Antibodi Sbg Efek Terapetik

15
BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Antibodi adalah bagian pertahanan tubuh yang digunakan untuk menghilangkan atau mengurangi zat asing yang masuk ke dalam tubuh.Mekanisme kerja antibodi dalam tubuh dimulai dengan diikatnya epitope (bagian antigen) oleh antibodi. Ikatan ini akan membentuk kompleks antigen- antibodi yang berukuran besar dan akhirnya mengendap. Kompleks antigen-antibodi ini juga dapat dikenali oleh sel makrofag, yang akan mendegradasi kompleks ini. Pada perkembangannya antibodi banyak digunakan sebagai alat deteksi di bidang klinis dan biomedisinal.Deteksi ini dapat berupa deteksi protein atau deteksi mikroorganisme.Sebagai contoh penentuan golongan darah, penentuan jumlah mikroorganisme menggunakan ELISA (Enzyme Linked Immunosorbent Assay) atau penentuan ukuran protein menggunakan teknik western bloth Ketidakspesifikan reaksi poliklonal antibodi, dapat diatasi setelah ditemukanya monoklonal antibodi.Namun demikian pembuatan monoklonal antibodi sangat sulit.Antibodi rekombinan bersifat sangat spesifik dan mudah dibuat menggunakan teknik-teknik bioteknologi umum. Perkembangan pembuatan antibodi rekombinan ini bertambah setelah keseluruhan gen antibodi telah berhasil di sekuensing dan dengan ditemukanya teknik 1

description

ANTIBODY

Transcript of Antibodi Sbg Efek Terapetik

Page 1: Antibodi Sbg Efek Terapetik

BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Antibodi adalah bagian pertahanan tubuh yang digunakan untuk menghilangkan

atau mengurangi zat asing yang masuk ke dalam tubuh.Mekanisme kerja antibodi

dalam tubuh dimulai dengan diikatnya epitope (bagian antigen) oleh antibodi. Ikatan

ini akan membentuk kompleks antigen-antibodi yang berukuran besar dan akhirnya

mengendap. Kompleks antigen-antibodi ini juga dapat dikenali oleh sel makrofag,

yang akan mendegradasi kompleks ini.

Pada perkembangannya antibodi banyak digunakan sebagai alat deteksi di bidang

klinis dan biomedisinal.Deteksi ini dapat berupa deteksi protein atau deteksi

mikroorganisme.Sebagai contoh penentuan golongan darah, penentuan jumlah

mikroorganisme menggunakan ELISA (Enzyme Linked Immunosorbent Assay) atau

penentuan ukuran protein menggunakan teknik western bloth

Ketidakspesifikan reaksi poliklonal antibodi, dapat diatasi setelah ditemukanya

monoklonal antibodi.Namun demikian pembuatan monoklonal antibodi sangat

sulit.Antibodi rekombinan bersifat sangat spesifik dan mudah dibuat menggunakan

teknik-teknik bioteknologi umum. Perkembangan pembuatan antibodi rekombinan

ini bertambah setelah keseluruhan gen antibodi telah berhasil di sekuensing dan

dengan ditemukanya teknik PCR. Saat ini antibodi rekombinan mulai dikembangkan

untuk tujuan pengobatan, seperti pada pengobatan kanker.

B. Rumusan masalah

1. Apa pengertian antibody ?

2. Bagaimana kegunaan dan mekanisme kerja antibody sebagai agen terapetik?

C. Tujuan

1. Untuk mengetahui pengertian antibody.

2. Untuk mengetahui kegunaan dan mekanisme kerja antibody sebagai agen terapetik.

1

Page 2: Antibodi Sbg Efek Terapetik

BAB II

ISI

A. Pengertian Antibody

Antibody adalah bagian pertahanan tubuh yang digunakan untuk menghilangkan

atau mengurangi zat asing yang masuk ke dalam tubuh.Mekanisme kerja antibodi

dalam tubuh dimulai dengan diikatnya epitope (bagian antigen) oleh antibodi. Ikatan

ini akan membentuk kompleks antigen-antibodi yang berukuran besar dan akhirnya

mengendap. Kompleks antigen-antibodi ini juga dapat dikenali oleh sel makrofag,

yangakan mendegradasi kompleks ini.

