Anesthesi Regional
-
Upload
eni-siti-nuraeni -
Category
Documents
-
view
17 -
download
0
description
Transcript of Anesthesi Regional
Anesthesi Regional
1.1 Definisi Anestesi Regional
Anestesi regional adalah obat yang menghasilkan blokade konduksi atau
blokade lorong natrium pada dinding saraf secara sementara terhadap rangsang
transmisi sepanjang saraf, jika digunakan pada sentral atau perifer. Anestesi
regional setelah keluar dari saraf diikuti oleh pulihnya kondisi saraf secara
spontan dan lengkap tanpa diikuti oleh kerusakan struktur saraf. Semua obat
anestesi lokal baru adalah sebagai rekayasa obat lama yang dianggap masih
mempunyai kekurangan-kekurangan.
Anestesi regional dibagi menjadi dua golongan yaitu golongan ester seperti
kokain, benzodiazepine, ametokain, tetrakain dan golongan amida
seperti lidokain, mepivakain, prilokain, etidokain. Obat bekerja pada reseptor
spesifik pada saluran natrium, mencegah peningkatan permeabilitas sel terhadap
ion natrium dan kalium, sehingga terjadi depolarisasi selaput saraf dan hasilnya
tak terjadi konduksi saraf. Obat kerja anestesi bergantung pada beberapa faktor :
a. Ukuran, jenis, dan mielinisasi saraf
b. pH (asidosis menghambat blok saraf)
c. konsentrasi obat anestesi lokal
Sedangkan lama kerja obat dipengaruhi oleh ikatan dengan protein plasma
dan kecepatan absorbsi.1
2.1 Keuntungan dan Kerugian Anesthesi Regional
Anesthesi regional memiliki banyak manfaat tertentu selain menghindari
risiko dan efek samping anesthesi umum. Salah satu manfaat utama anesthesi
regional adalah mengeliminasi nyeri baik intraoperatif maupun postoperatif.
Kontrol nyeri pasca operasi dapat diperpanjang selama berjam-jam dengan
menggunakan long acting local anesthetic agents. Manfaat ini dapat diperpanjang
untuk beberapa hari dengan menggunakan analgesia epidural dan continous
regional anesthesia (memberikan infus anesthesi lokal secara kontinyu melalui
kateter yang ditempatkan berdampingan dengan saraf). Sehingga pemberian
opioid dapat dihindari dan efek samping opioid yaitu mual, muntah, dan sedasi
dapat dihindari. Kurangnya rasa sakit dan kurangnya efek samping yang
berhubungan dengan penggunaan opioid dapat mempesingkat rawat inap di ruang
pemulihan dan mengurangi risiko masuknya pasien ke rumah sakit.2
Anesthesi regional dapat menyebabkan relaksasi otot yang sangat baik dan
mengurangi perdarahan intraoperatif sehingga dapat meningkatkan kondisi operasi
yang lebih baik bagi ahli bedah. Hal ini dapat mengurangi durasi lamanya operasi
serta mengurangi risiko dilakukannya transfusi darah. Anesthesi epidural dan
spinal mengurangi risiko pembentukan gumpalan darah di ekstremitas bawah
selama operasi. Studi di mana anesthesi umum dibandingkan dengan anesthesi
regional pada pasien yang telah menerima kedua bentuk anesthesi telah secara
konsisten menunjukkan preferensi pasien dan kepuasan yang meningkat dengan
penggunaan anesthesi regional.2
Berikut adalah beberapa keuntungan dari anesthesi regional:
1. Menghidari komplikasi anesthesi umum: (trauma pada bibir, gigi,
orofaring, dan pita suara, spasme bronkus, aspirasi, sedasi
berkepanjangan)
2. Kemungkinan lebih aman dibanding anesthesi umum pada keadaan
dimana anesthesiologis yang kurang berpengalaman atau anesthesi
dilakukan di daerah terpencil.
3. Beberapa pasien lebih memilih untuk tetap sadar dan berinteraksi
dengan dokter bedah. Hal ini dapat membantu dokter bedah untuk
mendapatkan feedback dari pasien selama operasi.
4. Kurangnya mual dan muntah post operatif (kurangnya penggunaan
opioid)
5. Berkurangnya sedasi post operatif ( penurunan terjadinya konfusi pada
pasien usia lanjut)
6. Efek analgesia berlanjut hingga periode postoperatif ( teknik baru
kateter atau infusi membuat blok yang dapat bertahan untuk beberapa
hari).
7. Mempercepat kembalinya kebugaran dan dapat menyebabkan pasien
pulang dari perawatan lebih awal (biaya perawatan berkurang)
8. Blok pada subarachnoid menyebabkan penurunan kejadian deep vein
thrombosis, kurangnya kehilangan darah dan menurunkan surgical
stress response.
9. Obstetri: blok regional pada persalinan telah mengubah pengalaman ibu
dan bayi. Obstetri menjadi lebih aman dan lebih menyenangkan.
