anisahrahmawati
-
Upload
hanifa-bi-barito -
Category
Documents
-
view
221 -
download
3
description
Transcript of anisahrahmawati
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PELAKSANAAN KOMUNIKASI TERAPEUTIK YANG DILAKUKAN OLEH MAHASISWA
PSIK FK UGM PROGRAM A TAHAP PROFESI DENGAN KLIEN DI RS. DR. SARDJITO YOGYAKARTA
SKRIPSI
Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh Derajat Sarjana Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada
Disusun oleh:
Anisah Rahmawati 01/148131/KU/10081
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA 2006
iii
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Allah SWT atas limpahan rahmat dan nikmat-Nya,
skripsi berjudul “Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pelaksanaan Komunikasi
Terapeutik yang Dilakukan oleh Mahasiswa PSIK FK UGM Program A Tahap
Profesi dengan Klien di RS. dr. Sardjito Yogyakarta” dapat penulis selesaikan.
Skripsi ini disusun untuk memenuhi syarat memperoleh derajat sarjana
keperawatan di Program Studi Ilmu Keperawatan Universitas Gadjah Mada
Yogyakarta.
Skripsi ini dapat terselesaikan dengan bantuan dari berbagai pihak. Karena
itu ucapan terimakasih secara khusus penulis sampaikan kepada:
1. Bapak Ibrahim R, S.Kp., S.Pd., M.Kes
2. Ibu Sri Hartini, S.Kep., Ns., M.Kes
Penulis juga menyampaikan rasa terimakasih dengan tulus kepada:
1. Prof. Dr.dr. Hardyanto Subono, Sp.KK (K) selaku dekan Fakultas Kedokteran
Universitas Gadjah Mada Yogyakarta.
2. dr. Iwan Dwiprahasto, M.Med.Sc.,Ph.D selaku Wakil Dekan Bidang
Akademik dan Kemahasiswaan Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah
Mada Yogyakarta.
3. dr. Sunartini, Sp.A (K). Ph.D, selaku Ketua Program Studi Ilmu Keperawatan
Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada Yogyakarta.
4. Bapak Mariyono S, S.Kp., Msi selaku penguji atas arahan dan masukan yang
diberikan ke penulis.
iv
5. Segenap staff bagian pendidikan dan SDM RS. dr. Sardjito, Yogyakarta.
6. Segenap pihak di RS dr. Sardjito yang telah membantu melakukan penelitian.
7. Bapak, Ibu, Kakak...yang senantiasa memberi spirit ke penulis untuk terus
menjadi orang berilmu yang beriman
8. Teman-teman “Tim Angsa Biru”, semoga keistiqomahan iman senantiasa
menyertai kita...Allahu ma’ana
9. Teman-teman yang telah membantu melakukan observasi. Makasih atas
bantuannya yang sangat besar...
10. Teman-teman Izdihar, asyik ya menjalani hidup...
11. Alin, Kokom, Luthfi...calon statistisi muslimah. Makasih ya...Semoga
ilmunya berkontribusi besar terhadap tegaknya Syariah lslam.
12. Teman-teman PSIK A 2001
13. Kakak-kakak PSIK yang sedang praktik di RS. dr. Sardjito, nyadar nggak kalo
kakak-kakak kemarin telah beri ilmu ke penulis? Makasih ya...Makasih juga
atas waktunya.
14. Semua pihak yang telah membantu menyelesaikan skripsi ini.
Akhir kata, penulis berharap skripsi ini bermanfaat bagi pembaca, dan
dapat bernilai ibadah dalam catatan Allah SWT.
Penulis
Anisah Rahmawati
v
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL………………………………………………..............
HALAMAN PENGESAHAN..………………………………..…………...
KATA PENGANTAR……………………………………………...…….....
DAFTAR ISI………………………………………………….…..………....
DAFTAR TABEL…..…………………………………………………….....
DAFTAR GAMBAR......................................................................................
DAFTAR LAMPIRAN..................................................................................
INTISARI........................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang………...…………..……....………………..... B. Rumusan Masalah Penelitian.……….…..……..…………...... C. Tujuan Penelitian…..…………………..…..…………..…...... D. Manfaat Penelitian………..………………...……….….......... E. Keaslian Penelitian…………………..….…..…….……..........
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Telaah Pustaka……………………..…………..…………….
1. Komunikasi Terapeutik………………….…..…………... a. Pengertian……..……………………………………... b. Tujuan Komunikasi Terapeutik………..…..……….... c. Komponen Komunikasi Terapeutik………………..... d. Fase Komunikasi Terapeutik……………..….….….... e. Prinsip-prinsip Komunikasi Terapeutik……..…......... f. Teknik Komunikasi Terapeutik…………………….... g. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Keberhasilan
Komunikasi.................................................................. h. Jenis Komunikasi..........................................................
B. Landasan Teori.......................................................................... C. Kerangka Teori.......................................................................... D. Kerangka Konsep Penelitian..................................................... E. Pertanyaan Penelitian................................................................
BAB III METODE PENELITIAN
A. Jenis dan Rancangan Penelitian............................................... B. Populasi dan Sampel Penelitian................................................
1. Populasi Penelitian............................................................ 2. Sampel Penelitian...............................................................
C. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional...........................
i
ii
iii
v
vii
viii
ix
x
1 6 6 7 8
11 11 11 12 12 15 16 18
20 24 25 26 27 27
28 28 28 28 30
vi
D. Alat Ukur Penelitian................................................................. E. Validitas dan Reliabilitas Instrumen Penelitian........................ F. Jalannya Penelitian................................................................... G. Analisis Data............................................................................ H. Hambatan dan Kelemahan Penelitian.......................................
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Responden.......................................................... B. Hasil dan Pembahasan
1. Gambaran Pelaksanaan Komunikasi Terapeutik............... 2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pelaksanaan Komunikasi Terapeutik...................................................... 3. Pengetahuan Responden tentang
Komunikasi Terapeutik...................................................... 4. Peran dan Hubungan Responden dengan Klien.................. 5. Perbedaan Sosial Budaya.................................................... 6. Perbedaan Jenis Kelamin.................................................... 7. Emosi.................................................................................. 8. Lingkungan......................................................................... 9. Gambaran Keberpengaruhan Seluruh Faktor......................
BAB V KESIMPULAN DAN SARN A. Kesimpulan................................................................................ B. Saran..........................................................................................
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
32 33 37 39 41
43
44
46
47 49 50 51 52 52 53
55 56
vii
DAFTAR TABEL
Hal Tabel 1. Sebaran item kuesioner…………………………………........
Tabel 2. Jumlah Responden Berdasar Jenis Kelamin……..…..........
Tabel 3. Distribusi Tempat Praktik Responden...……………….........
Tabel 4. Hasil Pelaksanaan Komunikasi Terapeutik …………….......
Tabel 5. Gambaran Faktor yang Mempengaruhi Pelaksanaan
Komunikasi Terapeutik……………………………...............
Tabel 6. Hubungan Variabel Bebas dan Variabel
Tergantung……………….......................................................
Tabel 7. Hubungan antara seluruh Variabel Bebas dengan Variabel
Tergantung..............................................................................
32
43
43
44
46
46
53
viii
DAFTAR GAMBAR
Hal
Gambar 1. Kerangka Teori ........................................................................ 26
Gambar 2. Kerangka Konsep Penelitian…………………………………. 27
ix
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Lembar Koefisien Kesepakatan
Lampiran 2. Lembar Observasi
Lampiran 3. Lembar Permohonan Menjadi Responden
Lampiran 4. Kuesioner Penelitian
Lampiran 5. Hasil Uji Reliabilitas
Lampiran 6. Hasil Uji Regresi
Lampiran 7. Surat Keterangan Selesai Penelitian
x
INTISARI
Latar Belakang : Pelaksanaan komunikasi terapeutik penting dalam melakukan tindakan keperawatan yang profesional. PSIK FK UGM telah membekali mahasiswanya dengan pendidikan komunikasi terapeutik dalam pendidikan teorinya, untuk mencetak perawat profesional. Dan dalam pelaksanaan di klinik, banyak faktor yang mempengaruhi pelaksanaannya. Tujuan : Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi, serta faktor yang paling berpengaruh dalam pelaksanaan komunikasi terapeutik yang dilakukan oleh mahasiswa PSIK FK UGM Program A tahap profesi dengan klien di RS dr. Sardjito, Yogyakarta. Metode : Deskriptif kuantitatif, dilaksanakan 1-10 September 2005. Jumlah sampel 30 responden. Teknik pengambilan sampel menggunakan teknik purposive sampling. Kriteria inklusi dalam penelitian ini : terdaftar sebagai mahasiswa PSIK FK UGM Program A yang sedang melakukan tindakan keperawatan di RS. dr. Sardjito, periode III rotasi praktik keperawatan klinis tahap profesi ners Program A PSIK FK UGM 2004/2005-2006. Kriteria eksklusi: terhenti melakukan tindakan keperawatan dan tidak bersedia menjadi responden. Alat ukur penelitian menggunakan kuesioner dan lembar observasi. Analisis data menggunakan regresi linear ganda. Hasil : Variabel pengetahuan, peran dan hubungan, perbedaan budaya, perbedaan jenis kelamin, emosi, dan lingkungan tidak memiliki pengaruh yang signifikan dengan pelaksanaan komunikasi terapeutik (nilai sig. > 0,05). Kesimpulan : Faktor pengetahuan, peran dan hubungan, perbedaan budaya, perbedaan jenis kelamin, emosi, dan lingkungan tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap pelaksanaan komunikasi terapeutik, dan tidak ada faktor yang paling berpengaruh. Kata kunci : komunikasi terapeutik
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Keperawatan merupakan sebuah profesi, yang memiliki ciri-ciri dan
kriteria tertentu sebagai sebuah profesi, diantaranya berbekal ilmu pengetahuan
dan berbentuk pelayanan yang berorientasi ke masyarakat (Gaffar, 1999).
Keperawatan didefinisikan sebagai suatu bentuk pelayanan profesional
yang merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan, meliputi aspek bio-
psiko-sosial-spiritual yang komprehensif, ditujukan kepada individu, keluarga,
masyarakat yang sehat ataupun sakit yang mencakup siklus hidup manusia
(Gaffar, 1999).
Pelayanan yang diberikan dari tindakan keperawatan merupakan upaya
mencapai derajat kesehatan semaksimal mungkin sesuai potensi yang dimiliki
dalam menjalankan kegiatan di bidang promotif, preventif, kuratif, dan
rehabilitatif dengan menggunakan proses keperawatan (Effendy, 1995). Lismidar,
(1990) menyebutkan proses keperawatan merupakan suatu sistem dalam
merencanakan pelayanan asuhan keperawatan yang memiliki empat tahap yaitu
pengkajian, perencanaan, pelaksanaan/implementasi, dan evaluasi.
Pada kondisi saat ini, dengan semakin meningkatnya ilmu pengetahuan
dan teknologi, peningkatan taraf hidup masyarakat, dan juga
peningkatan kesadaran akan pentingnya hidup sehat, menyebabkan tuntutan
masyarakat akan pelayanan kesehatan semakin berkualitas. Masyarakat akan
2
sangat puas ketika pelayanan kesehatan yang mereka terima sesuai dengan
harapannya (Kotler, 1997). Menurut Anggono dalam Suharto (1999), kepuasan
pasien dalam pelayanan keperawatan ternyata disebutkan, kepuasan atas perilaku
perawat menduduki urutan yang lebih tinggi dibandingkan kepuasan atas
fasilitas/lingkungan, serta mempunyai hubungan yang erat dengan kepuasan
secara umum. Hal ini tentunya memberi konsekuensi bagi profesi perawat untuk
semakin berkualitas, mengingat pelayanan keperawatan merupakan bagian
integral dari pelayanan kesehatan.
Hal tersebut mewajibkan semua pihak yang terkait untuk berusaha
meningkatkan kualitas pelayanan keperawatan. Baik dari institusi tempat
pelayanan diberikan, pihak individu perawat, juga pihak pelaksana pendidikan
perawat yang bertugas untuk mempersiapkan tenaga perawat yang siap
diterjunkan ke lapangan secara profesional. Pihak penyelenggara pendidikan ini
dituntut berupaya keras untuk merancang program-program, kegiatan-kegiatan
bahkan perlengkapan yang dibutuhkan untuk mewujudkan lulusan yang
profesional. Dari desain kurikulum, penjagaan kualitas pengajar, penyediaan
sarana prasarana yang komplet dan masih banyak lagi hal yang harus mereka
lakukan untuk menghasilkan lulusan yang profesional.
Salah satunya adalah Program Studi Ilmu Keperawatan UGM. Program
studi yang baru berdiri tahun 1998 ini bertujuan untuk menghasilkan tenaga yang
profesional yang berorientasi pada kebutuhan masyarakat (Panduan Akademik
UGM 2004, UGM Yogyakarta). Dalam rangka mewujudkan tujuan itulah pihak
akademik membekali mahasiswanya dengan Pendidikan Ketrampilan Skills Lab
3
yang harus dilakukan dengan proses komunikasi terapeutik antara perawat klien.
Selama delapan semester mahasiswa PSIK Program A FK UGM mempelajari 48
ketrampilan keperawatan, dimana dalam pelaksanaannya mahasiswa diwajibkan
menggunakan proses komunikasi terapeutik.
Pada pelaksanaan pendidikan akademis yang dilakukan PSIK FK UGM,
di dalam proses ataupun akhir pembelajaran didapatkan para mahasiswa terampil
melakukan hubungan komunikasi terapeutik dengan klien. Dengan bekal tersebut
diharapkan mahasiswa siap untuk melakukan perawatan ke klien dengan optimal,
khususnya dari sisi kemampuan terapeutik dengan klien.
Perlu diketahui bahwa komunikasi terapeutik merupakan komunikasi yang
mempunyai efek penyembuhan (Nurjannah I, 2001). Kemampuan perawat dalam
melakukan komunikasi yang terapeutik juga merupakan salah satu hal yang
memberi kontribusi terwujudnya perawat yang profesional. Menurut Husein
(1994) keperawatan bukan sekedar terampil melakukan prosedur keperawatan,
tetapi mencakup keterampilan interpersonal, keterampilan intelektual, dan
keterampilan teknikal. Goodner dan Skidmor (1995) juga menyebutkan, bahwa
perawat profesional memberikan lebih dari sekedar ketrampilan teknis, walaupun
ketrampilan teknis lebih banyak dibutuhkan. Namun ketrampilan interpersonal
yang mempermudah pemberian asuhan, rasa percaya diri, dan penghargaan yang
positif pada pasien dalam pandangan yang menyeluruh. Susanto AS (1977)
mengatakan komunikasi memiliki peran yang sangat besar terhadap keberhasilan
sebuah program, termasuk proses keperawatan. Sehingga kemampuan komunikasi
4
terapeutik kepada klien merupakan hal yang sangat penting dimiliki oleh seorang
perawat.
Tujuan komunikasi terapeutik diantaranya membantu pasien unutk
memperjelas dan mengurangi beban perasaan dan pikiran serta mengambil
tindakan untuk mengubah situasi yang ada bila pasien percaya pada hal-hal yang
diperlukan mengurangi keraguan, atau membantu dalam hal mengambil tindakan
yang efektif dan mempertahankan kekuatan egonya, mempengaruhi orang lain,
lingkungan fisik dan dirinya sendiri (Purwanto, 1994).
Komunikasi terapeutik terbukti efektif menurunkan kecemasan klien post
laparotomi, dalam penelitian Rachma pada tahun 2000 di RS. dr. Sarjito
Yogyakarta. Tingkat kecemasan klien sebelum intervensi 63,33% tidak
mengalami kecemasan, 13,33 % kecemasan sedang, 13,33% kecemasan ringan.
Dari penelitian tersebut didapatkan data bahwa tingkat kecemasan klien post
laparotomi setelah diintervensi sebesar 90% tidak mengalami kecemasan, 6,67%
mengalami kecemasan sedang, dan 6,67 % kecemasan ringan.
