Anatomi Makroskopik Ginjal

25
Anatomi Makroskopik Ginjal Gambar 1-1. Ren dextra dilihat dari anterior ANATOMI MAKROSKOPIK DAN MIKROSKOPIK GINJAL ANATOMI MAKROSKOPIK GINJAL Kedua ginjal (ren) berfungsi mensekresikan sebagian besar produk sisa metabolisme. Ren mempunyai peran penting mengatur keseimbangan air dan elektrolit di dalam tubuh dan mempertahankan keseimbangan asam-basa darah. Ren bewarna coklat-kemerahan dan terletak di belakang peritoneum, tinggi pada dinding posterior abdomen samping kanan dan kiri columna vertebralis; dan sebagian besar tertutup oleh arcus costalis. Ren dextra terletak sedikit lebih rendah dibanding ren sinistra karena adanya lobus

Transcript of Anatomi Makroskopik Ginjal

Page 1: Anatomi Makroskopik Ginjal

Anatomi Makroskopik Ginjal

Gambar 1-1. Ren dextra dilihat dari anterior

ANATOMI MAKROSKOPIK DAN MIKROSKOPIK GINJALANATOMI MAKROSKOPIK GINJALKedua ginjal (ren) berfungsi mensekresikan sebagian besar produk sisa metabolisme. Ren mempunyai peran penting mengatur keseimbangan air dan elektrolit di dalam tubuh dan mempertahankan keseimbangan asam-basa darah.

Ren bewarna coklat-kemerahan dan terletak di belakang peritoneum, tinggi pada dinding posterior abdomen samping kanan dan kiri columna vertebralis; dan sebagian besar tertutup oleh arcus costalis. Ren dextra terletak sedikit lebih rendah dibanding ren sinistra karena adanya lobus hepatis dexter yang besar. Bila diaphragma berkontraksi pada waktu respirasi, kedua ren turun ke arah vertikal sampai sejauh 2,5 cm. Pada kedua margo medialis ren yang cekung, terdapat celah vertikal yang dibatasi oleh pinggir-pinggir substansi ren yang tebal dan disebut hilum renale. Hilum renale meluas ke suatu ruangan yang besar, disebut sinus renalis.

Ren mempunyai selubung sebagai berikut: Capsula fibrosa, meliputi dan melekat dengan erat pada permukaan luar ren. Capsula adiposa, meliputi capsula fibrosa.

Page 2: Anatomi Makroskopik Ginjal

Fascia renalis, merupakan kondensasi jaringan ikat yang terletak di luar capsula adiposa serta meliputi ren dan glandula suprarenalis. Di lateral, fascia ini melanjutkan diri sebagai fascia transversalis.

Corpus adiposum pararenale, terletak di luar fascia renalis dan sering didapatkan dalam jumlah besar. Corpus adiposum pararenale membentuk sebagian lemak retroperitoneal.

Letak

Ren DextraAnterior Posterior

Flexura coli dextraColon ascendensDuodenum (II)Hepar (lob. dextra)Mesocolon transversum

M. psoas dextraM. quadratus lumborum dextraM. transversus abdominis dextraN. subcostalis (VT XII) dextraN. ileohypogastricus dextraN. ileoinguinalis (VL I) dextraCostae XII dextra

Ren SinistraAnterior Posterior

Flexura coli sinistraColon descendensPancreasPangkal mesocolon transversumLienGaster

M. psoas sinistraM. quadratus lumborum sinistraM. transversus abdominis sinistraN. subcostalis (VT XII) sinistraN. ileohypogastricus sinistraN. ileoinguinalis (VL I) sinistraPertengahan costae XI & XII sinistra

VASKULARISASI RENArteria renalis berasal dari aorta abdominalis setinggi vertebra lumbalis II. Masing-masing arteria renalis biasanya bercabang menjadi arteriae segmentales yang masuk ke dalam hilum renalis, empat di depan dan satu di belakang pelvis renalis. Arteiae ini mendarahi segmen-segmen atau area renalis yang berbeda. Arteriae lobares berasal dari arteria segmentalis, masing-masing satu buah untuk satu pyramid renalis. Sebelum masuk substansia renalis, setiap arteria lobaris mempercabangkan dua atau tiga arteriae interlobares. Arteriae interlobares berjalan menuju cortex di anatara pyramides renales. Pada perbatasan cortex dan medula renalis, arteriae interlobares bercabang menjadi arteriae arcuatae yang melengkung di atas basis pyramides renales. Arteriae arcuatae mempercabangkan sejumlah arteriae interlobulares yang berjalan ke atas di dalam cortex. Arteriol aferen glomerulus, yang masuk ke kapsul Bowman, merupakan cabang arteriae interlobulares.

PERSARAFAN RENSerabut plexus renalis. Serabut-serabut aferen yang berjalan melalui plexus renalis masuk ke

Page 3: Anatomi Makroskopik Ginjal

medulla spinalis melalui nervi thoracici X, XI, dan XII.

ANATOMI MIKROSKOPIK GINJAL

GlomerulusGlomerulus adalah massa kapiler yang berbelit-belit terdapat sepanjang perjalanan arteriol, dengan sebuah arteriol aferen memasuki glomerulus dan sebuah arteriol eferen meninggalkan glomerulus. Diameter arteriol aferen lebih besar dibanding diameter arteriol eferen dan akibatnya glomerulus menjadi sebuah sistem yang bertekanan relatif tinggi, membantu pembentukan cairan jaringan dalam jalinan kapiler.

Epitel parietal, yaitu podosit, mengelilingi sekelompok kecil kapiler dan di antara ansa kapiler dekat arteriol aferen dan eferen terdapat tangkai dengan daerah bersisian dengan lamina basal kapiler yang tidak dilapisi endotel. Dalam daerah seperti itu terletak sel mesengial. Sel ini berbentuk bintang mirip perisit ang dijumpai di tempat lain dengan cabang-cabang sitoplasma yang kadang-kadang meluas di antara endotel dan lamina basal. Sel mesangial ini dapat berkerut jika dirangsang oleh angiotensin, dengan akibat berkurangnya aliran darah dalam kapiler glomerulus. Selain itu, sel mesangial dianggap bersifat fagositik dan akan bermitosis untuk proliferasi pada beberapa penyakit ginjal.

