Anastesi Spinal

9
Anastesi spinal Anestesia spinal (intratekal, intradural, subdural, subarakhnoid) ialah anestesi regional dengan tindakan penyuntikan obat anestesi lokal ke dalam ruang subarakhnoid. Larutan anestesi lokal yang disuntikan pada ruang subarachnoid akan memblok konduksi impuls sepanjang serabut syaraf secara reversible. Terdapat tiga bagian syaraf yaitu motor, sensori dan autonom. Motor menyampaikan pesan ke otot untuk berkontraksi dan ketika di blok, otot akan mengalami paralisis. Syaraf sensori akan menghantarkan sensasi seperti rabaan dan nyeri ke sumsum tulang dan ke otak, sedangkan syaraf otonom akan mengontrol tekanan darah, nadi, kontraksi usus dan fungsi lainnya yang diluar kesadaran. Pada umumnya, serabut otonom dan nyeri adalah yang pertama kali diblok dan serabut motor yang terakhir. Hal ini akan menimbulkan timbal balik yang penting. Contohnya, vasodilatasi dan penurunan tekanan darah yang mendadak mungkin akan terjadi ketika serabut otonom diblok dan pasien merasakan sentuhan dan masih merasakan sakit ketika tindakan pembedahan dimulai. Anestesi spinal merupakan pilihan anestesi pada daerah dibawah umbilikus,misalnya repair hernia, ginekologi, operasi urogenital dan operasi di daerah perineum dan genitalia. · Indikasi anestesi spinal adalah: o Bedah ekstremitas bawah. o Bedah panggul o Tindakan sekitar rectum-perineum o Bedah obstetric-ginekologi o Bedah urologi o Bedah abdomen bawah Pada bedah abdomen atas dan bedah pediatric biasanya dikombinasi dengan anesthesia umum ringan. o Pasien lanjut usia dan pasien dengan penyakit sistemik seperti penyakit pernafasan, hepar, renal dan gangguan endokrin (diabetes mellitus). · Kontra indikasi anesthesia spinal ada dua macam yakni relative dan absolute. Kontra indikasi absolute

description

an spin

Transcript of Anastesi Spinal

Page 1: Anastesi Spinal

Anastesi spinal

Anestesia spinal (intratekal, intradural, subdural, subarakhnoid) ialah anestesi regional dengan tindakan penyuntikan obat anestesi lokal ke dalam ruang subarakhnoid. Larutan anestesi lokal yang disuntikan pada ruang subarachnoid akan memblok konduksi impuls sepanjang serabut syaraf secara reversible. Terdapat tiga bagian syaraf yaitu motor, sensori dan autonom. Motor menyampaikan pesan ke otot untuk berkontraksi dan ketika di blok, otot akan mengalami paralisis. Syaraf sensori akan menghantarkan sensasi seperti rabaan dan nyeri ke sumsum tulang dan ke otak, sedangkan syaraf otonom akan mengontrol tekanan darah, nadi, kontraksi usus dan fungsi lainnya yang diluar kesadaran. Pada umumnya, serabut otonom dan nyeri adalah yang pertama kali diblok dan serabut motor yang terakhir. Hal ini akan menimbulkan timbal balik yang penting. Contohnya, vasodilatasi dan penurunan tekanan darah yang mendadak mungkin akan terjadi ketika serabut otonom diblok dan pasien merasakan sentuhan dan masih merasakan sakit ketika tindakan pembedahan dimulai. Anestesi spinal merupakan pilihan anestesi pada daerah dibawah umbilikus,misalnya repair hernia, ginekologi, operasi urogenital dan operasi di daerah perineum dan genitalia.

· Indikasi anestesi spinal adalah:

o Bedah ekstremitas bawah.

o Bedah panggul

o Tindakan sekitar rectum-perineum

o Bedah obstetric-ginekologi

o Bedah urologi

o Bedah abdomen bawah Pada bedah abdomen atas dan bedah pediatric biasanya dikombinasi dengan anesthesia umum ringan.

o Pasien lanjut usia dan pasien dengan penyakit sistemik seperti penyakit pernafasan, hepar, renal dan gangguan endokrin (diabetes mellitus).

