anesi
-
Upload
muhammad-adri-wansah -
Category
Documents
-
view
53 -
download
3
description
Transcript of anesi
Terapi Obsgyn
- pro Kistektomi
- inf. RL 20 tpm
- inj. ceftriaxon 1gr/12 jam
- inj. metronidazol 500mg/8 jam
- inj.as. tranexamat 1gr/8 jam
- inj. ketorolac 1 amp/24 jam
- inj. vit. B komplek 2cc/24 jam
- Inj. vit.C 1 amp/12 jam
Jawaban Bagian Jantung (tanggal 16 Desember 2010):
Sinus rhytm, HR 80x, compensated cordis.
Saat ini tidak ada kontraindikasi operasi.
Jawaban Bagian Anestesi (tanggal 16 Desember 2010 jam 11.00) :
Pada prinsipnya setuju pengelolaan anestesi GA dengan ASA II.
Saran : - Puasa 6 jam pre operasi.
- Inform concent.
- Pasang IV line.
- Premedikasi di OK.
A. RENCANA ANESTESI
1. Persiapan Operasi
- Persetujuan tertulis (+)
- Puasa 6 jam
- Infus RL: 20 tetes/menit
2. Jenis Anestesi : General Anestesi
3. Teknik Anestesi : Semi closed inhalasi dengan Endotracheal Tube no.7,0
4. Premedikasi : Midazolam 3 mg, fentanyl 100 μg
5. Induksi : Propofol 120 mg iv
6. Pelumpuh otot : Atrakurium 30 mg
7. Maintenance : N2O : O2 = 2L : 2L
Isofluran 1 vol %
8. Monitoring : Tanda vital selama operasi tiap 5 menit, kedalaman
anestesi, cairan, perdarahan
9. Perawatan pasca anestesi di ruang pemulihan
B. TATALAKSANA ANESTESI
1. Di Ruang Persiapan
a. Periksa persetujuan operasi dan identitas penderita.
b. Pemeriksaan tanda-tanda vital :
T : 120/70 mmHg N : 88 X/menit
R : 20 X/menit S : 36,5 ºC
c. Cek obat dan alat anestesi.
d. Infus RL 20 tts/menit yang terpasang pada tangan kiri
2. Di Ruang Operasi
a. Jam 07.50 pasien masuk kamar operasi, ditidurkan telentang di atas meja operasi,
manset dan monitor dipasang.
b. Jam 07.55 dilakukan premedikasi yaitu dengan pemberian midazolam 3mg,
fentanyl 100 μg i.v
c. Jam 08.00 dilakukan induksi dengan propofol 120 mg i.v. Setelah reflek bulu
mata menghilang, segera kepala diekstensikan, face mask didekatkan pada hidung
dengan O2 6 l/menit. dimasukkan Atracurium 30 mg I.V. Sesudah tenang
dilakukan intubasi dengan endotracheal tube no.7,0. Setelah terpasang baik
dihubungkan dengan mesin anestesi untuk mengalirkan O2 2 l/menit dan N2O 2
l/menit. Untuk maintenance digunakan Isofluran 1 vol %
d. Jam 08.10 anestesi sudah cukup dalam (napas teratur, pupil terfiksasi sentral dan
midriasis), ahli bedah dipersilakan memulai operasi, selama operasi tanda vital
dan saturasi O2 dimonitor tiap 5 menit.
e. Jam 10.30 operasi selesai, alat anestesi dilepas, dan penderita dipindahkan ke
ruang pulih sadar.
Monitoring selama operasi.
Jam Tensi Nadi Si02 Keterangan
07.50 120/70 88 100 Terpasang infuse 2 jalur, RL 200cc20
tpm dan NaCl 500 cc 20 tpm
07.55 122/73 84 100 premedikasi : Midazolam 3 mg I.V. dan
Fentanyl 100 mcg I.V
08.00 122/73 82 100 Induksi Propofol 120 mg I.V, Atracrium
30 mg I.V, O2 6 L / menit dan intubasi.
08.10 118/76 83 100 N20 : 02 = 2 : 2 total flow 4 L / menit, Isofluran
1 vol %. Operasi dimulai dan monitoring tanda
– tanda vital tiap 5 menit.
08.15 117/76 81 100 Inf. HES (3) 500cc
08.20 118/63 87 100 Atracurium 10 mg I.V
08.25 112/65 88 100
08.30 103/64 86 100 Atracurium 10 mg I.V
08.35 103/63 87 100 Inf. RL (4) 500cc
08.40 103/65 85 100
08.45 105/65 83 100 Atracurium 10 mg I.V
08.50 107/68 87 100
08.55 107/67 88 100
09.00 106/67 85 100 Atracurium 10 mg I.V
09.05 108/66 88 100 Inf. NaCl (5) 500cc
09.10 107/65 86 100
09.15 105/66 88 100
09.20 105/66 88 100 Atracurium 10 mg I.V
09.25 108/67 87 100
09.30 104/65 92 100
09.35 100/64 90 100
09.40 100/62 92 100 Atracurium 10 mg I.V
09.45 102/65 88 100
09.50 107/65 90 100
09.55 107/66 88 100
10.00 110/65 85 100 Ondansentron 4 mg
10.05 110/65 86 100 Atracurium 10 mg I.V
10.10 111/66 87 100
10.15 114/60 87 100
10.20 114/60 86 100 Fentanyl 100 mcg
10.25 118/65 85 100 Inf. NaCL 500cc
10.30 120/68 86 100
3. Di Ruang Pemulihan
- Jam 10.35 : pasien dipindahkan ke ruang pulih sadar dalam keadaan belum sadar,
posisi terlentang, diberikan O2 2 liter/menit, dan tanda-tanda vital dimonitoring
tiap 5 menit.
