Anemia Dalam Kehamilan

28
ANEMIA DALAM KEHAMILAN I. Pendahuluan Menurut laporan World Health Organization (WHO) diperkirakan di seluruh dunia terdapat sekitar 536.000 wanita meninggal dunia akibat masalah persalinan. Dari jumlah tersebut, 99% di antaranya terjadi di negara- negara berkembang. (1, 2) Kesepakatan dunia dalam ketetapan Millenium Development Goals (MDGs) 2015, target Angka Kematian Ibu (AKI) adalah 102 per 100.000 kelahiran hidup. Di Asia, anemia adalah penyebab kematian maternal tertinggi kedua, yaitu sebesar 12,8% dari kematian ibu. (3) Angka Kematian Ibu (AKI) di Indonesia adalah yang tertinggi bila dibandingkan dengan negara-negara ASEAN lainnya. Salah satu faktor penyebab tidak langsung kematian ibu hamil adalah anemia. Kematian ibu banyak terjadi pada masa sekitar persalinan yang sebenarnya dapat dicegah melalui kegiatan yang efektif seperti pemeriksaan kehamilan berkesinambungan, pemberian gizi yang memadai dan lain-lain. (3, 4) Negara-negara Asia Tenggara yang mewakili seperempat populasi dunia menghadapi masalah kesehatan yang besar, yang mana anemia merupakan masalah yang menetap. Anemia dalam kehamilan adalah salah satu dari penyakit yang paling banyak yang mempengaruhi 24,8% 1

description

tugas tentang anemia dalam kehamilan di dalam pendidikan kedokteran. untuk tugas referat

Transcript of Anemia Dalam Kehamilan

ANEMIA DALAM KEHAMILAN

I. PendahuluanMenurut laporan World Health Organization (WHO) diperkirakan di seluruh dunia terdapat sekitar 536.000 wanita meninggal dunia akibat masalah persalinan. Dari jumlah tersebut, 99% di antaranya terjadi di negara-negara berkembang.(1, 2)Kesepakatan dunia dalam ketetapan Millenium Development Goals (MDGs) 2015, target Angka Kematian Ibu (AKI) adalah 102 per 100.000 kelahiran hidup. Di Asia, anemia adalah penyebab kematian maternal tertinggi kedua, yaitu sebesar 12,8% dari kematian ibu.(3) Angka Kematian Ibu (AKI) di Indonesia adalah yang tertinggi bila dibandingkan dengan negara-negara ASEAN lainnya. Salah satu faktor penyebab tidak langsung kematian ibu hamil adalah anemia. Kematian ibu banyak terjadi pada masa sekitar persalinan yang sebenarnya dapat dicegah melalui kegiatan yang efektif seperti pemeriksaan kehamilan berkesinambungan, pemberian gizi yang memadai dan lain-lain.(3, 4)Negara-negara Asia Tenggara yang mewakili seperempat populasi dunia menghadapi masalah kesehatan yang besar, yang mana anemia merupakan masalah yang menetap. Anemia dalam kehamilan adalah salah satu dari penyakit yang paling banyak yang mempengaruhi 24,8% dari seluruh populasi di dunia saat ini. Di Asia Tenggara sendiri, WHO memperkirakan bahwa India adalah negara yang memiliki prevalensi anemia dalam kehamilan yang tertinggi.(2, 5) Anemia didefinisikan sebagai suatu kondisi dimana terdapat kadar hemoglobin yang kurang dari normal di dalam tubuh, yang mana menurunkan kapasitas transpor oksigen dari sel darah merah ke jaringan. WHO mendefinisikan anemia secara berbeda berdasarkan usia, jenis kelamin dan status kehamilan. Berdasarkan WHO, anemia dalam kehamilan terjadi saat kadar Hb < 11gr%, sedangkan untuk perempuan yang tidak hamil, anemia terjadi saat Hb < 12gr%. Anemia kemudian terbagi menjadi 3, yaitu ringan, sedang dan berat. Anemia kehamilan ringan memiliki Hb antara 10,0 - 10,9gr%, sedang 7 - 9,9gr%, dan berat jika < 7gr%.(5-7)Anemia defisiensi besi adalah anemia nutrisional yang paling umum dan paling luas penyebarannya di dunia. Studi yang dilakukan di negara Asia Tenggara menunjukkan bahwa defisiensi besi adalah kausa mayor dari anemia dalam kehamilan.(1, 2)