Berdekatan dengan glomerulus, sel-sel otot polos dalam tunika media arteriol aferen bersifat epitelod. Intinya bulat dan sitoplasmanya mengandung granula, walaupun granula itu tak tampak dengan pulasan rutin hematoksilin dan eosin. Sel-sel ini adalah sel Juksta-glomerular (JG). Dalam arteriol aferen, lamina elastika interna tidak ada, sehingga sel JG berdekatan dengan endotel, jadi berdekatan dengan darah dalam lumen. Sel-sel itu juga berhubungan erat dengan makula densa, suatu bagian khusus tubulus kontortus distal yang terdapat di antara arteriol aferen dan eferen. Makula densa tidak mempunyai lamina basal. Berhubungan dengan sel yang bergranul, terdapat beberapa sel warna pucat yang disebut sel Lacis atau sel mesangial ekstraglomerular. Fungsinya tidak diketahui, akan tetapi mungkin menghasilkan eritropoietin (EPO), hormon yang merangsang eritropoiesis di dalam sumsum tulang.

Sel JG menghasilkan enzim yang disebut renin. Dalam darah, renin mempengaruhi angiotensinogen (suatu protein plasma) untuk menghasilkan angiotensin I. Bentuk ini tidak aktif, akan tetapi diubah menjadi angiotensin II oleh sekresi suatu enzim konversi yang terdapat dalam paru (angiotensin converting enzyme/ACE). Angiotensin II berperan terhadap korteks adrenal dan menyebabkan pelepasan aldosteron yang pada gilirannya mempengaruhi tubulus renal (terutama tubulus distal) untuk menambah reabsorpsi natrium dan klorida; jadi air yang menambah volume plasma. Angiotensin II juga merupakan suatu vasokonstriktor yang kuat.

Kapsul BowmanKapsul Bowman, pelebaran nefron yang dibatasi epitel, diinvaginasi oleh jumbai kapiler glomerulus sampai mendapatkan bentuk seperti cangkir yang berdinding ganda. Terdapat rongga berupa celah yang sempit, rongga kapsula, di antara lapisan luar atau parietal (epitel kapsula) dan lapisan dalam

◄Gambar 1-6. Glomerulus: arteri aferen (AA), sel Juxtaglomerulus (JC), makula densa (MD), tanda panah menunjukkan granula yang mungkin merupakan renin yang dihasilkan oleh JC. Tanda bintang merupakan nulcei dari sel-sel endotelial arteriole aferen glomerulus

Page 4: Anatomi Makroskopik Ginjal

atau viseral (epitel glomerulus) yang melekat erat pada jumbai kapiler. Korpuskel ginjal mempunyai polus vaskular, tempat arteriol aferen dan eferen masuk dan keluar glomerulus dan tempat lapisan kapsula membalik untuk melapisi pembuluh darah sebagai lapisan viseral. Korpuskel ginjal juga mempunyai polus urinarius pada sisi sebelahnya, tempat rongga kapsula berhubungan dengan lumen tubulus kontortus proximal dan tempat epitel parietal (gepel) melanjutkan diri pada epitel kuboid atau silindris rendah tubulus kontortus proximal.

Lapisan parietal kapsul Bowman tersusun dari epitel selapis gepeng dengan inti agak menonjol ke rongga kapsula. Pada polus urinari, sel-sel gepeng ini bertambah tinggi melebihi 4-5 sel untuk berhubungan dengan epitel silindris rendah yang melapisi dinding tubulus kontortus proximal. Lapisan viseral epitel melekat erat pada kapiler glomerulus dengan inti sel-sel epitel ini pada sisi kapsula lamina basal, akan tetapi tidak membentuk lembaran yang utuh dan sel-selnya telah mengalami perubahan.

Sel ini disebut podosit dan pada dasarnya berbentuk bintang, dengan badan selnya yang hampir tidak pernah melekat pada lamina basal kapiler glomerulus, akan tetapi terpisah sejauh 1-2 μm.

Tubulus Kontortus ProximalTubulus kontortus proximal, mulai dari polus urinarius korpuskel ginjal, panjangya hampir 14 mm dengan diameter luar 50-60 μm. Tubulus ini berakhir sebagai saluran yang lurus dan berjalan menuju berkas medular yang paling dekat tempat tubulus melanjutkan diri dengan ansa Henle.

Pada pangkalnya terdapat bagian sempit yang disebut ‘leher’ (neck), tempat terjadinya peralihan yang mendadak dari epitel gepeng (parietal) kapsul Bowman ke epitel selapis silindris rendah tubulus proximal. Sel-sel tubulus proximal bersifat eosinofilik dengan batas sikat (brush border) dan garis-garis basal (basal striations) dan lumen biasanya nyata lebar. Batas sel tak jelas karena sistem interdigitasi yang rumit dan membran plasma lateral sel-sel yang bersisian.

Ansa HenleSegmen tipis. Peralihan dari pars descendens yang tebal (tubulus proximal pars rekta) ke segmen tipis biasanya mendadak, berselang beberapa sel dengan perubahan epitel kuboid dan torak rendah ke gepeng. Diameter luar segmen tipis hanya 12-15 μm, dengan diameter lumen relatif besar, sedangkan tinggi epitel hanya 1-2 μm.

Segmen tebal. Peralihan segmen tipis ke segmen tebal tiba-tiba, dengan sel-sel yang bertambah tinggi dari gepeng sampai kuboid. Pada nefron panjang, perubahan terjadi di pars ascendens. Pada nefron pendek, perubahan biasanya terdapat pada pars descendens sehingga segmen tebal membentuk ansa. Melihat strukturnya, segmen tebal mirip tubulus kontortus distal pars kontorta, akan tetapi tinggi epitel lebih pendek dan inti cenderung menonjol ke lumen. Pars rekta tubulus distal berjalan dari medula ke korteks, menuju korpuskel renal asal dan menempati tempat bersisian dengan arteriol aferen dan eferen sebagai makula densa, dengan demikian membentuk bagian akhir ansa Henle.

Tubulus Kontortus DistalDi daerah makula densa, nefron melanjutkan diri sebagai tubulus kontortus distal yang menempuh perjalanan yang pendek berkelok-kelok di korteks dan berakhir dekat sebuah berkas medula dengan melanjutkan diri ke dalam duktus koligens. Tubulus kontortus distal lebih pendek dari tubulus kontortus proximal sehingga pada sediaan tampak dalam jumlah yang lebih kecil, diameter lebih kecil dan sel-selnya kuboid lebih kecil dan tidak mempunyai brush border. Biasanya 6-8 inti tampak dalam potongan melintang. Umumnya sel kurang mengambil warna bila dibandingkan dengan sel-sel

Page 5: Anatomi Makroskopik Ginjal

tubulus kontortus proximal. Di dalam sitoplasma bagian basal terdapat interdigitasi tonjolan-tonjolan sel lateral yang rumit mirip dengan yang tampak pada tubulus proximal. Hal ini memberikan gambaran bergaris pada bagian basal sel dan merupakan mekanisme pompa natrium yang aktif dari cairan tubular. Setiap tubulus kontortus distal dihubungkan oleh saluran penghubung pendek ke duktus koligens yang kecil.