Namun dari wawancara tidak terstruktur dengan beberapa mahasiswa
yang sedang menjalani pendidikan profesi di RS. dr. Sardjito, pelaksanaan
komunikasi terapeutik yang secara teori masih segar dalam ingatan mereka,
ternyata tidak dapat berjalan sempurna. Banyak mahasiswa keperawatan yang
sedang menjalani pendidikan profesi mengalami kesulitan dalam melakukan
komunikasi yang terapeutik dengan klien.
Hal ini mungkin terjadi, mengingat pelaksanaan proses sebuah
komunikasi dipengaruhi oleh banyak hal. Kesulitan yang dialami mahasiswa
5
ketika berkomunikasi dengan klien barangkali berkaitan dengan perbedaan latar
belakang budaya yang dimiliki klien dengan mahasiswa. Seperti yang dituturkan
Effendy (1993) budaya bertanggung jawab atas perilaku-perilaku individu.
Sehingga individu yang berbeda memiliki perilaku yang berbeda. Kemampuan
yang dimiliki mahasiswa dalam berinteraksi dengan klien juga cukup bergantung
pada sedikit banyaknya pengetahuan yang dimiliki mahasiswa. Pengetahuan akan
klien dan kondisinya, pengetahuan cara berkomunikasi dengan klien sesuai
dengan kondisi fisik, psikologis, emosional akan memudahkan mahasiswa dalam
melakukan komunikasi dengan klien. Semakin banyak pengetahuan yang dimiliki,
komunikasi yang dilakukan akan semakin optimal. Seperti yang disampaikan
Azwar (1983) pengetahuan merupakan faktor yang paling berpengaruh dalam
melakukan komunikasi.
Komunikasi terapeutik yang dilakukan oleh kalangan praktisi perawat
juga belum dapat berjalan secara optimal. Perawat di Ruang Rawat Inap Bedah
RSUD. Dati II Bantul Yogyakarta sebagian besar cukup bahkan kurang, dalam
melakukan tahap preinteraksi, interaksi, dan terminasi. Sedangkan pelaksanaan
tindakan keperawatan dalam tahap kerja sudah baik pelaksanaannya. Sedangkan
perawat di bangsal penyakit dalam RS. dr. Sardjito Yogyakarta dalam melakukan
komunikasi terapeutik ketika melakukan tindakan invasive menurut penelitian
yang telah dilakukan oleh Aridesi pada tahun 2002 didapatkan data bahwa 11%
perawat melakukannya dengan baik 72,2% cukup, dan 16,7% kurang.
Karena beberapa hal tersebut, Peneliti melakukan penelitian ini.
Diharapkan dengan dilakukannya penelitian ini dapat ditemukan faktor-faktor
6
yang berpengaruh dalam pelaksanaan komunikasi terapeutik yang dilakukan
mahasiswa profesi dengan klien di RS. dr. Sardjito dan diketahui bagaimana
gambaran pelaksanaan komunikasi terapeutik yang mereka lakukan. Dari
penelitian ini juga diharapkan dapat dilakukan upaya-upaya penyempurnaan baik
pihak penyelenggara pendidikan ataupun pihak profesi, ataupun mahasiswa
sendiri, mengingat begitu pentingnya komunikasi terapeutik dalam pelayanan
kesehatan khususnya keperawatan.
B. Rumusan Masalah Penelitian
Dari latar belakang yang ada, maka peneliti mengangkat masalah
penelitian sebagai berikut :
1. “Faktor-faktor apa yang mempengaruhi pelaksanaan komunikasi terapeutik
yang dilakukan oleh mahasiswa PSIK FK UGM Program A tahap profesi
dengan klien di RS dr. Sardjito Yogyakarta?”
2. “Faktor apakah yang paling mempengaruhi pelaksanaan proses komunikasi
terapeutik yang dilakukan oleh mahasiswa PSIK FK UGM Program A tahap
profesi dengan klien di RS dr. Sardjito Yogyakarta?”
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
a. Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi pelaksanaan komunikasi
terapeutik yang dilakukan oleh mahasiswa PSIK FK UGM Program A
tahap profesi dengan klien di RS dr. Sardjito, Yogyakarta.
7
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui faktor yang paling berpengaruh dalam pelaksanaan proses
komunikasi terapeutik yang dilakukan oleh mahasiswa PSIK FK UGM
Program A tahap profesi dengan klien di RS. dr. Sardjito, Yogyakarta.
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan
Penelitian ini diharapkan dapat menambah kekayaan ilmu pengetahuan
mengenai komunikasi terapeutik antara mahasiswa profesi dengan klien dan
dapat digunakan sebagai bahan untuk penelitian lanjutan.
2. Manfaat bagi pihak akademik penyelenggara pendidikan
Dapat memberi pertimbangan perumusan komunikasi efektif perawat-klien
yang akan diajarkan kepada para mahasiswa keperawatan.
3. Manfaat Praktis
a. Manfaat bagi mahasiswa keperawatan tahap profesi
Membantu para mahasiswa untuk mengetahui sejauhmana gambaran
pelaksanaan komunikasi terapeutik yang mereka lakukan dengan klien,
dan mampu melihat faktor-faktor yang mempengaruhi pelaksanaan
komunikasi terapeutik yang mereka lakukan, sehingga terdorong untuk
mengoptimalkan faktor yang mendukung optimalnya komunikasi
terapeutik dengan klien, serta meminimalkan faktor-faktor yang
menghambat komunikasi terapeutik.
8
b. Manfaat bagi profesi keperawatan
Dari penelitian ini diharapkan dapat mengembangkan ilmu keperawatan
khususnya komunikasi terapeutik dengan klien. Dan menggerakkan
langkah untuk memodifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi proses
komunikasi, demi optimalnya komunikasi terapeutik dengan klien.
c. Manfaat bagi mahasiswa keperawatan
Dapat memperoleh wawasan gambaran pelaksanaan komunikasi
terapeutik, dan mengetahui factor-faktor yang mempengaruhi pelaksanaan
komunikasi terapeutik dengan klien di RS dr. Sardjito Yogyakarta.
d.. Manfaat bagi klien
Klien akan merasakan pelayanan yang memuaskan dari perawat, sehingga
diharapkan meningkatkan proses optimalisasi kondisi klien.
e. Manfaat bagi peneliti
Peneliti mendapatkan tambahan pengetahuan yang cukup mendalam
tentang komunikasi terapeutik dengan klien dan meningkatkan
kemampuan menulis.
E. Keaslian Penelitian
Penelitian tentang “Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pelaksanaan
Komunikasi Terapeutik yang Dilakukan oleh Mahasiswa PSIK FK UGM Program
A Tahap Profesi dengan Klien di RS dr. SardjitoYogyakarta” belum pernah
dilakukan.
9
Beberapa penelitian yang berhubungan dengan penelitian ini, adalah:
1. Penelitian yang dilakukan oleh Santoso, N. B (2005) dengan judul
hubungan pengetahuan tentang perkembangan dengan kemampuan
komunikasi terapeutik perawat pada anak usia prasekolah di Ruang
Anggrek RSD. Panembahan Senopati, Bantul. Penelitian ini bertujuan
untuk mengetahui hubungan tentang perkembangan dengan tingkat
kemampuan komunikasi terapeutik perawat pada anak usia
prasekolah. Sampel 12 orang perawat. Jenis penelitian ini deskriptif
analitik, dengan instrumen kuesioner dan lembar observasi. Dari
penelitian ini didapatkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan
antara tingkat pengetahuan yang dimiliki perawat tentang
perkembangan anak dengan kemampuan komunikasi terapeutik
2. Penelitian yang dilakukan oleh Agus Suryono (2001) dengan judul
pelaksanaan tahap-tahap komunikasi terapeutik pada interaksi I
perawat-klien di Ruang Rawat Inap Bedah RSUD Dati II Bantul,
Yogyakarta. Pada penelitian ini menggunakan sampel seluruh perawat
di ruang bedah RSUD Dati II Bantul, Yogyakarta, dengan
mengabaikan latar belakang pendidikan, masa kerja, ataupun jenis
kelamin. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif
noneksperimental. Metode penelitian yang digunakan observasi. Hasil
yang diperoleh menyatakan bahwa pada tahap preorientasi, orientasi,
dan terminasi sebagian besar perawat melakukan dengan cukup dan
kurang. Sedangkan untuk tahap kerja mayoritas cukup baik.
10
3. Penelitian yang dilakukan oleh Yunita Aridesi (2002) dengan judul
pelaksanaan komunikasi terapeutik pada tindakan invasif
keperawatan di Bangsal Penyakit Dalam RSUP Dr. Sardjito
Yogyakarta. Dalam penelitian ini ditekankan pentingnya komunikasi
terapeutik pada pasien yang dilakukan tindakan invasive. Sampel yang
digunakan adalah para perawat yang bekerja di bangsal penyakit
dalam, dengan rentang umur yang bermacam-macam dan tidak
memperhatikan latar belakang pendidikan dan masa kerja. Penelitian
ini juga penelitian deskriptif noneksperimental dengan metode
observasi. Hasil penelitiannya mengatakan sebagian perawat di
bangsal penyakit dalam yang melakukan tindakan invasive dengan
proses komunikasi terapeutik terkategori cukup (72,2%)
Perbedaan dengan penelitian yang penyusun lakukan adalah sampel yang
digunakan, dan tujuan penelitian ini. Dalam penelitian ini penyusun menggunakan
sampel para mahasiswa PSIK Program A FK UGM yang sudah menjalani
pendidikan profesi di klinik. Sedangkan pada kedua penelitian di atas justru tanpa
melihat latar belakang pendidikan.
Tujuan penelitian ini ingin mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi
pelaksanaan komunikasi terapeutik antara mahasiswa profesi dengan klien ketika
melakukan tindakan keperawatan, sekaligus mengetahui pelaksanaan komunikasi
terapeutik yang telah mereka kuasai selama menempuh pendidikan teori.
11
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Telaah Pustaka
1. Komunikasi Terapeutik
a. Pengertian
1). Komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang direncanakan,
disengaja, dan merupakan tindakan profesional (Potter & Perry, 1993).
2). Komunikasi terapeutik diartikan sebagai pengalaman belajar bersama
dan pengalaman untuk memperbaiki emosional klien (Keliat, 1996).
3). Hein (1980) menyebutkan komunikasi terapeutik merupakan prinsip
komunikasi pada praktik perawat profesional. Komunikasi terapeutik
berbeda dengan komunikasi sehari-hari, dimana dalam komunikasi
terapeutik direncanakan sebuah pendekatan secara sadar untuk
mempengaruhi pasien secara langsung untuk mendukung
kesejahteraan dan ketertarikannya.
4). Komunikasi terapeutik merupakan cara untuk membina hubungan
secara terapeutik dimana terjadi penyampaian informasi dan
pertukaran perasaan dan pikiran dengan maksud untuk mempengaruhi
orang lain (Stuart & Sundeen, 1998).
5). Komunikasi terapeutik merupakan komunikasi yang direncanakan
secara sadar untuk kesembuhan klien (Purwanto, 1994).
12
b. Tujuan Komunikasi Terapeutik
1). Membantu perawat memahami klien, mencapai hubungan baik
perawat klien, dan membantu klien memahami tujuan, dan jati diri
yang meningkat.
2). Rasa identitas personal yang jelas, dan peningkatan integritas diri.
3). Kemampuan untuk membina hubungan interpersonal yang intim, dan
saling tergantung dengan kapasitas untuk mencintai dan dicintai.
Komunikasi terapeutik anatara perawat dengan klien menggunakan
hubungan interpersonal (Hein, 1980).
4). Perawat dan klien saling membuka diri, untuk tujuan penanganan
tentunya, sehingga terbina hubungan yang akrab dan saling
menghargai.
5). Peningkatan fungsi dan kemampuan untuk memuaskan kebutuhan
serta mencapai tujuan personal yang realistis. Perawat yang mampu
terapeutik akan sangat membantu klien dalam beradaptasi terhadap
stressor-stressor yang dialami klien, kesadaran dan penerimaan diri
(Stuart&Sundeen, 1995).
c. Komponen Komunikasi Terapeutik
1). Pengirim Informasi (Sender / Decoder / Komunikator)
Merupakan individu maupun kelompok yang memberikan pesan ke
orang lain (Kozier dkk, 1995). Dalam komunikasi perawat-klien,
perawatlah yang sebagai pengirim informasi (Hein, 1980), meskipun
13
dalam pelaksanaannya, antara klien perawat bisa saling berganti
menjadi komunikator. Pada proses komunikasi ini, komunikator
memegang peran yang cukup besar akan suksesnya komunikasi, yaitu
sejauh mana pesan mampu tersampaikan kepada komunikan. Effendy
O.Uchana, 2003 menyebutkan, komunikator berperan dalam dua hal,
yaitu sebagai daya tarik dan kredibilitas sumber. Sebagai daya tarik
sumber, seorang komunikator akan berhasil dalam komunikasi, jika
mampu mengubah sikap, opini, perilaku komunikan melalui
mekanisme daya tarik, sehingga pihak komunikan merasa
komunikator dekat bersamanya. Dalam hal ini, yang berpengaruh
ketika komunikator berkomunikasi bukan hanya apa yang dia katakan,
tetapi juga keadaan dia sendiri (Rahmat J, 1999) atau kredibilitas
sumber (Effendy, 2003).
2). Pesan (Message)
Merupakan berita yang disampaikan komunikator kepada komunikan
(Steven PJM dkk, 1997). Berita ini merupakan perpaduan antara
pikiran dan perasaan komunikator, baik berupa ide, informasi,
keluhan, keyakinan, himbauan, anjuran, dan lain sebagainya (Effendy,
1993). Pesan dapat berupa gerakan, gambar, warna, cibiran bibir,
kedipan mata, lambaian tangan, suara, kibaran bendera atau tanda-
tanda lain dengan interpretasi yang tepat, yang akan memberikan
makna-makna tertentu. Dalam dunia kesehatan jenis pesan yang sering
14
dijumpai berupa nasihat dokter, nasihat perawat, hasil konsultasi pada
status pasien, laporan, dan sebagainya.
3). Media (Channel)
Merupakan saluran yang dipakai untuk menyampaikan pesan (Potter
& Perry, 1993). Hein (1980) menyebutkan media dalam komunikasi
melibatkan indera penglihatan, pendengaran, peraba, perasa, dan
indera pengecap.
4). Penerima Informasi (Komunikan / Encoder)
Komunikan dalam proses komunikasi dapat berupa individu,
sekelompok orang, bahkan kumpulan massa, tergantung jenis
komunikasinya. Dalam komunikasi terapeutik dengan klien,
komunikannya adalah klien yang dilakukan intervensi oleh perawat,
baik pasien itu sendiri ataupun keluarganya. Kesuksesan dalam
berkomunikasi akan didapatkan ketika komunikan mampu menangkap
pesan yang disampaikan oleh komunikator.
5). Umpan balik (Feed back)
Fisher (1978) dalam Jalaluddin Rahmat (1999), mendefinisikan umpan
balik sebagai respon, peneguhan, dan survomekanisme internal. Dapat
juga didefinisikan sebagai tanggapan komunikasi yang tersalur pada
komunikator (Effendy, 1993). Adanya umpan balik dari komunikan,
menunjukkan adanya efek komunikasi pada komunikan. Hal ini
merupakan hal yang penting dalam proses komunikasi karena sangat
menentukan berlanjut atau tidaknya komunikasi yang dilancarkan oleh
15
komunikator (Effendy, 2003). Dengan mengetahui reaksi komunikan
pada saat komunikasi, komunikator dapat mengatur komunikasi
sehingga komunikasi dapat berjalan sesuai tujuan yang diharapkan.
d. Fase Komunikasi Terapeutik
Ada empat fase hubungan perawat klien yaitu preinteraksi, interaksi, kerja
dan terminasi.
1). Tahap Preinteraksi
Merupakan tahap dimana perawat belum bertemu dengan klien
(Keliat, 1996). Pada tahap ini perawat mengeksplorasi perasaan,
fantasi dan ketakutan dirinya sebelum berinteraksi dengan klien. Pada
tahap ini perawat juga bertugas untuk menentukan rencana pertemuan
dengan klien, mencari data, informasi tentang klien.
2). Tahap Orientasi / Perkenalan
Merupakan tahap dimana perawat pertama kali bertemu dengan klien.
