ANALISIS WILLINGNESS TO ACCEPT MASYARAKAT AKIBAT ... · negatif bagi masyarakat maupun lingkungan...
Transcript of ANALISIS WILLINGNESS TO ACCEPT MASYARAKAT AKIBAT ... · negatif bagi masyarakat maupun lingkungan...
- 1 -
ANALISIS WILLINGNESS TO ACCEPT MASYARAKAT AKIBAT EKSTERNALITAS NEGATIF KEGIATAN
PENAMBANGAN BATU GAMPING (Studi Kasus Desa Lulut, Kecamatan Klapanunggal,
Kabupaten Bogor)
BAHROIN IDRIS TAMPUBOLON
DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
2011
- 3 -
RINGKASAN
BAHROIN IDRIS TAMPUBOLON. Analisis Willingness To Accept Masyarakat Akibat Eksternalitas Negatif Kegiatan Penambangan Batu Gamping (Studi Kasus Desa Lulut, Kecamatan Klapanunggal, Kabupaten Bogor). Dibimbing oleh EKA INTAN KUMALA PUTRI
Kegiatan penambangan batu gamping merupakan kegiatan tambang terbuka (open pit) dan dilakukan melalui cara peledakan dengan sistem berjenjang (bench). Kegiatan penambangan tentunya berpotensi menimbulkan eksternalitas negatif bagi masyarakat maupun lingkungan sekitar seperti penurunan kualitas dan kuantitas air, kebisingan, getaran, pencemaran udara, kehilangan keanekaragaman hayati, dan penurunan tingkat kesehatan. Oleh sebab itu, penelitian ini dilakukan untuk mengkaji eksternalitas negatif dan kesediaan menerima dana kompensasi masyarakat melalui pendekatan ekonomi sumberdaya dan lingkungan. Tujuan penelitian ini secara khusus yaitu: (1) mengindentifikiasi eksternalitas negatif yang dirasakan masyarakat akibat dari aktivitas penambangan batuan gamping; (2) mengkaji peluang kesediaan masyarakat dalam menerima dana kompensasi; (3) mengkuantifikasikan besarnya nilai kesediaan menerima dana kompensasi oleh masyarakat akibat eksternalitas negatif yang ditimbulkan dari kegiatan penambangan batuan gamping; dan (4) mengkaji faktor-faktor yang berpengaruh pada besarnya nilai dana kompensasi masyarakat sekitar penambangan di Desa Lulut Kecamatan Klapanunggal Kabupaten Bogor Jawa Barat.
Penelitian ini merupakan studi kasus yang dilakukan di Desa Lulut Kecamatan Klapanunggal Kabupaten Bogor. Pengambilan data dilakukan selama bulan April sampai dengan Juni 2011. Eksternalitas negatif yang dialami masyarakat diidentifikasi dengan menggunakan analisis deskriptif kualitatif. Peluang kesediaan menerima dana kompensasi masyarakat dianalisis dengan menggunakan regresi logistik. Besarnya nilai WTA masyarakat diketahui dengan menggunakan perhitungan Willingness To Accept. Faktor-faktor yang mempengaruhi besarnya nilai WTA masyarakat dianalisis dengan model regresi linier berganda.
Hasil dari penelitian ini menunjukkan, sebagian besar masyarakat menyatakan eksternalitas negatif yang dirasakan adalah kebisingan dan getaran, perubahan kualitas udara serta perubahan kualitas dan kuantitas air. Hanya sebagian kecil responden yang menyatakan kehilangan keanekaragaman hayati. Mayoritas responden menyatakan bersedia menerima dana kompensasi atas eksternalitas negatif yang timbul. Nilai dugaan rataan WTA responden adalah sebesar Rp 137.500,00 per bulan per kepala keluarga dan nilai total WTA responden sebesar Rp 6.325.000,00 per bulan. Nilai total WTA masyarakat adalah sebesar Rp 447.975.000,00 per bulan. Faktor-faktor yang berpengaruh pada besarnya nilai WTA responden adalah tingkat pendidikan, jumlah tanggungan keluarga, dummy wiraswasta dan pegawai swasta.
Berdasarkan hasil penelitian, peneliti memberikan beberapa saran untuk berbagai pihak, antara lain : (1) Perusahaan penambangan batuan gamping seharusnya mencari sistem dan teknologi penambangan yang lebih baik dan ramah lingkungan, reklamasi lahan setelah penambangan harus terus dilakukan,
- 4 -
perbaikan Jalan Putih dan peningkatan kesempatan lapangan pekerjaan bagi masyarakat sekitar kawasan penambangan. (2) Pemerintah melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan kegiatan penambangan, menyelesaikan permasalahan eksternalitas negatif, dan pengawasan terhadap program tanggung jawab sosial perusahaan. (3) Penelitian selanjutnya sebaiknya melakukan penelitian mengenai analisis Willingness to Pay.
- 2 -
ANALISIS WILLINGNESS TO ACCEPT MASYARAKAT AKIBAT EKSTERNALITAS NEGATIF KEGIATAN
PENAMBANGAN BATU GAMPING (Studi Kasus Desa Lulut, Kecamatan Klapanunggal,
Kabupaten Bogor)
BAHROIN IDRIS TAMPUBOLON
H44070057
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk
memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan
DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
2011
- 5 -
Judul Skripsi : Analisis Willingness To Accept Masyarakat Akibat Eksternalitas Negatif Kegiatan Penambangan Batu Gamping (Studi Kasus Desa Lulut Kecamatan Klapanunggal Kabupaten Bogor)
Nama : Bahroin Idris Tampubolon NIM : H44070057
Menyetujui, Pembimbing
Dr. Ir. Eka Intan Kumala Putri, MSi
NIP. 19650212 199003 2 001
Mengetahui, Ketua Departemen
Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan
Dr. Ir. Aceng Hidayat, MT. NIP. 19660717 199203 1 003
Tanggal Lulus :
- 6 -
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi Analisis Willingness To Accept
Masyarakat Akibat Eksternalitas Negatif Kegiatan Penambangan Batu Gamping
(Stud Kasus Desa Lulut, Kecamatan Klapanunggal, Kabupaten Bogor) adalah
karya saya dengan arahan dari pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa
pun pada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip
dari karya diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan
dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor, Oktober 2011
Bahroin Idris Tampubolon H44070057
- 7 -
UCAPAN TERIMA KASIH
Penyelesaian skripsi ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak. Sebagai
bentuk rasa syukur kepada Allah SWT, penulis ingin menyampaikan ucapan
terima kasih dan penghargaan kepada :
1. Ibu (Pipih Pudjiastuti), Bapak (Radjab Tampubolon), Abang Manan, Eri
Choirul serta Fia Harfiana atas segala dukungan, doa, dan kasih sayang.
2. Dr. Ir. Eka Intan Kumala Putri, MSi. selaku dosen pembimbing atas
bimbingan, arahan, dukungan, waktu dan kesabaran yang telah diberikan
kepada penulis selama penyusunan skripsi ini. Terima kasih atas pelajaran
dan pengalaman berharga yang telah diberikan.
3. Dr. Ir. Ahyar Ismail, M.Agr. selaku dosen penguji utama dan Novindra, S.P,
M.Si. selaku dosen perwakilan departemen.
4. Dr. Meti Ekayani S,Hut,MSc. selaku pembimbing akademik.
5. Ibu Dian, Ibu Riri, Ibu Wiwik, dan Bapak Erhan dari Badan Lingkungan
Hidup (BLH) Kabupaten Bogor, Kepala Desa Lulut Kecamatan
Klapanunggal beserta jajarannya, Bapak Cece selaku Ketua RT 05/05 yang
telah banyak membantu pengumpulan data dan informasi untuk skripsi.
6. Handai taulan Ario Bismoko, Adhitya “Baso” Permadi, Agung Kurniawan,
Suci Nurul H, Andrian I., Fandi W.I, Riony R.P, A.Harahap, Dina Berina,
Dina Setriana, Diyah Didi, seluruh sahabat ESL 44 serta keluarga UKM
Futsal IPB atas kebersamaan, bantuan, semangat, dan motivasinya.
- 8 -
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT atas rahmat dan karunia-Nya sehingga
penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Analisis Willingness To Accept
Masyarakat Akibat Eksternalitas Negatif Kegiatan Penambangan Batu Gamping
(Studi Kasus Desa Lulut Kecamatan Klapanunggal, Kabupaten Bogor)”. Skripsi
ini disusun untuk memenuhi syarat memperoleh gelar sarjana pada Departemen
Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan, Fakultas Ekonomi dan Manajemen.
Tujuan dari penelitian dalam skripsi ini adalah mengkaji eksternalitas
negatif yang timbul dari aktivitas penambangan batuan gamping, mengkaji
peluang kesediaan masyarakat dalam menerima dana kompensasi di Desa Lulut,
mengkuantifikasikan besarnya nilai kesediaan menerima dana kompensasi oleh
masyarakat akibat eksternalitas negatif yang timbul dari kegiatan penambangan
batuan gamping serta mengkaji faktor-faktor yang berpengaruh pada besarnya
nilai dana kompensasi masyarakat sekitar penambangan.
Semoga tulisan ini dapat bermanfaat bagi pengembangan ilmu
pengetahuan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat pada masa yang akan
datang.
Bogor, Oktober 2011
Penulis
iv
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL .............................................................................. vi
DAFTAR GAMBAR ......................................................................... vii
DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................... ix
I. PENDAHULUAN ......................................................................... 1
1.1. Latar Belakang ..................................................................... 1 1.2. Perumusan Masalah ............................................................. 5 1.3. Tujuan Penelitian ................................................................. 10 1.4. Manfaat Penelitian ............................................................... 11 1.5. Ruang Lingkup ..................................................................... 12
II. TINJAUAN PUSTAKA............................................................... . 13
2.1. Penambangan Batu Karst ..................................................... 13 2.2. Pengelolaan Kawasan Karst ................................................. 15 2.3. Pencemaran Udara ............................................................... 16 2.4. Eksternalitas Negatif ............................................................ 17 2.5. Metode Estimasi Penilaian Lingkungan dengan CVM ........ 20 2.6. Penelitian Terdahulu yang Relevan ..................................... 21
III. KERANGKA PEMIKIRAN ........................................................ 24
3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis ............................................... 24 3.1.1. Analisis WTA ........................................................... 24
3.1.2. Model Regresi Logistik............................................. 28 3.1.3. Model Regresi Linier Berganda ................................ 30
3.2. Kerangka Operasional .......................................................... 31
IV. METODE PENELITIAN............................................................. 34
4.1. Tempat dan Waktu Penelitian .............................................. 34 4.2. Jenis dan Sumber Data ......................................................... 34 4.3. Metode Pengambilan Sampel............................................... 35 4.4. Metode dan Prosedur Analisis Data ..................................... 35
4.4.1. Analisis Dampak Eksternalitas Negatif Kegiatan Penambangan Batu Gamping ..................................... 36 4.4.2. Analisis Peluang Kesediaan Menerima WTA ........... 36 4.4.3. Analisis Nilai WTA dari Masyarakat Terhadap Aktivitas Penambangan Batu Gamping ..................... 36 4.4.4. Analisis Fungsi WTA ................................................ 39
4.5. Pengujian Parameter Regresi ............................................... 43
V. GAMBARAN UMUM. ............................................................... 47
5.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian .................................... 47 5.1.1. Kependudukan .......................................................... 48
v
5.1.2. Gambaran Umum Kegiatan Penambangan di Desa Lulut ............................................................ 49
5.2. Karakteristik Responden ..................................................... 49 5.2.1. Jenis Kelamin ........................................................... 50 5.2.2. Usia .......................................................................... 50 5.2.3. Lama Pendidikan Formal ......................................... 51 5.2.4. Jenis Pekerjaan ......................................................... 52 5.2.5. Tingkat Pendapatan ................................................ 53 5.2.6. Jumlah Tanggungan Keluarga ................................. 53 5.2.7. Lama Tinggal ........................................................... 54 5.2.8. Jarak Tempat Tinggal dari Penambangan ................ 55 5.2.9. Luas Tanah ............................................................... 56 5.2.10. Harga Tanah ............................................................ 57 5.2.11. Jenis Penyakit yang Sering Dialami ........................ 58
VI. HASIL DAN PEMBAHASAN .................................................. 59
6.1. Analisis Eksternalitas Negatif yang Timbul dari Aktivitas Penambangan Batuan Gamping ........................... 59 6.2. Analisis Kesediaan Menerima Responden Terhadap Dana Kompensasi Akibat Eksternalitas Negatif ................. 65 6.3. Analisis Besarnya Nilai Dana Kompensasi Responden Akibat Eksternalitas Negatif ............................................... 67 6.4. Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi
Besarnya Nilai WTA Responden ......................................... 70
VII. SIMPULAN DAN SARAN....................................................... 79
7.1. Simpulan .............................................................................. 79 7.2. Saran..................................................................................... 80
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................ 82
LAMPIRAN ....................................................................................... 84
RIWAYAT HIDUP ............................................................................ 96
vi
DAFTAR TABEL
Nomor Halaman
1. Rekapan Hasil Pengujian Kualitas Udara Ambient Semester 1 Tahun 2010 ................................................................. 2
2. Data Tahunan Pneumokoniosis /ISPA Tahun 2010 Kabupaten Bogor .......................................................................... 3
3. Kualitas Air Permukaan Sungai di Kecamatan Citeureup Tahun 2002 dan Tahun 2008 ......................................................... 4
4 . Pengukuran Tinggi Muka Air Sumber Mata Air Cikukulu Tahun 2008 .................................................................... 6
5. Hasil Pengujian Tingkat Kebisingan Desa Sekitar Lokasi Penambangan Tahun 2008 ............................................................ 7
6. Data Analisis Kualitas Udara Ambien pada Pemantauan Desember 2008 dan Rona Awal Quarry D Tahun 2002 .............. 8
7. Jumlah Kunjungan Pasien & Pola Penyakit di Desa Leuwikaret dan Desa Lulut Kecamatan Citeureup Tahun 2009 ...................... 9 8. Matriks Metode Analisis Data ....................................................... 35
9. Indikator Pengukuran Nilai WTA ................................................. 42
10. Nilai Observasi dan Harapan Terhadap Peluang Kesediaan Responden ................................................................... 67
11. Distribusi WTA Responden di Desa Lulut.................................... 69
12. Total WTA (TWTA) Responden di Desa Lulut ............................ 70
13. Hasil Estimasi Model Regresi Linier Berganda Terhadap Besarnya Nilai WTA Responden .................................................. 73
vii
DAFTAR GAMBAR
Nomor Halaman
1. Kurva Eksternalitas Negatif .................................................... 19
2. Gambaran Transformasi Logit Dengan Peubah X ................. 29
3. Diagram Alur Kerangka Berpikir............................................ 33
4. Sebaran Responden Menurut Jenis Kelamin di Desa Lulut .... 50
5. Sebaran Responden Menurut Umur di Desa Lulut ................. 51
6. Sebaran Responden Menurut Lama Pendidikan Formal di Desa Lulut ........................................................................... 52
7 . Sebaran Responden Menurut Jenis Pekerjaan di Desa Lulut ........................................................................... 52
8. Sebaran Responden Menurut Tingkat Pendapatan di Desa Lulut ........................................................................... 53
9. Sebaran Responden Menurut Jumlah Tanggungan Keluarga di Desa Lulut ........................................................................... 54
10. Sebaran Responden Menurut Lama Tinggal di Desa Lulut ... 55
11. Sebaran Responden Menurut Jarak Tempat Tinggal dari Penambangan di Desa Lulut ............................................. 56
12. Sebaran Responden Menurut Luas Tanah di Desa Lulut ........ 57
13. Sebaran Responden Menurut Harga Tanah di Desa Lulut ...... 58
14. Sebaran Responden Menurut Jenis Penyakit yang Sering Dialami di Desa Lulut ............................................................. 58
15. Eksternalitas Negatif yang Dirasakan Responden Akibat Aktivitas Penambangan Batuan Gamping di Desa Lulut ........ 61
16. Dampak Kebisingan dan Getaran yang Dirasakan Responden di Desa Lulut ........................................................................... 62
17. Dampak Perubahan Kualitas Udara yang Dirasakan Responden di Desa Lulut ........................................................ 63
18. Dampak Perubahan Kualitas dan Kuantitas Air yang Dirasakan Responden di Desa Lulut .............................. 65
19. Persentase Kesediaan Menerima Dana Kompensasi Responden di Desa Lulut ........................................................ 65
20. Rencana Alokasi Penggunaan Dana Kompensasi Responden di Desa Lulut ........................................................ 66
21. Sebaran Bentuk Kompensasi Selain Dana ............................. 66
viii
22. Dugaan Bid Curve WTA Responden di Desa Lulut ............... 69
23. Scatterplot pada WTA Responden di Desa Lulut ................... 72
ix
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Halaman
1. Kuesioner ................................................................................ 85
2. Hasil Model Regresi Logistik Dichotomus Choice ................ 90
3. Hasil Model Regresi Linier Berganda .................................... 92
4. Peta Lokasi .............................................................................. 95
5. Dokumentasi ........................................................................... 96
1
I. PENDAHULUAN
1.1.1 Latar Belakang
Indonesia merupakan negara yang kaya akan sumberdaya alam baik
sumberdaya alam yang dapat diperbaharui (renewable) maupun yang tidak dapat
diperbaharui (non-renewable). Sumberdaya alam yang mempunyai nilai potensi
tinggi salah satunya adalah kawasan karst. Kawasan karst mempunyai berbagai
keragaman sumberdaya baik hayati maupun non hayati yang bernilai strategis
bagi manusia, flora, dan fauna. Potensi mineral, sumber air yang melimpah,
potensi wisata dan ilmu pengetahuan dapat dimanfaatkan untuk peningkatan
kesejahteraan manusia.
Salah satu bentuk pemanfaatan kawasan karst adalah untuk kegiatan
penambangan batuan karbonat (gamping). Batuan gamping merupakan salah satu
sumber mineral terbesar yang terdapat di kawasan karst. Batuan ini sering
dimanfaatkan untuk ornamen/hiasan, bahan baku industri-industri seperti untuk
bahan pemutih, penjernih air, bahan pestisida, serta campuran pembuatan semen.
Proses pembuatan semen umumnya menggunakan teknik penambangan
terbuka dalam bentuk kuari tipe sisi bukit (side hill type quarry). Penambangan
skala besar menggunakan sistem peledakan beruntun, peralatan berat antara lain
escavator dan ripper (penggaru), sedangkan untuk penambangan skala kecil
dilakukan dengan alat sederhana dengan cangkul, ganco, dan sekop (Minerhe,
2009). Kegiatan penambangan tersebut tentunya akan menimbulkan eksternalitas
baik eksternalitas positif maupun negatif.
2
Eksternalitas positif yang ditimbulkan dari kegiatan penambangan
sangatlah beragam diantaranya penyerapan tenaga kerja, peningkatan pendapatan
asli daerah (PAD), dan sumber devisa negara. Namun, eksternalitas negatif juga
muncul sebagai hasil sampingan dari kegiatan penambangan tersebut yang
umumnya merugikan masyarakat sekitar lokasi penambangan, seperti kualitas
udara yang terkontaminasi, kesulitan air, dan kebisingan. Pada Tabel 1
ditampilkan data tentang kualitas udara pada Kecamatan Citeureup yang memiliki
kawasan penambangan batu gamping.
Tabel 1 Hasil Pengujian Kualitas Udara Ambient Semester 1 Tahun 2010
Parameter
Hasil Uji Laboratorium Baku Mutu
PPRI No.4 Tahun 1999
MENLH No.02
Tahun 1988Unit Kec. Citeureup
U1 U2
Suhu Udara oC 37 37 - -
Kelembaban Udara
% 37,50 28,60 - -
Partikel Debu µg/NM3 328,90 240 230 260
SO2 µg/NM3 3 3 900 260
CO2 Ppm 824,50 824 - -
NO2 µg/NM3 34,5 14,23 400 92,5
H2S µg/NM3 2,2 2,2 - 42
NH3 µg/NM3 20 1745,30 - 1360
O3 µg/NM3 19,6 38,82 235 -
SK.GUB.JABAR No.660/31/SK/694-BPKMD/82
KEP-MENLH No. 48/1996
Kebisingan dBA 68 64,15 60 70 Sumber : BLH Kabupaten Bogor dalam Bogor Plus (2011) Keterangan : U1 : Kawasan CCIE - Citeureup U2 : Jl.Raya Citeureup
Hasil uji laboratorium yang ditampilkan pada Tabel 1 di atas menunjukkan
terdapat beberapa parameter yang melebihi batas baku yang telah ditetapkan.
3
Parameter kimia dalam hal ini Amonia (NH3) terutama di Jl. Raya Citeureup telah
melampaui batas baku yang ditetapkan yaitu dengan angka 1745,30 µg/NM3.
Amonia adalah senyawa kimia yang berbau tajam dan berpotensi merusak
kesehatan jika kadarnya berlebihan. Parameter fisika yang diwakili oleh partikel
debu di kawasan CCIE – Citeureup telah melebihi batas normal dengan jumlah
328,90 µg/NM3 sedangkan batas baku yang ditetapkan dalam PP.RI NO 41 Tahun
1999 adalah 230 µg/NM3 (Bogor Plus, 2011).
