ANALISISABILITY TO PAY(ATP) DAN WILLINGNESS TO PAY …digilib.unila.ac.id/55041/3/TESIS TANPA BAB...
Transcript of ANALISISABILITY TO PAY(ATP) DAN WILLINGNESS TO PAY …digilib.unila.ac.id/55041/3/TESIS TANPA BAB...
ANALISISABILITY TO PAY(ATP) DAN WILLINGNESS TO PAY
(WTP)RENCANA KERETA BANDARA RADIN INTEN II LAMPUNG
(TESIS)
Oleh :
DIANA NUR AFNI
1525011007
MAGISTER TEKNIK SIPIL
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2018
ABSTRAK
ANALISIS ABILITY TO PAY (ATP) DAN WILLINGNESS TO PAY (WTP)
RENCANA KERETA BANDARA RADIN INTEN II LAMPUNG
Oleh
DIANA NUR’ AFNI
Untuk pendukung target pemerintah menjadikan Bandara Radin II sebagai bandara
bertaraf internasional, penataan moda transportasi menuju bandara dan sebaliknya
harus serius diperhatikan. Rencana pembangunan kereta bandara dengan rute stasiun
Tanjung Karang – Bandara Radin Inten II dan sebaliknya akan menjadi penting,
mengingat kepadatan lalulintas dan waktu perjalanan menuju bandara sering kali
tidak dapat dipastikan. Pembanguna kereta bandara ini harus menjadi moda pilihan
masyarakat dan menjadi keuntungan bagi pemerintah. Mengingat biaya
pembangunan yang besar bila tidak menjadi pilihan maka akan menjadi kerugian.
Penelitian yang dilakukan dalam studi ini berupa penyebaran kuisiner untuk
mengetahui dan menganalisis mengenai kemampuan membayar atau Ability To Pay
(ATP) dan keinginan membayar atau Willingness To Pay (WTP) responden terhadap
kereta bandara Radin Inten II Lampung , serta Untuk mengetahui skenario penetapan
tarif kereta bandara Radin Inten II Lampung berdasarkan nilai ATP dan WTP .
Berdasarkan hasil perhitungan, dan analisis data, nilai rata-rata kemampuan
membayar atau Ability To Pay (ATP) responden adalah sebesar Rp. 87.000,-. Harga
tiket rata-rata kereta bandara Radin Inten II – Bandar Lampung yang diharapkan oleh
responden atau Willingness to Pay (WTP) responden sebesar Rp. 44.000,-. Skenario
penetapan tarif kereta bandara Radin Inten II – Bandar Lampung akan maksimal pada
tarif berkisar Rp.30.000-Rp.60.000 dengan hasil analisis ATP 90% dan WTP 60%.
Kata kunci : Analisis Ability To Pay (ATP) , Willingness To Pay (WTP).
ABSTRACT
ANALISIS ABILITY TO PAY (ATP) DAN WILLINGNESS TO PAY (WTP)
RENCANA KERETA BANDARA RADIN INTEN II LAMPUNG
By
DIANA NUR’ AFNI
To support the government goal to make Radin Inten II Airport as an international
airport, the arrangement of transportation mode to and from airport need a serious
attention. The planning of making airport train by route Tanjung Karang – Radin
Inten II Airport and vice versa will be very important considering the traffic density
and the tarvel time to airport that is often unpredictable. The project of this airport
train should be a community choice mode and benefit to government. Considering
the big cost of the project if it is not able to be a choice it will be a loss.
The research of this study uses questionnaries to know and analyze the Ability To Pay
(ATP) and Willingness To Pay (WTP) of respondents towards the Radin Inten II
Airport Train and to know the determination scenario of the train ticket rates based
on the value of ATP and WTP.
Based on the calculation result dan data analysis, the average of Ability To Pay
(ATP) of respondents is Rp 87000. The average of train ticket rates which is
expected by respondents is Rp 44000. The determination scenario of the train ticket
rates of Radin Inten II Airport – Bandar Lampung will be maximal at Rp 30000 – Rp
60000 with ATP analysis 90 % and WTP analysis 60%.
Key word : Analysis Ability To Pay (ATP), Willingness To Pay (WTP)
ANALISISABILITY TO PAY(ATP) DAN WILLINGNESS TO PAY
(WTP)RENCANA KERETA BANDARA RADIN INTEN II LAMPUNG
Oleh :
DIANA NUR AFNI
1525011007
TESIS
Sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar
MAGISTER TEKNIK
Jurusan Teknik Sipil
Fakultas Teknik Universitas Lampung
MAGISTER TEKNIK SIPIL
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2018
RIWAYAT HIDUP
Penulis lahir di Bandar Lampung 2 Januari 1991. Penulis adalah
anak ketiga dari pasangan Bapak Partono S.E dan Ibu Dra. Nur
Aini M.E. Penulis memulai jenjang pendidikan dari Taman Kanak-
Kanak Darmawanita Natar pada tahun 1996. Penulis menempuh
pendidikan di SD Negeri 1 Merak Batin Natar, Lampung Selatan
pada tahun 1997-2003. Penulis melanjutkan sekolah di SMP Negeri 1 Natar pada
tahun 2003-2006, SMA Negeri 1 Natar Lampung Selatan pada tahun 2006-2009 dan
Sarjana Teknik Sipil.
Penulis terdaftrar sebagai mahasiswa Fakultas Teknik, Jurusan Teknik Sipil,
Universitas Lampung melalui jalur SPMB pada tahun 2010. Selama menjadi
mahasiswa penulis aktif di organisasi Himpunan Mahasiswa Teknik Sipil Universitas
Lampung (HIMATEKS UNILA) 2010 sebagai Bendahara Umum HIMATEKS.
Pada Tahun 2015, penulis melanjutkan kuliah dan terdaftar sebagai mahasiswa
Magister Teknik, Jurusan Sipil, Universitas Lampung.
“Barang siapa menghendaki kehidupan dunia maka wajib baginya memiliki Ilmu, dan barang siapa baginya menghendaki kehidupan akhirat, maka wajib baginya memiliki ilmu,
dan barang siapa menghendaki keduanya maka wajib baginya memiliki ilmu.”
(HR. Turmudzi)
SAN WACANA
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan karunia serta ridho-Nya
sehingga Penulis dapat menyelesaikan tesis ini.
Tesis dengan judul “Analisis Ability to Pay (ATP) dan Willingness to Pay (WTP)
Rencana Kereta Bandara Radin Inten II Lampung” adalah salah satu syarat untuk
memperoleh gelar Magister Teknik di Universitas Lampung.
Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih kepada:
1. Bapak Prof. DR. Suharno, M.Sc., selaku Dekan Fakultas Teknik, Universitas
Lampung;
2. Ibu Dr. Dyah Indriana Kusumastuti,ST.,M.Sc. selaku Ketua Jurusan Magister
Teknik Sipil, Universitas Lampung;
3. Bapak Dr.Eng. Aleksander Purba, S.T.,M.T., selaku Dosen Pembimbing I dan
juga Ibu Dr. Ir. C. Niken DWSBU,M.T., selaku Dosen Pembimbing II, atas
kesediaan waktunya memberikan bimbingan, pengarahan, serta ilmu yang
sangat berharga dalam proses penyelesaian tesis ini;
4. Bapak Ir. Ahmad Zakaria, M.T., M.T., selaku Dosen Penguji I saya serta Bapak
Dr. Endro P. Wahono, S.T.,M.Sc, terimakasih atas saran-saran yang diberikan.
5. Bapak dan Ibu Staf Administrasi dan semua pegawai Jurusan Teknik Sipil
Fakultas Teknik Universitas Lampung, yang telah banyak membantu dalam
persiapan pelaksanaan seminar dan penyelesaian tesis.
6. Suami tercinta, Anas Khair Prikurnia, S.AB., Ayah Partono S.E, Ibu Dra. Nur
Aini M.E., Kakak Wahyudi S.T.,M.T., Rudhi Hartono S.Kom. dan juga Mbak
Ning, Mbak Indri, Nora, Tari, Arkhan, Hafiz, Rafa, Kayla, oIip, yang tak
hentinya mendoakan dan memberikan dukungan dalam menyelesaikan
perkuliahan di program studi Magister Teknik, Jurusan Teknik Sipil, Fakultas
Teknik, Universitas Lampung.
7. Teruntuk teman-teman seperjuangan satu almamater yang telah bersama-sama
berjuang dalam menyelesaikan studi di program studi Magister Teknik, Jurusan
Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Lampung, semoga langkah kita
senantiasa diberikan kemudahan dari Allah.
Akhir kata penulis menyadari bahwa dalam tesis ini masih jauh dari
kesempurnaan, akan tetapi sedikit harapan semoga tesis ini dapat bermanfaat.