- Jam 11.30 : pasien stabil baik, dipindahkan ke Bangsal Mawar 1.
Monitoring Pasca Anestesi
Jam Tensi Nadi RR Keterangan
10.35 120/70 84 20 O2 2 L/menit, monitoring tanda vital
10.40 120/70 84 20
10.45 120/80 88 20
10.50 120/80 88 20
10.55 120/70 84 20
11.00 120/70 84 20
11.05 120/80 84 20
11.10 120/80 88 20
11.15 120/80 88 20
11.20 120/70 84 20
11.25 120/70 84 20
11.30 120/70 88 20 Aldrette scor ≥8, pasien pindah ke
bangsal
4. Instruksi Pasca Anestesi
a. Rawat pasien posisi terlentang, kontrol vital sign. Bila tensi turun di bawah 90/60
mmHg, infus dipercepat. Bila muntah, berikan Ondansetron 1 ampul. Bila
kesakitan, berikan Ketorolac 1 ampul.
b. Lain-lain
- Antibiotik dari bagian obsgyn.
- Analgetik dari bagian obsgyn.
- Puasa sampai dengan flatus.
- Post operasi cek Hb, bila < 10 mg/dL, transfusi sampai dengan Hb > 10
mg/dL.
- Kontrol balance cairan.
- Monitor vital sign.
Anestesi umum adalah tindakan menghilangkan rasa nyeri/sakit secara sentral
disertai hilangnya kesadaran dan dapat pulih kembali (reversibel). Komponen trias
anestesi yang ideal terdiri dari analgesia, hipnotik, dan relaksasi otot. Anestesi umum
adalah bentuk anestesi yang paling sering digunakan atau dipraktekkan yang dapat
disesuaikan dengan jumlah terbesar pembedahan.1
Obat anestesi yang masuk ke pembuluh darah atau sirkulasi kemudian menyebar
ke jaringan. Yang pertama terpengaruh oleh obat anestesi ialah jaringan kaya akan
pembuluh darah seperti otak, sehingga kesadaran menurun atau hilang, hilangnya rasa
sakit, dan sebagainya. Seseorang yang memberikan anestesi perlu mengetahui stadium
anestesi untuk menentukan stadium terbaik pembedahan itu dan mencegah terjadinya
kelebihan dosis.1,2
Agar anestesi umum dapat berjalan dengan sebaik mungkin, pertimbangan
utamanya adalah memilih anestetika ideal. Pemilihan ini didasarkan pada beberapa
pertimbangan yaitu keadaan penderita, sifat anestetika, jenis operasi yang dilakukan, dan
peralatan serta obat yang tersedia. Sifat anestetika yang ideal antara lain mudah didapat,
murah, tidak menimbulkan efek samping terhadap organ vital seperti saluran pernapasan
atau jantung, tidak mudah terbakar, stabil, cepat dieliminasi, menghasilkan relaksasi otot
yang cukup baik, kesadaran cepat kembali, tanpa efek yang tidak diingini 5 .Obat anestesi
umum yang ideal mempunyai sifat-sifat antara lain : pada dosis yang aman mempunyai
daya analgesik relaksasi otot yang cukup, cara pemberian mudah, mulai kerja obat yang
cepat dan tidak mempunyai efek samping yang merugikan. Selain itu obat tersebut harus
tidak toksik, mudah dinetralkan, mempunyai batas keamanan yang luas.5
Macam-macam Teknik Anestesi5
Open drop method: Cara ini dapat digunakan untuk anestesik yang menguap,
peralatan sangat sederhana dan tidak mahal. Zat anestetik diteteskan pada kapas yang
diletakkan di depan hidung penderita sehingga kadar yang dihisap tidak diketahui, dan
pemakaiannya boros karena zat anestetik menguap ke udara terbuka.
Semi open drop method: Hampir sama dengan open drop, hanya untuk
mengurangi terbuangnya zat anestetik digunakan masker. Karbondioksida yang
dikeluarkan sering terhisap kembali sehingga dapat terjadi hipoksia. Untuk
menghindarinya dialirkan volume fresh gas flow yang tinggi minimal 3x dari minimal
volume udara semenit.
Semi closed method : Udara yang dihisap diberikan bersama oksigen murni yang
dapat ditentukan kadarnya kemudian dilewatkan pada vaporizer sehingga kadar zat
anestetik dapat ditentukan. Udara napas yang dikeluarkan akan dibuang ke udara luar.
Keuntungannya dalamnya anestesi dapat diatur dengan memberikan kadar tertentu dari
zat anestetik, dan hipoksia dapat dihindari dengan memberikan volume fresh gas flow
kurang dari 100% kebutuhan.
Closed method: Cara ini hampir sama seperti semi closed hanya udara ekspirasi
dialirkan melalui soda lime yang dapat mengikat CO2, sehingga udara yang mengandung
anestetik dapat digunakan lagi.
Dalam memberikan obat-obatan pada penderita yang akan menjalani operasi maka
perlu diperhatikan tujuannya yaitu sebagai premedikasi, induksi, maintenance, dan lain-
lain.
