ankilostomiasis

26
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di Indonesia masih banyak penyakit yang merupakan masalah kesehatan, salah satu diantaranya ialah cacing perut yang ditularkan melalui tanah. Cacingan ini dapat mengakibatkan menurunnya kondisi kesehatan, gizi, kecerdasan dan produktifitas penderitanya sehingga secara ekonomi banyak menyebabkan kerugian, karena menyebabkan kehilangan karbohidrat dan protein serta kehilangan darah, sehingga menurunkan kualitas sumber daya manusia. Prevalensi Cacingan di Indonesia pada umumnya masih sangat tinggi, terutama pada golongan penduduk yang kurang mampu mempunyai risiko tinggi terjangkit penyakit ini (Menkes, 2006). Lima spesies cacing yang termasuk dalam kelompok Soil Transmitted Helminth yang masih menjadi masalah kesehatan, yaitu Ascaris lumbricoides, Trichuris trichiura, Strongyloides stercoralis dan cacing tambang (Necator americanus dan Ancylostoma sp). Infeksi cacing tambang masih merupakan masalah kesehatan di Indonesia, karena menyebabkan anemia defisiensi besi dan hipoproteinemia (Onggowaluyo, 2001 cit Sumanto, 2010). 1

Transcript of ankilostomiasis

Page 1: ankilostomiasis

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Di Indonesia masih banyak penyakit yang merupakan masalah

kesehatan, salah satu diantaranya ialah cacing perut yang ditularkan melalui

tanah. Cacingan ini dapat mengakibatkan menurunnya kondisi kesehatan,

gizi, kecerdasan dan produktifitas penderitanya sehingga secara ekonomi

banyak menyebabkan kerugian, karena menyebabkan kehilangan

karbohidrat dan protein serta kehilangan darah, sehingga menurunkan

kualitas sumber daya manusia. Prevalensi Cacingan di Indonesia pada

umumnya masih sangat tinggi, terutama pada golongan penduduk yang

kurang mampu mempunyai risiko tinggi terjangkit penyakit ini (Menkes,

2006).

Lima spesies cacing yang termasuk dalam kelompok Soil

Transmitted Helminth yang masih menjadi masalah kesehatan, yaitu Ascaris

lumbricoides, Trichuris trichiura, Strongyloides stercoralis dan cacing

tambang (Necator americanus dan Ancylostoma sp). Infeksi cacing tambang

masih merupakan masalah kesehatan di Indonesia, karena menyebabkan

anemia defisiensi besi dan hipoproteinemia (Onggowaluyo, 2001 cit

Sumanto, 2010).

Penyakit cacing tambang disebabkan oleh cacing Necator

americanus, Ancylostoma duodenale, dan jarang disebabkan oleh

Ancylostoma braziliensis, Ancylostoma caninum, Ancylostoma malayanum.

Penyakitnya disebut juga ankilostomiasis, nekatoriasis, unseriasis (Pohan,

2009).

Di dunia saat ini, lebih dari 2 milyar penduduk terinfeksi cacing.

Prevalensi yang tinggi ditemukan terutama di negara-negara non industri

(negara yang sedang berkembang).Merid mengatakan bahwa menurut

World Health Organization (WHO) diperkirakan 800 juta–1 milyar

penduduk terinfeksi Ascaris, 700–900 juta terinfeksi cacing tambang, 500

juta terinfeksi trichuris. Di Indonesia penyakit cacing merupakan masalah

1

Page 2: ankilostomiasis

kesehatan masyarakat terbanyak setelah malnutrisi. Prevalensi dan intensitas

tertinggi didapatkan dikalangan anak usia sekolah dasar. Di Sumatera Utara

yang meliputi daerah tingkat dua Binjai, Tebing Tinggi, Simalungun,

Pematang Siantar, Tanjung Balai, Sibolga dan Medan menurut hasil

penelitian pada tahun 1995 menunjukkan tingkat prevalensi berkisar 57–

90% (Ginting, 2003).

Infeksi cacing tambang juga berhubungan dengan kemiskinan.

Menurut Peter Hotez (2008), semakin parah tingkat kemiskinan masyarakat

akan semakin berpeluang untuk mengalami infeksi cacing tambang. Hal ini

dikaitkan dengan kemampuan dalam menjaga higiene perorangan dan

sanitasi lingkungan tempat tinggal (Hotez, 2008 cit Sumanto, 2010).

