Anti Monopoli Dan Persaingan Usaha Tidak Sehat Kel 6 Dian

20
ANTI MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT 1. Pengertia n Anti Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat Secara etimologi, kata “monopoli” berasal dari kata Yunani ‘Monos’ yang berarti sendiri dan ‘Polein’ yang berarti penjual. “Antitrust” untuk pengertian yang sepadan dengan istilah “anti monopoli” atau istilah “dominasi” yang dipakai masyarakat Eropa yang artinya juga sepadan dengan arti istilah “monopoli”. Disamping itu terdapat istilah yang artinya hampir sama yaitu “kekuatan pasar”. Dalam praktek keempat kata tersebut, yaitu istilah “monopoli”, “antitrust”, “kekuatan pasar” dan istilah “dominasi” saling dipertukarkan pemakaiannya. Keempat istilah tersebut dipergunakan untuk menunjukkan suatu keadaan dimana seseorang menguasai pasar ,dimana dipasar tersebut tidak tersedia lagi produk subtitusi yang potensial, dan terdapatnya kemampuan pelaku pasar tersebut untuk menerapkan harga produk tersebut yang lebih tinggi, tanpa mengikuti hukum persaingan pasar atau hukum tentang permintaan dan penawaran pasar. Pengertian Praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat menurut UU no.5 Tahun 1999 tentang Praktek monopoli adalah pemusatan kekuatan ekonomi oleh satu atau lebih pelaku usaha yang mengakibatkan dikuasainya produksi dan atau pemasaran atas barang dan atau jasa tertentu sehingga menimbulkan persaingan usaha tidak sehat dan dapat merugikankepentingan umum. Undang-Undang Anti Monopoli No 5 Tahun 1999 memberi arti kepada monopolis sebagai suatu penguasaan atas produksi dan atau pemasaran barang dan atau atas penggunaan jasa tertentu oleh satu pelaku usaha atau kelompok pelaku usaha (pasal 1 ayat (1) Undang-undagn Anti Monopoli). 1

description

hgchg

Transcript of Anti Monopoli Dan Persaingan Usaha Tidak Sehat Kel 6 Dian

ANTI MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT

1. PengertianAnti Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat Secara etimologi, kata monopoli berasal dari kata Yunani Monos yang berarti sendiri dan Polein yang berarti penjual. Antitrust untuk pengertian yang sepadan dengan istilah anti monopoli atau istilah dominasi yang dipakai masyarakat Eropa yang artinya juga sepadan dengan arti istilah monopoli. Disamping itu terdapat istilah yang artinya hampir sama yaitu kekuatan pasar. Dalam praktek keempat kata tersebut, yaitu istilah monopoli, antitrust, kekuatan pasar dan istilah dominasi saling dipertukarkan pemakaiannya. Keempat istilah tersebut dipergunakan untuk menunjukkan suatu keadaan dimana seseorang menguasai pasar ,dimana dipasar tersebut tidak tersedia lagi produk subtitusi yang potensial, dan terdapatnya kemampuan pelaku pasar tersebut untuk menerapkan harga produk tersebut yang lebih tinggi, tanpa mengikuti hukum persaingan pasar atau hukum tentang permintaan dan penawaran pasar. Pengertian Praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat menurut UU no.5 Tahun 1999 tentang Praktek monopoli adalah pemusatan kekuatan ekonomi oleh satu atau lebih pelaku usaha yang mengakibatkan dikuasainya produksi dan atau pemasaran atas barang dan atau jasa tertentu sehingga menimbulkan persaingan usaha tidak sehat dan dapat merugikankepentingan umum. Undang-Undang Anti Monopoli No 5 Tahun 1999 memberi arti kepada monopolis sebagai suatu penguasaan atas produksi dan atau pemasaran barang dan atau atas penggunaan jasa tertentu oleh satu pelaku usaha atau kelompok pelaku usaha (pasal 1 ayat (1) Undang-undagn Anti Monopoli). Sementara yang dimaksud dengan praktek monopoli adalah suatu pemusatan kekuatan ekonomi oleh salah satu atau lebih pelaku yang mengakibatkan dikuasainya produksi dan atau pemasaran atas barang dan atau jasa tertentu sehingga menimbulkan suatu persaingan usaha secara tidak sehat dan dapat merugikan kepentingan umum Pasar Monopoli adalah suatu bentuk pasar di mana hanya terdapat satu penjual yang menguasai pasar. Penentu harga pada pasar ini adalah seorang penjual atau sering disebut sebagai "monopolis". Sebagai penentu harga (price-maker), seorang monopolis dapat menaikan atau mengurangi harga dengan cara menentukan jumlah barang yang akan diproduksi; semakin sedikit barang yang diproduksi, semakin mahal harga barang tersebut, begitu pula sebaliknya. Walaupun demikian, penjual juga memiliki suatu keterbatasan dalam penetapan harga. Apabila penetapan harga terlalu mahal, maka orang akan menunda pembelian atau berusaha mencari atau membuat barang subtitusi (pengganti) produk tersebut.

