pelaku
UMKM enggan untuk meminjam modal dari perbankan, dan berakibat pada
stagnannya perkembangan UMKM itu sendiri. Model pembiayaan bagi hasil
tentunya memiliki daya tarik tersendiri bagi UMKM dalam pengembangan
usahanya.
6 Wawancara pribadi dengan bapak Mujadid Perdana selaku manajer BTM “Berkah
Mentari”, jam 11.30 WIB, tanggal 03 September 2016.
63
2. Mudharabah dalam Pemberdayaan Sektor Riil nasabah BTM “Berkah
Mentari”.
Ketua koperasi bapak Mujadid Perdana menjelaskan ada beberapa
beberapa Jenis Usaha yang dibiayai dengan pembiayaan mudharabah oleh
BTM “Berkah Mentari”, diantaranya:7
a. Pembiayaan mudharabah untuk usaha dagang.
Pada pembiayaan mudharabah untuk usaha dagang ini, jumlah
modal yang disalurkan dapat dipergunakan untuk membeli alat peraga
dan barang dagangannya serta biaya operasional.
b. Pembiayaan mudharabah untuk jasa foto kopi, wartel, dan warnet.
Pada pembiayaan mudharabah untuk jasa foto kopi, wartel, dan
warnet ini, jumlah modal yang disalurkan dipergunakan untuk membeli
dan menyewa mesin-mesin dengan semua peralatan dan fasilitas yang
diperlukan serta biaya operasional.
c. Pembiayaan mudharabah untuk jasa angkutan.
Pada pembiayaan mudharabah ini, jumlah modal yang disalurkan
untuk membeli kendaraan dan biaya operasioal juga bervariasi
tergantung kepada besar-kecilnya usaha yang dibiayai.
d. Pembiayaan mudharabah untuk jasa kontruksi.
Pada pembiayaan mudharabah untuk jasa kontruksi ini, jumlah
modal yang disalurkan biasanya dalam bentuk plafon dana yag besarnya
bervariasi tergantung pada besar-kecilnya usaha yang akan dibiayai.
7 Wawancara pribadi dengan bapak Mujadid Perdana selaku manajer BTM “Berkah
Mentari”, jam 11.30 WIB, tanggal 03 September 2016.
64
Lebih lanjut bapak Mujadid Perdana menjelaskan:
“Secara manajemen BTM “Berkah Mentari” berusaha semaksimal
mungkin melaksanakan sistem mudharabah sesuai syariah,
demikian juga karena visi dan misi kami mengemban amanah
sebagai lembaga keuangan dengan mengedepankan prinsip-prinsip
syariah serta untuk membantu para pengusaha UMKM dalam
mendapatkan modal usaha”.8
Tanpa akses yang tetap pada lembaga keuangan mikro syariah,
hampir seluruh masyarakat dan pedagang kecil akan menggantungkan
pembiayaan pada kemampuan sendiri yang sangat terbatas atau pada
kelembagaan keuangan informal (rentenir). Yang mana prosedur
penyaluran dana menggunakan sistem riba (bunga). Sedangkan yang
telah kita ketahui bahwa sistem riba itu diharamkan oleh Islam. BTM
“Berkah Mentari” berupaya memudahkan sistem mudharabah dalam
transaksi pembiayaan bagi anggotanya dengan harapan dapat memenuhi
setiap kebutuhan anggotanya untuk bermuamalah secara nyaman, penuh
berkah dan terhindar dari prakrik ribawi.
Anggota Koperasi BTM “Berkah Mentari”, yaitu bapak Suhemi
pemilik toko kelontong, mengatakan lebih lanjut:
“Sistem bagi hasil dengan akad Mudharabah antara anggota dengan
koperasi BTM “Berkah Mentari” sangat meringankan. Mulai dari
pembagian keutungan semua dibicarakan di awal akad perjanjian
peminjaman”.9
Dalam prosedur peminjamannya, BTM “Berkah Mentari”
memberikan kemudahan meminjamkan modal usaha kepada nasabah.
8 Wawancara pribadi dengan bapak Mujadid Perdana selaku manajer BTM “Berkah
Mentari”, jam 11.30 WIB, tanggal 03 September 2016. 9 Wawancara pribadi dengan bapak Suhemi selaku anggota BTM “Berkah Mentari”, jam
11.30 WIB, tanggal 25 Agustus 2016.
65
Persyaratan dalam mengajukan pembiayaan, anggota BTM “Berkah
Mentari” yang akan meminjam harus mengisi formulir aplikasi dengan
melampirkan:
a. Foto copy KTP suami dan istri.
b. Foto copy Kartu Keluarga.
c. Surat Keterangan Domisili RT setempat.
Seperti yang dikatakan oleh bapak Suhemi, sebagai berikut:
“Saya ngisi formulir, sama ngelengkapi surat domisili RT, KTP
suami istri, KK. Terus usaha kitanya di survey”.10
Selain itu bapak Khairul Adianto juga memberikan pernyataannya,
sebagai berikut:
“Kalo persyaratannya KTP suami dan istri, KK, surat domisili dari
RT tempat kita tinggal. Setelah itu disurvey deh tempat tinggal dan
usaha kita”.11
Berbeda dengan mengajukan pinjaman modal di lembaga keuangan
konvensional, dimana persyaratannya bisa dibilang rumit dan menunggu
proses yang lama. Salah satu persyaratan yang menjadi keluhan
masyarakat bawah dan pedagang kecil adalah tidak adanya jaminan yang
tepat untuk dijaminkan apabila ingin mengajukan pembiayaan di
lembaga keuangan formal seperti bank.
Selain itu dari hasil pengamatan dan wawancara bersama beberapa
anggota yang meminjam modal, mereka mendapatkan kemudahan modal
pembiayaan sesuai dengan yang mereka ajukan. Apabila mereka telah
10
Wawancara pribadi dengan bapak Suhemi selaku anggota BTM “Berkah Mentari”, jam
11.30 WIB 25 Agustus 2016. 11
Wawancara pribadi dengan bapak Khairul Adianto selaku anggota BTM “Berkah
Mentari”, jam 11.30 WIB 25 Agustus 2016.