B. Tujuan

Penulisan ini bertujuan untuk memberikan informasi kepada tenaga

medis dan dokter mengenai penyakit ankilostomiasis sehingga dalam

penegakan diagnosis bisa terdiagnosa secara cepat dan tepat serta

mendapatkan penanganan yang lebih baik, efektif dan efisien dan mencegah

komplikasi lebih lanjut.

2

Page 3: ankilostomiasis

BAB II

LAPORAN KASUS

IDENTITAS

Nama : Tn. E

Umur : 38 tahun

Jenis Kelamin : Laki-laki

Agama : Islam

Status perkawinan : Belum menikah

Alamat : Kutu 2/8 Telukan, Grogol, Sukoharjo

No RM : 190875

Masuk Rumah Sakit : 12 Mei 2012

Jam : 14:23 WIB

Tanggal pemeriksaan : 15 Mei 2012

ANAMNESA

Alloanamnesa Tn. D (Petugas panti sosial)

Keluhan Utama :

BAB Cair.

Riwayat Penyakit Sekarang :

Pasien datang ke IGD RSUD Sukoharjo pada tanggal 12 Mei 2012 jam 14.23

WIB dengan keluhan BAB cair sejak 4 hari yang lalu. BAB lebih dari 10 kali

sehari. Tidak disertai darah dan lendir. BAK normal.

Riwayat Penyakit Dahulu :

Riwayat penyakit serupa disangkal.

Riwayat diabetes mellitus disangkal.

Riwayat hipertensi disangkal.

Riwayat alergi obat/makanan disangkal

Riwayat penyakit keluarga :

Sulit dievaluasi karena pasien tinggal di panti sosial.

3

Page 4: ankilostomiasis

Riwayat Lingkungan Sosial :

- Pasien adalah seorang bujangan.

- Pasien tinggal bersama teman-temannya di panti sosial.

PEMERIKSAAN FISIK

Status generalis :

Keadaan umum cukup (lemas), kesadaran compos mentis.

Vital Sign : TD = 100/70 mmHg, Suhu = 36,5ºC, Nadi = 72x/menit, Respirasi

= 20x/menit.

Mata : conjunctiva anemis tidak didapatkan, sklera tidak ikterik, reflek

cahaya positif.

Leher : pembesaran kelenjar getah bening tidak didapatkan, peningkatan

tekanan vena jugularis tidak ada.

Thorax : Inspeksi dinding dada simetris kanan dan kiri, ketinggalan

gerak (-), retraksi (-)

Palpasi cor : ictus cordis di SIC V linea midclavicularis sinistra

pulmo : fremitus (+), simetris kanan kiri, ketinggalan gerak (-)

Perkusi cor : batas atas jantung SIC III linea parasternalis

sinistra, batas jantung bawah SIC V linea midclavicularis sinistra

pulmo : sonor diseluruh lapang paru

Auskultasi cor : suara jantung S1-S2 tunggal reguler, kesan

normal, pulmo : suara dasar vesikuler (+/+), suara tambahan (-/-)

Abdomen : Inspeksi sikatrik (-), dinding perut lebih tinggi dari

dinding dada

Auskultasi peristaltik (+)

Palpasi nyeri tekan epigastrium (-), hepatomegali (-),

splenomegali (-) turgor elastisitas kulit normal

Perkusi timpani di keempat kuadran, nyeri ketok

kostovertebral (-)

Extremitas : tidak ditemukan oedema.

4

Page 5: ankilostomiasis

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Hasil pemeriksaan laboratorium tanggal 12 Mei 2012:

WBC 8500/µL, RBC 3,43.106/ µL, Hemoglobin 10,1 g/dL, HCT 28,4 %, MCV

82,8 fL, MCH 29,4 Pg, MCHC 35,6 g/dL, PLT 255. 103/ µL. Creatinine 1,37

mg/dl. Glukosa Darah 141,90 mg/dl. SGOT 32,05 U/I. SGPT 28,12 U/I. Urea

78,21 mg/dl. Golongan darah: O. HbsAg(-).

Hasil pemeriksaan feses tanggal 14 Mei 2012:

Ditemukan telur Anchylostoma duodenale.

DIAGNOSIS

Ankilostomiasis.