10. Anesthesi regional yang dilakukan di daerah terpencil lebih murah dan
relatif aman. Tidak diperlukan peralatan yang rumit dan semua aparatus
anesthesi dapat dibawa menggunakan tas kecil.3
Kerugian anesthesi regional dibagi berdasarkan keterlambatan waktu, faktor
pasien, faktor pembedah, faktor anesthesiologis, kerusakan saraf, tingkat
kegagalan, dan komplikasi blok subarakhnoid yaitu:
1. Keterlambatan waktu: dibutuhkan waktu untuk melaksanakan blok dan
kemudian dibutuhkan waktu 15-30 menit sebelum pasien siap untuk
dilakukan operasi. Namun keterlambatan ini sebagian telah diatasi
dengan sedikitnya waktu yang dibutuhkan untuk pemulihan. Dengan
organisasi yang baik dan anesthesiologis yang terampil, perbedaan waktu
yang dibutuhkan diantara anesthesi regional dan anesthesi umum dapat
diminimalisir.
2. Faktor Pasien: Terdapat tingkatan ketidaknyamanan yang berhubungan
dengan penempatan blok dan operative positioning. Pasien dapat menjadi
cemas dan tidak menyukai bahwa dia sadar. Masalah ini dapat diatasi
dengan penggunaan midazolam dan fentanyl. Pada fase postoperatif
beberapa pasien merasa stress dengan adanya kelumpuhan.
3. Faktor pembedah: Beberapa dokter bedah tidak menyukai dan mudah
terhalihkan oleh pasien yang terbangun, khususnya pada pasien yang
terus menerus ingin memiliki perbincangan dengan dokter bedah.
4. Faktor anesthesiologis : Anesthesi regional yang baik memerlukan
anesthesiologis yang memiliki keterampilan dan pengetahuan juga
memiliki peralatan yang sesuai.
5. Kerusakan saraf: terdapat resiko minimal terjadinya kerusakan permanen
saraf.
6. Tingkat kegagalan: terdapat tingkat kegagalan yang bervariasi mencapai
10%.
7. Komplikasi blok subarachnoid: dengan dilakukannya blok spinal dapat
meningkatkan resiko terjadinya dural puncture headache, retensi urine,
hipotensi dan meningitis.3
3.1 Persiapan Anesthesi Regional
Persiapan anestesi regional sama dengan persiapan anestesi umum karena
untuk mengantisipasi terjadinya toksik sistemik reaction yang bisa berakibat fatal
dan perlu persiapan resusitasi. Sebagai contoh misalnya obat anestesi spinal atau
epidural masuk ke pembuluh darah yang menyebabkan kolaps kardiovaskular
sampai cardiac arrest. Selain itu untuk mengantisipasi terjadinya kegagalan,
sehingga operasi bisa dilanjutkan dengan anestesi umum. Selain itu perlu
diperhatikan hal-hal di bawah ini:
1. informed consent, tidak boleh bersifat memaksa pasien untuk menyetujui
anesthesia spinal
2. Pemeriksaan fisik, tidak dijumpai kelainan spesifik seperti kelainan tulang
punggung
3. Pemeriksaan laboratorium anjuran Hb, Ht, PT (Protrombin Time) , PPT
(Partial Tromboplastin Time)).4
4.1 Jenis Anesthesi Regional
4.1.1 Anesthesi Regional Blok Sentral
4.1.1.1 Anesthesi Spinal
Anesthesi spinal adalah pemberian obat anesthesi lokal ke dalam ruang
subarachnoid. Teknik anesthesi spinal sederhana, cukup efektif dan mudah
dikerjakan.
a. Indikasi
. Indikasi anestesi spinal yaitu untuk bedah ekstremitas bawah, bedah
panggul, tindakan sekitar rektum-perineum, bedah obestetri ginekologi, bedah
abdomen bawah, dan lumbal. Dapat juga digunakan untuk prosedur pembedahan
abdomen bagian atas seeperti choleecystectomy dan gastric resection. Terdapat
beberapa indikasi yang spesifik untk dilakukan anestesi spinal yaitu
urologic endoscopic surgery (transurethral resection of the prostate), rectal
surgery, repair of hip fracture, pediatric surgery.1
b. Kontraindikasi
Terdapat kontraindikasi absolut dan relatif. kontraindikasi absolut
diantaranya adalah pasien menolak, infeksi kulit di sekitar tempat penyuntikan,
bakteriemi, hipovolemi berat (syok), koagulopati, peningkatan tekanan
intrakranial, fasilitas resusitasi minim, sepsis, pasien dengan terapi antikoagulan.
kontraindikasi relatif diantaranya infeksi sistemik, neuropati perifer, mini-dose
heparin, psikosis atau demensia, aspirin atau obat anti platelet, demielinisasi
sistem saraf pusat, certain cardiac lesions (idiopathic hyperthropic subaortic
stenosis dan aortic stenosis), pasien yang tidak kooperatif (emotionally unstable),
prolonged surgery, nyeri punggung kronis, kelainan neurologis.5
c. Persiapan
Persiapan pasien untuk anesthesi spinal diantaranya yaitu informed consent,
pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium rutin, dan premedikasi.6,7
1. Informed consent
Pasien mempunyai banyak alasan untuk menolak tindakan anesthesi spinal.