66
selesai dalam angsuran pembiayaan, mreka juga boleh mengajukan
pinjaman modal usaha kembali untuk kesekian kali dan seterusnya.
Berikut pernyataan dari beberapa mudharib. Adalah seorang
pengusaha rumah makan warteg bernama ibu Nuralinah, sebagai berikut:
“Saya sudah tiga kali pengambilan, yang pertama pinjaman saya
tiga juta. Di awal peminjaman pihak BTM “Berkah Mentari” selalu
mengharapkan kejujuran dari mudharib tentang keuntungan usaha. Itu
untuk memudahkan dalam pembagian keuntungan. Terus saya
menceritakan apa adanya aja, eggak ada yang ditutupi. Setelah
pembagian keuntungan sudah disepakati, terus membicarakan masalah
pengembalian pinjaman. Saya minta kalo pinjaman dikembalikan secara
mengangsur setiap hari sampe lunas”.12
3. Pembiayaan Mudharabah Dalam Persentase Bagi Hasil
Pada pembiayaan mudharabah, bank bertindak sebagai shahibul
maal yang menyediakan dana secara penuh dan nasabah bertindak sebagai
mudharib yang mengelola dana dalam kegiatan usaha. Pembiayaan
mudharabah ini memiliki karakter yang berbeda dengan kredit yang
diberikan oleh bank konvensional, karakter tersebut adalah adanya keadilan
dan kebersamaan yang merupakan semangat dari perbankan syariah. Hal ini
dapat terlihat dari pembagian keuntungan dan kerugian di antara bank
dengan nasabah pengelola dana.
Keuntungan akan dibagi sesuai dengan kesepakatan yang tertuang
dalam akad, sedangkan kerugian akan ditanggung oleh BTM “Berkah
Mentari” kecuali jika pihak pengelola dana melakukan kesalahan yang
disengaja, lalai atau menyalahi perjanjian. Pembiayaan dengan akad
12
Wawancara pribadi dengan ibu Nuralinah selaku anggota BTM “Berkah Mentari”, jam
11.30 WIB 25 Agustus 2016.
67
mudharabah pada dasarnya merupakan pembiayaan yang sempurna, hal ini
dikarenakan pada pembiayaan tersebut digunakan istilah prinsip bagi hasil
keuntungan usaha bukan istilah profit sharing. Selain menggunakan istilah
bagi hasil keuntungan usaha, hal lain yang membuat ideal adalah adanya
pembagian kerugian usaha. Kerugian pada pembiayaan dengan akad
mudharabah akan ditanggung sepenuhnya oleh BTM “Berkah Mentari”,
kecuali bila nasabah melakukan kelalaian dan kesengajaan yang
menyebabkan dialaminya kerugian.
Seperti yang dituturkan oleh bapak Mujadid Perdana, beliau
mengatakan sebagai berikut:
“Aturan bagi hasil bagi kedua belah pihak baik penyedia dana
maupun mudharib telah disepakati diawal akad kerja sama. BTM
“Berkah Mentari” sebagai penyedia dana menanggung semua
kerugian akibat dari mudharabah kecuali jika mudharib (nasabah)
melakukan kesalahan yang disengaja, lalai, atau menyalahi
perjanjian”.13
Dari hasil penelitian didapatkan hasil, bahwa batas pemberian
pembiayaan dalam BTM “Berkah Mentari” adalah plafond pembiayaan
yang dapat diberikan adalah mulai dari angka satu juta rupiah (Rp.
1000.000) sampai dengan yang tertinggi sesuai dengan kebutuhan.
Berdasarkan hasil wawancara, bapak Mujadid Perdana mengatakan
sebagai berikut:
“Batas waktu yang diberikan bagi para pelaku UMKM yang
menerima pembiayaan, umumnya waktu yang diberikan sebagai
kontrak pembiayaan adalah sesuai kemampuan membayar si
anggota, akan tetapi kami tetapkan waktu maksimal yaitu 3 tahun,
13
Wawancara pribadi dengan bapak Mujadid Perdana selaku manajer BTM “Berkah
Mentari”, jam 11.30 WIB 03 September 2016.
68
pembayaran dilakukan secara mengangsur. Hal ini didasarkan
pengalaman di lapangan bahwa kemampuan nasabah dalam
mengambalikan dana pembiayaan yang telah dikeluarkan oleh
BTM “Berkah Mentari”.”14
Jika merujuk dengan prinsip persamaan dan kesetaraan yang
menyatakan bahwa, hubungan mu‟amalah dilakukan untuk memenuhi
kebutuhan hidup manusia. Seringkali terjadi bahwa seseorang memiliki
kelebihan dari yang lainnya. Oleh karena itu sesama manusia masing-
masing memiliki kelebihan dan kekurangan. Maka antara manusia yang satu
dengan yang lain, hendaknya saling melengkapi atas kekurangan yang lain
dari kelebihan yang dimilikinya.
Dalam melakukan kontrak para pihak menentukan hak dan
kewajiban masing-masing didasarkan pada asas persamaan dan kesetaraan.
Tidak diperbolehkan terdapat kezaliman yang dilakukan dalam kontrak
tersebut. Sehingga tidak diperbolehkan membeda-bedakan manusia berdasar
perbedaan warna kulit, agama, adat dan ras. Dalam Q.S. al-Hujurat (49): 13
dinyatakan, yang artinya
”Hai manusia sesungguhnya kami menciptakan kamu dari seorang
laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-
bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling mengenal”
Mengutip pendapat yang dikeluarkan oleh Veithzal Rifa‟I dalam
bukunya Islamic Financial Management, bahwa dalam melakukan
pembiayaan seharusnya perbankan syariah lebih mengedepankan prinsip
14
Wawancara pribadi dengan bapak Mujadid Perdana selaku manajer BTM “Berkah
Mentari”, jam 11.30 WIB 3 September 2016.
69
ata‟awun kepada sesama, tidak dibenarkan adanya perbedaan yang hanya
dilihat dari segi keuntungan semata15
.