TERAPI

Infus RL 20 tpm

Inj. Cefazolin 1 gr/12 jam

Inj. Ranitidin 1 Amp/12 jam

Inj. Ondancentron K/P

Inj. Metronidazole 500 mg/12 jam

Pamol K/P

Pirantel Pamoat 1x1 tab.

FOLLOW-UP

Tanggal 13 Mei 2012

S: Pasien sulit diajak komunikasi. Diare(+) BAK(+) makan(+) minum(+)

O: TD: 80/50 mm/Hg, N: 80x/menit, T: 360C

Kepala : CA -/-, SI -/-

Thorax : Cor Bj 1-2 reguler, bising (-)

Pulmo SDV +/+, ronkhi -/-, wheezing -/-

Abdomen : peristaltik (+) , Nyeri tekan (-)

Extremitas : Akral dingin(+)

A : Gastroenteritis Akut

5

Page 6: ankilostomiasis

Terapi:

RL guyur 1 flabot

Ranitidin 1 Amp/12 jam

Cefazolin 1 Amp/12 jam

Ondancentron 1 Amp/8 jam

Pamol K/P

Diagit 3x1

Tanggal 14 Mei 2012

S: pasien sulit diajak komunikasi (ngelantur), diare berkurang, mencret sedikit,

ada ampas. BAK(+) makan(+) minum(+)

O: TD: 80/50 mm/Hg, N: 100x/menit, T: 360C

Kepala : CA -/-, SI -/-

Thorax : Cor Bj 1-2 reguler, bising (-)

Pulmo SDV +/+, ronkhi -/-, wheezing -/-

Abdomen : peristaltik (+) , Nyeri tekan (-)

Extremitas : Akral hangat. Oedema (-)

A : Gastroenteritis Akut

Terapi:

RL guyur 1-2 flabot 40 tpm

Ranitidin 1 Amp/12 jam

Cefazolin 1 Amp/12 jam

Ondancentron 1 Amp/8 jam

Pamol K/P

Diagit 3x1

Evaluasi TD/ 6 jam

Tanggal 15 Mei 2012:

S: Diare(+) sedikit, ampas(+), mual(-), muntah(-), pusing(-), sulit tidur(+).

O: TD: 70/50 mm/Hg, N: 100x/menit, T: 360C

Kepala : CA -/-, SI -/-

6

Page 7: ankilostomiasis

Thorax : Cor Bj 1-2 reguler, bising (-)

Pulmo SDV +/+, ronkhi -/-, wheezing -/-

Abdomen : peristaltik (+) , Nyeri tekan (-)

Extremitas : Akral hangat. Oedema (-)

Pemeriksaan feses ditemukan telur cacing (Anchylostoma duodenale)

A : Ankilostomiasis

Terapi:

RL guyur 1-2 flabot 40-50 tpm

Ranitidin 1 Amp/12 jam

Cefazolin 1 Amp/12 jam

Ondancentron 1 Amp/8 jam

Metronidazole 500mg/12 jam

Pamol K/P

Diagit 3x1

Pirantel pamoat 1x1

Evaluasi TD/ 6 jam

Tanggal 16 Mei 2012

S: Diare(+) sedikit, ampas(+), mual(-), muntah(-), pusing(-), makan(+), minum(+)

O: TD: 80/40 mm/Hg, N: 80x/menit, T: 360C

Kepala : CA -/-, SI -/-

Thorax : Cor Bj 1-2 reguler, bising (-)

Pulmo SDV +/+, ronkhi -/-, wheezing -/-

Abdomen : peristaltik (+) , Nyeri tekan (-)

Extremitas : Akral hangat. Oedema (-)

A : Ankilostomiasis

Terapi:

RL guyur 1-2 flabot 40-50 tpm

Ranitidin 1 Amp/12 jam

Cefazolin 1 Amp/12 jam

7

Page 8: ankilostomiasis

Ondancentron 1 Amp/8 jam

Metronidazole 500mg/12 jam

Pamol K/P

Diagit 3x1

Pirantel pamoat 1x1

Evaluasi TD/ 6 jam

Tanggal 17 Mei 2012

S: Diare(+) sedikit, ampas(+), mual(-), muntah(-), pusing(-), makan(+), minum(+)

O: TD: 100/55 mm/Hg, N: 88x/menit, T: 360C

Kepala : CA +/+, SI -/-

Thorax : Cor Bj 1-2 reguler, bising (-)

Pulmo SDV +/+, ronkhi -/-, wheezing -/-

Abdomen : peristaltik (+) , Nyeri tekan (-)

Extremitas : Akral hangat. Oedema (-)

Hasil pemeriksaan lab. Tanggal 17 Mei 2012 jam 14:50: Hemoglobin 8,5 g/dl

A : Ankilostomiasis dengan Anemia

Terapi:

Transfusi PRC 2 kolf.