Bandar Lampung, November 2018
Penulis
Diana Nur’ Afni
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI ............................................................................................ i
DAFTAR GAMBAR ................................................................................ v
DAFTAR TABEL .................................................................................... vii
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ................................................................................ 1
1.2 Identifikasi Masalah ........................................................................ 9
1.3 Batasan Penelitian ........................................................................... 10
1.4 Rumusan Masalah ........................................................................... 10
1.5 Tujuan Penelitian ............................................................................ 10
1.6 Manfaat Penelitian .......................................................................... 11
1.7 Waktu Penelitian ............................................................................. 11
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Transportasi ..................................................................................... 12
2.2 Pemilihan Moda Transportasi ......................................................... 14
2.3 Faktor-faktor yang mempengaruhi Pemilihan Moda ...................... 16
2.4 Teori Pemilihan Berdasarkan Prilaku/Konsumen .......................... 20
2.5 Kualitas Jasa dan Kepuasan Pelanggan........................................... 21
2.6 Rancangan Kuisioner ...................................................................... 22
2.7 Tingkat Pengukuran dan Skala........................................................ 24
2.7.1 Pengukuran ............................................................................. 24
2.7.2 Teknik Skala........................................................................... 26
2.8 Ability To Pay (ATP) dan Willingnes To Pay (WTP) .................... 28
2.8.1 Ability To Pay (ATP) ............................................................. 28
2.8.2 Willingnes To Pay (WTP) ...................................................... 30
2.9 Uji Validitas dan Reabilitas ............................................................ 38
2.9.1 Ability To Pay (ATP) ............................................................. 38
2.9.2 Uji Reabilitas .......................................................................... 39
2.10 Penelitian sebelumnya ................................................................... 40
III. METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Metode Penelitian............................................................................ 47
3.2 Lokasi Penelitian ............................................................................. 47
3.3 Metode Survei ................................................................................. 47
3.4 Pengumpulan Data .......................................................................... 48
3.4.1 Data Sekunder ........................................................................ 48
3.4.2 Data Primer ............................................................................ 48
3.5 Bagan Alir (Flow Chart) ................................................................. 50
IV. PEMBAHASAN
4.1 Survei .............................................................................................. 51
4.2 Data Sekunder ................................................................................. 51
4.2.1 Jadwal Penerbangan ............................................................... 51
4.2.2 Kereta Bandara ....................................................................... 53
4.3 Data Primer ..................................................................................... 55
4.3.1 Data Responden ..................................................................... 55
4.3.2 Karakteristik Penumpang ....................................................... 56
4.3.2.1 Pendidikan ................................................................. 56
4.3.2.2 Pekerjaan .................................................................... 57
4.3.2.3 Tujuan Perjalanan ...................................................... 57
4.3.2.4 Pendapatan ................................................................. 58
4.3.2.5 Moda Transportasi yang Digunakan .......................... 59
4.3.2.6 Intensitas Rata-rata Perjalanan ................................... 60
4.3.3 Respon Responden ................................................................. 61
4.3.3.1 Respon Terhadap Kereta Bandara ............................. 61
4.3.3.2 Harga Tiket Harapan Responden ............................... 62
4.3.3.3 Respon Harga Tiket yang Diharapkan ....................... 64
4.4 Pengolahan Data Karakteristik Angkutan ....................................... 65
4.5 Analisis Kemampuan Membayar (Ability to Pay) .......................... 68
4.6 Analisis Keinginan Membayar (Willingness to Pay) ...................... 70
4.7 Skenario Penetapan Tarif Kereta Bandara ...................................... 74
4.8 Regresi Linier .................................................................................. 75
4.9 Taksi Online .................................................................................... 76
4.9.1 Keunggulan Taksi Online ..................................................... 76
4.9.2 Kelemahan Taksi Online ....................................................... 77
4.9.3 Moda Transportasi yang Dapat Dipilih .................................. 77
4.10 Kereta Bandara di Indonesia .......................................................... 79
V. PENUTUP
5.1 Kesimpulan ..................................................................................... 81
5.2 Saran ................................................................................................ 81
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………… 82
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1.1. Peningkatan Jumlah Penumpang .......................................... 5
Gambar 1.2. Prediksi Kenaikan Jumlah Penumpang ................................. 6
Gambar 2.1. Contoh Tabel Kuisioner Skala Likert.................................... 27
Gambar 2.2. Contoh Tabel Kuisioner Skala Semantic Differential ........... 28
Gambar 2.3. Kurva ATP dan WTP ............................................................ 32
Gambar 2.4. Zona ATP dan WTP Terhadap Tarif .................................... 34
Gambar 2.5. Kondisi ATP Lebih Rendaah dari Tarif Berlaku ................. 35
Gambar 2.6. Tarif Sama Dengan WTP ...................................................... 36
Gambar 2.7. Tarif Dibawah ATP ............................................................... 37
Gambar 3.1. Bagan Alir ............................................................................. 50
Gambar 4.1. Usia Responden ..................................................................... 55
Gambar 4.2. Presentase Pendidikan Terakhir Responden ......................... 56
Gambar 4.3. Presentase Responden Berdasarkan Pekerjaan ..................... 57
Gambar 4.4. Presentase Responden Berdasarkan Tujuan Perjalanan ........ 58
Gambar 4.5. Penghasilan Responden Perbulan.......................................... 59
Gambar 4.6. Transportasi yang Digunakan Menuju Bandara .................... 59
Gambar 4.7. Transportasi yang Digunakan Meninggalkan Bandara ......... 60
Gambar 4.8. Intensitas Perjalanan Responden ........................................... 61
Gambar 4.9. Respon Terhadap Kereta Bandara ......................................... 62
Gambar 4.10. Harga Tiket yang Diharapkan ............................................. 63
Gambar 4.11. Respon Terhadap Harga Tiket.............................................. 64
Gambar 4.12. Diagram ATP Responden.................................................... 70
Gambar 4.13. Diagram Keinginan Membayar lebih untuk Keselamatan .. 71
Gambar 4.14. Diagram WTP Responden ................................................... 72
Gambar 4.15. Diagram ATP dan WTP Terhadap Tarif ............................. 73
Gambar 4.16. Harga Grab-Car dari Stasiun Tanjung Karang-Bandara ..... 78
Gambar 4.17. Harga Go-Car dari Stasiun Tanjung Karang-Bandara ........ 78
DAFTAR TABEL
Tabel 1.1. Daftar Bandara Internasional di Indonesia............................... 2
Tabel 4.1 Jadwal Keberangkatan Pesawat Terbang .................................. 52
Tabel 4.2 Jadwal Kedatangan Pesawat Terbang ....................................... 53
Tabel 4.3 Hasil Uji Validitas ..................................................................... 65
Tabel 4.4. Hasil Uji Reabilitas .................................................................. 68
Tabel 4.5. Perhitungan Ability To Pay (ATP) ........................................... 69
Tabel 4.6. Perhitungan Willingness To Pay (WTP) ................................... 71
Tabel 4.7.. Hasil Presentasi Tarif ATP terhadap WTP .............................. 75
Tabel 4.8. Moda dan Harga Tiket Kereta Bandara .................................... 79
Tabel 4.9. Kereta Bandar di Indonesia ....................................................... 79
1
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Bandar udara merupakan prasarana penyelenggara penerbangan dalam
menunjang aktifitas dan mendukung pertumbuhan suatu wilayah. Penataan
bandar udara perlu dilakukan agar sesuai dengan tingkat kebutuhan termasuk
prasarana pendukungnya. Bandar Udara Radin Inten II adalah bandar udara yang
melayani kota Bandar Lampung di Lampung. Bandar udara ini berlokasi di Jalan
Alamsyah Ratu Prawiranegara di Branti Raya, Natar, Kabupaten Lampung
Selatan berada di barat laut Kota Bandar Lampung. Bandara ini ditargetkan akan
menjadi bandara internasional, dilengkapi dengan fasilitas bea cukai dan imigrasi
untuk menangani penerbangan internasional menuju dan dari negara lainnya.
Pada umumnya bandara Internasional lebih besar, dan memiliki landasan lebih
panjang serta fasilitas untuk menampung pesawat besar yang sering digunakan
untuk perjalanan internasional atau antarbenua. Bandara internasional juga
sering menangani penerbangan domestik (penerbangan yang terjadi di satu
negara) juga penerbangan internasional. Daftar bandara internasional di
Indonesia dapat terlihat pada Tabel 1.1 sebagai berikut :
2
Tabel 1,1 Daftar Bandara Internasional di Indonesia
Lokasi Kota Nama Bandara Kode
Wilayah Sumatera
Batam Bandar Udara Internasional Hang Nadim BTH
Banda Aceh Bandar Udara Internasional Sultan Iskandar Muda BTJ
Deli Serdang Bandar Udara Internasional Kuala Namu KNO
Kota Padang Bandar Udara Internasional Minangkabau PDG
Pekanbaru Bandar Udara Internasional Sultan Syarif Kasim II PKU
Palembang Bandar Udara Internasional Sultan Mahmud Badaruddin II
PLM
Tanjungpinang Bandar Udara Internasional Raja Haji Fisabilillah TNJ
Bengkulu Bandar Udara Fatmawati Soekarno BKS
Bandar Lampung Bandar Udara Radin Inten II TKG
Wilayah Jawa
Bandung Bandar Udara Internasional Husein Sastranegara BDO
Tangerang Bandar Udara Internasional Soekarno-Hatta CGK
Yogyakarta Bandar Udara Internasional Adi Sucipto JOG
Solo Bandar Udara Internasional Adisumarmo SOC
Semarang Bandar Udara Internasional Achmad Yani SRG
Surabaya Bandar Udara Internasional Juanda SUB
Masalembo Bandar Udara Internasional Valia Rahma MSI
Wilayah Bali dan Nusa Tenggara
Denpasar Bandar Udara Internasional Ngurah Rai DPS
Lombok Tengah Bandar Udara Internasional Lombok LOP
Wilayah Kalimantan
Tarakan Bandar Udara Internasional Juwata TRK
Berau Bandar Udara Internasional Kalimarau BEJ
Banjarmasin Bandar Udara Internasional Syamsuddin Noor BDJ
Wilayah Sulawesi
Manado Bandar Udara Internasional Sam Ratulangi MDC
Makassar Bandar Udara Internasional Sultan Hasanuddin UPG
Kendari Bandar Udara Internasional Haluoleo KDI
Wilayah Papua
Nabire Bandar Udara Internasional Yos Sudarso NBX
Oksibil Bandara Internasional Iskak ORG
Jayapura Bandar Udara Sentani DJJ
Biak Bandar Udara Frans Kaisiepo BIK
Tembagapura Bandar Udara Mozes Kilangin TIM
Merauke Bandar Udara Mopah MKQ
(http://bandarasoekarnohatta.com/daftar-bandar-udara-bertaraf-internasional-
di-indonesia.info)
3
Bandara Radin Inten II merupakan satu-satunya di Indonesia yang memiliki
gedung parkir berlantai empat dibawah pengelolaan Kementerian Perhubungan
seluas 22.500 m3. Bandar Udara Radin Inten II di Provinsi Lampung merupakan
bandar udara umum yang diselenggarakan oleh Unit Pelaksana Teknis (UPT)
Direktorat Jenderal Perhubungan Udara Kementerian Perhubungan (Wikipedia).
Terminal baru Bandara Radin Inten II Lampung dengan luas 9.650 m3 mampu
menampung sekitar 7.500-8.000 penumpang per hari dari terminal lama yang
hanya dapat menampung penumpang sebesar 1.000 penumpang per hari.
Guna menghubungkan tempat parkir dengan terminal penumpang telah dibangun
skybridge dengan total panjang 165 meter untuk pejalan kaki yang
menghubungkan gedung parkir dan gedung terminal baru. Nantinya skybridge
juga akan direncanakan sebagai penghubung antara Bandara Radin Inten II
dengan stasiun kereta yang juga akan dibangun berada tepat di depan bandara,
untuk pendukung pembangunan Bandara Raden Intan II sebagai Bandara bertaraf
internasional. Perpaduan konektifitas pesawat terbang dengan kereta api
merupakan salah satu moda transportasi yang dapat dipilih, hal ini karena kedua
moda tersebut memiliki karakteristik yang sama, yaitu dapat menampung jumlah
penumpang dalam jumlah banyak dan juga memiliki waktu kedatangan dan
keberangkatan yang pasti dibanding moda transportasi yang telah ada seperti bus
bandara, angkutan umum (angkot), gojek, taksi bandara/grab, maupun kendaraan
pribadi karena dipengaruhi oleh kepadatan lalulintas.