Pada tahap ini hal yang harus dibangun oleh perawat adalah rasa
percaya, penerimaan, pengertian, komunikasi terbuka dengan klien.
Hal ini bisa dilakukan dengan memberi salam, memanggil klien
dengan nama kesukaannya.
Pada tahap ini, perawat juga bertugas untuk membangun kontrak
dengan klien. Membangun kontrak diartikan sebagai proses timbal
balik dimana klien ikut berpartisipasi. Kegiatan ini bisa dilakukan
16
dengan penjelasan mengenai peran, tanggungjawab, kegiatan yang
akan dilakukan serta maksud dilakukannnya tindakan.
3). Tahap Kerja
Merupakan tahap dimana perawat memulai tindakan yang telah
direncanakan. Perawat harus senantiasa memonitor respon klien
terhadap tindakan yang diberikan. Klien biasanya menampakkan
tingkah laku bertahap selama tahap ini, karena tahap ini meliputi
sebagian besar dari proses pemecahan masalah seperti perkembangan
hubungan, dan klien mulai dekat dengan perawat.
4). Tahap Terminasi
Merupakan tahap dimana perawat menghentikan interaksinya dengan
klien. Tahap ini bisa merupakan tahap terminasi sementara ataupun
terminasi akhir. Keliat (1996) mengatakan tahap ini merupakan tahap
yang penting. Kadang klien mengingkari adanya perpisahan dengan
perawat, mungkin pula klien berharap perawat tidak menyelesaikan
hubungan interaksinya, karena adanya kebutuhan pertolongan lebih
lanjut.
e. Prinsip-prinsip Komunikasi Terapeutik (Carl Rogers cit. Purwanto,
1994)
1). Perawat harus mengenal dirinya sendiri yang berarti menghayati,
memahami dirinya sendiri serta nilai yang dianut
17
2). Komunikasi ditandai dengan sikap saling menerima, saling percaya,
dan saling menghargai.
3). Perawat harus memahami, menghayati nilai yang dianut oleh pasien.
4). Perawat harus menyadari pentingnya kebutuhan pasien baik fisik
maupun mental.
5). Perawat harus menciptakan suasana yang memungkinkan pasien bebas
berkembang tanpa rasa takut.
6). Perawat harus dapat menciptakan suasana yang memungkinkan pasien
memiliki motivasi untuk mengubah dirinya, baik sikap maupun
tingkah lakunya sehingga tumbuh makin matang dan dapat
memecahkan masakah-masalah yang dihadapi.
7). Perawat haus mampu menguasai perasaan sendiri secara bertahap
untuk mengetahui dan mengatasi perasaan gembira, sedih, marah,
keberhasilan, maupun frustasi.
8). Mampu menentukan batas waktu yang sesuai dan dapat
mempertahankan konsistensinya.
9). Memahami betul arti empati sebagai tindakan yang terapeutik dan
sebaliknya simpati bukan merupakan tindakan terapeutik.
10). Kejujuran dan komunikasi terbuka merupakan dasar dari hubungan
terapeutik.
11). Mampu berperan sebagai role model agar dapat menunjukkan dan
meyakinkan orang lain tentang kesehatan, Karena itu perawat
18
mempertahankan suatu keadaan sehat fisik, mental, spiritual, dan gaya
hidup.
12). Disarankan untuk mengekspresikan perasaan yang dianggap
mengganggu.
13). Altruisme, mendapatkan kepuasan dengan menolong orang lain
sebagai manusia.
14). Berpegang pada etika dengan cara berusaha sedapat mungkin
berdasarkan prinsip kesejahteraan manusia.
15). Bertanggung jawab dalam dua dimensi, yaitu tanggung jawab
terhadap diri sendiri atas tindaskan yang dilakukan dan tanggung
jawab terhadap orang lain.
f. Teknik Komunikasi Terapeutik
1). Mendengar
Mendengar adalah proses aktif dari penerimaan informmasi dan
penelaahan reaksi seseorang terhadap pesan yang diterima.
2). Pembukaan yang luas
Pembukaan yang luas diartikan sebagai aktivitas memberikan
dorongan pada pasien untuk memilih topik yang akan dibicarakan.
3). Pengulanagan pertanyaan
Pengulangan pertanyaan adalah mengulang kembali pada pasien
pikiran utama yang telah diekspresikan.
19
4). Klarifikasi
Klarifikasi didefinisikan berupaya untuk menjelaskan ke dalam kata-
kata, ide, atau pikiran pasien yang belum jelas, dan meminta pasien
untuk menjelaskan artinya.
5). Refleksi
Refleksi adalah mengarahkan kembali ide, perasaan, pikiran,
pertanyaan, dan isi pembicaraan kepada pasien.
6). Pemusatan
Pemusatan adalah pertanyaan atau pernyataan yang membantu pasien
untuk meluaskan topik pembicaraan yang penting
7). Berbagi persepsi
Berbagi persepsi didefinisikan meminta pasien untuk memastikan
pengertian perawat tentang apa yang sedang dipikirkan dan dirasakan
oleh pasien.
8). Pengidentifikasian tema
Pengidentifikasian tema didefinisikan isu atau masalah pokok yang
timbul berulang kali.
9). Diam
Diam adalah mengurangi komunikasi verbal untuk tujuan terapeutik.
10). Humor
Humor adalah pengeluaran energi melalui penikmatan terhadap
ketidaksempurnaan.
20
g. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Keberhasilan Komunikasi
1). Perkembangan
Perkembangan merupakan suatu proses bertambahnya kemampuan
atau keahlian dalam struktur dan fungsi tubuh yang lebih kompleks,
dalam pola yang teratur dan dapat diramalkan, sebagai proses
pematangan fungsi organ tubuh (Potter & Perry, 1993). Perkembangan
terjadi secara teratur, dan mengikuti aturan tertentu sesuai usia.
Tarmansyah (2003) mengatakan tugas-tugas perkembangan
berorientasi pada kemampuan komunikasi psikologis dan sosial.
Komunikasi, baik komunikasi aktif maupun komunikasi pasif
merupakan salah satu tugas perkembangan anak. Karena itulah
kemampuan komunikasi manusia berbeda sesuai tingkat
perkembangannya. Perawat menjalankan teknik khusus ketika
berkomunikasi dengan seseorang sesuai tahap perkembangannya
(Potter & Perry, 1993).
2). Nilai
Nilai adalah konsep dimana seseorang memiliki standar mengenai hal-
hal yang pantas untuk dilakukan (Stuart & Sundeen, 1995). Nilai ini
akan mempengaruhi perilaku, sehingga penting bagi perawat untuk
menyadari nilai seseorang (Potter & Perry, 1993). Berusaha
mengetahui dan mengklarifikasi nilai merupakan hal yang penting
untuk membuat keputusan dan interaksi.
21
3). Latar Belakang Sosial Budaya
Bahasa dan gaya komunikasi sangat dipengaruhi oleh faktor budaya.
Mulyana D, dan Rakhmat J (2003) mengatakan budaya
bertanggungjawab atas semua perbendaharaan perilaku komunikasi
dan makna yang dimiliki tiap orang. Setiap kebudayaan mengajarkan
pada para anggotanya prinsip, bentuk, jenis, dan fungsi simbol
(Liliveri, 2001). Konsekuensinya perbendaharaan yang dimiliki dua
orang yang berbeda budaya akan berbeda. Sehingga dapat diduga
seberapa jauh, dan seberapa efektif komunikasi yang dilakukan,
bahkan kadang akan menimbulkan kesulitan-kesulitan dalam
berkomunikasi. Semakin mirip latar belakang sosial budaya, semakin
efektiflah komunikasi (Mulyana, D, 2003).
4). Emosi
Cara seseorang berhubungan dan berkomunikasi dengan orang lain
dipengaruhi oleh keadaan emosinya. Rahmat J, (1999) menyebutkan
emosi menunjukkan kegoncangan organisme yang disertai gejala-
gejala kesadaran, perilaku, dan proses fisiologis. Emosi seringkali
membutakan pikiran dan perasaan terhadap suatu fakta, seberapapun
tegas dan jelasnya (Effendy, 1993), yang dapat terjadi dalam hitungan
jam bahkan hari. Hal ini mempengaruhi kemampuan menerima pesan
dengan benar, serta menimbulkan salah tafsir dalam mendengarkan
pesan yang disampaikan. Hurlock (1997) cit. Diana, L.M (2005)
menyebutkan bahwa segala macam emosi akan dapat mempengaruhi
22
perilaku. Berkaitan dengan hal tersebut, Purwanto (1994) mengatakan
salah satu kiat komunikasi efektif adalah menahan emosi. Disebutkan
juga bahwa prasangka yang didasarkan atas emosi akan menjadi
penghambat komunikasi.
5). Pengetahuan
Komunikasi sulit dilakukan jika orang yang berkomunikasi
mempunyai tingkat pengetahuan yang berbeda (Potter & Perry, 1993).
Azwar (1983) mengatakan bahwa pengetahuan merupakan faktor
paling dominan yang mempengaruhi komunikasi. Disebutkan bahwa
seseorang yang telah memiliki pengetahuan akan mampu menjelaskan,
menyimpulkan, meramalkan, dan lain sebagainya terhadap objek yang
dipelajari (Notoatmojo, cit. Abbas, F, 2004). Kariyoso (1994), juga
menyebutkan semakin dalam komunikator menguasai masalah (tinggi
pengetahuannya), akan semakin baik dalam memberikan uraian-
uraiannya.
Noto Atmojo (2002) mengatakan pengetahuan dapat diproleh dengan
dua cara:
a). Cara traditional: dapat berwujud trial and error, melalui
kekuasaan otoritas, pngalaman pribadi, dan jalan pikiran konduksi
dan deduksi.
b). Cara modern : yaitu melalui penelitian secara ilmiah.
23
6). Peran dan Hubungan
Peran dan status sosial seseorang akan mempengaruhi pelaksanaan
komunikasi (Setiono, T, 2003). Potter & Perry (1993) menyebutkan
bahwa gaya komunikasi seseorang akan dilakukan sesuai dengan
peran dan hubungan orang yang berkomunikasi, yaitu antara
komunikan dan komunikator. Semakin baik hubungan antarseseorang
akan semakin memperlancar komunikasi (Kariyoso, 1994).
7). Lingkungan
Lingkungan merupakan situasi pada saat komunikan akan akan
menerima pesan yang disampaikan komunikator (Effendy, 2003).
Komunikasi interpersonal lebih efektif jika dilakukan dalam
lingkungan yang menunjang. Bising, kurang keleluasaan pribadi, dan
ruang yang sempit, akan menimbulkan kerancuan, ketegangan
ketidaknyamanan (Potter & Perry, 1993). Setiono, T (2003) juga
menyebutkan bahwa jumlah orang yang berada di sekitar tempat
interaksi akan mampu mempengaruhi keberhasilan interaksi. Cohn
dan Weinstein, (1981) cit. Sears, dkk, (1991) menyatakan kebisingan
dapat mengurangi perhatian terhadap isyarat-isyarat sosial. Hal ini
akan mempersempit fokus perhatiannya sehingga tidak mampu
menangkap isyarat sosial.
8). Jenis kelamin
Tanned (1990) cit. Nurjannah (2001) mengatakan bahwa wanita dan
laki-laki mempunyai gaya komunikasi yang berbeda. Dalam
24
kemampuan verbal, seperti membaca dan kosakata, wanita lebih tinggi
kemampuannya daripada pria (Maccoby & Jacklin, cit. Sears, dkk,
1991). Sears, dkk, (1991) juga menyatakan bahwa wanita lebih
memiliki kemampuan membaca perilaku nonverbal daripada pria.
9). Persepsi
Persepsi adalah pandangan pribadi seseorang terhadap suatu kejadian
atau peristiwa. Persepsi dibentuk oleh harapan dan pengalaman.
Perbedaan persepsi dapat menghambat proses komunikasi.
10). Jarak
Jarak dapat mempengaruhi komunikasi. Jarak tertentu memberikan
rasa aman dan kontrol. Seseorang akan merasa terancam, tidak
nyaman, bila ada seseorang yang tidak dikenal tiba-tiba berada pada
jarak yang sangat dekat dengannya. Hal ini juga dapat terjadi pada
klien ketika berinteraksi pertama dengan perawat. Oleh karena itu,
perawat perlu memperhitungkan jarak yang tepat pada saat interaksi
dengan klien.
h. Jenis Komunikasi
1). Komunikasi Verbal
Komunikasi yang dilakukan melalui kata-kata, bicara, atau tertulis
(Nurjannah, 2001). Merupakan komunikasi yang paling banyak
dilakukan. Karena secara umum, manusia mengungkapkan pikiran,
perasaannya, melalui ungkapan kata-kata (Liliveri, 2001).
25
2). Komunikasi Nonverbal
Komunikasi yang menggunakn bahasa tubuh yang tidak diucapkan
dan tidak ditulis, tetapi dikomunikasikan dengan kuat melalui bahasa
tubuh (Stevens, PJM dkk, 1997).
Rakhmat J (1999) menyebutkan bahasa tubuh yang sering digunakan
kinestetik (gerakan tubuh), paralingualistik (suara), proksemik
(penggunaan ruangan personal dan sosial), olfaksi (kontak mata),
penciuman, sensitivitas kulit, faktor artifaktual (pakaian dan
kosmetik).
B. Landasan Teori
Komunikasi terapeutik merupakan komunikasi yang memiliki efek
penyembuhan. Kemampuan komunikasi terapeutik ini sangat penting dimiliki
oleh perawat (Husein, 1994) mengingat perawat merupakan profesi kesehatan
yang paling intensif berinteraksi dengan klien (Depkes, 1993).
Perawat yang mampu terapeutik akan sangat membantu klien dalam
beradaptasi terhadap stressor-stressor yang dialami klien, kesadaran diri dan juga
penerimaan diri (Stuart & Sundeen, 1995). Berkaitan dengan hal itulah Program
Studi Ilmu Keperawatan FK UGM merasa sangat perlu untuk mempersiapkan
ners yang diupayakan agar lulusan dapat sepenuhnya melakukan usaha
penanganan masalah kesehatan dengan pendekatan pelayanan kesehatan utama
(Primary Health Care) (Panduan Akademik UGM, 2004). Salah satunya dengan
membekali pembelajaran komunikasi terapeutik selama pendidikan akademik,
26
baik secara teori ataupun secara praktik selama mahasiswa melakukan pendidikan
ketrampilan keperawatan (Skills Lab).
Berjalannya komunikasi terapeutik ini dipengaruhi berbagai macam
faktor, yaitu perkembangan, nilai, persepsi, latar belakang sosial budaya, jenis
kelamin, pengetahuan, peran dan hubungan, lingkungan, jarak (Potter & Perry,
1993). Azwar (1983) mengatakan pengetahuan merupakan faktor yang paling
berpengaruh. Perkembangan juga mempengaruhi berjalannya komunikasi (Potter
& Perry,1993).Tingkat perkembangan yang berbeda, akan memiliki tugas
perkembangan yang berbeda, termasuk kemampuan berbahasa (Tarmansyah,
2003).
C. Kerangka Teori
Gambar 1. Skema Kerangka Teori
Perawat membantu klien dalam beradaptasi terhadap stressor-stressor, penerimaan diri, dan kesadaran diri klien
Faktor-faktor yang mempengaruhi pelaksanaan komunikasi: 1. Perkembangan 2. Persepsi 3. Nilai 4. Latar belakang sosial budaya 5. Emosi 6. Jenis kelamin 7. Pengetahuan 8. Peran dan hubungan 9. Lingkungan 10. Jarak
Komunikasi terapeutik perawat klien
Perawat memberikan asuhan keperawatan ke klien
27
D. Kerangka Konsep Penelitian
Gambar 2. Skema Kerangka Konsep Penelitian
D. Pertanyaan Penelitian
Pertanyaan Penelitian yang ada pada peneliti :
1. Faktor-faktor apa yang mempengaruhi pelaksanaan komunikasi terapeutik
yang dilakukan oleh mahasiswa PSIK FK UGM Program A tahap profesi
dengan klien di RS. dr. Sardjito Yogyakarta?