1. Persiapan Pra Anestesi
Pasien yang akan menjalani anestesi dan pembedahan (elektif/darurat) harus
dipersiapkan dengan baik. Kunjungan pra anestesi pada bedah elektif dilakukan 1-2
hari sebelumnya, dan pada bedah darurat sesingkat mungkin. Kunjungan pra anestesi
pada pasien yang akan menjalani operasi dan pembedahan baik elektif dan darurat
mutlak harus dilakukan untuk keberhasilan tindakan tersebut. Adapun tujuan
kunjungan pra anestesi adalah:1
a. Mempersiapkan mental dan fisik secara optimal.
b. Merencanakan dan memilih teknik serta obat-obat anestesi yang sesuai dengan
fisik dan kehendak pasien.
c. Menentukan status fisik dengan klasifikasi ASA (American Society
Anesthesiology):
ASA I : Pasien normal sehat, kelainan bedah terlokalisir, tanpa kelainan
faali, biokimiawi, dan psikiatris. Angka mortalitas 2%.
ASA II : Pasien dengan gangguan sistemik ringan sampai dengan sedang
sebagai akibat kelainan bedah atau proses patofisiologis. Angka
mortalitas 16%.
ASA III : Pasien dengan gangguan sistemik berat sehingga aktivitas harian
terbatas. Angka mortalitas 38%.
ASA IV : Pasien dengan gangguan sistemik berat yang mengancam jiwa, tidak
selalu sembuh dengan operasi. Misal : insufisiensi fungsi organ,
angina menetap. Angka mortalitas 68%.
ASA V : Pasien dengan kemungkinan hidup kecil. Tindakan operasi hampir
tak ada harapan. Tidak diharapkan hidup dalam 24 jam tanpa operasi
/ dengan operasi. Angka mortalitas 98%.
ASA VI : Pasien mati otak yang organ tubuhnya akan diambil (didonorkan)6
Untuk operasi cito, ASA ditambah huruf E (Emergency) terdiri dari
kegawatan otak, jantung, paru, ibu dan anak.
Pemeriksaan praoperasi anestesi 5
I. Anamnesis
1. Identifikasi pasien yang terdiri dari nama, umur, alamat, dll.
2. Keluhan saat ini dan tindakan operasi yang akan dihadapi.
3. Riwayat penyakit yang sedang/pernah diderita yang dapat menjadi penyulit
anestesi seperti alergi, diabetes melitus, penyakit paru kronis (asma bronkhial,
pneumonia, bronkhitis), penyakit jantung, hipertensi, dan penyakit ginjal.
4. Riwayat obat-obatan yang meliputi alergi obat, intoleransi obat, dan obat yang
sedang digunakan dan dapat menimbulkan interaksi dengan obat anestetik
seperti kortikosteroid, obat antihipertensi, antidiabetik, antibiotik, golongan
aminoglikosid, dll.
5. Riwayat anestesi dan operasi sebelumnya yang terdiri dari tanggal, jenis
pembedahan dan anestesi, komplikasi dan perawatan intensif pasca bedah.
6. Riwayat kebiasaan sehari-hari yang dapat mempengaruhi tindakan anestesi
seperti merokok, minum alkohol, obat penenang, narkotik
7. Riwayat keluarga yang menderita kelainan seperti hipertensi maligna.
8. Riwayat berdasarkan sistem organ yang meliputi keadaan umum, pernafasan,
kardiovaskular, ginjal, gastrointestinal, hematologi, neurologi, endokrin,
psikiatrik, ortopedi dan dermatologi.
II. Pemeriksaan Fisik
1. Keadaan psikis : gelisah,takut, kesakitan
2. Keadaan gizi : malnutrisi atau obesitas
3. Tinggi dan berat badan. Untuk memperkirakan dosis obat, terapi cairan yang
diperlukan, serta jumlah urin selama dan sesudah pembedahan.
4. Frekuensi nadi, tekanan darah, pola dan frekuensi pernafasan, serta suhu
tubuh.
5. Jalan nafas (airway). Jalan nafas diperiksa untuk mengetahui adanya trismus,
keadaan gigi geligi, adanya gigi palsu, gangguan fleksi ekstensi leher, deviasi
ortopedi dan dermatologi. Ada pula pemeriksaan mallampati, yang dinilai dari
visualisasi pembukaan mulut maksimal dan posisi protusi lidah. Pemeriksaan
mallampati sangat penting untuk menentukan kesulitan atau tidaknya dalam
melakukan intubasi. Penilaiannya yaitu:
i. Mallampati I : palatum molle, uvula, dinding posterior
oropharynk, tonsilla palatina dan tonsilla
pharingeal
ii. Mallampati II : palatum molle, sebagian uvula, dinding poster uvula
iii. Mallampati III : palatum molle, dasar uvula
iv. Mallampati IV : palatum durum saja
6. Jantung, untuk mengevaluasi kondisi jantung
7. Paru-paru, untuk melihat adanya dispneu, ronki dan mengi
8. Abdomen, untuk melihat adanya distensi, massa, asites, hernia, atau tanda
regurgitasi.
9. Ekstremitas, terutama untuk melihat adanya perfusi distal, sianosis, adanya jari
tabuh, infeksi kulit, untuk melihat di tempat-tempat pungsi vena atau daerah
blok saraf regional.1,2
III. Pemeriksaan laboratorium dan penunjang lain2
Lab rutin :
1. Pemeriksaan lab. Darah
2. Urine : protein, sedimen, reduksi
3. Foto rongten ( thoraks )
4. EKG
Pemeriksaan khusus, dilakukan bila ada indikasi :
1. EKG pada anak
2. Spirometri pada tumor paru
3. Tes fungsi hati pada ikterus
4. Fungsi ginjalpada hipertensi
5. AGD, elektrolit.
2. Premedikasi Anestesi
Premedikasi anestesi adalah pemberian obat sebelum anestesi. Adapun tujuan
dari premedikasi antara lain :1,2
a. memberikan rasa nyaman bagi pasien, misal : diazepam.
b. menghilangkan rasa khawatir, misal : diazepam
c. membuat amnesia, misal : diazepam, midazolam
d. memberikan analgesia, misal : fentanyl, pethidin
e. mencegah muntah, misal : droperidol, ondansentron
f. memperlancar induksi, misal : pethidin
g. mengurangi jumlah obat-obat anesthesia, misal pethidin
h. menekan reflek-reflek yang tidak diinginkan, misal : tracurium, sulfas atropin.
i. mengurangi sekresi kelenjar saluran nafas, misal : sulfas atropin dan hiosin.
