ANALISIS WACANA KRITIS PEMBERITAAN ISLAM...
Transcript of ANALISIS WACANA KRITIS PEMBERITAAN ISLAM...
ANALISIS WACANA KRITIS PEMBERITAAN ISLAM
NUSANTARA PADA MEDIAINDONESIA.COM DAN
REPUBLIKA.CO.ID
Skripsi
Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar
Sarjana Sosial (S. Sos)
Oleh:
Ahmadi
NIM: 1111051000038
JURUSAN KOMUNIKASI PENYIARAN ISLAM
FAKULTAS DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2018/1439 H
iv
ABSTRAK
Ahmadi 1111051000038 Analisis Wacana Kritis Pemberitaan Islam Nusantara pada Mediaindonesia.com dan Republika.co.id
Islam Nusantara belakangan ini menimbulkan polemik dan perdebatan di antara umat Islam itu sendiri. Sebenarnya, wacana mengenai Islam Nusantara sudah bergulir sejak lama, seperti artikel yang berjudul “Pribumisasi Islam” karya Abdurrahman Wahid. Istilah Islam Nusantara kini menimbulkan perdebatan, bahkan tak segan-segan mengatakan bahwa Islam Nusantara sudah keluar dari esensi syariat ajaran Islam yang sebenarnya.
Berdasarkan penjabaran di atas, maka penulis ingin mengetahui bagaimana Mediaindonesia.com dan Republika.co.id mengkonstruk Teks pada pemberitaan tentang Islam Nusantara? Bagaimana kognisi sosial Mediaindonesia.com dan Republika.co.id perihal Islam Nusantara di dalam pemberitaannya? Bagaimana Mediaindonesia.com dan Republika.co.id menyajikan konteks pemberitaan tentang Islam Nusantara?
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan pisau analisis wacana model Teun van Dijk. Van Dijk membagi wacananya ke dalam tiga dimensi yaitu dimensi teks, kognisi sosial dan konteks sosial. Van Dijk tidak hanya meneliti perihal wacana teks yang dikonstruksikan saja, tapi juga mental dari pengarang serta menganalisa wacana yang berkembang di masyarakat.
Berdasarkan hasil penelitian di lapangan, Islam Nusantara sebenarnya adalah Islam yang memiliki ciri khas sendiri bagi Indonesia. Sebenarnya, Islam Nusantara adalah Islam yang sangat kuat dari segi kulturalnya, sehingga disebutkan bahwa Islam Nusantara itu mirip seperti agama Katolik, pada segi kultur/budayanya. Realitas yang dibangun pada pemberitaan tersebut masih tetap berada di perdebatan antara benar atau tidaknya Islam Nusantara, meskipun sudah banyak ahli yang memberi penjelasan mengenai Islam Nusantara tersebut.
Islam Nusantara pada dasarnya memiliki empat ciri, pertama, lebih mengutamakan wisdom daripada tuntutan-tuntutan legal formal syariat. Kedua, menggunakan madzhab dalam memahami ajaran Islam terutama Al-Quran dan Hadits. Ketiga, keilmuan keIslamannya itu harus ada sanadnya. Keempat, Menggunakan tradisi dan budaya. Kata kunci: Islam Nusantara, Republika.co.id, Mediaindonesia.com, Media Online
v
KATA PENGANTAR
Syukur Alhamdulillah, sebagai insan yang beragama dan mengimani adanya Allah SWT, saya ucapkan puji dan syukur saya kepada Allah SWT, karena apalah hamba ini tanpa pertolongan dan kodrat yang Allah SWT berikan sehingga bisa menyelesaikan tugas ini dengan baik, serta lantunan Sholawat pada Kanjeng Rasulullah SAW yang tanpa wasilahnya pula tak mungkin sampai doa ini terkabul oleh Allah SWT. Berkat usaha dan doa sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul “ANALISIS WACANA KRITIS PEMBERITAAN ISLAM NUSANTARA PADA MEDIAINDONESIA.COM DAN REPUBLIKA.CO.ID” untuk memenuhi syarat mencapainya gelar sarjana sosial (S.Sos).
Penulis persembahkan skripsi ini khusus untuk Ayahanda tercinta H. Djamid Abdul Somad Nur, yang penulis yakini bahwa meski beliau sudah pulang pada sang penciptanya namun penulis meyakini bahwa beliau tetap bisa menyaksikan persembahan ini. Dan tak lupa pula bahwa karya skripsi ini pun untuk keluarga tercinta, Ibunda Hj. Siti Mukaromah, Kakanda Neneng Hudaipah, S. Pd dan juga Siti Humaeroh, S. Pd,i. Karena melalui beliau-beliaulah semangat dan terus mengingatkan untuk tak henti-hentinya bersyukur.
Rasa terima kasih juga penulis sampaikan kepada seluruh pihak yang telah mendukung, membantu dan membimbing penulis selama proses penyusunan skripsi ini. Ucapan terima kasih penulis haturkan kepada:
1. Dr. Arief Subhan, MA selaku Dekan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi, Suparto, M. Ed, Ph.D selaku Wakil Dekan I Bidang Akademik, Dr. Raudhonah, M. Ag selaku Wakil Dekan II Bidang Administrasi Umum, serta Dr. Suhaimim M. Si selaku Wakil Dekan III Bidang Kemahasiswaan.
2. Drs. Masran, MA selaku Ketua Jurusan Komunikasi Dan Penyiaran Islam dan Fita Fathurokhmah, M.Si selaku Sekretaris Jurusan Komunikasi Dan Penyiaran Islam.
3. Rachmat baihaky, MA sebagai dosen pembimbing skripsi saya yang sudah sangat sabar dalam membimbing dan berdiskusi bersama, sehingga sampai pada selesainya karya ini. Semoga Allah senantiasa memberikan kesehatan pada beliau.
4. Bintan Humeira, M.Si selaku dosen pembimbing akademik, yang sudah membantu dan membimbing saya selama saya berkuliah di kampus tercinta ini, semoga beliau pun senantiasa diberi keberkahan oleh Gusti Allah SWT.
5. Kepada perpustakaan utama UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan perpustakaan PBNU terkhusus untuk bapak Syatiri sebagai kepala perpustakaan PBNU.
vi
6. Arfyana Citra Rahayu, yang sudah menjadi teman diskusi dan penyemangat, disaat semangat ini kembang-kempis, semoga ia pun dapat keberkahan dan bisa menyelesaikan karyanya pula dengan baik dan bisa bermanfaat untuk sesama.
7. Kepada pihak Mediaindonesia.com yakni bang Usman Kansong dan kepada pihak Republika.co.id yakni mas Agung yang sudah mempersilahkan penulis untuk meneliti di instansi tersebut. Semoga diberikan keberkahan oleh Allah SWT.
8. Kepada seluruh narasumber mas Ulil Absor Abdallah dan mas Zastrow Al- Ngatawi, semoga Allah SWT membalas segala kemurahan hati beliau.
9. Kepada sahabat-sahabati PMII KOMFAKDA UIN Jakarta, terkhusus untuk angkatan 2011 dan semasa kepengurusan penulis, yakni Raden Said Jimi, Rowman Wahid, Rizki Aulia, Farihunnisa, Nofia Natasari, yang juga selalu mengingatkan penulis untuk segera menyelesaikan tugas akhir ini.
10. Kepada kawan-kawan di forum diskusi Lentera HAM terkhusus pada Rausyan Fikri Muhammady, Mohammad Rizki, Niam Abdallah, Teguh, Faizah, citra, rivani, nada, Tsarwa, Fikri, Irul, Willy Iksan. Mereka semua yang menjadi penyemangat penulis untuk bisa menyelesaikan karya ini. Semoga kawan-kawan pun mendapatkan kemurahan dari Gusti Allah SWT.
11. Kepada sahabat-sahabat GP Ansor dan Banser PAC Curug Kab. Tangerang yang senantiasa mengingatkan dan menyemangati penulis untuk segera menyelesaikan karya ini, sehingga bisa bersama-sama kembali untuk mengabdi di tanah kelahiran tercinta.
12. Kepada teman-teman kelas KPI B angkatan 2011, yang sebagian sudah lebih dulu meninggalkan penulis, baik dalam wisuda maupun dalam menikah. Semoga kita semua diberikan kesuksesan dan bisa terus bersilaturahmi.
13. Kepada AM. Sirojjudin (Nana) yang juga sudah meluangkan waktu untuk menjadi teman diskusi yang asyik selama penulis membuat karya ini. Semoga segera diberikan keberkahan berupa kepercayaan untuk segera mendapatkan anak.
14. Kepada teman-teman University Studio, Rian Alamsyah, Muhammad IF, Dhiya Ur, Aditya, Febrian, Andika dan anak magang Alam, mereka semua pun berkontribusi besar dalam mengingatkan penulis untuk
vii
segera menyelesaikan karya akhir ini, semoga senantisa di mudahkan dalam segala urusannya dan yang pasti rezeki dalam setiap projectnya.
15. Kepada teman-teman DNK Tv, terkhusus untuk bang Dedi sebagai kepala suku dan bapak bagi teman-teman.
16. Kepada Emak ku Ken Zuraidah serta seluruh keluarga besar Tan Kinira dan BTR. Aku cinta padamu.
17. Kepada beberapa pihak baik secara instansi maupun secara pribadi, penulis ucapkan beribu-ribu terima kasih, semoga Allah SWT senantiasa memberikan keberkahan kasih sayangnya pada kita semua.
Jakarta, Mei 2018 Ahmadi
viii
DAFTAR ISI
LEMBAR PERSETUJUAN .......................................................................... i
LEMBAR PENGESAHAN ........................................................................... ii
LEMBAR PERNYATAAN ........................................................................... iii
ABSTRAK ..................................................................................................... iv
KATA PENGANTAR.................................................................................... v
DAFTAR ISI .................................................................................................. viii
DAFTAR TABEL .......................................................................................... xi
DAFTAR GAMBAR ..................................................................................... x
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ........................................................................ 1
B. Batasan dan Rumusan Masalah ............................................... 6
1. Pembatasan Masalah ......................................................... 6
2. Rumusan Masalah ............................................................. 6
C. Tujuan Penelitian .................................................................... 7
D. Manfaat Penelitian .................................................................. 7
1. Manfaat Akademis ............................................................ 7
2. Manfaat Praktis ................................................................. 7
E. Metodologi Penelitian ............................................................. 8
1. Pendekatan Penelitian ....................................................... 9
2. Subjek dan Objek Penelitian .............................................. 9
3. Teknik Pengambilan Data ................................................. 9
F. Tinjauan Pustaka ..................................................................... 10
G. Sistematika Penulisan ............................................................. 11
BAB II LANDASAN TEORI
A. Konsep Berita ......................................................................... 13
ix
1. Nilai-Nilai Berita............................................................... 14
2. Jenis-Jenis Berita............................................................... 17
3. Perbedaan Media Cetak dan Media Online ........................ 18
B. Analisis Wacana ..................................................................... 22
C. Analisis Wacana Kritis ............................................................ 27
D. Model Teun Van Djik ............................................................. 31
1. Teks .................................................................................. 33
2. Kognisi Sosial ................................................................... 40
3. Konteks Sosial .................................................................. 41
E. Konstruksi Sosial Media Massa .............................................. 42
1. Eksternalisasi .................................................................... 43
2. Objektivasi ........................................................................ 43
3. Internalisasi ....................................................................... 43
F. Tahapan Pembentukan Konstruksi .......................................... 46
1. Tahapan Pembentukan Konstruksi Realitas ....................... 46
2. Tahap Pembentukan Konstruksi Citra................................ 47
G. Pengertian Islam Nusantara ..................................................... 50
1. Pengertian Islam ................................................................ 50
2. Pengertian Nusantara......................................................... 54
3. Islam Nusantara ................................................................ 55
BAB III GAMBARAN UMUM
A. Profil Mediaindonesia.com ..................................................... 64
1. Sejarah Singkat Media Indonesia ....................................... 64
2. Manajemen dan Redaksi Media Indonesia ......................... 66
B. Profil Republika.co.id ............................................................. 69
1. Sejarah Singkat Republika.co.id ........................................ 69
2. Profil Pembaca Republika.co.id ......................................... 70
3. Manajemen dan Redaksi Republika.co.id .......................... 71
x
BAB IV TEMUAN DAN ANALISIS DATA
A. Analisis Struktur Teks Pemberitaan Islam Nusantara pada
Republika.co.id dan Mediaindonesia.com ............................... 74
1. Pemberitaan Islam Nusantara pada Republika.co.id ........... 75
2. Pemberitaan Islam Nusantara pada Mediaindonesia.com ... 94
B. Analisis Kognisi Sosial Pemberitaan Islam Nusantara pada
Republika.co.id dan Mediaindonesia.com ............................... 110
1. Analisis Kognisi Sosial Pemberitaan Islam Nusantara pada
Republika.co.id ................................................................. 110
2. Analisis Kognisi Sosial Pemberitaan Islam Nusantara pada
Mediaindonesia.com ......................................................... 115
C. Analisis Konteks Sosial Pemberitaan Islam Nusantara pada
Republika.co.id dan Mediaindonesia.com ............................... 120
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ............................................................................. 130
B. Saran....................................................................................... 132
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 134
LAMPIRAN ................................................................................................... 138
xi
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1. Elemen dalam Wacana Kritis Van Dijk ....................................... 34
Tabel 2.2. Teori Konstruksi Sosial ............................................................... 50
Tabel 4.1. Kerangka Analisis Teks Berita “Ulil: Islam Nusantara Pararel
dengan Katolik” .......................................................................... 89
Tabel 4.2. Kerangka Analisis Teks Berita “Azyumardi: Islam Nusantara
Valid dan Akomodatif” ............................................................... 104
xii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1. Model Analisis Van Dijk ............................................................ 32
Gambar 2.2. Struktur Teks ............................................................................. 33
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Wacana tentang istilah Islam Nusantara belakangan ini menimbulkan
polemik dan perdebatan diantara umat Islam itu sendiri. Istilah Islam Nusantara
di deklarasikan oleh ketua umum pengurus besar Nahdatul Ulama (PBNU) KH.
Said Aqil Sirodj pada acara pembukaan musyawarah nasional ulama Nahdatul
Ulama di Masjid Istiqlal Jakarta, hal ini langsung diamini oleh presiden Joko
Widodo yang juga membuka acara tersebut. Di dalam pidatonya Jokowi
mengatakan bahwa “Islam kita adalah Islam Nusantara, Islam yang penuh akan
sopan santun, Islam yang penuh tata krama, itulah Islam Nusantara, Islam yang
penuh toleransi”, tegas Joko widodo. Minggu (14/06/2015). PBNU
beranggapan bahwa adanya istilah Islam Nusantara semata-mata melihat latar
belakang penyebaran Islam di nusantara yang dilakukan oleh para penyebar
agama Islam yang kita kenal sebagai walisongo, di mana para walisongo
tersebut menyebar luaskan ajaran agama Islam tidak dengan peperangan atau
angat senjata, melainkan dengan memadukan kebudayaan lokal masyarakat
setempat, contohnya seperti kita ketahui dari nama-nama walisongo
kebanyakan tidak menggunakan nama aslinya, melainkan menggunakan nama
daerah yang ia tempati seperti Sunan Bonang, Sunan Giri, Sunan Gresik, Sunan
Gunung Djati dan yang lainnya.
2
Istilah Islam Nusantara memang baru muncul belakangan ini, namun
wacana tentang Islam Nusantara sudah bergulir sejak lama, seperti artikel yang
berjudul “Pribumisasi Islam” karya Abdurrahman Wahid yang mengatakan
bahwa pribumisasi Islam sudah terjadi sejak walisongo menyebarkan ajaran
Agama Islam di Nusantara ini, ini terlihat dari kultural, Masjid Demak adalah
sebuah contoh yang kongkrit dari upaya rekonsiliasi atau akomodasi itu.
Ranggon atau atap yang berlapis pada masjid tersebut diambil dari konsep
“meru” dari masa pra-Islam (Hindu-Budha) yang terdiri dari Sembilan susun,
sunan Kalijaga memotongnya menjadi tiga susun saja, melambangkan tiga
tahap keberagaman seorang muslim, iman, Islam, dan ihsan.1
Seperti dilansir di portal berita Republika.co.id Said Aqil menerangkan
bahwa Islam Nusantara bukanlah mazhab atau aliran tertentu, melainkan
tipologi, ciri khas Islam Nusantara adalah Islam yang melebur dengan budaya.
Islam Nusantara adalah Islam yang tidak memusuhi ataupun membrangus
budaya yang ada. Justru budaya setempat diakomodir dan dilestarikan selama
tidak bertentangan dengan aturan atau syariat Islam.2 Selain itu Abdurrahman
Wahid di dalam tulisannya yang berjudul “Pribumisasi Islam” mengatakan
bahwa Pribumisasi Islam bukanlah ‘jawanisasi’ atau sinkretisme, sebab
pribumisasi Islam hanya mempertimbangkan kebutuhan-kebutuhan lokal di
dalam merumuskan hukum-hukum agama, tanpa menambahkan hukum itu
1 Akhmad Sahal, Munawir Aziz, Islam Nusantara Dari Ushul Fiqh Hingga Paham
Kebangsaan, (Bandung: PT. Mizan Pustaka, 2015), h.34. 2 “Islam Nusantara”, diakses pada 2 Agustus 2018 di http://www.Republika.co.id/berita/dunia-
Islam/Islam-nusantara/15/08/02/nsfm31334-kiai-said-Islam-nusantara-untuk-indonesia
3
sendiri.3 Selain itu tokoh muda Nahdatul Ulama Ali Masykur Musa mengatakan
bahwa Pancasila adalah Aktualisasi Islam Indonesia, Pancasila adalah legacy
terbesar para Founding Father, termasuk para tokoh Islam.4
Namun pada kenyataannya istilah Islam Nusantara menimbulkan
perdebatan, antara yang pro dan sejalan dengan istilah Islam Nusantara atau
yang kontra, bahkan tak segan-segan mengatakan bahwa Islam Nusantara sudah
keluar dari esensi syariat ajaran Islam yang sebenarnya. Seperti yang dikatakan
oleh ketua umum front pembela Islam (FPI) Habib Rizieq Sihab yang dilansir
dari portal berita www.suara-Islam.com mengatakan bahwa adanya Islam
Nusantara dikarenakan adanya sebuah propaganda besar yang dilakukan oleh
kaum liberal untuk merusak aqidah umat Islam, bahkan tak segan-segan
pemimpin ormas Islam ini mengatakan bahwa Islam Nusantara sesat dan wajib
ditolak, ia beranggapan bahwa ada kebencian terhadap arabisasi dan
beranggapan bahwa Islam Nusantara produk Sepilis (sekularisme, pluralism,
dan liberalisme) yang sangat membahayakan aqidah umat Islam.5
Adanya sebuah perdebatan yang terjadi antar tokoh agama tersebut
disebabkan karena berbedanya sudut pandang masing-masing, namun jauh dari
perdebatan tokoh elit agama tersebut yang sangat membahayakan adalah umat
atau masyarakat yang cenderung pada satu pendapat ulama yang ia anggap
3 Akhmad Sahal, Islam Nusantara, h. 35. 4 Masykur, Musa Ali, Membumikan Islam Nusantara respon Islam Terhadap Isu-Isu Aktual,
(Jakarta: PT. Serambi Ilmu Semesta, 2014), h. 282. 5 “Jemaat Islam Nusantara (JIN) paham sesat menyesatkan, diakses pada 16 Juni 2015 dari
http://www.suara-Islam.com/read/index/14628/jemaat-Islam-nusantara--JIN---paham-sesat-menyesatkan
4
sebagai gurunya saja tanpa bisa menerima pandangan dari ulama yang lainnya,
karena bagaimana pun agama yang bersifat dogmatis. Perbedaan pendapat ini
biasanya disebabkan oleh pengetahuan itu didapatkan.
Di masa era globalisasi yang penuh dengan arus media yang besar
seperti ini, maka media menjadi sangat berperan penting terhadap sumber
informasi dan pengetahuan, sesuai dengan fungsi media atau per situ sendiri
bahwa di dalam literatur komunikasi dan jurnalistik disebutkan terdapat lima
fungsi utama pers yang berlaku universal, yakni: informasi, edukasi, koreksi,
dan mediasi.6 Dari fungsi pers dan media tersebut sudah pasti yang sangat
berperan penting dalam penyampaian informasi kepada masyarakat adalah
media dan biasanya masyarakat hanya cenderung pada satu media saja tanpa
mencari tahu informasi dari media yang lainnya. kecendrungan ini yang
menyebabkan sudut pandang khalayak, karena bagaimana pun media memiliki
konstruksinya sendiri. Dan mengapa penulis mengambil pemberitaan Online-
nya saja, karena penulis berfikir saat ini media online mempunyai pengaruh
yang sangat besar, satu sisi karena akses menuju portal berita online sangat
mudah, cukup dengan smartphone dan jaringan internet khalayak sudah dapat
mengaksesnya dan mensebar luaskan dengan mudahnya pula. Hal inilah yang
penulis anggap dapat mempunyai pengaruh yang sangat luas, ditambah dengan
sifat media online yang cepat pula.
6 Sumadiria, AS Haris, Jurnalistik Indonesia Menulis Berita dan Feature Panduan Praktis
Jurnalis Profesional. Cetakan keempat, (Bandung. Simbiosa Rekatama Media, 2011). h.32.
5
Antara pemberitaan yang dilakukan oleh dua portal berita online ini,
yakni Mediaindonesia.com dan Republika.co.id, pasti memiliki perbedaan dan
perspektif masing-masing terhadap sudut pandang media online tersebut.
Seperti hasil pengamatan penulis sendiri terhadap Mediaindonesia.com yang
penulis ketahui bahwa ia bukanlah sebuah portal berita yang berbau agamis,
akan tetapi disetiap pemberitaan mengenai Islam Nusantara seolah ia sangat
mendukung akan wacana tersebut, berbeda dengan pemberitaan yang dilakukan
oleh Republika.co.id yang disaat awal pemberitaan mengenai wacana Islam
Nusantara ia sangat intens untuk memberitakan hal tersebut, namun tak jarang
ia pun memberitakan yang menurut penulis cukup kontroversial, contohnya
seperti pemberitaan pada (25/08/15) dengan judul “Islam Nusantara Pararel
dengan Katolik”, di mana pada pemberitaan ini Republika.co.id memberitakan
tentang kicauan Ulil Absor Abdalah melalui akun twitternya @Ulil yang
mengatakan bahwa “Islam Nusantara paralel dg Katolik. Islam liberal dg
Protestan liberal. Islam "Jonru" dg Protestan fundamentalis," ujarnya melalui
akun Twitter, @ulil. Dia pun melanjutkan, "Atau lebih tepatnya, Islam Jonru
mirip Protestan fundamentalis." 7
Di dalam suatu pemberitaan, pembaca berharap agar media bertindak
netral dan dalam pemberitaan sebuah kasus sesuai dengan fakta yang ada, dan
tidak memihak kepada siapapun dalam suatu konflik. Keberadaan bahasa tidak
7 “Ulil: Islam Nusantara Paralel dengan Katolik,” diakses pada 16 Juni 2015 dari
http://pemberitaan%20di%20Republika/Ulil%20%20Islam%20Nusantara%20Pararel%20dengan%20Katolik%20_%20Republika%20Online.htm
6
lagi sebagai alat semata untuk menyampaikan sesuatu dengan realitas yang ada,
tetapi bisa membuat penyampaian tersebut berbeda dengan realitas yang ada.
Bahasa yang dipakai media ternyata mampu mempengaruhi cara melakukan,
tata bahasa, susunan kalimat, perluasan dan modifikasi perbendaharaan kata,
ada akhirnya mengubah atau mengembangkan percakapan bahasa, serta makna.
Berdasarkan latar belakang di atas maka penelitian ini mengambil judul
“ANALISIS WACANA PEMBERITAAN ISLAM NUSANTARA PADA
MEDIA ONLINE MEDIAINDONESIA.COM DAN
REPUBLIKA.CO.ID”
B. Batasan dan Rumusan Masalah
1. Pembatasan Masalah
Penulis membagi batasan masalah antara dua media online
Mediaindonesia.com dan Republika.co.id, yakni:
a. Mediaindonesia.com pada edisi : 08-Juli-2015
b. dan Republika.co.id pada edisi : 25-Agustus-2015
2. Rumusan Masalah
Ada pun pokok masalah yang diangkat secara umum adalah:
a. Bagaimana Mediaindonesia.com dan Republika.co.id mengkonstruk
Teks pada pemberitaan tentang Islam Nusantara?
b. Bagaimana kognisi sosial Mediaindonesia.com dan Republika.co.id
perihal Islam Nusantara di dalam pemberitaannya?