2. Faktor manakah yang memiliki pengaruh paling kuat?
Pelaksanaan komunikasi terapeutik oleh mahasiswa PSIK FK UGM Program A dengan klien saat melakukan tindakan keperawatan
Baik Cukup Kurang baik Tidak baik
Mahasiswa PSIK FK UGM Program A tahap profesi yang sudah menyelesaikan pendidikan akademik di PSIK UGM
Faktor yang mempengaruhi pelaksanaan komunikasi terapeutik: 1. Pengetahuan 2. Peran dan hubungan 3. Perbedaan sosial budaya 4. Emosi 5. Perbedaan Jenis kelamin 6. Lingkungan
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Telaah Pustaka
1. Komunikasi Terapeutik
a. Pengertian
1). Komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang direncanakan,
disengaja, dan merupakan tindakan profesional (Potter & Perry, 1993).
2). Komunikasi terapeutik diartikan sebagai pengalaman belajar bersama
dan pengalaman untuk memperbaiki emosional klien (Keliat, 1996).
3). Hein (1980) menyebutkan komunikasi terapeutik merupakan prinsip
komunikasi pada praktik perawat profesional. Komunikasi terapeutik
berbeda dengan komunikasi sehari-hari, dimana dalam komunikasi
terapeutik direncanakan sebuah pendekatan secara sadar untuk
mempengaruhi pasien secara langsung untuk mendukung
kesejahteraan dan ketertarikannya.
4). Komunikasi terapeutik merupakan cara untuk membina hubungan
secara terapeutik dimana terjadi penyampaian informasi dan
pertukaran perasaan dan pikiran dengan maksud untuk mempengaruhi
orang lain (Stuart & Sundeen, 1998).
5). Komunikasi terapeutik merupakan komunikasi yang direncanakan
secara sadar untuk kesembuhan klien (Purwanto, 1994).
12
b. Tujuan Komunikasi Terapeutik
1). Membantu perawat memahami klien, mencapai hubungan baik
perawat klien, dan membantu klien memahami tujuan, dan jati diri
yang meningkat.
2). Rasa identitas personal yang jelas, dan peningkatan integritas diri.
3). Kemampuan untuk membina hubungan interpersonal yang intim, dan
saling tergantung dengan kapasitas untuk mencintai dan dicintai.
Komunikasi terapeutik anatara perawat dengan klien menggunakan
hubungan interpersonal (Hein, 1980).
4). Perawat dan klien saling membuka diri, untuk tujuan penanganan
tentunya, sehingga terbina hubungan yang akrab dan saling
menghargai.
5). Peningkatan fungsi dan kemampuan untuk memuaskan kebutuhan
serta mencapai tujuan personal yang realistis. Perawat yang mampu
terapeutik akan sangat membantu klien dalam beradaptasi terhadap
stressor-stressor yang dialami klien, kesadaran dan penerimaan diri
(Stuart&Sundeen, 1995).
c. Komponen Komunikasi Terapeutik
1). Pengirim Informasi (Sender / Decoder / Komunikator)
Merupakan individu maupun kelompok yang memberikan pesan ke
orang lain (Kozier dkk, 1995). Dalam komunikasi perawat-klien,
perawatlah yang sebagai pengirim informasi (Hein, 1980), meskipun
13
dalam pelaksanaannya, antara klien perawat bisa saling berganti
menjadi komunikator. Pada proses komunikasi ini, komunikator
memegang peran yang cukup besar akan suksesnya komunikasi, yaitu
sejauh mana pesan mampu tersampaikan kepada komunikan. Effendy
O.Uchana, 2003 menyebutkan, komunikator berperan dalam dua hal,
yaitu sebagai daya tarik dan kredibilitas sumber. Sebagai daya tarik
sumber, seorang komunikator akan berhasil dalam komunikasi, jika
mampu mengubah sikap, opini, perilaku komunikan melalui
mekanisme daya tarik, sehingga pihak komunikan merasa
komunikator dekat bersamanya. Dalam hal ini, yang berpengaruh
ketika komunikator berkomunikasi bukan hanya apa yang dia katakan,
tetapi juga keadaan dia sendiri (Rahmat J, 1999) atau kredibilitas
sumber (Effendy, 2003).
2). Pesan (Message)
Merupakan berita yang disampaikan komunikator kepada komunikan
(Steven PJM dkk, 1997). Berita ini merupakan perpaduan antara
pikiran dan perasaan komunikator, baik berupa ide, informasi,
keluhan, keyakinan, himbauan, anjuran, dan lain sebagainya (Effendy,
1993). Pesan dapat berupa gerakan, gambar, warna, cibiran bibir,
kedipan mata, lambaian tangan, suara, kibaran bendera atau tanda-
tanda lain dengan interpretasi yang tepat, yang akan memberikan
makna-makna tertentu. Dalam dunia kesehatan jenis pesan yang sering
14
dijumpai berupa nasihat dokter, nasihat perawat, hasil konsultasi pada
status pasien, laporan, dan sebagainya.
3). Media (Channel)
Merupakan saluran yang dipakai untuk menyampaikan pesan (Potter
& Perry, 1993). Hein (1980) menyebutkan media dalam komunikasi
melibatkan indera penglihatan, pendengaran, peraba, perasa, dan
indera pengecap.
4). Penerima Informasi (Komunikan / Encoder)
Komunikan dalam proses komunikasi dapat berupa individu,
sekelompok orang, bahkan kumpulan massa, tergantung jenis
komunikasinya. Dalam komunikasi terapeutik dengan klien,
komunikannya adalah klien yang dilakukan intervensi oleh perawat,
baik pasien itu sendiri ataupun keluarganya. Kesuksesan dalam
berkomunikasi akan didapatkan ketika komunikan mampu menangkap
pesan yang disampaikan oleh komunikator.
5). Umpan balik (Feed back)
Fisher (1978) dalam Jalaluddin Rahmat (1999), mendefinisikan umpan
balik sebagai respon, peneguhan, dan survomekanisme internal. Dapat
juga didefinisikan sebagai tanggapan komunikasi yang tersalur pada
komunikator (Effendy, 1993). Adanya umpan balik dari komunikan,
menunjukkan adanya efek komunikasi pada komunikan. Hal ini
merupakan hal yang penting dalam proses komunikasi karena sangat
menentukan berlanjut atau tidaknya komunikasi yang dilancarkan oleh
15
komunikator (Effendy, 2003). Dengan mengetahui reaksi komunikan
pada saat komunikasi, komunikator dapat mengatur komunikasi
sehingga komunikasi dapat berjalan sesuai tujuan yang diharapkan.
d. Fase Komunikasi Terapeutik
Ada empat fase hubungan perawat klien yaitu preinteraksi, interaksi, kerja
dan terminasi.
1). Tahap Preinteraksi
Merupakan tahap dimana perawat belum bertemu dengan klien
(Keliat, 1996). Pada tahap ini perawat mengeksplorasi perasaan,
fantasi dan ketakutan dirinya sebelum berinteraksi dengan klien. Pada
tahap ini perawat juga bertugas untuk menentukan rencana pertemuan
dengan klien, mencari data, informasi tentang klien.
2). Tahap Orientasi / Perkenalan
Merupakan tahap dimana perawat pertama kali bertemu dengan klien.
Pada tahap ini hal yang harus dibangun oleh perawat adalah rasa
percaya, penerimaan, pengertian, komunikasi terbuka dengan klien.
Hal ini bisa dilakukan dengan memberi salam, memanggil klien
dengan nama kesukaannya.
Pada tahap ini, perawat juga bertugas untuk membangun kontrak
dengan klien. Membangun kontrak diartikan sebagai proses timbal
balik dimana klien ikut berpartisipasi. Kegiatan ini bisa dilakukan
16
dengan penjelasan mengenai peran, tanggungjawab, kegiatan yang
akan dilakukan serta maksud dilakukannnya tindakan.
3). Tahap Kerja
Merupakan tahap dimana perawat memulai tindakan yang telah
direncanakan. Perawat harus senantiasa memonitor respon klien
terhadap tindakan yang diberikan. Klien biasanya menampakkan
tingkah laku bertahap selama tahap ini, karena tahap ini meliputi
sebagian besar dari proses pemecahan masalah seperti perkembangan
hubungan, dan klien mulai dekat dengan perawat.
4). Tahap Terminasi
Merupakan tahap dimana perawat menghentikan interaksinya dengan
klien. Tahap ini bisa merupakan tahap terminasi sementara ataupun
terminasi akhir. Keliat (1996) mengatakan tahap ini merupakan tahap
yang penting. Kadang klien mengingkari adanya perpisahan dengan
perawat, mungkin pula klien berharap perawat tidak menyelesaikan
hubungan interaksinya, karena adanya kebutuhan pertolongan lebih
lanjut.
e. Prinsip-prinsip Komunikasi Terapeutik (Carl Rogers cit. Purwanto,
1994)
1). Perawat harus mengenal dirinya sendiri yang berarti menghayati,
memahami dirinya sendiri serta nilai yang dianut
17
2). Komunikasi ditandai dengan sikap saling menerima, saling percaya,
dan saling menghargai.
3). Perawat harus memahami, menghayati nilai yang dianut oleh pasien.
4). Perawat harus menyadari pentingnya kebutuhan pasien baik fisik
maupun mental.
5). Perawat harus menciptakan suasana yang memungkinkan pasien bebas
berkembang tanpa rasa takut.
6). Perawat harus dapat menciptakan suasana yang memungkinkan pasien
memiliki motivasi untuk mengubah dirinya, baik sikap maupun
tingkah lakunya sehingga tumbuh makin matang dan dapat
memecahkan masakah-masalah yang dihadapi.
7). Perawat haus mampu menguasai perasaan sendiri secara bertahap
untuk mengetahui dan mengatasi perasaan gembira, sedih, marah,
keberhasilan, maupun frustasi.
8). Mampu menentukan batas waktu yang sesuai dan dapat
mempertahankan konsistensinya.
9). Memahami betul arti empati sebagai tindakan yang terapeutik dan
sebaliknya simpati bukan merupakan tindakan terapeutik.
10). Kejujuran dan komunikasi terbuka merupakan dasar dari hubungan
terapeutik.
11). Mampu berperan sebagai role model agar dapat menunjukkan dan
meyakinkan orang lain tentang kesehatan, Karena itu perawat
18
mempertahankan suatu keadaan sehat fisik, mental, spiritual, dan gaya
hidup.
12). Disarankan untuk mengekspresikan perasaan yang dianggap
mengganggu.
13). Altruisme, mendapatkan kepuasan dengan menolong orang lain
sebagai manusia.
14). Berpegang pada etika dengan cara berusaha sedapat mungkin
berdasarkan prinsip kesejahteraan manusia.
15). Bertanggung jawab dalam dua dimensi, yaitu tanggung jawab
terhadap diri sendiri atas tindaskan yang dilakukan dan tanggung
jawab terhadap orang lain.
f. Teknik Komunikasi Terapeutik
1). Mendengar
Mendengar adalah proses aktif dari penerimaan informmasi dan
penelaahan reaksi seseorang terhadap pesan yang diterima.
2). Pembukaan yang luas
Pembukaan yang luas diartikan sebagai aktivitas memberikan
dorongan pada pasien untuk memilih topik yang akan dibicarakan.
3). Pengulanagan pertanyaan
Pengulangan pertanyaan adalah mengulang kembali pada pasien
pikiran utama yang telah diekspresikan.
19
4). Klarifikasi
Klarifikasi didefinisikan berupaya untuk menjelaskan ke dalam kata-
kata, ide, atau pikiran pasien yang belum jelas, dan meminta pasien
untuk menjelaskan artinya.
5). Refleksi
Refleksi adalah mengarahkan kembali ide, perasaan, pikiran,
pertanyaan, dan isi pembicaraan kepada pasien.
6). Pemusatan
Pemusatan adalah pertanyaan atau pernyataan yang membantu pasien
untuk meluaskan topik pembicaraan yang penting
7). Berbagi persepsi
Berbagi persepsi didefinisikan meminta pasien untuk memastikan
pengertian perawat tentang apa yang sedang dipikirkan dan dirasakan
oleh pasien.
8). Pengidentifikasian tema
Pengidentifikasian tema didefinisikan isu atau masalah pokok yang
timbul berulang kali.
9). Diam
Diam adalah mengurangi komunikasi verbal untuk tujuan terapeutik.
10). Humor
Humor adalah pengeluaran energi melalui penikmatan terhadap
ketidaksempurnaan.
20
g. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Keberhasilan Komunikasi
1). Perkembangan
Perkembangan merupakan suatu proses bertambahnya kemampuan
atau keahlian dalam struktur dan fungsi tubuh yang lebih kompleks,
dalam pola yang teratur dan dapat diramalkan, sebagai proses
pematangan fungsi organ tubuh (Potter & Perry, 1993). Perkembangan
terjadi secara teratur, dan mengikuti aturan tertentu sesuai usia.
Tarmansyah (2003) mengatakan tugas-tugas perkembangan
berorientasi pada kemampuan komunikasi psikologis dan sosial.
Komunikasi, baik komunikasi aktif maupun komunikasi pasif
merupakan salah satu tugas perkembangan anak. Karena itulah
kemampuan komunikasi manusia berbeda sesuai tingkat
perkembangannya. Perawat menjalankan teknik khusus ketika
berkomunikasi dengan seseorang sesuai tahap perkembangannya
(Potter & Perry, 1993).
2). Nilai
Nilai adalah konsep dimana seseorang memiliki standar mengenai hal-
hal yang pantas untuk dilakukan (Stuart & Sundeen, 1995). Nilai ini
akan mempengaruhi perilaku, sehingga penting bagi perawat untuk
menyadari nilai seseorang (Potter & Perry, 1993). Berusaha
mengetahui dan mengklarifikasi nilai merupakan hal yang penting
untuk membuat keputusan dan interaksi.
21
3). Latar Belakang Sosial Budaya
Bahasa dan gaya komunikasi sangat dipengaruhi oleh faktor budaya.
Mulyana D, dan Rakhmat J (2003) mengatakan budaya
bertanggungjawab atas semua perbendaharaan perilaku komunikasi
dan makna yang dimiliki tiap orang. Setiap kebudayaan mengajarkan
pada para anggotanya prinsip, bentuk, jenis, dan fungsi simbol
(Liliveri, 2001). Konsekuensinya perbendaharaan yang dimiliki dua
orang yang berbeda budaya akan berbeda. Sehingga dapat diduga
seberapa jauh, dan seberapa efektif komunikasi yang dilakukan,
bahkan kadang akan menimbulkan kesulitan-kesulitan dalam
berkomunikasi. Semakin mirip latar belakang sosial budaya, semakin
efektiflah komunikasi (Mulyana, D, 2003).
4). Emosi
Cara seseorang berhubungan dan berkomunikasi dengan orang lain
dipengaruhi oleh keadaan emosinya. Rahmat J, (1999) menyebutkan
emosi menunjukkan kegoncangan organisme yang disertai gejala-
gejala kesadaran, perilaku, dan proses fisiologis. Emosi seringkali
membutakan pikiran dan perasaan terhadap suatu fakta, seberapapun
tegas dan jelasnya (Effendy, 1993), yang dapat terjadi dalam hitungan
jam bahkan hari. Hal ini mempengaruhi kemampuan menerima pesan
dengan benar, serta menimbulkan salah tafsir dalam mendengarkan
pesan yang disampaikan. Hurlock (1997) cit. Diana, L.M (2005)
menyebutkan bahwa segala macam emosi akan dapat mempengaruhi
22
perilaku. Berkaitan dengan hal tersebut, Purwanto (1994) mengatakan
salah satu kiat komunikasi efektif adalah menahan emosi. Disebutkan
juga bahwa prasangka yang didasarkan atas emosi akan menjadi
penghambat komunikasi.
5). Pengetahuan
Komunikasi sulit dilakukan jika orang yang berkomunikasi
mempunyai tingkat pengetahuan yang berbeda (Potter & Perry, 1993).
