Anatomi Bola Mata

24
TINJAUAN PUSTAKA ANATOMI BOLA MATA Bola mata berbentuk bulat dengan panjang maksimal 24 mm. Bola mata di bagian depan (kornea) mempunyai kelengkungan yang lebih tajam sehingga terdapat bentuk dengan 2 kelengkungan yang berbeda. Bola mata dibungkus oleh 3 lapisan jaringan, yaitu: 1. Sklera, merupakan jaringan ikat yang kenyal dan memberikan bentuk pada mata, merupakan bagian terluar yang melindungi bola mata. Bagian terdepan sklera disebut kornea yang bersifat transparan yang memudahkan sinar masuk ke dalam bola mata. Kelengkungan kornea lebih besar dibandingkan sklera. 2. Jaringan uvea, merupakan jaringan vaskuler. Jaringan sklera dan uvea dibatasi oleh ruang yan potensial yang mudah dimasuki darah bila terjadi perdarahan pada ruda paksa yang disebut perdarahan suprakhoroid. Jaringan uvea ini terdiri atas iris, badan siliar, dan khoroid. Pada iris didapatkan pupil, dan oleh 3 susunan otot dapat mengatur jumlah sinar masuk ke dalam bola mata. Otot dilatator dipersarafi oleh parasimpatis. Otot siliar yang terletak di badan siliar mengatur bentuk lensa untuk kebutuhan akomodasi. Badan siliar yang terletak di belakang iris menghasilkan cairan bilik mata (akuor humor) yang dikeluarkan melalui trabekulum yang terletak pada pangkal iris yang dibatasi kornea dan sklera. 3. Retina, terletak paling dalam dan mempunyai susunan sebanyak 10 lapisan yang merupakan membran neurosensoris yang akan

Transcript of Anatomi Bola Mata

TINJAUAN PUSTAKA

ANATOMI BOLA MATA

Bola mata berbentuk bulat dengan panjang maksimal 24 mm. Bola mata di bagian depan

(kornea) mempunyai kelengkungan yang lebih tajam sehingga terdapat bentuk dengan 2

kelengkungan yang berbeda. Bola mata dibungkus oleh 3 lapisan jaringan, yaitu:

1. Sklera, merupakan jaringan ikat yang kenyal dan memberikan bentuk pada mata, merupakan

bagian terluar yang melindungi bola mata. Bagian terdepan sklera disebut kornea yang

bersifat transparan yang memudahkan sinar masuk ke dalam bola mata. Kelengkungan

kornea lebih besar dibandingkan sklera.

2. Jaringan uvea, merupakan jaringan vaskuler. Jaringan sklera dan uvea dibatasi oleh ruang

yan potensial yang mudah dimasuki darah bila terjadi perdarahan pada ruda paksa yang

disebut perdarahan suprakhoroid. Jaringan uvea ini terdiri atas iris, badan siliar, dan khoroid.

Pada iris didapatkan pupil, dan oleh 3 susunan otot dapat mengatur jumlah sinar masuk ke

dalam bola mata. Otot dilatator dipersarafi oleh parasimpatis. Otot siliar yang terletak di

badan siliar mengatur bentuk lensa untuk kebutuhan akomodasi. Badan siliar yang terletak di

belakang iris menghasilkan cairan bilik mata (akuor humor) yang dikeluarkan melalui

trabekulum yang terletak pada pangkal iris yang dibatasi kornea dan sklera.

3. Retina, terletak paling dalam dan mempunyai susunan sebanyak 10 lapisan yang merupakan

membran neurosensoris yang akan merubah sinar menjadi rangsangan pada saraf optik dan

diteruskan ke otak. Terdapat rongga yang potensial antara retina dan khoroid sehingga retina

dapat terlepas dari khoroid yang disebut ablasi retina. Badan kaca mengisi rongga di dalam

bola mata dan bersifat gelatin yang hanya menempel pada papil saraf optik, makula dan pars

plana. Bila terdapat jaringan ikat di dalam badan kaca disertai dengan tarikan pada retina,

maka retina akan robek dan akan terjadi ablasi retina. Lensa terletak di belakang pupil yang

dipegang di daerah akuatornya pada badan siliar melalui zonula zinn. Lensa mata

mempunyai peranan pada akomodasi atau melihat dekat sehingga sinar dapat difokuskan di

daerah makula lutea. Terdapat 6 otot penggerak bola mata, dan terdapat kelenjar lakrimal

yang terletak di daerah temporal atas di dalam rongga orbita. Sistem sekresi air mata atau

lakrimal terletak di daerah temporal bola mata. Sistem ekskresi dimulai pada punctum

lakrimal, kanalikuli lakrimal, sakus lakrimal, duktus nasolakrimal, dan meatus inferior.3