Hal tersebut dinyatakan oleh Veithzal Rifa‟i dikarenakan menurut beliau,
fungsi dasar dari sebuah pembiayaan adalah:
1. Pembiayaan dapat meningkatkan Utility (daya guna) dari modal/uang
2. Pembiayaan dapat meningkatkan Utility (daya guna) suatu barang
3. Pembiayaan meningkatkan peredaran dan lalu lintas uang
4. Pembiayaan menimbulkan gairah usaha masyarakat
5. Pembiayaan sebagai alat stabilitas ekonomi
6. Pembiayaan sebagai jembatan untuk peningkatan pendapatan nasional
7. Pembiayaan sebagai alat hubungan ekonomi Internasional
Dari hasil wawancara dengan nasabah yang merupakan pelaku
UMKM yang bernama Ahmad Rusydi seorang penjahit pakaian, beliau
menyatakan, dalam menentukan nisbah bagi hasil sebagaimana yang dibuat
dalam dalam surat perjanjian mudharabah (kontrak mudharabah),
pembagian keuntungan itu dibicarakan sebelumnya di awal akad oleh pihak
BTM “Berkah Mentari”, dan nasabah diajak berunding atau musyawarah
dalam penentuan bagi hasil tersebut.
“Kami para pengusaha harus terbuka dengan pihak BTM “Berkah
Mentari”, walaupun ada juga yang tidak terbuka. Jadi kita bisa
sama-sama nego untuk masalah pembagian keuntungan”.16
Masalah keterbukaan tentang keuntungan usaha, juga dijelaskan
oleh bapak Mujadid Perdana, beliau menjelaskan sebagai berikut:
15
Rivai, Veithzal & Veithzal, Andria Permata, Islamic Financial Management, Jakarta,
PT. Rajawali Pers, 2008, h. 7-9 16
Wawancara pribadi dengan bapak Ahmad Rushdy selaku anggota BTM “Berkah
Mentari”, jam 11.30 WIB 25 Agustus 2016.
70
“Pihak BTM “Berkah Mentari” sangat menghargai apabila anggota
yang meminjam modal sudah terbuka dari awal tentang keuntungan
usahanya. Hal ini sangat diperlukan untuk menghitung pembagian
keuntungan. Karena sistem mudharabah menuntut kejujuran dan
keadilan. Permasalahannya bila anggota tidak terbuka tentang
keuntungan usahanya. Tapi pihak kami berusaha untuk meyakinkan
pentingnya saling kepercayaan itu”17
Lebih lanjut kepala koperasi bapak Mujadid Perdana, menjelaskan
pembagian hasil melalui angka-angka:
“Pada prinsipnya dalam mudharabah pembagian hasil usaha tidak
ada istilah profit and loss sharing, karena yang dibagi adalah hasil
dari keuntungan usaha tersebut. Sehingga digunakan istilah prinsip
bagi hasil seperti dalam Undang-Undang No. 10 th 1998”.18
Pembagian hasil usaha didasarkan pada kesepakatan bersama
antara BTM Berkah Mentari dengan mudharib. Pembagian hasil usaha
berdasarkan persentase bisa 30% : 70% atau 25% : 75% antara pemilik dana
dalam hal ini BTM Berkah Mentari dengan mudharib sebagai pengelola
dana.
Secara angka dapat dihitung sebagai berikut:
Contoh perhitungan pembagian hasil usaha berdasarkan bagi hasil:
Penjualan Rp. 1.000.000,-
HPP (Rp. 650.000,-)
Laba kotor Rp. 350.000,-
Biaya-biaya (Rp. 250.000,-)
Laba (rugi) bersih Rp. 100.000,-
17
Wawancara pribadi dengan bapak Mujadid Perdana selaku manajer BTM “Berkah
Mentari”, jam 11.30 WIB 3 September 2016. 18
Wawancara pribadi dengan bapak Mujadid Perdana selaku manajer BTM “Berkah
Mentari”, jam 11.30 WIB 3 September 2016.
71
a. Berdasarkan prinsip “Bagi Laba” (Profit Sharing), jika nisbah
Pemilik Dana : Pengelola Dana = 30 : 70
Pemilik Dana : 30% x Rp100.000 = Rp30.000
Pengelola Dana : 70%x Rp100.000 = Rp70.000
Dasar pembagian hasil usaha adalah laba bersih
b. Berdasarkan prinsip “Bagi Hasil”, jika nisbah Pemilik Dana :
Pengelola Dana = 10 : 90
Pemilik Dana : 10% x Rp350.000 = Rp 35.000
Pengelola Dana : 90% x Rp350.000 = Rp 315.000
Dasar pembagian hasil usaha adalah laba kotor
4. Pembiayaan Mudharabah dalam Hal Jaminan
Dalam fiqih tidak diperbolehkan investor untuk menuntut jaminan
dari mudharib, BTM Berkah Mentari dalam hal ini berusaha untuk
melaksanakan juga prinsip tersebut. Sebagaimana disebutkan dalam
Keputusan Fatwa Dewan Syariah Nasional No.07/DSN-MUI/IV/2000
Tentang Pembiayaan Mudharabah dinyatakan bahwa pada prinsipnya dalam
pembiayaan Mudharabah tidak ada jaminan.
Lebih jauh bapak Mujadid Perdana menjelaskan:
“BTM “Berkah Mentari” tidak meminta kolateral atau jaminan
kepada peminjam modal. Selain tidak sejalan dengan syariah, BTM
“Berkah Mentari” merupakan wadah koperasi maka semua dari
anggota untuk anggota. Sebenarnya dengan telah menjadi anggota
koperasi BTM “Berkah Mentari”, dan harus membayar iuran pokok
dan iuran wajib berarti anggota telah memiliki jaminannya. Jadi
antara koperasi dengan anggotanya harus ada saling percaya karena
niat baik didasarkan pada ibadah saling tolong menolong. Kami
hanya meminta anggota untuk saling jujur dan memegang
72
kepercayaan. Kalau ada masalah akan diselesaikan secara
kekeluargaan”.19
Hal yang sama juga dikatakan oleh anggota koperasi yang
meminjam modal pada BTM “Berkah Mentari”, Diaz Pradiananto pemilik
toko on line. Beliau menjelaskan sebagai berikut:
“Saya tidak diminta jaminan berupa barang hanya membuat surat
perjanjian di atas materai”.20
Peminjam lainnya bapak Helmi mengatakan sebagai berikut:
“Kan kita sudah menjadi anggota koperasi, bayar iuran pokok dan
iuran wajib sudah terikat perjanjian, mungkin ini sudah dianggap
sebagai jaminan”.21
5. Penanganan Pembiayaan Bermasalah
Dalam pembagian laba dan rugi, secara teori, BTM “Berkah
Mentari” menanggung secara risiko, tetapi dalam praktik, dikarenakan sifat
mudharabah bank Islam dan syarat-syarat yang ada di dalamnya, kerugian
semacam ini mungkin akan jarang sekali terjadi.