Secara umum partikel yang mencemari udara dapat merusak lingkungan,
tanaman, hewan, dan manusia. Kualitas udara yang tercemar akan berpengaruh
pada kesehatan manusia misalnya melalui partikel debu yang masuk ke dalam
saluran pernapasan atau pneumokoniosis yang umumnya dialami masyarakat di
sekitar kawasan penambangan (Bogor Plus, 2011). Hal tersebut sesuai dengan
catatan kesehatan pengidap ISPA di Kabupaten Bogor yang dapat dilihat pada
Tabel 2.
Tabel 2 Data Tahunan Pneumokoniosis /ISPA Tahun 2010 Kabupaten Bogor
No. UPTD Kecamatan Dewasa (Orang) Bayi (Orang)
1. Citeureup 1160 4537
2. Bojong Gede 1093 5673
3. Caringin 691 2853 Sumber : Dinas Kesehatan Kabupaten Bogor dalam Bogor Plus (2011)
Kegiatan penambangan tentunya akan berpengaruh pada kualitas air
disekitar kawasan. Tabel 3 menampilkan tentang pengukuran kualitas air untuk
beberapa sungai di sekitar kawasan penambangan.
4
Tabel 3 Kualitas Air Permukaan Sungai di Sekitar Kawasan Penambangan Tahun 2002 dan 2008
No. PARAMETER UNIT BAKU
MUTU*) Tahun 2002 Tahun 2008
AP-1 AP-2 AP-1 AP-2
1. Besi (Fe) Mg/L 5,0 0,05 0,03 0,06 0,06
2. Flourida (F) Mg/L 1,5 0,04 0,17 0,33 0,33
3. Khlorida (Cl) Mg/L 600 1,9 2,9 3,9 4,9
5. pH (Insitu) - 6-9 6,6 6,3 7,65 7,50
6. Sulfat (SO4) Mg/L 400 12,3 27,5 78,5 55,1
7. Tembaga (Cu) Mg/L 1 0,002 0,02 0,02 0,02
8. Timbal (Pb) Mg/L 0,1 0,03 0,03 0,01 0,01
9. BOD5 Mg/L - 1,7 1,2 14 10
10. COD Mg/L - 8,1 6,4 40 55
11. Koliform Tinja Jml/100ml 2000 21 9 1500 2400 Sumber : Laporan Pelaksanaan RKL dan RPL PT. ITP Tbk. (2009)
*) Baku Mutu Lingkungan : Kep. Gub. Jabar No. 38/1991, Golongan B,C,D
AP – 1 : Sungai Cijere
AP - 2 : Sungai Cibadak
Pada beberapa parameter seperti pH, flourida, khlorida, sulfat, dan COD
menunjukkan adanya peningkatan. Dapat diindikasikan terkontaminasi walau
masih dalam tingkat yang diperbolehkan, namun dapat diramalkan kualitas air
pada tahun selanjutnya akan semakin meningkat kadar pencemarannya. Koliform
tinja pada Sungai Cibadak telah melebihi batas baku mutu yang ditetapkan dan
berakibat kualitas air mengalami perubahan.
Eksternalitas negatif yang dirasakan masyarakat membutuhkan penanganan
yang serius. Selama ini masih sedikit perusahaan yang peduli dengan penanganan
hal tersebut. Pada umunya bentuk kegiatan dari perusahaan yang dapat
mencerminkan penanganan atas kerugian masyarakat dilakukan melalui program
Corporate Social Responsibility (CSR), seperti pengobatan gratis, pemberdayaan
masyarakat sekitar, dan lain-lain namun terkadang sifatnya tidak rutin atau hanya
5
secara formalitas saja. Tanggung jawab sosial ini diharapkan tidak hanya terkesan
tebar pesona atau berbuat baik agar terlihat baik tetapi esensi dari kegiatan
tersebut harus tercapai.
Perlu adanya kajian tentang eksternalitas negatif dari kegiatan
penambangan batu gamping terhadap masyarakat. Kajian tersebut terkait tentang
eksternalitas yang muncul dari keberadaan penambangan, kesediaan menerima
dana kompensasi masyarakat terhadap pencemaran dan faktor-faktor apa saja
yang mempengaruhi dana kompensasi yang bersedia diterima.
1.2 Perumusan masalah
Aktivitas penambangan batu gamping pada kawasan karst di Kecamatan
Klapanunggal, Kabupaten Bogor telah berlangsung sejak tahun 1975. Daerah
penambangan batu gamping tersebut terletak di Gunung Guha, Gunung Cibuluh,
Gunung Kutapaeran, dan Gunung Halimun yang secara administratif berada di
Desa Lulut dan Desa Leuwikaret. Kegiatan penambangan secara umum meliputi
penambangan batu kapur, pasir silika, dan tanah liat yang merupakan tambang
terbuka (open pit) dan dilakukan melalui cara peledakan dengan sistem berjenjang
(bench). Hasil peledakan berupa bongkahan-bongkahan dihancurkan di tempat
pemecahan (crusher) menjadi ukuran yang relatif lebih kecil untuk selanjutnya
diangkut ke tempat penyimpanan (storage) dengan menggunakan Belt Conveyor.
Kegiatan penambangan tersebut tentunya menimbulkan eksternalitas
negatif bagi masyarakat maupun lingkungan sekitar. Masyarakat yang tinggal di
sekitar kawasan penambangan merasakan berbagai perubahan dan gangguan
akibat keberadaan tambang antara lain kelangkaan air, kebisingan, getaran dan
pencemaran udara.
6
Kawasan karst pada dasarnya memiliki fungsi ekologis sebagai penyerap
dan penyedia air namun fungsi tersebut menjadi hilang setelah diekstraksi untuk
bahan baku semen. Dampak penambangan terhadap kuantitas air dapat dilihat
melalui debit mata air di sekitar daerah penambangan. Pengamatan yang telah
dilakukan telah disajikan dalam Tabel 4.
Tabel 4 Pengukuran Tinggi Muka Air Sumber Mata Air Cikukulu Tahun 2008
No. Bulan Pengukuran Tahun 2006
(cm)
Pengukuran Tahun 2007
(cm)
Pengukuran Tahun 2008
(cm)
1. Juli 6,0 11,0 6
2. Agustus 7,5 10,0 7,5
3. September 6,5 15,0 8,5
4. Oktober 8,0 22,0 14,0
5. November 15,0 17,0 18,0
6. Desember 22,5 23,0 15,0
Jumlah 65,5 98 69
Rata-rata 10,9 16,3 11,5 Sumber : Laporan Pelaksanaan RKL dan RPL PT. ITP Tbk. (2009)
Terlihat bahwa rata-rata debit Mata Air Cikukulu berfluktuasi dari tahun
ke tahun, dengan rata-rata tinggi muka air masing-masing tahun adalah 10,9; 16,3;
dan 11,5 cm. Pada Oktober sampai Desember pada setiap tahun terjadi musim
hujan sehingga debit air menjadi tinggi, namun sebaliknya pada saat Juli sampai
September adanya musim kemarau menyebabkan adanya penurunan debit.
Hilangnya daerah penyerapan air hujan (water catchment area) akibat konversi
kawasan karst menjadi aktivitas penambangan diduga menjadi faktor penyebab
fluktuasi ketersediaan air disamping terjadinya perubahan musim pada setiap
tahun.
7
Eksternalitas lain yang ditimbulkan dari keberadaan agenda penambangan
adalah kebisingan. Kebisingan yang dirasakan oleh masyarakat bersumber dari
pengoperasian alat berat, proses peledakan, belt conveyor, dan stone crusher yang
ada di setiap blok penambangan. Suara yang dihasilkan tersebut dapat
meningkatkan tingkat stress seseorang, kerusakan pendengaran, terganggunya
aktivitas kehidupan dan lain-lain. Batas nilai baku mutu yang digunakan untuk
kebisingan adalah KEP.48/MENLH/11/1996. Keputusan tersebut mengatur baku
mutu salah satunya untuk perumahan dan permukiman yaitu sebesar 55 dB. Hasil
penelitian terhadap tingkat kebisingan pada desa sekitar penambangan dapat
dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5 Hasil Pengujian Tingkat Kebisingan Desa Sekitar Lokasi Penambangan Tahun 2008
No. Lokasi Hasil (dB(A))
1. Desa Lulut RT. 02/RW. 08 ( Blok Quarry D) 64,5
2. Desa Leuwi Karet RT. 03/RW. 07 ( Blok Quarry D) 57,4
3. Desa Hambalang, Kp. Tapos RT. 25/RW. 08 56,2 Sumber : Laporan Pelaksanaan RKL dan RPL PT. ITP Tbk. (2009)
Tingkat kebisingan pada ketiga desa tersebut telah melampaui baku mutu
yang telah ditetapkan pemerintah. Faktor jarak antara pemukiman dengan Belt
Conveyor yang hanya sekitar 50 meter menjadi salah satu penyumbang tingkat
kebisingan tersebut selain dari tingkat aktivitas kendaraan darat dan tingkat
kerapatan vegetasinya cukup rendah, sehingga kemampuan mereduksi tingkat
kebisingan masih minim.
Getaran yang dihasilkan dari kegiatan peledakan masih berada dibawah
baku mutu yang ditetapkan yaitu sebesar 10 dB (Laporan Pelaksanaan PT.ITP,
2008). Terjadi 505 kali peledakan dalam 6 bulan terakhir pada blok Quarry D
yang biasanya dilakukan pada pukul 11.45 sampai dengan 12.15. Desa Lulut
8
adalah desa yang hanya berjarak ± 500 meter dari lokasi peledakan Quarry D,
sehingga jelas masyarakat merasa terganggu dengan getaran yang timbul disaat
waktu mereka sedang beraktivitas.
Terdapat hubungan yang erat antara penambangan dengan kualitas udara.
Hampir disetiap kegiatan penambangan batu gamping, selalu terjadi pencemaran
udara. Sumber dampak tersebut adalah berasal dari kegiatan pengangkutan hasil
tambang dari lokasi tambang ke unit pemecahan, emisi gas buang alat-alat berat
dan kendaraan, partikulat hasil pembakaran seperti NOx, HC, SOx, CO, debu dan
Pb. Berdasarkan hasil pengukuran pada kualitas udara di sekitar daerah
penambangan terlihat bahwa parameter kualitas udara masih berada dibawah baku
mutu yang ditetapkan pemerintah pada PP No : 41 Tahun 1999 tentang
Pengendalian Pencemaran Udara namun, terjadi trend peningkatan terhadap
pencemaran udara. Parameter seperti CO, NO2, dan SO2 terlihat meningkat
dibandingkan saat kondisi rona awal pada tahun 2002 seperti yang ditampilkan
pada Tabel 6.
Tabel 6 Data Analisis Kualitas Udara Ambien pada Pemantauan Desember 2008 dan Rona Awal Quarry D Tahun 2002
No. Parameter Baku
Mutu *) Unit
Hasil Pengukuran Rona Awal U1 U2
1. SO2 900 µg/Nm3 16,31 17,36 2,26
2. CO 30.000 µg/Nm3 2.291 2.406 1.029
3. NO2 400 µg/Nm3 18,78 19,17 6,19
4. O3 235 µg/Nm3 22,98 20,77 -
5. HC 160 µg/Nm3 112 112 -
6. Debu (TSP) 230 µg/Nm3 83 102 481
7. Pb 2 µg/Nm3 0,03 0,03 - Sumber : Laporan Pelaksanaan RKL dan RPL PT. ITP Tbk (2009) Keterangan : *) : Baku Mutu Lingkungan PP No. 14/1999 U-1 : Desa Lulut – Blok Quarry D U-2 : Desa Leuwi Karet – Blok Quarry D
9
Peningkatan kadar pencemaran di udara setiap tahunnya berpotensi
menimbulkan kerugian kepada masyarakat walaupun masih dibawah baku mutu
yang ditetapkan. Dapat diprediksi lima sampai sepuluh tahun kedepan bagaimana
kondisi kualitas udara di desa yang berdampingan dengan tambang andai pihak
penambang tidak melakukan tindakan produksi yang lebih ramah lingkungan.
Polutan-polutan di udara tersebut dapat memicu penurunan tingkat kesehatan
dikalangan masyarakat misalnya dengan penyakit ISPA, paru-paru, dan TBC.
Berdasarkan Laporan Pelaksanaan RKL dan RPL PT. ITP Tbk. (2009) data
kesehatan masyarakat sekitar kawasan penambangan batuan gamping di
Kecamatan Citeureup dapat dilihat pada Tabel 7.
Tabel 7 Jumlah Kunjungan Pasien & Pola Penyakit di Desa Leuwikaret dan Desa Lulut Kecamatan Klapanunggal Tahun 2009
No Jenis Penyakit Desa
Leuwikaret (Orang)
Desa Lulut (Orang)
1 ISPA 207 395
2 Kulit 107 199
3 Lambung 102 183
4 Otot dan Tulang 73 154
5 TBC 14 16
6 Penyakit sistem pembuluh darah 30 100
7 Diare 16 99
8 Gigi dan mulut 25 61
9 Influenza dan Pneumonia 34 44
Total 608 1251 Sumber : Laporan Pelaksanaan RKL dan RPL PT. ITP Tbk. (2010)
Terlihat pada Tabel 7 bahwa jumlah kunjungan pasien pada dua desa yang
berdekatan dengan kawasan penambangan didominasi oleh penyakit ISPA lalu
diikuti oleh penyakit kulit dan lambung. Infeksi Saluran Pernapasan Akut ini
10
disinyalir akibat dari partikel-partikel debu yang merupakan dampak sampingan
aktivitas penambangan.
Berdasarkan uraian di atas, maka beberapa permasalahan yang akan
dibahas dalam penelitian ini adalah :
1. Bagaimana eksternalitas negatif yang dirasakan masyarakat akibat aktivitas
penambangan batuan gamping di Desa Lulut Kecamatan Klapanunggal
Kabupaten Bogor Jawa Barat?
2. Bagaimana peluang kesediaan masyarakat dalam menerima dana kompensasi
di Desa Lulut Kecamatan Klapanunggal Kabupaten Bogor Jawa Barat?
3. Berapa besar nilai dana kompensasi yang bersedia diterima oleh masyarakat
(WTA) akibat pencemaran yang disebabkan dari kegiatan penambangan
batuan gamping di Desa Lulut Kecamatan Klapanunggal Kabupaten Bogor
Jawa Barat?
4. Faktor-faktor apa saja yang berpengaruh terhadap besarnya nilai dana
kompensasi masyarakat sekitar kawasan penambangan batuan gamping di
Desa Lulut Kecamatan Klapanunggal Kabupaten Bogor Jawa Barat?
1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah yang telah dikemukakan sebelumnya,
maka tujuan penelitian ini :
1. Mendeskripsikan eksternalitas negatif yang dirasakan masyarakat akibat
aktivitas penambangan batuan gamping di Desa Lulut Kecamatan
Klapanunggal Kabupaten Bogor Jawa Barat.
11
2. Mengkaji peluang kesediaan masyarakat dalam menerima dana kompensasi di
Desa Lulut Kecamatan Klapanunggal Kabupaten Bogor Jawa Barat.
3. Mengkuantifikasikan besarnya nilai kesediaan menerima dana kompensasi
oleh masyarakat (WTA) akibat eksternalitas negatif yang ditimbulkan dari
kegiatan penambangan batuan gamping di Desa Lulut Kecamatan
Klapanunggal Kabupaten Bogor Jawa Barat.
4. Mengkaji faktor-faktor yang berpengaruh pada besarnya nilai dana
kompensasi masyarakat sekitar penambangan di Desa Lulut Kecamatan
Klapanunggal Kabupaten Bogor Jawa Barat.
1.4 Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi:
1. Instansi/Perusahaan sebagai pertimbangan untuk penentuan besarnya dana
kompensasi yang akan diberikan kepada masyarakat akibat kegiatan
penambangan yang dilakukan.
2. Masyarakat sebagai informasi untuk lebih mengenal keberadaan lingkungan
sehingga partisipasi dalam menjaga keberlangsungan lingkungan dapat terus
ditingkatkan.
3. Pemerintah sebagai gagasan yang dapat mendukung program-program
pemerintah dalam menciptakan lingkungan hidup yang lestari dan ramah
lingkungan terutama mengenai masalah pencemaran kawasan penambangan.
4. Akademisi dan peneliti lain sebagai bahan referensi penelitian selanjutnya.
12
1.5 Ruang Lingkup Penelitian
Aktivitas penambangan batu gamping menimbulkan eksternalitas positif
dan negatif bagi masyarakat sekitar. Pada penelitian ini hanya mengkaji
eksternalitas negatif dari keberadaan penambangan tersebut secara deskriptif,
kesediaan menerima dan besarnya dana kompensasi yang bersedia diterima oleh
masyarakat di Desa Lulut, Kecamatan Klapanunggal Kabupaten Bogor.
Eksternalitas positif yang ditimbulkan dari kegiatan seperti peningkatan
Pendapatan Asli Daerah (PAD), peningkatan sumber daya manusia sekitar,
berkembangnya perekonomian masyarakat, dan pengurangan tingkat
pengangguran tidak diteliti karena dampak sampingan tersebut lebih bersifat
menguntungkan terhadap masyarakat sehingga tidak diperlukan adanya dana
kompensasi kepada masyarakat. Bentuk kegiatan tanggungjawab sosial atau
program-program penanggulangan eksternalitas negatif oleh perusahaan tidak
dibahas dalam penelitian ini.
13
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Penambangan Kawasan Karst
Karst adalah istilah bagi sebuah bentang alam yang secara khusus
berkembang pada batuan karbonat (batu gamping dan dolomit), dimana bentang
alam tersebut dibentuk dan dipengaruhi oleh proses pelarutan yang derajatnya
lebih tinggi dibandingkan dengan kawasan batuan lainnya (Samodra, 2001). Karst
tersusun dan terbentuk dari endapan batuan karbonat dengan mineral utama kalsit
(CaCO3), aragonit (CaCO3), dan dolomit (CaMg(CO3))2 tetapi dapat juga terjadi
pada batuan lain yang terbentuk dari mineral-mineral mudah larut oleh airnya
seperti gipsum (CaSO42H2O), anhidrit (CaSO4), halit (NaCl), batuan sedimen
klastik dengan semen yang mudah larut, maupun batuan lain dimana proses
pelarutan mineral bisa dan mudah terjadi (Notosiswoyo, 2006).
Kawasan karst memiliki sumberdaya yang berpotensi untuk
dikembangkan antara lain sumberdaya air, tambang, hayati, wisata, arkeologi, dan
lainnya. Potensi tambang dikawasan karst ialah penambangan bahan galian
golongan C (batu gamping) dan bahan mineral (emas,perak,tembaga,seng). Batu
gamping merupakan batuan sedimen karbonat dengan penampakan luar berwarna
putih, putih kekuningan, abu-abu, hingga hitam. Batu gamping memiliki manfaat
cukup beragam, antara lain : 1) pertanian, 2) lingkungan (penjernihan air dan obat
pembasmi hama), 3) konstruksi (fondasi bangunan rumah, jalan, jembatan, dan
pembuatan semen trass atau semen merah dan marmer), 4) industri (keramik,
kaca, bahan kimia, dan bahan pemutih) (Samodra, 2001).
Kegiatan penambangan adalah kegiatan yang pasti merubah lingkungan
yang ada menjadi lingkungan baru yang berbeda, dan perubahan tersebut sulit
14
atau bahkan tidak dapat dikembalikan seperti semula. Penambangan dapat
menciptakan kerusakan lingkungan yang serius dalam suatu kawasan. Skala
potensi kerusakan tergantung pada berbagai faktor kegiatan penambangan dan
faktor keadaan lingkungan. Faktor kegiatan penambangan antara lain berkaitan
dengan letak cebakan mineral, faktor teknik penambangan, pengolahan, dan
sebagainya. Sedangkan faktor lingkungan adalah faktor kepekaan lingkungan,
faktor geografis, morfologis, flora fauna, hidrologis, dan lain-lain (KLH, 2000).
Dampak-dampak yang timbul dari kegiatan penambangan digolongkan menurut
UNEP (1999) diacu dalam BAPEDAL (2001) adalah sebagai berikut :
1. Kerusakan habitat dan keanekaragaman hayati pada lokasi penambangan.
2. Perubahan lanskap/gangguan visual/kehilangan penggunaan lahan.
3. Pencemaran yang disebabkan oleh limbah tambang dan tailing, peralatan yang
tidak digunakan, limbah padat, limbah rumah tangga dan bahan kimia.
4. Kecelakaan/terjadinya longsoran fasilitas tailing.
5. Peningkatan emisi udara, debu, perubahan iklim dan konsumsi energi.
6. Pelumpuran dan perubahan aliran sungai serta perubahan air tanah dan
kontaminasi.
7. Kebisingan, radiasi dan toksisitas logam berat.
8. Perusakan peninggalan budaya dan situs arkeologi.
9. Terganggunya/menurunnya kesehatan masyarakat dan permukiman di sekitar
tambang.
Pada kegiatan penambangan batu gamping, partikel-partikel yang
dihasilkan dan berpotensi sebagai sumber pencemaran udara adalah SiO2, Al2O3,
MgO, 3CaOSiO2 (Wardhana, 1995). Kegiatan penambangan di kawasan karst
15
khususnya batu gamping merupakan salah satu sektor yang menjanjikan. Namun,
kegiatan ini tentu akan menimbulkan eksternalitas negatif tidak hanya bagi
kondisi kawasan itu sendiri tetapi juga terhadap masyarakat sekitar.
