ANALISIS.docx

7
ANALISIS Analisis morfin secara kimia telah banyak dilakukan (reaksi warna, kromatografi, dll). Deteksi morfin dalam spesimen biologi cukup sulit karena kadar yang rendah dan interferensi matriks yang cukup signifikan. 1. Analisis toksikologi forensik Secara umum tugas analisis toksikolog forensik dalam melakukan analisis dapat dikelompokkan ke dalam tiga tahap yaitu: 1) penyiapan sampel “sample preparation”, 2) analisis meliputi uji penapisan “screening test” atau dikenal juga dengan “general unknown test” dan uji konfirmasi yang meliputi uji identifikasi dan kuantifikasi, 3) langkah terakhir adalah interpretasi temuan analisis dan penulisan laporan analisis. Sampel dari toksikologi forensik pada umumnya adalah spesimen biologi seperti: cairan biologis (darah, urin, air ludah), jaringan biologis atau organ tubuh. Preparasi sampel adalah salah satu faktor penentu keberhasilan analisis toksikologi forensik disamping kehandalan penguasaan metode analisis instrumentasi. Uji penapisan ini untuk menapis dan mengenali golongan senyawa (analit) dalam sampel. Disini analit digolongkan berdasarkan baik sifat fisikokimia, sifat kimia maupun efek farmakologi yang ditimbulkan. Obat narkotika dan psikotropika secara umum dalam uji penapisan dikelompokkan menjadi golongan opiat, kokain, kannabinoid, turunan amfetamin, turunan benzodiazepin, golongan senyawa anti dipresan tri-siklik,

Transcript of ANALISIS.docx

Page 1: ANALISIS.docx

ANALISIS

Analisis morfin secara kimia telah banyak dilakukan (reaksi warna, kromatografi, dll).

Deteksi morfin dalam spesimen biologi cukup sulit karena kadar yang rendah dan interferensi

matriks yang cukup signifikan.

1. Analisis toksikologi forensik

Secara umum tugas analisis toksikolog forensik dalam melakukan analisis dapat

dikelompokkan ke dalam tiga tahap yaitu: 1) penyiapan sampel “sample preparation”, 2)

analisis meliputi uji penapisan “screening test” atau dikenal juga dengan “general unknown

test” dan uji konfirmasi yang meliputi uji identifikasi dan kuantifikasi, 3) langkah terakhir

adalah interpretasi temuan analisis dan penulisan laporan analisis.

Sampel dari toksikologi forensik pada umumnya adalah spesimen biologi seperti: cairan

biologis (darah, urin, air ludah), jaringan biologis atau organ tubuh. Preparasi sampel adalah

salah satu faktor penentu keberhasilan analisis toksikologi forensik disamping kehandalan

penguasaan metode analisis instrumentasi.

Uji penapisan ini untuk menapis dan mengenali golongan senyawa (analit) dalam sampel.

Disini analit digolongkan berdasarkan baik sifat fisikokimia, sifat kimia maupun efek

farmakologi yang ditimbulkan. Obat narkotika dan psikotropika secara umum dalam uji

penapisan dikelompokkan menjadi golongan opiat, kokain, kannabinoid, turunan amfetamin,

turunan benzodiazepin, golongan senyawa anti dipresan tri-siklik, turunan asam barbiturat,

dan turunan metadon. Pengelompokan ini berdasarkan struktur inti molekulnya. Sebagai

contoh, disini diambil senyawa golongan opiat, dimana senyawa ini memiliki struktur dasar

morfin, beberapa senyawa yang memiliki struktur dasar morfin seperti, heroin, mono-asetil

morfin, morfin, morfin-3-glukuronida, morfin-6-glukuronida, asetilkodein, kodein, kodein-6-

glukuronida, dihidrokodein serta metabolitnya, serta senyawa turunan opiat lainnya yang

mempunyai inti morfin. Uji penapisan seharusnya dapat mengidentifikasi golongan analit

dengan derajat reabilitas dan sensitifitas yang tinggi, relatif murah dan pelaksanaannya relatif

cepat. Terdapat teknik uji penapisan yaitu: a) kromatografi lapis tipis (KLT) yang

dikombinasikan dengan reaksi warna, b) teknik immunoassay.

a. kromatografi lapis tipis (KLT)