Jika mudharabah tidak menghasilkan suatu keuntungan, si
mudharib tidak akan mendapatkan sedikitpun upah atas kerjanya. Dalam hal
ini mengalami kerugian sepanjang tidak ditemukan bukti salah guna dan
salah urus mudharib atas dana mudharabah atau sepanjang tidak ditentukan
pelanggaran atas syarat-syarat yang ditetapkan oleh bank. Jika terbukti
demikian, maka mudharib sendiri yang akan menanggung kerugian, dalam
19
Wawancara pribadi dengan bapak Mujadid Perdana selaku manajer BTM “Berkah
Mentari”, jam 11.30 WIB 3 September 2016. 20
Wawancara pribadi dengan Diaz Pradiananto selaku anggota BTM “Berkah Mentari”,
jam 11.30 WIB 25 Agustus 2016. 21
Wawancara pribadi dengan bapak Helmi selaku anggota BTM “Berkah Mentari”, jam
11.30 WIB 25 Agustus 2016.
73
kasus mana jaminan yang terkait dengan tanggung jawab nasabah harus
diberikan kepada BTM “Berkah Mentari”.
Pihak BTM “Berkah Mentari” untuk mengambil alih dalam risiko
dari setiap kerugian tidak begitu saja terjadi. Ia melewati bermacam-macam
cara untuk menghilangkan ketidakpastian yang mungkin terjadi dalam
kongsi mudharabah murni. Risiko aktuarial dalam kongsi mudharabah
seperti yang digunakan dalam perbankan Islam dapat diukur dan dapat
dipastikan. Untuk alasan inilah, dapat dikatakan bahwa mudharabah bank
Islam sedikit berbeda dengan penyelenggaraan investasi berisiko rendah
maupun investasi bebas risiko manapun.
Menurut Siti Ch. Fadjriah, bahwa Pembiayaan dengan
menggunakan sistem syariah lebih cocok diterapkan dalam membiayai
sektor Usaha Kecil Menengah (UKM) karena lebih memberikan kepastian
dan tidak terbebani akibat kenaikan suku bunga. Selain itu faktor ukuran
atau skala usaha bank syariah yang tidak sebesar perbankan konvensional
membuat bank syariah lebih fokus ke sektor UKM dengan skala usaha lebih
kecil, di lain sisi ketertarikan UKM memilih sistem pembiayaan syariah
terkait dengan ketersediaan kolateral yang tidak seketat konvensional dan
sifat gain sharing, risk sharing, lebih menarik bagi UKM.22
Namun, menurut Isha Ashari ada beberapa kerakteristik dan ciri
khas yang menjadi keunggulan Usaha Kecil dan Menengah, yaitu :
22
Siti Ch. Fadjriah 2005. Sistem syariah lebih cocok untuk pembiayaan UKM.
http://www.bisnis.com/servlet/page?_pageid=127&_dad=portal30&_schema=PORTAL30&vnw_l
ang_id=2&ptopik=A34&cdate=15-APR-2005&inw_id=356756
74
“Pertama, skala usaha yang kecil memungkinkan untuk beradaptasi
dengan cepat dan responsive terhadap lingkungan bisnis yang
bergejolak. Kedua, lebih fleksibel, sehingga memiliki lebih banyak
peluang untuk berinovasi dan bereksperimen. Ketiga, memiliki
banyak sumber keunikan yang berbasis budaya setempat. Keempat,
dapat memanfaatkan peluang kecil yang ada. Kelima, mudah untuk
bangkit kembali, bila menghadapi kondisi bisnis yang kurang
menguntungkan”.23
Dari hasil wawancara dengan para anggota bahwa selama mereka
meminjam modal pada BTM “Berkah Mentari” tidak pernah terjadi kredit
macet atau menyalahgunakan modal untuk hal-hal lain. Hal ini seperti yang
dikatakan oleh nasabah yang peneliti wawancarai, salah satunya ibu
Nuralinah. Beliau menuturkan sebagai berikut:
“Selama menjadi anggota BTM “Berkah Mentari”, saya enggak
pernah mengalami kredit macet. Saya berusaha untuk amanah
dalam menjalankan usaha saya sehingga modal yang saya pinjam
saya gunakan sepenuhnya untuk usaha bukan untuk hal lain. Saya
enggak mau terlibat masalah mas”.24
Bapak Mujadid Perdana, memberikan penjelasan sebagai berikut:
“Selama ini belum ada kendala yang berarti, kalaupun ada semua
permasalahan diselesaikan secara kekeluargaan. Kendala utama
yaitu penggunaan modal usaha digunakan untuk keperluan lain
bukan untuk usaha produksi. Tapi itu hanya sedikit kasusnya”.25
Pada dasarnya Hukum Islam telah menawarkan beberapa cara yang
harus ditempuh oleh perbankan yaitu perdamaian, namun jika memang tidak
23
Isha Ashari, Kebijakan Pemerintah (Dinas Perindustrian Perdagangan Penanaman
Modal Kota Magelang) dalam Memberdayakan UMKM dan Ekonomi Islam. Makalah
disampaikan dalam Seminar Musyawarah Regional 2007. Magelang: LSEI Universitas
Muhammadiyah Magelang 30 Juni 2007. Republika.co.id. 2005. situs resmi harian Republika.
http://www.menkokesra.go.id/content/view/3391/1/ 24
Wawancara pribadi dengan ibu Nuralinah selaku anggota BTM “Berkah Mentari”,
jam 11.30 WIB 25 Agustus 2016. 25
Wawancara pribadi dengan bapak Mujadid Perdana selaku manajer BTM “Berkah
Mentari”, jam 11.30 WIB 25 Agustus 2016.