· Kontra indikasi anesthesia spinal ada dua macam yakni relative dan absolute.

Kontra indikasi absolute

Kontra indikasi relative

Pasien menolak

Infeksi pada tempat suntikan

Hipovolemia berat, syok

Koagulopati atau mendapat terapiantikoagulan

Tekanan intracranial meninggi

Page 2: Anastesi Spinal

Fasilitas resusitasi minim

Kurang pengalaman atau / tanpa didampingi konsultan anesthesia

1. Infeksi sistemik (sepsis, bakteremi)

2. Infeksi sekitar tempat suntikan

3. Kelainan neurologis

4. Kelainan psikis

5. Bedah lama

6. Penyakit jantung

7. Hipovolemia ringan

8. Nyeri punggung kronis

Kelebihan pemakaian anestesi spinal diantaranya adalah biaya minimal, tidak ada efek pada pernafasan, jalan nafas pasien terjaga, dapat dilakukan pada pasien diabetes mellitus, perdarahan minimal, aliran darah splancnic meningkat, terdapat tonusvisceral, jarang terjadi gangguan koagulasi. Sedangkan kekurangan pemakaian anestesi spinal akan menimbulkan hipotensi, hanya dapat digunakan pada operasi dengan durasi tidak lebih dari dua jam, bila tidak aseptik akan menimbulkan infeksi dalam ruang subarachnoid dan meningitis, serta kemungkinan terjadi postural headache.

Teknik Anestesia Spinal :

· Posisi pasien duduk atau dekubitus lateral. Posisi duduk merupakan posisi termudah. Biasanya dikerjakan di atas meja operasi tanpa di pindah lagi,karena perubahan posisi berlebihan dalam waktu 30 menit pertama akan menyebabkan penyebaran obat. Jika posisinya duduk, pasien disuruh memeluk bantal, agar posisi tulang belakang stabil, dan pasien membungkuk agar prosesus spinosus mudah teraba. Jika posisinya dekubitus lateral, maka beri bantal kepala, agar pasien merasa enak dan menstabilkan tulang belakang.

· Tentukan tempat tusukan. Perpotongan antara garis yang menghubungkan kedua krista iliaka dengan tulang punggung ialah L4 atau L4-5. Untuk operasi hernia ini, dilakukan tusukan pada L3-4. Tusukan pada L1-2 atau dia atasnya berisiko trauma terhadap medulla spinalis.

· Sterilkan tempat tusukan dengan betadin atau alcohol.

· Beri anestetik lokal pada tempat tusukan. Pada kasus ini diberikan obat anestesi lokal bupivakain.

· Lakukan penyuntikan jarum spinal di tempat penusukan pada bidang medial dengan sudut 10-30 derajad terhadap bidang horizontal ke arah cranial. Jarum lumbal akan menembus kulit-subkutis-lig.supraspinosum-lig.interspinosum-lig.flavum-ruang epidural-duramater-ruang sub arakhnoid. Kira-kira jarak kulit-lig.flavum dewasa ± 6cm.

Page 3: Anastesi Spinal

· Cabut stilet maka cairan serebrospinal akan menetes keluar.

· Pasang spuit yang berisi obat, masukkan pelan-pelan (0,5 ml/detik) diselingi aspirasi sedikit, untuk memastikan posisi jarum tetap baik.

Obat-Obatan Yang Dipakai

v Atropin sulfat

o Farmakodinamika

Atropin merupakan antimuskarinik. Atropin memblok asetilkolin endogen maupun eksogen, tetapi hambatannya jauh lebih besar pada eksogen. Kepekaan reseptor muskarinik terhadap anti muskarinik berbeda antar organ. Pada dosis kecil (sekita 0,25 mg) dapat menekan sekresi air liur, mucus bronkus dan keringat. Pada dosis yang lebih besar (0,5 – 1 mg) baru terlihat dilatasi pupil, gangguan akomodasi dan penghambatan N.Vagus sehingga terjadi takikardi. Pada dosis sekitar 0,3 mg dapat merangsang N.vagus sehingga frekunesi denyut jantung berkurang. Perangsangan respirasi sebagai akibat dari dilatasi bronkus. Pada dosis yang besar atropin malah dapat menyebabkan depresi nafas,delirium dll. Pada saluran nafas dapat bekerja sebagai pengurang secret hidung, mulut, faring dan bronkus. Sehingga penggunaan pada premedikasi anestesi mengurangi resiko aspirasi.