7
c. Bagaimana Mediaindonesia.com dan Republika.co.id menyajikan
konteks pemberitaan tentang Islam Nusantara?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan pokok permasalahan di atas maka penulis memiliki tujuan
penelitian sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui teks yang dikonstruk Mediaindonesia.com dan
Republika.co.id mengenai pemberitaan Islam Nusantara.
2. Untuk mengetahui kognisi sosial yang berada pada pemberitaan Islam
Nusantara di Mediaindonesia.com dan Republika.co.id
3. Untuk mengetahui cara menyajikan konten pemberitaan Islam Nusantara di
Mediaindonesia.com dan Republika.co.id
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Akademis
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi pelengkap dan rujukan bagi
khazanah ilmu komunikasi, khususnya studi tentang analisis wacana dengan
fokus analisis wacana sehingga dapat menjadi kontribusi bagi kajian
komunikasi penyiaran Islam.
2. Manfaat Praktis
Sebagai sumbangan pemikiran dan ide yang bisa menjadi rujukan
akademis sehingga dapat menjadi bahan perbandingan bagi penelitian
analisis wacana tentang pemberitaan di media, sehingga bermanfaat bagi
8
masyarakat Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi khususnya, serta
Masyarakat Indonesia umumnya.
E. Metodologi Penelitian
Metodologi secara umum diciptakan dengan tujuan untuk menjadi
pedoman yang dapat menuntun dan mempermudah individu dalam
melaksanakan tujuannya.8 Sedangkan, penelitian menurut jumroni dalam
Metode-Metode Penelitian Komunikasi mengatakan bahwa “Penelitian
merupakan usaha untuk mencari sesuatu (informasi) yang penting, penelitian
adalah usaha yang dilakukan oleh seorang atau lebih yang didasarkan karena
sifat manusia yang selalu ingin tahu tentang sesuatu.9
Sedangkan metodologi penelitian adalah serangkaian hukum, aturan,
dan tata cara tertentu yang diatur dan ditentukan berdasarkan kaidah ilmiah
dalam menyelenggarakan suatu penelitian dalam koridor keilmuan tertentu
yang hasilnya dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah.10
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan teknik analisis
wacana model Teun A van Dijk. Van Dijk yang dijabarkan secara deskripsi.
Bahasan penelitiannya meliputi teks, kognisi sosial serta konteks sosial dari
pemberitanan Islam Nusantara di media online Mediaindonesia.com dan
Republika.co.id.
8 Herdiansyah, Haris, Metodologi Penelitian Kualitatif Untuk Ilmu-ilmu Sosial, (Jakarta:
Salemba Humanika, 2012), h.2. 9 Jumroni, Metode-Metode Penelitian Komunikasi, (Jakarta: UIN Jakarta Press, 2006), h.1. 10 Herdiansyah, Metodologi Penelitian Kualitatif Untuk Ilmu-ilmu Sosial, h. 3.
9
1. Pendekatan Penelitian
Pendekatan penelitian dalam menganalisis data menggunakan
deskriptif kualitatif, yang merupakan suatu teknik yang objektif, sistematik
dengan menggunakan metode observasi serta menggambarkan secara
kualitatif pernyataan komunikasi yang diungkapkan.11
2. Subjek dan Objek Penelitian
Subjek Penelitian ini adalah pemberitaan yang suguhkan oleh portal
berita Republika.co.id dan Mediaindonesia.com.
Sedangkan Objek dalam penelitian ini adalah pemberitaan yang
membahas tentang Islam Nusantara di portal berita Republika.co.id dan
Mediaindonesia.com.
3. Teknik Pengumpulan Data
Berdasarkan objek, tujuan dan masalah yang akan di teliti,
penelitian ini mempunyai teknik pengumpulan data sebagai berikut:
a. Dokumentasi
Dokumentasi adalah pengumpulan dan pembelajaran data dari
sumber noninsani sehingga dapat menjadi pelengkap data yang penulis
butuhkan dalam penelitian ini.
11 Ruslan, Rosyadi, Metodologi Penelitian Publik Relation dan Komunikasi, (Jakarta: PT. Raja
Grafindo Persada, 2003), h. 215.
10
b. Studi kepustakaan
Penulis melakukan studi kepustakaan dengan membaca buku-
buku yang berkaitan dengan jurnalistik, analisis wacana, komunikasi,
dan media massa serta hasil-hasil dari penelitian yang sebelumnya yang
juga menggunakan analisis wacana.
F. Tinjauan Pustaka
Penelitian ini merujuk kepada penelitian-penelitian terdahulu. Pada
penelitian kali ini penulis meneliti analisis Framing pemberitaan Islam
Nusantara pada media online Mediaindonesia.com dan Republika.co.id dengan
merujuk pada beberapa penelitian di antaranya :
1. Analisis wacana kolom Obrolan A-politis rubrik Mandat Rakyat 2009 pada
Kompas Oleh Efek Rumah Kaca (Band) oleh Bagus Santoso NIM
106051101918 mahasiswa Konsentrasi jurnalistik Jurusan Komunikasi
Penyiran Islam UIN Syarif Hidyatullah Jakarta. Skripsi ini adalah analisis
wacana dengan pendekatan kualitatif, perbedaan dengan apa yang penulis
teliti yaitu pada subjek dan objek penelitiannya.
2. Analisis wacana pesan cinta dalam kumpulan cerita pendek emak ingin naik
haji karya Asma Nadia oleh Mitri Handayani NIM 106051001845
mahasiswa Jurusan Komunikasi Penyiaran Islam UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta, skrpsi ini memiliki persamaan dengan apa yang penulis teliti yaitu
11
sama menggunakan analisis wacana dengan model Tean A. Van Dijk,
namun berbeda subjek dan objek penelitiannya.
3. Analisis Wacana film Titian serambut dibelah tujuh karya Chaerul Umam
oleh Zakka Abdul Malik Syam NIM 105051001918 mahasiswa Jurusan
Komunikasi Penyiran Islam UIN Syarif Hdiyatullah Jakarta, skripsi ini
membahas tentang gagasan atau wacana yang terdapat di film Titian
serambut dibelah tujuh karya Chairul Umam.
Semoga penelitian saya ini dapat bermanfaat sebegai perbandingan bagi
kajian dan penelitian keilmuan khususnya tentang analisis framing
pemberitaan Islam Nusantara di Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta.
G. Sistematika Penulisan
BAB I : Pada bab awal ini berisi Pendahuluan, diantaranya terdapat seputar
latar belakang masalah, batasan dan rumusan masalah, tujuan dan manfaat
penelitian, metodologi penelitian, tinjauan pustaka, dan sistematika penulisan.
BAB II :Landasan teori, pada bagian ini berisi tentang pengertian Analisis
Wacana dan pengertian Islam Nusantara.
BAB III : Berisi profil dan biografi dari media Mediaindonesia.com dan
Republika.co.id.
12
BAB IV :.Bab ini memuat temuan data pembahasan, dan analisis wacana
tentang Islam Nusantara yang di beritakan oleh situs Mediaindonesia.com dan
Republika.co.id.
BAB V : penutup, pada bagian ini berisi kesimpulan, yang merupakan jawaban
dari permasalahan yang dibahas, penulis juga tidak lupa memberikan saran-
saran dari permasalahan yang dibahas.
13
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Konsep Berita
Berita berasal dari bahasa sansekerta “Vrit” dalam bahasa Inggris
disebut “Write” yang memiliki arti “Ada” atau “Terjadi”. Menurut KBBI berita
di artikan sebagai cerita atau keterangan mengenai kejadian atau peristiwa yang
hangat. Menurut Willard C. Bleyer berita ialah sesuatu yang termasa (baru)
yang dipilih oleh seorang wartawan untuk dimuat dalam surat kabar. Oleh sebab
itu ia dapat menarik atau mempunyai makna bagi pembaca surat kabar tesebut.
Eric C. Hepwood berpendapat bahwa berita ialah sebuah laporan pertama dari
suatu kejadian penting yang dapat menarik perhatian khalayak umum. Charnley
dan James M. Neal mengatakan bahwa berita ialah laporan tentang suatu
peristiwa, opini, kecendrungan, situasi, kondisi, interpretasi yang penting,
menarik dan masih baru dan harus secepatnya disampaikan kepada khalayak,
sedangkan menurut Dja’far H. Assegaf menganggap berita sebagai laporan
mengenai fakta atau ide yang termasa (baru) yang sudah dipilih oleh team
redaksi suatu media untuk disiarkan, yang dapat menarik khalayak.1 Baik
karena konten berita yang luar biasa, pentingnya, atau akibatnya, entah pula
1 Sumandria, AS Haris, Jurnalistik Indonesia: Menulis Berita dan Feature Panduan Praktis
Jurnal Profesional, (Bandung: Simbiosa Rakatama Media, 2006), h. 64
14
karena mencakup dalam segi human interest-nya seperti humor, emosi, dan
ketegangan.
Dapat disimpulkan bahwa berita ialah suatu laporan tercepat mengenai
fakta atau ide terbaru yang benar, menarik, dan penting bagi sebagian besar
khalayak. Berita dapat disajikan melalui media berkala seperti surat kabar,
radio, televisi, atau bahkan media online yang saat ini sudah menjadi kebutuhan
bagi sebagian orang. Berita mengandung makna new yang berarti baru. Maka
dapat diartikan bahwa berita adalah sesuatu yang baru dan disajikan untuk
khalayak pembaca ataupun pendengar.
1. Nilai-Nilai Berita
Hari ini kita hidup di jaman yang mudah mendapatkan sebuah
informasi dari sebuah peristiwa yang terjadi di mana pun, baik media cetak
maupun online. Eriyanto mengatakan bahwa setiap hari ada ribuan peristiwa
yang terjadi, dan semua peristiwa tersebut semuanya memiliki potensi untuk
dijadikannya informasi atau berita.
Berita berasal dari peristiwa yang dianggap memiliki nilai-nilai
berita yakni produk dari konstruk media. Kriteria umum nilai berita,
menurut Brian S. Brooks, George Kennedy, Darly R. Meon, dan Don Ranly
dalam News Reporting and Editing (1980:6-17) menunjuk kepada sembilan
hal. Akan tetapi beberapa pakar lain menyebutkan ketertarikan manusia
(humanity) dan seks (sex) juga termasuk kedalam kriteria umum nilai berita
yang harus diperhatikan oleh reporter dan editor. Sehingga semuanya
15
terdapat 11 nilai berita dianataranya; keluarbiasaan, kebaruan, akibat,
aktual, kedekatan, informasi, konflik, public figure, kejutan, ketertarikan
manusia dan yang terakhir ialah seks.2 Yang pertama ialah Keluarbiasaan
(unusualness) berita ialah sesuatu yang luar biasa, Lord Northchlife seorang
pujangga di inggris abad 18 menegaskan bahwa berita ialah suatu yang luar
biasa, contohnya apabila orang digigit oleh anjing itu bukanlah berita tetapi
sebaliknya apabila orang menggigit anjing, maka itulah berita. (Mot, 1958:
63 dalam Effendy, 2003:131). Selanjutnya yakni kebaruan (newsness)
berita ialah suatu yang terbaru, berita ialah sebuah hasil karya yang terbaru,
contohnya seperti rumah baru, gedung baru, walikota baru, presiden baru.
Semua itu memiliki nilai berita yang kuat. Berikutnya akibat (impact), yakni
sesuatu yang memiliki dampak besar. Dampak suatu pemberitaan
bergantung pada beberapa hal: seberapa banyak khalayak yang terpengaruh.
Contohnya seperti pemberitaan melambungnya bahan pokok disebabkan
karena kenaikan harga BBM atau biaya listrik. Selanjutnya aktual (actual)
di mana berita ialah suatu peristiwa yang sedang atau baru terjadi, suatu
yang hari ini terjadi dan belum diketahui, contohnya: pemberitaan mengenai
hitung cepat di pemilihan umum. Kemudian yakni kedekatan (proximity)
ialah suatu peristiwa pada khalayak, contohnya: bagi warga Aceh
pemberitaan mengenai gempa Aceh lebih menarik dari pada pemberitaan
2 Sumandria, AS Haris, Jurnalistik Indonesia: Menulis Berita dan Feature Panduan Praktis
Jurnal Profesional, h. 80.
16
banjir bandang di daerah Bima. Berikutnya ialah informasi (information)
menurut Wilbur Schramm, informasi ialah segala yang bisa menghilangkan
ketidak pastian. Setiap hari, sebuah kota memproduksi ratusan ribu bahkan
jutaan informasi. Apabila 200 kota lebih yang ada di Indonesia digabungkan
maka terdapat milayaran informasi hanya dalam satu hari. Selanjutnya
yakni konflik (conflict) atau segala sesuatu yang mengandung unsur atau
sarat dengan dimensi pertentangan, di negara-negara dunia ketiga
kebanyakan reporter menghabiskan waktunya untuk meliput berita konflik.
Setelah itu ialah orang penting (public figure, news maker) Teori jurnalistik
menegaskan, nama menciptakan berita (names makes news), di Indonesia
apa saja yang dikatakan dan dilakukan bintang film, bintang sinetron, artis,
presiden, pejabat bahkan para koruptor selalu dikutip perkataannya oleh
pers. Selain itu kejutan (suprising), kejutan ialah suatu yang datang tiba-
tiba, diluar dugaan, tidak direncanakan, diluar perhitungan, tidak diketahui
sebelumnya. Kejutan bisa menunjuk pada ucapan dan perbuatan manusia.
Dan ketertarikan manusiawi (human interest) masuk kedalam nilai berita,
kemampuan peristiwa untuk menyentuh perasaan kemanusiaan, contohnya:
pemberitaan mengenai kasus peperangan yang terjadi di timur tengah yang
menewaskan anak kecil dan warga sipil secara tragis. Pemberitaan ini
mendapatkan sisi lain di hati khalayak karena memiliki nilai Human
Interest. Dan yang terakhir ialah seks (sex) sepanjang sejarah peradaban
17
manusia, segala hal yang berkaitan dengan perempuan selalu menarik dan
menjadi sumber berita karena selalu banyak peminatnya.3
2. Jenis-Jenis Berita
Setiap wartawan yang akan meliput/membahas suatu kejadian pasti
sudah tahu akan dibawa kemana dan akan dibuat seperti apa
pemberitaannya, ada beberapa jenis berita yang biasa di gunakan oleh
wartawan diantaranya ialah; straight news repor yakni laporan langsung
suatu peristiwa, misalnya sebuah kejadian kerusuhan atau kebakaran yang
terjadi disuatu tempat, selanjutnya depth news report merupakan laporan
yang sedikit berbeda dengan jenis straight news, reporter menghimpun
informasi dengan fakta-fakta mengenai peristiwa itu sendiri sebagai
informasi tambahan untuk peristiwa tersebut, misalnya sebuah pidato
pemilihan presiden reporter akan memasukan pidato itu sendiri dan
dibandingkan dengan pernyataan-pernyataan yang telah dikeluarkan oleh
calon predisen tersebut beberapa waktu lalu, berikutnya comprehensive
news merupakan laporan tentang fakta yang bersifat menyeluruh ditinjau
dari berbagai aspek, berita meneyeluruh mencoba membangun cerita
peristiwa sehingga benang merahnya terlihat jelas, selanjutnya yakni
interpretative report lebih dari sekedar straight news dan sebuah isu,
masalah, atau peristiwa-peristiwa kontroversial, selanjutnya yang termasuk
3 Sumandria, AS Haris, Jurnalistik Indonesia: Menulis Berita dan Feature Panduan Praktis
Jurnal Profesional, h.91.
18
kedalam jenis berita juga ialah feature story berbeda dengan yang lainnya,
dalam laporan-laporan berita tersebut, reporter menyajikan informasi yang
penting untuk para pembaca, sedangkan dalam feature penulis mencari fakta
untuk menarik perhatian pembacanya, berikutnya yakni jenis berita depth
reporting dalam jenis ini pelaporan jurnalistik yang bersifat mendalam,
tajam, lengkap dan utuh tentang suatu peristiwa fenomenal atau actual,
selanjutnya ialah investigation reporting berisikan hal-hal yang tidak jauh
berbeda dengan laporan interpretative, berita jenis ini biasanya memusatkan
pada sejumlah masalah dan kontroversi, namun dalam laporan investigatif
para wartawan melakukan penyelidikan untuk memperoleh fakta yang
tersembunyi demi tujuan, dan yang terakhir dari jenis berita yakni editorial
writing sebuah institusi yang diuji di depan sidang pendapat umum, editorial
ialah penyajian fakta dan opini yang menafsirkan berita-berita yang penting
dan memengaruhi pendapat umum.4
3. Perbedaan Media Cetak dan Media Online
a. Definisi Media Massa
Media massa hari ini mendapatkan nilai lebih di hati khalayak,
dikarenakan keingin tahuan khalayak mengenai peristiwa atau wawasan
dan khalayak dapat dengan mudah mendapatkannya. Hal ini disebabkan
karena media massa itu sendiri yang sudah berkembang dan mudah
4 Sumandria, AS Haris, Jurnalistik Indonesia: Menulis Berita dan Feature Panduan Praktis
Jurnal Profesional, h. 69-71.
19
didapatkan oleh khalayak. Terlebih disaat Smartphone sudah merajalela
di tengah-tengah khalayak luas. Smartphone dimanfaatkan sebagai
media untuk mendapatkan informasi dengan menggunakan akses
internet. Khalayak akan lebih mudah mengetahui peristiwa dibelahan
dunia lain dalam waktu sekejab. Para pengkaji sosiologi, media
menunjukan bagaimana masyarakat sebenarnya memiliki
ketergantungan pada media untuk memperoleh informasi tentang
peristiwa yang terjadi.
Pengertian media massa sendiri ialah media yang digunakan
sebagai alat penghubung dengan khalayak luas terkait dengan
penyebaran informasi, dikelola secara professional untuk mencari
keuntungan. Kurt Lang dan Gladsy Engel Lang berpendapat bahwa
media massa memaksakan perhatian terhadap isu-isu tertentu. Media
massa dapat difungsikan untuk membangun citra publik tentang figur-
figur politik. Media massa dapat berupa surat kabar, video, CD room,
computer, Televisi, radio, dan lain sebagainya.5
b. Jenis-Jenis Media Massa
Perkembangan jaman menyebabkan media massa pun
berkembang dengan pesatnya. Hal ini menyebabkan khalayak lebih
5 Turner, Lynn H, Pengantar Ilmu Komunikasi dan Aplikasi, (Jakarta: Penerbit Salemba
Huomanika, 2008), h. 41
20
mudah mendapatkan informasi yang di inginkan dan dapat memilah
sesuai dengan kebutuhan. Ada tiga jenis media massa saat ini yaitu:
1) Media cetak: media cetak berawal dari media yang disebutkan
dengan Acta senates dan Acta diurnal di kerajaan Romawi,
kemudian berkembang dengan pesatnya setelah Johannes
Guttenberg menemukan mesin cetak. Media cetak berupa surat
kabar (koran), tabloid, majalah, buletin dan lain sebagainya. Koran
meliputi berita secara lebih mendalam ketimbang media saingannya.
Hal ini dikarenakan koran mengandung isi yang amat beragam,
semua ini bukan berarti industri koran tak menghadapi problem dari
media pesaing, teknologi baru, dan pergeseran gaya hidup. Tetapi
sampai saat ini, koran telah bereaksi secara efektif, untuk
menandingi serbuan televisi koran memberi penekanan baru sebagai
medium visual dan menyajikan gambar dan foto berwarna dan
penuh estetika.6
2) Media Elektronik: media elektronik yang pertama ialah radio. Radio
sebagai media audio menyampaikan pesan melalui suara. Kecepatan
dan ketepatan waktu dalam menyampaikan pesan tentu lebih cepat
dengan menggunakan siaran langsung. Setelah radio muncul dan
berkembang, hadirlah sesuatu yang lebih canggih yakni telvisi yang
bisa menanyangkan gambar dan suara, yakni sebagai media massa
6 Vivian, Jhon, Teori Komunikasi Massa Edisi Kedelapan, (Jakarta: Kencana, 2008), h. 71-73.
21
audio visual. John Vivian berpendapat bahwa radio telah menjadi
medium massa yang ada di mana-mana, tersedia di semua tempat
disepanjang waktu. Tetapi sebagai sebuah industri, ada tanda-tanda
yang menggelisahkan. Acara utama radio, yakni music telah tersedia
dalam bentuk perangkat lainnya, dan banyak yang tanpa iklan.7
Selain itu John Vivian mengatakan tentang televisi sebagai medium
massa yang dominan untuk hiburan dan berita.8
3) Media Online: Media yang menggunakan jaringan internet mulai
muncul pada abad 21. Media online ini bukanlah termasuk kedalam
golongan media elektronik, dikarenakan media online bisa melebihi
kemampuan media cetak dan media elektronik, apa yang ada dari
kedua media tersebut juga ada pada media online. Para pakar media
memisahkan kedalam kelompok tersendiri dengan alasan media ini
menggunakan gabungan proses media cetak dengan menulis
informasi yang disalurkan melalui sarana elektronik. John Vivian
mengatakan bahwa Internet muncul sebagai salah satu medium
massa besar dengan banyak isi, terutama melalui web coding, yang
melebihi media tradisional dalam banyak hal.9
7 Vivian, Jhon, Teori Komunikasi Massa Edisi Kedelapan, h. 192. 8 Vivian, Jhon, Teori Komunikasi Massa Edisi Kedelapan, h. 224. 9 Vivian, Jhon, Teori Komunikasi Massa Edisi Kedelapan, h. 262.
22
B. Analisis Wacana
1. Pengertian Analisis Wacana
Analisis wacana ialah istilah yang sering dipakai oleh beberapa
disiplin ilmu, dengan berbagai pengertian yang berbeda-beda. Meskipun
ada sebuah perbedaan di dalam setiap definisi, titik singgung analisis
wacana adalah berhubungan dengan studi mengenai bahasa. Analisis
wacana terdiri dari dua kata yakni analisis dan wacana. Kata analisis
menurut kamus besar bahasa Indonesia ialah penyelidikan terhadap sebuah
peristiwa (karangan, perbuatan, dsb), untuk mengungkapkan keadaan yang
sebenarnya.10
Menurut Mulyana, di dalam bukunya yang berjudul teori metode,
aplikasi dan prinsip-prinsip Analisis wacana, mengatakan bahwa kata
wacana berasal dari bahasa sangsakerta yakni wac/wak/vak yang memiliki
arti berkata atau berucap, jadi kata wacana dapat diartikan sebagai perkataan
atau tuturan.11 Dalam kamus besar bahasa Indonesia kontemporer terdapat
tiga makna dari kata wacana. Pertama, percakapan, ucapan dan tutur.
Kedua, keseluruhan tutur atau cakapan yang merupakan satu kesatuan.
Ketiga, satuan bahasa terbesar, terlengkap, yang realisasinya pada bentuk
karangan yang utuh, seperti novel, buku dan artikel.12
10 Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta:
Balai Pustaka, 2005), h.4. 11 Mulyana, Teori Metode, Aplikasi Dan Prinsip-prinsip Analisis Wacana, (Yogyakarta: Tiana
Wacana, 2005), h. 3 12 Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, h. 32.
23
Secara terminologi, wacana memiliki arti yang sangat luas dan
beragam. Alex Sobur berupaya merangkum pengertian wacana dari
berbagai pendapat, memandang wacana sebagai rangkaian tindak tutur yang
mengungkapkan sesuatu hal (subjek) yang disajikan secara teratur,
sistematis, dalam satu kesatuan yang utuh dan koheren, yang dibentuk oleh
unsur segmented atau unsur non-segmented bahasa.13
Pengertian wacana yang paling mendekati adalah apa yang
dikemukakan oleh James Lull yang mendefinisikan wacana secara
sederhana, namun tidak sebatas tulisan atau ujaran, lebih dari itu wacana
mengandung arti komunikasi yang tidak hanya linear (satu arah). Wacana
dapat diperbincangkan dan menimbulkan suatu respon berupa pemahaman
yang tersebar luas. Menjadi perbincangan (diskursus) di mana di dalamnya
akan terjadi berbagai macam pergulatan.14
Sebagaimana beragamnya definisi mengenai wacana, analisis
wacana juga mengalami hal serupa. Analisis wacana dipopulerkan oleh
kaum Poststrukturalis, di mana yang di maksud Post-strukturalisme adalah
sebutan kepada sekian banyak kaum intelektual Perancis yang terkenal
sekitar tahun 1960-an sampai dengan 1970-an, yang menkritisi analisa
struturalis yang mendominasi Perancis pada saat itu. Tokoh - tokohnya
13 Alex Sobur, Analisis Teks Media, (Bandung: PT Remaja Rosda Karya, 2006), h. 11 14 James Lull, Media Komunikasi Kebudayaan, Suatu Pendekatan Global, Terjemahan. A.
Setiawan (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 1998), h. 225-226.
24
antara lain Jacques Derrida, Michel Foucault, Gilles Deleuze, Judith Butler
dan Julia Kristeva.