75
dapat diselesaikan dengan jalan perdamaian maka dengan jalan arbitrase,
jika tidak bisa juga maka dengan proses peradilan.
Berkaitan dengan hal di atas, proses penyelesaian sengketa dengan
jalan perdamaian atau musyawarah merupakan suatu penyelesaian yang
sesuai dengan kultur masyarakat yang beradat dan bersendikan syara‟, tetapi
pada kenyataannya mungkin akan begitu sulit untuk mewujudkannya, hal
ini disebabkan pada umumnya para pihak menganggap remeh terhadap hal-
hal yang kelihatannya sepele, tapi para pihak tidak menyadari hal yang
dianggap begitu sepele terkadang akan membawa perkara dibelakang hari.
Dalam fiqh Islam pengertian penyelesaian sengketa dengan jalan
perdamaian (sulhu) adalah akad untuk menyelesaikan suatu masalah atau
perselisihan sehingga menjadi perdamaian, atau dengan pengertian lain
suatu jenis akad itu mengakhiri perlawanan antara dua orang yang saling
berlawanan atau untuk mengakhiri sengketa. Ketika nasabah/mudharib
mengalami perselisihan dengan pihak bank syariah maka pihak
nasabah/mudharib dan bank dapat melakukan perdamaian (sulhu) tanpa
menyelesaikan masalah melalui jalur hukum.
Sedangkan Pasal 4 PBI No. 9/19/PBI/2007 tentang Pelaksanaan
Prinsip Syariah dalam Kegiatan Penghimpunan Dana dan Penyaluran serta
Pelayanan Jasa Bank Syariah menjelaskan bahwa penyelesaian sengketa
antara bank dengan nasabah dilakukan dengan musyawarah. jika
musyawarah tidak mencapai kesepakatan, maka penyelesaian sengketa
dilakukan melalui mediasi, termasuk mediasi perbankan. dan jiak mediasi
76
tidak mencapai kesepakatan, maka penyelesaian dilakukan melalui
mekanisme Arbitrase Syariah atau melalui lembaga peradilan yang
ditentukan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Namun adanya peraturan PBI No. 10/18/PBI/2008 tentang
Restrukturisasi Pembiayaan Bagi Bank Syariah dan Unit Usaha Syariah,
yang mana bank dapat merestrukturisasi bagi nasabah yang dalam kategori:
a. nasabah mengalami penurunan kemampuan pembayaran; dan b. nasabah
memiliki prospek usaha yang baik dan mampu memenuhi kewajiban setelah
restrukturisasi (sebagaimana di sebutkan dalam Pasal 5 PBI No.
10/18/PBI/2008). Sedangkan dalam Undang-Undang Perbankan Syariah
hanya dikatakan bahwa, jika terjadi kerugian maka bank yang akan
menanggung seluruhnya, kecuali jika nasabah yang melakukan kelalaian.
Menurut Burhanudin S. Bahwa hal-hal yang boleh didamaikan
hanya dalam bentuk pertikaian harta benda yang dpaat dinilai dan sebatas
kepada hak-hak manusia yang dapat diganti.26
Proses litigasi dan non litigasi pada dasarnya adalah suatu proses dalam
rangka pendamaian, sebagaimana disebutkan oleh Burhanudin S. Bahwa
upaya perdamaian pada dasarnya ada dua jenis:
1. Perdamaian melalui lembaga peradilan (litigasi).
2. Perdamaian melalui lembaga di luar peradilan (non litigasi).
Hal senada yang diungkapkan Gemala Dewi dalam bukunya yang
menyatakan bahwa Penyelesaian perselisihan dalam hukum perikatan Islam,
26
Burhanudin S, Hukum Kontrak Syariah, (Yogyakarta, BPFE UGM, 2009), h. 112
77
pada prinsipnya boleh dilaksanakan melalui tiga jalan, yaitu pertama dengan
jalan perdamaian (Shulhu), yang kedua dengan jalan Arbitrase ( tahkim) dan
yang terakhir melalui proses peradilan (Al Qadha ).27
B. Faktor-faktor Yang Menjadi Pendukung dan Penghambat Implementasi
Sistem Bagi Hasil (Mudharabah)
1. Faktor Pendukung
Pelaku UMKM pada umumnya sangat membutuhkan bantuan
pembiayaan yang penerapannya mudah untuk memperoleh modal, tidak
perlu menyertakan agunan, tidak dikenakan suku bunga pinjaman, oleh
karena itu kehadiran lembaga keuangan mikro syariah menjadi solusi bagi
pelaku UMKM, dalam memperoleh pinjaman modal usaha kecil tumbuh
secara tradisional dan merupakan usaha keluarga yang turun temurun.
Pemberdayaan masyarakat berarti melakukan perubahan kea rah
yang lebih baik yang identik dengan pembangunan yang berarti. Perubahan
kemajuan atau progress yaitu peningkatan bidang-bidang kehidupan yang
memang diarahkan kepada tujuan yang hendak dicapai.
Sebagai tujuan pemberdayaan, program pembiayaan ini menunjuk
pada keadaan atau hasil yang ingin dicapai oleh sebuah perubahan sosial
yaitu masyarakat yang berdaya, memiliki kemampuan dalam memenuhi
kebutuhan hidupnya baik yang bersifat fisik, ekonomi, maupun social,
memiliki kehidupan yang sejahtera dan terbebas dari jerat kemiskinan.
27
Gemala Dewi, Hukum Perikatan Islam di Indonesia, cet-2, (Jakarta: Kencana Prenada
Media Group, 2006). h. 32-33.