2. Asas dan Tujuan

AsasPelaku usaha di Indonesia dalam menjalankan kegiatan usahanya berasaskan demokrasi ekonomi dengan memperhatikan keseimbangan antara kepentingan pelaku usaha dan kepentingan umum.

TujuanUndang-Undang (UU) persaingan usaha adalah Undang-undang No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat (UU No.5/1999) yang bertujuan untuk memelihara pasar kompetitif dari pengaruh kesepakatan dan konspirasi yang cenderung mengurangi dan atau menghilangkan persaingan. Kepedulian utama dari UU persaingan usaha adalah promoting competition dan memperkuat kedaulatan konsumen.

3. Kegiatan yang DilarangDalam UU No.5/1999,kegiatan yang dilarang diatur dalam pasal 17 sampai dengan pasal 24. Undang undang ini tidak memberikan defenisi kegiatan,seperti halnya perjanjian. Namun demikian, dari kata kegiatan kita dapat menyimpulkan bahwa yang dimaksud dengan kegiatan disini adalah aktivitas,tindakan secara sepihak. Bila dalam perjanjian yang dilarang merupakan perbuatan hukum dua pihak maka dalam kegiatan yang dilarang adalah merupakan perbuatan hukum sepihak.Adapun kegiatan kegiatan yang dilarang tersebut yaitu :

1. Monopoli Adalah penguasaan atas produksi dan atau pemasaran barang dan atau atas penggunaan jasa tertentu oleh satu pelaku usaha atau satu kelompok pelaku usaha

2. Monopsoni Adalah situasi pasar dimana hanya ada satu pelaku usaha atau kelompok pelaku usaha yang menguasai pangsa pasar yang besar yang bertindak sebagai pembeli tunggal,sementara pelaku usaha atau kelompok pelaku usaha yang bertindak sebagai penjual jumlahnya banyak.

3. Penguasaan pasarDi dalam UU no.5/1999 Pasal 19,bahwa kegiatan yang dilarang dilakukan pelaku usaha yang dapat mengakibatkan terjadinya penguasaan pasar yang merupakan praktik monopoli atau persaingan usaha tidak sehat yaitu: a) menolak dan atau menghalangi pelaku usaha tertentu untuk melakukan kegiatan usaha yang sama pada pasar yang bersangkutan;b) menghalangi konsumen atau pelanggan pelaku usaha pesaingnya untuk tidak melakukan hubungan usaha dengan pelaku usaha pesaingnya;c) membatasi peredaran dan atau penjualan barang dan atau jasa pada pasar bersangkutan;d) melakukan praktik diskriminasi terhadap pelaku usaha tertentu.4. Persekongkolan Adalah bentuk kerjasama yang dilakukan oleh pelaku usaha dengan pelaku usaha lain dengan maksud untuk menguasai pasar bersangkutan bagi kepentingan pelaku usaha yang bersekongkol (pasal 1 angka 8 UU No.5/1999).