o Indikasi

§ Antidotum keracunan antikolinesterase dan keracunan kolinergik yang ditandai dengan gejala muskarinik

§ Medikasi praanestesi

§ Menghambat motilitas usus dan lambung

o Efek samping

§ Mulut kering

§ Gangguan miksi

§ Meteorisme

§ Sindrom demensia pada orang tua

§ Alergi atropine namun jarang ditemukan

§ Muka memerah

v Bunascan Spinal 0,5% Heavy

Bunascan Spinal 0,5% Heavy merupakan nama dagang, isinya adalah bupivacaine HCL 5mg/ml dan dextrose 80mg/ml. Pada pasien ini, diberikan Bunascan Spinal 0,5% Heavy 10mg.

Page 4: Anastesi Spinal

o Farmakodinamik :

Anestesi lokal adalah obat yang digunakan untuk mencegah rasa nyeri dengan memblok konduksi sepanjang serabut saraf secara reversible. Obat menembus saraf dalam bentuk tidak terionisasi (lipofilik), tetapi saat di dalam akson terbentuk beberapa molekul terionisasi, dan molekul-molekul ini memblok kanal Na+, serta mencegah pembentukan potensial aksi. Anestesi lokal dapat menekan jaringan lain yang dapat dieksitasi (miokard) bila konsentrasi dalam darah cukup tinggi, namun efek sistemik utamanya mencakup system saraf pusat. Pada konsentrasi darah yang dicapai dengan dosis terapi, terjadi perubahan konduksi jantung, eksitabilitas, refrakteritas, kontraktilitas dan resistensi vaskuler perifer yang minimal. Kontraktilitas miokardium ditekan dan terjadi vasodilatasi perifer, mengakibatkan penurunan curah jantung dan tekanan darah arteri. Absorpsi sistemik anestetik lokal juga dapat mengakibatkan perangsangan dan atau penekanan sistem saraf pusat. Rangsangan pusat biasanya berupa gelisah, tremor dan menggigil, kejang, diikuti depresi dan koma, akhirnya terjadi henti napas. Fase depresi dapat terjadi tanpa fase eksitasi sebelumnya.

o Farmakokinetik :

Kecepatan absorpsi anestetik lokal tergantung dari dosis total dan konsentrasi obat yang diberikan, cara pemberian, dan vaskularisasi tempat pemberian, serta ada tidaknya epinefrin dalam larutan anestetik. Bupivacaine mempunyai awitan lambat (sampai dengan 30 menit) tetapi mempunyai durasi kerja yang sangat panjang,sampai dengan 8 jam bila digunakan untuk blok syaraf. Lama kerja bupivacaine lebih panjang secara nyata daripada anestetik lokal yang biasa digunakan. Juga terdapat periode analgesia yang tetap setelah kembalinya sensasi.

o Efek samping :

Penyebab utama efek samping kelompok obat ini mungkin berhubungan dengan kadar plasma yang tinggi, yang dapat disebabkan oleh overdosis, injeksi intravaskuler yang tidak disengaja atau degradasi metabolik yang lambat.

Sistemik : Biasanya berkaitan dengan sistem saraf pusat dan kardiovaskular seperti hipoventilasi atau apneu, hipotensi dan henti jantung.

SSP : Gelisah, ansietas, pusing, tinitus, dapat terjadi penglihatan kabur atau tremor, kemungkinan mengarah pada kejang. Hal ini dapat dengan cepat diikuti rasa mengantuk sampai tidak sadar dan henti napas. Efek SSP lain yang mungkin timbul adalah mual, muntah, kedinginan, dan konstriksi pupil.

Kardiovaskuler : Depresi miokardium, penurunan curah jantung, hambatan jantung, hipotensi, bradikardia, aritmia ventrikuler, meliputi takikardia ventrikuler dan fibrilasi ventrikuler, serta henti jantung.

Alergi : Urtikaria, pruritus, eritema, edema angioneuretik (meliputi edema laring), bersin, episode asma, dan kemungkinan gejala anafilaktoid (meliputi hipotensiberat).