Azwar (1983) mengatakan bahwa pengetahuan merupakan faktor
paling dominan yang mempengaruhi komunikasi. Disebutkan bahwa
seseorang yang telah memiliki pengetahuan akan mampu menjelaskan,
menyimpulkan, meramalkan, dan lain sebagainya terhadap objek yang
dipelajari (Notoatmojo, cit. Abbas, F, 2004). Kariyoso (1994), juga
menyebutkan semakin dalam komunikator menguasai masalah (tinggi
pengetahuannya), akan semakin baik dalam memberikan uraian-
uraiannya.
Noto Atmojo (2002) mengatakan pengetahuan dapat diproleh dengan
dua cara:
a). Cara traditional: dapat berwujud trial and error, melalui
kekuasaan otoritas, pngalaman pribadi, dan jalan pikiran konduksi
dan deduksi.
b). Cara modern : yaitu melalui penelitian secara ilmiah.
23
6). Peran dan Hubungan
Peran dan status sosial seseorang akan mempengaruhi pelaksanaan
komunikasi (Setiono, T, 2003). Potter & Perry (1993) menyebutkan
bahwa gaya komunikasi seseorang akan dilakukan sesuai dengan
peran dan hubungan orang yang berkomunikasi, yaitu antara
komunikan dan komunikator. Semakin baik hubungan antarseseorang
akan semakin memperlancar komunikasi (Kariyoso, 1994).
7). Lingkungan
Lingkungan merupakan situasi pada saat komunikan akan akan
menerima pesan yang disampaikan komunikator (Effendy, 2003).
Komunikasi interpersonal lebih efektif jika dilakukan dalam
lingkungan yang menunjang. Bising, kurang keleluasaan pribadi, dan
ruang yang sempit, akan menimbulkan kerancuan, ketegangan
ketidaknyamanan (Potter & Perry, 1993). Setiono, T (2003) juga
menyebutkan bahwa jumlah orang yang berada di sekitar tempat
interaksi akan mampu mempengaruhi keberhasilan interaksi. Cohn
dan Weinstein, (1981) cit. Sears, dkk, (1991) menyatakan kebisingan
dapat mengurangi perhatian terhadap isyarat-isyarat sosial. Hal ini
akan mempersempit fokus perhatiannya sehingga tidak mampu
menangkap isyarat sosial.
8). Jenis kelamin
Tanned (1990) cit. Nurjannah (2001) mengatakan bahwa wanita dan
laki-laki mempunyai gaya komunikasi yang berbeda. Dalam
24
kemampuan verbal, seperti membaca dan kosakata, wanita lebih tinggi
kemampuannya daripada pria (Maccoby & Jacklin, cit. Sears, dkk,
1991). Sears, dkk, (1991) juga menyatakan bahwa wanita lebih
memiliki kemampuan membaca perilaku nonverbal daripada pria.
9). Persepsi
Persepsi adalah pandangan pribadi seseorang terhadap suatu kejadian
atau peristiwa. Persepsi dibentuk oleh harapan dan pengalaman.
Perbedaan persepsi dapat menghambat proses komunikasi.
10). Jarak
Jarak dapat mempengaruhi komunikasi. Jarak tertentu memberikan
rasa aman dan kontrol. Seseorang akan merasa terancam, tidak
nyaman, bila ada seseorang yang tidak dikenal tiba-tiba berada pada
jarak yang sangat dekat dengannya. Hal ini juga dapat terjadi pada
klien ketika berinteraksi pertama dengan perawat. Oleh karena itu,
perawat perlu memperhitungkan jarak yang tepat pada saat interaksi
dengan klien.
h. Jenis Komunikasi
1). Komunikasi Verbal
Komunikasi yang dilakukan melalui kata-kata, bicara, atau tertulis
(Nurjannah, 2001). Merupakan komunikasi yang paling banyak
dilakukan. Karena secara umum, manusia mengungkapkan pikiran,
perasaannya, melalui ungkapan kata-kata (Liliveri, 2001).
25
2). Komunikasi Nonverbal
Komunikasi yang menggunakn bahasa tubuh yang tidak diucapkan
dan tidak ditulis, tetapi dikomunikasikan dengan kuat melalui bahasa
tubuh (Stevens, PJM dkk, 1997).
Rakhmat J (1999) menyebutkan bahasa tubuh yang sering digunakan
kinestetik (gerakan tubuh), paralingualistik (suara), proksemik
(penggunaan ruangan personal dan sosial), olfaksi (kontak mata),
penciuman, sensitivitas kulit, faktor artifaktual (pakaian dan
kosmetik).
B. Landasan Teori
Komunikasi terapeutik merupakan komunikasi yang memiliki efek
penyembuhan. Kemampuan komunikasi terapeutik ini sangat penting dimiliki
oleh perawat (Husein, 1994) mengingat perawat merupakan profesi kesehatan
yang paling intensif berinteraksi dengan klien (Depkes, 1993).
Perawat yang mampu terapeutik akan sangat membantu klien dalam
beradaptasi terhadap stressor-stressor yang dialami klien, kesadaran diri dan juga
penerimaan diri (Stuart & Sundeen, 1995). Berkaitan dengan hal itulah Program
Studi Ilmu Keperawatan FK UGM merasa sangat perlu untuk mempersiapkan
ners yang diupayakan agar lulusan dapat sepenuhnya melakukan usaha
penanganan masalah kesehatan dengan pendekatan pelayanan kesehatan utama
(Primary Health Care) (Panduan Akademik UGM, 2004). Salah satunya dengan
membekali pembelajaran komunikasi terapeutik selama pendidikan akademik,
26
baik secara teori ataupun secara praktik selama mahasiswa melakukan pendidikan
ketrampilan keperawatan (Skills Lab).
Berjalannya komunikasi terapeutik ini dipengaruhi berbagai macam
faktor, yaitu perkembangan, nilai, persepsi, latar belakang sosial budaya, jenis
kelamin, pengetahuan, peran dan hubungan, lingkungan, jarak (Potter & Perry,
1993). Azwar (1983) mengatakan pengetahuan merupakan faktor yang paling
berpengaruh. Perkembangan juga mempengaruhi berjalannya komunikasi (Potter
& Perry,1993).Tingkat perkembangan yang berbeda, akan memiliki tugas
perkembangan yang berbeda, termasuk kemampuan berbahasa (Tarmansyah,
2003).
C. Kerangka Teori
Gambar 1. Skema Kerangka Teori
Perawat membantu klien dalam beradaptasi terhadap stressor-stressor, penerimaan diri, dan kesadaran diri klien
Faktor-faktor yang mempengaruhi pelaksanaan komunikasi: 1. Perkembangan 2. Persepsi 3. Nilai 4. Latar belakang sosial budaya 5. Emosi 6. Jenis kelamin 7. Pengetahuan 8. Peran dan hubungan 9. Lingkungan 10. Jarak
Komunikasi terapeutik perawat klien
Perawat memberikan asuhan keperawatan ke klien
27
D. Kerangka Konsep Penelitian
Gambar 2. Skema Kerangka Konsep Penelitian
D. Pertanyaan Penelitian
Pertanyaan Penelitian yang ada pada peneliti :
1. Faktor-faktor apa yang mempengaruhi pelaksanaan komunikasi terapeutik
yang dilakukan oleh mahasiswa PSIK FK UGM Program A tahap profesi
dengan klien di RS. dr. Sardjito Yogyakarta?
2. Faktor manakah yang memiliki pengaruh paling kuat?
Pelaksanaan komunikasi terapeutik oleh mahasiswa PSIK FK UGM Program A dengan klien saat melakukan tindakan keperawatan
Baik Cukup Kurang baik Tidak baik
Mahasiswa PSIK FK UGM Program A tahap profesi yang sudah menyelesaikan pendidikan akademik di PSIK UGM
Faktor yang mempengaruhi pelaksanaan komunikasi terapeutik: 1. Pengetahuan 2. Peran dan hubungan 3. Perbedaan sosial budaya 4. Emosi 5. Perbedaan Jenis kelamin 6. Lingkungan
28
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis dan Rancangan Penelitian
Penelitian ini menggunakan jenis penelitian kuantitatif dengan
metode non-eksperimental yang bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor
yang mempengaruhi pelaksanaan komunikasi terapeutik pada mahasiswa
PSIK FK UGM Program A tahap profesi. Penelitian ini menggunakan
rancangan cross-sectional, artinya pengamatan atau pengumpulan data
dilakukan sekaligus pada suatu saat, pada tempat dan waktu yang telah
ditentukan.
B. Populasi dan Sampel Penelitian
Populasi dan sampel dalam penelitian ini adalah :
1. Populasi Penelitian
Populasi dalam penelitian ini adalah mahasiswa PSIK A UGM yang
sedang menjalani tahap profesi di RS. dr. Sardjito Yogyakarta. Ada 36
mahasiswa yang sedang praktik di RS. dr. Sardjito Yogyakarta.
Sehingga populasi dalam penelitian ini ada 36 responden.
2. Sampel Penelitian
Sampel penelitian ini adalah mahasiswa PSIK FK UGM program A
yang sedang menjalani pendidikan profesi di RS. dr. Sardjito
Yogyakarta. Teknik sampling yang digunakan dalam penelitian ini
29
adalah purposive sampling atau sampling bertujuan. Jumlah sampel
yang diambil adalah mahasiswa PSIK A UGM yang sedang menjalani
pendidikan profesi di RS. dr. Sardjito yang tercatat dalam periode III
rotasi praktik keperawatan klinis tahap profesi ners program A PSIK
FK UGM 2004/2005-2006, serta melakukan proses keperawatan
dengan komunikasi terapeutik.
a. Kriteria Inklusi
1). Terdaftar sebagai mahasiswa PSIK FK UGM Program A yang
menjalani pendidikan profesi di RS. dr. Sardjito, yang tercatat
dalam periode III rotasi praktik keperawatan klinis tahap
profesi ners program A PSIK FK UGM 2004/2005-2006.
2). Melakukan tindakan keperawatan dengan klien yang dirawat di
RS. dr. Sardjito, dengan menggunakan proses komunikasi
terapeutik.
b. Kriteria Eksklusi
1). Tidak bersedia menjadi responden
2). Terhenti dalam melakukan tindakan keperawatan karena sebab
tertentu. Misalnya, mahasiswa menghentikan asuhan
keperawatan yang sedang dilakukan karena menolong pasien
sebelah yang secara tiba-tiba mengalami kegawatan.
Berdasarkan kriteria di atas, ada 31 mahasiswa yang menjadi
responden dalam penelitian ini. Hal tersebut disebabkan oleh
kelompok mahasiswa yang mendapat stase manajemen telah
30
melakukan evaluasi akhir, serta ada beberapa mahasiswa dalam
kelompok stase keperawatan anak bertugas di Panti Asih Pakem. Dari
31 responden yang ada, ternyata ada 1 kuesioner yang tidak
dikembalikan, sehingga yang diikutkan dalam penelitian ini ada 30
responden.
C. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional
1. Variabel Penelitian
Dalam penelitian ini melibatkan dua variabel, yaitu :
a. Variabel tergantung yaitu komunikasi terapeutik.
b. Variabel bebas yaitu faktor-faktor yang mempengaruhi pelaksanaan
proses komunikasi terapeutik. Dalam penelitian ini meliputi
pengetahuan, peran dan hubungan, perbedaan latar belakang sosial
budaya, emosi, perbedaan jenis kelamin, dan lingkungan.
2. Definisi Operasional
a. Komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang dilakukan oleh
mahasiswa PSIK FK UGM Program A yang sedang menjalani
pendidikan profesi di RS. dr. Sardjito, dengan menggunakan
langkah-langkah proses komunikasi terapeutik yang terdiri dari
preinteraksi, orientasi, kerja, dan terminasi. Menggunakan skala
ordinal.
b. Pengetahuan adalah pengetahuan, ilmu, wawasan tentang
komunikasi terapeutik dengan klien yang dimiliki oleh mahasiswa
31
PSIK A UGM yang sedang menjalani pendidikan profesi di RS. dr.
Sardjito Yogyakarta, dengan menggunakan skala ordinal.
c. Peran dan hubungan adalah kedekatan hubungan sosial yang
dimiliki mahasiswa terhadap klien yang memiliki kedudukan sosial
berbeda-beda, yang dapat mempengaruhi mahasiswa dalam
melaksanakan komunikasi terapeutik dengan klien. Menggunakan
skala ordinal.
d. Latar belakang sosial budaya adalah perbedaan perbendaharaan
perilaku komunikasi dan makna yang dimiliki oleh mahasiswa atau
pun klien, yang dapat berpengaruh terhadap pelaksannaan
komunikasi terapeutik tersebut. Menggunakan skala nominal.
e. Emosi adalah keadaan psikologis mahasiswa yang merupakan
respon dari lingkungan yang dapat mempengaruhi pelaksanaan
komunikasi terapeutik dengan klien. Menggunakan skala nominal.
f. Jenis Kelamin adalah perbedaan jenis kelamin responden dan klien
secara biologis yang dapat mempengaruhi pelaksanaan komunikasi
terapeutik. Menggunakan skala nominal
g. Lingkungan adalah kondisi di sekitar klien yang mampu
mempengaruhi responden dalam melaksanakan komunikasi
terapeutik dengan klien. Menggunakan skala ordinal.
32
E. Alat Ukur Penelitian
Alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner dan lembar
observasi.
1. Kuesioner
Berisi item-item tentang faktor-faktor yang berpengaruh dalam
pelaksanaan komunikasi terapeutik dengan klien. Chek-list ini disusun
oleh peneliti sendiri, yang mengacu pada teori yang ada dan beberapa item
mengacu pada skala kecemasan komunikasi (Mariani, 1991 cit. Azwar S,
2004). Kuesioner penelitian ini terdiri dari 44 item.
Sebaran variabel faktor yang mempengaruhi dapat dilihat di tabel 1.
Tabel 1. Sebaran item kuesioner faktor yang mempengaruhi pelaksanaan komunikasi terapeutik mahasiswa dengan klien
Nomor Item Faktor - Faktor
Favorable Unfavorable
Jumlah
Pengetahuan 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9 10, 11, 12 12
Peran dan Hubungan 1, 4, 5, 6, 7 2, 3 7
Sosial Budaya 1, 2, 3, 4, 5 5
Emosi 1, 2, 5, 6, 7, 8 3, 4 8
Jenis Kelamin 1, 4, 5 2, 3 5
Lingkungan 1, 2, 3, 5, 6, 7 4 7
TOTAL 34 10 44 2. Lembar observasi
Berupa check-list yang berisi tahap-tahap hubungan komunikasi terapeutik
mulai dari tahap preinteraksi sampai terminasi. Alat ukur ini dimodifikasi
33
dari lembar check-list penilaian ketrampilan komunikasi terapeutik yang
digunakan dalam pendidikan Skills Lab Program Studi Ilmu Keperawatan
Fakultas Kedokteran UGM.
F. Validitas Dan Reliabilitas Instrumen Penelitian
1. Uji Validitas
Validitas memiliki arti sejauhmana ketepatan dan kecermatan alat ukur
dalam melakukan fungsi ukurnya (Azwar S, 2003), atau sering dikatakan
validitas adalah kesahihan suatu instrumen (Arikunto, 2002).
a. Validitas Kuesioner
Dalam penelitian ini, uji validitas kuesioner akan dilakukan dengan
analisis butir dengan rumus korelasi Product-Moment dari Pearson
(Arikunto, 2002), dengan rumus:
Keterangan :
rxy = koefisien validitas
N = jumlah responden
x = skor pernyataan tiap nomor
y = skor total
Prosedur untuk melakukan analisi butir, dilakukan dengan cara
mengkorelasikan skor butir dengan skor total. Skor butir dipandang
sebagai nilai X, dan skor total dipandang sebagai nilai Y. Dengan
∑ ∑ ∑ ∑∑ ∑∑
−−
−=
})(}{)({
))((2222 yyNxxN
yxxyNrxy
34
diperolehnya indeks validitas setiap butir dapat diketahui dengan pasti
butir-butir manakah yang tidak memenuhi syarat ditinjau dari
validitasnya (Arikunto, 2002). Item dikatakan valid jika nilai
signifikansi α < 0,05. Dari 13 kuesioner yang dapat diolah, didapatkan
dalam uji validitas ada dua item yang tidak valid. Nilai ini ditunjukkan
dari nilai korelasi tiap item dengan total skore lebih besar dari r table (α
= 0,05) atau nilai signifikansi < 0,05. Item yang tidak valid akhirnya
tidak peneliti masukkan dalam instrumen penelitian (kuesioner).