RL guyur 1-2 flabot 40-50 tpm

Ranitidin 1 Amp/12 jam

Cefazolin 1 Amp/12 jam

Ondancentron 1 Amp/8 jam

Metronidazole 500mg/12 jam

Pamol K/P

Diagit 3x1

Pirantel pamoat 1x1

Tanggal 18 Mei 2012

S: Diare(-), kadang sesak nafas(+), mual(-), muntah(-), pusing(-), makan(+),

minum(+)

O: TD: 90/60 mm/Hg, N: 80x/menit, T: 360C, Rr: 20x/menit

8

Page 9: ankilostomiasis

Kepala : CA +/+, SI -/-

Thorax : Cor Bj 1-2 reguler, bising (-)

Pulmo SDV +/+, ronkhi -/-, wheezing -/-

Abdomen : peristaltik (+) , Nyeri tekan (-)

Extremitas : Akral hangat. Oedema (-)

A : Ankilostomiasis dengan anemia

Terapi:

RL 30 tpm

Ranitidin 1 Amp/12 jam

Ondancentron 1 Amp/8 jam

Metronidazole 500mg/12 jam

Pamol K/P

Pirantel pamoat 1x1

Tanggal 19 Mei 2012

S: Diare(-), mual(-), muntah(-), pusing(-), makan(+), minum(+)

O: TD: 90/50 mm/Hg, N: 78x/menit, T: 36,70C, Rr: 20x/menit

Kepala : CA +/+, SI -/-

Thorax : Cor Bj 1-2 reguler, bising (-)

Pulmo SDV +/+, ronkhi -/-, wheezing -/-

Abdomen : peristaltik (+) , Nyeri tekan (-)

Extremitas : Akral hangat. Oedema (+/+)

A : Obs. Ankilostomiasis dengan anemia

Terapi:

RL 30 tpm

Ranitidin 1 Amp/12 jam

Ondancentron 1 Amp/8 jam

Metronidazole 500mg/12 jam

Pamol K/P

Pirantel pamoat 1x1

9

Page 10: ankilostomiasis

Tanggal 20 Mei 2012

S: Diare(-),mual(-), muntah(-), BAK(+), makan(+), minum(+)

O: TD: 120/70 mm/Hg, N: 87x/menit, T: 36,20C

Kepala : CA +/+, SI -/-

Thorax : Cor Bj 1-2 reguler, bising (-)

Pulmo SDV +/+, ronkhi -/-, wheezing -/-

Abdomen : peristaltik (+) , Nyeri tekan (-)

Extremitas : Akral hangat. Oedema (+/+,+/+)

A : Obs. Ankilostomiasis dengan anemia

Terapi:

RL 30 tpm

Ranitidin 1 Amp/12 jam

Ondancentron 1 Amp/8 jam

Metronidazole 500mg/12 jam

Pamol K/P

Pirantel pamoat 1x1

Tanggal 21 Mei 2012

S: BAB (+) Normal, mual(-), muntah(-), pusing(-), makan(+), minum(+)

O: TD: 110/70 mm/Hg, N: 78x/menit, T: 36,90C

Kepala : CA +/+, SI -/-

Thorax : Cor Bj 1-2 reguler, bising (-)

Pulmo SDV +/+, ronkhi -/-, wheezing -/-

Abdomen : peristaltik (+) , Nyeri tekan (-)

Extremitas : Akral hangat. Oedema (-)

A : Obs. Ankilostomiasis

Terapi:

Diagit K/P

Cefadroxil 2x500mg

Omeprazole 1x1

10

Page 11: ankilostomiasis

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

A. Ankilostomiasis

1. Definisi

Ankilostomiasis adalah penyakit yang disebabkan oleh infestasi

cacing tambang yaitu Ancylostoma duodenale, ditandai dengan nyeri

pencernaan, diare, dan anemia progresif. Disebut juga tunnel diseases,

uncinariasis (Farlex, 2012).