Neurologik : Paralisis tungkai, hilangnya kesadaran, paralisis pernapasan dan bradikardia (spinal tinggi), hipotensi sekunder dari blok spinal, retensi urin,inkontinensia fekal dan urin, hilangnya sensasi perineal dan fungsi seksual;anestesia persisten, parestesia, kelemahan, paralisis

Page 5: Anastesi Spinal

ekstremitas bawah dan hilangnya kontrol sfingter, sakit kepala, sakit punggung, meningitis septik, meningismus, lambatnya persalinan, meningkatnya kejadian persalinan dengan forcep, atau kelumpuhan saraf kranial karena traksi saraf pada kehilangan cairanserebrospinal.

v Ketopain 30 mg sebagai analgesik

o Farmakodinamik

Ketorolac tromethamine merupakan suatu analgesik non-narkotik. Obat ini merupakan obat anti-inflamasi nonsteroid yang menunjukkan aktivitas antipiretik yang lemah dan anti-inflamasi. Ketorolac tromethamine menghambat sintesis prostaglandin dan dapat dianggap sebagai analgesik yang bekerja perifer karena tidak mempunyai efek terhadap reseptor opiat.

o Farmakokinetik

Ketorolac tromethamine diserap dengan cepat dan lengkap setelah pemberian intramuskular dengan konsentrasi puncak rata-rata dalam plasma sebesar 2,2 mcg/ml setelah 50 menit pemberian dosis tunggal 30 mg. Waktu paruh terminal plasma 5,3 jam pada dewasa muda dan 7 jam pada orang lanjut usia (usia rata-rata 72 tahun). Lebih dari 99% Ketorolac terikat pada konsentrasi yang beragam. Farmakokinetik Ketorolac pada manusia setelah pemberian secara intramuskular dosis tunggal atau multipel adalah linear. Kadar steady state plasma dicapai setelah diberikan dosis tiap 6 jam dalam sehari. Pada dosis jangka panjang tidak dijumpai perubahan bersihan. Setelah pemberian dosis tunggal intravena, volume distribusinya rata-rata 0,25 L/kg. Ketorolac dan metabolitnya (konjugat dan metabolit para-hidroksi) ditemukan dalam urin (rata-rata 91,4%) dan sisanya (rata-rata 6,1%) diekskresi dalam feses. Pemberian Ketorolac secara parenteral tidak mengubah hemodinamik pasien.

o Indikasi

Ketorolac diindikasikan untuk penatalaksanaan jangka pendek terhadap nyeri akut sedang sampai berat setelah prosedur bedah. Durasi total Ketorolac tidak boleh lebih dari lima hari. Ketorolac secara parenteral dianjurkan diberikan segera setelah operasi. Harus diganti ke analgesik alternatif sesegera mungkin, asalkan terapi Ketorolac tidak melebihi 5 hari. Ketorolac tidak dianjurkan untuk digunakan sebagai obat prabedah obstetri atau untuk analgesia obstetri karena belum diadakan penelitian yang adekuat mengenai hal ini dan karena diketahui mempunyai efek menghambat biosintesis prostaglandin atau kontraksi rahim dan sirkulasi fetus.

o Kontra indikasi

§ Pasien yang sebelumnya pernah mengalami alergi dengan obat ini, karena ada kemungkinan sensitivitas silang.

§ Pasien yang menunjukkan manifestasi alergi serius akibat pemberian Asetosal atau obat anti-inflamasi nonsteroid lain.

§ Pasien yang menderita ulkus peptikum aktif.

Page 6: Anastesi Spinal

§ Penyakit serebrovaskular yang dicurigai maupun yang sudah pasti.

§ Diatesis hemoragik termasuk gangguan koagulasi.

§ Sindrom polip nasal lengkap atau parsial, angioedema atau bronkospasme.

§ Terapi bersamaan dengan ASA dan NSAID lain.

§ Hipovolemia akibat dehidrasi atau sebab lain.

§ Gangguan ginjal derajat sedang sampai berat (kreatinin serum >160 mmol/L).

§ Riwayat asma.