II. DefinisiAnemia adalah suatu keadaan dimana darah tidak memiliki jumlah sel darah merah yang cukup, atau ketika sel darah merah tidak membawa hemoglobin yang cukup untuk mengantar oksigen ke jaringan.(1, 7)Berdasarkan British Committee for Standards in Haematology (BCSH), anemia pada ibu hamil didefinisikan sebagai berikut :(1, 7)1. Di trimester pertama, Hb < 11gr/dL2. Di trimester kedua dan ketiga, Hb < 10,5gr/dL3. Periode postpartum, Hb < 10,0gr/dL

III. EpidemiologiPenyebab utama kematian ibu langsung adalah perdarahan (28%), eklampsia (24%), dan infeksi (11%). Penyebab tidak langsung adalah anemia (51%). Di seluruh dunia, frekuensi anemia dalam kehamilan cukup tinggi yaitu berkisar antara 10-20%. Menurut WHO, 40% kematian ibu di negara berkembang berkaitan dengan anemia dalam kehamilan yang penyebabnya adalah defisiensi zat besi. Angka anemia di Indonesia menunjukkan nilai yang cukup tinggi yaitu 63,5%.(3)Anemia yang sering ditemukan pada ibu hamil adalah anemia defisiensi besi yang disebut dengan potential danger to mother and child (bahaya potensial bagi ibu dan anak) dan pengaruhnya sangat besar terhadap sumber daya manusia. Oleh karena itu, anemia defisiensi besi ini memerlukan perhatian yang serius oleh semua pihak yang terkait dalam pelayanan kesehatan khususnya pelayanan kesehatan di Indonesia.(3, 7)

IV. Patofisiologi Anemia dalam KehamilanKonsentrasi hemoglobin normal pada wanita hamil berbeda dengan wanita yang tidak hamil. Selama kehamilan, terdapat peningkatan dari sel darah merah dan volume plasma darah untuk mengakomodasi kebutuhan pertumbuhan uterus dan fetus. Namun, volume plasma lebih meningkat dibandingkan sel darah merah sehingga mengakibatkan konsentrasi hemoglobin menjadi menurun di darah, walaupun ada peningkatan jumlah sel darah merah (hemodilusi). penurunan konsentrasi hemoglobin kemudian mengurangi viskositas darah dan diperkirakan hal ini meningkatkan perfusi plasenta yang menyebabkan pertukaran gas dan nutrisi maternal-fetal yang lebih baik.(6)Hemodilusi dianggap sebagai penyesuaian diri yang fisiologis dalam kehamilan dan bermanfaat bagi wanita untuk meringankan beban jantung yang harus bekerja lebih berat dalam masa hamil, karena sebagai akibat hipervolemia cardiac output meningkat. Kerja jantung lebih ringan apabila viskositas darah rendah. Resistensi perifer berkurang, sehingga tekanan darah tidak meningkat. Secara fisiologis, hemodilusi ini membantu maternal mempertahankan sirkulasi normal dengan mengurangi beban jantung.(6)Perubahan keadaan fisiologis di tubuh ibu untuk menyiapkan ibu dalam proses kehamilan, persalinan, masa nifas dan meningkatkan keselamatan bayi dimulai dari kehamilan umur 4 minggu. Volume total darah meningkat secara teratur dimulai dari awal kehamilan 4 minggu hingga mencapai puncaknya di umur kehamilan 28 hingga 32 minggu dengan volume sebesar 35-45% di atas volume darah orang yang tidak hamil. Volume plasma meningkat sebanyak 40-45% (1000mL). Massa sel darah merah meningkat sebanyak 30-35% (kira-kira 300mg) sebagai hasil dari peningkatan produksi eritropoietin. Level eritropoietin meningkat selama kehamilan, mencapai kira-kira 150% dari level pra-kehamilan. Peningkatan ini bersifat stabil. Peningkatan volume plasma yang lebih besar daripada peningkatan massa sel darah merah mengakibatkan penurunan yang kecil dari hematokrit, dengan hemodilusi puncak terjadi di umur kehamilan 24-26 minggu. Hal ini disebut sebagai anemia dalam kehamilan yang fisiologik.(5, 6)Dalam kehamilan, terdapat peningkatan kebutuhan dari 1000 mg zat besi yang ekuivalen dengan 60 mg besi elemental atau 300 mg ferrous sulphate per hari. Saat kapasitas pengikatan transferrin dan zat besi meningkat, kadar serum zat besi menurun. Sehingga perempuan yang hamil dengan keadaan defisit zat besi tidak akan dapat memenuhi kebutuhan kehamilan dengan makanan biasa saja, dan memerlukan suplementasi. Dibutuhkan waktu kira-kira 2-3 minggu setelah persalinan supaya perubahan hematologik ini kembali ke status pra-kehamilan.(5)