Gambar 1. Anatomi Bola Mata

Anatomi bilik mata depan

Bagian dalam bola mata terdiri dari 2 rongga, yaitu anterior dan posterior. Rongga

anterior teletak didepan lensa, selanjutnya dibagi lagi kedalam dua ruang, ruang anterior (antara

kornea dan iris) dan ruang posterior (antara iris dan lensa). Rongga anterior berisi cairan bening

yang dinamakan humor aqueous yang diproduksi dalam badan ciliary, mengalir ke dalam ruang

posterior melewati pupil masuk ke ruang anterior dan dikeluarkan melalui saluran schelm yang

menghubungkan iris dan kornea (sudut ruang anterior).7,8

Bilik mata depan terletak antara persambungan kornea perifer dengan iris. Pada bagian

ini, terdapat jalinan trabekula yang dasarnya mengarah ke badan siliar. Bagian dalam jalinan ini

yang menghadap ke bilik mata depan dikenal sebagai jalinan uvea. Bagian luar jalinan ini yang

terletak dekat kanalis schlemm dikenal sebagai jalinan korneoskleral. Serat-serat longitudinal

otot siliaris menyisip ke dalam jalinan trabekula tersebut. Kanal schlemn merupakan kapiler

yang dimodifikasi yang mengelilingi kornea. Dindingnya terdiri dari satu lapisan sel. Pada

dinding sebelah dalam terdapat lubang – lubang, sehingga terdapat hubungan langsung antara

trabekula dan kanal schlemn. Dari kanal schlemn, keluar saluran kolektor, 20 – 30 buah, yang

menuju ke pleksus vena di dalam jaringan sclera dan episkelera dan vena siliaris anterior di

badan siliar. 8

Gambar 2. Anatomi Bilik Mata Depan dan Jaringan Sekita

Gambar 3. Aliran Dari Aqueous Humor 10

Vaskularisasi Bola Mata

Pemasok utama orbita dan bagian-bagiannya berasal dari arteri ophtalmica, yaitu cabang

besar pertama arteri karotis interna bagian intrakranial. Cabang ini berjalan di bawah nervus

optikus dan bersamanya melewati kanalis optikus menuju ke orbita. Cabang intraorbital pertama

adalah arteri sentralis retina, yang memasuki nervus optikus sebesar 8-15 mm di belakang bola

mata. Cabang-cabang lain arteri oftalmika adalah arteri lakrimalis, yang memvaskularisasi

glandula lakrimalis dan kelopak mata atas, cabang-cabang muskularis ke berbagai otot orbita,

arteri siliaris posterior longus dan brevis, arteri palpebra medialis ke kedua kelopak mata, dan

arteri supra orbitalis serta supra troklearis. 8

Gambar 4. Vaskularisasi pada Bola Mata

Arteri siliaris posterior brevis memvaskularisasi koroid dan bagian nervus optikus. Kedua

arteri siliaris longus memvaskularisasi badan siliar, beranastomosis satu dengan yang lain, dan

bersama arteri siliaris anterior membentuk sirkulus arteriosus major iris. Arteri siliaris anterior

berasal dari cabang-cabang muskularis dan menuju ke muskuli rekti. Arteri ini memvaskularisasi

sklera, episklera, limbus, konjungtiva, serta ikut membentuk sirkulus arteriosus major iris. 8

Drainase vena-vena di orbita terutama melalui vena oftalmika superior dan inferior, yang

juga menampung darah dari vena verticoasae, vena siliaris anterior, dan vena sentralis retina.