Page 2: ANALISIS.docx

KLT adalah metode analitik yang relatif murah dan mudah pengerjaannya, namun

KLT kurang sensitif jika dibandungkan dengan teknik immunoassay. Untuk meningkatkan

sensitifitas KLT sangat disarankan dalam analisis toksikologi forensik, uji penapisan dengan

KLT dilakukan paling sedikit lebih dari satu sistem pengembang dengan penampak noda

yang berbeda. Dengan menggunakan spektrofotodensitometri analit yang telah terpisah

dengan KLT dapat dideteksi spektrumnya (UV atau fluoresensi). Kombinasi ini tentunya

akan meningkatkan derajat sensitifitas dan spesifisitas dari uji penapisan dengan metode

KLT. Secara simultan kombinasi ini dapat digunakan untuk uji pemastian.

b. Immunoassay

Teknik immunoassay adalah teknik yang sangat umum digunakan dalam analisis obat

terlarang dalam materi biologi. Teknik ini menggunakan “anti-drug antibody” untuk

mengidentifikasi obat dan metabolitnya di dalam sampel (materi biologik). Jika di dalam

matrik terdapat obat dan metabolitnya (antigen-target) maka dia akan berikatan dengan “anti-

drug antibody”, namun jika tidak ada antigen-target maka “anti-drug antibody” akan

berikatan dengan “antigen-penanda”. Terdapat berbagai metode / teknik untuk mendeteksi

ikatan antigen-antibodi ini, seperti “enzyme linked immunoassay” (ELISA), enzyme

multiplied immunoassay technique (EMIT), fluorescence polarization immunoassay (FPIA),

cloned enzyme-donor immunoassay (CEDIA), dan radio immunoassay (RIA).

Hasil dari immunoassay test ini dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan, bukan untuk

menarik kesimpulan, karena kemungkinan antibodi yang digunakan dapat bereaksi dengan

berbagai senyawa yang memiliki baik bentuk struktur molekul maupun bangun yang hampir

sama. Reaksi silang ini tentunya memberikan hasil positif palsu. Obat batuk yang

mengandung pseudoefedrin akan memberi reaksi positif palsu terhadap test immunoassay

dari anti bodi- metamfetamin. Oleh sebab itu hasil reaksi immunoassay (screening test) harus

dilakukan uji pemastian (confirmatori test).

Metode analisis berbasis imunokimia dapat menjadi solusi yang baik untuk deteksi

morfin dalam cairan biologis. Namun, hal ini memiliki kendala. Senyawa morfin merupakan

senyawa kimia ber BM rendah : 375,9 sehingga tidak dapat berperan sebagai antigen

sehingga diperlukan peran hapten.

Uji pemastian “confirmatory test” Uji ini bertujuan untuk memastikan identitas analit dan

menetapkan kadarnya. Konfirmatori test paling sedikit sesensitif dengan uji penapisan,

namun harus lebih spesifik. Umumnya uji pemastian menggunakan teknik kromatografi yang

Page 3: ANALISIS.docx

dikombinasi dengan teknik detektor lainnya, seperti: kromatografi gas - spektrofotometri

massa (GC-MS), kromatografi cair kenerja tinggi (HPLC) dengan diode-array detektor,

kromatografi cair - spektrofotometri massa (LC-MS), KLT-Spektrofotodensitometri, dan

teknik lainnya. Meningkatnya derajat spesifisitas pada uji ini akan sangat memungkinkan

mengenali identitas analit, sehingga dapat menentukan secara spesifik toksikan yang ada.

2. Spektrofotodensitometri

Telah dilakukan penentuan kuantitatif morfin dalam urin secara spektrofotodensitometri.

Larutan baku morfin 5 µg/mL dalam metanol ditotolkan dengan linomat berkisar dari 4–24

µL pada pelat Kromatografi Lapis Tipis (KLT) Spektrofoto-densitometri. Larutan tersebut

ditotolkan secara seri sehingga diperoleh jumlah morfin sebanyak 20, 40, 60, 80, 100, 120,

dan 140 ng. Berdasarkan perhitungan dan validasi metode analisis, secara statistik diperoleh

persamaan garis y = -69,21+ 8,06 x dengan korelasi linear (r) = 0,992. Batas deteksi dan

batas kuantisasi masing-masing sebesar 18,02 ng dan 60,06 ng yang dapat diukur pada

panjang gelombang maksimum 287 nm dengan perolehan kembali sebesar 90,91 persen

(Suaniti & Suryadhi, 2007).

