Anemia Gravidarum

100
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Anemia pada ibu hamil merupakan masalah kesehatan terkait dengan insidennya yang tinggi dan komplikasi yang dapat timbul baik pada ibu maupun pada janin. Di dunia 34 % ibu hamil dengan anemia dimana 75 % berada di negara sedang berkembang (WHO, 2005 dalam Syafa, 2010). Di Indonesia, 63,5 % ibu hamil dengan anema (Saifudin, 2006), di Bali 46, 2 % ibu hamil dengan anemia (Ani dkk., 2007), dan di RSUD Wangaya Kota Denpasar 25, 6 % ibu hamil aterm dengan anemia (CM RSUD Wangaya, 2010). Ibu hamil dengan anemia sebagian besar sekitar 62,3 % berupa anemia defisiensi besi (ADB) (Wiknjosastro, 2005). Ibu hamil aterm cenderung menderita ADB karena pada masa tersebut janin menimbun cadangan besi untuk dirinya dalam rangka persediaan segera setelah lahir (Sin sin, 2008). Pada ibu hamil dengan anemia terjadi gangguan penyaluran oksigen dan zat makanan dari ibu ke plasenta dan janin, yang mempengaruhi fungsi plasenta. Fungsi plasenta yang menurun dapat mengakibatkan gangguan tumbuh kembang janin. Anemia pada ibu hamil dapat mengakibatkan gangguan tumbuh kembang janin, abortus, partus lama, sepsis puerperalis, kematian ibu dan janin (Cunningham et al., 2005; Wiknjosastro, 2005), meningkatkan risiko berat badan lahir rendah (Karasahin et al, 2006; Simanjuntak, 2008), asfiksia neonatorum (Budwiningtjastuti dkk., 2005), prematuritas (Karasahin et al., 2006).

Transcript of Anemia Gravidarum

Page 1: Anemia Gravidarum

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Anemia pada ibu hamil merupakan masalah kesehatan terkait dengan

insidennya yang tinggi dan komplikasi yang dapat timbul baik pada ibu maupun

pada janin. Di dunia 34 % ibu hamil dengan anemia dimana 75 % berada di

negara sedang berkembang (WHO, 2005 dalam Syafa, 2010). Di Indonesia, 63,5

% ibu hamil dengan anema (Saifudin, 2006), di Bali 46, 2 % ibu hamil dengan

anemia (Ani dkk., 2007), dan di RSUD Wangaya Kota Denpasar 25, 6 % ibu

hamil aterm dengan anemia (CM RSUD Wangaya, 2010). Ibu hamil dengan

anemia sebagian besar sekitar 62,3 % berupa anemia defisiensi besi (ADB)

(Wiknjosastro, 2005).

Ibu hamil aterm cenderung menderita ADB karena pada masa tersebut

janin menimbun cadangan besi untuk dirinya dalam rangka persediaan segera

setelah lahir (Sin sin, 2008). Pada ibu hamil dengan anemia terjadi gangguan

penyaluran oksigen dan zat makanan dari ibu ke plasenta dan janin, yang

mempengaruhi fungsi plasenta. Fungsi plasenta yang menurun dapat

mengakibatkan gangguan tumbuh kembang janin. Anemia pada ibu hamil dapat

mengakibatkan gangguan tumbuh kembang janin, abortus, partus lama, sepsis

puerperalis, kematian ibu dan janin (Cunningham et al., 2005; Wiknjosastro,

2005), meningkatkan risiko berat badan lahir rendah (Karasahin et al, 2006;

Simanjuntak, 2008), asfiksia neonatorum (Budwiningtjastuti dkk., 2005),

prematuritas (Karasahin et al., 2006).

Page 2: Anemia Gravidarum

2

Pertumbuhan janin dipengaruhi oleh ibu, janin, dan plasenta. Plasenta

berfungsi untuk nutritif, oksigenasi, ekskresi (Wiknjosastro, 2005; Rompas,

2008). Kapasitas pertumbuhan berat janin dipengaruhi oleh pertumbuhan plasenta,

dan terdapat korelasi kuat antara berat plasenta dengan berat badan lahir (Knare et

al., 2007).

Selain dampak tumbuh kembang janin, anemia pada ibu hamil juga

mengakibatkan terjadinya gangguan plasenta seperti hipertropi, kalsifikasi, dan

infark, sehingga terjadi gangguan fungsinya. Hal ini dapat mengakibatkan

gangguan pertumbuhan janin (Wiknjosastro, 2005). Sedangkan Agboola (1979)

melaporkan bahwa berat plasenta pada ibu hamil dengan anemia adalah lebih

tinggi tanpa tergantung dengan jenis anemianya. Selain itu, anemia pada ibu hamil

terdapat hipertrofi plasenta dan villi yang mempengaruhi berat plasenta (Robert et

al., 2008).

Berat plasenta mencerminkan fungsi dan perkembangan plasenta itu

sendiri (Asgharnia et al., 2007) dan besar plasenta juga dapat memprediksi

kemungkinan terjadinya hipertensi dikemudian hari (Bakker et al., 2007). Ibu

hamil dengan anemia sebagai faktor risiko terjadinya pertumbuhan plasenta yang

tidak proporsional. Sebaliknya, berat plasenta yang kecil dapat mengindikasikan

adanya kekurangan asupan gizi ke plasenta sehingga terjadi hipoksia plasenta

yang pada akhirnya mengganggu fungsinya (Robert et al., 2008).

Berbagai upaya telah dilakukan untuk mencegah terjadinya anemia pada

ibu hamil seperti perbaikan asupan gizi, program pemberian besi, dan pemberian

preparat besi jauh sebelum merencanakan kehamilan. Akan tetapi upaya-upaya

Page 3: Anemia Gravidarum

3

tersebut belum memuaskan. Hal ini berarti bahwa selama beberapa warsa ke

depan masih tetap akan berhadapan dengan anemia pada ibu hamil.

Gangguan pertumbuhan dan fungsi plasenta pada ibu hamil dengan anemia

terkait kuat dengan kelangsungan hidup janin. Berat lahir plasenta dapat

mencerminkan fungsi dan tumbuh kembang plasenta itu sendiri dan tumbuh

kembang plasenta terkait dengan berat badan lahir. Sampai saat ini belum ada

publikasi tentang perbedaan berat badan lahir dan berat plasenta lahir pada ibu

hamil dengan anemia dan tidak anemia termasuk dari RSUD Wangaya Kota

Denpasar.

Dengan demikian, penelitian ini menjadi sangat penting karena akan

memberikan wawasan keilmuan yang lebih luas. Selain itu, hasil penelitian ini

dapat dipakai untuk masukan dalam menyusun program pencegahan dan

penaggulangan risiko anemia pada ibu hamil.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian di atas maka disusunlah rumusan masalah sebagai

berikut:

1 Apakah ada perbedaan berat badan lahir pada ibu hamil aterm dengan anemia

dan tidak anemia ?

2 Apakah ada perbedaan berat plasenta lahir pada ibu hamil aterm dengan

anemi dan tidak anemia ?

Page 4: Anemia Gravidarum

4

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan umum

Untuk mengetahui perbedaan berat badan lahir dan berat plasenta lahir

pada ibu hamil aterm dengan anemia dan tidak anemia di RSUD

Wangaya Kota Denpasar Tahun 2011.

1.3.2 Tujuan khusus

Untuk mengetahui:

1. Perbedaan berat badan lahir pada ibu hamil aterm dengan anemia dan

tidak anemia.

2. Perbedaan berat plasenta lahir pada ibu hamil aterm dengan anemia dan

tidak anemia.

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Manfaat teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat memberi tambahan informasi tentang

pertumbuhan plasenta pada ibu hamil aterm dengan anemia yang

berdampak pada kelangsungan kesehatan janin.

1.4.2 Manfaat praktis

Sebagai sumber informasi bagi penentu kebijakan dalam upaya

meningkatkan program pelayanan dan penanganan ibu hamil dengan

anemia agar kejadian anemia pada ibu hamil dapat diturunkan serta

dengan deteksi dini terhadap pertumbuhan plasenta dan janin melalui

pengawasan kesejahteraan janin intra uterin, maka upaya preventif akan

segera dapat dilakukan.

Page 5: Anemia Gravidarum

5

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Anemia Pada Ibu Hamil

2.1.1 Definisi

Anemia dalam kehamilan adalah kondisi ibu dengan kadar hemoglobin di

bawah 11 gr% pada trimester I dan III atau kadar hemoglobin < 10,5 gr% pada

trimester II ( Depkes RI, 2009 ). Anemia adalah kondisi dimana sel darah merah

menurun atau menurunnya hemoglobin, sehingga kapasitas daya angkut oksigen

untuk kebutuhan organ-organ vital pada ibu dan janin menjadi berkurang. Selama

kehamilan, indikasi anemia adalah jika konsentrasi hemoglobin kurang dari 10,50

sampai dengan 11,00 gr/dl (Varney, 2006 ).

Hemoglobin ( Hb ) yaitu komponen sel darah merah yang berfungsi

menyalurkan oksigen ke seluruh tubuh, jika Hb berkurang, jaringan tubuh

kekurangan oksigen. Oksigen diperlukan tubuh untuk bahan bakar proses

metabolisme. Zat besi merupakan bahan baku pembuat sel darah merah. Ibu hamil

mempunyai tingkat metabolisme yang tinggi misalnya untuk membuat jaringan

tubuh janin, membentuknya menjadi organ dan juga untuk memproduksi energi

agar ibu hamil bisa tetap beraktifitas normal sehari – hari ( Sin sin, 2010 ). Fungsi

Hb merupakan komponen utama eritrosit yang berfungsi membawa oksigen dan

karbondioksida. Warna merah pada darah disebabkan oleh kandungan Hb yang

merupakan susunan protein yang komplek yang terdiri dari protein, globulin dan

satu senyawa yang bukan protein yang disebut heme. Heme tersusun dari suatu

Page 6: Anemia Gravidarum

6

senyawa lingkar yang bernama porfirin yang bagian pusatnya ditempati oleh

logam besi (Fe). Jadi heme adalah senyawa-senyawa porfirin-besi, sedangkan

hemoglobin adalah senyawa komplek antara globin dengan heme ( Masrizal,

2007).

Anemia Defisiensi besi adalah anemia yang terjadi akibat kekurangan zat

besi dalam darah, artinya konsentrasi hemoglobin dalam darah berkurang karena

terganggunya pembentukan sel-sel darah merah akibat kurangnya kadar zat besi

dalam darah. Jika simpanan zat besi dalam tubuh seseorang sudah sangat rendah

berarti orang tersebut mendekati anemia walaupun belum ditemukan gejala-gejala

fisiologis. Simpanan zat besi yang sangat rendah lambat laun tidak akan cukup

untuk membentuk sel-sel darah merah di dalam sumsum tulang sehingga kadar

hemoglobin terus menurun di bawah batas normal, keadaan inilah yang disebut

anemia gizi besi ( Masrizal, 2007). Menurut Evatt dalam Masrizal ( 2007) anemia

defisiensi besi adalah anemia yang disebabkan oleh berkurangnya cadangan besi

tubuh. Keadaan ini ditandai dengan menurunnya saturasi transferin, berkurangnya

kadar feritin serum atau hemosiderin sumsum tulang. Secara morfologis keadaan

ini diklasifikasikan sebagai anemia mikrositik hipokrom disertai penurunan

kuantitatif pada sintesis hemoglobin. Defisiensi besi merupakan penyebab utama

anemia. Wanita usia subur sering mengalami anemia, karena kehilangan darah

sewaktu menstruasi dan peningkatan kebutuhan besi sewaktu hamil.

Anemia defisiensi zat besi (kejadian 62,30%) adalah anemia dalam

kehamilan yang paling sering terjadi dalam kehamilan akibat kekurangan zat

besi. Kekurangan ini disebabkan karena kurang masuknya unsur zat besi dalam

Page 7: Anemia Gravidarum

7

makanan, gangguan reabsorbsi, dan penggunaan terlalu banyaknya zat besi.

Anemia Megaloblastik (kejadian 29,00%), dalam kehamilan adalah anemia yang

disebabkan karena defisiensi asam folat. Anemia Hipoplastik (kejadian 8, 0%)

pada wanita hamil adalah anemia yang disebabkan karena sumsum tulang kurang

mampu membuat sel-sel darah merah. Dimana etiologinya belum diketahui

dengan pasti kecuali sepsis, sinar rontgen, racun dan obat-obatan. Anemia

Hemolitik (kejadian 0,70%), yaitu anemia yang disebabkan karena penghancuran

sel darah merah berlangsung lebih cepat, yaitu penyakit malaria ( Wiknjosastro,

2005 ; Mochtar, 2004 ).

2.1.2 Penyebab anemia pada ibu hamil

Penyebab anemia umunya adalah kurang gizi, kurang zat besi, kehilangan

darah saat persalinan yang lalu, dan penyakit – penyakit kronik (Mochtar, 2004).

Dalam kehamilan penurunan kadar hemoglobin yang dijumpai selama

kehamilan disebabkan oleh karena dalam kehamilan keperluan zat makanan

bertambah dan terjadinya perubahan-perubahan dalam darah : penambahan

volume plasma yang relatif lebih besar daripada penambahan massa hemoglobin

dan volume sel darah merah. Darah bertambah banyak dalam kehamilan yang

lazim disebut hidremia atau hipervolemia. Namun bertambahnya sel-sel darah

adalah kurang jika dibandingkan dengan bertambahnya plasma sehingga terjadi

pengenceran darah. Di mana pertambahan tersebut adalah sebagai berikut :

plasma 30%, sel darah 18%, dan hemoglobin 19%. Pengenceran darah dianggap

sebagai penyesuaian diri secara fisiologi dalam kehamilan dan bermanfaat bagi

wanita hamil tersebut. Pengenceran ini meringankan beban jantung yang harus

Page 8: Anemia Gravidarum

8

bekerja lebih berat dalam masa hamil, karena sebagai akibat hipervolemia

tersebut, keluaran jantung (cardiac output) juga meningkat. Kerja jantung ini

lebih ringan apabila viskositas darah rendah. Resistensi perifer berkurang pula,

sehingga tekanan darah tidak naik (Wiknjosastro, 2005 ).

Selama hamil volume darah meningkat 50 % dari 4 ke 6 L, volume

plasma meningkat sedikit menyebabkan penurunan konsentrasi Hb dan nilai

hematokrit. Penurunan ini lebih kecil pada ibu hamil yang mengkonsumsi zat

besi. Kenaikan volume darah berfungsi untuk memenuhi kebutuhan perfusi dari

uteroplasenta. Ketidakseimbangan antara kecepatan penambahan plasma dan

penambahan eritrosit ke dalam sirkulasi ibu biasanya memuncak pada trimester

kedua ( Smith et al., 2010 ).

Pola makan adalah pola konsumsi makan sehari-hari yang sesuai dengan

kebutuhan gizi setiap individu untuk hidup sehat dan produktif. Untuk dapat

mencapai keseimbangan gizi maka setiap orang harus menkonsumsi minimal 1

jenis bahan makanan dari tiap golongan bahan makanan yaitu Karbohidrat,

protein hewani dan nabati, sayuran, buah dan susu.( Bobak, 2005 ). Seringnya ibu

hamil mengkonsumsi makanan yang mengandung zat yang menghambat

penyerapan zat besi seperti teh, kopi, kalsium ( Kusumah, 2009 ). Wanita hamil

cenderung terkena anemia pada triwulan III karena pada masa ini janin

menimbun cadangan zat besi untuk dirinya sendiri sebagai persediaan bulan

pertama setelah lahir ( Sin sin, 2008). Pada penelitian Djamilus dan Herlina

(2008) menunjukkan adanya kecendrungan bahwa semakin kurang baik pola

Page 9: Anemia Gravidarum

9

makan, maka akan semakin tinggi angka kejadian anemia. Hasil uji statistic juga

menunjukkan kebermaknaan (p > 0.05).

Faktor umur merupakan faktor risiko kejadian anemia pada ibu hamil.

Umur seorang ibu berkaitan dengan alat – alat reproduksi wanita. Umur

reproduksi yang sehat dan aman adalah umur 20 – 35 tahun. Kehamilan diusia <

20 tahun dan diatas 35 tahun dapat menyebabkan anemia karena pada kehamilan

diusia < 20 tahun secara biologis belum optimal emosinya cenderung labil,

mentalnya belum matang sehingga mudah mengalami keguncangan yang

mengakibatkan kurangnya perhatian terhadap pemenuhan kebutuhan zat – zat

gizi selama kehamilannya. Sedangkan pada usia > 35 tahun terkait dengan

kemunduran dan penurunan daya tahan tubuh serta berbagai penyakit yang sering

menimpa diusia ini. Hasil penelitian didapatkan bahwa umur ibu pada saat hamil

sangat berpengaruh terhadap kajadian anemia (Amirrudin dan Wahyuddin,

2004).

Ibu hamil yang kurang patuh mengkonsumsi tablet Fe mempunyai risiko

2,429 kali lebih besar untuk mengalami anemia dibanding yang patuh konsumsi

tablet Fe (Jamilus dan Herlina 2008 ). Kepatuhan menkonsumsi tablet Fe diukur

dari ketepatan jumlah tablet yang dikonsumsi, ketepatan cara mengkonsumsi

tablet Fe, frekuensi konsumsi perhari. Suplementasi besi atau pemberian tablet

Fe merupakan salah satu upaya penting dalam mencegah dan menanggulangi

anemia, khususnya anemia kekurangan besi. Suplementasi besi merupakan cara

efektif karena kandungan besinya yang dilengkapi asam folat yang sekaligus

dapat mencegah anemia karena kekurangan asam folat (Depkes, 2009).

Page 10: Anemia Gravidarum

10

Konsumsi tablet besi sangat dipengaruhi oleh kesadaran dan kepatuhan ibu

hamil. Kesadaran merupakan pendukung bagi ibu hamil untuk patuh

mengkonsumsi tablet Fe dengan baik. Tingkat kepatuhan yang kurang sangat

dipengaruhi oleh rendahnya kesadaran ibu hamil dalam mengkonsumsi tablet

besi, inipun besar kemungkinan mendapat pengaruh melalui tingkat pengetahuan

gizi dan kesehatan. Kepatuhan ibu hamil mengkonsumsi tablet besi tidak hanya

dipengaruhi oleh kesadaran saja, namun ada beberapa faktor lain yaitu bentuk

tablet, warna, rasa dan efek samping seperti mual, konstipasi (Simanjuntak,

2004).

Pemeriksaan Antenatal adalah pelayanan kesehatan bagi ibu hamil dan

janinnya oleh tenaga profesional meliputi pemeriksaan kehamilan sesuai dengan

standar pelayanan yaitu minimal 4 kali pemeriksaan selama kehamilan, 1 kali

pada trimester satu, 1 kali pada trimester II dan 2 kali pada trimester III. Dengan

pemeriksaan antenatal kejadian anemia pada ibu dapat dideteksi sedini mungkin

sehingga diharapkan ibu dapat merawat dirinya selama hamil dan

mempersiapkan persalinannya. Namun dalam penelitian Amirrudin dan

Wahyuddin ( 2004 ) menyatakan tidak terdapat hubungan yang signifikan antara

pemeriksaan ANC dengan kejadian anemia pada ibu hamil.

Paritas adalah jumlah anak yang telah dilahirkan oleh seorang ibu baik

lahir hidup maupun lahir mati. Seorang ibu yang sering melahirkan mempunyai

risiko mengalami anemia pada kehamilan berikutnya apabila tidak

memperhatikan kebutuhan nutrisi. Karena selama hamil zat – zat gizi akan

terbagi untuk ibu dan untuk janin yang dikandungnya. Berdasarkan hasil analisis

Page 11: Anemia Gravidarum

11

didapatkan bahwa tidak terdapat hubungan antara paritas dengan kejadian anemia

pada ibu hamil, ibu hamil dengan paritas tinggi mempunyai risiko 1.454 kali

lebih besar untuk mengalami anemia dibanding yang paritas rendah ( Djamilus

dan Herlina, 2008)

Jarak kelahiran yang terlalu dekat dapat menyebabkan terjadinya anemia.

Hal ini dikarenakan kondisi ibu masih belum pulih dan pemenuhan kebutuhan zat

gizi belum optimal, sudah harus memenuhi kebutuhan nutrisi janin yang

dikandung ( Wiknjosastro, 2005; Mochtar, 2004). Jarak kelahiran mempunyai

risiko 1,146 kali lebih besar terhadap kejadian anemia ( Amirrudin dan

Wahyuddin, 2004)

2.1.3 Gejala anemia pada ibu hamil

Ibu hamil dengan keluhan lemah, pucat, mudah pingsan, dengan tekanan

darah dalam batas normal, perlu dicurigai anemia defisiensi besi. Dan secara

klinis dapat dilihat tubuh yang pucat dan tampak lemah (malnutrisi). Guna

memastikan seorang ibu menderita anemia atau tidak, maka dikerjakan

pemeriksaan kadar Hemoglobin dan pemeriksaan darah tepi. Pemeriksaan

Hemoglobin dengan spektrofotometri merupakan standar ( Wiknjosastro, 2005).

Proses kekurangan zat besi sampai menjadi anemia melalui beberapa

tahap: awalnya terjadi penurunan simpanan cadangan zat besi dalam bentuk fertin

di hati, saat konsumsi zat besi dari makanan tidak cukup, fertin inilah yang

diambil. Daya serap zat besi dari makanan sangat rendah, Zat besi pada pangan

hewan lebih tinggi penyerapannya yaitu 20 – 30 % sedangkan dari sumber nabati

1-6 %. Bila terjadi anemia, kerja jantung akan dipacu lebih cepat untuk

Page 12: Anemia Gravidarum

12

memenuhi kebutuhan O2 ke semua organ tubuh, akibatnya penderita sering

berdebar dan jantung cepat lelah. Gejala lain adalah lemas, cepat lelah, letih, mata

berkunang kunang, mengantuk, selaput lendir , kelopak mata, dan kuku pucat

(Sin sin, 2008).