Vena oftalmika berhubungan dengan sinus kavernosus melalui fisura orbitalis superior dan

dengan pleksus venosus pterigoideus melalui fisura orbitalis inferior. 8

Gambar 5. Vaskularisasi pada Segmen Anterior

DEFINISI HIFEMA

Hifema merupakan keadaan dimana terdapat darah di dalam bilik mata depan, yaitu

daerah di antara kornea dan iris, yang dapat terjadi akibat trauma tumpul yang merobek

pembuluh darah iris atau badan siliar. 3

Hifema adalah darah yang terkumpul di bilik mata depan atau di dalam aqueous dapat

membentuk suatu lapisan dan biasanya dapat terlihat, terjadi akibat trauma tumpul (gaya-gaya

kontusif) yang sering merobek pembuluh- pembuluh darah di iris atau sudut bilik mata depan. 7

EPIDEMIOLOGI

Angka kejadian dari hifema traumatic diperkirakan 12 kejadian per 100.000 populasi,

dengan pria terkena tiga sampai lima kali lebih sering daripada wanita. Lebih dari 70 persen dari

hifema traumatic terdapat pada anak-anak dengan angka kejadian tertinggi antara umur 10

sampai 20 tahun. 6

KLASIFIKASI 2,6

a) Berdasarkan penyebabnya hifema dibagi menjadi:

1. Hifema traumatika adalah perdarahan pada bilik mata depan yang disebabkan pecahnya

pembuluh darah iris dan badan silier akibat trauma pada segmen anterior bola mata.

2. Hifema akibat tindakan medis (misalnya kesalahan prosedur operasi mata).

3. Hifema akibat inflamasi yang parah pada iris dan badan silier, sehingga pembuluh darah

pecah.

4. Hifema akibat kelainan sel darah atau pembuluh darah (contohnya juvenile

xanthogranuloma).

5. Hifema akibat neoplasma (contohnya retinoblastoma).

b) Berdasarkan waktu terjadinya, hifema dibagi atas 2 yaitu:

1. Hifema primer, timbul segera setelah trauma hingga hari ke 2.

2. Hifema sekunder, timbul pada hari ke 2-5 setelah terjadi trauma.

c) Berdasarkan tampilan klinisnya dibagi menjadi beberapa grade (Sheppard) :

1. Grade I : darah mengisi kurang dari sepertiga COA (58%)

2. Grade II : darah mengisi sepertiga hingga setengah COA (20%)

3. Grade III : darah mengisi hampir total COA (14%)

4. Grade IV : darah memenuhi seluruh COA (8%)

Gambar 5. Klasifikasi hifema berdasarkan tampilan klinisnya

ETIOLOGI

Hifema biasanya disebabkan oleh trauma tumpul pada mata seperti terkena bola, batu,

peluru senapan angin, dll. Selain itu, hifema juga dapat terjadi karena kesalahan prosedur operasi

mata. Keadaan lain yang dapat menyebabkan hifema namun jarang terjadi adalah adanya tumor

mata (contohnya retinoblastoma), dan kelainan pembuluh darah (contohnya juvenile

xanthogranuloma).1,3,6

Hifema yang terjadi karena trauma tumpul pada mata dapat diakibatkan oleh kerusakan

jaringan bagian dalam bola mata, misalnya terjadi robekan-robekan jaringan iris, korpus siliaris

dan koroid. Jaringan tersebut mengandung banyak pembuluh darah, sehingga akan menimbulkan

perdarahan. Perdarahan di dalam bola mata yang berada di kamera anterior akan tampak dari

luar. Timbunan darah ini karena gaya berat akan berada di  bagian terendah.3,6

PATOFISIOLOGI

Trauma tumpul menyebabkan kompresi bola mata, disertai peregangan limbus, dan

perubahan posisi dari iris atau lensa. Hal ini dapat meningkatkan tekanan intraokuler secara akut

dan berhubungan dengan kerusakan jaringan pada sudut mata. Perdarahan biasanya terjadi

karena adanya robekan pembuluh darah, antara lain arteri-arteri utama dan cabang-cabang dari

badan siliar, arteri koroidalis, dan vena-vena badan siliar. 1

Mekanisme Perdarahan akibat Trauma Tumpul Mata

Inflamasi yang parah pada iris, sel darah yang abnormal dan kanker mungkin juga bisa

menyebabkan perdarahan pada COA. Trauma tumpul dapat merobek pembuluh darah iris atau

badan siliar. Gaya-gaya kontusif akan merobek pembuluh darah iris dan merusak sudut COA.