2. Uji Reliabilitas
a. Reliabilitas Kuesioner
Akan digunakan Koefisien Reliabilitas Alpha.
Data untuk menghitung koefisien reliabilitas alpha diperoleh lewat
penyajian satu bentuk skala yang dikenakan hanya sekali saja pada
sekelompok responden (single-trial administration). Dengan
menyajikan satu skala hanya satu kali, maka problem yang
mungkin timbul pada pendekatan reliabilitas tes-ulang dapat
dihindari.
Skala yang akan diestimasi reliabilitasnya dibelah menjadi dua
bagian, sehingga setiap belahan berisi item-item dalam jumlah
yang sama banyak. Kemudian dihitung menggunakan rumus
koefisien alpha (Azwar S, 2004):
)1(2 2
22
21
xSSS +
−=α
35
Keterangan :
α = koefisien reliabilitas alpha
=21S varians skor belahan 1
=22S varians skor belahan 2
=2xS varians skor skala.
Dari 13 kuesioner yang dapat diolah, didapatkan seluruh item
realibel. Ditunjukkan dengan nilai r hasil (0.549) > r tabel (0.514).
b. Reliabilitas Lembar Observasi.
Observasi merupakan metode yang dapat dikatakan paling “rawan”
dalam arti tingkat kemantapannya paling rendah. Salah satu
kelemahan dari diri pengamat. Bagaimanapun upaya pengamat
untuk bersikap netral, nilai subjektivitas diri tentu masih mengiringi
kegiatan. Karena itu sebelum mengumpulkan data yang
sesungguhnya, para pengumpul data ini perlu dilatih terlebih dahulu
untuk menyingkirkan atau menekan sampai sedikit mungkin nilai
subjektivitas pengamat (Arikunto, 2002).
Dalam penelitian ini peneliti akan menggunakan koefisien
kesepakatan, penyamaan persepsi antara peneliti dengan pengamat
pengumpul data.
Tahapan yang dilakukan:
1) Tahap pertama mendiskusikan format observasi serta
bagaimana cara mengisi format observasi.. Hal ini dilakukan
oleh peneliti dan pengamat yang membantu penelitian dengan
36
memberikan arahan tentang maksud dan cara melakukan
pengamatan.
2) Melakukan observasi bersama, dengan tujuan menyamakan
persepsi agar diperoleh hasil yang sama atau perbedaannya
seminimal mungkin . Hal ini dapat dilakukan dengan langkah-
langkah :
a). Peneliti dan pengamat melakukan pengamatan secara
bersama terhadap pelaksanaan komunikasi terapeutik
oleh mahasiswa profesi.
b). Peneliti dan pengamat mencocokkan hasil
pengamatannya, lalu dicari letak perbedaan dari hasil
pengamatan dan dicari letak perbedaannya sampai
diperoleh hasil yang sama, atau jika ada perbedaan
adalah sangat minim.
c). Latihan pengamatan ini diulang lagi sampai diperoleh
persamaan antara peneliti dan pengamat, atau jika masih
ada perbedaan, maka perbedaan hasil pengamatan
tersebut adalah sangat minim.
Pengukuran ini menggunakan rumus yang dikemukakan oleh
H.J. X. Fernandes (1984), dan dimodifikasi oleh Arikunto, S:
2S KK =
N1+N2 Keterangan:
KK = koefisien kesepakatan
37
S = sepakat, jumlah kode yang sama untuk objek yang
diamati
N1 = jumlah kode yang dibuat leh pengamat I
N2 = jumlah kode yang dibuat oleh pengamat II
Nilai koefisien kesepakatan yang ideal adalah satu. Namun hal ini
hampir tidak pernah diperoleh. Nilai antara 0,8-1,0 dianggap tinggi;
0,6-0,8 cukup; 0,4-0,6 agak rendah; 0,2-0,4 rendah dan 0-0,2 sangat
rendah. Sehingga observer dikatakan realibel > 0,6. Dan dari hasil
uji koefisien kesepakatan yang dilakukan kepada responden dengan
satu kali pengamatan didapatkan nilai koefisien kesepakatan 0,8.
G. Jalannya Penelitian
1. Tahap Persiapan
Pada tahap ini yang dilakukan peneliti meliputi:
a. Konsultasi tema dan judul penelitian
b. Peneliti mencari tema penelitian yang akan dilakukan,
mengonsultasikan ke dosen pembimbing sampai akhirnya
ditetapkan tema dan judulnya.
c. Pembuatan proposal penelitian
Peneliti mempersiapkan penelitian secara menyeluruh dari arah
tujuan penelitian, mendukung dengan teori-teori yang berkaitan
dengan penelitian yang peneliti lakukan. Rancangan penelitian juga
direncanakan secara matang.
38
Penelitian dilakukan kepada mahasiswa PSIK A UGM yang sedang
menjalankan pendidikan profesi di RS. dr. Sardjito. Observasi
dilakukan oleh peneliti, dengan bantuan beberapa teman yang
dipilih dengan kriteria:
1) Pernah mengikuti pandidikan komunikasi terapeutik baik
pendidikan teori ataupun praktik.
2) Mampu melakukan observasi dalam penelitian ini, salah
satunya diketahui dari hasil koefisien kesepakatan yang telah
peneliti buat untuk menilai realiabilitas instrumen dari sisi
subjek penelitian.
d. Ujian proposal
Mempresentasikan rencana penelitian secara menyeluruh di
hadapan dosen pembimbing dan penguji. Ujian dilakukan pada
tanggal 4 Juli 2005. Kemudian diikuti revisi-revisi setelah ada
masukan-masukan bagi jalannya penelitian yang peneliti
rencanakan.
e. Uji coba kuesioner dan kesepakatan antarobserver
Uji kuesioner dilakukan kepada mahasiswa PSIK B, yang telah
menjalani pendidikan profesi di RS. dr. Sardjito,Yogyakarta.
Dilakukan pada tanggal 24-31 agustus 2005. Kesepakatan
antarobserver peneliti lakukan kepada calon observer yang akan
membantu mengobservasi responden.
39
f. Izin penelitian
Peneliti menghubungi pihak RS. dr. Sardjito untuk meminta izin
dilaksanakannya penelitian ini
2. Tahap Pelaksanaan
a. Koordinasi dengan pengelola tiap bagian tempat penelitian.
b. Pengambilan data
Pengambilan data dilakukan di RS. dr. Sardjito, Yogyakarta, pada
tanggal 1-10 September 2005. Observasi dilakukan di beberapa
bagian di RS. dr. Sardjito dimana mahasiswa melakukan praktik.
Pengisisan kuesioner oleh mahasiswa yang telah diobservasi.
3. Tahap Pembuatan Laporan Penelitian
a. Pengolahan dan analisis data
Pengolahan dan analisis data peneliti lakukan seperti yang telah
peneliti rencanakan.
b. Penyusunan laporan penelitian
H. Analisis Data
Analisis data yang akan dilakukan dalam penelitian ini adalah :
1. Kuesioner
Analisis data dilakukan setelah semua data terkumpul dengan langkah-
langkah sebagai berikut:
a. Melakukan pengecekan kembali terhadap data-data yang diperoleh,
kelengkapan dan isian data.
40
b. Data yang didapat dari kuesioner dihitung tiap faktor dan tiap
responden. Untuk pertanyaan favorable, nilai 1 untuk jawaban YA,
dan 0 untuk jawaban TIDAK. Sedangkan unfavorable : YA : 0,
TIDAK : 1. Selanjutnya akan dihitung jumlah jawaban “YA” dan
“TIDAK”. Kemudian seluruh nilai yang didapat dalam tiap variabel
dijumlahkan. Setelah didapatkan data secara kumulatif, kemudian
dilakukan prosentase.
Untuk variabel yang memiliki skala ordinal, maka prosentase
ditafsirkan dengan kalimat yang bersifat kualitatif, yang mengacu
pada Arikunto (2002), dengan rincian sebagai berikut:
1). Variabel pengetahuan: baik (76-100%), cukup (56-75%),
kurang baik(40-55%),tidak baik ( < 40%).
2). Variabel peran dan hubungan: sangat dekat (76-100%), dekat
(56-75%), kurang dekat (40-55%), tidak dekat (< 40%).
3). Variabel Lingkungan: sangat tenang (76-100%), tenang
(56-75%), kurang tenang (40-55%), tidak tenang ( < 40%).
c. Data yang diperoleh kemudian diolah dengan teknik uji regresi linear
berganda. Faktor dikatakan bermakna apabila nilai signifikansi <
0,05 atau r > r tabel.
2. Lembar Observasi
Pertama mengecek kelengkapan data, kemudian dijumlahkan dan
dikelompokkan. Berapa jumlah jawaban “YA” dan “TIDAK”. Setelah
didapatkan angka secara kuantitatif, dijumlahkan, kemudian
41
diprosentase. Kemudian hasil prosentase ditafsirkan dengan kalimat
yang bersifat kualitatif (Arikunto, 2002) yaitu :
Baik (76-100%)
Cukup (56-75% )
Kurang baik (40-55% )
Tidak baik ( < 40% )
G. Hambatan dan Kelemahan Penelitian
1. Hambatan Penelitian
Hambatan yang peneliti hadapi selama melakukan penelitian ini adalah:
a. Banyaknya bagian yang menjadi tempat penelitian, dimana tiap
bagian memiliki mekanisme tertentu yang harus dilalui.
b. Hampir seluruh responden melakukan tindakan keperawatan pada
waktu yang bersamaan, yaitu permulaan shift pagi. Hal ini sangat
menyulitkan peneliti untuk mengatur sumberdaya.
c. Tindakan keperawatan dilakukan dalam waktu yang tidak bisa
diperkirakan. Sehingga sangat tidak jarang peneliti dan asisten
pulang dengan tangan hampa, setelah menunggu dalam waktu yang
tidak sebentar.
d. Sebagian responden tidak bisa mengisi langsung kuesioner. Peneliti
harus mengambil di tempat tinggalnya atau di tempat tertentu,
sehingga cukup menambah kebutuhan energi peneliti. Karena sebab
ini pula ada satu kuesioner yang tidak kembali.
42
2. Kelemahan Penelitian
Kelemahan penelitian ini adalah:
a. Data penelitian berupa data kualitatif sehingga menyulitkan untuk
dianalisis.
b. Kuesioner yang digunakan belum seluruhnya menggali faktor-faktor
yang berpengaruh terhadap pelaksanaan komunikasi terapeutik,
43
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Karakteristik Responden
Penelitian dilakukan di RS. dr. Sardjito pada tanggal 1-10 september 2005.
Responden dalam penelitian ini adalah mahasiswa PSIK FK UGM Program A
tahap profesi di RS. dr. Sardjito, yang tercatat dalam periode III rotasi praktik
keperawatan klinis tahap profesi ners program A PSIK FK UGM 2004/2005-2006.
Setelah disesuaikan dengan kriteria responden yang ditentukan peneliti, ada 31
mahasiswa yang terpilih menjadi subjek penelitian, yang terdiri dari 25
perempuan dan 6 laki-laki dan tersebar di berbagai bagian. Namun karena adanya
keterbatasan peneliti, satu kuesioner tidak kembali sehingga yang menjadi subjek
penelitian sebanyak 30 responden. Secara tabulasi peneliti tampilkan dalam tabel
2 dan 3.
Tabel 2. Jumlah responden berdasarkan jenis kelamin JENIS KELAMIN JUMLAH PROSENTASE
Perempuan Laki-laki
24 6
80 % 20 %
TOTAL 30 100% Sumber : data primer
Tabel 3. Distribusi tempat praktik responden RUANGAN JUMLAH PROSENTASE
IRD Poli Bedah IrJan INSKA IRNA I IRNA IV Hemodialisa
1 1 2 3 17 3 3
3,33 % 3,33 % 6,67 % 10 %
56,67 % 10% 10%
TOTAL 30 100 % Sumber : data primer
44
Dari tabel 3 dapat diketahui responden tersebar di beberapa bagian yang
memiliki karakteristik yang berbeda. Sebagian besar melakukan tindakan
keperawatan di IRNA I (56,67 %).
B. Hasil dan Pembahasan
1. Gambaran Pelaksanaan Komunikasi Terapeutik
Dari hasil observasi yang telah dilakukan ke seluruh responden, dapat dilihat
dalam tabel 4.
Tabel 4. Hasil Pelaksanaan Komunikasi Terapeutik Responde dengan Klien KATEGORI PENILAIAN JUMLAH PROSENTASE
Baik Cukup Kurang Baik Tidak Baik
3 8 15 4
10 % 26,67 %
50 % 13,33 %
TOTAL 30 100 % Sumber : data primer
Responden secara umum telah melakukan tindakan keperawatan
dengan komunikasi terapeutik. Dari observasi yang peneliti lakukan tanpa
memperhatikan faktor apapun yang dapat mempengaruhi komunikasi,
didapatkan hanya 10 % responden melakukan komunikasi dengan baik;
26, 67 % cukup, dan mayoritas (50 %) masuk dalam kriteria kurang baik.
Sedangkan jumlah responden yang melakukan dengan tidak baik sebanyak
13,33 %.
Penelitian yang pernah dilakukan oleh Aridesi, Y (2002) menunjukkan
sebagian perawat di bangsal penyakit dalam yang melakukan tindakan
invasive dengan proses komunikasi terapeutik terkategori cukup (72,2%).
Sedangkan Suryono, A(2001) menyatakan pada tahap preorientasi, orientasi,
45
dan terminasi sebagian besar perawat di ruang rawat inap bedah di RSUD II
Bantul pada interaksi pertama dengan klien melakukan komunikasi terapeutik
dengan kriteria cukup dan kurang. Sedangkan untuk tahap kerja mayoritas
cukup baik.
Dari hasil ini, tentu belum memuaskan bagi semua, khususnya
akademik PSIK FK UGM, yang telah membekali mahasiswanya dengan
pelatihan komunikasi terapeutik. Keberhasilan komunikasi terapeutik
berperan besar untuk menghasilkan perawat profesional yang berorientasi
pada kebutuhan masyarakat (Panduan Akademik UGM 2004, UGM
Yogyakarta). Hasil ini tentu tidak terlepas dari faktor-faktor yang
mempengaruhinya, karena ada beberapa faktor yang mempengaruhi
pelaksanaan komunikasi terapeutik (Potter&Perry, 1993). Dalam penelitian ini
digali beberapa faktor yang mempengaruhi komunikasi terapeutik yang
dilakukan oleh responden.
Dalam penelitian ini, peneliti tidak membatasi jenis tindakan yang
dilakukan responden. Sehingga memang jenis tindakan yang dilakukan sangat
beragam, sesuai dengan tempat responden melakukan tindakan. Dari
pengamatan dan analisis peneliti kondisi ini cukup mempengaruhi
keoptimalan ataupun keterbatasan dalam melakukan komunikasi terapeutik.
Banyak responden yang mengikuti pola yang sudah terbentuk dalam tiap-tiap
ruangan. Dalam kondisi seperti ini memang dibutuhkan dorongan dan
kesadaran dari responden untuk senantiasa melakukan yang optimal.
46
2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pelaksanaan Komunikasi
Terapeutik
a. Gambaran Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pelaksanaan
Komunikasi Terapeutik
Secara menyeluruh dapat dilihat dalam tabel 5.