2. Etiologi

Ancylostoma duodenale.

Gambar 1. Ancylostoma duodenale (KMLE, 2012)

Daur hidup Ancylostoma duodenale:

Telur larva rabditiform larva filariform menembus kulit kapiler

darah jantung kanan paru bronkus trakea laring usus halus

(Margono, 2006).

3. Patofisiologi

Telur dihasilkan oleh cacing betina dan keluar memalui tinja. Bila

telur tersebut jatuh ke tembat yang hangat, lembab dan basah, maka telur

11

Page 12: ankilostomiasis

akan berubah menjadi larva yang infektif. Dan jika larva tersebut kontak

dengan kulit, bermigrasi sampai ke paru-paru dan kemudian turun ke usus

halus; di sini larva berkembang menjadi cacing dewasa (Pohan, 2009). Infeksi

terjadi jika larva filariform menembus kulit. Infeksi A.duodenale juga

mungkin dengan menelan larva filariform (Margono, 2006).

4. Gejala Klinis

Stadium larva:

Bila banyak larva filariform sekaligus menembus kulit, maka

terjadi perubahan kulit yang disebut grown itch. Perubahan pada paru

biasanya ringan.

Stadium dewasa:

Gejala tergantung pada spesies, jumlah cacing, dan keadaan gizi

penderita (Fe dan Protein). Tiap cacing A.duodenale menyebabkan

kehilangan darah sebanyak 0,08-0,34 cc sehari. Biasanya terjadi anemia

hipokrom mikrositer. Disamping itu juga terdapat eosinofilia. Bukti

adanya toksin yang menyebabkan anemia belum ada. Biasanya tidak

menyebabkan kematian, tetapi daya tahan berkurang dan prestasi kerja

menurun (Margono, 2006).

Rasa tidak enak pada perut, kembung, sering mengeluarkan gas

(flatus), mencret-mencret merupakan gejala iritasi cacing terhadap usus

halus yang terjadi lebih kurang dua minggu setelah larva mengadakan

penetrasi ke dalam kulit. Anemia akan terjadi 10-20 minggu setelah

infestasi cacing dan walaupun diperlukan lebih dari 500 cacing dewasa

untuk menimbulkan anemia tersebut tentunya tergantung pada keadaan

gizi pasien (Pohan, 2009).

5. Diagnosis

Untuk kepentingan diagnosis infeksi cacing tambang

dapat dilakukan secara klinis dan epidemiologis. Secara

klinis dengan mengamati gejala klinis yang terjadi pada

penderita sementara secara epidemiologis didasarkan atas

berbagai catatan dan informasi terkait dengan kejadian

12

Page 13: ankilostomiasis

infeksi pada area yang sama dengan tempat tinggal

penderita periode sebelumnya. Pemeriksaan penunjang

saat awal infeksi (fase migrasi larva) mendapatkan: a)

eosinofilia (1.000-4.000 sel/ml), b) feses normal, c) infiltrat

patchy pada foto toraks dan d) peningkatan kadar IgE.

Pemeriksaan feses basah dengan fiksasi formalin 10%

dilakukan secara langsung dengan mikroskop cahaya.

Pemeriksaan ini tidak dapat membedakan N. Americanus dan

A. duodenale. Pemeriksaan yang dapat membedakan kedua

spesies ini ialah dengan faecal smear pada filter paper strip

Harada-Mori. Kadang-kadang perlu dibedakan secara

mikroskopis antara infeksi larva rhabditiform (L2) cacing

tambang dengan larva cacing strongyloides stercoralis

(Montessor, 2004 cit Sumanto, 2010).

Diagnosis pasti penyakit ini adalah dengan ditemukannya telur

cacing tambang di dalam tinja pasien. Selain tinja, larva juga bisa

ditemukan dalam sputum. Kadang-kadang terdapat darah dalam tinja

(Pohan, 2009).

6. Ankilostomiasis dan Anemia

Anemia adalah kelainan darah yang paling sering terjadi dimana

kadar hemoglobin di dalam darah mengalami penurunan hingga di bawah

kisaran nilai normal menurut usia dan jenis kelamin. Pada anemia, jumlah

eritrosit (sel-sel darah merah) juga mengalami penurunan. Hemoglobin

merupakan komponen sel darah merah yang bertugas mengangkut oksigen

dari paru-paru ke jaringan tubuh. Komponen penting dari hemoglobin

adalah zat besi. Karena itu kurangnya konsumsi makanan yang

mengandung zat besi mengakibatkan rendahnya kadar hemoglobin

(MIMS, 2010).