Tetapi dapat juga terjadi secara spontan atau pada patologi vaskuler okuler. Darah ini dapat

bergerak dalam ruang COA, mengotori permukaan dalam kornea. 1

Perdarahan pada bilik mata depan mengakibatkan teraktivasinya mekanisme hemostasis

dan fibrinolisis. Peningkatan tekanan intraokular, spasme pembuluh darah, dan pembentukan

fibrin merupakan mekanisme pembekuan darah yang akan menghentikan perdarahan. Bekuan

darah ini dapat meluas dari bilik mata depan ke bilik mata belakang. Bekuan darah ini biasanya

berlangsung hingga 4-7 hari. Setelah itu, fibrinolisis akan terjadi. Setelah terjadi bekuan darah

pada bilik mata depan, maka plasminogen akan diubah menjadi plasmin oleh aktivator kaskade

koagulasi. Plasmin akan memecah fibrin, sehingga bekuan darah yang sudah terjadi mengalami

disolusi. Produk hasil degradasi bekuan darah, bersama dengan sel darah merah dan debris

peradangan, keluar dari bilik mata depan menuju jalinan trabekular dan aliran uveaskleral. 2,6

Perdarahan dapat terjadi segera sesudah trauma yang disebut perdarahan primer.

Perdarahan primer dapat sedikit dapat pula banyak. Perdarahan sekunder biasanya timbul pada

hari ke 5 setelah trauma. Perdarahannya biasanya lebih hebat daripada yang primer. Oleh karena

itu seseorang dengan hifema harus dirawat sedikitnya 5 hari. Dikatakan perdarahan sekunder ini

terjadi karena resorpsi dari bekuan darah terjadi terlalu cepat sehingga pembuluh darah tak

mendapat waktu yang cukup untuk regenerasi kembali. 1,2

Penyembuhan darah pada hifema dikeluarkan dari COA dalam bentuk sel darah merah

melalui sudut COA menuju kanal schlem sedangkan sisanya akan diabsorbsi melalui permukaan

iris. Penyerapan pada iris dipercepat dengan adanya enzim fibrinolitik di daerah ini. Sebagian

hifema dikeluarkan setelah terurai dalam bentuk hemosiderin. Bila terdapat penumpukan dari

hemosiderin ini, dapat masuk ke dalam lapisan kornea, menyebabkan kornea menjadi bewarna

kuning dan disebut hemosiderosis atau imbibisi kornea, yang hanya dapat ditolong dengan

keratoplasti. Imbibisio kornea dapat dipercepat terjadinya oleh hifema yang penuh disertai

glaukoma. 1,2

Adanya darah pada bilik mata depan memiliki beberapa temuan klinis yang berhubungan.

Resesi sudut mata dapat ditemukan setelah trauma tumpul mata. Hal ini menunjukkan

terpisahnya serat longitudinal dan sirkular dari otot siliar. Resesi sudut mata dapat terjadi pada

85 % pasien hifema dan berkaitan dengan timbulnya glaukoma sekunder di kemudian hari. Iritis

traumatik, dengan sel-sel radang pada bilik mata depan, dapat ditemukan pada pasien hifema.

Pada keadaan ini, terjadi perubahan pigmen iris walaupun darah sudah dikeluarkan. Perubahan

pada kornea dapat dijumpai mulai dari abrasi endotel kornea hingga ruptur limbus. Kelainan

pupil seperti miosis dan midriasis dapat ditemukan pada 10 % kasus. Tanda lain yang dapat

ditemukan adalah siklodialisis, iridodialisis, robekan pupil, subluksasi lensa, dan ruptur zonula

zinn. Kelainan pada segmen posterior dapat meliputi perdarahan vitreus, jejas retina (edema,

perdarahan, dan robekan), dan ruptur koroid. Atrofi papil dapat terjadi akibat peninggian

tekanan intraokular. 2,6

MANIFESTASI KLINIS

Pasien akan mengeluh sakit pada mata disertai dengan epifora dan blefaropasme.

Penglihatan pasien kabur dan akan sangat menurun. Terdapat penumpukan darah yang terlihat

dengan mata telanjang bila jumlahnya cukup banyak. Bila pasien duduk, hifema akan terlihat

terkumpul di bagian bawah bilik mata depan, dan hifema dapat memenuhi seluruh ruang bilik

mata depan. Kadang- kadang terlihat iridoplegia dan iridodialisis. Selain itu, dapat terjadi

peningkatan tekanan intra ocular, sebuah keadaan yang harus diperhatikan untuk menghindari

terjadinya glaucoma. Pada hifema karena trauma, jika ditemukan penurunan tajam penglihatan

segera maka harus dipikirkan kerusakan seperti luksasi lensa, ablasio retina, oedem macula.