2.1.4 Derajat anemia pada ibu hamil dan penentuan kadar hemoglobin

Ibu hamil dikatakan anemia bila kadar hemoglobin atau darah merahnya

kurang dari 11,00 gr%. Menururt Word Health Organzsation (WHO) anemia

pada ibu hamil adalah kondisi ibu dengan kadar Hb < 11 % . Anemia pada ibu

hamil di Indonesia sangat bervariasi, yaitu: Tidak anemia : Hb >11 gr%, Anemia

ringan : Hb 9-10.9 gr%, Anemia sedang : Hb 7-8.9 gr%, Anemia berat : Hb

< 7 gr% ( Depkes, 2009 ; Shafa, 2010 ; Kusumah, 2009 ).

Pengukuran Hb yang disarankan oleh WHO ialah dengan cara cyanmet,

namun cara oxyhaemoglobin dapat pula dipakai asal distandarisir terhadap cara

cyanmet. Sampai saat ini baik di Puskesmas maupun di Rumah Sakit masih

menggunakan alat Sahli. Dan pemeriksaan darah dilakukan tiap trimester dan

minimal dua kali selama hamil yaitu pada trimester I dan trimester III ( Depkes ,

2009; Kusumah, 2009 ).

Metoda Cyanmethemoglobin ini cukup teliti dan dianjurkan oleh

International Committee for Standardization in Hemathology (ICSH). Menurut

cara ini darah dicampurkan dengan larutan drapkin untuk memecah hemoglobin

menjadi cyanmethemoglobin, daya serapnya kemudian diukur pada 540 mm

dalam kalorimeter fotoelekrit atau spektrofotometer. Cara penentuan Hb yang

banyak dipakai di Indonesia ialah Sahli. Cara ini untuk di lapangan cukup

Page 13: Anemia Gravidarum

13

sederhana tapi ketelitiannya perlu dibandingkan dengan cara standar yang

dianjurkan WHO (Masrizal, 2007).

2.1.5 Prevalensi anemia kehamilan

Diketahui bahwa 10% - 20% ibu hamil di dunia menderita anemia pada

kehamilannya. Di dunia 34 % terjadi anemia pada ibu hamil dimana 75 % berada

di negara sedang berkembang (WHO, 2005 dalam Syafa, 2010). Prevalensi

anemia pada ibu hamil di Negara berkembang 43 % dan 12 % pada wanita hamil

di daerah kaya atau Negara maju ( Allen, 2007 ). Di Indonesia prevalensi anemia

kehamilan relatif tinggi, yaitu 38% -71.5% dengan rata-rata 63,5%, sedangkan

di Amerika Serikat hanya 6% ( Syaifudin, 2006). Di Bali prevalensi anemia pada

ibu hamil tahun 2007 yaitu 46,2 % (Ani dkk, 2007) Di RSUD Wangaya Kota

Denpasar ibu hamil aterm dengan anemia 25,6 % ( CM. RSUD Wangaya, 2010).

Tingginya prevalensi anemia pada ibu hamil sebagian besar penyebabnya adalah

kekurangan zat besi yang diperlukan untuk pembentukan hemoglobin (Saifudin,

2006 dan Saspriyana, 2010).

Kematian ibu akibat anemia di beberapa Negara berkembang berkisar 27

per kelahiran hidup ( KH ) di India, dan 194 per 100 000 kelahiran hidup di

Pakistan ( Allen, 2007 ). Menurut WHO 40% kematian ibu di negara berkembang

berkaitan dengan anemia dalam kehamilan. (Saifudin, 2006 dan Saspriyana,

2010). Sedangkan di Kota Denpasar tahun 2008 kematian ibu 42 per KH dan

20 % disebabkan oleh karena anemia (Profil Kesehatan Kota Denpasar , 2008 ).

Masalah yang dihadapi pemerintah Indonesia adalah masih tingginya prevalensi

anemia pada ibu hamil dan sebagian besar penyebabnya adalah kekurangan zat

Page 14: Anemia Gravidarum

14

besi untuk pembentukan haemoglobin. Keadaan kekurangan zat besi pada ibu

hamil akan menimbulkan gangguan atau hambatan pada pertumbuhan baik sel

tubuh maupun sel otak janin ( Depkes , 2009) .

2.1.6 Transfer zat besi ke janin

Menrut Allen ( 2007) Transfer zat besi dari ibu ke janin di dukung oleh

peningkatan substansial dalam penyerapan zat besi ibu selama kehamilan dan

diatur oleh plasenta. Serum fertin meningkat pada umur kehamilan 12 – 25

minggu, Kebanyakan zat besi ditransfer ke janin setelah umur kehamilan 30

minggu yang sesuai dengan waktu puncak efisiensi penyerapan zat besi ibu.

Serum transferin membawa zat besi dari sirkulasi ibu untuk transferin reseptor

yang terletak pada permukaan apikal dan sinsitiotropoblas plasenta, holotransferin

adalah endocytosied ; besi dilepaskan dan apotransferin dikembalikan ke sirkulasi

ibu. Zat besi kemudian bebas mengikat fertin dalam sel – sel plasenta yang akan

dipindahkan ke apotransferrin yang masuk dari sisi plasenta dan keluar sebagai

holotransferrin ke dalam sirkulasi janin. Plasenta sebagai transfortasi zat besi dari

ibu ke janin. Ketika status gizi ibu yang kurang, jumlah reseptor transferrin

plasenta meningkat sehingga zat besi lebih banyak diambil oleh plasenta dan

ditransfortasi untuk janin serta zat besi yang berlebihan untuk janin dapat dicegah

oleh sintesis plasenta fertin.

2.1.7 Pengaruh anemia terhadap kehamilan

Anemia dalam kehamilan memberi pengaruh kurang baik bagi ibu, baik

dalam kehamilan, persalinan, maupun nifas dan masa selanjutnya. Penyulit-

penyulit yang dapat timbul akibat anemia adalah : keguguran (abortus), kelahiran

Page 15: Anemia Gravidarum

15

prematurs, persalinan yang lama akibat kelelahan otot rahim di dalam

berkontraksi (inersia uteri), perdarahan pasca melahirkan karena tidak adanya

kontraksi otot rahim (atonia uteri), syok, infeksi baik saat bersalin maupun pasca

bersalin, serta anemia yang berat (<4 gr%) dapat menyebabkan dekompensasi

kordis. Hipoksia akibat anemia dapat menyebabkan syok dan kematian ibu pada

persalinan (Wiknjosastro, 2005; Saifudin, 2006 ).

Pengaruh anemia pada kehamilan. Risiko pada masa antenatal: berat

badan kurang, plasenta previa, eklamsia, ketuban pecah dini, anemia pada masa

intranatal dapat terjadi tenaga untuk mengedan lemah, perdarahan intranatal,

shock, dan masa pascanatal dapat terjadi subinvolusi. Sedangkan komplikasi

yang dapat terjadi pada neonatus : premature, apgar scor rendah, gawat janin

(Anonim,”tt”). Bahaya pada Trimester II dan trimester III, anemia dapat

menyebabkan terjadinya partus premature, perdarahan ante partum, gangguan

pertumbuhan janin dalam rahim, asfiksia intrapartum sampai kematian, gestosis

dan mudah terkena infeksi, dan dekompensasi kordis hingga kematian ibu

(Mansjoer dkk., 2008 ).

Bahaya anemia pada ibu hamil saat persalinan, dapat menyebabkan

gangguan his primer, sekunder, janin lahir dengan anemia, persalinan dengan

tindakan-tindakan tinggi karena ibu cepat lelah dan gangguan perjalanan

persalinan perlu tindakan operatif (Mansjoer dkk., 2008). Anemia kehamilan

dapat menyebabkan kelemahan dan kelelahan sehingga akan mempengaruhi ibu

saat mengedan untuk melahirkan bayi ( Smith et al., 2010 ).

Page 16: Anemia Gravidarum

16

Bahaya anemia pada ibu hamil saat persalinan: gangguan his-kekuatan

mengejan, Kala I dapat berlangsung lama dan terjadi partus terlantar, Kala II

berlangsung lama sehingga dapat melelahkan dan sering memerlukan tindakan

operasi kebidanan, Kala III dapat diikuti retensio plasenta, dan perdarahan post

partum akibat atonia uteri, Kala IV dapat terjadi perdarahan post partum sekunder

dan atonia uteri. Pada kala nifas : Terjadi subinvolusi uteri yang menimbulkan

perdarahan post partum, memudahkan infeksi puerperium, pengeluaran ASI

berkurang, dekompensasi kosrdis mendadak setelah persalinan, anemia kala nifas,

mudah terjadi infeksi mammae ( Shafa, 2010 ; Saifudin, 2006)

Hasil penelitian oleh Indriyani dan Amirudin ( 2006) di RS Siti Fatimah

Makasar menunjukkan bahwa faktor risiko anema ibu hamil < 11 gr %

mempunyai hubungan yang bermakna dengan kejadian partus lama. Ibu yang

mengalami kejadian anemia memiliki risiko mengalami partus lama 1,681 kali

lebih besar dibandingkan dengan ibu yang tidak anemia tapi tidak bermakna

secara statistik. Ini diduga karena terjadi ketidakseragaman pengambilan kadar Hb

dan pada kontrolnya ada yang kadar Hb nya diambil pada trimester 1 dan bisa saja

pada saat itu ibu sedang anemia. Ibu hamil yang anemia bisa mengalami gangguan

his/gangguan mengejan yang mengakibatkan partus lama. Kavle et al, ( 2008)

pada penelitianya menyatakan bahwa perdarahan pada ibu setelah melahirkan

berhubungan dengan anemia pada kehamilan 32 minggu. Kehilangan darah lebih

banyak pada anemia berat dan kehilangan meningkat sedikit pada wanita anemia

ringan dibandingkan dengan ibu yang tidak anemia .

Page 17: Anemia Gravidarum

17

Pertumbuhan plasenta dan janin terganggu disebabkan karena terjadinya

penurunan Hb yang diakibatkan karena selama hamil volume darah 50 %

meningkat dari 4 ke 6 L, volume plasma meningkat sedikit yang menyebabkan

penurunan konsentrasi Hb dan nilai hematokrit. Penurunan ini akan lebih kecil

pada ibu hamil yang mengkonsumsi zat besi. Kenaikan volume darah berfungsi

untuk memenuhi kebutuhan perfusi dari plasenta dan untuk penyediaan cadangan

saat kehilangan darah waktu melahirkan. Selama kehamilan rahim, plasenta dan

janin memerlukan aliran darah yang cukup untuk memenuhi kebutuhan nutrisi

(Smitht et al., 2010 ).

Pertumbuhan janin yang lambat, kekurangan gizi pada janin, kelahiran

prematur dan berat badan bayi lahir yang rendah, yaitu sebesar 38,85%,

merupakan penyebab kematian bayi. Sedangkan penyebab lainnya yang cukup

banyak terjadi adalah kejadian kurangnya oksigen dalam rahim (hipoksia

intrauterus) dan kegagalan nafas secara spontan dan teratur pada saat lahir atau

beberapa saat setelah lahir (asfiksia lahir), yaitu 27,97%. Hal ini menunjukkan

bahwa 66,82% kematian perinatal dipengaruhi pada kondisi ibu saat melahirkan.

Jika dilihat dari golongan sebab sakit, kasus obstetri terbanyak pada tahun 2005

adalah disebabkan penyulit kehamilan, persalinan dan masa nifas lainnya yaitu

56,09% ( Depkes, 2009 ).

Budwiningtjastuti dkk. ( 2005) melakukan penelitian anemia pada ibu

hamil tri wulan III dan pengaruhnya terhadap kejadian rendahnya Scor Apgar,

didapatkan hasil bahwa ibu hamil dengan anemia < 11 gr % meningkatkan risiko

rendahnya scor Apgar. Demikian pula penlitian yang dilakukan di kabupaten

Page 18: Anemia Gravidarum

18

Labuan Batu oleh Simanjuntak ( 2008 ) meneliti hubungan anemia pada ibu

hamil dengan kejadian BBLR didapatkan 86 (53 %) anemia dari 162 kasus.

Dan yang melahirkan bayi dengan BBLR 36.0 %. Hasil penelitian Karafsahin et

al. (2007) menunjukkan bahwa ibu hamil dengan anemia , empat kali lebih

berisiko melahirkan bayi premature dan 1.9 kali berisiko melahirkan bayi berat

lahir rendah (BBLR) dari pada ibu hamil yang tidak anemia.

2.1.8 Pencegahan dan penanganan anemia pada ibu hamil

Pencegahan anemia pada ibu hamil dapat dilakukan antara lain dengan

cara: meningkatkan konsumsi zat besi dari makanan, mengkonsumsi pangan

hewani dalam jumlah cukup, namun karena harganya cukup tinggi sehingga

masyarakat sulit menjangkaunya. Untuk itu diperlukan alternatif yang lain untuk

mencegah anemia gizi besi, memakan beraneka ragam makanan yang memiliki

zat gizi saling melengkapi termasuk vitamin yang dapat meningkatkan penyerapan

zat besi, seperti vitamin C. Peningkatan konsumsi vitamin C sebanyak 25, 50, 100

dan 250 mg dapat meningkatkan penyerapan zat besi sebesar 2, 3, 4 dan 5 kali.

Buah-buahan segar dan sayuran sumber vitamin C, namun dalam proses

pemasakan 50 - 80 % vitamin C akan rusak. Mengurangi konsumsi makanan yang

bisa menghambat penyerapan zat besi seperti : fitat, fosfat, tannin ( Wiknjosastro,

2005 ; Masrizal, 2007).

Penanganan anemia defisiensi besi adalah dengan preparat besi yang

diminum (oral) atau dapat secara suntikan (parenteral). Terapi oral adalah dengan

pemberian preparat besi : fero sulfat, fero gluconat, atau Na-fero bisitrat.

Pemberian preparat 60 mg/hari dapat menaikkan kadar Hb sebanyak 1 gr% per

Page 19: Anemia Gravidarum

19

bulan. Sedangkan pemberian preparat parenteral adalah dengan ferum dextran

sebanyak 1000 mg (20 ml) intravena atau 2×10 ml secara intramuskulus, dapat

meningkatkan hemoglobin relatif cepat yaitu 2gr%. Pemberian secara parenteral

ini hanya berdasarkan indikasi, di mana terdapat intoleransi besi pada traktus

gastrointestinal, anemia yang berat, dan kepatuhan pasien yang buruk. Pada

daerah-daerah dengan frekuensi kehamilan yang tinggi dan dengan tingkat

pemenuhan nutrisi yang minim, seperti di Indonesia, setiap wanita hamil haruslah

diberikan sulfas ferosus atau glukonas ferosus sebanyak satu tablet sehari selama

masa kehamilannya. Selain itu perlu juga dinasehatkan untuk makan lebih banyak

protein dan sayur-sayuran yang mengandung banyak mineral serta vitamin

(Sasparyana, 2010 ; Wiknjosastro 2005).

Kenaikan volume darah selama kehamilan akan meningkatkan kebutuhan

Fe atau Zat Besi. Jumlah Fe pada bayi baru lahir kira-kira 300 mg dan jumlah

yang diperlukan ibu untuk mencegah anemia akibat meningkatnya volume darah

adalah 500 mg. Selama kehamilan seorang ibu hamil menyimpan zat besi kurang

lebih 1.000 mg termasuk untuk keperluan janin, plasenta dan hemoglobin ibu

sendiri. Kebijakan nasional yang diterapkan di seluruh Pusat Kesehatan

Masyarakat adalah pemberian satu tablet besi sehari sesegera mungkin setelah

rasa mual hilang pada awal kehamilan. Tiap tablet mengandung FeSO4 320 mg

(zat besi 60 mg) dan asam folat 500 µg, minimal masing-masing 90 tablet. Tablet

besi sebaiknya tidak diminum bersama teh atau kopi, karena akan mengganggu

penyarapannya ( Depkes RI, 2009). Menurut Shafa (2010) kebutuhan Fe selama

Page 20: Anemia Gravidarum

20

ibu hamil dapat diperhitungkan untuk peningkatan jumlah darah ibu 500 mgr,

pembentukan plasenta 300 mgr, pertumbuhan darah janin 100 mgr.

Sloan et al. ( 1992) ; cook & Redy ( 1996), dan Yp ( 1996) dalam Galegos

(2000) membuktikan bahwa suplemen zat besi dapat meningkatkan kadar

hemoglobin selama kehamilan. Sedangkan Brien et al. ( 1999) menyatakan

dengan suplemen Fe dibuktikan serum feritin lebih meningkat secara signifikan

disamping itu serum besi lebih tinggi ditemukan pada kelompok pemberian Fe

dibandingkan kelompok kontrol.

2.2 Plasenta

2.2.1 Definisi

Plasenta merupakan organ multifungsi yang menyediakan oksigen,

homeostasis cairan, nutrisi dan sinyal endokrin bagi janin selama dalam

kandungan sampai terjadinya persalinan. Perfusi plasenta yang tidak adekuat

merupakan hal yang fundamental dalam terjadinya PJT (pertumbuhan janin

terhambat). Gangguan perfusi plasenta yang akan menyebabkan hipoksia

intraplasenta akan mengakibatkan berkurangnya transfer oksigen dan nutrien dari

ibu ke janin sehingga oksigenasi dan pertumbuhan janin akan terganggu.

Kenyataan ini menandai adanya kerusakan endotel atau disfungsi endotel pada

sirkulasi uteroplasenta akibat dari hipoksia intraplasenta (Koesoemawati,2002).

Plasenta adalah organ yang sangat penting untuk menjaga kelangsungan

kehamilan . karena plaseta berperan untuk pertukaran O2 dan transfer nutrisi

dalam pertumbuhan janin. Struktur dan fungsi plasenta akan sangat menentukan

pertumbuhan janin. Untuk pertumbuhan janin dibutuhkan penyaluran zat asam,

Page 21: Anemia Gravidarum

21

asam amino, vitamin dan mineral dari ibu ke janin dan pembuangan CO2 serta

sisa metabolisme janin ke peredaran darah ibu ( Wiknjosastro, 2005 ; Saifudin,

2006).

2.2.2 Anatomi plasenta

Plasenta berbentuk bundar dengan diameter 15 – 20 cm dan tebalnya 2.5

cm, berat plasenta bervariasi sesuai dengan berat bayi lahir yaitu 1/6 dari berat

bayi lahir (Simkin dkk, 2008 ; Rianti dan Resmisari, 2009). Tali pusat

berhubungan dengan plasenta dan insersinya di tengah atau insersio sentral. Bila

agak ke pinggir disebut insersi lateralis dan kalau di pinggir disebut insersi

marginalis.. Plasenta umumnya terbentuk lengkap pada umur kehamilan 16

minggu . Letak plasenta umumnya di depan atau di belakng dinding uterus agak

ke atas keatas rahim / fundus uteri. Hal ini fisiologi karena permukaan korpus

utei lebih luas sehingga lebih banyak tempat untuk berimplantasi ( Mochtar,

2004).

Plasenta terdiri dari tiga bagian menurut Wiknjosastro ( 2005) ; Mochtar

(2004 ) yaitu :

Bagian janin ( foetalportion) teridiri dari korion frotundum dan villi. Villi

yang matang teridri dari villi korialis, ruang – ruang intervillier ; darah ibu yang

berada di ruang intervilier berasal dari arteri spiralis yang berada di desidua

basalia. Pada systole darah disemprotkan dengan tekanan 70 – 80 mm Hg ke

dalam ruang intevillier sampai mencapai lempeng korionik ( chorionic plate)

pangkal dari kotiledon . Darah tersebut membajiri semua villi korialis dan kembali

perlahan-lahan ke pembuluh balik ( vena) di desidua dengan tekanan 80 mm Hg.

Page 22: Anemia Gravidarum

22

Pada permukaan janin diliputi oleh amnion, di bawah lapisan amnion berjalan

cabang pembuluh darah tali pusat.

. Bagian maternal, terdiri dari desidua kompakta yang terbentuk dari

beberapa lobus dan kotiledon yang terdiri dari 15-20 kotiledon. Desidua basalis

pada pasenta matang disebut lempeng korionik, dimana sirkulasi uteoplasental

berjalan ke ruang intervilli melalui tali pusat. Pertukaran terjadi melalui sinsitial

membran. Darah ibu mengalir di seluruh plasenta diperkirakan meningkat dari

300 ml tiap menit pada kehamilan 20 minggu sampai 600 ml tiap menit pada

kehamilan 40 minggu. Seluruh ruang intervilier mempunnyai volume lebih kurang

150 -200 ml. Permukaan semua villiaris diperkirakan seluas 11 meter pesegi,

dengan demikian pertukaran zat terjamin.

Tali Pusat merentang dari pusat janin ke plasenta bagian permukaan janin.

Pajangnya rata-rata 50-55 cm dengan diameter 1 – 2.5 cm , dan terdiri dari 2 arteri

umbilikalis dan 1 vena umbilikalis dan satu jelly warton.

2.2.3 Fungsi plasenta

Adapun fungsi plasenta adalah sebagai alat memberi makan pada janin,

(Nutritif ), sebagai alat yang mengeluarkan sisa metabolisme ( ekskresi), sebagai

alat memberi zat asam ( O2 ) dan mengeluarkan CO2 ( respirasi), sebagai alat

membentuk hormone, sebagai alat menyalurkan antibody ke janin, dan plasenta

dapat pula dilewati kuman- kuman dan obat tertentu (Wiknjosastro, 2005).