5. Posisi DominanArtinya pengaruhnya sangat kuat, dalam Pasal 1 angka 4 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 menyebutkan posisi dominan merupakan suatu keadaan dimana pelaku usaha tidak mempunyai pesaing yang berarti di pasar bersangkutan dalam kaitan dengan pangsa yang dikuasai atau pelaku usaha mempunyai posisi tertinggi diantara pesaingnya di pasar bersangkutan dalam kaitan dengan kemampuan keuangan, kemampuan akses pada pasokan, penjualan, serta kemampuan untuk menyesuaikan pasokan dan permintaan barang atau jasa tertentu.

6. Jabatan RangkapDalam Pasal 26 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 dikatakan bahwa seorang yang menduduki jabatan sebagai direksi atau komisaris dari suatu perusahaan, pada waktu yang bersamaan dilarang merangkap menjadi direksi atau komisaris pada perusahaan lain.

7. Pemilikan SahamBerdasarkan Pasal 27 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 dikatakan bahwa pelaku usaha dilarang memiliki saham mayoritas pada beberapa perusahaan sejenis, melakukan kegiatan usaha dalam bidang sama pada saat bersangkutan yang sama atau mendirikan beberapa perusahaan yang sama.

8. Penggabungan, peleburan, dan pengambilalihanDalam Pasal 28 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999, mengatakan bahwa pelaku usaha yang berbadan hukum maupun yang bukan berbadan hukum yang menjalankan perusahaan bersifat tetap dan terus menerus dengan tujuan mencari keuntungan.

4. Perjanjian yang Dilarang1. Oligopoli Adalah keadaan pasar dengan produsen dan pembeli barang hanya berjumlah sedikit, sehingga mereka atau seorang dari mereka dapat mempengaruhi harga pasar.

2. Penetapan hargaDalam rangka penetralisasi pasar, pelaku usaha dilarang membuat perjanjian, antara lain :a) Perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya untuk menetapkan harga atas barang dan atau jasa yang harus dibayar oleh konsumen atau pelanggan pada pasar bersangkutan yang sama ;b) Perjanjian yang mengakibatkan pembeli yang harus membayar dengan harga yang berbeda dari harga yang harus dibayar oleh pembeli lain untuk barang dan atau jasa yang sama ;c) Perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya untuk menetapkan harga di bawah harga pasar ;d) Perjanjian dengan pelaku usaha lain yang memuat persyaratan bahwa penerima barang dan atau jasa tidak menjual atau memasok kembali barang dan atau jasa yang diterimanya dengan harga lebih rendah daripada harga yang telah dijanjikan.

3. Pembagian wilayahPelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya yang bertujuan untuk membagi wilayah pemasaran atau alokasi pasar terhadap barang dan atau jasa.

4. PemboikotanPelaku usaha dilarang untuk membuat perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya yang dapat menghalangi pelaku usaha lain untuk melakukan usaha yang sama, baik untuk tujuan pasar dalam negeri maupun pasar luar negeri.

5. KartelPelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya yang bermaksud untuk mempengaruhi harga dengan mengatur produksi dan atau pemasaran suatu barang dan atau jasa.

6. TrustPelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain untuk melakukan kerja sama dengan membentuk gabungan perusahaan atau perseroan yang lebih besar, dengan tetap menjaga dan mempertahankan kelangsungan hidup tiap-tiap perusahaan atau perseroan anggotanya, yang bertujuan untuk mengontrol produksi dan atau pemasaran atas barang dan atau jasa.

7. OligopsoniKeadaan dimana dua atau lebih pelaku usaha menguasai penerimaan pasokan atau menjadi pembeli tunggal atas barang dan/atau jasa dalam suatu pasar komoditas.

8. Integrasi vertikalPelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain yang bertujuan untuk menguasai produksi sejumlah produk yang termasuk dalam rangkaian produksi barang dan atau jasa tertentu yang mana setiap rangkaian produksi merupakan hasil pengelolaan atau proses lanjutan baik dalam satu rangkaian langsung maupun tidak langsung

9. Perjanjian tertutupPelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain yang memuat persyaratan bahwa pihak yang menerima barang dan atau jasa hanya akan memasok atau tidak memasok kembali barang dan atau jasa tersebut kepada pihak tertentu dan atau pada tempat tertentu.