Premedikasi diberikan berdasar atas keadaan psikis dan fisiologis pasien yang
ditetapkan setelah dilakukan kunjungan prabedah. Dengan demikian maka pemilihan
obat premedikasi yang akan digunakan harus selalu dengan mempertimbangkan umur
pasien, berat badan, status fisik, derajat kecemasan, riwayat pemakaian obat anestesi
sebelumnya, riwayat hospitalisasi sebelumnya, riwayat penggunaan obat tertentu
yang berpengaruh terhadap jalannya anestesi, perkiraan lamanya operasi, macam
operasi, dan rencana anestesi yang akan digunakan2
Sesuai dengan tujuannya, maka obat-obat yang dapat digunakan sebagai obat
premedikasi dapat digolongkan seperti di bawah ini:2,3
a. Narkotik analgetik, misal morfin, pethidin.
b. Transquillizer yaitu dari golongan Benzodiazepin, misal diazepam dan
midazolam
c. Barbiturat, misal pentobarbital, penobarbital, sekobarbital.
d. Antikolinergik, misal atropin dan hiosin.
e. Antihistamin, misal prometazine.
f. Antasida, misal gelusil
g. H2 reseptor antagonis, misal cimetidine
Pemberian obat secara subkutan tidak akan efektif dalam 1 jam. Secara
intramuskular minimum harus ditunggu 40 menit. Pada kasus darurat dengan waktu
tindakan pembedahan yang tidak pasti obat dapat diberikan intravena. Obat segera
efektif sebelum induksi. Bila pembedahan belum akan dimulai dalam waktu 1 jam
dianjurkan premedikasi intramuskular.4
3. Obat-obatan Premedikasi
Pada kasus ini digunakan obat premedikasi :
a. Midazolam 1,2,5
Midazolam merupakan suatu golongan imidazo-benzodiazepin dengan sifat
yang sangat mirip dengan golongan benzodiazepine. Midazolam bersifat larut dalam
air serta merupakan benzodiazepin pilihan untuk pemberian parenteral. Penting untuk
diketahui bahwa obat ini dapat bersifat menjadi larut lemak pada pH fisiologuis
sehingga dapat dengan cepat menembus sawar darah otak dan menimbulkan efek
sentral.10 Merupakan benzodiapin kerja cepat yang bekerja menekan SSP. Midazolam
berikatan dengan reseptor benzodiazepin yang terdapat di berbagai area di otak seperti
di medulla spinalis, batang otak, serebelum system limbic serta korteks serebri.
Midazolam memiliki onset yang lebih cepat , eliminasi waktu paruh yang lebih
pendek (2-4 jam), serta kurva dosis responsif yang lebih curam daripada
benzodiazepin lain yang tersedia. Oleh karena itu, midazolam seringnya diberikan
secara intravena sebelum pasien masuk ke dalam kamar operasi.10 Efek induksi terjadi
sekitar 1,5 menit setelah pemberian intra vena bila sebelumnya diberikan premedikasi
obat narkotika dan 2-2,5 menit tanpa premedikasi narkotika sebelumnya.
Midazolam diindikasikan pada premedikasi sebelum induksi anestesi, basal
sedasion sebelum tindakan diagnostik atau pembedahan yang dilakukan di bawah
anestesi lokal serta induksi dan pemeliharaan selama anestesi. Obat ini
dikontraindikasikan pada keadaan sensitif terhadap golongan benzodiazepine, pasien
dengan insufisiensi pernafasan, dan acute narrow-angle glaucoma.
Pemberian intramuskular pada penderita yang mengalami nyeri sebelum
tindakan bedah, pemberian tunggal atau kombinasi dengan antikolinergik atau
analgesik. Dewasa : 0,07- 0,1 mg/kg BB secara IM sesuai dengan keadaan umum
pasien, lazimnya diberikan 5 mg. Dosis usia lanjut dan pasien lemah 0,025 – 0,05
mg/kg BB (IM). Untuk basal sedation pada dewasa tidak melebihi 2,5 mg IV 5-10
menit sebelum permulaan operasi, pada orang tua dosis harus diturunkan 1- 1,5 mg
dengan total dosis tidak melebihi 3,5 mg IV.