2.2 Pengelolaan Kawasan Karst
Kegiatan pemanfaatan dan pengelolaan karst memiliki pembagian kelas
karst sesuai dengan peruntukannya. Menurut Keputusan Menteri Energi dan
Sumberdaya Mineral No.1456 (2000) tentang Pedoman Pengelolaan Kawasan
Karst dibagi menjadi tiga kelas, yaitu :
1. Kawasan Karst Kelas I merupakan kawasan yang memiliki salah satu, atau
lebih kriteria berikut ini : a) berfungsi sebagai penyimpan air bawah tanah
secara tetap (permanen) dalam bentuk akuifer, sungai bawah tanah, telaga atau
danau bawah tanah yang keberadaannya mencakup fungsi umum hidrologi; b)
mempunyai gua-gua dan sungai bawah tanah aktif yang kumpulannya
membentuk jaringan baik mendatar maupun tegak yang sistemnya mencukupi
fungsi hidrologi dan ilmu pengetahuan; c) gua-guanya mempunyai speleotem
aktif atau peninggalan-peninggalan sejarah sehingga berpotensi untuk
dikembangkan menjadi objek wisata dan budaya; d) mempunyai kandungan
flora dan fauna khas yang memenuhi arti dan fungsi sosial, ekonomi, budaya,
serta pengembangan ilmu pengetahuan alam.
2. Kawasan Karst Kelas II merupakan kawasan yang memiliki salah satu atau
semua kriteria berikut ini : a) berfungsi sebagai pengimbuh air bawah tanah,
berupa daerah tangkapan air hujan yang mempengaruhi naik-turunnya muka
air bawah tanah di kawasan karst, sehingga masih mendukung fungsi umum
hidrologi; mempunyai jaringan lorong-lorong bawah tanah hasil bentukan
16
sungai dan gua yang sudah kering, mempunyai speleotem yang sudah tidak
aktif atau rusak serta sebagai tempat tetap fauna yang semuanya memberi nilai
dan manfaat ekonomi.
3. Kawasan Karst Kelas III merupakan kawasan yang tidak memiliki kriteria
sebagaimana dimaksud ayat (1) dan ayat (2).
Kawasan Karst Kelas I merupakan kawasan yang perlu dikonservasi dan
tidak boleh ada kegiatan usaha penambangan, kecuali kegiatan yang berkaitan
dengan penelitian yang tidak merubah atau merusak bentuk-bentuk morfologi dan
fungsi kawasan. Pada Kawasan Karst Kelas II, dapat dilakukan kegiatan usaha
penambangan sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku dan mendapat
rekomendasi teknis dari Menteri yang membidangi kegiatan penambangan,
setelah dilengkapi dengan studi lingkungan (Andal, UKL, dan UPL). Kegiatan
usaha penambangan dapat dilakukan pada Kawasan Karst Kelas III sesuai dengan
perundangan yang berlaku, tanpa rekomendasi dari Menteri yang membidangi
kegiatan penambangan.
2.3 Pencemaran udara
Pencemaran udara adalah masuknya zat pencemar ke dalam udara atau
atmosfer, baik secara alami (debu vulkanik, debu meteroit, pancaran garam dari
laut) maupun akibat dari aktivitas manusia (gas beracun, partikel, panas dan
radiasi nuklir, sebagai hasil sampingan pemupukan tanaman, pembasmi hama,
pengecatan, pembakaran tumah tangga, transportasi dan bermacam-macam
kegiatan industri) yang melayang dalam udara dan bergerak sesuai dengan
gerakan dan tingkah laku udara dalam jumlah yang melebihi ambang batas yang
17
masih diperkenankan untuk kesehatan mahkluk hidup maupun estetika (Sarwono,
1999).
Secara umum zat pencemar udara dapat merusak lingkungan, tanaman,
hewan, dan manusia. Zat/Partikel pencemar tersebut sangat merugikan kesehatan
manusia. Pada umumnya udara yang telah tercemar, dapat menimbulkan berbagai
penyakit saluran pernapasan atau pneumokoniosis.
Pneumokoniosis adalah penyakit saluran pernapasan yang disebabkan
oleh adanya partikel (debu) yang masuk atau mengendap didalam paru-paru.
Penyakit pernapasan ini banyak jenisnya, tergantung kepada jenis partikel (debu)
yang masuk atau terhisap ke paru-paru. Beberapa jenis pneumokoniosis yang
sering terjadi pada daerah industri yaitu Silikosis, Asbestosis, Bisinosis,
Antrakosis, dan Beriliosis (Wardhana, 1995).
2.4 Eksternalitas
Menurut Mangkoesoebroto (1997), eksternalitas adalah sebagai suatu
keterkaitan suatu kegiatan dengan kegiatan lain yang tidak melalui mekanisme
pasar dimana kegiatan tersebut menimbulkan manfaat dan/atau biaya bagi pihak
diluar pelaksana kegiatan tersebut. Eksternalitas dibagi menjadi dua berdasarkan
dampaknya yaitu eksternalitas positif dan negatif. Eksternalitas positif adalah
dampak yang menguntungkan terhadap pihak lain dari suatu kegiatan yang
dilakukan oleh pihak tertentu tanpa adanya kompensasi dari pihak yang
diuntungkan. Eksternalitas negatif ialah dampak yang bersifat merugikan bagi
orang lain dan tidak menerima kompensasi terhadap kerugian tersebut.
18
Kemungkinan eksternalitas yang terjadi dalam kegiatan ekonomi, yaitu :
1. konsumen-konsumen, yaitu tindakan seorang konsumen yang menimbulkan
eksternalitas bagi konsumen lain.
2. konsumen-produsen, yaitu tindakan seorang konsumen yang menimbulkan
eksternalitas baik positif atau negatif terhadap produsen.
3. produsen-konsumen, contohnya adalah pabrik yang menyebabkan polusi
sungai sehingga menggangu penduduk yang menggunakan air sungai tersebut.
4. produsen-produsen, contohnya sebuah pabrik yang menimbulkan polusi air
yang mengakibatkan kenaikan biaya produksi perusahaan lain yang
menggunakan air tersebut sebagai salah satu faktor produksinya.
Secara umum, adanya eksternalitas tidak akan mengganggu tercapainya
efisiensi masyarakat apabila semua dampak yang merugikan maupun yang
menguntungkan dimasukkan dalam perhitungan produsen dalam menetapkan
jumlah barang yang diproduksi. Hal efisiensi akan tercapai apabila :
MSC = MSB
MSC = PMC + MEC
MSB = MPB + MEB
Dimana :
MSC = Marginal Social Costs
MSB = Marginal Social Benefits
PMC = Marginal Private Cost
MEC = Marginal External Cost
MPB = Marginal Private Benefits
MEB = Marginal External Benefits
19
Pada kasus eksternalitas negatif, produsen tidak memperhitungkan MEC
dan MEB dalam menentukan harga dan jumlah barang yang dihasilkan, sehingga
ada kecenderungan produsen berproduksi pada tingkat yang terlalu besar karena
perhitungan biayanya menjadi terlalu murah dibandingkan dengan biaya yang
harus dipikul oleh seluruh masyarakat. Dapat disimpulkan bahwa dalam
eksternalitas negatif MSC = PMC + MEC > MSB, sehingga produksi harus
dikurangi agar efisiensi produksi optimum dapat dicapai ditinjau dari seluruh
masyarakat.
Sumber: Mangkoesoebroto (1993) Gambar 1. Kurva Eksternalitas Negatif
Pada kurva diatas menunjukan kurva permintaan menunjukan manfaat
masyarakat (MSB) atas sebuah produk. Tingkat output yang optimum terjadi saat
tingkat produksi sebesar Q1. Produsen cenderung menetapkan tingkat produksi
sebesar Q2, yaitu di mana kurva permintaan (MSB) memotong kurva PMC,
H1 H
MSC = PMC +MEC
PMC
MEC
MSB
Jumlah Produksi
e d
Q1 Q2 0
Rp
20
sehingga tampak bahwa jumlah produksi yang diproduksi terlalu banyak
dibandingkan tingkat produksi yang optimum.
2.5 Metode Estimasi Penilaian Lingkungan dengan Contingent Valuation Method (CVM)
Barang dan jasa lingkungan tergolong kedalam barang non market value.
Terdapat berbagai metode yang dapat digunakan untuk mengukur nilai dari suatu
barang dan jasa lingkungan. Salah satu metode yang dapat digunakan untuk
mengestimasi nilai dari barang dan jasa lingkungan adalah dengan Contingent
Valuation Method (CVM).
Metode yang dibangun oleh Davis pada tahun 1963 ini merupakan suatu
pendekatan yang memungkinkan semua komoditas yang tidak diperjualbelikan di
pasar dapat diestimasi nilai ekonominya, termasuk nilai ekonomi dari barang
lingkungan. Metode CVM menggunakan pendekatan secara langsung dengan
menanyakan kepada masyarakat atas kesediaan untuk membayar (WTP) akibat
manfaat tambahan yang diperoleh dari perubahan lingkungan dan atau seberapa
besar kesediaan masyarakat untuk menerima (WTA) kompensasi akibat
penurunan kualitas barang lingkungan (Hanley dan Spash, 1993).
Contingent Valuation Method memiliki tujuan untuk menghitung nilai atau
penawaran yang mendekati, jika pasar dari barang-barang lingkungan tersebut
benar-benar ada. Asumsi dasar yang belaku di CVM adalah bahwa individu-
individu memahami benar pilihan masing-masing dan cukup mengenal kondisi
lingkungan yang dinilai. Oleh karena itu, pasar hipotetik (kuisioner dan
responden) harus mendekati kondisi pasar sebenarnya. Responden harus mengenal
secara baik barang yang ditanyakan dan alat hipotetik yang digunakan untuk
pembayaran, seperti pajak dan biaya masuk secara langsung.
21
Tahapan-tahapan untuk mengetahui nilai WTA (Hanley dan Spash, 1993),
adalah :
1. Membuat Pasar Hipotetik (Setting Up the Hypothectical Market)
2. Mendapatkan Penawaran Besarnya Nilai WTA/WTP (Obtaining Bids)
3. Memperkirakan Nilai Rata-Rata WTP dan/atau Nilai Tengah WTA
(Calculating Average WTP and/or Mean WTA)
4. Memperkirakan Kurva Penawaran (Estimating Bid Curve)
5. Menjumlahkan Data (Agregating Data)
6. Mengevaluasi Penggunaan CVM (Evaluating the CVM Exercise)
2.6 Penelitian Terdahulu yang Relevan
Penelitian mengenai Kesediaan Menerima Dana Kompensasi atau
Willingness to Accept Masyarakat Akibat Eksternalitas Negatif Aktivitas
Penambangan Batuan Gamping masih sulit ditemukan. Salah satu peneliti yang
mengkaji tentang kesediaan menerima dana kompensasi yaitu Adhitya Ramadhan
dari Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan, Institut Pertanian Bogor.
Ramadhan (2009) melakukan penelitian dengan judul ”Analisis Kesediaan
Menerima Dana Kompensasi Di Tempat Pembuangan Akhir Sampah (TPAS)
Cipayung Kota Depok Jawa Barat”. Tujuan penelitian tersebut adalah untuk
mengkaji persepsi masyarakat tentang keberadaan TPAS Cipayung dan
mengkuantifikasi besarnya nilai dana kompensasi (WTA) yang bersedia diterima
dengan turut serta menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi nilai tersebut.
Hasil yang ditunjukkan oleh penelitian tersebut bahwa masyarakat sekitar TPAS
menilai terjadi penurunan kualitas lingkungan dibandingkan sebelum berdirinya
TPAS yang ditunjukkan dengan kondisi pemukiman, kondisi air, kondisi udara
22
dan kondisi sampah yang buruk. Sebagian besar masyarakat bersedia menerima
dana kompensasi dengan nilai rata-rata WTA sebesar Rp.54.300,00/bulan/KK
yang dipengaruhi oleh tingkat pendidikan paling signifikan.
Penelitian yang dilakukan oleh Triani (2009) tentang WTA masyarakat
terhadap pembayaran jasa lingkungan DAS Cidanau dengan pendekatan CVM.
Pada studi ini diberlakukan kompensasi kepada masyarakat oleh perusahaan sejak
tahun 2005. Mekanisme pembayaran dilakukan dengan melibatkan Forum
Komunikasi DAS Cidanau, desa-desa terkait dan perusahaan yang memanfaatkan
jasa lingkungan. Responden menilai kualitas lingkungan semakin baik setelah
adanya upaya konservasi, namun penetapan nilai pembayaran dinilai buruk oleh
sebagian besar responden. Mayoritas responden bersedia menerima nilai
pembayaran sesuai dengan skenario yang ditawarkan, dan nilai dugaan rataan
WTA responden adalah Rp 5.056,98 /pohon/tahun. Nilai tersebut dipengaruhi
oleh faktor pendapatan dan kepuasan terhadap nilai pembayaran jasa lingkungan
selama ini yang paling dominan.
Anwar (2008) melakukan penelitian dengan judul Nilai Ekonomi Akibat
Kerusakan Jalan Berdasarkan Pendekatan Willingness to Pay dan Willingness to
Accept di Jalan Lintas Timur Sumatera. Lokasi penelitian tersebut mencakup
enam provinsi yaitu Provinsi Lampung, Sumatera Selatan, Jambi, Riau, Sumatera
Utara dan NAD dengan pendekatan utama yang digunakan adalah kuantitatif dan
kualitatif. Metode yang digunakan adalah CVM untuk mengukur seberapa besar
keinginan membayar dan keinginan dibayar dari masyarakat. WTA dan WTP
masyarakat sekitar wilayah Jalintim Sumatera berkisar antara Rp 2.222,67 – Rp
2.735,93 per hari per responden. Terdapat lima faktor yang menyebabkan
23
besarnya nilai keinginan membayar dan dibayar akibat perubahan lingkungan
yaitu berupa keterlambatan, kondisi sakit, kecelakaan, kebisingan, dan
kejengkelan. Total nilai ekonomi dari kerusakan jalan berdasarkan penilaian
masyarakat wilayah Jalintim Sumatera untuk suatu kondisi akibat dari perubahan
berkisar antara Rp 1,488 Triliun sampai Rp 3,863 Triliun dengan rataan total nilai
ekonomi sebesar Rp 1,879 Triliun
Penelitian yang mengkaji tentang kesediaan menerima dana kompensasi
kepada masyarakat akibat dampak suatu kegiatan relatif banyak dilakukan.
Terdapat beberapa kesamaan di penelitian ini dengan penelitian sebelumnya
terutama metode untuk penentuan dana kompensasi yaitu Contigent Valuation
Metode (CVM) namun terdapat juga beberapa perbedaan. Perbedaan antara
penelitian ini dengan penelitian lain adalah dari segi lokasi, tujuan, dan jenis
kegiatan yang melatarbelakangi terjadinya eksternalitas negatif. Jenis kegiatan
yang diteliti dalam penelitian ini adalah penambangan batu gamping yang telah
beroperasi sejak tahun 1975 dengan kawasan penambangan yang luas. Lokasi
pada penelitian ini adalah Desa Lulut Kecamatan Klapanunggal, Kabupaten
Bogor yang berdampingan langsung dengan kegiatan penambangan batu gamping
sehingga eksternalitas negatif sangat dirasakan.
24
III. KERANGKA PEMIKIRAN
3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis
3.1.1 Analisis Willingness to Accept
Willingness to Accept merupakan salah satu bagian dari metode CVM dan
akan digunakan dalam penelitian ini. Tahapan-tahapan metode CVM akan
mengarahkan penelitian untuk mendapatkan tujuan yang diinginkan yaitu WTA
dari masyarakat yang terkena eksternalitas negatif akibat penambangan. Tahapan
tersebut membuat pelaksanaan menjadi lebih sistematis sehingga diharapkan hasil
yang didapat sesuai dengan tujuan utama penelitian dan juga untuk menghindari
bias yang terjadi dalam penelitian.
A. Asumsi dalam Pendekatan Willingness to Accept (WTA) Masyarakat
Asumsi-asumsi yang diperlukan dalam pelaksanaan pengumpulan nilai
Willingness to Accept (WTA) dari setiap responden adalah :
a. Responden merupakan anggota masyarakat yang terletak di lokasi penelitian
dan bersedia menerima dana kompensasi.
b. Nilai WTA yang diberikan konsumen merupakan nilai minimum yang
bersedia diterima responden jika kompensasi yang diberikan benar-benar
dilaksanakan.
c. Perusahaan penambangan batuan gamping bersedia memberikan kompensasi
atas penurunan kualitas lingkungan.
d. Responden dipilih secara acak dari populasi yang terkena dampak penurunan
kualitas lingkungan dan merupakan kepala keluarga dari masing-masing
rumah tangga.
25
B. Metode Mempertanyakan Nilai Willingness to Accept (Elicitation Method)
Metode yang dapat digunakan untuk memperoleh besarnya penawaran
nilai WTA/WTP responden (Hanley dan Spash,1993) adalah :
1. Bidding Game (Metode tawar-menawar)
Metode yang digunakan dengan mempertanyakan kepada responden tentang
sejumlah nilai tertentu yang diajukan sebagai titik awal dan selanjutnya
semakin meningkat sampai titik maksimum yang disepakati.
2. Open-ended Question (Metode pertanyaan terbuka)
Menanyakan langsung kepada responden berapa jumlah maksimum uang yang
ingin dibayarkan atau jumlah minimum uang yang ingin diterima akibat
perubahan kualitas lingkungan. Metode ini memiliki kelebihan yaitu
responden tidak perlu diberi petunjuk yang bisa mempengaruhi nilai awal
yang ditawarkan sehingga tidak akan menimbulkan bias titik awal. Kelemahan
metode ini terletak pada kurangnya akurasi nilai serta terlalu besar variasinya
selain itu seringkali ditemukan responden yang kesulitan menjawab
pertanyaan yang diberikan terutama bagi mereka yang tidak memiliki
pengalaman mengenai pertanyaan yang ada dalam kuesioner.
3. Closed-ended Question (Metode pertanyaan tertutup)
Metode pertanyaan tidak jauh berbeda dengan Open-ended Question hanya
saja bentuk pertanyaannya tertutup. Responden diberikan beberapa nilai
WTA/WTP yang disarankan kepada mereka untuk dipilih, sehingga responden
tinggal memberi jawaban sesuai dengan keinginan dan kemampuan mereka.
26
4. Payment Card (Metode kartu pembayaran)
Metode ini menawarkan kepada responden suatu kartu yang terdiri dari
berbagai nilai kemampuan untuk membayar atau kesediaan menerima,
sehingga responden dapat memilih nilai maksimal/minimal sesuai dengan
preferensinya. Metode ini dikembangkan untuk membatasi bias titik awal dari
metode tawar-menawar. Mengembangkan kualitas metode ini terkadang
diberikan semacam nilai patokan yang menggambarkan nilai yang dikeluarkan
oleh seseorang dengan tingkat pendapatan tertentu bagi barang lingkungan
yang lain. Keunggulan metode ini adalah memberikan stimulan untuk
membantu responden berpikir lebih leluasa tentang nilai maksimum atau
minimum yang akan diberikan tanpa harus terintimidasi dengan nilai tertentu,
seperti pada metode tawar menawar. Penggunaan metode ini dibutuhkan
pengetahuan statistik yang baik.
Selain metode tersebut, terdapat pula metode bertanya Contingent
Rangking. Metode ini tidak menanyakan langsung berapa nilai yang ingin
dibayarkan atau diterima, tetapi responden diberi pilihan rangking dari kombinasi
kualitas lingkungan yang berbeda dengan nilai moneter yang berbeda. Responden
diminta mengurut beberapa pilihan dari yang paling disukai sampai kepada yang
tidak disukai. Metode ini menggunakan skala ordinal sehingga diperlukan
pengetahuan statistik yang sangat baik dan jumlah sampel yang besar.
27
C. Langkah-langkah untuk Mengetahui Nilai Willingness to Accept Masyarakat Besarnya nilai WTA masyarakat dapat diketahui dengan menggunakan
pendekatan CVM. Pendekatan tersebut memiliki enam tahapan (Hanley and
Spash,1993) , yaitu :
1. Membangun Pasar Hipotetis
Pasar hipotetik adalah membangun suatu alasan mengapa masyarakat
seharusnya menerima dana kompensasi dari dipergunakannya jasa lingkungan
oleh pihak lain dimana terdapat nilai dalam mata uang berapa harga
barang/jasa lingkungan tersebut. Pasar hipotetik harus terdapat penjelasan
secara mendetail, nyata, dan informatif mengenai barang/jasa lingkungan yang
akan dinilai.
2. Memperoleh Nilai Penawaran
Tahapan yang dilakukan setelah membuat instrumen survei adalah
administrasi survei. Tahapan ini dapat dilakukan melalui wawancara dengan
tatap muka, surat atau perantara telepon mengenai besarnya minimum WTA
yang bersedia diterima. Wawancara dengan teknik-teknik tersebut tidak
menutup kemungkinan terjadinya bias yang dilakukan oleh petugas pada saat
melakukannya.
3. Menghitung Dugaan Nilai Rataan WTA (Estimating Mean WTA)
Nilai WTA telah terkumpul, lalu tahap yang selanjutnya dilakukan adalah
perhitungan nilai tengah dan rata-rata dari WTA. Nilai tengah dilakukan
apabila terjadi rentang nilai penawaran yang terlalu jauh. Jika perhitungan
nilai penawaran menggunakan rata-rata, maka nilai yang diperoleh akan lebih
28
tinggi dari yang sebenarnya. Nilai tengah penawaran tidak dipengaruhi oleh
rentang yang cukup besar dan selalu lebih kecil daripada nilai rata-rata.
4. Menduga Kurva Penawaran
Kurva penawaran dapat diperkirakan dengan menggunakan nilai WTA
sebagai variabel dependen dan faktor-faktor yang mempengaruhi nilai sebagai
variabel independen. Kurva penawaran berfungsi untuk memperkirakan
perubahan nilai WTA karena perubahan sejumlah variabel independen dan
untuk menguji sensitivitas jumlah WTA terhadap variasi perubahan mutu
lingkungan.
5. Menjumlahkan Data
Penjumlahan data merupakan proses dimana nilai tengah penawaran
dikonversikan terhadap total populasi yang dimaksudkan.
6. Mengevaluasi Penggunaan CVM
Evaluasi penggunaaan CVM berfungsi untuk menilai sejauh mana penerapan
CVM telah berhasil dilakukan. Penilaian dilakukan dengan cara melihat
tingkat keandalan (reability) fungsi WTA dengan nilai R-squares (R2) dari
model regresi berganda WTA.
3.1.2 Model Regresi Logistik
Menurut Hosmer dan Lemeshow dalam Merryna (2007) analisis regresi
logistik merupakan analisis yang mengkaji hubungan pengaruh-pengaruh peubah
penjelas terhadap peubah respon dengan persamaan matematis tertentu. Analisis
logistik digunakan untuk menduga besarnya peluang kejadian dari kategorik
peubah respon maupun penjelas. Peubah penjelas pada analisis regresi ini dapat
berupa peubah kategorik maupun numerik.
29
Data yang dapat dianalisis dengan regresi logistik adalah data yang relatif
umum dan terdiri atas dichotomus classification. Peubah kategori bisa merupakan
suatu pilihan ya/tidak atau suka/tidak suka. Analisis pemodelan peluang kejadian
tertentu dari kategori peubah respon dilakukan melalui transformasi logit.
Persamaan dari transformasi logit tersebut adalah :
1
Pi merupakan peluang munculnya kejadian kategori dari peubah respon
untuk individu ke – i. Loge logaritma dengan basis bilangan ke e. Gambar 2
memperlihatkan proses transformasi logit (Juanda, 2009).
P(i) Logit (Pi)
Transformasi Logit
Predictor (X) Predictor (X)
Gambar 2. Gambaran Transformasi Logit, dengan Peubah X Berskala Interval
Model logistik dapat diinterpretasikan sama seperti model OLS yaitu
dengan slope dari parameter. Slope diinterpretasikan sebagai perubahan logit (p)
akibat perubahan satu unit peubah bebas (X). Keuntungan dalam penggunaan
regresi logistik adalah terdapatnya odds ratio. Odd adalah peluang kejadian tidak
sukses dari peubah respon. Ratio mengindikasikan seberapa mungkin dalam
kaitannya dengan nilai odd munculnya kejadian sukses pada suatu kelompok
dibandingkan dengan kelompok lain.
30
3.1.3 Model Regresi Linier Berganda
Model regresi yang terdiri lebih dari satu variabel bebas disebut model
regresi berganda. Terdapat hubungan antara variabel bebas dengan variabel terikat
pada regresi berganda. Metode analisis berganda merupakan metode analisis yang
didasarkan pada metode Ordinary Least Square (OLS). Sifat-sifat OLS adalah
(Gujarati, 2003): (1) penaksiran OLS tidak bias, (2) penaksiran OLS mempunyai
varian yang minimum, (3) konsisten, (4) efisien, dan (5) linier. Menurut Gujarati
(2003) analisis regresi berganda digunakan untuk membuat model pendugaan
terhadap nilai suatu parameter (variabel penjelas yang diamati). Asumsi-asumsi
yang dapat digunakan untuk model regresi linier berganda dengan OLS adalah :
1. E (ui) = 0, untuk setiap i, dimana i = 1,2,....,n, artinya rata-rata galat adalah
nol, dengan nilai yang diharapkan bersyarat dari ui tergantung pada variabel
bebas tertentu adalah nol.
2. Cov (ui,uj) = 0, i ≠ j. artinya covarian (ui,uj) = 0, dengan kata lain tidak ada
autokorelasi antara galat yang satu dengan yang lain.
3. Var (ui) = δ2, untuk setiap i, dimana i = 1,2,....,n. Artinya setiap galat memiliki
varian yang sama (asumsi homoskedastisitas).
4. Cov (ui, X1i) = cov (ui, X2i) = 0. Artinya kovarian setiap galat memiliki varian
yang sama. Setiap variabel bebas tercakup dalam persamaan linier berganda.
5. Tidak ada multikolinearitas, yang berarti tidak terdapat hubungan linier yang
pasti antara variabel yang menjelaskan, atau variabel penjelas harus saling
bebas.
Secara umum, fungsi regresi berganda dituliskan sebagai berikut (Juanda,
2009) :
31
Y = β1 X1i + β2 X2i + β3 X3i + ... + βk Xki + εi ................................(1)
Jika semua pengamatan X1i bernilai 1, maka model diatas menjadi
Y = β1 + β2 X2i + β3 X3i + ... + βk Xki + εi...................................(2)
Keterangan :
Y = Peubah tak bebas i = Nomor pengamatan dari 1 sampai N (populasi) / n (sample) Xki = Pengamatan ke-i untuk peubah bebas Xk β1 = Intersep β2,3,..n = Parameter penduga Xi
εi = Pengaruh sisa (error term)
3.2 Kerangka Operasional
Penambangan merupakan salah satu bentuk aktivitas pemanfataan
terhadap sumberdaya alam. Kegiatan ini menimbulkan eksternalitas baik
eksternalitas positif maupun negatif bagi lingkungan maupun masyarakat.
Peningkatan pendapatan asli daerah, penyerapan tenaga kerja, pengembangan
sumberdaya manusia dan peningkatan usaha mikro disekitar lokasi tambang
merupakan bentuk-bentuk eksternalitas positif yang timbul dari aktivitas
penambangan. Akan tetapi, eksternalitas negatif dari kegiatan ini juga harus
ditanggung oleh masyarakat berupa eksternalitas negatif seperti tertutupnya
sumbermata air, pencemaran udara, kebisingan, dan penurunan tingkat kesehatan.
Kerugian yang dialami masyarakat perlu kajian yang mendalam mengenai
hal tersebut. Kajian tersebut menyangkut tentang dampak eksternalitas negatif
yang dirasakan masyarakat akibat penambangan batu gamping dengan
menggunakan metode analisis deskriptif. Peluang kesediaan menerima dana
kompensasi masyarakat akibat eksternalitas negatif dengan analisis regresi
logistik. Besarnya dana kompensasi yang bersedia diterima oleh masyarakat
32
dengan menggunakan perhitungan Willingness To Accept dan faktor-faktor apa
saja yang mempengaruhi besarnya nilai kompensasi tersebut dengan analisis
regresi linier berganda.
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi pertimbangan pihak perusahaan
dalam penentuan keputusan atau program dari perusahaan dalam penyelesaian
eksternalitas negatif dengan kompensasi. Untuk mempermudah pelaksanaan
penelitian, dibuat alur pemikiran yang dapat dilihat pada Gambar 3.
33
Keterangan: = Batasan penelitian = Aliran Gambar 3. Diagram Alur Kerangka Berpikir
Penambangan Batu Gamping
Eksternalitas Negatif
Kebisingan dan Getaran
Perusahaan Semen
Eksternalitas
Kerugian Masyarakat
Kualitas dan Kuantitas Air
Pencemaran Udara
Eksternalitas Positif
Peningkatan - PAD - Tenaga kerja - SDM - Usaha mikro masyarakat sekitar
Rekomendasi Tentang Kompensasi Atas Eksternalitas Negatif Penambangan Batu Gamping
Estimasi Nilai Kompensasi
Faktor mempengaruhi nilai kompensasi
Eksternalitas Negatif yang Timbul
Peluang Kesediaan Menerima Kompensasi
Analisis Regresi Logistik
Perhitungan WTA
Analisis Regresi Linier Berganda
Analisis Deskriptif
34
IV. METODE PENELITIAN
4.1 Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Desa Lulut, Kecamatan Klapanunggal,
Kabupaten Bogor, Propinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi tersebut dilakukan
secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan bahwa Desa Lulut merupakan
desa yang terdekat jaraknya dengan lokasi penambangan batu gamping dan
jumlah masyarakatnya yang relatif padat. Pengambilan data primer dilaksanakan
dari April hingga Juni 2011.
4.2 Jenis dan Sumber Data
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data cross section.
Data dikumpulkan untuk penelitian ini dalam satu waktu tertentu. Sumber data
meliputi data primer dan data sekunder. Data primer data yang dibutuhkan
meliputi : karakteristik responden, eksternalitas negatif yang dirasakan responden
akibat penambangan batu gamping, mengenai kesediaan atau ketidaksediaan
menerima dana kompensasi, seberapa besar nilai yang bersedia mereka terima,
dan dilengkapi dengan wawancara yang dilakukan kepada tokoh-tokoh
masyarakat, Kepala Desa, Ketua RT/RW, dan para warga yang bekerja untuk
penambangan.
Data sekunder meliputi data-data kesehatan warga Desa Lulut,
produktivitas semen dan polutan yang dihasilkan, data sosial-demografi
penduduk, dan data lainnya yang dibutuhkan. Data sekunder tersebut diperoleh
dari Pemerintah Daerah (PEMDA), Dinas Kesehatan, Badan Lingkungan Hidup
(BLH) Kabupaten Bogor, BAPPEDAL Kabupaten Bogor, Laporan Pelaksanaan
35
PT. ITP Tbk., perpustakaan, internet, serta berbagai penelitian terdahulu yang
terkait dengan penelitian ini.
4.3 Metode Pengambilan Sampel
Pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan metode Purposive
Sampling. Responden merupakan kepala keluarga sebagai perwakilan dari rumah
tangga yang terpilih menjadi sampel. Jumlah responden adalah 70 kepala keluarga
(KK) yang bermukim sekitar kawasan penambangan batu gamping.
4.4 Metode dan Prosedur Analisis Data
Data yang diperoleh dalam penelitan dianalisis secara kualitatif dan
kuantitatif. Pengolahan dan analisis data dilakukan dengan menggunakan
komputer program Microsoft Office Excel 2007 dan Statistical Product and
Service Solutions (SPSS) 15 For Windows Evaluation Version. Matriks metode
analisis yang digunakan dalam penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 8.
Tabel 8 Matriks Metode Analisis Data N0 Tujuan Penelitian Sumber Data dan Jumlah
Sampel Metode Analisis
Data
1 Mengkaji dampak eksternalitas negatif yang timbul akibat penambangan batu gamping.
• Kuesioner • Responden =
70 KK
Analisis deskriptif kualitatif
2 Mengkaji peluang kesediaan menerima dana kompensasi
• Kuesioner • Responden =
70 KK
Analisis logistik dengan SPSS 15.0
3. Menghitung nilai WTA masyarakat akibat eksternalitas negatif kegiatan penambangan batuan gamping.
• Kuesioner • Responden =
46 KK
CVM
4. Mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi besarnya nilai WTA
• Kuesioner • Responden =
46 KK
Analisis regresi berganda dengan SPSS 15.0
36
4.4.1 Analisis Dampak Eksternalitas Negatif Kegiatan Penambangan Batu Gamping
Analisis dampak eksternalitas negatif yang timbul akibat kegiatan
penambangan batu gamping bertujuan untuk mengetahui seberapa besar
pengaruh/kerugian dan apa saja perubahan yang dirasakan masyarakat atas
aktivitas tersebut. Analisis ini meliputi ada atau tidak adanya gangguan atas
aktivitas penambangan, pandangan responden terhadap kualitas lingkungan, dan
dampak yang timbul akibat penambangan. Dampak eksternalitas negatif ini
diidentifikasi dengan menggunakan analisis deskriptif kualitatif.
4.4.2 Analisis Peluang Kesediaan Menerima WTA Responden
Analisis terhadap peluang kesediaan menerima WTA responden bertujuan
untuk mengetahui nilai observasi dan harapan. Nilai tersebut didapat melalui
perhitungan dengan menggunakan metode regresi logistik. Analisis ini meliputi
bersedia atau tidak bersedia menerima dana kompensasi akibat eksternalitas
negatif kegiatan penambangan batu gamping. Hasil identifikasi ini dapat menduga
ketepatan antara nilai harapan dan observasi dari data yang diperoleh.
4.4.3 Analisis Nilai WTA dari Masyarakat Terhadap Aktivitas Penambangan Batu Gamping
Besarnya nilai WTA masyarakat dapat diketahui dengan menggunakan
pendekatan CVM. Pendekatan tersebut memiliki enam tahapan (Hanley and
Spash,1993) , yaitu :
1. Membangun Pasar Hipotetis
Hipotetis pasar dibuat dengan skenario bahwa perusahaan semen yang
melakukan kegiatan penambangan batu gamping akan memberlakukan
peraturan baru yaitu pemberian dana kompensasi dengan tujuan mengurangi
37
kerugian akibat eksternalitas negatif yang timbul. Pertanyaan dalam pasar
hipotetis yang akan dibentuk dalam skenario adalah :
“Bersediakah bapak/ibu/saudara/i untuk berpartisipasi dalam kebijakan
perusahaan berupa pemberian dana kompensasi akibat dampak negatif yang
timbul dari penambangan dan berapa besar dana kompensasi yang bersedia
diterima ?”
2. Memperoleh Nilai Penawaran
Alat survei telah dibuat, maka survei dilakukan dengan cara wawancara
langsung. Responden ditanya besarnya minimum WTA untuk menerima
dampak penurunan kualitas lingkungan, dalam hal ini digunakan cara bidding
game.
3. Menghitung Dugaan Nilai Rataan WTA (Estimating Mean WTA)
Perhitungan nilai rata-rata dan median dapat dilakukan setelah nilai WTA
diketahui. Dugaan rata-rata dihitung dengan rumus :
∑
dimana :
EWTA = Dugaan rataan WTA xi = Jumlah tiap data n = Jumlah responden i = Responden ke-i yang bersedia menerima dana kompensasi
4. Menduga Kurva Penawaran
Pendugaan kurva penawaran akan dilakukan dengan menggunakan persamaan
berikut ini :
WTA = f (PNDK, PNDP, UR, LT, JTT, JTK, KU, KBS, KA, KSH, BRH, PNS, WRS, PTN, SWT, SPR)
38
dimana:
UR = usia responden (tahun) PNDK = tingkat pendidikan (tahun) PNDP = tingkat pendapatan (Rp) JTK = jumlah tanggungan keluarga (orang) LT = lama tinggal (tahun) JTT = jarak tempat tinggal (meter) KU = kualitas udara (deskriptif) KA = kualitas dan kuantitas air (deskriptif) KBS = kualitas kebisingan dan getaran (deskriptif) KSH = biaya kesehatan (Rp) BRH = dummy jenis pekerjaan buruh (buruh = 1; bukan buruh = 0 ) PNS = dummy jenis pekerjaan pegawai negeri sipil (PNS = 1; bukan PNS = 0) WRS = dummy jenis pekerjaan wiraswasta (wiraswasta= 1;bukan wiraswasta=0) PTN = dummy jenis pekerjaan petani (petani = 1; bukan petani = 0) SWT = dummy jenis pekerjaan pegawai swasta (swasta = 1; bukan swasta = 0) SPR = dummy jenis pekerjaan supir/ojek (supir = 1; bukan supir = 0) 5. Menjumlahkan Data
Penjumlahan data merupakan proses dimana nilai rata-rata penawaran
dikonversikan terhadap populasi yang dimaksud. Nilai total WTA dari
masyarakat dapat diketahui setelah menduga nilai tengah WTA. Rumus yang
dapat digunakan adalah :
dimana :
TWTA = Total WTA WTA = WTA individu ke-i ni = Jumlah sampel ke-i yang bersedia menerima sebesar WTA i = Responden ke-i yang bersedia menerima dana kompensasi
6. Mengevaluasi Penggunaan CVM
Tahap ini memerlukan pendekatan seberapa besar tingkat keberhasilan dalam
pengaplikasian CVM. Pelaksanaan model CVM dapat dievaluasi dengan
39
melihat tingkat keandalan (reliability) fungsi WTA dengan melihat nilai R-
squares (R2) dari model OLS (Ordinary Least Square) WTA.
4.4.4 Analisis Fungsi Willingness to Accept (WTA)
Analisis fungsi WTA bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang
mempengaruhi WTA masyarakat Desa Lulut. Alat analisis yang digunakan adalah
model regresi linier berganda. Fungsi persamaan sebagai berikut :
midWTAi = β0 + β1UR + β2 PNDK+ β3 PNDP + β4 JTK + β5 LT + β6 JTT + β7 KU+ β8 KA + β9 KBS + β10 KSH + β11 BRH + β12 PNS + β13 WRS + β14 PTN + β15 SWT+ β16 SPR + ε
dimana:
midWTAi = Nilai WTA responden β0 = konstanta β1,,,β16 = koefisien regresi Ur = usia responden (tahun) PNDK = tingkat pendidikan (tahun) PNDP = tingkat pendapatan (Rp) JTK = jumlah tanggungan keluarga (orang) LT = lama tinggal (tahun) JTT = jarak tempat tinggal (meter) KU = kualitas udara (deskriptif) KA = kualitas dan kuantitas air (deskriptif) KBS = kualitas kebisingan dan getaran (deskriptif) KSH = biaya kesehatan (Rp) BRH = dummy jenis pekerjaan buruh (buruh = 1; bukan buruh = 0) PNS = dummy jenis pekerjaan pegawai negeri sipil (PNS = 1; bukan PNS = 0) WRS = dummy jenis pekerjaan wiraswasta (wiraswasta=1; bukan wiraswasta=0) PTN = dummy jenis pekerjaan petani (petani = 1; bukan petani = 0) SWT = dummy jenis pekerjaan pegawai swasta (swasta = 1; bukan swasta = 0) SPR = dummy jenis pekerjaan supir/ojek (supir = 1; bukan supir = 0) i = responden ke i (i=1,2,...46) ε = galat
Variabel yang diduga berbanding lurus dengan nilai WTA adalah variabel
jumlah tanggungan, tingkat pendidikan, usia responden, lama tinggal, biaya
kesehatan, jenis pekerjaan buruh, petani, dan supir/ojek. Jumlah tanggungan
terkait dengan banyaknya anggota keluarga yang harus menanggung dampak dari
akitivitas penambangan. Semakin banyak jumlah tanggungan seseorang, maka
40
semakin tinggi nilai kompensasi yang diinginkan. Tingginya tingkat pendidikan
mencerminkan responden memiliki pengetahuan akan eksternalitas, sehingga
mengharapkan nilai yang tinggi. Umur responden dan lama tinggal diduga
menjadi variabel yang berpengaruh positif. Semakin lama seseorang tinggal
dilokasi sekitar penambangan, maka nilai kompensasi yang diterima akan semakin
tinggi. Jenis pekerjaan buruh, petani dan supir ojek diduga akan menginginkan
nilai kompenasasi yang tinggi karena jenis pekerjaan mereka yang memiliki
resiko yang tinggi dan berkaitan langsung dengan penambangan.
Variabel jarak tempat tinggal, tingkat pendapatan, variabel-variabel
lingkungan (kualitas udara, kualitas dan kuantitas air, dan kualitas kebisingan dan
getaran) serta jenis pekerjaan PNS, pegawai swasta, dan wiraswasta diduga
berpengaruh negatif terhadap nilai WTA. Tingginya tingkat pendidikan
mencerminkan orang tersebut memiliki pengetahuan yang tinggi mengenai
eksternalitas yang ditimbulkan dari aktivitas penambangan dan berfikir bahwa
suatu nilai tertentu tidak dapat mengganti semua kerugian yang dialami. Jarak
tempat tinggal diduga berpengaruh negatif karena semakin dekat jarak tempat
tinggal responden dengan lokasi tambang, semakin banyak pula dampak yang
dirasakan oleh responden sehingga nilai akan WTA semakin tinggi dibandingkan
dengan yang lokasi tempat tinggalnya jauh. Semakin tinggi pendapatan maka
responden tersebut merasa berkecukupan untuk mengeluarkan biaya
menanggulangi dampak sehingga nilai WTA diduga menjadi rendah. Kualitas dan
kuantitas air, udara, kebisingan dan getaran diduga berpengaruh negatif karena
semakin tinggi (baik) kualitas lingkungan tersebut maka kerugian dan kompensasi
yang diharapkan akan semakin kecil. Jenis pekerjaan PNS, pegawai swasta, dan
41
wiraswasta diduga akan mengharapkan nilai kompensasi yang rendah karena
resiko dan keterkaitan pekerjaan mereka yang rendah dengan penambangan.