4
Kereta yang menuju bandara dan sebaliknya akan dikategorikan sebagai kereta
api khusus seperti yang tertulis pada Peraturan Menteri Perhubungan Republik
Indonesia Nomor PM. 55 Tahun 2014 Pasal 112B ayat d. Kereta khusus memiliki
kelebihan tersendiri. Bila mengacu pada fasilitas kereta bandara Soekarno Hatta
maka beberapa fasilitas kereta sebagai berikut :
1. Pendingin udara (full AC)
2. Tempat duduk yang nyaman (penumpang dapat mengatur kemiringan kursi)
dan sandaran tangan
3. Pengisi daya ponsel (charging port)
4. Toilet yang terpisah antara pria dan wanita
5. Ruang tunggu kereta api yang aman dan nyaman
6. Setiap gerbong kereta dilengkapi bagasi khusus untuk menempatkan barang
bawaan penumpang
7. Layar TV LED untuk hiburan sekaligus memberikan informasi posisi kereta
Data BPS tahun 2018 menunjukkan jumlah penumpang pesawat udara yang
berangkat dari Bandar Udara Radin Inten II pada April 2014 sebanyak 46.161
orang, mengalami peningkatan pada April 2015 sebanyak 14.6% menjadi 52.894
orang, pada April 2016 peningkatan kembali sebanyak 45% menjadi 76.767
orang atau 45% dan Januari, 2017 kembali mengalami peningkatan sebanyak
128.098 orang atau 66.7%, namun pada Januari 2018 mengalami penurunan
dibandingkan tahun 2017 sebanyak 13.8% atau menjadi 110.466 orang. Dari
5
data tersebut terlihat peningkatan jumlah penumpang pesawat udara dari tahun
2014 hingga tahun 2017 ( Gambar 1.1 ).
Grambar 1.1 Peningkatan Jumlah Penumpang yang melakukan
Keberangkatan.
Dari data kecenderungan kenaikan jumlah penumpang sejak April 2014 sampai
dengan Januari 2017 dapat diprediksi menggunakan microsof excel (Gambar
1.2).
46.16152.894
76.767
128.098
110.466
April 2014 April 2015 April 2016 Januari 2017 Januari 2018
Peningkatan Jumlah Penumpang yang melakukan Keberangkatan
6
Grambar 1.2 Prediksi Kenaikan Jumlah Penumpang April 2014- Januari 2017.
Dari hasil analisis pada tahun 2020 kenaikan jumlah penumpang sebagai berikut:
prediksi jumlah penumpang pada 2020 = 4.900.000 Orang/bulan
𝐽𝑢𝑚lah penumpang = 4.900.000 Orang/bulan
30 ℎ𝑎𝑟𝑖= 163.333 𝑂𝑟𝑎𝑛𝑔/ℎ𝑎𝑟𝑖
𝐴𝑠𝑢𝑚𝑠𝑖 𝐽𝑢𝑚lah penumpang 75% ke Bandar Lampung = 122.500 𝑜𝑟𝑎𝑛𝑔/ℎ𝑎𝑟𝑖
Dalam satu hari bandara Radin Inten II terdapat 25 penerbangan maka :
𝐽𝑢𝑚lah penumpang = 122.500
25= 490 𝑂𝑟𝑎𝑛𝑔/𝑝𝑒𝑛𝑒𝑟𝑏𝑎𝑛𝑔𝑎𝑛
Apabila diasumsikan 245 orang (50% jumlah penumpang) yang menggunakan
kendaraan pribadi dan taksi (online/offline), ditambahkan moda transportasi
eksisting berupa Trans Lampung dengan kapastitas angkut 25 Orang/trip maka
y = 11127x2 - 4E+07x + 5E+10R² = 0.9986
0
500000
1000000
1500000
2000000
2500000
2012 2014 2016 2018 2020 2022 2024 2026 2028 2030
Prediksi Kenaikan Jumlah Penumpang
7
dari 490 orang/penerbangan sebanyak 270 menggunakan taksi dan Trans
Lampung dan akan ada 220 Penumpang/trip yang dapat diangkut oleh kereta
Bandara Radin Inten II. Dengan demikian angkutan Kereta Bandara Radin Inten
II menjadi penting untuk dikaji secara mendalam.
Kereta bandara hanya melayani penumpang dari bandara menuju Bandar
Lampung dan sebaliknya. Kelebihan dari Kereta Bandara Radin Inten II adalah
jalur kereta bandara ini khusus sehingga tidak harus bergantian dengan jalur dan
kereta api umum maupun jalur kereta api batu bara maka jadwal atau waktu
perjalanan menuju bandara tidak akan terganggu. Untuk mempermudah calon
pengguna kereta beberapa fakor perencanaan sarana pendukung lain harus
diperhatikan, seperti elevasi lantai dasar dan elevasi kereta yang harus sama agar
aksesnya nyaman. Beberapa faktor utama yang dapat menjadi pendukung
perlunya dibangun kereta Bandara Radin Inten II selain analisis yang telah
dilakukan adalah sebagai berikut :
1. Sering kali terjadi kemacetan akibat kepadatan lalulintas, mengakibatkan
waktu perjalanan menuju Bandara Radin Inten II tidak dapat dipastikan.
Kereta Bandara merupakan solusi untuk mengatasi yang terjadi.
2. Angkutan umum yang dapat digunakan dari Bandar Lampung menuju
Bandara Radin Inten II hanya bus damri dan taksi, sehingga masih sering
mengakibatkan penumpukan kendaraan umum maupun pribadi di area
bandara.
8
Namun, karena faktor rute kereta api bandara hanya dari stasiun Tanjung Karang
Bandara Lampung menuju Bandara dan sebaliknya, maka tidak semua asal
perjalanan dapat terlayani. Dari hasil pengamatan, faktor keberadaan stasiun
yang terlewati dapat dipertimbangkan untuk mendukung kereta bandara seperti
lokasi stasiun kereta Labuan Ratu Bandar Lampung dan stasiun kereta Tanjung
Sari Natar. Kedua stasiun tersebut tidak terkoneksi secara langsung dengan moda
transportasi sambungan seperti angkutan umum, namun hal ini dapat diatasi
dengan taksi online. Kereta Bandara Radin Intan II diharapkan dapat memenuhi
kebutuhan masyarakat secara maksimal serta dapat menjadi pilihan masyarakat
sebagai moda sambungan yang tepat.
Studi mengenai kereta bandara sudah di lakukan oleh Julie (2014), pada kereta
api bandara Kualanamu dengan menggunakan metode stated preference. Hasil
penelitian tersebut tarif ideal untuk kereta api kualanamu adalah Rp. 69.375,-.
Kereta bandara harus menguntungkan masyarakat agar masyarakat umum
mampu menikmati fasilitas tersebut, namun harus juga menguntungkan
pemerintah/pengusaha untuk menutupi biaya oprasional, penelitian sebelumnya
mengenai hal tersebut telah dilakukan oleh Fahrul dan Rina (2015) yang
mengkaji tarif kereta api Penataan jurusan Belitar-Surabaya. Tarif yang berlaku
pada penelitiannya sebesar Rp.15.000 sedangkan perhitungan menurut BOKA
sebesar Rp. 43.918,- sehingga pemerintah harus mensubsidi selisih harga,
sebesar Rp. 28.918,- . Penelitian mengenai tarif juga dilaukan oleh Atik (2013),
pada kereta api commuter Malang Raya. Diamana tarif rencana kereta Rp. 2000
9
namun nilai analisia ATP dan WTP lebih besar dari tarif kereta rencana.
Penelitan yang berbeda dilakukan oleh Calsson (1999) di Swedian, pada
penelitan tersebut didapatkan responden mau membayar lebih untuk perbaikan
lingkungan yang diakibatkan oleh dampak dari sektor transportasi. Pada
penelitian lainnya Joan (2014) berfokus terhadap respon publik terhadap Hight
Speet Rail (HSR) di Great Britain, Inggris, hasilnya publik mau membayar lebih
untuk HSR seiring peningkatan fasilitas dan nilai prestise. Karena biaya
pembangunan Kereta Bandara yang cukup besar maka apabila tidak menjadi
daya tarik masyarakat dalam menentukan pilihan moda maka akan menjadi
kerugian yang besar, oleh sebab itu survei atau studi tentang hal ini sangat
berguna. Penelitian ini harus objektif, terlepas dari kepentingan pribadi maupun
golongan.
1.2 Identifikasi Masalah
Identifikasi masalah dalam penelitian ini adalah :
1. Kemacetan yang sering kali terjadi mengakibatkan waktu perjalanan dari
Bandar Lampung menuju bandara Radin Inten II tidak dapat dipastikan.
2. Belum adanya studi mengenai alternative kereta bandara sebagai pilihan
transportasi menuju bandara Radin Inten II.
3. Detail Engineering Design (DED) sudah dilakukan pada tahun 2017, tetapi
Belum adanya analisa mengenai ATP dan WTP terhadap rencana
pembangunan kereta Bandara Radin Inten II Lampung.
10
4. Pertumbuhan jumlah penumpang pesawat terus meningkat dari tahun ke
tahun.
5. Pemerintah perlu mendapat masukan untuk menetapkan tarif kereta bandara
1.3 Batasan Penelitian
Dalam penelitian ini hanya mengkaji mengenai tarif kereta bandara Radin Inten
II Lampung.
1.4 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang dan hasil identifikasi masalah maka dapat disusun
perumusan masalah sebagai acuan penelitian, penelitian ini hanya akan
berfokus pada beberapa hal sebagai berikut:
1. Berapakah nilai kemampuan membayar atau ATP dan keinginan membayar
atau WTP responden (pengguna angkutan udara) terhadap kereta bandara
Radin Inten II Lampung?
2. Bagaimana skenario penetapan tarif kereta bandara Radin Inten II
Lampung berdasarkan nilai ATP dan WTP?
1.5 Tujuan Penelitian
Tujuan dilakukannya penelitian adalah :
1. Untuk menganalisis kemampuan membayar atau ATP dan keinginan
membayar atau WTP responden (pengguna angkutan udara) terhadap
kereta bandara Radin Inten II Lampung.
11
2. Untuk mengetahui skenario penetapan tarif kereta bandara Radin Inten II
Lampung berdasarkan nilai ATP dan WTP.
1.6 Manfaat Penelitian
1. Bagi penulis penelitian ini dapat menambah pengetahuan khususnya
mengenai kemampuan membayar atau ATP dan keinginan membayar
atau WTP kereta bandara Radin Inten II Lampung.
2. Bagi IPTEK sebagai bahan informasi dan referensi pada penelitian-
penelitian selanjutnya mengenai kemampuan membayar atau ATP dan
keinginan membayar atau WTP.
3. Bagi pemerintah diharapkana penelitian ini dapat menjadi bahan
pertimbangan dalam menetapkan tarif kereta bandara Radin Inten II
Lampung.
1.7 Waktu Penelitian
Waktu penelitian / penyebaran kuisioner dilakukan pada Senin, 25
September 2017 sampai dengan Jumat, 29 September 2017.
12`
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Transportasi
Kebutuhan akan transportasi timbul dari kebutuhan manusia. Transportasi dapat
diartikan sebagai kegiatan yang memungkinkan perpindahan barang dan manusia
dari suatu tempat ke tempat lain. Setiap transportasi mengakibatkan terjadinya
perpindahan dan pergerakan yang berarti terjadi lalu lintas (Soejono,1991).
Sementara itu Morlok (1988) mendefinisikan transportasi sebagai suatu bagian
integral dari fungsi masyarakat, karena menunjukkan hubungan yang erat dengan
gaya hidup, jangkauan dan lokasi dari aktifitas produksi, hiburan, barang-barang,
serta barang yang tersedia untuk konsumsi. Pada dasarnya permintaan angkutan
diakibatkan oleh hal- hal berikut (Nasution, 2004):
1. Kebutuhan manusia untuk berpergian dari lokasi lain dengan tujuan
mengambil bagian di dalam suatu kegiatan, misalnya bekerja, berbelanja, ke
sekolah, dan lain- lain.