b. Fentanil 5,6
Fentanil merupakan salah satu preparat golongan analgesik opioid dan
termasuk dalam opioid potensi tinggi dengan dosis 100-150 mcg/kgBB, termasuk
sufentanil (0,25-0,5 mcg/kgBB). Bahkan sekarang ini telah ditemukan remifentanil,
suatu opioid yang poten dan sangat cepat onsetnya, telah digunakan untuk
meminimalkan depresi pernapasan residual. Opioid dosis tinggi yang deberikan
selama operasi dapat menyebabkan kekakuan dinding dada dan larynx, dengan
demikian dapat mengganggu ventilasi secara akut, sebagaimana meningkatnya
kebutuhan opioid potoperasi berhubungan dengan perkembangan toleransi akut. Maka
dari itu, dosis fentanyl dan sufentanil yang lebih rendah telah digunakan sebagai
premedikasi dan sebagai suatu tambahan baik dalam anestesi inhalasi maupun
intravena untuk memberikan efek analgesi perioperatif.8
Sebagai analgesik, potensinya diperkirakan 80 kali morfin. Lamanya efek
depresi nafas fentanil lebih pendek dibanding meperidin. Efek euphoria dan analgetik
fentanil diantagonis oleh antagonis opioid, tetapi secara tidak bermakna diperpanjang
masanya atau diperkuat oleh droperidol, yaitu suatu neuroleptik yang biasanya
digunakan bersama sebagai anestesi IV. Dosis tinggi fentanil menimbulkan kekakuan
yang jelas pada otot lurik, yang mungkin disebabkan oleh efek opioid pada tranmisi
dopaminergik di striatum. Efek ini di antagonis oleh nalokson. Fentanyl biasanya
digunakan hanya untuk anestesi, meski juga dapat digunakan sebagai anelgesi pasca
operasi. Obat ini tersedia dalam bentuk larutan untuk suntik dan tersedia pula dalam
bentuk kombinasi tetap dengan droperidol.5 Fentanyl dan droperidol (suatu
butypherone yang berkaitan dengan haloperidol) diberikan bersama-sama untuk
menimbulkan analgesia dan amnesia dan dikombinasikan dengan nitrogen oksida
memberikan suatu efek yang disedut sebagai neurolepanestesia.1,2
c. Ondansetron1,2
Merupakan suatu antagonis 5-HT3 yang sangat efektif yang dapat menekan
mual dan muntah karena sitostatika misalnya cisplatin dan radiasi. Ondansetron
mempercepat pengosongan lambung, bila kecepatan pengosongan basal rendah.
Tetapi waktu transit saluran cerna memanjang sehingga dapat terjadi konstipasi.
Ondansetron dieliminasi dengan cepat dari tubuh. Metabolisme obat ini terutama
secara hidroksilasi dan konjugasi dengan glukonida atau sulfat dalam hati.5 Dosis
ondansentron yang biasanya diberikan untuk premedikasi antara 4-8 mg/kgBB. Dalam
suatu penelitian kombinasi antara Granisetron dosis kecil yang diberikan sesaat
sebelum ekstubasi trakhea ditambah Dexamethasone yang diberikan saat induksi
anestesi merupakan suatu alternatif dalam mencegah muntah selama 0-2 jam setelah
ekstubasi trakhea daripada ondansetron dan dexamethasone.1,2
4. Induksi
Induksi merupakan saat dimasukkannya zat anestesi sampai tercapainya
stadium pembedahan yang selanjutnya diteruskan dengan tahap pemeliharaan anestesi
untuk mempertahankan atau memperdalam stadium anestesi setelah induksi.
Pada kasus ini digunakan obat induksi :
a. Propofol
Propofol (2,6-diisoprophylphenol) adalah campuran 1% obat dalam air dan
emulsi yang berisi 10% soya bean oil, 1,2% phosphatide telur dan 2,25% glyserol.
Dosis yang dianjurkan 2,5 mg/kgBB untuk induksi tanpa premedikasi.5,6
Propofol memiliki kecepatan onset yang sama dengan barbiturat intravena
lainnya, namun pemulihannya lebih cepat dan pasien dapat diambulasi lebih cepat
setelah anestesi umum. Selain itu, secara subjektif, pasien merasa lebih baik setelah
postoperasi karena propofol mengurangi mual dan muntah postoperasi. Propofol
digunakan baik sebagai induksi maupun mempertahankan anestesi dan merupakan
agen pilihan untuk operasi bagi pasien rawat jalan. Obat ini juga efektif dalam
menghasilkan sedasi berkepanjangan pada pasien dalam keadaan kritis. Penggunaan
propofol sebagai sedasi pada anak kecil yang sakit berat (kritis) dapat memicu
timbulnya asidosis berat dalam keadaan terdapat infeksi pernapasan dan kemungkinan
adanya skuele neurologik.6
Pemberian propofol (2mg/kg) intravena menginduksi anestesi secara cepat.
Rasa nyeri kadang-kadang terjadi di tempat suntikan, tetapi jarang disertai plebitis
atau trombosis. Anestesi dapat dipertahankan dengan infus propofol yang
berkesinambungan dengan opiat, N2O dan/atau anestetik inhalasi lain.5,7
Propofol dapat menyebabkan turunnya tekanan darah yang cukup berarti
selama induksi anestesi karena menurunnya resitensi arteri perifer dan venodilatasi.10
Propofol menurunkan tekanan arteri sistemik kira-kira 80% tetapi efek ini disebabkan
karena vasodilatasi perifer daripada penurunan curah jantung. Tekanan sistemik
kembali normal dengan intubasi trakea.
Setelah pemberian propofol secara intravena, waktu paruh distribusinya adalah
2-8 menit, dan waktu paruh redistribusinya kira-kira 30-60 menit. Propofol cepat
dimetabolisme di hati 10 kali lebih cepat daripada thiopenthal pada tikus. Propofol
diekskresikan ke dalam urin sebagai glukoronid dan sulfat konjugat, dengan kurang
dari 1% diekskresi dalam bentuk aslinya. Klirens tubuh total anestesinya lebih besar
daripada aliran darah hepatik, sehingga eliminasinya melibatkan mekanisme
ekstrahepatik selain metabolismenya oleh enzim-enzim hati. Propofol dapat
bermanfaat bagi pasien dengan gangguan kemampuan dalam memetabolisme obat-
obat anestesi sedati yang lainnya. Propofol tidak merusak fungsi hati dan ginjal.
Aliran darah ke otak, metabolisme otak dan tekanan intrakranial akan menurun.