78
Hasil wawancara peneliti dengan bapak Mujadid Perdana, adalah
sebagai berikut:
“Yaa.., semua faktor pendudukung dalam pembiayaan model
mudharabah ini, bertujuan untuk dapat terpenuhinya semua
kebutuhan baik primer dan sekunder. Contohnya, pendapatan jadi
meningkat, dapat menyekolahkan anak, tambahan modal untuk
meningkatkan usahanya, dan juga untuk mengangsur pinjaman”.28
2. Faktor Penghambat
Kecilnya porsi pembiayaan dengan prinsip bagi hasil muncul
disebabkan karena beberapa persoalan, misalnya pembiayaan dengan prinsip
bagi hasil sangat berisiko dan membutuhkan transparansi informasi juga
kepercayaan tinggi antara pemilik modal (shahibul maal) dan pengelola
usaha (mudarib), usaha mikro kecil sering dianggap sebagai unit usaha yang
oleh perbankan sering disebut sebagai unit usaha yang tidak bankable,
kebijakan perbankan itu sendiri, hingga perilaku masyarakat yang kurang
menempatkan faktor kejujuran ketika mendapatkan pembiayaan dengan
prinsip bagi hasil.
Kendala lainnya yaitu tidak bisa dihindari bahwa karena keadaan
kebutuhan hidup yang mendesak membuat peminjam modal kadang
menggunakan pinjaman modal tersebut untuk keperluan lain, seperti ada
anggota keluarga yang sakit terpaksa modal digunakan untuk biaya berobat,
pengeluaran uang untuk membeli barang yang diinginkan, dan sebagainya.
Dari wawancara dengan bapak bapak Mujadid Perdana, beliau
mengatakan:
28
Wawancara pribadi dengan bapak Mujadid Perdana selaku manajer BTM “Berkah
Mentari”, jam 11.30 WIB 3 September 2016.
79
“Kita dari pihak BTM “Berkah Mentari”, sangat mengharapkan transparansi informasi juga kepercayaan tinggi dari pengelola
usaha (mudarib), faktor kejujuran menjadi sangat penting ketika
mendapatkan pembiayaan dengan prinsip bagi hasil”.29
Selanjutnya bapak Mujadid Perdana menambahkan:
“Penting juga bagi anggota yang meminjam modal, agar
menggunakan modalnya dengan bijak tidak untuk dipakai untuk
hal-hal yang tidak berguna”.30
Keberadaan lembaga keuangan syariah seperti BTM “Berkah
Mentari” sudah semestinya menjadi “angin segar” bagi perkembangan
UMKM. Hal ini dikarenakan lembaga keuangan syariah memiliki karakter
khusus, yaitu non-bunga. Bunga bank merupakan momok yang menakutkan
bagi UMKM untuk meminjam modal usaha mereka. Akibatnya, banyak pelaku
UMKM enggan untuk meminjam modal dari perbankan, dan berakibat pada
stagnannya perkembangan UMKM itu sendiri. Model pembiayaan bagi hasil
tentunya memiliki daya tarik tersendiri bagi UMKM dalam pengembangan
usahanya. Hasilnya, muncul banyak harapan UMKM terhadap kehadiran BTM
“Berkah Mentari” dengan model pembiayaan bagi hasil Mudharabah-nya.
Maka melihat hal tersebut dia atas, penulis berpendapat, BTM
“Berkah Mentari” sudah memposisikan dirinya sebagai salah satu titik sentral
bagi kemajuan UMKM. Penulis sepakat dengan Fatwa Dewan Syariah
Nasional No. 7 tentang Mudharabah maka diketahui faktor-faktor yang
dipertimbangkan dalam penentuan nisbah bagi hasil atas pembiayaan
mudharabah yaitu: Prosentase rata-rata laba/laba secara efektif, jumlah nominal
29
Wawancara pribadi dengan bapak Mujadid Perdana selaku manajer BTM “Berkah
Mentari”, jam 11.30 WIB 3 September 2016. 30
Wawancara pribadi dengan bapak Mujadid Perdana selaku manajer BTM “Berkah
Mentari”, jam 11.30 WIB 3 September 2016.
80
pembiayaan mudharabah yang diajukan nasabah, kemampuan nasabah untuk
membayar angsuran, resiko yang akan diterima BTM “Berkah Mentari” atas
pembiayaan mudharabah, jangka waktu pengembalian pembiayaan
mudharabah, situasi persaingan pasar, hubungan baik antara BTM “Berkah
Mentari” dengan anggota, dan keinginan nasabah untuk membayar angsuran.
Sedangkan faktor yang paling dipertimbangkan dalam penentuan nisbah bagi
hasil atas pembiayaan mudharabah yaitu: Prosentase rata-rata laba/laba setara
efektif.
Dalam wacana fiqih prinsip mudharabah dan bagi hasil tidak semata-
mata menjalin mitra usaha dalam arti modern, tetapi juga memberikan kode
etik ekonomi yang menggabungkan nilai material dan spiritual, dan juga
sebagai solusi pemecahan persoalan ekonomi. Mudharabah dan bagi hasil juga
tidak hanya menyelamatkan masyarakat dari akibat-akibat buruk perbankan,
juga akan memberikan pelayanan yang baik kepada masyarakat dengan
menjamin keadilan, karena keadilan yang tercipta dengan akad tersebut erat
hubungannya dengan keadilan yang tercipta dengan keadilan sosial
kemasyarakatan.
81
BAB V
PENUTUP
A. KESIMPULAN
1. Pembiayaan merupakan penyaluran dana BTM “Berkah Mentari” kepada
anggota, berdasarkan kesepakatan pembiayaan antara BTM “Berkah Mentari”
dengan anggota dengan jangka waktu tertentu dan nisbah bagi hasil yang
disepakati. Pemberian pembiayaan dengan prinsip bagi hasil kepada UMKM
menggunakan prosedur umum pembiayaan, mulai dari pengajuan, analisis
kelayakan, pembuatan akad (perjanjian), dan pengawasan. Setelah melakukan
analisis terhadap calon mudharib dan diputuskan bahwa mudharib tersebut
layak untuk diberikan pembiayaan, maka BTM “Berkah Mentari” akan
membuat suatu akad (perjanjian). Akad pembiayaan harus dibuat tertulis
dengan memperhatikan rukun dan syarat-syarat sesuai dengan hukum Islam.