Pengalaman yang tidak menyenangkan bagi pasien yang tidak dapat dihindari,
seperti sakit kepala, kegagalan blok, nyeri dan luka, selain itu juga pasien sering
mendengar mengenai bahaya dari anesthesi spinal yang seringkali tidak benar.
Hal ini dapat diatasi dengan menenangkan pasien pada saat kunjungan
praoperatif.6,7
Risiko dari anesthesi dapat didiskusikan dengan pasien termasuk nyeri saat
lumbal punksi, sakit punggung, hipotensi, sakit kepala, meningtis, cedera saraf,
dan hematom. Penggunaan bahasa awam dan penenangan pasien mengenai
jarangnya risiko serius yang ditimbulkan akibat anesthesi juga penting dalam
persiapan pasien preoperatif.6,7
2. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik tambahan dari yang biasa dilakukan, meliputi evaluasi
spesifik dari spinallumbalis harus dilakukan untuk anesthesi spinal, Kondisi
dermatologis yang dapat menjadi kontraindikasi anesthesi spinal, kyphoscoliosis
atau penebalan jaringan adiposa juga penting untuk diperhatikan juga scar yang
terdapat pada daerah spinal lumbalis. Palpasi pada interspinalis lumbal penting
sebagai prediktor dalam memudahkan teknik anesthesi spinal.6,7
3. Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan hematokrit pada anemia berat harus dilakukan untuk
menghindari respon yang ditimbulkan akibat spinal anesthesi yang
berupahipotensi. Pemeriksaan prothrombin time (PT) dan partial thromboplastin
time (PTT) bersifat wajib jika ada indikasi yang memungkinkan terjadinya
koagulopati.6,7
4. Premedikasi
Premedikasi diberikan pada pasien yang merasa ketakutan akan
terbangun, mendengar sesuatu, dan merasa tidak nyaman dengan tindakan
anesthesi spinal. Obat pilihan yang dapat diberikan sebagai premedikasi
diantaranya yaitu benzodiazepine oral atau IM adalah pilihan yang baik sebagai
sedatif, opioid juga dapat menjadi pilihan atau kombinasi opioid-anxiolitik secara
IM.6,7
d. Peralatan
Peralatan dan keamanan yang dibutuhkan saat dilakukan anesthesi spinal :
1. Persiapan umum
Tindakan anesthesi spinal harus dilaksanakan dilingkungan dengan
peralatan lengkap untuk monitoring pasien, pelaksanaan anesthesi umum jika
diperlukan dan resusitasi. Hal ini wajib dilakukan karena komplikasi yang sering
dari anesthesi spinal yang meliputi, hipotensi berat, bradikardi berat, dan
insufisiensi respirasi. Waktu yang diperlukan untuk mendapat peralatan dan obat-
obatan setelah timbul salah satu komplikasi dapat memberikan perbedaan antara
keberhasilan terapi dan morbiditas atau mortalitas. Monitoring, termasuk ekg,
tekanan darah, dan pulse oximetry akan memberikan peringatan awal dari
gangguan kardiovaskular dan intervensi farmakologis selama cardiac output dan
sikulasi arteri tetap efektif untuk transportasi obat-obatan ke organ target.6,7
2. Jarum spinal
Jarum spinal dengan ujung tajam (ujung bambu runcing, quincke Babcock)
atau jarum spinal dengan ujung pensil (pencil point, whitacre) atau jarum Greene,
Touhy, dan pitkin.6,7
Gambar 2.3 jarum spinal
e. Teknik Anesthesi Spinal
Anesthesi spinal dilakukan dengan posisi duduk atau posisi lateral
dekubitus. Jarum ditusukkan pada garis tengah adalah posisi yang paling sering
dikerjakan. Biasanya dikerjakan di atas meja operasi tanpa dipindah lagi dan
hanya diperlukan beberapa menit hingga obat menyebar.8
Gambar 2. Posisi duduk dan lateral decubitus
Setelah dimonitor, tidurkan pasien misalnya dalam posisi dekubitus lateral.