Keuntungan propofol karena bekerja lebih cepat dari tiopental dan konvulsi pasca
operasi yang minimal.
Propofol merupakan obat induksi anestesi cepat. Obat ini didistribusikan cepat
dan dieliminasi secara cepat. Hipotensi terjadi sebagai akibat depresi langsung pada
otot jantung dan menurunnya tahanan vaskuler sistemik. Propofol tidak mempunyai
efek analgesik. Dibandingkan dengan tiopental waktu pulih sadar lebih cepat dan
jarang terdapat mual dan muntah. Pada dosis yang rendah propofol memiliki efek
antiemetik. 1,5
Efek samping propofol pada sistem pernafasan adanya depresi pernafasan,
apnea, bronkospasme, dan laringospasme. Pada sistem kardiovaskuler berupa
hipotensi, aritmia, takikardi, bradikardi, hipertensi. Pada susunan syaraf pusat adanya
sakit kepala, pusing, euforia, kebingungan, dll. Pada daerah penyuntikan dapat terjadi
nyeri sehingga saat pemberian dapat dicampurkan lidokain (20-50 mg).2,5
b. Ketamine
Merupakan larutan yang tidak berwarna, stabil pada suhu kamar dan relatif
aman. Ketamin mempunyai sifat analgesik, anestetik dan kataleptik dengan kerja
singkat. Sifat analgesiknya sangat kuat untuk sistem somatik tetapi lemah untuk
sistem viseral. Ketamin dapat meningkatkan tekanan darah, frekuensi nadi dan curah
jantung sampai 20%. 1,5
Mekanisme aksi ketamine adalah memblokade membran terhadap efek
eksitasi neurotranmiter asam glutamat pada reseptor subtipe NMDA. Ketamine
merupakan obat yang sangat lipofilik dan dengan cepat didistribusikan ke dalam
organ yang perfusinya baik seperti otak, hati dan ginjal. Kemudian, ketamine
diredistribusi ke dalam jaringan-jaringan yang berperfusi kurang baik bersamaan
dengan metabolisme hepatik dan diikuti dengan ekskresi urin dan bilier. Ketamine
merupakan satu-satunya anestesi intravena yang memiliki efek analgesik dan mampu
menghasilkan stimulasi cardiovaskular yang berkaitan dengan dosis. Nadi, tekanan
darah arteri dan cardiac output dapat meningkat secara signifikan di atas nilai normal.
Variabel-variabel ini mencapai puncaknya 2-4 menit setelah injeksi bolus intravena,
kemudian menurun ke nilai normal selama 10-20 menit kemudian. Ketamine
menghasilkan efek terhadap kardiovaskuler ini dengan menstimulasi sistem saraf
simpatis pusat , kurang lebih, dengan menghambat reuptake norepinefrin pada
terminal saraf simpatis. Peningkatan kadar epinefrin dan noerpinefrin plasma terjadi
selama 2 menit setelah bolus ketamine intravena dan kembali ke kadar normal dalam
kurang dari 15 menit. Ketamine secara nyata meningkatkan aliran darah otak,
konsumsi oksigen dan tekanan intrakranial. Sebagaimana anestesi yang menguap,
ketamine merupakan sebuah obat yang secara potensial berbahaya ketika tekanan
intrakranial meningkat. Meskipun ketamine menurunkan laju pernapasan, tonus otot
pernapasan bagian atas tetap dipertahankan dengan baik dan refleks-refleks jalan
napas biasanya tetap dipelihara.1,2
Penggunaan ketamine telah dihubungkan dengan disorientasi, ilusi sensori dan
persepsi serta mimpi yang nyata postoperasi (sehinggan disebut dengan fenomena
emergence). Diazepam (0,2-0,3 mg/kgBB) atau midazolam (0,025-0,05 mg) secara
intravena, yang diberikan sebelum pemberian ketamine dapat mengurangi insidensi
efek-efek negatif ini. Meskipun demikian, penggunaan ketamin dosis rendah dalam
kombinasi dengan anestesi inhalasi dan intravena yang lainnya telah menjadi alternatif
pilihan daripada analgesik opioid dalam meminimalkan depresi pernapasan. Selain
itu, ketamine sangat bermanfaat bagi pasien geriatri dan pasien dengan resiko tinggi
terjadi syok kardiogenik atau syok sepsis dikarenakan efek kardiostimulasinya.
Ketamin dosis rendah juga digunakan bagi pasien-pasien rawat jalan yang
dikombinasikan dengan propofol serta bagi anak-anak yang menjalani prosedur yang
menyakitkan (seperti penggatian dressing pada luka bakar).7
Untuk induksi ketamin diberikan secara IV dengan dosis 2 mg/kgBB (1-4,5
mg/kgBB) dalam waktu 60 detik; stadium operasi dicapai dalam 5-10 menit. Untuk
mempertahankan anestesi dapat diberikan dosis ulangan setengah dari semula.
Ketamin IM untuk induksi diberikan 10 mg/kgBB (6,5-13 mg/kgBB), stadium operasi
terjadi dalam 12-25 menit.1,5
5. Pemeliharaan
a. Nitrous Oksida (N2O)
Merupakan gas yang tidak berwarna, berbau manis dan tidak iritatif, tidak
berasa, lebih berat dari udara, tidak mudah terbakar/meledak, dan tidak bereaksi
dengan soda lime absorber (pengikat CO2). Mempunyai sifat anestesi yang
kurang kuat, tetapi dapat melalui stadium induksi dengan cepat, karena gas ini
tidak larut dalam darah. Gas ini tidak mempunyai sifat merelaksasi otot, oleh
karena itu pada operasi abdomen dan ortopedi perlu tambahan dengan zat
relaksasi otot. Terhadap SSP menimbulkan analgesi yang berarti. Depresi nafas
terjadi pada masa pemulihan, hal ini terjadi karena Nitrous Oksida mendesak
oksigen dalam ruangan-ruangan tubuh. Hipoksia difusi dapat dicegah dengan
pemberian oksigen konsentrasi tinggi beberapa menit sebelum anestesi selesai.