2. Kebutuhan angkutan barang untuk dapat digunakan atau dikonsumsi di lokasi
lain.
13`
Secara garis besar, transportasi dibedakan menjadi 3 yaitu: transportasi darat, air,
dan udara. Pemilihan penggunaan moda transportasi tergantung dan ditentukan
oleh beberapa faktor, yaitu:
1. Segi Pelayanan.
2. Keandalan dalam bergerak.
3. Keselamatan dalam perjalanan.
4. Biaya.
5. Jarak Tempuh.
6. Kecepatan Gerak.
7. Keandalan.
8. Keperluan.
9. Fleksibilitas.
10. Tingkat Populasi.
11. Penggunaan Bahan Bakar.
Papacostas (1987) mengatakan bahwa di dalam sistem transportasi dapat
digolongkan ke dalam empat kategori besar, yaitu :
1. Transportasi darat
a. Jalan raya
b. Jalan kereta api
2. Transportasi udara
a. Domestik
b. Internasional
14`
3. Transportasi air
a. Pedalaman
b. Pesisir pantai
c. Laut
4. Transportasi dalam pipa darat dan laut
a. minyak
b. gas
2.2 Pemilihan Moda Transportasi
Pemilihan moda transportasi sebagaimana dikutip dari Miro (2002), yaitu suatu
proses melakukan perjalanan di suatu titik ke titik yang lain, serta mengetahui
jumlah orang dan barang pada berbagai pilihan moda transportasi yang tersedia dan
untuk melayani suatu titik asal-tujuan tertentu, demi beberapa maksud perjalanan
tertentu pula. Sebagai contoh, misalkan seorang pelaku perjalanan “A” yang akan
melakukan perjalanan dari Bandar Lampung menuju Jakarta dengan maksud
perjalanan bisnis/dinas dan dia dihadapkan kepada masalah pilihan alat
angkutan/moda yang akan dipakai dan yang tersedia melalui jalur titik Bandar
Lampung ke titik Jakarta. Adapun pilihannya adalah menggunakan jalur darat
dengan bis umum, travel dan mobil (pribadi/dinas) atau menggunakan jalur udara
dengan pesawat. Hal itu tergantung dengan pelaku si “A” yang dipengaruhi oleh
sekumpulan faktor atau variabel.
Model pemilihan moda bertujuan untuk mengetahui jumlah orang yang akan
menggunakan setiap moda. Bruton (1985), sebagaimana dikutip dari Tamin (1997)
15`
mendefinisikan pemilihan moda sebagai pembagian secara proporsional dari semua
orang yang melakukan perjalanan terhadap sarana trasportasi yang ada, yang dapat
dinyatakan dalam bentuk fraksi, rasio dan prosentase terhadap jumlah orang yang
menggunakan masing-masing sarana transportasi seperti kendaraan pribadi, bus,
pesawat terbang, kereta api dan angkutan umum lainnya.
Beberapa prosedur pemilihan moda memodelkan pergerakan dengan hanya dua
buah moda transportasi, yaitu antara angkutan umum dan angkutan pribadi. Namun
pada beberapa negara terdapat pilihan lebih dari dua moda. London misalnya,
mempunyai moda kereta api bawah tanah, kereta api, bus dan mobil.
Bentuk alat (moda) transportasi/jenis pelayanan transportasi sebagaimana dikutip
dari Miro (2002), secara umum dibagi atas 2 (dua) kelompok besar moda
tranportasi yaitu:
1. Kendaraan pribadi (private tranportation)
Kendaraan pribadi yaitu moda tranportasi yang dikhususkan buat pribadi
seseorang dan seseorang itu bebas memakainya kemana saja, dimana saja dan
kapan saja dia mau, bahkan mungkin juga dia tidak memakainya sama sekali.
2. Kedaraan umum (public transportation)
Kendaraan umum yaitu moda transportasi yang diperuntukkan buat orang
banyak, untuk kepentingan bersama, mendahulukan pelayanan bersama,
mempunyai arah dan titik tujuan yang sama terikat dengan peraturan trayek yang
sudah ditentukan dan jadwal yang sudah ditetapkan dan para pelaku perjalanan
harus menyesuaikan diri dengan ketentuan-ketentuan tersebut apabila angkutan
umum ini sudah mereka pilih. (Tamin, 1997).
16`
2.3 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pemilihan Moda
Menurut Miro (2002), ada 4 (empat) faktor yang dianggap kuat pengaruhnya
terhadap perilaku pelaku perjalanan atau calon pengguna (trip maker behavior).
Masing-masing faktor ini terbagi lagi menjadi beberapa variabel yang dapat
diidentikkan. Variabel-variabel ini dapat dinilai secara kuantitatif dan kualitatif.
Faktor-faktor atau variabel tersebut adalah:
1) Kelompok faktor karakteristik perjalanan (travel characteristics factor).
Pada kelompok ini terdapat beberapa variabel yang dianggap kuat
pengaruhnya terhadap perilaku pengguna jasa moda transportasi dalam
memilih moda angkutan, yaitu:
a) Variabel tujuan perjalanan (trip purpose)
b) Variabel waktu perjalanan (time of trip made)
c) Variabel panjang perjalanan (trip length)
2) Kelompok faktor karakteristik pelaku perjalanan (traveler characteristics
factor).
Pada kelompok faktor ini, seluruh variabel berhubungan dengan individu
pelaku perjalanan. Variabel-variabel dimaksud ikut berkontribusi
mempengaruhi perilaku pembuat perjalanan dalam memilih moda angkutan.
Menurut Bruton (1985) variabel tersebut adalah:
a) Variabel pendapatan (income)
b) Variabel kepemilikan kendaraan (car ownership)
17`
c) Variabel kondisi kendaraan pribadi (tua, jelek, baru dan lain-lain)
d) Variabel kepadatan pemukiman (density of residential development)
e) Variabel sosial-ekonomi lainnya, seperti struktur dan ukuran keluarga, usia,
jenis kelamin, jenis pekerjaan, lokasi pekerjaan, kepunyaan akan lisensi
mengemudi (SIM) serta semua variabel yang mempengaruhi pemilihan
moda.
3) Kelompok faktor karakteristik sistem transportasi (transportation system
characteristics factor).
Pada faktor ini, seluruh variabel yang berpengaruh pada perilaku si pembuat
perjalanan dalam memilih moda transportasi berhubungan dengan kinerja
pelayanan sistem transportasi seperti berikut:
a) Variabel waktu relatif (lama) perjalanan (relative travel time) mulai dari
lamanya waktu menunggu kendaraan dipemberhentian (terminal), waktu
jalan ke terminal (walk to terminal time) dan waktu diatas kendaraan.
b) Varibel biaya relatif perjalanan (relative travel cost), yaitu seluruh biaya
yang timbul akibat melakukan perjalanan dari asal ke tujuan untuk semua
moda yang berkompetisi seperti tarif tiket, bahan bakar dan lainnya.
c) Variabel tingkat pelayanan relatif (relative level of service), merupakan
variabel yang cukup bervariasi dan sulit diukur, contohnya adalah variabel-
variabel kenyamanan dan kesenangan, yang membuat orang beralih ke
moda transportasi lain.
d) Variabel tingkat akses/indeks daya hubung/kemudahan pencapaian tempat
tujuan.
18`
e) Variabel tingkat kehandalan angkutan umum disegi waktu (tepat waktu/
reliability), ketersediaan ruang parkir dan tarif.
4) Kelompok faktor karakteristik kota dan zona (special system characteristics
factor).
Variabel yang ada dalam kelompok ini contohnya:
a) Variabel jarak kediaman dengan tempat kegiatan.
b) Variabel kepadatan penduduk (population density)
Menutut Tamin (1997), faktor-faktor yang mempengaruhi seseorang untuk
memilih suatu moda transportasi, dapat dikelompokan menjadi :
1) Karakteristik pelaku perjalanan, antara lain :
a) Keadaan sosial ekonomi serta tingkat pendapatan.
b) Ketersedian atau kepemilikan kendaraan.
c) Kepemilikan Surat Izin Mengemudi (SIM).
d) Struktur rumah tangga (pasangan muda, keluarga dengan anak, pensiun,
dan lain-lain).
e) Faktor lain, seperti keharusan menggunakan mobil ketempat bekerja dan
keperluan mengantar anak sekolah.
2) Karakteristik perjalanan
a) Tujuan perjalanan, misalnya perjalan ketempat kerja. Dinegara maju
biasanya lebih mudah dengan angkutan umum karena ketepatan waktu dan
tingkat pelayanan yang sangat baik serta ongkos lebih murah dibandingkan
dengan mobil. Sebaliknya di negara berkembang orang masih tetap
19`
menggunakan mobil pribadi ketempat kerja meskipun mahal, karena
ketepatan waktu, kenyamanan dan pelayanan lainnya tidak dapat dipenuhi
angkutan umum.
b) Waktu terjadinya perjalanan, perjalanan pada waktu lewat dari jam operasi
lebih sulit diakomodasi dengan angkutan umum.
c) Jarak perjalanan, semakin jauh perjalanan, orang semakin cenderung
memilih angkutan umum dibandingkan dengan angkutan pribadi.
3) Karakteristik sistem trasportasi
Tingkat pelayanan yang ditawarkan oleh masing-masing sarana transportasi
merupakan faktor yang sangat menentukan bagi seseorang dalam memilih
sarana transportasi. Tingkat pelayanan ini dikelompokan dalam dua kategori
yaitu :
a) Faktor-faktor kuantitatif, seperti :
- Lama waktu perjalanan yang meliputi waktu didalam kendaraan, waktu
menunggu dan waktu berjalan kaki
- Biaya transportasi (tarif, biaya bahan bakar dan lain-lain)
- Ketersediaan ruang dan tarif parkir
b) Faktor-faktor kualitatif, seperti :
- Kenyamanan dan kemudahan
- Keandalan dan keteraturan
- Keamanan
20`
2.4 Teori Pemilihan Berdasarkan Prilaku Individu/Konsumen
Perumusan model pemilihan moda sebagai pemilihan diantara alternatif-
alternatif yang tersedia berkaitan dengan perilaku individu/konsumen
pengambilan keputusan dalam memilih barang atau jasa.
Dasar teori perilaku konsumen setiap individu dalam memilih barang atau jasa
selalu berusaha memilih yang dianggapnya dapat memberikan kepuasan
maksimal. Dalam menilai suatu barang atau jasa, konsumen sebenarnya lebih
menekankan pada nilai dari sekumpulan atribut yang ditawarkan oleh barang atau
jasa tersebut (a bundle of attribute) dan bukan pada barang atau jasa itu sendiri.
Nilai dari setiap atribut itu biasa disebut sebagai utilitas. Dalam melakukan
penilaian, konsumen dianggap selalu bertindak rasional.