Terdapat pula tanda dan gejala yang relative jarang: penglihatan ganda, blefarospasme, edema

palpebra, midriasis, anisokor pupil dan sukar melihat dekat. 1,2,5

DIAGNOSIS 5,6,8,9

Untuk mendiagnosa diperlukan anamnesis dan pemeriksaan yang cermat. Diantaranya

melalui anamnesis di dapatkan gejala dan adanya riwayat trauma, terutama mengenai matanya

dapat memastikan adanya hifema.

Pasien akan mengeluh nyeri pada mata disertai dengan mata yang berair. Penglihatan

pasien akan sangat menurun. Pada gambaran klinik ditemukan adanya perdarahan pada COA

(dapat diperiksa dengan flashlight). Bila pasien duduk, hifema akan terlihat terkumpul di bagian

bawah COA, dan hifema dapat memenuhi seluruh ruang COA. Otot sfingter pupil mengalami

kelumpuhan, pupil tetap dilatasi (midriasis), dapat terjadi pewarnaan darah (blood staining) pada

kornea, anisokor pupil, adanya tanda-tanda iritasi dari conjunctiva dan pericorneal, fotofobia

(tidak tahan terhadap sinar), penglihatan ganda, blefarospasme, edema palpebra, dan sukar

melihat dekat, kemungkinan disertai gangguan umum yaitu letargic, disorientasi atau somnolen.

Akibat langsung terjadinya hifema adalah penurunan visus karena darah mengganggu

media refraksi. Darah  yang mengisi kamera okuli  ini secara  langsung dapat  mengakibatkan

tekanan intraokuler meningkat akibat bertambahnya isi kamera anterior oleh darah. Kenaikan

tekanan intraokuler ini disebut glaukoma sekunder. Glaukoma sekunder juga dapat terjadi akibat

massa darah yang menyumbat jaringan trabekulum yang berfungsi membuang humor aqueous

yang berada di kamera anterior. Selain itu akibat darah yang lama berada di kamera anterior akan

mengakibatkan pewarnaan darah pada dinding kornea dan kerusakan jaringan kornea.

PEMERIKSAAN PENUNJANG 2,5

a) Pemeriksaan ketajaman penglihatan : menggunakan kartu mata Snellen; visus dapat

menurun akibat kerusakan kornea, aqueous humor, iris dan retina.

b) Lapangan pandang : penurunan dapat disebabkan oleh patologi vaskuler okuler, glaukoma.

c) Pengukuran tonografi : mengkaji tekanan intra okuler.

d) Slit Lamp Biomicroscopy : untuk menentukan kedalaman COA dan iridocorneal contact,

aqueous flare, dan synechia posterior.

e) Pemeriksaan oftalmoskopi : mengkaji struktur internal okuler.

f) Tes provokatif : digunakan untuk menentukan adanya glaukoma bila TIO normal atau

meningkat ringan.

TATALAKSANA 2,5,9

Prinsip pengobatan :

1) Menghentikan perdarahan.

2) Menghindarkan timbulnya perdarahan sekunder.

3) Mengeliminasi darah dari bilik depan bola mata dengan mempercepat absorbsi.

4) Mengontrol glaukoma sekunder dan menghindari komplikasi yang lain.

5) Berusaha mengobati kelainan yang menyertainya.

Berdasarkan hal tersebut di atas, maka cara pengobatan penderita dengan traumatik

hifema pada prinsipnya dibagi dalam 2 golongan besar yaitu perawatan dengan cara

konservatif/tanpa operasi, dan perawatan yang disertai dengan tindakan operasi.

Perawatan Konservatif/Tanpa Operasi

1. Tirah baring (bed rest total)

Penderita ditidurkan dalam keadaan terlentang dengan posisi kepala diangkat (diberi alas

bantal) dengan elevasi kepala 30º - 45o (posisi semi fowler). Hal ini akan mengurangi tekanan

darah pada pembuluh darah iris serta memudahkan kita mengevaluasi jumlah perdarahannya.