2. Penerapan sistem mudharabah pada BTM “Berkah Mentari” telah sesuai dan
sejalan dengan prinsip-prinsip syariah tentang mudharabah. Diantaranya:
a. Pembiayaan mudharabah pada BTM “Berkah Mentari” memiliki karakter
keadilan dan kebersamaan yang merupakan semangat dari lembaga
keuangan mikro syariah. Hal ini dapat terlihat dari pembagian keuntungan
dan kerugian di antara BTM “Berkah Mentari” dengan pengelola dana.
Dalam menentukan nisbah bagi hasil sebagaimana yang dibuat dalam dalam
surat perjanjian mudharabah (kontrak mudharabah), pembagian keuntungan
itu dibicarakan sebelumnya di awal akad oleh pihak BTM “Berkah
82
Mentari”, dan nasabah diajak berunding atau musyawarah dalam penentuan
bagi hasil tersebut.
b. Dalam fiqih tidak diperbolehkan investor untuk menuntut jaminan dari
mudharib, BTM Berkah Mentari dalam hal ini berusaha untuk
melaksanakan juga prinsip tersebut. Sebagaimana disebutkan dalam
Keputusan Fatwa Dewan Syariah Nasional No.07/DSN-MUI/IV/2000
Tentang Pembiayaan Mudharabah dinyatakan bahwa pada prinsipnya dalam
pembiayaan Mudharabah tidak ada jaminan.
3. Kendala yang dihadapi BTM “Berkah Mentari”, dalam menerapkan sistem
mudharabah diantaranya:
a. Penanganan pembiayaan bermasalah.
Pada dasarnya Hukum Islam telah menawarkan beberapa cara yang harus
ditempuh yaitu perdamaian. BTM “Berkah Mentari selalu mencoba untuk
melakukan proses penyelesaian sengketa dengan jalan perdamaian atau
musyawarah merupakan suatu penyelesaian yang sesuai dengan kultur
masyarakat yang beradat dan bersendikan syara‟.
b. Transparansi informasi dan kejujuran.
Pembiayaan dengan prinsip bagi hasil sangat berisiko dan membutuhkan
transparansi informasi juga kepercayaan tinggi antara pemilik modal
(shahibul maal) dan pengelola usaha (mudarib). Dalam hal ini di awal akad
pembiayaan pihak BTM “Berkah Mentari”, sangat mengharapkan
transparansi informasi juga kepercayaan tinggi dari pengelola usaha
83
(mudarib), faktor kejujuran menjadi sangat penting ketika mendapatkan
pembiayaan dengan prinsip bagi hasil.
c. Menggunakan pinjaman modal tersebut untuk keperluan lain.
Kendala lainnya yaitu tidak bisa dihindari bahwa karena keadaan kebutuhan
hidup yang mendesak membuat peminjam modal kadang menggunakan
pinjaman modal tersebut untuk keperluan lain, seperti ada anggota keluarga
yang sakit terpaksa modal digunakan untuk biaya berobat, pengeluaran uang
untuk membeli barang yang diinginkan, dan sebagainya.
Pihak BTM “Berkah Mentari” selalu menekankan akan pentingnya bagi
anggota yang meminjam modal, agar menggunakan modalnya dengan bijak
tidak untuk dipakai untuk hal-hal yang tidak berguna.
B. SARAN
1. Pihak BTM “Berkah Mentari” lebih aktif lagi melakukan pembinaan dan
pengawasan terhadap anggota yang mendapat pembiayaan modal usaha,
agar lebih meminimalisir pembiayaan yang bermasalah.
2. Membuat hubungan yang harmonis antara pihak BTM “Berkah Mentari”
dengan anggota agar tercipta iklim saling kepercayaan.
3. Anggota yang mendapatkan pembiayaan modal usaha diajak lebih terbuka
bila ada permasalahan dalam keluarga anggota yang dapat mempengaruhi
kemajuan usaha anggota, sehingga dapat dicarikan solusinya.
84
DAFTAR PUSTAKA
Antonio, Muhammad Syafi‟I, 1999. Bank Syariah Bagi Bankir dan Praktisi
Keuangan. Jakarta Tazkia: Institut dan Bank Indonesia.
______________, 2005. Bank Syari’ah dari Teori ke Praktik. Jakarta. Gema
Insani Press.
Anshori, Abdul Ghofur, 2010. Pembentukan Bank Syariah Melalui Akuisisi dan
Konversi (Pendekatan Hukum Islam dan Hukum Positiv), Yogyakarta,
UII Press.
______________, 2007. Perbankan Syariah di Indonesia, Yogyakarta, Gadjah
Mada University Press.
Ariawati, Ria Ratna, 2004. “Usaha Kecil dan Kesempatan Kerja”, Fakultas
Ekonomi, UNIKOM. Jakarta.
Ahmad, Abu Syuja‟. 1978. Al-Tahdzib fi adillah Matn Al-Ghoyah wa At-Taqrib.
Al Hidayah: Surabaya.
Ascarya, 2007. Akad dan Produk Bank Syariah, Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada.
Budiantoro, Setyo. 2003. Robohnya Ilmu Ekonomi Ortodoks. dalam Jurnal
Ekonomi Rakyat. Diakses dari http://www.ekonomirakyat.org, pada hari
12-Jan-2016.
Burhanudin S., 2008. Hukum Perbankan Syariah di Indonesia, Cet-I, Yogyakarta,
UII Pers.
Burhanudin S, 2009. Hukum Kontrak Syariah, BPFE UGM, Yogyakarta.
Djumhana, Muhammad, 2000. Hukum Perbankan di Indonesia, Bandung, PT.
Citra Aditya.
Dewi, Gemala, 2006. Hukum Perikatan Islam di Indonesia, cet-2, Kencana
Prenada Media Group, Jakarta.
Fatwa Dewan Syariah Nasional No 07/DSN-MUI/IV/2000.
Fadjriah, Siti Ch. 2005. Sistem Syariah Lebih Cocok Untuk Pembiayaan UKM.
Hafsah, Mohammad Jafar, 2004. Upaya Pengembangan Usaha Kecil dan
Menengah (UKM), Infokop Nomor 25 Tahun XX.
Harun, Nasroen. 2007. Fiqh Muamalah. Gaya Media Pratama: Jakarta.