Penggunaan biasanya dipakai perbandingan atau kombinasi dengan oksigen.
Penggunaan dalam anestesi umumnya dipakai dalam kombinasi N2O : O2 adalah
sebagai berikut 60% : 40% ; 70% : 30% atau 50% : 50%.2,5
b. Isofluran
Merupakan eter berhalogen yang tidak mudah terbakar. Isofluran
merelaksasi otot sehingga baik untuk melakukan intubasi. Obat pelumpuh otot
non-depolarisasi dan isofluran saling menguatkan (potensiasi) sehingga dosis
isofluran perlu dikurangi sepertiganya. Tendensi timbulnya aritmia amat kecil,
sebab isofluran tidak menyebabkan sensitisasi jantung terhadap katekolamin.2,5
Isofluran 3-3,5% dalam O2 atau kombinasi N2O-02 biasanya digunakan
untuk induksi, sedangkan kadar 0,5-3% cukup memuaskan untuk mempertahankan
anestesia.7
6. Obat Pelumpuh Otot
Obat golongan ini menghambat transmisi neuromuscular sehingga
menimbulkan kelumpuhan pada otot rangka. Menurut mekanisme kerjanya, obat ini
dibagi menjadi 2 golongan yaitu obat penghambat secara depolarisasi resisten,
misalnya suksinil kolin, dan obat penghambat kompetitif atau nondepolarisasi, misal
kurarin.
Dalam anestesi umum, obat ini memudahkan dan mengurangi cedera tindakan
laringoskopi dan intubasi trakea, serta memberi relaksasi otot yang dibutuhkan dalam
pembedahan dan ventilasi kendali.2,5
2 golongan obat pelumpuh otot yaitu :2
a. Depolarisasi.
- Ada fasikulasi otot
- Berpotensiasi dengan antikolinesterase
- Tidak menunjukkan kelumpuhan bertahap pada perangsangan
tunggal atau tetanik
- Belum dapat diatasi dengan obat spesifik
- Kelumpuhan berkurang dengan penambahan obat pelumpuh otot
non depolarisasi dan asidosis
- Contoh: suksametonium (suksinil kolin)
b. Non depolarisasi
- Tidak ada fasikulasi otot
- Berpotensiasi dengan hipokalemia, hipotermia, obat anestetik
inhalasi, eter, halothane, enfluran, isoflurane
- Menunjukkan kelumpuhan yang bertahap pada perangsangan
tunggal atau tetanik
- Dapat diantagonis oleh antikolinesterase
- Contoh: tracrium (atrakurium besilat), pavulon (pankuronium bromida),
norkuron (pankuronium bromida), esmeron (rokuronium bromida).
Obat pelumpuh otot yang digunakan dalam kasus ini adalah :
Atracurium besilat (tracrium)
Merupakan obat pelumpuh otot non depolarisasi yang relatif baru yang
mempunyai struktur benzilisoquinolin yang berasal dari tanaman Leontice
leontopetaltum. Beberapa keunggulan atrakurium dibandingkan dengan obat
terdahulu antara lain adalah :
a. Metabolisme terjadi dalam darah (plasma) terutama melalui suatu reaksi kimia
unik yang disebut reaksi kimia hoffman. Reaksi ini tidak bergantung pada fungsi
hati dan ginjal.
b. Tidak mempunyai efek akumulasi pada pemberian berulang.
c. Tidak menyebabkan perubahan fungsi kardiovaskuler yang bermakna.6
Mula dan lama kerja atracurium bergantung pada dosis yang dipakai. Pada
umumnya mulai kerja atracurium pada dosis intubasi adalah 2-3 menit, sedang lama
kerja atracurium dengan dosis relaksasi 15-35 menit.7
Pemulihan fungsi saraf otot dapat terjadi secara spontan (sesudah lama kerja
obat berakhir) atau dibantu dengan pemberian antikolinesterase. Nampaknya
atracurium dapat menjadi obat terpilih untuk pasien geriatrik atau pasien dengan
penyakit jantung dan ginjal yang berat.1,6
Kemasan dibuat dalam 1 ampul berisi 5 ml yang mengandung 50 mg
atracurium besilat. Stabilitas larutan sangat bergantung pada penyimpanan pada suhu
dingin dan perlindungan terhadap penyinaran.
Dosis intubasi : 0,5 – 0,6 mg/kgBB/iv
Dosis relaksasi otot : 0,5 – 0,6 mg/kgBB/iv
Dosis pemeliharaan : 0,1 – 0,2 mg/kgBB/ iv5
7. Intubasi Endotrakeal
Suatu tindakan memasukkan pipa khusus ke dalam trakea, sehingga jalan
nafas bebas hambatan dan nafas mudah dikendalikan. Intubasi trakea bertujuan
untuk :2
a. Mempermudah pemberian anestesi.
b. Mempertahankan jalan nafas agar tetap bebas.
c. Mencegah kemungkinan aspirasi lambung.
d. Mempermudah penghisapan sekret trakheobronkial.
e. Pemakaian ventilasi yang lama.
f. Mengatasi obstruksi laring akut.