Michael Foucault ialah salah satu tokoh yang melakukan analisis
yang dilakukan atas wacana. Konsep analisis wacana Foucault diinspirasi
ole hide di mana adanya bahasa.15 Konsep analisis wacana Michele
Foucault sendiri agak sukar untuk di pahami, karena Foucault tidak
merumuskan satu definisi yang khusus tentang analisis wacana. Namun
kelebihan Foucault ialah langsung mempraktekan bagaimana analisis
wacana itu bekerja.
Arkeolog dan genealogi ialah dua gagasan Foulcault yang
merupakan pencarian sistem umum dari formasi transformasi pernyataan
kedalam bentuk formasi diskursif. Dalam melakukan analisa, Foulcault
tidak berusaha memahami tetapi ia melakukan pengorganisasian atas
dokumen untuk kemudian ia membaginya, mendistribusikannya,
mengaturnya dalam tingkatan-tingkatan, mengurtkan dalam tingkatan-
tingkatan, menemukan elemen-elemen, mendifinisikan kesatuan dan
mendeskripsikan relasi.16
Keengganan Foucault untuk “memahami” bisa diduga kuatnya
karena pengaruh Poststrukturalisme. Karena Foucault sebagaimana kaum
poststrukturalisme lainnya terutama Derrida selalu berusaha melepaskan
15 Chris Barker, Cultural Studies (Jogjakarta: Benteng, 2005), h. 105. 16 Michael Dean, Critical and Effective Histories: Foucault’s Methods and Historical
Sociology, hasil teks reading atau terjemahan bebas (London: Routledge, 1994), h. 15-16.
25
keterjebakan pada satu rasionalitas, suatu formasi atau posisi yang justru
ingin diruntuhkannya. Dalam hal ini Nampak kejelian Foucault.
Michele dean cukup konprehensif menjalankan bagaimana metode
analisa diskursus Foucalt bekerja. Penemuan “Genealogi kekuasaan”
Foucault menjadi pusaran berbagai analsis wacana yang kemudian banyak
berkembang. Geneologi (silsilah) kekuasaan Foucault berhasil menemukan
benang kekuasaan yang berjalin dalam apa yang disebut wacana. Melalui
kekuasaan itu sendiri, wacana diproduksi, diresmikan, bahkan menjadi
semacam disiplin.
Konsep kekuasaan Foucault sangat dipengaruhi oleh konsep
kekuasaan Nietchze. Pengaruh tersebut berhasil menyuguhkan apa yang
disebut The will to Power dalam berbagai macam produksi manusia,
semunya berbentuk skeptisme radikal terhadap kemampuan akal.17
Setelah Foucault berhasil mengungkap tabir dalam wacana
Foucault, analisis wacana menjadi popular dan digunakan dalam berbagai
kajian ilmu, terutama ilmu komunikasi. Tetapi seperti yang sudah
dikemukakan di atas, bahwa semua definisi wacana yang berkembang
merujuk kepada apa yang sudah dibongkar Foucault. Syamsudin yang
banyak dikutip oleh Alex Sobur menerangkan ada lima definisi analisis
wacana; Pertama, analisis wacana membahas kaidah memakai bahasa di
dalam masyarakat (Rule of use), selanjutnya analisis wacana merupakan
17 Listiano Santoso dkk, Epistimologi Kiri, (Yogyakarta: Ar-Ruzz, 2007), h. 52.
26
usaha memahami makna tuturan dalam konteks, teks, dan juga situasi, ada
juga yang mendifinisikan analisis wacana merupakan pemahaman
rangkaian tuturan melalui interpretasi semanatik, selain itu analisis wacana
berkaitan dengan pemahaman bahasa dalam tindak Bahasa, dan pendapat
yang terakhir analisis wacana diarahkan kepada masalah memakai bahasa
secara fungsional.
A.S Hikam di dalam sebuah tulisannya telah membahas dengan baik
perbedaan paradigma analisis wacana. Ada tiga pandangan mengenai
bahasa dalam analisis wacana: Kaum Positivme- empiris, Kaum
konstruktivisme.18 Pertama, Kaum Positivme- empiris di mana penganut
aliran ini, bahasa dilihat sebagai jembatan anatara manusia dengan objek di
luar dirinya, pengalaman-pengalaman manusia dianggap dapat secara
langsung di ekspresikan melalui penggunaaan bahasa bahasa tanpa ada
kendala atau distorsi. Salah satu ciri dari pemikiran ini adalah pemisahan
anatara pemikiran dan realitas, dan kaum konstruktivisme, pandangan ini
banyak di pengaruhi oleh pemikiran aliran fenomenologi, aliran ini menolak
pandangan empirisme/positivme yang memisahkan subjektif dan objek
Bahasa, dalam pandangan konstruktivisme, bahasa tidak lagi hanya dilihat
sebagai alat untuk memahami realitas objektif belaka dan yang dipisahkan
dari subjektif sebagai penyampai pernyataan. Pandangan ketiga disebut
pandangan kritis. Pandangan ini ingin mengoreksi pandangan
18 Eriyanto, Analisis Wacana Pengantar Analisis Teks Media, (Yogyakarta: LKis, 2012), h. 4.
27
konstruktifvisme yang kurang sensitif pada proses produksi dan reproduksi
makna yang terjadi karena historis maupun instusional. Seperti yang dikatak
oleh A. S. Hikam, pandangan konstruktivisme masih belum menganalisis
faktor-faktor hubungan kekuasaan yang sangat berikatan dengan erat dalam
setiap wacana, yang pada gilirannya berperan dalam membentuk jenis-jenis
subjek tertentu berikut perilakunya hal ini lah yang melahirkan paradigm
kritis.19 Analisis wacana tidak dipusatkan pada kebenaran/ketidak benaran
struktur tata bahasa atau proses penafsiran seperti pada analisis
konstruktivisme.20
C. Analisis Wacana Kritis
Menurut Fairclough dan Wadok, analisis wacana kritis melihat wacana
pemakaiaan bahasa dalam tuturan dan tulisan – sebagai bentuk dari praktik
sosial. Praktik sosial dalam wacana bisa jadi menampilkan efek ideologi. Ia
dapat memproduksi dan mereproduksi hubungan kekuasaan yang tidak imbang
anatara kelompok mayoritas dan minoritas melalui makna perbedaan itu
direpresentasikan dalam posisi sosial yang di tampilkan. Menurut Eriyanto
mengutip pernyataan Tean Van Dijk, Fairclough, dan Wadok, analisis wacana
kritis memiliki karakteristik-karakteristinnya sendiri, diantaranya ialah;
tindakan, konteks, historis, kekuasaan dan Ideologi.21
19 Eriyanto, Analisis Wacana Pengantar Analisis Teks Media, h.4-6. 20 Eriyanto, Analisis Wacana Pengantar Analisis Teks Media, h.6. 21 Eriyanto, Analisis Wacana Pengantar Analisis Teks Media, h.8.
28
Yang pertama tindakan yakni, wacana dipahamai sebagai tindakan suatu
pemahaman semacam ini mengasiosikan wacana sebagai bentuk interaksi,
wacana bukan ditempatkan seperti dalam ruang tertutup dan internal. Orang
berbicara atau menulis bukan ditafsirkan sebagai ia menulis atau berbicara
untuk dirinya sendiri.22 Seseorang berbicara, menulis, dan menggunakan bahasa
untuk berinteraksi dan berhubungan dengan orang lain. Dengan pemahaman
seperti ini ada beberapa konsekuensi bagaimana wacana harus dipandang.
Pertama, wacana dipandang sebagai sesuatu yang bertujuan, apakah untuk
memengaruhi, mendebat, membujuk, menyangga, bereaksi, dan sebaginya.
Kedua, wacana dipahami sebagai sesuatu yang di ekspresikan secara sadar,
terkontrol, bukan sesuatu yang diluar kendali, atau diekspresikan di luar
kesadaran.
Berikutnya yakni konteks, di mana analisis wacana kritis
mempertimbangkan konteks dari wacana seperti latar, situasi, peristiwa dan
kondisi, wacana disini dipandang diproduksi, dimengerti, dan dianalisis pada
suatu konteks tertentu. Bahasa disini dipahami dalam konteks secara
keseluruhan, Guy Cook menyebut ada tiga hal yang sentral dalam pengertian
wacana: teks, konteks, dan wacana.23 Teks adalah semua bentuk bahasa, bukan
hanya kata-kata yang tercetak di lembar kertas, tetapi juga semua jenis ekspresi
komunikasi, ucapan, musik, gambar, efek suara, citra dan sebagainya. Konteks
22 Eriyanto, Analisis Wacana Pengantar Analisis Teks Media, h.8. 23 Eriyanto, Analisis Wacana Pengantar Analisis Teks Media, h.8.
29
memasukan semua situasi dan hal yang berada di luar teks dan memengaruhi
pemakaian bahasa, seperti partisipan dalam bahasa, situasi di mana teks tersebut
diproduksi, fungsi yang dimaksudkan, dan sebagainya. Wacana disini,
kemudian dimaknai sebagai teks dan konteks bersama-sama, namun, tidak
semua konteks dimasukan dalam analisis, hanya yang relevan dalam banyak hal
berpengaruh atas produksi dan penafsiran teks yang dimasukan dalam analisis.
Ada beberapa konteks yang penting karena berpengaruh terhadap produksi
wacana. Kedua, Setting sosial tertentu, seperti tempat, waktu, posisi pembicara,
dan pendengar atau lingkungan fisik adalah konteks yang berguna untuk
mengerti suatu wacana.24
Selanjutnya ialah historis yaitu menempatkan wacana dalam konteks
sosial tertentu, berarti wacana di produksi dalam konteks tertentu dan tidak
dapat dimengerti tanpa menyertakan konteks yang menyertainya, salah satu
aspek penting untuk mengerti teks ialah dengan menempatkan wacana itu dalam
konteks historis tertentu.25
Selain itu analisis wacana kritis juga mempertimbangkan elemen
kekuasaan (power) dalam analisisnya, wacana disini tidak dipandang sebagai
sesuatu yang alamiah, wajar, dan netral tetapi merupakan bentuk pertarungan
kekuasaan, konsep kekuasaan ialah salah satu kunci hubungan antar wacana
dalam masyarakat, kekuasaan itu dalam hubungannya dengan wacana, penting
24 Eriyanto, Analisis Wacana Pengantar Analisis Teks Media, h.9. 25 Eriyanto, Analisis Wacana Pengantar Analisis Teks Media, h.10-11.
30
untuk melihat apa yang disebut control. Satu orang atau kelompok mengontrol
orang atau kelompok lain melalui wacana.26 Control disini tidaklah harus selalu
dalam bentuk fisik dan langsung tetapi juga control secara mental atau psikis.
Kelompok yang dominan mungkin membuat kelompok lain bertindak seperti
yang diinginkan olehnya, berbicara, dan bertindak sesuai yang diinginkan.
Dan yang terakhir ialah ideologi pula konsep yang sentral dalam analisis
wacana yang bersifat kritis, hal ini karena teks, percakapan, dan lainnya adalah
bentuk dari praktik ideologi atau pencerminan dari ideologi tertentu, peran
wacana dalam kerangka ideologi, seperti yang dikatakan oleh Tean A. Van
Dijk, ideologi terutama dimaksudkan untuk mengatur masalah tindakan dan
praktik individu atau anggota suatu kelompok.27 Ideologi mempunyai implikasi
penting yakni ideologi secara inheren bersifat sosial, tidak personal, atau
individual; ia membutuhkan share diantara anggota kelompok, organisasi atau
kolektivitas dengan orang lainnya. Hal yang di share-kan tersebut bagi anggota
kelompok digunakan untuk membentuk solidaritas dan kesatuan langkah dalam
bertindak dan bersikap, dan ideologi meskipun bersifat sosial, ia digunakan
secara internal di antara anggota kelompok atau komunitas, oleh karena itu,
ideologi tidak hanya menyediakan fungsi koordinatif dan kohesi tetapi juga
membentuk identitas diri kelompok yang membedakan dengan kelompok
lain.28
26 Eriyanto, Analisis Wacana Pengantar Analisis Teks Media, h.11-12. 27 Eriyanto, Analisis Wacana Pengantar Analisis Teks Media, h.13. 28 Eriyanto, Analisis Wacana Pengantar Analisis Teks Media, h.14.
31
D. Model Teun Van Djik
Analisis wacana Van Dijk melihat penelitian analisis wacana tidak
cukup hanya didasarkan pada analisis atas teks semata, karena teks hanya hasil
dari suatu praktik produksi. Disini perlu dilihat pula bagaimana teks bisa seperti
itu. Model analisis wacana van dijk ini ialah model yang sering dipakai dalam
penelitian dokarenakan model van dijk bisa dikatakan yang paling lengkap
karena mengelaborasi elemen-elemen wacana sehingga dapat digunakan secara
praktis. Model van dijk ini sering disebut sebagai kognisi sosial.29
Dalam buku Aims of Critical Discourse Analysis, Van Dijk memberi
pengertian mengenai analisis wacana yakni;
Critical Discourse analysis has become the general label for a study of
text and talk, emerging from critical linguistics, critical semiotics, and
in general from socio-politically conscious and oppositional way of
investigating language, discourse, and communication. As in the case
many fields, approaches, and subdisciplines in language and discorsue
studies, however, it is not easy precisely delimit the special principles,
practices, aims, theories or methods of CDA.30
Analisis model van Dijk melihat bagaimana struktur sosial, dominasi
dan kelompok kekuasaan yang ada dalam masyarakat dan bagaimana
29 Eriyanto, Analisis Wacana Pengantar Analisis Teks Media, h. 221. 30 Teun Van Dijk, Aims of Critical Discourse Analysis, Vol 1 (Japan Discourse, 1995), h. 17.
32
kognisi/pikiran dan kesadaran yang membentuk dan berpengaruh terhadap teks
tertentu. Wacana oleh van dijk digambarkan mempunyai tiga dimensi/
bangunan: teks, kognisi sosial, dan konteks sosial. Inti analisis van dijk adalah
mengggabungkan kegita dimensi wacana tersebut kedalam satu kesatuan
analisis. Dalam dimensi teks, yang diteliti ialah bagaimana struktur teks dan
strategi wacana yang dipakai untuk menskan suatu tema tertentu. Pada level
kognisi sosial dipelajari proses produksi teks berita yang melibatkan kognisi
individu dari wartawan. Sedangkan aspek ketiga mempelajari banguann kognisi
individu dari wartawan. Sedangkan aspek ketiga mempelajari bangunan wacana
yang berkembang dalam masyarakat akan suatu masalah. Analisis van Dijk
disini menghubungkan analisis tekstual yang memusatkan perhatian pada teks
– ke arah analisis yang komprehensif bagaimana teks berita itu diproduksi, baik
dalam hubungannya dengan individu wartawan maupun dari masyarakat.31
Model dari analisis Van Dijk dapat digambarkan sebagai berikut :
Gambar 2.1. Model Analisis Van Dijk
31 Eriyanto, Analisis Wacana Pengantar Analisis Teks Media, h. 224-225.
Konteks
Kognisi sosial
Teks
33
1. Teks
Van Dijk melihat suatu teks terdiri atas beberapa struktur/tingkatan
yang masing-masing bagian saling mendukung. Van Dijk membaginya ke
dalam tiga tingkatan. Pertama, struktur makro yang merupakan makna
global/umum dari suatu teks yang dapat diamati dengan melihat topik atau
tema yang dikedepankan dalam suatu berita. Kedua, superstruktur
yang merupakan struktur wacana yang berhubungan dengan kerangka suatu
teks, bagaimana bagian-bagian teks tersusun ke dalam berita secara utuh.
Ketiga, struktur mikro yakni makna wacana yang dapat diamati dari bagian
kecil suatu teks yakni kata, kalimat, proposisi, anak kalimat, paraphrase, dan
gambar.32
Apabila di gambarkan maka struktur teks ialah sebagai berikut:
32 Eriyanto, Analisis Wacana Pengantar Analisis Teks Media, h. 225-226.
Struktur Makro
Makna global dari suatu teks yang dapat diamati dari topik/tema yang
diangkat oleh teks.
Superstruktur
Kerangka suatu teks, seperti bagian pendahuluan, isi, penutup, dan
kesimpulan.
Struktur Mikro
34
Gambar 2.2. Struktur Teks
Pemakaiana kata, kalimat, proposisi, retorika, tertentu oleh media
dipahami van Dijk sebagai bagaian dari strategi wartawan. Pemakaian kata-
kata tertentu, kalimat, gaya, tertentu bukan semata-mata dipandang sebagai
cara berkomunikasi, tetapi dipandang sebagai alat politik berkomunikasi –
suatu cara ntuk memengaruhi pendapat umum, menciptakan dukungan,
memperkuat legitimasi, dan menyingkirkan lawan atau penantang. Struktur
wacana adalah cara yang efektif untuk melihat proses retorika dan persuasi
yang dijalankan ketika seseorang menyampaikan pesan. Kata-kata tertentu
mungkin dipilih untuk mempertegas pilihan dan sikap, membentuk
kesadaran politik, dan sebagainya. Berikut akan diuraikan satu persatu
elemen yang ada di dalam wacana van Dijk.33
Tabel 2.1. Elemen dalam Wacana Kritis Van Dijk
STRUKTUR
WACANA
HAL YANG
DIAMATI
ELEMEN
Struktur Makro TEMATIK Topik
33Eriyanto, Analisis Wacana Pengantar Analisis Teks Media, h. 227-228.
Makna lokal dari suatu teks yang dapat diamati dari pilihan kata,
kalimat, dan gaya yang dipakai oleh suatu teks
35
Tema/topik yang
dikedepankan dalam
suatu berita.
Superstruktur SKEMATIK
Bagiamana bagian
dan urutan berita
diskemakan dalam
teks berita utuh.
Skema
Struktur Mikro Makna yang ingin
ditentukan dalam
teks berita. Missal
dengan member detil
pada satu sisi atau
membuat eksplisit
satu sisi dan
mengurangi detil sisi
lain.
Latar, detail,
maksud, pra-
anggapan,
nominalisasi.
Struktur Mikro SINTAKSIS
Bagaimana kalimat
(bentuk, sussuan)
yang dipilih.
Bentuk kalimat,
koherensi, kata ganti.
Struktur Mikro STILISTIK Leksikon
36
Bagaimana pilihan
kata yang dipakai
dalam teks berita.
Struktur Mikro RETORIS
Bagaimana dan
dengan cara
penekanan
dilakukan.
Grafis, Metafora,
ekspresi.
a. Tematik
Menurut Tean van Dijk mendefinisikan topic sebagai Struktur
makro dari sebuah wacana. Dari topik, dapat diketahui masalah dan
tindakan yang diambil oleh komunikator dalam mengatasi suatu
masalah. Struktur makro juga memberikan pandangan apa yang akan
dilakukan untuk mengatasi suatu masalah. Topik dalam teks memang
memainkan peran sentral.34
b. Skematik
Van Dijk mengatakan bahwa arti penting dari skematik ialah
strategi wartawan untuk mendukung topik tertentu yang ingin
disampaikan dengan cara menyusun bagian-bagian dengan urutan
34 Alex Sobur, Analisis Teks Media, h. 75-76.
37
tertentu, skematik memberikan tekanan mana yang didahului, dan
bagian mana yang bisa kemudian sebagai strategi untuk
menyembunyikan informasi penting.35
c. Semantik (latar, detail, maksud, pra anggapan)
Semantik ialah disiplin ilmu bahasa yang menelaah makna
satuan lingual, baik makna leksikal maupun makna gramatikal. Makna
leksikal ialah makan gramatikal. Makna leksikal ialah makna unit
semantik yang terkecil yang disebut leksem, sedangkan makna
gramatikal ialah makna yang berbentuk dari penggabungan satuan-
satuan kebahasaan. Skematik dalam skema van Dijk dikategorikan
sebagai makna lokal (Local meaning), yakni makna yang muncul dari
hubungan antarkalimat, hubungan antar propisisi yang membangun
makna tertentu dalam suatu bangunan teks.36
Elemen wacana praanggapan merupakan pernyataan yang
digunakan untuk mendukung makna suatu teks. Kalau latar berarti
upaya mendukung dengan jalan memberi latar belakang, maka
praanggapan ialah upaya mendukung pendapat dengan memberikan
premis yang dipercaya kebenarannya. Praanggapan hadir dengan
pernyataan yang dipandang terpercaya sehingga tidak perlu
dipertanyakan.37
35 Eriyanto, Analisis Wacana Pengantar Analisis Teks Media, h. 234. 36 Eriyanto, Analisis Wacana Pengantar Analisis Teks Media, h. 78. 37 Eriyanto, Analisis Wacana Pengantar Analisis Teks Media, h. 256.
38
1) Latar merupakan bagian berita yang dapat memengaruhi semantik
(arti) yang ingin ditampilkan. Latar yang dipilih menentukan kea rah
mana pandangan khalayak akan dibawa.
2) Detil merupakan strategi bagaimana wartawan mengekspresikan
sikapnya dengan cara yang implisit.
3) Hampir sama dengan elemen detail. Dalam detail, infromasi yang
menguntungkan komunikator akan diuraikan dengan detail yang
panjang.
d. Sintaksis
Struktur teks yang dalam pengemasannya menentukan
koherensi dan kata ganti yang digunakan dalam kalimat. Strategi untuk
menampilkan diri sendiri secara positif dan lawan secara negative
seperti pada pemakaian kata ganti, aturan tata kata, pemakaian kategori
sintaksis yang spesifik, pemakaian kalimat aktif dan pasif, peletakan
anak kalimat, pemakaian kalimat yang kompleks, dan sebagainya.
Strategi pada level sintaksis diantaranya, koherensi ialah pertalian atau
jalinan antar kata, atau kalimat dalam teks. Dua buah kalimat yang
menggambarkan fakta yang berbeda dapat dihubungkan sehingga
tampak koheren. Bentuk kalimat ialah segi sintaksis yang berhubungan
dengan cara berpikir logis, yaitu prinsip kausalitas. Logika kausalitas ini
dalam bahasa menjadi susunan objek (yang menerangkan). Kata ganti
merupakan elemen untuk memanipulasi bahasa dengan menciptakan
39
suatu komunitas imajinasi yang dipakai oleh komunikator untuk
menunjukan posisi seseorang dalam wacana.38
e. Stilistik
Yang menjadi perhatian stilistik ialah gaya (Style), yaitu cara
yang digunakan seorang pembicara atau penulis untuk menyatakan
maksudnya dengan menggunakan bahasa sebagai sarana. Gaya bahasa
mencakup diksi atau pilihan leksikal, struktur kalimat, majas dan
citraan, pola rima, dan matra.39
Salah satu strategi pada level stilistik ialah leksikol. Leksikol
menandakan bagaimana seseorang melakukan pemilihan kata atas
berbagai kemungkinan kata yang tersedia. Pilihan kata-kata yang
dipakai menunjukan sikap dan ideologi tertentu.
f. Retoris
Strategi dalam retoris ialah gaya yang diungkapkan ketika
seseorang berbicara atau menulis. Retoris mempunyai fungsi persuasive
dan berhubungan erat dengan bagaimana pesan itu disampaikan kepada
khalayak. Strategi level retoris diantaranya ialah:
1) Grafis merupakan bagian untuk memeriksa apa yang ditentukan atau
ditonjolkan (yang dianggap penting) oleh seseorang yang dapat
38 Eriyanto, Analisis Wacana Pengantar Analisis Teks Media, h. 242-252. 39 Eriyanto, Analisis Wacana Pengantar Analisis Teks Media, h. 255.
40
diamati dari teks. Dalam wacana berita, grafis ini biasanya muncul
melalui bagian tulisan yang dibuat lain dibandingkan tulisan lain.
2) Metafora dipakai oleh wartawan secara strategis sebagai landasan
berpikir, alasan pembenaran atas pendapat atau gagasan tertentu
kepada publik.40
2. Kognisi Sosial
Menurut pandangan Van Dijk, analisis wacana tidak dibatasi hanya
pada struktur teks, karena struktur wacana itu sendiri menunjukan atau
menandakan sejumlah makna, pendapat, dan ideologi. Untuk membongkar
bagaimana makna tersembunyi dari teks, dibutuhkan suatu analisis kognisi
dan konteks sosial. Pendekatan kognisi didasarkan pada asumsi bahwa teks
tidak mempunyai makna, tetapi makna itu diberikan oleh pemakai bahasa,
atau lebih tepatnya proses kesadaran mental dari pemakai bahasa. Pada
dasarnya setiap teks dihasilkan melalui kesadaran, pengetahuan, prasangka,
atau pengetahuan tertentu atas suatu peristiwa.41
Van Dijk beranggapan bahwa analisis kognisi sosial memusatkan
perhatian pada struktur mental, proses pemaknaan, dan mental komunikator
dalam memahami sebuah fenomena dari proses produksi teks. Kognisi
sosial ini difokuskan pada efek kognisi atau efek media massa terhadap
pengetahuan. Sebuah media tidak hanya mengubah sikap, tetapi juga
40 Eriyanto, Analisis Wacana Pengantar Analisis Teks Media, h. 257-259. 41Eriyanto, Analisis Wacana Pengantar Analisis Teks Media, h. 260
41
mengubah pengetahuan seseorang akan suatu hal. Kognisi sosial menjadi
bagian terpenting dan tidak terpisahkan untuk memahami teks media.