Ada banyak pendapat dari banyak ahli mengenai tirah baring sempurna ini sebagai tindakan

pertama yang harus dikerjakan bila menemui kasus traumatik hifema. Bahkan beberapa

penelitian menunjukkan bahwa dengan tirah baring kesempurnaan absorbsi dari hifema

dipercepat dan sangat mengurangi timbulnya komplikasi perdarahan sekunder. Istirahat total ini

harus dipertahankan minimal 5 hari mengingat kemungkinan perdarahan sekunder. Hal ini sering

sukar dilakukan, terlebih-lebih pada anak-anak.

2. Bebat mata

Mengenai pemakaian bebat mata, masih belum ada persesuaian pendapat di antara para

ahli. Penggunaan bebat mata pada mata yang terkena trauma yaitu untuk mengurangi pergerakan

bola mata yang sakit.

3. Pemakaian obat-obatan

Pemberian obat-obatan pada penderita dengan traumatik hifema berguna untuk

menghentikan perdarahan, mempercepat absorbsinya dan menekan komplikasi yang timbul.

Digunakan obat-obatan seperti :

Koagulansia

Golongan obat koagulansia ini dapat diberikan secara oral maupun parenteral,

berguna untuk menekan/menghentikan perdarahan, Misalnya : Anaroxil, Adona AC,

Coagulen, Transamin, vit K dan vit C. Pada hifema yang baru dan terisi darah segar diberi

obat anti fibrinolitik ( transamine/ transamic acid) sehingga bekuan darah tidak terlalu cepat

diserap. Dengan demikian diharapkan terjadinya perdarahan sekunder dapat dihindarkan.

Pemberiannya 4 kali 250 mg, 5 hari jangan melewati satu minggu karena dapat menimbulkan

gangguan transportasi cairan COA dan terjadinya glaukoma juga imbibisio kornea. Selama

pemberiannya jangan lupa pengukuran tekanan intra okular.

Midriatika Miotika

Miotika akan mempercepat absorbsi, tetapi meningkatkan kongesti dan midriatika

akan mengistirahatkan perdarahan. Pemberian midriatika dianjurkan bila didapatkan

komplikasi iridiocyclitis. Beberapa penelitian membuktikan bahwa pemberian midriatika

dan miotika bersama-sama dengan interval 30 menit sebanyak dua kali sehari akan

mengurangi perdarahan sekunder dibanding pemakaian salah satu obat saja.

Ocular Hypotensive Drug

Pemberian acetazolamide (Diamox) secara oral sebanyak 3x sehari bilamana

ditemukan adanya kenaikan tekanan intraokuler. Gombos dan Yasuna menganjurkan juga

pemakaian intravena urea, manitol dan gliserin untuk menurunkan tekanan intraokuler,

walaupun ditegaskan bahwa cara ini tidak rutin. Pada hifema yang penuh dengan kenaikan

tekanan intra okular, beri diamox, glyserin, nilai selama 24 jam. Bila tekanan intra okular

tetap tinggi diatas normal lakukan parasentesa yaitu pengeluaran darah melalui sayatan di

kornea. Bila tekanan intra okular turun sampai normal, diamox terus diberikan dan dievaluasi

setiap hari. Bila tetap normal tekanan intra okularnya dan darahnya masih ada sampai hari ke

5-9 lakukan juga parasentesa.

Kortikosteroid dan Antibiotika

Pemberian hidrokortison 0,5% secara topikal akan mengurangi komplikasi iritis dan

perdarahan sekunder dibanding dengan antibiotika.

Perawatan Operasi

Perawatan cara ini akan dikerjakan bilamana ditemukan glaukoma sekunder, tanda

imbibisi kornea atau hemosiderosis cornea. Dan tidak ada pengurangan dari tingginya hifema

dengan perawatan non-operasi selama 3 - 5 hari. Untuk mencegah atrofi papil saraf optik

dilakukan pembedahan bila tekanan bola mata maksimal > 50 mmHg selama 5 hari atau tekanan

bola mata maksimal > 35 mmHg selama 7 hari. Untuk mencegah imbibisi kornea dilakukan

pembedahan bila tekanan bola mata rata-rata > 25 mmHg selama 6 hari atau bila ditemukan

tanda-tanda imbibisi kornea.