8. Terapi Cairan
Prinsip dasar terapi cairan adalah cairan yang diberikan harus mendekati
jumlah dan komposisi cairan yang hilang. Terapi cairan perioperatif bertujuan
untuk :2
a. Memenuhi kebutuhan cairan, elektrolit dan darah yang hilang selama operasi.
b. Mengatasi syok dan kelainan yang ditimbulkan karena terapi yang diberikan.
Pemberian cairan operasi dibagi :
a. Pra operasi
Dapat terjadi defisit cairan karena kurang makan, puasa, muntah,
penghisapan isi lambung, penumpukan cairan pada ruang ketiga seperti pada
ileus obstruktif, perdarahan, luka bakar dan lain-lain. Kebutuhan cairan untuk
dewasa dalam 24 jam adalah 2 ml / kg BB / jam. Setiap kenaikan suhu 10 Celcius
kebutuhan cairan bertambah 10-15 %.
b. Selama operasi
Dapat terjadi kehilangan cairan karena proses operasi. Kebutuhan cairan
pada dewasa untuk operasi :
Ringan= 4 ml/kgBB/jam.
Sedang= 6 ml/kgBB/jam
Berat = 8 ml/kgBB/jam.
Bila terjadi perdarahan selama operasi, di mana perdarahan kurang dari
10 % EBV maka cukup digantikan dengan cairan kristaloid. Apabila perdarahan
lebih dari 10 % maka dapat dipertimbangkan pemberian plasma / koloid /
dekstran .2
c. Setelah operasi
Pemberian cairan pasca operasi ditentukan berdasarkan defisit cairan
selama operasi ditambah kebutuhan sehari-hari pasien. 1,2
9. Pemulihan
Pasca anestesi dilakukan pemulihan dan perawatan pasca operasi dan anestesi
yang biasanya dilakukan di ruang pulih sadar atau recovery room yaitu ruangan untuk
observasi pasien pasca atau anestesi. Ruang pulih sadar merupakan batu loncatan
sebelum pasien dipindahkan ke bangsal atau masih memerlukan perawatan intensif di
ICU. Dengan demikian pasien pasca operasi atau anestesi dapat terhindar dari
komplikasi yang disebabkan karena operasi atau pengaruh anestesinya.2
Untuk memindahkan pasien dari ruang pulih sadar ke ruang perawatan perlu
dilakukan skoring tentang kondisi pasien setelah anestesi dan pembedahan. Beberapa
cara skoring yang biasa dipakai untuk anestesi umum yaitu cara Aldrete dan Steward,
dimana cara Steward mula-mula diterapkan untuk pasien anak-anak, tetapi sekarang
sangat luas pemakaiannya, termasuk untuk orang dewasa. Sedangkan untuk regional
anestesi digunakan skor Bromage.2,5
Tabel 1. Aldrete Scoring System
No. Kriteria Skor
1 Aktivitas
motorik
Mampu menggerakkan ke-4 ekstremitas atas
perintah atau secara sadar.
Mampu menggerakkan 2 ekstremitas atas perintah
atau secara sadar.
Tidak mampu menggerakkan ekstremitas atas
perintah atau secara sadar.
2
1
0
2 Respirasi Nafas adekuat dan dapat batuk
Nafas kurang adekuat/distress/hipoventilasi
Apneu/tidak bernafas
2
1
0
3 Sirkulasi Tekanan darah berbeda ± 20% dari semula
Tekanan darah berbeda ± 20-50% dari semula
Tekanan darah berbeda >50% dari semula
2
1
0
4 Kesadaran Sadar penuh
Bangun jika dipanggil
Tidak ada respon atau belum sadar
2
1
0
5 Warna kulit Kemerahan atau seperti semula
Pucat
Sianosis
2
1
0
Aldrete score ≥ 8, tanpa nilai 0, maka dapat dipindah ke ruang perawatan.
Tabel 2. Steward Scoring System
No. Kriteria Skor
1 Kesadaran Bangun Respon terhadap stimuli Tak ada respon
210
2 Jalan napas Batuk atas perintah atau menangis Mempertahankan jalan nafas dengan baik Perlu bantuan untuk mempertahankan jalan nafas
210
3 Gerakan Menggerakkan anggota badan dengan tujuan Gerakan tanpa maksud Tidak bergerak
210
Steward score ≥5 boleh dipindah ruangan.
Tabel 3. Robertson Scoring System
No. Kriteria Skor
1 Kesadaran Sadar penuh, membuka mata, berbicara
Tidur ringan
Membuka mata atas perintah
Tidak ada respon
4
3
2
1
2 Jalan napas Batuk atas perintah 3
Jalan nafas bebas tanpa bantuan
Jalan nafas bebas tanpa bantuan ekstensi kepala
Tanpa bantuan obstruksi
2
1
0
3 Aktifitas Mengangkat tangan atas perintah
Gerakan tanpa maksud
Tidak bergerak
2
1
0
Tabel 4. Scoring System untuk pasien anakTanda Kriteria
Tanda vital Respirasi, T/N, suhu seperti semula
Reflek laryng dan pharyng Mampu menela, batuk, dan muntah
Gerakan Mampu bergerak sesuai umur dan tingkat
perkembangan
Muntah Muntah, mual pusing minimal
Pernafasan Tidak ada sesak nafas, stridor, dan
mendengkur
Kesadaran Alert, orientasi tempat, waktu, dan orang
Tabel 5. Bromage Scoring System
Kriteria Skor
Gerakan penuh dari tungkai 0
Tak mampu ekstensi tungkai 1
Tak mampu fleksi lutut 2
Tak mampu fleksi pergelangan kaki 3
Bromage score < 2 boleh pindah ke ruang perawatan.