Adakalanya terdapat faktor-faktor yang kurang rasional yang ikut mengambil
proses pengambilan keputusan yang dilakukan oleh seseorang, seperti efek
prestise (snob effect), dan efek ikut arus (back wagon effect). Dengan demikian
anggapan bahwa konsumen selalu bertindak rasional menjadi tidak tepat.
Berkaitan dengan pemilihan moda transportasi, konsep rasionalitas dimanfaatkan
dalam teori perilaku, terutama untuk menggambarkan sikap konsisten dan sikap
transitif dari konsumen. Konsistensi artinya dalam situasi yang sama, pilihan
atau keputusan yang diambil konsumen akan tetap sama. Sikap transitif terjadi
apabila konsumen yang lebih menyenangi moda A dari pada moda B dan moda
B lebih disenangi daripada moda C, maka moda A pasti akan lebih disenangi dari
pada moda C.
21`
Persoalan pokok dalam pendekatan perilaku pemilihan moda transportasi adalah
bagaimana mengukur nilai utilitas dari setiap alternatif moda. Nilai utilitas
merupakan fungsi dari beberapa atribut pelayanan yang mungkin dipersepsikan
individu, sesuai dengan banyaknya informasi yang diterima dan latar belakang
sosial ekonomi individu.
2.5 Kualitas Jasa dan Kepuasan Pelanggan
Pelanggan merupakan fokus utama dalam pembahasan mengenai kepuasan dan
kualitas jasa dimana konsumen memegang peran penting dalam mengukur
kepuasan dan kualitas terhadap produk yang diberikan.
Kepuasan adalah perasaan senang atau kecewa seseorang yang timbul setelah
membandingkan kinerja yang diharapkan pelanggan (expected) dan yang
diterima pelanggan (perceived). Apabila harapan lebih tinggi daripada yang
diterima maka kepuasan tidak tercapai. Apabila yang diterima lebih tinggi atau
sama dengan yang diharapkan maka kepuasan tercapai atau meningkat (Kotler
dan Keller, 2009).
Dalam menentukan tingkat kepuasan pelanggan, terdapat lima faktor utama yang
harus diperhatikan (Lupiyoadi, 2001), yaitu:
1. Kualitas produk
Pelanggan akan merasa puas apabila hasil penilaian mereka menunjukkan
bahwa produk yang mereka gunakan berkualitas.
22`
2. Kualitas pelayanan
Pelanggan akan merasa puas apabila mereka mendapatkan layanan yang baik
atau sesuai dengan yang diharapkan, khususnya untuk ind ustri jasa.
3. Emosional
Pelanggan akan merasa bangga dan mendapatkan keyakinan bahwa orang lain
akan kagum terhadapnya bila menggunakan produk dengan merek tertentu
yang cenderung mempunyai tingkat kepuasan yang lebih tinggi. Kepuasan
diperoleh karena nilai sosial atau self-esteem yang membuat pelanggan
menjadi puas terhadap merek tertentu.
4. Harga
Produk yang mempunyai kualitas yang sama tetapi menetapkan harga yang
relatif murah akan memberikan nilai yang lebih tinggi kepada pelanggan.
5. Biaya
Pelanggan yang tidak perlu mengeluarkan biaya tambahan atau tidak perlu
membuang waktu untuk mendapatkan suatu produk atau jasa cenderung
puas terhadap produk atau jasa tersebut.
2.6 Rancangan Kuisioner
Kuisioner merupakan alat ukur untuk menganalisis suatu penelitian, kuisioner
dibuat untuk mengkaji penelitian lebih dalam yaitu mengumpulkan jawaban dari
responden.
23`
Menurut Permata (2012), untuk mendapatkan kuisioner yang tepat tersebut,
langkah-langkah yang harus dilakukan meliputi :
1. Merumuskan isi pertanyaan yang akan diajukan.
2. Menentukan format dan gaya dari formulir isian.
3. Merumuskan tipe pertanyaan.
4. Menenentukan format pertanyaan yang akan diajukan.
5. Penyusunan pertanyaan secara gramatikal.
6. Menentukan susunan pertanyaan.
7. Menyusun penjelasan ataupun instruksi bagi responden.
Berdasarkan jenis pertanyaan kuesioner dibedakan menjadi empat macam, yaitu:
1. Kuesioner dengan pertanyaan tertutup
Pertanyaan yang telah disertai jawabannya. Responden tinggal memilih salah
satu jawaban yang tersedia. Pertanyaan tertutup dapat berupa pertanyaan
pilihan berganda atau berupa skala.
2. Kuesioner dengan pertanyaan terbuka
Pertanyaan yang membutuhkan jawaban bebas dari responden. Responden
tidak diberi pilihan jawaban yang sudah ada tetapi responden menjawab
pertanyaan sesuai dengan ada pendapatnya.
24`
3. Kuesioner dengan pertanyaan kombinasi tertutup dan terbuka
Pertanyaan kombinasi tertutup dan terbuka yaitu pertanyaan yang telah
disediakan pilihan jawabannya kemudian diberi pertanyaan terbuka.
4. Kuesioner dengan pertanyaan semi terbuka
Pertanyaan yang diberikan pilihan jawabannya kemudian masih ada
kemungkinan bagi responden untuk memberikan tambahan jawaban.
2.7 Tingkat Pengukuran dan Skala
Dalam menentukan Pengukuran dan skala pada kuisioner, Hendri (2007)
mejelaskan sebagai berikut:
2.7.1 Pengukuran
Pengukuran merupakan aturan-aturan pemberian angka untuk berbagai
objek sedemikian rupa sehingga angka ini mewakili kualitas atribut.
Terdapat empat jenis skala yang dapat digunakan untuk mengukur atribut,
yaitu: skala nominal, skala ordinal, skala interval, dan skala ratio.
a. Skala Nominal
Merupakan salah satu jenis pengukuran dimana angka dikenakan untuk
objek atau kelas objek untuk tujuan identifikasi. Nomor jaminan sosial
seseorang, nomor punggung pemain sepak bola, loker, dan lain-lain
adalah suatu skala nominal. Demikian juga, jika dalam suatu penelitian
tertentu pria diberikan kode 1 dan wanita mendapat kode 2, untuk
mengetahui jenis kelamin seseorang adalah melihat apakah orang ini
berkode 1 atau 2. Angka-angka tersebut tidak mewakili hal lain kecuali
25`
jenis kelamin seseorang. Wanita, meskipun mendapat angka yang lebih
tinggi, tidak berarti “lebih baik” dibanding pria, atau “lebih banyak” dari
pria. Kita boleh saja membalik prosedur pemberian kode sehingga
wanita berkode 1 dan pria berkode 2.
b. Skala Ordinal
Merupakan salah satu jenis pengukuran dimana angka dikenakan
terhadap data berdasarkan urutan dari objek. Disini angka 2 lebih besar
dari 1, bahwa angka 3 lebih besar dari 2 maupun 1. Angka 1, 2, 3, adalah
berurut, dan semakin besar angkanya semakin besar propertinya.
Contoh, angka 1 untuk mewakili mahasiswa tahun pertama, 2 untuk
tahun kedua, 3 untuk tahun ketiga, dan 4 untuk mahasiswa senior.
Namun kita juga bisa memakai angka 10 untuk mewakili mahasiswa
tahun pertama, 20 untuk tahun kedua, 25 untuk tahun ketiga, dan 30
untuk mahasiswa senior. Cara kedua ini tetap mengindikasikan level
kelas masing-masing mahasiswa dan relative standing dari dua orang,
yaitu siapa yang terlebih dahulu kuliah.
c. Skala Interval
Merupakan salah satu jenis pengukuran dimana angka-angka yang
dikenakan memungkinkan kita untuk membandingkan ukuran dari
selisih antara angka-angka. Selisih antara 1 dan 2 setara dengan selisih
antara 2 dan 3, selisih antara 2 dan 4 dua kali lebih besar dari selisih
antara 1 dan 2. Contoh adalah skala temperatur, misalnya temperature
yang rendah pada suatu hari adalah 40o F dan temperatur yang tinggi
26`
adalah 80o F. Disini kita tidak dapat mengatakan bahwa temperatur yang
tinggi dua kali lebih panas dibandingkan temperatur yang rendah karena
jika skala Fahrenheit menjadi skala Celsius, dimana C = (5F – 160) / 9,
sehingga temperatur yang rendah adalah 4,4o C dan temperatur yang
tinggi adalah 26,6o C.
d. Skala Ratio
Merupakan salah satu jenis pengukuran yang memiliki nol alamiah atau
nol absolute, sehingga memungkinkan kita membandingkan magnitude
angka-angka absolute. Tinggi dan berat adalah dua contoh nyata disini.
Seseorang yang memiliki berat 100 kg boleh dikatakan dua kali lebih
berat dibandingkan seseorang yang memiliki berat 50 kg, dan seseorang
yang memiliki berat 150 kg tiga kali lebih berat dibandingkan seseorang
yang beratnya 50 kg. Dalam skala ratio nol memiliki makna empiris
absolute yaitu tidak satu pun dari property yang diukur benar-bnar eksis.
2.7.2. Teknik Skala
Terdapat beberapa cara untuk mengukur sikap, diantaranya adalah self-
report. Self report merupakan metode penilaian sikap dimana responden
ditanya secara lansung tentang keyakinan atau perasaan mereka terhadap
suatu objek atau kelas objek.
a. Skala Likert summated ratings
Merupakan teknik self-report bagi pengukuran sikap dimana subjek
diminta untuk mengindikasikan tingkat kesetujuan atau ketidak setujuan
27`
mereka terhadap masing-masing pernyataan. Skala likert adalah salah
satu teknik pengukuran sikap yang paling sering digunakan dalam riset
pemasaran. Dalam pembuatan skala likert, periset membuat beberapa
pernyataan yang berhubungan dengan suatu isu atau objek, lalu subjek
atau responden diminta untuk mengindikasikan tingkat kesetujuan atau
ketidak setujuan mereka terhadap masing-masing pernyataan. Contoh:
No. Sangat Tidak
Setujuh
Tidak Setujuh
Netral Setujuh Sangat Tidak
Setujuh
1 Bank memberikan pelayanan berkualitas
2 Bank memiliki lokasi yang tidak meyusahkan
3 Jam oprasi bank tidak menyusahkan
4 Bank menawarkan kredit bunga rendah
Gambar 2.1 Contoh tabel kuisiner skala likert.
b. Skala semantic differential
Merupakan salah satu teknik self report untuk pengukuran sikap dimana
subjek diminta memilih satu kata sifat atau frase dari sekelompok
pasangan kata sifat atau pasangan frase yang disediakan yang paling
mampu menggambarkan perasaan mereka terhadap suatu objek.