Duktus KoligenDuktus koligen atau duktus eksretorius bukan merupakan bagian dari nefron. Setiap tubulus kontortus distal berhubungan dengan duktus koligens melalui sebuah cabang sampai duktus koligen yang pendek yang terdapat dalam berkas medular; terdapat beberapa cabang seperti itu. Duktus koligen berjalan dalam berkas medula menuju medula. Di bagian medula yang lebih ke tengah, beberapa duktus koligens bersatu untuk membentuk duktus yang besar yang bermuara ke apeks papila. Saluran ini disebut duktus papilaris (Bellini) dengan diameter 100-200 μm atau lebih. Muara ke permukaan papila sangat besar, sangat banyak dan sangat rapat, sehingga papila tampak seperti sebuah tapisan (area cribrosa).

Sel-sel yang yang melapisi saluran ekskretorius ini bervariasi ukurannya, mulai dari kuboid rendah di bagian proximal sampai silindris tinggi di duktus papilaris utama. Batas sel teratur dengan sedikit interdigitasi dan umumnya sel tampak pucat dengan beberapa organel. Duktus koligen menyalurkan kemih dari nefron ke pelvis ureter dengan sedikit absorpsi air yang dipengaruhi oleh hormon anti-diuretik (ADH).

Struktur detail

Pada orang dewasa, setiap ginjal memiliki ukuran panjang sekitar 11 cm dan ketebalan 5 cm dengan

berat sekitar 150 gram. Ginjal memiliki bentuk seperti kacang dengan lekukan yang menghadap ke

dalam. Di tiap ginjal terdapat bukaan yang disebut hilus yang menghubungkan arteri renal, vena

renal, dan ureter.

Organisasi

Bagian paling luar dari ginjal disebut korteks, bagian lebih dalam lagi disebut medulla. Bagian

paling dalam disebut pelvis. Pada bagian medulla ginjal manusia dapat pula dilihat adanya piramida

yang merupakan bukaan saluran pengumpul. Ginjal dibungkus oleh lapisan jaringan ikat longgar

yang disebut kapsula. Unit fungsional dasar dari ginjal adalah nefron yang dapat berjumlah lebih

dari satu juta buah dalam satu ginjal normal manusia dewasa. Nefron berfungsi sebagai regulator air

dan zat terlarut (terutama elektrolit) dalam tubuh dengan cara menyaring darah, kemudian

mereabsorpsi cairan dan molekul yang masih diperlukan tubuh. Molekul dan sisa cairan lainnya

akan dibuang. Reabsorpsi dan pembuangan dilakukan menggunakan mekanisme pertukaran lawan

arus dan kotranspor. Hasil akhir yang kemudian diekskresikan disebut urin. Sebuah nefron terdiri

dari sebuah komponen penyaring yang disebut korpuskula (atau badan Malphigi) yang dilanjutkan

oleh saluran-saluran (tubulus). Setiap korpuskula mengandung gulungan kapiler darah yang disebut

glomerulus yang berada dalam kapsula Bowman. Setiap glomerulus mendapat aliran darah dari

arteri aferen. Dinding kapiler dari glomerulus memiliki pori-pori untuk filtrasi atau penyaringan.

Page 6: Anatomi Makroskopik Ginjal

Darah dapat disaring melalui dinding epitelium tipis yang berpori dari glomerulus dan kapsula

Bowman karena adanya tekanan dari darah yang mendorong plasma darah. Filtrat yang dihasilkan

akan masuk ke dalan tubulus ginjal. Darah yang telah tersaring akan meninggalkan ginjal lewat

arteri eferen. Di antara darah dalam glomerulus dan ruangan berisi cairan dalam kapsula Bowman

terdapat tiga lapisan:

1. kapiler selapis sel endotelium pada glomerulus

2. lapisan kaya protein sebagai membran dasar

3. selapis sel epitel melapisi dinding kapsula Bowman (podosit)

Dengan bantuan tekanan, cairan dalan darah didorong keluar dari glomerulus, melewati ketiga

lapisan tersebut dan masuk ke dalam ruangan dalam kapsula Bowman dalam bentuk filtrat

glomerular. Filtrat plasma darah tidak mengandung sel darah ataupun molekul protein yang besar.

Protein dalam bentuk molekul kecil dapat ditemukan dalam filtrat ini. Darah manusia melewati

ginjal sebanyak 350 kali setiap hari dengan laju 1,2 liter per menit, menghasilkan 125 cc filtrat

glomerular per menitnya. Laju penyaringan glomerular ini digunakan untuk tes diagnosa fungsi

ginjal.

Jaringan ginjal. Warna biru menunjukkan satu tubulus

Tubulus ginjal merupakan lanjutan dari kapsula Bowman. Bagian yang mengalirkan filtrat

glomerular dari kapsula Bowman disebut tubulus konvulasi proksimal. Bagian selanjutnya adalah

lengkung Henle yang bermuara pada tubulus konvulasi distal. Lengkung Henle diberi nama

berdasar penemunya yaitu Friedrich Gustav Jakob Henle di awal tahun 1860-an. Lengkung Henle

menjaga gradien osmotik dalam pertukaran lawan arus yang digunakan untuk filtrasi. Sel yang

melapisi tubulus memiliki banyak mitokondria yang menghasilkan ATP dan memungkinkan

terjadinya transpor aktif untuk menyerap kembali glukosa, asam amino, dan berbagai ion mineral.

Sebagian besar air (97.7%) dalam filtrat masuk ke dalam tubulus konvulasi dan tubulus kolektivus

melalui osmosis. Cairan mengalir dari tubulus konvulasi distal ke dalam sistem pengumpul yang

terdiri dari:

tubulus penghubung

tubulus kolektivus kortikal

tubulus kloektivus medularis

Tempat lengkung Henle bersinggungan dengan arteri aferen disebut aparatus juxtaglomerular,

mengandung macula densa dan sel juxtaglomerular. Sel juxtaglomerular adalah tempat terjadinya

sintesis dan sekresi renin Cairan menjadi makin kental di sepanjang tubulus dan saluran untuk

membentuk urin, yang kemudian dibawa ke kandung kemih melewati ureter.