Beri bantal di bawah kepala agar tulang belakang stabil. Buat pasien
membungkuk maksimal agar prosesus spinosus mudah teraba. Posisi lain adalah
duduk. Teknik melakukan anesthesi spinal, yaitu:9
1. Perpotongan antara garis yang menghubungkan kedua crista iliaca dengan
tulang punggung adalah L4-L5. Menentukan tempat tusukan, misalnya L2-
L3, L3-L4, atau L4-L5. Tusukan pada L1-L2 atau diatasnya berisiko trauma
medulla spinalis.8
2. Sterilkan tempat tusukan dengan povidone iodine atau alkohol.9
3. Beri anesteti lokal pada tempat tusukan, misalnya dengan lidokain 1-2%
2-3 mL.9
4. Cara tusukan median atau paramedian. Untuk jarum spinal sebesar 22G,
23G atau 25G dapat langsung digunakan. Sedangkan untuk yang kecil 27G
atau 29G, dianjurkan menggunakan penuntun jarum (introducer), yaitu
jarum suntik biasa spuit 10 cc. Tusukan jarum introducer sedalam kira-kira
2 cm ke arah cefal, kemudian masukan jarum spinal berikut dengan
mandrinenya ke lubang jarum tersebut. Jika menggunakan jarum tajam
(Quinkle-Babcock), irisan jarum (bevel) harus sejajar dengan durameter,
yaitu pada posisi tidur miring bevel mengarah ke atas atau ke bawah untuk
menghindari kebocoran cairan yang dapat menimbulkan nyeri kepala pasca
spinal. Setelah resistensi menghilang, mandrin jarum spinal dicabut dan
akan keluar cairan. Pasang spuit berisi obat dan obat dapat dimasukan
perlahan 0,5 ml/detik diselingi aspirasi sedikit untuk meyakinkan posisi
jarum tetap baik. Jika yakin ujung jarum spinal dalam posisi yang benar
namun cairan tidak keluar, putar arah jarum 90o biasanya cairan akankeluar.
Untuk analgesia spinal kontinyu dapat dimasukan kateter.9
5. Posisi duduk sering dikerjakan untuk bedah perineal, misalnya bedah
hemoroid dengan anesthesi hiperbarik. Jarak kulit dengan ligamentum
flavum dewasa kurang lebih 6 cm.9
Gambar 2. Tusukan Jarum pada Anesthesi Spinal
f. Penyebaran Anesthesi Lokal
Penyebaran anesthesi lokal tergantung pada 2 faktor yaitu faktor utama dan
faktor tambahan. Faktor utama diantaranya adalah berat jenis anestetik lokal
(barisitas), posisi pasien (kecuali isobarik), dosis dan volume anestetik lokal
(kecuali isobarik). Faktor tambahan contohnya adalah ketinggian suntikan,
kecepatan suntikan, ukuran jarum, keadaan fisik pasien dan tekanan
intraabdominal.1
g. Lama Kerja
Lama kerja anestetik lokal tergantung pada jenis anesthesi lokal, besarnya
dosis, ada tidaknya vasokonstriktor dan besarnya penyebaran anestetik lokal.1
h. Komplikasi
Komplikasi dari tindakan ini dapat terjadi hipotensi berat akibat blok
simpatis, terjadi “venousspooling”, pada dewasa dicegah dengan memberikan
infus cairan elektrolit 1000ml atau koloid 500ml sebelum tindakan, bradikardi
dapat terjadi tanpa disertai hipotensi atau hipoksia, terjadi akibat blok sampai
T2, hipoventilasi akibat trauma saraf, mual muntah, gangguan pendengaran. blok
spinal tinggi atau spinal total.5
Komplikasi pasca tindakan dapat terjadi nyeri tempat suntikan, nyeri
punggung, nyeri kepala karena kebocoran likuor, retensio urin dan meningitis.5
4.1.1.2 Anesthesi Epidural
Anesthesi epidural adalah blokade saraf dengan menempatkan obat diruang
epidural. Ruang ini berada diantara ligamentum flavum dan duramater.
Kedalaman ruang ini rata-rata 5mm dan dibagian posterior kedalaman maksimal
pada daerah lumbal. Obat anestetik dilokal diruang epidural bekerja langsung
pada akar saraf spinal yang terletak dilateral. Awal kerja anesthesi epidural lebih
lambat dibanding anesthesi spinal, sedangkan kualitas blokade sensorik-motorik
juga lebih lemah.1
Terdapat indikasi dilakukan tindakan anesthesi epidural, diantanya:
1. Pembedahan dan penanggulangan nyeri pasca bedah
2. Tatalaksana nyeri saat persalinan
3. Penurunan tekanan darah saat pembedahan supaya tidak banyak
perdarahan
4. Tambahan pada anesthesi umum ringan karena penyakit tertentu pasien
Indikasi spesifik untuk anesthesi epidural adalah:
1. Pembedahan panggul dan lutut
2. Revaskularisasi ekstremitas bawah
3. Proses persalinan
4. Manajemen postoperasi
Penyebaran anesthesia epidural yang dilakukan tergantung pada:
1. Volume obat yang disuntikan
2. Usia pasien
3. Kecepatan suntikan
4. Besarnya dosis
5. Ketinggian tempat suntikan
6. Posisi pasien
7. Panjang kolumna vertebralis, spuit 10-15ml akan menyebar ke kedua sisi
sebanyak 5 segmen
a. Teknik Anestetik Epidural
Pengenalan ruang epidural lebih sulit dibanding dengan ruang
subarakhnoid.1
1. Posisi pasien saat tusukan seperti pada analgesia spinal.
2. Tusukan jarum epidural biasanya dilakukan pada ketinggian L3-4.
3. Jarum yang digunakan ada 2 macam,yaitu:
a) jarum ujung tajam (Crawford)
b) jarum ujung khusus (Touhy)
Gambar 6. Jarum Anesthesi Epidural
4. Untuk mengenal ruang epidural digunakan banyak teknik. Namun yang
paling populer adalah teknik hilangnya resistensi dan teknik tetes
tergantung.
a) Teknik hilangnya resistensi
Teknik ini menggunakan semprit kaca atau semprit plastik rendah resistensi
yang diisi oleh udara atau NaCl sebanyak ±3ml. Setelah diberikan anestetik lokal
pada tempat suntikan, jarum epidural ditusuk sedalam 1-2 cm. Kemudian udara
atau NaCl disuntikkan perlahan dan terputus-putus. Sembari mendorong jarum
epidural sampai terasa menembus jaringan keras (ligamentum flavum)yang
disusul hilangnya resistensi. Setelah yakin ujung jarum berada dalam ruang
epidural, lakukan uji dosis.1
b) Teknik tetes tergantung
Teknik ini menggunakan jarum epidural yang diisi NaCl sampai terlihat ada
tete sNaCl yang menggantung. Dengan mendorong jarum epidural perlahan
secara lembut sampai terasa menembus jaringan keras yang kemudian disusul
oleh tersedotnya tetes NaCl keruang epidural. Setelah yakin, lakukan uji dosis.1
b. Uji Dosis
Uji dosis anestetik lokal untuk epidural dosis tunggal dilakukan
setelah ujung jarum diyakini berada dalam ruang epidural dan untuk dosis
berulang (kontinyu) melalui kateter. Masukkan anestetik lokal 3ml yang sudah
bercampur adrenalin 1: 200.000. Kemudian dipehatikan beberapa hal berikut
ini :4
1. Tak ada efek setelah beberapa menit, kemungkinan besar letak jarum
sudah benar.
2. Terjadi blokade spinal, menunjukkan obat sudah masuk keruang
subarakhnoid karena terlalu dalam.
3. Terjadi peningkatan laju nadi sampai 20-30%, kemungkinan obat masuk
vena epidural.
c. Cara Penyuntikan
Setelah diyakini posisi jarum atau kateter benar, suntikan anesthesi lokal
secara bertahap setiap 3-5 menit sebanyak 3-5ml sampai tercapai dosis total.