Menurut Bobak ( 2005 ) fungsi plasenta sebagai berikut :

Sebagai kelenjar endokrin yang memproduksi empat hormone yang yang

diproduksi di sinsisium, diperlukan untuk mempertahankan kehamilan : a).

Page 23: Anemia Gravidarum

23

Hormon protein, human chorionic gonadotropin ( hCG ) dapat dideteksi pada

serum ibu pada hari ke 8 – 10 setelah konsepsi. Hormon ini menjadi dasar tes

kehamilan. Hormon ini berfungsi mempertahankan fungsi korpus luteum ovarium,

menjamin suplai estrogen dan progesterone yang kontinyu untuk mempertahankan

kehamilan.b). Human plasental laktogen ( hPL ) suatu substansi sejenis hormone

yang menstimulasi metabolisme ibu dan digunakan untuk menyuplai nutrient yang

dibutuhkan untuk perkembangan janin. Hormon ini meningkatkan transportasi

glukosa melalui membrane plasenta dan merangsang perkembangan payudara

untuk mempersiapkan laktasi, .c). Estriol, pengukuran kadar estriol merupakan

suatu uji klinis untuk mengetahui fungsi plasenta, d). Estrogen, merangsang

pertumbuhan. uterus dan aliran uteroplasetal. Estrogen juga menyebabkan

proliferasi jaringan kelenjar payudara, merangsang kontraksi miometrium, dan

produksinya meningkat pada akhir kehamilan sebagai salah satu penyebab awtitan

persalinan.

Fungsi metabolik yaitu sebagai fungsi respirasi, nutrisi, eksresi dan

penyimpanan. Oksigen berdifusi dari darah ibu melalui membrane plasenta ke

dalam darah janin, sedangkan karbondioksida berdifusi kearah yang berlawanan.

Dengan demikian plasenta berfungsi sebagai paru-paru janin. Air, karbohidrat,

protein, lemak dan vitamin berpindah dari suplai darah ibu melalui membrane

plasenta ke dalam darah janin untuk menyediakan nutrisi. Janin membutuhkan

nutrien dalam kadar lebih tinggi demikian pula glukosa, Mekanisme yang dipakai

untuk memudahkan melekul yang lebih besar seperti albumin dan gamma

globulin, melalui membran plasenta. Mekanisme ini memindahkan

Page 24: Anemia Gravidarum

24

immunoglobulin ibu yang memberi janin imunitas pasif dini. Produk limbah

metabolic menembus membrane plasenta dari darah janin ke dalam darah ibu, dan

ginjal ibu akan mengekskresikannya.

Banyak virus yang dapat menembus membran plasenta dan akan

menginfeksi janin. Demikian pula beberapa obat dapat menmbus membrane

plasenta yang dapat membahayakan janin seperti alkohol, kefein, nikotin dan

substansi toksik lain, seperti asap rokok dan obat – obatan, mudah menembus

plasenta. Fungsi plasenta bergantung pada tekanan darah ibu yang menyuplai

sirkulasi.

Pemeriksaan plasenta diharuskan pada setiap setelah persalinan secara

makroskopik ( Koesoemawati, 2002 ). Pemeriksaan plasenta menunjukkan

informasi penting tentang apa yang telah terjadi pada janin. Berat plasenta

mencerminkan fungsi dan perkembangan plasenta yang berkorelasi dengan

faktor ibu yaitu : usia ibu, usia kehamilan, riwayat DM dan Preeklamsia, lama

persalinan, faktor janin : berat badan lahir, apgar score yang rendah, gawat janin.

Dan faktor lain yang mempengaruhi berat plasenta adalah paritas ibu yang tinggi

dan berat badan ibu ( Asgharnia et al., 2007).

Berat plasenta yang tidak proporsional dapat terjadi karena kondisi ibu

seperti : anemia, merokok, social ekonomi rendah. Sebaliknya berat plasenta yang

kecil tidak proporsional dapat menunjukkan pasokan gizi yang kurang ke plasenta

atau hipoksia yang menyebabkan gangguan fungsi plasenta ( Robert et al., 2008).

Pasokan nutrisi yang kurang ke plasenta atau hipoksia akan dapat mengganggu

pertumbuhan plasenta dan janin. Kegagalan fungsi plasenta akibat gangguan

Page 25: Anemia Gravidarum

25

oksigenasi dapat menyebabkan permasalahan pada pertumbuhan janin, seperti

kelahiran premature, hipoksia, asfiksia, berat badan lahir rendah ( Wiknjosastro,

2005). Bakker et al. dalam Agharnia et al., (2007) menyatakan bahwa besar

ukuran plasenta dapat menunjukkan tekanan darah tinggi dikemudian hari baik

pada bayi laki maupun perempuan. Berat plasenta yang normal adalah rata-rata

500 gram.

2.2.4 Faktor yang berhubungan dengan berat plasenta

Berat plasenta beruhubungan dengan beberapa faktor penting dan

kelahiran neonatus. Berat plasenta merupakan suatu peringatan yang terkait

dengan pertumbuhan plasenta selama kehamilan. Faktor – faktor yang

berhubungan dengan berat plasenta yaitu usia, paritas, penyakit, pendapatan,

status gizi, merokok ( Robert et al., 2008 ; Asgharnia et al, 2007). Adapun

faktor – faktor yang berhubungan dengan berat plasenta sebagai berikut :

Usia ibu saat hamil > 35 tahun merupakan salah satu factor risiko tinggi

ibu hamil. Banyak wanita yang menunda usia kehamilan bahkan sampai usia 40

tahun, dengan alasan tertentu seperti alasan pendidikan, alasan professional,

pekerjaan, ekonomi ( Gilbert et al., 1999 dalam Aghamohamaidi A and

Noortarijor M., 2011). Apabila kehamilan diatas usia 35 tahun dapat

mempegaruhi kondisi ibu, usia ibu hamil > 35 tahun memiliki hubungan yang

signifikan dengan preeklamsia, kelahiran bayi premature, berat badan lahir

rendah dan seksio sesarea. Penyakit hypertensi dapat menyebabkan preeklamsia,

dan akan mempengaruhi pertumbuhan plasenta yaitu hypertropi plasenta

(Aghamohammadi dan Noortarijor, 2011 ). Kehamilan Usia ibu lebih dari 35

Page 26: Anemia Gravidarum

26

tahun akan memepengaruhi vaskularisasi yang berkurang pada desidua atau atrofi

desidua akibat penurunan fungsi dari system reproduksi oleh karena

bertambahnya usia, sehingga aliran darah ke plasenta tidak cukup maka akan

terjadi gangguan oksigenasi yang akan mempengaruhi fungsi plasenta dan

pertumbuhan janin (Wiknjosastro, 2005 ).

Umur seorang ibu berkaitan dengan alat – alat reproduksi wanita. Umur

reproduksi yang sehat dan aman adalah umur 20 – 35 tahun. Kehamilan diusia <

20 tahun dan diatas 35 tahun dapat menyebabkan anemia karena pada kehamilan

diusia < 20 tahun secara biologis belum optimal emosinya cenderung labil,

mentalnya belum matang sehingga mudah mengalami keguncangan yang

mengakibatkan kurangnya perhatian terhadap pemenuhan kebutuhan zat – zat

gizi selama kehamilannya. Sedangkan pada usia > 35 tahun terkait dengan

kemunduran dan penurunan daya tahan tubuh serta berbagai penyakit yang sering

menimpa diusia ini. Hasil penelitianya didapatkan bahwa umur ibu pada saat

hamil sangat berpengaruh terhadap kajadian anemia (Amiruddin dan

Wahyuddin, 2004). Ibu hamil dengan anemia akan berhubngan dengan fungsi

plasenta karena terjadi gangguan penyaluran O2 dan zat makanan dari plasenta ke

janin .Plasenta menunjukkan adanya hipertropi, kalsifikasi dan infark sehingga

fungsinya tergangg. Hal ini menyebabkan gangguan pertumbuhan janin

(Wiknjosastro, 2005 ). Penelitian Asgharnia et al., (2007) menunjukkan berat

plasenta lebih tinggi pada usia >35 tahun dan lebih rendah pada usa < 19 tahun.

Paritas adalah jumlah anak yang dikandung dan dilahirkan oleh ibu. Pada

ibu dengan paritas yang tinggi, vaskularisasi yang berkurang atau perubahan

Page 27: Anemia Gravidarum

27

atropi pada desidua akibat persalinan yang lampau sehingga aliran darah ke

plasenta tidak cukup, hal ini akan dapat mengganggu fungsinya yang akan

berdampak pada pertumbuhan janin. Paritas dikatakan tinggi bila seorang

ibu/wanita melahirkan anak keempat atau lebih ( Wiknjosastro, 2005 ). Wanita

dengan paritas yang tinggi lebih memungkinkan melahirkan berat plasenta yang

lebih atau hipertrophy dibandingkan dengan nulipara ( Robert et al., 2008 ).

Penyakit dapat mengganggu proses fisiologis metabolisme dan pertukaran

gas pada janin. Preeklampsia ialah penyakit dengan tanda-tanda hipertensi, edema

dan proteinuria yang timbul karena kehamilan. Eklampsia adalah kelainan akut

pada wanita hamil, dalam persalinan yang ditandai dengan kejang dan koma.

Kondisi tersebut dapat mempengaruhi plasenta dan uterus karena aliran darah ke

plasenta menurun sehingga terjadi gangguan fungsi plasenta. Secara fisiologis

akan terjadi penurunan aliran darah ke plasenta mengakibatkan gangguan fungsi

plasenta. Pada hipertensi yang agak lama dapat mempengaruhi perkembangan

janin, sehingga mudah terjadi partus premature, pada hipertensi yang lebih

pendek dapat tejadi gawat janin sampai kematian karena kekurangan oksigenasi.

Pada preeklamsia perubahan plasenta terjadinya spasmus arteriola spiralis desidua

dengan akibat menurunnya aliran darah ke plasenta. Pada preeklamsia yang jelas

adalah atropi sinsitium, pada hipertensi menahun terutama terdapat perubahan

pada pembuluh darah, dan stroma. Arteria spiralis mengalami kontriksi dan

penyempitan akibat arterosis akut ( Wiknjosastro, 2005). Ibu yang hipertensi dua

kali berisiko memproduksi pertumbuhan berat plasenta ( Robert et al., 2008 )

Page 28: Anemia Gravidarum

28

Pre-eklampsi dan eklampsi. Pada pre-eklampsi terjadi spasme pembuluh

darah disertai dengan retensi garam dan air. Jika semua arteriola dalam tubuh

mengalami spasme, maka tekanan darah akan naik, sebagai usaha untuk

mengatasi kenaikan tekanan perifer agar oksigen jaringan dapat dicukupi. Maka

aliran darah menurun ke plasenta dan menyebabkan gangguan pertumbuhan janin

dan karena kekurangan oksigen terjadi gawat janin ( Mochtar, 2004 ).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa berat plasenta pada ibu hamil dengan

preeklamsia lebih tinggi dibandingkan ibu hamil dengan Diabetes Militus

(Asgharnia et al., 2007 ).

Anemia pada ibu hamil adalah suatu keadaan yang menunjukkan kadar

hemoglobin (Hb) di dalam darah lebih rendah dari nilai normal yaitu 11 g/100 ml.

Kehamilan memerlukan tambahan zat besi untuk meningkatkan jumlah sel darah

merah dan membentuk sel darah merah janin dan plasenta. Selama hamil volume

darah meningkat 50 % dari 4 ke 6 L, volume plasma meningkat sedikit

menyebabkan penurunan konsentrasi Hb dan nilai hematokrit. Penurunan ini

lebih kecil pada ibu hamil yang mengkonsumsi zat besi. Kenaikan volume darah

berfungsi untuk memenuhi kebutuhan perfusi dari uteroplasenta ( Smith et al.,

2010 ). Penelitian lain yang dilakukan tentang efek dari jenis dan jangka waktu

anemia terhadap berat plasenta dan histology villi di Nigeria ditemukan 32

(30%) ibu anemia dari 100 orang ibu hamil. Berat plasenta meningkat tidak

tergantung pada type anemia. Pada villi plasenta ditemukan insiden fibrosa dari

400 villi, 100 vlli yang fibrosis. Dari penelitiannya dinyatakan bahwa berat

Page 29: Anemia Gravidarum

29

plasenta menjadi meningkat pada anemia, histological villi fibrosis yang menjadi

cirri khas dari plasenta pada anemia ( Agboola, 1979).

Sedangkan Robert et al., melaksanakan penelitian di 12 Rumah Sakit di

Amerika Serikat tahun 2008 tentang faktor risiko ibu (umur, pendidikan,

pendapatan, perokok atau tidak dan anemia ) terhadap pertumbuhan plasenta,

dengan pertumbuhan ketebalan plasenta serta area chorionic plasenta.ditemukan

21.5 % anemia pada ibu hamil dari 34.345 ibu hamil dan lebih memungkinkan

akan mengalami hiperttropik plasenta yang akan mempengaruhi berat plasenta.

Infeksi dalam kehamilan. Kehamilan tidak mengubah daya tahan tubuh

seorang ibu terhadap infeksi, namun keparahan setiap infeksi berhubungan dengan

efeknya terhadap janin. Infeksi mempunyai efek langsung dan tidak langsung

pada janin. Efek tidak langsung timbul karena mengurangi oksigen darah ke

plasenta, sehingga dapat mengganggu fungsi plasenta Efek langsung tergantung

pada kemampuan organisme penyebab menembus plasenta dan menginfeksi janin,

sehingga dapat mengakibatkan kematian janin dalam kandungan (Wiknjosastro,

2005 ). Plasenta dengan infeksi malaria akan dapat melahirkan BBLR karena

fungsi plasenta terganggu sehingga berat plasenta kecil. Malaria pada ibu sering

bermanifestasi pada ibu hamil dan melahirkan BBLR yang berisiko

meningkatkan morbiditas dan mortalitas ( Fried, et al., 1998 ).

Gizi yang kurang akan menyebabkan pertumbuhan janin terganggu baik

secara langsung maupun oleh nutrisi yang kurang ataupun tidak langsung akibat

fungsi plasenta terganggu. Status gizi dan nutrisi ibu sangat berpengaruh pada

pertumbuhan plasenta dan janin. Wanita yang kurus dan kehilangan berat badan

Page 30: Anemia Gravidarum

30

ataupun mempunyai pertambahan berat badan sangat rendah selama hamil , maka

akan menggunakan protein tubuhnya untuk memenuhi kebutuhan dirinya sendiri

dan janin. Pengaruh terbesar adalah ibu yang memiliki berat badan rendah

sehingga cadangan nutrisi juga sedikit ( Setiawan dan Dasuki, 1995 ). Dengan

demikian akan terjadi kompetisi antara ibu, janin dan plasenta untuk

mendapatkan nutrisi dan hal ini akan berpengaruh terhadap pertumbuhan plasenta

serta janin yang akan berdampak pada berat lahir bayi dan berat plasenta.

Pendapatan ibu hamil yang rendah akan terkait dengan pemenuhan

kebutuhan nutrisi saat kehamilan. Asupan nutrisi yang kurang pada ibu hamil

akan berpengaruh terhadap pertumbuhan plasenta dan janin. Ibu rumah tangga

yang berpendapatan < $ 5000 pertahun , 20 % memiliki pembatasan pertumbuhan

ketebalan plasenta dan > 19-20% menunujukkan hipertropi plasenta yang

berpengaruh terhadap berat plasenta dibandingkan ibu rumah tangga yang

berpendapatan > $ 5000 ( Robert et al., 2008 ).

Asap rokok berdampak pada pertumbuhan janin oleh karena beberapa

bahan rokok seperti nikotin, CO2 dan polycyclic aroamatic hydrocarbons

diketahui dapat menembus plasenta yang dapat mempengaruhi terngganggunya

fungsi plasenta ( Asgharnia et al., 2007 ).

2.2.5 Cara pengukuran plasenta

Plasenta yang diukur harus memenuhi syarat sebagai berikut : plasenta

lahir secara utuh, dan merupakan plasenta yang lengkap memiliki tali pusat yang

mengandung dua arteri dan satu vena. Plasenta berbentuk hampir bulat dengan

ketebalan yang tidak merata, sehingga diambil satu ukuran dengan jangka sorong

Page 31: Anemia Gravidarum

31

yang dianggap mewakili tebal plasenta. Diameter plasenta diukur dengan meteran,

pengukuran berat plasenta menggunakan timbangan Lion Star berkapasitas 2 kg

dengan sensitifitas 10 g dalam keadaan plasenta masih hangat setelah dilahirkan

dan belum dicuci serta sebelum ditimbang jarum timbangan menunjukan angka

ketelitian nol, catat berat pasenta pada angka yang telah ditunjukkan jarum

timbangan dengan teliti ( Anonim,(“tt”) ).

2.3 Berat Badan Lahir

2.3.1 Definisi berat badan lahir

Berat badan merupakan ukuran antropometrik yang terpenting,dipakai

pada setiap kesempatan memeriksa kesehatan anak pada semua kelompok umur.

Berat badan merupakan hasil peningkatan/penurunan dari tulang, otot, lemak,

cairan tubuh. Berat badan dipakai sebagai indikator terbaik pada saat ini untuk

mengetahui keadaan gizi dan tumbuh kembang anak ( Sistiarini, 2008 ).

Pada umumnya bayi dilahirkan setelah dikandung 37 – 42 minggu masa

gestasi. Berat bayi lahir yang normal rata-rata adalah antara ≥ 2500 – 4000 gram,

dan bila di bawah atau kurang dari 2500 gram (sampai 2499 gram) dikatakan

Berat Badan Lahir Rendah ( BBLR ). Berat badan bayi lahir adalah berat bayi saat

lahir yang ditimbang segera setelah lahir. Pengukuran berat badan bayi lahir

dapat dilakukan dengan menggunakan timbangan yang relatif murah, mudah dan

tidak memerlukan banyak waktu. Berat badan bayi lahir dapat diklasifikasikan

menjadi 2 yaitu berat badan lahir rendah dan berat badan lahir normal (BBLN ),

(Wiknjosastro, 2005 ; Sistiarini, 2008 ).

Page 32: Anemia Gravidarum

32

Klasifikasi bayi menurut umur kehamilan dibagi dalam 3 kelompok yaitu

bayi kurang bulan adalah bayi dengan masa kehamilan kurang dari 37 minggu

(259 hari), bayi cukup bulan adalah bayi dengan masa kehamilan dari 37 minggu

sampai dengan 42 minggu (259 -293 hari), dan bayi lebih bulan adalah bayi

dengan masa kehamilan mulai 42 mg atau lebih ( Wiknjosastro, 2005 ;

Koesoemawati, 2002 ).

BBLR adalah neonatus dengan berat badan lahir pada saat kelahiran

kurang dari 2500 gram ( sampai 2499 gram). Dahulu bayi ini dikatakan premature

kemudian disepakati disenut Low birth weigth infant atau Berat Bayi Lahir

Rendah. Karena bayi tersebut tidak selamanya prematur atau kurang bulan tetapi

dapat cukup bulan maupun lebih bulan. (Bobak, 2005 ; Wikjosastro, 2005;

Depkes, 2009 ).

Dari pengertian di atas maka bayi dengan BBLR dapat dibagi menjadi 2

golongan, yaitu : a). Prematur murni adalah neonatus dengan usia kehamilan

kurang dari 37 minggu dan mempunyai berat badan sesuai dengan berat badan

untuk masa kehamilan, atau biasa disebut neonatus kurang bulan sesuai masa

kehamilan, b). Dismaturitas atau Kecil untuk masa kehamilan adalah bayi lahir

dengan berat badan kurang dari berat badan sesungguhnya untuk masa kehamilan.

Hal ini karena janin mengalami gangguan pertumbuhan dalam kandungan dan

merupakan bayi yang kecil untuk masa kehamilan ( KMK ), (Wiknjosastro, 2005)

Bayi berat lahir rendah merupakan faktor kecenderungan peningkatan

terjadinya infeksi, kesukaran mengatur nafas tubuh sehingga mudah untuk

menderita hipotermia. Selain itu bayi dengan Berat Bayi Lahir Rendah mudah

Page 33: Anemia Gravidarum

33

terserang komplikasi tertentu seperti ikterus, hipoglikomia yang dapat

menyebabkan kematian. Kelompok bayi berat lahir rendah yang dapat di

istilahkan dengan kelompok resiko tinggi, karena pada bayi berat lahir rendah

menunjukan angka kematian dan kesehatan yang lebih tinggi dengan berat bayi

lahir cukup. Angka kejadian di Indonesia sangat bervariasi antara satu daerah

dengan daerah lain. Riskedas 2007, mendata berat badan bayi baru lahir 12 bulan

terakhir. Tidak semua bayi diketahui berat badan hasil penimbangan waktu baru

lahir. Dari bayi yang diketahui berat badan hasil penimbangan waktu baru lahir,

berdasarkan SKRT dan Riskedas 2007 bahwa 11,5 % lahir dengan berat badan

kurang dari 2500 gram atau BBLR ( Depkes , 2009).

Pertumbuhan janin normal berkembang dan tergantung pada beberapa

faktor yaitu : faktor janin diantaranya kelainan janin, faktor etnik dan ras

diantaranya disebabkan oleh faktor genetik dan lingkungan, serta faktor kelainan

kongenital yang berat pada bayi sehingga seringkali mengalami retardasi

pertumbuhan sehingga berat badan lahirnya rendah. Selain itu faktor ibu juga

mempengaruhi pertumbuhan janin diantaranya : jenis kehamilan ganda ataupun

tunggal, serta keadaan ibu. Faktor plasenta juga mempengaruhi pertumbuhan

janin yaitu besar dan berat plasenta, tempat melekat plasenta pada uterus, tempat

insersi tali pusat, kelainan plasenta. Kelainan plasenta terjadi karena tidak

berfungsinya plasenta dengan baik sehingga menyebabkan gangguan sirkulasi

oksigen dalam plasenta. Lepasnya sebagian plasenta dari perlekatannya dan posisi

tali pusat yang tidak sesuai dengan lokasi pembuluh darah yang ada di plasenta

Page 34: Anemia Gravidarum

34

dapat mengakibatkan terjadinya gangguan aliran darah plasenta ke bayi ( Huliah,

2006 ).