Adapun indikator pengukuran dari fungsi WTA disajikan dalam Tabel 9.
42
Tabel 9 Indikator Pengukuran Nilai WTA No Variabel Cara Pengukuran 1 WTA Menggunakan bidding game yang didasarkan kepada harga riil
tertinggi tanah Desa Lulut sebagai batas atas dan harga termurah sebagai batas terendah.
2. Tingkat Pendidikan / PNDK
Dibedakan menjadi : a. Tidak Sekolah c.. SMP e. Perguruan Tinggi b. SD d. SMA
3. Tingkat Pendapatan / PNDP (perbulan)
Dibedakan menjadi : a. < Rp 500.000 b. Rp 500.000 - ≤ 1.500.000 c. Rp 1.500.001 - ≤ 2.500.000 d. Rp 2.500.001 - ≤ 3.500.000 e. > Rp 3.500.000
4. Usia Responden / UR (Tahun)
Dibedakan menjadi lima kelas yaitu : a. 17 – 25 tahun c. 35 – 43 tahun e. ≥ 53 tahun b. 26 - 34 tahun d. 44 – 52 tahun
5. Lama Tinggal / LT (Tahun)
Dikategorikan menjadi lima kategori yaitu : a. ≤ 5 tahun c. 16 – 25 tahun e. ≥ 36 tahun b. 6 – 15 tahun d. 26 - 35 tahun
6. Jarak Tempat Tinggal Dari Penambangan / JTT (Meter)
Dibedakan menjadi lima kelas yaitu : a. < 500 meter b. 500 - 1500 meter c. 1501 – 2500 meter d. 2501 – 3500 meter e. ≥ 3501 meter
7. Jumlah Tanggungan Keluarga / JTK (Orang)
Dibedakan menjadi lima kategori yaitu: a. ≤ 2 orang, b. 3 orang, c. 4 orang, d. 5 orang, e. ≥ 6 orang
8. Kualitas Udara/ KU
Dibedakan menjadi : a. Selalu berdebu, panas, sesak saat bernafas. b. Berdebu, sesak saat bernafas. c. Berdebu d. Tidak berdebu, panas e. Tidak berdebu, tidak panas, tidak sesak
9. Kualitas Kebisingan dan Getaran / KBS
Dibedakan menjadi: a. Mengganggu pendengaran, aktivitas dan istirahat. b. Mengganggu pendengaran, dan istirahat. c. Mengganggu aktivitas dan istirahat d. Tidak mengganggu pendengaran dan istirahat e. Tidak mengganggu pendengaran, istirahat, dan aktivitas
10. Kualitas dan Kuantitas Air / KA
Dibedakan menjadi: a. Sulit air, air kotor, berbau, memiliki rasa b. Sulit air, kotor, tidak berbau, air memiliki rasa c. Sulit air, tak kotor, tak berbau, tak memiliki rasa d. Air tersedia, tak kotor, tak berbau,memiliki rasa e. Air selalu tersedia, tak kotor, tak berbau, tak memiliki rasa.
11. Biaya Kesehatan / KSH
Rata-rata biaya kesehatan yang dikeluarkan dalam satu bulan per kepala keluarga.
12. Jenis Pekerjaan /JP Merupakan variabel dummy yang dibagi menjadi pekerjaan buruh, pegawai negeri sipil, petani, pegawai swasta, wiraswasta, dan supir/ojek
Sumber: Data Primer
43
4.5 Pengujian Parameter Regresi
Pengujian secara statistik terhadap model dapat dilakukan dengan cara :
1. Uji Keandalan
Uji ini dilakukan dalam evaluasi pelaksanaan CVM dilihat dengan nilai R-
squares (R2) dari OLS (Ordinary Least Square) WTA. Koefisien determinasi
adalah suatu nilai statistik yang dapat mengetahui besarnya kontribusi variabel
bebas terhadap variabel terikat dari suatu persamaan regresi (Firdaus, 2004).
Mitchell dan Carson (1989) dalam Hanley dan Spash (1993)
merekomendasikan 15 persen sebagai batas mínimum dari R2 yang realibel.
Nilai R2 yang lebih besar dari 15 persen menunjukkan tingkat reabilitas yang
baik dalam penggunaan CVM.
2. Uji Statistik t
Uji statistik t adalah uji untuk mengetahui masing-masing variabel bebas yang
berpengaruh terhadap variabel terikatnya. Prosedur pengujian uji statistik t
adalah (Ramanathan, 1997) :
H0 : βi = 0 atau variabel bebas tidak berpengaruh nyata terhadap variabel
terikat.
H 1 : βi ≠ 0 atau varibel bebas berpengaruh nyata terhadap variabel terikat
0
Jika t hit(n-k) < tα/2 maka H0 diterima, artinya variabel bebas (Xi) tidak
berpengaruh nyata terhadap (Y). Jika t hit(n-k) > tα/2, maka terima H1 artinya
variabel bebas (Xi) berpengaruh nyata terhadap (Y).
44
3. Uji Statistik F
Uji statistik F dilakukan untuk mengetahui pengaruh variabel bebas secara
bersama-sama terhadap variabel terikat. Prosedur pengujian menurut
Ramanathan (1997) adalah :
H0 = β1= β2 = β3 = … β = 0
H1 = β1 = β2 = β3 = … β ≠ 0
//
Dimana :
JKK = jumlah kuadrat untuk nilai tengah kolom JKG = jumlah kuadrat galat n = jumlah sampel k = jumlah peubah
Jika Fhit < Ftabel maka terima H0 yang artinya secara serentak variabel (Xi)
tidak berpengaruh nyata terhadap (Y). Jika Fhit < Ftabel, maka terima H1 yang
berarti variabel (Xi) secara serentak berpengaruh nyata terhadap (Y).
4. Uji Terhadap Kolinear Ganda
Model dengan banyak peubah sering terjadi masalah multikolinier yaitu
terjadinya korelasi yang kuat antar peubah-peubah bebas. Masalah tersebut
dapat dilihat langsung melalui hasil komputer, dimana apabila Varian
Inflation Factor (VIF) < 10 tidak ada masalah multikolinier.
5. Uji Homoskedastisitas
Salah satu asumsi metode pendugaan kuadrat terkecil adalah
homoskedastisitas, yaitu ragam galat konstan dalam setiap amatan.
Pelanggaran atas asumsi ini disebut heteroskedastisitas. Deteksi ada tidaknya
heteroskedastisitas dapat dilakukan dengan melihat ada tidaknya pola tertentu
pada grafik scatterplot antara SRESID dan ZPRED dimana sumbu Y adalah Y
45
yang telah diprediksi, dan sumbu X adalah residual yang telah di-studentized
(Ghozali,2006).
Deteksi ada tidaknya heteroskedastisitas dapat dilakukan dengan melihat ada
tidaknya pola tertentu pada grafik scatterplot. Dasar analisis uji
heteroskedastisitas (Ghozali, 2006) :
1. Jika ada pola tertentu, seperti titik-titik yang ada membentuk pola tertentu
yang teratur (bergelombang, melebar kemudian menyempit), maka
mengindikasikan telah terjadi heteroskedastisitas.
2. Jika tidak ada pola yang jelas, serta titik-titik menyebar di atas dan di
bawah angka nol pada sumbu Y, maka tidak terjadi heteroskedatisitas.
6. Uji Normalitas
Uji normalitas diperlukan untuk mengetahui apakah error term dari data atau
observasi yang jumlahnya kurang dari 30 mendekati sebaran normal sehingga
statistik t dapat dikatakan sah. Data pada penelitian ini jumlahnya lebih dari
30, oleh sebab itu diduga data telah mendekati sebaran normal sehingga
statistik t dapat dikatakan sah. Pembuktian untuk meyakini data telah
mendekati sebaran normal perlu dilakukan sebuah pengujian. Uji yang dapat
dilakukan adalah uji Kolmogorov-Smirnov. Penerapan uji ini adalah bahwa
jika signifikasi dibawah 5% berarti data yang akan diuji mempunyai
perbedaan yang signifikan dengan data normal baku, artinya data tersebut
tidak normal.
7. Uji Autokorelasi
Uji autokorelasi dilakukan untuk melihat apakah terdapat hubungan diantara
galat dalam persamaan regresi yang diperoleh. Autokorelasi cenderung akan
46
mengestimasi standar error lebih kecil daripada nilai sebenarnya, sehingga
nilai statistic-t akan lebih besar. Uji yang digunakan untuk mendeteksi
autokorelasi adalah uji DW (Durbin Watson test). Nilai statistik DW berada
diantara 1,55 dan 2,46 maka menunjukkan tidak ada autokorelasi (Firdaus,
2004).
47
V. GAMBARAN UMUM
5.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian
Desa Lulut secara administratif terletak di Kecamatan Klapanunggal,
Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat. Desa ini berbatasan dengan Desa
Bantarjati di sebelah utara, Desa Leuwikaret di sebelah selatan, Desa Rigar Mukti
di sebelah timur, dan Sungai Cileungsi di sebelah barat. Luas wilayah Desa Lulut
sebesar 499,145 ha dan menurut penggunaannya terbagi menjadi wilayah
permukiman 454,905 ha, persawahan sekitar 38 ha, perkantoran 0,5 ha dan sarana
umum lainnya adalah 5,740 ha.
Desa Lulut memiliki delapan unit rukun warga (RW) dan 41 unit
organisasi rukun tetangga (RT). Sarana dan prasarana seperti pendidikan,
peribadatan, air dan sanitasi, kesehatan, dan olahraga sudah tersedia. Sektor
pendidikan terdapat lima Sekolah Dasar (SD), dan satu Sekolah Menengah
Pertama (SMP) serta empat lembaga pendidikan keagamaan. Jumlah masjid
adalah 12 dan mushola sebanyak 37 yang digunakan sebagai prasarana
peribadatan. Terdapat 2921 sumur gali, satu sumur pompa, dan dua saluran
drainase dalam prasarana air bersih dan sanitasi. Prasarana kesehatan terdapat
sepuluh posyandu dan satu puskesmas pembantu. Terdapat dua lapangan sepak
bola dan satu lapangan bulu tangkis sebagai prasarana olahraga (Potensi Desa
Lulut, 2009).
Desa Lulut berjarak 8 km dari ibu kota kecamatan, dengan lama jarak
tempuh menggunakan kendaraan bermotor sekitar 45 menit. Aksesibilitas dari
Desa Lulut menuju ibu kota kecamatan atau ibu kota kabupaten tergolong mudah,
karena terdapatnya transportasi umum. Kondisi jalan yang terdapat di Desa Lulut
48
berada dalam kondisi baik dengan panjang jalan desa yaitu 3,5 kilometer dan jalan
beton sepanjang 3,5 kilometer. Suhu rata-rata harian Desa Lulut yaitu antara 27 –
30 0C.
Potensi sumberdaya alam yang terdapat di Desa Lulut terdiri atas sektor
pertanian, kehutanan, peternakan, perikanan serta bahan galian. Sektor pertanian
didominasi oleh subsektor tanaman pangan yaitu komoditas padi sawah dan
ladang. Hutan lindung dengan luas 710 hektar merupakan satu-satunya komoditas
sektor kehutanan dan pengelolaannya diatur oleh Perhutani. Jenis populasi ternak
Desa Lulut adalah sapi, ayam, kambing, dan burung walet. Sistem pemasaran
untuk komoditas peternakan yaitu langsung dijual ke pasar hewan atau tengkulak.
Perikanan budidaya air tawar adalah jenis perikanan yang berkembang di
masyarakat Desa Lulut dengan komoditas Ikan Mas dan Gurame. Batu kapur di
Desa Lulut merupakan potensi desa dari bahan galian yang produktivitasnya besar
dan sudah dimanfaatkan oleh pihak swasta.
5.1.1 Kependudukan
Jumlah penduduk yang tercatat di Desa Lulut sampai dengan tahun 2009
adalah sebesar 12.833 jiwa. Jumlah penduduk tersebut terbagi atas 6.493 jiwa
penduduk laki-laki dan 6.340 jiwa penduduk perempuan dengan jumlah kepala
keluarga (KK) sebanyak 3.258.
Tingkat pendidikan penduduk Desa Lulut sebagian besar hanya lulusan
SD yaitu sebesar 75,5 persen dari total penduduk. Mata pencaharian pokok
masyarakat Desa Lulut terdiri atas petani (16,4%), buruh tani (6,3%), pegawai
negeri sipil (0,6%), pegawai swasta (17,3%), buruh (44,2%), dan wirausaha
(15,2%). Dari sebaran data jenis pekerjaan tersebut terlihat bahwa mayoritas
49
masyarakat Desa Lulut bekerja sebagai buruh. Jenis pekerjaan buruh relatif tidak
membutuhkan pendidikan dan keterampilan yang tinggi sehingga banyak
masyarakat yang memilih bekerja dibidang tersebut selain itu telah banyak juga
lahan pertanian yang berubah menjadi kawasan tambang.
5.1.2 Gambaran Umum Kegiatan Penambangan di Desa Lulut
Penambangan oleh pihak swasta di Desa Lulut dibangun pada tahun 1972
dan mulai beroperasi pada tahun 1975. Penambangan ini dibangun untuk
menunjang kegiatan pembangunan, terutama pemasokan bahan baku bagi
kegiatan konstruksi. Kegiatan penambangan meliputi penambangan batu kapur,
pasir silika, dan tanah liat. Penambangan merupakan penambangan terbuka dan
dilakukan melalui peledakan dengan sistem berjenjang (bench). Bongkahan hasil
peledakan kemudian dihancurkan di tempat pemecahan (chrusher) menjadi
ukuran yang lebih kecil, selanjutnya diangkut ke tempat penyimpanan
menggunakan belt conveyor atau truk.
5.2 Karakteristik Responden
Karakteristik umum responden Desa Lulut didasarkan kepada hasil survei
yang telah dilakukan terhadap 70 KK. Variabel yang menjadi perhatian dalam
penelitian ini meliputi jenis kelamin, usia, lama pendidikan formal yang pernah
ditempuh, pekerjaan, pendapatan, jumlah tanggungan keluarga, lama tinggal, jarak
tempat tinggal dari penambangan, luas tanah, harga tanah, dan jenis penyakit yang
sering dialami.
\
50
5.2.1 Jenis Kelamin
Sebagian besar responden berjenis kelamin laki-laki karena target
responden dalam penelitian ini adalah kepala keluarga. Dalam sebuah keluarga
atau rumah tangga, biasanya pengambilan keputusan diambil oleh laki-laki
sebagai perwakilan keluarga sehingga dalam menjawab pertanyaan survei, laki-
laki lebih berperan. Persentase jumlah responden laki-laki berbanding perempuan
adalah 97,1 persen berbanding 2,9 persen. Sebaran jenis kelamin responden dapat
dilihat pada Gambar 4.
Gambar 4. Sebaran Responden Menurut Jenis Kelamin di Desa Lulut
5.2.2 Usia
Tingkat usia responden dari hasil survei yang dilakukan cukup bervariasi
dengan sebaran usia 25 tahun sampai 75 tahun. Persentase tertinggi terjadi pada
kelompok usia 25 – 35 tahun dengan 34,29 persen. Responden usia 36 – 45 tahun
berjumlah 30 persen, usia 46 – 55 tahun berjumlah 18,57 persen, sedangkan
tingkat usia 56 – 65 tahun sebesar 9, 86 persen dan usia 66 – 75 berjumlah 4,26
persen. Responden pada penelitian ini hampir semua telah menikah dan memiliki
tanggungan, sehingga dapat dikatakan usia responden relatif sudah tidak muda
lagi. Gambar 5 menjelaskan distribusi perbandingan usia responden di Desa Lulut.
97.10%
2.90%
Laki-laki
Perempuan
51
Gambar 5. Sebaran Responden Menurut Umur di Desa Lulut
5.2.3 Lama Pendidikan Formal
Tingkat pendidikan diklasifikasikan berdasarkan lama tahun menempuh
pendidikan formal dimulai dari jenjang tidak sekolah sampai dengan perguruan
tinggi. Sebagian besar responden memiliki latar belakang pendidikan lulusan
Sekolah Dasar (SD) yaitu sebesar 44,29 persen. Sulit ditemui responden yang
memiliki pendidikan yang tinggi. Persentase jumlah responden untuk lulusan
Sekolah Menengah Pertama (SMP) sebesar 7,14 persen diikuti dengan Sekolah
Menengah Atas (SMA) sebesar 20 persen sedangkan untuk Perguruan Tinggi
hanya terdapat 4,29 persen. Responden yang tidak pernah menempuh pendidikan
formal sebesar 24,29 persen. Kondisi perekonomian masyarakat Desa Lulut pada
masa lalu yang mayoritas dalam kondisi cukup sulit disinyalir menjadi penyebab
rendahnya tingkat pendidikan responden. Perbandingan persentase tingkat
pendidikan responden dapat disajikan pada Gambar 6.
34.29%
30%
18.57%
9.86% 4.26%25-35 tahun
36-45 tahun
46-55 tahun
56-65 tahun
66-75 tahun
52
Gambar 6. Sebaran Responden Menurut Lama Pendidikan Formal di Desa Lulut
5.2.4 Jenis Pekerjaan
Jenis Pekerjaan yang menjadi mata pencaharian responden di Desa Lulut
cukup bervariasi, diantaranya adalah pegawai negeri sipil, pegawai swasta,
wiraswasta, buruh, petani dan supir/ojek. Berdasarkan hasil survei, mata
pencaharian responden tertinggi adalah buruh dengan persentase sebesar 44,29
persen. Pekerjaan seperti petani (21,43%) masih menjadi pilihan responden dalam
menggantungkan kehidupannya disamping pekerjaan sebagai wirausaha
(12,86%), pegawai swasta (7,14 %), pegawai negeri sipil (2,86 %), dan pekerjaan
sebagai supir/ojek (11,43%). Sebaran jenis pekerjaan responden dapat dilihat pada
Gambar 7.
Gambar 7. Sebaran Responden Menurut Jenis Pekerjaan di Desa Lulut
44.29%
7.14%
20%4.29%
24.29%SD
SMP
SMA
Perguruan Tinggi
Tidak Sekolah
44.29%
21.43%
12.86%
7.14%2.86% 11.43%
Buruh
Petani
Wirausaha
Pegawai Swasta
PNS
Supir/Ojek
53
5.2.5 Tingkat Pendapatan
Persentase responden dengan tingkat pendapatan terbesar terdapat pada
kelompok pendapatan Rp 500.000,00 – 1.500.000,00 yaitu sebesar 60 persen. Hal
ini sangat berhubungan dengan jenis pekerjaan mayoritas dari responden yaitu
buruh dan petani. Tingkat pendapatan sangat tergantung nilai Upah Minimum
Regional (UMR) bagi buruh atau hasil panen komoditas pertanian bagi petani.
Sebanyak 17,14 persen responden memiliki tingkat pendapatan antara Rp
1.500.001,00 – 2.500.000,00. Sebanyak 11,43 persen responden memiliki
pendapatan < Rp 500.000,00 dan sebanyak 10 persen responden memiliki
pendapatan sebesar Rp 2.500.001,00 – 3.500.000,00. Hanya 1,43 persen
responden yang memiliki pendapatan > Rp 3.500.000,00. Perbandingan distribusi
tingkat pendapatan setiap bulannya dapat dilihat pada Gambar 8.
Gambar 8. Sebaran Responden Menurut Tingkat Pendapatan di Desa Lulut
5.2.6 Jumlah Tanggungan Keluarga
Jumlah tanggungan yang dimaksud adalah tanggungan yang mencakup
keluarga inti (istri dan anak) serta tanggungan bukan keluarga inti di rumah
responden. Sebagian besar responden adalah kepala keluarga yang memiliki
jumlah tanggungan sebanyak kurang dari sama dengan dua orang yaitu
persentasenya adalah 34,29 persen. Sebanyak 30,0 persen responden memiliki
11.43%
60%
17.14% 10% 1.43%<Rp 500.000,00
Rp 500.000,00 - 1.500.000,00
Rp 1.500.001,00 - 2.500.00,00
Rp 2.500.001,00 - 3.500.000,00
>Rp 3.500.00,00
54
jumlah tanggungan keluarga sebesar tiga orang. Hasil tersebut menggambarkan
bahwa tingkat kelahiran di Desa Lulut yang relatif rendah karena memang
program keluarga berencana sudah diterapkan oleh masyarakat. Responden
dengan jumlah tanggungan empat yaitu sebesar 17,14 persen, sementara
responden yang memiliki jumlah tanggungan lima terdapat 8,57 persen. Jumlah
tanggungan keluarga responden dengan jumlah 6 orang memiliki persentase
sebesar sepuluh persen. Perbandingan jumlah tanggungan dapat dilihat pada
Gambar 9.
Gambar 9. Sebaran Responden Menurut Jumlah Tanggungan Keluarga di Desa Lulut
5.2.7 Lama Tinggal
Lama tinggal responden sebagian besar berada pada kelompok > 36 tahun
dan antara 26 – 35 tahun dengan persentase 45,71 persen dan 30 persen. Hal ini
disebabkan karena sebagian besar responden merupakan penduduk asli yang sejak
lahir sudah berada di Desa Lulut. Responden dengan lama tinggal antara 16 – 25
tahun memiliki persentase sebesar 8,57 persen. Terdapat responden yang lama
tinggalnya ≤ 5 tahun yaitu sebesar 8,57 pesen. Persentase terkecil terjadi pada
kelompok responden dengan lama tinggal 6 – 15 tahun dengan persentase 7,14
persen. Sebaran lama tinggal responden disajikan pada Gambar 10.
34.29%
30%17.14%
8.57% 10%≤ 2 orang
3 orang
4 orang
5 orang
≥ 6 orang
55
Gambar 10. Sebaran Responden Menurut Lama Tinggal di Desa Lulut
5.2.8 Jarak Tempat Tinggal dari Penambangan
Kawasan penambangan berlokasi di sebelah timur Desa Lulut dan terdapat
yang berbatasan sangat dekat dengan tempat tinggal warga. Hasil survei pada
responden diketahui bahwa 26 responden (37,14 %) tempat tinggalnya hanya
berjarak < 500 meter. Rata-rata responden yang bertempat tinggal pada jarak
tersebut adalah responden dengan pekerjaan buruh penambangan. Tempat tinggal
responden dengan jarak 500 – 1500 meter berjumlah 18 orang dengan persentase
25,71 persen. Pada kelas jarak 1501 – 2500 meter, terdapat 11 responden dengan
sebaran 15,71 persen dan pada kelas 2501 – 3500 meter terdapat delapan
responden sebesar 11,43 persen. Jarak tempat tinggal terjauh yaitu ≥ 3501 m
terdapat tujuh responden dengan persentase terkecil sebesar 10 persen. Persentase
responden berdasarkan jarak tempat tinggal disajikan dalam Gambar 11.
8.57%7.14%
8.57%
30%
45.71%
≤ 5 tahun
6 - 15 tahun
16 - 25 tahun
26 - 35 tahun
> 36 tahun
56
Gambar 11. Sebaran Responden Menurut Jarak Tempat Tinggal dari Penambangan di Desa Lulut
5.2.9 Luas Tanah
Luas tanah dalam penelitian ini adalah luas tanah yang di atas lahannya
terdapat tempat tinggal atau rumah. Distribusi luas tanah responden didominasi
oleh kelas ≤ 100 meter persegi dan kelas 101 – 200 meter persegi dengan
persentase masing-masing sebesar 28,57 persen dan 47,14 persen. Kelas luas
tanah 201 – 300 meter persegi terdapat tujuh responden, dimana hal ini serupa
dengan kelas ≥ 401 meter persegi yang persentasenya adalah 10 persen untuk
masing-masing kelas. Persentase untuk responden yang memiliki luas lahan antara
301 - 400 meter persegi adalah sebesar 4,29 persen. Berdasarkan hasil survei luas
lahan, dapat disimpulkan bahwa kepadatan dan kerapatan lahan untuk tempat
tinggal di Desa Lulut cukup tinggi. Perbandingan persentase luas lahan responden
dapat dilihat pada Gambar 12.
37.14%
26%
15.71%
11.43%10.00%
< 500 m
500 - 1500 m
1501 - 2500 m
2501 - 3500 m
≥ 3501 m
57
Gambar 12. Sebaran Responden Menurut Luas Tanah di Desa Lulut
5.3.10 Harga Tanah
Harga tanah dalam penelitian ini merupakan harga tanah riil pada saat
melakukan survei kepada responden dan tidak berdasarkan pada nilai jual objek
pajak (NJOP) tanah tersebut. Diketahui bahwa mayoritas harga tanah responden
berkisar antara Rp 41.000,00 – 50.000,00 per meter dengan persentase 42,86
persen. Persentase harga tanah responden yang berada pada kelas ≤ Rp 20.000,00
per meter sebanyak tujuh responden atau sekitar 10 persen. Sebanyak 13
responden yang setara dengan 18,57 persen memiliki tanah dengan harga
Rp 21.000,00 – 30.000,00 per meter dan untuk kelas harga tanah Rp 31.000,00 –
40.000,00 per meter terdapat 11 responden (15,71%). Harga tanah di Desa Lulut
sangat dipengaruhi oleh ketersediaan akses/jalan. Semakin bagus dan lebar sebuah
jalan menjangkau suatu tempat, maka harga tanah di daerah tersebut semakin
mahal. Hal tersebut tercermin pada kelas Rp 41.000,00 per meter – 50.000,00 per
meter dan > Rp 50.000,00 per meter dimana pada lokasi tanah kelas tersebut
sudah terdapat akses/jalan berupa jalan beton. Sebaran harga tanah responden
disajikan pada Gambar 13.
28.57%
47.14%
10%
4.29% 10.00% ≤ 100 meter persegi
101 - 200 meter persegi
201 -300 meter persegi
301 - 400 meter persegi
≥ 401 meter persegi
58
Gambar 13. Sebaran Responden Menurut Harga Tanah di Desa Lulut
5.3.11 Jenis Penyakit yang Sering Dialami
Berdasarkan survei yang dilakukan, jenis penyakit yang sering dialami
oleh responden adalah batuk-batuk dengan jumlah responden sebesar 31 orang
dan persentasenya adalah 44,29 persen. Influenza menempati urutan setelahnya
dengan jumlah responden 26 orang atau sama dengan 37,14 persen. Batuk-batuk
dan influenza merupakan jenis penyakit pada saluran penapasan. Hasil survei
tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa kondisi udara di Desa Lulut dalam
keadaan kurang baik. Jenis penyakit diare, dan lambung memiliki persentase
masing-masing 2,86 persen atau hanya 2 responden. Sebesar 12,86 persen yang
setara dengan 9 responden sering mengalami penyakit lainnya ,antara lain
reumatik, pusing-pusing, atau gatal-gatal. Distribusi jenis penyakit yang sering
dialami responden disajikan pada Gambar 14.
Gambar 14. Sebaran Responden Menurut Jenis Penyakit yang Sering Dialami
Responden di Desa Lulut
10.00%18.57%
15.71%
42.86%
12.86%≤ Rp 20.000/m2
Rp 21.000 - 30.000 /m2
Rp 31.000 - 40.000/m2
Rp 41.000 - 50.000/m2
≥ 51.000/m2
44.29%
2.86%2.86%
37.14%
12.86%Batuk
Lambung
Diare
Influenza
Lainnya
59
VI. HASIL DAN PEMBAHASAN
6.1 Analisis Eksternalitas Negatif yang Timbul dari Aktivitas Penambangan Batuan Gamping
Lingkungan merupakan tempat mahluk hidup untuk berkembang biak dan
berinteraksi. Kualitas lingkungan yang baik tentunya akan dapat membantu
mewujudkan kualitas mahluk hidup yang lebih baik. Manusia sebagai salah satu
anggota mahluk hidup tentu akan memanfaatkan sumberdaya alam dalam upaya
mencukupi kebutuhan hidupnya.
Pemanfaatan terhadap potensi sumberdaya alam tercermin melalui berbagai
aktivitas, salah satunya adalah kegiatan penambangan batu gamping.
Penambangan batu gamping akan berdampak bagi lingkungan dan masyarakat
disekitarnya. Dampak tersebut merupakan hasil sampingan dari aktivitas
penambangan yang berlangsung atau disebut eksternalitas. Eksternalitas negatif
yang dirasakan masyarakat sekitar penambangan yaitu perubahan kualitas udara,
kelangkaan air, kebisingan dan getaran.
Perubahan lingkungan akibat kegiatan penambangan sangat dirasakan oleh
sebagian besar masyarakat Desa Lulut. Hasil penelitian terhadap 70 responden di
Desa Lulut menunjukkan bahwa seluruh responden (100 persen) merasakan
adanya perubahan lingkungan akibat kegiatan penambangan. Perubahan
lingkungan ini ditinjau dari dampak yang paling dirasakan oleh responden.
Sebanyak 50 persen responden menyatakan bahwa kebisingan dan getaran
merupakan eksternalitas yang paling dirasakan dalam kehidupan sehari-hari.
Kebisingan dan getaran ini berasal dari suara belt conveyor yang hampir aktif
selama 24 jam setiap hari. Operasional kendaraan truk-truk pengangkut batuan
60
juga dikeluhkan oleh responden terutama yang tinggal berdampingan dengan
akses masuk kawasan penambangan. Sumber getaran lain yang timbul diakibatkan
dari peledakan masih dirasakan oleh responden terutama yang berdekatan dengan
kawasan penambangan walaupun frekuensinya sudah relatif berkurang.
Pencemaran udara merupakan eksternalitas kedua terbesar yang
dikemukakan oleh responden dengan persentase sebesar 40 persen. Kualitas udara
yang dirasakan oleh responden berkaitan dengan debu dan suhu yang semakin
meningkat. Partikel-partikel debu merupakan hasil dari proses pemecahan batu,
belt conveyor, keberadaan Jalan Putih sebagai akses masuk menuju Desa Lulut,
dan proses ledakan saat penambangan.
Sebesar 7,14 persen responden menyatakan bahwa perubahan lingkungan
yang paling dirasakan adalah mengenai kualitas dan kuantitas air. Hal ini
berdasarkan dari ketersediaan air bersih untuk konsumsi dan aktivitas sehari-hari.
Mayoritas responden menyatakan jika dibandingkan dengan tahun awal berdirinya
penambangan, maka saat ini kuantitas air disekitar rumah mereka berkurang. Hal
ini disebabkan dari berkurangnya sumber mata air karena kawasan
pegunungannya sudah dijadikan kawasan penambangan. Kualitas air juga menjadi
keluhan responden karena apabila air pada masa sekarang dimasak, terkadang
memiliki rasa sadah (pahit) terlebih apabila air tersebut berasal dari mata air
didalam kawasan penambangan. Berkurangnya daerah resapan air, jenis
pepohonan, dan tertutupnya mata air diindikasikan menjadi penyebab penurunan
kualitas dan kuantitas air di Desa Lulut.
Kehilangan keanekaragaman hayati dirasakan sebagai eksternalitas negatif
yang dirasakan oleh responden yaitu sebesar 2,86 persen. Keragaman tumbuhan
61
seperti sengon, mahoni, pinus ataupun tanaman buah-buahan sudah sulit
ditemukan di Desa Lulut. Lahan sebagai tempat berbagai jenis tumbuhan hidup
telah hilang seiring dengan berjalannya kegiatan penambangan. Jenis satwa
seperti burung walet jumlahnya semakin berkurang, padahal masih terdapat
beberapa masyarakat yang menggantungkan hidupnya dari berburu sarang burung
tersebut. Terlihat dari hasil survei bahwa eksternalitas negatif yang paling
dirasakan oleh responden adalah kebisingan dan getaran, pencemaran udara, dan
perubahan kualitas dan kuantitas air. Adapun persentase eksternalitas negatif yang
dirasakan masyarakat dari aktivitas penambangan batuan gamping dapat dilihat
pada Gambar 15.
Gambar 15. Eksternalitas Negatif yang Dirasakan Responden dari Aktivitas Penambangan Batuan Gamping di Desa Lulut.
Kebisingan dan getaran dirasakan memberikan pengaruh terhadap
kehidupan sebagian responden. Sebanyak 60 persen responden menyatakan bahwa
kebisingan dan getaran yang timbul dari aktivitas penambangan dapat
mengganggu aktivitas dan jam istirahat mereka. Hal ini dapat disebabkan karena
kegiatan penambangan seperti proses peledakan dan pengoperasian belt conveyor
terjadi pada waktu masyarakat beristirahat. Proses peledakan terjadi antara pukul
50%40%
7.14% 2.86%Kebisingan dan Getaran
Pencemaran Udara
Perubahan Kualitas dan Kuantitas Air
Kehilangan Keanekaragaman Hayati
62
11.45 sampai 12.15 pada hari kerja sedangkan pengoperasian belt conveyor
berlangsung selama 24 jam setiap hari kecuali hari libur. Pengaruh kebisingan
dan getaran ini juga mengganggu terhadap alat pendengaran responden, sebanyak
14,28 persen responden menyatakan hal tersebut. Anggota keluarga responden
terutama anak-anak yang tinggal berdekatan dengan kawasan tambang atau belt
conveyor sering mengeluhkan rasa sakit pada alat pendengarannya. Namun,
sebanyak 25,71 persen responden menyatakan tidak merasa terganggu
aktivitasnya, jam istirahat, maupun alat pendengarannya akibat kebisingan dan
getaran tersebut. Adapun persentase dampak kebisingan dan getaran yang
dirasakan masyarakat dapat dilihat pada Gambar 16.
Gambar 16. Dampak Kebisingan dan Getaran yang Dirasakan Responden di Desa Lulut.
Responden menyatakan bahwa kualitas udara di sekitar tempat tinggal
mereka saat ini mengalami penurunan. Sebesar 30 persen atau 21 responden
menyatakan udara di sekitar tempat tinggal mereka berdebu, dengan suhu yang
panas, dan terkadang membuat sakit (sesak) saat bernafas. Debu dan sesak juga
dikeluhkan oleh responden lain dengan persentase sebesar 37,14 persen, hanya
60%14.28%
25.71%
Mengganggu aktivitas dan jam istirahat
Mengganggu alat pendengaran
Tidak terasa mengganggu aktivitas, jam istirahat, ataupun alat pendengaran
63
30%
37.14%
21,43%
11.43%
Debu, suhu panas, dan sakit (sesak) saat bernafas
Debu, suhu tidak panas, dan sakit (sesak) saat bernafas
Debu, suhu panas, dan tidak sakit (sesak) saat bernafas
Tidak berdebu, suhu panas, dan tidak sakit (sesak) saat bernafas
saja responden ini tidak mengatakan suhu yang semakin panas. Partikel debu dan
pasir yang dihasilkan dari aktivitas penambangan menurut responden menjadi
penyebab turunnya kualitas udara disekitar tempat tinggal mereka. Bila musim
kemarau tiba, genteng-genteng rumah responden yang memang berbatasan
langsung dengan kawasan penambangan berubah menjadi warna putih keabu-
abuan. Sesak saat bernafas tidak dirasakan oleh 21,43 persen responden namun
mereka merasakan panas dan berdebu. Sebanyak 11,43 persen responden tidak
merasakan debu dan sesak saat bernafas dari aktivitas penambangan, hanya saja
terjadi perubahan suhu yang semakin panas. Adapun persentase dampak
perubahan kualitas udara yang dirasakan masyarakat dapat dilihat pada Gambar
17.
Gambar 17. Dampak Perubahan Kualitas Udara yang Dirasakan Responden di Desa Lulut
Kualitas dan kuantitas air menjadi masalah yang dikeluhkan setelah
kebisingan dan pencemaran udara. Sebanyak 2,86 persen responden merasakan
kesulitan kuantitas dan kualitas air bersih mereka dalam kondisi yang buruk.
64
Apabila terjadi musim kemarau panjang, responden biasanya pergi mencari air ke
tempat-tempat sumber mata air atau ke rumah warga yang air sumurnya masih
tersedia. Kondisi hampir serupa dialami oleh 24,29 persen responden menyatakan
kuantitas air di tempat tinggal mereka sulit, tetapi untuk kualitas (berwarna,
berbau, dan memilik rasa) air masih dalam kondisi baik. Responden membeli air
mineral galon isi ulang untuk pemenuhan kebutuhan air bersih sehari-hari,. Hal
berbeda dialami oleh 71,43 persen responden yang menyatakan air bersih secara
kuantitas dan kualitas baik. Perusahaan telah menyediakan penampungan-
penampungan di sekitar rumah warga untuk ketersediaan air bersih. Sumber air
yang disediakan perusahaan berasal dari mata air Cikukulu yang yang disalurkan
melalui pipa-pipa ke penampungan. Penampungan air ini memang belum secara
merata tersedia di seluruh desa, hanya terdapat di beberapa tempat saja. Sebesar
1,43 persen responden menyatakan bahwa air yang tersedia memiliki rasa pahit
atau sadah apabila telah dikonsumsi. Instalasi Perusahaan Daerah Air Minum
(PDAM) memang belum tersedia di Desa Lulut, sehingga warga hanya
menggantungkan ketersediaan air melalui air sumur, penampungan-penampungan
atau mata air. Adapun persentase dampak perubahan kualitas dan kuantitas air
yang dirasakan masyarakat dapat dilihat pada Gambar 18.
65
Gambar 18. Dampak Perubahan Kualitas dan Kuantitas Air yang Dirasakan Responden di Desa Lulut
6.2 Analisis Kesediaan Menerima Responden Terhadap Dana Kompensasi Akibat Eksternalitas Negatif
Mayoritas dari responden yaitu sebesar 65,71 persen bersedia menerima
dana kompensasi sebagai bentuk kompensasi. Sebanyak 34,29 persen responden
tidak bersedia menerima dana kompensasi. Persentase kesediaan menerima dana
kompensasi dapat dilihat pada Gambar 19.
Gambar 19. Persentase Kesediaan Menerima Dana Kompensasi Responden di Desa Lulut
Dana kompensasi yang diharapkan oleh sebagian besar responden adalah
ditujukkan untuk beberapa keperluan dalam kehidupan responden. Mayoritas
responden menyatakan akan mengalokasikan dana kompensasi yang diterima
untuk biaya kesehatan yaitu sebesar 48,57 persen. Penggunaan dana kompensasi
untuk biaya perbaikan rumah dinyatakan oleh responden sebesar 21,43 persen.
2.86%24.29%
71.43%
1.43%
Kuantitas air kurang dan kualitas air buruk
Kuantitas air kurang tetapi kualitas air baik
Kuantitas dan kualitas air baik
Kuantitas air baik, kualitas kurang
65.71%
34.29%
Bersedia
Tidak bersedia
66
Rencana penggunaan dana kompensasi yang diterima responden akan digunakan
untuk biaya lainnya seperti biaya pendidikan, biaya usaha dan untuk biaya
keperluan makan sehari-hari sebanyak 30 persen. Gambar 20 menunjukkan
sebaran rencana alokasi penggunaan dana kompensasi oleh responden apabila
memang program tersebut terlaksana.
Gambar 20. Rencana Alokasi Penggunaan Dana Kompensasi Responden
Terdapat 34,29 persen responden menyatakan tidak bersedia menerima
dana kompensasi. Responden menyatakan alasan bahwa dampak yang diterima
tidak sebanding dengan besarnya dana kompensasi yang akan diberikan.
Responden mengharapkan bentuk kompensasi berupa perbaikan infrastruktur
(jalan, jembatan, dan saluran sanitasi), pembangunan klinik kesehatan, dan
kemudahan mendapatkan pekerjaan dari perusahaan penambangan. Gambar 21
menjelaskan sebaran keinginan responden tersebut.
Gambar 21. Sebaran Bentuk Kompensasi Selain Dana
48.57%
21.43%
30.00%
Biaya Kesehatan
Biaya Perbaikan Rumah
Biaya Lainnya
58.33%
8.33%
33.40% Perbaikan Infrastruktur
Pembangunan Klinik Kesehatan
Lowongan Pekerjaan
67
Nilai peluang potensial dan aktual dari jumlah responden yang bersedia
atau tidak bersedia menerima dana kompensasi dapat dilihat pada Tabel 10.
Kondisi potensial ditunjukkan dengan nilai harapan (expectation) dan kondisi
aktual ditunjukkan dengan nilai observasi (observation).
Tabel 10 Nilai Observasi dan Harapan Terhadap Peluang Kesediaan Responden
Observasi
Harapan
Kesediaan Total Koreksi
(persen) Tidak bersedia Bersedia
Kesediaan Tidak bersedia 17 7 24 70.8
Bersedia 5 41 46 89.1
Total 22 48 70 -
Nilai Keseluruhan Terkoreksi 82.9 Sumber : Data Primer Diolah, 2011
Tabel 10 menunjukkan nilai observasi dan harapan peluang responden
bersedia menerima dana kompensasi akibat eksternalitas negatif secara
keseluruhan. Berdasarkan tabel tersebut, terdapat perbedaan antara nilai total
observasi dan nilai total harapan responden dengan nilai keseluruhan koreksi
sebesar 82,9 persen. Hal ini menunjukkan bahwa diduga terdapat dua responden
yang menjawab ragu-ragu dalam menentukan pilihan.
6.3 Analisis Besarnya Nilai Dana Kompensasi Responden Akibat Eksternalitas Negatif
Penelitian ini menggunakan pendekatan CVM untuk menganalisis
besarnya nilai WTA responden terhadap eksternalitas negatif yang dirasakan
akibat penambangan batu gamping. Hasil pelaksanaan langkah kerja pada metode
CVM adalah sebagai berikut :
68
1. Membangun Pasar Hipotetis (Setting Up the Hypothetical Market)
Responden diberikan informasi bahwa perusahaan penambangan batu
gamping akan memberlakukan pemberian dana kompensasi terhadap masyarakat
di sekitar kawasan penambangan yang terkena eksternalitas negatif. Kompensasi
tersebut sebagai biaya pengganti atas kerugian yang dirasakan akibat terjadinya
eksternalitas negatif. Dana kompensasi ini mencerminkan besarnya nilai kerugian
yang dirasakan dan kesediaan menerima penurunan kualitas lingkungan.
2. Memperoleh Nilai WTA (Obtaining Bids)
Berdasarkan pertanyaan yang ditawarkan dalam kuesioner melalui metode
bidding game, maka diperoleh besarnya nilai dana kompensasi yang bersedia
diterima oleh responden. Berdasarkan hasil perhitungan, diperoleh rata-rata nilai
WTA responden sebesar Rp 137.500,00 per bulan per kepala keluarga. Umumnya
responden menginginkan dana kompensasi yang tinggi karena biaya hidup yang
semakin meningkat. Nilai tersebut dianggap cukup untuk menutup biaya hidup
(termasuk biaya kesehatan dan air bersih) yang semakin tinggi.
3. Menghitung Dugaan Nilai Rataan WTA (Estimating Mean WTA)
Dugaan nilai rataan WTA responden dihitung berdasarkan data distribusi
WTA responden. Data distribusi WTA responden dapat dilihat pada Tabel 11.
Perhitungan terhadap dugaan nilai rataan WTA (EWTA) menghasilkan nilai
sebesar Rp 137.500,00 per bulan per kepala keluarga. Nilai tersebut
mencerminkan besarnya kerugian setiap individu yang terkena eksternalitas
negatif penambangan batuan gamping.
69
Tabel 11 Distribusi WTA Responden di Desa Lulut
No Nilai WTA (Rp/bulan/KK)
Frekuensi (Orang)
Frekuensi Relatif
Mean WTA (Rp)
1 50000 4 0,09 4347,83
2 75000 0 0 0
3 100000 14 0,30 30434,78
4 125000 5 0,11 13586,96
5 150000 11 0,24 35869,57
6 175000 1 0,02 3804,35
7 200000 9 0,20 39130,43
8 225000 1 0,02 4891,30
9 250000 1 0,02 5434,78
Total 46 1,00 137500,00 Sumber : Data Primer Diolah, 2011
4. Menduga Bid Curve
Kurva lelang (bid curve) WTA responden dibentuk berdasarkan nilai WTA
responden terhadap dana kompensasi yang diinginkan. Kurva ini menggambarkan
hubungan tingkat WTA yang diinginkan (dalam Rp/bulan/KK) dengan jumlah
responden yang bersedia menerima pada tingkat WTA tersebut (orang). Terlihat
pada Gambar 22, semakin tinggi nilai WTA yang ditawarkan, maka semakin
banyak responden yang bersedia menerima. Hasil survei yang dilakukan pada
responden untuk nilai WTA yang bersedia diterima disajikan dalam Gambar 22.
Sumber : Data Primer Diolah, 2011 Gambar 22. Dugaan Bid Curve WTA Responden di Desa Lulut
0
100000
200000
300000
0 10 20 30 40 50WTA
(Rp/bu
lan/KK
)
Jumlah Responden (Orang)
WTA
Linear (WTA)
70
5. Menentukan Total WTA (Agregating Data)
Hasil perhitungan WTA total dapat disajikan pada Tabel 12. Berdasarkan
hasil perhitungan diperoleh nilai total WTA responden adalah sebesar Rp
6.325.000,00 per bulan. Nilai total WTA masyarakat diduga sebesar Rp
447.975.000,00 per bulan. Nilai tersebut dapat dijadikan sebagai bahan
pertimbangan oleh perusahaan penambangan dalam pengambilan keputusan
dalam penyelesaian eksternalitas negatif.
Tabel 12 Total WTA (TWTA) Responden di Desa Lulut
No Nilai WTA (Rp/bulan/KK)
Frekuensi (Orang)
Jumlah WTA (Rp)
1 50000 4 200000 2 75000 0 0 3 100000 14 1400000 4 125000 5 625000 5 150000 11 1650000 6 175000 1 175000 7 200000 9 1800000 8 225000 1 225000 9 250000 1 250000
Total 46 6325000 Sumber : Data Primer Diolah, 2011
6. Evaluasi Pelaksanaan CVM
Hasil analisis regresi berganda yang dilakukan menghasilkan nilai R2
sebesar 46,7 % (Tabel 13). Penelitian yang berkaitan dengan benda-benda
lingkungan dapat mentolerir nilai R2 hingga 15 % menurut Mitchell dan Carson
(1989) dalam Hanley dan Spash (1993). Hasil pelaksanaan CVM dalam penelitian
mengenai WTA ini dapat diyakini kebenaran dan keandalannya (reliable).
6.4 Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Besarnya Nilai WTA Responden
Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi WTA dilakukan dengan
menggunakan teknik regresi berganda. Fungsi Willingness to Accept (WTA)
masyarakat yang terkena eksternalitas negatif penambangan batuan gamping
71
diamati dengan memasukkan variabel terikat (dependent variable) dan bebas
(independent variable) yang diduga berpengaruh. Hasil analisis nilai WTA
responden dapat dilihat pada Tabel 13.
Berdasarkan hasil pengolahan data diperoleh bahwa model yang
dihasilkan dalam penelitian tergolong relatif baik karena nilai R2 yang dihasilkan
bernilai 46,7 %. Nilai tersebut memiliki arti bahwa keragaman WTA responden
sebesar 46,7 % dapat dijelaskan oleh model, sisanya 53,3% dijelaskan oleh
variabel lain diluar model. Nilai F hitung sebesar 3,406 dengan nilai P-value uji F
sebesar 0,002 (Lampiran 3) menunjukkan variabel-variabel penjelas dalam model
secara bersama-sama berpengaruh nyata terhadap nilai WTA responden pada taraf
α 20 persen. Model regresi linier berganda harus memenuhi asumsi tidak ada
masalah multikolinieritas, autokorelasi, homoskedastisitas, dan uji asumsi
normalitas. Hasil uji tersebut adalah disajikan sebagai berikut:
1. Uji Multikolinieritas
Pengujian terhadap multikolinieritas didasarkan pada nilai VIF pada model.
Nilai VIF pada Tabel 13 terlihat bahwa masing-masing variabel bebas
memiliki nilai yang kurang dari sepuluh (VIF < 10). Nilai tersebut
mengindikasikan tidak terjadi pelanggaran multikolinieritas.
2. Uji Autokorelasi
Pelanggaran terhadap autokorelasi dapat dilakukan dengan menggunakan Uji
Durbin-Watson yang terdapat pada Tabel 13. Pemeriksaan ini melihat dari
nilai statistik DW yang dihasilkan pada penelitian ini yaitu sebesar 2,156.
Nilai tersebut berada diantara 1,55 dan 2,46 maka menunjukkan tidak ada
autokorelasi (Firdaus, 2004).
72
3. Uji Homoskedastisitas
Pemeriksaaan asumsi homoskedastisitas dilakukan dengan melihat sebaran
pada scatterplot. Plot yang terdapat pada Gambar 23 terlihat tidak
membentuk pola apapun atau dengan kata lain menyebar bebas, maka dapat
disimpulkan bahwa model tidak terdapat pelanggaran asumsi
homoskedastisitas.
Sumber: Data Primer Diolah, 2011
Gambar 23. Scatterplot pada WTA Responden di Desa Lulut
4. Uji Asumsi Normalitas
Pemeriksaan asumsi normalitas sisaan menyebar normal dilakukan dengan uji
Kolmogorov-Smirnov yang disajikan dalam Tabel 13. Pada output komputer
terlihat nilai Asymp.Sig. (2-tailed) yaitu sebesar 0,969. Alpha (α) yang
digunakan dalam penelitian ini sebesar 20 %, sehingga dapat disimpulkan
bahwa Asymp.Sig (2-tailed) lebih besar dari alpha. Hal ini menunjukkan
bahwa distribusi data dinyatakan memenuhi asumsi normalitas atau galat
menyebar normal.
73
Pemenuhan asumsi-asumsi analisis regresi menandakan bahwa model
tersebut telah layak untuk digunakan. Model yang dihasilkan dalam analisis ini
adalah :
WTA = 1,389 – 0,236 PNDK – 0,143 JTK+0,557 WRS + 1,075 SWT+ εi
Tabel 13 Hasil Estimasi Model Regresi Linier Berganda Terhadap Besarnya Nilai WTA Responden
Variabel B Std. Error t P-value Tolerance VIF
(Constant) 1.389 .998 1.392 .175
UR -.164 .225 -.729 .472 .210 4.764
PNDK -.236 .153 -1.543 .134** .296 3.373
PNDP .004 .190 .022 .983 .361 2.770
JTK -.143 .088 -1.634 .113** .528 1.893
LT -.105 .184 -.569 .574 .357 2.802
JTT -.080 .168 -.476 .638 .462 2.163
KU .180 .151 1.190 .244 .594 1.683
KA .050 .250 .201 .842 .656 1.525
KBS -.001 .218 -.007 .995 .606 1.651
KSH .106 .233 .456 .652 .613 1.632
PNS .594 .770 .772 .447 .620 1.613
WRS .577 .403 1.432 .163*** .607 1.647
PTN .164 .296 .555 .583 .527 1.899
SWT 1.075 .524 2.052 .050* .685 1.460
SPR .004 .424 .008 .993 .450 2.222
R-square 66,1 %
R-square adj. 46,7 %
Durbin-Watson 2,156
Asymp.Sig.(2-tailed) 0.969 Sumber : Data Primer Diolah, 2011
Keterangan : * nyata pada taraf α = 10% ** nyata pada taraf α = 15% *** nyata pada raraf α = 20%
Berdasarkan Tabel 13 diketahui variabel-variabel yang berpengaruh nyata
terhadap model pada alpha 20%, 15% dan 10 %, yaitu tingkat pendidikan, jumlah
74
tanggungan keluarga, jarak tempat tinggal, dummy wiraswasta, dan dummy
pegawai swasta.
Variabel tingkat pendidikan memiliki nilai P-value 0,134 artinya variabel
ini berpengaruh nyata terhadap model pada taraf α = 0,15 (15%). Koefisien
variabel ini bertanda negatif (-), berarti semakin tinggi tingkat pendidikan, maka
besarnya nilai WTA yang diharapkan responden tersebut akan semakin rendah.
Hal ini dikarenakan responden dengan pendidikan yang tinggi memiliki
kecenderungan untuk mengkalkulasikan terlebih dahulu nilai wta yang diharapkan
sehingga nilai yang diinginkan tidak sembarangan. Berbeda pada responden
dengan tingkat pendidikan rendah yang spontan dan umumnya menginginkan
nilai yang lebih besar. Hal ini tidak sesuai dengan hipotesis awal dimana tingkat
pendapatan berpengaruh positif terhadap besarnya nilai WTA responden. Nilai
dari koefisien tingkat pendidikan adalah 0,236 yang artinya bahwa jika tingkat
pendidikan meningkat sebesar satu satuan (tingkatan pendidikan), maka diduga
rata-rata nilai WTA akan menurun sebesar 0,236 satuan (ratus ribu rupiah) dengan
asumsi ceteris paribus.
Nilai P-value untuk jumlah tanggungan keluarga adalah sebesar 0,113
sehingga variabel tersebut berpengaruh nyata terhadap model pada taraf α = 0,15
(15%). Koefisien jumlah tanggungan adalah bertanda negatif (-) dengan nilai
sebesar 0,143. Hal ini menggambarkan bahwa jika jumlah tanggungan responden
meningkat satu satuan (orang) maka diduga besarnya rata-rata nilai WTA akan
menurun sebesar 0,143 satuan (ratus ribu rupiah) dengan asumsi ceteris paribus.
Hubungan negatif antara jumlah tanggungan dengan besarnya nilai wta tidak
sesuai dengan hipotesis awal. Berdasarkan data di lapangan, responden dengan
75
jumlah tanggungan yang tinggi memiliki kebutuhan yang tinggi pula. Tekanan
akan kebutuhan hidup yang tinggi membuat mereka bersedia untuk menerima
nilai yang rendah daripada tidak mendapat kompensasi sama sekali.
Variabel dummy wiraswasta memiliki nilai P-value sebesar 0,163.
Variabel tersebut berpengaruh nyata terhadap model pada taraf α = 0,2 (20%).
Koefisien untuk variabel tersebut adalah bertanda positif (+) dengan nilai sebesar
0,577. Tanda positif (+) menunjukkan responden yang berprofesi sebagai
wiraswasta akan menginginkan nilai WTA yang lebih tinggi. Hal ini tidak sesuai
dengan hipotesis awal. Responden berpendapat bahwa dana kompensasi
merupakan dana imbangan yang akan mereka terima apabila mereka tidak dapat
bekerja akibat ekternalitas yang timbul. Apabila responden berprofesi sebagai
wiraswasta, maka diduga besarnya rata-rata nilai WTA responden akan meningkat
sebesar 0,577 satuan (ratus ribu rupiah) dengan asumsi ceteris paribus.
Variabel pegawai swasta memiliki nilai P-value sebesar 0,050. Variabel
tersebut berpengaruh nyata terhadap model pada taraf α = 0,1 (10%). Koefisien
untuk pegawai swasta adalah bertanda positif (+) dengan nilai sebesar 1,075.
Tanda positif (+) menunjukkan responden yang berprofesi sebagai pegawai
swasta akan menginginkan nilai WTA yang lebih tinggi. Hal ini tidak sesuai
dengan hipotesis awal. Responden dengan profesi sebagai pegawai swasta
berpendapat bahwa dana kompensasi merupakan dana imbangan yang akan
mereka terima apabila mereka tidak dapat bekerja akibat ekternalitas yang timbul.
Apabila reponden berprofesi sebagai pegawai swasta, maka diduga besarnya rata-
rata nilai WTA responden akan meningkat sebesar 1,075 satuan (ratus ribu rupiah)
dengan asumsi ceteris paribus.
76
Nilai P-value untuk usia responden adalah sebesar 0,472 sehingga variabel
tersebut tidak berpengaruh nyata terhadap model pada taraf α = 0,20 (20%).
Koefisien usia responden adalah bertanda negatif (-) dengan nilai sebesar 0,164.
Hal ini menggambarkan bahwa jika usia responden meningkat satu satuan (tahun)
maka diduga besarnya rata-rata nilai WTA akan menurun sebesar 0,164 satuan
(ratus ribu rupiah) dengan asumsi ceteris paribus.
Variabel tingkat pendapatan memiliki nilai P-value sebesar 0,983.
Variabel tersebut tidak berpengaruh nyata terhadap model pada taraf α = 0,2
(20%). Koefisien untuk tingkat pendapatan adalah bertanda positif (+) dengan
nilai sebesar 0,004. Tanda positif (+) menunjukkan responden dengan tingkat
pendapatan yang tinggi menginginkan nilai WTA yang lebih tinggi. Peningkatan
tingkat pendapatan satu satuan (Rp) maka diiduga besarnya rata-rata nilai WTA
responden akan meningkat sebesar 0,004 satuan (ratus ribu rupiah) dengan asumsi
ceteris paribus.
Variabel jarak tempat tinggal memiliki nilai P-value 0,638 artinya variabel
ini tidak berpengaruh nyata terhadap model pada taraf α = 0,2 (20%). Koefisien
variabel ini bertanda negatif (-), berarti semakin tinggi jarak tempat tinggal dari
penambangan, maka besarnya nilai WTA yang diharapkan responden tersebut
akan semakin rendah. Nilai dari koefisien adalah 0,080 yang artinya bahwa jika
jarak tempat tinggal meningkat sebesar satu satuan (meter), maka diduga rata-rata
nilai WTA akan menurun sebesar 0,080 satuan (ratus ribu rupiah) dengan asumsi
ceteris paribus.
Variabel kualitas udara memiliki nilai P-value 0,244 artinya variabel ini
tidak berpengaruh nyata terhadap model pada taraf nyata α = 0,2 (20%).
77
Koefisien variabel ini bertanda positif (+), berarti semakin tinggi kualitas udara,
maka besarnya nilai WTA yang diharapkan responden tersebut akan semakin
tinggi. Hal ini tidak sesuai dengan hipotesis awal dimana kualitas udara bertanda
negatif. Nilai dari koefisien adalah 0,180 yang artinya bahwa jika kualitas
meningkat sebesar satu satuan (tingkat kualitas udara), maka diduga rata-rata nilai
WTA akan meningkat sebesar 0,180 satuan (ratus ribu rupiah) dengan asumsi
ceteris paribus.
Variabel kualitas dan kuantitas air memiliki nilai P-value 0,842 artinya
variabel ini tidak berpengaruh nyata terhadap model pada taraf nyata α = 0,2
(20%). Koefisien variabel ini bertanda positif (+), berarti semakin tinggi kualitas
dan kuantitas air, maka besarnya nilai WTA yang diharapkan responden tersebut
akan semakin tinggi. Hal ini tidak sesuai dengan hipotesis awal dimana kualitas
dan kuantitas air bertanda negatif. Nilai dari koefisien adalah 0,050 yang artinya
bahwa jika kualitas meningkat sebesar satu satuan (tingkat kualitas dan kuantitas
air), maka diduga rata-rata nilai WTA akan meningkat sebesar 0,050 satuan (ratus
ribu rupiah) dengan asumsi ceteris paribus.
Variabel kualitas kebisingan dan getaran memiliki nilai P-value 0,995
artinya variabel ini tidak berpengaruh nyata terhadap model pada taraf nyata α =
0,2 (20%). Koefisien variabel ini bertanda negatif (-), berarti semakin tinggi
kualitas kebisingan dan getaran, maka besarnya nilai WTA yang diharapkan
responden tersebut akan semakin rendah. Nilai dari koefisien adalah 0,001 yang
artinya bahwa jika kualitas meningkat sebesar satu satuan (tingkat kualitas
kebisingan dan getaran), maka diduga rata-rata nilai WTA akan meningkat
sebesar 0,001 satuan (ratus ribu rupiah) dengan asumsi ceteris paribus.
78
Variabel dummy pegawai negeri sipil memiliki nilai P-value 0,447 artinya
variabel ini tidak berpengaruh nyata terhadap model pada taraf nyata α = 0,2
(20%). Koefisien variabel ini bertanda positif (+), artinya responden dengan
pekerjaan sebagai pegawai negeri sipil, maka besarnya nilai WTA yang
diharapkan responden tersebut akan semakin tinggi. Nilai dari koefisien adalah
0,594 yang artinya bahwa jika responden bekerja sebagai pegawai negeri sipil,
maka diduga rata-rata nilai WTA akan meningkat sebesar 0,594 satuan (ratus ribu
rupiah) dengan asumsi ceteris paribus.
Variabel dummy petani memiliki nilai P-value 0,583 artinya variabel ini
tidak berpengaruh nyata terhadap model pada taraf α = 0,2 (20%). Koefisien
variabel ini bertanda positif (+), artinya responden dengan pekerjaan sebagai
petani, maka besarnya nilai WTA yang diharapkan responden tersebut akan
semakin tinggi. Nilai dari koefisien adalah 0,164 yang artinya bahwa jika
responden bekerja sebagai petani, maka diduga rata-rata nilai WTA akan
meningkat sebesar 0,164 satuan (ratus ribu rupiah) dengan asumsi ceteris paribus.
Variabel usia responden, tingkat pendapatan, lama tinggal, jarak tempat
tinggal, kualitas udara, kualitas air, kualitas kebisingan dan getaran, biaya
kesehatan, pegawai negeri sipil, petani, dan supir/ojek tidak berpengaruh nyata
dalam model ini. Nilai P-value masing-masing variabel (Tabel 13) lebih besar dari
taraf α = 0,2 ( 20%). Variabel-variabel tersebut hanya menyebabkan perubahan
kecil dibandingkan dengan variabel yang berpengaruh signifikan. Hal tersebut
terjadi karena kurang beragamnya nilai yang terdapat dalam model.
79
VII. SIMPULAN DAN SARAN
7.1 Simpulan
Simpulan yang dapat ditarik dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Eksternalitas negatif yang timbul akibat aktivitas penambangan batuan
gamping di Desa Lulut Kecamatan Klapanunggal Kabupaten Bogor dirasakan
oleh seluruh responden. Adapun jenis eksternalitas negatif yang paling
dirasakan oleh responden antara lain kebisingan dan getaran, perubahan
kualitas udara serta perubahan kualitas dan kuantitas air. Hanya sebagian
kecil responden yang menyatakan bahwa kehilangan keanekaragaman hayati
sebagai eksternalitas negatif yang muncul akibat penambangan batuan
gamping.
2. Mayoritas responden menyatakan bersedia menerima dana kompensasi atas
eksternalitas negatif yang timbul dari aktivitas penambangan batuan gamping.
Rencana alokasi dana kompensasi jika memang ada akan dipergunakan untuk
biaya kesehatan, perbaikan rumah,dan keperluan lainnya.
3. Nilai dugaan rataan WTA responden adalah sebesar Rp 137.500,00 per bulan
per kepala keluarga dan nilai total WTA responden sebesar Rp 6.325.000,00
per bulan. Nilai total WTA masyarakat diperoleh setelah nilai total WTA
responden didapatkan, nilai total WTA masyarakat adalah sebesar Rp
447.975.000,00 per bulan.