V. EtiologiEtiologi anemia dalam kehamilan terbagi menjadi dua yaitu : 1) Didapatkan (acquired) Anemia defisiensi besi Anemia karena kehilangan darah secara akut Anemia karena inflamasi atau keganasan Anemia megaloblastik Anemia hemolitik Anemia aplastik (9)2) Herediter Thalasemia Hemoglobinopati lain Hemoglobinopati sickle cell Anemia hemolitik herediter (9)

Anemia disebabkan oleh penurunan produksi darah yaitu hemopoetik, peningkatan pemecahan sel darah (hemolitik), dan kehilangan darah yaitu hemoragik. Dalam kehamilan, anemia yang sering ditemukan adalah anemia hemopoetik karena kekurangan zat besi (anemia defisiensi besi), asam folat (anemia megaloblastik), dan protein.Beberapa faktor yang dibutuhkan untuk eritropoesis adalah protein (eritropoetin), mineral (zat besi), unsur-unsur (zink, kobalt, dan tembaga), vitamin (khususnya asam folat, vitamin B12 [cyanocobalamin], vitamin C, pyridoxine, dan riboflavin) dan hormon (androgen dan throxine).(2, 5)Sebagai tambahan, selain defisiensi zat-zat yang sering terjadi seperti zat besi dan asam folat, terdapat hasil yang menyatakan bahwa vitamin A (penting dalam pertumbuhan sel) dan Zink (penting dalam sintesa protein dan metabolisme asam nukleat) terlibat dalam terjadinya anemia nutrisional.(5)Kehamilan memerlukan asupan zat besi sebesar 2,5 mg/hari, dengan kemungkinan mencapai 3,0-7,5 mg/hari di trimester ketiga. Maka dari itu, defisiensi zat besi sangat sering menjadi penyebab dari anemia dalam kehamilan di seluruh dunia. Kebutuhan asam folat selama kehamilan adalah sekitar 400 g/hari, defisiensi asam folat biasa terjadi jika ibu jarang mengonsumsi makanan yang kaya dengan asam folat seperti brokoli dan kacang hijau. Defisiensi asam folat lebih sering terjadi pada kehamilan multipel dan ibu-ibu muda. Tubuh menyimpan sekitar 3 mg vitamin B12, dengan kebutuhan asupan B12 sehari-hari adalah sebesar 3g. satu-satunya sumber vitamin B12 adalah dari daging hewan, sehingga vegetarian dan vegan memiliki resiko yang tinggi untuk mengalami anemia akibat defisiensi B12.(7, 8)

Gambar 1. Etiologi Anemia (diambil dari sumber 5)

VI. Gejala KlinisTanda dan gejala dari anemia pada awalnya tidak spesifik, dan ibu yang menderita anemia rentan terkena penyakit infeksi, pertumbuhan janin terhambat, prematuritas dan berat badan bayi lahir rendah. Tanda dan gejala anemia pada ibu hamil dibagi atas tiga sesuai dengan derajat beratnya, yaitu :(4, 7)a) Anemia ringan : adanya pucat, lelah, anoreksia, lemah, lesu dan sesak. b) Anemia sedang : adanya lemah dan lesu, palpitasi, sesak, edema kaki, dan tanda malnutrisi seperti anoreksia, depresi mental, glossitis, ginggivitis, emesis atau diare. c) Anemia berat: adanya gejala klinis seperti anemia sedang dan ditambah dengan tanda seperti demam, luka memar, stomatitis, koilonikia, pika, gastritis, thermogenesis yang terganggu, penyakit kuning, hepatomegali dan splenomegali bisa membawa seorang dokter untuk mempertimbangkan kasus anemia yang lebih berat.