Pada perkembangannya antibodi banyak digunakan sebagai alat deteksi di bidang

klinis dan biomedisinal.Deteksi ini dapat berupa deteksi protein atau deteksi

mikroorganisme.Sebagai contoh penentuan golongan darah, penentuan jumlah

mikroorganisme menggunakan ELISA (Enzyme Linked ImmunosorbentAssay) atau

penentuan ukuran protein menggunakan teknik western bloth.

Secara umum tahap pertama deteksi mengggunakan antibodi adalahdengan

mengikatkan epitope yang akan di deteksi dengan antibodi. Hal ini mengharuskan

antibodi yang digunakan mampu mengenali epitope secara spesifik.Antibodi yang

dapat mengenali lebih dari satu macam epitope dari dua antigen yang berbeda dapat

menimbulkan kesalahan deteksi positif.

Selama ini antibodi yang sering digunakan dalam deteksi adalah poliklonal

antibodi.Pada larutan antibodi ini terdapat bermacam-macam molekul antibodi.Satu

molekul antibodi, biasanya mengenali satu macam epitope, sehingga larutan

poliklonal antibodi mengenali lebih dari satu macam epitope (Hanly, et.al, 1995).Hal

ini mneyebabkan larutan poliklonal antibodi kurang spesifik jika digunakan sebagai

alat deteksi.

Masalah ketidakspesifikan pada poliklonal antibodi diatasimenggunakan

monoklonal antibodi, jenis antibodi yang merupakan pengembangan poliklonal

antibodi.Larutan monoklonal antibodi, hanya mengandung satu macam molekul

antibodi, sehingga larutan ini hanya mengenali satu macam antigen (Grimaldi dan

French, 1995).Berdasarkan sifat ini, maka larutan monoklonal antibodi sangat spesifik

ketika digunakan sebagai alat deteksi.

2

Page 3: Antibodi Sbg Efek Terapetik

Namun terdapat beberapa kendala teknis dalam penyiapan monoclonal antibodi ini.

Laboratorium kultur sel mamalia untuk pembuatan hibridoma penghasil monoklonal

antibodi, memerlukan peralatan yang rumit dan keterampilan tinggi. Namun masalah

utama pada penyiapan monoklonal antibody adalah pada saat seleksi sel

hibridoma.Sel hibridoma disiapkan dengan melakukanfusi sel B dari bagian limpa

hewan yang diimunisasi dengan sel kanker (Karuet.al, 1995).Sementara itu hewan

yang diimunisasi dengan satu macam antigen mampu menghasilkan 6x106 sel B yang

berbeda. Satu macam sel B akanmenghasilkan satu macam antinodi. Pada saat

dilakukan fusi sel B, akandidapatkan 6x106 sel hibridoma yang berbeda (Harlow dan

Lane, 1988). Pada pembuatan monoklonal antibodi, harus diseleksi satu macam

hibridoma dari sejumlah hibridoma tersebut.Hal ini merupakan pekerjaan yang sullit

dan memakan waktu lama.

Kesulitan pembuatan monoklonal antibodi di atas, menimbulan usahausaha

kembali untuk mendapatkan jenis antibodi baru yang spesifik dengan cara yang lebih

mudah. Harapan didapatkanya antibodi seperti ini muncul ketika keseluruhan struktur

antibodi (khususnya IgG) telah selesai dipelajari dan ditemukanya teknik

PCR.Antibodi baru yang didapat seringkali sisebut antibody rekombinan.

B. Struktur Molekul Antibodi

Pada dasarnya banyak dikenal molekul antibodi, sebagai contoh padarespon

pertama masuknya antigen ke dalam tubuh dikeluarkan antibodi yang disebut IgM.