Cacing tambang memiliki alat pengait seperti gunting

yang membantu melekatkan dirinya pada mukosa dan

submukosa jaringan intestinal. Setelah terjadi pelekatan, 13

Page 14: ankilostomiasis

otot esofagus cacing menyebabkan tekanan negatif yang

menyedot gumpalan jaringan intestinal ke dalam kapsul

bukal cacing. Akibat kaitan ini terjadi ruptur kapiler dan

arteriol yang menyebabkan perdarahan. Pelepasan enzim

hidrolitik oleh cacing tambang akan memperberat

kerusakan pembuluh darah. Hal itu ditambah lagi dengan

sekresi berbagai antikoagulan termasuk diantaranya

inhibitor faktor VIIa (tissue inhibitory factor). Cacing ini

kemudian mencerna sebagian darah yang dihisapnya

dengan bantuan enzim hemoglobinase, sedangkan

sebagian lagi dari darah tersebut akan keluar melalui

saluran cerna. Terjadinya anemia defisiensi besi pada

infeksi cacing tambang tergantung pada status besi tubuh

dan gizi pejamu, beratnya infeksi (jumlah cacing dalam

usus penderita), serta spesies cacing tambang dalam usus.

Infeksi A. duodenale menyebabkan perdarahan yang lebih

banyak dibandingkan N. americanus (Keshavarz, 2000).

Pada daerah-daerah tertentu anemia gizi diperberat keadaannya

oleh investasi cacing. terutama oleh cacing tambang. Cacing tambang

menempel pada dinding usus dan memakan darah. Akibat gigitan sebagian

darah hilang dan dikeluarkan dari dalam badan bersama tinja. Jumlah

cacing yang sedikit belum menunjukkan gejala klinis tetapi bila dalam

jumlah yang banyak yaitu lebih dari 1000 ekor maka. orang yang

bersangkutan dapat menjadi anemia (Husaini, 1989 cit Rasmaliah, 2004).

7. Penatalaksanaan

Perawatan umum dilakukan dengan memberikan nutrisi yang baik;

suplemen preparat besi diperlukan oleh pasien dengan gejala klinis yang

berat, terutama bila ditemukan bersama-sama dengan anemia (Pohan,

2009). Obat untuk infeksi cacing tambang adalah Pyrantel pamoate

(Combantrin, Pyrantin), Mebendazole (Vermox, Vermona, Vircid),

Albendazole (Menkes, 2006).14

Page 15: ankilostomiasis

B. Anemia

1. Definisi

2. Etiologi

3. Manifestasi Klinis

4. Klasifikasi

5. Patofisiologi

6. Penatalaksanaan

C. Syok Hipovolemik

BAB IV

PEMBAHASAN

Pada pasien ini didiagnosa ankilostomiasis. Penegakan diagnosa ini

berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang sebagai

berikut ini.

15

Page 16: ankilostomiasis

Dari hasil anamnesis riwayat penyakit sekarang didapatkan keluhan BAB

cair lebih dari 10 kali sehari, hari ini baru 1 kali, BAK normal, pusing (-).

Dari pemeriksaan fisik pada pasien, didapatkan beberapa tanda klinis,

antara lain :

Pemeriksaan mata : konjungtiva anemis.

Hasil pemeriksaan tinja pada tanggal 17 Mei 2012 didapatkan telur cacing

Anchylostoma duodenale.

Terapi yang diberikan pada pasien berupa:

1. Infus RL 40 tpm

Ditujukan untuk menggantikan kehilangan akut cairan tubuh dan

memudahkan dalan pemberian terapi obat-obat parenteral.

2. Transfusi PRC 3 kolf

Transfusi PRC diberikan untuk meningkatkan jumlah sel darah merah

pada pasien yang menunjukkan gelaja anemia yang hanya memerlukan sel

darah merah pembawa oksigen.

3. Cefazolin 1 gr/12 jam

Antibiotik golongan sefalosporin, untuk infeksi ringan bakteri kokus gram

+.

