ANALISIS WILLINGNESS TO ACCEPT MASYARAKAT AKIBAT ... · negatif bagi masyarakat maupun lingkungan...

112
ANALISIS WILLINGNESS TO ACCEPT MASYARAKAT AKIBAT EKSTERNALITAS NEGATIF KEGIATAN PENAMBANGAN BATU GAMPING (Studi Kasus Desa Lulut, Kecamatan Klapanunggal, Kabupaten Bogor) BAHROIN IDRIS TAMPUBOLON DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011

Transcript of ANALISIS WILLINGNESS TO ACCEPT MASYARAKAT AKIBAT ... · negatif bagi masyarakat maupun lingkungan...

- 1 -  

ANALISIS WILLINGNESS TO ACCEPT MASYARAKAT AKIBAT EKSTERNALITAS NEGATIF KEGIATAN

PENAMBANGAN BATU GAMPING (Studi Kasus Desa Lulut, Kecamatan Klapanunggal,

Kabupaten Bogor)  

 

BAHROIN IDRIS TAMPUBOLON

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

2011

- 3 -  

RINGKASAN

BAHROIN IDRIS TAMPUBOLON. Analisis Willingness To Accept Masyarakat Akibat Eksternalitas Negatif Kegiatan Penambangan Batu Gamping (Studi Kasus Desa Lulut, Kecamatan Klapanunggal, Kabupaten Bogor). Dibimbing oleh EKA INTAN KUMALA PUTRI

Kegiatan penambangan batu gamping merupakan kegiatan tambang terbuka (open pit) dan dilakukan melalui cara peledakan dengan sistem berjenjang (bench). Kegiatan penambangan tentunya berpotensi menimbulkan eksternalitas negatif bagi masyarakat maupun lingkungan sekitar seperti penurunan kualitas dan kuantitas air, kebisingan, getaran, pencemaran udara, kehilangan keanekaragaman hayati, dan penurunan tingkat kesehatan. Oleh sebab itu, penelitian ini dilakukan untuk mengkaji eksternalitas negatif dan kesediaan menerima dana kompensasi masyarakat melalui pendekatan ekonomi sumberdaya dan lingkungan. Tujuan penelitian ini secara khusus yaitu: (1) mengindentifikiasi eksternalitas negatif yang dirasakan masyarakat akibat dari aktivitas penambangan batuan gamping; (2) mengkaji peluang kesediaan masyarakat dalam menerima dana kompensasi; (3) mengkuantifikasikan besarnya nilai kesediaan menerima dana kompensasi oleh masyarakat akibat eksternalitas negatif yang ditimbulkan dari kegiatan penambangan batuan gamping; dan (4) mengkaji faktor-faktor yang berpengaruh pada besarnya nilai dana kompensasi masyarakat sekitar penambangan di Desa Lulut Kecamatan Klapanunggal Kabupaten Bogor Jawa Barat.

Penelitian ini merupakan studi kasus yang dilakukan di Desa Lulut Kecamatan Klapanunggal Kabupaten Bogor. Pengambilan data dilakukan selama bulan April sampai dengan Juni 2011. Eksternalitas negatif yang dialami masyarakat diidentifikasi dengan menggunakan analisis deskriptif kualitatif. Peluang kesediaan menerima dana kompensasi masyarakat dianalisis dengan menggunakan regresi logistik. Besarnya nilai WTA masyarakat diketahui dengan menggunakan perhitungan Willingness To Accept. Faktor-faktor yang mempengaruhi besarnya nilai WTA masyarakat dianalisis dengan model regresi linier berganda.

Hasil dari penelitian ini menunjukkan, sebagian besar masyarakat menyatakan eksternalitas negatif yang dirasakan adalah kebisingan dan getaran, perubahan kualitas udara serta perubahan kualitas dan kuantitas air. Hanya sebagian kecil responden yang menyatakan kehilangan keanekaragaman hayati. Mayoritas responden menyatakan bersedia menerima dana kompensasi atas eksternalitas negatif yang timbul. Nilai dugaan rataan WTA responden adalah sebesar Rp 137.500,00 per bulan per kepala keluarga dan nilai total WTA responden sebesar Rp 6.325.000,00 per bulan. Nilai total WTA masyarakat adalah sebesar Rp 447.975.000,00 per bulan. Faktor-faktor yang berpengaruh pada besarnya nilai WTA responden adalah tingkat pendidikan, jumlah tanggungan keluarga, dummy wiraswasta dan pegawai swasta.

Berdasarkan hasil penelitian, peneliti memberikan beberapa saran untuk berbagai pihak, antara lain : (1) Perusahaan penambangan batuan gamping seharusnya mencari sistem dan teknologi penambangan yang lebih baik dan ramah lingkungan, reklamasi lahan setelah penambangan harus terus dilakukan,

- 4 -  

perbaikan Jalan Putih dan peningkatan kesempatan lapangan pekerjaan bagi masyarakat sekitar kawasan penambangan. (2) Pemerintah melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan kegiatan penambangan, menyelesaikan permasalahan eksternalitas negatif, dan pengawasan terhadap program tanggung jawab sosial perusahaan. (3) Penelitian selanjutnya sebaiknya melakukan penelitian mengenai analisis Willingness to Pay.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

- 2 -  

ANALISIS WILLINGNESS TO ACCEPT MASYARAKAT AKIBAT EKSTERNALITAS NEGATIF KEGIATAN

PENAMBANGAN BATU GAMPING (Studi Kasus Desa Lulut, Kecamatan Klapanunggal,

Kabupaten Bogor)  

 

 

 

BAHROIN IDRIS TAMPUBOLON

H44070057

 

 

 

 

Skripsi sebagai salah satu syarat untuk

memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan

 

 

 

 

 

 

DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

2011

- 5 -  

Judul Skripsi : Analisis Willingness To Accept Masyarakat Akibat Eksternalitas Negatif Kegiatan Penambangan Batu Gamping (Studi Kasus Desa Lulut Kecamatan Klapanunggal Kabupaten Bogor)

Nama : Bahroin Idris Tampubolon NIM : H44070057

Menyetujui, Pembimbing

Dr. Ir. Eka Intan Kumala Putri, MSi

NIP. 19650212 199003 2 001

Mengetahui, Ketua Departemen

Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan

Dr. Ir. Aceng Hidayat, MT. NIP. 19660717 199203 1 003

Tanggal Lulus :

- 6 -  

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi Analisis Willingness To Accept

Masyarakat Akibat Eksternalitas Negatif Kegiatan Penambangan Batu Gamping

(Stud Kasus Desa Lulut, Kecamatan Klapanunggal, Kabupaten Bogor) adalah

karya saya dengan arahan dari pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa

pun pada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip

dari karya diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan

dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Oktober 2011

Bahroin Idris Tampubolon H44070057

- 7 -  

UCAPAN TERIMA KASIH

Penyelesaian skripsi ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak. Sebagai

bentuk rasa syukur kepada Allah SWT, penulis ingin menyampaikan ucapan

terima kasih dan penghargaan kepada :

1. Ibu (Pipih Pudjiastuti), Bapak (Radjab Tampubolon), Abang Manan, Eri

Choirul serta Fia Harfiana atas segala dukungan, doa, dan kasih sayang.

2. Dr. Ir. Eka Intan Kumala Putri, MSi. selaku dosen pembimbing atas

bimbingan, arahan, dukungan, waktu dan kesabaran yang telah diberikan

kepada penulis selama penyusunan skripsi ini. Terima kasih atas pelajaran

dan pengalaman berharga yang telah diberikan.

3. Dr. Ir. Ahyar Ismail, M.Agr. selaku dosen penguji utama dan Novindra, S.P,

M.Si. selaku dosen perwakilan departemen.

4. Dr. Meti Ekayani S,Hut,MSc. selaku pembimbing akademik.

5. Ibu Dian, Ibu Riri, Ibu Wiwik, dan Bapak Erhan dari Badan Lingkungan

Hidup (BLH) Kabupaten Bogor, Kepala Desa Lulut Kecamatan

Klapanunggal beserta jajarannya, Bapak Cece selaku Ketua RT 05/05 yang

telah banyak membantu pengumpulan data dan informasi untuk skripsi.

6. Handai taulan Ario Bismoko, Adhitya “Baso” Permadi, Agung Kurniawan,

Suci Nurul H, Andrian I., Fandi W.I, Riony R.P, A.Harahap, Dina Berina,

Dina Setriana, Diyah Didi, seluruh sahabat ESL 44 serta keluarga UKM

Futsal IPB atas kebersamaan, bantuan, semangat, dan motivasinya.

 

 

- 8 -  

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas rahmat dan karunia-Nya sehingga

penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Analisis Willingness To Accept

Masyarakat Akibat Eksternalitas Negatif Kegiatan Penambangan Batu Gamping

(Studi Kasus Desa Lulut Kecamatan Klapanunggal, Kabupaten Bogor)”. Skripsi

ini disusun untuk memenuhi syarat memperoleh gelar sarjana pada Departemen

Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan, Fakultas Ekonomi dan Manajemen.

Tujuan dari penelitian dalam skripsi ini adalah mengkaji eksternalitas

negatif yang timbul dari aktivitas penambangan batuan gamping, mengkaji

peluang kesediaan masyarakat dalam menerima dana kompensasi di Desa Lulut,

mengkuantifikasikan besarnya nilai kesediaan menerima dana kompensasi oleh

masyarakat akibat eksternalitas negatif yang timbul dari kegiatan penambangan

batuan gamping serta mengkaji faktor-faktor yang berpengaruh pada besarnya

nilai dana kompensasi masyarakat sekitar penambangan.

Semoga tulisan ini dapat bermanfaat bagi pengembangan ilmu

pengetahuan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat pada masa yang akan

datang.

Bogor, Oktober 2011

Penulis

 

 

 

 

iv  

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL .............................................................................. vi

DAFTAR GAMBAR ......................................................................... vii

DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................... ix

I. PENDAHULUAN ......................................................................... 1

1.1. Latar Belakang ..................................................................... 1 1.2. Perumusan Masalah ............................................................. 5 1.3. Tujuan Penelitian ................................................................. 10 1.4. Manfaat Penelitian ............................................................... 11 1.5. Ruang Lingkup ..................................................................... 12

II. TINJAUAN PUSTAKA............................................................... . 13

2.1. Penambangan Batu Karst ..................................................... 13 2.2. Pengelolaan Kawasan Karst ................................................. 15 2.3. Pencemaran Udara ............................................................... 16 2.4. Eksternalitas Negatif ............................................................ 17 2.5. Metode Estimasi Penilaian Lingkungan dengan CVM ........ 20 2.6. Penelitian Terdahulu yang Relevan ..................................... 21

III. KERANGKA PEMIKIRAN ........................................................ 24

3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis ............................................... 24 3.1.1. Analisis WTA ........................................................... 24

3.1.2. Model Regresi Logistik............................................. 28 3.1.3. Model Regresi Linier Berganda ................................ 30

3.2. Kerangka Operasional .......................................................... 31

IV. METODE PENELITIAN............................................................. 34

4.1. Tempat dan Waktu Penelitian .............................................. 34 4.2. Jenis dan Sumber Data ......................................................... 34 4.3. Metode Pengambilan Sampel............................................... 35 4.4. Metode dan Prosedur Analisis Data ..................................... 35

4.4.1. Analisis Dampak Eksternalitas Negatif Kegiatan Penambangan Batu Gamping ..................................... 36 4.4.2. Analisis Peluang Kesediaan Menerima WTA ........... 36 4.4.3. Analisis Nilai WTA dari Masyarakat Terhadap Aktivitas Penambangan Batu Gamping ..................... 36 4.4.4. Analisis Fungsi WTA ................................................ 39

4.5. Pengujian Parameter Regresi ............................................... 43

V. GAMBARAN UMUM. ............................................................... 47

5.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian .................................... 47 5.1.1. Kependudukan .......................................................... 48

v  

5.1.2. Gambaran Umum Kegiatan Penambangan di Desa Lulut ............................................................ 49

5.2. Karakteristik Responden ..................................................... 49 5.2.1. Jenis Kelamin ........................................................... 50 5.2.2. Usia .......................................................................... 50 5.2.3. Lama Pendidikan Formal ......................................... 51 5.2.4. Jenis Pekerjaan ......................................................... 52 5.2.5. Tingkat Pendapatan ................................................ 53 5.2.6. Jumlah Tanggungan Keluarga ................................. 53 5.2.7. Lama Tinggal ........................................................... 54 5.2.8. Jarak Tempat Tinggal dari Penambangan ................ 55 5.2.9. Luas Tanah ............................................................... 56 5.2.10. Harga Tanah ............................................................ 57 5.2.11. Jenis Penyakit yang Sering Dialami ........................ 58

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN .................................................. 59

6.1. Analisis Eksternalitas Negatif yang Timbul dari Aktivitas Penambangan Batuan Gamping ........................... 59 6.2. Analisis Kesediaan Menerima Responden Terhadap Dana Kompensasi Akibat Eksternalitas Negatif ................. 65 6.3. Analisis Besarnya Nilai Dana Kompensasi Responden Akibat Eksternalitas Negatif ............................................... 67 6.4. Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi

Besarnya Nilai WTA Responden ......................................... 70

VII. SIMPULAN DAN SARAN....................................................... 79

7.1. Simpulan .............................................................................. 79 7.2. Saran..................................................................................... 80

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................ 82

LAMPIRAN ....................................................................................... 84

RIWAYAT HIDUP ............................................................................ 96

vi  

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1. Rekapan Hasil Pengujian Kualitas Udara Ambient Semester 1 Tahun 2010 ................................................................. 2

2. Data Tahunan Pneumokoniosis /ISPA Tahun 2010 Kabupaten Bogor .......................................................................... 3

3. Kualitas Air Permukaan Sungai di Kecamatan Citeureup Tahun 2002 dan Tahun 2008 ......................................................... 4

4 . Pengukuran Tinggi Muka Air Sumber Mata Air Cikukulu Tahun 2008 .................................................................... 6

5. Hasil Pengujian Tingkat Kebisingan Desa Sekitar Lokasi Penambangan Tahun 2008 ............................................................ 7

6. Data Analisis Kualitas Udara Ambien pada Pemantauan Desember 2008 dan Rona Awal Quarry D Tahun 2002 .............. 8

7. Jumlah Kunjungan Pasien & Pola Penyakit di Desa Leuwikaret dan Desa Lulut Kecamatan Citeureup Tahun 2009 ...................... 9 8. Matriks Metode Analisis Data ....................................................... 35

9. Indikator Pengukuran Nilai WTA ................................................. 42

10. Nilai Observasi dan Harapan Terhadap Peluang Kesediaan Responden ................................................................... 67

11. Distribusi WTA Responden di Desa Lulut.................................... 69

12. Total WTA (TWTA) Responden di Desa Lulut ............................ 70

13. Hasil Estimasi Model Regresi Linier Berganda Terhadap Besarnya Nilai WTA Responden .................................................. 73

vii  

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1. Kurva Eksternalitas Negatif .................................................... 19

2. Gambaran Transformasi Logit Dengan Peubah X ................. 29

3. Diagram Alur Kerangka Berpikir............................................ 33

4. Sebaran Responden Menurut Jenis Kelamin di Desa Lulut .... 50

5. Sebaran Responden Menurut Umur di Desa Lulut ................. 51

6. Sebaran Responden Menurut Lama Pendidikan Formal di Desa Lulut ........................................................................... 52

7 . Sebaran Responden Menurut Jenis Pekerjaan di Desa Lulut ........................................................................... 52

8. Sebaran Responden Menurut Tingkat Pendapatan di Desa Lulut ........................................................................... 53

9. Sebaran Responden Menurut Jumlah Tanggungan Keluarga di Desa Lulut ........................................................................... 54

10. Sebaran Responden Menurut Lama Tinggal di Desa Lulut ... 55

11. Sebaran Responden Menurut Jarak Tempat Tinggal dari Penambangan di Desa Lulut ............................................. 56

12. Sebaran Responden Menurut Luas Tanah di Desa Lulut ........ 57

13. Sebaran Responden Menurut Harga Tanah di Desa Lulut ...... 58

14. Sebaran Responden Menurut Jenis Penyakit yang Sering Dialami di Desa Lulut ............................................................. 58

15. Eksternalitas Negatif yang Dirasakan Responden Akibat Aktivitas Penambangan Batuan Gamping di Desa Lulut ........ 61

16. Dampak Kebisingan dan Getaran yang Dirasakan Responden di Desa Lulut ........................................................................... 62

17. Dampak Perubahan Kualitas Udara yang Dirasakan Responden di Desa Lulut ........................................................ 63

18. Dampak Perubahan Kualitas dan Kuantitas Air yang Dirasakan Responden di Desa Lulut .............................. 65

19. Persentase Kesediaan Menerima Dana Kompensasi Responden di Desa Lulut ........................................................ 65

20. Rencana Alokasi Penggunaan Dana Kompensasi Responden di Desa Lulut ........................................................ 66

21. Sebaran Bentuk Kompensasi Selain Dana ............................. 66

viii  

22. Dugaan Bid Curve WTA Responden di Desa Lulut ............... 69

23. Scatterplot pada WTA Responden di Desa Lulut ................... 72

ix  

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1. Kuesioner ................................................................................ 85

2. Hasil Model Regresi Logistik Dichotomus Choice ................ 90

3. Hasil Model Regresi Linier Berganda .................................... 92

4. Peta Lokasi .............................................................................. 95

5. Dokumentasi ........................................................................... 96

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

1  

I. PENDAHULUAN

1.1.1 Latar Belakang

Indonesia merupakan negara yang kaya akan sumberdaya alam baik

sumberdaya alam yang dapat diperbaharui (renewable) maupun yang tidak dapat

diperbaharui (non-renewable). Sumberdaya alam yang mempunyai nilai potensi

tinggi salah satunya adalah kawasan karst. Kawasan karst mempunyai berbagai

keragaman sumberdaya baik hayati maupun non hayati yang bernilai strategis

bagi manusia, flora, dan fauna. Potensi mineral, sumber air yang melimpah,

potensi wisata dan ilmu pengetahuan dapat dimanfaatkan untuk peningkatan

kesejahteraan manusia.

Salah satu bentuk pemanfaatan kawasan karst adalah untuk kegiatan

penambangan batuan karbonat (gamping). Batuan gamping merupakan salah satu

sumber mineral terbesar yang terdapat di kawasan karst. Batuan ini sering

dimanfaatkan untuk ornamen/hiasan, bahan baku industri-industri seperti untuk

bahan pemutih, penjernih air, bahan pestisida, serta campuran pembuatan semen.

Proses pembuatan semen umumnya menggunakan teknik penambangan

terbuka dalam bentuk kuari tipe sisi bukit (side hill type quarry). Penambangan

skala besar menggunakan sistem peledakan beruntun, peralatan berat antara lain

escavator dan ripper (penggaru), sedangkan untuk penambangan skala kecil

dilakukan dengan alat sederhana dengan cangkul, ganco, dan sekop (Minerhe,

2009). Kegiatan penambangan tersebut tentunya akan menimbulkan eksternalitas

baik eksternalitas positif maupun negatif.

2  

Eksternalitas positif yang ditimbulkan dari kegiatan penambangan

sangatlah beragam diantaranya penyerapan tenaga kerja, peningkatan pendapatan

asli daerah (PAD), dan sumber devisa negara. Namun, eksternalitas negatif juga

muncul sebagai hasil sampingan dari kegiatan penambangan tersebut yang

umumnya merugikan masyarakat sekitar lokasi penambangan, seperti kualitas

udara yang terkontaminasi, kesulitan air, dan kebisingan. Pada Tabel 1

ditampilkan data tentang kualitas udara pada Kecamatan Citeureup yang memiliki

kawasan penambangan batu gamping.

Tabel 1 Hasil Pengujian Kualitas Udara Ambient Semester 1 Tahun 2010

Parameter

Hasil Uji Laboratorium Baku Mutu

PPRI No.4 Tahun 1999

MENLH No.02

Tahun 1988Unit Kec. Citeureup

U1 U2

Suhu Udara oC 37 37 - -

Kelembaban Udara

% 37,50 28,60 - -

Partikel Debu µg/NM3 328,90 240 230 260

SO2 µg/NM3 3 3 900 260

CO2 Ppm 824,50 824 - -

NO2 µg/NM3 34,5 14,23 400 92,5

H2S µg/NM3 2,2 2,2 - 42

NH3 µg/NM3 20 1745,30 - 1360

O3 µg/NM3 19,6 38,82 235 -

SK.GUB.JABAR No.660/31/SK/694-BPKMD/82

KEP-MENLH No. 48/1996

Kebisingan dBA 68 64,15 60 70 Sumber : BLH Kabupaten Bogor dalam Bogor Plus (2011) Keterangan : U1 : Kawasan CCIE - Citeureup U2 : Jl.Raya Citeureup

Hasil uji laboratorium yang ditampilkan pada Tabel 1 di atas menunjukkan

terdapat beberapa parameter yang melebihi batas baku yang telah ditetapkan.

3  

Parameter kimia dalam hal ini Amonia (NH3) terutama di Jl. Raya Citeureup telah

melampaui batas baku yang ditetapkan yaitu dengan angka 1745,30 µg/NM3.