Struktur ini menekankan pada bagaimana peristiwa dipahami, didefinisikan
untuk kemudian ditampilkan dalam suatu model. Oleh sebab itu, dibutuhkan
penelitian atas representasi kognisi dan strategi wartawan dalam
memproduksi suatu berita. Adapun cara pencarian data ialah dengan
melakukan proses wawancara kepada narasumber yang bersangkutan.
3. Konteks Sosial
Konteks sosial mempelajari bangunan wacana yang berkembang
dalam masyarakat akan suatu masalah dengan meneliti bagaimana wacana
tentang suatu hal diproduksi dan dikonstruksi dalam masyarakat. Van Dijk
mengatakan bahwa di dalam menganalisis mengenai masyarakat ini ada dua
poin penting: kekuasaan (power) dan akses (acces).
Van Dijk mendefinisikan praktik kekuasaan sebagai kepemilikan
yang dimiliki oleh suatu kelompok untuk mengontrol kelompok lain.
Kekuasaan ini umumnya didasarkan pada kepemilikan atas sumber-sumber
yang bernilai seperti uang, status, dan pengetahuan. Van Dijk juga
memperhatikan bagaimana akses di antara masing-masing kelompok yang
ada dalam masyarakat. Kelompok elit mempunyai akses yang lebih besar
dibandingkan dengan kelompok yang tidak berkuasa. Oleh karena itu,
mereka yang lebih berkuasa mempunyai kesempatan lebih besar untuk
42
mempunyai akses pada media dan kesempatan lebih besar besar untuk
memengaruhi kesadaran khalayak.42
E. Konstruksi Sosial Media Massa
Konstruksi sosial berawal dari kajian filsafat yakni Konstruktivisme,
yakni berasal dari gagasan-gagasan konstruktif sosial. Namun, apabila
ditelusuri, sebenarnya gagasan-gagsan pokok konstruktivisme sebenarnya
sudah dimulai oleh Giambatissta Vico, seorang epistimologi dari Italia, ia
adalah cikal bakal hadirnya konstruktivisme. Istilah konstruksi sosial atas
realitas di definisikan sebagai proses sosial melalui tindakan dan interaksi di
mana individu menciptakan secara terus-menerus suatu realitas yang dimiliki
dan dialami bersama subyektif.43 Aristoteles dalam Bertens mengatakan bahwa,
manusia adalah mahluk sosial, setiap pernyataan harus dibuktikan
kebenarannya, bahwa kunci pengetahuan adalah logika dan dasar pengetahuan
adalah fakta.
Berger & Luckmann berpandangan bahwa kenyataan itu dibangun
secara sosial, dalam pengertian individu-individu dalam masyarakat yang telah
membangun masyarakat, maka pengalaman individu tidak dapat terpisahkan
dengan masyarakat. Manusia sebagai pencipta kenyataan sosial yang objektif
melalui tiga momen dialektis yang simultan, yaitu: Eksternalisasi, objektivasi,
dan internalisasi.44
42 Eriyanto, Analisis Wacana Pengantar Analisis Teks Media, h. 271-272 43 Burhan Bungin, Sosiologi Komunikasi, (Jakarta: Kencana, 2006), h. 193-194. 44 Burhan Bungin, Sosiologi Komunikasi, h. 197.
43
1. Eksternalisasi
Merupakan usaha pencurahan atau ekspresi diri manusia ke dalam
dunia, baik dalam kegiatan mental maupun fisik. Proses ini merupakan
bentuk ekspresi diri untuk menguatkan eksistensi individu dalam
masyarakat. Pada tahap ini masyarakat dilihat sebagai produk manusia
(Society is a human product).
2. Objektivasi
Merupakan hasil yang telah dicapai (baik mental maupun fisik dari
kegiatan eksternalisasi manusia), berupa realitas objektif yang mungkin
akan menghadapi si penghasil itu sendiri sebagai suatu faktisitas yang
berada diluar dan berlainan dari manusia yang menghasilkannya (hadir
dalam wujud yang nyata). Pada tahap ini masyarakat dilihat sebagai realitas
yang objektif (Society is an objective reality) atau proses interaksi sosial
dalam dunia intersubjektif yang dilembagakan atau mengalami proses
institusionalisasi.
3. Internalisasi
Merupakan penyerapan kembali dunia objektif ke dalam kesadaran
sedemikian rupa, sehingga subjektif individu dipengaruhi oleh struktur
dunia sosial. Berbagai macam unsur dari dunia yang telah terobjektifikasi
akan ditangkap sebagai gejala realitas diluar kesadarannya, sekaligus
sebagai gejala internal bagi kesadaran. Melalui internalisasi manusia
menjadi hasil dari masyarakat (Man is a social product).
44
Eksternalisasi, objektifikasi dan internalisasi adalah dialektika yang
berjalan simultan, artinya ada proses menarik keluar (eksternalisasi)
sehingga seakan-akan hal itu berada di luar (objektif) dan kemudian terdapat
proses penarikan kembali ke dalam (internalisasi) sehingga sesuatu yang
berada di luar tersebut seakan-akan berada dalam diri atau kenyataan
subyektif. Pemahaman akan realitas yang dianggap objektif pun terbentuk,
melalui proses eksternalisasi dan objektifasi, individu dibentuk sebagai
produk sosial. Sehingga dapat dikatakan, setiap individu memiliki
pengetahuan dan identitas sosial sesuai dengan peran institusional yang
terbentuk atau yang diperankannya.
Gagasan Berger dan Luckman tentang konstruksi sosial, berlawanan
dengan gagasan Derrida ataupun Habermas dan Gramsci. Kajian-kajian
mengenai realitas sosial dapat dilihat dengan cara pandang Derrida dan
Habermas, yaitu dekonstruksi sosial atau Berger dan Luckmann, yaitu
menekankan pada konstruksi sosial.
Peter L. Berger dan Thomas Luckmann menggambarkan proses sosial
melalui tindakan dan interaksinya, di mana individu menciptakan terus-
menerus suatu realitas yang memiliki dan dialami bersama secara subjektif.
Dalam penjelasan ontologi paradigma konstruktivis, realitas merupakan
konstruksi sosial yang diciptakan oleh individu. Namun demikian kebenaran
suatu realitas sosial yang berlaku sesuai konteks spesifik yang dinilai relevan
45
oleh pelaku sosial.45 Adanya berbagai karakteristik dan substansi pemikiran di
dalam teori konstruksi sosial terlihat jelas, bahwa teori ini berparadigma
konstruktivis. Sejauh ini ada tiga macam konstrukvisime, yakni
konstruktivisme radikal, realitas hipotesis dan konstruktivisme biasa.46
1. Konstruktivisme Radikal, ia hanya dapat mengakui apa yang dibentuk oleh
pikiran kita. Bentuk ini tidak selalu representasi dengan dunia nyata. Kaum
Konstruktivisme ini nmengesampingkan hubungan antara pengetahuan dan
kenyataan sebagai suatu kriteria kebenaran. Pengetahuan bagi mereka tidak
merefleksi suatu realitas ontologism obyektif, namun sebuah realitas yang
dibentuk oleh pengalaman seseorang. Pengetahuan selalu merupakan
konstruksi dari individu yang mengetahui dan tidak dapat ditransfer kepada
individu lain yang pasif, sedangkan lingkungan adalah sarana terjadinya
konstruksi tersebut.
2. Realisme Hipotesis, berpandangan bahwa pengetahuan ialah sebuah
hipotesis dari struktur realitas yang mendekati realitas dan menuju kepada
pengetahuan yang hakiki.
3. Konstruktivisme Biasa, dalam pandangan ini mengambil semua konstruksi
konstruktivisme dan memahami pengetahuan sebagai gambaran dari
realitas tersebut. Kemudian pengetahuan individu dipandang sebagai
gambaran yang dibentuk dari realitas objektif dalam dirinya sendiri.
45 Burhan Bungin, Sosiologi Komunikasi, (Jakarta: Kencana, 2006), h. 191. 46 Suparno, Filsafat Konstruktivisme dalam Pendidikan, (Yogyakarta: Kanisius, 1997), h. 25.
46
Di antara ketiga macam Konstruktivisme terdapat persamaan, di mana
konstruktivisme dilihat sebagai sebuah kerja kognisi individu untuk
menafsirkan dunia realitas yang ada karena terjadinya relasi sosial anatar
individu dengan lingkungan atau orang disekitarnya. Individu kemudian
membangun sendiri pengetahuan atas realitas yang dilihat berdasarkan pada
struktur pengetahuan yang tlah ada sebelumnya, inilah yang oleh Burger dan
Luckmann disebutkonstruksi sosial.47
F. Tahapan Pembentukan Konstruksi
1. Tahapan Pembentukan Konstruksi Realitas
Dalam pandangan ini melihat di mana pemberitaan telah sampai
pada pembaca dan pemirsanya, yaitu terjadi pembentukan konstruksi di
khalayak melalui tiga tahap yang berlangsung. Pertama, konstruksi realitas
pembenaran sebagai suatu bentuk konstruksi media massa yang terbentuk
di khalayak dan cenderung membenarkan apa saja yang ada di media massa
sebagai suatu realitas kebenaran. Kedua, kesediaan diskontruksi oleh media
massa, yakni sikap generic dari tahap pertama. Bahwa pilihan orang untuk
menjadi pembaca/pemirsa media massa adalah karena pilihannya untuk
bersedia pemikirannya dikonstruksi oleh media massa. Ketiga, menjadikan
konsumsi media massa sebagai pilihan konsumtif, diaman khalayak secara
habit ketergantungan pada media massa, menjadikan media massa bagian
dari hidup yang tak bisa dilepaskan.
47 Burhan Bungin, Sosiologi Komunikasi , h. 194
47
2. Tahap Pembentukan Konstruksi Citra
Konstruksi citra yang dimaksud ialah berupa bagaimana konstruksi
citra pada sebuah pemberitaan ataupun bagaimana konstruksi citra pada
sebuah iklan. Konstruksi citra pada sebuah pemberitaan biasanya disiapkan
oleh orang-orang yang bertugas di dalam redaksi media massa, mulai dari
editor, wartawan dan pimpinan redaksi. Sedangkan konstruksi citra pada
sebuah iklan biasanya disiapkan oleh para pembuat iklan, misalnya
copywriter. Di mana bangunan konstruksi citra yang dibangun oleh media
massa ini terbentuk dalam dua model, yakni model good news dan model
bad news. model good news ialah sebuah kontruksi yang cenderung
mengkonstruksi suatu pemberitaan yangb baik. Sedangkan model bad news
ialah konstruksi yang cenderung mengkonstruksi kejelekan tau keburukan
citra buruk pada objek pemberitaan.
Dengan demikian, dapat disimpulkan secara sederhana, bahwa dalam
suatu proses jurnalisme, upaya menceritakan kembali suasana atau keadaan
orang dan benda, bahkan pendapat yang terdapat sebuah peristiwa merupakan
upaya untuk merekonstruksikan realitas. Karena sifat dan faktanya bahwa tugas
redaksional media massa adalah menceritakan peristiwa-peristiwa, maka
48
tidaklah berlebihan jika dikatakan bahwa seluruh isi pemberitaan meruapakan
realitas yang telah di konstruksikan.48
Realitas sosial yang dimaksud oleh Berger dan Luckmann ini terdiri dari
realitas objektif, realitas, simbolis dan realitas subjektif. Realitas objektif ialah
realitas yang terbentuk dari pengalaman di dunia objektif yang berada di luar
individu, dan realitas ini dianggap sebagai kenyataan. Realitas simbolis
merupakan simbolis dari realitas objektif dalam berbagai bnetuk sebagai proses
penyerapan kembali realitas objektif dan symbol kedalam individu melalui
internalisasi.49 Proses konstruksinya, jika dilihat dari perspektif teori Berger &
Luckmann berlangsung melalui interaksi sosial yang dialektis dari tiga bentuk
realitas yang menjadi entry concept, yakni yang pertama objective reality,
merupakan suatu kompleksitas definisi realitas serta rutinitas serta rutinitas
tindakan dan tingkah laku yang telah mapan terpola, yang kesemuanya dihayati
oleh individu secara umum sebagai fakta. Kedua syimbolic reality, merupakan
semua ekspresi symbolic dari apa yang dihayati sebagai “objective reality”
misalnya teks produk industry media, seperti berita di media cetak atau
elektronik, begitu pun yang ada di film. Ketiga Subjective reality, merupakan
konstruksi definisi realitas yang dimiliki individu dan di konstruksi melalui
proses internalisasi. Realitas subjektif yang dimiliki masing-masing individu
merupakan basis untuk melibatkan diri dalam proses eksternalisasi. Melalui
48 M. Antonius Birowo, Metode Penelitian Komunikasi, (Yogyakarta: Gitanyali, 2004), h.
168. 49 M. Antonius Birowo, Metode Penelitian Komunikasi, h. 96.
49
proses eksternalisasi itulah individu secara kolektif berpotensi melakukan
objektifikasi, memunculkan sebuah konstruksi objective reality yang baru.
Jika kosntruksi sosial adalah konsep, kesadaran umum dan wacana
public, maka menurut Gramsci, negara melalui alat militer atau supermasi
terhadap masyarakat dengan mendominasi kepemimpinan moral dan intelektual
secara konstektual. Substansi konstruksi sosial media massa, adalah pada
sirkulasi informasi yang cepat dan sebarannya merata.50
Menyiapkan materi konstruksi sosial media massa adalah tugas redaksi
media massa, tugas itu didistribusikan pada teks editor yang ada di setiap media
massa. Focus pada kedudukan termasuk juga adalah persoalan jabatan, pejabat
dan kinerja birokrasi dan layanan public. Sedangkan yang berhubungan dengan
harta menyangkut persoalan korupsi dan sebagainya. Masalah perempuan
menyangkut aurat, wanita cantik dan segala macam aktivitas mereka, terutama
yang berhubungan dengan kekuasaan dan harta.51 Namun semua proses
sirkulasi tersebut butuh tahapan-tahapan yang pada akhirnya akan membentuk
realitas media massa. Berikut table proses media massa.52
50 M. Antonius Birowo, Metode Penelitian Komunikasi, (Yogyakarta: Gitanyali, 2004), h. 207 51 M. Antonius Birowo, Metode Penelitian Komunikasi, (Yogyakarta: Gitanyali, 2004), h. 210 52 M. Antonius Birowo, Metode Penelitian Komunikasi, (Yogyakarta: Gitanyali, 2004), h. 195
50
Tabel 2.2. Teori Konstruksi Sosial
G. Pengertian Islam Nusantara
1. Pengertian Islam
Islam sendiri di dalam keterangan Wikipedia ialah suatu agama yang
mengimani satu Tuhan, yaitu Allah. Dengan lebih dari satu seperempat
miliar orang pengikut di seluruh dunia, menjadikan Islam sebagai agama
terbesar kedua di dunia setelah agama Kristen. Islam memiliki arti
“penyerahan”, atau penyerahan diri sepenuhnya kepada Tuhan yakni Allah.
Pengikut ajaran Islam dikenal dengan sebutan Muslim yang berarti "seorang
Proses Sosial Simultan
EKSTERNALISASI
OBJEKTIVASI
INTERNALISASI
Source Massage Channel Receiver Effect
MEDIA
Realitas terkonstruksi: - Lebih cepat - Lebih luas - Sebaran Merata - Membentuk Opini Massa - Massa Cenderung
terkonstruksi - Opini massa cenderung
apriori - Opini massa cenderung
sinis
- Objektif - Subjektif - Inter
Subjektif
51
yang tunduk kepada Tuhan", atau lebih lengkapnya adalah Muslimin bagi
laki-laki dan Muslimat bagi perempuan.Islam mengajarkan bahwa Allah
menurunkan firman-Nya kepada manusia melalui para nabi dan rasul
utusan-Nya, dan meyakini dengan sungguh-sungguh bahwa Muhammad
adalah nabi dan rasul terakhir yang diutus ke dunia oleh Allah.53 Dan apabila
mengutip keterangan dari kamus besar bahasa Indonesia Islam ialah agama
yang diajarkan oleh nabi Muhammad, berpedoman pada kitab suci Alquran
yang diturnkan ke dunia melalui wahyu Allah Swt.
Secara umum, seluruh manusia membutuhkan bimbingan
keagamaan dikarenakan dengan bimbingan keagamaan setiap orang akan
dapat mengetahui akan ajaran agama yang baik dan benar. Di dalam Islam
sendiri pembimbingan keagamaan bisa disebut dengan berdakwah, dakwah
yakni mengajak seluruh umat manusia kepada jalan yang benar (Islam).
Kehidupan bangsa arab pra-Islam dikenal dengan sebutan jahiliyah.
Kehidupan Jahiliyah ditandai antara lain oleh adanya penyimpangan dalam
bebagai aspek kehidupan manusia, terutama menyangkut aspek aqidah dan
akhlak. Peradaban manusia yang dengan susah payahnya dibangun berabad-
abad lamanya kini menuju kehnacuran. Manusia kembali biadab seperti
sebelumnya. Ini dapat dilihat dari adanya ketegangan- ketegangan atau
konflik etnik yang menimbulkan peperangan antar suku yang
berkepanjangan. Kata Quthub, sejak permulaan abad XX, kayakinan di atas
53 https://id.wikipedia.org/wiki/Islam
52
mulai goyah karena terbukti watak ilmu pengetahuan itu tidak pernah tetap
dan selalu berubah-ubah.
Temuan-temuannya setiap saat dapat dikoreksi. Disamping
mempertuhankan ilmu pengetahuan, mereka menurut Quthub telah pula
menetapkan tuhan-tuhan baru, yakni produksi (al-intaj), harta benda (al-
mal), dan kesenangan hidup (al-ladzdzat). Sementara mereka yang berada
di Blok Timur seperti Rusia, dengan sedikit perbedaan, telah pula menolak
dan kufur kepada Tuhan Yang Maha Esa. Sebagai gantinya mereka
menetapkan tuhan-tuhan baru, yaitu materi, ekonomi dan Karl marx (1818-
1883).54
Untuk melihat peran dan fungsi agama, sebenarnya agama
mencakup sebagai pedoman hidup manusia. Semua hal yang terjadi dapat
di sangkut pautkan terhadap agama. Pada dasarnya, agama berperan sebagai
pedoman hidup bagi manusia yang akan menghantarkannya kejalan
“keselamatan”, baik di dunia maupun di akhirat kelak. Karena itu agama
ialah suatu sistem yang total. Meliputi seluruh sektor kehidupan manusia.
Oleh sebab itui pula maka agama akan selalu memepertautkan dirinya
dengan semua persoalan kemanusiaan yang dihadapi manusia.55
Dan di dalam agama Islam sendiri perspektif mengenai agama ialah
mengajak seseorang menuju jalan yang benar, dalam hal ini disebut dakwah.
54 Ismail, Ilyas, Paradigma Dakwah Sayyid Quthub, (Jakarta: Penamadani,2006), h. 131. 55 Sanusi, Ahmad, Agama di tengah Kemiskinan, (Jakarta: PT. Logos Wacana Ilmu, 1999), h.
47-48.
53
Islam datang kedunia ini untuk menyebarlusakan dakwah dan untuk
membangun suatu negri (Daulah). Islam tampil di dunia untuk
menyebarluaskan dakwah dan panggilan Allah di bumi dan membawa kabar
gembira bagi penduduknya, sekaligus untuk membangun suatu
pemerintahan yang menjamin kehidupan manusia yang teratur dan terarah
dan memberikan perlindungan kepadanya dari kejahatan dirinya sendiri dan
kejahatan orang lain.56
Setiap manusia memang diserukan untuk berdakwah sebagaimana
yang telah di firmaankan oleh Allah SWT di dalam Al-qura’an surat Ali
Imran ayat 110:
Artinya: “Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk
manusia, menyuruh kepada yang ma'ruf, dan mencegah dari yang munkar,
dan beriman kepada Allah. Sekiranya ahli kitab beriman, tentulah itu lebih
baik bagi mereka, di antara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan
mereka adalah orang-orang yang fasik.” (QS Ali Imran [3]: 110)
56 Fadhlullah, Muhammad Husein, Metodologi Dakwah Dalam Alquran, Pegangan Bagi Para
Aktivis, (Jakarta: PT Lentera Basritama, 1997), h. 12-13
54
2. Pengertian Nusantara
Nusantara sendiri dalam keterangan kamus besar bahasa Indonesia
ialah sebutan bagi seluruh bagian wilayah Indonesia. Dan apabila mengutip
keterangan dari Wikipedia bahwa Nusantara merupakan istilah yang dipakai
untuk menggambarkan wilayah kepulauan yang membentang dari Sumatera
sampai Papua, yang sekarang sebagian besar merupakan wilayah Negara
Indonesia. Kata ini tercatat pertama kali dalam literatur berbahasa Jawa
Pertengahan (abad ke-12 hingga ke-16) untuk menggambarkan konsep
kenegaraan yang dianut Majapahit. Setelah sempat terlupakan, pada awal
abad ke-20 istilah ini dihidupkan kembali oleh Ki Hajar Dewantara, sebagai
salah satu nama alternatif untuk negara merdeka pelanjut Hindia Belanda
yang belum terwujud. Ketika penggunaan nama "Indonesia" (berarti
Kepulauan Hindia) disetujui untuk dipakai untuk ide itu, kata Nusantara
tetap dipakai sebagai sinonim untuk kepulauan Indonesia. Pengertian ini
sampai sekarang dipakai di Indonesia. Akibat perkembangan politik
selanjutnya, istilah ini kemudian dipakai pula untuk menggambarkan
kesatuan geografi-antropologi kepulauan yang terletak di antara benua Asia
dan Australia, termasuk Semenanjung Malaya namun biasanya tidak
mencakup Filipina. Dalam pengertian terakhir ini, Nusantara merupakan
padanan bagi Kepulauan Melayu (Malay Archipelago), suatu istilah yang
55
populer pada akhir abad ke-19 sampai awal abad ke-20, terutama dalam
literatur berbahasa Inggris.57
Perihal penggunaan kata Nusantara ada yang mengatakan bahwa
berasal dari dua kata bahasa Sanskerta, yaitu nusa yang berarti “pulau” dan
antara yang berarti “luar”. Dapat disimpulkan bahwa Nusantara ialah
sinonim dari Indonesia, selain itu pula tak terlepas dari hisoris dan kultur
yang terdapat di dalamnya.
3. Islam Nusantara
Akhir-akhir ini wacana “Islam Nusantara” menyita perhatian
masyarakat Islam di Indonesia. Banyak pihak meresponnya dengan dengan
berbagai bentuk ekspresi, seperti menjadi tema diskusi, atau berargumentasi
di media massa bahkan berkicau di media sosial. Dari berbagai diskusi
tersebut tampak optimisme dan juga pesimisme. Terlepas pro dan kontra
yang ada perihal wacana Islam Nusantara, yang pasti Islam Nusantara telah
menambah topik wacana keIslaman di Indonesia.
Islam Nusantara yang menjadi tema utama mukhtamar Nahdatul
Ulama (NU) ke-33 di Jombang pada 1-5 Agustus 2015 menuai debat publik
yang ramai. Hal itu disebabkan perbedaan pandangan antara Islam
Nusantara merupakan satu hal yang baik bagi Islam di Indonesia, namun
ada pihak satunya lagi berpendapat bahwa Islam Nusantara adalah produk
sinkretisme yang menjadikan Islam Nusantara itu sesat. Bagi kalangan NU,
57 https://id.wikipedia.org/wiki/Nusantara
56
Islam Nusantara bukanlah sakte atau aliran baru, dan tidak di maksudkan
untuk mengubah doktrin Islam. Perihal istilah Islam Nusantara ini banyak
dari khalayak yang berbeda persepsi satu sama lain, tak jarang sekelas
ulama pun menuai kubu pro dan kontra. Bahkan setelah bergulirnya istilah
Islam Nusantara tak jarang dari khalayak saling berdebat satu sama lain
antara kubu yang pro dan kubu kontra. Seperti yang digulirkan pimpinan
Front Pembela Islam (FPI) Habib Rizieq yang langsung merespon perihal
istilah tersebut, Habib Rizieq mengatakan bahwa Islam Nusantara ialah
produk kaum Sepilis (Sekularisme, Pluralisme dan Liberalisme) yang sesat
dan wajib ditolak.58 Sifat FPI yang sangat keras perihal munculnya istilah
Islam Nusantara sangtalah kuat, hal ini menyebabkan timbulnya
perselisihan di antara khalayak, karena bagimana pun FPI dan Habib Rizieq
sama-sama berpengaruh di khalayak luas. Sebab khalayak cenderung hanya
menerima dan mendengarkan kepada tokoh yang ia kagumi saja, tanpa bisa
terbuka pada pendapat tokoh lainnya. Bahkan sempat ada nyinyiran bahwa
disaat adanya Islam Nusantara, kalangan yang kontra menamakannya JIN
(Jemaat Islam Nusantara) dan lebih bernafaskan primordialis yang sangat
kental, seperti mengolok-olok bahwa Nabinya Jemaat Islam Nusantara pasti
orang jawa, dan disaat wafat nanti akan di kafani dengan kain batik.59
58 http://www.suara-Islam.com/read/index/14628/jemaat-Islam-nusantara--JIN---paham-sesat-
menyesatkan. Selasa (16/06/2015). 59 http://www.suara-Islam.com/read/index/14663/ Islam-nusantara-sudah-pasti-sesat. Selasa
(16/06/2015).