2.3.2 Faktor yang mempengaruhi berat badan lahir

Berat badan lahir merupakan hasil interaksi dari berbagai faktor melalui

suatu proses yang berlangsung selama berada dalam kandungan. Faktor-faktor

yang dapat mempengaruhi berat badan lahir adalah : a). Faktor Internal, yaitu

meliputi umur ibu, jarak kelahiran, paritas, kadar hemoglobin, status gizi ibu

hamil, pemeriksaan kehamilan, dan penyakit pada saat kehamilan.b). Faktor

Eksternal, yaitu meliputi kondisi lingkungan, dan tingkat sosial ekonomi ibu

hamil.c). Faktor penggunaan sarana kesehatan yang berhubungan frekuensi

pemeriksaan antenatal ( Bobak, 2005 ).

Faktor yang secara langsung atau internal mempengaruhi berat badan

lahir antara lain sebagai berikut :

Usia Ibu hamil. Umur ibu erat kaitannya dengan berat badan lahir. Pada

umur yang masih muda, perkembangan organ-organ reproduksi dan fungsi

fisiologinya belum optimal. Hamil usia remaja , karena pada kelompok usia ini

kebutuhan nutrisi dibutuhkan untuk pertumbuhan dan perkembangan dirinya

sendiri dan juga untuk janinya dan plasenta. hal ini akan dapat mempengaruhi

berat badan bayi saat dilahirkan. Selain itu emosi dan kejiwaannya belum cukup

matang, sehingga pada saat kehamilan ibu tersebut belum dapat menanggapi

kehamilannya . Kehamilan dibawah umur 20 tahun merupakan kehamilan berisiko

tinggi, lebih tinggi di bandingkan dengan kehamilan pada wanita yang cukup

umur ( Wiknjosastro, 2005 ).

Page 35: Anemia Gravidarum

35

Selain itu semakin muda usia ibu hamil, maka anak yang dilahirkan akan

semakin ringan. Meski kehamilan dibawah umur sangat berisiko tetapi kehamilan

diatas usia 35 tahun juga tidak dianjurkan, sangat berbahaya. Mengingat mulai

usia ini sering muncul penyakit salah satu seperti hipertensi yang akan

menyebabkan preeklamsia dan eklamsia. Pre-eklampsi dan eklampsia. Pada pre-

eklampsi terjadi spasme pembuluh darah disertai dengan retensi garam dan air.

Jika semua arteriola dalam tubuh mengalami spasme, maka tekanan darah akan

naik, sebagai usaha untuk mengatasi kenaikan tekanan perifer agar oksigen

jaringan dapat dicukupi. Maka aliran darah menurun ke plasenta dan

menyebabkan gangguan pertumbuhan janin dan karena kekurangan oksigen

terjadi gawat janin yang akan berdampak pada berat bayi lahir (Mochtar, 2004).

Ibu dengan katagori umur berisiko ( < 20 tahun dan > 35 tahun ) mempunyai

peluang untuk melahirkan BBLR dibandingkan dengan ibu yang umurnya tidak

berisiko ( Sistiarini, 2008 ).

Paritas dan jarak kelahiran. Paritas adalah jumlah anak yang dikandung

dan dilahirkan oleh ibu. Pada ibu dengan paritas yang tinggi, vaskularisasi yang

berkurang atau perubahan atropi pada desidua akibat persalinan yang lampau

sehingga aliran darah ke plasenta tidak cukup, hal ini akan dapat mengganggu

fungsinya yang akan berdampak pada pertumbuhan janin ( Wiknjosastro, 2005 ).

Ibu dengan paritas > 4, melahirkan bayi dengan BBLR 20,2% (Simanjuntak,

2009). Menurut anjuran yang dikeluarkan oleh badan koordinasi keluarga

berencana ( BKKBN ) jarak kelahiran yang ideal adalah 2 tahun atau lebih, karena

jarak kelahiran yang pendek akan menyebabkan seorang ibu belum cukup untuk

Page 36: Anemia Gravidarum

36

memulihkan kondisi tubuhnya setelah melahirkan sebelumnya. Jarak kehamilan

yang pendek cenderung akan menguras nutrisi ibu dari kehamilan dan hilangnya

darah selama melahirkan, juga selama laktasi yang dapat menguragi nutrisi ibu

melaui pemberian Asi. Sehingga ibu hamil ini cenderung menderita status gizi

kurang sampai buruk yang dapat berkorelasi dengan berat lahir bayi, dan sering

melahirkan bayi berat badan lahir rendah ( Syaifudin, 2006 ). Sistiarni, ( 2008 )

juga menyatakan jarak kelahiran < 2 tahun memilki peluang untuk melahirkan

BBLR 5,11 kali dibandingkan dengan ibu yang melahirkan anak dengan jarak > 2

tahun.

Kadar Hb < 11 gr %. Kadar Hb ibu hamil sangat mempengaruhi berat bayi

yang dilahirkan. Seorang ibu hamil dikatakan menderita anemia bila kadar

hemoglobinnya dibawah 11 gr/dl. Hal ini jelas menimbulkan gangguan

pertumbuhan hasil konsepsi, sering terjadi immaturitas, prematuritas, cacat

bawaan, atau janin lahir dengan berat badan yang rendah (Depkes, 2009).

Keadaan ini disebabkan karena kurangnya suplai oksigen dan nutrisi pada

placenta yang akan berpengaruh pada fungsi plasenta terhadap pertumbuhan

janin. Hasil pnelitian Hilli AL. (2009) menyatakan adanya hubungan yang linier

antara anemia ibu hamil dengan berat badan bayi lahir. Berat badan bayi lahir

rendah dtemukan pada ibu hamil dengan anemia berat, sementara berat badan

lahir masih dalam batas normal pada ibu hamil dengan anemia ringan dan anemia

sedang meskipun lebih rendah dibandingkan dari ibu hamil tidak anemia.

Status Gizi Ibu Hamil. Status gizi ibu pada waktu pembuahan dan selama

hamil dapat mempengaruhi pertumbuhan janin yang sedang dikandung. Selain itu

Page 37: Anemia Gravidarum

37

gizi ibu hamil menentukan berat bayi yang dilahirkan, maka pemantauan gizi ibu

hamil sangatlah penting dilakukan. Gizi yang kurang akan menyebabkan

pertumbuhan janin terganggu baik secara langsung maupun oleh nutrisi yang

kurang ataupun tidak langsung fungsi plasenta terganggu. Status gizi dan nutrisi

ibu sangat berpengaruh pada pertumbuhan janin. Wanita yang kurus dan

kehilangan berat badan ataupun mempunyai pertambahan berat badan sangat

rendah selama hamil, maka akan menggunakan protein tubuhnya untuk

memenuhi kebutuhan dirinya sendiri dan janin. Pengaruh terbesar adalah ibu yang

memiliki berat badan rendah, sehingga cadangan nutrisi juga sedikit. Dengan

demikian akan terjadi kompetisi antara janin dan ibu untuk mendapatkan nutrisi

dan hal ini akan berpengaruh terhadap pertumuhan janin yang akan berdampak

pada berat lahir bayi ( Anonim,(“tt”).

Penyakit pada saat kehamilan yang dapat mempengaruhi berat bayi lahir

diantaranya adalah Diabetes melitus (DM), cacar air, dan penyakit infeksi

TORCH (Toxoplasma, Rubella, Cytomegalovirus dan Herpes ). Penyakit DM

adalah suatu penyakit dimana badan tidak sanggup menggunakan gula

sebagaimana mestinya, penyebabnya adalah pankreas tidak cukup memproduksi

insulin/tidak dapat menggunakan insulin yang ada. Bahaya yang timbul akibat

DM diantaranya adalah bagi ibu hamil bisa mengalami keguguran, persalinan

prematur, bayi lahir mati, bayi mati setelah lahir ( kematian perinatal) karena bayi

yang dilahirkan terlalu besar lebih dari 4000 gram dan kelainan bawaan pada bayi.

Penyakit infeksi TORCH adalah suatu istilah jenis penyakit infeksi yaitu

Toxoplasma, Rubella, Cytomegalovirus dan Herpes. Keempat jenis penyakit ini

Page 38: Anemia Gravidarum

38

sama bahayanya bagi ibu hamil yaitu dapat menganggu janin yang dikandungnya.

Bayi yang dikandung tersebut mungkin akan terkena katarak mata, tuli,

Hypoplasia (gangguan pertumbuhan organ tubuh seperti jantung, paru-paru, dan

limpa). Bisa juga mengakibatkan berat bayi tidak normal, keterbelakangan mental,

hepatitis, radang selaput otak, radang iris mata, dan beberapa jenis penyakit

lainnya ( Bobak, 2005 ).

Ibu yang mengalami penyakit memilki risiko melahirkan BBLR 2,91 kali

dibandingkan dengan ibu hamil yang tidak mengalami penyakit selama hamil

seperti : hipertensi, hipotensi, preeklammsi, eklamsi, kekurangan energy protein,

TBC ( Tuberculosis), jantung, dan anemia ( Sistiarini, 2008).

Faktor-faktor yang mempengaruhi berat bayi lahir secara tidak langsung/

eksternal dapat dijelaskan sebagai berikut : Faktor lingkungan yang meliputi

kebersihan dan kesehatan lingkungan serta ketinggian tempat tinggal. Kebersihan

lingkungan yang kurang akan dapat berdampak pada kesehatan ibu hamil yang

merupakan kelompok rentan terhadap penyakit. Lingkungan yang kurang bersih

dapat menyebabkan penyakit infeksi misalnya herpes, diare yang dapat

menganggu petumbuhan janin yang dikandungnya ( Bobak, 2005 ). Kehamilan

pada daerah dataran ketinggian akan dapat terjadi gangguan transportasi oksigen

dan menyebabkan kapilerisasi sitotrofoblas sebagai respon terhadap hipoksia.

Hipoksia pada plasenta menyebabkan perubahan pembentukan vili berupa

percabangan angiogenesis berlebihan, sehngga plasenta akan mengalami

kegagalan sirkulasi uteroplasenta yang berpengaruh terhadap terganggunya

pertumbuhan janin ( Huliah, 2008 ).

Page 39: Anemia Gravidarum

39

Faktor sosial ekomi meliputi jenis pekerjaan, tingkat pendidikan dan

pengetahuan ibu hamil sebagai berikut :

Beban kerja ibu hamil adalah kondisi yang ditandai dengan pekerjaan

yang banyak dan berat, kegiatan ini meliputi : pekerjaan rumah tangga, pertanian,

mengurus anak, menimba air dan mencari kayu bakar. Kegiatan ini menyebabkan

pengeluaran energy tinggi sehingga akan berpengaruh terhadap berat badan ibu

selama hamil yag berkontribusi untuk melahirkan BBLR. ( Anonim, (“tt”) ).

Wanita dalam keluarga dan masyarakat yang berpendidikan tinggi

cenderung lebih memperhatikan kesehatan diri dan keluarganya, sedangkan

wanita dengan tingkat pendidikan yang rendah, menyebabkan kurangnya

pengertian mereka akan bahaya yang dapat menimpa ibu hamil maupun bayinya.

Pendidikan ibu juga akan berpengaruh terhadap prilaku ibu dalam pencarian

pelayanan kesehatan pemeriksaan antenatal, lebih dari 90 % wanita yang

berpendidikan minimal Sekolah Dasar telah mencari tempat pelayanan kesehatan

pemeriksaan antenatal (Fibriani, 2007). Pengetahuan kesehatan reproduksi

menyangkut pemahaman tentang pentingnya pemeriksaan kehamilan, penyuluhan,

tanda dan cara mencegah kelahiran BBLR .

Pemeriksaan kehamilan, bertujuan untuk mengenal dan mengidentifikasi

masalah yang timbul selama kehamilan, sehingga kesehatan selama ibu hamil

dapat terpelihara dan yang terpenting ibu dan bayi dalam kandungan akan baik

dan sehat sampai saat persalinan. Pemeriksaan kehamilan dilakukan agar kita

dapat segera mengetahui apabila terjadi gangguan / kelainan pada ibu hamil dan

jain yang dikandung, sehingga dapat segera ditolong tenaga kesehatan (Depkes,

Page 40: Anemia Gravidarum

40

2009 ). Kwalitas pemeriksaan antenatal yang kurang baik lebih berisiko

melahirkan BBLR 5,85 kali dibandingkan dengan ibu hamil yang kwalitas

pemeriksaan kehamilannya baik ( Sistiarini, 2008).

2.3.3 Cara pengukuran berat badan bayi baru lahir

Berat badan bayi baru lahir yang ditimbang sesuai cara penimbangan bayi

baru lahir menurut Bobak ( 2005 ) yaitu : 1) Periksa timbangan bayi dalam

kondisi baik atau tidak rusak . 2) Sebelum ditimbang, jarum menunjukkan

ketelitian angka nol (0). 3) Bayi ditimbang dengan posisi ditidurkan tanpa kain

atau pakaian bayi. 4) Catat berat badan bayi baru lahir pada angka yang telah

ditunjukkan jarum timbangan dengan teliti.

Alat ukur berat badan bayi baru lahir yang dipergunakan adalah timbangan

bayi merk Seca dengan ketelitian 0,01 kg ( Widodo et al., 2005 ).

2.4 Hubungan Anemia pada Ibu Hamil dengan Berat Badan Lahir

Anemia adalah kondisi dimana sel darah merah menurun atau menurunnya

hemoglobin, sehingga kapasitas daya angkut oksigen untuk kebutuhan organ-

organ vital pada ibu dan janin menjadi berkurang ( Depkes RI, 2009 ). Anemia

dalam kehamilan memberi pengaruh kurang baik bagi ibu maupun janin yang

dikandung. Terhadap janin meningkatkan risiko kelahiran berat badan lahir

rendah. Pertumbuhan janin dipengaruhi oleh karena gangguan suplai O2 dari

plasenta ke janin. Terganggunya fungsi plasenta pada anemia kehamilan akan

menyebabkan terganggunya pertumbuhan janin intra uterin dan kelahiran berat

badan lahir rendah (Wiknjosastro, 2005; Robert, 2008).

Page 41: Anemia Gravidarum

41

Pertumbuhan janin tergantung pada nutrisi yang baik dari ibu ke janin oleh

karena itu dibutuhkan perfusi uterus yang baik sehingga akan berpengaruh

terhadap kelahiran berat badan bayi . Selama kehamilan rahim, plasenta dan janin

memerlukan aliran darah yang cukup untuk memenuhi kebutuhan nutrisi (Smitht

et al., 2010 ). Pada ibu hamil dengan anemia terjadi gangguan penyaluran

oksigen dan zat makanan dari ibu ke plasenta dan janin, yang mempengaruhi

fungsi plasenta. Fungsi plasenta yang menurun dapat mengakibatkan gangguan

tumbuh kembang janin (Cunningham et al., 2005). Ibu hamil dengan anemia

sangat berhubungan dengan berat badan lahir. Hasil penelitian Hilli. (2009)

menyatakan adanya hubungan yang linier antara anemia ibu hamil dengan berat

badan bayi lahir. Berat badan bayi lahir rendah dtemukan pada ibu hamil dengan

anemia berat, sementara berat badan lahir masih dalam batas normal pada ibu

hamil dengan anemia ringan dan anemia sedang meskipun lebih rendah

dibandingkan dari ibu hamil tidak anemia.

Penelitian oleh Simanjuntak ( 2008 ) yang meneliti hubungan anemia pada

ibu hamil dengan kejadian BBLR didapatkan 86 (53 %) anemia dari 162 kasus,

dan yang melahirkan bayi dengan BBLR 36.0 %. Hasil penelitian Karasahin et al.

(2006) juga menunjukkan bahwa ibu hamil dengan anemia , empat kali lebih

berisiko melahirkan bayi premature dan 1.9 kali berisiko melahirkan bayi berat

lahir rendah (BBLR).

Page 42: Anemia Gravidarum

42

2.5 Hubungan Anemia pada Ibu Hamil dengan Berat Plasenta Lahir

Plasenta adalah organ yang sangat penting untuk menjaga kelangsungan

kehamilan, karena plasenta berperan untuk pertukaran O2 dan transfer nutrisi

dalam pertumbuhan janin. Struktur dan fungsi plasenta akan menetukan

pertumbuhan janin, oleh karena janin mendapat nutrisi dari plasenta. Berat

plasenta yang tidak proporsional, hipertropi plasenta dapat terjadi oleh karena

kondisi ibu dengan anemia ( Robert, 2008).

Pertumbuhan plasenta dan janin terganggu disebabkan karena terjadinya

penurunan Hb yang diakibatkan karena selama hamil volume darah 50 %

meningkat dari 4 ke 6 L, volume plasma meningkat sedikit yang menyebabkan

penurunan konsentrasi Hb. Pada ibu hamil dengan anemia akan terjadi hipoksia

sehingga menyebabkan gangguan pasokan O2 dan nuritrisi ke plasenta.

Kekurangan nutrisi pada placenta berpengaruh terhadap fungsi plasenta sebagai

nutritif, oksigenasi, dan ekskresi. Selama kehamilan rahim, plasenta dan janin

memerlukan aliran darah yang cukup untuk memenuhi kebutuhan nutrisi (Smitht

et al., 2010 ). Anemia pada ibu hamil juga mengakibatkan terjadinya gangguan

plasenta seperti hipertropi, kalsifikasi, dan infark, sehingga terjadi gangguan

fungsinya. Hal ini dapat mengakibatkan gangguan pertumbuhan janin

(Wiknjosastro, 2005). Berat plasenta pada ibu hamil dengan anemia adalah lebih

tinggi tanpa tergantung dengan jenis anemianya. Berat plasenta meningkat tidak

tergantung pada type anemia. Dari penelitiannya dinyatakan bahwa berat plasenta

menjadi meningkat pada anemia, histological villi fibrosis yang menjadi ciri khas

dari plasenta pada ibu hamil dengan anemia ( Agboola, 1979).

Page 43: Anemia Gravidarum

43

Sedangkan Robert et al., melaksanakan penelitian di 12 Rumah Sakit di

Amerika Serikat tahun 2008 tentang factor risiko ibu terhadap pertumbuhan

plasenta, dengan pertumbuhan ketebalan plasenta serta area chorionic plasenta,

ditemukan 21.5 % anemia pada ibu hamil dari 34.345 ibu hamil dan lebih

memungkinkan akan mengalami hipertropik plasenta yang akan mempengaruhi

berat plasenta.

2.6 Perbedaan Berat Berat Badan Lahir dan Berat Plasenta Lahir pada Ibu

Hamil Aterm Dengan Anemia dan Tidak Anemia

Plasenta memegang peranan penting dalam perkembangan janin dan

kegagalan fungsi plasenta dapat mengakibatkan ganngguan pertumubuhan janin

dan berat badan janin. Fungsi dan struktur plasenta sangat menentukan

pertumbuhan janin. Berat plasenta saling berkorelasi positif dengan ukuran bayi

dan ada hubungan yang signifikan secara statistik antara berat plasenta dengan

berat badan lahir bayi ( Asgharnia et al., 2008 ). Berat plasenta relatif lebih besar

pada bayi aterm dibandingkan bayi premature. Berat plasenta berkorelasi dengan

berat bayi lahir rendah yaitu rata rata berat plasenta 469 gram dan pada bayi aterm

502,4 gram ( Jaya et al., 1994)

Fungsi Plasenta pada Ibu hamil dengan anemia akan terganggu yang

berpengaruh terhadap pertumbuhan janin dan berat badan lahir bayi. Suplai darah

pada anemia ibu hamil berkurang ke plasenta dan janin, sehingga mengakibatkan

hipoksia ( berkurangnya oksigen ke jaringan ), berkuragnya aliran darah ke

uterus akan menyebabkan aliran oksigen dan nutrisi ke plasenta dan ke janin

terganggu ( Karasahin, 2007 ; Robert et al., 2008 ). Hipoksia yang terjadi pada

Page 44: Anemia Gravidarum

44

plasenta akibat anemia ibu hamil menyebabkan terganggunya fungsi plasenta

sebagai nutritive, oksigenasi, dan ekskesi. Hasil analisis morfologis plasenta

menunjukkan adanya kalsemia dan infark sehingga fungsi plasenta terganggu,

selain itu juga terjadi hipertropi plasenta yang menyebabkan gangguan

pertumbuhan janin intra uterin dan kelahiran bayi berat badan lahir rendah

(Wiknjosatro, 2005 ; Robert et al., 2008 ).

Anemia pada ibu hamil berkorelasi dengan kejadian berat badan lahir

rendah, telah banyak dilaporkan dari beberapa penelitian. Risiko tinggi kelahiran

premature berkorelasi dengan kekurangan zat besi saat hamil ( Allen, 2007 ).

Ada hubungan yang signfikan antara aemia pada ibu hamil dengan kejadian

BBLR dan kelahiran premature ( Hussein, et al., 2009 ).

Hilli ( 2009 ) menyatakan bahwa ada hubungan linier antara anemia pada

ibu hamil dengan berat bayi baru lahir. Berat bayi baru lahir rendah ditemukan

pada ibu anemia berat, sementara berat badan bayi yang masih dalam batas

normal ditemukan pada ibu hamil dengan anemia yang ringan dan sedang

walaupun lebih rendah dibandingkan berat badan bayi dari ibu hamil tidak

anemia. Hasil ini sesuai dengan yang ditemukan pada studi yang dilakukan oleh

Singla et al dalam Hilli (2009 ) juga menyatakan bahwa berat lahir bayi, berat

plasenta secara signifikan berkurang pada ibu hamil dengan anemia berat.