1. FISIOLOGI GINJAL, PEMBENTUKAN URIN, DAN ASPEK BIOKIMIA PERAN GINJAL

Page 7: Anatomi Makroskopik Ginjal

FUNGSI GINJAL:a. Pengeluaran zat sisa organik. Ginjal mengekresi urea, asam urat, kreatinin, dan produk

penguraian hemoglobin dan hormon.b. Pengaturan konsentrasi ion-ion penting. Ginjal mengekresi ion natrium, kalium, kalsium,

magnesium, sulfat, dan fosfat. Ekskresi ion-ion ini seimbang dengan asupan dan ekskresinya melalui rute lain, seperti pada saluran gastrointestinal atau kulit.

c. Pengaturan keseimbangan asam basa tubuh. Ginjal mengendalikan ekskresi ion hidrogen (H+), bikarbonat (HCO3

-), dan amonium (NH4+) serta memproduksi urin asam atau basa,

bergantung pada kebutuhan tubuh.d. Pengaturan produksi sel darah merah. Ginjal melepas eritropoietin (EPO), yang

mengatur produksi sel darah merah dalam sumsum tulang.e. Pengaturan tekanan darah. Ginjal mengatur volume cairan yang esensial bagi pengaturan

tekanan darah, dan juga memproduksi enzim renin. Renin adalah komponen penting dalam mekanisme renin-angiotensi-aldosteron (RAA), yang meningkatkan tekanan darah dan retensi air.

f. Pengendalian terbatas terhadap konsentrasi glukosa darah dan asam amino darah. Ginjal, melalui ekskresi glukosa dan asam amino berlebih, bertanggung jawab atas konsentrasi nutrien dalam darah.

g. Pengeluaran zat beracun. Ginjal mengeluarkan polutan, zat tambahan makanan, obat-obatan, atau zat kimia asing lain dari tubuh.

PEMBENTUKAN URINGinjal memproduksi urin yang mengandung zat sisa metabolik dan mengatur komposisi cairan tubuh melalui tiga proses utama: filtrasi glomerulus, reabsorpsi tubulus, dan sekresi tubulus.a. Filtrasi glomerulus

Filtrasi glomerulus adalah perpindahan cairan dan zat terlarut dari kapiler glomerulus, dalam gradien tekanan tertentu ke dalam kapsul Bowman. Filtrasi ini dibantu oleh faktor berikut: Membran kapiler glomerulus lebih permeabel dibanding kapiler lain dalam tubuh

sehingga filtrasi berjalan dengan sangat cepat. Tekanan darah dalam kapiler glomerulus lebih tinggi dibanding tekanan darah dalam

kapiler lain karena diameter arteriol eferen lebih kecil dibanding diameter arteriol aferen.b. Reabsorpsi tubulus

Sebagian besar filtrat (99%) secara selektif direabsorpsi dalam tubulus ginjal melalui difusi pasif gradien kimia atau listrik, transpor aktif terhadap gradien tersebut, atau difusi terfasilitasi. Sekitar 85% NaCl dan air serta semua glukosa dan asam amino pada filtrat glomerulus diabsorpsi dalam tubulus kontortus proximal, walaupun reabsorpsi berlangsung pada semua bagian nefron.

c. Sekresi tubulusMekanisme sekresi tubulus adalah proses aktif yang memindahkan zat keluar dari darah dalam kapiler peritubulus melewati sel-sel tubulus menuju cairan tubulus untuk dikeluarkan dalam urin.

▼Tabel 2-1. Ringkasan transportasi zat-zat yang menembus tubulus kontortus proximal dan distal nefron

Tubulus Kontortus ProximalReabsorpsi Sekresi

67% Na+ yang difiltrasi secara aktif direabsorpsi; Cl- mengikuti secara pasif

Semua glukosa dan asam amino yang

Sekresi H+ bervariasi, bergantung pada status asam-basa tubuh

Sekresi ion organik

Page 8: Anatomi Makroskopik Ginjal

difiltrasi direabsorpsi oleh transportasi aktif sekunder

PO4- dan elektrolit lain yang difiltrasi

direabsorpsi dalam jumlah yang bervariasi;

65% H2O yang difiltrasi secara osmosis direabsorpsi

Semua K+ yang difiltrasi direabsorpsi

Tubulus Kontortus DistalReabsorpsi Sekresi

Rebasorpsi Na+ bervariasi, dikontrol oleh aldosteron; Cl- mengikuti secara pasif

Reabsorpsi H2O bervariasi, dikontrol oleh vasopresin

Sekresi H+ bervariasi, bergantung pada status asam-basa tubuh

Sekresi K+ bervariasi, dikontrol oleh aldosteron

Duktus KoligenReabsorpsi Sekresi

Reabsorpsi H2O bervariasi, dikontrol oleh vasopresin

Sekresi H+ bervariasi, bergantung pada status asam-basa tubuh

KARAKTERISTIK URINa. Komposisi. Urin terdiri dari 95% air dan mengandung zat terlarut sebagai berikut:

Zat buangan nitrogen meliputi urea dari deaminasi protein, asam urat dari katabolisme asam nukleat, dan kreatinin dari proses penguraian kreatin fosfat dalam jaringan otot.

Asam hipurat adalah produk sampingan pencernaan sayuran dan buah. Badan keton yang dihasilkan dalam metabolisme lemak adalah konstituen normal dalam

jumlah kecil. Elektrolit meliputi ion natrium, klor, kalium, amonium, sulfat, fosfat, kalsium, dan

magnesium. Hormon atau metabolit hormon ada secara normal dalam urin. Berbagai jenis toksin atau zat kimia asing, pigmen, vitamin, atau enzim secara normal

ditemukan dalam jumlah yang kecil. Konstituen abnormal meliputi albumin, glukosa, sel darah merah, sejumlah besar badan

keton, zat kapur (terbentuk saat zat mengeras dalam tubulus dan dikeluarkan), dan batu ginjal atau kalkuli.

b. Sifat fisik Warna. Urin encer biasanya kuning pucat dan kuning pekat jika kental. Urine segar

biasanya jernih dan menjadi keruh jika didiamkan. Bau. Urin memiliki bau yang khas dan cenderung berbau amonia jika didiamkan. Bau ini

dapat bervariasi sesuai dengan diet; misalnya, setelah makan asparagus. Pada diabetes yang tidak terkontrol, aseton menghasilkan bau manis pada urin.

Asiditas atau alkalinitas. pH urin bervariasi antara 4,8 sampai 7,5 dan biasanya sekitar 6,0; tetapi juga bergantung pada diet. Ingesti makanan yang berprotein tinggi akan meningkatkan asiditas, sementara diet sayuran akan meningkatkan alkalinitas.