10. Perjanjian dengan pihak luar negeriPelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pihak luar negeri yang memuat ketentuan yang dapat mengakibatkan terjadinya praktik monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat.

5. Hal-hal yang Dikecualikan dalam UU Anti MonopoliHal-hal yang dilarang oleh Undang-Undang Anti Monopoli adalah sebagai berikut:

1. Perjanjian-perjanjian tertentu yang berdampak tidak baik untuk persaingan pasar, yang terdiri dari:a) Oligopolib) Penetapan hargac) Pembagian wilayahd) Pemboikotane) Kartelf) Trustg) Oligopsonih) Integrasi vertikali) Perjanjian tertutupj) Perjanjian dengan pihak luar negeri

2. Kegiatan-kegiatan tertentu yang berdampak tidak baik untuk persaingan pasar, yang meliputi kegiatan-kegiatan sebagai berikut :a) Monopolib) Monopsonic) Penguasaan pasard) Persekongkolan

3. Posisi dominan, yang meliputi :a) Pencegahan konsumen untuk memperoleh barang atau jasa yang bersaingb) Pembatasan pasar dan pengembangan teknologic) Menghambat pesaing untuk bisa masuk pasard) Jabatan rangkape) Pemilikan sahamf) Merger, akuisisi, konsolidasi

6. Komisi Pengawasan Persaingan UsahaKomisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) adalah sebuah lembaga independen di Indonesia yang dibentuk untuk memenuhi amanat Undang-Undang no. 5 tahun 1999 tentang larangan praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat.

KPPU menjalankan tugas untuk mengawasi tiga hal pada UU tersebut:1. Perjanjian yang dilarang, yaitu melakukan perjanjian dengan pihak lain untuk secara bersama-sama mengontrol produksi dan/atau pemasaran barang dan/atau jasa yang dapat menyebabkan praktik monopoli dan/atau persaingan usaha tidak sehat seperti perjanjian penetapan harga, diskriminasi harga, boikot, perjanjian tertutup, oligopoli, predatory pricing, pembagian wilayah, kartel, trust (persekutuan), dan perjanjian dengan pihak luar negeri yang dapat menyebabkan persaingan usaha tidak sehat.2. Kegiatan yang dilarang, yaitu melakukan kontrol produksi dan/atau pemasaran melalui pengaturan pasokan, pengaturan pasar yang dapat menyebabkan praktik monopoli dan/atau persaingan usaha tidak sehat.3. Posisi dominan, pelaku usaha yang menyalahgunakan posisi dominan yang dimilikinya untuk membatasi pasar, menghalangi hak-hak konsumen, atau menghambat bisnis pelaku usaha lain.

7. Sanksi dalam Antimonopoli dan Persaingan UsahaPasal 36 UU Anti Monopoli, salah satu wewenang KPPU adalah melakukan penelitian, penyelidikan dan menyimpulkan hasil penyelidikan mengenai ada tidaknya praktik monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat. Masih di pasal yang sama, KPPU juga berwenang menjatuhkan sanksi administratif kepada pelaku usaha yang melanggar UU Anti Monopoli. Apa saja yang termasuk dalam sanksi administratif diatur dalam Pasal 47 Ayat (2) UU Anti Monopoli. Meski KPPU hanya diberikan kewenangan menjatuhkan sanksi administratif, UU Anti Monopoli juga mengatur mengenai sanksi pidana. Pasal 48 menyebutkan mengenai pidana pokok. Sementara pidana tambahan dijelaskan dalam Pasal 49.