Amonia adalah senyawa kimia yang berbau tajam dan berpotensi merusak

kesehatan jika kadarnya berlebihan. Parameter fisika yang diwakili oleh partikel

debu di kawasan CCIE – Citeureup telah melebihi batas normal dengan jumlah

328,90 µg/NM3 sedangkan batas baku yang ditetapkan dalam PP.RI NO 41 Tahun

1999 adalah 230 µg/NM3 (Bogor Plus, 2011).

Secara umum partikel yang mencemari udara dapat merusak lingkungan,

tanaman, hewan, dan manusia. Kualitas udara yang tercemar akan berpengaruh

pada kesehatan manusia misalnya melalui partikel debu yang masuk ke dalam

saluran pernapasan atau pneumokoniosis yang umumnya dialami masyarakat di

sekitar kawasan penambangan (Bogor Plus, 2011). Hal tersebut sesuai dengan

catatan kesehatan pengidap ISPA di Kabupaten Bogor yang dapat dilihat pada

Tabel 2.

Tabel 2 Data Tahunan Pneumokoniosis /ISPA Tahun 2010 Kabupaten Bogor

No. UPTD Kecamatan Dewasa (Orang) Bayi (Orang)

1. Citeureup 1160 4537

2. Bojong Gede 1093 5673

3. Caringin 691 2853 Sumber : Dinas Kesehatan Kabupaten Bogor dalam Bogor Plus (2011)

Kegiatan penambangan tentunya akan berpengaruh pada kualitas air

disekitar kawasan. Tabel 3 menampilkan tentang pengukuran kualitas air untuk

beberapa sungai di sekitar kawasan penambangan.

4  

Tabel 3 Kualitas Air Permukaan Sungai di Sekitar Kawasan Penambangan Tahun 2002 dan 2008

No. PARAMETER UNIT BAKU

MUTU*) Tahun 2002 Tahun 2008

AP-1 AP-2 AP-1 AP-2

1. Besi (Fe) Mg/L 5,0 0,05 0,03 0,06 0,06

2. Flourida (F) Mg/L 1,5 0,04 0,17 0,33 0,33

3. Khlorida (Cl) Mg/L 600 1,9 2,9 3,9 4,9

5. pH (Insitu) - 6-9 6,6 6,3 7,65 7,50

6. Sulfat (SO4) Mg/L 400 12,3 27,5 78,5 55,1

7. Tembaga (Cu) Mg/L 1 0,002 0,02 0,02 0,02

8. Timbal (Pb) Mg/L 0,1 0,03 0,03 0,01 0,01

9. BOD5 Mg/L - 1,7 1,2 14 10

10. COD Mg/L - 8,1 6,4 40 55

11. Koliform Tinja Jml/100ml 2000 21 9 1500 2400 Sumber : Laporan Pelaksanaan RKL dan RPL PT. ITP Tbk. (2009)

*) Baku Mutu Lingkungan : Kep. Gub. Jabar No. 38/1991, Golongan B,C,D

AP – 1 : Sungai Cijere

AP - 2 : Sungai Cibadak

Pada beberapa parameter seperti pH, flourida, khlorida, sulfat, dan COD

menunjukkan adanya peningkatan. Dapat diindikasikan terkontaminasi walau

masih dalam tingkat yang diperbolehkan, namun dapat diramalkan kualitas air

pada tahun selanjutnya akan semakin meningkat kadar pencemarannya. Koliform

tinja pada Sungai Cibadak telah melebihi batas baku mutu yang ditetapkan dan

berakibat kualitas air mengalami perubahan.

Eksternalitas negatif yang dirasakan masyarakat membutuhkan penanganan

yang serius. Selama ini masih sedikit perusahaan yang peduli dengan penanganan

hal tersebut. Pada umunya bentuk kegiatan dari perusahaan yang dapat

mencerminkan penanganan atas kerugian masyarakat dilakukan melalui program

Corporate Social Responsibility (CSR), seperti pengobatan gratis, pemberdayaan

masyarakat sekitar, dan lain-lain namun terkadang sifatnya tidak rutin atau hanya

5  

secara formalitas saja. Tanggung jawab sosial ini diharapkan tidak hanya terkesan

tebar pesona atau berbuat baik agar terlihat baik tetapi esensi dari kegiatan

tersebut harus tercapai.

Perlu adanya kajian tentang eksternalitas negatif dari kegiatan

penambangan batu gamping terhadap masyarakat. Kajian tersebut terkait tentang

eksternalitas yang muncul dari keberadaan penambangan, kesediaan menerima

dana kompensasi masyarakat terhadap pencemaran dan faktor-faktor apa saja

yang mempengaruhi dana kompensasi yang bersedia diterima.

1.2 Perumusan masalah

Aktivitas penambangan batu gamping pada kawasan karst di Kecamatan

Klapanunggal, Kabupaten Bogor telah berlangsung sejak tahun 1975. Daerah

penambangan batu gamping tersebut terletak di Gunung Guha, Gunung Cibuluh,

Gunung Kutapaeran, dan Gunung Halimun yang secara administratif berada di

Desa Lulut dan Desa Leuwikaret. Kegiatan penambangan secara umum meliputi

penambangan batu kapur, pasir silika, dan tanah liat yang merupakan tambang

terbuka (open pit) dan dilakukan melalui cara peledakan dengan sistem berjenjang

(bench). Hasil peledakan berupa bongkahan-bongkahan dihancurkan di tempat

pemecahan (crusher) menjadi ukuran yang relatif lebih kecil untuk selanjutnya

diangkut ke tempat penyimpanan (storage) dengan menggunakan Belt Conveyor.

Kegiatan penambangan tersebut tentunya menimbulkan eksternalitas

negatif bagi masyarakat maupun lingkungan sekitar. Masyarakat yang tinggal di

sekitar kawasan penambangan merasakan berbagai perubahan dan gangguan

akibat keberadaan tambang antara lain kelangkaan air, kebisingan, getaran dan

pencemaran udara.

6  

Kawasan karst pada dasarnya memiliki fungsi ekologis sebagai penyerap

dan penyedia air namun fungsi tersebut menjadi hilang setelah diekstraksi untuk

bahan baku semen. Dampak penambangan terhadap kuantitas air dapat dilihat

melalui debit mata air di sekitar daerah penambangan. Pengamatan yang telah

dilakukan telah disajikan dalam Tabel 4.

Tabel 4 Pengukuran Tinggi Muka Air Sumber Mata Air Cikukulu Tahun 2008

No. Bulan Pengukuran Tahun 2006

(cm)

Pengukuran Tahun 2007

(cm)

Pengukuran Tahun 2008

(cm)

1. Juli 6,0 11,0 6

2. Agustus 7,5 10,0 7,5

3. September 6,5 15,0 8,5

4. Oktober 8,0 22,0 14,0

5. November 15,0 17,0 18,0

6. Desember 22,5 23,0 15,0

Jumlah 65,5 98 69

Rata-rata 10,9 16,3 11,5 Sumber : Laporan Pelaksanaan RKL dan RPL PT. ITP Tbk. (2009)

Terlihat bahwa rata-rata debit Mata Air Cikukulu berfluktuasi dari tahun

ke tahun, dengan rata-rata tinggi muka air masing-masing tahun adalah 10,9; 16,3;

dan 11,5 cm. Pada Oktober sampai Desember pada setiap tahun terjadi musim

hujan sehingga debit air menjadi tinggi, namun sebaliknya pada saat Juli sampai

September adanya musim kemarau menyebabkan adanya penurunan debit.

Hilangnya daerah penyerapan air hujan (water catchment area) akibat konversi

kawasan karst menjadi aktivitas penambangan diduga menjadi faktor penyebab

fluktuasi ketersediaan air disamping terjadinya perubahan musim pada setiap

tahun.

7  

Eksternalitas lain yang ditimbulkan dari keberadaan agenda penambangan

adalah kebisingan. Kebisingan yang dirasakan oleh masyarakat bersumber dari

pengoperasian alat berat, proses peledakan, belt conveyor, dan stone crusher yang

ada di setiap blok penambangan. Suara yang dihasilkan tersebut dapat

meningkatkan tingkat stress seseorang, kerusakan pendengaran, terganggunya

aktivitas kehidupan dan lain-lain. Batas nilai baku mutu yang digunakan untuk

kebisingan adalah KEP.48/MENLH/11/1996. Keputusan tersebut mengatur baku

mutu salah satunya untuk perumahan dan permukiman yaitu sebesar 55 dB. Hasil

penelitian terhadap tingkat kebisingan pada desa sekitar penambangan dapat

dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5 Hasil Pengujian Tingkat Kebisingan Desa Sekitar Lokasi Penambangan Tahun 2008

No. Lokasi Hasil (dB(A))

1. Desa Lulut RT. 02/RW. 08 ( Blok Quarry D) 64,5

2. Desa Leuwi Karet RT. 03/RW. 07 ( Blok Quarry D) 57,4

3. Desa Hambalang, Kp. Tapos RT. 25/RW. 08 56,2 Sumber : Laporan Pelaksanaan RKL dan RPL PT. ITP Tbk. (2009)

Tingkat kebisingan pada ketiga desa tersebut telah melampaui baku mutu

yang telah ditetapkan pemerintah. Faktor jarak antara pemukiman dengan Belt

Conveyor yang hanya sekitar 50 meter menjadi salah satu penyumbang tingkat

kebisingan tersebut selain dari tingkat aktivitas kendaraan darat dan tingkat

kerapatan vegetasinya cukup rendah, sehingga kemampuan mereduksi tingkat

kebisingan masih minim.

Getaran yang dihasilkan dari kegiatan peledakan masih berada dibawah

baku mutu yang ditetapkan yaitu sebesar 10 dB (Laporan Pelaksanaan PT.ITP,

2008). Terjadi 505 kali peledakan dalam 6 bulan terakhir pada blok Quarry D

yang biasanya dilakukan pada pukul 11.45 sampai dengan 12.15. Desa Lulut

8  

adalah desa yang hanya berjarak ± 500 meter dari lokasi peledakan Quarry D,

sehingga jelas masyarakat merasa terganggu dengan getaran yang timbul disaat

waktu mereka sedang beraktivitas.

Terdapat hubungan yang erat antara penambangan dengan kualitas udara.

Hampir disetiap kegiatan penambangan batu gamping, selalu terjadi pencemaran

udara. Sumber dampak tersebut adalah berasal dari kegiatan pengangkutan hasil

tambang dari lokasi tambang ke unit pemecahan, emisi gas buang alat-alat berat

dan kendaraan, partikulat hasil pembakaran seperti NOx, HC, SOx, CO, debu dan

Pb. Berdasarkan hasil pengukuran pada kualitas udara di sekitar daerah

penambangan terlihat bahwa parameter kualitas udara masih berada dibawah baku

mutu yang ditetapkan pemerintah pada PP No : 41 Tahun 1999 tentang

Pengendalian Pencemaran Udara namun, terjadi trend peningkatan terhadap

pencemaran udara. Parameter seperti CO, NO2, dan SO2 terlihat meningkat

dibandingkan saat kondisi rona awal pada tahun 2002 seperti yang ditampilkan

pada Tabel 6.

Tabel 6 Data Analisis Kualitas Udara Ambien pada Pemantauan Desember 2008 dan Rona Awal Quarry D Tahun 2002

No. Parameter Baku

Mutu *) Unit

Hasil Pengukuran Rona Awal U1 U2

1. SO2 900 µg/Nm3 16,31 17,36 2,26

2. CO 30.000 µg/Nm3 2.291 2.406 1.029

3. NO2 400 µg/Nm3 18,78 19,17 6,19

4. O3 235 µg/Nm3 22,98 20,77 -

5. HC 160 µg/Nm3  112 112 -

6. Debu (TSP) 230 µg/Nm3  83 102 481

7. Pb 2 µg/Nm3  0,03 0,03 - Sumber : Laporan Pelaksanaan RKL dan RPL PT. ITP Tbk (2009) Keterangan : *) : Baku Mutu Lingkungan PP No. 14/1999 U-1 : Desa Lulut – Blok Quarry D U-2 : Desa Leuwi Karet – Blok Quarry D

9  

Peningkatan kadar pencemaran di udara setiap tahunnya berpotensi

menimbulkan kerugian kepada masyarakat walaupun masih dibawah baku mutu

yang ditetapkan. Dapat diprediksi lima sampai sepuluh tahun kedepan bagaimana

kondisi kualitas udara di desa yang berdampingan dengan tambang andai pihak

penambang tidak melakukan tindakan produksi yang lebih ramah lingkungan.

Polutan-polutan di udara tersebut dapat memicu penurunan tingkat kesehatan

dikalangan masyarakat misalnya dengan penyakit ISPA, paru-paru, dan TBC.

Berdasarkan Laporan Pelaksanaan RKL dan RPL PT. ITP Tbk. (2009) data

kesehatan masyarakat sekitar kawasan penambangan batuan gamping di

Kecamatan Citeureup dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7 Jumlah Kunjungan Pasien & Pola Penyakit di Desa Leuwikaret dan Desa Lulut Kecamatan Klapanunggal Tahun 2009

No Jenis Penyakit Desa

Leuwikaret (Orang)

Desa Lulut (Orang)

1 ISPA 207 395

2 Kulit 107 199

3 Lambung 102 183

4 Otot dan Tulang 73 154

5 TBC 14 16

6 Penyakit sistem pembuluh darah 30 100

7 Diare 16 99

8 Gigi dan mulut 25 61

9 Influenza dan Pneumonia 34 44

Total 608 1251 Sumber : Laporan Pelaksanaan RKL dan RPL PT. ITP Tbk. (2010)

Terlihat pada Tabel 7 bahwa jumlah kunjungan pasien pada dua desa yang

berdekatan dengan kawasan penambangan didominasi oleh penyakit ISPA lalu

diikuti oleh penyakit kulit dan lambung. Infeksi Saluran Pernapasan Akut ini

10  

disinyalir akibat dari partikel-partikel debu yang merupakan dampak sampingan

aktivitas penambangan.

Berdasarkan uraian di atas, maka beberapa permasalahan yang akan

dibahas dalam penelitian ini adalah :

1. Bagaimana eksternalitas negatif yang dirasakan masyarakat akibat aktivitas

penambangan batuan gamping di Desa Lulut Kecamatan Klapanunggal

Kabupaten Bogor Jawa Barat?

2. Bagaimana peluang kesediaan masyarakat dalam menerima dana kompensasi

di Desa Lulut Kecamatan Klapanunggal Kabupaten Bogor Jawa Barat?

3. Berapa besar nilai dana kompensasi yang bersedia diterima oleh masyarakat

(WTA) akibat pencemaran yang disebabkan dari kegiatan penambangan

batuan gamping di Desa Lulut Kecamatan Klapanunggal Kabupaten Bogor

Jawa Barat?

4. Faktor-faktor apa saja yang berpengaruh terhadap besarnya nilai dana

kompensasi masyarakat sekitar kawasan penambangan batuan gamping di

Desa Lulut Kecamatan Klapanunggal Kabupaten Bogor Jawa Barat?

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah yang telah dikemukakan sebelumnya,

maka tujuan penelitian ini :

1. Mendeskripsikan eksternalitas negatif yang dirasakan masyarakat akibat

aktivitas penambangan batuan gamping di Desa Lulut Kecamatan

Klapanunggal Kabupaten Bogor Jawa Barat.

11  

2. Mengkaji peluang kesediaan masyarakat dalam menerima dana kompensasi di

Desa Lulut Kecamatan Klapanunggal Kabupaten Bogor Jawa Barat.

3. Mengkuantifikasikan besarnya nilai kesediaan menerima dana kompensasi

oleh masyarakat (WTA) akibat eksternalitas negatif yang ditimbulkan dari

kegiatan penambangan batuan gamping di Desa Lulut Kecamatan

Klapanunggal Kabupaten Bogor Jawa Barat.

4. Mengkaji faktor-faktor yang berpengaruh pada besarnya nilai dana

kompensasi masyarakat sekitar penambangan di Desa Lulut Kecamatan

Klapanunggal Kabupaten Bogor Jawa Barat.

1.4 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi:

1. Instansi/Perusahaan sebagai pertimbangan untuk penentuan besarnya dana

kompensasi yang akan diberikan kepada masyarakat akibat kegiatan

penambangan yang dilakukan.

2. Masyarakat sebagai informasi untuk lebih mengenal keberadaan lingkungan

sehingga partisipasi dalam menjaga keberlangsungan lingkungan dapat terus

ditingkatkan.

3. Pemerintah sebagai gagasan yang dapat mendukung program-program

pemerintah dalam menciptakan lingkungan hidup yang lestari dan ramah

lingkungan terutama mengenai masalah pencemaran kawasan penambangan.

4. Akademisi dan peneliti lain sebagai bahan referensi penelitian selanjutnya.

12  

1.5 Ruang Lingkup Penelitian

Aktivitas penambangan batu gamping menimbulkan eksternalitas positif

dan negatif bagi masyarakat sekitar. Pada penelitian ini hanya mengkaji

eksternalitas negatif dari keberadaan penambangan tersebut secara deskriptif,

kesediaan menerima dan besarnya dana kompensasi yang bersedia diterima oleh

masyarakat di Desa Lulut, Kecamatan Klapanunggal Kabupaten Bogor.

Eksternalitas positif yang ditimbulkan dari kegiatan seperti peningkatan

Pendapatan Asli Daerah (PAD), peningkatan sumber daya manusia sekitar,

berkembangnya perekonomian masyarakat, dan pengurangan tingkat

pengangguran tidak diteliti karena dampak sampingan tersebut lebih bersifat

menguntungkan terhadap masyarakat sehingga tidak diperlukan adanya dana

kompensasi kepada masyarakat. Bentuk kegiatan tanggungjawab sosial atau

program-program penanggulangan eksternalitas negatif oleh perusahaan tidak

dibahas dalam penelitian ini.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

13  

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Penambangan Kawasan Karst

Karst adalah istilah bagi sebuah bentang alam yang secara khusus

berkembang pada batuan karbonat (batu gamping dan dolomit), dimana bentang

alam tersebut dibentuk dan dipengaruhi oleh proses pelarutan yang derajatnya

lebih tinggi dibandingkan dengan kawasan batuan lainnya (Samodra, 2001). Karst

tersusun dan terbentuk dari endapan batuan karbonat dengan mineral utama kalsit

(CaCO3), aragonit (CaCO3), dan dolomit (CaMg(CO3))2 tetapi dapat juga terjadi

pada batuan lain yang terbentuk dari mineral-mineral mudah larut oleh airnya

seperti gipsum (CaSO42H2O), anhidrit (CaSO4), halit (NaCl), batuan sedimen

klastik dengan semen yang mudah larut, maupun batuan lain dimana proses

pelarutan mineral bisa dan mudah terjadi (Notosiswoyo, 2006).

Kawasan karst memiliki sumberdaya yang berpotensi untuk

dikembangkan antara lain sumberdaya air, tambang, hayati, wisata, arkeologi, dan

lainnya. Potensi tambang dikawasan karst ialah penambangan bahan galian

golongan C (batu gamping) dan bahan mineral (emas,perak,tembaga,seng). Batu

gamping merupakan batuan sedimen karbonat dengan penampakan luar berwarna

putih, putih kekuningan, abu-abu, hingga hitam. Batu gamping memiliki manfaat

cukup beragam, antara lain : 1) pertanian, 2) lingkungan (penjernihan air dan obat

pembasmi hama), 3) konstruksi (fondasi bangunan rumah, jalan, jembatan, dan

pembuatan semen trass atau semen merah dan marmer), 4) industri (keramik,

kaca, bahan kimia, dan bahan pemutih) (Samodra, 2001).

Kegiatan penambangan adalah kegiatan yang pasti merubah lingkungan

yang ada menjadi lingkungan baru yang berbeda, dan perubahan tersebut sulit

14  

atau bahkan tidak dapat dikembalikan seperti semula. Penambangan dapat

menciptakan kerusakan lingkungan yang serius dalam suatu kawasan. Skala

potensi kerusakan tergantung pada berbagai faktor kegiatan penambangan dan

faktor keadaan lingkungan. Faktor kegiatan penambangan antara lain berkaitan

dengan letak cebakan mineral, faktor teknik penambangan, pengolahan, dan

sebagainya. Sedangkan faktor lingkungan adalah faktor kepekaan lingkungan,

faktor geografis, morfologis, flora fauna, hidrologis, dan lain-lain (KLH, 2000).

Dampak-dampak yang timbul dari kegiatan penambangan digolongkan menurut

UNEP (1999) diacu dalam BAPEDAL (2001) adalah sebagai berikut :

1. Kerusakan habitat dan keanekaragaman hayati pada lokasi penambangan.

2. Perubahan lanskap/gangguan visual/kehilangan penggunaan lahan.

3. Pencemaran yang disebabkan oleh limbah tambang dan tailing, peralatan yang

tidak digunakan, limbah padat, limbah rumah tangga dan bahan kimia.

4. Kecelakaan/terjadinya longsoran fasilitas tailing.

5. Peningkatan emisi udara, debu, perubahan iklim dan konsumsi energi.

6. Pelumpuran dan perubahan aliran sungai serta perubahan air tanah dan

kontaminasi.

7. Kebisingan, radiasi dan toksisitas logam berat.

8. Perusakan peninggalan budaya dan situs arkeologi.

9. Terganggunya/menurunnya kesehatan masyarakat dan permukiman di sekitar

tambang.