Berat jenis urin berkisar antar 1,001 sampai 1,035; bergantung pada konsentrasi urin.

1. Memahami tentang glomerulonefritis

Page 9: Anatomi Makroskopik Ginjal

Definisi

Glomerulonefritis Akut (GNA) ialah suatu reaksi imunologis pada ginjal terhadap bakteri atau virus

tertentu. Yang sering terjadi ialah akibat infeksi kuman Streptococcus β hemolitikus grup A yang

nefritogenik.

Etiologi

Penyakit ini sering ditemukan pada anak berumur 3 – 7 tahun dan lebih sering mengenai anak pria

dibandingkan anak wanita.  Timbulnya GNA didahului oleh infeksi ekstra renal, terutama di traktus

respiratorius bagian atas dan kulit oleh kuman Streptococcus beta hemolyticus golongan A tipe 12,

4, 16, 25 dan 49.

Hubungan antara GNA dan infeksi Streptococcus ini dikemukakan pertama kali oleh Lohlein pada

tahun 1907 dengan alasan bahwa :

1. Timbulnya GNA setelah infeksi skarlatina.

2.Diisolasinya kuman Streptococcus beta hemolyticus golongan A.

3.Meningkatnya titer anti – streptolisin pada serum penderita.

Antara infeksi bakteri dan timbulnya GNA terdapat masa laten selama lebih kurang 10 hari. Dari

tipe tersebut di atas, tipe 12 dan 25 lebih bersifat netrifogen dari pada yang lain. Mengapa tipe yang

satu lebih bersifat nefritogen dari pada yang lain, tidaklah diketahui.

Mungkin faktor iklim, keadaan gizi, keadaan umum dan faktor alergi mempengaruhi terjadinya

GNA setelah infeksi dengan kuman Streptococcus. GNA juga dapat disebabkan oleh sifilis,

keracunan (timah hitam, tridion), penyakit amiloid, trombosis vena renalis, purpura anafilaktoid dan

lupus eritematous.

Patogenesis

Hasil penyelidikan klinis – imunologis dan percobaan pada binatang menunjukkan adanya

kemungkinan proses imunologis sebagai penyebab.

Beberapa penyelidik mengajukan hipotesis sebagai berikut :

1.Terbentuknya kompleks antigen – antibodi yang melekat pada membrana basalis glomerulus dan

kemudian merusaknya.

2. Proses autoimun kuman Streptococcus yang nefritogen dalam tubuh menimbulkan badan

autoimun yang merusak glomerulus.

3.Streptococcus nefritogen dan membrana basalis glomerulus mempunyai komponen antigen yang

sama sehingga dibentuk zat anti yang langsung merusak membrana basalis ginjal.

Gejala Klinis

Page 10: Anatomi Makroskopik Ginjal

Gambaran klinis dapat bermacam – macam. Kadang – kadang gejala ringan tetapi tidak jarang anak

datang dengan gejala berat. Gejala yang sering ditemukan ialah hematuria / kencing berwarna

merah daging. Kadangkala disertai edema ringan yang terbatas di sekitar mata atau di seluruh

tubuh.

Pasien kadang – kadang datang dengan gejala gagal jantung kongestif atau sembab paru. Hipertensi

sering dijumpai bahkan terlihat ensefalopati hipertensif yang ditunjukkan dengan adanya gejala

sakit kepala, muntah, letargi, disorientasi dan kejang. Oliguria serta anuria tidak jarang dikeluhkan

beberapa pasien menampakkan gejala anemia. Umumnya edema berat terdapat oligouria dan bila

ada gagal jantung. Hipertensi terdapat pada 60 – 70 % anak dengan GNA pada hari I, kemudian

pada akhir minggu I menjadi normal kembali. Bila terdapat kerusakan jaringan ginjal maka tekanan

darah akan tetap tinggi selama beberapa minggu dan menjadi permanen bila keadaan penyakitnya

menjadi kronis. Hipertensi ini timbul karena vasospasme atau iskemia ginjal dan berhubungan

dengan gejala serebrum dan kelainan jantung. Suhu badan tidak seberapa tinggi tetapi dapat tinggi

sekali pada hari pertama. Kadang – kadang gejala panas tetap ada, walaupun tidak ada gejala infeksi

lain yang mendahuluinya. Gejala gastrointestinal seperti muntah, tidak nafsu makan, konstipasi dan

diare tidak jarang menyertai penderita glomerulonefritis akut.

Selama fase akut terdapat vasokontriksi arteriola glomerulus yang mengakibatkan tekanan filtrasi

menjadi kurang dan karena hal ini kecepatan filtrasi glomerulus pun menjadi kurang. Filtrasi air,

garam, ureum dan zat – zat lainnya berkurang dan sebagai akibatnya kadar ureum dan kreatinin

dalam darah meningkat. Fungsi tubulus hati relatif kurang terganggu. Ion natrium dan air diresorpsi

kembali sehingga diuresis mengurang (timbul oliguria dan anuria) dan ekskresi natrium mengurang,

ureumpun diresorpsi kembali lebih dari biasa. Akhirnya terjadi insufisiensi ginjal akut dengan

uremia, hiperfosfatemia, hidremia dan asidosis metabolik.

Pemeriksaan Laboratorium

Laju endap darah meninggi, kadar Hb menurun sebagai akibat hipervolemia (retensi garam dan air).

Pada pemeriksaan urin didapatkan jumlah urin mengurang, berat jenis meninggi. Hematuria

makroskopis ditemukan pada 50 % penderita. Ditemukan pula albumin (+), eritrosit (++), leukosit

(+), silinder leukosit, eritrosit dan hialin.

Albumin serum sedikit menurun, demikian juga komplemen serum (globulin beta – lC). Ureum dan

kreatinin darah meningkat. Titer anti – streptolisin umumnya meningkat, kecuali kalau infeksi

Streptococcus yang mendahuluinya hanya mengenai kulit saja. Uji fungsi ginjal normal pada 50 %

penderita.

GLOMERULONEFRITIS (GN)A. DEFINISI GN

Glomerulonefritis merupakan penyakit peradangan ginjal bilateral yang dimulai dalam

Page 11: Anatomi Makroskopik Ginjal

glomerulus dan bermanifestasi sebagai proteinuria dan/atau hematuria. Meskipun lesi terutama ditemukan pada glomerulus, tetapi seluruh nefron pada akhirnya akan mengalami kerusakan sehingga terjadi gagal ginjal kronik. Penyakit yang mula-mula digambarkan oleh Richard Bright pada tahun 1827 (Bright’s disease), sekarang diketahui merupakan kumpulan banyak penyakit dengan berbagai etiologi (sebagian besar tidak diketahui), meskipun respons imun agaknya menimbulkan beberapa bentuk glomerulonefritis.