Maisyaroh ( 2009 ) pada hasil penelitiannya menunjukkan bahwa ada perbedaan

yang bermakna antara berat badan bayi lahir pada ibu hamil dengan anemia dan

tidak anemia ( p < 0,05 ).

Page 45: Anemia Gravidarum

45

Anemia pada ibu hamil berpengaruh terhadap berat plasenta namun tidak

tergantung pada jenis anemia dan durasi anemia. Ibu hamil dengan anemia

menunjukkan perbedaan berat plasenta yang signifikan antara anemia mikrositik

yaitu 540,5 gram dan anemia makrositik rata – rata 592, 1 gram. ( Agboola,

1979). Berat plasenta yang tidak proporsional disebabkan karena kondisi ibu

seperti anemia dan pasokan gizi yang kurang atau hipoksia yang dapat

menyebabkn terganggunya fungsi plasenta. Ibu hamil dengan anemia 40 % lebih

memungkinkan mengalami plasenta hipertropi dibandingkan ibu hamil tidak

anemia yang akan mempengaruhi berat plasenta ( Robert et al., 2008 ).

Page 46: Anemia Gravidarum

46

BAB III

KERANGKA BERPIKIR, KONSEP, DAN HIPOTESIS PENELITIAN.

3.1 Kerangka Berpikir

Penyebab utama anemia pada ibu hamil adalah asupan gizi dan zat besi

selain umur, paritas, jarak kelahiran, pola makan, kepatuhan konsumsi besi dan

pemeriksaan antenatal. Faktor eksternal juga mempengaruhi terjadinya anemia ibu

hamil seperti sosial ekonomi budaya, paparan rokok. Sementara, ibu hamil dengan

anemia dapat mengakibatkan gangguan tumbuh kembang janin selain abortus,

prematuritas, partus lama, sepsis puerperalis, kematian ibu dan janin. Anemia

pada ibu hamil sebagian besar berupa ADB terutama pada aterm karena pada

masa tersebut janin menimbun cadangan besi untuk dirinya dalam rangka

persediaan segera setelah lahir. Pada ibu hamil aterm dengan anemia

meningkatkan risiko berat badan lahir rendah, asfiksia neonatorum dan

prematuritas. Paparan rokok juga dapat mengakibatkan kelainan pertumbuhan

janin sehingga berpengaruh terhadap berat badan lahir.

Pada ibu hamil dengan plasenta menunjukkan adanya hipertrofi, kalsifikasi

dan infark sehingga terjadi gangguan fungsinya. Hal ini dapat mengakibatkan

gangguan pertumbuhan janin. Selain itu, anemia pada ibu hamil terdapat hipertrofi

plasenta dan villi yang juga mempengaruhi berat plasenta. Plasenta berfungsi

untuk nutritif, oksigenasi dan ekskresi. Kapasitas pertumbuhan berat janin

dipengaruhi oleh pertumbuhan plasenta dan berat plasenta mencerminkan fungsi

dan perkembangan plasenta itu sendiri. Pada ibu hamil dengan anemia sebagai

Page 47: Anemia Gravidarum

47

faktor risiko terjadinya pertumbuhan plasenta yang tidak proporsional.

Sebaliknya, berat plasenta yang kecil dapat mengindikasikan adanya kekurangan

asupan gizi ke plasenta sehingga terjadi hipoksia plasenta yang pada akhirnya

mengganggu fungsinya sehingga terjadi BBLR dan berat plasenta lahir abnormal

(BPLA).

3.2 Kerangka Konsep

Berdasarkan uraian di atas maka dibuatlah kerangka konsep sebagai

berikut:

Gambar 3.2 Kerangka Konsep

Ibu hamil

aterm

dengan

anemia

Tumbuh kembang

janin:

BBL

Pertumbuhan

plasenta:

BPL

Sirkulasi

uteroplasenta

dan nutrisi

Umur, paritas, jarak

kelahiran, PAN,

penyakit, ketinggian,

social ekonomi

Umur, paritas,

penyakit, kurang

gizi, pendapatan ibu,

merokok

Page 48: Anemia Gravidarum

48

Keterangan :

: Variabel yang diteliti

: Variabel yang tidak diteliti

Gambar kerangka konsep dapat dijelaskan bahwa ibu hamil aterm dengan

anemia merupakan variable bebas/independen pada penelitian ini, ibu hamil

aterm dengan anemia sebagai faktor risiko terhadap berat badan lahir dan berat

plasenta lahir. Pada ibu hamil aterm dengan anemia akan terjadi gangguan

sirkulasi uteroplasenta dan nutrisi yang merupakan variabel intervening yang

dapat mengganggu fungsi plasenta sebagai nutritif, oksigenasi dan ekskresi yang

dapat mempengaruhi tumbuh kembang janin dan tumbuh kembang plasenta.

Tumbuh kembang janin dan plasenta dapat diukur dengan berat badan lahir dan

berat plasenta lahir yang merupakan variabel tergantung/dependen. Berat badan

lahir dan berat plasenta juga dipengaruhi oleh beberapa faktor yang merupakan

variable perancu yang tidak diteliti seperti : umur, paritas, jarak kelahiran

pemeriksaan antenatal, penyakit seperti hipertensi, preeklamsi, eklamsi,

ketinggian, social ekonomi dan paparan rokok.

3.3 Hipotesis Penelitian

1. Ada perbedaan berat badan lahir pada ibu hamil aterm dengan anemia dan

tidak anemia.

2. Ada perbedaan berat plasenta lahir pada ibu hamil aterm dengan anemia

dan tidak anemia.

Page 49: Anemia Gravidarum

49

BAB IV

METODA PENELITIAN

4.1 Rancangan Penelitian

Rancangan penelitian yang digunakan adalah analitik cross sectional

yaitu melakukan pengukuran terhadap variabel bebas yaitu ibu hamil aterm

dengan anemia dan variabel tergantung yaitu berat badan lahir dan berat

plasenta lahir, dilakukan sekali dalam waktu yang bersamaan dan tidak

melakukan tindak lanjut.

4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di Ruang Elang bersalin RSUD Wangaya Kota

Denpasar. Pemeriksaan hemoglobin dilakukan di Laboratorium RSUD

Wangaya Kota Denpasar

Penelitian dilaksanakan setelah proposal penelitian mendapat persetujuan

untuk dilaksanakan yaitu mulai 1 oktober 2011 sampai sampel terpenuhi.

4.3 Penentuan Sumber Data

4.3.1 Populasi penelitian

1. Populasi target

Populasi target pada penelitian ini adalah ibu hamil aterm yang

melahirkan.

2. Populasi terjangkau

Populasi terjangkau pada penelitian ini yaitu ibu hamil aterm yang

melahirkan di RSUD Wangaya Kota Denpasar periode tahun 2011.

Page 50: Anemia Gravidarum

50

4.3.2 Sampel penelitian

1. Penentuan sampel

Sampel pada penelitian ini terdiri dari dua kelompok : kelompok

ibu hamil aterm dengan anemia dan kelompok ibu hamil aterm yang tidak

anemia yang melahirkan di RSUD Wangaya Kota Denpasar Tahun 2011,

yang memenuhi kriteria inklusi dan ekslkusi sebagai berikut :

a. Kriteria inklusi

1). Umur kehamilan 37 - 42 minggu

2). Kehamilan tunggal

3). Umur ibu 20 – 35 tahun

b. Kriteria eksklusi

1). Perdarahan antepartum

2). Ada riwayat penyakit : preeklamsi/ eklamsi,diabetis militus,

hipertensi.

3). Ketuban pecah dini

4). Persalinan lama

5). Janin dengan kelainan kongenetal

6). Paritas tinggi ( ≥ 4 kali)

7). Jarak kelahiran anak terakhir < 2 tahun

8). Menggunakan jamkesmas

2. Besar sampel

Besar sampel sesuai dengan hipotesis, untuk mencari perbedaan

berat badan lahir dan berat plasenta lahir pada ibu hamil aterm dengan

Page 51: Anemia Gravidarum

51

anemia dan tidak anemia, maka besar sampel dihitung dengan asumsi

rata-rata berat badan lahir pada 50 ibu hamil dengan anemia yaitu 3,1 kg

(± 0,35) dan rata-rata berat badan lahir pada 40 ibu hamil yang tidak

anemia adalah 3,3 kg ( ± 0,40 ) ( Hilli, 2009). Besar sampel dihitung

menggunakan rumus besar sampel untuk uji hipotesis beda rata-rata pada 2

kelompok indepnden menururt Ariawan (1998 ) yaitu :

n₁ - n₂ = 2 𝛔² Z ₁ - 𝑎/z + Z ₁ - β ²

(𝛍 ₁ - 𝛍 ₂ ) ²

Keterangan :

α adalah besar kesalahan tipe I = 0,05, maka Z₁ α =1,96

β adalah besarnya kesalahan tipe II = 0,2, power = 80%, maka Zβ =

0,842.

𝛍 ₁ - 𝛍 ₂ adalah rata – rata populasi berat badan lahir pada ibu hamil

dengan anemia yaitu 3,1 dan rata – rata berat badan lair pada ibu

hamil tidak anemia 3,3.

𝛔² adalah standar deviasi dari beda rata- rata. Yang diperkirakan dari

varians gabungan : 0,139.

Dari hasil penghitungan rumus tersebut diatas, jumlah sampel yang

dibutuhkan untuk setiap kelompok yang diobservasi adalah sebanyak

54, 5 ibu hamil aterm dengan anemia dan tidak anemia. Jadi jumlah

sampel seluruhnya adalah 110.

3. Tehnik pengambilan sampel

Tehnik pengambilan sampel pada penelitian ini adalah consecutive

sampling yaitu ibu hamil aterm dengan anemia dan tidak anemia yang

Page 52: Anemia Gravidarum

52

melahirkan di Ruang Elang bersalin di RSUD Wangaya Kota Denpasar

tahun 2011 yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi sampai jumlah

sampel terpenuhi dalam waktu tertentu.

4.4 Variabel Penelitian

4.4.1 Identifikasi variabel

Variable pada penelitian ini terdiri dari :

1. Variabel independen /bebas yaitu ibu hamil aterm dengan anemia

2. Variabel dependen /tergantung pada penelitian ini yaitu berat badan

lahir dan berat plasenta lahir

3. Variabel perancu (confounding) pada penelitian ini yaitu : umur, paritas,

jarak kelahiran, pemeriksaan antenatal, penyakit, social ekonomi, daerah

ketinggian, merokok.

Kerangka hubungan antar variabel seperti pada bagan di bawah ini :

Variabel independen Variabel dependen

Variabel perancu

Gambar 4.4.1 Identifikasi variable

Ibu hamil

aterm

dengan

anemia

-BBL

-BPL

Umur, paritas, jarak kelahiran, PAN, penyakit, daerah ketinggian, social ekonom, merokok

Page 53: Anemia Gravidarum

53

4.4.2 Definisi operasional variabel.

1. Ibu hamil aterm dengan anemia adalah ibu hamil tunggal hidup dengan

usia kehamilan 37 – 42 minggu dengan kadar hemoglobin < 11 gram %

dan ibu hamil aterm yang tidak anemia adalah ibu hamil tunggal hidup

dengan usia kehamilan 37 – 42 minggu dengan kadar hemoglobin ≥ 11

gram %. Kadar hemoglobin diukur dengan tehnik sianmethemoglobin di

laboratorium RSUD Wangaya Kota Denpasar dari bahan darah vena

kubiti. Skala pengukuran nominal, dikatagorikan mejadi anemia dan tidak

anemia

2. Berat badan lahir adalah berat badan bayi baru lahir dalam gram yang

ditimbang segera setelah kelahiran tanpa pakaian, memakai timbangan

bayi merk Tanita dengan ketelitian 0,01 kg di ruang Elang bersalin RSUD

Wangaya Kota Denpasar oleh penolong persalinan. Berat badan lahir

normal adalah ≥ 2500 gram. Skala pengukuran : rasio

3. Berat plasenta lahir adalah berat plasenta baru lahir komplit dalam gram

yang ditimbang segera setelah kelahiran plasenta, memakai timbangan

bayi merk Tanita dengan ketelitian 0,01 kg di ruang Elang bersalin

RSUD Wangaya Kota Denpasar oleh penolong persalinan. Berat plasenta

normal adalah 1/6 dari berat badan lahir. Skala pengukuran : rasio.

4.5 Instrumen Penelitian

Alat ukur yang digunakan pada penelitian ini adalah :

1. Cyanmethemoglobin ini cukup teliti dan dianjurkan oleh International

Page 54: Anemia Gravidarum

54

Committee for Standardization in Hemathology (ICSH), untuk mengukur

kadar hemoglobin.

2. Timbangan bayi merk Tanita yang sudah standar dengan ketelitian 0,01

kg, untuk mengukur berat badan lahir .

3. Timbangan bayi merk Tanita yang sudah standar dengan ketelitian 0,01

kg, untuk mengukur berat plasenta lahir.

4. Formulir untuk mengumpulkan data karakteristik, hasil kadar hemoglobin

responden dan hasil pengukuran berat badan lahir dan berat plasenta

lahir.

4.5 Prosedur Penelitian

4.6.1 Cara pengumpulan data

Pengumpulan data dengan metode anamnesa dan melalui catatan medik

untuk mendapatkan data karakteristik responden, sedangkan untuk memperoleh

data hemoglobin dengan cara pengukuran dari bahan darah vena kubiti di

laboratorim BLU RSUD Wangaya Kota Denpasar, data berat badan lahir dan

berat plasenta lahir dengan pengukuran yaitu melakukan penimbangan berat

badan dan berat plasenta segera setelah bayi dan plasenta lahir.

4.6.2 Alur penelitian

1. Persiapan

a). Mengurus ijin penelitian.

Penelitian ini telah mendapat ijin dari Direktur RSUD Wangaya

Kota Denpasar dengan surat ijin penelitian nomor : 890 / 2868 /

RSUD.W.

Page 55: Anemia Gravidarum

55

b). Ethical clearence

Protokol penelitian dimintakan persetujuan dari Komisi Etika

Fakultas Kedokteran Univeritas Udayana Denpasar/Rumah Sakit

Umum Pusat Sanglah Denpasar. Informed consent tertulis

dimintakan pada ibu yang akan bersalin, dengan penjelasan secara

lisan tentang tujuan dan manfaat penelitian. Segala konsekuensi

yang berhubungan dengan penelitian, khususnya mengenai

pembiayaan ditanggung oleh peneliti.

Data pribadi penderita dijamin kerahasiaannya. Penelitian ini telah

mendapat persetujuan dari Komisi Etika Penelitian Fakultas

Kedokteran Universitas Udayana/Rumah Sakit Umum Pusat

Sanglah Denpasar dengan nomor 842/UN.14.2/Litbang/XI/2011

dan oleh Direktur RSUD Wangaya Kota Denpasar dengan surat

ijin penelitian nomor : 890 / 2868 / RSUD.W.

2. Pemilihan sampel penelitian

Pemilihan subjek penelitian dilaksanakan sejak ibu hamil aterm masuk

ke Ruang Elang bersalin RSUD Wangaya Kota Denpasar, kasus

diseleksi menurut kriteria inklusi dan eksklusi.

3. Anamnesa

Anamnesa pada respoden untuk memperoleh data karakteristik ibu.

4. Informed concent

Page 56: Anemia Gravidarum

56

Penjelasan maksud dan tujuan penelitian sampai responden paham,

selanjutnya disarankan mengisi persetujuan di lembar informed

consent

5. Pemeriksaan kadar hemoglobin

Ibu hamil aterm yang bersedia menjadi responden dilakukan

pemeriksaan kadar hemoglobin di laboratoratorium RSUD Wangaya

untuk dikelompokkan menjadi kelompok terpapar bila Hb < 11 gram

% dan Hb ≥ 11 gram % sebagai kelompok tidak terpapar.

6. Pengukuran berat badan lahir dan berat plasenta lahir

Berat badan lahir dan berat plasenta lahir baik pada ibu hamil aterm

dengan anemia dan tidak anemia, dilakukan dengan cara menimbang

bayi dan plasenta setelah lahir.

7. Analisis data.

Setelah data terkumpul selanjutnya data dianalisis, untuk kemudian

disusun dalam laporan penelitian.

Page 57: Anemia Gravidarum

57

Adapun alur penelitian seperti bagan di bawah ini :

Gambar 4.6.2 : Alur penelitian

Pemilihan sampel:

kriteria inklusi dan

eksklusi

Anamnesa

Informed consent

Ibu hamil aterm

dengan Anemia

Ibu hamil aterm

tidak anemia

BBL BPL BBL BPL

Persiapan

Analisis data

Pemeriksaan

hemoglobin

Page 58: Anemia Gravidarum

58

4.6.3 Prosedur pengumpulan data

1. Kadar hemoglobin.

Kadar hemoglobin diukur dengan tehnik sianmethemoglobin di

laboratorium RSUD Wangaya Kota Denpasar dengan cara darah vena

kubiti diambil 0,5 cc oleh bidan, di kirim ke laboratorium RSUD

Wangaya Kota Denpasar untuk dilakukan pengukuran kadar

hemoglobin. Menurut cara sianmethemoglobin darah dicampurkan

dengan larutan drapkin untuk memecah hemoglobin menjadi

cyanmethemoglobin, daya serapnya kemudian diukur pada 540 nm

dalam kalorimeter fotoelekrit atau spektrofotometer kemudian

dibandingkan dengan standard.

2. Berat badan lahir

Berat badan bayi segera setelah lahir diukur dengan cara menimbang

berat badan bayi dengan timbangan bayi merk Tanita dengan ketelitian

0,01 kg dalam kondisi baik. Sebelum ditimbang jarum menunjukkan

angka nol, bayi ditimbang dalam posisi tidur tanpa pakaian. Catat berat

badan bayi pada angka yang telah ditunjukkan jarum timbangan

dengan teliti.

3. Berat plasenta lahir

Berat plasenta lahir diukur dengan cara : timbang plasenta segera

setelah lahir dan belum dicuci yang dimasukkan ke dalam kantong

plastik, menggunakan timbangan bayi merk Tanita dengan ketelitian

0,01 kg dalam kondisi baik. Sebelum ditimbang jarum menunjukkan

Page 59: Anemia Gravidarum

59

angka nol, plasenta ditimbang, dan catat berat plasenta pada angka

yang ditunjukkan jarum timbangan dengan teliti.

Dalam pengumpulan data, peneliti minta bantuan kepada 4 bidan yang

bertugas di Ruang Elang bersalin RSUD Wangaya Kota Denpasar dan memberi

penjelasan cara pengukuran berat badan bayi baru lahir dan berat plasenta lahir

untuk menyamakan persepsi antara pengumpul data dan peneliti.

4.7 Analisis Data

4.7.1 Pengolahan data

Data yang telah dikumpulkan dicek kelengkapan data dan kesalahan

data, kemudian di edit dan diberi kode sebelum dimasukkan ke dalam

komputer.

4.7.2 Analisis data

Pada penelitian ini data dianalisis dengan uji statistik antara lain :

1. Karakteristik sampel dengan membandingkan karakteristik kelompok

ibu hamil aterm dengan anemia dan tidak anemia.

2. Analisis normalitas berat badan lahir dan berat plasenta lahir antara

kelompok ibu hamil aterm dengan anemia dan tidak anemia

menggunakan uji Kolmogorov-Smirnov (KS) dengan tingkat

kemaknaan 5 %.

3. Analisis homogenitas berat badan lahir dan berat plasenta lahir antara

kelompok ibu hamil aterm dengan anemia dan tidak anemia dengan

uji Levene’s Test dengan tingkat kemaknaan 5%,

Page 60: Anemia Gravidarum

60

4. Analisis perbedaan rerata berat badan lahir dan berat plasenta lahir

dengan uji independent sampel T Test bila data berdistribusi normal,

atau Mann-Withney bila data tidak berdistribusi normal dengan

tingkat kemaknaan 5%.

Page 61: Anemia Gravidarum

61

BAB V

HASIL PENELITIAN

Selama periode tahun 2011, dilakukan penelitian dengan rancangan

analitik cross-sectional study yang dilakukan pada ibu hamil aterm yang

melahirkan di Ruang Elang Bersalin RSUD Wangaya Kota Denpasar. Subyek

penelitian dibedakan berdasarkan kadar Hb ibu hamil aterm yaitu 55 ibu hamil

aterm dengan anemia yang dikatagorikan kadar Hb < 11 gram % dan 55 ibu

hamil aterm tidak anemia bila kadar Hb ≥ 11 g %.

5.1 Karakteristik Subjek

Selama penelitian, 110 orang ibu hamil aterm dengan anemia dan tidak

anemia dijadikan sampel dalam penelitian setelah memenuhi kriteria inklusi dan

kriteria eksklusi. Karakteristik subjek antara ibu hamil aterm dengan anemia dan

tidak anemia disajikan pada Tabel 5.

Tabel 5.1

Karakteristik Subjek antara Ibu Hamil Aterm dengan Anemia dan Tidak

Anemia

Karakteristik Anemia

(n = 55)

Tidak Anemia

(n = 55) P

Umur (thn)

Pendidikan

Paritas

Umur Kehamilan

Hb

27,09 ± 4,89

11,07 ± 2,28

1,78 ± 0,83

39,13 ± 1,22

9,92 ± 0,55

27,49 ± 4,90

11,29 ± 2,05

1,82 ± 0,80

39,16 ± 4,91

11,84 ± 0,42

0,666

0, 650

0,763

0,174

0,001

Page 62: Anemia Gravidarum

62

Tabel 5.1 menunjukkan bahwa rerata umur ibu hamil aterm dengan anemia

adalah 27,09 ± 4,89 tahun, lebih kecil dibandingkan umur ibu hamil aterm dengan

anemia dan tidak anemia adalah 27,49 ± 4,90 tahun. Hasil analisis dengan uji

Mann-Whitney menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan umur antara ibu hamil

aterm dengan anemia dan tidak anemia ( p > 0,05 ).