§ Pasien pasca operasi dengan risiko tinggi terjadi perdarahan atau hemostasis inkomplit, pasien dengan antikoagulan termasuk Heparin dosis rendah (2.500–5.000 unit setiap 12 jam).

§ Terapi bersamaan dengan Ospentyfilline, Probenecid atau garam lithium.

§ Selama kehamilan, persalinan, melahirkan atau laktasi.

§ Anak < 16 tahun.

§ Pasien yang mempunyai riwayat sindrom Steven-Johnson atau ruam vesikulobulosa.

§ Pemberian neuraksial (epidural atau intratekal).

§ Pemberian profilaksis sebelum bedah mayor atau intra-operatif jika hemostasis benar-benar dibutuhkan karena tingginya risiko perdarahan.

o Dosis

Ketorolac ampul ditujukan untuk pemberian injeksi intramuskular atau bolus intravena. Dosis untuk bolus intravena harus diberikan selama minimal 15 detik. Ketorolac ampul tidak boleh diberikan secara epidural atau spinal. Mulai timbulnya efek analgesia setelah pemberian IV maupun IM serupa, kira-kira 30 menit, dengan maksimum analgesia tercapai dalam 1 hingga 2 jam. Durasi median analgesia umumnya 4 sampai 6 jam. Dosis sebaiknya disesuaikan dengan keparahan nyeri dan respon pasien. Lamanya terapi : Pemberian dosis harian multipel yang terus-menerus secara intramuskular dan intravena tidak boleh lebih dari 2 hari karena efek samping dapat meningkat pada penggunaan jangka panjang.

Dewasa

Ampul : Dosis awal Ketorolac yang dianjurkan adalah 10 mg diikuti dengan 10–30 mg tiap 4 sampai 6 jam bila diperlukan. Harus diberikan dosis efektif terendah. Dosis harian total tidak boleh lebih dari 90 mg untuk orang dewasa dan 60 mg untuk orang lanjut usia, pasien gangguan ginjal dan pasien yang berat badannya kurang dari 50 kg. Lamanya terapi tidak boleh lebih dari 2 hari. Pada seluruh populasi, gunakan dosis efektif terendah dan sesingkat mungkin. Untuk pasien yang diberi Ketorolac ampul, dosis harian total kombinasi tidak boleh lebih dari 90 mg (60 mg untuk pasien lanjut usia, gangguan ginjal dan pasien yang berat badannya kurang dari 50 kg).

Page 7: Anastesi Spinal

o Efek Samping :.

Efek samping di bawah ini terjadi pada uji klinis dengan Ketorolac IM 20 dosis dalam 5 hari. Insiden antara 1 hingga 9% : Saluran cerna : diare, dispepsia, nyeri gastrointestinal, nausea. Susunan Saraf Pusat : sakit kepala, pusing, mengantuk, berkeringat.

v Ondansetron

o Farmakologi

Ondansetron adalah suatu antagonis 5-HT3 yang sangat selektif yang dapat menekan mual dan muntah karena sitostatika misalnya cisplatin dan radiasi. Mekanisme kerjannya diduga langsung mengantagonisasi reseptor 5-HT yang terdapat pada chemoreseptor trigger zone didaerah postrema otak dan mungkin juga pada aferen vagal saluran cerna. Ondansetron mempercepat pengosongan lambung, bila kecepatan basal rendah. Tetapi waktu transit saluran cerna memanjang sehingga dapat menyebabkan terjadinya konstipasi. Ondansetron dometabolisme di hati.

o Indikasi

Ondansetron digunakan untuk mencegah mual dan muntah yang berhubungan dengan operasi dan pengobatan kanker dengan radiografi dan sitostatika. Dosis yang digunakan 0,1-0,2 mg/Kg IV.

o Efek samping

Keluhan biasanya dapat ditoleransi dengan baik. Keluhan yang umum ditemukan adalah konstipasi. Gejala lain dapat berupa sakit kepala, mengantuk, gangguan saluran cerna.

o Kontraindikasi

Hipersensitivitas merupakan kontraindikasi penggunaan ondansetron. Obat ini sebaiknya tidak digunakan pada ibu hamil dan menyusui karena kemungkinan disekresikan ke dalam ASI. Pasien dengan penyakit hatimudah mengalami intoksikasi.