“Analisa program public relations untuk membentuk...
Transcript of “Analisa program public relations untuk membentuk...
BAB II
STUDI PUSTAKA
2.1 Landasan Teoritis
2.1.1 Public Relations
Menurut Cutlip, dkk. sebagaimana dikutip oleh Nurjaman dan Umam (2012:
103) “public relations adalah fungsi manajemen yang mengidentifikasikan, menetapkan,
dan memelihara hubungan saling menguntungkan antara organisasi dan segala lapisan
masyarakat yang menentukan keberhasilan atau kegagalan public relations”.
World Assembly of Public Relations (dalam Morissan, 2010:8) mendefinisikan
public relations sebagai berikut “Public relations merupakan seni dan ilmu sosial dalam
menganalisis, memperkirakan sebab-akibat, memberikan saran kepada pimpinan
perusahaan serta melaksanakan program tindakan terencana yang melayani baik
kepentingan organisasi dan khayalaknya”. Pada definisi ini dalam pekerjaan ini, public
relations dianggap sebagai seni dalam berkomunikasi tetapi juga disertai dengan
penerapan ilmu sosial agar bisa menganalisis, memberikan saran yang tepat kepada
pimpinan perusahaan serta melaksanakan program-program public relations agar dapat
melayani baik itu kepentingan organisasi sekaligus juga masyarakat.
Jefkins sendiri juga memberikan definisi public relations yakni “sesuatu yang
merangkum keseluruhan komunikasi yang terencana, baik itu ke dalam maupun ke luar
antara suatu organisasi dengan semua khayalaknya dalam rangka mencapai tujuan-
tujuan spesifik yang berlandaskan saling pengertian” (Morissan, 2010: 8). Jadi, public
relations merupakan suatu bentuk komunikasi yang terencana yang bertujuan untuk
10
11
mencapai visi dan misi perusahaan dan diharapkan dari kegiatan tersebut tentu
memberikan efek serta perubahan yang positif untuk perusahaan maupun khayalaknya.
Penulis menyimpulkan bahwa public relations merupakan salah satu fungsi
manajemen dari suatu perusahaan atau organisasi dimana bertugas untuk membangun
dan memelihara hubungan baik dan saling menguntungkan antara organisasi tersebut
dengan organisasi lain sekaligus dengan semua lapisan masyarakat yang menjadi
penentu dari berhasil atau tidaknya suatu public relations. Di dalam pekerjaan PR juga
banyak menerapkan ilmu-ilmu sosial agar bisa dapat menganalisis pasar,
memperkirakan sebab-akibat dari keputusan yang diambil oleh PR untuk perusahaan dan
sekaligus memberikan saran untuk manajemen perusahaan.
Kotler dan Armstrong (2010: 472) menyatakan bahwa public relations itu
bertugas untuk membangun hubungan baik dengan masyarakat dengan cara melakukan
publisitas positif, membentuk citra positif perusahaan serta melakukan penanganan
rumor-rumor atau permasalahan dengan baik. Dari apa yang disebutkan oleh Kotler dan
Armstrong ini, public relations memiliki andil yang besar dalam membangun sebuah
hubungan baik dengan masyarakat, kemudian dalam membentuk citra positif bagi
perusahaan sekaligus juga untuk menangani rumor-rumor yang muncul di masyarakat
mengenai perusahaan. Selain itu, public relations juga berguna untuk membangun
hubungan baik tidak hanya dengan masyarakat, namun juga dengan investor, media
massa serta komunitas-komunitas yang ada. Public relations juga digunakan untuk
mempromosikan suatu produk, orang, tempat, aktifitas, organisasi dan bahkan suatu
Negara.
12
Menurut Dominick (dalam Morissan, 2010: 8-9) mengungkapkan bahwa public
relations mencakup hal-hal berikut ini :
1. Memiliki kaitan erat dengan opini publik. Praktisi PR berupaya untuk
mempengaruhi public agar memberikan opini yang positif bagi organisasi atau
perusahaan. Selain itu PR juga harus berupaya mengumpulkan informasi dari
masyarakat dan mengintepretasikan informasi tersebut serta melaporkan kepada
perusahaan jika, informasi tersebut memiliki pengaruh terhadap perusahaan.
2. Memiliki kaitan erat dengan komunikasi. PR bertanggung jawab untuk
menjelaskan setiap tindakan perusahaan kepada khayalak yang berkepentingan
dengan organisasi atau perusahaan.
3. Merupakan fungsi manajemen. PR berfungsi untuk membantu manajemen dalam
menetapkan visi dan misi yang hendak dicapai serta secara rutin memberikan
saran kepada manajemen perusahaan.
Menurut Springston dan Ann (2005: 228) bahwa “building and maintaining
positive relationships with the organization’s various stakeholders is the second major
element of effective public relations in public health. Public health efforts require a
great deal of collaborations between a variety of organizations and individuals.”
(Membangun dan memelihara hubungan positif dengan berbagai pihak yang ada di
dalam organisasi adalah unsur utama nomor dua dari public relations yang efektif dalam
bidang kesehatan masyarakat. Upaya ini memerlukan banyak kolaborasi antara satu
organisasi dan individu satu sama lain.)
Dalam prakteknya PR di suatu institusi kesehatan atau perusahaan penyedia jasa
pelayanan kesehatan harus membangun dan memelihara hubungan positif antara satu
13
organisasi dengan organisasi lainnya begitu juga secara individu. PR harus berkolaborasi
dan bekerja sama agar dapat memberikan yang terbaik untuk semua pihak baik itu
shareholder maupun stakeholder.
Tujuan Public Relations
Tujuan dari public relations adalah untuk mengubah perilaku suatu individu maupun
kelompok dengan cara memberikan pengaruh positif. Tujuan dari public relations
seperti yang disebutkan oleh Ruslan seperti yang dikutip oleh Nurjaman dan Umam
(2012: 113-114):
1. Menumbuh kembangkan citra perusahaan yang positif untuk publik eksternal
atau masyarakat dan konsumen. Salah satu tujuan dari public relations adalah
untuk membentuk dan meningkatkan citra positif terhadap masyarakat luas,
konsumen serta pihak-pihak lain yang bekerja sama dengan perusahaan tersebut
seperti investor, vendor, shareholder.
2. Mendorong tercapainya saling pengertian antara sasaran masyarakat dengan
perusahaan. Dengan public relations diharapkan adanya saling pengertian antara
perusahaan dengan masyarakat atau konsumen perusahaan.
3. Mengembangkan sinergi fungsi pemasaran dengan public relations.
4. Efektif dalam membangun pengenalan merk dan pengetahuan merk. Public
relations dapat menjadi cara yang efektif dalam membangun brand awareness
kepada masyarakat luas.
14
5. Mendukung bauran pemasaran. Bauran pemasaran atau dikenal dengan
integrated marketing communication dimana public relations menjadi salah satu
aspek dari IMC. Penggunaan public relations yang dikombinasikan dengan
bauran pemasaran lainnya, diharapkan dapat mencapai tujuan atau visi dan misi
dari perusahaan.