Suntikan terlalu cepat menyebabkan tekanan dalam ruang epidural mendadak
tinggi, sehingga menimbulkan peninggian tekanan intrakranial, nyeri kepala, dan
gangguan sirkulasi pembuluh darah epidural.5
Gambar 5.Anesthesi Epidural
d. Dosis Maksimal
Dosis maksimal dewasa muda sehat 1,6 ml/segmen yang tentunya
bergantung padakonsentrasi obat. Pada manula dan neonatus dosis dikurangi
sampai 50% dan pada wanita hamil dikurangi 30% akibat pengaruh hormon dan
mengecilnya ruang epidural akibat ramainya vaskularisasi darah dalam ruang
epidural.5
e. Uji Keberhasilan Epidural
Keberhasilan anelgesia epidural bergantung pada:3
1. Tentang blok simpatis diketahui dari perubahan suhu.
2. Tentang blok sensorik dari uji tusuk jarum.
3. Tentang blok motorik dari skala Bromage.
Melipat lutut Melipat jari
Blok tak ada
Blok parsial
++
+
++
++Blok hampir lengkap
Blok lengkap
-
-
+
- Tabel 1. Skala Bromageuntuk blok motorik
f. Anesthesi Lokal yang Dipergunakan untuk Epidural
Anesthesi epidural adalah salah satu bentuk dari anesthesi regional yang
dilakukan dengan menyuntikkan obat anesthesi lokal keruang epidural.5
Tabel 2. Obat Anesthesi Epidural
g. Komplikasi Anesthesi Epidural
1. Blok tidak merata
2. Depresi kardiovaskular (hipotensi)
3. Hipoventilasi (hati-hati keracunan obat)
4. Mual muntah
4.1.1.3 Anesthesi Kaudal
Anesthesi kaudal sebenarnya sama dengan anesthesi epidural karena ruang
kaudal adalah kepanjangan dari ruang epidural dan obat ditempatkan pada ruang
kaudal melalui hiatus sakralis. Hiatus sakralis ditutup oleh ligamentum sakro
koksigeal tanpa tulang yang analog dengan gabungan antara ligamentum
supraspinosum, ligamentum interspinosum, dan ligamentum flavum. Ruang
kaudal berisi saraf sakral, pleksus venosus, felum terminale dan kantong dura.7
Anesthesi ini akan mengenai saraf motorik (ekstremitas bawah), sensorik
(sub umbilikal) dan persarafan otonom pada bladder dan anorektal. Pada anak-
anak anesthesi kaudal biasanya dikombinasikan dengan anesthesi umum yang
ringan dengan pernapasan spontan. Efek dari kaudal anesthesi mempengaruhi
persarafan sakral dan lumbar, meskipun akan terjadi efek tambahan pada sistem
kardiovaskuler, pernapasan, dan pencernaan.7
a. Indikasi
Anesthesi ini dapat digunakan pada bayi, anak-anak, dan dewasa, terutama
digunakan pada pasien yang berusia di bawah 8 tahun. Anesthesi ini khususnya
digunakan untuk pembedahan pada daerah sekitar perineum, anorektal, misal
hemoroid dan fistula paraanal, dapat juga dilakukan pada herniorrhaphyinguinal
dan femoral, cystoscopy dan bedah uretra, hemoroidektomi dan histerektomi
vaginal. Selain itu anesthesi ini dapat digunakan untuk menghilangkan rasa sakit
dalam persalinan, blok simpatetik pada insufisiensi vaskular akut pada ekstrimitas
bawah dan mengevaluasi nyeri pada daerah persarafan yang terkena.7
Manajemen rasa nyeri dapat dilakukan pada beberapa keadaan yaitu trauma
pada ekstrimitas bawah dan manajemen postoperatif. Dalam manajemen rasa
nyeri kronik anesthesi ini dapat diaplikasikan pada radikulopati lumbar, neuralgia
post herpetik beserta nyeri kronik lainnnya. Anesthesi ini juga berguna untuk
menghilangkan rasa nyeri akut dan kronik atau nyeri yang diakibatkan oleh
kanker pada persarafan yang terkait.7
b. Kontraindikasi
Kontraindikasi pada anesthesi kaudal berkaitan dengan kelainan organ
terkait pada proses pelaksanaan anesthesi, misalnya malformasi sakrum
(myelomeningocele dan spina bifida terbuka), meningitis, dan hipertensi
intrakranial.7
c. Teknik Anesthesi Kaudal
Beberapa posisi dapat digunakan pada dewasa, dibandingkan dengan posisi
lateral dekubitus pada neonatus dan anak-anak. Posisi lateral memiliki efikasi
yang baik karena mempermudah akses pada jalan napas bila pasien sedang berada
dalam efek sedasi yang berat. Pada dewasa lebih sering digunakan posisi pronasi
(telungkup) namun posisi knee-chest juga dapat digunakan. Pada posisi pronasi,
sebaiknya diletakkan bantal dibawah simfisis pubis untuk mempermudah
perabaan caudalcanal. Pada pasien dengan parturien tindakan anesthesi dapat
diakukan dengan sim position.7
Teknik anesthesi dapat digunakan jarum suntik biasa atau jarum dengan
kateter vena (venocath, abbocath) ukuran 20-22 pada pasien dewasa. Identifikasi
hiatus sakralis dengan menemukan kornu sakralis kanan dan kiri dan spina iliaka
superior posterior, dengan menghubungkan ketiga tonjolan tersebut diperoleh
hiatus sakralis.7
Gambar 1. Lokasi hiatus sakralis
Anesthesi dilakukan dengan lidokain1,5% diinfiltrasikan pada kulit diatas
hiatus sakral saat akses anesthesi, pastikan ujung jarum berada dibawah S2 untuk
menghindari robekan pada duramater. Biasanya untuk ketepatan, dapat dilakukan
flouroscopy dengan tampilan lateral, kanalis kaudal akan terlihat lebih translusens
dibagian belakang segmen sakrum.7
Ketika jaringan diatas hiatus telah teranesthesi, jarum tuohy-typeberukuran
17/18 dimasukan dan dipastikan menembus hingga ligamen sakrokoksigeal.
Ketika jarum telah memasuki dinding depan kanalis sakralis, jarum ditarik sedikit
dan di re-orientasi kearah kranial dan selanjutnya dimasukan kedalam kanalis
sakralis. Bila flouroscopy tidak tersedia dapat digunakan teknik loss-of-resistance
dengan menempelkan spuit yang berisi udara dan air salin.7
Gambar 2. Anesthesi Kaudal
d. Obat Anesthesi Kaudal
Obat-obat yang dapat digunakan untuk anesthesi kaudal antara lain:
1. 0,5-1 ml/kgBB; 0,125-0,25% bupivakain dengan atau tanpa epinephrine.