57
Walaupun sebenarnya istilah Islam Nusantara sudah pernah di
terangkan oleh pimpinan Nahdatul Ulama, Seperti dilansir di portal berita
Republika.co.id Said Aqil menerangkan bahwa Islam Nusantara bukanlah
mazhab atau aliran tertentu, melainkan tipologi, ciri khas Islam Nusantara
adalah Islam yang melebur dengan budaya. Islam Nusantara adalah Islam
yang tidak memusuhi atupun membrangus budaya yang ada. Justru budaya
setempat diakomodir dan dilestarikan selama tidak bertentangan dengan
aturan atau syariat Islam.60 Selain itu Abdurrahman Wahid di dalam
tulisannya yang berjudul “Pribumisasi Islam” mengatakan bahwa
Pribumisasi Islam bukanlah ‘Jawanisasi’ atau sinkretisme, sebab
pribumisasi Islam hanya mempertimbangkan kebutuhan-kebutuhan lokal di
dalam merumuskan hukum-hukum agama, tanpa menambahkan hukum itu
sendiri.61 Selain itu tokoh muda Nahdatul Ulama Ali Masykur Musa
mengatakan bahwa Pancasila adalah Aktualisasi Islam Indonesia, Pancasila
adalah legacy terbesar para Founding Father, termasuk para tokoh Islam.62
Seperti yang dikatakan oleh Ahkmad Sahal yang dikutip oleh Musa
Ali Masykur bahwa karakteristik Islam Nusantara yang digambarkan
sebagai toleran, ramah, dan akomodatif terhadap budaya dan tradisi lokal
punya peraturan yang erat dengan paham Ahlussunah wal Jamaah atau
60Http://www.Republika.co.id/berita/dunia-Islam/Islam-nusantara/15/08/02/nsfm31334-kiai-
said-Islam-nusantara-untuk-indonesia. Minggu (02/08/2015). 61 Akhmad Sahal, Munawir Aziz. Islam Nusantara Dari Ushul Fiqh Hingga Paham
Kebangsaan, (Bandung:PT Mizan Pustaka, 2015), h. 35 62 Musa Ali Masykur. Membumikan Islam Nusantara respon Islam Terhadap Isu-Isu Aktual,
(Jaklarta: PT Serambi Ilmu Semesta,2014), h. 282
58
Aswaja. Menurut KH. Said Aqil, Aswaja sejatinya lebih merupakan suatu
metode berpikir (manhaj al-fikr), ketimbang suatu mazhab. Paham Aswaja
bisa diibartkan sebagai sebuah tenda besar yang di dalamnya memuat
banyak aliran dan mazhab pemikiran. Ciri utama manhaj atau paham
tersebut sangatlah lentur, fleksibel. Kelenturan ini sering dirumuskan
sebagai tawassuth (berada di tengah-tengah), tawazun (seimbang), I’tidal
(tegak lurus), dan tasamuh (Toleran). Dan perlu diingat, ciri ini meliputi
semua aspek kehidupan-akidah, syariat, muamalat, akhlak-tasawuf, dan
sosial-politik.63
Berbicara perihal Islam Nusantara tak dapat di lepaskan dengan
pemikiran Nahdatul Ulama, karena bagaimana pun istilah tersebut di
cetuskan pertama oleh KH. Said Aqil yang notabene ialah pentolan
Nahdatul Ulama saat ini. Namun apabila di telisik lagi, Istilah Islam
Nusantara memang baru muncul belakangan ini, namun wacana tengang
Islam Nusantara sudah bergulir sejak lama, seperti artikel yang berjudul
“Pribumisasi Islam” karya Abdurrahman Wahid yang mengatakan bahwa
pribumisasi Islam sudah terjadi sejak walisongo menyebarkan ajaran
Agama Islam di Nusantara ini, ini terlihat dari kultural, masjid demak
adalah sebuah contoh yang kongkrit dari upaya rekonsiliasi atau akomodasi
itu. Ranggon atau atap yang berlapis pada masjid tersebut diambil dari
63 Musa Ali Masykur. Membumikan Islam Nusantara Respon Islam Terhadap Isu-Isu Aktual,
h. 22.
59
konsep “meru” dari masa pra-Islam (Hindu-Budha) yang terdiri dari
Sembilan susun, sunan Kalijaga memotongnya menjadi tiga susun saja,
melambangkan tiga tahap keberagaman seorang muslim, iman, Islam, dan
ihsan.64
Bahkan Akhmad Sahal mengatakan bahwa dialektis antar teks
syariat dan konteks budaya Nusantara dengan berpatokan pada prinsip
maslahat pada gilirannya melahirkan wawasan dan orentasi politik yang
subtantif. Menurtnya Islam tidak dipahami melalui pendekatan legal-
formalistik atau membenturkan dengan realitas secara frontal, melainkan
luwes dan fleksibel. Ini dilihat pada penerimaan Nahdatul Ulama dan
Muhammadiyah terhadap negara pancasila sebag sistm politik yang bukan
hanya bertentangan dengan syariah, tetapi juga dianggap sebagai sistem
yang syar’I dan juga Islami. Simak, pendapat yang di lontarkan oleh KH.
Sahal Mahfudh dalam menerima sistem demokrasi dan paham kebangsaan,
menurut KH. Sahal, muara Fiqh adalah terciptanya keadilan sosial di
masyarakat. Dasarnya di antaranya adalah pernyataan Ali bin Abi Tholib:
“kekuasaan, negara, bisa berdiri tegak dengan keadilan meskipun ma’a
alkufri (di tangan orang kafir) dan negara itu akan hancur dengan ke zaliman
meskipun ma’a al-muslimin (di tangan orang muslim)’dan Ibnu Taimiyah
mengatakan “Allah akan menegakan negara yang adil meskipun (negara)
64 Akhmad Sahal, Munawir Aziz. Islam Nusantara Dari Ushul Fiqh Hingga Paham
Kebangsaan, h. 34.
60
kafir dan Allah akan menghancurkan negara yang zalim meskipun (negara)
muslim”.65 Senafas dengan pendapat yang lain, KH. Mustofa bisri atau yang
sering disapa Gus Mus mengatakan bahwa sebenarnya banyak orang selama
ini mengamalkan Islam Nusantara, namun ikut serta pula terhadap istilah
Islam Nusantara bahkan mempertanyakan “Islam Nusantara itu makhluk
apa?”.
Islam yang selama ini kita jalani—orang nusantara ini—ternyata
menjadi unik dan menarik setelah setelah maraknya fenomena keberagaman
kelompok di luar yang menamakan diri muslim dan membawa bendera
Islam, namun meresah gelisahkan dunia.66 Memang sepertinya maksud dan
tujuan dari istilah Islam Nusantara bukanlah untuk membentuk suatu aliran
baru atau bahkan agama baru, karena apabila di amati lagi istilah Islam
Nusantara hanyalah bermuara pada konteks sosiologis dan fiqh saja, tak
melebar ke permasalahan aqidah di mana akhirnya ada nabi baru dan
sebaginya. Konteks Islam Nusantara hanya sebagai pola pikir dan kekhas
geografis dan kultural semata, seperti penggunaan kosa kata antar Langgar
dengan Musholah, memang terlihat sedikit bernafaskan anti terhadap
Arabisasi walaupun tak pernah di haruskan pula untuk memakai istilah-
istilah tersebut. Apabila dilihat dari nilai positifnya memang Islam
Nusantara memiliki nilai positif untuk mempertahankan kultural lokal yang
65Akhmad Sahal, Munawir Aziz. Islam Nusantara Dari Ushul Fiqh Hingga Paham
Kebangsaan, h. 24-25. 66 Akhmad Sahal, Munawir Aziz. Islam Nusantara Dari Ushul Fiqh Hingga Paham
Kebangsaan, h. 14
61
memang sudah lebih ada lebih dulu sebelum para saudagar-saudagar
muslim datang ke Nusantara, Gus Dur pernah mengatakan bahwa
“datangnya Islam ke Nusantara bukanlah untuk merubah budaya kita
menjadi budaya Arab, bukan untuk merubah Aku jadi ente, sampeyan
menjadi antum, sedulur jadi akhi. Kita pertahankan milik kita, kita harus
filtrasi ajarannya, tapi bukan budayanya”.
Selaras dengan pendapat yang lain, Muhammad Sulton Fatoni
berpendapat di tulisannya yang berjudul “NU dan Islam Nusantara” bahwa
Islam Nusantara bukanlah “agama baru” sebagaimana yang dikhawatirkan
beberapa kalangan yang sudah jenuh dengan konflik Syiah-Wahabi. Islam
Nusantara juga bukan aliran baru seperti ketakutan beberapa orang yang
telah masuk dalam pusaran pertentangan JIL-Anti JIL. Islam Nusantara
adalah wajah keIslaman yang ada di Asia Tenggara, termasuk Indonesia di
dalamnya. Ajaran Islam yang terimplementasi di tengah masyarakat yang
mental dan karakternya dipengaruhi struktur wilayah kepulauan. Praktik
keIslaman tersebut tercermin dalam perilaku sosial budaya muslim
Indonesia yang moderat (tawassuh), menjaga keseimbangan (Tawazun),
dan toleransi (tasamuh).67 Ali Maskur Musa di dalam bukunya
“membumikan Islam Nusantara” menegaskan bahwa salah satu pesan
penting dari misi Nabi Muhammad SAW ialah menyebar luaskan
67 Akhmad Sahal, Munawir Aziz. Islam Nusantara Dari Ushul Fiqh Hingga Paham
Kebangsaan, h. 235.
62
pemahaman Islam yang menjadi rahmat untuk seluruh alam, meskipun
secara geografis Islam hadir di tengah-tengah masayarakat Arab, namun
pesan universal yang dibawa oleh Rasulullah tidak terbatas secara lokal
namun menjangkau jauh melampaui batas-batas geografis, menghapus
sekat-sekat kesukuan.68 Dari perkatannya tersebut dapat dicerna bahwa
Islam tak terbatas pada batas-batas geografis, dalam hal ini Arab.
Dapat dilihat dari bebrerapa pendapat mengenai istilah “Islam
Nusantara” bahwa sebenarnya ialah keIslaman yang khas dengan
kenusantaraan, dalam hal ini Indonesia. Bisa dikatakan seperti ini
dikarenakan ke majemukan kebetragaman yang berada di nusantara ini.
Bahkan di gadang-gadang bahwa konsepan Islam Nusantara ini sudah ada
sejak jaman walisongo terdahulu, di mana nilai toleransi terhadap antar
umat beragamalah yang paling di tinggikan. Seperti pada abad ke 16 M
kesultanan Demak, ketua penasihat agama dari Sultan Demak, yaitu Ja’far
Sadiq Azmatkhan atau yang terkenal sebagai Sunan Kudus, melarang umat
Islam meneyembelih sapi dalam wilayah territorial Kudus (Jawa tengah),
hal ini semata-mata karena penghormatan pada Agama Hindu akan
kesucian binatang tersebut.69 Dapat dilihat bahwa keIslaman di nusantara
memang mempunyai ke khasannnya sendiri. Oleh sebab itu Islam bukanlah
sebuah agama primordialis, dan Islam tak terbatas pada simbol-simbol
68 Musa, Ali Masykur, Membumikan Islam Nusantara, Respon Islam terhadap Isu-isu Aktual,
h. 9. 69 Akhmad Sahal, Munawir Aziz. Islam Nusantara Dari Ushul Fiqh Hingga Paham
Kebangsaan, h. 199.
63
kesukuan tertentu, dan konsepsi rahmatan lil alamin yang di bawa oleh nabi
cocok dengan konsepan ke Bhineka tunggal ika-an nya Indonesia.
64
BAB III
GAMBARAN UMUM
A. Profil Mediaindonesia.com
1. Sejarah Singkat Media Indonesia
Media Indonesia termasuk kedalam surat kabar nasional yang cukup
tua, Media Indonesia pertama kali diterbitkan pada tanggal 19 Januari 1970,
sebagai surat kabar umum pada masa itu, Media Indonesia baru bisa terbit
4 halaman dengan tiras yang amat terbatas. Berkantor di Jl. MT. Haryono,
Jakarta, disitulah sejarah panjang Media Indonesia berawal. Lembaga yang
menerbitkan Media Indonesia adalah Yayasan Warta Indonesia. Tahun
1976, surat kabar ini kemudian berkembang menjadi 8 halaman. Sementara
itu perkembangan regulasi di bidang pers dan penerbitan terjadi. Salah
satunya adalah perubahan SIT (Surat Izin Terbit) menjadi SIUPP (Surat Izin
Usaha Penerbitan Pers). Karena perubahan ini penerbitan dihadapkan pada
realitas bahwa pers tidak semata menanggung beban idealnya tapi juga
harus tumbuh sebagai badan usaha. Dengan kesadaran untuk terus maju,
pada tahun 1988 Teuku Yousli Syah selaku pendiri Media Indonesia
bergandeng tangan dengan Surya Paloh, mantan pimpinan surat kabar
Prioritas. Dengan kerjasama ini, dua kekuatan bersatu : kekuatan
pengalaman bergandeng dengan kekuatan modal dan semangat. Maka pada
tahun tersebut lahirlah Media Indonesia dengan manajemen baru dibawah
65
PT. Citra Media Nusa Purnama. Surya Paloh sebagai Direktur Utama
sedangkan Teuku Yousli Syah sebagai Pemimpin Umum, dan Pemimpin
Perusahaan dipegang oleh Lestary Luhur. Sementara itu, markas usaha dan
redaksi dipindahkan ke Jl. Gondandia Lama No. 46 Jakarta. Awal tahun
1995, bertepatan dengan usianya ke 25 Media Indonesia menempati kantor
barunya di Komplek Delta Kedoya, Jl. Pilar Mas Raya Kav.A-D, Kedoya
Selatan, Jakarta Barat. Di gedung baru ini semua kegiatan di bawah satu
atap, Redaksi, Usaha, Percetakan, Pusat Dokumentasi, Perpustakaan, Iklan,
Sirkulasi dan Distribusi serta fasilitas penunjang karyawan. Sejarah panjang
serta motto "Pembawa Suara Rakyat" yang dimiliki oleh Media Indonesia
bukan menjadi motto kosong dan sia-sia, tetapi menjadi spirit pegangan
sampai kapan pun. Sejak Media Indonesia ditangani oleh tim manajemen
baru di bawah payung PT Citra Media Nusa Purnama, banyak pertanyaan
tentang apa yang menjadi visi harian ini dalam industri pers nasional. Terjun
pertama kali dalam industri pers tahun 1986 dengan menerbitkan harian
Prioritas. Namun Prioritas memang kurang bernasib baik, karena belum
cukup lama menjadi koran alternatif bangsa, SIUPP-nya dibatalkan
Departemen Penerangan. Antara Prioritas dengan Media Indonesia memang
ada "benang merah", yaitu dalam karakter kebangsaannya. Surya Paloh
sebagai penerbit Harian Umum Media Indonesia, tetap gigih berjuang
mempertahankan kebebasan pers. Wujud kegigihan ini ditunjukkan dengan
mengajukan kasus penutupan Harian Prioritas ke pengadilan, bahkan
66
menuntut Menteri Penerangan untuk mencabut Peraturan Menteri No.01/84
yang dirasakan membelenggu kebebasan pers di tanah air . Tahun 1997,
Djafar H. Assegaff yang baru menyelesaikan tugasnya sebagai Dua Besar
di Vietnam dan sebagai wartawan yang pernah memimpin beberapa harian
an majalah, serta menjabat sebagai Wakil Pemimpin Umum LKBN Antara,
oleh Surya Paloh dipercayai untuk memimpin harian Media Indonesia
sebagai Pemimpin Redaksi. Saat ini Djafar H. Assegaff dipercaya sebagai
Corporate Advisor. Para pimpinan Media Indonesia saat ini adalah :
Direktur Utama dijabat oleh Lestari Moerdijat, Direktur Pemberitaan
dijabat oleh Usman Kansong dan dibidang usaha dipimpin oleh Alexander
Stefanus selaku Direktur Pengembangan Bisnis.
2. Manajemen dan Redaksi Media Indonesia
Pendiri: Drs. H. Teuku Yousli Syah MSi (Alm)
Direktur Utama: Lestari Moerdijat
Direktur Pemberitaan/Penanggung Jawab: Usman Kansong
Deputi Direktur Pemberitaan: Gaudensius Suhardi
Direktur Pengembangan Bisnis: Shanty Nurpatria
Direktur Keuangan dan Administrasi: Firdaus Dayat
67
Dewan Redaksi Media Group:
Bambang Eka Wijaya, Djadjat Sudradjat, Elman Saragih, Gaudensius
Suhardi, Laurens Tato, Lestari Moerdijat, Rahni Lowhur Schad, Saur
Hutabarat (Ketua), Suryopratomo, Usman Kansong
Redaktur Senior: Djadjat Sudradjat, Elman Saragih, Laurens Tato
Kepala Divisi Pemberitaan: Teguh Nirwahyudi
Kepala Divisi Content Enrichment: Ade Alawi
Kepala Divisi Artistik & Foto: Hariyanto
Asisten Kepala Divisi Pemberitaan:
Haryo Prasetyo, Jaka Budisantosa, Mochamad Anwar Surahman, Ono
Sarwono, Rosmery C. Sihombing, Sabam Sinaga, Victor JP Nababan
Kepala Sekretariat Redaksi: Sadyo Kristiarto
Redaktur:
Adiyanto, Agus Mulyawan, Agus Triwibowo, Agus Wahyu Kristianto,
Ahmad Punto, Anton Kustedja, Aries Wijaksena, Basuki Eka P, Bintang
Krisanti, Cri Qanon Ria Dewi, Denny Parsaulian Sinaga, Eko Rahmawanto,
Eko Suprihatno, Henri Salomo, Ida Farida, Iis Zatnika, Irana Shalindra, M.
Soleh, Mathias S. Brahmana, Mirza Andreas, Patna Budi Utami,
Soelistijono, Sitria Hamid, Widhoroso, Windy Dyah Indriantari
68
Staf Redaksi:
Abdillah M. Marzuqi, Adam Dwi Putra, Adhi M Daryono, Agung Wibowo,
Ahmad Maulana, Akhmad Mustain, Anata Syah Fitri, Andhika Prasetyo,
Arief Hulwan Muzayyin, Asni Harismi, Astri Novaria, Budi Ernanto,
Cornelius Eko, Christian Dior Simbolon, Deri Dahuri, Dero Iqbal
Mahendra, Dwi Tupani Gunarwati, Dzulfikri, Emir Chairullah, Eni
Kartinah, Fario Untung, Fathia Nurul Haq, Fetry Wuryasti, Gabriela Jessica
Restiana Sihite, Gana Buana, Ghani Nurcahyadi, Golda Eksa, Haufan H.
Salengke, Hera Khaerani, Heryadi, Hillarius U. Gani, Iqbal Musyaffa, Irene
Harty, Irvan Sihombing, Iwan Kurniawan, Jonggi Pangihutan M, Maggie
Nuansa Mahardika, Mohamad Irfan, Muhamad Fauzi, Nur Aivanni
Fatimah, Nurtjahyadi, Panca Syurkani, Permana Pandega Jaya, Puput
Mutiara, Putri Anisa Yulianti, Raja Suhud V.H.M, Ramdani, Retno
Hemawati, Richaldo Yoelianus Hariandja, Rommy Pujianto, Rudy
Polycarpus, Selamat Saragih, Sidik Pramono, Siswantini Suryandari, Siti
Retno Wulandari, Sugeng Sumariyadi, Sulaiman Basri, Sumaryanto,
Susanto, Syarief Oebaidillah, Tesa Oktiana Surbakti, Thalatie Yani,
Thomas Harming Suwarta, Usman Iskandar, Wisnu AS, Zubaedah Hanum.
Mediaindonesia.com
Asisten Kepala Divisi : Ahmad Punto
69
Staf Redaksi:
Budi Haryanto, Dedy Priyanto, Fazri Al Fauza, Muhammad Syaifullah,
Panji Arimurti, R.M Zen, Ricky Julian, Vicky Gustiawan.81
B. Profil Republika.co.id
1. Sejarah Singkat Republika.co.id
ROL hadir sejak 17 Agustus 1995, dua tahun setelah Harian
Republika terbit. ROL merupakan portal berita yang menyajikan informasi
secara teks, audio, dan video, yang terbentuk berdasakan teknologi
hipermedia dan hiperteks. Dengan kemajuan informasi dan perkembangan
sosial media, ROL kini hadir dengan berbagai fitur baru yang merupakan
percampuran komunikasi media digital. Informasi yang disampaikan
diperbarui secara berkelanjutan yang terangkum dalam sejumlah kanal,
menjadikannya sebuah portal berita yang bisa dipercaya.
Republika diterbitkan atas kehendak mewujudkan media massa
yang mampu membawa bangsa menjadi kritis dan berkualitas serta mampu
memberikan informasi yang dapat membuka mata khalayak, yakni bangsa
yang mampu sederajat dengan bangsa maju lainnya di dunia. Kehendak
melahirkan masyarakat demikian searah dengan tujuan, cita-cita, dan
program Ikatan Cendikiawan Muslim se-Indonesia (ICMI) yang dibentuk
pada 5 desember 1990. Salah satu program ICMI yang disebarkan ke
81 Lampiran
70
seluruh Indonesia, yakni mencerdaskan kehidupann bangsa melalui
program peningkatan 5K, yaitu: kualitas iman, kualitas hidup, kualitas
kerja, kualitas karya, dan kualitas pikir.82
Pada Tahun 1995, Repubika menyajikan layanan berita di situs
Web internet, dengan alamat Republika.co.id. Selanjutnya disebut sebagai
Republika.co.id. Republika yangs erring disebut sebagai ROL hadir setelah
sekitar dua tahun setelah surat kabar republika terbit. Sebagai situs berita
pada saat itu muatan ROL hanya menduplikat materi berita-berita koran
Republika secara lengkap.
2. Profil Pembaca Republika.co.id
82 http://www.icmi.or.id/organisasi/sejarah
71
83
3. Manajemen dan Redaksi Republika.co.id
Pemimpin Redaksi: Irfan Junaidi
Wakil Pemimpin Redaksi: Nur Hasan Murtiaji
Redaktur Pelaksana ROL: Maman Sudiaman
Wakil Redaktur Pelaksana ROL: Joko Sadewo
83 http://www.Republika.co.id/page/about
72
Asisten Redaktur Pelaksana ROL:
Didi Purwadi, Muhammad Subarkah, Budi Rahardjo
Tim Redaksi:
Agung Sasongko, Bayu Hermawan, Bilal Ramadhan, Esthi
Maharani,Hazliansyah, Ilham Tirta, Indira Rezkisari, Israr Itah, Winda
Destiana Putri, Yudha Manggala Putra, M.Amin Madani, Sadly Rachman,
Ririn Liechtiana, Fian Firatmaja, Ani Nursalikah, Angga Indrawan, Dwi
Murdaningsih, Nidia Zuraya, Nur Aini, Teguh Firmansyah, Andi Nur
Aminah, Karta Raharja Ucu, Andri Saubani, Agus Yulianto, Reiny
Dwinanda
Tim Sosmed:
Fanny Damayanti, Asti Yulia Sundari, Dian Alfiah, Inarah
Tim IT dan Desain:
Mohamad Afif, Mufti Nurhadi, Abdul Gadir, Nandra Maulana Irawan,
Mardiah, Kurnia Fakhrini
Kepala Support dan GA: Slamet Riyanto
Tim Support: Firmansyah
Sekred: Erna Indriyanti
Rolshop: Riky Romadon
73
PT Republika Media Mandiri
Direktur Utama Republika: Agoosh Yoosran
Wakil Direktur Utama: Mira Rahardjo Djarot
Direktur Operasional: Arys Hilman Nugraha
Direktur Marketing: Ronggo Sadono
GM Marketing dan Sales: Yulianingsih Yamin
74
BAB IV
TEMUAN DAN ANALISIS DATA
Di dalam bab ini penulis akan menguraikan temuan data serta analisis
pemberitaan mengenai Islam Nusantara di dua portal berita yang berbeda.