Fungsi Public Relations
Menurut Nurjaman dan Umam (2012: 115-116) mereka memberikan gambaran
mengenai fungsi-fungsi dari public relations, yakni sebagai berikut :
1. Kegiatan yang bertujuan memperoleh itikad baik, kepercayaan, saling pengertian
dan citra yang baik dari publik atau masyarakat pada umumnya. Disimpulkan
dari pernyataan tersebut bahwa kegiatan public relations merupakan kegiatan
dari perusahaan atau organisasi yang bertujuan untuk memperoleh pengertian
serta citra yang baik dari public atau masyarakat
2. Memiliki sasaran untuk menciptakan opini publik yang bisa diterima dan
menguntungkan semua pihak.
3. Merupakan unsur penting dalam manajemen guna mencapai tujuan yang
spesifik, sesuai dengan harapan publik.
4. Usaha menciptakan hubungan yang harmonis antara organisasi atau perusahaan
dengan publiknya, sekaligus menciptakan opini public sebagai efeknya, yang
sangat berguna sebagai input bagi organisasi atau perusahaan yang bersangkutan.
Kemudian, menurut Black, fungsi public relations adalah memelihara,
mengembangbiakkan, mempertahanakan komunikasi timbal balik yang diperlukan
15
dalam menangani, mengatasi masalah yang muncul atau meminimalkan munculnya
masalah (Nurjaman dan Umam, 2012: 115).
Dari pernyataan diatas, dapat disimpulkan bahwa fungsi dari public relations
secara keseluruhan adalah untuk membangun, mempertahankan komunikasi timbal
balik, berusaha menangani dan mengatasi masalah, bahkan dengan adanya public
relations diusahakan agar meminimalkan masalah serta membangun kinerja yang baik
sehingga terbentuk opini publik yang positif, yang berdampak positif juga untuk
perusahaan atau organisasi.
Ruang Lingkup Pekerjaan Public Relations
Menurut Cutlip, dkk. sebagaimana dikutip oleh Morissan (2010:13) ada tujuh
bidang pekerjaan Public Relations, ke tujuh bidang pekerjaan public relations ini adalah
publisitas, iklan, press agentry, public affairs, manajemen isu, lobi (lobbying) dan
hubungan investor Namun oleh Morissan, dalam buku “Manajemen Public Relations”,
menyatakan bahwa ketujuh bidang pekerjaan public relations ini dapat dipadatkan lagi
menjadi enam bidang bidang pekerjaan yaitu dengan menjadikan iklan bagian dari
pemasaran dan press agentry ke dalam publisitas. Hal ini karena pada dasarnya iklan
(advertising) merupakan salah satu kegiatan dari pemasaran dan press agentry bagian
dari publisitas.
Dengan demikian Morissan (2010:14-30) menjelaskan bahwa ruang lingkup
pekerjaan public relations dibagi menjadi enam bidang pekerjaan, yaitu:
1. Publisitas
16
Salah satu kegiatan yang sering dilakukan oleh seorang PR adalah publisitas, yakni
suatu kegiatan yang menempatkan berita mengenai seseorang, organisasi atau
perusahaan di media massa. Atau dengan kata lain publisitas merupakan kegiatan
di mana orang atau perusahaan diberitakan oleh media massa. Berita-berita yang
disampaikan oleh perusahaan kepada media massa dapat berupa siaran pers (press
release) atau juga mengadakan jumpa pers (press conference). Apabila siaran pers
dan jumpa pers tersebut diterima dan disebarluaskan maka organisasi atau
perusahaan tersebut telah melakukan kegiatan public relations yakni publisitas.
2. Pemasaran
Dalam prakteknya, pekerjaan bagian pemasaran adalah melakukan penelitian atau
riset terhadap konsumen, mendesain produk, mengemas produk sedemikian rupa
agar dapat menarik, menentukan harga, melakukan promosi serta mendistribusikan
produk ke masyarakat. Tujuan dari pemasaran ini adalah untuk menarik dan
memuaskan klien atau pelanggan dalam jangka panjang sebagai upaya untuk
mencapai tujuan ekonomi dari perusahaan.
3. Public Affairs
Public affairs dapat didefinisikan sebagai bidang khusus public relations yang
membangun dan mempertahankan hubungan dengan pemerintah dan komunitas
lokal agar dapat mempengaruhi kebijakan publik. Dari definisi ini penulis
menyimpulkan bahwa fokus utama public affairs adalah membangun hubungan
baik dengan pemerintah serta komunitas lokal dalam rangka mempengaruhi
kebijakan-kebijakan publik agar tidak memberikan dampak buruk kepada
perusahaan atau organisasi.
17
4. Manajemen isu.
Manajemen isu merupakan upaya organisasi atau perusahaan untuk melihat
kecenderungan isu atau opini publik yang muncul ditengah masyarakat dalam
upaya organisasi atau perusahaan untuk memberikan tanggapan atau respons
sebaik-baiknya. Tanggapan yang bersifat positif tentu dibutuhkan agar isu atau
opini publik yang berkembang di tengah-tengah masyarakat tidak menjadi semakin
berlarut-larut. Menurut Howard Chase , manajemen isu meliputi tindakan
mengindetifikasi isu, menganalisis isu, menetapkan prioritas, menentukan strategi
program, menetapkan program tindakan dan komunikasi serta melakukan evaluasi
efektivitas kerja. (Morissan, 2010: 26)
5. Lobi
Lobi atau lobbying adalah bidang khusus PR yang membangun dan memelihara
hubungan dengan pemerintah utamanya untuk tujuan mempengaruhi peraturan dan
perundang-undangan. Dari definisi ini, penulis mengambil kesimpulan bahwa
seorang lobbyist (orang yang melakukan lobbying) berusaha untuk menjalin
hubungan baik dengan pemerintah utama agar dapat mempengaruhi suatu
peraturan atau perundang-undangan yang mungkin dapat memberikan dampak atau
efek yang merugikan untuk perusahaan atau organisasi.
6. Hubungan investor.
Menurut Cutlip, Center, Broom hubungan investor merupakan bidang khusus
public relations korporat yang membangun dan mempertahankan hubungan yang
saling menguntungkan dengan pemegang saham dan pihak lainnya dalam
masyarakat keuangan untuk memaksimalkan nilai pasar. Cutlip juga memberikan
18
rincian tugas hubungan investor yakni mengikuti perkembangan bursa saham,
menyediakan informasi mengenai kondisi perusahaan kepada masyarakat
keuangan, memberikan saran kepada manajemen terkait dengan saham perusahaan
dan memberikan jawaban terhadap berbagai pertanyaan bidang keuangan
(Morissan, 2010:30). Penulis dapat menyimpulkan bahwa tugas hubungan investor
secara keseluruhan adalah untuk meningkatkan nilai dari saham perusahaan,
memberikan saran kepada manajemen perusahaan terkait sahamnya, serta menjaga
hubungan baik dengan para investor individual dan investor perusahaan.
Ruang lingkup public relations yang akan diteliti oleh penulis adalah pemasaran,
terutama yang berkaitan dengan “customer relations” di mana di dalam ruang
lingkup ini PR berperan dalam membangun serta meningkatkan hubungan baik
dengan konsumen, baik itu stakeholder maupun shareholder dari perusahaan atau
organisasi, hal ini berguna untuk tetap mempertahankan konsumen agar loyal
dengan perusahaan terkait. Dengan customer relations perusahaan bisa lebih
banyak berkomunikasi dengan konsumen, mengetahui keinginan konsumen secara
lebih mendetail, dapat mengenal baik konsumen perusahaan mereka, serta
menggunakan kritik serta saran yang didapat untuk menjadi evaluasi agar
perusahaan dapat semakin meningkatkan kinerjanya.