Pada kegiatan penambangan batu gamping, partikel-partikel yang

dihasilkan dan berpotensi sebagai sumber pencemaran udara adalah SiO2, Al2O3,

MgO, 3CaOSiO2 (Wardhana, 1995). Kegiatan penambangan di kawasan karst

15  

khususnya batu gamping merupakan salah satu sektor yang menjanjikan. Namun,

kegiatan ini tentu akan menimbulkan eksternalitas negatif tidak hanya bagi

kondisi kawasan itu sendiri tetapi juga terhadap masyarakat sekitar.

2.2 Pengelolaan Kawasan Karst

Kegiatan pemanfaatan dan pengelolaan karst memiliki pembagian kelas

karst sesuai dengan peruntukannya. Menurut Keputusan Menteri Energi dan

Sumberdaya Mineral No.1456 (2000) tentang Pedoman Pengelolaan Kawasan

Karst dibagi menjadi tiga kelas, yaitu :

1. Kawasan Karst Kelas I merupakan kawasan yang memiliki salah satu, atau

lebih kriteria berikut ini : a) berfungsi sebagai penyimpan air bawah tanah

secara tetap (permanen) dalam bentuk akuifer, sungai bawah tanah, telaga atau

danau bawah tanah yang keberadaannya mencakup fungsi umum hidrologi; b)

mempunyai gua-gua dan sungai bawah tanah aktif yang kumpulannya

membentuk jaringan baik mendatar maupun tegak yang sistemnya mencukupi

fungsi hidrologi dan ilmu pengetahuan; c) gua-guanya mempunyai speleotem

aktif atau peninggalan-peninggalan sejarah sehingga berpotensi untuk

dikembangkan menjadi objek wisata dan budaya; d) mempunyai kandungan

flora dan fauna khas yang memenuhi arti dan fungsi sosial, ekonomi, budaya,

serta pengembangan ilmu pengetahuan alam.

2. Kawasan Karst Kelas II merupakan kawasan yang memiliki salah satu atau

semua kriteria berikut ini : a) berfungsi sebagai pengimbuh air bawah tanah,

berupa daerah tangkapan air hujan yang mempengaruhi naik-turunnya muka

air bawah tanah di kawasan karst, sehingga masih mendukung fungsi umum

hidrologi; mempunyai jaringan lorong-lorong bawah tanah hasil bentukan

16  

sungai dan gua yang sudah kering, mempunyai speleotem yang sudah tidak

aktif atau rusak serta sebagai tempat tetap fauna yang semuanya memberi nilai

dan manfaat ekonomi.

3. Kawasan Karst Kelas III merupakan kawasan yang tidak memiliki kriteria

sebagaimana dimaksud ayat (1) dan ayat (2).

Kawasan Karst Kelas I merupakan kawasan yang perlu dikonservasi dan

tidak boleh ada kegiatan usaha penambangan, kecuali kegiatan yang berkaitan

dengan penelitian yang tidak merubah atau merusak bentuk-bentuk morfologi dan

fungsi kawasan. Pada Kawasan Karst Kelas II, dapat dilakukan kegiatan usaha

penambangan sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku dan mendapat

rekomendasi teknis dari Menteri yang membidangi kegiatan penambangan,

setelah dilengkapi dengan studi lingkungan (Andal, UKL, dan UPL). Kegiatan

usaha penambangan dapat dilakukan pada Kawasan Karst Kelas III sesuai dengan

perundangan yang berlaku, tanpa rekomendasi dari Menteri yang membidangi

kegiatan penambangan.

2.3 Pencemaran udara

Pencemaran udara adalah masuknya zat pencemar ke dalam udara atau

atmosfer, baik secara alami (debu vulkanik, debu meteroit, pancaran garam dari

laut) maupun akibat dari aktivitas manusia (gas beracun, partikel, panas dan

radiasi nuklir, sebagai hasil sampingan pemupukan tanaman, pembasmi hama,

pengecatan, pembakaran tumah tangga, transportasi dan bermacam-macam

kegiatan industri) yang melayang dalam udara dan bergerak sesuai dengan

gerakan dan tingkah laku udara dalam jumlah yang melebihi ambang batas yang

17  

masih diperkenankan untuk kesehatan mahkluk hidup maupun estetika (Sarwono,

1999).

Secara umum zat pencemar udara dapat merusak lingkungan, tanaman,

hewan, dan manusia. Zat/Partikel pencemar tersebut sangat merugikan kesehatan

manusia. Pada umumnya udara yang telah tercemar, dapat menimbulkan berbagai

penyakit saluran pernapasan atau pneumokoniosis.

Pneumokoniosis adalah penyakit saluran pernapasan yang disebabkan

oleh adanya partikel (debu) yang masuk atau mengendap didalam paru-paru.

Penyakit pernapasan ini banyak jenisnya, tergantung kepada jenis partikel (debu)

yang masuk atau terhisap ke paru-paru. Beberapa jenis pneumokoniosis yang

sering terjadi pada daerah industri yaitu Silikosis, Asbestosis, Bisinosis,

Antrakosis, dan Beriliosis (Wardhana, 1995).

2.4 Eksternalitas

Menurut Mangkoesoebroto (1997), eksternalitas adalah sebagai suatu

keterkaitan suatu kegiatan dengan kegiatan lain yang tidak melalui mekanisme

pasar dimana kegiatan tersebut menimbulkan manfaat dan/atau biaya bagi pihak

diluar pelaksana kegiatan tersebut. Eksternalitas dibagi menjadi dua berdasarkan

dampaknya yaitu eksternalitas positif dan negatif. Eksternalitas positif adalah

dampak yang menguntungkan terhadap pihak lain dari suatu kegiatan yang

dilakukan oleh pihak tertentu tanpa adanya kompensasi dari pihak yang

diuntungkan. Eksternalitas negatif ialah dampak yang bersifat merugikan bagi

orang lain dan tidak menerima kompensasi terhadap kerugian tersebut.

18  

Kemungkinan eksternalitas yang terjadi dalam kegiatan ekonomi, yaitu :

1. konsumen-konsumen, yaitu tindakan seorang konsumen yang menimbulkan

eksternalitas bagi konsumen lain.

2. konsumen-produsen, yaitu tindakan seorang konsumen yang menimbulkan

eksternalitas baik positif atau negatif terhadap produsen.

3. produsen-konsumen, contohnya adalah pabrik yang menyebabkan polusi

sungai sehingga menggangu penduduk yang menggunakan air sungai tersebut.

4. produsen-produsen, contohnya sebuah pabrik yang menimbulkan polusi air

yang mengakibatkan kenaikan biaya produksi perusahaan lain yang

menggunakan air tersebut sebagai salah satu faktor produksinya.

Secara umum, adanya eksternalitas tidak akan mengganggu tercapainya

efisiensi masyarakat apabila semua dampak yang merugikan maupun yang

menguntungkan dimasukkan dalam perhitungan produsen dalam menetapkan

jumlah barang yang diproduksi. Hal efisiensi akan tercapai apabila :

MSC = MSB

MSC = PMC + MEC

MSB = MPB + MEB

Dimana :

MSC = Marginal Social Costs

MSB = Marginal Social Benefits

PMC = Marginal Private Cost

MEC = Marginal External Cost

MPB = Marginal Private Benefits

MEB = Marginal External Benefits

19  

Pada kasus eksternalitas negatif, produsen tidak memperhitungkan MEC

dan MEB dalam menentukan harga dan jumlah barang yang dihasilkan, sehingga

ada kecenderungan produsen berproduksi pada tingkat yang terlalu besar karena

perhitungan biayanya menjadi terlalu murah dibandingkan dengan biaya yang

harus dipikul oleh seluruh masyarakat. Dapat disimpulkan bahwa dalam

eksternalitas negatif MSC = PMC + MEC > MSB, sehingga produksi harus

dikurangi agar efisiensi produksi optimum dapat dicapai ditinjau dari seluruh

masyarakat.

Sumber: Mangkoesoebroto (1993) Gambar 1. Kurva Eksternalitas Negatif

Pada kurva diatas menunjukan kurva permintaan menunjukan manfaat

masyarakat (MSB) atas sebuah produk. Tingkat output yang optimum terjadi saat

tingkat produksi sebesar Q1. Produsen cenderung menetapkan tingkat produksi

sebesar Q2, yaitu di mana kurva permintaan (MSB) memotong kurva PMC,

H1 H

MSC = PMC +MEC

PMC

MEC

MSB

Jumlah Produksi

e d

Q1 Q2 0

Rp

20  

sehingga tampak bahwa jumlah produksi yang diproduksi terlalu banyak

dibandingkan tingkat produksi yang optimum.

2.5 Metode Estimasi Penilaian Lingkungan dengan Contingent Valuation Method (CVM)

Barang dan jasa lingkungan tergolong kedalam barang non market value.

Terdapat berbagai metode yang dapat digunakan untuk mengukur nilai dari suatu

barang dan jasa lingkungan. Salah satu metode yang dapat digunakan untuk

mengestimasi nilai dari barang dan jasa lingkungan adalah dengan Contingent

Valuation Method (CVM).

Metode yang dibangun oleh Davis pada tahun 1963 ini merupakan suatu

pendekatan yang memungkinkan semua komoditas yang tidak diperjualbelikan di

pasar dapat diestimasi nilai ekonominya, termasuk nilai ekonomi dari barang

lingkungan. Metode CVM menggunakan pendekatan secara langsung dengan

menanyakan kepada masyarakat atas kesediaan untuk membayar (WTP) akibat

manfaat tambahan yang diperoleh dari perubahan lingkungan dan atau seberapa

besar kesediaan masyarakat untuk menerima (WTA) kompensasi akibat

penurunan kualitas barang lingkungan (Hanley dan Spash, 1993).

Contingent Valuation Method memiliki tujuan untuk menghitung nilai atau

penawaran yang mendekati, jika pasar dari barang-barang lingkungan tersebut

benar-benar ada. Asumsi dasar yang belaku di CVM adalah bahwa individu-

individu memahami benar pilihan masing-masing dan cukup mengenal kondisi

lingkungan yang dinilai. Oleh karena itu, pasar hipotetik (kuisioner dan

responden) harus mendekati kondisi pasar sebenarnya. Responden harus mengenal

secara baik barang yang ditanyakan dan alat hipotetik yang digunakan untuk

pembayaran, seperti pajak dan biaya masuk secara langsung.

21  

Tahapan-tahapan untuk mengetahui nilai WTA (Hanley dan Spash, 1993),

adalah :

1. Membuat Pasar Hipotetik (Setting Up the Hypothectical Market)

2. Mendapatkan Penawaran Besarnya Nilai WTA/WTP (Obtaining Bids)

3. Memperkirakan Nilai Rata-Rata WTP dan/atau Nilai Tengah WTA

(Calculating Average WTP and/or Mean WTA)

4. Memperkirakan Kurva Penawaran (Estimating Bid Curve)

5. Menjumlahkan Data (Agregating Data)

6. Mengevaluasi Penggunaan CVM (Evaluating the CVM Exercise)

2.6 Penelitian Terdahulu yang Relevan

Penelitian mengenai Kesediaan Menerima Dana Kompensasi atau

Willingness to Accept Masyarakat Akibat Eksternalitas Negatif Aktivitas

Penambangan Batuan Gamping masih sulit ditemukan. Salah satu peneliti yang

mengkaji tentang kesediaan menerima dana kompensasi yaitu Adhitya Ramadhan

dari Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan, Institut Pertanian Bogor.

Ramadhan (2009) melakukan penelitian dengan judul ”Analisis Kesediaan

Menerima Dana Kompensasi Di Tempat Pembuangan Akhir Sampah (TPAS)

Cipayung Kota Depok Jawa Barat”. Tujuan penelitian tersebut adalah untuk

mengkaji persepsi masyarakat tentang keberadaan TPAS Cipayung dan

mengkuantifikasi besarnya nilai dana kompensasi (WTA) yang bersedia diterima

dengan turut serta menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi nilai tersebut.

Hasil yang ditunjukkan oleh penelitian tersebut bahwa masyarakat sekitar TPAS

menilai terjadi penurunan kualitas lingkungan dibandingkan sebelum berdirinya

TPAS yang ditunjukkan dengan kondisi pemukiman, kondisi air, kondisi udara

22  

dan kondisi sampah yang buruk. Sebagian besar masyarakat bersedia menerima

dana kompensasi dengan nilai rata-rata WTA sebesar Rp.54.300,00/bulan/KK

yang dipengaruhi oleh tingkat pendidikan paling signifikan.

Penelitian yang dilakukan oleh Triani (2009) tentang WTA masyarakat

terhadap pembayaran jasa lingkungan DAS Cidanau dengan pendekatan CVM.

Pada studi ini diberlakukan kompensasi kepada masyarakat oleh perusahaan sejak

tahun 2005. Mekanisme pembayaran dilakukan dengan melibatkan Forum

Komunikasi DAS Cidanau, desa-desa terkait dan perusahaan yang memanfaatkan

jasa lingkungan. Responden menilai kualitas lingkungan semakin baik setelah

adanya upaya konservasi, namun penetapan nilai pembayaran dinilai buruk oleh

sebagian besar responden. Mayoritas responden bersedia menerima nilai

pembayaran sesuai dengan skenario yang ditawarkan, dan nilai dugaan rataan

WTA responden adalah Rp 5.056,98 /pohon/tahun. Nilai tersebut dipengaruhi

oleh faktor pendapatan dan kepuasan terhadap nilai pembayaran jasa lingkungan

selama ini yang paling dominan.

Anwar (2008) melakukan penelitian dengan judul Nilai Ekonomi Akibat

Kerusakan Jalan Berdasarkan Pendekatan Willingness to Pay dan Willingness to

Accept di Jalan Lintas Timur Sumatera. Lokasi penelitian tersebut mencakup

enam provinsi yaitu Provinsi Lampung, Sumatera Selatan, Jambi, Riau, Sumatera

Utara dan NAD dengan pendekatan utama yang digunakan adalah kuantitatif dan

kualitatif. Metode yang digunakan adalah CVM untuk mengukur seberapa besar

keinginan membayar dan keinginan dibayar dari masyarakat. WTA dan WTP

masyarakat sekitar wilayah Jalintim Sumatera berkisar antara Rp 2.222,67 – Rp

2.735,93 per hari per responden. Terdapat lima faktor yang menyebabkan

23  

besarnya nilai keinginan membayar dan dibayar akibat perubahan lingkungan

yaitu berupa keterlambatan, kondisi sakit, kecelakaan, kebisingan, dan

kejengkelan. Total nilai ekonomi dari kerusakan jalan berdasarkan penilaian

masyarakat wilayah Jalintim Sumatera untuk suatu kondisi akibat dari perubahan

berkisar antara Rp 1,488 Triliun sampai Rp 3,863 Triliun dengan rataan total nilai

ekonomi sebesar Rp 1,879 Triliun

Penelitian yang mengkaji tentang kesediaan menerima dana kompensasi

kepada masyarakat akibat dampak suatu kegiatan relatif banyak dilakukan.

Terdapat beberapa kesamaan di penelitian ini dengan penelitian sebelumnya

terutama metode untuk penentuan dana kompensasi yaitu Contigent Valuation

Metode (CVM) namun terdapat juga beberapa perbedaan. Perbedaan antara

penelitian ini dengan penelitian lain adalah dari segi lokasi, tujuan, dan jenis

kegiatan yang melatarbelakangi terjadinya eksternalitas negatif. Jenis kegiatan

yang diteliti dalam penelitian ini adalah penambangan batu gamping yang telah

beroperasi sejak tahun 1975 dengan kawasan penambangan yang luas. Lokasi

pada penelitian ini adalah Desa Lulut Kecamatan Klapanunggal, Kabupaten

Bogor yang berdampingan langsung dengan kegiatan penambangan batu gamping

sehingga eksternalitas negatif sangat dirasakan.  

 

 

 

 

 

 

 

24  

III. KERANGKA PEMIKIRAN

3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis

3.1.1 Analisis Willingness to Accept

Willingness to Accept merupakan salah satu bagian dari metode CVM dan

akan digunakan dalam penelitian ini. Tahapan-tahapan metode CVM akan

mengarahkan penelitian untuk mendapatkan tujuan yang diinginkan yaitu WTA

dari masyarakat yang terkena eksternalitas negatif akibat penambangan. Tahapan

tersebut membuat pelaksanaan menjadi lebih sistematis sehingga diharapkan hasil

yang didapat sesuai dengan tujuan utama penelitian dan juga untuk menghindari

bias yang terjadi dalam penelitian.

A. Asumsi dalam Pendekatan Willingness to Accept (WTA) Masyarakat

Asumsi-asumsi yang diperlukan dalam pelaksanaan pengumpulan nilai

Willingness to Accept (WTA) dari setiap responden adalah :

a. Responden merupakan anggota masyarakat yang terletak di lokasi penelitian

dan bersedia menerima dana kompensasi.

b. Nilai WTA yang diberikan konsumen merupakan nilai minimum yang

bersedia diterima responden jika kompensasi yang diberikan benar-benar

dilaksanakan.

c. Perusahaan penambangan batuan gamping bersedia memberikan kompensasi

atas penurunan kualitas lingkungan.

d. Responden dipilih secara acak dari populasi yang terkena dampak penurunan

kualitas lingkungan dan merupakan kepala keluarga dari masing-masing

rumah tangga.

25  

B. Metode Mempertanyakan Nilai Willingness to Accept (Elicitation Method)

Metode yang dapat digunakan untuk memperoleh besarnya penawaran

nilai WTA/WTP responden (Hanley dan Spash,1993) adalah :

1. Bidding Game (Metode tawar-menawar)

Metode yang digunakan dengan mempertanyakan kepada responden tentang

sejumlah nilai tertentu yang diajukan sebagai titik awal dan selanjutnya

semakin meningkat sampai titik maksimum yang disepakati.

2. Open-ended Question (Metode pertanyaan terbuka)

Menanyakan langsung kepada responden berapa jumlah maksimum uang yang

ingin dibayarkan atau jumlah minimum uang yang ingin diterima akibat

perubahan kualitas lingkungan. Metode ini memiliki kelebihan yaitu

responden tidak perlu diberi petunjuk yang bisa mempengaruhi nilai awal

yang ditawarkan sehingga tidak akan menimbulkan bias titik awal. Kelemahan

metode ini terletak pada kurangnya akurasi nilai serta terlalu besar variasinya

selain itu seringkali ditemukan responden yang kesulitan menjawab

pertanyaan yang diberikan terutama bagi mereka yang tidak memiliki

pengalaman mengenai pertanyaan yang ada dalam kuesioner.

3. Closed-ended Question (Metode pertanyaan tertutup)

Metode pertanyaan tidak jauh berbeda dengan Open-ended Question hanya

saja bentuk pertanyaannya tertutup. Responden diberikan beberapa nilai

WTA/WTP yang disarankan kepada mereka untuk dipilih, sehingga responden

tinggal memberi jawaban sesuai dengan keinginan dan kemampuan mereka.

26  

4. Payment Card (Metode kartu pembayaran)

Metode ini menawarkan kepada responden suatu kartu yang terdiri dari

berbagai nilai kemampuan untuk membayar atau kesediaan menerima,

sehingga responden dapat memilih nilai maksimal/minimal sesuai dengan

preferensinya. Metode ini dikembangkan untuk membatasi bias titik awal dari

metode tawar-menawar. Mengembangkan kualitas metode ini terkadang

diberikan semacam nilai patokan yang menggambarkan nilai yang dikeluarkan

oleh seseorang dengan tingkat pendapatan tertentu bagi barang lingkungan

yang lain. Keunggulan metode ini adalah memberikan stimulan untuk

membantu responden berpikir lebih leluasa tentang nilai maksimum atau

minimum yang akan diberikan tanpa harus terintimidasi dengan nilai tertentu,

seperti pada metode tawar menawar. Penggunaan metode ini dibutuhkan

pengetahuan statistik yang baik.

Selain metode tersebut, terdapat pula metode bertanya Contingent

Rangking. Metode ini tidak menanyakan langsung berapa nilai yang ingin

dibayarkan atau diterima, tetapi responden diberi pilihan rangking dari kombinasi

kualitas lingkungan yang berbeda dengan nilai moneter yang berbeda. Responden

diminta mengurut beberapa pilihan dari yang paling disukai sampai kepada yang

tidak disukai. Metode ini menggunakan skala ordinal sehingga diperlukan

pengetahuan statistik yang sangat baik dan jumlah sampel yang besar.

27  

C. Langkah-langkah untuk Mengetahui Nilai Willingness to Accept Masyarakat Besarnya nilai WTA masyarakat dapat diketahui dengan menggunakan

pendekatan CVM. Pendekatan tersebut memiliki enam tahapan (Hanley and

Spash,1993) , yaitu :

1. Membangun Pasar Hipotetis

Pasar hipotetik adalah membangun suatu alasan mengapa masyarakat

seharusnya menerima dana kompensasi dari dipergunakannya jasa lingkungan

oleh pihak lain dimana terdapat nilai dalam mata uang berapa harga

barang/jasa lingkungan tersebut. Pasar hipotetik harus terdapat penjelasan

secara mendetail, nyata, dan informatif mengenai barang/jasa lingkungan yang

akan dinilai.

2. Memperoleh Nilai Penawaran

Tahapan yang dilakukan setelah membuat instrumen survei adalah

administrasi survei. Tahapan ini dapat dilakukan melalui wawancara dengan

tatap muka, surat atau perantara telepon mengenai besarnya minimum WTA

yang bersedia diterima. Wawancara dengan teknik-teknik tersebut tidak

menutup kemungkinan terjadinya bias yang dilakukan oleh petugas pada saat

melakukannya.