2. 15-20 ml dari lidokain; 1,5-2% dengan atau tanpa epinephrine.
a. a. 0,5 ml/kgBB untuk blok lumbosakral
b. 1 ml/kgBB untuk blok torakolumbalis
3. 1,5 ml/kgBB untuk blok toraks mid
4. Maksimum 20ml, 1% untuk analgesia dan 2% untuk motorblok
5. Dapat ditambahkan dengan morfin 50-70 µg/kg ataufentanyl 50-100 µg.
e. Komplikasi
Komplikasi yang dapat ditimbulkan pada anesthesi kaudal, diantarnya:
1. Blok tidak merata/gagal dapat terjadi pada 5-20%, terkadang penggunaan
USG membantu untuk meningkatkan tingkat keberhasilan.
2. Depresi kardiovaskular (hipotensi)
3. Hipoventilasi (hati-hati keracunan obat)
4. Mual-muntah.
4.1.2 Anesthesi Regional Blok Perifer
4.1.2.1 Anesthesi Regional Blok Perifer Intravena
Anesthesi regional dapat juga dilakukan dengan cara blok perifer. Salah satu
teknik yang dapat digunakan adalah anesthesi regional intravena. Anesthesi
regional intravena dapat dikerjakan untuk bedah singkat sekitar 45 menit. Melalui
cara ini saraf yang dituju langsung saraf bagian proksimal. Sehingga daerah yang
dipersarafi akan teranesthesi misalnya pada tindakan operasi di lengan bawah
memblok saraf brakialis. Untuk melakukan anetesi blok perifer harus dipahami
anatomi dan daerah persarafan yang bersangkutan. Biasanya hanya dikerjakan
untuk orang dewasa dan pada lengan.
Keuntungan dari anesthesi regional intravena, yaitu mudah untuk dilakukan,
insidensi kegagalan anesthesi regional rendah, teknik yang digunakan aman saat
digunakan dengan tepat, onset dan pemulihan cepat, serta dapat merelaksasi
otot.Sedangkan kerugian dari anesthesi regional intravena, yaitu hanya digunakan
untuk prosedur pendek, pasien mungkin merasakan sakit pada daerah pemasangan
torniquet setelah 20-30 menit, kolaps kardiovaskular yang mendadak atau kejang
jika anesthesi lokal dilepaskan ke sirkulasi terlalu cepat.
a. Indikasi Anesthesi Regional Blok Perifer Intravena
Anesthesi regional intravena dianjurkan untuk prosedur operasi yang
melibatkan bagian lengan bawah siku (prosedur terbuka atau reduksi tertutup),
prosedur operasi yang melibatkan kaki di bawah lutut (prosedur terbuka atau
reduksi tertutup), dan prosedur bedah yang akan selesai dalam waktu 40-60 menit.
b. Kontraindikasi Anesthesi Regional Blok Perifer Intravena
Anesthesi regional intravena juga memiliki kontraindikasi, yaitu:
1. Reynaud’s disease
2. Penyakit sickle cell homozigot
3. Anak-anak yang tidak memadai
4. Torniquet yang tidak adekuat.
c. Prosedur Anesthesi Regional Blok Perifer Intravena
Untuk melakukan anesthesi regional intravena, prosedur yang dilakukan,
yaitu:
1. Pasang vena kateter pada kedua punggung tangan. Pada sisi lengan atau
tanganyang akan dibedah. Pemasangan vena kateter ini digunakan untuk
memasukkan obat anastesi lokal, sedangkan sisi lain untuk memasukkan
obat-obat yang diperlukan seandainya timbul kegawatan atau memerlukan
cairan infus.
2. Eksanguinasi (mengurangi darah) pada sisi lengan yang akan dibedah
dengan menaikkan lengan dan memeras lengan secara manual atau dengan
bantuan perban elastic (Eshmark bandage) dari distal ke proksimal.
Tindakan ini selain untuk mengurangi sirkulasi darah dan tentunya dosis
obat.
3. Pasang pengukur tekanan darah pada lengan atas seperti akan mengukur
tekanan darah biasa dengan torniket atau manset ganda dan bagian
proksimal dikembangkan dahulu sampai 100mmHg diatas tekanan sistolik
agar darah arteri tidak masuk kelengan dan darah vena tidak akan ke
sistemik. Perban elastis dilepaskan.
4. Suntikkan lidokain atau prilokain 0,5%0,6ml/kgBB (bupivakain tidak
dianjurkan, karena toksisitasnya lebih besar) melalui kateter dipunggung
tangan dan jika digunakan untuk tungkai, dimasukkan melalui vena
punggung kaki dengan dosis 1-1,2ml/kgBB. Analgesi tercapai dalam waktu
5-15 menit dan pembedahan dapat dimulai.
5. Setelah 20-30 menit atau jika pasien merasa tidak enak atau nyeri pada
torniket, kembangkan manset distal dan kempiskan manset proksimal.