Tabel 5. Gambaran faktor yang mempengaruhi pelaksanaan komunikasi terapeutik
FAKTOR-FAKTOR JUMLAH PROSENTASE 1. Pengetahuan a. Baik b. Cukup c. Kurang Baik d. Tidak Baik
16 14 0 0
53,33% 46,67%
0% 0%
2. Peran dan Hubungan a. Sangat Dekat b. Dekat c. Kurang Dekat d. Tidak Dekat
3 7 10 10
10%
23,34% 33,33% 33,33%
3. Perbedaan Sosial Budaya a. Berpengaruh b. tidak Berpengaruh
22 8
73,33% 26,67%
4. Perbedaan Jenis Kelamin a. Berpengaruh b. Tidak Berpengaruh
27 3
90% 10%
5. Emosi a. Berpengaruh b. Tidak Berpengaruh
10 20
33,33% 66,67%
6. Lingkungan a. Sangat Tenang b. Tenang c. Kurang Tenang d. Tidak Tenang
10 7 9 4
33,33% 23,34%
30% 13,33%
Sumber : data primer Tabel 6. Hubungan antara variabel bebas dengan variabel tergantung
Variabel Sig. r Pengetahuan 0,808 0,078 Peran dan Hubungan 0,583 0,098 Perbedaan Sosial Budaya 0,884 0,033 Perbedaan Jenis Kelamin 0,284 0,188 Emosi 0,171 0,094 Lingkungan 0, 110 0,165
47
3. Pengetahuan Responden tentang Komunikasi Terapeutik
Dapat diketahui 16 responden (53,33 %) memiliki pengetahuan yang
baik, dan 14 responden yang lain memiliki tingkat pengetahuan yang cukup.
Tidak ada responden yang memiliki pengetahuan yang kurang ataupun buruk
(tidak baik).
Pengetahuan memegang peranan yang sangat penting dalam
keberhasilan komunikasi. Pengetahuan diartikan sebagai sekumpulan
informasi yang telah difahami, yang diperoleh dari proses belajar selama
hidup dan dapat digunakan sewaktu-waktu sebagai bentuk penyesuaian diri,
baik terhadap diri sendiri maupun lingkungannya. Kariyoso (1994)
menyebutkan semakin tinggi tingkat pengetahuan komunikator, akan semakin
mampu mengurai permasalahannya.
Notoatmojo (2003) cit. Santoso, N.B (2005) menyebutkan
pengetahuan merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya
tindakan seseorang. Seseorang yang telah memiliki ilmu (pengetahuan) yang
kemudian dijadikan pemahaman dalam dirinya akan memiliki kemampuan
untuk menyelesaikan perkara atau melaksanakan sesuatu sesuai dengan
pemahamannya. Bahkan dapat menjelaskan, menyimpulkan, meramalkan, dan
lain sebagainya terhadap objek yang dipelajari (Notoatmojo, 2003 cit. Abbas F,
2004). Demikian pula seseorang akan mampu melakukan komunikasi
terapeutik dengan baik ketika memiliki pengetahuan yang baik tentang
komunikasi terapeutik.
48
Nilai pearson korelasi atau r = 0,078, dan nilai signifikansi 0,808.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak ada pengaruh yang signifikan antara
tingkat pengetahuan dengan pelaksanaan komunikasi terapeutik.
Kondisi serupa juga ditemukan oleh Santoso, N.B (2005) bahwa tidak
ada hubungan yang signifikan antara tingkat pengetahuan yang dimiliki
perawat tentang perkembangan anak dengan kemampuan komunikasi
terapeutik. Abbas (2004), dalam penelitiannya juga mendapatkan tidak ada
hubungan antara tingkat pengetahuan petugas kesehatan tentang Manajemen
Terpadu Balita Sehat (MTBS) dengan pelaksanaan MTBS. Dari tabel 5 dapat
diketahui juga tingkat pengetahuan responden masuk dalam kategori baik (76-
100%) dan cukup (56-75%). Hal ini memunculkan pertanyaan, dimana telah
menjadi pemahaman umum, bahwa seseorang akan bertingkah laku sesuai
dengan pemahamannya.
Tidak adanya hubungan yang bermakna ini, dapat diasumsikan bahwa
peningkatan pengetahuan saja belum cukup untuk menghasilkan perilaku
kesehatan (Notoatmojo, 2002). Banyak faktor lain yang mempengaruhi
pelaksanaan komunikasi terapeutik. Dari pengamatan langsung peneliti,
beberapa mahasiswa ada yang merasa kesulitan untuk menerapkan seluruh
tahapan komunkasi terapeutik secara sempurna pada setiap tindakan.
Beberapa responden menyatakan di klinik sangat susah menerapkan secara
sempurna seperti yang dipelajari saat teori. Misalnya keterbatasan alat,
ataupun saat-saat dilakukannya tindakan keperawatan secara bersama-sama
(jam 8-10 pagi). Pada waktu ini responden dan perawat yang bertugas, harus
melakukan tindakan keperawatan hampir ke seluruh pasien. Sehingga ketika
49
menerapkan tahapan komunikasi terapeutik secara sempurna dinilai justru
kurang efektif dan memerlukan waktu yang lama.
4. Peran dan Hubungan responden terhadap klien
Hasil analisis data menunjukkan nilai korelasi faktor peran dan
hubungan r = 0,098, sedangkan nilai signifikansinya 0,583. Hal ini dapat
diartikan variabel peran dan hubungan memiliki hubungan dengan
pelaksanaan komunikasi terapeutik dengan kekuatan yang rendah. Sedangkan
dilihat dari nilai signifikansi 0,583 > 0,05 menunjukkan tidak ada pengaruh
yang bermakna antara variabel peran dan hubungan dengan variabel
pelaksanaan komunikasi terapeutik.
Dalam tabel 5 menunjukkan 66,67 % masuk dalam kategori hubungan
yang kurang dan tidak dekat. Hanya 10% yang masuk dalam kategori sangat
dekat. Berjalan atau tidaknya komunikasi sangat dipengaruhi oleh
komunikator dan komunikannya. Setiono, T (2003) dalam penelitiannya
menyatakan peran atau status sosial sangat mempengaruhi komunikasi.
Kedekatan, hubungan yang harmonis antara komunikator dan komunikan
mampu menghilangkan hambatan-hambatan komunikasi. Kariyoso (1994)
menyebutkan semakin baik hubungan seseorang akan memperlancar
komunikasi.
Hal ini bisa disebabkan besarnya kepercayaan yang ada antara
komunikator dan komunikan. Pada umumnya seseorang mampu dekat dengan
orang lain ketika kepercayaannya pada orang tersebut besar. Ellis B. R (1995)
50
menyebutkan kepercayaan merupakan salah satu hal yang penting dalam
keberhasilan komunikasi interpersonal.
5. Perbedaan Sosial Budaya
Nilai pearson korelasi variabel perbedaan sosial budaya menunjukkan
r = 0,033 dan nilai signifikansi = 0,884. Hal ini dapat diartikan bahwa tidak
ada pengaruh yang signifikan antara perbedaan sosial budaya dengan
pelaksanaan komunikasi terapeutik.
Setiap budaya memiliki pola perilaku dan sifat-sifat fisik yang khas,
yang akan diambil oleh orang-orang yang berada di dalamnya. Termasuk pola
bahasa yang berpengaruh besar pada pola komunikasi akan nampak sangat
khas pada tiap-tiap budaya. Sehingga sangat bisa diterima ketika dua orang
yang memiliki budaya yang berbeda akan menemukan kesulitan dalam
melakukan komunikasi. Mulyana, D (2003) menyatakan komunikasi akan
semakin efektif jika banyak kemiripan yang dimiliki antara budaya yang
berbeda.
Dari tabel dapat diketahui 73,33 % menyatakan perbedaan budaya
antara komunikator dan responden berpengaruh terhadap pelaksanaan
komunikasi. Dan ditunjukkan dari data statistik ternyata keberpengaruhan
yang dimiliki variabel ini, tidak kuat. Hal ini bisa diasumsikan karena sudah
ada proses pembelajaran yang dilakukan terhadap budaya lain, ataupun sudah
sering berinteraksi dengan orang-orang dari budaya tertentu. Notoatmojo
(2002) menyatakan bahwa salah satu cara pembelajaran adalah secara
tradisional. Proses pembelajaran ini dapat secara trial and error , pengalaman
51
pribadi, kekuasaan, dan berpikir. Seseorang yang senantiasa atau sering
berinteraksi dengan orang yang memiliki budaya tertentu, secara alami akan
mengalami proses belajar tradisional ini. Baik diawali dengan trial and error
ataupun sungguh-sungguh belajar.
6. Perbedaan Jenis Kelamin
Dari tabel distribusi jenis kelamin dapat kita lihat, 90 % responden
menyatakan bahwa perbedaan jenis kelamin antara responden dengan klien
cukup mempengaruhi pelaksanaan komunikasi terapeutik.
Hasil analisis data menunjukkan nilai pearson korelasi variabel
perbedaan jenis kelamin adalah r = 0,188 dan nilai signifikansi = 0,284. Hal
ini dapat diartikan tidak ada pengaruh yang signifikan antara variabel
perbedaan jenis kelamin dengan pelaksanaan komunikasi terapeutik.
Hal ini berbeda dengan apa yang telah diteliti oleh Setiono, T (2003),
bahwa skala kehangatan perawat-klien dalam berkomunikasi dipengaruhi oleh
jenis kelamin perawat dan jenis kelamin klien. Hal ini dapat diasumsikan
bahwa responden telah berupaya untuk melakukan tindakan secara profesional,
tanpa memperhatikan jenis kelamin klien. Meskipun dikatakan bahwa perawat
perempuan diketahui secara umum lebih ramah, supel, dan telaten akan
berkomunikasi lebih hangat dengan klien perempuan (Setiono, 2003), namun
ternyata tidak berbeda dalam berkomunikasi dengan klien pria. Hal ini juga
diperkuat dengan observasi, responden melakukan komunikasi dengan klien
dengan perlakuan sebagai klien baik klien perempuan ataupun laki-laki.
52
7. Emosi
Hasil analisis data menunjukkan variabel emosi memiliki nilai korelasi
sebesar r = 0,191 dan nilai signifikansi sebesar 0,171. Hal ini dapat diartikan
bahwa tidak ada pengaruh yang signifikan antara variabel emosi dengan
pelaksanaan komunikasi terapeutik.
Dari tabel 5 juga dapat diketahui 66,67% responden menyebutkan
ketidakberpengaruhan emosi terhadap pelaksanaan komunikasi terapeutik.
Hal ini tidak sesuai dengan apa yang disampaikan Hurlock (1997) cit. Diana,
L.M (2005) bahwa segala macam emosi akan dapat mempengaruhi perilaku.
Hal ini bisa disebabkan adanya manajemen emosi yang bagus yang
dilakukan oleh para responden. Mengingat bahwa emosi dipantik oleh
kondisi/peristiwa eksternal seseorang, sehingga sangat dinafikan kalau
seseorang tidak pernah emosi. Namun yang terjadi adalah kemampuan
manajemen emosi yang telah datang, sehingga tidak nampak nyata dalam
tingkah laku seseorang.
8. Lingkungan
Hasil analisis data menunjukkan bahwa variabel lingkungan memiliki
nilai pearson korelasi r : 0,165 dan nilai signifikansi 0,110. Nilai ini
menunjukkan bahwa tidak ada pengaruh yang signifikan antara variabel
lingkungan dengan pelaksanaan komunikasi terapeutik.
Dari 7 item yang ada menggambarkan apakah responden merasakan
keberpengaruhan situasi dan kondisi tertentu terhadap pelaksanaan
komunikasi terapeutik. Situasi dan kondisi tertentu dapat diterjemahkan secara
53
riil dalam keadaan ramai pengunjung, banyak orang lalu lalang, suara TV,
suara langkah kaki, suasana pagi hari yang tenang, dll. Dari tabel
menunjukkan ternyata 33,33% menyatakan tempat yang sangat tenang
berpengaruh terhadap keoptimalan komunikasi.
Hasil ini berbeda dengan apa yang telah diteliti oleh Setiono, T
(2003) menyatakan jumlah orang yang berada di sekitar tempat interaksi
berlangsung berpengaruh terhadap keberhasilan interaksi dengan klien.
Lingkungan yang ramai, panas mampu mengurangi keoptimalan pelaksanaan
komunikasi terapeutik. Hal ini dapat diasumsikan responden telah terbiasa
dengan lingkungan yang ada dengan segala karakteristiknya. Diketahui dalam
penelitian ini responden tersebar diberbagai tempat yang mayoritas
merupakan rawat inap, 17 responden di IRNA I, 3 di INSKA yang cenderung
lebih banyak orang yang sering lalu lalang, ataupun hemodialisa yang ramai
dan bising. Dari hasil pengamatan peneliti sebagian responden mampu
menyesuaikan dengan lingkungan yang ada.
9. Gambaran Keberpengaruhan Seluruh Faktor
Hasil analisis data dengan menggunakan regresi linear ganda ini
juga menujukkan sumbangan keberpengaruhan seluruh faktor secara
bersama-sama terhadap pelaksanaan komunikasi terapeutik.
Tabel 7. Hubungan antara seluruh variabel bebas terhadap variabel tergantung.
Variabel Bebas R R Square Penetahuan, peran dan hubungan, perbedaan sosial budaya, perbedaan jenis kelamin, emosi, dan lingkungan
0,398 0,158
54
Dari tabel 7 dapat diketahui bahwa seluruh variabel bebas
memiliki koefisien R sebesar 0,398, dan koefisien determinasi R square
sebesar 0,158.
Hasil uji statistik ini menunjukkan bahwa variabel pengetahuan, ,
dan lingkungan secara bersama-sama memiliki kekuatan hubungan
dengan hubungan yang tidak kuat. Hal ini dilihat dari nilai koefisien
korelasi berganda R = 0,398 < 0,5. Sedangkan nilai koefisien determinasi
R square = 0,158. Dapat diartikan seluruh variabel bebas memberi
kontribusi keberpengaruhan sebesar 15,8% terhadap pelaksanaan
komunikasi terapeutik. Dari hasil ini dapat diketahui masih ada faktor lain
yang bertanggung jawab terhadap pelaksanaan komunikasi terapeutik
untuk mencapai tingkat 100%. Faktor-faktor lain misalnya perkembangan,
persepsi, nilai, jarak.
Untuk mengetahui faktor yang paling berpengaruh, ternyata tidak
ada satu pun variabel yang memiliki pengaruh signifikan. Sehingga tidak
dapat diketahui faktor apa yang memiliki pengaruh paling kuat.
55
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Beberapa kesimpulan yang dapat ditarik dari penelitian ini adalah :
1. Faktor pengetahuan, peran dan hubungan, perbedaan sosial budaya,
perbedaan jenis kelamin, emosi, dan lingkungan tidak memiliki pengaruh
yang signifikan dengan pelaksanaan komunikasi terapeutik.
2. Tidak ada faktor yang paling berpengaruh terhadap pelaksanaan
komunikasi terapeutik.
B. Saran
Beberapa saran yang peneliti sampaikan sebagai berikut:
1. Bagi Mahasiswa Keperawatan Tahap Profesi
a. Perlunya pemahaman kembali tentang komunikasi terapeutik
secara menyeluruh untuk meningkatkan kualitas pelaksanaan
komunikasi terapeutik yang dilakukan dalam melakukan tindakan
keperawatan.
b. Perlunya peningkatan dorongan untuk senantiasa melakukan
komunikasi terapeutik dalam melakukan tindakan keperawatan,
mengingat pentingnya komunikasi yang terapeutik kepada klien.
56
2. Bagi bagian Akademik PSIK FK UGM
a. Perlunya penekanan dorongan pentingnya komunikasi terapeutik
dalam melakukan tindakan keperawatan kepada seluruh mahasiswa.
b. Perlunya pengontrolan yang kuat kepada para mahasiswa profesi
untuk melakukan komunikasi terapeutik dalam melakukan
tindakan keperawatan
c. Perlunya pemberian dorongan kepada para mahasiswa untuk
berusaha memodifikasi hambatan-hambatan komunikasi terapeutik
sehingga komunikasi terapeutik dapat terlaksana.