Peristiwa inflamasi atau alergi terjadi karena reaksi antara antibody IgE dan

antigen.Sementara antibodi yang efektif dan digunakan tubuh dalam jangka waktu

lama dikenal sebagai IgG.Semua antibodi di atas mempunyai struktur hampir sama

yang berbentuk huruf Y dan disebut sebagai Ig. Ig terdiri dari dua rantai

polipeptida berukuran besar disebut sebagai rantai berat) dan dua rantai polipeptida

berukuran kecil (disebut sebagai rantai ringan ). Dua rantai berat pada Ig saling

dihubungkanoleh ikatan disulfida dan antara satu rantai berat dan rantai ringan juga

saling dihubungkan dengan ikatan disulfida (gambar 1).

3

Page 4: Antibodi Sbg Efek Terapetik

Gambar 1. Sruktur Molekul Antibodi

Terdapat dua jenis rantai ringan yang telah diketahui yang disebut dengan

gamma dan kappa, sementara terdapat banyak macam rantai berat yang telah

diketahui.Rantai berat ini yang menentukan apakah antibodi tersebut termasuk

golongna IgG, IgM, IgA, IgD atau IgE.

Secara lebih detail, rantai ringan terdiri dari dua bagian yaitu bagian lestari

(conserved/Fc) dan bagian variabel (Fab). Bagian lestari adalah bagian yang

mempunyai urutan asam amino yang hampir sama antar antibodi yang dikeluarkan

akibat respon antigen yang berbeda, bahkan bagian lesatari ini hampir sama antar

spesies. Bagian variabel merupakan bagian yang mempunyai urutan asam amino

yang berbeda. Meskipun jenis antibodinya sama, tetapi urutan asam amino bagian

variabel akan berbeda jika antigen yang direspon oleh antibody tersebut berbeda.

Lebih detail lagi, bagian variabel dapat dibagi menjadi enam bagian yang berupa

bagian frame work (FR) dan complementarity determiningregion (CDR) yang

terletak berselingan. sebagai contoh satu Fab akan mempunyai urutan sebagai

berikut FR1-CDR1-FR2-CDR2-FR3-CDR3. CDR merupakan daerah yang lebih

variatif antar antibodi dibandingkan FR.

Hampir sama dengan rantai ringan, rantai berat juga terdiri dari Fc danFab.

Terdapat satu bagian variabel yang terdiri dari CDR dan FR serta terdapat tiga

bagian lestari yang disebut CH1 (constant high), CH2 dan CH3 (Gambar 1).CH1

mrupakan bagian lestari yang lagsung berhubungan dengan bagian variabel, CH2

merupakan bagian lestari yang befungsi sebagai efektor (penyedia signaltransduksi)

4

Page 5: Antibodi Sbg Efek Terapetik

untuk pembentukan antibodi dan CH3 merupakan bagian yang dikenali oleh

makrofag sebelum terjadinya fagositosis.

Struktur tersier antibodi menunjukan bahwa fragmen Fv (fragmentvariable)

yang terdiri dari bagian variabel rantai berat dan rantai ringan melakukanfolding

sehingga membentuk struktur loop (Harlow dan Lane, 1988). Bagian iniadalah

bagian yang berfungsi mengikat antigen.Sementara itu, bagian konstanrantai berat

melakukan folding untuk membantu menstabilkan struktur loop diatas.

C. Pemanfaatan Antibodi Rekombinan

Antibodi rekombinan sangat spesifik, karena antibodi ini hanya mengenali

epitope tertentu dari suatu antigen. Antigen yang berbeda, kadangkala memeliki

epitope yang sama. Hal ini seringkali menimbulkan kesalahan pada saat dilakukan

deteksi menggunakan anibodi rekombinan.Teknologi antibody rekombinan

memungkinkan kita memilih epitope tertentu yang spesifik dimiliki oleh suatu

antigen.Menggunakan antibodi yang sangat spesifik tersebut, kesalahan deteksi

positif dapat dikurangi.