2.1.2 Marketing
Menurut Kotler (2010: 29) pemasaran adalah proses perencanaan dan
pelaksanaan pemikiran, penetapan harga, promosi, serta penyaluran gagasan, barang dan
19
jasa untuk menciptakan pertukaran yang memenuhi sasaran-sasaran individu dan
organisasi.
Dijelaskan pula lebih lanjut oleh Kotler dan Armstrong (2010: 29) bahwa
marketing merupakan suatu proses di mana perusahaan berusaha untuk menciptakan
value atau nilai dari produk mereka dan membangun hubungan yang baik dengan
konsumen. Kotler mengatakan bahwa saat ini, proses marketing bukan lagi sekedar
menginformasikan atau menjual suatu produk ke masyarakat tetapi juga harus dapat
memenuhi atau memuaskan keinginan konsumen terhadap suatu produk maupun jasa.
Kotler dan Armstrong (2010:45) menjabarkan bahwa penggunaan strategi
marketing perusahaan dapat membangun ingatan masyarakat tentang produk perusahaan
tersebut sekaligus membentuk loyalitas konsumen dan dengan menggunakan strategi
marketing yang baik perusahaan bukan hanya bisa memuaskan konsumennya tetapi juga
membuat konsumen merasa senang dan dihargai. Jadi, Perusahaan yang membangun
hubungan baik dengan konsumennya, otomatis akan membuat konsumen menjadi
merasa senang dan dihargai, lantas selanjutnya konsumen akan perlahan menjadi loyal
dan akan sering membicarakan atau merekomendasikan produk atau perusahaan tersebut
kepada orang lain, sebagai ekspresi atas rasa puas mereka.
Proses Marketing
Kotler dan Armstrong (2010: 29), memberikan lima proses marketing yang akan
dijelaskan pada bagan dibawah ini.
Bagan 2.12 Lima Proses Marketing
20
Sumber: Kotler dan Armstrong (2010: 29).
Dari bagan di atas, penulis menyimpulkan bahwa, kelima proses tersebut adalah :
1. Proses pertama adalah dimana perusahaan berusaha untuk mengerti keadaan
pasar serta mencari tahu apa yang diinginkan atau dibutuhkan oleh konsumen.
Pada proses ini perusahaan dapat melakukan riset pasar agar dapat mengetahui
secara baik produk atau jasa seperti apa yang saat ini diinginkan atau dibutuhkan
oleh masyarakat.
2. Pada proses ke dua, perusahaan berusaha untuk menciptakan strategi marketing
yang dapat mendorong konsumen untuk membeli produk atau jasa tersebut.
3. Proses ketiga adalah di mana perusahaan menyatukan program-program
pemasaran yang telah disiapkan untuk lantas diinformasikan kepada masyarakat.
Dengan program-program pemasaran tersebut diharapkan masyarakat dapat
menangkap value atau nilai dari produk maupun jasa, sehingga bisa menarik
minat masyarakat.
4. Proses ke empat adalah perusahaan berusaha untuk membentuk hubungan yang
baik serta menguntungkan dengan konsumen dan terutama agar konsumen
merasa senang dengan produk atau jasa yang ditawarkan.
21
5. Pada proses ke lima yang merupakan proses terakhir, perusahaan harus mampu
menangkap value atau nilai dari konsumen yang dalam bentuk keuntungan atau
profit sebagai bentuk imbalan atau feedback dari konsumen.
Disimpulkan bahwa empat proses awal adalah proses di mana perusahaan
berusaha mencari tahu apa yang di inginkan atau dibutuhkan konsumen, menciptakan
produk, mengembangkan proses pemasaran serta menginformasikan ke konsumen dan
membangun hubungan baik dengan konsumen dan pada proses terakhir yakni proses ke
lima, merupakan proses di mana perusahaan berharap mendapatkan keuntungan dari
penjualan produk atau jasa yang telah ditawarkan ke konsumen sebagi bentuk imbalan
dari ke empat proses yang telah dijabarkan terlebih dahulu. Ke empat proses awal
difokuskan untuk menciptakan produk atau jasa, menawarkan ke masyarakat kemudian
membangun hubungan baik dan proses ke lima sebagai proses terakhir, berfokus pada
perusahaan untuk mendapat keuntungan.
2.1.4 Pemahaman Pasar dan Kebutuhan Konsumen.
Kotler dan Armstrong (2010: 30-32) mengatakan bahwa konsep dasar marketing
adalah memenuhi kebutuhan dari manusia. Keinginan serta kebutuhan yang ada tentu
saja tidak diciptakan atau dibuat oleh perusahaan, tetapi kebutuhan ini datang dari
dalam diri manusia sendiri, dan tentu saja manusia ingin agar kebutuhan tersebut dapat
terpenuhi dengan baik. Kotler, Armstrong menjabarkan beberapa hal terkait pemahaman
mengenai pasar dan konsumen, yakni :
1. Kebutuhan, keinginan dan permintaan. Kebutuhan manusia sendiri begitu banyak
dan bermacam-macam, dari mulai kebutuhan fisik seperti sandang, pangan dan
22
papan, kebutuhan sosial seperti berteman atau bersosialisasi dengan orang lain
serta dengan bersosialisasi otomatis seseorang dapat berekspresi dengan diri
mereka. Dari kebutuhan proses mengecil menjadi keinginan, suatu keinginan
akan kebutuhan biasanya disesuaikan dengan budaya atau kepribadian orang
tersebut, contohnya adalah setiap orang memiliki kebutuhan pangan, namun
tentu saja keinginan mereka terhadap pangan seperti apa berbeda-beda. Begitu
pula dengan permintaan, di mana ketika seseorang memiliki kekuatan untuk
membeli sesuatu yang dia inginkan, maka untuk seterusnya keinginan tersebut
menjadi suatu permintaan yang harus dipenuhi secara rutin.
2. Penawaran pasar : Jasa dan produk.
Dalam memenuhi kebutuhannya, konsumen tentu memenuhinya melalui bentuk
yang berbeda-beda. Begitu pula dengan perusahaan menawarkan dua jenis
produk yang dapat memenuhi kebutuhan dan permintaan konsumen. Dua jenis
produk ini adalah produk barang dan produk jasa.
a. Produk barang adalah produk yang bentuknya nyata (dapat dilihat,
disentuh)serta adanya kepemilikan yang jelas, contohnya adalah ketika
seseorang membeli perhiasan, maka perhiasan tersebut menjadi milik
sepenuhnya dari orang tersebut dan emas tersebut memiliki bentuk dan dapat
dilihat maupun disentuh.
b. Produk jasa merupakan jenis produk yang ditawarkan oleh perusahaan ke
konsumen yang tidak berwujud (tidak bisa disentuh dan dilihat seperti
produk barang) dan tidak menghasilkan kepemilikan yang mutlak. Contoh
23
produk jasa adalah seperti jasa asuransi, rumah sakit dan hotel atau
penginapan.