Berdasarkan hasil analisis didapatkan bahwa rerata pendidikan ibu hamil

aterm dengan anemia adalah 11,07 ± 2,28 tahun, lebih kecil dibandingkan pada

ibu hamil aterm tidak anemia adalah 11,29 ± 2,05 tahun. Dimana subyek rata -

rata berpendidikan SMA. Hasil analisis dengan uji Mann-Whitney menunjukkan

bahwa tidak ada perbedaan pendidikan antara ibu hamil aterm dengan anemia dan

tidak anemia ( p > 0,05).

Rerata paritas pada ibu hamil aterm dengan anemia adalah 1,78 ± 0,83

lebih kecil dibandingkan pada ibu hamil aterm tidak anemia adalah 1,82 ± 0,80.

Hasil analisis dengan uji Mann-Whitney menunujukkan bahwa tidak terdapat

perbedaan paritas antara ibu hamil aterm dengan anemia dan tidak anemia (p >

0,05).

Rerata umur kehamilan pada ibu hamil aterm dengan anemia adalah

39,13 ± 1,22 minggu, lebih kecil dibandingkan ibu hamil aterm tidak anemia

adalah 39,16 ± 4,91 minggu. Hasil analisis dengan uji Mann-Whitney

menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang bermakna (p > 0,05).

Jenis kelamin bayi laki-laki pada kelompok anemia sebanyak 28 (50,91 %)

orang lebih kecil dibandingkan ibu hamil aterm tidak anemia sebanyak 33 (60 %)

orang, dan berjenis kelamin perempuan pada ibu hamil aterm dengan anemia

Page 63: Anemia Gravidarum

63

sebanyak 27 (49,01 %) orang lebih besar dibandingkan pada ibu hamil tidak

anemia sebanyak 22 (40 %) orang. Berdasarkan hasil analisis dengan uji Chi-

Square didapatkan bahwa tidak terdapat perbedaan jenis kelamin bayi yang

dilahirkan secara bermakna (p > 0,05). Hal ini menunjukkan bahwa karaktersitik

subjek tidak berpengaruh terhadap berat badan lahir dan berat plasenta lahir.

Sedangkan rerata Hb pada ibu hamil aterm dengan anemia adalah 9,92 ±

0,55 g %, lebih kecil dibandingkan ibu hamil aterm tidak anemia adalah 11,84 ±

0,42 g %. Hasil analisis dengan uji t-independent didapatkan bahwa terdapat

perbedaan secara bermakna antara ibu hamil aterm dengan anemia dan ibu hamil

aterm tidak anemia (p < 0,05).

5.2 Perbedaan Berat Badan Lahir

Perbedaan berat badan lahir diuji berdasarkan rerata berat badan lahir bayi

antar ibu hamil aterm dengan anemia dan tidak anemia. Hasil analisis kemaknaan

dengan uji Mann- Whitney disajikan pada Tabel 5.2 berikut.

Tabel 5.2

Perbedaan Berat Badan Lahir antara Ibu Hamil Aterm dengan Anemia dan

Tidak Anemia

Rerata Berat Badan

Lahir (gram) P

Anemia

Tidak Anemia

2735,45 ± 239,54

3382,73 ± 256,62

0,001

Tabel 5.2 di atas menunjukkan bahwa rerata berat badan lahir pada ibu

hamil aterm dengan anemia adalah 2735,45 ± 239,54 gram, lebih kecil namun

Page 64: Anemia Gravidarum

64

masih dalam batas normal dibandingkan pada ibu hamil aterm tidak anemia

adalah 3382,73 ± 256,62 gram. Analisis dengan uji Mann-Whitney didapatkan

bahwa nilai U = 83,00 dan p = 0,001. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat

perbedaan rerata berat badan lahir bayi secara bermakna ( p < 0,05).

5.3 Perbedaan Berat Plasenta Lahir

Perbedaan berat plasenta lahir diuji berdasarkan rerata berat plasenta lahir

bayi antar kelompok. Hasil analisis kemaknaan dengan uji Mann-Whitney

disajikan pada Tabel 53 berikut.

Tabel 5.3

Perbedaan Berat Plasenta Lahir antara Kelompok Ibu Hamil Aterm dengan

Anemia dan Tidak Anemia

Rerata Berat Plasenta

Lahir (gram) P

Anemia

Tidak Anemia

490,91 ± 36,12

535,45 ± 32,42

0,034

Tabel 5.3 di atas menunjukkan bahwa rerata berat plasenta lahir pada

kelompok ibu hamil dengan anemia adalah 490,91 ± 36,12 dan pada kelompok

ibu hamil tidak anemia adalah 535,45 ± 32,42. Dimana berat plasenta ibu hamil

dengan anemia lebih rendah dibandingkan berat plasenta lahir ibu hamil aterm

dengan anemia dan tidak anemia. Analisis dengan uji Mann-Whitney didapatkan

bahwa nilai U = 1392,00 dan p = 0,034. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat

perbedaan rerata berat plasenta lahir bayi secara bermakna (p<0,05).

Page 65: Anemia Gravidarum

65

BAB VI

PEMBAHASAN

Subjek berasal dari ibu hamil aterm yang melahirkan di Ruang Elang

RSUD Wangaya Kota Denpasar Tahun 2011. Setelah memenuhi kriteria inklusi

dan eksklusi maka dilakukan pengambilan darah vena kubiti untuk pemeriksaan

hemoglobin, subyek penelitian dibedakan berdasarkan kadar Hb yaitu ibu hamil

aterm dengan anemia bila kadar Hb < 11 gram % dan tidak anemia bila kadar Hb

≥ 11 gram %, serta dilakukan pengukuran berat badan lahir dan berat plasenta

lahir dengan cara menimbang berat badan lahir dan berat plasenta lahir setelah

bayi dan plasenta lahir.

6.1 Perbedaan Berat Badan Lahir pada Ibu Hamil Aterm dengan Anemia

dan Tidak Anemia

Pada penelitian ini ditemukan bahwa rerata berat badan lahir pada ibu

hamil aterm dengan anemia adalah 2735,45 ± 239,54 gram, lebih rendah dari pada

ibu hamil aterm tidak anemia namun masih dalam batas normal dan rerata berat

badan lahir pada ibu hamil aterm tidak anemia adalah 3382,73 ± 256,62 gram.

Berdasarkan hasil analisis didapatkan bahwa nilai U = 83,00 dan p = 0,001. Hal

ini menunjukkan bahwa terdapat perbedaan rerata berat badan lahir bayi secara

bermakna (p < 0,05). Namun dari semua ibu hamil aterm dengan anemia yang

diteliti didapatkan 6 orang ( 10,9 %) bayi dengan BBLR.

Perbedaan berat badan lahir antara ibu hamil aterm dengan anemia dan

tidak anemia secara bermakna oleh karena pada ibu hamil dengan anemia terjadi

Page 66: Anemia Gravidarum

66

gangguan oksigenasi uteroplasenta sehingga tidak cukup mendukung

pertumbuhan dan perkembangan janin intrauterine secara optimal. Jika oksigen

dalam darah berkurang maka janin akan mengalami hipoksia yang berakibat

terhadap gangguan pertumbuhan janin yang akan mempengaruhi berat badan

lahir. Smit et al, (2010) menyatakan bahwa saat kehamilan memerlukan aliran

darah yang cukup untuk memenuhi nutrisi dalam rangka mendukung pertumbuhan

plasenta dan janin.

Keadaan hipoksia akan menyebabkan terjadinya stress oksidatif yaitu ke

tidak seimbangan antara radikal bebas dengan antioksidan dan enzim-enzim yang

berperan dalam proses menginaktifkan radikal bebas seperti superoxide

dismutase, katalase dan gluthatione pitoxidase. Akibat malnutrisi intrauterine

maka kadar antioksidan dan enzim-enzim tersebut lebih rendah karena

mikronutrien yang penting untuk sintesisnya berkurang sehingga pertumbuhan

janin terganggu ( Kumar et al, 2003 dalam Huliah, 2006).

Wanita hamil cenderung terkena anemia pada triwulan III karena pada

masa ini janin menimbun cadangan zat besi untuk dirinya sendiri sebagai

persediaan bulan pertama setelah lahir ( Sin sin, 2008). Akibat anemia akan dapat

menimbulkan hipoksia dan bekurangnya aliran darah ke uterus yang akan

menyebabkan aliran oksigen dan nutrisi ke plasenta dan janin terganggu sehingga

dapat menimbulkan aspiksia sehingga pertumbuhan dan perkembangan janin

terhambat dan janin lahir dengan BBLR (Desfauza, 2007 ; Suharjo dan Dalarto,

1999 dalam Mutalazimah, 2005).

Page 67: Anemia Gravidarum

67

Hasil penelitian ini didukung oleh hasil penelitian yang dilakukan oleh

Hilli, (2009) yang menyatakan bahwa berat badan lahir masih dalam batas normal

pada ibu hamil dengan anemia ringan yaitu rerata BBL 3,1 ± 0,35 (p=0,1) dan

anemia sedang rerata BBL 2,7 ± 0,09 (p=0,02) meskipun lebih rendah

dibandingkan dari ibu hamil tidak anemia yang diperoleh rerata BBL 3,3 ± 0,40.

Pada penelitian ini rerata Hb pada ibu hamil aterm dengan anemia 9,92 ± 0,55

merupakan derajat anemia ringan, yang melahirkan bayi dengan berat badan lebih

rendah dari ibu hamil atern tidak anemia tetapi masih dalam batas normal. Hal ini

sesuai pendapat Rockwel, 2003 dalam Lestari, 2006) yang menyatakan walaupun

terjadi hipoksia pada kehamilan namun plasenta berupaya dengan mengalami

penambahan sel dan peningkatan cabang arteri sebagai bentuk adaptasi terhadap

kekurangan suplai O2, agar tetap dapat memenuhi kebutuhan O2 dan nutrisi janin

sehingga janin dapat bertumbuh normal. Tetapi berat plasenta akan bertambah

(Lestari, 2006).

Dengan demikian selama kehamilan diperlukan tambahan zat besi untuk

meningkatkan jumlah sel darah merah dan membentuk sel darah merah janin dan

plasenta. Penurunan konsentrasi Hb akan lebih kecil pada ibu hamil yang

mengkonsumsi zat besi. Kenaikan volume darah berfungsi untuk memenuhi

kebutuhan perfusi dari uteroplasenta ( Smith et al., 2010 ). Untuk itu diperlukan

alternatif pencegah anemia defisiensi besi, dengan memakan beraneka ragam

makanan yang memiliki zat gizi saling melengkapi termasuk vitamin yang dapat

meningkatkan penyerapan zat besi, seperti vitamin C. Mengurangi konsumsi

Page 68: Anemia Gravidarum

68

makanan yang bisa menghambat penyerapan zat besi seperti : minum teh saat

minum tablet besi ( Wiknjosastro, 2005 ; Masrizal, 2007).

Studi lain yang dilakukan oleh Maisyaroh (2009) menunjukkan bahwa

ada perbedaan yang bermakna antara berat badan bayi lahir pada ibu hamil

dengan anemia dan tidak anemia (p < 0,05). Hasil yang serupa ditemukan dalam

studi yang dilakukan oleh Singla et al dalam Hilli, (2009) menyatakan bahwa

berat badan lahir, secara signifikan berkurang pada ibu hamil dengan anemia.

Hasil penelitian ini juga didukung oleh hasil penelitin Simanjuntak (2008)

yang menyatakan bahwa ibu hamil dengan anemia 36,0 % melahirkan bayi

dengan BBLR. Hasil penelitian Karasahin et al ( 2006) menunjukkan bahwa ibu

hamil dengan anemia berisiko 1,9 kali melahirkan bayi dengan BBLR

dibandingkan ibu hamil tidak anemia. Pada penelitian ini ditemukan ada 6 orang

(10,9 %) lahir dengan BBLR.

Adapun faktor yang dimungkinkan menyebabkan ibu hamil dengan

anemia yang melahirkan bayi dengan BBLR adalah ibu hamil telah mengalami

anemia sejak awal kehamilan, namun pada penelitian ini tidak mengukur dan

mengumpulkan variabel Hb dari awal kehamilan. Wheeler et al, dalam Ming Zhon

et al, (1998) menyatakan bahwa perkembangan plasenta dan janin berjalan dengan

baik saat awal kehamilan oleh karena kandungan O2 dalam darah cukup tinggi.

Jika konsentrasi Hb yang rendah sejak awal kehamilan menyebabkan

perkembangan plasenta tidak normal dan peningkatan risiko kelahiran prematur.

Demikian pula halnya dengan pernyataan yang diungkapkan oleh Allen, 2007

bahwa ibu dengan anemia pada awal kehamilan memiliki 1,75 kali lipat lebih

Page 69: Anemia Gravidarum

69

berisiko untuk melahirkan premature dan BBLR. Penelitian di California

menunjukkan bahwa risiko kelahiran prematur dua kali lipat pada ibu hamil

triwulan II tetapi tidak berisiko pada kehamilan triwulan III. Peneitian yang

serupa dilakukan di Nepal dinyatakan bahwa wanita hamil dengan anemia pada

triwulan I dan II berisiko 1,87 kali lebih tinggi untuk melahirkan bayi prematur.

Faktor lain yang juga dimungkinkan menyebabkan BBLR adalah faktor

pekerjaan. Pada penelitian ini ditemukan ibu hamil aterm dengan anemia yang

melahirkan BBLR bekerja sebagai ibu rumah tangga 5 oang (9,095) dan sebagai

buruh 1 orang (1,82%). Beban kerja ibu hamil adalah kondisi yang ditandai

dengan pekerjaan yang banyak dan berat, kegiatan ini meliputi : pekerjaan rumah

tangga, pertanian, mengurus anak, menimba air dan mencari kayu bakar. Kegiatan

ini menyebabkan pengeluaran energi tinggi sehingga akan berpengaruh terhadap

berat badan ibu selama hamil yang berkontribusi untuk melahirkan BBLR.

((Anonim, (“tt”) ).

Wanita yang kehilangan berat badan ataupun mempunyai pertambahan

berat badan sangat rendah selama hamil, maka akan menggunakan protein

tubuhnya untuk memenuhi kebutuhan dirinya sendiri dan janin. Pengaruh terbesar

adalah ibu yang memiliki berat badan rendah sehingga cadangan nutrisi juga

sedikit ( Setiawan dan Dasuki, 1995 ). Dengan demikian akan terjadi kompetisi

antara ibu, janin dan plasenta untuk mendapatkan nutrisi dan hal ini akan

berpengaruh terhadap pertumbuhan plasenta serta janin yang akan berdampak

pada berat lahir bayi dan berat plasenta (Anonim, (“tt”)). Kebutuhan energi pada

triwulan I adalah secara maksimal dan bertambah terus sampai masa bersalin,

Page 70: Anemia Gravidarum

70

pada triwulan II diperlukan untuk pemekaran jaringan ibu seperti penambahan

volume darah, pertumbuhan uterus dan payudara, triwulan III tambahan energi

untuk pertumbuhan janin dan plasenta ( Sitiarini, 2008).

6.2 Pebedaan Berat Plasenta Lahir pada Ibu Hamil Aterm dengan Anemia

dan Tidak Anemia

Hasil analisis menunjukkan bahwa rerata berat plasenta lahir pada ibu

hamil aterm dengan anemia adalah 490,91 ± 36,12 dan pada ibu hamil aterm

tidak anemia adalah 535,45 ± 32,42. Analisis dengan uji Mann-Whitney

didapatkan bahwa nilai U = 1392,00 dan p = 0,034. Hal ini menunjukkan bahwa

terdapat perbedaan rerata berat plasenta lahir bayi secara bermakna (p < 0,05).

Berat plasenta rata – rata lebih rendah pada ibu hamil aterm dengan

anemia dibandingkan dengan ibu hamil aterm tidak anemia, hal ini disebabkan

oleh karena pada ibu hamil dengan anemia terjadi hipoksia dan kekurangan aliran

darah ke uterus yang menyebabkan aliran oksigen dan nutrisi terganggu ke

plasenta (Deafauzia, 2007). Berat plasenta yang kecil tidak proporsional dapat

menunjukkan pasokan nutrisi yang kurang ke plasenta atau hipoksia plasenta

sehingga pertumbuhannya terganggu (Robert et al, 2008).

Untuk pertumbuhan rahim, plasenta dan janin memerlukan aliran darah

yang cukup untuk memenuhi nutrisi (Smith et al, 2010). Walaupun terjadi

hipoksia tetapi plasenta berupaya memenuhi kebutuhan nutrisi janin dengan

mengalami penambahan sel dan peningkatan cabang arteri, sebagai bentuk

adaptasi terhadap kekurangan suplai O2 dan nutrisi (Rockwel et al, 2003 dalam

Lestari, 2006).

Page 71: Anemia Gravidarum

71

Berat plasenta rata-rata lebih rendah pada ibu hamil aterm dengan anemia

dibandingkan ibu hamil aterm yang tidak anemia, namun kalau dilihat dari

kejadian hipertropi plasenta ( berat plasenta > 1/6 berat badan lahir) maka pada

penelitian ini tampak bahwa pada ibu hamil aterm dengan anemia lebih banyak

mengalami hipertropi plasenta yaitu 45 (81,8%) dari pada ibu hamil aterm tidak

anemia 7 (12,7%). Secara statistik terdapat perbedaan plasenta hipertropi secara

bermakna (p<0,05). Hal ini disebabkan karena pada ibu hamil dengan anemia

juga mengakibatkan terjadinya gangguan plasenta seperti hipertropi, sehingga

terjadi gangguan fungsinya, yang dapat mengakibatkan gangguan pertumbuhan

janin (Wiknjosastro, 2005).

Fungsi plasenta pada ibu hamil dengan anemia akan terganggu

berpengaruh terhadap pertumbuhan janin, plasenta, dan berat badan lahir bayi

serta berat plasenta lahir. Pada ibu hamil dengan anemia suplai darah berkurang

ke plasenta dan janin, sehingga mengakibatkan hipoksia (berkurangnya oksigen

ke jaringan), berkurangnya aliran darah ke uterus yang akan menyebabkan aliran

oksigen dan nutrisi ke plasenta dan ke janin terganggu (Karasahin, 2006 ;

Robert et al., 2008). Fungsi dan struktur plasenta sangat menentukan

pertumbuhan janin dan plasenta ( Asgharnia et al., 2008 ).

Pertumbuhan plasenta terjadi dengan pesat pada triwulan pertama

kehamilan, dan kecepatan pertumbuhan mulai melambat di bulan ke lima

kehamilan, bahkan berhenti tumbuh saat telah sempurna, tetapi ada kalanya

plasenta dapat terus tumbuh dan meningkat ukurannya jika berhadapan dengan

Page 72: Anemia Gravidarum

72

lingkungan maternal yang kurang menguntungkan seperti terjadinya hipoksia intra

uteri ( Fox, 1979 dalam Lestari, 2006 ).

Plasenta yang mengalami hipoksia mengalami penambahan sel dan

peningkatan cabang arteri sebagai bentuk adaptasi terhadap sulpai O2 yang

berkurang oleh karena mekanisme tersebut janin dapat tetap terpenuhi kebutuhan

oksigen dan nutrisinya sehingga dapat tumbuh normal (Rockwel et al, 2003

dalam Lestari, 2006). Tetapi berat plasenta akan bertambah (Lestari, 2006).

Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan tentang efek

dari jenis dan jangka waktu anemia terhadap berat plasenta dan histology villi

di Nigeria ditemukan 32 (30%) ibu anemia dari 100 orang ibu hamil. Berat

plasenta meningkat tidak tergantung pada type anemia. Pada villi plasenta

ditemukan insiden fibrosa dari 400 villi, 100 vlli yang fibrosis. Dari penelitiannya

dinyatakan bahwa berat plasenta menjadi meningkat pada anemia, histological

villi fibrosis yang menjadi ciri khas dari plasenta pada anemia ( Agboola, 1979).

Bila terjadi defisiensi zat besi pada ibu hamil maka plasenta akan berupaya

mengambil lebih banyak zat besi untuk kebutuhan janin (Allen, 2007). Hipoksia

pada sirkulasi uteroplasenta menyebabkan adanya kapilerisasi villi yang

berlebihan dan poliferasi sitotropoblas sebagai respon terhadap hipoksia (Tenney

dan Parker dalam Huliah, 2006). Oleh karena arteri lebih banyak maka hal ini

dapat menyebabkan bertambahnya berat plasenta ( Lestari, 2006).

Robert et al., (2008) menyatakan bahwa ibu hamil dengan anemia lebih

memungkinkan akan mengalami hipertropi plasenta yang akan mempengaruhi

berat plasenta. Berat plasenta yang tidak proporsional disebabkan karena kondisi

Page 73: Anemia Gravidarum

73

ibu seperti anemia dan pasokan gizi yang kurang atau hipoksia yang dapat

menyebabkan terganggunya fungsi plasenta. Ibu hamil dengan anemia 40 % lebih

memungkinkan mengalami plasenta hipertropi dibandingkan ibu hamil tidak

anemia yang akan mempengaruhi berat plasenta.

Berat plasenta mencerminkan fungsi dan perkembangan plasenta itu

sendiri (Asgharnia et al., 2007) dan plasenta yang besar juga dapat memprediksi

kemungkinan terjadinya hipertensi dikemudian hari (Bakker et al., dalam

Asgharnia et al., 2007).

Hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa plasenta hipertropi pada ibu

hamil aterm yang tidak anemia lebih kecil 7(12,7%) dibandingkan pada ibu hamil

aterm dengan anemia. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Janthanapan et al,

(2006) yang menyatakan berat plasenta meningkat secara sigifikan berhubungan

dengan peningkatan berat badan lahir pada kehamilan normal, terbukti secara

statistik dengan nilai r 0,450 dan p <0,05. Hasil penelitian ini juga didukung oleh

penelitian Sanin et al, (2001) yang menyatakan bahwa hubungan antara berat

badan dan berat plasenta lahir secara signifikan dan ditemukan bahwa untuk

setiap gram kenaikan BBL maka berat plasenta meningkat 1,98 gram. Kenaikan

berat plasenta ini bisa merupakan indikator dari gizi. Sistiarini (2008) menyatakan

diet yang cukup akan mempengaruhi pertumbuhan plasenta dan janin. Dengan

asupan nutrisi yang cukup maka kebutuhan Fe juga cukup dan konsentrasi Hb

tidak terjadi penurunan, sehingga tidak terjadi gangguan sirkulasi uteroplasenta.

Dengan demikian upaya perbaikan gizi pada ibu hamil akan memberi andil yang

cukup besar baik untuk kesehatan ibu maupun janin, dan secara langsung maupun

Page 74: Anemia Gravidarum

74

tidak langsung berperan pada kelangsungan hidup janin dalam kandungan dan

setelah lahir.

6.3 Keterbatasan Penelitian

Penelitian ini tidak memperhatikan variabel hemoglobin ibu hamil dari

awal kehamilan yang dapat mempengaruhi berat badan lahir dan berat plasenta

lahir. Jika konsentrasi Hb yang rendah sejak awal kehamilan menyebabkan

perkembangan plasenta tidak normal dan peningkatan risiko kelahiran prematur.

Page 75: Anemia Gravidarum

75

BAB VII

SIMPULAN DAN SARAN

7.1 Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian pada ibu hamil aterm dengan anemia

dan tidak anemia yang melahirkan di Ruang Elang Bersalin RSUD

Wangaya Kota Denpasar tahun 2011 didapatkan simpulan sebagai berikut:

1. Ada perbedaan antara berat badan lahir pada ibu hamil aterm

dengan anemia dan tidak anemia, dimana berat badan lahir

lebih rendah pada ibu hamil aterm dengan anemia dibandingkan

pada ibu hamil aterm tidak anemia.

2. Ada perbedaan berat plasenta lahir pada ibu hamil aterm dengan

anemia dan tidak anemia, dimana berat plasenta lebih rendah pada

ibu hamil aterm dengan anemia dibandingkan pada ibu hamil aterm

tidak anemia.

7.2 Saran

1. Kepada pihak RSUD Wangaya Kota Denpasar:

a. Untuk upaya menurunkan prevalensi anemia pada ibu hamil

dapat dilakukan melalui upaya peningkatkan promosi

kesehatan kepada ibu hamil sehingga ibu hamil mengetahui

pentingnya pemeriksaan kehamilan, cara mengkonsumsi zat

besi baik yang berasal dari suplemen maupun dari makan

sehari-hari.

Page 76: Anemia Gravidarum

76

b. Agar perhatian terhadap pemeriksaan dan merekam atau

mencatat hasil pengukuran berat plasenta lahir pada catatan

medik ibu yang melahirkan sebagai bahan bukti masa depan

anak, oleh karena kita dapat mencegah risiko bagi kehidupan

bayi dan meningkatkan kesehatan bayi.

2. Kepada Ibu hamil

Dianjurkan melakukan pemeriksaan antenatal untuk memenuhi

program kunjungan minimal 4 kali kunjungan dan diharapkan bisa

sesuai dengan program.

3. Kepada Peneliti Berikutnya

Perlu adanya penelitian lanjutan terhadap anemia pada ibu hamil

dari awal kehamilan yamg mempengaruhi berat badan bayi lahir

dan berat plasenta lahir.

Page 77: Anemia Gravidarum

77

DAFTAR PUSTAKA.

Agboola, 1979, Effect of type and Duration of Anemia on Placenta Weight and

Villous Histology, 1979 Journal of The National Medical Assotiation

Vol. :71. No.11, Available from :

http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/pdf/jnma00031-0031.pdf

Aghamohammadi A and Noortarijor M., 2011, Maternal Age as a Risk Factor

for Pregnancy Out Comes: Maternal, Foetal and Neonatal Complication:

2011 African Journal of Pharmacy and Pharmacology, Vol. 5(2), pp. 264-

269, February 2011, Available online

http://www.accademicjournal.org/ajpp.

Allen H., , 2007, Anemia and Irron deficiency : Efect on pregnancy out come

2000 American Journal of clinical Nutritions.ol 71, No 5.1280S.1284s.

Mei 2000, Available from; http ://www.ajcn.org/content/71/5/1280S.full

Amirudin, Wahyuddin, 2004, Studi Kasus Kontrol Ibu Anemia, 2007 Jurnal

Medical UNHAS , Available from ; http://

med.unhas.ac.id/index.php?...studi-kasus-kontrol...anemia-ibu...

Ani, L., S.,I. M. Bakta, Suryadi INT.,Bagiada Agus IN.,, 2007 Pengaruh

Pemberian Tablet Besi Terhadap Kadar Feritin Serum Dan Haemoglobin

Pada Wanita Pra Hamil Dengan Anemia Defisinsi Besi Derajat Ringan Di

Bali, 2007 journal.unud.ac.id.

Anonim,”tt”, Anemia In Pregancy, Available at : http/www.win2pdf.com.

Ariawan. 1998. Besar dan Metode Sampel Pada Penelitian Kesehatan. Jakarta :

Fakutas Kesehatan Masyarakat Universita Indonesia.

Asgharnia M., Esmailpour N., Poorghorban M., and Atrkar – Roshan, , 2007,

Placental Weight And Its Assosiations With Maternal And

Neonatal Characteristics, 2008 Acta Medica Iranica, Vol.: 46, No. 6

Available from ; journals.tums.ac.ir/pdf/12697

Bobak. 2005. Buku Ajar Keperawatan Maternitas Edisi 4, Jakarta ; EGC

Brien O K., Nelly Zavaleta, Laura E Caulfied, Dong- Xiao Yang, and Steven A

Abrams, , 1999, Influence Of Prenatal Iron And Zinc Supplments on

Supplemental Iron Absorbtion, And Iron StatusIn Pregnant Peruvian

Women; 1998 An J Clin Nutr, 69-609-15. Printed in USA .1999 American

Sociaty for Clinical Nutrition, Available from ;

www.idpas.org/pdf/657InfluenceOfPrenatalIron%20.pdf

Page 78: Anemia Gravidarum

78

Budiwiningtjastuti, Surjono A, Hakimi M., 2001, Anemia Ibu Hamil Tri Wulan

III dan Pengaruhnya terhadap kejadian Rendahnya Scor Apgar, Pasca

Sarjana UGM. 2005 Sain Kesehatan 18 Januari : Available from ;

http://obstetriginekologi.com/artikel/penelitian+pada+ibu+hamil.html/page

Catatan Medik RSUD Wangaya, 2010, Laporan Tahunan 2010, Denpasar

Cunningham, F.G., Gant, N.F., Leveno, K.J., Gilstrap, L.C., Hauth, J.C.,

Wenstrom, K.D. 2005. Obstetri Williams. Edisi 21. Jakarta: EGC, pp:

18-20, 91, 146-49, 191-93, 1463-72.

Depkes RI, 2003, Program Penanggulangan gizi pada wanita Usia Subur (WUS)

, Direktorat Gizi Masyarakat & Binkesmas , Jakarta ;Depkes RI

Depkes RI., 2007. Prioritas pada Angka Kematian Ibu dan Bayi,

http:/www.tenaga-kesehatan.or.id/publikasi.

Depkes RI., 2009. Profil Kesehatan Indonesia tahun 2008, Jakarta : Depkes RI

Djamilus, Herlina, 2008, Faktor Risiko Kejadian Anemia Ibu Hamil Di Wilayah

Kerja Puskesmas Bogor, Artikel , Available from : http://www.

motekar.tk/topik/pengkajian-anemia-pada-ibu-hamil.html

Fibriani, 2007, “Faktor – faktor Risiko yang Mempengaruhi Kematian Maternal” ;

(Thesis) . Semarang : Universitas Diponogoro.

Fried Michal, Richad D. Muga, Ambrose O., Misore and Petrick C., Duffy 1998,

Malaria Elcits Type 1 Cytokines In The Human Placeta : IF-y

And TNF – a Assotiated With Pregnancy Outcomes, 1998 The Journal Of

Immunology: 160; 2523 – 2530, Available from :

http://www.jimmonolorg/ content/160/5/2523 full.html.

Galegos, 2000, Severe Anemia In Pregnancy ; 2000 Report Of Workshop Held at

The Institute of Child And Mother Health In Dhaka, Bangladesh ;

International Depelovment Research Center , Available

;http://www.Micronutirien.org.

Hilli A. L. 2009, The Effect of Maternal Anaemia on Cor Blood Haemoglobin &

Newborn Birth Weight ; 2010 Kabala Journal of Medical, 2 ( 8-9).

Available from : www.uobabylon.edu.iq/

Huliah, 2008, “Gambaran ultra Struktur Endotil Tali Pusat dan Kapiler Terminal,

Villi Plasenta pada Kehamilan dengan Pertumbuhan Janin Terhambat dan

Preekamsi Berat “ (Thesis). Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas

Indonesia.

Page 79: Anemia Gravidarum

79

Husein L Kendado, Inggrid Morgan, Gumilla Lindmark, Siriel Massawe,

Lendarth Nystrom, 2009, Risk for Protein Delivery and Low Birth Weight

Are Indefendently Increased by Severity of Maternal Anemia; Original

Article.2009 Vol 99, no 2 SAMJ, Available from

www.samj.org.za/index.php/samj/article/view/1703/2242

Indryani dan Amirudin, 2006, Faktor Risiko Kejadian Partus lama Di RSIA Siti

Fatimah Makasar , Artikel Ilmiah, 31 Mei 2007, available from ;

http://ridwanamiruddin.wordpress.com/2007/05/31/faktor-risiko-partus-

lama-di-rsia-siti-fatimah-makassar/

Janthanapan,M.,Ounjai Kor Anantakul, Alam Gester, 2006, Placental Weight and

Its Ratio to Birth Weight in Normal Pregnancy at Songkhlanagarind

Hospital, 2006 J. Med. Assoc Thai; 89 (2): 130-7 . Available from ;

http//www. Medassocthai.org/journal

Jaya Suresh Kuma, Sandyavaty Bai, 1995 Anthrophometric Indices, Cord

Length in Newborn, Nutrition Research Countre , Directorate of Health

Service ; 1995 Thiruvainanthapuram, Januari 3. Available from :

www.indianpediatrics.net/nov1995/1183.pdf

Karasahin E., Seyit Temed Ceyhan, Umit Goktolga, Ugur Keskin, Iskender

Baser, 2006, Maternal anemia and Perinatal Out Come, 2007

Perinatal Journal. Vol : 15, Issue 3 December , Available from ;

http://www.perinataljournal.com/journal_files/pd-971.pdf

Kavle A Justin, Rebecca J. Stolztus, Water Frank, James M Tielsch, Sabra S.

Kalfat, Laura Ranfield E., 2008, Assosiation between Anaemia during

Pregnancy and Blood Loos at and after Delivery Among Women With

Vaginal Births In Pemba, Island, Zanzibar, Tanzania ; 2008 Journal List

“JPopulNutr” w 26 (2) Juni. Available from ;

http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3061267/

Koesoemawati, 2002, Buku Saku Obstetri dan Gynekologi, Jakarta ; Widya

Medika.

Kota Denpasar, 2008, Profil Kesehatan Kota Denpsar 2008.

Kusumah, 2009, “Kadar Haemoglobin ibu hamil triwulan II-III dan Faktor –

factor Yang Mempengaruhinya di RSUP H Adamalik Medan “ (thesis).

Sumatra.: Universitas Sumatra.

Lestari, D.K., 2006, “Proses Pembentukan Janin pada Daerah Ketinggian”

(thesis). Bogor : Institut Pertanian Bogor.

Maisyaroh, 2009,” Perbedaan Antropometri Bayi Baru Lahir Antara Ibu Anemia

Page 80: Anemia Gravidarum

80

dan Tidak Anemia ( Studi pada Ibu Hamil Trimester III di Rumah Sakit

Umum Daerah Muara Bungo Kabupaten BungoProvinsi Jambi)” (thesis).

Semarang: Universitas Semarang.

Mansjoer A, 2008, Kapita Selekta Kedokteran, Jakarta : Media Acsulapius

Masrizal, 2007, Anemia Defisiensi besi, 2007 Jurnal Kesehatan Masyarakat, II (I),

available from; http://www.searchinpdf.com.

Ming Zhon, Win Wei yang, Jia Seng Hua, Chin Qin Deng, Xuguang Tao and

Rebecca J Stolsifus, 1998, Relation of Hemoglobin Measuredat Diferent

Times in Pregnancy to Preterm Birth and Low Birth Weight in Shiang Hai;

1998 American Journal of Epidemiology, Vol 148.

Mochtar, 2004, Sinopsis Obstetri, Jakarta : EGC

Mutalazimah, 2005, Hubngan Lingkar Lengan Atas dan Hemoglobin ibu hamil

dengan Berat Badan Lahir di RSUD Moewardi Surakata, 2005 Jurnal

Penelitian Sains dan Teknologi, Vol 6 no 2, 114-126, Available from:

http://www.eprints.ums.ac.

Rianti, S.P., dan Resmisari, 2009, Buku Saku Obstetri dan Ginekologi Edisi 9,

Jakarta : EGC

Robert B K., Caroin M Salafia, Wanda K Nicholson, Anne Dugan, Nae Yuh

Wang, Frederich L Brancati, 2008, Maternal risk factor for abnormal

placenta growth : 2008 The National Collaboran Perinatal Projec,

available from ; http:// www.biomedcentral.com/1471-2393/8/44

Saifudin, 2006, Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan

Neonatal , Edisi I Cetakan Keempat, Jakarta ; Yayasan Bina Pustaka

Sarwono Prawirohardjo,2006.

Salin E.L., Sandra Reza Lopez, Edit Tufirio Olivaries, Martha Coiral Terrazas,

Miigual Angel Robles Silva, Margareta Levario Carrio, 2001, Relation

Between Birth Weight and Placenta Weight ; 2001 Biology of The

Neonatale 80 , Vol No. 2

Saspriyana, 2010, Anemia Ibu Hamil, Mengapa harus dicegah , Available :

http://dokterkade.wordpress.com/2010/03/24/anemia-dalam-kehamilan-

mengapa-harus-dicegah-2/

Shafa, 2010, Anemia pada Ibu Hamil , Available from :

http://drshafa.wordpress.com/2010/11/16/anemia-pada-bumil

Page 81: Anemia Gravidarum

81

Simanjuntak, S., 2004, “Hubungan Faktor Risiko dengan Kejadian Anemia

Sebagai Alternatif Penanggulangan Anemia Ibu Hamil di Kota Sibolga

Tahun 2004” (Thesis). Medan: Universitas Sumatra Utara .

Simanjuntak, 2008, “Hubungan Anemia pada Ibu Hamil dengan Kejadian BBLR

di BP RSU Rantaurapat”(Thesis). Medan: Universitas Sumatra Utara.

Sin – sin, 2008, Masa Kehamilan dan Persalinan, Jakarta : PT Alex Media

Komputindo

Sistiarini, 2008, “Faktor Maternal dan Kwalitas Pelayanan Antenaal yang Berisiko

terhadap Kejadian Berat Badan Lahir Rendah “ (Thesis ) ; Universitas

Diponogoro Semarang.

Simkin P., Jannet Whelley, Ana Keppler, 2008, Panduan Lengkap Kehamilan,

Melahirkan dan Bayi, Jakarta : EGC

Siwi, S.,2010, Hubungan tingkat pengetahuan tentang gizi dengan kadar

hemoglobin pada ibu hamil di kecamatan Jebres Surakarta

http://www.digilib.uns.ac.id/upload/dokumen/149281608201002271.pdf

.

Smith R John,evid Chelnow, Chief, D evid Chelnow, 2010, Managemet The

Third Stage of Labor, Medscape reference , Available from ;

http://emedicine.medscape.com/article/275304-overview ..

Varney H, 2006, Buku Ajar Asuhan Kebidanan, Jakarta : EGC

Wiknjosastro, 2005, Ilmu Kebidanan edisi ketiga Cetakan ke 7 ,Jakarta ; EGC

Wiknjosastro, 2005, Ilmu Kandungan Edisi ke dua Cetakan ke 4, Jakarta ; EGC

Widodo Y., Bambang Udji Djoko, Zulaela, 2005, Pertumbuhan Bayi yang

Mendapat Asi Eklusif dan Asi Tidak Ekslusif ; 2005 Sains Kesehatan, 18

( 3 ), Juli.Available from : i-lib.ugm.ac.id/jurnal/download.php?dataId=61

Page 82: Anemia Gravidarum

82

Lampiran 1

JADWAL KEGIATAN PENELITIAN

KEGIATAN YANG

DILAKUKAN

WAKTU PELAKSANAAN

Juni’

11

Juli’

11

Agus’

11

Sept’

11

Okt’

11

Nov’

11

Des’

11

Jan’

12

Feb’

12

A.Persiapan

1.Penyusuan proposal

2.Seminar proposal

3.Revisi proposal

4.Pengumpulan proposal

B.Pelaksanaan

1.Pengurusan izin

2.Pengumpulan data

3.Pengolahan data

C.Tahap Akhir

1.Penyusunan laporan

2.Presentasi laporan

3.Revisi laporan

4.Pengumpulan tesis

Page 83: Anemia Gravidarum

83

Lampiran 2

BIAYA PENELITIAN

A. Persiapan

1. Penyusunan proposal Rp 350.000

2. Penggandaan proposal Rp 150.000

3. Presentasi proposal Rp 500.000

4. Revisi proposal Rp 250.000

B. Pelaksanaan

1. Pengurusan Ijin Rp 400.000

2. Akomodasi dan transportasi Rp 150.000

3. Pengolahan data Rp 900.000

C. Tahap Akhir

1. Penyusunan laporan Rp 350.000

2. Penggandaan laporan Rp 150.000

3. Presentasi laporan Rp 450.000

4. Revisi laporan Rp 150.000 +

Rp.3.800.000

Page 84: Anemia Gravidarum

84

Lampiran 3

LEMBAR PERMOHONAN MENJADI RESPONDEN

Yth : Calon responden

Di Tempat

Dengan hormat,

Saya adalah mahasiswa Program Pasca Sarjana Magister Ilmu Kesehatan

Masyarakat Universitas Udayana akan mengadakan penelitian dengan judul

penelitian ” Perbedaan berat badan lahir dan berat plasenta lahir pada ibu hamil

aterm dengan anemia dan tidak anemia”. Penelitian ini dilaksanakan sebagai

tugas akhir semester IV. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui perbedaan

berat badan lahir dan berat plasenta lahir pada ibu hamil aterm dengan anemia

dan tidak anemia. Untuk maksud tersebut, peneliti mohon partisipasinya untuk

menjadi responden yang merupakan sumber informasi bagi peneliti. Peneliti

menjamin kerahasiaan segenap informasi yang diberikan dan hanya akan

menggunakan informasi tersebut untuk pengembangan ilmu dan teknologi

khususnya bidang kesehatan.

Atas kesediaan dan perhatianya, peneliti ucapkan terima kasih.

Denpasar, 2011

Peneliti

I Dewa Ayu Kt Surinati

NIM : 0992162049

Page 85: Anemia Gravidarum

85

Lampiran 4

PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN

Saya, yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan bersedia untuk

berpartisipasi sebagai responden penelitian yang dilakukan oleh mahasiswa

Program Pasca Sarjana Magister Ilmu Kesehatan Masyarakat Universitas

Udayana, tentang perbedaan berat badan lahir dan berat plasenta lahir pada ibu

hamil aterm dengan anemia dan tidak anemia.

Tanda tangan saya menunjukkan bahwa saya sudah mendapatkan

penjelasan dan informasi mengenai penelitian ini, sehingga saya memutuskan

untuk ikut berpartisipasi dalam penelitian ini tanpa paksaan dari orang lain.

Denpasar,

Tanda tangan : ............................

No Responden : ..............................

Page 86: Anemia Gravidarum

86

Lampiran 5

FORMULIR IDENTIFIKASI KARAKTERISTIK, HEMOGLOBIN, HASIL

PENGUKURAN BERAT BADAN LAHIR DAN BERAT PLASENTA LAHIR

JUDUL : PERBEDAAN BERAT BADAN LAHIR DAN BERAT

PLASENTA LAHIR PADA IBU HAMIL ATERM DENGAN

ANEMIA DAN TIDAK ANEMIA DI RSUD WANGAYA

KOTA DENPASAR TAHUN 2011

KODE IBU HAMIL DENGAN ANEMIA :

KODE IBU HAMIL TIDAK ANEMIA :

TANGGAL PENGISIAN :

A. Karakteristik Responden

1. Ibu Hamil

Nama :

Hb : gr %

Umur : tahun

Pekerjaan :

Pendidikan :

Alamat :

Hamil yang ke :

2. Bayi

Tanggal lahir :

Jenis kelamin :

Anak ke

Page 87: Anemia Gravidarum

87

B. Pengukuran Berat badan lahir dan plasenta lahir

Berat badan lahir : gram

Berat plasenta lahir : gram

Page 88: Anemia Gravidarum

88

Lampiran 6

MASTER TABEL : PERBEDAAN BERAT BADAN LAHIR DAN BERAT

PLASENTA LAHIR PADA IBU HAMIL ATERM DENGAN ANEMIA DAN

TIDAK ANEMIA DI RSUD WANGAYA KOTA DENPASAR TAHUN 2011.