KLASIFIKASI GNB. GLOMERULONEFRITIS PRIMER:

GN membranosa (nefropati membranosa). Penyakit dengan progresif lambat ini, sering terjadi pada usia antara 30 dan 50 tahun, secara morfologis ditandai dengan adanya endapan berisi imunoglobulin di subepitel sepanjang membran basa glomerulus (GBM). Pada awal penyakit, glomerulus mungkin tampak normal dengan mikroskop cahaya, tetapi kasus yang sudah terbentuk sempurna memperlihatkan penebalan difus dinding kapiler.

Nefrosis lipoid (minimal change disease). Gangguan yang relatif jinak ini merupakan penyebab paling sering sindrom nefrotik pada anak. Penyakit ini ditandai dengan glomerulus yang pada pemeriksaan mikroskop cahaya tampak normal, tetapi di bawah mikroskop elektron memperlihatkan hilangnya tonjolan-tonjolan kaki sel epitel visera. Walaupun dapat timbul pada semua usia, penyakit ini paling sering ditemukan pada usia 2-3 tahun.

Glomerulosklerosis segmental fokal (FSG). FSG secara histologis ditandai dengan sklerosis yang mengenai sebagian, tetapi tidak semua glomerulus dan melibatkan hanya segmen setiap glomerulus. Gambaran histologik ini sering berkaitan dengan sindrom nefrotik dan dapat terjadi: berkaitan dengan penyakit lain, seperti infeksi HIV (nefropati HIV), kecanduan

heroin (nefropati kecanduan heroin); sebagai proses sekunder pada bentuk lain GN (misal, nefropati IgA); sebagai komponen nefropati ablasi glomerulus; pada suatu bentuk kongenital herediter yang terjadi akibat mutasi gen sitoskeletal

yang diekspresikan di podosit; atau sebagai penyakit primer.

GN membranoproliferatif (MPGN). MPGN secara histologis bermanifestasi sebagai perubahan membran basal dan mesangium serta proliferasi sel glomerulus. Penyakit ini membentuk sekitar 5-10% kasus sindrom nefrotik idiopatik pada anak dan dewasa.

GN proliferatif akut (pascastreptokokus, pascainfeksi). GN proliferatif (PGN) difus, salah satu penyakit glomerulus yang sering ditemukan, biasanya disebabkan oleh kompleks imun. Antigen pemicu mungkin berasal dari eksogen atau endogen. Infeksi oleh organisme lain selain streptokokus juga dapat berkaitan dengan PGN difus. Ditemukan gambaran tipikal pada penyakit kompleks imun, seperti hipokomplementemia dan endapan granular IgG dan komplemen di GBM

GN progresif cepat (RPGN/cresentic). RPGN adalah suatu sindrom klinis dan bukan bentuk spesifik GN. Apa pun penyebabnya, gambaran histologis ditandai dengan adanya bulan sabit di sebagian besar glomerulus (GN cresentic/CrGN). “Bulan sabit” ini sebagian disebabkan oleh proliferasi sel epitel parietal di kapsula Bowman dan sebagian oleh sebukan monosit dan makrofag.

Nefropati IgA (Berger’s disease). Penyakit ini biasanya mengenai anak dan dewasa muda dan berawal sebagai hematuria makroskopik yang terjadi dalam 1 atau 2 hari setelah infeksi saluran napas atas nonspesifik. Nefropati IgA merupakan salah satu penyebab umum hematuria mikroskopik dan makroskopik berulang dan merupakan penyakit glomerulus tersering di seluruh dunia. Tanda utama patogenik adalah pengendapan IgA di mesangium.

Page 12: Anatomi Makroskopik Ginjal

GN kronis (CrGN kronis). CrGN kronis adalah salah satu penyebab penting penyakit ginjal stadium-akhir yang bermanifestasi sebagai gagal ginjal kronis. Saat CrGN ditemukan, kelainan glomerulus telah sedemikian lanjut sehingga sulit diketahui sifat lesi awal. CrGN kronis mungkin mencerminkan stadium akhir berbagai entitas, yang terutama adalah RPGN, FSG, MGN, dan MPGN.

PENYAKIT SEKUNDER (SISTEMIK) GANGGUAN HEREDITER Lupus eritematosus sistemik (LES) Sindrom Alport Diabetes melitus (DM) Penyakit Fabry Amiloidosis Sindrom Goodpasture Poliarteritis nodosa Granulomatosis Wegener Purpura Henoch-Schönlein Endokarditis bakterialis

C. ETIOLOGI GN AKUTKasus klasik GN akut terjadi setelah infeksi sterptokokus pada tenggorokan atau kadang-kadang pada kulit sesudah masa laten 1-2 minggu. Organimsme lazim yang menyebabkannya adalah Streptococcus β-hemolyticus grup A tipe 12 atau 4 dan 1; jarang oleh penyebabnya. Namun, sebenarnya bukan streptokokus yang menyebabkan kerusakan pada ginjal, tetapi diduga terdapat suatu antibodi yang ditujukan terhadap antigen khusus yang merupakan unsur membran plasma streptokokal-spesifik.

Glomerulonefritis akut pascastreptokokus paling sering menyerang anak usia 3-7 tahun, meskipun orang dewasa muda dan remaja dapat juga terserang. Perbandingan penyakit ini pada laki-laki dan perempuan adalah sekitar 2:1.

a. PATOGENESIS GN AKUTTerbentuk kompleks antigen-antibodi dalam darah dan bersikulasi ke dalam glomerulus tempat kompleks tersebut secara mekanis terperangkap dalam membran basalis. Selanjutnya komplemen akan terfiksasi mengakibatkan lesi dan peradangan yang menarik leukosit polimorfonuklear (PMN) dan trombosit menuju tempat lesi. Fagositosis dan pelepasan enzim lisosom juga merusak endotel dan membran basalis glomerulus (GBM). Sebagai respons terhadap lesi yang terjadi, timbul proliferasi sel-sel endotel yang diikuti sel-sel mesangial dan selanjutnya sel-sel epitel. Meningkatnya kebocoran kapiler glomerulus menyebabkan protein dan sel darah merah keluar ke dalam urine yang sedang dibentuk oleh ginjal sehingga mengakibatkan proteinuria dan hematuria.

b. MANIFESTASI KLINIS GN AKUTOnset penyakit ginjal cenderung akut, didahului oleh malaise, demam ringan, mual, dan sindrom nefritik. Pada kasus yang biasa, oliguria, azotemia, edema, dan hipertensi biasanya hanya ringan sampai sedang. Biasanya terdapat hematuria makroskopik, urine tampa cokelat berasap (bukan merah terang). Proteinuria adalah gambaran konstan pada penyakit ini, tetapi kadang-kadang cukup berat sehingga terjadi sindrom nefrotik. Kadar komplemen serum rendah selama fase aktif penyakit, dan titer antistreptolisin O serum meningkat pada kasus pascastreptokokus. Gejala biasanya berkurang dalam beberapa hari, meskipun hematuria mikroskopik dan proteinuria dapat menetap selama berbulan-bulan.