Tindakan operatif dilakukan untuk mencegah terjadinya sinekia anterior perifer bila

hifema total bertahan selama 5 hari atau hifema difus bertahan selama 9 hari. Intervensi bedah

biasanya diindikasikan pada atau setelah 4 hari. Dari keseluruhan indikasinya adalah sebagai

berikut :

1. Empat hari setelah onset hifema total

2. Microscopic corneal bloodstaining (setiap waktu)

3. Total dengan dengan Tekanan Intra Okular 50 mmHg atau lebih selama 4 hari (untuk

mencegah atrofi optic)

4. Hifema total atau hifema yang mengisi lebih dari ¾ COA selama 6 hari dengan tekanan 25

mmHg (untuk mencegah corneal bloodstaining)

5. Hifema mengisi lebih dari ½ COA yang menetap lebih dari 8-9 hari (untuk mencegah

peripheral anterior synechiae)

6. Pada pasien dengan sickle cell disease dengan hifema berapapun ukurannya dengan

tekanan Intra ocular lebih dari 35 mmHg lebih dari 24 jam. Jika Tekanan Inta Ocular

menetap tinggi 50 mmHg atau lebih selama 4 hari, pembedahan tidak boleh ditunda. Suatu

studi mencatat atrofi optic pada 50 persen pasien dengan total hifema ketika pembedahan

terlambat. Corneal bloodstaining terjadi pada 43% pasien. Pasien dengan sickle cell

hemoglobinopathi diperlukan operasi jika tekanan intra ocular tidak terkontrol dalam 24

jam.

Tindakan operasi yang dikerjakan adalah :

1. Parasentesis

Parasentesis merupakan tindakan pembedahan dengan mengeluarkan cairan/darah dari

bilik depan bola mata dengan teknik sebagai berikut : dibuat insisi kornea 2 mm dari

limbus ke arah kornea yang sejajar dengan permukaan iris. Biasanya bila dilakukan

penekanan pada bibir luka maka koagulum dari bilik mata depan akan keluar. Bila darah

tidak keluar seluruhnya maka bilik mata depan dibilas dengan garam fisiologis. Biasanya

luka insisi kornea pada parasentesis tidak perlu dijahit. Parasentese dilakukan bila TIO

tidak turun dengan diamox atau jika darah masih tetap terdapat dalam COA pada hari ke

5-9.

2. Melakukan irigasi di bilik depan bola mata dengan larutan fisiologik.

3. Dengan cara seperti melakukan ekstraksi katarak dengan membuka korneoscleranya

sebesar 1200

KOMPLIKASI 2,6

1. Perdarahan sekunder

Komplikasi ini sering terjadi pada hari ke 3 sampai ke 6, sedangkan insidensinya sangat

bervariasi, antara 10 - 40%. Perdarahan sekunder ini timbul karena iritasi pada iris akibat

traumanya, atau merupakan lanjutan dari perdarahan primernya. Perdarahan sekunder biasanya

lebih hebat daripada yang primer. Terjadi pada 1/3 pasien, biasanya antara 2-5 hari setelah

trauma inisial dan selalu bervariasi sebelum 7 hari post-trauma.

2. Glaukoma sekunder

Timbulnya glaukoma sekunder pada hifema traumatik disebabkan oleh tersumbatnya

trabecular meshwork oleh butir-butir/gumpalan darah. Adanya darah dalam COA dapat

menghambat aliran cairan bilik mata oleh karena unsur-unsur darah menutupi sudut COA dan

trabekula sehingga terjadinya glaukoma. Glaukoma sekunder dapat pula terjadi akibat kontusi

badan siliar berakibat suatu reses sudut bilik mata sehingga terjadi gangguan pengaliran cairan

mata.

3. Hemosiderosis kornea

Pada penyembuhan darah pada hifema dikeluarkan dari COA dalam bentuk sel darah

merah melalui sudut COA menuju kanal Schlemm sedangkan sisanya akan diabsorbsi melalui

permukaan iris. Penyerapan pada iris dipercepat dengan adanya enzim fibrinolitik di daerah ini

Sebagian hifema dikeluarkan setelah terurai dalam bentuk hemosiderin. Bila terdapat

penumpukan dari hemosiderin ini, dapat masuk ke dalam lapisan kornea, menyebabkan kornea

menjadi bewarna kuning dan disebut hemosiderosis atau imbibisio kornea, yang hanya dapat

ditolong dengan keratoplasti. Imbibisio kornea dapat dipercepat terjadinya oleh hifema yang

penuh disertai glaukoma. Hemosiderosis ini akan timbul bila ada perdarahan/ perdarahan

sekunder disertai kenaikan tekanan intraokuler. Gangguan visus karena hemosiderosis tidak

selalu permanen, tetapi kadang-kadang dapat kembali jernih dalam waktu yang lama (2 tahun).