Pasal 481) Pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 4, Pasal 9 sampai dengan Pasal 14, Pasal 16 sampai dengan Pasal 19, Pasal 25, Pasal 27, dan Pasal 28 diancam pidana denda serendah-rendahnya Rp25.000.000.000 (dua puluh lima miliar rupiah) dan setinggi-tingginya Rp100.000.000.000 (seratus miliar rupiah), atau pidana kurungan pengganti denda selama-lamanya 6 (enam) bulan.2) Pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 5 sampai dengan Pasal 8, Pasal 15, Pasal 20 sampai dengan Pasal 24, dan Pasal 26 Undang-Undang ini diancam pidana denda serendah-rendahnya Rp5.000.000.000 ( lima miliar rupiah) dan setinggi-tingginya Rp25.000.000.000 (dua puluh lima miliar rupialh), atau pidana kurungan pengganti denda selama-lamanya 5 (lima) bulan.3) Pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 41 Undang-undang ini diancam pidana denda serendah-rendahnya Rp1.000.000.000 (satu miliar rupiah) dan setinggi-tingginya Rp5.000.000.000 (lima miliar rupiah), atau pidana kurungan pengganti denda selama-lamanya 3 (tiga) bulan.

Pasal 49Dengan menunjuk ketentuan Pasal 10 Kitab Undang-undang Hukum Pidana, terhadap pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 48 dapat dijatuhkan pidana tambahan berupa:a) pencabutan izin usaha; ataub) larangan kepada pelaku usaha yang telah terbukti melakukan pelanggaran terhadap undang-undang ini untuk menduduki jabatan direksi atau komisaris sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun dan selama-lamanya 5 (lima) tahun; atauc) penghentian kegiatan atau tindakan tertentu yang menyebabkan timbulnva kerugian pada pihak lain.

Aturan ketentuan pidana di dalam UU Anti Monopoli menjadi aneh lantaran tidak menyebutkan secara tegas siapa yang berwenang melakukan penyelidikan atau penyidikan dalam konteks pidana.

Sanksi AdministrasiSanksi administrasi adalah dapat berupa penetapan pembatasan perjanjian, pemberhentian integrasi vertikal, perintah kepada pelaku usaha untuk menghentikan posisi dominan, penetapan pembatalan atas penggabungan , peleburan dan pengambilalihan badan usaha, penetapan pembayaran ganti rugi, penetapan denda serendah-rendahnya satu miliar rupiah atau setinggi-tingginya dua puluh lima miliar rupiah.

Sanksi Pidana Pokok dan TambahanSanksi pidana pokok dan tambahan adalah dimungkinkan apabila pelaku usaha melanggar integrasi vertikal, perjanjian dengan pihak luar negeri, melakukan monopoli, melakukan monopsoni, penguasaan pasar, posisi dominan, pemilikan saham, penggabungan, peleburan, dan pengambilalihan dikenakan denda minimal dua piluh lima miliar rupiah dan setinggi-tingginya seratus miliar rupiah, sedangkan untuk pelanggaran penetapan harga, perjanjian tertutup, penguasaan pasar dan persekongkolan, jabatan rangkap dikenakan denda minimal lima miliar rupiah dan maksimal dua puluh lima miliar rupiah.Sementara itu, bagi pelaku usaha yang dianggap melakukan pelanggaran berat dapat dikenakan pidana tambahan sesuai dengan pasal 10 KUH Pidana berupa :

pencabutan izin usahalarangan kepada pelaku usaha yang telah terbukti melakukan pelanggaran terhadap undang-undang ini untuk menduduki jabatan direksi atau komisaris sekurang-kurangnya dua tahun dan selama-lamanya lima tahun,penghentian kegiatan atau tindakan tertentu yang menyebabkan timbulnya kerugian pada pihak lain.