3. Test Warna

Ferric Warna Klorida-biru; Liebermann Test-hitam; Mandelin Test-biru-abu-abu;

Marquis Test-violet (Moffat et al., 2005).

4. Spektrum UV

Spektrum UV morfin dalam larutan asam 285 (A11=52a); larutan basa 298 nm (A1

1=92a)

(Moffat et al., 2005)

Cara Mengidentifikasi :

1. Penambahan Pereaksi Frohde (larutan 0,5% NH4 molibdat dalam air + H2SO4 pekat) : Berwarna Ungu yang kemudian lama-lama menjadi Hijau

2. Penambahan K3 [Fe (CN)6] + FeCl3 : Berwarna Biru Berlin

3. Penambahan Pereaksi Pellagri (+HCl pekat kemudian dipanaskan, larutkan dalam NaHSO3 + Air Iod, kocok) : Berwarna Hijau Jambrud

4. Penambahan Pereaksi Kieffers : Berwarna Biru Hijau

5. Penambahan FeCl3 + H2SO4: Berwarna Biru Ungu

Page 4: ANALISIS.docx

DXM adalah analog sintetik morfin, mirip dengan levorphanol

Berdasarkan hasil penelitian jurnal yang berjudul PENENTUAN KUANTITATIF

MORFIN DALAM URIN SECARA SPEKTROFOTODENSITOMETRI oleh N. M. Suaniti

dan M. A. Hitapretiwi Suryadhi

Obat selalu diusahakan untuk memperoleh metode-metode yang sensitif, tepat, teliti,

cepat, dan murah. Beberapa contoh metode analisis obat obatan antara lain adalah enzyme

multiplied immunoassay (/EMIT), radio immunoassay (RIA), thin layer chromatography

(TLC), gas liquid chromatography (GLC/GC), high performance liquid chromatography

(HPLC), dan gas chromatography-mass spectrometr (/GC-MS) (WHO, 1988).

Masing-masing metode tersebut memiliki kelebihan dan kekurangan. Beberapa

senyawa narkotika tidak berhasil dipisahkan dengan kromatografi cair. Salah satu cara untuk

analisis morfin yaitu dengan kromatografi gas-cair seperti GC dan GC-MS dapat dilakukan

dengan syarat senyawanya harus mudah menguap (volatile) (Moffat, 2002). Ternyata juga

bahwa deteksi senyawa-senyawa tersebut secara spektrofotometri tidak dapat dilakukan pada

satu panjang gelombang yang sama. Untuk itu kromatografi lapis tipis (KLT) sangat

memungkinkan untuk analisis kualitatif sekaligus analisis kuantitatif dengan

spektrofotodensitometer. Di samping itu juga senyawa hasil analisis setelah dengan KLT

maupun spektrofotodensitometer dapat di simpan, diulang untuk analisis selanjutnya dan juga

untuk analisis beberapa sampel sekaligus. Oleh karena itu diperlukan perbandingan campuran

larutan pengembang yang sesuai agar diperoleh pemisahan yang optimum dalam analisis

dengan Kromatografi lapis tipis sebelum dengan spektrofotodensitometri. Maka telah

dilakukan penentuan kuantitatif morfin dalam urin secara spektrofotodensitometri. Larutan

baku morfin 5 _g/mL dalam metanol ditotolkan dengan linomat berkisar dari 4–24 _L pada

pelat Kromatografi Lapis Tipis (KLT) Spektrofoto-densitometri. Larutan tersebut ditotolkan

secara seri sehingga diperoleh jumlah morfin sebanyak 20, 40, 60, 80, 100, 120, dan 140 ng.

Page 5: ANALISIS.docx

Berdasarkan hasil penelitian jurnal tersebut dapat disimpulkan bahwa pelarut

pengembang yang sesuai untuk analisis morfin adalah toluena : aseton : etanol : amonia

dengan perbandingan 45 : 45 : 7 : 3 dan panjang gelombang maksimum adalah 287 nm. (N.

M. Suaniti dan M. A. Hitapretiwi Suryadhi,2007).