3. Menghitung Dugaan Nilai Rataan WTA (Estimating Mean WTA)

Nilai WTA telah terkumpul, lalu tahap yang selanjutnya dilakukan adalah

perhitungan nilai tengah dan rata-rata dari WTA. Nilai tengah dilakukan

apabila terjadi rentang nilai penawaran yang terlalu jauh. Jika perhitungan

nilai penawaran menggunakan rata-rata, maka nilai yang diperoleh akan lebih

28  

tinggi dari yang sebenarnya. Nilai tengah penawaran tidak dipengaruhi oleh

rentang yang cukup besar dan selalu lebih kecil daripada nilai rata-rata.

4. Menduga Kurva Penawaran

Kurva penawaran dapat diperkirakan dengan menggunakan nilai WTA

sebagai variabel dependen dan faktor-faktor yang mempengaruhi nilai sebagai

variabel independen. Kurva penawaran berfungsi untuk memperkirakan

perubahan nilai WTA karena perubahan sejumlah variabel independen dan

untuk menguji sensitivitas jumlah WTA terhadap variasi perubahan mutu

lingkungan.

5. Menjumlahkan Data

Penjumlahan data merupakan proses dimana nilai tengah penawaran

dikonversikan terhadap total populasi yang dimaksudkan.

6. Mengevaluasi Penggunaan CVM

Evaluasi penggunaaan CVM berfungsi untuk menilai sejauh mana penerapan

CVM telah berhasil dilakukan. Penilaian dilakukan dengan cara melihat

tingkat keandalan (reability) fungsi WTA dengan nilai R-squares (R2) dari

model regresi berganda WTA.

3.1.2 Model Regresi Logistik

Menurut Hosmer dan Lemeshow dalam Merryna (2007) analisis regresi

logistik merupakan analisis yang mengkaji hubungan pengaruh-pengaruh peubah

penjelas terhadap peubah respon dengan persamaan matematis tertentu. Analisis

logistik digunakan untuk menduga besarnya peluang kejadian dari kategorik

peubah respon maupun penjelas. Peubah penjelas pada analisis regresi ini dapat

berupa peubah kategorik maupun numerik.

29  

Data yang dapat dianalisis dengan regresi logistik adalah data yang relatif

umum dan terdiri atas dichotomus classification. Peubah kategori bisa merupakan

suatu pilihan ya/tidak atau suka/tidak suka. Analisis pemodelan peluang kejadian

tertentu dari kategori peubah respon dilakukan melalui transformasi logit.

Persamaan dari transformasi logit tersebut adalah :

1

Pi merupakan peluang munculnya kejadian kategori dari peubah respon

untuk individu ke – i. Loge logaritma dengan basis bilangan ke e. Gambar 2

memperlihatkan proses transformasi logit (Juanda, 2009).

P(i) Logit (Pi)

Transformasi Logit

Predictor (X) Predictor (X)

Gambar 2. Gambaran Transformasi Logit, dengan Peubah X Berskala Interval

Model logistik dapat diinterpretasikan sama seperti model OLS yaitu

dengan slope dari parameter. Slope diinterpretasikan sebagai perubahan logit (p)

akibat perubahan satu unit peubah bebas (X). Keuntungan dalam penggunaan

regresi logistik adalah terdapatnya odds ratio. Odd adalah peluang kejadian tidak

sukses dari peubah respon. Ratio mengindikasikan seberapa mungkin dalam

kaitannya dengan nilai odd munculnya kejadian sukses pada suatu kelompok

dibandingkan dengan kelompok lain.

30  

3.1.3 Model Regresi Linier Berganda

Model regresi yang terdiri lebih dari satu variabel bebas disebut model

regresi berganda. Terdapat hubungan antara variabel bebas dengan variabel terikat

pada regresi berganda. Metode analisis berganda merupakan metode analisis yang

didasarkan pada metode Ordinary Least Square (OLS). Sifat-sifat OLS adalah

(Gujarati, 2003): (1) penaksiran OLS tidak bias, (2) penaksiran OLS mempunyai

varian yang minimum, (3) konsisten, (4) efisien, dan (5) linier. Menurut Gujarati

(2003) analisis regresi berganda digunakan untuk membuat model pendugaan

terhadap nilai suatu parameter (variabel penjelas yang diamati). Asumsi-asumsi

yang dapat digunakan untuk model regresi linier berganda dengan OLS adalah :

1. E (ui) = 0, untuk setiap i, dimana i = 1,2,....,n, artinya rata-rata galat adalah

nol, dengan nilai yang diharapkan bersyarat dari ui tergantung pada variabel

bebas tertentu adalah nol.

2. Cov (ui,uj) = 0, i ≠ j. artinya covarian (ui,uj) = 0, dengan kata lain tidak ada

autokorelasi antara galat yang satu dengan yang lain.

3. Var (ui) = δ2, untuk setiap i, dimana i = 1,2,....,n. Artinya setiap galat memiliki

varian yang sama (asumsi homoskedastisitas).

4. Cov (ui, X1i) = cov (ui, X2i) = 0. Artinya kovarian setiap galat memiliki varian

yang sama. Setiap variabel bebas tercakup dalam persamaan linier berganda.

5. Tidak ada multikolinearitas, yang berarti tidak terdapat hubungan linier yang

pasti antara variabel yang menjelaskan, atau variabel penjelas harus saling

bebas.

Secara umum, fungsi regresi berganda dituliskan sebagai berikut (Juanda,

2009) :

31  

Y = β1 X1i + β2 X2i + β3 X3i + ... + βk Xki + εi ................................(1)

Jika semua pengamatan X1i bernilai 1, maka model diatas menjadi

Y = β1 + β2 X2i + β3 X3i + ... + βk Xki + εi...................................(2)

Keterangan :

Y = Peubah tak bebas i = Nomor pengamatan dari 1 sampai N (populasi) / n (sample) Xki = Pengamatan ke-i untuk peubah bebas Xk β1 = Intersep β2,3,..n = Parameter penduga Xi

εi = Pengaruh sisa (error term)

3.2 Kerangka Operasional

Penambangan merupakan salah satu bentuk aktivitas pemanfataan

terhadap sumberdaya alam. Kegiatan ini menimbulkan eksternalitas baik

eksternalitas positif maupun negatif bagi lingkungan maupun masyarakat.

Peningkatan pendapatan asli daerah, penyerapan tenaga kerja, pengembangan

sumberdaya manusia dan peningkatan usaha mikro disekitar lokasi tambang

merupakan bentuk-bentuk eksternalitas positif yang timbul dari aktivitas

penambangan. Akan tetapi, eksternalitas negatif dari kegiatan ini juga harus

ditanggung oleh masyarakat berupa eksternalitas negatif seperti tertutupnya

sumbermata air, pencemaran udara, kebisingan, dan penurunan tingkat kesehatan.

Kerugian yang dialami masyarakat perlu kajian yang mendalam mengenai

hal tersebut. Kajian tersebut menyangkut tentang dampak eksternalitas negatif

yang dirasakan masyarakat akibat penambangan batu gamping dengan

menggunakan metode analisis deskriptif. Peluang kesediaan menerima dana

kompensasi masyarakat akibat eksternalitas negatif dengan analisis regresi

logistik. Besarnya dana kompensasi yang bersedia diterima oleh masyarakat

32  

dengan menggunakan perhitungan Willingness To Accept dan faktor-faktor apa

saja yang mempengaruhi besarnya nilai kompensasi tersebut dengan analisis

regresi linier berganda.

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi pertimbangan pihak perusahaan

dalam penentuan keputusan atau program dari perusahaan dalam penyelesaian

eksternalitas negatif dengan kompensasi. Untuk mempermudah pelaksanaan

penelitian, dibuat alur pemikiran yang dapat dilihat pada Gambar 3.

33  

Keterangan: = Batasan penelitian = Aliran Gambar 3. Diagram Alur Kerangka Berpikir

Penambangan Batu Gamping

Eksternalitas Negatif

Kebisingan dan Getaran

Perusahaan Semen

Eksternalitas

Kerugian Masyarakat

Kualitas dan Kuantitas Air

Pencemaran Udara

Eksternalitas Positif

Peningkatan - PAD - Tenaga kerja - SDM - Usaha mikro masyarakat sekitar

Rekomendasi Tentang Kompensasi Atas Eksternalitas Negatif Penambangan Batu Gamping

Estimasi Nilai Kompensasi

Faktor mempengaruhi nilai kompensasi

Eksternalitas Negatif yang Timbul

Peluang Kesediaan Menerima Kompensasi

Analisis Regresi Logistik

Perhitungan WTA

Analisis Regresi Linier Berganda

Analisis Deskriptif

34  

IV. METODE PENELITIAN

4.1 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Desa Lulut, Kecamatan Klapanunggal,

Kabupaten Bogor, Propinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi tersebut dilakukan

secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan bahwa Desa Lulut merupakan

desa yang terdekat jaraknya dengan lokasi penambangan batu gamping dan

jumlah masyarakatnya yang relatif padat. Pengambilan data primer dilaksanakan

dari April hingga Juni 2011.

4.2 Jenis dan Sumber Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data cross section.

Data dikumpulkan untuk penelitian ini dalam satu waktu tertentu. Sumber data

meliputi data primer dan data sekunder. Data primer data yang dibutuhkan

meliputi : karakteristik responden, eksternalitas negatif yang dirasakan responden

akibat penambangan batu gamping, mengenai kesediaan atau ketidaksediaan

menerima dana kompensasi, seberapa besar nilai yang bersedia mereka terima,

dan dilengkapi dengan wawancara yang dilakukan kepada tokoh-tokoh

masyarakat, Kepala Desa, Ketua RT/RW, dan para warga yang bekerja untuk

penambangan.

Data sekunder meliputi data-data kesehatan warga Desa Lulut,

produktivitas semen dan polutan yang dihasilkan, data sosial-demografi

penduduk, dan data lainnya yang dibutuhkan. Data sekunder tersebut diperoleh

dari Pemerintah Daerah (PEMDA), Dinas Kesehatan, Badan Lingkungan Hidup

(BLH) Kabupaten Bogor, BAPPEDAL Kabupaten Bogor, Laporan Pelaksanaan

35  

PT. ITP Tbk., perpustakaan, internet, serta berbagai penelitian terdahulu yang

terkait dengan penelitian ini.

4.3 Metode Pengambilan Sampel

Pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan metode Purposive

Sampling. Responden merupakan kepala keluarga sebagai perwakilan dari rumah

tangga yang terpilih menjadi sampel. Jumlah responden adalah 70 kepala keluarga

(KK) yang bermukim sekitar kawasan penambangan batu gamping.

4.4 Metode dan Prosedur Analisis Data

Data yang diperoleh dalam penelitan dianalisis secara kualitatif dan

kuantitatif. Pengolahan dan analisis data dilakukan dengan menggunakan

komputer program Microsoft Office Excel 2007 dan Statistical Product and

Service Solutions (SPSS) 15 For Windows Evaluation Version. Matriks metode

analisis yang digunakan dalam penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 8.

Tabel 8 Matriks Metode Analisis Data N0 Tujuan Penelitian Sumber Data dan Jumlah

Sampel Metode Analisis

Data

1 Mengkaji dampak eksternalitas negatif yang timbul akibat penambangan batu gamping.

• Kuesioner • Responden =

70 KK

Analisis deskriptif kualitatif

2 Mengkaji peluang kesediaan menerima dana kompensasi

• Kuesioner • Responden =

70 KK

Analisis logistik dengan SPSS 15.0

3. Menghitung nilai WTA masyarakat akibat eksternalitas negatif kegiatan penambangan batuan gamping.

• Kuesioner • Responden =

46 KK

CVM

4. Mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi besarnya nilai WTA

• Kuesioner • Responden =

46 KK

Analisis regresi berganda dengan SPSS 15.0

36  

4.4.1 Analisis Dampak Eksternalitas Negatif Kegiatan Penambangan Batu Gamping

Analisis dampak eksternalitas negatif yang timbul akibat kegiatan

penambangan batu gamping bertujuan untuk mengetahui seberapa besar

pengaruh/kerugian dan apa saja perubahan yang dirasakan masyarakat atas

aktivitas tersebut. Analisis ini meliputi ada atau tidak adanya gangguan atas

aktivitas penambangan, pandangan responden terhadap kualitas lingkungan, dan

dampak yang timbul akibat penambangan. Dampak eksternalitas negatif ini

diidentifikasi dengan menggunakan analisis deskriptif kualitatif.

4.4.2 Analisis Peluang Kesediaan Menerima WTA Responden

Analisis terhadap peluang kesediaan menerima WTA responden bertujuan

untuk mengetahui nilai observasi dan harapan. Nilai tersebut didapat melalui

perhitungan dengan menggunakan metode regresi logistik. Analisis ini meliputi

bersedia atau tidak bersedia menerima dana kompensasi akibat eksternalitas

negatif kegiatan penambangan batu gamping. Hasil identifikasi ini dapat menduga

ketepatan antara nilai harapan dan observasi dari data yang diperoleh.

4.4.3 Analisis Nilai WTA dari Masyarakat Terhadap Aktivitas Penambangan Batu Gamping

Besarnya nilai WTA masyarakat dapat diketahui dengan menggunakan

pendekatan CVM. Pendekatan tersebut memiliki enam tahapan (Hanley and

Spash,1993) , yaitu :

1. Membangun Pasar Hipotetis

Hipotetis pasar dibuat dengan skenario bahwa perusahaan semen yang

melakukan kegiatan penambangan batu gamping akan memberlakukan

peraturan baru yaitu pemberian dana kompensasi dengan tujuan mengurangi

37  

kerugian akibat eksternalitas negatif yang timbul. Pertanyaan dalam pasar

hipotetis yang akan dibentuk dalam skenario adalah :

“Bersediakah bapak/ibu/saudara/i untuk berpartisipasi dalam kebijakan

perusahaan berupa pemberian dana kompensasi akibat dampak negatif yang

timbul dari penambangan dan berapa besar dana kompensasi yang bersedia

diterima ?”

2. Memperoleh Nilai Penawaran

Alat survei telah dibuat, maka survei dilakukan dengan cara wawancara

langsung. Responden ditanya besarnya minimum WTA untuk menerima

dampak penurunan kualitas lingkungan, dalam hal ini digunakan cara bidding

game.

3. Menghitung Dugaan Nilai Rataan WTA (Estimating Mean WTA)

Perhitungan nilai rata-rata dan median dapat dilakukan setelah nilai WTA

diketahui. Dugaan rata-rata dihitung dengan rumus :

dimana :

EWTA = Dugaan rataan WTA xi = Jumlah tiap data n = Jumlah responden i = Responden ke-i yang bersedia menerima dana kompensasi

4. Menduga Kurva Penawaran

Pendugaan kurva penawaran akan dilakukan dengan menggunakan persamaan

berikut ini :

WTA = f (PNDK, PNDP, UR, LT, JTT, JTK, KU, KBS, KA, KSH, BRH, PNS, WRS, PTN, SWT, SPR)

38  

dimana:

UR = usia responden (tahun) PNDK = tingkat pendidikan (tahun) PNDP = tingkat pendapatan (Rp) JTK = jumlah tanggungan keluarga (orang) LT = lama tinggal (tahun) JTT = jarak tempat tinggal (meter) KU = kualitas udara (deskriptif) KA = kualitas dan kuantitas air (deskriptif) KBS = kualitas kebisingan dan getaran (deskriptif) KSH = biaya kesehatan (Rp) BRH = dummy jenis pekerjaan buruh (buruh = 1; bukan buruh = 0 ) PNS = dummy jenis pekerjaan pegawai negeri sipil (PNS = 1; bukan PNS = 0) WRS = dummy jenis pekerjaan wiraswasta (wiraswasta= 1;bukan wiraswasta=0) PTN = dummy jenis pekerjaan petani (petani = 1; bukan petani = 0) SWT = dummy jenis pekerjaan pegawai swasta (swasta = 1; bukan swasta = 0) SPR = dummy jenis pekerjaan supir/ojek (supir = 1; bukan supir = 0) 5. Menjumlahkan Data

Penjumlahan data merupakan proses dimana nilai rata-rata penawaran

dikonversikan terhadap populasi yang dimaksud. Nilai total WTA dari

masyarakat dapat diketahui setelah menduga nilai tengah WTA. Rumus yang

dapat digunakan adalah :

dimana :

TWTA = Total WTA WTA = WTA individu ke-i ni = Jumlah sampel ke-i yang bersedia menerima sebesar WTA i = Responden ke-i yang bersedia menerima dana kompensasi

6. Mengevaluasi Penggunaan CVM

Tahap ini memerlukan pendekatan seberapa besar tingkat keberhasilan dalam

pengaplikasian CVM. Pelaksanaan model CVM dapat dievaluasi dengan

39  

melihat tingkat keandalan (reliability) fungsi WTA dengan melihat nilai R-

squares (R2) dari model OLS (Ordinary Least Square) WTA.

4.4.4 Analisis Fungsi Willingness to Accept (WTA)

Analisis fungsi WTA bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang

mempengaruhi WTA masyarakat Desa Lulut. Alat analisis yang digunakan adalah

model regresi linier berganda. Fungsi persamaan sebagai berikut :

midWTAi = β0 + β1UR + β2 PNDK+ β3 PNDP + β4 JTK + β5 LT + β6 JTT + β7 KU+ β8 KA + β9 KBS + β10 KSH + β11 BRH + β12 PNS + β13 WRS + β14 PTN + β15 SWT+ β16 SPR + ε

dimana:

midWTAi = Nilai WTA responden β0 = konstanta β1,,,β16 = koefisien regresi Ur = usia responden (tahun) PNDK = tingkat pendidikan (tahun) PNDP = tingkat pendapatan (Rp) JTK = jumlah tanggungan keluarga (orang) LT = lama tinggal (tahun) JTT = jarak tempat tinggal (meter) KU = kualitas udara (deskriptif) KA = kualitas dan kuantitas air (deskriptif) KBS = kualitas kebisingan dan getaran (deskriptif) KSH = biaya kesehatan (Rp) BRH = dummy jenis pekerjaan buruh (buruh = 1; bukan buruh = 0) PNS = dummy jenis pekerjaan pegawai negeri sipil (PNS = 1; bukan PNS = 0) WRS = dummy jenis pekerjaan wiraswasta (wiraswasta=1; bukan wiraswasta=0) PTN = dummy jenis pekerjaan petani (petani = 1; bukan petani = 0) SWT = dummy jenis pekerjaan pegawai swasta (swasta = 1; bukan swasta = 0) SPR = dummy jenis pekerjaan supir/ojek (supir = 1; bukan supir = 0) i = responden ke i (i=1,2,...46) ε = galat

Variabel yang diduga berbanding lurus dengan nilai WTA adalah variabel

jumlah tanggungan, tingkat pendidikan, usia responden, lama tinggal, biaya

kesehatan, jenis pekerjaan buruh, petani, dan supir/ojek. Jumlah tanggungan

terkait dengan banyaknya anggota keluarga yang harus menanggung dampak dari

akitivitas penambangan. Semakin banyak jumlah tanggungan seseorang, maka

40  

semakin tinggi nilai kompensasi yang diinginkan. Tingginya tingkat pendidikan

mencerminkan responden memiliki pengetahuan akan eksternalitas, sehingga

mengharapkan nilai yang tinggi. Umur responden dan lama tinggal diduga

menjadi variabel yang berpengaruh positif. Semakin lama seseorang tinggal

dilokasi sekitar penambangan, maka nilai kompensasi yang diterima akan semakin

tinggi. Jenis pekerjaan buruh, petani dan supir ojek diduga akan menginginkan

nilai kompenasasi yang tinggi karena jenis pekerjaan mereka yang memiliki

resiko yang tinggi dan berkaitan langsung dengan penambangan.

Variabel jarak tempat tinggal, tingkat pendapatan, variabel-variabel

lingkungan (kualitas udara, kualitas dan kuantitas air, dan kualitas kebisingan dan

getaran) serta jenis pekerjaan PNS, pegawai swasta, dan wiraswasta diduga

berpengaruh negatif terhadap nilai WTA. Tingginya tingkat pendidikan

mencerminkan orang tersebut memiliki pengetahuan yang tinggi mengenai

eksternalitas yang ditimbulkan dari aktivitas penambangan dan berfikir bahwa

suatu nilai tertentu tidak dapat mengganti semua kerugian yang dialami. Jarak

tempat tinggal diduga berpengaruh negatif karena semakin dekat jarak tempat

tinggal responden dengan lokasi tambang, semakin banyak pula dampak yang

dirasakan oleh responden sehingga nilai akan WTA semakin tinggi dibandingkan

dengan yang lokasi tempat tinggalnya jauh. Semakin tinggi pendapatan maka

responden tersebut merasa berkecukupan untuk mengeluarkan biaya

menanggulangi dampak sehingga nilai WTA diduga menjadi rendah. Kualitas dan

kuantitas air, udara, kebisingan dan getaran diduga berpengaruh negatif karena

semakin tinggi (baik) kualitas lingkungan tersebut maka kerugian dan kompensasi

yang diharapkan akan semakin kecil. Jenis pekerjaan PNS, pegawai swasta, dan

41  

wiraswasta diduga akan mengharapkan nilai kompensasi yang rendah karena

resiko dan keterkaitan pekerjaan mereka yang rendah dengan penambangan.