Misalnya kita kembali menggunakan persoalan pengukuran sikap
terhadap bank. Periset perlu membuat daftar pasangan kata sifat atau
pasangan frase berkutub-dua. Skala yang telah dibuat kemudian
disebarkan pada suatu sampel responden. Setiap responden diminta
28`
membaca seluruh frase berkutup dua dan menandai sel yang paling
mampu menggambarkan perasaannya. Responden biasanya diberi tahu
bahwa sel-sel ujung adalah sel-sel objek paling deskriptif, sel tengah
adalah sel netral, dan sel-sel antara sebagai sel agak deskriptif serta sel
cukup deskriptif. Jadi sebagai contoh, jika seorang responden merasa
bahwa pelayanan bank A berkualitas sedang, maka dia akan menandai
sel keenam dari kiri, Contoh:
Pelayanan tidak berkualitas :----:----:----:----:----:----:----: Pelayanan berkualitas
Lokasi tidak menyusahkan :----:----:----:----:----:----:----: Lokasi menyusahkan
Jam kerja menyusahkan :----:----:----:----:----:----:----: Jam kerja tidak menyusahkan
Suku bunga kredit tinggi :----:----:----:----:----:----:----: Suku bunga kredit rendah
Gambar 2.2 Contoh tabel kuisiner skala semantic differential.
2.8 Ability To Pay (ATP) dan Willingness To Pay (WTP)
2.8.1 Ability To Pay (ATP)
Ability to pay (ATP) adalah kemampuan seseorang untuk membayar suatu
jasa berdasarkan penghasilan yang didapat. Pendekatan yang digunakan
dalam analisis ATP didasarkan pada alokasi biaya untuk transportasi dari
pendapatan rutin yang diterimanya. Dengan kata lain ability to pay adalah
kemampuan masyarakat dalam membayar ongkos perjalanan yang
dilakukannya. Terdapat faktor-faktor yang mempengaruhi ability to pay
diantaranya :
29`
1. Besar penghasilan.
2. Kebutuhan transportasi.
3.Total biaya transportasi (harga tiket yang ditawarkan).
4.Prosentase penghasilan yang digunakan untuk biaya transportasi.
Dengan menggunakan metode household budgets dapat dicari besaran ATP,
ada dua besaran yaitu :
ATP umum =It.Pp.Pt
𝑇𝑡…………………………. (2.1)
Dimana :
It = Total pendapatan keluarga per bulan (Rp/Kel/Bulan).
Pp = Prresentase pendapatan untuk transportasi per bulan dari total
pendapatan keluarga.
Pt = Presentase untuk angkutan dari pendapatan transportasi
Keluarga per bulan.
Tt = Total panjang perjalanan keluarga per bulan per trip
(trip/kel/bulan).
ATP resp/trip =Irs.Pp.Pt
𝑇𝑟𝑠…………………………(2.2)
Dimana :
ATP resp/trip = ATP responden berdasarkan jenis pekerjaan
(Rp/Resp/Trip)
Irs = Pendapatan responden per bulan (Rp/bulan)
Pp = Presentase pendapatan untuk transpotasi per bulan
dari pendapatan responden
Pt = Presentase untuk angkutan dari pendapatan untuk
trasnportai
Trs = Total panjang perjalanan per bulan per trip
(Trip/Resp/bulan)
30`
Dengan menggunakan metode travel cost individu ATP yang dapat
diterima oleh pengguna jasa adalah :
ATP induvidu =Ic x %TC
𝐷………………………….(2.3)
Diamana :
Ic = Penghasilan
%Tc = Presentase dari penghasilan untuk travel cost
D = Frekuensi perjalanan
2.8.2 Willingness To Pay (WTP)
Willingness To Pay (WTP) adalah kesediaan pengguna untuk mengeluarkan
imbalan atas jasa yang diperolehnya. Pendekatan yang digunakan dalam
analisis WTP didasarkan pada persepsi pengguna terhadap tarif dari jasa
pelayanan angkutan umum tersebut. Terdapat beberapa Faktor yang
mempengaruhi analisis WTP (Permata,2012), yaitu:
1. Kuantitas dan kualitas
Jasa transportasi semakin banyak jumlah angkutan yang melayani
tentunya akan lebih menguntungkan konsumen baik dari segi waktu
maupun kenyamanan (pengisian lebih sedikit dan tidak berdesak-
desakan). Penambahan kuantitas angkutan yang diikuti oleh
peningkatan kualitas transportasi akan meningkatkan kesediaan
konsumen untuk membayar.
31`
2. Utilitas pengguna
Semakin besar manfaat yang dirasakan oleh konsumen atas jasa
transportasi maka akan semakin besar pula kesediaan konsumen untuk
membayar biaya perjalanan. Begitu juga sebaliknya, apabila konsumen
merasakan manfaat yang rendah maka konsumen akan enggan untuk
menggunakannya dan kesediaan konsumen untuk membayar biaya
perjalanan akan semakin rendah.
3. Penghasilan pengguna
Seseorang yang memiliki penghasilan yang besar akan lebih besar
kesediaannya untuk membayar tarif perjalanan. Hal ini karena alokasi
dana untuk transportasi yang lebih besar menimbulkan kemampuan dan
kemauan yang lebih besar pula untuk membayar biaya perjalanan.
Dari nilai WTP yang diperoleh masing-masing responden yaitu berupa
nilai maksimum rupiah yang bersedia dibayarkan oleh responden untuk
tarif angkutan jasa kerta bandara. Kemudian didapatkan nilai rata-rata
(mean) dengan menggunakan rumus sebagai berikut :
𝑀𝑊𝑇𝑃 = 1
𝑛∑ 𝑊𝑇𝑃𝑖𝑛
𝑖=1 ……………………....…..(2.4)
Diamana :
MWTP = Rata-rata WTP
n = Ukuran sampel
WTPi = Nilai WTP maksimum responden ke i
32`
Dalam situs http://www.dardela.com, PT. Dardela Yasa Guna
Engineering Consultant membahas mengenai Ability to Pay (ATP)/
Willingness to Pay (WTP) sebagai berikut :
Nilai WTP dan ATP seringkali terjadi ketidak sinambungan. Hubungan
antara ATP dan WTP yaitu dalam menentukan tariff sering kali terjadi
benturan antara besarnya ATP dan WTP. Pada kondisi tersebut
selanjutnya disajikan secara ilustratif yang terdapat pada Gambar 2.3.
Gambar 2.4 Kurva ATP dan WTP.
Sumber : Website Konsultan Teknik Dardela Yasa Guna.
1. ATP > WTP
Kondisi ini menunjukkan bahwa kemampuan membayar lebih besar dari
pada keinginan membayar jasa tersebut. Ini terjadi bila pengguna
mempunyai penghasilan yang relatif tinggi tetapi utilitas terhadap jasa
tersebut relatif rendah, pengguna pada kondisi ini disebut choiced riders.
33`
2. ATP < WTP
Kondisi ini merupakan kebalikan dari kondisi di atas, dimana keinginan
pengguna untuk membayar jasa tersebut lebih besar dari pada kemampuan
membayarnya. Hal ini memungkinkan terjadi bagi pengguna yang
mempunyai penghasilan yang relatif rendah tetapi utilitas terhadap jasa
tersebut sangat tinggi, sehingga keinginan pengguna untuk membayar jasa
tersebut cenderung lebih dipengaruhi oleh utilitas, pada kondisi ini
pengguna disebut captive riders.
3. ATP sama dengan WTP
Kondisi ini menunjukan bahwa antara kemampuan dan keinginan
membayar jasa yang dikonsumsi pengguna tersebut sama, pada kondisi ini
terjadi keseimbangan utilitas pengguna dengan biaya yang dikeluarkan
untuk membayar jasa tersebut.
Pada prinsipnya penentuan tarif dapat ditinjau dari beberapa aspek utama
dalam sistem angkutan umum. Aspek-aspek tersebut adalah:
1. Pengguna (User)
2. Operator
3. Pemerintah (Regulator).
Bila parameter ATP dan WTP yang ditinjau, maka aspek pengguna dalam
hal ini dijadikan subyek yang menentukan nilai tarif yang diberlakukan
dengan prinsip sebagai berikut:
1. ATP merupakan fungsi dari kemampuan membayar, sehingga nilai tarif
yang diberlakukan, sedapat mungkin tidak melebihi nilai ATP
34`
kelompok masyarakat sasaran. Intervensi/campur tangan pemerintah
dalam bentuk subsidi langsung atau silang dibutuhkan pada kondisi,
dimana nilai tarif berlaku lebih besar dari ATP, sehingga didapat nilai
tarif yang besarnya sama dengan nilai ATP.
2. WTP merupakan fungsi dari tingkat pelayanan angkutan umum,
sehingga bila nilai WTP masih berada dibawah ATP maka masih
dimungkinkan melakukan peningkatan nilai tarif dengan perbaikan
kinerja pelayanan.
Gambar 2.4 Zona ATP dan WTP Terhadap Tarif.
35`
Secara kuantitatif dapat disampaikan sebagai berikut:
Pada Nilai ATP = Rp. 10.000, maka tarif maksimal yang berlaku adalah
maksimal Rp.10.000,-. Pada kondisi dimana nilai tarif terpaksa lebih dari
Rp. 10.000, misalnya Rp. 15.000, maka kelebihan Rp. 5.000,- harus
disubsidi, dalam hal ini dapat ditanggungkan ke pihak regulator (sesuai
Gambar 2.4).
Keadaan terpaksadapat terjadi karena dari sisi lain, tarif juga ditentukan
oleh kondisi operasinya, yang tercakup di dalamnya biaya operasi
kendaraan sebagai cost dan okupansi penumpang, rit/hari, jarak dan lain-
lain. sebagai benefit.
Gambar 2.5 Kondisi ATP lebih rendah dari tarif berlaku.
Pada kondisi lain, dimana Nilai ATP tetap = Rp. 10.000,- dan WTP =
Rp. 5.000, dengan nilai tarif, berdasarkan perhitungan operasi, yang
36`
kurang dari Rp. 10.000 (ATP), misalnya Rp. 7.500, terdapat pilihan
untuk memperbaiki tingkat pelayanan hingga WTP-nya naik sampai Rp.
7.500,-atau menurunkan tarif (tanpa perbaikan tingkat pelayanan)
sampai Rp. 5.000,- (sesuai Gambar 2.5). Selanjutnya kelebihan Rp.
2.500,- harus disubsidi.
Gambar 2.6 Tarif sama dengan WTP.
Ilustrasi terakhir adalah kondisi ideal, dimana Nilai ATP tetap = Rp.
10.000 dan WTP = Rp. 5.000, dengan nilai tarif, berdasarkan
perhitungan operasi, yang kurang dari Rp. 5.000 (WTP), misalnya Rp.
2.500. Pada kondisi ini terdapatkeluasaan Rp. 2.500 untuk menaikkan
nilai tarif sampai dengan Rp. 5.000, tanpa perbaikan tingkat pelayanan
(sesuai Gambar 2.6).
Sebagai pelengkap atas ilustrasidi atas, dapat disampaikan beberapa hal
tambahan sebagai berikut:
37`
1. Nilai tarif berdasarkan pertimbangan operasi kendaraan sudah
memperhitungkan faktor keuntungan disamping faktor ekonomis lain
(depresiasi, bunga bank dll.), sehingga pada kondisi tarif operasional
saja, pihak operator sudah mendapatkan keuntungan.