3. Customer Value dan Kepuasan Konsumen
Perusahaan dengan menciptakan value atau nilai dari produk atau jasa yang
mereka tawarkan, seperti keunikan, pengemasan produk yang menarik, harga
yang terjangkau, kualitas terjamin dapat membuat konsumen tertarik untuk
membeli dan menggunakan produk tersebut. Dan jika konsumen merasa puas
dengan produk tersebut, besar kemungkinan bahwa konsumen akan kembali lagi
membeli produk tersebut (menjadi pelanggan setia) dan bahkan
merekomendasikan produk tersebut kepada orang lain. Customer value dan
kepuasan konsumen ini adalah hal yang paling mempengaruhi dari proses
membangun dan menjaga hubungan yang baik dengan konsumen.
4. Pertukaran dan Hubungan baik
Pertukaran yang dimaksud oleh Kotler, Armstrong adalah suatu tindakan
mendapatkan yang dilakukan oleh dua pihak atau lebih yang mana melakukan
pertukaran objek yang diinginkan dari seseorang dengan menawarkan sesuatu
sebagai balasan atau imbalan. Contohnya adalah ketika perusahaan menjual
suatu produk baik itu barang maupun jasa sebagai bentuk untuk memenuhi
kebutuhan konsumen, tentu saja setelah itu perusahaan berharap untuk
mendapatkan konsumen atau pelanggan dengan cara menjual produk mereka
kepada konsumen. Dengan adanya hubungan pertukaran yang saling
menguntungkan ini, baik perusahaan dan konsumen akan terpenuhi tujuannya.
Setelah pertukaran terjadi, perusahaan berusaha untuk membangun serta menjaga
24
hubungan baik yang telah terjadi dengan konsumen, agar konsumen tetap
menggunakan produk mereka.
2.2 Landasan Konseptual
2.2.1 Program Public Relations
Public relations pada dasarnya memiliki banyak program yang dapat diterapkan
sebagai bentuk untuk mendukung keberhasilan public relations itu sendiri. Berikut ini
adalah beberapa program public relations yang digunakan untuk mengkomunikasikan
informasi mengenai perusahaan serta produk atau jasa yang mereka tawarkan ke
masyarakat.
Menurut Nurjaman dan Umam (2012:299) periklanan merupakan program atau
aplikasi dari komunikasi dan public relations. Berikut ini adalah penjelasannya :
1. Program periklanan/Advertising
Menurut Kotler, Armstrong (2010:454) iklan adalah sebuah presentasi yang
bentuknya bermacam rupa dan sebuah promosi untuk barang, jasa bahkan ide
oleh sebuah sponsor atau media.
Oleh Nurjaman dan Umam (2012:300) periklanan merupakan penggunaan media
untuk menginformasikan informasi persuasive tentang produk, jasa ataupun
organisasi yang dirancang untuk mencapai berbagai macam tujuan seperti untuk
penjualan, pengenalan merk atau preferensi.
Dari kedua definisi diatas dapat disimpulkan bahwa, iklan atau advertising
merupakan suatu bentuk promosi atau presentasi mengenai informasi terhadap
barang, jasa dan ide kepada masyarakat melalui media-media yang ada.
25
Dalam pengambilan keputusan periklanan ada proses-proses atau tahapan yang
harus diikuti dan dijalankan, prose situ terdiri dari 5 tahap yaitu:
a. Penetapan tujuan.
b. Keputusan tentang anggaran..
c. Keputusan pesan
d. Penetapan media
e. Evaluasi kampanye
Nurjaman dan Umam juga menambahkan bahwa dalam pengerjaannya iklan
juga harus disusun dengan sasaran yang jelas, dan disesuaikan dengan tujuan iklan,
apakah itu untuk memberikan informasi, melakukan persuasi, mengingatkan para
pembeli, menambah nilai atau untuk membantu usaha promosi lainnya. Iklan tidak saja
digunakan oleh perusahaan bisnis, tetapi juga digunakan oleh lembaga pendidikan,
rumah sakit, organisasi amal, non government organization, pemerintah, partai politik,
untuk mencapai tujuan mereka.
Periklanan merupakan salah satu tahapan dalam pemasaran. Produk barang atau
jasa, baik penamaan, pengemasan, penetapan harga dan distribusinya tercermin dalam
kegiatan periklanan. Tanpa periklanan, berbagai produk tidak akan dapat mengalir
kepada para distributor atau penjual, bahkan sampai ke tangan konsumen atau
pelanggannya.
Menurut Nurjaman dan Umam (2012: 301-302) iklan juga memiliki beberapa
bentuk dalam penyampaian pesannya yakni :
1. Iklan informatif.
26
Iklan ini bertujuan untuk membentuk permintaan pertama dengan
memberitahukan pasar tentang produk baru, mengusulkan tentang
kegunaan dari suatu produk, memberitahukan pasar tentang perubahan
harga, menjelaskan cara kerja suatu produk, menjelaskan pelayanan yang
tersedia dan bahkan membangun citra perusahaan. Iklan informatif ini
biasanya dilakukan besar-besaran pada tahap awal peluncuran suatu jenis
produk.
2. Iklan persuasif.
Iklan ini bertujuan untuk membentuk permintaan selektif suatu merk
tertentu, dilakukan pada tahap kompetitif dengan membentuk preferensi
merk, mengubah persepsi masyarakat tentang suatu produk, dan
membujuk konsumen untuk membeli dan menggunakan produk tertentu.
3. Iklan pengingat.
Iklan ini bertujuan untuk mengingatkan masyarakat mengenai produk
yang sudah mapan dengan mengingatkan pembeli bahwa produk tersebut
mungkin akan dibutuhkan kemudian, mengingatkan pembeli tempat dia
dapat membelinya dan mempertahankan brand awareness.
4. Iklan penambah nilai.
Iklan ini bertujuan untuk menambah nilai merk pada persepsi konsumen
dengan melakukan inovasi, perbaikan kualitas dan penguatan persepsi
konsumen.
27
Dari definisi di atas dapat disimpulkan bahwa iklan sangat membantu pekerjaan
PR dalam meningkatkan penjualan, pendapatan, citra perusahaan dan mungkin loyalitas
konsumen. Dengan adanya iklan, perusahaan dapat menginformasikan mengenai
perusahaan serta produk apakah yang mereka tawarkan ke masyarakat dengan mudah
dan relatif cepat. Dengan menerapkan tahapan-tahapan yang telah ada, besar
kemungkinan iklan akan berhasil. Selain itu dalam pelaksanaannya program periklanan
haruslah dirancang dengan baik dan sedemikian rupa agar dapat mencapai tujuannya dan
setelahnya program iklan tersebut harus kembali di evaluasi untuk mengetahui kendala-
kendala apa saja yang timbul, apakah iklan tersebut mencapai sasaran dan efektif,
evaluasi ini berguna agar dikedepannya ketika perusahaan ingin membuat program iklan
lagi, program iklan tersebut menjadi jauh lebih baik dan lebih matang.
2. Manajemen Strategis
Menurut Morissan (2010:148) perencanaan strategis merupakan bagian
yang sangat penting dalam program humas atau public relations. Menurut
Jefkins (dalam Morissan, 2010: 148) seorang praktisi PR harus merencanakan
program kerjanya, dan ini termasuk adalah manajemen strategis.
Kinkead, Winkour mendefinisikan manajemen strategis sebagai suatu
proses yang memungkinkan setiap organisasi dari perusahaan, asosiasi,
lembanga non-profit dan pemerintah untuk mengenal peluang dan ancaman
jangka panjang mereka, memobilisasi seluruh aset untuk menangkap peluang dan
menghadapi tantangan serta menerapkan satu strategi pelaksanaan yang berhasil
(Morissan, 2010:153).