Contoh KasusKASUS MONOPOLI PASARCARREFOUR INDONESIAA. Latar BelakangBisnis ritel atau perdagangan eceran memegang peranan yang sangat penting dalam kegiatan bisnis di Indonesia, baik ditinjau dari sudut konsumen maupun produsen. Dari sudut produsen, pedagang eceran dipandang sebagai ujung tombak perusahaan yang akan sangat menentukan laku tidaknya produk perusahaan. Melalui pengecer pula para produsen memperoleh informasi berharga tentang komentar konsumen terhadap barangnya seperti bentuk, rasa, daya tahan, harga dan segala sesuatu mengenai produknya. Sementara jika dipandang dari sudut konsumen, pedagang eceran juga memiliki peranan yang sangat penting karena bertindak sebagai agen yang membeli, mengumpulkan, dan menyediakan barang atau jasa untuk memenuhi kebutuhan atau keperluan pihak konsumen. Seiring dengan perkembangan, persaingan usaha , khususnya pada bidang ritel diantara pelaku usaha semakin keras. Untuk mengantisipasinya, Pemerintah dan DPR menerbitkan Undang Undang No. 5 Tahun 1999 tentang Praktek Antimonopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Dengan hadirnya undang-undang tersebut dan lembaga yang mengawasi pelaksanaannya, yaitu KPPU, diharapkan para pelaku usaha dapat bersaing secara sehat sehingga seluruh kegiatan ekonomi dapat berlangsung lebih efisien dan memberi manfaat bagi konsumen.Di dalam kenyataan yang terjadi, penegakan hukum UU praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat ini masih lemah. Dan kelemahan tersebut dimanfaatkan oleh pihak CARREFOUR Indonesia untuk melakukan ekspansi bisnis dengan mengakuisisi PT Alfa Retailindo Tbk. Dengan mengakuisisi 75 persen saham PT Alfa Retailindo Tbk dari Prime Horizon Pte Ltd dan PT Sigmantara Alfindo. Berdasarkan laporan yang masuk ke KPPU, pangsa pasar Carrefour untuk sektor ritel dinilai telah melebihi batas yang dianggap wajar, sehingga berpotensi menimbulkan persaingan usaha yang tidak sehat.A. Permasalahan Dari latar belakang di atas dapat ditarik suatu permasalahan sebagai berikut: Sejauh mana PT Carrefour melanggar Undang Undang No.5 Tahun 1999?

C. PembahasanKasus PT Carrefour Indonesia dan keputusan KPPU Kasus PT Carrefour sebagai Pelanggaran UU No. 5 Tahun 1999. Salah satu aksi perusahaan yang cukup sering dilakukan adalah pengambil alihan atau akuisisi. Dalam UU No.40/2007 tentang Perseroan terbatas disebutkan bahwa hanya saham yang dapat diambil alih. Jadi, asset dan yang lainnya tidak dapat di akuisisi. Akuisisi biasanya menjadi salah satu jalan untuk meningkatkan efisiensi dan kinerja perusahaan. Dalam bahasa inggrisnya dikenal dengan istilah acquisition atau take over. pengertian acquisition atau take over adalah pengambilalihan suatu kepentingan pengendalian perusahaan oleh suatu perusahaan lain. Istilah Take over sendiri memiliki 2 ungkapan , 1. Friendly take over (akuisisi biasa) 2. hostile take over (akuisisi yang bersifat mencaplok) Pengambilalihan tersebut ditempuh dengan cara membeli saham dari perusahaan tersebut. Esensi dari akuisisi adalah praktek jual beli. Dimana perusahaan pengakuisisi akan menerima hak atas saham dan perusahaan terakuisisi akan menerima hak atas sejumlah uang harga saham tersebut. Menurut pasal 125 ayat (2) UU No. 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas yang menjelaskan bahwa pengambilalihan dapat dilakukan oleh badan hukum atau orang perseorangan. Jika pengambilalihan dilakukan oleh perseroan, maka keputusan akuisisi harus mendapat persetujuan dari RUPS. Dan pasal yang sama ayat 7 menyebutkan pengambilalihan saham perseroan lain langsung dari pemegang saham tidak perlu didahului dengan membuat rancangan pengambilalihan ,tetapi dilakukan langsung melalui perundingan dan kesepakatan oleh pihak yang akan mengambil alih dengan pemegang saham dengan tetap memperhatikan anggaran dasar perseroan yang diambil alih. Dalam mengakuisisi perusahaan yang akan mengambilalih harus memperhatikan kepentingan dari pihak yang terkait yang disebutkan dalam UU. No. 40 tahun 2007, yaitu Perseroan, pemegang saham minoritas, karyawan perseroan, kreditor , mitra usaha lainnya dari Perseroan; masyarakat serta persaingan sehat dalam melakukan usaha. Dalam sidang KPPU tanggal 4 november 2009, Majelis Komisi menyatakan Carrefour terbukti secara sah dan meyakinkan melanggar Pasal 17 (1) dan Pasal 25 (1) huruf a UU No.5/1999 tentang larangan praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat.. Pasal 17 UU No. 5/1999, yang memuat ketentuan mengenai larangan bagi pelaku usaha untuk melakukan penguasaan pasar, sedangkan Pasal 25 (1) UU No.5/1999 memuat ketentuan terkait dengan posisi dominan. majelis Komisi menyebutkan berdasarkan bukti-bukti yang diperoleh selama pemeriksaan perusahaan itu pangsa pasar perusahaan ritel itu meningkat menjadi 57,99% (2008) pasca mengakuisisi Alfa Retailindo. Pada 2007, pangsa pasar perusahaan ini sebesar 46,30%. sehingga secara hukum memenuhi kualifikasi menguasai pasar dan mempunyai posisi dominan, sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 17 Ayat 2 UU No.5 Tahun 1999. Berdasarkan pemeriksaan, menurut Majelis KPPU, penguasaan pasar dan posisi dominan ini disalahgunakan kepada para pemasok dengan meningkatkan dan memaksakan potongan-potongan harga pembelian barang-barang pemasok melalui skema trading terms. Pasca akuisisi Alfa Retailindo, sambungnya, potongan trading terms kepada pemasok meningkat dalam kisaran 13%-20%. Pemasok, menurut majelis Komisi, tidak berdaya menolak kenaikan tersebut karena nilai penjualan pemasok di Carrefour cukup signifikan.