2. Dalam konteks operasi kereta api, subsidi harus dilakukan dengan
cara langsung, oleh pemerintah. Hal yang harus diperhatikan adalah
bila tidak terdapat kondisi ideal, dimana tarif dibawah WTP (Gambar
2.7), maka regulator harus memberikan subsidi langsung pada
kendaraan yang tarifnya diatas ATP.
Gambar 2.7 Tarif dibawah ATP.
38`
2.9 Uji Validitas dan Uji Reabilitas
2.9.1 Uji Validitas
Tujuan uji validitas adalah untuk mengetahui apakah alat ukur tersebut
memiliki ketepatan dalam melakukan pengukuran, atau dengan kata lain
apakah alat ukur tersebut dapat benar-benar mengukur apa yang hendak
diukur (Suharsimi Arikunto 2010). Cara untuk mengetahui validitas
suatu alat ukur adalah dengan cara mengkorelasikan antara skor yang
diperoleh pada masing-masing item dengan skor total. Skor total adalah
nilai yang diperoleh dari hasil penjumlahan semua skor item. Korelasi
antara skor item dengan skor total haruslah signifikan berdasarkan
ukuran statistik tertentu. Bila sekiranya skor semua item yang disusun
berdasarkan konsep berkorelasi dengan skor total, maka dapat dikatakan
bahwa alat ukur tersebut mempunyai nilai validitas atau dengan kata lain
bila terdapat korelasi positif antara skor tiap item dengan skor total, maka
hubungan yang ada sifatnya konsisten atau sejalan dengan konsep
teoritiknya. Perhitungan yang dilakukan dengan menggunakan Software
PSPP atau dapat juga dengan menggunakan rumus (2.5) sebagai berikut:
𝑟𝑥𝑦 = 𝑛 (∑ 𝑋𝑌)− (∑ 𝑋)(∑ 𝑌)
√{𝑛 ∑ 𝑋2− (∑ 𝑋)2}{𝑛 ∑ 𝑌2− (∑ 𝑌)2} ......................................(2.5)
Dimana :
𝑟𝑥𝑦 = Koefisien korelasi
𝑛 = Jumlah responden
𝑋 = Skor tiap item
𝑌 = Skor seluruh item responden uji coba
39`
2.9.2 Uji Reliabilitas
Reliabilitas merupakan indeks yang menunjukkan sejauh mana suatu
alat ukur dapat dipercaya atau dapat diandalkan, yang menunjukkan
sejauh mana hasil pengukuran tetap konsisten (Djamaludin Ancok,
1989). Uji reliabilitas untuk mengetahui sejauh mana alat ukur yang
digunakan tersebut memilliki taraf ketelitian, kepercayaan, kekonstanan
ataupun kestabilan.
Bila suatu alat ukur dapat digunakan lebih dari dua kali untuk mengukur
gejala yang sama dengan hasil yang pengukuran yang relatif konsisten,
maka alat ukur tersebut reliabel. Dalam aplikasinya, reliabilitas
dinyatakan oleh koefisien reliabilitas yang angkanya berada dalam
rentang dari 0 sampai dengan 1. Semakin tinggi koefisien reliabilitas
(mendekati angka 1), berati semakin tinggi reliabilitasnya. Juga
sebaliknya jika semakin rendah koefisien reliabilitas (mendekati angka
0), maka akan semakin rendah nilai reliabilitasnya. Nilai r hasil adalah
alpha (𝛼), nilai 𝛼 diperoleh dari perhitungan dengan menggunakan
PSPP for Windows, atau dapat mengunakan rumus (2.6) seperti berikut
ini :
𝑟11 = 𝑘
𝑘−1 𝑥 {1 −
∑ 𝜎𝑡2
𝜎𝑡2 } ................................................... (2.6)
40`
Dimana :
𝑟11 = Reliabilitas yang dicari
𝑘 = Jumlah item pertanyaan yang diuji
∑ 𝜎𝑡2 = Jumlah varians skor tiap-tiap item
𝜎𝑡2 = Varians total
2.10 Penelitian sebelumnya
Beberapa penelian mengenai Ability To Pay (ATP) dan Willingness To Pay
(WTP) yaitu:
1. Julien (2014) meneliti mengenai analisis ability to pay (ATP) dan
willingness to pay (WTP) pengguna jasa kereta api bandara kualanamu
(airport railink service) dimana pada peneliannya bertujuan untuk
menganalisis kemampuan pengguna dan kemauan membayar layanan
railink bandara Kuala Namu, sebagai perimbangan dalam menemukan tarif
ideal dari layanan kereta api serta untuk menyelidiki pertimbangan dasar
dalam menentukan tarif layanan dari PT. Railink. Pengumpulan data primer
dilakukan dengan penyebaran kuesioner dan wawancara kepada pengguna
Medan City Railway Station (CRS) dan Airport Railway Station (ARS)
dalam menganalisis data, penelitian ini menggunakan metode anggaran
rumah tangga dan metode stated preference untuk mengukur kemampuan
dan kemauan masing-masing. Hasil yang didaptkan penulis bahwa rata-
rata kemampuan membayar responden adalah Rp 78.375 dan rata-rata
kemauan membayar responden adalah Rp 60.375. Namun, setelah
peningkatan kualitas prioritas, rata-rata kemauan responden untuk
membayar akan menjadi Rp 71.375 dengan jumlah rata-rata uang yang
41`
bersedia ditambahkan oleh responden adalah Rp 22.632. Dalam
menentukan tarif, PT. Railink telah mempertimbangkan biaya operasi dan
kualitas layanan yang diberikan kepada pelanggan sebagai alasan
utamanya. Berdasarkan tarif saat ini, responden yang memiliki kemampuan
membayar hanya 50%. Penelitian ini mengungkapkan bahwa tarif ideal
untuk layanan kereta api adalah Rp 69.375, yang akan meningkatkan
persentase responden yang memiliki kemampuan untuk membayar hingga
72,5%.
Komentar :
Kekuatan pada penelitian ini adalah metode pengambilan sampel tepat,
dilakukan di Medan City Railway Station (CRS) dan Airport Railway
Station (ARS) diamana sampel tersebut mewakili populasi penggunakan
kereta. metode pendekatan yang dilakukan juga sudah sesuai dengan data
kuisioner yang akan diolah. Namun terdapat sedikit kelemahan pada hasil
penelitian dimana terjadi kerincuhan terhadap kalimat “rata-rata kemauan
membayar responden sebesar Rp 60.375. Setelah peningkatan kualitas
prioritas, rata-rata kemauan responden untuk membayar akan menjadi Rp
71.375 dengan jumlah rata-rata uang yang bersedia ditambahkan oleh
responden adalah Rp 22.632”. Pada kalimat tersebut terjadi kerincuhan
jumlah rata-rata yang bersedia ditambahkan yaitu Rp 22.632 tidak sesuai
dengan hasil rata-rata kemauan responden untuk membayar setelah
peningkatan kualitas prioritas. Seharusnya jumlah setelah di tambahkan
Rp. 60.375 + Rp 22.632 = Rp. 83.007, bukan Rp 71.375. Bahasan tidak
42`
menybutkan faktor peningkatan kualitas prioritas yang membuat responden
mau membayar lebih.
2. Fakhrul dan Rina (2015) meneliti tentang kajian tarif kereta api Penataran
jurusan Blitar-Surabaya dimana dalam penelitannya bertujuan untuk
mengetahui kesesuaian tarif berdasarkan Biaya Operasional Kendaraan
(BOK), kesesuaian tarif berdasarkan kemampuan (ATP) dan kemauan
(WTP) penumpang dalam membayarkan jasa transportasi KA, dan
mengetahui tingkat pelayanan KA Penataran saat ini. Kajian ini
menggunakan metode survei wawancara dimana jumlah populasi penelitian
ini sebanyak 809 penumpang dengan jumlah sampel sebanyak 300 dengan
menggunakan bantuan rumus Slovin. Metode analisis dalam kajian ini
menggunakan metode Importance-Performance Analysis (IPA), Ability to
Pay (ATP) dan Willingness to Pay (WTP). Metode IPA digunakan untuk
melihat bagaimana kinerja kendaraan ditinjau dari tingkat kinerja dan
tingkat kepentingannya. Dalam penelitian ini, dari analisis IPA didapatkan
nilai rata-rata kepentingan dari keseluruhan atribut pelayanan sebesar 4,435
dan nilai rata-rata kinerjanya sebesar 3,213. Berdasarkan analisis BOKA
yang didapatkan dari perhitungan PT. KAI sebesar Rp 43.918,- jauh lebih
besar dari tarif yang berlaku saat ini yaitu Rp 15.000,- yang artinya untuk
menurunkan besaran tarif dari perhitungan BOKA menjadi tarif yang
berlaku saat ini sudah dialokasikan subsidi sebesar Rp 28.918,-.
Berdasarkan analisis ATP didaptakan persamaan regresi Y=0,0007X +
43`
444,1 dengan rata-rata pendapatan sebesar Rp 4.435.074,- sehingga
diperoleh nilai ATP sebesar Rp 7.459,-. Persentase responden yang mampu
membayar tarif yang berlaku saat ini sebanyak 25,33%. Berdasarkan
analisis ATP didapatkan persamaan regresi Y=0,0003X+9954,7 dengan
rata-rata pendapatan sebesar Rp4.435.074,- sehingga diperoleh nilai WTP
sebesar Rp 11.285,-. Persentase responden yang bersedia membayar sesuai
tarif yang berlaku saat ini sebanyak 53,67%. Selanjutnya berdasarkan
kesesuaian ATP dan WTP diperoleh nilai tarif yang memenuhi keduanya
sebesar Rp 10.500,-
Komentar :
Analisa yang dilakukan pada penelitian ini menjelaskan dengan baik
bagaimana harga tiket yang berlaku dengan harga tiket sesuai perhitungan
BOKA, selisih diantara keduanya ditutupi dengan subsidi oleh pemerintah
agar harga tiket terjangkau oleh masyarakat. Namun pada penelitian ini
tidak dijelaskan faktor yang mempengaruhi perbedaan nilai regresi untuk
ATP dan WTP, padahal rata-rata pendapatan responden sama yaitu sebesar
Rp. 4.435.074,-.
3. Atik (2013) meneliti tentang kajian Ability To Pay (ATP), Willingness To
Pay (WTP) dan Willingness To Use, calon penumpang kereta api commuter
malang raya . tujuan penelitiannya adalah untuk memperoleh informasi
besaran tarif yang sesuai bagi pengguna jika kereta api commuter Malang
Raya dioperasikan dan untuk mengetahui daya beli calon pengguna kereta
44`
api commuter. Pengumpulan data dilakukan melalui dua kuisioner yang
mencakup karakteristik responden, karakteristik perjalanan, persepsi
terhadap biaya perjalanan dan juga kuisioner yang disusun dengan
menggunakan teknik stated preference. Dari analisa ATP dan WTP
terhadap tarif rencana commuter sebesar Rp 2000 diperoleh ATP dan
WTP lebih besar dari tarif rencana. Sedangkan untuk mengetahui
kemauan menggunakan (Willingness to use) moda commuter diperoleh
Model pemilihan moda Uka - Umk= 0.00401 - 0.000618 ∆X1 +0.137 ∆X2
- 0.0491 ∆X3, dimana ∆X1 adalah selisih atribut biaya perjalanan, ∆X2
adalah selisih atribut frekwensi keberangkatan dan ∆X3 adalah selisih
ketepatan jadwal.