85
Ashari, Isha, 2007. Kebijakan Pemerintah (Dinas Perindustrian Perdagangan
Penanaman Modal Kota Magelang) dalam Memberdayakan UMKM dan
Ekonomi Islam. Makalah disampaikan dalam Seminar Musyawarah
Regional 2007. Magelang: LSEI Universitas Muhammadiyah Magelang.
Ikatan Akuntansi Indonesia. Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan , 2007.
Jaringan Muda Ekonomi Syariah, artikel di akses pada tanggal 3 Januari 2016
pada:http://en-
gb.facebook.com/topic.php?uid=123584407704049&topic=24
Karim, Adiwarman A, 2008. Bank Islam, Analisis Fiqh dan Keuangan, edisi ke 3,
Jakarta.
Khan, Wagar msood, Toward, An Interest-Free Islamic Economic Syistem, Uk,
The Islamic Fundation UK and The International Association For
Islamic Economies, Islamabad, 1985 M-1406 H.
Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah. Mahkamah Agung.
Muhammad. 2004. Teknik Perhitungan Bagi Hasil dan Profit Margin Pada Bank
Syariah. Yogyakarta: UII Press.
M. Ridwan. 2004. Manajemen Baitul Maal Wat Tamwil (BMT). Yogyakarta: UII
Press.
Muhammad. 2006. Konstruk Mudharabah dalam Bisnis Syariah. dalam Ijtihad:
Jurnal Hukum dan Ekonomi Islam. Volume 1 Nomor 1, Januari-Juni
2006.
Manurung, A.H., 2006.Wirausaha: Bisnis UKM (UsahaKecil Menengah). Penerbit
Buku Kompas, Jakarta.
Prasetyo, Aries Heru, 2010. Mengelola Keuangan Usaha Micro Kecil dan
Menengah, Jakarta, PT Kompas Gramedia.
Pratomo, Tiktik Sartika & Soejoedono, Abd. Rachman, 2004. Ekonomi Skala
Kecil/Menengah dan Koperasi, Cet. IV, Bogor, Ghalia Indonesia.
Rahmana, Arif, Keragaman Definisi UKM di Indonesia, artikel diakses pada
tanggal 5 Januari 2011 pada:
http://infoukm.wordpress.com/2008/08/11/keragaman-definisi-ukm-di-
indonesia/
Rusyd, Ibnu. 1995. Bidayatul Mujtahid. Pustaka Amani: Jakarta.
Rivai, Veithzal & Veithzal, Andria Permata, 2008. Islamic Financial
Management, Jakarta, PT. Rajawali Pers.
86
Rusyd, Ibnu, Bidahah al-Mujtahid wa Nihayah al-Muqtashid, Jilid II, Mesir,
Mustafa Al-Halabi, T.Tp.
Sjahdeini, Sutan Remy.1999. Perbankan Islam. Pustaka Utama Grafiti: Jakarta.
Syafe‟I, Rachmat. 2001. Fiqih Muamalah. Pustaka Setia: Bandung.
Sabiq, Sayyid.1998. Fiqh Al-Sunnah, juz 3. Dar Al-Fikr: Beirut.
Saed, Abdullah, 2003. Bank dan Bunga Penerjemah M.Ufuqul Mubin, Nurul
Huda dan Ahmad Sahidah Yogyakarta : Pustaka Pelajar.
Senda, Dewi Praptiwi & Irawan, 2003. Cara Mudah Bagi UKM Dalam
Mendobrak Kebekuan Bisnis, Jakarta, PT. Elex Media Komputindo.
Soetrisno, Noer. 2003. Lembaga Keuangan Mikro : Energi Pemberdayaan
Ekonomi Rakyat, (dalam Bunga Rampai Lembaga Keuangan Mikro).
Bogor: Business Innovation Centre of Indonesia (pusat Inovasi Bisnis
Indonesia).
Suhendi, Hendi. 2002. Fiqh Muamalah. Rajawali Press: Jakarta.
Sitompul, Zulkarnain, Kemungkinan penerapan Universal Banking Syari’ah Di
Indonesia, Kajian Dari perspektip Bank Syari’ah, Jurnal Hukum Bisnis.
Vol.20, Agustus-September 2002.
Taimiyah, Ibnu, Majmu‟fatwa, Juz.37, ttp, Muhammad „ Abdurrahman Qasim,
1398 M.
Tambunan, Tulus T.H.2002. Usaha Kecil dan Menengah di Indonesia, Beberapa
Isu Penting. Jakarta: Salemba Empat.
Tambunan, Tulus T.H. 2009. UMKM di Indonesia. Jakarta: Ghalia Indonesia.
Taufiq, Muhammad, 2004. Strategi Pengembangan UKM Pada Era Otonomi
Daerah dan Perdagangan Bebas, Jakarta, PT Rajawali Pers.
Undang – Undang Perbankan Syariah.
Undang-Undang Republik Indonesia No. 10 Tahun 1998 Tentang Perubahan UU
No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan.
Undang-Undang No. 9 Tahun 1995, Tentang Usaha Kecil, Balitbangkop, Jakarta.
Widiyanto. 2000. Jurnal Semarang: “Lembaga Keuangan Syariah Solusi Bagi
UMKM”, (Staf Pengajar Fakultas Ekonomi Unissula, Semarang).
Wijono, Wiloejo Wirjo, 2003 . “Pemberdayaan Lembaga Keuangan Mikro
Sebagai Salah Satu Pilar Sistem Keuangan Nasional: Upaya Konkrit
Memutus Mata Rantai Kemiskinan”, Penelitian Ekonomi – LIPI, Jakarta.
87
Wirdyaningsih et al, 2005. Bank dan Asuransi Islam di Indonesia, Jakarta, Kerja
sama Kencana Media Group dan Fakultas Hukum Universitas Indonesia.
Yunita, Ascaya Diana, Bank Syari’ah: Gambaran Umum, Jakarta, PPSK BI.
Foto penulis bersama Bapak Mujadid Perdana, selaku manajer BTM
“Berkah Mentari”.
Khairul Adionto: Perdagangan Pakain Muslim
Diaz Pradiananto: Toko Online
Ahmad Rusdi: Tukang Jahit Pakaian
Suhemi: Toko Kelontong
Nuralinah: Rumah Makan Warteg