Adapun indikator pengukuran dari fungsi WTA disajikan dalam Tabel 9.

42  

Tabel 9 Indikator Pengukuran Nilai WTA No Variabel Cara Pengukuran 1 WTA Menggunakan bidding game yang didasarkan kepada harga riil

tertinggi tanah Desa Lulut sebagai batas atas dan harga termurah sebagai batas terendah.

2. Tingkat Pendidikan / PNDK

Dibedakan menjadi : a. Tidak Sekolah c.. SMP e. Perguruan Tinggi b. SD d. SMA

3. Tingkat Pendapatan / PNDP (perbulan)

Dibedakan menjadi : a. < Rp 500.000 b. Rp 500.000 - ≤ 1.500.000 c. Rp 1.500.001 - ≤ 2.500.000 d. Rp 2.500.001 - ≤ 3.500.000 e. > Rp 3.500.000

4. Usia Responden / UR (Tahun)

Dibedakan menjadi lima kelas yaitu : a. 17 – 25 tahun c. 35 – 43 tahun e. ≥ 53 tahun b. 26 - 34 tahun d. 44 – 52 tahun

5. Lama Tinggal / LT (Tahun)

Dikategorikan menjadi lima kategori yaitu : a. ≤ 5 tahun c. 16 – 25 tahun e. ≥ 36 tahun b. 6 – 15 tahun d. 26 - 35 tahun

6. Jarak Tempat Tinggal Dari Penambangan / JTT (Meter)

Dibedakan menjadi lima kelas yaitu : a. < 500 meter b. 500 - 1500 meter c. 1501 – 2500 meter d. 2501 – 3500 meter e. ≥ 3501 meter

7. Jumlah Tanggungan Keluarga / JTK (Orang)

Dibedakan menjadi lima kategori yaitu: a. ≤ 2 orang, b. 3 orang, c. 4 orang, d. 5 orang, e. ≥ 6 orang

8. Kualitas Udara/ KU

Dibedakan menjadi : a. Selalu berdebu, panas, sesak saat bernafas. b. Berdebu, sesak saat bernafas. c. Berdebu d. Tidak berdebu, panas e. Tidak berdebu, tidak panas, tidak sesak

9. Kualitas Kebisingan dan Getaran / KBS

Dibedakan menjadi: a. Mengganggu pendengaran, aktivitas dan istirahat. b. Mengganggu pendengaran, dan istirahat. c. Mengganggu aktivitas dan istirahat d. Tidak mengganggu pendengaran dan istirahat e. Tidak mengganggu pendengaran, istirahat, dan aktivitas

10. Kualitas dan Kuantitas Air / KA

Dibedakan menjadi: a. Sulit air, air kotor, berbau, memiliki rasa b. Sulit air, kotor, tidak berbau, air memiliki rasa c. Sulit air, tak kotor, tak berbau, tak memiliki rasa d. Air tersedia, tak kotor, tak berbau,memiliki rasa e. Air selalu tersedia, tak kotor, tak berbau, tak memiliki rasa.

11. Biaya Kesehatan / KSH

Rata-rata biaya kesehatan yang dikeluarkan dalam satu bulan per kepala keluarga.

12. Jenis Pekerjaan /JP Merupakan variabel dummy yang dibagi menjadi pekerjaan buruh, pegawai negeri sipil, petani, pegawai swasta, wiraswasta, dan supir/ojek

Sumber: Data Primer

43  

4.5 Pengujian Parameter Regresi

Pengujian secara statistik terhadap model dapat dilakukan dengan cara :

1. Uji Keandalan

Uji ini dilakukan dalam evaluasi pelaksanaan CVM dilihat dengan nilai R-

squares (R2) dari OLS (Ordinary Least Square) WTA. Koefisien determinasi

adalah suatu nilai statistik yang dapat mengetahui besarnya kontribusi variabel

bebas terhadap variabel terikat dari suatu persamaan regresi (Firdaus, 2004).

Mitchell dan Carson (1989) dalam Hanley dan Spash (1993)

merekomendasikan 15 persen sebagai batas mínimum dari R2 yang realibel.

Nilai R2 yang lebih besar dari 15 persen menunjukkan tingkat reabilitas yang

baik dalam penggunaan CVM.

2. Uji Statistik t

Uji statistik t adalah uji untuk mengetahui masing-masing variabel bebas yang

berpengaruh terhadap variabel terikatnya. Prosedur pengujian uji statistik t

adalah (Ramanathan, 1997) :

H0 : βi = 0 atau variabel bebas tidak berpengaruh nyata terhadap variabel

terikat.

H 1 : βi ≠ 0 atau varibel bebas berpengaruh nyata terhadap variabel terikat

0

Jika t hit(n-k) < tα/2 maka H0 diterima, artinya variabel bebas (Xi) tidak

berpengaruh nyata terhadap (Y). Jika t hit(n-k) > tα/2, maka terima H1 artinya

variabel bebas (Xi) berpengaruh nyata terhadap (Y).

44  

3. Uji Statistik F

Uji statistik F dilakukan untuk mengetahui pengaruh variabel bebas secara

bersama-sama terhadap variabel terikat. Prosedur pengujian menurut

Ramanathan (1997) adalah :

H0 = β1= β2 = β3 = … β = 0

H1 = β1 = β2 = β3 = … β ≠ 0

//

Dimana :

JKK = jumlah kuadrat untuk nilai tengah kolom JKG = jumlah kuadrat galat n = jumlah sampel k = jumlah peubah

Jika Fhit < Ftabel maka terima H0 yang artinya secara serentak variabel (Xi)

tidak berpengaruh nyata terhadap (Y). Jika Fhit < Ftabel, maka terima H1 yang

berarti variabel (Xi) secara serentak berpengaruh nyata terhadap (Y).

4. Uji Terhadap Kolinear Ganda

Model dengan banyak peubah sering terjadi masalah multikolinier yaitu

terjadinya korelasi yang kuat antar peubah-peubah bebas. Masalah tersebut

dapat dilihat langsung melalui hasil komputer, dimana apabila Varian

Inflation Factor (VIF) < 10 tidak ada masalah multikolinier.

5. Uji Homoskedastisitas

Salah satu asumsi metode pendugaan kuadrat terkecil adalah

homoskedastisitas, yaitu ragam galat konstan dalam setiap amatan.

Pelanggaran atas asumsi ini disebut heteroskedastisitas. Deteksi ada tidaknya

heteroskedastisitas dapat dilakukan dengan melihat ada tidaknya pola tertentu

pada grafik scatterplot antara SRESID dan ZPRED dimana sumbu Y adalah Y

45  

yang telah diprediksi, dan sumbu X adalah residual yang telah di-studentized

(Ghozali,2006).

Deteksi ada tidaknya heteroskedastisitas dapat dilakukan dengan melihat ada

tidaknya pola tertentu pada grafik scatterplot. Dasar analisis uji

heteroskedastisitas (Ghozali, 2006) :

1. Jika ada pola tertentu, seperti titik-titik yang ada membentuk pola tertentu

yang teratur (bergelombang, melebar kemudian menyempit), maka

mengindikasikan telah terjadi heteroskedastisitas.

2. Jika tidak ada pola yang jelas, serta titik-titik menyebar di atas dan di

bawah angka nol pada sumbu Y, maka tidak terjadi heteroskedatisitas.

6. Uji Normalitas

Uji normalitas diperlukan untuk mengetahui apakah error term dari data atau

observasi yang jumlahnya kurang dari 30 mendekati sebaran normal sehingga

statistik t dapat dikatakan sah. Data pada penelitian ini jumlahnya lebih dari

30, oleh sebab itu diduga data telah mendekati sebaran normal sehingga

statistik t dapat dikatakan sah. Pembuktian untuk meyakini data telah

mendekati sebaran normal perlu dilakukan sebuah pengujian. Uji yang dapat

dilakukan adalah uji Kolmogorov-Smirnov. Penerapan uji ini adalah bahwa

jika signifikasi dibawah 5% berarti data yang akan diuji mempunyai

perbedaan yang signifikan dengan data normal baku, artinya data tersebut

tidak normal.

7. Uji Autokorelasi

Uji autokorelasi dilakukan untuk melihat apakah terdapat hubungan diantara

galat dalam persamaan regresi yang diperoleh. Autokorelasi cenderung akan

46  

mengestimasi standar error lebih kecil daripada nilai sebenarnya, sehingga

nilai statistic-t akan lebih besar. Uji yang digunakan untuk mendeteksi

autokorelasi adalah uji DW (Durbin Watson test). Nilai statistik DW berada

diantara 1,55 dan 2,46 maka menunjukkan tidak ada autokorelasi (Firdaus,

2004).

47  

V. GAMBARAN UMUM

5.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Desa Lulut secara administratif terletak di Kecamatan Klapanunggal,

Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat. Desa ini berbatasan dengan Desa

Bantarjati di sebelah utara, Desa Leuwikaret di sebelah selatan, Desa Rigar Mukti

di sebelah timur, dan Sungai Cileungsi di sebelah barat. Luas wilayah Desa Lulut

sebesar 499,145 ha dan menurut penggunaannya terbagi menjadi wilayah

permukiman 454,905 ha, persawahan sekitar 38 ha, perkantoran 0,5 ha dan sarana

umum lainnya adalah 5,740 ha.

Desa Lulut memiliki delapan unit rukun warga (RW) dan 41 unit

organisasi rukun tetangga (RT). Sarana dan prasarana seperti pendidikan,

peribadatan, air dan sanitasi, kesehatan, dan olahraga sudah tersedia. Sektor

pendidikan terdapat lima Sekolah Dasar (SD), dan satu Sekolah Menengah

Pertama (SMP) serta empat lembaga pendidikan keagamaan. Jumlah masjid

adalah 12 dan mushola sebanyak 37 yang digunakan sebagai prasarana

peribadatan. Terdapat 2921 sumur gali, satu sumur pompa, dan dua saluran

drainase dalam prasarana air bersih dan sanitasi. Prasarana kesehatan terdapat

sepuluh posyandu dan satu puskesmas pembantu. Terdapat dua lapangan sepak

bola dan satu lapangan bulu tangkis sebagai prasarana olahraga (Potensi Desa

Lulut, 2009).

Desa Lulut berjarak 8 km dari ibu kota kecamatan, dengan lama jarak

tempuh menggunakan kendaraan bermotor sekitar 45 menit. Aksesibilitas dari

Desa Lulut menuju ibu kota kecamatan atau ibu kota kabupaten tergolong mudah,

karena terdapatnya transportasi umum. Kondisi jalan yang terdapat di Desa Lulut

48  

berada dalam kondisi baik dengan panjang jalan desa yaitu 3,5 kilometer dan jalan

beton sepanjang 3,5 kilometer. Suhu rata-rata harian Desa Lulut yaitu antara 27 –

30 0C.

Potensi sumberdaya alam yang terdapat di Desa Lulut terdiri atas sektor

pertanian, kehutanan, peternakan, perikanan serta bahan galian. Sektor pertanian

didominasi oleh subsektor tanaman pangan yaitu komoditas padi sawah dan

ladang. Hutan lindung dengan luas 710 hektar merupakan satu-satunya komoditas

sektor kehutanan dan pengelolaannya diatur oleh Perhutani. Jenis populasi ternak

Desa Lulut adalah sapi, ayam, kambing, dan burung walet. Sistem pemasaran

untuk komoditas peternakan yaitu langsung dijual ke pasar hewan atau tengkulak.

Perikanan budidaya air tawar adalah jenis perikanan yang berkembang di

masyarakat Desa Lulut dengan komoditas Ikan Mas dan Gurame. Batu kapur di

Desa Lulut merupakan potensi desa dari bahan galian yang produktivitasnya besar

dan sudah dimanfaatkan oleh pihak swasta.

5.1.1 Kependudukan

Jumlah penduduk yang tercatat di Desa Lulut sampai dengan tahun 2009

adalah sebesar 12.833 jiwa. Jumlah penduduk tersebut terbagi atas 6.493 jiwa

penduduk laki-laki dan 6.340 jiwa penduduk perempuan dengan jumlah kepala

keluarga (KK) sebanyak 3.258.

Tingkat pendidikan penduduk Desa Lulut sebagian besar hanya lulusan

SD yaitu sebesar 75,5 persen dari total penduduk. Mata pencaharian pokok

masyarakat Desa Lulut terdiri atas petani (16,4%), buruh tani (6,3%), pegawai

negeri sipil (0,6%), pegawai swasta (17,3%), buruh (44,2%), dan wirausaha

(15,2%). Dari sebaran data jenis pekerjaan tersebut terlihat bahwa mayoritas

49  

masyarakat Desa Lulut bekerja sebagai buruh. Jenis pekerjaan buruh relatif tidak

membutuhkan pendidikan dan keterampilan yang tinggi sehingga banyak

masyarakat yang memilih bekerja dibidang tersebut selain itu telah banyak juga

lahan pertanian yang berubah menjadi kawasan tambang.

5.1.2 Gambaran Umum Kegiatan Penambangan di Desa Lulut

Penambangan oleh pihak swasta di Desa Lulut dibangun pada tahun 1972

dan mulai beroperasi pada tahun 1975. Penambangan ini dibangun untuk

menunjang kegiatan pembangunan, terutama pemasokan bahan baku bagi

kegiatan konstruksi. Kegiatan penambangan meliputi penambangan batu kapur,

pasir silika, dan tanah liat. Penambangan merupakan penambangan terbuka dan

dilakukan melalui peledakan dengan sistem berjenjang (bench). Bongkahan hasil

peledakan kemudian dihancurkan di tempat pemecahan (chrusher) menjadi

ukuran yang lebih kecil, selanjutnya diangkut ke tempat penyimpanan

menggunakan belt conveyor atau truk.

5.2 Karakteristik Responden

Karakteristik umum responden Desa Lulut didasarkan kepada hasil survei

yang telah dilakukan terhadap 70 KK. Variabel yang menjadi perhatian dalam

penelitian ini meliputi jenis kelamin, usia, lama pendidikan formal yang pernah

ditempuh, pekerjaan, pendapatan, jumlah tanggungan keluarga, lama tinggal, jarak

tempat tinggal dari penambangan, luas tanah, harga tanah, dan jenis penyakit yang

sering dialami.

\

50  

5.2.1 Jenis Kelamin

Sebagian besar responden berjenis kelamin laki-laki karena target

responden dalam penelitian ini adalah kepala keluarga. Dalam sebuah keluarga

atau rumah tangga, biasanya pengambilan keputusan diambil oleh laki-laki

sebagai perwakilan keluarga sehingga dalam menjawab pertanyaan survei, laki-

laki lebih berperan. Persentase jumlah responden laki-laki berbanding perempuan

adalah 97,1 persen berbanding 2,9 persen. Sebaran jenis kelamin responden dapat

dilihat pada Gambar 4.

Gambar 4. Sebaran Responden Menurut Jenis Kelamin di Desa Lulut

5.2.2 Usia

Tingkat usia responden dari hasil survei yang dilakukan cukup bervariasi

dengan sebaran usia 25 tahun sampai 75 tahun. Persentase tertinggi terjadi pada

kelompok usia 25 – 35 tahun dengan 34,29 persen. Responden usia 36 – 45 tahun

berjumlah 30 persen, usia 46 – 55 tahun berjumlah 18,57 persen, sedangkan

tingkat usia 56 – 65 tahun sebesar 9, 86 persen dan usia 66 – 75 berjumlah 4,26

persen. Responden pada penelitian ini hampir semua telah menikah dan memiliki

tanggungan, sehingga dapat dikatakan usia responden relatif sudah tidak muda

lagi. Gambar 5 menjelaskan distribusi perbandingan usia responden di Desa Lulut.

97.10%

2.90%

Laki-laki

Perempuan

51  

Gambar 5. Sebaran Responden Menurut Umur di Desa Lulut

5.2.3 Lama Pendidikan Formal

Tingkat pendidikan diklasifikasikan berdasarkan lama tahun menempuh

pendidikan formal dimulai dari jenjang tidak sekolah sampai dengan perguruan

tinggi. Sebagian besar responden memiliki latar belakang pendidikan lulusan

Sekolah Dasar (SD) yaitu sebesar 44,29 persen. Sulit ditemui responden yang

memiliki pendidikan yang tinggi. Persentase jumlah responden untuk lulusan

Sekolah Menengah Pertama (SMP) sebesar 7,14 persen diikuti dengan Sekolah

Menengah Atas (SMA) sebesar 20 persen sedangkan untuk Perguruan Tinggi

hanya terdapat 4,29 persen. Responden yang tidak pernah menempuh pendidikan

formal sebesar 24,29 persen. Kondisi perekonomian masyarakat Desa Lulut pada

masa lalu yang mayoritas dalam kondisi cukup sulit disinyalir menjadi penyebab

rendahnya tingkat pendidikan responden. Perbandingan persentase tingkat

pendidikan responden dapat disajikan pada Gambar 6.

34.29%

30%

18.57%

9.86% 4.26%25-35 tahun

36-45 tahun

46-55 tahun

56-65 tahun

66-75 tahun

52  

Gambar 6. Sebaran Responden Menurut Lama Pendidikan Formal di Desa Lulut

5.2.4 Jenis Pekerjaan

Jenis Pekerjaan yang menjadi mata pencaharian responden di Desa Lulut

cukup bervariasi, diantaranya adalah pegawai negeri sipil, pegawai swasta,

wiraswasta, buruh, petani dan supir/ojek. Berdasarkan hasil survei, mata

pencaharian responden tertinggi adalah buruh dengan persentase sebesar 44,29

persen. Pekerjaan seperti petani (21,43%) masih menjadi pilihan responden dalam

menggantungkan kehidupannya disamping pekerjaan sebagai wirausaha

(12,86%), pegawai swasta (7,14 %), pegawai negeri sipil (2,86 %), dan pekerjaan

sebagai supir/ojek (11,43%). Sebaran jenis pekerjaan responden dapat dilihat pada

Gambar 7.

Gambar 7. Sebaran Responden Menurut Jenis Pekerjaan di Desa Lulut

44.29%

7.14%

20%4.29%

24.29%SD

SMP

SMA

Perguruan Tinggi

Tidak Sekolah

44.29%

21.43%

12.86%

7.14%2.86% 11.43%

Buruh

Petani

Wirausaha

Pegawai Swasta

PNS

Supir/Ojek

53  

5.2.5 Tingkat Pendapatan

Persentase responden dengan tingkat pendapatan terbesar terdapat pada

kelompok pendapatan Rp 500.000,00 – 1.500.000,00 yaitu sebesar 60 persen. Hal

ini sangat berhubungan dengan jenis pekerjaan mayoritas dari responden yaitu

buruh dan petani. Tingkat pendapatan sangat tergantung nilai Upah Minimum

Regional (UMR) bagi buruh atau hasil panen komoditas pertanian bagi petani.

Sebanyak 17,14 persen responden memiliki tingkat pendapatan antara Rp

1.500.001,00 – 2.500.000,00. Sebanyak 11,43 persen responden memiliki

pendapatan < Rp 500.000,00 dan sebanyak 10 persen responden memiliki

pendapatan sebesar Rp 2.500.001,00 – 3.500.000,00. Hanya 1,43 persen

responden yang memiliki pendapatan > Rp 3.500.000,00. Perbandingan distribusi

tingkat pendapatan setiap bulannya dapat dilihat pada Gambar 8.

Gambar 8. Sebaran Responden Menurut Tingkat Pendapatan di Desa Lulut

5.2.6 Jumlah Tanggungan Keluarga

Jumlah tanggungan yang dimaksud adalah tanggungan yang mencakup

keluarga inti (istri dan anak) serta tanggungan bukan keluarga inti di rumah

responden. Sebagian besar responden adalah kepala keluarga yang memiliki

jumlah tanggungan sebanyak kurang dari sama dengan dua orang yaitu

persentasenya adalah 34,29 persen. Sebanyak 30,0 persen responden memiliki

11.43%

60%

17.14% 10% 1.43%<Rp 500.000,00

Rp 500.000,00 - 1.500.000,00

Rp 1.500.001,00 - 2.500.00,00

Rp 2.500.001,00 - 3.500.000,00

>Rp 3.500.00,00

54  

jumlah tanggungan keluarga sebesar tiga orang. Hasil tersebut menggambarkan

bahwa tingkat kelahiran di Desa Lulut yang relatif rendah karena memang

program keluarga berencana sudah diterapkan oleh masyarakat. Responden

dengan jumlah tanggungan empat yaitu sebesar 17,14 persen, sementara

responden yang memiliki jumlah tanggungan lima terdapat 8,57 persen. Jumlah

tanggungan keluarga responden dengan jumlah 6 orang memiliki persentase

sebesar sepuluh persen. Perbandingan jumlah tanggungan dapat dilihat pada

Gambar 9.

Gambar 9. Sebaran Responden Menurut Jumlah Tanggungan Keluarga di Desa Lulut

5.2.7 Lama Tinggal

Lama tinggal responden sebagian besar berada pada kelompok > 36 tahun

dan antara 26 – 35 tahun dengan persentase 45,71 persen dan 30 persen. Hal ini

disebabkan karena sebagian besar responden merupakan penduduk asli yang sejak

lahir sudah berada di Desa Lulut. Responden dengan lama tinggal antara 16 – 25

tahun memiliki persentase sebesar 8,57 persen. Terdapat responden yang lama

tinggalnya ≤ 5 tahun yaitu sebesar 8,57 pesen. Persentase terkecil terjadi pada

kelompok responden dengan lama tinggal 6 – 15 tahun dengan persentase 7,14

persen. Sebaran lama tinggal responden disajikan pada Gambar 10.

34.29%

30%17.14%

8.57% 10%≤ 2 orang

3 orang

4 orang

5 orang

≥ 6 orang

55  

Gambar 10. Sebaran Responden Menurut Lama Tinggal di Desa Lulut

5.2.8 Jarak Tempat Tinggal dari Penambangan

Kawasan penambangan berlokasi di sebelah timur Desa Lulut dan terdapat

yang berbatasan sangat dekat dengan tempat tinggal warga. Hasil survei pada

responden diketahui bahwa 26 responden (37,14 %) tempat tinggalnya hanya

berjarak < 500 meter. Rata-rata responden yang bertempat tinggal pada jarak

tersebut adalah responden dengan pekerjaan buruh penambangan. Tempat tinggal

responden dengan jarak 500 – 1500 meter berjumlah 18 orang dengan persentase

25,71 persen. Pada kelas jarak 1501 – 2500 meter, terdapat 11 responden dengan

sebaran 15,71 persen dan pada kelas 2501 – 3500 meter terdapat delapan

responden sebesar 11,43 persen. Jarak tempat tinggal terjauh yaitu ≥ 3501 m

terdapat tujuh responden dengan persentase terkecil sebesar 10 persen. Persentase

responden berdasarkan jarak tempat tinggal disajikan dalam Gambar 11.

8.57%7.14%

8.57%

30%

45.71%

≤ 5 tahun

6 - 15 tahun

16 - 25 tahun

26 - 35 tahun

> 36 tahun

56  

Gambar 11. Sebaran Responden Menurut Jarak Tempat Tinggal dari Penambangan di Desa Lulut

5.2.9 Luas Tanah

Luas tanah dalam penelitian ini adalah luas tanah yang di atas lahannya

terdapat tempat tinggal atau rumah. Distribusi luas tanah responden didominasi

oleh kelas ≤ 100 meter persegi dan kelas 101 – 200 meter persegi dengan

persentase masing-masing sebesar 28,57 persen dan 47,14 persen. Kelas luas

tanah 201 – 300 meter persegi terdapat tujuh responden, dimana hal ini serupa

dengan kelas ≥ 401 meter persegi yang persentasenya adalah 10 persen untuk

masing-masing kelas. Persentase untuk responden yang memiliki luas lahan antara

301 - 400 meter persegi adalah sebesar 4,29 persen. Berdasarkan hasil survei luas

lahan, dapat disimpulkan bahwa kepadatan dan kerapatan lahan untuk tempat

tinggal di Desa Lulut cukup tinggi. Perbandingan persentase luas lahan responden

dapat dilihat pada Gambar 12.

37.14%

26%

15.71%

11.43%10.00%

< 500 m

500 - 1500 m

1501 - 2500 m

2501 - 3500 m

≥ 3501 m

57  

Gambar 12. Sebaran Responden Menurut Luas Tanah di Desa Lulut

5.3.10 Harga Tanah

Harga tanah dalam penelitian ini merupakan harga tanah riil pada saat

melakukan survei kepada responden dan tidak berdasarkan pada nilai jual objek

pajak (NJOP) tanah tersebut. Diketahui bahwa mayoritas harga tanah responden

berkisar antara Rp 41.000,00 – 50.000,00 per meter dengan persentase 42,86

persen. Persentase harga tanah responden yang berada pada kelas ≤ Rp 20.000,00

per meter sebanyak tujuh responden atau sekitar 10 persen. Sebanyak 13

responden yang setara dengan 18,57 persen memiliki tanah dengan harga

Rp 21.000,00 – 30.000,00 per meter dan untuk kelas harga tanah Rp 31.000,00 –

40.000,00 per meter terdapat 11 responden (15,71%). Harga tanah di Desa Lulut

sangat dipengaruhi oleh ketersediaan akses/jalan. Semakin bagus dan lebar sebuah

jalan menjangkau suatu tempat, maka harga tanah di daerah tersebut semakin

mahal. Hal tersebut tercermin pada kelas Rp 41.000,00 per meter – 50.000,00 per

meter dan > Rp 50.000,00 per meter dimana pada lokasi tanah kelas tersebut

sudah terdapat akses/jalan berupa jalan beton. Sebaran harga tanah responden

disajikan pada Gambar 13.

28.57%

47.14%

10%

4.29% 10.00% ≤ 100 meter persegi

101 - 200 meter persegi

201 -300 meter persegi

301 - 400 meter persegi

≥ 401 meter persegi

58  

Gambar 13. Sebaran Responden Menurut Harga Tanah di Desa Lulut

5.3.11 Jenis Penyakit yang Sering Dialami

Berdasarkan survei yang dilakukan, jenis penyakit yang sering dialami

oleh responden adalah batuk-batuk dengan jumlah responden sebesar 31 orang

dan persentasenya adalah 44,29 persen. Influenza menempati urutan setelahnya

dengan jumlah responden 26 orang atau sama dengan 37,14 persen. Batuk-batuk

dan influenza merupakan jenis penyakit pada saluran penapasan. Hasil survei

tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa kondisi udara di Desa Lulut dalam

keadaan kurang baik. Jenis penyakit diare, dan lambung memiliki persentase

masing-masing 2,86 persen atau hanya 2 responden. Sebesar 12,86 persen yang

setara dengan 9 responden sering mengalami penyakit lainnya ,antara lain

reumatik, pusing-pusing, atau gatal-gatal. Distribusi jenis penyakit yang sering

dialami responden disajikan pada Gambar 14.

Gambar 14. Sebaran Responden Menurut Jenis Penyakit yang Sering Dialami

Responden di Desa Lulut

10.00%18.57%

15.71%

42.86%

12.86%≤ Rp 20.000/m2

Rp 21.000 - 30.000 /m2

Rp 31.000 - 40.000/m2

Rp 41.000 - 50.000/m2

≥ 51.000/m2

44.29%

2.86%2.86%

37.14%

12.86%Batuk

Lambung

Diare

Influenza

Lainnya

59  

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN

6.1 Analisis Eksternalitas Negatif yang Timbul dari Aktivitas Penambangan Batuan Gamping

Lingkungan merupakan tempat mahluk hidup untuk berkembang biak dan

berinteraksi. Kualitas lingkungan yang baik tentunya akan dapat membantu

mewujudkan kualitas mahluk hidup yang lebih baik. Manusia sebagai salah satu

anggota mahluk hidup tentu akan memanfaatkan sumberdaya alam dalam upaya

mencukupi kebutuhan hidupnya.

Pemanfaatan terhadap potensi sumberdaya alam tercermin melalui berbagai

aktivitas, salah satunya adalah kegiatan penambangan batu gamping.

Penambangan batu gamping akan berdampak bagi lingkungan dan masyarakat

disekitarnya. Dampak tersebut merupakan hasil sampingan dari aktivitas

penambangan yang berlangsung atau disebut eksternalitas. Eksternalitas negatif

yang dirasakan masyarakat sekitar penambangan yaitu perubahan kualitas udara,

kelangkaan air, kebisingan dan getaran.

Perubahan lingkungan akibat kegiatan penambangan sangat dirasakan oleh

sebagian besar masyarakat Desa Lulut. Hasil penelitian terhadap 70 responden di

Desa Lulut menunjukkan bahwa seluruh responden (100 persen) merasakan

adanya perubahan lingkungan akibat kegiatan penambangan. Perubahan

lingkungan ini ditinjau dari dampak yang paling dirasakan oleh responden.

Sebanyak 50 persen responden menyatakan bahwa kebisingan dan getaran

merupakan eksternalitas yang paling dirasakan dalam kehidupan sehari-hari.

Kebisingan dan getaran ini berasal dari suara belt conveyor yang hampir aktif

selama 24 jam setiap hari. Operasional kendaraan truk-truk pengangkut batuan

60  

juga dikeluhkan oleh responden terutama yang tinggal berdampingan dengan

akses masuk kawasan penambangan. Sumber getaran lain yang timbul diakibatkan

dari peledakan masih dirasakan oleh responden terutama yang berdekatan dengan

kawasan penambangan walaupun frekuensinya sudah relatif berkurang.

Pencemaran udara merupakan eksternalitas kedua terbesar yang

dikemukakan oleh responden dengan persentase sebesar 40 persen. Kualitas udara

yang dirasakan oleh responden berkaitan dengan debu dan suhu yang semakin

meningkat. Partikel-partikel debu merupakan hasil dari proses pemecahan batu,

belt conveyor, keberadaan Jalan Putih sebagai akses masuk menuju Desa Lulut,

dan proses ledakan saat penambangan.

Sebesar 7,14 persen responden menyatakan bahwa perubahan lingkungan

yang paling dirasakan adalah mengenai kualitas dan kuantitas air. Hal ini

berdasarkan dari ketersediaan air bersih untuk konsumsi dan aktivitas sehari-hari.

Mayoritas responden menyatakan jika dibandingkan dengan tahun awal berdirinya

penambangan, maka saat ini kuantitas air disekitar rumah mereka berkurang. Hal

ini disebabkan dari berkurangnya sumber mata air karena kawasan

pegunungannya sudah dijadikan kawasan penambangan. Kualitas air juga menjadi

keluhan responden karena apabila air pada masa sekarang dimasak, terkadang

memiliki rasa sadah (pahit) terlebih apabila air tersebut berasal dari mata air

didalam kawasan penambangan. Berkurangnya daerah resapan air, jenis

pepohonan, dan tertutupnya mata air diindikasikan menjadi penyebab penurunan

kualitas dan kuantitas air di Desa Lulut.

Kehilangan keanekaragaman hayati dirasakan sebagai eksternalitas negatif

yang dirasakan oleh responden yaitu sebesar 2,86 persen. Keragaman tumbuhan

61  

seperti sengon, mahoni, pinus ataupun tanaman buah-buahan sudah sulit

ditemukan di Desa Lulut. Lahan sebagai tempat berbagai jenis tumbuhan hidup

telah hilang seiring dengan berjalannya kegiatan penambangan. Jenis satwa

seperti burung walet jumlahnya semakin berkurang, padahal masih terdapat

beberapa masyarakat yang menggantungkan hidupnya dari berburu sarang burung

tersebut. Terlihat dari hasil survei bahwa eksternalitas negatif yang paling

dirasakan oleh responden adalah kebisingan dan getaran, pencemaran udara, dan

perubahan kualitas dan kuantitas air. Adapun persentase eksternalitas negatif yang

dirasakan masyarakat dari aktivitas penambangan batuan gamping dapat dilihat

pada Gambar 15.

Gambar 15. Eksternalitas Negatif yang Dirasakan Responden dari Aktivitas Penambangan Batuan Gamping di Desa Lulut.

Kebisingan dan getaran dirasakan memberikan pengaruh terhadap

kehidupan sebagian responden. Sebanyak 60 persen responden menyatakan bahwa

kebisingan dan getaran yang timbul dari aktivitas penambangan dapat

mengganggu aktivitas dan jam istirahat mereka. Hal ini dapat disebabkan karena

kegiatan penambangan seperti proses peledakan dan pengoperasian belt conveyor

terjadi pada waktu masyarakat beristirahat. Proses peledakan terjadi antara pukul

50%40%

7.14% 2.86%Kebisingan dan Getaran

Pencemaran Udara

Perubahan Kualitas dan Kuantitas Air

Kehilangan Keanekaragaman Hayati

62  

11.45 sampai 12.15 pada hari kerja sedangkan pengoperasian belt conveyor

berlangsung selama 24 jam setiap hari kecuali hari libur. Pengaruh kebisingan

dan getaran ini juga mengganggu terhadap alat pendengaran responden, sebanyak

14,28 persen responden menyatakan hal tersebut. Anggota keluarga responden

terutama anak-anak yang tinggal berdekatan dengan kawasan tambang atau belt

conveyor sering mengeluhkan rasa sakit pada alat pendengarannya. Namun,

sebanyak 25,71 persen responden menyatakan tidak merasa terganggu

aktivitasnya, jam istirahat, maupun alat pendengarannya akibat kebisingan dan

getaran tersebut. Adapun persentase dampak kebisingan dan getaran yang

dirasakan masyarakat dapat dilihat pada Gambar 16.

Gambar 16. Dampak Kebisingan dan Getaran yang Dirasakan Responden di Desa Lulut.

Responden menyatakan bahwa kualitas udara di sekitar tempat tinggal

mereka saat ini mengalami penurunan. Sebesar 30 persen atau 21 responden

menyatakan udara di sekitar tempat tinggal mereka berdebu, dengan suhu yang

panas, dan terkadang membuat sakit (sesak) saat bernafas. Debu dan sesak juga

dikeluhkan oleh responden lain dengan persentase sebesar 37,14 persen, hanya

60%14.28%

25.71%

Mengganggu aktivitas dan jam istirahat

Mengganggu alat pendengaran

Tidak terasa mengganggu aktivitas, jam istirahat, ataupun alat pendengaran

63  

30%

37.14%

21,43%

11.43%

Debu, suhu panas, dan sakit (sesak) saat bernafas

Debu, suhu tidak panas, dan sakit (sesak) saat bernafas

Debu, suhu panas, dan tidak sakit (sesak) saat bernafas

Tidak berdebu, suhu panas, dan tidak sakit (sesak) saat bernafas

saja responden ini tidak mengatakan suhu yang semakin panas. Partikel debu dan

pasir yang dihasilkan dari aktivitas penambangan menurut responden menjadi

penyebab turunnya kualitas udara disekitar tempat tinggal mereka. Bila musim

kemarau tiba, genteng-genteng rumah responden yang memang berbatasan

langsung dengan kawasan penambangan berubah menjadi warna putih keabu-

abuan. Sesak saat bernafas tidak dirasakan oleh 21,43 persen responden namun

mereka merasakan panas dan berdebu. Sebanyak 11,43 persen responden tidak

merasakan debu dan sesak saat bernafas dari aktivitas penambangan, hanya saja

terjadi perubahan suhu yang semakin panas. Adapun persentase dampak

perubahan kualitas udara yang dirasakan masyarakat dapat dilihat pada Gambar

17.

Gambar 17. Dampak Perubahan Kualitas Udara yang Dirasakan Responden di Desa Lulut

Kualitas dan kuantitas air menjadi masalah yang dikeluhkan setelah

kebisingan dan pencemaran udara. Sebanyak 2,86 persen responden merasakan

kesulitan kuantitas dan kualitas air bersih mereka dalam kondisi yang buruk.

64  

Apabila terjadi musim kemarau panjang, responden biasanya pergi mencari air ke

tempat-tempat sumber mata air atau ke rumah warga yang air sumurnya masih

tersedia. Kondisi hampir serupa dialami oleh 24,29 persen responden menyatakan

kuantitas air di tempat tinggal mereka sulit, tetapi untuk kualitas (berwarna,

berbau, dan memilik rasa) air masih dalam kondisi baik. Responden membeli air

mineral galon isi ulang untuk pemenuhan kebutuhan air bersih sehari-hari,. Hal

berbeda dialami oleh 71,43 persen responden yang menyatakan air bersih secara

kuantitas dan kualitas baik. Perusahaan telah menyediakan penampungan-

penampungan di sekitar rumah warga untuk ketersediaan air bersih. Sumber air

yang disediakan perusahaan berasal dari mata air Cikukulu yang yang disalurkan

melalui pipa-pipa ke penampungan. Penampungan air ini memang belum secara

merata tersedia di seluruh desa, hanya terdapat di beberapa tempat saja. Sebesar

1,43 persen responden menyatakan bahwa air yang tersedia memiliki rasa pahit

atau sadah apabila telah dikonsumsi. Instalasi Perusahaan Daerah Air Minum

(PDAM) memang belum tersedia di Desa Lulut, sehingga warga hanya

menggantungkan ketersediaan air melalui air sumur, penampungan-penampungan

atau mata air. Adapun persentase dampak perubahan kualitas dan kuantitas air

yang dirasakan masyarakat dapat dilihat pada Gambar 18.

65  

Gambar 18. Dampak Perubahan Kualitas dan Kuantitas Air yang Dirasakan Responden di Desa Lulut

6.2 Analisis Kesediaan Menerima Responden Terhadap Dana Kompensasi Akibat Eksternalitas Negatif

Mayoritas dari responden yaitu sebesar 65,71 persen bersedia menerima

dana kompensasi sebagai bentuk kompensasi. Sebanyak 34,29 persen responden

tidak bersedia menerima dana kompensasi. Persentase kesediaan menerima dana

kompensasi dapat dilihat pada Gambar 19.

Gambar 19. Persentase Kesediaan Menerima Dana Kompensasi Responden di Desa Lulut

Dana kompensasi yang diharapkan oleh sebagian besar responden adalah

ditujukkan untuk beberapa keperluan dalam kehidupan responden. Mayoritas

responden menyatakan akan mengalokasikan dana kompensasi yang diterima

untuk biaya kesehatan yaitu sebesar 48,57 persen. Penggunaan dana kompensasi

untuk biaya perbaikan rumah dinyatakan oleh responden sebesar 21,43 persen.

2.86%24.29%

71.43%

1.43%

Kuantitas air kurang dan kualitas air buruk

Kuantitas air kurang tetapi kualitas air baik

Kuantitas dan kualitas air baik

Kuantitas air baik, kualitas kurang

65.71%

34.29%

Bersedia

Tidak bersedia

66  

Rencana penggunaan dana kompensasi yang diterima responden akan digunakan

untuk biaya lainnya seperti biaya pendidikan, biaya usaha dan untuk biaya

keperluan makan sehari-hari sebanyak 30 persen. Gambar 20 menunjukkan

sebaran rencana alokasi penggunaan dana kompensasi oleh responden apabila

memang program tersebut terlaksana.

Gambar 20. Rencana Alokasi Penggunaan Dana Kompensasi Responden

Terdapat 34,29 persen responden menyatakan tidak bersedia menerima

dana kompensasi. Responden menyatakan alasan bahwa dampak yang diterima

tidak sebanding dengan besarnya dana kompensasi yang akan diberikan.

Responden mengharapkan bentuk kompensasi berupa perbaikan infrastruktur

(jalan, jembatan, dan saluran sanitasi), pembangunan klinik kesehatan, dan

kemudahan mendapatkan pekerjaan dari perusahaan penambangan. Gambar 21

menjelaskan sebaran keinginan responden tersebut.

Gambar 21. Sebaran Bentuk Kompensasi Selain Dana

48.57%

21.43%

30.00%

Biaya Kesehatan

Biaya Perbaikan Rumah

Biaya Lainnya

58.33%

8.33%

33.40% Perbaikan Infrastruktur

Pembangunan Klinik Kesehatan

Lowongan Pekerjaan

67  

Nilai peluang potensial dan aktual dari jumlah responden yang bersedia

atau tidak bersedia menerima dana kompensasi dapat dilihat pada Tabel 10.

Kondisi potensial ditunjukkan dengan nilai harapan (expectation) dan kondisi

aktual ditunjukkan dengan nilai observasi (observation).

Tabel 10 Nilai Observasi dan Harapan Terhadap Peluang Kesediaan Responden

Observasi

Harapan

Kesediaan Total Koreksi

(persen) Tidak bersedia Bersedia

Kesediaan Tidak bersedia 17 7 24 70.8

Bersedia 5 41 46 89.1

Total 22 48 70 -

Nilai Keseluruhan Terkoreksi 82.9 Sumber : Data Primer Diolah, 2011

Tabel 10 menunjukkan nilai observasi dan harapan peluang responden

bersedia menerima dana kompensasi akibat eksternalitas negatif secara

keseluruhan. Berdasarkan tabel tersebut, terdapat perbedaan antara nilai total

observasi dan nilai total harapan responden dengan nilai keseluruhan koreksi

sebesar 82,9 persen. Hal ini menunjukkan bahwa diduga terdapat dua responden

yang menjawab ragu-ragu dalam menentukan pilihan.

6.3 Analisis Besarnya Nilai Dana Kompensasi Responden Akibat Eksternalitas Negatif

Penelitian ini menggunakan pendekatan CVM untuk menganalisis

besarnya nilai WTA responden terhadap eksternalitas negatif yang dirasakan

akibat penambangan batu gamping. Hasil pelaksanaan langkah kerja pada metode

CVM adalah sebagai berikut :

68  

1. Membangun Pasar Hipotetis (Setting Up the Hypothetical Market)

Responden diberikan informasi bahwa perusahaan penambangan batu

gamping akan memberlakukan pemberian dana kompensasi terhadap masyarakat

di sekitar kawasan penambangan yang terkena eksternalitas negatif. Kompensasi

tersebut sebagai biaya pengganti atas kerugian yang dirasakan akibat terjadinya

eksternalitas negatif. Dana kompensasi ini mencerminkan besarnya nilai kerugian

yang dirasakan dan kesediaan menerima penurunan kualitas lingkungan.

2. Memperoleh Nilai WTA (Obtaining Bids)

Berdasarkan pertanyaan yang ditawarkan dalam kuesioner melalui metode

bidding game, maka diperoleh besarnya nilai dana kompensasi yang bersedia

diterima oleh responden. Berdasarkan hasil perhitungan, diperoleh rata-rata nilai

WTA responden sebesar Rp 137.500,00 per bulan per kepala keluarga. Umumnya

responden menginginkan dana kompensasi yang tinggi karena biaya hidup yang

semakin meningkat. Nilai tersebut dianggap cukup untuk menutup biaya hidup

(termasuk biaya kesehatan dan air bersih) yang semakin tinggi.

3. Menghitung Dugaan Nilai Rataan WTA (Estimating Mean WTA)

Dugaan nilai rataan WTA responden dihitung berdasarkan data distribusi

WTA responden. Data distribusi WTA responden dapat dilihat pada Tabel 11.

Perhitungan terhadap dugaan nilai rataan WTA (EWTA) menghasilkan nilai

sebesar Rp 137.500,00 per bulan per kepala keluarga. Nilai tersebut

mencerminkan besarnya kerugian setiap individu yang terkena eksternalitas

negatif penambangan batuan gamping.

69  

Tabel 11 Distribusi WTA Responden di Desa Lulut

No Nilai WTA (Rp/bulan/KK)

Frekuensi (Orang)

Frekuensi Relatif

Mean WTA (Rp)

1 50000 4 0,09 4347,83

2 75000 0 0 0

3 100000 14 0,30 30434,78

4 125000 5 0,11 13586,96

5 150000 11 0,24 35869,57

6 175000 1 0,02 3804,35

7 200000 9 0,20 39130,43

8 225000 1 0,02 4891,30

9 250000 1 0,02 5434,78

Total 46 1,00 137500,00 Sumber : Data Primer Diolah, 2011

4. Menduga Bid Curve

Kurva lelang (bid curve) WTA responden dibentuk berdasarkan nilai WTA

responden terhadap dana kompensasi yang diinginkan. Kurva ini menggambarkan

hubungan tingkat WTA yang diinginkan (dalam Rp/bulan/KK) dengan jumlah

responden yang bersedia menerima pada tingkat WTA tersebut (orang). Terlihat

pada Gambar 22, semakin tinggi nilai WTA yang ditawarkan, maka semakin

banyak responden yang bersedia menerima. Hasil survei yang dilakukan pada

responden untuk nilai WTA yang bersedia diterima disajikan dalam Gambar 22.

Sumber : Data Primer Diolah, 2011 Gambar 22. Dugaan Bid Curve WTA Responden di Desa Lulut

0

100000

200000

300000

0 10 20 30 40 50WTA

 (Rp/bu

lan/KK

)

Jumlah Responden (Orang)

WTA

Linear (WTA)

70  

5. Menentukan Total WTA (Agregating Data)

Hasil perhitungan WTA total dapat disajikan pada Tabel 12. Berdasarkan

hasil perhitungan diperoleh nilai total WTA responden adalah sebesar Rp

6.325.000,00 per bulan. Nilai total WTA masyarakat diduga sebesar Rp

447.975.000,00 per bulan. Nilai tersebut dapat dijadikan sebagai bahan

pertimbangan oleh perusahaan penambangan dalam pengambilan keputusan

dalam penyelesaian eksternalitas negatif.

Tabel 12 Total WTA (TWTA) Responden di Desa Lulut

No Nilai WTA (Rp/bulan/KK)

Frekuensi (Orang)

Jumlah WTA (Rp)

1 50000 4 200000 2 75000 0 0 3 100000 14 1400000 4 125000 5 625000 5 150000 11 1650000 6 175000 1 175000 7 200000 9 1800000 8 225000 1 225000 9 250000 1 250000

Total 46 6325000 Sumber : Data Primer Diolah, 2011

6. Evaluasi Pelaksanaan CVM

Hasil analisis regresi berganda yang dilakukan menghasilkan nilai R2

sebesar 46,7 % (Tabel 13). Penelitian yang berkaitan dengan benda-benda

lingkungan dapat mentolerir nilai R2 hingga 15 % menurut Mitchell dan Carson

(1989) dalam Hanley dan Spash (1993). Hasil pelaksanaan CVM dalam penelitian

mengenai WTA ini dapat diyakini kebenaran dan keandalannya (reliable).

6.4 Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Besarnya Nilai WTA Responden

Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi WTA dilakukan dengan

menggunakan teknik regresi berganda. Fungsi Willingness to Accept (WTA)

masyarakat yang terkena eksternalitas negatif penambangan batuan gamping

71  

diamati dengan memasukkan variabel terikat (dependent variable) dan bebas

(independent variable) yang diduga berpengaruh. Hasil analisis nilai WTA

responden dapat dilihat pada Tabel 13.

Berdasarkan hasil pengolahan data diperoleh bahwa model yang

dihasilkan dalam penelitian tergolong relatif baik karena nilai R2 yang dihasilkan

bernilai 46,7 %. Nilai tersebut memiliki arti bahwa keragaman WTA responden

sebesar 46,7 % dapat dijelaskan oleh model, sisanya 53,3% dijelaskan oleh

variabel lain diluar model. Nilai F hitung sebesar 3,406 dengan nilai P-value uji F

sebesar 0,002 (Lampiran 3) menunjukkan variabel-variabel penjelas dalam model

secara bersama-sama berpengaruh nyata terhadap nilai WTA responden pada taraf

α 20 persen. Model regresi linier berganda harus memenuhi asumsi tidak ada

masalah multikolinieritas, autokorelasi, homoskedastisitas, dan uji asumsi

normalitas. Hasil uji tersebut adalah disajikan sebagai berikut:

1. Uji Multikolinieritas

Pengujian terhadap multikolinieritas didasarkan pada nilai VIF pada model.

Nilai VIF pada Tabel 13 terlihat bahwa masing-masing variabel bebas

memiliki nilai yang kurang dari sepuluh (VIF < 10). Nilai tersebut

mengindikasikan tidak terjadi pelanggaran multikolinieritas.

2. Uji Autokorelasi

Pelanggaran terhadap autokorelasi dapat dilakukan dengan menggunakan Uji

Durbin-Watson yang terdapat pada Tabel 13. Pemeriksaan ini melihat dari

nilai statistik DW yang dihasilkan pada penelitian ini yaitu sebesar 2,156.

Nilai tersebut berada diantara 1,55 dan 2,46 maka menunjukkan tidak ada

autokorelasi (Firdaus, 2004).

72  

3. Uji Homoskedastisitas

Pemeriksaaan asumsi homoskedastisitas dilakukan dengan melihat sebaran

pada scatterplot. Plot yang terdapat pada Gambar 23 terlihat tidak

membentuk pola apapun atau dengan kata lain menyebar bebas, maka dapat

disimpulkan bahwa model tidak terdapat pelanggaran asumsi

homoskedastisitas.

Sumber: Data Primer Diolah, 2011

Gambar 23. Scatterplot pada WTA Responden di Desa Lulut

4. Uji Asumsi Normalitas

Pemeriksaan asumsi normalitas sisaan menyebar normal dilakukan dengan uji

Kolmogorov-Smirnov yang disajikan dalam Tabel 13. Pada output komputer

terlihat nilai Asymp.Sig. (2-tailed) yaitu sebesar 0,969. Alpha (α) yang

digunakan dalam penelitian ini sebesar 20 %, sehingga dapat disimpulkan

bahwa Asymp.Sig (2-tailed) lebih besar dari alpha. Hal ini menunjukkan

bahwa distribusi data dinyatakan memenuhi asumsi normalitas atau galat

menyebar normal.

73  

Pemenuhan asumsi-asumsi analisis regresi menandakan bahwa model

tersebut telah layak untuk digunakan. Model yang dihasilkan dalam analisis ini

adalah :

WTA = 1,389 – 0,236 PNDK – 0,143 JTK+0,557 WRS + 1,075 SWT+ εi

Tabel 13 Hasil Estimasi Model Regresi Linier Berganda Terhadap Besarnya Nilai WTA Responden

Variabel B Std. Error t P-value Tolerance VIF

(Constant) 1.389 .998 1.392 .175

UR -.164 .225 -.729 .472 .210 4.764

PNDK -.236 .153 -1.543 .134** .296 3.373

PNDP .004 .190 .022 .983 .361 2.770

JTK -.143 .088 -1.634 .113** .528 1.893

LT -.105 .184 -.569 .574 .357 2.802

JTT -.080 .168 -.476 .638 .462 2.163

KU .180 .151 1.190 .244 .594 1.683

KA .050 .250 .201 .842 .656 1.525

KBS -.001 .218 -.007 .995 .606 1.651

KSH .106 .233 .456 .652 .613 1.632

PNS .594 .770 .772 .447 .620 1.613

WRS .577 .403 1.432 .163*** .607 1.647

PTN .164 .296 .555 .583 .527 1.899

SWT 1.075 .524 2.052 .050* .685 1.460

SPR .004 .424 .008 .993 .450 2.222

R-square 66,1 %

R-square adj. 46,7 %

Durbin-Watson 2,156

Asymp.Sig.(2-tailed) 0.969 Sumber : Data Primer Diolah, 2011

Keterangan : * nyata pada taraf α = 10% ** nyata pada taraf α = 15% *** nyata pada raraf α = 20%

Berdasarkan Tabel 13 diketahui variabel-variabel yang berpengaruh nyata

terhadap model pada alpha 20%, 15% dan 10 %, yaitu tingkat pendidikan, jumlah

74  

tanggungan keluarga, jarak tempat tinggal, dummy wiraswasta, dan dummy

pegawai swasta.

Variabel tingkat pendidikan memiliki nilai P-value 0,134 artinya variabel

ini berpengaruh nyata terhadap model pada taraf α = 0,15 (15%). Koefisien

variabel ini bertanda negatif (-), berarti semakin tinggi tingkat pendidikan, maka

besarnya nilai WTA yang diharapkan responden tersebut akan semakin rendah.

Hal ini dikarenakan responden dengan pendidikan yang tinggi memiliki

kecenderungan untuk mengkalkulasikan terlebih dahulu nilai wta yang diharapkan

sehingga nilai yang diinginkan tidak sembarangan. Berbeda pada responden

dengan tingkat pendidikan rendah yang spontan dan umumnya menginginkan

nilai yang lebih besar. Hal ini tidak sesuai dengan hipotesis awal dimana tingkat

pendapatan berpengaruh positif terhadap besarnya nilai WTA responden. Nilai

dari koefisien tingkat pendidikan adalah 0,236 yang artinya bahwa jika tingkat

pendidikan meningkat sebesar satu satuan (tingkatan pendidikan), maka diduga

rata-rata nilai WTA akan menurun sebesar 0,236 satuan (ratus ribu rupiah) dengan

asumsi ceteris paribus.

Nilai P-value untuk jumlah tanggungan keluarga adalah sebesar 0,113

sehingga variabel tersebut berpengaruh nyata terhadap model pada taraf α = 0,15

(15%). Koefisien jumlah tanggungan adalah bertanda negatif (-) dengan nilai

sebesar 0,143. Hal ini menggambarkan bahwa jika jumlah tanggungan responden

meningkat satu satuan (orang) maka diduga besarnya rata-rata nilai WTA akan

menurun sebesar 0,143 satuan (ratus ribu rupiah) dengan asumsi ceteris paribus.

Hubungan negatif antara jumlah tanggungan dengan besarnya nilai wta tidak

sesuai dengan hipotesis awal. Berdasarkan data di lapangan, responden dengan

75  

jumlah tanggungan yang tinggi memiliki kebutuhan yang tinggi pula. Tekanan

akan kebutuhan hidup yang tinggi membuat mereka bersedia untuk menerima

nilai yang rendah daripada tidak mendapat kompensasi sama sekali.

Variabel dummy wiraswasta memiliki nilai P-value sebesar 0,163.

Variabel tersebut berpengaruh nyata terhadap model pada taraf α = 0,2 (20%).

Koefisien untuk variabel tersebut adalah bertanda positif (+) dengan nilai sebesar

0,577. Tanda positif (+) menunjukkan responden yang berprofesi sebagai

wiraswasta akan menginginkan nilai WTA yang lebih tinggi. Hal ini tidak sesuai

dengan hipotesis awal. Responden berpendapat bahwa dana kompensasi

merupakan dana imbangan yang akan mereka terima apabila mereka tidak dapat

bekerja akibat ekternalitas yang timbul. Apabila responden berprofesi sebagai

wiraswasta, maka diduga besarnya rata-rata nilai WTA responden akan meningkat

sebesar 0,577 satuan (ratus ribu rupiah) dengan asumsi ceteris paribus.

Variabel pegawai swasta memiliki nilai P-value sebesar 0,050. Variabel

tersebut berpengaruh nyata terhadap model pada taraf α = 0,1 (10%). Koefisien

untuk pegawai swasta adalah bertanda positif (+) dengan nilai sebesar 1,075.

Tanda positif (+) menunjukkan responden yang berprofesi sebagai pegawai

swasta akan menginginkan nilai WTA yang lebih tinggi. Hal ini tidak sesuai

dengan hipotesis awal. Responden dengan profesi sebagai pegawai swasta

berpendapat bahwa dana kompensasi merupakan dana imbangan yang akan

mereka terima apabila mereka tidak dapat bekerja akibat ekternalitas yang timbul.

Apabila reponden berprofesi sebagai pegawai swasta, maka diduga besarnya rata-

rata nilai WTA responden akan meningkat sebesar 1,075 satuan (ratus ribu rupiah)

dengan asumsi ceteris paribus.

76  

Nilai P-value untuk usia responden adalah sebesar 0,472 sehingga variabel

tersebut tidak berpengaruh nyata terhadap model pada taraf α = 0,20 (20%).

Koefisien usia responden adalah bertanda negatif (-) dengan nilai sebesar 0,164.

Hal ini menggambarkan bahwa jika usia responden meningkat satu satuan (tahun)

maka diduga besarnya rata-rata nilai WTA akan menurun sebesar 0,164 satuan

(ratus ribu rupiah) dengan asumsi ceteris paribus.

Variabel tingkat pendapatan memiliki nilai P-value sebesar 0,983.

Variabel tersebut tidak berpengaruh nyata terhadap model pada taraf α = 0,2

(20%). Koefisien untuk tingkat pendapatan adalah bertanda positif (+) dengan

nilai sebesar 0,004. Tanda positif (+) menunjukkan responden dengan tingkat

pendapatan yang tinggi menginginkan nilai WTA yang lebih tinggi. Peningkatan

tingkat pendapatan satu satuan (Rp) maka diiduga besarnya rata-rata nilai WTA

responden akan meningkat sebesar 0,004 satuan (ratus ribu rupiah) dengan asumsi

ceteris paribus.

Variabel jarak tempat tinggal memiliki nilai P-value 0,638 artinya variabel

ini tidak berpengaruh nyata terhadap model pada taraf α = 0,2 (20%). Koefisien

variabel ini bertanda negatif (-), berarti semakin tinggi jarak tempat tinggal dari

penambangan, maka besarnya nilai WTA yang diharapkan responden tersebut

akan semakin rendah. Nilai dari koefisien adalah 0,080 yang artinya bahwa jika

jarak tempat tinggal meningkat sebesar satu satuan (meter), maka diduga rata-rata

nilai WTA akan menurun sebesar 0,080 satuan (ratus ribu rupiah) dengan asumsi

ceteris paribus.

Variabel kualitas udara memiliki nilai P-value 0,244 artinya variabel ini

tidak berpengaruh nyata terhadap model pada taraf nyata α = 0,2 (20%).

77  

Koefisien variabel ini bertanda positif (+), berarti semakin tinggi kualitas udara,

maka besarnya nilai WTA yang diharapkan responden tersebut akan semakin

tinggi. Hal ini tidak sesuai dengan hipotesis awal dimana kualitas udara bertanda

negatif. Nilai dari koefisien adalah 0,180 yang artinya bahwa jika kualitas

meningkat sebesar satu satuan (tingkat kualitas udara), maka diduga rata-rata nilai

WTA akan meningkat sebesar 0,180 satuan (ratus ribu rupiah) dengan asumsi

ceteris paribus.

Variabel kualitas dan kuantitas air memiliki nilai P-value 0,842 artinya

variabel ini tidak berpengaruh nyata terhadap model pada taraf nyata α = 0,2

(20%). Koefisien variabel ini bertanda positif (+), berarti semakin tinggi kualitas

dan kuantitas air, maka besarnya nilai WTA yang diharapkan responden tersebut

akan semakin tinggi. Hal ini tidak sesuai dengan hipotesis awal dimana kualitas

dan kuantitas air bertanda negatif. Nilai dari koefisien adalah 0,050 yang artinya

bahwa jika kualitas meningkat sebesar satu satuan (tingkat kualitas dan kuantitas

air), maka diduga rata-rata nilai WTA akan meningkat sebesar 0,050 satuan (ratus

ribu rupiah) dengan asumsi ceteris paribus.

Variabel kualitas kebisingan dan getaran memiliki nilai P-value 0,995

artinya variabel ini tidak berpengaruh nyata terhadap model pada taraf nyata α =

0,2 (20%). Koefisien variabel ini bertanda negatif (-), berarti semakin tinggi

kualitas kebisingan dan getaran, maka besarnya nilai WTA yang diharapkan

responden tersebut akan semakin rendah. Nilai dari koefisien adalah 0,001 yang

artinya bahwa jika kualitas meningkat sebesar satu satuan (tingkat kualitas

kebisingan dan getaran), maka diduga rata-rata nilai WTA akan meningkat

sebesar 0,001 satuan (ratus ribu rupiah) dengan asumsi ceteris paribus.

78  

Variabel dummy pegawai negeri sipil memiliki nilai P-value 0,447 artinya

variabel ini tidak berpengaruh nyata terhadap model pada taraf nyata α = 0,2

(20%). Koefisien variabel ini bertanda positif (+), artinya responden dengan

pekerjaan sebagai pegawai negeri sipil, maka besarnya nilai WTA yang

diharapkan responden tersebut akan semakin tinggi. Nilai dari koefisien adalah

0,594 yang artinya bahwa jika responden bekerja sebagai pegawai negeri sipil,

maka diduga rata-rata nilai WTA akan meningkat sebesar 0,594 satuan (ratus ribu

rupiah) dengan asumsi ceteris paribus.

Variabel dummy petani memiliki nilai P-value 0,583 artinya variabel ini

tidak berpengaruh nyata terhadap model pada taraf α = 0,2 (20%). Koefisien

variabel ini bertanda positif (+), artinya responden dengan pekerjaan sebagai

petani, maka besarnya nilai WTA yang diharapkan responden tersebut akan

semakin tinggi. Nilai dari koefisien adalah 0,164 yang artinya bahwa jika

responden bekerja sebagai petani, maka diduga rata-rata nilai WTA akan

meningkat sebesar 0,164 satuan (ratus ribu rupiah) dengan asumsi ceteris paribus.

Variabel usia responden, tingkat pendapatan, lama tinggal, jarak tempat

tinggal, kualitas udara, kualitas air, kualitas kebisingan dan getaran, biaya

kesehatan, pegawai negeri sipil, petani, dan supir/ojek tidak berpengaruh nyata

dalam model ini. Nilai P-value masing-masing variabel (Tabel 13) lebih besar dari

taraf α = 0,2 ( 20%). Variabel-variabel tersebut hanya menyebabkan perubahan

kecil dibandingkan dengan variabel yang berpengaruh signifikan. Hal tersebut

terjadi karena kurang beragamnya nilai yang terdapat dalam model.

79  

VII. SIMPULAN DAN SARAN

7.1 Simpulan

Simpulan yang dapat ditarik dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Eksternalitas negatif yang timbul akibat aktivitas penambangan batuan

gamping di Desa Lulut Kecamatan Klapanunggal Kabupaten Bogor dirasakan

oleh seluruh responden. Adapun jenis eksternalitas negatif yang paling

dirasakan oleh responden antara lain kebisingan dan getaran, perubahan

kualitas udara serta perubahan kualitas dan kuantitas air. Hanya sebagian

kecil responden yang menyatakan bahwa kehilangan keanekaragaman hayati

sebagai eksternalitas negatif yang muncul akibat penambangan batuan

gamping.

2. Mayoritas responden menyatakan bersedia menerima dana kompensasi atas

eksternalitas negatif yang timbul dari aktivitas penambangan batuan gamping.

Rencana alokasi dana kompensasi jika memang ada akan dipergunakan untuk

biaya kesehatan, perbaikan rumah,dan keperluan lainnya.

3. Nilai dugaan rataan WTA responden adalah sebesar Rp 137.500,00 per bulan

per kepala keluarga dan nilai total WTA responden sebesar Rp 6.325.000,00

per bulan. Nilai total WTA masyarakat diperoleh setelah nilai total WTA

responden didapatkan, nilai total WTA masyarakat adalah sebesar Rp

447.975.000,00 per bulan.

4. Faktor-faktor yang berpengaruh pada besarnya nilai WTA responden secara

positif yaitu pekerjaan wiraswasta, dan pegawai swasta. Tingkat pendidikan

dan jumlah tanggungan keluarga berpengaruh nyata secara negatif. Variabel-

variabel bebas lain seperti usia, tingkat pendapatan, lama tinggal, jarak tempat

80  

tinggal, kualitas udara, kualitas dan kuantitas air, kualitas kebisingan dan

getaran, biaya kesehatan, pegawai negeri sipil, petani dan supir/ojek tidak

berpengaruh nyata terhadap model karena Nilai Sig. dari masing-masing

variabel tersebut lebih besar dari pada taraf α = 20 %

7.2 Saran

Berdasarkan hasil dan pembahasan penelitian maka dapat disarankan :

1. Perusahaan penambangan batuan gamping seharusnya mencari sistem dan

teknologi penambangan yang lebih baik terutama untuk proses pengangkutan

bahan baku menggunakan belt conveyor. Selain itu, proses peledak dan lokasi

peledakan yang relatif jauh dari pemukiman warga perlu dilakukan pihak

perusahaan penambangan. Reklamasi lahan setelah penambangan harus terus

dilakukan dengan memilih jenis tanaman yang memiliki penyerapan air yang

baik sehingga dapat menjadi salah satu solusi masalah air bersih. Perlu

ditingkatkannya program puskesmas keliling karena terlihat dari sebagian

besar dana kompensasi yang diinginkan akan dialokasikan oleh responden

untuk bidang kesehatan. Pengaspalan jalan utama (Jalan Putih) menuju Desa

Lulut, dan peningkatan lapangan pekerjaan bagi masyarakat sekitar kawasan

penambangan perlu dilakukan oleh perusahaan.

2. Pemerintah melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan kegiatan

penambangan. Terutama untuk aturan batas kawasan penambangan dengan

pemukiman warga, jam operasional dan kondisi alat-alat penambangan, serta

pelaksanaan kegiatan-kegiatan dalam rangka menyelesaikan permasalahan

eksternalitas negatif dan tanggung jawab sosial perusahaan terhadap

masyarakat sekitar.

81  

3. Penelitian selanjutnya sebaiknya melakukan penelitian mengenai analisis

Willingness to Pay pihak perusahaan yang melakukan kegiatan penambangan

batuan gamping di Desa Lulut Kecamatan Klapanunggal untuk mengetahui

keseimbangan nilai dana kompensasi. Sehingga dapat diperoleh surplus

produsen yang diterima oleh masyarakat dan surplus konsumen yang

diperoleh perusahaan.

82  

DAFTAR PUSTAKA

Anwar, A. 2008. Nilai Ekonomi Akibat Kerusakan Jalan Berdasarkan Pendekatan Willingness to Pay dan Willingness to Accept di Jalan Lintas Timur Sumatera. http://sosekling.pu.go.id/attachments/205_ADITYA209.pdf. [2 Maret 2011]

BAPPEDAL.2001. Aspek Lingkungan dalam AMDAL Bidang Pertambangan.

Pusat Pengembangan dan Penerapan AMDAL BAPEDAL. Jakarta. Bogor Plus. Februari 2011. Hal 19–21. Indocement Tebar Debu, ISPA Merajalela. Firdaus, M. 2004. Ekonometrika Suatu Pendekatan Aplikatif. Bumi Aksara.

Jakarta. Ghozali, I. 2005. Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS Edisi

Kedua. Badan Penerbit Universitas Diponegoro. Semarang. Gujarati, Damodar N. 2003. Basic Econometric 4th ed. Mc Graw Hill-Irvine. New

York, USA. Hanley, N dan C. L. Spash. 1993. Cost – Benefit Analysis and Environment.

Edward Elgar Publishing Limited. England. PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk. 2006 - 2010. Laporan Pelaksanaan

Rencana Pengelolaan Lingkungan (RKL) dan Rencana Pemantauan Lingkungan (RPL) Divisi Pertambangan (Mining Division). Bogor.

Juanda, B. 2009. Ekonometrika : Permodelan dan Pendugaan. IPB Press. Bogor.

KLH. 2000. Agenda 21 Sektoral (Agenda Pertambangan untuk Pengembangan

Kualitas Hidup Secara Berkelanjutan). Kerjasama KLH dan UNDP (United Nations Development Programme). Jakarta.

Notosiswoyo, S. 2006. Potensi Mineral pada Endapan Batukapur pada Ekosistem

Karst. Di dalam : Maryanto I, M Noerdjito, R Ubaidillah, editor. Manajemen Bioregional: Karst, Masalah dan Pemecahannya, dilengkapi kasus Jabodetabek. cet II. Puslit-Biologi LIPI. Bogor.

Mangkoesoebroto, G. 1997. Ekonomi Publik. Gajah Mada University Press.

Yogyakarta. Merryna, A. 2009. Analisis Willingness to Pay Masyarakat Terhadap Pembayaran

Jasa Lingkungan Mata Air Cirahab [Skripsi]. Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan. Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Institut Pertanian Bogor.

83  

Minerhe. 2009. Perencanaan Tambang Pasir Kwarsa. http://www.minerhe.co.cc/2009/07/perencanaan-tambang-pasir-kwarsa.html. [3 Februari 2011]

Ramadhan, A. 2009. Analisis Kesediaan Menerima Dana Kompensasi di Tempat

Pembuangan Akhir Sampah Cipayung Kota Depok Jawa Barat [Skripsi]. Departemen Ekonomi Sumberdaya Lingkungan. Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Institut Pertanian Bogor.

Ramanathan, R. 1997. Introductory Econometrics with Applications. The Dryden

Press. Philadelphia. Samodra, H. 2001. Nilai Strategis Kawasan Karst di Indonesia, Pengelolaan dan

Perlindungannya. Departemen Energi dan Sumberdaya Mineral. Bandung. Sarwono, S. W. 1999. Psikologi Sosial : Individu dan Teori-teori Psikologi Sosial.

Balai Pustaka. Jakarta. Triani, A. 2009. Analisis Willingness to Accept Masyarakat Terhadap Pembayaran

Jasa Lingkungan DAS Cidanau (Studi Kasus Desa Citaman Kabupaten Serang) [Skripsi]. Departemen Ekonomi Sumberdaya Lingkungan. Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Institut Pertanian Bogor.

Widiyanto. 2011. Industri Semen. http://industri.kontan.co.id. [3 Februari 2011]  Wardhana, WA. 1995. Dampak Pencemaran Lingkungan. Andi Offset.

Yogyakarta. Walpole, R. E. 1982. Pengantar Statistika. Bambang Sumantri (Penerjemah).

Terjemahan dari : Introduction to Statistic. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

84  

LAMPIRAN

85  

Lampiran 1 Kuesioner

DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN Jalan Kamper Level 5 Wing 5 Kampus IPB Darmaga Bogor 16680

Telepon (0251) 421 762, (0251) 621 834, Fax (0251) 421 762

KUESIONER PENELITIAN

Nomor Responden : Nama : Alamat : No. HP : Tanggal : Kuesioner ini digunakan sebagai bahan skripsi mengenai Analisis Willingness to Accept Masyarakat Akibat Eksternalitas Negatif Kegiatan Penambangan Batu Gamping oleh Bahroin Idris Tampubolon, mahasiswa Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan, Fakultas Ekonomi dan Manajemen , IPB. Mohon partisipasi Bapak/Ibu/Saudara/i untuk mengisi kuesioner ini dengan teliti dan lengkap demi keobjektifan data. Informasi ini dijamin kerahasiaannya, tidak untuk dipublikasi,dan tidak untuk kepentingan politis. Atas perhatian dan kerjasamanya Saya ucapkan terima kasih. Petunjuk : Isi dan pilihlah salah satu jawaban dengan memberikan tanda (√) pada bagian yang telah tersedia.

A. Karaktristik Responden

1. Jenis Kelamin : [ ] Laki–laki [ ] Perempuan

2. Usia : [ ] 17 – 29 Tahun = ..... [ ] 56 – 68 Tahun = ......... [ ] 30 – 42 Tahun = ..... [ ] ≥ 69 Tahun = ........ [ ] 43 – 55 Tahun = .....

3. Status :

[ ] Menikah [ ] Belum Menikah

4. Pendidikan Formal Terakhir : [ ] SD [ ] Perguruan Tinggi [ ] SLTP/Sederajat [ ] Tidak Sekolah [ ] SLTA/Sederajat

86  

5. Pekerjaan : [ ] PNS [ ] TNI/POLRI [ ] Buruh [ ] Pegawai Swasta [ ] Petani [ ] Wirausaha [ ] Lainnya : .................

6. Pendapatan perbulan : [ ] < Rp 500.000 = Rp ........ [ ] Rp 500.000 - ≤ 1.500.000 = Rp ........ [ ] Rp 1.500.001 - ≤ 2.500.000 = Rp ........ [ ] Rp 2.500.001 - ≤ 3.500.000 = Rp ........ [ ] > Rp 3.500.000 = Rp .......

7. Jumlah Tanggungan Keluarga : [ ] ≤ 2 Orang [ ] 5 Orang [ ] 3 Orang [ ] ≥ 6 Orang [ ] 4 Orang

8. Lama tinggal :

[ ] ≤ 5 Tahun = ......... [ ] 26 – 35 Tahun = ......... [ ] 6 – 15 Tahun = ......... [ ] ≥ 35 Tahun = ........ [ ] 16 - 25 Tahun = ........

9. Status Tempat Tinggal : [ ] Sewa / kontrak

[ ] Pribadi

10. Jarak Tempat Tinggal dari Penambangan : [ ] < 500 m = ....... [ ] 2501 – 3500 m =....... [ ] 500 – 1500 = ....... [ ] ≥ 3500 m =....... [ ] 1501 – 2500 m = .......

11. Luas Lahan / Tanah : ................... m2 12. Luas Bangunan / Rumah : .................... m2

13. Jenis Bangunan : [ ] Permanent

[ ] Semi Permanent

14. Harga Tanah Tempat Tinggal : Rp .........................

B. Eksternalitas Negatif yang Dirasakan

1. Apakah Anda merasakan adanya perubahan lingkungan / kerugian akibat kegiatan penambangan ? [ ] Ya : ................................ [ ] Tidak (selesai)

2. Perubahan apa yang paling Anda rasakan akibat adanya kegiatan

penambangan?

87  

[ ] Kehilangan keanekargaman hayati ( hilangnya walet, pepohonan, dll)

[ ] Gangguan visual (pemandangan) [ ] Pencemaran udara dan debu [ ] Kebisingan suara [ ] Perubahan kualitas dan kuantitas air (kotor, berbau,berasa) [ ] Lainnya : ...................................

3. Kerugian apa yang Anda rasakan dari kegiatan penambangan ? [ ] Penurunan tingkat kesehatan [ ] Penurunan tingkat pendapatan [ ] Kenyamanan terganggu [ ] Peningkatan biaya pengeluaran (misalnya : biaya

kesehatan, perbaikan rumah yang rusak akibat getaran, dll) [ ] Lainnya : ....................................

4. Bagaimana Kualitas Udara di sekitar rumah Anda ?

[ ] berdebu, panas, menyesakkan saat bernafas. [ ] berdebu, tidak panas, menyesakkan saat bernafas. [ ] berdebu, tidak panas dan segar saat bernafas [ ] tidak berdebu, panas dan segar saat bernafas [ ] tidak berdebu, tidak panas dan segar saat bernafas

5. Bagaimana ketersediaan dan kualitas Air Bersih di tempat tinggal Anda ? [ ] sulit air, air kotor, berbau, memiliki rasa [ ] sulit air, tidak berbau, tidak kotor, memiliki rasa [ ] sulit air , tidak kotor, tidak berbau, tidak memiliki rasa [ ] air tersedia, tidak kotor, tak berbau, memiliki rasa [ ] air tersedia, tak kotor, tak berbau, tak memiliki rasa

6. Bagaimana kebisingan dan getaran dari ledakan penambangan

dalam kehidupan keseharian Anda? [ ] tidak menggangu pendengaran, aktivitas dan jam istirahat. [ ] tidak mengganggu pendengaran, dan jam istirahat [ ] mengganggu aktivitas dan jam istirahat [ ] mengganggu pendengaran dan jam istirahat [ ] mengganggu pendengaran, aktivitas dan istirahat

7. Bagaimana kenyamanan di tempat tinggal Anda seiring berjalannya kegiatan penambangan ? [ ] Sangat tidak nyaman [ ] Tidak nyaman [ ] Biasa saja [ ] Nyaman [ ] Sangat nyaman

8. Jenis Penyakit apa yang sering saudara dan keluarga alami ?

88  

[ ] ISPA / TBC [ ] Kulit [ ] Lambung [ ] Diare [ ] Influenza [ ] Lainnya : .........................................

9. Berapa kali rata-rata anda sakit atau pergi ke rumah sakit dalam sebulan ? [ ] Tidak Pernah [ ] 4 Kali [ ] ≤ 2 kali [ ] ≥ 5 kali [ ] 3 Kali

10. Adakah biaya kesehatan yang dikeluarkan oleh Anda? [ ] Ya, sebesar : Rp ............................./bulan/kk [ ] Tidak.

C. Informasi Tentang Kesediaan Menerima Dana Kompensasi

SKENARIO PERUSAHAAN PENAMBANG BATU GAMPING AKAN MEMBERLAKUKAN PEMBERIAN DANA KOMPENSASI TERHADAP MASYRAKAT DI SEKITAR KAWASAN PENAMBANGAN YANG TERKENA EKSTERNALITAS NEGATIF.

1. Apakah Anda setuju jika suatu kegiatan penambangan semen

merugikan masyarakat sekitar ? [ ] Ya [ ] Tidak, alasan : a. Peningkatan kesejahteraan .

b. Peningkatan Infrastuktur (listrik,jalan,dll)

c. Lainnya : ........................

2. Apakah Anda bersedia menerima apa pun kompensasi/fasilitas yang diberikan oleh Perusahaan Penambangan akibat kerugian yang dirasakan? [ ] Ya [ ] Tidak, alasan : a. Kerusakan lingkungan tidak dapat bayar b. Kerugian yang dirasakan sulit diuangkan c. Lainnya : ........................

3. Kompensasi apa yang Anda harapkan dari Perusahaan Penambangan sebagai ganti rugi terhadap dampak yang ditimbulkan? [ ] Perbaikan Infrastruktur (Jalan, Jembatan, Listrik.dll) [ ] Pembangunan Klinik Kesehatan

89  

[ ] Penyemprotan air untuk debu [ ] Dana Kompensasi [ ] Lainnya : .............

4. Jika Perusahaan Penambangan Semen akan memberikan kompensasi berupa dana (uang) kepada Anda per bulannya, berapakah minimal besarnya dana kompensasi yang bersedia Anda terima? [ ] Rp 250.000 [ ] Rp 225.000 [ ] Rp 200.000 [ ] Rp 175.000 [ ] Rp 150.000 [ ] Rp 125.000 [ ] Rp 100.000 [ ] Rp 75.000 [ ] Rp 50.000 [ ] Rp 25.000 [ ] Rp 20.000 [ ] Rp 15.000 [ ] Rp 10.000 [ ] Rp 5.000 [ ] Tidak Bersedia

5. Mengapa Anda bersedia/tidak menerima dana kompensasi sebesar yang Anda pilih? Alasan : ........................................................................................................... ...........................................................................................................

90  

Lampiran 2 Hasil Model Regresi Logistik Dichotomus Choice

Dependent Variable Encoding

Original Value Internal Value

tidak bersedia 0

Bersedia 1

Categorical Variables Codings

Frequency

Parameter

coding

(1)

dummy supir/ojek bukan 62 .000

supir/ojek 8 1.000

dummy pns bukan 68 .000

pns 2 1.000

dummy wiraswatsa bukan 61 .000

wirausaha 9 1.000

dummy petani bukan 55 .000

petani 15 1.000

dummy swasta bukan 65 .000

swasta 5 1.000

dummy buruh bukan 39 .000

buruh 31 1.000

Model Summary

Step -2 Log likelihood

Cox & Snell R

Square

Nagelkerke R

Square

1 42.101a .496 .685

a. Estimation terminated at iteration number 7 because

parameter estimates changed by less than ,001.

   

91  

 

Classification Tablea

Observed

Predicted

kesediaan Percentage

Correct tidak bersedia bersedia

Step 1 kesediaan tidak bersedia 17 7 70.8

bersedia 5 41 89.1

Overall Percentage 82.9

a. The cut value is ,500

Hosmer and Lemeshow Test

Step Chi-square df Sig.

1 1.692 8 .989

 

Omnibus Tests of Model Coefficients

Chi-square df Sig.

Step 1 Step 47.907 15 .000

Block 47.907 15 .000

Model 47.907 15 .000

92  

Lampiran 3 Hasil Model Regresi Linier Berganda

Descriptive Statistics

Mean Std. Deviation N

wta klompok 1.9111 .82082 45

USIA 2.0444 .87790 45

PENDIDIKAN 1.1556 1.08619 45

PENDAPATAN 2.0889 .79264 45

KLMPK TANGGUNGAN 2.3556 1.41671 45

LAMA TINGGAL 2.0889 .82082 45

JARAK TT DR TAMBANG 1.9111 .79264 45

Udara 1.8889 .77525 45

Air 1.7333 .44721 45

Bising 1.8889 .53182 45

BIAYA 1.6000 .49543 45

dummy buruh .5111 .50553 45

dummy pns .0222 .14907 45

dummy wiraswatsa .0889 .28780 45

dummy petani .2222 .42044 45

dummy swasta .0444 .20841 45

dummy supir/ojek .1111 .31782 45

lag_wta 1.8667 .81464 45

Model Summaryb

Model R R

Square Adjusted R

Square Std. Error of the

Estimate

Change Statistics

Durbin-Watson

R Square Change

F Change df1 df2

Sig. F Change

1 .813a .661 .467 .59944 .661 3.406 16 28 .002 2.156

Coefficientsa

Model

Unstandardized

Coefficients

Standardized

Coefficients

t Sig.

Correlations

Collinearity

Statistics

B Std. Error Beta

Zero-

order Partial Part Tolerance VIF

1 (Constant) 1.389 .998 1.392 .175

USIA -.164 .225 -.175 -.729 .472 -.215 -.136 -

.080

.210 4.764

PENDIDIKAN -.236 .153 -.312 -

1.543

.134 .118 -.280 -

.170

.296 3.373

PENDAPATAN .004 .190 .004 .022 .983 .117 .004 .002 .361 2.770

KLMPK

TANGGUNGAN

-.143 .088 -.248 -

1.634

.113 -.480 -.295 -

.180

.528 1.893

LAMA TINGGAL -.105 .184 -.105 -.569 .574 -.292 -.107 -

.063

.357 2.802

JARAK TT DR

TAMBANG

-.080 .168 -.077 -.476 .638 -.397 -.090 -

.052

.462 2.163

Udara .180 .151 .170 1.190 .244 .163 .219 .131 .594 1.683

Air .050 .250 .027 .201 .842 .058 .038 .022 .656 1.525

bising -.001 .218 .000 -.007 .995 .081 -.001 .000 .606 1.651

BIAYA .106 .233 .064 .456 .652 .134 .086 .050 .613 1.632

dummy pns .594 .770 .108 .772 .447 .017 .144 .085 .620 1.613

dummy wiraswatsa .577 .403 .202 1.432 .163 -.062 .261 .158 .607 1.647

dummy petani .164 .296 .084 .555 .583 .124 .104 .061 .527 1.899

dummy swasta 1.075 .524 .273 2.052 .050 .289 .362 .226 .685 1.460

dummy supir/ojek .004 .424 .001 .008 .993 .126 .002 .001 .450 2.222

lag_wta .582 .162 .578 3.588 .001 .628 .561 .395 .468 2.138

a. Dependent Variable: wta klompok

93  

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

Unstandardized Residual

N 45Normal Parametersa,,b Mean .0000000

Std. Deviation .47818723Most Extreme Differences Absolute .073

Positive .073 Negative -.062

Kolmogorov-Smirnov Z .492Asymp. Sig. (2-tailed) .969a. Test distribution is Normal. b. Calculated from data.

ANOVAb

Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.

1 Regression 19.583 16 1.224 3.406 .002a

Residual 10.061 28 .359 Total 29.644 44

a. Predictors: (Constant), lag_wta, dummy petani, dummy pns, dummy swasta, bising, KLMPK TANGGUNGAN, air, BIAYA, udara, dummy wiraswatsa, LAMA TINGGAL, JARAK TT DR TAMBANG, dummy supir/ojek, PENDAPATAN, PENDIDIKAN, USIA b. Dependent Variable: wta klompok

94  

95  

Lampiran 4 Peta Lokasi

Keterangan :

: Lokasi penelitian

96  

Lampiran 5 Dokumentasi

97  

98  

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bogor pada tanggal 11 Februari 1989. Penulis

merupakan anak kedua dari tiga bersaudara pasangan Dr.Radjab Tampubolon dan

Pipih Pudjiastuti Bsc.

Penulis memulai pendidikan di TK Melati Kota Bogor pada tahun 1995,

kemudian melanjutkan ke Sekolah Dasar Negeri Polisi I Bogor. Pada tahun 2001,

penulis melanjutkan pendidikan di Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Negeri I

Kota Bogor. Pendidikan selanjutnya yang ditempuh penulis adalah di Sekolah

Menengah Umum Negeri I Kota Bogor pada tahun 2004. Penulis diterima di

Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Mahasiswa IPB (USMI)

yang selanjutnya diterima di Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan,

Fakultas Ekonomi dan Manajemen.

Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif di kegiatan kemahasiswaan

yaitu sebagai Staf Departemen Corporate Social Responsibility (CSR) HIMPRO

REESA tahun 2008/ 2009, Anggota Keluarga Pecinta Alam Fakultas Ekonomi

dan Manajemen (KAREMATA), dan terakhir sebagai Ketua Umum Unit

Kegiatan Mahasiswa (UKM) FUTSAL IPB tahun 2009/ 2010.