Antibodi rekombinan juga memungkinkan pembuatan antibodi terhadap zat yang

sangat toksik (Dubel 2002).Antibodi terhadap zat yang sangat toksiktidak dapat

dibuat menggunakan teknik poliklonal maupun monoklonal antibodi.

Hewan percobaan yang terlalu banyak disuntuk zat toksik ini, akan mengalami

kematian, sementara jika jumlah zat toksik yang disuntikan terlalu sedikit, jumlah

antibodi yang dihasilkan tidak mencukupi jika digunakan secara komersial.

Teknik antibodi rekombinan memungkinkan penyuntikan zat toksik yangkecil,

tetapi gen pengkode antibodi terhadap zat tersebut telah tersimpan pada sel B di

jaringan limpa hewan percobaan. Selanjutnya gen ini dapat diisolasi dan produksi

antibodi untuk tujuan komersial (masal) dapat dilakukan secara in vitro.

Saat ini yang banyak dikembangkan adalah pemakaian antibody rekombinan

dalam protein fusi untuk membantu immunotargeting (Little, 1995).

Sebagai contoh dalam imunotoksin. Antibodi rekombinan yang difusikan

dalamprotein toksin, dapat membantu kerja protein tersebut karena akan membantu

mengenali molekul toksik target, karena ada bagian molekul toksik tersebut yang

juga dikenali antibodi. Menggunakan cara yang sama antibodi rekombinan juga

5

Page 6: Antibodi Sbg Efek Terapetik

sering digunakan dalam pengobatan kanker (Ryu dan Nam, 2000). Antibodi yang

ditempelkan pada obat kenker akan membantu mengenali sel kanker, sehingga

pengobatan dapat berlangsung lebih efektif.

D. Obat antibody

1. Pengertian rituximab

Rituximab adalah antibody monoklonal anti-CD20 yang telah digunakan untuk

terapi berbagai penyakit autoimun.

2. Penggunaan Rituximab

Rituximab sudah digunakan pada beberapa penyakit autoimun pada pasien

dewasa dan anak, baik sebagai monoterapi maupun sebagai tambahan terapi

konvensional. Beberapa penyakit autoimun tersebut antaralain, limfomasel B,

anemia hemolitik autoimun, purpura trombositopeniimun, neuropatiIgM-mediated,

vaskulitispositif-anti-neutrophil cytoplasmic antibody (ANCA), artritisreumatoid,

lupus eritematosussistemik, penyakit limfoproliferatif pasca transplantasi, rejeksi

akut pasca transplantasi, dan nefropati membranosa dengan hasil yang baik. 4

Rituximab telah digunakan terhadap lebih dari 300.000 pasien limfoma sel B

dengan dosis 375 mg/ m2 luas permukaan badan (LPB) yang diberikan empat dosis

setiap minggu. Keberhasilan rituximab dalam terapi penyakit autoimun,

menimbulkan dugaan kuat terhadap peransel-B dalam pathogenesis penyakit

autoimun. 1,2 Edelbauer dkk5 melapork anak-anak dengan lupus eritematosus

sistemik yang refrakter terhadap imunosupresan konvensional, diobati dengan

rituximab dan terdapat perbaikan klinisekstrarenal, meskipun tidak terjadi remisi

total, namun hematuria dan proteinuria tidak mengalami perubahan. Marks dan

Tullus6 mengobati 19 pasien lupus eritematosus sistemik dengan rituximab 750

mg/m2 LPB diberikan dua kali selang waktu dua minggu, dan setelah dipantau

selama rerata 23 bulan, didapatkan 13 (54%) pasien dalam keadaan baik dan tidak

memerlukan pemberian imunosupresan lain. Nwobi dkk7 melaporkan 15 pasien

lupus eritematosus sistemik yang diterapi dengan rituximab. Pada 93% didapatkan

perbaikan klinis, fungsi ginjal, double-stranded DNA (dsDNA) antibodies, dan

proteinuria. Deplesisel B terjadi dalam dua minggu setelah pemberian rituximab.