DIAGNOSIS GNA. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Tanda dan gejala spesifik dapat mengindikasikan glomerulonefritis, tetapi kondisi yang

Page 13: Anatomi Makroskopik Ginjal

sering muncul adalah ketika hasil urinalisis rutin abnormal. Urinalisis dapat memperlihatkan hal-hal sebagai berikut: Sel darah merah dan silinder eritrosit, merupakan indikator yang menyatakan bahwa

telah terjadi kerusakan pada glomeruli Sel darah putih, indikator umum yang menyatakan adanya infeksi atau inflamasi Protein yang meningkat, yang mengindikasikan kerusakan pada nefron.

Untuk menegakkan diagnosis GN, prosedur diagnostik yang dapat dilakukan selain urinalisis adalah: Tes darah. Hal ini dapat memberikan informasi tentang kerusakan yang terjadi pada

ginjal dan gangguan mekanisme filtrasi yang dapat diketahui dengan cara mengukur kadar zat-zat sisa (seperti kreatinin dan urea) dalam darah.

Tes pencitraan. Jika dokter mendeteksi adanya kerusakan pada ginjal, maka ia berhak untuk merujuk pasien untuk melakukan pemeriksaan pencitraan ginjal, seperti X-ray, ultrasonografi, atau CT-scan (computerized tomography scan).

Biopsi ginjal. Prosedur ini dilakukan menggunakan metode khusus untuk mengekstraksi bagian kecil dari ginjal yang nantinya akan diperiksa secara mikroskopik. Pemeriksaan ini dapat membantu untuk mengetahui penyebab terjadinya reaksi inflamasi. Biopsi ginjal hampir selalu diperlukan untuk memastikan diagnosis glomerulonefritis.

B. KOMPLIKASI GN Gagal ginjal akut. Kehilangan fungsi filtrasi nefron dapat menyebabkan penumpukan

bahan-bahan yang tidak berguna. Kondisi ini dapat membuat penderita membutuhkan terapi dialisis, yaitu metode yang berguna untuk mengeluarkan cairan dan bahan-bahan sisa dari dalam darah (menggunakan dializer).

Gagal ginjal kronik. Keadaan ini menyebabkan ginjal kehilangan fungsinya. Fungsi ginjal yang kurang dari 10% dari normal mengindikasikan penyakit ginjal stadium-akhir, yang biasanya membutuhkan dialisis atau transplantasi ginjal untuk mempertahankan hidup.

Tekanan darah tinggi. Sindrom nefrotik. Ini merupakan sekelompok tanda dan gejala yang dapat menyertai

glomerulonefritis (GN) dan kondisi lainnya yang dapat mempengaruhi kemampuan filtrasi glomerulus. Sindrom nefrotik ditandai dengan kadar protein yang tinggi dalam urin sehingga menyebabkan kadar protein dalam darah menurun; kolesterol darah yang tingg; dan edema kelopak mata, kaki, dan abdomen.

a. PROGNOSIS GNDiperkirakan lebih dari 90% anak yang menderita penyakit ini dapat sembuh sempurna. Pada orang dewasa, prognosisnya menjadi kurang baik (30-50%). Dua sampai lima persen dari semua kasus akut mengalami kematian, sedangkan sisa pasien lainnya dapat berkembang menjadi glomerulonefritis progresif cepat (RPGN), atau glomerulonefritis kronik yang perkembangannya lebih lambat. Pada RPGN, kematian akibat uremia biasanya terjadi dalam jangka waktu beberapa bulan saja, sedangkan pada glomerulonefritis kronik, perjalanan penyakit dapat berkisar antara 2-40 tahun.

Pengobatan

TERAPI FARMAKOLOGIS

Page 14: Anatomi Makroskopik Ginjal

Pengobatan spesifik pada GN ditujukan terhadap penyebab, sedangkan non-spesifik untuk menghambat progresivitas penyakit. Kontrol tekanan darah dengan diuretik, angiotensin converting enzyme inhibitors (ACEi), angiotensin II receptor antagonists (AIIRA) terbukti bermanfaat. Pengaturan asupan protein dan kontrol kadar lemak darah dapat membantu menghambatt progresivitas GN.

Efektivitas penggunaan obat imunosupresif GN masih belum seragam. Diagnosis GN, faktor pasien, efek samping, dan faktor prognostik merupakan pertimbangan terapi imunosupresif. Kortikosteroid efektif pada beberapa tipe GN karena dapat menghambat sitokin proinflamasi seperti IL-α atau TNF-α dan aktivitas transkripsi NFkB yang berperan pada patogenesis GN. Siklofosfamid, klorambusil, dan azatioprin mempunyai efek antiproliferasi dan dapat menekan inflamasi glomerulus. Imunosupresif lain seperti metil mikofenolat, takrolimus, dan sirolimus juga belum diindikasikan secara penuh untuk pengobatan glomerulonefritis.

Tidak ada pengobatan khusus yang mempengaruhi penyembuhan kelainan di glomerulus.

1.Istirahat mutlak selama 3 – 4 minggu

Dulu dianjurkan istirahat selama 6 – 8 minggu untuk memberi kesempatan pada ginjal untuk

menyembuh. Namun penyelidikan terakhir menunjukkan bahwa mobilisasi penderita setelah 3 – 4

minggu dari timbulnya penyakit tidak berakibat buruk terhadap perjalanan penyakitnya.

2.Pemberian penisilin pada fase akut

Pemberian antibiotik ini tidak mempengaruhi beratnya glomerulonefritis, melainkan mengurangi

menyebarnya infeksi Streptococcus yang mungkin masih ada.