No Kode Umur

ibu(th)

Pekerjaan Pend. Paritas UK

(Mg)

Hb

(gr%)

Jenis

kelamin

BBL

(gr)

BPL

(gr)

Hiper

tropi

1 R01.1 24 Ibu RT SMA 2 37 10.8 P 2750 500 1

2 R01.2 33 Ibu RT SMA 2 40 10.6 L 2850 500 1

3 R01.3 23 Ibu RT SMP 1 39 10.3 P 3000 500 2

4 R01.4 24 Ibu RT SMA 1 40 10.4 L 2750 550 1

5 R01.5 26 Ibu RT SMA 2 39 10.3 P 2900 600 1

6 R01.6 30 Ibu RT SMP 2 40 10.3 L 2550 400 2

7 R01.7 26 Ibu RT SMA 2 37 9.2 L 2900 550 1

8 R01.8 26 Ibu RT SMA 1 40 10.2 L 3200 550 1

9 R01.9 25 Peg.swasta SMA 1 38 10.6 L 2800 550 1

10 R01.10 20 Peg.kontrak SMA 1 42 10.5 P 2800 600 1

11 R01.11 35 Ibu RT SMA 2 37 10.2 P 2800 550 1

12 R01.12 22 IbuRT SMP 1 39 9.5 P 2900 400 2

13 R01.13 20 Ibu RT SMA 1 38 9.3 P 2400 600 1

14 R01.14 23 Ibu RT SMA 1 40 9.6 L 2050 600 1

15 R01.15 25 Ibu RT SMA 1 38 10.1 P 2600 700 1

16 R01.16 29 Peg.swasta SMA 1 39 10.5 L 2950 500 1

17 R01.17 35 Peg.swasta SMA 3 39 10.1 L 3150 600 1

18 R01.18 29 Ibu RT SMP 1 39 10.2 P 2700 600 1

19 R01.19 21 Ibu RT SMA 1 37 9.5 P 2400 600 1

20 R01.20 20 Ibu RT SD 1 40 9.9 L 2900 550 1

21 R01.21 21 Peg.swasta SMA 2 39 9.5 L 2600 500 1

22 R01.22 31 Ibu RT SMA 3 37 9.2 L 2400 600 1

23 R01.23 31 Ibu RT SMA 2 39 10.3 L 2600 400 1

24 R01.24 32 Ibu RT SD 3 39 10.1 P 2500 400 1

25 R01.25 20 Ibu RT SMA 1 39 9.8 L 2600 550 1

26 R01.26 29 Ibu RT SMP 1 40 10.1 P 2600 600 1

27 R01.27 21 Ibu RT SMA 1 38 9.9 P 2600 450 1

28 R01.28 31 Ibu RT SD 1 38 10.2 L 2800 500 1

29 R01.29 27 Buruh SD 3 39 8.9 L 2300 800 1

30 R01.30 25 Ibu RT SMA 2 41 10.2 P 2900 600 1

31 R01.31 21 Peg.swasta SMA 1 41 10.8 P 2800 550 1

32 R01.32 34 Ibu RT SMP 2 40 9.5 L 2800 500 1

33 R01.33 28 Peg.swasta SMA 1 41 10.6 P 3100 500 2

34 R01.34 23 Ibu RT SMP 1 39 9.7 L 2700 400 2

35 R01.35 31 Peg.swasta SMA 3 40 10.6 P 3200 550 1

36 R01.36 20 Mahasiswa PT 1 40 9.8 L 2700 550 1

37 R01.37 34 Ibu RT SMP 2 39 10.8 P 3200 600 1

38 R01.38 34 Buruh SD 3 37 9.8 P 2500 700 1

39 R0139 28 Peg.swsata D1 2 38 10.5 L 2500 500 1

40 R01.40 31 Ibu RT SMA 3 39 9.4 L 2700 600 1

41 R01.41 29 Peg.wasta SMA 3 38 9.4 P 2500 600 1

42 R01.42 31 Peg.swasta D1 1 40 10 L 2900 400 2

43 R01.43 29 Ibu RT SMA 3 38 9.8 L 3100 500 2

44 R01.44 32 Ibu RT SMP 2 40 9.2 P 2750 600 1

45 R01.45 35 Peg.swasta SMA 3 40 9.3 P 2700 500 1

46 R01.46 26 Ibu RT SMP 1 40 9.9 L 2700 600 1

47 R01.47 35 Peg.swasta SMA 1 40 10.7 P 2900 500 1

48 R01.48 22 Peg.swasta SMA 1 37 9.2 L 2350 400 1

49 R01.49 30 Ibu RT SMA 2 40 10 P 2600 450 1

Page 89: Anemia Gravidarum

89

50 R01.50 26 Ibu RT SMA 1 40 8.9 P 2600 400 2

51 R01.51 28 Ibu RT SMP 3 41 9.8 L 2950 500 1

52 R01.52 29 Ibu RT SMA 3 40 9.9 P 2900 600 1

53 R01.53 20 Ibu RT SMA 1 40 10 P 2800 700 1

54 R01.54 35 Ibu RT SMA 3 38 8.3 P 2700 600 1

55 R01.55 25 Ibu RT SMA 2 39 9.5 L 2550 550 1

56 R02.1 31 Peg.swasta SMA 3 40 11.8 L 3000 500 2

57 R02.2 31 Ibu RT SMA 2 39 12.2 L 3150 500 2

58 R02.3 21 Ibu RT SMA 1 40 11.6 P 3000 500 2

59 R02.4 21 Ibu RT SMP 1 40 12.7 P 3400 600 1

60 R02.5 23 Ibu RT SMA 2 39 11.8 P 3150 500 2

61 R02.6 24 Peg.swasta SMA 1 38 12.2 P 3000 500 2

62 R02.7 30 Ibu RT SMP 3 39 11.9 L 3400 500 2

63 R02.8 24 Ibu RT SMA 1 40 12.4 P 3400 500 2

64 R02.9 27 Ibu RT SMA 1 40 11.5 P 3100 500 2

65 R02.10 32 Ibu RT SMP 1 38 12 P 3500 600 1

66 R02.11 21 Ibu RT SD 3 40 11.6 L 3700 600 2

67 R02.12 29 Ibu RT SD 1 40 11.7 L 3000 500 2

68 R02.13 35 Ibu RT SMP 2 40 12.9 P 3350 600 1

69 R02.14 20 Ibu RT SMA 1 40 12.6 L 3000 500 2

70 R02.15 25 Ibu RT SMA 2 39 11.2 P 3800 700 1

71 R02.16 24 Ibu RT SMA 2 40 12.4 P 3600 600 2

72 R02.17 28 Peg.swasta SMA 2 40 12.8 L 3200 500 2

73 R02.18 24 Peg.swasta SMA 2 40 11.8 L 3200 500 2

74 R02.19 31 Ibu RT SMA 2 39 11.8 L 3200 500 2

75 R02.20 28 Ibu RT SMP 2 42 12.2 L 3200 600 1

76 R02.21 22 Ibu RT SMA 1 41 12 L 3800 650 1

77 R02.22 21 Peg.swasta SMA 1 40 12.2 L 340 500 2

78 R02.23 34 Ibu RT SMA 3 40 12.3 P 3400 500 2

79 R02.24 24 Ibu RT SMA 1 41 11.6 P 3500 500 2

80 R02.25 23 Ibu RT SD 2 40 11.8 P 3400 500 2

81 R02.26 20 Ibu RT SMP 1 39 11.3 L 3400 500 2

82 R02.27 20 Ibu RT SMA 1 41 11.9 L 3500 500 2

83 R02.28 32 Ibu RT SMA 3 40 11.6 P 3600 500 2

84 R02.29 23 Ibu RT SMA 1 38 11.3 L 3000 500 2

85 R0230 26 PNS S1 2 40 11.8 L 3750 600 2

86 R02.31 31 Ibu RT SMP 1 39 11.5 L 3300 500 2

87 R02.32 32 Ibu RT SMA 3 39 12 L 3500 600 1

88 R01.33 26 Ibu RT SMA 1 40 11.8 P 3400 500 2

89 R02.34 28 Ibu RT SMP 2 41 11.6 L 3200 500 2

90 R02.35 35 Ibu RT SMA 2 40 12 L 3100 500 2

91 R02.36 22 Ibu RT SMA 1 40 12.1 L 3450 550 2

92 R02.37 34 PNS S1 2 40 11.5 L 3700 600 2

93 R02.38 35 Ibu RT SMA 3 38 11.7 P 3800 600 2

94 R02.39 34 Ibu RT SMA 3 41 11.7 P 3800 500 2

95 R02.40 27 Ibu RT SMA 2 41 11.3 P 3800 600 2

96 R02.41 26 Ibu RT SMA 2 40 11.1 L 3200 500 2

97 R02.42 22 Ibu RT SMP 3 41 11.2 P 3100 500 2

98 R02.43 25 Pe.swasta SMA 1 39 11.2 P 3200 500 2

99 R02.44 33 Peg.swasta SMA 3 40 11.8 L 3500 500 2

100 R02.45 27 Ibu RT SMP 1 41 11.7 L 3700 600 2

101 R02.46 20 Ibu RT SMA 1 40 11.5 L 3200 500 2

102 R02.47 24 Ibu RT SMP 2 40 12 P 3500 550 2

103 R02.48 35 Peg.swasta SMA 2 40 11.5 L 3600 600 2

104 R02.49 32 Ibu RT SMA 3 39 11.8 L 3400 500 2

105 R02.50 20 Ibu RT SMA 1 40 12.1 L 3800 600 2

106 R02.51 34 Ibu RT SMA 3 39 11.5 P 3400 500 2

107 R02.52 24 Peg.asta SMA 2 39 11.7 L 3300 500 2

108 R02.53 32 Peg.swata D1 1 39 11.3 L 3100 500 2

Page 90: Anemia Gravidarum

90

109 R02.54 27 Ibu RT SMA 2 41 12.5 L 3100 500 2

110 R02.55 30 Ibu RT SMA 3 40 12 L 3800 600 2

Keterangan: R01 = Ibu hamil aterm dengan anemia

R02 = Ibu hamil aterm tidak anemia

Pend = Pendidikan

UK = Umur kehamilan

Hb = Hemoglobin

BBL = Berat badan lahir

BPL = Berat plasenta lahir

RT = Rumah tangga

L = Laki

P = Perempuan

1 = Plasenta Hipertropi

2 = Plasenta Normal

Page 91: Anemia Gravidarum

91

Lampiran 7

Uji Normalitas Data

Tests of Normality

Kelompok

Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk

Statistic df Sig. Statistic df Sig.

Umur Hamil Aterm dengan Anemia .094 55 .200* .935 55 .005

Hamil Aterm tanpa Anemia .127 55 .027 .932 55 .004

Paritas Hamil Aterm dengan Anemia .299 55 .000 .760 55 .000

Hamil Aterm tanpa Anemia .266 55 .000 .786 55 .000

Umur_

Kehamil

an

Hamil Aterm dengan Anemia .200 55 .000 .916 55 .001

Hamil Aterm tanpa Anemia .396 55 .000 .242 55 .000

Hb Hamil Aterm dengan Anemia .085 55 .200* .969 55 .159

Hamil Aterm tanpa Anemia .135 55 .015 .965 55 .110

BBL Hamil Aterm dengan Anemia .082 55 .200* .978 55 .392

Hamil Aterm tanpa Anemia .144 55 .006 .931 55 .003

BPL Hamil Aterm dengan Anemia .174 55 .000 .916 55 .001

Hamil Aterm tanpa Anemia .405 55 .000 .666 55 .000

a. Lilliefors Significance Correction

Page 92: Anemia Gravidarum

92

Tests of Normality

Kelompok

Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk

Statistic df Sig. Statistic df Sig.

Umur Hamil Aterm dengan Anemia .094 55 .200* .935 55 .005

Hamil Aterm tanpa Anemia .127 55 .027 .932 55 .004

Paritas Hamil Aterm dengan Anemia .299 55 .000 .760 55 .000

Hamil Aterm tanpa Anemia .266 55 .000 .786 55 .000

Umur_

Kehamil

an

Hamil Aterm dengan Anemia .200 55 .000 .916 55 .001

Hamil Aterm tanpa Anemia .396 55 .000 .242 55 .000

Hb Hamil Aterm dengan Anemia .085 55 .200* .969 55 .159

Hamil Aterm tanpa Anemia .135 55 .015 .965 55 .110

BBL Hamil Aterm dengan Anemia .082 55 .200* .978 55 .392

Hamil Aterm tanpa Anemia .144 55 .006 .931 55 .003

BPL Hamil Aterm dengan Anemia .174 55 .000 .916 55 .001

Hamil Aterm tanpa Anemia .405 55 .000 .666 55 .000

*. This is a lower bound of the true significance.

Page 93: Anemia Gravidarum

93

Lampiar 8

Uji t-independent Data Hb

Group Statistics

Kelompok N Mean

Std.

Deviatio

n

Std. Error

Mean

Hb Hamil Aterm dengan Anemia 55 9.922 .5500 .0742

Hamil Aterm tanpa Anemia 55 11.836 .4192 .0565

Independent Samples Test

Levene's

Test for

Equality of

Variances t-test for Equality of Means

F Sig. T df

Sig. (2-

tailed)

Mean

Differe

nce

Std.

Error

Differe

nce

95% Confidence

Interval of the

Difference

Lower Upper

Hb Equal

variances

assumed

4.377 .039 -20.533 108 .000 -1.9145 .0932 -2.0994 -1.7297

Equal

variances not

assumed

-20.533 100.

906 .000 -1.9145 .0932 -2.0995 -1.7296

Page 94: Anemia Gravidarum

94

Lampiran 9

Uji Mann-Whitney Test Data Karakteristik Subjek

Group Statistics

Kelompok N Mean Std. Deviation

Std. Error

Mean

Umur Hamil Aterm dengan Anemia 55 27.09 4.885 .659

Hamil Aterm tanpa Anemia 55 27.49 4.895 .660

Paritas Hamil Aterm dengan Anemia 55 1.78 .832 .112

Hamil Aterm tanpa Anemia 55 1.82 .796 .107

Umur_Keha

milan

Hamil Aterm dengan Anemia 55 39.13 1.218 .164

Hamil Aterm tanpa Anemia 55 39.16 4.906 .661

BBL Hamil Aterm dengan Anemia 55 2735.45 239.535 32.299

Hamil Aterm tanpa Anemia 55 3382.73 256.619 34.603

BPL Hamil Aterm dengan Anemia 55 490.91 36.115 11.612

Hamil Aterm tanpa Anemia 55 535.45 32.416 7.068

Page 95: Anemia Gravidarum

95

Ranks

Kelompok N Mean Rank Sum of Ranks

Umur Hamil Aterm dengan

Anemia 55 54.19 2980.50

Hamil Aterm tanpa Anemia 55 56.81 3124.50

Total 110

Paritas Hamil Aterm dengan

Anemia 55 54.65 3005.50

Hamil Aterm tanpa Anemia 55 56.35 3099.50

Total 110

Umur_Kehamilan Hamil Aterm dengan

Anemia 55 47.23 2597.50

Hamil Aterm tanpa Anemia 55 63.77 3507.50

Total 110

BBL Hamil Aterm dengan

Anemia 55 29.51 1623.00

Hamil Aterm tanpa Anemia 55 81.49 4482.00

Total 110

BPL Hamil Aterm dengan

Anemia 55 57.69 3173.00

Hamil Aterm tanpa Anemia 55 53.31 2932.00

Total 110

Test Statisticsa

Umur Paritas Umur_Kehamilan BBL BPL

Mann-Whitney U 1.440E3 1.466E3 1057.500 83.000 1.392E3

Wilcoxon W 2.980E3 3.006E3 2597.500 1.623E3 2.932E3

Z -.432 -.302 -2.856 -8.563 -.766

Asymp. Sig. (2-tailed) .666 .763 .174 .000 .034

a. Grouping Variable: Kelompok

Page 96: Anemia Gravidarum

96

Group Statistics

Kelompok N Mean

Std.

Deviation

Std. Error

Mean

Pendidikan Hamil Aterm dengan

Anemia 55 11.07 2.276 .307

Hamil Aterm tanpa

Anemia 55 11.29 2.052 .277

Ranks

Kelompok N Mean Rank Sum of Ranks

Pendidikan Hamil Aterm dengan

Anemia 55 54.35 2989.50

Hamil Aterm tanpa Anemia 55 56.65 3115.50

Total 110

Test Statisticsa

Pendidikan

Mann-Whitney U 1449.500

Wilcoxon W 2989.500

Z -.454

Asymp. Sig. (2-tailed) .650

a. Grouping Variable: Kelompok

Page 97: Anemia Gravidarum

97

Lampiran 10

Uji Chi-Square BPL antara kelompok

Kelompok * BPL_kat Crosstabulation

BPL_kat

Total Hipertrophy Normal

Kelompok Hamil Aterm

dengan Anemia

Count 45 10 55

Expected Count 26.0 29.0 55.0

% within Kelompok 81.8% 18.2% 100.0%

Hamil Aterm tanpa

Anemia

Count 7 48 55

Expected Count 26.0 29.0 55.0

% within Kelompok 12.7% 87.3% 100.0%

Total Count 52 58 110

Expected Count 52.0 58.0 110.0

% within Kelompok 47.3% 52.7% 100.0%

Chi-Square Tests

Value Df

Asymp. Sig.

(2-sided)

Exact Sig. (2-

sided)

Exact Sig. (1-

sided)

Pearson Chi-Square 52.666a 1 .000

Continuity Correctionb 49.930 1 .000

Likelihood Ratio 58.081 1 .000

Fisher's Exact Test .000 .000

Linear-by-Linear

Association 52.187 1 .000

N of Valid Casesb 110

a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is

26.00.

b. Computed only for a 2x2 table

Page 98: Anemia Gravidarum

98

Uji Chi-Square

Jenis_Kelamin * Kelompok

Crosstab

Kelompok

Total

Hamil Aterm

dengan Anemia

Hamil Aterm

tanpa Anemia

Jenis_Kela

min

L Count 28 33 61

Expected Count 30.5 30.5 60.0

% within Kelompok 50.9% 60.0% 54.5%

P Count 27 22 49

Expected Count 24.5 24.5 49.0

% within Kelompok 49.1% 40.0% 44.5%

Total Count 55 55 110

Expected Count 55.0 55.0 110.0

% within Kelompok 100.0% 100.0% 100.0%

Chi-Square Tests

Value df Asymp. Sig. (2-sided)

Pearson Chi-Square 2.110a 2 .348

Likelihood Ratio 2.498 2 .287

N of Valid Cases 110

a. 0 cells (0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 24.5.

Page 99: Anemia Gravidarum

99

Pendidikan * Kelompok

Crosstab

Kelompok

Total

Hamil Aterm

dengan Anemia

Hamil Aterm

tanpa Anemia

Pendidikan D1 Count 2 1 3

Expected Count 1.5 1.5 3.0

% within Kelompok 3.6% 1.8% 2.7%

PT Count 1 0 1

Expected Count .5 .5 1.0

% within Kelompok 1.8% .0% .9%

S1 Count 0 2 2

Expected Count 1.0 1.0 2.0

% within Kelompok .0% 3.6% 1.8%

SD Count 5 3 8

Expected Count 4.0 4.0 8.0

% within Kelompok 9.1% 5.5% 7.3%

SMA Count 36 38 74

Expected Count 37.0 37.0 74.0

% within Kelompok 65.5% 69.1% 67.3%

SMP Count 11 11 22

Expected Count 11.0 11.0 22.0

% within Kelompok 20.0% 20.0% 20.0%

Total Count 55 55 110

Expected Count 55.0 55.0 110.0

% within Kelompok 100.0% 100.0% 100.0%

Chi-Square Tests

Value df Asymp. Sig. (2-sided)

Pearson Chi-Square 3.887a 5 .566

Likelihood Ratio 5.058 5 .409

N of Valid Cases 110

a. 8 cells (66.7%) have expected count less than 5. The minimum expected count is

.50.

Page 100: Anemia Gravidarum

100

Pekerjaan * Kelompok

Crosstab

Kelompok

Total

Hamil Aterm

dengan Anemia

Hamil Aterm

tanpa Anemia

Pekerjaan Buruh Count 2 0 2

Expected Count 1.0 1.0 2.0

% within Kelompok 3.6% .0% 1.8%

Ibu rumah

tangga

Count 38 43 81

Expected Count 40.5 40.5 81.0

% within Kelompok 69.1% 78.2% 73.6%

Mahasiswa Count 1 0 1

Expected Count .5 .5 1.0

% within Kelompok 1.8% .0% .9%

PNS Count 0 2 2

Expected Count 1.0 1.0 2.0

% within Kelompok .0% 3.6% 1.8%

Pegawai swasta Count 13 10 23

Expected Count 11.5 11.5 23.0

% within Kelompok 23.6% 18.2% 20.9%

Pegawai

kontrak

Count 1 0 1

Expected Count .5 .5 1.0

% within Kelompok 1.8% .0% .9%

Total Count 55 55 110

Expected Count 55.0 55.0 110.0

% within Kelompok 100.0% 100.0% 100.0%

Chi-Square Tests

Value Df Asymp. Sig. (2-sided)

Pearson Chi-Square 6.700a 5 .244

Likelihood Ratio 9.019 5 .108

N of Valid Cases 110

a. 8 cells (66.7%) have expected count less than 5. The minimum expected count is .50.