Trading Terms yang ditetapkan antara lain :1. Listing FeeListing Fee adalah biaya pemasok untuk memasok produk baru pada PT. Carrefour Indonesia yang berfungsi sebagai jaminan apabila barang tidak laku dan hanya ditetapkan sekali. PT. Carrefour Indonesia menetapkan Listing Fee pada pemasok per item produk per gerai PT. Carrefour Indonesia

2. Minus Margin, Minus Margin adalah syarat bahwa pemasok menjamin bahwa harga produk yang dijual oleh pemasok pada PT. Carrefour Indonesia tidak lebih mahal dari harga produk yang sama yang dijual pada pesaing PT. Carrefour Indonesia.Bila ditemukan bukti tertulis bahwa harga beli PT. Carrefour Indonesia lebih mahal dari pesaingnya, maka PT. Carrefour Indonesia berhak mendapat kompensasi dari pemasok sebesar selisih dari harga beli PT. Carrefour Indonesia dengan harga jual pesaing

3. Anniversary Discount, 4. Common Assorted Cost, 5. Store Remodeling Discount, 6. Opening Cost / New Store, 7. Opening Discount

PT. Carrefour Indonesia memiliki (market power) yang lebih besar dibandingkan dengan peritel lain di pasar hypermarket, karena:1. PT. Carrefour Indonesia merupakan peritel pasar modern yang terbesar di pasar hypermarket dengan memiliki 16 gerai dan beberapa gerai adalah yang terluas dibandingkan gerai peritel hypermarket lain 2. PT. Carrefour Indonesia termasuk pelopor/incumbent di pasar ritel modern dengan konsep hypermarket; 3. Posisi gerai PT. Carrefour Indonesia banyak terletak di lokasi strategis yg memberikan akses signifikan kepada konsumen 4. Gerai PT. Carrefour Indonesia memiliki tingkat kenyamanan dan kelengkapan fasilitas yang tinggi 5. Jenis item produk yang dijual termasuk yang paling lengkap