Pendekatan kualitatif menjadi pilihan penulis untuk merampungkan penelitian
analisis wacana model Teun A Van Dijk. Pada umumnya, model analisis wacana
van Dijk ini menganalisis tiga elemen yaitu analisis dari segi teks, kognisi sosial,
dan konteks sosial yang akan dibahas di bab ini.1
A. Analisis Struktur Teks Pemberitaan Islam Nusantara pada
Republika.co.id dan Mediaindonesia.com
Analisis struktur teks akan dibagi menjadi 3 bagian besar yaitu struktur
makro, superstruktur, dan struktur mikro. Struktur makro sendiri berbicara
mengenai tematik yang ditulis pada pemberitaan Islam Nusantara, tematik itu
sendiri menganalisis mengenai garis besar hingga gagasan dari pemberitaan
Islam Nusantara.2 Sedangkan superstruktur berbicara mengenai skematik yang
menggarisbawahi bagaimana pendapat disusun dan dirangkai pada pemberitaan
Islam Nusantara, lalu yang terakhir adalah struktur mikro yang dibagi menjadi
semantik, sintaksis, stilistik, dan retoris pada pemberitaan Islam Nusantara di
media online Republika.co.id dan Mediaindonesia.com.3
1 Teun A Van Dijk, News as Discourse, (Amsterdam: University of Amsterdam, 1988), h. 30. 2 Eriyanto, Analisis Wacana; Pengantar Analisis Teks Media, (Yogyakarta: LKiS, 2001), h.
231. 3 Eriyanto, Analisis Wacana, h. 232.
75
1. Pemberitaan Islam Nusantara pada Republika.co.id
a. Tematik
Elemen tematik menggarisbawahi gambaran umum dari sebuah
teks, dalam penelitian ini adalah teks pemberitaan Islam Nusantara.4
Dengan pengertian lain, elemen tematik sering disebut juga sebagai
gagasan inti, ringkasan, atau yang utama dari suatu teks. Van Dijk dalam
bukunya mengatakan topik sebagai properti dari arti atau isi teks.5 Hal
ini berarti topik sangat penting dalam pemahaman keseluruhan teks,
misalnya sebagai pembentukan koherensi global, dan mereka bertindak
sebagai semantik, kontrol top-down pada pemahaman lokal di tingkat
mikro.6 Topik dalam teks memang memainkan peran sentral, perannya
sebagai semantik selalu membuat pemahaman atas makna atau
informasi tidak terpotong dan mengalir dari awal hingga akhir. Tanpa
topik tidak mungkin untuk memahami apa teks tentang global atau
menyeluruh, kita hanya akan dapat memahami fragmen lokal teks alias
hanya sepotong informasi saja, tanpa pemahaman tentang hubungan
keseluruhan isi teks secara keseluruhan, hierarki, dan organisasi.7
Judul pemberitaan pada Republika.co.id kali ini adalah “Ulil:
Islam Nusantara Pararel dengan Katolik”. Tema yang terkandung dalam
pemberitaan Islam Nusantara pada Republika.co.id ini adalah Islam
4 Van Dijk, News as Discourse, h. 31. 5 Van Dijk, News as Discourse, h. 31. 6 Van Dijk, News as Discourse, h. 31. 7 Van Dijk, News as Discourse, h. 31.
76
Nusantara pada praktiknya pararel dengan Katolik, yang sangat lekat
dengan kultur lokal. Argumen Ulil didasari pada keresahan dirinya
terhadap pendapat yang dikeluarkan oleh Jonru Ginting yang kerap
mengkritik baik dirinya maupun para aktivis JIL dan pemerintah, yang
menjadikan Jonru sebagai seorang fundamentalis oleh Ulil.
Islam Nusantara sangat mungkin untuk diadaptasi oleh Islam di
Indonesia, bagi sebagian masyarakat meyakini bahwa konsepan Islam
Nusantara lah yang membuat kita hidup damai dan rukun, serta
membuat tidak adanya permasalahan terhadap budaya yang menjadi
warisan leluhur kita bersama. Namun sebagian fundamentalis masih
tetap pada pendapatnya yang menolak secara keras konsep Islam
Nusantara ini, sampai-sampai ada yang menganggap bahwa Islam
Nusantara ini bagaikan sakte baru yang bisa menyesatkan umat Islam
yang berada di Indonesia. Maka dari itu, Ulil kerap memberikan
keterangan ataupun pendapatnya melalui Twitter pribadi miliknya yang
sering terjadi perdebatan di antara Ulil dan pengikutnya, yang berujung
TwitWar8. Hal itulah yang menjadi tema pemberitaan di
Republika.co.id.
8 TwitWar adalah perang kata-kata melalui media sosial Twitter (www.twitter.com) dengan 140
karakter. (tekno.kompas.com).
77
b. Skematik
Level kedua dalam analisis wacana Van Dijk adalah superstruktur.
Skematik di sini adalah bagian dalam tingkatan superstruktur. Teks
wacana pada umumnya memiliki skema atau alur mulai dari
pendahuluan hingga akhir. Alur tersebut menunjukkan bagaimana
bagian-bagian dari teks disusun dan diurutkan sehingga membuat
kesatuan arti.9 Artinya adalah keberadaan semantik memberikan alur
berpikir terhadap suatu teks tertentu, dan membuat informasi yang
disampaikan mengalir ketika seseorang membacanya. Alur dari skema
ini mempunyai bentuk yang beragam, namun pada umumnya berita
terbagi menjadi dua skema besar yaitu, summary yang terdiri dari judul
dan lead, dan yang kedua adalah story yaitu isi berita secara
keseluruhan.10
Skema berita dalam pemberitaan Islam Nusantara di
Republika.co.id ini dimulai dengan judul berita yaitu “Ulil: Islam
Nusantara Paralel dengan Katolik”. Lalu dilanjutkan dengan paragraf
pembuka yang merupakan lead yaitu:
Pendiri Jaringan Islam Liberal (JIL) Ulil Abshar Abdalla menyindir tindak-tanduk aktivis Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Jonru Ginting. Jonru yang dikenal kerap mengkritik para aktivis JIL dan pemerintah, dinilai Ulil sebagai seorang fundamentalis.
9 Eriyanto, Analisis Wacana, h. 231. 10 Eriyanto, Analisis Wacana, h. 232.
78
Skema selanjutnya, yang kedua adalah story yang menguraikan
situasi yang merupakan proses atau jalannya peristiwa.11 Story dalam
teks berita ini muncul pada paragraf kedua. Berita diuraikan dengan
penjelasan atas judul yang diberikan untuk artikel pemberitaan tersebut
yang mengatakan Islam Nusantara mirip dengan ajaran Katolik. Lalu
Ulil mengkritik pernyataan Jonru dengan memberikan penjelasan
bahwa perbandingan Islam Nusantara paralel dengan ajaran Katolik,
bisa dibilang Islam liberal dengan Protestan liberal. Pernyataan
dilanjutkan dengan mencatut nama Jonru dan mengatakan Islam
“Jonru” dan dibandingkan dengan Protestan fundamentalis, dengan
artian Islam seorang Jonru merupakan Islam fundamentalis yang
tertutup.
Berita dipaparkan sebagai berikut:
“Jadi perbandingannya: Islam Nusantara paralel dg Katolik. Islam liberal dg Protestan liberal. Islam “Jonru” dg Protestan fundamentalis,” ujarnya melalui akun Twitter, @ulil. Dia pun melanjutkan, “Atau lebih tepatnya, Islam Jonru mirip Protestan fundamentalis.” “Ketika salah satu pengikutnya bertanya lebih lanjut, Ulil memberikan argumentasi mengapa membandingkan ajaran Islam Nusantara dengan Katolik. “Kemiripan dg Katolik dari segi kuatnya aspek tradisi dan kultur lokal.” Sedangkan bagian penutup dari berita ini menyoal kebiasaan Ulil
yang kerap kali melakukan TwitWar dengan pengikutnya di Twitter,
yang pada kali ini membawa almamater Ulil yang menurut wartawan
11 Eriyanto, Analisis Wacana, h. 232.
79
adalah seorang alumnus Universitas Harvard, pada nyatanya Ulil hanya
pernah belajar dan tidak menyelesaikan studinya. Ini pun menjadi suatu
hal yang harus di soroti pula, karena bagaimana pun seorang wartawan
pun harus mengetahui sosok seseorang yang akan ia angkat pada sebuah
pemberitaan. Pada teks berita tersebut dikatakan Ulil sering
menafsirkan Al-Quran sesukanya. Berikut teksnya:
Ulil kerap berdebat di lini masa mendapat serangan dari salah satu pengikutnya yang lain, yang menilai alumnus Universitas Harvard tersebut terksesan sesukanya menafsirkan Alquran. Dia dengan enteng menjawab bahwa Alquran itu isinya hasil pendapat para pengarang. “90% yang ada dalam sejarah Islam memamakai pendapatnya pengarang. Kalau ngga pake pendapat, ya ndak bisa.” Skema ini disusun berdasarkan gaya penulisan yang biasa
dilakukan oleh Republika.co.id yang tidak terlalu panjang. Skema yang
digunakan diurutkan sesuai dengan peristiwa antara lain kritik Ulil
terhadap Jonru dilanjutkan dengan TwitWar dengan salah saeorang
pengikutnya di Twitter.
c. Latar
Latar termasuk ke dalam bagian tingkat analisis struktur mikro
yakni semantik.12 Latar merupakan bagian berita yang dapat
memengaruhi semantik (arti) yang ingin ditampilkan. Perubahan latar
sangat penting karena bisa membuat logika teks menjadi kacau dan tidak
mengalir, bahkan mampu membuat semuanya terlihat berantakan dan
12 Eriyanto, Analisis Wacana, h. 234.
80
tidak masuk akal. Latar biasanya ditulis sebagai latar belakang suatu
berita atau peristiwa. Latar yang ditulis tersebut menentukan ke arah
mana pandangan khalayak dibawa oleh wartawan tersebut.13
Latar pemberitaan “Ulil: Islam Nusantara Pararel dengan Katolik”
ini muncul pada paragraf ketiga, isinya mencatut cuitan Ulil yang
mengkritik Jonru soal Islam Nusantara dan mengatakan jika Islam
Nusantara sama seperti Katolik.
“Jadi perbandingannya: Islam Nusantara paralel dg Katolik. Islam liberal dg Protestan liberal. Islam "Jonru" dg Protestan fundamentalis," ujarnya melalui akun Twitter, @ulil. Dia pun melanjutkan, "Atau lebih tepatnya, Islam Jonru mirip Protestan fundamentalis.”
Latar yang ingin ditampilkan wartawan pada pemberitaan ini
adalah mengajak pembaca untuk melihat akun Twitter milik Ulil yang
memberikan pernyataan itu, dalam artian semua peristiwa ini berada di
dunia maya, media sosial Twitter khususnya.
d. Detil
Detil juga masuk dalam semantik. Detil ini merupakan elemen
wacana yang berhubungan dengan kontrol informasi yang ditampilkan
seseorang. Elemen detil merupakan strategi bagaimana wartawan
mengekspresikan sikapnya dengan cara yang implisit.14 Informasi yang
di dalam detil ini idak dinyatakan secara jelas atau terang-terangan, hal
13 Eriyanto, Analisis Wacana, h. 235. 14 Eriyanto, Analisis Wacana, h. 238.
81
ini memerlukan analisis yang cukup tajam, karena hanya dengan
menganalisis makna sesungguhnya dari sebuah informasi bisa terlihat.
Detil yang hendak disampaikan penulis dalam pemberitaan “Ulil:
Islam Nusantara Pararel dengan Katolik” ini adalah ketika penulis
memaparkan bagaimana dampak yang diakibatkan dari omongan-
omongan Ulil yang dia tuliskan di Twitter. Pernyataan ini kerap
menimbulkan konflik karena tidak banyak orang yang setuju dengan
pemikiran liberal Ulil. Adu argumen sering terjadi di akun milik Ulil
tersebut seperti yang ada di paragraf 5.
Republika merupakan salah satu media yang cukup terlihat arah
pemberitaannya lebih ke hal-hal yang menyangkut Islam. Berkenaan
dengan Islam Nusantara, Ulil yang melihat Islam Nusantara dekat
dengan Islam Liberal menyuarakan di garda terdepan untuk
menyuarakan bahwa Islam Nusantara sama sekali tidak salah, bahkan
ini menjadi ciri khas tersendiri dari Indonesia. Islam Nusantara menjadi
sesuatu yang berharga karena hanya dimiliki oleh Indonesia yang kaya
akan budayanya. Detail lebih lanjut dari pemberitaan ini tidak
dipaparkan secara luas dan gamblang di lima paragraf berita ini. Sedang
penutup dari pemberitaan ini sendiri adalah berkaitan dengan kebiasaan
debat Ulil dengan khasanah Islam Liberal-nya dengan pengikutnya yang
beragam dan kerap terjadi perdebatan dirinya dengan pengikut-
pengikutnya. Selain itu, tidak adanya pengelaborasian lebih dalam
82
terhadap isi berita tersebut, seperti pada paragraph terakhir yang
mengatakan bahwa Ulil adalah seorang alumnus Harvard University,
nyatanya Ulil tidak pernah menyelesaikan studynya di kampus tersebut,
ini seolah-olah tetap ingin menggambarkan Ulil yang berpendidikan
tinggi dan cerdas, namun hal yang sering dilakukan oleh Ulil ialah
kegaduhan dan berakhir pada twitwar dari setiap statement yang ia buat
di media sosialnya. Selain itu, pada detil pemberitaan tersebut tidak
adanya perbandingan statement dan pendalaman pada konteks tersebut.
e. Maksud
Maksud hampir sama dengan elemen detil. Perbedaannya, jika
dalam detil informasi yang menguntungkan komunikator akan diuraikan
dengan detil yang panjang, maka dalam elemen maksud informasi yang
menguntungkan komunikator akan diuraikan secara eksplisit dan jelas.
Sebaliknya, informasi yang merugikan akan diuraikan secara tersamar,
implisit, dan tersembunyi.15 Maksud lebih mudah terlihat dari detil dan
tidak terlalu bertele-tele, informasi ini terlihat tegas, namun jika
memang informasi tidak menguntungkan bagi penulis artikel, maka
disampaikan secara tersembunyi.
Elemen maksud yang terkandung pada teks berita “Ulil: Islam
Nusantara Paralel dengan Katolik” adalah kebiasaan Ulil yang kerap
berdebat kusir di media sosial bisa diartikan bahwa sosok yang pro
15 Eriyanto, Analisis Wacana, h. 240.
83
terhadap Islam Nusantara adalah sosok yang kontroversial dan kerap
ditentang banyak ulama. Apalagi Ulil yang notabene sebagai akademisi
terkenal seperti di paragraf lima. Maka, kebenaran dari pernyataannya
tidak dapat diyakini secara penuh dan terlihat lebih condong negative
bahwa pemikiran Islam Nusantara di sokong dan di dukung oleh para
aktivis JIL, meski memang benar seperti itu, bagi para khalayak yang
anti dan menganggap JIL itu pun sesat, tidak kemungkinan dengan
konteks yang seperti itu akan berdampak pada konsepan Islam
Nusantara itu sendiri.
f. Pra Anggapan
Elemen wacana lainnya, pra-anggapan merupakan pernyataan
yang digunakan untuk mendukung makna suatu teks.16 Hampir serupa
dengan latar yang berupaya mendukung pendapat dengan jalan memberi
latar belakang. Kalau pra-anggapan adalah upaya mendukung pendapat
dengan memberikan premis yang dipercayai kebenarannya.17 Biasanya
mereka menyajikan data-data pendukung demi menguatkan
pendapatnya, sehingga tidak ada celah untuk mendebat informasi yang
disampaikan.
Bagian pra-anggapan yang ada dalam teks berita tersebut yakni
bagian berita yang memaparkan “Ulil pun membandingkannya dengan
16 Eriyanto, Analisis Wacana, h. 256. 17 Eriyanto, Analisis Wacana, h. 256.
84
Islam Nusantara yang belakangan ini kerap disuarakan Ketua Umum
PBNU Said Aqil Siradj. Hanya saja, Ulil menyatakan, Islam Nusantara
mirip dengan ajaran Katolik”.
Bagian pra-anggapan di dalam teks dibuat oleh penulis untuk
mendukung pernyataan yang dipandang terpercaya sehingga tidak perlu
dipertanyakan. Artinya bahwa, Islam Nusantara adalah Islam yang
memiliki kekhususan seperti agama Katolik. Pernyataan tersebut
terbentuk karena ada kesamaan aspek tradisi dan kebudayaan lokal,
meskipun tafsiran Ulil cenderung bertentangan dan berbeda dengan
tafsir pada umumnya, apalagi bagi khalayak yang beranggapan anti pada
sekuleritas dan pluralitas agama, maka pernyataan Ulil tersebut sama
saja menyamakan Islam Nusantara dengan katolik.
g. Koherensi
Koherensi adalah pertalian atau jalinan antarkata, atau kalimat
dalam teks. Dua buah kalimat yang menggambarkan fakta yang berbeda
dapat dihubungkan sehingga tampak koheren.18 Sehingga, fakta yang
tidak berhubungan sekalipun dapat menjadi berhubungan ketika
seseorang menghubungkannya.19 Tanpa adanya koherensi, dua fakta
yang disajikan oleh penulis tidak menjadi satu kesatuan, hanya berupa
dua fakta yang berdiri sendiri dan tidak ada hubungannya.
18 Eriyanto, Analisis Wacana, h. 241. 19 Eriyanto, Analisis Wacana, h. 242.
85
Bentuk koherensi yang terkandung dalam laporan utama ini yakni:
“Ulil yang kerap berdebat di lini masa mendapat serangan dari
salah satu pengikutnya yang lain, yang menilai alumnus Universitas
Harvard tersebut terkesan sesukanya menafsirkan ajaran Alquran”.
Kalimat di atas menggunakan kata hubung yang menyatakan tujuan
yaitu “yang”. Proposisi “upaya menekan Israel” dan “mau mengakui
Palestina merdeka makin kuat” adalah dua hal yang berlainan. Tetapi,
dengan menggunakan kata hubung “yang” dua hal tersebut menjadi
tampak koheren.
h. Leksikon
Leksikon ini merupakan elemen bagaimana seorang wartawan
atau penulis melakukan pemilihan kata atas berbagai kemungkinan kata
yang tersedia.20 Pemilihan kata tersebut tidak semata hanya kebetulan
saja, tetapi bisa jadi mengandung unsur ideologis yang menunjukkan
bagaimana pemaknaan seseorang terhadap suatu fakta.21 Pemilihan kata
bisa menggambarkan segmen tertentu dari orang-orang yang dituju
untuk membaca informasi yang disajikan, serta kata-kata eksklusif bisa
membuat teks menjadi terlihat lain daripada yang lain karena memiliki
eksklusivitas tersendiri, apalagi jika disampaikan dari narasumber yang
dicatut oleh penulis teks, membuatnya lebih meyakinkan lagi.
20 Eriyanto, Analisis Wacana, h. 255. 21 Eriyanto, Analisis Wacana, h. 255.
86
Kata fundamentalis dalam kalimat: Jonru yang dikenal kerap
mengkritik para aktivis JIL dan pemerintah, dinilai Ulil sebagai
seorang fundamentalis. Fundamentalis dalam Kamus Besar Bahasa
Indonesia (KBBI) berarti penganut gerakan keagamaan yang bersifat
kolot dan reaksioner yang selalu merasa perlu kembali ke ajaran agama
yang asli seperti yang tersurat di dalam kitab suci.22 Dalam kalimat
tersebut bernada ejekan kepada Jonru, yang menekankan jika Jonru
adalah orang yang bersifat kolot dan tidak terbuka dengan
kemungkinan-kemungkinan serta tafsiran-tafsiran baru. Kata
fundamentalis memang tidak banyak orang yang memahaminya atau
tidak umum digunakan oleh orang banyak, hanya segelintir orang yang
dekat dengan isu keagamaan yang memahami makna kata tersebut,
namun tetap digunakan oleh wartawan di berita yang ditulisnya.
Kata kultur dalam kalimat: Kemiripan dengan Katolik dari segi
kuatnya aspek tradisi dan kultur lokal. Kata kultur dalam Kamus besar
Bahasa Indonesia (KBBI) berarti kebudayaan23, yang ditekankan oleh
Ulil sebagai aspek utama persamaan Katolik dan Islam Nusantara. Kata
ini cukup umum digunakan dan mudah untuk memahaminya, kata ini
digunakan oleh wartawan karena memang aspek tersebut yang
ditekankan dalam pemberitaan yang ditulisnya.
22 Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, cet. ke-3
(Jakarta: Balai Pustaka, 2014), h. 170. 23 Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, h. 318.
87
Kata tindak-tanduk dalam kalimat: Pendiri Jaringan Islam Liberal
(JIL) Ulil Abshar Abdalla menyindir tindak-tanduk aktivis Partai
Keadilan Sejahtera (PKS) Jonru Ginting. Tindak-tanduk sendiri adalah
turunan dari kata tindak yang di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia
(KBBI) berarti tingkah laku; perbuatan; kelakuan; sepak terjang.24 Kata
ini digunakan oleh wartawan yang melihat Ulil melakukan sindiran
kepada Jonru perihal sepak terjangnya. Sindiran yang ini dikatakan oleh
Ulil ketika terjadi perang di lini masa dengan Jonru. Penggunaan kata
tindak-tanduk biasa digunakan untuk tulisan yang bertema sastrawi,
meski kadang tidak terdengar secara umum dan bisa menimbulkan
pertanyaan mengenai maknanya, wartawan yang menulis berita tetap
memilih kata tersebut untuk mengesankan kalimat yang indah dibaca.
i. Grafis
Elemen ini merupakan bagian untuk memeriksa apa yang
ditekankan atau ditonjolkan (yang berarti dianggap penting) oleh
seseorang yang dapat diamati dari teks.25 Grafis dalam wacana berita,
biasanya muncul lewat bagian tulisan yang dibuat lain, seperti
pemakaian huruf tebal, huruf miring, pemakaian garis bawah, huruf
yang dibuat besar. Termasuk di dalamnya adalah pemakaian caption
(tulisan di bawah gambar), dan raster26. Grafik, gambar, tabel, dan
24 Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, h. 605. 25 Eriyanto, Analisis Wacana, h. 256. 26 Dalam komputer grafik, gambar raster adalah struktur data dot matrix, yang mewakili kotak
grid pixel pada umumnya, atau warna poin, yang dapat di lihat via monitor, kertas, atau media
88
pemakaian angka untuk mendukung arti penting sebuah pesan.27
Unsur grafis yang muncul dalam pemberitaan Republika.co.id ini
di antaranya muncul dalam foto yang menggambarkan Ulil sedang
berbicara di depan publik dengan memegang mikrofon. Hal ini
menunjukkan bahwa Ulil juga sering berbicara dan dipercaya menjadi
pembicara di banyak acara. Sedangkan unsur grafis yang muncul dalam
teks adalah huruf miring untuk kata Twitter, yakni sebuah layanan
jejaring sosial yang termasuk dalam kategori mikroblogging.
j. Metafora
Metafora adalah bentuk pengungkapan pesan melalui kiasan atau
ungkapan. Metafora ini dimaksudkan sebagai ornamen atau bumbu dari
suatu berita.28 Unsur metafora yang termuat dalam teks berita “Ulil:
Islam Nusantara Pararel dengan Katolik” ini yakni ada dalam kata
“tindak-tanduk” pada kalimat “Ulil Abshar Abdalla menyindir tindak-
tanduk aktivis Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Jonru Ginting”.
Sedangkan yang kedua adalah kata “serangan” dalam kalimat “Ulil
yang kerap berdebat di lini masa mendapat serangan dari salah satu
pengikutnya yang lain…”
lainnya. Raster images disimpan di data image dengan format yang beragam, sederhananya gambar raster merupakan gambar yang di-blur. (http://web.mit.edu/jhawk/mnt/ss.b/cups-1.4.4/doc/help/spec-raster.html)
27 Eriyanto, Analisis Wacana, h. 257. 28 Eriyanto, Analisis Wacana, h. 259.
89
Tabel 4.1. Kerangka Analisis Teks Berita “Ulil: Islam Nusantara
Pararel dengan Katolik”
Struktur Wacana Elemen Keterangan
Makro Topik/Tema Lead berita
Super struktur Skema: Diawali dengan Judul berita
Lead Berita
Story:
penjelasan atas judul yang diberikan untuk
artikel pemberitaan tersebut yang
mengatakan Islam Nusantara mirip
dengan ajaran Katolik.