4. Faktor-faktor yang berpengaruh pada besarnya nilai WTA responden secara
positif yaitu pekerjaan wiraswasta, dan pegawai swasta. Tingkat pendidikan
dan jumlah tanggungan keluarga berpengaruh nyata secara negatif. Variabel-
variabel bebas lain seperti usia, tingkat pendapatan, lama tinggal, jarak tempat
80
tinggal, kualitas udara, kualitas dan kuantitas air, kualitas kebisingan dan
getaran, biaya kesehatan, pegawai negeri sipil, petani dan supir/ojek tidak
berpengaruh nyata terhadap model karena Nilai Sig. dari masing-masing
variabel tersebut lebih besar dari pada taraf α = 20 %
7.2 Saran
Berdasarkan hasil dan pembahasan penelitian maka dapat disarankan :
1. Perusahaan penambangan batuan gamping seharusnya mencari sistem dan
teknologi penambangan yang lebih baik terutama untuk proses pengangkutan
bahan baku menggunakan belt conveyor. Selain itu, proses peledak dan lokasi
peledakan yang relatif jauh dari pemukiman warga perlu dilakukan pihak
perusahaan penambangan. Reklamasi lahan setelah penambangan harus terus
dilakukan dengan memilih jenis tanaman yang memiliki penyerapan air yang
baik sehingga dapat menjadi salah satu solusi masalah air bersih. Perlu
ditingkatkannya program puskesmas keliling karena terlihat dari sebagian
besar dana kompensasi yang diinginkan akan dialokasikan oleh responden
untuk bidang kesehatan. Pengaspalan jalan utama (Jalan Putih) menuju Desa
Lulut, dan peningkatan lapangan pekerjaan bagi masyarakat sekitar kawasan
penambangan perlu dilakukan oleh perusahaan.
2. Pemerintah melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan kegiatan
penambangan. Terutama untuk aturan batas kawasan penambangan dengan
pemukiman warga, jam operasional dan kondisi alat-alat penambangan, serta
pelaksanaan kegiatan-kegiatan dalam rangka menyelesaikan permasalahan
eksternalitas negatif dan tanggung jawab sosial perusahaan terhadap
masyarakat sekitar.
81
3. Penelitian selanjutnya sebaiknya melakukan penelitian mengenai analisis
Willingness to Pay pihak perusahaan yang melakukan kegiatan penambangan
batuan gamping di Desa Lulut Kecamatan Klapanunggal untuk mengetahui
keseimbangan nilai dana kompensasi. Sehingga dapat diperoleh surplus
produsen yang diterima oleh masyarakat dan surplus konsumen yang
diperoleh perusahaan.
82
DAFTAR PUSTAKA
Anwar, A. 2008. Nilai Ekonomi Akibat Kerusakan Jalan Berdasarkan Pendekatan Willingness to Pay dan Willingness to Accept di Jalan Lintas Timur Sumatera. http://sosekling.pu.go.id/attachments/205_ADITYA209.pdf. [2 Maret 2011]
BAPPEDAL.2001. Aspek Lingkungan dalam AMDAL Bidang Pertambangan.
Pusat Pengembangan dan Penerapan AMDAL BAPEDAL. Jakarta. Bogor Plus. Februari 2011. Hal 19–21. Indocement Tebar Debu, ISPA Merajalela. Firdaus, M. 2004. Ekonometrika Suatu Pendekatan Aplikatif. Bumi Aksara.
Jakarta. Ghozali, I. 2005. Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS Edisi
Kedua. Badan Penerbit Universitas Diponegoro. Semarang. Gujarati, Damodar N. 2003. Basic Econometric 4th ed. Mc Graw Hill-Irvine. New
York, USA. Hanley, N dan C. L. Spash. 1993. Cost – Benefit Analysis and Environment.
Edward Elgar Publishing Limited. England. PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk. 2006 - 2010. Laporan Pelaksanaan
Rencana Pengelolaan Lingkungan (RKL) dan Rencana Pemantauan Lingkungan (RPL) Divisi Pertambangan (Mining Division). Bogor.
Juanda, B. 2009. Ekonometrika : Permodelan dan Pendugaan. IPB Press. Bogor.
KLH. 2000. Agenda 21 Sektoral (Agenda Pertambangan untuk Pengembangan
Kualitas Hidup Secara Berkelanjutan). Kerjasama KLH dan UNDP (United Nations Development Programme). Jakarta.
Notosiswoyo, S. 2006. Potensi Mineral pada Endapan Batukapur pada Ekosistem
Karst. Di dalam : Maryanto I, M Noerdjito, R Ubaidillah, editor. Manajemen Bioregional: Karst, Masalah dan Pemecahannya, dilengkapi kasus Jabodetabek. cet II. Puslit-Biologi LIPI. Bogor.
Mangkoesoebroto, G. 1997. Ekonomi Publik. Gajah Mada University Press.
Yogyakarta. Merryna, A. 2009. Analisis Willingness to Pay Masyarakat Terhadap Pembayaran
Jasa Lingkungan Mata Air Cirahab [Skripsi]. Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan. Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Institut Pertanian Bogor.
83
Minerhe. 2009. Perencanaan Tambang Pasir Kwarsa. http://www.minerhe.co.cc/2009/07/perencanaan-tambang-pasir-kwarsa.html. [3 Februari 2011]
Ramadhan, A. 2009. Analisis Kesediaan Menerima Dana Kompensasi di Tempat
Pembuangan Akhir Sampah Cipayung Kota Depok Jawa Barat [Skripsi]. Departemen Ekonomi Sumberdaya Lingkungan. Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Institut Pertanian Bogor.
Ramanathan, R. 1997. Introductory Econometrics with Applications. The Dryden
Press. Philadelphia. Samodra, H. 2001. Nilai Strategis Kawasan Karst di Indonesia, Pengelolaan dan
Perlindungannya. Departemen Energi dan Sumberdaya Mineral. Bandung. Sarwono, S. W. 1999. Psikologi Sosial : Individu dan Teori-teori Psikologi Sosial.
Balai Pustaka. Jakarta. Triani, A. 2009. Analisis Willingness to Accept Masyarakat Terhadap Pembayaran
Jasa Lingkungan DAS Cidanau (Studi Kasus Desa Citaman Kabupaten Serang) [Skripsi]. Departemen Ekonomi Sumberdaya Lingkungan. Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Institut Pertanian Bogor.
Widiyanto. 2011. Industri Semen. http://industri.kontan.co.id. [3 Februari 2011] Wardhana, WA. 1995. Dampak Pencemaran Lingkungan. Andi Offset.
Yogyakarta. Walpole, R. E. 1982. Pengantar Statistika. Bambang Sumantri (Penerjemah).
Terjemahan dari : Introduction to Statistic. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
85
Lampiran 1 Kuesioner
DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN Jalan Kamper Level 5 Wing 5 Kampus IPB Darmaga Bogor 16680
Telepon (0251) 421 762, (0251) 621 834, Fax (0251) 421 762
KUESIONER PENELITIAN
Nomor Responden : Nama : Alamat : No. HP : Tanggal : Kuesioner ini digunakan sebagai bahan skripsi mengenai Analisis Willingness to Accept Masyarakat Akibat Eksternalitas Negatif Kegiatan Penambangan Batu Gamping oleh Bahroin Idris Tampubolon, mahasiswa Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan, Fakultas Ekonomi dan Manajemen , IPB. Mohon partisipasi Bapak/Ibu/Saudara/i untuk mengisi kuesioner ini dengan teliti dan lengkap demi keobjektifan data. Informasi ini dijamin kerahasiaannya, tidak untuk dipublikasi,dan tidak untuk kepentingan politis. Atas perhatian dan kerjasamanya Saya ucapkan terima kasih. Petunjuk : Isi dan pilihlah salah satu jawaban dengan memberikan tanda (√) pada bagian yang telah tersedia.
A. Karaktristik Responden
1. Jenis Kelamin : [ ] Laki–laki [ ] Perempuan
2. Usia : [ ] 17 – 29 Tahun = ..... [ ] 56 – 68 Tahun = ......... [ ] 30 – 42 Tahun = ..... [ ] ≥ 69 Tahun = ........ [ ] 43 – 55 Tahun = .....
3. Status :
[ ] Menikah [ ] Belum Menikah
4. Pendidikan Formal Terakhir : [ ] SD [ ] Perguruan Tinggi [ ] SLTP/Sederajat [ ] Tidak Sekolah [ ] SLTA/Sederajat
86
5. Pekerjaan : [ ] PNS [ ] TNI/POLRI [ ] Buruh [ ] Pegawai Swasta [ ] Petani [ ] Wirausaha [ ] Lainnya : .................
6. Pendapatan perbulan : [ ] < Rp 500.000 = Rp ........ [ ] Rp 500.000 - ≤ 1.500.000 = Rp ........ [ ] Rp 1.500.001 - ≤ 2.500.000 = Rp ........ [ ] Rp 2.500.001 - ≤ 3.500.000 = Rp ........ [ ] > Rp 3.500.000 = Rp .......
7. Jumlah Tanggungan Keluarga : [ ] ≤ 2 Orang [ ] 5 Orang [ ] 3 Orang [ ] ≥ 6 Orang [ ] 4 Orang
8. Lama tinggal :
[ ] ≤ 5 Tahun = ......... [ ] 26 – 35 Tahun = ......... [ ] 6 – 15 Tahun = ......... [ ] ≥ 35 Tahun = ........ [ ] 16 - 25 Tahun = ........
9. Status Tempat Tinggal : [ ] Sewa / kontrak
[ ] Pribadi
10. Jarak Tempat Tinggal dari Penambangan : [ ] < 500 m = ....... [ ] 2501 – 3500 m =....... [ ] 500 – 1500 = ....... [ ] ≥ 3500 m =....... [ ] 1501 – 2500 m = .......
11. Luas Lahan / Tanah : ................... m2 12. Luas Bangunan / Rumah : .................... m2
13. Jenis Bangunan : [ ] Permanent
[ ] Semi Permanent
14. Harga Tanah Tempat Tinggal : Rp .........................
B. Eksternalitas Negatif yang Dirasakan
1. Apakah Anda merasakan adanya perubahan lingkungan / kerugian akibat kegiatan penambangan ? [ ] Ya : ................................ [ ] Tidak (selesai)
2. Perubahan apa yang paling Anda rasakan akibat adanya kegiatan
penambangan?
87
[ ] Kehilangan keanekargaman hayati ( hilangnya walet, pepohonan, dll)
[ ] Gangguan visual (pemandangan) [ ] Pencemaran udara dan debu [ ] Kebisingan suara [ ] Perubahan kualitas dan kuantitas air (kotor, berbau,berasa) [ ] Lainnya : ...................................
3. Kerugian apa yang Anda rasakan dari kegiatan penambangan ? [ ] Penurunan tingkat kesehatan [ ] Penurunan tingkat pendapatan [ ] Kenyamanan terganggu [ ] Peningkatan biaya pengeluaran (misalnya : biaya
kesehatan, perbaikan rumah yang rusak akibat getaran, dll) [ ] Lainnya : ....................................
4. Bagaimana Kualitas Udara di sekitar rumah Anda ?
[ ] berdebu, panas, menyesakkan saat bernafas. [ ] berdebu, tidak panas, menyesakkan saat bernafas. [ ] berdebu, tidak panas dan segar saat bernafas [ ] tidak berdebu, panas dan segar saat bernafas [ ] tidak berdebu, tidak panas dan segar saat bernafas
5. Bagaimana ketersediaan dan kualitas Air Bersih di tempat tinggal Anda ? [ ] sulit air, air kotor, berbau, memiliki rasa [ ] sulit air, tidak berbau, tidak kotor, memiliki rasa [ ] sulit air , tidak kotor, tidak berbau, tidak memiliki rasa [ ] air tersedia, tidak kotor, tak berbau, memiliki rasa [ ] air tersedia, tak kotor, tak berbau, tak memiliki rasa
6. Bagaimana kebisingan dan getaran dari ledakan penambangan
dalam kehidupan keseharian Anda? [ ] tidak menggangu pendengaran, aktivitas dan jam istirahat. [ ] tidak mengganggu pendengaran, dan jam istirahat [ ] mengganggu aktivitas dan jam istirahat [ ] mengganggu pendengaran dan jam istirahat [ ] mengganggu pendengaran, aktivitas dan istirahat
7. Bagaimana kenyamanan di tempat tinggal Anda seiring berjalannya kegiatan penambangan ? [ ] Sangat tidak nyaman [ ] Tidak nyaman [ ] Biasa saja [ ] Nyaman [ ] Sangat nyaman
8. Jenis Penyakit apa yang sering saudara dan keluarga alami ?
88
[ ] ISPA / TBC [ ] Kulit [ ] Lambung [ ] Diare [ ] Influenza [ ] Lainnya : .........................................
9. Berapa kali rata-rata anda sakit atau pergi ke rumah sakit dalam sebulan ? [ ] Tidak Pernah [ ] 4 Kali [ ] ≤ 2 kali [ ] ≥ 5 kali [ ] 3 Kali
10. Adakah biaya kesehatan yang dikeluarkan oleh Anda? [ ] Ya, sebesar : Rp ............................./bulan/kk [ ] Tidak.
C. Informasi Tentang Kesediaan Menerima Dana Kompensasi
SKENARIO PERUSAHAAN PENAMBANG BATU GAMPING AKAN MEMBERLAKUKAN PEMBERIAN DANA KOMPENSASI TERHADAP MASYRAKAT DI SEKITAR KAWASAN PENAMBANGAN YANG TERKENA EKSTERNALITAS NEGATIF.
1. Apakah Anda setuju jika suatu kegiatan penambangan semen
merugikan masyarakat sekitar ? [ ] Ya [ ] Tidak, alasan : a. Peningkatan kesejahteraan .
b. Peningkatan Infrastuktur (listrik,jalan,dll)
c. Lainnya : ........................
2. Apakah Anda bersedia menerima apa pun kompensasi/fasilitas yang diberikan oleh Perusahaan Penambangan akibat kerugian yang dirasakan? [ ] Ya [ ] Tidak, alasan : a. Kerusakan lingkungan tidak dapat bayar b. Kerugian yang dirasakan sulit diuangkan c. Lainnya : ........................
3. Kompensasi apa yang Anda harapkan dari Perusahaan Penambangan sebagai ganti rugi terhadap dampak yang ditimbulkan? [ ] Perbaikan Infrastruktur (Jalan, Jembatan, Listrik.dll) [ ] Pembangunan Klinik Kesehatan
89
[ ] Penyemprotan air untuk debu [ ] Dana Kompensasi [ ] Lainnya : .............
4. Jika Perusahaan Penambangan Semen akan memberikan kompensasi berupa dana (uang) kepada Anda per bulannya, berapakah minimal besarnya dana kompensasi yang bersedia Anda terima? [ ] Rp 250.000 [ ] Rp 225.000 [ ] Rp 200.000 [ ] Rp 175.000 [ ] Rp 150.000 [ ] Rp 125.000 [ ] Rp 100.000 [ ] Rp 75.000 [ ] Rp 50.000 [ ] Rp 25.000 [ ] Rp 20.000 [ ] Rp 15.000 [ ] Rp 10.000 [ ] Rp 5.000 [ ] Tidak Bersedia
5. Mengapa Anda bersedia/tidak menerima dana kompensasi sebesar yang Anda pilih? Alasan : ........................................................................................................... ...........................................................................................................
90
Lampiran 2 Hasil Model Regresi Logistik Dichotomus Choice
Dependent Variable Encoding
Original Value Internal Value
tidak bersedia 0
Bersedia 1
Categorical Variables Codings
Frequency
Parameter
coding
(1)
dummy supir/ojek bukan 62 .000
supir/ojek 8 1.000
dummy pns bukan 68 .000
pns 2 1.000
dummy wiraswatsa bukan 61 .000
wirausaha 9 1.000
dummy petani bukan 55 .000
petani 15 1.000
dummy swasta bukan 65 .000
swasta 5 1.000
dummy buruh bukan 39 .000
buruh 31 1.000
Model Summary
Step -2 Log likelihood
Cox & Snell R
Square
Nagelkerke R
Square
1 42.101a .496 .685
a. Estimation terminated at iteration number 7 because
parameter estimates changed by less than ,001.
91
Classification Tablea
Observed
Predicted
kesediaan Percentage
Correct tidak bersedia bersedia
Step 1 kesediaan tidak bersedia 17 7 70.8
bersedia 5 41 89.1
Overall Percentage 82.9
a. The cut value is ,500
Hosmer and Lemeshow Test
Step Chi-square df Sig.
1 1.692 8 .989
Omnibus Tests of Model Coefficients
Chi-square df Sig.
Step 1 Step 47.907 15 .000
Block 47.907 15 .000
Model 47.907 15 .000
92
Lampiran 3 Hasil Model Regresi Linier Berganda
Descriptive Statistics
Mean Std. Deviation N
wta klompok 1.9111 .82082 45
USIA 2.0444 .87790 45
PENDIDIKAN 1.1556 1.08619 45
PENDAPATAN 2.0889 .79264 45
KLMPK TANGGUNGAN 2.3556 1.41671 45
LAMA TINGGAL 2.0889 .82082 45
JARAK TT DR TAMBANG 1.9111 .79264 45
Udara 1.8889 .77525 45
Air 1.7333 .44721 45
Bising 1.8889 .53182 45
BIAYA 1.6000 .49543 45
dummy buruh .5111 .50553 45
dummy pns .0222 .14907 45
dummy wiraswatsa .0889 .28780 45
dummy petani .2222 .42044 45
dummy swasta .0444 .20841 45
dummy supir/ojek .1111 .31782 45
lag_wta 1.8667 .81464 45
Model Summaryb
Model R R
Square Adjusted R
Square Std. Error of the
Estimate
Change Statistics
Durbin-Watson
R Square Change
F Change df1 df2
Sig. F Change
1 .813a .661 .467 .59944 .661 3.406 16 28 .002 2.156
Coefficientsa
Model
Unstandardized
Coefficients
Standardized
Coefficients
t Sig.
Correlations
Collinearity
Statistics
B Std. Error Beta
Zero-
order Partial Part Tolerance VIF
1 (Constant) 1.389 .998 1.392 .175
USIA -.164 .225 -.175 -.729 .472 -.215 -.136 -
.080
.210 4.764
PENDIDIKAN -.236 .153 -.312 -
1.543
.134 .118 -.280 -
.170
.296 3.373
PENDAPATAN .004 .190 .004 .022 .983 .117 .004 .002 .361 2.770
KLMPK
TANGGUNGAN
-.143 .088 -.248 -
1.634
.113 -.480 -.295 -
.180
.528 1.893
LAMA TINGGAL -.105 .184 -.105 -.569 .574 -.292 -.107 -
.063
.357 2.802
JARAK TT DR
TAMBANG
-.080 .168 -.077 -.476 .638 -.397 -.090 -
.052
.462 2.163
Udara .180 .151 .170 1.190 .244 .163 .219 .131 .594 1.683
Air .050 .250 .027 .201 .842 .058 .038 .022 .656 1.525
bising -.001 .218 .000 -.007 .995 .081 -.001 .000 .606 1.651
BIAYA .106 .233 .064 .456 .652 .134 .086 .050 .613 1.632
dummy pns .594 .770 .108 .772 .447 .017 .144 .085 .620 1.613
dummy wiraswatsa .577 .403 .202 1.432 .163 -.062 .261 .158 .607 1.647
dummy petani .164 .296 .084 .555 .583 .124 .104 .061 .527 1.899
dummy swasta 1.075 .524 .273 2.052 .050 .289 .362 .226 .685 1.460
dummy supir/ojek .004 .424 .001 .008 .993 .126 .002 .001 .450 2.222
lag_wta .582 .162 .578 3.588 .001 .628 .561 .395 .468 2.138
a. Dependent Variable: wta klompok
93
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
Unstandardized Residual
N 45Normal Parametersa,,b Mean .0000000
Std. Deviation .47818723Most Extreme Differences Absolute .073
Positive .073 Negative -.062
Kolmogorov-Smirnov Z .492Asymp. Sig. (2-tailed) .969a. Test distribution is Normal. b. Calculated from data.
ANOVAb
Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.
1 Regression 19.583 16 1.224 3.406 .002a
Residual 10.061 28 .359 Total 29.644 44
a. Predictors: (Constant), lag_wta, dummy petani, dummy pns, dummy swasta, bising, KLMPK TANGGUNGAN, air, BIAYA, udara, dummy wiraswatsa, LAMA TINGGAL, JARAK TT DR TAMBANG, dummy supir/ojek, PENDAPATAN, PENDIDIKAN, USIA b. Dependent Variable: wta klompok
98
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Bogor pada tanggal 11 Februari 1989. Penulis
merupakan anak kedua dari tiga bersaudara pasangan Dr.Radjab Tampubolon dan
Pipih Pudjiastuti Bsc.
Penulis memulai pendidikan di TK Melati Kota Bogor pada tahun 1995,
kemudian melanjutkan ke Sekolah Dasar Negeri Polisi I Bogor. Pada tahun 2001,
penulis melanjutkan pendidikan di Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Negeri I
Kota Bogor. Pendidikan selanjutnya yang ditempuh penulis adalah di Sekolah
Menengah Umum Negeri I Kota Bogor pada tahun 2004. Penulis diterima di
Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Mahasiswa IPB (USMI)
yang selanjutnya diterima di Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan,
Fakultas Ekonomi dan Manajemen.
Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif di kegiatan kemahasiswaan
yaitu sebagai Staf Departemen Corporate Social Responsibility (CSR) HIMPRO
REESA tahun 2008/ 2009, Anggota Keluarga Pecinta Alam Fakultas Ekonomi
dan Manajemen (KAREMATA), dan terakhir sebagai Ketua Umum Unit
Kegiatan Mahasiswa (UKM) FUTSAL IPB tahun 2009/ 2010.