Akibat dari Market Power, Timbulkan ketergantungan bagi para pemasok, karena:1. PT. Carrefour Indonesia memiliki kemampuan akses untuk menjual produk kepada konsumen yang lebih besar melalui banyaknya jumlah gerai 2. Gerai PT. Carrefour Indonesia sebagai tempat promosi untuk menaikan citra produk pemasok dan promosi produk baru 3. Prosentase nilai penjualan produk pemasok di gerai PT. Carrefour Indonesia cukup signifikan dibandingkan dengan total nilai penjualan produk pemasok 4. Gerai PT. Carrefour Indonesia banyak terdapat di lokasi yang strategis 5. Dengan masuknya produk di gerai PT. Carrefour Indonesia , Pemasok akan lebih mudah memasukkan produknya ke gerai pesaing PT. Carrefour Indonesia

Akibat Ketergantungan Pemasok :Pemasok memiliki bargaining power yang lemah dalam bernegosiasi dengan Terlapor dalam menyepakati syarat-syarat perdagangan (trading terms)

KPPU vs Carrefour 21 Januari 2008, Carrefour Group asal Perancis, mengakuisisi 75 persen saham PT Alfa Retailindo Tbk. CG menggelontorkanRp674 miliar atau 49,3 juta euro untuk membeli 351 juta lembar saham dari 468 juta saham setor Alfa dengan harga Rp1.920 per saham. Sebelum diakuisisi,komposisi pemegang saham Alfa adalah, Sigmantara Alfindo dan Prime Horizon yang masing-masing menguasai 257.405.000 saham (55 persen) dan 187.219.450 lembar saham Alfa Retailindo (40 persen). Januari 11 Maret 2009, KPPU melakukan pemeriksaan awal akuisisi Carrefour pada Alfa. Ditemukan, pangsa pasar PT Carrefour Indonesia melonjak melebihi 50 persen. Selepas akuanisisi, Carrefour menguasai pasar retail 48,38 persen, meningkat dari 37,98 persen. Carrefour juga menguasai 66,73 persen pasar pemasok dari sebelumnya 44,72 persen. KPPU menuding kenaikan pangsa pasar membuat perusahaan itu leluasa menetapkan biaya tinggi kepada pemasok. Pemasok dikenakan biaya promosi, diskon promosi dan biaya rabat. 3 November 2009, KPPU memutuskan perkara No.09/KPPU-L/2009, dimana PT Carrefour Indonesia sebagai terlapor, terbukti bersalah melanggar Pasal 17 Ayat (1) dan Pasal 25 ayat (1) huruf a UU No.5 Tahun 1999 dan tidak melanggar Pasal 20 dan 28 UU sama. Lalu memerintahkan PTCI melepas seluruh kepemilikan di Alfa pada pihak yang tidak terafiliasi dengan PTCI dan menghukum membayar denda Rp25 miliar. Pihak terlapor mengajukan banding. 17 Februari 2010, PN Jakarta Selatan memenangkan keberatan PTCI atas putusan KPPU dan menyatakan perusahaan ritel asing itu tak melakukan monopoli. KPPU mengajukan kasasi atas putusan PN Jaksel ke MA. 21 Oktober 2010, majelis kasasi perkara ini mengamini putusan majelis banding PN Jaksel.Putusan Mahkamah Agung (MA) : Unsur Melakukan Penguasaan Pasar TIDAK TERBUKTI Unsur Mengakibatkan Praktek Monopoli TIDAK TERBUKTI (hal 9) Unsur Mengakibatkan Persaingan Usaha Tidak Sehat TIDAK TERBUKTI (hal 14) Unsur memiliki posisi dominan TIDAK TERBUKTI Unsur Menetapkan Syarat-Syarat Perdagangan Untuk Menghalangi Konsumen Memperoleh Barang Dan Atau Jasa Yang Bersaing (Dari Segi Harga Maupun Kualitas) TIDAK TERBUKTI (hal 28)

DAFTAR PUSTAKA

http://www.pu.go.id/satminkal/itjen/peraturan/uu5-99.htmhttp://hendraboen.wordpress.com/category/kppu/http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt4ceba3ce64e9e/putusan-kasasi-ma-kppu-carrefour

1