6. Setelah pembedahan selesai, deflasi manset dilakukan secara bertahap, buka
tutup selang beberapa menit untuk menghindari keracunan obat. Pada
pembedahan yang sangat singkat untuk mencegah keracunan sistemik
torniket harus tetap dipertahan kan selama 30 menit untuk memberi
kesempatan obat menyebar ke vena dan melekat ke seluruh jaringan sekitar.
Untuk tungkai jarang dikerjakan karena banyak pilihan lain yang lebih
mudah dan aman, misalnya blok spinal, epidural, atau kaudal.
d. Komplikasi Anesthesi Regional Blok Perifer Intravena
Komplikasi dari anesthesi regional intravena, yaitu:
1. Ketidak nyamanan saat menggunakan torniquet.
2. Cepat kembali terasa setelah torniquet dilepaskan yang mengakibatkan rasa
sakit setelahnya.
3. Reaksi toksik dari torniquet yang rusak atau mengempis sebelum 20-25
menit.
e. Obat yang Digunakan untuk Anesthesi Regional Blok Perifer Intravena
Anesthesi regional intravena menggunakan obat prilocaine dan lidocaine.
Prilocaine dan lidocaine memiliki toksisitas yang relatif rendah dan indeks
terapeutik yang tinggi. Konsentrasi untuk keduanya harus 0,5%, tidak pernah
menggantikan anesthesi lokal lainnya. Anesthesi lokal tidak harus mengandung
epinefrin.
Dosis yang dianjurkan untuk penggunaan lidocaine tidak boleh melebihi
3mg/kgBB. Untuk 70 kg dewasa menjadi 50m l0,5% lidocaine polos. Dosis yang
dianjurkan untuk prilocaine tidak boleh melebihi 6mg/kg. Dosis yang biasa untuk
orang dewasa adalah 40ml 0,5% prilocaine.
Operasi ekstremitas bawah mungkin memerlukan volume yang lebih besar.
Untuk pasien yang beratnya <7 0kg, menyesuaikan dosis sesuai dengan berat
badan mereka. Jangan meningkatkan dosi suntuk pasien yang lebih besar. Jangan
menggunakan dosis yang lebih tinggi atau konsentrasi prilocaine atau lidokain
karena risiko toksisitas. Salah satu komplikasi penggunaan prilocaine adalah
methemoglobinemia. Prilocaine dimetabolisme menjadi turunano-toluidin yang
mengubah hemoglobin ke methemoglobin. Hal ini umumnya terjadi pada dosis
tinggi (>10mg/kg) dan seharusnya tidak terjadi dengan penggunaan rutin pada
dosis yang diterima.10
DAFTAR PUSTAKA
1. Latief, Said. Analgesia Regional. Dalam: Petunjuk Praktis Anesthesiologi edisi II. Jakarta: Bagian Anesthesiologi dan Terapi Intensif FKUI. 2009
2. http://www.cses.cumc.columbia.edu/pdf/faq_regional_anesthesia.pdf.
3. http://www.aagbi.org/sites/default/files/47-Introductionto-regional-anaesthesia.pdf
4. Muhiman M, Thaib MR, Sunatrio S, Dahlan R, editor. Anestesiologi. Jakarta: Bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1989.
5. Dobson, M. B. dkk. Penuntun Praktis Anesthesi. Jakarta: EGC. 1994.6. Said, Kartini, Ruswan. 2002. Anesthesiologi. Jakarta : Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia, 2002.7. Latief SA, Suryadi KA, Dachlan MR. Petunjuk Praktis Anesthesiologi edisi
2. Bagian Anastesi dan Terapi Intensif FK Universitas Indonesia. 2001.8. Mansjoer A, Suprohaita, Wardhani Wi, Setowulan W, Kapita selekta
kedokteran. Edisi 3 Jilid 2. Jakarta; Media Aesculapius Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2000.
9. Morgan, Edward. Clinical Anesthesiology Fourth Edition. McGraw-Hill Companies; 2006.
10. Katz J, Aidinis SJ. Complications of Spinal and Epidural Anesthesia. J Bone Joint Surg Am.
ANESTHESI REGIONALCLINICAL SCIENCE SESSION
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Kepaniteraandi Bagian Anesthesiologi dan Terapi Intensif
Pembimbing:Alexander Siagian, dr., Sp.An., M.Kes
Oleh:Kelompok XLIII-A
Fadila Afrianita 4151131409Gian Ruzbihan Al Afghani 4151131416Azka Nadiya Janata 4151131421Trihastary Sitty Mahardhikaningaty 4151131428Reza Bayu Alvianto 4151131429Farisyaliana Rizkia Sidik 4151131436Annisa Nur Hady Ramdhani 4151131441Ismi Khatmi Dzulhijjah 4151131466Putri Lestari 4151131468Gama Akbar Firdausy 4151131491
LABORATORIUM ANESTHESIOLOGI DAN TERAPI INTENSIFFAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS JENDERAL ACHMAD YANICIMAHI
2015