Komentar :
Penelitian ini menjelaskan tarif rencana commuter dengan jarak antara
stasiun Lawang sampai dengan stasiun Sumber Pucung sejauh 48,3 km
sebesar Rp. 2000 yang masih dibawah angka ATP, sehingga pemerintah
tidak harus mensubsidi harga tiket commuter.
4. Carlsson (1999) meneliti tentang kesediaan penumpang untuk membayar
perbaikan atribut dari moda transportasi yang berbeda dengan
menggunakan survei state preference pada penumpang pribadi
(menanggung biaya perjalanan sendiri) dan bisnis (biaya perjalanan
ditanggung instansi/perusahaan) yang bepergian dengan kereta api atau
udara antara kedua kota terbesar di Swedia. Tujuan dari penelitian ini
45`
adalah untuk menyelidiki dan membandingkan preferensi penumpang
pribadi dan bisnis 'untuk moda transportasi yang berbeda, dan atribut yang
sesuai. Paper ini tidak meneliti atribut utama kemauan membayar
penumpang yaitu harga dan waktu perjalanan, melainkan meneliti beberapa
atribut sekunder penumpang yaitu dampak lingkungan, kehandalan dan
kenyamanan. Dari penelitian ini ditemukan bahwa kedua penumpang baik
pribadi dan bisnis memiliki nilai tinggi untuk perbaikan dampak lingkungan
dari sektor transportasi. Penumpang udara menghargai lebih tinggi
perbaikan lingkungan dari pada penumpang kereta api. Dari atribut
sekunder, dampak lingkungan adalah atribut yang paling penting bagi
penumpang udara, sementara dampak lingkungan dan keandalan adalah
sama pentingnya untuk penumpang kereta api. Penumpang Bisnis lebih
menghargai kehandalan dari penumpang pribadi, karena secara umum, tarif
penumpang bisnis sangat tinggi. Penjelasan untuk ini adalah faktanya
bahwa penumpang bisnis tidak membayar tiket sendiri, dengan demikian
penumpang bisnis cenderung mengabaikan atribut harga dalam survei.
Komentar :
Pada penelian ini dapat disimpulkan bahwa semua penumpang (baik bisnis
maupun pribadi), memiliki tanggapan yang baik mengenai perbaikan
lingkungan yang diakibatkan oleh dampak dari sektor transportasi.
Penumpang dengan tujuan bisnis memiliki nilai lebih terhadap setiap atribut
yang ditawarkan dibandingkan penumpang dengan tujuan pribadi. Hal ini
dipengaruhi oleh faktor biaya yang tidak ditanggung sendiri oleh
46`
penumpang tujuan bisnis, sehingga harga tidak menjadi hal yang mendasar
untuk menentukan pilihan.
5. Joan (2014) meneliti tentang tanggapan dan persepsi publik terhadap kereta
kecepatan tinggi di Inggris. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk
menganalisis tanggapan terhadap perjalanan jarak jauh, khususnya
tanggapan tentang High Speed Rail( HSR), di Great Britain, Inggris.
Peneliti juga menguji keamanan HSR, keamanan pribadi,strategi harga
HSR, serta menguji faktor-faktor yang mempengaruhi WTP. Hasil yang
didapat dalam penelitinnya, WTP dipengaruhi oleh waktu perjalanan,
kemudahan mengakses, serta nilai terhadap utilitas waktu. Selain itu faktor
keingin membayar lebih dipengaruhi oleh faktor kenyamanan dan prestise.
Komenar :
Fokus dalam penelitian ini adalah bagaimana respon publik terhadap
adanya HSR. Hailnya publik mau menggunakan HSR, bahkan nilai WTP
dalan penelitian ini dapat meningkat seiring peningkatan fasilitas dan nilai
prestise dari HSR itu sendiri.
47
III. METODE PENELITIAN
3.1 Metode Penelitian
Metode penelitian dilakukan untuk mengetahui langkah-langkah yang harus
dilakukan dalam penelitian ini sehingga mempermudah dalam pengumpulan data
dan pengolahan data yang dibutuhkan, mulai dari persiapan, identifikasi masalah,
pengumpulan data pendukung dan literatur terkait, serta penyebaran dan
pengolahan data kuisioner dengan menggunakan program SPSS versi 16.
3.2 Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian adalah Bandar Udara Internasional Radin Inten II, berlokasi di
Jalan Alamsyah Ratu Prawiranegara di Branti Raya, Natar, Kabupaten Lampung
Selatan.
3.3 Metode Survei
Survei dilakukan dengan cara penyebaran kuisioner oleh surveyor kepada
responden. Responden dalam hal ini yaitu orang yang akan melakukan
perjalanan yang berada diruang tunggu bandara, maupun orang telah melakukan
perjalanan dan sedang menunggu jemputan di area Bandara Radin Inten II.
48
3.4 Pengumpulan Data
3.4.1 Data sekunder
Penelitian ini menggunakan data rencana pengembangan KA bandara dan
data moda transportasi eksisting. Data sekunder ini diperoleh dengan
mendatangi beberapa instansi, terkait sejumlah dokumentasi data yang
dapat mendukung dalam penelitian ini, seperti rencana rute kereta bandara,
titik rencana pembangunan stasiun, data kedatangan dan keberangkatan
pesawat untuk menentukan jadwal kereta api, data angkut udara menurut
airline / operator untuk menentukan tipe pesawat dan kapaitas pesawat
maksimal dari Dinas Perhubungan Provinsi Lampung dan dari tata usaha
(TU) Bandara Radin Inten II.
3.4.2 Data Primer
Penyebaran kuisioner dilakukan dengan mengambil sampel secara random
sebanyak 120 responden sebagai data primer dalam penilitian ini. Data
tersebut terbagi menjadi empat bagian yaitu data responden, data
karakteristik penumpang, data karakteristik angkutan, data ATP dan WTP.
Dari data hasil survey pendahuluan, didapat rata-rata penumpang dalam
satu hari sebanyak 2414 penumpang (keberangkatan maupun kedatangan).
Berdasarkan data di atas besarnya jumlah sampel dapat ditentukan dengan
rumus slovin sebagai berikut:
49
n = N / ( 1 + N e2 )
= 2414 / ( 1 + 2414 x 0,102 )
= 96,0223 = 97 sampel minimum
Keterangan :
n = Number of samples (jumlah sampel kuisiner)
N = Total Population (jumlah populasi)
e = Eror tolerance (toleransi terjadinya gagal/signifikansi)
Karena hasil perhitungan tersebut merupakan jumlah sampel minimum maka
dalam penelitian ini ditetapkan jumlah kuisioner yang akan disebarkan adalah
120 kuisioner.
81
V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Dari hasil pengamatan dan perhitungan stated preference rencana kereta
bandara Radin Inten II Lampung dapat disimpulkan sebagai berikut :
1. Hasil analisis data nilai rata-rata kemampuan membayar atau Ability To Pay
(ATP) responden adalah sebesar Rp. 87.000,-. Harga tiket rata-rata kereta
bandara Radin Inten II – Bandar Lampung yang diharapkan oleh responden
atau Willingness to Pay (WTP) responden sebesar Rp. 44.000,-.
2. Skenario penetapan tarif kereta bandara Radin Inten II – Bandar Lampung
akan maksimal pada tarif berkisar Rp.30.000-Rp.60.000 dengan hasil
analisis ATP 90% dan WTP 60%.
5.2 Saran
1. Perlu adanya penelitian lebih lanjut terkait studi kelayakan mengenai
kereta bandara Radin Inten II – Bandar Lampung.
2. Perlu adanya kajian mengenai failitas pendung terutama tentang stasiun
eksisting yang dilewati kereta bandara Radin Inten II – Bandar Lampung .
DAFTAR PUSTAKA
Administrator. 2009. Ability to Pay/Willingness to Pay. http://www.dardela.com.
Diakses tanggal 05 Maret 2018 pukul 21.50 WIB.
Ancok, Djamaludin. 1989. Tehnik Skala Penyusunan Pengukur. Pusat Penelitian
Kependudukan. UGM Yogyakarta.
Administrator. 2015. Daftar Bandara Internasional di Indonesia.
(http://bandarasoekarnohatta.com/daftar-bandar-udara-bertaraf-internasional-
di-indonesia.info). Diakses tanggal 19 September 2017.
Berkah Nadi, Abi. 2017. Analisis Pemilihan Moda Transportasiru Tanjung Karang
– Bandara Radin Inten II Dengan Stated Preference.UniIa.Bandar Lampung.
Hensher, David A., dan Lester W.J. (1981). Applied Discrete-Choice Modelling,
Halsted Press, John Wiley & Sons, Inc, New York.
Kotler dan Keller. 2009. Manajemen Pemasaran. Jilid I. Edisi ke 13 Jakarta:
Erlangga.
Lupiyoadi, Rambat. 2001. Manajemen Pemasaran Jasa, Teori dan Praktek. Edisi
Pertama. Jakarta: Salemba Empat .
McFadden. (1974). Conditional Logit Analysis of Qualitative Choice Behaviour.
Miro, F. (2002). Perencanaan Transportasi. Erlangga, Jakarta.
Novirani, Dwi. 2007. Kajian Tarif Shuttle Service Terhadap Vehicle Operation Cost
Operator, Ability To Pay dan Willingness To Pay Penumpang. Thesis. Institut
Teknologi Bandung. Bandung.
Ortuzar, J. D. dan Willumsen, L. G. 2001. Modeling Transport . John Wiley & Sons
Ltd. England.
Pearmain, D., Swanson, J., Bradley, M. dan Kroes, E. (1991). Stated Preference
Techniques: A Guide to Practice (2nd edn) (Rotterdam, Netherlands: Steer
Davies Gleave and Hague Consulting Group).
Permata,. 2012. Analisa Ability To Pay dan Willingness To Pay Pengguna Jasa
Kereta Api Bandara Soekarno Hatta - Manggarai. Tesis Megister, Universitas
Indonesia Jakarta.
Tamin, O.Z. (1997). Perencanaan dan Pemodelan Transportasi,Teknik Sipil Institut
Teknologi Bandung.
Tamin, O.Z. 2001. Perencanaan dan Pemodelan Transportasi. Penerbit ITB. Bandung.
Thurstone, L.L. 1927. A Law of Comparative Judgement dalam Maranell, GM. 1974.
Scaling : A Sourcebook For Behavioral Scientist. Chicago: Aldine
Publishing Company.
_______. 2013. Pedoman Penulisan Karya Ilmiah Universitas Lampung. Lampung
University Press. Bandar Lampung. 21 hlm.