Insidensinya ± 10%. Zat besi di dalam bola mata dapat menimbulkan siderosis bulbi yang bila

didiamkan akan dapat menimbulkan ftisis bulbi dan kebutaan.

4. Sinekia Posterior

Sinekia posterior bisa timbul pada pasien traumatik hifema. Komplikasi ini akibat dari

iritis atau iridocyclitis. Komplikasi ini jarang pada pasien yang mendapat terapi medikamentosa

dan lebih sering terjadi pada pada pasien dengan evakuasi bedah pada hifema. Peripheral anterior

synechiae anterior synechiae terjadi pada pasien dengan hifema pada COA dalam waktu yang

lama, biasanya 9 hari atau lebih. Patogenesis dari sinekia anterior perifer berhubungan dengan

iritis yang lama akibat trauma atau dari darah pada COA. Bekuan darah pada sudut COA

kemudian bisa menyebabkan trabecular meshwork fibrosis yang menyebabkan sudut bilik mata

tertutup.

5. Atrofi optik

Atrofi optik disebabkan oleh peningkatan tekanan intra okular.

6. Uveitis

Penyulit yang harus diperhatikan adalah glaukoma, imbibisio kornea, uveitis. Selain dari

iris, darah pada hifema juga datang dari badan siliar yang mungkin juga masuk ke dalam badan

kaca (corpus vitreum) sehingga pada funduskopi gambaran fundus tak tampak dan ketajaman

penglihatan menurunnya lebih banyak. Hifema dapat sedikit, dapat pula banyak. Bila sedikit

ketajaman penglihatan mungkin masih baik dan tekanan intraokular masih normal. Perdarahan

yang mengisi setengah COA dapat menyebabkan gangguan visus dan kenaikan tekanan intra

okular sehingga mata terasa sakit oleh karena glaukoma. Jika hifemanya mengisi seluruh COA,

rasa sakit bertambah karena tekanan intra okular lebih meninggi dan penglihatan lebih menurun

lagi.

PROGNOSIS

Prognosis tergantung pada banyaknya darah yang tertimbun pada kamera okuli anterior.

Biasanya hifema dengan darah yang sedikit dan  tanpa disertai glaukoma, prognosisnya baik

(bonam) karena darah akan diserap kembali dan hilang sempurna dalam beberapa hari.

Sedangkan hifema yang telah mengalami glaukoma, prognosisnya bergantung pada seberapa

besar glaukoma tersebut menimbulkan defek pada ketajaman penglihatan. Bila tajam penglihatan

telah mencapai 1/60 atau lebih rendah maka prognosis penderita adalah buruk (malam) karena

dapat menyebabkan kebutaan. 2,6

DAFTAR PUSTAKA

1. Ilyas, Sidarta. 2002 Trauma Tumpul Mata : Ilmu Penyakit Mata. Jakarta : Sagung Seto, Hal :

263-266.

2. Ilyas, Sidarta. 2005. Hifema dalam Kedaruratan dalam Ilmu penyakit Mata. Cetakan Ke-3.

Jakarta : FKUI.

3. Ilyas, Sidarta. 2011. Hifema : Ilmu Penyakit Mata. Edisi keempat. Jakarta : FKUI

4. Ilyas, Sidarta ; Salamun MT, Azhar Z . 2003. Hifema dalam Sari Ilmu Penyakit Mata.

Cetakan ke-3, Jakarta : FKUI.

5. Nurwasis, dkk. 2006. Pedoman Diagnosis dan Terapi SMF Ilmu Penyakit Mata: Hifema

pada Rudapaksa Tumpul. Surabaya : FK Unair. Hal 137-139.

6. Sheppard J, Crouch E. Hyphema. 2008. Available at

http://emedicine.medscape.com/ophthalmology#anterior

7. Vaughan & Asbury. 2009. Oftalmologi Umum. Edisi tujuh belas. Jakarta: EGC. Hal : 377-

378

8. Vaughn, Daniel G, MD. 2000. Hifema dalam: Oftalmologi Umum, edisi 14. Jakarta : Widya

Medika. Hal. 384-385.

9. Yanoff M, Duker JS. 2004. Ophtalmology. 2nd ed, p. 416-419. St Louis, MO: Mosby