Pada pasien lupus eritematosus sistemik yang diterapi dengan rituximab, terdapat

peningkatan bermaknasel T regulatori (TREG) dan peningkatan sel T apoptotik.

Angka kejadian remisi secara umum pada lupus eritematosus sebesar sekitar 89%.8

6

Page 7: Antibodi Sbg Efek Terapetik

Rituximab juga dilaporkan berhasil dalam pengobatan berbagai penyakit ginjal.3

Beberapa peneliti melaporkan keberhasilan rituximab dalam tatalaksana sindrom

nefrotik refrakter. Pemberian rituximab dalam tatalaksana sindrom nefrotik

didasarkan pada patogenesis, yaitu dapat menyebabkan deplesisel B.

3. Mekanisme kerja rituximab

Mekanisme rituximab untuk menginduksi remisi pada sindrom nefrotik

belum jelas, namun demikian telah dikemukakan beberapa teori. 2,3 Rituximab

berperan langsung dalam pathogenesis sindromnefrotik, dengan menyebabkan

deplesi sel B secara langsung atau menghambat interaksi antara sel B dansel T.

Beberapa mekanisme farmakologi rituximab antaralain, sitotoksisitas yang

dimediasi antibody tergantung sel, sitotoksistas tergantung komplemen, induksi

apoptosis, inhibisi proliferasi sel, rekruitmen selefektor, danaktivasi sitokin.4

Secara invitro maupun invivo, diduga aksi predominan antibody adalah melalui

cellmediated lysis. 2,3 Dalam keadaan normal, limfosit B berperan dalam

perkembangan arsitektur limfoid untuk mengatur fungsi subset sel-T dan sel

dendritik melalui produksi sitokin serta aktivasi sel T. Dengan demikian, deplesi

sel B dapat menghambat akivasi sel T yang diinduksi oleh sel B atau derivate sel

B.3 Rituximab adalah antibody monoklonal anti CD20 yang terikat secara

spesifik terhadap antigen CD20 yang terletak pada limfosit pre-B dan limfosit-B

matur. Rituximab terikat pada CD20 dengan afinitas yang tinggi; CD20 adalah

glikoprotein permukaan semua sel limfosit B yang terdapat pada stadium sel pre-

B dan menghilang selama diferensiasi sel plasma. Selain hal tersebut, CD20

merupakan petanda sel B yang diekspresikan pada permukaan pre-B, dan sel

limfosit B dalam keadaan istirahat atau teraktivasi. Fungsi sesungguhnya CD20

belum diketahui, tetapi sangat penting dalam aktivasi limfosit-B. 4,5,10

Rituximab menyebabkan deplesi limfosit B (sel B darah perifer dan sel B kelenjar

getah bening) dengan mematikan sel CD20+ melalui lisis yang dimediasi oleh

komplemen (complement-mediated lysis) dan mencetuskan aktivitas selular

berupa sitotoksik yang dimediasi sel tergantung antibodi (antibody dependent

cell-mediated cytotoxicity). Deplesisel-B oleh rituximab dapat menghambat

aktivasi sel T yang diinduksi oleh sel B atau faktor yang berasal dari sel B. Meski

rituximab mendeplesi sel CD210+, tetapi tidak mempunyai dampak pada sel

plasma. 5,10 Setelah pemberian rituximab, produksi sitokinsel T termasuk IL-13

7

Page 8: Antibodi Sbg Efek Terapetik

dapat berkurang.3 Ekspresimolekulko-stimulatori CD-40 terikat terhadap limfosit

T CD4+ dan secara bermakna menurun sebagaimana ekspresi banyak petanda

aktivasi limfosit T. Perubahan tersebut berkorelasi dengan efikasi klinik

rituximab. 5 Telah dibuktikan bahwa rituximab menurunkan CD40L dan CD80-

expressing cells di antara sel B dan CD69 pada sel CD4+. Sehingga

menggambarkan bahwa rituximab dapat menghambat interaksi antara sel B dan

sel T-teraktivasi. Namun demikian, peran CD40L pada pasien sindrom nefrotik

dependen steroid aktif belum jelas. 1,2 Dampak rituximab disebabkan inhibisi

pembentukan deposit imunsub epitel glomerulus karena reaksi yang dimediasi

oleh sel B, serta inhibisi selektif clones autoakif yang memproduksi

imunoglobulin nefritogenik. 4 Mekanisme rituximab menginduksi remisi pada

glomerulo sklerosisfokal segmental belum jelas, tetapi dalam pathogenesis

glomerulo sklerosis fokal terdapat factor sirkulasi. Telah dilaporkan terdapat

factor permeabilitas berupa protein beratmolekulrendah yang

mempunyaimuatananionik, terikatpada protein A,

danmungkinmempunyaistruktur yang samadenganimunoglobulin-fragment-like.

Meskipunsumber immunoglobulin-fragment-like

sebagaifaktorpermeabilitasbelumdiketahui, namunkemungkinansel B

memproduksifaktorpermeabilitastersebut, sehinggapenurunansel B karena

pemberian rituximab dapat menginduksi remisi pada sindromne frotik resisten

steroid karena glomerulosklerosis fokal.3 Mekanisme rituximab untuk mencegah

relap spade sindrom nefrotik belum jelas.

8

Page 9: Antibodi Sbg Efek Terapetik

BAB III

PENUTUP

Kesimpulan:

Antibodi adalah bagian pertahanan tubuh yang digunakan untuk menghilangkan atau mengurangi zat asing yang masuk ke dalam tubuh.

Antibodi rekombinan juga memungkinkan pembuatan antibodi terhadap zat yang

sangat toksik, Antibodi terhadap zat yang sangat toksik tidak dapat dibuat

menggunakan teknik poliklonal maupun monoklonal antibodi.

Mekanisme kerja antibodi dalam tubuh dimulai dengan diikatnya epitope (bagian

antigen) oleh antibody

9

Page 10: Antibodi Sbg Efek Terapetik

DAFTAR PUSTAKA

Emantoko ,Sulistyo .2001. ANTIBODI REKOMBINAN :PERKEMBANGAN TERBARU DALAM TEKNOLOGI ANTIBODI. Departemen Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Departemen Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Vol. 9, No. 2. Sabtu, 20 Juni 2015. http://repository.ubaya.ac.id/23/1/Art0003_Sulistyo.pdf

Eka Putra, Andani. Suharti, Netti .2013. PENGEMBANGAN ANTIBODI MONOKLONAL TERHADAP ANTIGEN SPESIFIK Mycobacterium tuberculosis SEBAGAI KANDIDAT DIAGNOSIS TUBERKULOSIS MELALUI SPUTUM. Bagian Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Universitas Andalas. ISSN: 2339-2592 . Sabtu, 20 Juni 2015. http://semnasffua.com/pub/2013/prosiding-semnasffua2013-13-pengembangan-antibodi monoklonal.pdf

Fai Wong, Kwong. M Luk, John. 2006 . MONOCLONAL ANTIBODIES AS TARGETING AND THERAPEUTIC AGENTS: PROSPECTS FOR LIVER TRANSPLANTATION, HEPATITIS AND HEPATOCELLULAR CARCINOMA. Department of Surgery and Centre for Cancer Research, Jockey Club Clinical Research Centre, The University of Hong Kong, Pokfulam, Hong Kong. Clinical and Experimental Pharmacology and Physiology (2006) 33, 482–488. Sabtu, 20 Juni 2015 http://www.researchgate.net/publication/7080420_Monoclonal_antibodies_as_targeting_and_therapeutic_agents_prospects_for_liver_transplantation_hepatitis_and_hepatocellular_carcinoma.pdf

10