Pemberian penisilin ini dianjurkan hanya untuk 10 hari, sedangkan pemberian profilaksis yang lama

sesudah nefritisnya sembuh terhadap kuman penyebab tidak dianjurkan karena terdapat imunitas

yang menetap. Secara teoritis seorang anak dapat terinfeksi lagi dengan kuman nefritogen lain,

namun kemungkinan ini sangat kecil sekali.

3.Makanan

Pada fase akut, diberi makanan rendah protein ( 1g / kgbb / hari) dan rendah garam (1 g/hari).

Makanan lunak diberikan pada penderita dengan suhu tinggi dan makanan biasa bila suhu telah

normal kembali.Bila ada anuria atau muntah, maka diberikan IVFD dengan larutan glukosa 10 %.

Pada penderita tanpa komplikasi, pemberian cairan disesuaikan dengan kebutuhan, sedangkan bila

ada komplikasi seperti gagal jantung, edema, hipertensi dan oliguria, maka jumlah cairan yang

diberikan harus dibatasi.

4.Pengobatan terhadap hipertensi

Hipertensi dapat diatasi secara efektif dengan vasodilator perifer (hidralazin, nifedipin). Pemberian

cairan dikurangi, pemberian sedatif untuk menenangkan penderita sehingga dapat cukup beistirahat.

Pada hipertensi dengan gejala serebral, diberikan reserpin dan hidralasin. Mula – mula diberikan

reserpin sebanyak 0,07 mg/kgbb secara I.M. Bila terjadi diuresis 5 – 10 jam kemudian, maka

selanjutnya reserpin diberikan per oral dengan dosis rumat 0,03 mg/kgbb/hari. Magnesium sulfat

Page 15: Anatomi Makroskopik Ginjal

parenteral tidak dianjurkan lagi karena memberi efek toksis.

5. Bila anuria berlangsung lama (5 – 7 hari), maka ureum harus dikeluarkan dari dalam darah

dengan beberapa cara, misalnya dialisis peritoneum, hemodialisis, bilas lambung dan usus. Bila

prosedur di atas tidak dapat dilakukan karena kesulitan teknis, maka pengeluaran darah venapun

dapat dikerjakan dan adakalanya menolong juga.

6. Diuretikum dulu tidak diberikan pada glomerulonefritis akut, namun akhir – akhir ini pemberian

furosemid (Lasix) secara I.V. (1 mg/kgbb/hari) dalam 5 – 10 menit tidak berakibat buruk pada

hemodinamika ginjal dan filtrasi glomerulus diperlukan untuk mengatasi retensi cairan dan

hipertensi.

7. Bila timbul gagal jantung, maka diberikan digitalis, sedativum dan oksigen.

Prognosis

- Sebagian besar pasien akan sembuh, 5 % mengalami perjalanan penyakit yang memburuk dengan

cepat.

- Diuresis akan menjadi normal kembali pada hari ke 7 – 10 setelah awal penyakit, dengan

menghilangnya sembab dan secara bertahap TD menjadi normal kembali.

- Fungsi ginjal (ureum, kreatinin) membaik dalam 1 minggu dan menjadi normal dalam waktu 3 – 4

minggu.

- Komplemen serum menjadi normal dalam waktu 6 – 8 minggu.

- Kelainan sedimen urin akan tetap terlihat selama berbulan – bulan bahkan bertahun – tahun pada

sebagian besar pasien.

-Prognosa baik, dipengaruhi pada faktor makin muda umur penderita, beratnya gangguan faal ginjal

dan penyulitnya.

PENCEGAHAN

Sebagian besar GN tidak dapat dicegah, tetapi ada beberapa tindakan bermanfaat yang dapat dilakukan: Mengobati infeksi streptokokus pada radang tenggorokan Untuk menghindari infeksi (seperti HIV dan hepatitis) yang dapat menyebabkan GN,

ikuti pedoman safe-sex, dan hindari penggunaan obat-obatan terlarang secara intravena Kontrol gula darah untuk membantu mencegah terjadinya diabetic nephropathy. Kontrol tekanan darah untuk mencegah bahaya hipertensi terhadap ginjal.

Page 16: Anatomi Makroskopik Ginjal

DAFTAR PUSTAKA

1. Kapita Selekta Kedokteran : Glomerulonefritis Akut, Edisi Ke – 2 , Media Aesculapius FKUI,

1982, 601 – 602.

2. Noer, Muhammad Syaifullah : Glomerulonefritis, Buku Ajar Nefrologi Anak, Jilid II, Ikatan

Dokter Anak Indonesia, Jakarta, 1996, 318 – 326.

3. Richard E. Behrman, Victor C. Vaughn : Glomerulonefritis Akut Dalam Nelson Textbook of

Pediatrics, Alih Bahasa dr. R.F. Maulana, M.Sc ; EGC, Jakarta, 1992, 89 – 104.

4. Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI : Glomerulonefritis Akut, Ilmu Kesehatan Anak, Buku

Kuliah 2, Bagian Ilmu Kesehatan Anak FKUI, Jilid 2, jakarta, 1985, 835 – 839.

5. Dorland, W. A. Newman. 2006. Kamus Kedokteran Dorland, Edisi 29. Jakarta: EGC

6. Ganong, William F. 2002. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, Edisi 20. Jakarta: EGC

7. Gartner, Leslie P. & James L. Hiatt. 2007. Color Atlas of Histology, Fourth Edition. Baltimore, Maryland: Lippincott Williams & Wilkins

8. Idrus, Alwi dkk. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid I Edisi IV. Jakarta: Pusat Penerbitan IPD FKUI

9. Leeson, C. Roland. 1996. Buku Ajar Histologi, Edisi V. Jakarta: EGC

10. Mayo Clinic Staff. 2009. Glomerulonephritis. http://www.mayoclinic.com/health/glomerulonephritis/DS00503

11. Price, Sylvia A. 2005. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-proses Penyakit, Volume 2 Edisi 6. Jakarta: EGC

12. Putz, Reinhard & Reinhard Pabst. 2006. Atlas Anatomi Manusia Sobotta, Jilid 2 Edisi 22. Jakarta: EGC

13. Robbins, Stanley L. 2007. Buku Ajar Patologi Robbins, Volume 2 Edisi 7. Jakarta: EGC

15. Sherwood, Lauralee. 2001. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem, Edisi 2. Jakarta: EGC

16. Sloane, Ethel. 2003. Anatomi dan Fisiologi untuk Pemula. Jakarta: EGC

17. Snell, Richard S. 2006. Anatomi Klinik untuk Mahasiswa Kedokteran. Jakarta: EGC

18. Syam, Edward & Inmar Raden. 2009. Bahan Kuliah Anatomi Sistem Urinarius. Jakarta: FK YARSI