VII. Diagnosis Anemia dalam KehamilanUntuk diagnosis anemia dalam kehamilan, dapat diperoleh melalui anamnesis, dimana akan diperoleh keluhan berupa rasa lelah, letih, lesu, kehilangan nafsu makan. Untuk anemia yang lebih berat, diperoleh keluhan berupa jantung berdebar, sesak napas, dan rasa pening. Pada pemeriksaan fisik, dapat ditemukan ekstremitas yang pucat, glossitis, stomatitis, edema, koilonikia, jaundice pada anemia hemolitik dan anemia megaloblastik, pigmentasi melanin di anemia defisiensi B12, hepatosplenomegali yang mungkin muncul di gangguan hemolitik kronik. Anemia yang muncul dengan adanya demam dan memar yang tiba-tiba mungkin disebabkan oleh kegagalan fungsi sumsum tulang. Murmur sistolik halus juga dapat ditemukan di area mitral yang disebabkan oleh sirkulasi yang hiperdinamik (kompensata).(1, 4, 7, 9)Estimasi hemoglobin melalui pemeriksaan laboratorium merupakan metode yang paling praktis dan akurat untuk mendiagnosis anemia pada ibu hamil. Metode estimasi Hb Taliquist merupakan metode yang sederhana dan mudah dilakukan, namun tidak terlalu akurat. Metode Sahli adalah metode yang cukup akurat jika dikerjakan oleh tenaga yang ahli, dan sering digunakan, namun metode yang paling akurat adalah metode cyanomethemoglobin. Hitung darah lengkap dibutuhkan untuk pemeriksaan dan memasukkan kadar hemoglobin, hematokrit/packed cell volume (PCV), mean corpuscular haemoglobin (MCH) dan mean corpuscular haemoglobin concentration (MCHC). Indikator-indikator ini dapat mengklasifikasikan anemia ke anemia mikrositik (MCV < 80 fl), makrositik (MCV > 100 fl) dan normositik (MCV 80-100 fl) atau hipokromik dan normokromik (MCH dan MCHC). Apusan sel darah tepi dan hitung retikulosit juga diharuskan. Apusan sel darah tepi memberikan informasi mengenai morfologi sel darah merah, variasi ukuran dan bentuknya. Hitung retikulosit memberi informasi mengenai respon sumsum tulang. Saat angka hitung retikulosit kurang dari 2-3 kali nilai normal mengindikasikan respon sumsum tulang yang tidak adekuat. Pemeriksaan tinja juga dapat dilakukan jika dicurigai adanya infeksi parasit pada pasien. Di daerah endemis malaria, dapat juga dilakukan skrining untuk menyingkirkan penyebab dari malaria.(5, 7, 10)Hasil pemeriksaan Hb dengan sahli dapat digolongkan sebagai berikut:a) Anemia ringan: Hb 10 11 gr%b) Anemia sedang: Hb 7 10 gr%c) Anemia berat : Hb < 7 gr% Untuk membedakan anemia akibat defisiensi besi dan thalasemia, maka dapat dinilai dari pemeriksaan darah seperti berikut :

Tabel 1. Hasil laboratorium anemia defisiensi besi dan thalassemia (diambil dari sumber 5)KarakteristikPerhitunganNilai normalDefisiensi BesiThalassemia

MCV (fl)PCV/RBC75-96Menurunsangat menurun

MCH (pg)Hb/RBC27-33Menurunsangat menurun

MCHC (g/dL)Hb/PCV32-35MenurunNormal atau menurun

Hb(%)HbF/HbA x 10012>11Normal

Kategori II11Deplesi penyimpanan zat besi

Kategori III