3. Bagi peneliti berikutnya
a. Perlunya penelitian lebih lanjut mengenai faktor-faktor yang lain
sehingga dapat diketahui seluruh faktor yang mempengaruhi.
xvi
Lembar Koefisien Kesepakatan
“FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PELAKSANAAN
KOMUNIKASI TERAPEUTIK YANG DILAKUKAN OLEH MAHASISWA PSIK
FK UGM PROGRAM A TAHAP PROFESI DENGAN KLIEN
DI RS. DR. SARDJITO, YOGYAKARTA“
Pengamatan
I
Pengamatan
II
No. ASPEK YANG DINILAI
Ya Tidak Ya Tidak
A. Tahap Preinteraksi 1. Mengumpulkan data tentang klien 2. Mengeksplorasi perasaan, fantasi dan
ketakutan diri 3. Membuat rencana pertemuan dengan klien
B. Tahap Orientasi 1. Memberi salam ke klien 2. Kontak mata, tersenyum ke klien 3. Tunjukkan ketertarikan ke klien 4. Menanyakan nama panggilan kesukaan
klien* 5. Menjelaskan tanggung jawab perawat
pada klien dengan kalimat yang mudah dimengerti oleh klien
6. Menjelaskan peran perawat ke klien dengan kalimat yang mudah dimengerti
7. Menjelaskan kegiatan yang akan dilaksanakan kepada klien
8. Menjelaskan tujuan kegiatan yang akan dilaksanakan kepada klien
9. Menjelasakn waktu yang diperlukan 10. Menjamin kerahasiaan
C. Tahap Kerja 1. Beri kesempatan klien atau orangtua
untuk bertanya 2. Menanyakan keluhan utama klien 3. Melakukan kegiatan sesuai prosedur 4. Melakukan kegiatan sesuai rencana
D. Tahap Terminasi 1. Evaluasi kegiatan yang telah
dilaksanakan, dengan kalimat yang singkat dan mudah dimengerti
2. Beri reinforcement positif 3. Merencanakan tindak lanjut pada klien 4. Melakukan kontrak waktu, topik 5. mengakhiri kegiatan dengan cara yang
baik
* = dilakukan pada pertemuan pertama
Lembar Observasi
“FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PELAKSANAAN
KOMUNIKASI TERAPEUTIK YANG DILAKUKAN OLEH MAHASISWA PSIK
FK UGM PROGRAM A TAHAP PROFESI DENGAN KLIEN
DI RS. DR. SARDJITO, YOGYAKARTA“
Pengamatan I Pengamatan
II
No. ASPEK YANG DINILAI
Ya Tidak Ya Tidak
A. Tahap Preinteraksi 1. Mengumpulkan data tentang klien 2. Mengeksplorasi perasaan, fantasi dan
ketakutan diri 3. Membuat rencana pertemuan dengan klien
B. Tahap Orientasi 1. Memberi salam ke klien 2. Kontak mata, tersenyum ke klien 3. Tunjukkan ketertarikan ke klien 4. Menanyakan nama panggilan kesukaan
klien* 5. Menjelaskan tanggung jawab perawat
pada klien dengan kalimat yang mudah dimengerti oleh klien
6. Menjelaskan peran perawat ke klien dengan kalimat yang mudah dimengerti
7. Menjelaskan kegiatan yang akan dilaksanakan kepada klien
8. Menjelaskan tujuan kegiatan yang akan dilaksanakan kepada klien
9. Menjelasakn waktu yang diperlukan 10. Menjamin kerahasiaan
C. Tahap Kerja 1. Beri kesempatan klien atau orangtua
untuk bertanya 2. Menanyakan keluhan utama klien 3. Melakukan kegiatan sesuai prosedur 4. Melakukan kegiatan sesuai rencana
D. Tahap Terminasi 1. Evaluasi kegiatan yang telah
dilaksanakan, dengan kalimat yang singkat dan mudah dimengerti
2. Beri reinforcement positif 3. Merencanakan tindak lanjut pada klien 4. Melakukan kontrak waktu, topik 5. mengakhiri kegiatan dengan cara yang
baik
* = dilakukan pada pertemuan pertama
Yogyakarta, 30 Agustus 2005
Hal : Permohonan bantuan pengisian kuesioner penelitian Lamp : Satu berkas kuesioner penelitian Kepada : Yth........................................ di Yogyakarta Dengan hormat, Berhubungan dengan penyusunan skripsi yang akan saya lakukan, berjudul “Faktor-
Faktor yang Mempengaruhi Pelaksanaan Komunikasi Terapeutik yang Dilakukan
oleh Mahasiswa PSIK FK UGM Program A Tahap Profesi dengan Klien di RS. Dr.
Sardjito, Yogyakarta”, Saya mohon bantuan Saudara/i untuk menjadi responden dalam
penelitian saya.
Atas kesediaan dan bantuannya, Saya ucapkan terima kasih.
Hormat saya,
Anisah Rahmawati
Kuesioner Penelitian ”FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PELAKSANAAN KOMUNIKASI TERAPEUTIK YANG DILAKUKAN OLEH MAHASISWA PSIK FK UGM PROGRAM A TAHAP PROFESI DENGAN KLIEN DI RS. DR. SARDJITO, YOGYAKARTA” Nama Mahasiswa : Jenis Kelamin : L / P (Lingkari yang sesuai) Bertugas di bangsal : Berilah tanda (√ ) pada kolom Ya atau kolom Tidak sesuai jawaban Anda
I. PENGETAHUAN
No. Pertanyaan Ya Tidak
1. Perawat yang mampu terapeutik adalah perawat yang menjadikan dirinya sebagai
sarana untuk memfasilitasi penyembuhan
2. Pada tahap orientasi, perawat harus membangun kepercayaan klien
3. Saya menggunakan teknik komunikasi yang berbeda pada klien yang berbeda
4. Komunikasi dengan anak-anak lebih banyak membutuhkan komunikasi nonverbal
5. Dalam menjalin komunikasi terapeutik dengan klien, fokus percakapan harus
diketahui oleh perawat ataupun klien, sehingga komunikasi bisa berjalan optimal
6. Komunikasi terapeutik merupakan komunikasi yang memberi kesembuhan klien
7. Mempelajari kasus klien merupakan hal yang sangat penting sebelum berinteraksi
dengan klien
8. Mendengarkan merupakan teknik komunikasi yang paling penting pada proses
komunikasi yang efektif
9. Agar mampu berkomunikasi efektif, seorang perawat harus mengerti pengaruh
perkembangan usia baik dari sisi bahasa, maupun proses berfikirnya
10. Komunikasi terapeutik terdiri atas lima tahap berikut secara berurutan yaitu
1.preinteraksi 2.orientasi 3.Perkenalan 4.kerja 5.terminasi
11. Komunikasi verbal merupakan komunikasi yang tidak melibatkan bicara dan tulisan
12. Perawat dikatakan profesional jika sudah mampu melakukan prosedur keterampilan
secara professional.
II. PERAN DAN HUBUNGAN
No. Pertanyaan Ya Tidak
1. Saya merasa lebih leluasa berkomunikasi dengan klien yang berasal dari keluarga
miskin
2. Saya berkomunikasi dengan lancar dengan klien yang lebih tua dari saya
3. Komunikasi terapeutik dengan klien saya lakukan seperti biasa meski klien adalah
guru saya
4. Saya merasa lebih leluasa berkomunikasi dengan klien yang lebih muda dari saya
5. Saya merasa lebih leluasa berkomunikasi dengan klien yang kenal baik dengan saya
6. Saya merasa lebih leluasa berkomunikasi dengan klien yang belum saya kenal sama
sekali
7. Saya merasa tidak leluasa berkomunikasi dengan klien yang seorang pejabat
III. LATAR BELAKANG SOSIAL BUDAYA
No. Pertanyaan Ya Tidak
1. Komunikasi terapeutik yang saya lakukan menjadi tidak lancar ketika klien berasal
dari daerah yang berbeda budayanya dengan daerah saya
2. Saya sulit berkomunikasi dengan klien yang menggunakan bahasa yang tidak saya
mengerti
3. Komunikasi terapeutik dengan klien menjadi tidak lancar ketika perawat dan klien
memiliki budaya yang berbeda meski keduanya bisa berbahasa Indonesia
4. Ada kata yang memiliki makna yang sangat berbeda antardaerah sehingga cukup
menyulitkan ketika berkomunikasi
5. Pelatihan bahasa daerah khususnya jawa perlu bagi perawat untuk berkomunikasi
efektif dengan klien
IV. EMOSI
No. Pertanyaan Ya Tidak
1. Saya sering mengalami kesulitan komunikasi bila sedang mempunyai masalah
pribadi yang cukup mengganggu
2. Saya merasa santai dan rileks ketika akan berinteraksi dengan klien
3. Kejadian apapun yang terjadi sebelum saya berinteraksi dengan klien tidak
mempengaruhi komunikasi saya dengan klien
4. Saya tidak bisa konsentrasi dan optimal dalam berinteraksi dengan klien setelah saya
ditegur oleh perawat jaga atas kelalaian yang telah saya lakukan
5. Saya merasa tidak optimal berinteraksi dengan klien ketika sedang ada konflik
dengan keluarga
6. Kebutuhan anggaran yang membengkak saat profesi cukup mengganggu pikiran
saya dan mengganggu dalam berinteraksi ke klien
7. Saya tidak tenang dan tak mampu berkomunikasi dengan optimal karena orang dekat
saya (Ibu/ayah/kakak/adik/pacar, dll) sedang sakit di rumah
8. Saya merasa tidak optimal dalam berinteraksi dengan klien ketika sedanag ada
konflik dengan orang serumah.
V. JENIS KELAMIN
No. Pertanyaan Ya Tidak
1. Saya sulit berkomunikasi pada klien yang berjenis kelamin sama dengan saya
2. Komunikasi dengan klien yang berlawanan jenis tidak menjadi masalah bagi saya
3. Keperempuanan atau kelelakian saya tidak mempengaruhi kemampuan saya dalam
melakukan komunikasi dengan klien
4. Sebagai seorang wanita saya mudah mengetahui perasaan hati klien, sehingga
memudahkan saya dalam berkomunikasi dengan klien*
5. Sebagai seorang pria, saya agak sulit berkomunikasi terapeutik dengan baik,
mengingat pria mayoritas tidak suka basa-basi*
*No 4, dan 5 diisi salah satu, sesuai jnis kelamin Anda
VI. LINGKUNGAN
No. Pertanyaan Ya Tidak
1. Saya sering sulit berkomunikasi dengan klien karena lingkungan bangsal bising
2. Saya sering sulit berkomunikasi jika ruangan klien ramai penuh pengunjung
3. Orang-orang yang lalu-lalang di samping ruangan klien cukup mengganggu
konsentrasi saya ketika berkomunikasi terapeutik dengan klien
4. TV yang selalu menyala di ruangan klien tidak mengalihkan perhatian saya ke klien
ketika sedang melakukan komunikasi terapeutik dengan klien
5. Pagi hari merupakan waktu yang paling saya sukai untuk melakukan interaksi
dengan klien karena lingkungan yang tenang
6. Komunikasi terapeutik dengan klien di bangsal ekonomi sangat sulit berjalan
optimal, mengingat ruangan yang ramai dan banyak pasien
7. Komunikasi dengan klien di ruang VIP lebih optimal karena lingkungan yang sepi,
nyaman, dan tenang
Reliability ****** Method 1 (space saver) will be used for this analysis *** R E L I A B I L I T Y A N A L Y S I S - S C A L E (A L P H A) 1. PENGTHAN pengetahuan 2. PERAN peran dan hubungan 3. BEDA_BHS komunikasi susah jk beda bahasa 4. BEDA_MKN beda makna bahasa mempersulit komunikasi 5. MSLH_PRI masalah pribadi mempersulit komunikasi 6. MSLH_TMN masalah teman memepersulit komunikasi 7. RILEX kondisi klient tdk berpengaruh 8. KJDAN peristiwa independen dg komunikasi 9. TRGN teguran mengurangi kualitas komunikasi 10. MSLH_KLG masalah keluarga mempersulit komunikasi 11. ANGGRN keb anggaran mengganggu komunikasi 12. KLG_SKT org tdkt sakit mengganggu komunikasi 13. BDKLMN perbedaan jnskelamin tdk mempengaruhi ko 14. JNSKLMN jenis kelamin tidak mempengaruhi komunik 15. LINGKUNG Item-total Statistics Scale Scale Corrected Mean Variance Item- Alpha if Item if Item Total if Item Deleted Deleted Correlation Deleted PENGTHAN 9.5667 8.3230 .3989 .4953 PERAN 10.6667 6.0920 .4470 .4523 BEDA_BHS 12.3000 9.0448 .2198 .5307 BEDA_MKN 12.4333 8.8057 .2504 .5238 MSLH_PRI 12.5667 7.7023 .6350 .4484 MSLH_TMN 12.9333 8.5471 .4771 .4962 RILEX 13.0333 9.3437 .2194 .5365 KJDAN 12.6000 8.1793 .4505 .4852 TRGN 12.5333 8.6713 .2773 .5182 MSLH_KLG 12.8000 8.0966 .5408 .4736 ANGGRN 12.9667 9.3437 .1349 .5429 KLG_SKT 12.6333 8.2402 .4293 .4894 BDKLMN 13.0000 9.3793 .1476 .5419 JNSKLMN 13.0333 9.6195 .0409 .5520 LINGKUNG 10.3333 12.0920 -.4684 .7561 Reliability Coefficients N of Cases = 30.0 N of Items = 15 Alpha = .5490
Regression
Descriptive Statistics
2.57 .817 303.53 .507 302.10 .995 30.07 .254 30.37 .556 30
2.37 1.217 30.87 .346 30
komunikasi terapeutikpengetahuanperan dan hubunganpbdaan jkEMOSIlingkunganBDY
Mean Std. Deviation N
Correlations
1.000 .078 .098 -.188 -.094 .165 .033.078 1.000 .301 -.018 .261 .454 .419.098 .301 1.000 -.301 .430 .168 .140
-.188 -.018 -.301 1.000 .065 .253 .105-.094 .261 .430 .065 1.000 .559 .084.165 .454 .168 .253 .559 1.000 .284.033 .419 .140 .105 .084 .284 1.000
. .342 .304 .159 .311 .191 .432.342 . .053 .463 .082 .006 .011.304 .053 . .053 .009 .187 .230.159 .463 .053 . .366 .089 .291.311 .082 .009 .366 . .001 .330.191 .006 .187 .089 .001 . .064.432 .011 .230 .291 .330 .064 .
30 30 30 30 30 30 3030 30 30 30 30 30 3030 30 30 30 30 30 3030 30 30 30 30 30 3030 30 30 30 30 30 3030 30 30 30 30 30 3030 30 30 30 30 30 30
komunikasi terapeutikpengetahuanperan dan hubunganpbdaan jkEMOSIlingkunganBDYkomunikasi terapeutikpengetahuanperan dan hubunganpbdaan jkEMOSIlingkunganBDYkomunikasi terapeutikpengetahuanperan dan hubunganpbdaan jkEMOSIlingkunganBDY
Pearson Correlation
Sig. (1-tailed)
N
komunikasiterapeutik pengetahuan
peran danhubungan pbdaan jk EMOSI lingkungan BDY
Variables Entered/Removedb
BDY,EMOSI,pbdaan jk,pengetahuan, perandanhubungan,lingkungan
a
. Enter
Model1
VariablesEntered
VariablesRemoved Method
All requested variables entered.a.
Dependent Variable: komunikasi terapeutikb.
Model Summary
.398a .158 -.061 .842Model1
R R SquareAdjustedR Square
Std. Error ofthe Estimate
Predictors: (Constant), BDY, EMOSI, pbdaan jk,pengetahuan, peran dan hubungan, lingkungan
a.
ANOVAb
3.067 6 .511 .721 .637a
16.300 23 .70919.367 29
RegressionResidualTotal
Model1
Sum ofSquares df Mean Square F Sig.
Predictors: (Constant), BDY, EMOSI, pbdaan jk, pengetahuan, peran danhubungan, lingkungan
a.
Dependent Variable: komunikasi terapeutikb.
Coefficientsa
2.282 1.137 2.007 .057-.094 .381 -.058 -.246 .808.108 .193 .131 .557 .583
-.756 .690 -.235 -1.096 .284-.534 .378 -.363 -1.413 .171.296 .178 .441 1.661 .110
-.075 .508 -.032 -.147 .884
(Constant)pengetahuanperan dan hubunganpbdaan jkEMOSIlingkunganBDY
Model1
B Std. Error
UnstandardizedCoefficients
Beta
StandardizedCoefficients
t Sig.
Dependent Variable: komunikasi terapeutika.