Ulil mengkritik pernyataan Jonru dengan
memberikan penjelasan bahwa
perbandingan Islam Nusantara paralel
dengan ajaran Katolik, bisa dibilang Islam
liberal dengan Protestan liberal.
TwitWar dengan pengikutnya di Twitter,
yang pada kali ini membawa almamater
Ulil yang seorang alumnus Universitas
Harvard yang mengatakan Ulil sering
menafsirkan Al-Quran sesukanya.
Struktur Mikro Latar Paragraf 3:
90
“Jadi perbandingannya: Islam Nusantara
paralel dg Katolik. Islam liberal dg
Protestan liberal. Islam “Jonru” dg
Protestan fundamentalis,” ujarnya melalui
akun Twitter, @ulil. Dia pun melanjutkan,
“Atau lebih tepatnya, Islam Jonru mirip
Protestan fundamentalis.”
Detil Paragraf 5:
Ulil yang kerap berdebat di lini masa
mendapat serangan dari salah satu
pengikutnya yang lain, yang menilai
alumnus Universitas Harvard tersebut
terkesan sesukanya menafsirkan ajaran
Alquran. Dia dengan enteng menjawab
bahwa Alquran itu isinya hasil pendapat
para pengarang. “90% Quran yg ada dlm
sejarah Islam memamakai pendapatnya
pengarang. Kalau ngga pake pendapat, ya
ndak bisa.”
Maksud Paragraf 5:
Ulil yang kerap berdebat di lini masa
mendapat serangan dari salah satu
91
pengikutnya yang lain, yang menilai
alumnus Universitas Harvard tersebut
terkesan sesukanya menafsirkan ajaran
Alquran. Dia dengan enteng menjawab
bahwa Alquran itu isinya hasil pendapat
para pengarang. “90% Quran yg ada dlm
sejarah Islam memamakai pendapatnya
pengarang. Kalau ngga pake pendapat, ya
ndak bisa.”
Pra anggapan Paragraf 2:
Ulil pun membandingkannya dengan Islam
Nusantara yang belakangan ini kerap
disuarakan Ketua Umum PBNU Said Aqil
Siradj. Hanya saja, Ulil menyatakan, Islam
Nusantara mirip dengan ajaran Katolik.
Koherensi Paragraf 5:
Ulil yang kerap berdebat di lini masa
mendapat serangan dari salah satu
pengikutnya yang lain, yang menilai
alumnus Universitas Harvard tersebut
terkesan sesukanya menafsirkan ajaran
Alquran.
92
Leksikon • Kata fundamentalis dalam paragraf 1:
Jonru yang dikenal kerap mengkritik para
aktivis JIL dan pemerintah, dinilai Ulil
sebagai seorang fundamentalis.
• Kata tindak-tanduk dalam paragraf 1:
Pendiri Jaringan Islam Liberal (JIL) Ulil
Abshar Abdalla menyindir tindak-tanduk
aktivis Partai Keadilan Sejahtera (PKS)
Jonru Ginting.
• Kata kultur dalam paragraf 4:
“Kemiripan dg Katolik dari segi kuatnya
aspek tradisi dan kultur lokal.”
Grafis Foto diletakkan paling atas dan berukuran
sangat besar, Ulil sedang berbicara di
depan publik dengan memegang
mikrofon.
Grafis dalam teks, adalah huruf miring
untuk kata Twitter, yakni sebuah layanan
jejaring sosial yang termasuk dalam
kategori mikroblogging.
93
Metafora Kata “tindak-tanduk” pada paragraf 1:
Pendiri Jaringan Islam Liberal (JIL) Ulil
Abshar Abdalla menyindir tindak-tanduk
aktivis Partai Keadilan Sejahtera (PKS)
Jonru Ginting.
Kata “serangan” pada paragraf 5:
Ulil yang kerap berdebat di lini masa
mendapat serangan dari salah satu
pengikutnya yang lain, yang menilai
alumnus Universitas Harvard tersebut
terkesan sesukanya menafsirkan ajaran
Alquran.
2. Pemberitaan Islam Nusantara pada Mediaindonesia.com
a. Tematik
Judul pemberitaan pada Mediaindonesia.com kali ini adalah
“Azyumardi: Islam Nusantara Valid dan Akomodatif”. Tema yang
terkandung dalam pemberitaan Islam Nusantara pada
Mediaindonesia.com ini adalah Islam Nusantara keberadaannya di
Indonesia dinilai valid dan sebuah kekhasan Islam di Indonesia.
94
Islam Nusantara keberadaannya didukung oleh beberapa organisasi
masyarakat Islam moderat yang banyak di Indonesia, Islam yang penuh
warna dan meminjam istilah Azyumardi adalah Islam yang berbunga
atau flowery Islam, sehingga dapat diterima oleh warga lokal.
b. Skematik
Skema berita dalam pemberitaan Islam Nusantara di
Mediaindonesia.com ini dimulai dengan judul berita yaitu “Azyumardi:
Islam Nusantara Valid dan Akomodatif”. Lalu dilanjutkan dengan
paragraf pembuka yang merupakan lead yaitu, “Dari sudut doktrin,
praxis dan budaya keberadaan Islam Nusantara dinilai valid. Lebih
dari itu, ia menjadi kekhasan Islam di Indonesia.”
Skema selanjutnya, yang kedua adalah story yang menguraikan
situasi yang merupakan proses atau jalannya peristiwa. Story dalam teks
berita ini muncul pada paragraf tiga. Berita menunjukkan ungkapan
yang sesuai dengan judul dikeluarkan oleh Azyumardi Azra ketika
diskusi perdana Majelis Kemisan di Kompleks Widya Chandra Jakarta,
kediaman Menteri Agama Lukman Hakim Saefuddin.
Setelahnya masuk pada penjelasan bahwa Islam moderat di
Indonesia tidak akan pernah gagal karena termasuk Islam yang
berbunga dan mampu masuk ke dalam kelompok lokal manapun, begitu
juga lahirnya tasyakuran yang hanya ada di Indonesia. Lalu,
dibandingkannya Islam di Indonesia dan di Malaysia, seperti teks berita
95
berikut yang membandingkan perbedaan Islam di Indonesia dan
Malaysia.
Di negeri jiran itu, Islam menjadi agama resmi negara kerajaan dan menjadi identitas politik. “Nah, di Indonesia kita toleran karena meski 88,2 persen warganya adalah muslim, Islam tidak menjadi agama negara,” ujarnya. Selanjutnya terdapat penjelasan bahwa Islam Nusantara bisa
mensinergikan Islam Nusantara NU dan Islam berkemajuan
Muhammadiyah. Karena lebih bisa memasuki ke dalam kultur-kultur
lokal.
Sedangkan bagian penutup adalah harapan Menteri Agama
Lukman Saefuddin terhadap diskusi keagamaan yang diadakan diskusi
kamisan yang membawa banyak manfaat yang akan menumbuhkan
kecintaan terhadap Indonesia. Berikut teksnya: “Yang utama forum ini
kita harapkan dapat menumbuhkan kecintaan terhadap Indonesia,”
pungkasnya.
Skema ini disusun berdasarkan gaya penulisan yang biasa
dilakukan oleh Mediaindonesia.com yang mencoba mengolaborasikan
dua topik pemberitaan menjadi satu artikel berita. Skema yang
digunakan diurutkan sesuai dengan peristiwa antara lain pernyataan
Guru Besar UIN Jakarta, Azyumardi Azra bahwa Islam Nusantara
adalah valid dan sangat akomodatif karena berciri khas Indonesia,
dilanjutkan dengan sinergi antara Islam Nusantara gagasan NU dan
96
Islam berkemajuan gagasan Muhammadiyah. Ditutup dengan harapan
tuan rumah diskusi, yaitu Menteri Agama Lukman Saefuddin.
c. Latar
Latar pemberitaan “Azyumardi: Islam Nusantara Valid dan
Akomodatif” ini muncul pada paragraf tiga, isinya adalah pernyataan
yang terdapat di judul dilontarkan oleh Azyumardi Azra pada sebuah
acara diskusi kamisan di kediaman Menteri Agama Lukman Saefuddin,
seperti pada teks berikut, “Hal tersebut diungkapkan Guru Besar UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta Azyumardi Azra pada diskusi perdana
Majelis Kemisan di Kompleks Widya Chandra Jakarta, kediaman
Menteri Agama Lukman Hakim Saefuddin, Selasa (7/7) malam.”
Latar yang ingin ditampilkan wartawan pada pemberitaan ini
adalah mengajak pembaca untuk tidak hanya berfokus pada acara
diskusi kamisan tersebut, tapi juga pada kondisi Islam di Indonesia.
d. Detil
Detil yang hendak disampaikan penulis dalam pemberitaan
“Azyumardi: Islam Nusantara Valid dan Akomodatif” ini adalah Islam
di Indonesia sangatlah cocok dengan Islam Nusantara. Islam Nusanrtara
sendiri didukung oleh ormas Islam moderat yang banyak di Indonesia,
sehingga hal ini valid jika digunakan sebagai ciri khas Islam di
Indonesia seperti yang ada di paragraf tujuh.
Bahkan ketika dihadapkan dengan Islam berkemajuan gagasan
97
Muhammadiyah, mereka tetap mencoba mensinergikan Islam
Nusantara dengan itu. Islam Nusantara terkesan sudah benar di atas
konsep keIslaman yang cocok dengan Indonesia, seperti yang terdapat
dalam paragraf 13.
Selain hal itu di atas, penggunaan istilah Islam Nusantara sudah
dipakai oleh Presiden Jokowi, makan Islam Nusantara ini sudah sah dan
jangan dibentur-benturkan dengan paham lain guna memancing
perpecahan umat Islam itu sendiri.
e. Maksud
Elemen maksud yang terkandung pada teks berita “Azyumardi:
Islam Nusantara Valid dan Akomodatif” adalah sikap egois pemikir
Islam Nusantara yang menganggap semua sudah sangat cocok di
Indonesia bahkan saat ada istilah Islam berkemajuan yang digagas oleh
Muhammadiyah, tetap Islam Nusantaralah yang bisa bersinergi
terhadap itu Islam berkemajuan, seperti pada paragraf 12 dan 13.
Selain itu seperti pada paragraf 11, Islam Nusantara yang
dicetuskan adalah untuk melawan paham Wahabi. Secara tidak
langsung, di sini menggambarkan pertentangan yang belum juga usai
antara NU dan Wahabi. Justru sikap toleran yang digembar-gemborkan
oleh NU sendiri ternyata belum bisa konflik yang sudah lama terjadi
antara NU dan Wahabi, memang dari NU sendiri beranggapan bahwa
Wahabi menjadi salah satu permasalahan di antara umat, NU
98
berpendapat bahwa Wahabi sering mengkafir-kafirkan jamaah NU yang
kuat akan kultur lokal yang di pegangnya, seperti mengadakan Tahlil
dan Ziarah kubur, sedangkan bagi pengikut Muhammad bin Abdul
Wahab ini meyakini bahwa harusnya kembali kepada Al-quran dan
Hadist dan saat ini banyaknya umat yang melakukan ajaranan dan
amalan-amalan yang tak sesuai dengan Al-quran dan Assunah.
f. Pra Anggapan
Bagian pra-anggapan yang ada dalam teks berita tersebut yakni
bagian berita yang memaparkan “Dari sudut doktrin, praxis dan budaya
keberadaan Islam Nusantara dinilai valid. Lebih dari itu, ia menjadi
kekhasan Islam di Indonesia.”
Bagian pra-anggapan di dalam teks dibuat oleh penulis untuk
mendukung pernyataan yang dipandang terpercaya sehingga tidak perlu
dipertanyakan. Artinya bahwa, Islam Nusantara adalah Islam yang
memiliki kekhususan karena bisa masuk ke dalam kultur manapun yang
ada di Indonesia. Pernyataan tersebut terbentuk karena ada kesamaan
aspek tradisi dan kebudayaan lokal.
g. Koherensi
Bentuk koherensi yang terkandung dalam laporan utama ini yakni:
“Dari sudut doktrin, praxis dan budaya keberadaan Islam Nusantara
dinilai valid. Lebih dari itu, ia menjadi kekhasan Islam di Indonesia.”
Kalimat di atas menggunakan kata hubung yang menguatkan yaitu
99
“lebih dari itu”. Proposisi “dari sudut doktrin, praxis dan budaya
keberadaan Islam Nusantara dinilai valid” dan “ia menjadi kekhasan
Islam di Indonesia” adalah dua hal yang berlainan. Tetapi, dengan
menggunakan kata hubung “lebih dari itu” dua hal tersebut menjadi
tampak koheren dan saling menguatkan satu sama lain.
h. Leksikon
Leksikon ini merupakan elemen bagaimana seorang wartawan
atau penulis melakukan pemilihan kata atas berbagai kemungkinan kata
yang tersedia. Pemilihan kata tersebut tidak semata hanya kebetulan
saja, tetapi bisa jadi mengandung unsur ideologis yang menunjukkan
bagaimana pemaknaan seseorang terhadap suatu fakta.29
Kata doktrin dalam kalimat: “Dari sudut doktrin, praxis dan
budaya keberadaan Islam Nusantara dinilai valid. Lebih dari itu, ia
menjadi kekhasan Islam di Indonesia.” Kata doktrin dalam Kamus
Besar Bahasa Indonesia (KBBI) berarti ajaran (tentang asas suatu aliran
politik, keagamaan; pendirian segolongan ahli ilmu pengetahuan,
keagamaan, ketatanegaraan) secara bersistem, khususnya dalam
penyusunan kebijakan negara.30 Kata doktrin cukup populer di pembaca
Indonesia yang sering diartikan sebagai kata yang negatif, meskipun
sebenarnya kata tersebut bersifat netral. Pemilihan kata tersebut oleh
29 Eriyanto, Analisis Wacana, h. 255. 30 Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, h. 144.
100
berdasarkan apa yang wartawan dengar dari narasumber, yaitu
Azyumardi Azra.
Kata praxis dalam kalimat: Dari sudut doktrin, praxis dan budaya
keberadaan Islam Nusantara dinilai valid. Lebih dari itu, ia menjadi
kekhasan Islam di Indonesia. Kata praxis sangat asing bagi pembaca
Indonesia secara umum, praxis dapat dipahami sebagai tindakan
reflektif, yaitu sebuah praktik yang diinformasikan oleh refleksi teoretis;
atau sebaliknya, refleksi teoretis yang diinformasikan oleh praktik.
Praxis tidak sama dengan atau beda tipis dengan practice; practice
sendiri konotasinya lebih tertuju pada keahlian ataupun teknik, atau
sesuatu yang dilakukan sebagai aplikasi teori; sehingga practice
merupakan lawan dari teori.31 Dengan kata lain, praxis bisa diartikan
dengan sesuatu yang berasal dari teori yang diaplikasikan sebagai
sebuah tindakan nyata atau praktik dari teori. Meski kata ini tidak
popular, penggunaan kata ini oleh wartawan didasarkan pada
narasumber yaitu Azyumardi Azra, tanpa memberi penjelasan lebih
rinci dan mudah untuk dipahami.
Kata valid dalam kalimat: Dari sudut doktrin, praxis dan budaya
keberadaan Islam Nusantara dinilai valid. Lebih dari itu, ia menjadi
kekhasan Islam di Indonesia. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia
31Oppa Jappy, “Makna Praxis,” diakses pada 3 Mei 2018 dari
https://www.kompasiana.com/opajappy/makna-praxis_552c06dd6ea834bb288b456d
101
(KBBI) kata valid berarti menurut cara yang semestinya; berlaku;
sahih.32 Kata valid kerap digunakan untuk menjustifikasi sesuatu yang
sah dan benar, kata ini cukup populer di kalangan pembaca Indonesia
sebagai penekanan. Penggunaan kata ini oleh wartawan berdasarkan
narasumber yaitu Azyumardi Azra.
Kata berbunga dalam kalimat: Islam Nusantara adalah Islam yang
penuh warna dengan wajah tersenyum, berbunga-bunga, toleran, dan
akomodatif. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) kata
berbunga memiliki arti mempunyai bunga; mempunyai hiasan yang
bagus-bagus.33 Kata ini sebenarnya adalah kata kiasan yang digunakan
oleh Azyumardi Azra dalam menggambarkan kondisi Islam yang ada di
Indonesia. Islam di Indonesia memiliki hiasan yang bagus dan beragam
yang menjadikannya indah dan tidak kaku sama sekali.
Kata akomodatif dalam kalimat: Islam Nusantara adalah Islam
yang penuh warna dengan wajah tersenyum, berbunga-bunga, toleran,
dan akomodatif. Kata akomodatif dalam Kamus Besar Bahasa
Indonesia (KBBI) berarti bersifat dapat menyesuaikan diri.34 Kata ini
memberi arti bahwa agama Islam adalah agama yang mampu dan mudah
menyesuaikan dengan kultur atau kebiasaan di tempat manapun,
termasuk di Indonesia yang kental dengan budayanya. Kata akomodatif
32 Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, h. 632. 33 Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, h. 94. 34 Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, h. 20.
102
cukup populer di kalangan pembaca Indonesia.
Kata kohesi dalam kalimat: “Kegiatan ini ada silaturahmi dan
memberi serta berbagi sehingga menjadi kohesi sosial di tengah
kualitas hubungan dan interaksi sosial yang cenderung rendah,”
cetusnya. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) kata kohesi
berarti hubungan yang erat; perpaduan yang kokoh.35 Kata yang
diungkapkan oleh Azyumardi Azra ini menekankan jika acara-acara
seperti syukuran yang menjadi ciri khas agama Islam di Indonesia dapat
mempererat hubungan sosial masyarakat, serta bisa memadukan unsur
sosial menjadi sesuatu yang kokoh. Penggunaan kata kohesi ini
digunakan oleh wartawan berdasarkan narasumber yaitu Azyumardi
Azra. Meski kata ini belum banyak dimengerti orang, wartawan tidak
memberi penjelasan secara rinci dari kata ini.
Kata menganakemaskan dalam kalimat: Fahmi Salim senada
gagasan bahwa Islam Nusantara jangan menjadi benturan dan
menganakemaskan atau menganaktirikan yang lain. Kata
menganakemaskan ini terdapat di Kamus Besar Bahasa Indonesia
(KBBI) yang berarti memperlakukan secara istimewa atau khusus,
misalnya lebih disayangi dan sebagainya; mengistimewakan.36 Kata ini
digunakan oleh wartwan karena melihat kondisi umat Islam di Indonesia
35 Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, h. 314. 36 Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, h. 374.
103
yang kerap mengistimewakan satu golongan tertentu dan mengucilkan
golongan yang lain, meskipun masih dalam satu agama. Kata ini populer
di kalangan pembaca Indonesia untuk menekankan sebuah perlakuan
istimewa kepada satu hal tertentu.
Kata menganaktirikan dalam kalimat: Fahmi Salim senada
gagasan bahwa Islam Nusantara jangan menjadi benturan dan
menganakemaskan atau menganaktirikan yang lain. Kata
menganaktirikan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) berarti
memperlakukan sebagai anak tiri; memperlakukan secara tidak adil.37
Penggunaan kata ini oleh wartawan disebabkan oleh perlakuan yang
tidak adil bahkan pengucilan terhadap satu golongan tertentu dalam
agama Islam di Indonesia. Kata ini populer bagi pembaca di Indonesia
untuk menunjukkan perlakuan yang tidak adil dan penyingkiran.
i. Grafis
Unsur grafis yang muncul dalam pemberitaan
Mediaindonesia.com ini di antaranya muncul dalam foto yang
menampilkan suasana diskusi kamisan di kediaman Menteri Agama,
Lukman Hakim Saefuddin yang berbicara di tengah forum dengan
menggunakan mikrofon, sedang di sebelahnya ada Guru Besar UIN
Jakarta, Azyumardi Azra yang tengah mendengarkan dengan seksama.
37 Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, h. 29.
104
j. Metafora
Metafora adalah bentuk pengungkapan pesan melalui kiasan atau
ungkapan. Metafora ini dimaksudkan sebagai ornamen atau bumbu dari
suatu berita.38 Unsur metafora yang termuat dalam teks berita
“Azyumardi: Islam Nusantara Valid dan Akomodatif” ini yakni ada
dalam kata “berbunga” pada kalimat “Ia menjelaskan Islam yang warna
warni dan berbunga atau flowery Islam karena akomodatif dengan
Islam lokal. Di Indonesia dikenal ada tasyakuran atau selamatan setiap
orang lulus ujian, mau berhaji atau umrah, selamatan bayi umur empat-
tujuh bulanan dan lain lain”.
Tabel 4.2. Kerangka Analisis Teks Berita “Azyumardi: Islam Nusantara
Valid dan Akomodatif”
Struktur Wacana Elemen Keterangan
Makro Topik/Tema Lead berita
Super struktur Skema: Diawali dengan Judul berita
Lead Berita
Story:
Diskusi perdana Majelis Kemisan di
Kompleks Widya Chandra Jakarta,
kediaman Menteri Agama Lukman Hakim
Saefuddin.
38 Eriyanto, Analisis Wacana, h. 259.
105
Islam moderat di Indonesia tidak akan
pernah gagal karena termasuk Islam yang
berbunga dan mampu masuk ke dalam
kelompok lokal manapun begitu juga
lahirnya tasyakuran yang hanya ada di
Indonesia.
Perbandingan Islam di Indonesia dan
Malaysia.
Islam Nusantara bisa menyinergikan
Islam Nusantara NU dan Islam
berkemajuan Muhammadiyah.
Harapan Menteri Agama Lukman
Saefuddin terhadap diskusi kamisan yang
membawa banya manfaat menumbuhkan
kecintaan terhadap Indonesia.
Struktur Mikro Latar Paragraf 3:
Hal tersebut diungkapkan Guru Besar UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta Azyumardi
Azra pada diskusi perdana Majelis
Kemisan di Kompleks Widya Chandra
Jakarta, kediaman Menteri Agama
Lukman Hakim Saefuddin, Selasa (7/7)
106
malam.
Detil Paragraf 7:
“Islam moderat di Indonesia tidak akan
gagal selama kita terus memperkuat
kendati masih banyak tugas dan pekerjaan
rumah yang harus dibenahi,” cetus mantan
Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
itu.
Paragraf 13:
“Gagasan Islam berkemajuan
Muhammadiyah dan Islam Nusantara NU
mesti kita sinergikan,” tegasnya.
Maksud Paragraf 11:
Ulil Abshar menegaskan gagasan Islam
Nusantara telah lama di gagas ulama NU.
“Terus terang Islam Nusantara merupakan
counter terhadap kelompok Wahabi
karena berlawanan misalnya antiziarah
kubur sedangkan NU sebaliknya,”
cetusnya.
Paragraf 12:
Ia menegaskan tidak ada upaya
107
menghadapkan NU dengan
Muhammadiyah. Hemat dia, dewasa ini
tidak ada lagi perbedaan. Bahkan anak-
anak muda NU malah sudah banyak
melakukan tarawih delapan rakaat seperti
Muhammadiyah
Paragraf 13:
“Gagasan Islam berkemajuan
Muhammadiyah dan Islam Nusantara NU
mesti kita sinergikan,” tegasnya.
Pra anggapan Lead berita:
Dari sudut doktrin, praxis dan budaya
keberadaan Islam Nusantara dinilai valid.
Lebih dari itu, ia menjadi kekhasan Islam
di Indonesia.
Koherensi Paragraf 1: Dari sudut doktrin, praxis dan
budaya keberadaan Islam Nusantara
dinilai valid. Lebih dari itu, ia menjadi
kekhasan Islam di Indonesia.
108
Leksikon Kata doktrin dalam paragraf 1:
Dari sudut doktrin, praxis dan budaya
keberadaan Islam Nusantara dinilai valid.
Lebih dari itu, ia menjadi kekhasan Islam
di Indonesia.
Kata praxis dalam paragraf 1:
Dari sudut doktrin, praxis dan budaya
keberadaan Islam Nusantara dinilai valid.
Lebih dari itu, ia menjadi kekhasan Islam
di Indonesia.
Kata valid dalam paragraf 1:
Dari sudut doktrin, praxis dan budaya
keberadaan Islam Nusantara dinilai valid.
Lebih dari itu, ia menjadi kekhasan Islam
di Indonesia.
Kata berbunga dalam paragraf 2:
Islam Nusantara adalah Islam yang penuh
warna dengan wajah tersenyum,
berbunga-bunga, toleran, dan akomodatif.
Kata akomodatif dalam paragraf 2:
Islam Nusantara adalah Islam yang penuh
warna dengan wajah tersenyum,
109
berbunga-bunga, toleran, dan akomodatif.
Kata kohesi dalam paragraf 9:
“Kegiatan ini ada silaturahmi dan
memberi serta berbagi sehingga menjadi
kohesi sosial di tengah kualitas hubungan
dan interaksi sosial yang cenderung
rendah,” cetusnya.