4. Ranitidin 1 Amp/12 jam

Pada pasien ini diberikan obat golongan antihistamin, antagonis reseptor

H2 sebab obat ini bekerja dengan cara memblok efek histamin pada sel

parietal sehingga sel parietal tidak dapat dirangsang untuk mengeluarkan

asam lambung sehingga dapat mengurangi keluhan perut dan mencegah

stress ulcer pada pasien ini.

5. Ondancentron K/P

Antiemetik, untuk mencegah mual muntah.

6. Metronidazole 500 mg/12 jam

Antibakteri dan antiprotozoa sintetik derivat nitroimidazoi yang mempunyai

aktifitas bakterisid, amebisid dan trikomonosid. Dalam sel atau mikroorganisme

metronidazole mengalami reduksi menjadi produk polar. Hasil reduksi ini

16

Page 17: ankilostomiasis

mempunyai aksi antibakteri dengan jalan menghambat sintesa asam nukleat.

Metronidazole efektif terhadap Trichomonas vaginalis, Entamoeba histolytica,

Gierdia lamblia. Metronidazole bekerja efektif baik lokal maupun sistemik.

7. Pamol K/P

Analgetik, antipiretik. Untuk meredakan nyeri dan demam.

8. Pirantel Pamoat 1x1 tab.

Antelmintik. Indikasi untuk enterobiasis, askariasis, ankilostomiasis,

trichostrongiliasis, nekatoriasis.

BAB V

KESIMPULAN

Telah dilaporkan pasien laki-laki usia 38 tahun dengan keluhan BAB cair

lebih dari 10 kali sehari.

17

Page 18: ankilostomiasis

Pada pemeriksaan fisik pasien ini didapatkan keadaan cukup. Conjunctiva

anemis didapatkan pada kedua mata.

Hasil pemeriksaan tinja tanggal 17 Mei 2012 didapatkan telur cacing

Anchylostoma duodenale.

Terapi pada pasien ini hanya bersifat kausatif dengan menangani

penyebab. Pada pasien ini telah dilakukan penanganan terapi kausatif yang

maksimal, dan dalam evaluasinya pasien memberikan perkembangan yang baik.

DAFTAR PUSTAKA

Farlex. 2012. Anchilostomiasis. The Free Dictionary.

http://medical-dictionary.thefreedictionary.com (Diakses tanggal 26 Mei

2012)

18

Page 19: ankilostomiasis

Ginting, S.A., 2003. Hubungan Antara Status Sosial Ekonomi Dengan Kejadian

Kecacingan Pada Anak Sekolah Dasar di Desa Suka Kecamatan Tiga

Panah, Kabupaten Karo, Propinsi Sumatera Utara. Bagian Ilmu Kesehatan

Anak, Fakultas Kedokteran: Universitas Sumatera Utara. USU Digital

Library.

Keshavarz, R. 2000. Hookworm Infections. www.eMedichine.com (Diakses

tanggal 27 Mei 2012)

KMLE, 2012. Ancylostomiasis infection. http://www.kmle.co.kr (Diakses tanggal

26 Mei 2012)

Margono, S.S., 2012. Epidemiologi Soil Transmitted Helmints dalam Srisasi G.,

Herry D.I., Wita P editors Parasitologi Kedokteran. Jakarta: Gaya Baru

MIMS, 2010. MIMS Indonesia Petunjuk Konsultasi. Singapore: UBM Medica

Asia Pte Ltd. Hal: A08

Menkes, 2006. Pedoman Pengendalian Cacingan. Keputusan Menteri Kesehatan

No: 424/MENKES/SK/VI/2006.

Pohan, H.T., 2009. Penyakit Cacing yang Ditularkan Melalui Tanah. Dalam Aru

W.S., Bambang S., Idrus A., Marcellus S.K., Siti S. Buku Ajar Ilmu

Penyakit Dalam Edisi Kelima. Jakarta: Interna Publishing. Hal: 2940-2941

Rasmaliah, 2004. Anemia Kurang Besi Dalam Hubungannya Dengan Infeksi

Cacing Pada Ibu Hamil. Fakultas Kesehatan Masyarakat: Universitas

Sumatra Utara. USU Digital Library.

Sumanto, D., 2010. Faktor Resiko Infeksi Cacing Tambang Pada Anak Sekolah.

Tesis Program Studi Magister Epidemiologi Paska Sarjana Universitas

Diponegoro: Semarang

19