28
Morissan juga menambahkan bahwa dalam penerapannya, manajemen
strategis tidak bisa untuk diterapkan pada perusahaan yang cenderung tertutup,
karena dalam pelaksanaannya manajemen strategis membutuhkan keterbukaan
agar dapat dilaksanakan dengan baik.
Merujuk pada Kodarahmi (2009: 529-534.)“According to du Gay (1997),
SPR is the model of negotiation and dialogue. PR models should be analyzed and
understood in depth with respect to “political context, culture and social” rather
than defining it narrowly. (Menurut du Gay (1997), SPR adalah bentuk sebuah
model dari negosiasi dan juga dialog. Model-model public relations juga harus
dianalisis dan dipahami secara mendalam karena sangat berhubungan dengan
“budaya konteks politik dan sosial”
Selain itu, Grunig et al. (1998) menyebutkan "internasionalisme,
persaingan, spesialisasi, keahlian strategis, evaluasi kegiatan PR, inovasi dan
penggunaan teknologi baru serta pengembangan personal dan perekrutan
individu dianggap sebagai elemen penting untuk dipertimbangkan oleh
organisasi dalam mengembangkan SPR efektif) Penyatuan program strategis
public relations dengan memperhatikan penggunaan teknologi serta adanya
inovasi untuk meningkatkan mutu pelayanan kepada konsumen dan
pengembangan terhadap SDM yang berada di perusahaan tersebut menjadi
elemen penting dan harus selalu diperhatikan agar program public relations yang
telah dilaksanakan oleh perusahaan dapat berjalan secara efektif dan maksimal.
Menurut Morrisey (dalam Morissan, 2010: 153) ada beberapa proses
dalam perencanaan dan penetapan perencanaan strategis, yakni.
29
a. Menetapkan peran dan misi, yaitu menentukan sifat dan ruang lingkup
tugas yang hendak dilaksanakan.
b. Menentukan wilayah sasaran, yaitu menentukan di mana PR harus
mencurahkan waktu, tenaga dan keahlian yang dimiliki.
c. Mengidentifikasi dan menentukan indikator efektivitas dari setiap
pekerjaan yang dilakukan. Menentukan faktor-faktor terukur yang akan
mempengaruhi tujuan atau sasaran yang akan ditetapkan.
d. Memilih dan menentukan sasaran atau hasil yang ingin dicapai.
e. Mempersiapkan rencana tindakan yang terdiri daru langkah-langkah
berikut ini :
1) Programming, yakni menentukan urutan tindakan yang akan
dilakukan untuk mencapai tujuan
2) Penjadwalan (scheduling) yaitu menentukan waktu yang diperlukan
untuk melaksanakan tindakan untuk mencapai tujuan atau sasaran.
3) Anggaran (budgeting) yaitu menentukan anggaran atau biaya pada
pos-pos tertentu untuk mencapai tujuan.
4) Pertanggungjawabam dimana PR menetapkan siapa yang akan
mengawasi pemenuhan tujuan, yaitu pihak yang menyatakan apakah
tujuan sudah tercapai apa belum.
5) Menguji dan merevisi rencana sementara, sebelum rencana tersebut
dilaksanakan.
6) Membangun pengawasan, yaitu memastikan tujuan yang telah
ditentukan dapat terpenuhi.
30
f. Komunikasi, yaitu menentukan komunikasi seperti apakah yang
diperlukan untuk mencapai pemahaman serta komitmen pada enam
langkah sebelumnya.
g. Pelaksanaan, dimana PR memastikan persetujuan di antara semua pihak
yang terlibat mengenai komitmen yang dibutuhkan untuk menjalankan
upaya yang sudah ditentukan, pendekatan apa yang paling baik, siapa saja
yang perlu dilibatkan dan langkah atau tindakan apa yang harus segera
dilakukan.
Dari definisi ini, dapat disimpulkan bahwa, dengan adanya manajemen strategis,
perusahaan bisa untuk mengenal peluang dan menangkap peluang dari
masyarakat dengan cara proses-proses perencanaan strategis yang telah
dijabarkan. Maka selanjutnya akan mudah untuk perusahaan untuk mencapai
tujuan atau visi dan misi mereka, selain itu juga untuk mempersiapkan
perusahaan guna menghadapi tantangan yang lebih berat serta berusaha
menyelesaikan krisis yang ada dengan baik.
3. Corporate Social Resposibility
Nurjaman dan Umam (2012: 125) menyatakan bahwa ada keterkaitan yang
erat antara PR dengan CSR. Butterick (2012:96) juga menjelaskan bahwa CSR
merupakan salah satu program PR yang akan berjalan sangat baik apabila CSR itu
sendiri dijalankan langsung dibawah divisi PR.
Menurut Irianta (dalam Nurjaman dan Umam 2012:127) CSR adalah
tanggung jawab perusahaan untuk menyesuaikan diri terhadap kebutuhan dan
31
harapaan stakeholders sehubungan dengan isu-isu etika, sosial dan lingkungan di
samping ekonomi.
Butterick (2012: 96) menyatakan bahwa program social CSR meliputi
aktivitas-aktivitas di mana perusahaan berinteraksi dengan komunitas, contoh dari
program CSR ini adalah penanaman pohon, acara amal atau pengumpulan dana
untuk masyarakat kurang mampu.
Butterick menjelaskan bahwa program CSR ini adalah sebagai bentuk
pemberian kontribusi perusahaan untuk membantu masyarakat memenuhi tantangan
lingkungannya. Banyak perusahaan tidak lagi menjalankan praktek CSR hanya
untuk alasan pencitraan atau mencari keuntungan finansial, namun mulai lebih
menekankan pada kesadaran diri bahwa bisnis ramah lingkungan adalah kebijakan
yang benar dan sudah seharusnya dilaksanakan.
Butterick, juga menambahkan dalam praktek CSR, seorang PR harus mampu
untuk, memahami masyarakat, membangun hubungan baik dengan shareholder dan
stakeholder serta dapat berkontribusi untuk menciptakan visi strategis bagi
perusahaan mereka. Jika perusaahn serius menjalankan program CSR-nya dan
menjalankan di bawah divisi PR, maka PR akan mampu memberikan masukan
strategis bagi perusahaan.
Dapat disimpulkan dari penjelasan dan definisi di atas, CSR merupakan
bentuk tanggung jawab dari perusahaan sekaligus menjadi salah satu cara
perusahaan untuk membantu dan membangun masyarakat serta lingkungan yang
ada. Selain itu saat ini juga CSR tidak lagi dijalankan hanya untuk menaikkan citra
perusahaan saja tetapi jauh lebih luas daripada itu yakni untuk menekankan pada
32
perusahaan dan masyarakat bahwa menjadi perusahaan yang bertanggung jawab
kepada lingkungan dan masyarakat adalah benar dan harus dilaksanakan. Peran PR
dalam program CSR ini sangatlah besar terkait dengan kemampuan PR dalam
merancang strategi program, memberikan informasi dan menangkap feedback dari
masyarakat yang terlibat untuk kebaikan perusahaan.
2.2.2 Loyalitas Konsumen
Kepuasan konsumen tidak lepas dari besarnya pengaruh perusahaan dalam usaha
membangun hubungan yang baik serta meningkatkan pelayanan terhadap konsumen.
Hal tersebut juga semakin dipengaruhi oleh kenyataan bahwa perusahaan tersebut tidak
hanya berdiri sendiri atau dengan kata lain pasti memiliki kompetitor, sehingga dapat
menyebabkan konsumen memiliki banyak alternatif atau pilihan lain dalam membeli
atau menggunakan suatu produk atau jasa. Konsumen sendiri sifatnya tidak mudah
untuk terpuaskan dan tidak terbatas, sehingga besar kemungkinan jika merasa tidak puas
terhadap produk atau pelayanan dari perusahaan tertentu, konsumen bisa beralih kepada
produk lain. Oleh karena itu perusahaan harus bisa memikirkan bagaimana cara agar
konsumen tetap setia terhadap produk yang mereka pasarkan.
Menurut Oliver (dalam Nurjaman dan Umam, 2012: 359) loyalitas adalah suatu
komitmen mendalam untuk melakukan pembelian ulang atau berlangganan kembali
sebuah produk atau jasa yang disukai pada masa depan walaupun situasi mempengaruhi
dan usaha-usaha PR mempunyai potensi untuk menyebabkan pengalihan perilaku.
Dari definisi Oliver, penulis menyimpulkan bahwa loyalitas konsumen adalah
komitmen yang berasal dari dalam diri seorang konsumen untuk melakukan pembelian
33
berulang dan berlangganan suatu produk atau jasa yang mereka sukai, walaupun
kenyataannya banyak sekali produk lain yang ada dipasaran beserta dengan program-
program PR yang dijalankan perusahaan tersebut untuk mempengaruhi persepsi dan
pemikiran dari konsumen tersebut.
Tujuan Memuaskan Pelanggan
Menurut Nurjaman dan Umam (2012:356) menyatakan tiga hal mengapa suatu
perusahaan harus memuaskan pelanggannya :
1. Penjualan dalam setiap periodenya berasal dari dua kelompok yaitu “pelanggan
baru” dan “pelanggan lama”. Akan lebih mahal untuk menarik pelanggan baru
daripada mempertahankan pelanggan yang saat ini telah ada.
2. Biaya yang dicapai untuk menarik pelanggan baru diperkirakan mencapai lima
kali lipat dari biaya memuaskan pelanggan lama.
3. Karena biaya untuk menarik pelanggan baru lebih tinggi daripada nilai seumur
hidup pelanggan lama, perusahaan harus mengeluarkan biaya yang lebih banyak
daripada nilai pelanggan baru tersebut.
Jika dihubungkan dengan loyalitas pelanggan, bahwa dengan memuaskan
dan memenuhi keinginan konsumen terlebih dahulu dapat berlanjut pada tahap
dimana konsumen menjadi loyal kepada perusahaan. Selain itu, akan lebih
menguntungkan untuk perusahaan untuk terus mempertahankan pelanggan lama
mereka daripada berusaha untuk menarik pelanggan baru, yang akan membutuhkan
biaya yang jauh lebih besar. Tentu saja hal tersebut tidak akan menguntungkan
34
perusahaan, karena akan terus menerus mengeluarkan waktu dan biaya yang jauh
lebih banyak, dan kecil kemungkinan untuk berhasil.
Dengan mempertahankan pelanggan lama, keuntungan yang didapat oleh
perusahaan akan sangat banyak, bukan hanya dari sekedar penghematan waktu dan
biaya, tetapi pada akhirnya perusahaan kemungkinan besar dapat menarik pelanggan
baru melalui pelanggan lama. Hal tersebut dapat terjadi apabila pelanggan lama telah
merasa nyaman dengan pelayanan perusahaan tersebut, sehingga merekomendasikan
perusahaan tersebut dari kepada orang lain. Selain daripada itu dengan berfokus
pada pelanggan lama, akan membuat hubungan perusahaan dengan konsumen
menjadi lebih baik, dapat meningkatkan kinerja perusahaan dan mengetahui secara
pasti apa yang diinginkan oleh konsumen, yang akan menjadikan konsumen loyal
kepada perusahaan tersebut.
Loyalitas dan Siklus Pembelian
Menurut Kotler dan Amstrong (2002: 13) kepuasan adalah sejauh mana suatu
tingkatan produk dipersepsikan sesuai dengan harapan pembeli. Dapat disimpulkan
bahwa sebagai seorang konsumen, akan merasa puas apabila jika ia membeli dan
menggunakan suatu produk tertentu dan produk tersebut memberikan hasil efek serta
kualitas sesuai dengan harapan pembeli maka dapat dikatakan konsumen tersebut
merasa puas dengan produk tersebut.
Dijelaskan pula oleh Tjiptono (2002:24) dengan adanya kepuasan pelanggan
akan dapat menjalin hubungan harmonis antara produsen dan konsumen. Penjelasan ini
menyatakan bahwa jika pelanggan merasa puas dengan produk atau jasa dari suatu
35
perusahaan maka, perusahaan akan dapat menjalin hubungan yang baik, harmonis dan
bisa saling menguntungkan antara dari produsen dan konsumen. Jika konsumen merasa
puas dengan produk atau jasa yang mereka gunakan, akan mudah bagi perusahaan untuk
menjalin hubungan yang berkelanjutan dengan konsumen daripada konsumen yang
merasa tidak puas sama sekali.
Setiap kali konsumen melakukan proses pembelian, ia bergerak melalu siklus
pembelian yang terjadi berulang kali. Menurut Jill Grifin (2005:18) ada lima langkah
dalam siklus pembelian konsumen. Lima keputusan konsumen ini bergerak dan terus
menerus terjadi, selama ada hubungan antara konsumen dengan perusahaan tersebut.
Bagan 2.2 Siklus Pembelian Konsumen
Sumber: Grifin (2005:18)
1. Kesadaran
Langkah pertama untuk menuju loyalitas dimulai dengan kesadaran pelanggan
terhadap perusahaan dan produk yang ditawarkan. Pada tahap inilah perusahaan
sudah harus membentuk “pangsa pikiran” yang dibutuhkan untuk memposisikan
produk ke dalam pikiran calon pelanggan bahwa produk atau jasa yang
perusahaan tawarkan jauh lebih unggul daripada produk kompetitor. Di tahap ini,
Kesadaran Pembelian
36
Griffin menyatakan bahwa, calon pelanggan tahu bahwa perusahaan dan produk
tersebut ada dipasaran, namun hanya ada sedikit ketertarikan terhadap produk
tersebut. Disinilah tahap di mana perusahaan menjalankan strategi pemasaran
yang telah ada untuk mendapatkan pelanggan.
2. Pembelian Awal
Pembelian awal atau pembelian pertama kali yang dilakukan oleh konsumen
merupakan pembelian percobaan. Disinilah perusahaan dapat menanamkan
kesan yang baik atau positif kepada pelanggan yang telah membeli produk
tersebut. Banyak hal yang dapat mempengaruhi baik atau buruknya kesan yang
didapat oleh pelanggan terhadap produk yang mereka beli, contohnya adalah:
kemudahan dalam pembelian atau transaksi, hubungan yang terjalin antara
pelanggan dengan pegawai, lingkungan fisik toko, bahkan hingga pada tampilan
website dari perusahaan. Setelah pembelian pertama dilakukan, perusahaan dapat
berkesempatan untuk mulai menumbuhkan pelanggan yang loyal.
3. Evaluasi Pasca-Pembelian
Setelah proses pembelian dilakukan, konsumen akan mulai mengevaluasi hasil
dari transaksi atau pembelian yang telah mereka lakukan. Bila konsumen
mendapatkan kesan yang positif dari mulai pembelian awal hingga evaluasi
pasca pembelian ini, dan dengan kata lain konsumen merasa puas, besar
kemungkinan konsumen mempertimbangkan kembali untuk melakukan
pembelian selanjutnya.
4. Keputusan Membeli Kembali
37
Keputusan untuk membeli dan menggunakan kembali produk atau jasa suatu
perusahaan merupakan sikap yang paling penting bagi loyalitas. Singkatnya,
tanpa pembelian yang berulang, tidak ada loyalitas. Keputusan membeli kembali
merupakan langkah selanjutnya yang terjadi apabila pelanggan telah memiliki
ikatan emosional seperti merasa nyaman dan cocok menggunakan produk atau
jasa dari perusahaan tersebut.
5. Pembelian Kembali
Langkah terakhir dalam siklus pembelian ini adalah proses pembelian kembali
yang dilakukan konsumen secara nyata atau benar-benar dilakukan oleh mereka.
Untuk dianggap benar-benar loyal, konsumen harus terus membeli kembali dari
perusahaan yang sama dan mengulangi langkah ketiga dan kelima secara berkali-
kali atau terus-menerus. Pelanggan yang memutuskan untuk membeli kembali,
merupakan jenis pelanggan yang sangat potensial dan harus didekati, dilayani
dan dipertahankan.
Dari penjelasan dan definisi diatas, penulis mengambil kesimpulan bahwa,
dengan adanya kepuasan pelanggan akan muncul sikap atau keputusan membeli dan
menggunakan produk atau jasa perusahaan secara berkelanjutan. Selain itu dalam
membangun loyalitas konsumen bukan hanya dari sekedar menjalin komunikasi,
membangun hubungan baik, atau dengan produk yang berkualitas, tetapi perusahaan
juga harus memperhatikan bagaimana cara dalam memberikan kesan pertama yang baik
dan menarik, sehingga mempengaruhi persepsi calon konsumen. Bahkan dengan
mempertahankan konsumen akan jauh lebih menghemat biaya promosi daripada
berusaha mencari pelanggan baru, oleh karena itu jika perusahaan telah memiliki
38
pelanggan yang sudah potensial maka mereka harus didekati, dilayani dan
dipertahankan. Efek yang didapatkan bukan hanya konsumen menjadi loyal, tetapi bisa
memberikan pelanggan baru apabila pelanggan memberika n rekomendasi atas produk
perusahaan tersebut kepada pihak lain.
Jenis Loyalitas
Menurut Griffin (2005: 22-24) ada empat jenis loyalitas, yaitu:
1. Tanpa Loyalitas. Pada jenis loyalitas ini, untuk beberapa alasan pelanggan
enggan untuk mengembangkan loyalitas terhadap suatu jasa atau produk tertentu.
Secara umum, perusahaan harus menghindari untuk membidik pembeli jenis ini
karena mereka tidak akan pernah menjadi pelanggan yang loyal, selain itu
mereka juga berkontribusi sedikit pada kekuatan keuangan perusahaan.
2. Loyalitas Lemah. Pada jenis loyalitas ini, konsumen memiliki ikatan terhadap
suatu produk atau jasa namun masih sangat lemah. Pelanggan jenis ini biasanya
membeli suatu produk atau jasa terkait dengan statement “sudah terbiasa
menggunakannya”. Dengan kata lain faktor situasi merupakan alasan utama
untuk membeli. Pembeli jenis ini sangat rentan beralih ke produk pesaing yang
dapat menunjukkan manfaat yang lebih jelas. Memungkinkan juga bagi
pelanggan untuk mengubah loyalitas lemah menjad loyalitas lebih tinggi dengan
cara aktif mendekati pelanggan dan meningkatkan persepsi positif di benak
pelanggan daripada produk atau jasa dari perusahaan lain.
3. Loyalitas tersembunyi. Jenis loyalitas ini biasanya konsumen memiliki tingkat
preferensi yang relatif tinggi namun tingkat pembeliannya cukup rendah,
39
sehingga disebut sebagai loyalitas tersembunyi (latent loyalty). Sebagai contoh
adalah ketika seseorang sudah sangat nyaman dengan pelayanan dan sudah
cocok dengan suatu restoran, namun karena lokasi cukup jauh sehingga akhirnya
orang tersebut berkunjung hanya beberapa kali saja dalam kurun waktu sebulan.
4. Loyalitas Premium. Ini merupakan jenis loyalitas yang paling tinggi dan paling
mudah untuk ditingkatkan atau dikembangkan oleh perusahaan. Pada tingkat ini
pelanggan akan bangga karena menemukan dan menggunakan produk ini dan
dengan senang hati akan membagi pengetahuan mereka terhadap suatu produk ke
rekan atau keluarga. Para pelanggan ini menjadi aktif dan vokal dalam
mendukung produk ini dan selalu menyarankan orang lain utnuk membeli
produk tersebut.
2.2.3 Service Marketing
Menurut Lovelock dan Wirtz (2007: 15) definisi dari service atau jasa adalah
adalah kegiatan ekonomi yang ditawarkan oleh salah satu pihak kepada pihak lain,
dalam pekerjaannya menggunakan ketepatan waktu untuk membawa hasil yang
diinginkan untuk perusahaan maupun untuk orang lain.
Dijelaskan lebih lanjut menurut Kotler (dalam Hoffman, dkk, 2006:11)
mendefinisikan jasa sebagai setiap tindakan atau perbuatan yang dapat ditawarkan oleh
suatu pihak kepada pihak lain yang pada dasarnya bersifat intangible (tidak berwujud
secara fisik) dan tidak menghasilkan kepemilikan sesuatu.
Schneider (dalam Hoffman, dkk, 2006: 50) menegaskan bahwa manajemen jasa
atau service marketing adalah merupakan bidang multi-disiplin dan riset yang berkenaan
40
dengan kualitas jasa. Bidang-bidang terkait di dalamnya mencakup pemasaran jasa,
manajemen operasi jasa dan manajemen sumber daya manusia jasa.
Karakteristik Jasa
Berdasarkan Hofmann, dkk. (2006: 22) ada beberapa karakteristik jasa, yaitu
intangibility, heterogeneity, inseparability dan perishability yang akan dijelaskan
secara rinci berikut ini :
1. Intangibility.
Jasa berbeda dengan barang. Bila barang merupakan suatu objek, alat, material
atau benda, maka jasa justru merupakan perbuatan, tindakan, pengalaman,
proses, kinerja atau usaha. Jasa bersifat intangibility, artinya jasa tidak dapat
dilihat, dirasa, dicium, didengar atau diraba sebelum dibeli dan dikonsumsi.
Seorang konsumen bila membeli jasa dan menggunakan jasa tersebut tidak lantas
langsung memiliki jasa yang dibelinya. Produk-produk intangible sulit untuk di
evaluasi, oleh karena itu para pelanggan acapkali memperhatikan symbol, tanda,
petunjuk atau bukti fisik kualitas jasa bersangkutan. Mereka akan menyimpulkan
kualitas jasa dari tempat (place), orang (people), peralatan (equipment), bahan
dan materi (materials) dan harga (price). Heterogeneity
2. Heterogeneity
Jasa bersifat sangat variable karena terdapat banyak variasi bentuk, kualitas, jenis
dan tergantung pada siapa, kapan dan dimana saja saja tersebut di produksi.
41
Sebagai contoh adalah rumah sakit, dua orang yang berbeda mengalami sakit
tipus, namun ditangani oleh dokter berbeda, di rawat di kamar berbeda dan
menggunakan obat yang berbeda pula, sehingga tentu saja, hasil akan
kesembuhannya mungkin berbeda. Hal ini disebabkan oleh karena jasa
melibatkan manusia dalam prosesnya, dimana tidak bisa diprediksi dan ada
metode berbeda pada setiap orang, sehingga menghasilkan perbedaan pula.
3. Inseparability.
Barang biasanya diproduksi terlebih dahulu baru kemudian dijual atau di
konsumsi oleh masyarakat. Tetapi jasa pada umumnya dijual terlebih dahulu,
baru kemudian di produksi dan dikonsumsi pada waktu dan tempat yang sama.
Rumah sakit contohnya, rumah sakit tidak bisa memproduksi jasanya jika tidak
ada kehadiran pasien. Interaksi antara penyedia jasa dan pelanggan merupakan
ciri khusus dalam pemasaran jasa. Keduanya mempengaruhi hasil dari jasa yang
bersangkutan.
4. Perishability
Perishability berarti jasa merupakan komoditas yang tidak tahan lama, tidak
dapat disimpan untuk pemakaian ulang di waktu datang, di jual kembali atau di
kembalikan ke produsen yang bersangkutan. Sebagai contoh adalah kursi
pesawat yang kosong, kamar hotel yang tidak dihuni, jam tertentu tanpa pasien di
praktek dokter akan berlalu dan hilang begitu saja karena tidak bisa disimpan.
Kondisi ini tidak menjadi masalah, apabila permintaan bersifat konstan, karena
staf dan kapasitas penyedia jasa bisa direncanakan untuk memenuhi permintaan.
42
Empat elemen utama manajemen jasa.
Secara lebih spesifik Gronroos (dalam Hoffman, dkk, 2006: 52)
mendeskripsikan empat elemen utama manajemen jasa, yaitu:
1. Pemahaman atas nilai-nilai yang didapatkan pelanggan melalui proses konsumsi
atau penggunaan penawaran organisasi dan pemahaman atas kontribusi
jasa/layanan, baik secara terpisah maupun terintegrasi dengan informasi, barang
fisik atau bentuk-bentuk tangible lainnya.
2. Pemahaman atas kemampuan organisasi (SDM, teknologi, sumber daya fisik,
sistem dan pelanggan) dalam menghasilkan dan menyampaikan nilai dan
persepsi kualiatas tersebut.
3. Pemahaman atas cara mengembangkan dan mengelola organisasi dalam rangka
mewujudkan nilai dan persepsi kualitas yang diharapkan.
4. Pengoperasian organisasi sedemikian rupa sehingga nilai dan persepsi kualitas
yang diharapkan bisa diwujudkan dan tujuan semua pihak yang terlibat
(organisasi, pelanggan dan pihak-pihak lain) dapat tercapai.
Dapat disimpulkan dari definisi diatas, service marketing adalah bidang multi-
disiplin dan riset yang berkenaan dengan kualitas jasa dan bidang-bidang terkait di
dalamnya mencakup pemasaran jasa, manajemen operasi jasa dan manajemen sumber
daya manusia jasa. Jasa sendiri adalah kegiatan ekonomi yang terjadi antara satu pihak
dengan pihak lainnya, di mana menawarkan suatu produk yang sifatnya intangible atau
tidak memiliki wujud fisik dan tidak menghasilkan kepemilikan yang utuh. Dengan
demikian manajemen jasa berfokus pada identifikasi nilai-nilai dan persepsi kualitas
yang diharapkan pelanggan dalam bisnis jasa yang sudah banyak di tengah masyarakat
43
saat ini. Selain itu adalah bagaimana cara perusahaan menciptakan dan menyampaikan
nilai dan kualitas dari produk jasa ke masyarakat, sehingga membuat suatu jasa lebih
unggul daripada jasa yang ditawarkan oleh perusahaan pesaing.
2.3 Kerangka Landasan Teori atau Konseptual
2.3.1 Bagan Landasan Teori dan Konseptual
Bagan 2.3.1 Bagan Landasan Teori
Sumber: Penulis, 2013.
Teori Public Relations
Teori Program Public Relations
44
Bagan di atas menunjukkan penggunaan teori umum yang digunakan oleh
penulis dalam penulisan skripsi ini, yang telah disesuaikan dengan judul skripsi yakni
“Analisa Program Public Relations Untuk Membentuk Consumer Loyalty RS Royal
Taruma Jakarta”
Teori yang digunakan adalah sebagai berikut :
1. Teori Public Relations yang di mana teori khususnya adalah teori program public
relations. Pada teori ini penulis menjelaskan mengenai public relations, apakah
fungsi-fungsi dari public relations di dalam perusahaan, kemudian tujuan dari
public relations dan apa saja ruang lingkup pekerjaan public relations.
a) Teori khusus dari public relations adalah teori program-program public
relations yang lantas akan digunakan sebagai pendukung teori public
relations untuk memperjelas seperti apakah program-program public
relations dan aplikasinya di dunia PR.
2. Teori Marketing. Penulis menggunakan teori marketing, untuk sebagai kegiatan
pendukung dari public relations itu sendiri. Didalam teori ini membahas peran-
peran marketing agar bisa memahami kebutuhan dan keinginan pasar kemudian
dengan marketing perusahaan juga dapat menentukan target pasar mereka secara
tepat, serta menentukan langkah-langkah pemasaran seperti apa agar bisa
mencapai target konsumen serta mendapatkan profit, selain itu untuk mengetahui
proses-proses dari marketing itu sendiri.
45
a) Untuk teori khusus adalah loyalitas konsumen yang memiliki kaitan erat
dengan marketing. Dengan marketing, perusahaan bisa menumbuhkan
dan membangun loyalitas dengan para pelanggan atau konsumennya.
b) Selain itu, untuk teori khusus juga menggunakan teori service marketing
atau pemasaran produk jasa. Teori ini berfokus kepada definisi dari
service marketing, konsep dari service marketing dan proses-proses dari
service marketing.
2.4. Kerangka Pemikiran
2.4.1 Kerangka Pemikiran Penulis
Bagan 2.4.1 Bagan Kerangka Pemikiran
Sumber : Peneliti, 2013
Program-Program Public Relations
Advertising Manajemen StrategisCorporate Social
Responsibility (CSR)
Consumer Loyalty
46
Bagan di atas menunjukkan kerangka pemikiran dari penulis, sesuai dengan judul
skripsi penulis yakni “Analisa Program Public Relations untuk Membentuk Consumer
Loyalty RS Royal Taruma” yang menjelaskan kaitan antara public relations pada service
marketing (yakni rumah sakit) yang bertujuan untuk membentuk consumer loyalty atau
loyalitas konsumen di dalam perusahaan. Apakah nantinya dengan public relations akan
terbentuk feedback yakni konsumen menjadi loyal atau tidak.