Kata menganakemaskan dalam paragraf
14:
Fahmi Salim senada gagasan bahwa Islam
Nusantara jangan menjadi benturan dan
menganakemaskan atau menganaktirikan
yang lain.
Kata menganaktirikan dalam paragraf 14:
Fahmi Salim senada gagasan bahwa Islam
Nusantara jangan menjadi benturan dan
menganakemaskan atau menganaktirikan
yang lain.
Grafis Foto diletakkan paling atas dan berukuran
sangat besar, foto tersebut menampilkan
suasana diskusi kamisan di kediaman
Menteri Agama, Lukman Hakim
110
Saefuddin yang berbicara di tengah forum
dengan menggunakan mikrofon, sedang di
sebelahnya ada Guru Besar UIN Jakarta,
Azyumardi Azra yang tengah
mendengarkan dengan seksama.
Metafora Kata “berbunga” pada paragraf 8
B. Analisis Kognisi Sosial Pemberitaan Islam Nusantara pada
Republika.co.id dan Mediaindonesia.com
1. Analisis Kognisi Sosial Pemberitaan Islam Nusantara pada
Republika.co.id
Selain menganalisa teks, dalam analisis wacana juga penting untuk
mengamati kognisi sosial teks yakni bagaimana suatu teks itu bisa
diproduksi. Karena anggapan seseorang mengenai teks bahwa teks itu
memiliki makna itu tidak sepenuhnya benar makna tersebut adalah makna
yang sudah dikonstruksi sedemikian adanya.39 Suatu teks itu bisa bermakna
sesuatu karena diberikan oleh si penulis, maka makna inilah yang
dikonstruksi oleh penulis. Selain itu makna dalam sebuah teks juga biasa
saja mengandung pendapat pribadi serta ideologi dan sudut pandang penulis
teks. Oleh sebab itu pengaruh penulis dalam membuat sebuah berita
sangatlah berpengaruh dan berkaitan dengan kesadaran sosial si pembuat
39 Eriyanto, Analisis Wacana, h. 259.
111
berita tersebut.
Dalam pandangan van Dijk, kognisi sosial terutama dihubungkan
dengan proses produksi berita. Setiap teks pada dasarnya dihasilkan lewat
kesadaran, pengetahuan, prasangka, atau pengetahuan tertentu atas suatu
peristiwa.40 Titik kunci dalam memahami produksi berita adalah dengan
meneliti proses terbentuknya teks. Proses terbentuknya teks ini tidak hanya
bermakna bagaimana suatu teks itu dibentuk, proses ini juga memasukan
informasi bagaimana peristiwa itu ditafsirkan, disimpulkan, dan dimaknai
oleh wartawan.41 Dalam membongkar bagaimana makna tersembunyi dari
teks, dibutuhkan penelitian kognitif dan strategi si penulis dalam
memproduksi suatu berita.
Sama halnya dengan teks dalam pemberitaan “Ulil: Islam Nusantara
Paralel dengan Katolik” teks ini tidak terlepas dari proses produksi berita
yang tentu melibatkan kesadaran mental dari penulis berita.
Wacana tentang Islam Nusantara memang sempat ramai dibicarakan
karena pro dan kontra yang dituai oleh wacana tersebut. Islam Nusantara
sendiri digadang-gadang sebagai Islam yang sangat Indonesia, dalam artian
memiliki nilai keindonesiaan yang tinggi serta bercirikhas Indonesia dengan
tetap mempertahankan nilai-nilai kultur lokal yang di wariskan oleh leluhur
Indonesia.
40 Eriyanto, Analisis Wacana, h. 260. 41 Eriyanto, Analisis Wacana, h. 266.
112
Pada teks pemberitaan di Republika.co.id ini, yang dibicarakan hanya
berkenaan dengan TwitWar yang dilakukan oleh Ulil dengan pengikutnya
menyoal statmentnya tentang Islam Nusantara yang paralel dengan Katolik.
Awalnya perseteruan ini terjadi karena Ulil mengkritik pernyataan Jonru
yang dianggap Ulil sebagai fundamentalis. Lalu Ulil memberikan
penjelasan bahwa adanya Islam Nusantara mirip sekali pelaksanaannya
dengan Katolik, yang sangat dekat dengan tradisi dan kultur lokal, sehingga
masuk ke manapun di Indonesia mengingat negara ini memiliki kekayaan
kultur yang begitu beragam.
TwitWar yang sering dilakukan oleh Ulil disoroti di teks berita
tersebut, kali ini tentang Ulil mendapat serangan dari salah satu pengikutnya
yang lain, bahkan membawa almamater Ulil sebagai alumnus Universitas
Harvard, universitas nomor satu di dunia tersebut terkesan sesukanya
menafsirkan ajaran Alquran.
Bahkan dengan enteng menjawab bahwa Alquran itu isinya hasil
pendapat para pengarang. “90% Quran yg ada dlm sejarah Islam
memamakai pendapatnya pengarang. Kalau ngga pake pendapat, ya ndak
bisa.”
Proses produksi berita di Republik.co.id memiliki tiga tahapan untuk
memproduksi sebuah berita sebelum akhirnya diterbitkan di
Republika.co.id. Tahap proses ini diawali dengan Redaktur melihat isu yang
sedang terjadi di lapangan. Setelah mengamati isu yang yang berkembang
113
di masyarakat, tahapan dilanjutkan dengan rapat redaksi, untuk membahas
dan mengungkap isu apa yang menarik. Hasil rapat menentukan isu apa
yang akan diangkat. Tahap terakhir kemudian melakukan pencarian
informasi dengan mendistribusikan penugasan liputan kepada reporter.
Seperti yang dijelaskan oleh Agung Laksono selaku redaktur
Republika.co.id:
“Sebenarnya sama dengan penerbitan di Republika korannya yah, di mana mereka pun punya team redaksi pula. Di mana kita mempunyai beberapa kanal dari rubrik yang sudah ada, di mana setiap kanal di isi oleh beberapa redaktur untuk mengawali setiap isu, di mana dilihat dan kaji terlebih dahulu mana nih yang sekiranya menarik dan melalui diskusi dan yang lainnya, setelah itu baru kita distribusikan ke reporter kita kemudian kita distribusikan juga ke news room tadi.”42 Republika.co.id menggunakan sistem newsroom, yaitu sistem di mana
para wartawan atau reporter Republika.co.id membuat berita kemudian
dikirim ke newsroom yang kemudian akan dipublikasikan secara luas untuk
para pembacanya.43
Jika melihat visi Republika.co.id, mereka memiliki prinsip yakni
menjaga persatuan Bangsa dan kepentingan umat Islam yang berdasarkan
Rahmatan Lil Alamin. Dalam mengusung objektivitas suatu berita
wartawan Republika.co.id menghadirkan narasumber dari berbagai
kalangan. Artinya, Republika.co.id tidak hanya menampilkan narasumber
42 Wawancara Pribadi dengan Agung Laksono, Jakarta, 22 Februari 2015. 43 Devi Yuliana, “Konstruksi Radikalisme di Media Islam (Analisis Wacana Pemberitaan ISIS
di Republika.co.id dan SuaraIslam.com),” (Skripsi S1 Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi, Universitas Islam Negeri Jakarta, 2016), h. 95-97.
114
yang sepaham ideologi, karena pada dasarnya Republika.co.id setuju pada
konsep Islam Nusantara yang cocok dan bisa menjadi ciri khas Islam di
Indonesia. Seperti yang ditambahkan Agung bahwa Republika.co.id
memiliki ideologi Pancasila dan Islam Nasionalis.44
Jadi secara kognisi sosial terlihat jelas bahwa wartawan
Republika.co.id memiliki motivasi kognisi sosial yang kuat dalam bentuk
penerimaan konsep Islam Nusantara yang sangat dekat dengan kultur-kultur
lokal yang ada di Indonesia. Serta menjalin perdamaian terhadap kelompok
agama lain. Karena Islam Nusantara sangat mampu hadir berdampingan
dengan agama-agama lain yang ada di Indonesia. Bahkan Ulil juga
mengatakan dekat dengan Katolik, persamaannya adalah dari segi kuatnya
aspek tradisi dan kultur lokal.
“Ini kan perihal pendapatnya Mas Ulil kan yah, iya cukup menarik memang, dan kita mengemas pemberitaan tersebut pun sama sesuai apa yang ditanggapi oleh Mas Ulil, walau akhirnya publik sendiri yang menilai. Yah kita kan berada di negeri demokrasi, jadi sah sah saja tentang pendapat publik bagaimana pun juga. Dan perihal tanggapan Mas Ulil yang mengatakan Islam Nusantara pararel dengan katolik yah sah sah saja juga. Nggak ada yang salah, karena itu pendapatnya Mas Ulil, tapi memang kembali lagi pada pembaca bagaimana melihatnya. Memang hal ini sangat sensitif sekali memang, cuma akhirnya Aku berpikir bahwa pembaca-pembaca kita juga sudah cerdas dan kritis yah, tanpa perlu kita arahkan juga pembaca sudah tahu.”45 Republika.co.id terlihat pro dalam menyuarakan Islam Nusantara
meski disampaikan dari perdebatan di dunia maya antara Ulil yang terkenal
44 Wawancara Pribadi dengan Agung Laksono, Jakarta, 22 Februari 2015. 45 Wawancara Pribadi dengan Agung Laksono, Jakarta, 22 Februari 2015.
115
kontroversial dengan pengikut-pengikutnya di Twitter. Republika.co.id
juga menyerahkan sepenuhnya pada pembacanya, serta bersandar kepada
narasumber dari sebuah artikel beritanya, dengan kata lain melepaskan
tanggung jawab kepada narasumber dan intepretasi pembacanya.
2. Analisis Kognisi Sosial Pemberitaan Islam Nusantara pada
Mediaindonesia.com
Berdasarkan pemberitaan oleh Mediaindonesia.com mengenai Islam
Nusantara yang bertajuk “Azyumardi: Islam Nusantara Valid dan
Akomodatif,” Mediaindonesia.com ingin menyampaikan bahwa Islam
Nusantara adanya adalah valid. Islam Nusantara ini bisa berkembang kuat
dan menjadi ciri khas Islam di Indonesia.
Di Indonesia sendiri, banyak sekali ormas-ormas Islam moderat yang
turut memperkuat penerapan Islam Nusantara. Menurut Azyumardi Azra,
sebagian besar organisasi massa atau ormas Islam di Indonesia menjadi pilar
utama penyokong Islam yang moderat dan toleran. Apalagi Islam di
Indonesia dikatakan oleh Azyumardi Azra sebagai Islam yang berbunga-
bunga atau flowering Islam karena akomodatif dengan Islam lokal.
Melihat produksi teks yang dihasilkan oleh Mediaindonesia.com,
perlu menarik garis mundur tentang sejarah hadirnya Editorial Media
Indonesia dilatarbelakangi oleh keterkungkungan pada masa Orde Baru.
Proses menjadi Editorial Media Indonesia hingga menjadi sekarang ini
mengalami fase-fase perjalanan dan merupakan metamorfosis dari rubrik
116
Selamat Pagi di koran Prioritas. Semangat perjuangannya tetap sama,
melawan bahasa yang melingkar-lingkar. Di sinilah berita-berita
Mediaindonesia.com diperhitungkan oleh publik, dilihat dari aspek
kebahasaannya yang lugas, berani, dan terus terang dalam mengkritisi
realitas ang terjadi di lapangan, melihat rujukan dari koran Media Indonesia.
Gairah penulisannya lebih kepada politik, sesekali kepada ekonomi, sosial,
pendidikan, dan kebudayaan. Seperti yang ditekankan oleh Usman Kasong
selaku Direktur Pemberitaan Media Indonesia:
“Kalau untuk di Online, di mana di portal media online kita kurang lebih sama dengan pemberitaan kita di media cetaknya. Jadi ada dua mekanisme proses produksi sebuah berita. Yang pertama ialah memang berita-berita yang sudah terencanakan dan kita design dan ada juga berita-berita yang spontan. Dan kalau dalam konteks Islam Nusantara itu ialah dalam konteks pemberitaan yang sudah terencana, diskusinya ada pada pemberitaan media cetaknya, di mana kita menugaskan reporter untuk melakukan wawancara, baik via telepon maupun bertemu langsung, tergantung kebutuhan pemberitaan harus cepat publik atau tidak. Nah dari situ kemudian reporter akan memasukan tulisannya ke system GPRS, GPRS itu seperti wadah/tempat pengiriman berita semuanya kesitu, untuk kepanjangan dari GPRS saya lupa. Pokoknya itu sebuah sistem. Dan kemudian online bisa saja mengambil dari situ langsung dan yang menugaskan dari cetak, tapi online bisa menggambil langsung dan langsung Ia tayangkan, namun kalau cetak lebih komplit, dan si online juga akan mengambil lagi secara otomatis setelah MI cetak terbit, di mana yang tayang di cetak akan tayang kembali di online. Contohnya seperti ini, online keluar dengan sudah di program sedemikian rupa berita itu akan muncul pada waktu yang sudah di tentukan, dan si online bisa memuat berita tersebut dua kali, yang pertama di saat berita di tulis dan di kirim dan kemudian besoknya ambil dari cetak. Kira-kira prosesnya seperti itu jadi sangat kecil kemungkinan akan berbedanya antara cetak dan online.”46
46 Wawancara Pribadi dengan Usman Kasong, Jakarta, 25 Februari 2015.
117
Tema pemberitaan Mediaindonesia.com muncul berdasarkan hasil
koordinasi tim penulis editorial, dengan menyepakati batasan-batasan
penulisan yang harus dihindari, sekiranya memiliki sensitivitas tinggi
(SARA, pribadi, kredibilitas negara, dan menyinggung merah putih) harus
dihindari. Sirkulasi penulisannya secara bergilir, sesuai bidangnya masing-
masing dan tentu saja menyesuaikan tema yang sudah disepakati oleh tim.
Pemberitaan Mediaindonesia.com ditulis berdasarkan fakta yang terjadi di
lapangan. Pemberitaan Mediaindonesia.com sebagai bentuk kritisme
sebuah institusi media massa nasional, mampu menyajikan penulisan
dengan bahasa yang terus terang, berani, dan tegas; baik kritisme yang
disajikan secara personal maupun institusional kepada publik. Pemberitaan
Mediaindonesia.com memiliki karakter yang berani mengolah dan
memainkan bahasa dalam dalam penulisannya. Editor bahasa hanya
melakukan koreksian dalam pada penulisan tiap kata, kalimat, dan paragraf
saja. Tanpa bermaksud mengabaikan kaidah bahasa jurnalistik beserta etika
bahasanya, Editorial Media Indonesia akhirnya menemukan formula
kebahasaan yang menjadi standarisasi dalam penulisannya.47
Sehingga otoritas tertinggi dalam struktur keredaksian ada pada
pemimpin redaksi (pemred). Selain memiliki tanggung jawab yang besar,
pemred memiliki hak untuk mengubah isi penulisan.
47 Nurrina Desiani, “Analisis Wacana Bahasa Jurnalistik Rubrik Editorial Media Indonesia
Edisi Desember 2000,” (Skripsi S1 Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi, Universitas Islam Negeri Jakarta, 2011), h. 67-73.
118
Pemilihan untuk menyoroti Islam Nusantara disebabkan pada
perdebatan mengenai Islam Nusantara itu sendiri yang dapat menyebabkan
perpecahan di antara umat Islam. Maka, mereka merasa perlu untuk
meluruskan pandangan, dengan menyandarkan pendapatnya kepada
pendapat-pendapat ahli di dalam bidangnya seperti Guru Besar UIN Jakarta,
Azyumardi Azra dan Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin yang jelas
mumpuni untuk berpendapat mengenai permasalan Islam Nusantara ini.
Seperti yang ditekankan oleh Usman Kasong:
“Kan, kalau dari si narasumber di lihat dari beberapa hal, yang pertama relevansi di mana seorang narasumber relevan atau tidak untuk diwawancarai terkait satu isu. Yang kedua, soal kredibilitas dia, baik kredibilitas keilmuan, profesi dan keorganisasian untuk diwawancarai isu tersebut. Yang ketiga memang narasumber yang kita anggap berintegritas, diamana dia di mata publik sebagai figur yang positif. Tiga kriteria tersebut menjadi hal yang kita pertimbangkan, yang lain lagi yakni yang ke empat ini bisa kita diskusikan panjang lebar pada saat ingin mewawancarai narasumber, yakni di saat kita melihat ada seseorang yang memang sudah sering kita wawancarai dan kita munculkan sosok baru atau seorang intelektual baru. Kurang lebih seperti itu.”48 Sehingga perdamaian akan tetap tercipta di bumi Indonesia ini.
Dengan tagline “Jujur Bersuara”, Media Indonesia terus berupaya
menampilkan berita-berita aktual untuk memenuhi kebutuhan informasi
para pembacanya. Visi untuk membangun sebuah harian independen serta
menatap hari esok yang lebih baik tetap tidak berubah. Seperti yang
dikatakan oleh Usman Kasong:
“Untuk hal itu sangat kecil kemungkinan terjadinya perbedaan
48 Wawancara Pribadi dengan Usman Kasong, Jakarta, 25 Februari 2015.
119
ideologi wartawan dengan ideologi perusahaan, karena diawal sebelum ia menjadi wartawan kan sudah kita berikan training tentang begini loh ideologi media Indonesia, sudah kami ajarkan dan beri tahu gaya jurnalisme kita seperti apa. Jadi sebenarnya kemungkinan itu akan tetap ada tapi persentasenya kecil. Oke lah seandaikan dia (wartawan tersebut) memiliki ideologi yang berbeda dengan perusahaan, kan ada redaktur yang menjadi filter dalam setiap pemberitaan yang masuk. Jadi redakturlah yang melihat pemberitaan yang masuk sesuai atau tidak dengan ideologi kita. Dan yang terakhir ada editor dia kan menduduki profesi redaktur melalui proses, kita lihat juga ideologinya seperti apa dan sudah kita tes psikotes. Jadi dua hal tersebut lah yang menghalau hal tersebut, yang pertama melalu training dan yang kedua adanya redaktur. Dan seharusnya setiap wartawan yang sudah masuk ke dalam perusahaan bisa melebur dan mengikuti ideologi yang dipahami oleh perusahaan. Kalau trainingnya bagus dia bisa memahami apa yang diberikan di training, editor tidak usah repot-repot karena dia sudah memahaminya. Jadi faktor terpenting bukan editornya tapi ke berhasilan pada saat training tersebut, menanamkan nilai-nilai value perusahaan, nilai-nilai ideologi perusuhaan.”49 Dari penjelasan tersebut pemberitaan yang dilakukan oleh Media
Indonesia sudah ada persamaan ideologi antara wartawan dan perusahaan,
sehingga ada kontrol penuh dari perusahaan terhadap pemberitaan yang
dilakukan, termasuk mengenai Islam Nusantara ini. Pembentukan ideologi
ini dilakukan dengan melakukan pelatihan kepada wartawannya, dan pintu
gerbang terakhir berada di tangan redaktur yang ideologinya tentu sejalan
dengan perusahaan.
C. Analisis Konteks Sosial Pemberitaan Islam Nusantara pada
Republika.co.id dan Mediaindonesia.com
Pemberitaan mengenai Islam Nusantara baik di Republika.co.id dan
49 Wawancara Pribadi dengan Usman Kasong, Jakarta, 25 Februari 2015.
120
Mediaindonesia.com berbicara kepada ciri khas yang menempel pada
kebudayaan lokal yang ada di Indonesia. Islam Nusantara dikatakan mampu
masuk ke dalam sendi-sendi kebudayaan yang beragam itu, sehingga bisa
meminimalisir perpecahan. Sayangnya, esensi itu tidak ditangkap oleh banyak
orang dan masih menuai perdebatan. Apalagi yang menyuarakan adalah Ulil
yang merupakan pendiri Jaringan Islam Liberal (JIL) yang kontroversial. Islam
Nusantara sendiri dianggap liberal oleh sebagian orang karenanya,bahkan tak
jarang ada yang sampai menyesatkan perihal gagasan Islam Nusantara tersebut.
Sedang Muhammadiyah juga memiliki Islam berkemajuan.
Muhammadiyah membawa tema “Gerakan Pencerahan Menuju Indonesia
Berkemajuan”. Melalui tema tersebut, kedua ormas yang kerap dianggap
representasi mayoritas Muslim Indonesia itu menawarkan konsep Islam
tersendiri. NU mengusung gagasan “Islam Nusantara”, sedangkan
Muhammadiyah menawarkan gagasan “Islam Berkemajuan”. Lantas, di mana
letak persamaan dan perbedaan kedua konsep?
Ketua Umum PP Muhammadiyah Din Syamsuddin menjelaskan, Islam
memiliki watak universal atau Rahmatan lil alamin. Karakter universalitas itu
harus dikuatkan, tanpa harus meninggalkan yang partikuler atau lokalitas. Islam
Indonesia tidak cukup memiliki infrastruktur untuk mencapai kemajuan,
sehingga mudah terkalahkan kelompok lain. Islam Indonesia, menurut Din,
adalah kelompok mayoritas dengan mental minoritas. Ini harus diubah dengan
visi berkemajuan. Visi berkemajuan harus diterjemahkan dalam berbagai
121
sektor, dengan proses manajemen yang modern dan baik. Inilah yang bisa
memajukan Indonesia.
Islam berkemajuan berjalan beriringan dengan konsep negara Indonesia,
dengan penggambaran cita-cita “memajukan kesejahteraan umum” dan
“mencerdaskan kehidupan bangsa”, sebagaimana tertuang dalam pembukaan
UUD 1945, adalah hal-hal yang dicita-citakan oleh Islam berkemajuan.50
Namun, nama Islam Nusantara lebih sering terdengar di telinga publik.
Menurut Ulil, tidak ikut perdebatan mengenai Islam Nusantara karena hal ini
merupakan hasil diskusi dikalangan NU yang dulu menyiapkan muktamar di
Jombang. Jadi, dirinya sendiri tidak tahu persis apa yang mereka maksud
dengan Islam Nusantara.
“Saya tidak tahu persis apa yang mereka maksud dengan Islam Nusantara. Kalau saya menduga-duga dari jauh istilah untuk menamai satu madzhab keIslaman yang khas di daerah nusantara, di daerah Indonesia, Malaysia, Brunei, Filiphina, dan Thailand Selatan di kawasan nusantara. Karena disebut dengan nusantara adalah Indonesia dan beberapa negara di sekitarnya. Kalau saya mendengarkan Prof. Azyumardi Azra tidak setuju dengan istilah Islam Nusantara karena nusantara itu terlalu luas dari kategori geografis. Lebih tepatnya disebut dengan Islam Indonesia. Karena Islam Indonesia dan Malaysia itu berbeda wataknya.”51
Islam di Indonesia itu jauh lebih terbuka sebagai mazhab pemikiran
sementara. Melihat Islam di Malaysia, walaupun masih dalam kawasan
nusantara juga jauh lebih eksklusif watak pemikirannya. Ulil yang sependapat
50 “Isi Gagasan ‘Islam Berkemajuan’ Muhammadiyah,” diakses pada 17 September 2017 dari
http://www.Republika.co.id/berita/dunia-Islam/Islam-nusantara/15/07/27/ns5hhf313-isi-gagasan-Islam-berkemajuan-muhammadiyah
51 Wawancara Pribadi dengan Ulil Abshor Abdalah, Jakarta, 1 Februari 2015.
122
dengan Azyumardi Azra lebih setuju dikatakan Islam Indonesia itu lebih
mencirikan khas Indonesia.
Menurut Ulil, tentang Islam Nusantara yang dirumuskan oleh teman-
teman NU adalah Islam yang berkembang secara geografis. Islam berkembang
di kawasan nusantara yang ciri-ciri pokoknya antara lain toleran, dan
mengakomodasi kultur-kultur setempat. Merujuk istilah dalam Katolik disebut
dengan akulturasi (agama yang bisa bersinergi atau bersimbiosis dengan
kebudayaan-kebudayaan lokal yang masih bisa diterima dalam kerangka
agama). Kalau tidak bisa berarti ditolak.
Menurut Ulil, salah satu dimensi yang sangat penting dalam
pengamatannya tentang Islam Nusantara yaitu secara sadar Islam ini membuat
garis batas antara Islam Nusantara dengan Islam Timur Tengah. Itu dimensi
yang kuat sekali, semacam istilah yang dipakai sebagai penolakan terhadap
Islam model Arab tidak sesuai dengan kondisi Indonesia.52
Selain itu, pencetusan Islam Nusantara itu tidak sembarangan, karena
tetap terdapat kiai di belakangnya. Seperti yang dikatakan Ulil:
“NU ada kecenderungan menghormati otoritas kiai yang cukup besar. Otoritas yang personal jadi rujukan umat untuk menghormati. