Anggaran Berbasis Kinerja
-
Upload
ahmad-badrus-salam -
Category
Documents
-
view
9 -
download
0
description
Transcript of Anggaran Berbasis Kinerja
![Page 1: Anggaran Berbasis Kinerja](https://reader036.fdokumen.com/reader036/viewer/2022082521/5695d52d1a28ab9b02a457f8/html5/thumbnails/1.jpg)
Sistem Anggaran Berbasis Kinerja
Performance budgeting system adalah metode penganggaran yang menghubungkan anggaran
dengan outcome. Model penganggaran ini dimulai di awal tahun 1990 an. Konsep dasar dari
PBB adalah sebagai berikut:
1. Objectives. Agensi harus mengembangkan rencana strategis yang mengandung tujuan
publik.
2. Pengukuran kinerja. Agensi harus mengambangkan sistem yang spesifik, sistematis,
dalam mengukur outcome dibandingkan dengan tujuan yang telah ditetapkan
3. Hubungan (linkage). Objective dan sistem pengukuran kinerja
4. Akuntabilitas. Agensi bertanggung jawab terutama untuk outcomes.
Setiap konsep dasar tersebut membutuhkan elemen kunci agar model PBB bisa berjalan.
Elemen dasar tersebut adalah sebagai berikut:
1. Objectives. Harus ada sebuah kesepakatan antara legislatif dan agensi terkait dengan
tujuan yang hendak dicapai.
2. Pengukuran kinerja. Sistem akuntansi harus bisa menghubungkan pengukuran kinerja
terkait cost dan outcome yang spesifik.
3. Hubungan (linkage). Sejauh mana kinerja agensi dipengaruhi anggaran yang ada
4. Akuntabilitas. Manajer diberi kepercayaan untuk menghasilkan outcome.
Penggunaan outcome dalam mengukur kinerja sangat penting. Hal ini harus dipikirkan sejak
anggaran disusun. Hal ini akan menjadi dokumen yang terkait langsung dengan anggaran.
Selain itu outcome dapat mengukur efektivitas dari anggaran yang sudah dijalankan.
Measures of Performance
Ada beberapa level pengukuran kinerja menurut PPBS yaitu:
1. Input: sumber daya yang digunakan untuk memberikan fasilitas publik. Pengukurna
input lebih mudah dilaksanakan.
2. Aktivitas: output/ kerja dari agensi.
3. Efisiensi: hubungan antara cost per unit dengan aktivitas. Pengukuran ini agak sedikit
kompleks pada beberapa hal tertentu. Misalnya kegiatan yang bersifat abstrak dan
kegiatan fisik yang belum selesai/ belum digunakan.
![Page 2: Anggaran Berbasis Kinerja](https://reader036.fdokumen.com/reader036/viewer/2022082521/5695d52d1a28ab9b02a457f8/html5/thumbnails/2.jpg)
4. Outcomes: sejauh mana kegiatan mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Outcome lebih
tinggi dari output. Contohnya; menurunnya tingkat kriminalitas adalah outcome dari
departemen kepolisian dsb.
Permasalahan adalah terkadang objective bukan dikontrol oleh agensi itu sendiri.
5. Efektivitas: berapa banyak capaian yang didapat oleh agensi. Efektivitas merupakan hal
yang paing susah karena harus menyampaikan kenapa berhasil atau gagal atas suatu
tujuan.
Anggaran kinerja mencerminkan beberapa hal. Pertama, maksud dan tujuan permintaan dana.
Kedua, biaya dari program-program yang diusulkan dalam mencapai tujuan ini. Dan yang
ketiga, data kuantitatif yang dapat mengukur pencapaian serta pekerjaan yang dilaksanakan
untuk tiap-tiap program. Penganggaran dengan pendekatan kinerja ini berfokus pada efisiensi
penyelenggaraan suatu aktivitas. Efisiensi itu sendiri adalah perbandingan antara output
dengan input. Suatu aktivitas dikatakan efisien, apabila output yang dihasilkan lebih besar
dengan input yang sama, atau output yang dihasilkan adalah sama dengan input yang lebih
sedikit. Anggaran ini tidak hanya didasarkan pada apa yang dibelanjakan saja, seperti yang
terjadi pada sistem anggaran tradisional, tetapi juga didasarkan pada tujuan/rencana tertentu
yang pelaksanaannya perlu disusun atau didukung oleh suatu anggaran biaya yang cukup dan
penggunaan biaya tersebut harus efisien dan efektif.
Ruang lingkup Anggaran Berbasis Kinerja
1. Menentukan Visi dan misi (yang mencerminkan strategi organisasi), tujuan, sasaran, dan
target.
Penentuan visi, misi, tujuan, sasaran, dan target merupakan tahap pertama yang harus
ditetapkan suatu organisasi dan menjadi tujuan tertinggi yang hendak dicapai sehingga
setiap indikator kinerja harus dikaitkan dengan komponen tersebut. Oleh karena itu,
penentuan komponen-komponen tidak hanya ditentukan oleh pemerintah tetapi juga
mengikutsertakan masyarakat sehingga dapat diperoleh informasi mengenai kebutuhan
publik.
2. Menentukan Indikator Kinerja.
Indikator Kinerja adalah ukuran kuantitatif yang menggambarkan tingkat pencapaian
suatu sasaran atau tujuan yang telah ditetapkan. Oleh karena itu, indikator kinerja harus
merupakan suatu yang akan dihitung dan diukur serta digunakan sebagai dasar untuk
menilai atau melihat tingkat kinerja baik dalam tahapan perencanaan, tahap pelaksanaan
![Page 3: Anggaran Berbasis Kinerja](https://reader036.fdokumen.com/reader036/viewer/2022082521/5695d52d1a28ab9b02a457f8/html5/thumbnails/3.jpg)
maupun tahap setelah kegiatan selesai dan bermanfaat (berfungsi). Indikator kinerja
meliputi :
a. Masukan (Input) adalah sumber daya yang digunakan dalam suatu proses untuk
menghasilkan keluaran yang telah direncanakan dan ditetapkan sebelumnya. Indikator
masukan meliputi dana, sumber daya manusia, sarana dan prasarana, data dan
informasi lainnya yang diperlukan.
b. Keluaran (Output) adalah sesuatu yang terjadi akibat proses tertentu dengan
menggunakan masukan yang telah ditetapkan. Indikator keluaran dijadikan landasan
untuk menilai kemajuan suatu aktivitas atau tolok ukur dikaitkan dengan sasaran-
sasaran yang telah ditetapkan dengan baik dan terukur.
c. Hasil (Outcome) adalah suatu keluaran yang dapat langsung digunakan atau hasil
nyata dari suatu keluaran. Indikator hasil adalah sasaran program yang telah
ditetapkan.
d. Manfaat (Benefit) adalah nilai tambah dari suatu hasil yang manfaatnya akan nampak
setelah beberapa waktu kemudian. Indikator manfaat menunjukkan hal-hal yang
diharapkan dicapai bila keluaran dapat diselesaikan dan berfungsi secara optimal.
e. Dampak (Impact) pengaruh atau akibat yang ditimbulkan oleh manfaat dari suatu
kegiatan. Indikator dampak merupakan akumulasi dari beberapa manfaat yang terjadi,
dampaknya baru terlihat setelah beberapa waktu kemudian.
3. Evaluasi dan pengambilan keputusan terhadap pemilihan dan prioritas program.
Kegiatan ini meliputi penyusunan peringkat-peringkat alternatif dan selanjutnya
mengambil keputusan atas program/kegiatan yang dianggap menjadi prioritas.
Dilakukannya pemilihan dan prioritas program/kegiatan mengingat sumber daya yang
terbatas.
4. Analisa Standar Biaya (ASB)
ASB merupakan standar biaya suatu program/kegiatan sehingga alokasi anggaran
menjadi lebih rasional. Dilakukannya ASB dapat meminimalisir kesepakatan antara
eksekutif dan legislatif untuk melonggarkan alokasi anggaran pada tiap-tiap unit kerja
sehingga anggaran tersebut tidak efisien. Dalam menyusun ABK perlu memperhatikan
prinsip-prinsip penganggaran, perolehan data dalam membuat keputusan anggaran, siklus
perencanaan anggaran daerah, struktur APBN/D, dan penggunaan ASB. Dalam
menyusun ABK yang perlu mendapat perhatian adalah memperoleh data kuantitatif dan
membuat keputusan penganggarannya.
![Page 4: Anggaran Berbasis Kinerja](https://reader036.fdokumen.com/reader036/viewer/2022082521/5695d52d1a28ab9b02a457f8/html5/thumbnails/4.jpg)
Perolehan data kuantitatif bertujuan untuk : memperoleh informasi dan pemahaman
berbagai program yang menghasilkan output dan outcome yang diharapkan, menjelaskan
bagaimana manfaat setiap program bagi rencana strategis. Berdasarkan data kuantitatif
tersebut dilakukan pemilihan dan prioritas program yang melibatkan tiap level dari
manajemen pemerintahan. (RP-SB).
Salah satu hal yang harus dipertimbangkan dalam penetapan belanja daerah adalah
Analisa Standar Biaya (ASB). Alokasi belanja ke dalam aktivitas untuk menghasilkan
output seringkali tanpa disertai alasan dan justifikasi yang kuat. ASB mendorong
penetapan biaya dan pengalokasian anggaran kepada setiap aktivitas unit kerja menjadi
lebih logis dan mendorong dicapainya efisiensi secara terus-menerus karena adanya
pembandingan (benchmarking) biaya per unit setiap output dan diperoleh praktek-
praktek terbaik (best practices) dalam desain aktivitas. Dalam rangka penyusunan
analisis biaya diperlukan prosedur-prosedur yang dapat menjawab pertanyaan berikut :
- Berapa biaya yang harus dibebankan pada suatu pelayanan sehingga dapat menutupi
semua biaya yang dikeluarkan untuk menyediakan pelayanan tersebut?
- Apakah lebih efektif jika kita mengontrakkan pelayanan kepada pihak luar daripada
melaksanakannya sendiri?
- Jika kita meningkatkan/menurunkan volume pelayanan, apa pengaruhnya pada biaya
yang akan kita keluarkan? Biaya apa yang akan berubah dan berapa banyak
perubahannya?
- Biaya pelayanan apa yang harus dibayar tahun ini bila dibanding dengan tahun
selanjutnya?
Kelebihan Anggaran berbasis Kinerja
1. Penekanan pada dimasukannya deskripsi secara naratif dari setiap aktivitasdi setiap
anggaran yang diajukan .
2. Anggaran disusun berdasarkan aktivitas, dengan permintaan yangdidukung oleh estimasi
biaya dan pencapaian yang diukur secarakuantitatif .
3. Penekanannya pada kebutuhan untuk mengukur output dan input .
4. Anggaran kinerja yang mensyaratkan adanya data-data kinerjaimemungkinkan legislatif
untuk menambah atau mengurangi dari jumlahyang diminta dalam fungsi dan aktivitas
tertentu. Hal tersebut tidak dapatdilakukan kalau data yang ada hanyalah data belanja
(object of expenditure). Setelah diputuskan oleh legislatif, eksekutif harus menurutdan
merevisi anggarannya .
![Page 5: Anggaran Berbasis Kinerja](https://reader036.fdokumen.com/reader036/viewer/2022082521/5695d52d1a28ab9b02a457f8/html5/thumbnails/5.jpg)
5. Menyediakan kepala eksekutif pengendalian yang lebih terhadapan bawahannya. Kepala
eksekutif tidak hanya melihat berapa banyak yangdibelanjakan bawahannya, namun juga
menilai kinerja aktivitasmenggunakan standar satuan mata uang atau unit aktivitas.
6. Anggaran kinerja menekankan aktivitas yang memakai anggaran daripada berapa jumlah
anggaran yang terpakai.
Kelemahan Anggaran berbasis Kinerja
1. Hanya sedikit dari pemerintah pusat dan daerah yang memiliki staf anggaran atau
akuntansi yang memiliki kemampuan yang memadai untuk mengidentifikasi unit
pengukuran dan melaksanakan analisis biaya.
2. Banyak jasa dan aktivitas pemerintah tidak dapat langsung terukur dalam satuan unit
output atau biaya per unit yang dapat dimengerti denganmudah.
3. Akun-akun dalam pemerintahan telah secara khusus dibuat dengan dasar anggaran yang
dikeluarkan (cash basis). Hal ini membuat pengumpulan data untuk keperluan pengukuran
kinerja sangat sulit, bahkan kadang kala tidak memungkinkan.
4. Kadang kala, aktivitas langsung diukur biayanya secara detail dan dilakukan pengukuran
secara detail lainnya tanpa adanya pertimbangan memadai yang diberikan pada perlu atau
tidaknya aktivitas itu sendiri. Dengan kata lain, tidak ada pertimbangan untuk menentukan
apakah aktivitas tersebut merupakan alat terbaik untuk mencapai tujuan organisasi.
Persyaratan Anggaran berbasis Kinerja
1. Adanya indikator kinerja yang jelas
2. Adanya Standar analisis belanja (SAB). Penilaian kewajaran atas beban kerja dan
biaya terhadap kegiatan.
3. Adanya Tolok ukur kinerja. Ukuran keberhasilan yang dicapai pada setiap unit
organisasi perangkat daerah.
4. Adanya Standar biaya. Harga satuan unit biaya yang berlaku bagi tiap-tiap daerah.
Proses Penyusunan Anggaran berbasis Kinerja di Pemerintah Daerah
1. Pemerintah daerah menyampaikan kebijakan umum APBD tahun anggaran berikutnya
sebagai landasan penyusunan rancangan APBD paling lambat pada pertengahan bulan
Juni tahun berjalan. Kebijakan umum APBD tersebut berpedoman pada RKPD.
Proses penyusunan RKPD tersebut dilakukan antara lain dengan melaksanakan
musyawarah perencanaan pembangunan (musrenbang) yang selain diikuti oleh unsur-
![Page 6: Anggaran Berbasis Kinerja](https://reader036.fdokumen.com/reader036/viewer/2022082521/5695d52d1a28ab9b02a457f8/html5/thumbnails/6.jpg)
unsur pemerintahan juga mengikutsertakan dan/atau menyerap aspirasi masyarakat
terkait, antara lain asosiasi profesi, perguruan tinggi, lembaga swadaya masyarakat
(LSM), pemuka adat, pemuka agama, dan kalangan dunia usaha.
2. DPRD kemudian membahas kebijakan umum APBD yang disampaikan oleh
pemerintah daerah dalam pembicaraan pendahuluan RAPBD tahun anggaran
berikutnya.
3. Berdasarkan Kebijakan Umum APBD yang telah disepakati dengan DPRD,
pemerintah daerah bersama DPRD membahas prioritas dan plafon anggaran
sementara untuk dijadikan acuan bagi setiap SKPD.
4. Kepala SKPD selaku pengguna anggaran menyusun RKA-SKPD tahun berikutnya
dengan mengacu pada prioritas dan plafon anggaran sementara yang telah ditetapkan
oleh pemerintah daerah bersama DPRD.
5. RKA-SKPD tersebut kemudian disampaikan kepada DPRD untuk dibahas dalam
pembicaraan pendahuluan RAPBD.
6. Hasil pembahasan RKA-SKPD disampaikan kepada pejabat pengelola keuangan
daerah sebagai bahan penyusunan rancangan perda tentang APBD tahun berikutnya.
7. Pemerintah daerah mengajukan rancangan perda tentang APBD disertai dengan
penjelasan dan dokumen-dokumen pendukungnya kepada DPRD pada minggu
pertama bulan Oktober tahun sebelumnya.
8. Pengambilan keputusan oleh DPRD mengenai rancangan perda tentang APBD
dilakukan selambat-lambatnya satu bulan sebelum tahun anggaran yang bersangkutan
dilaksanakan.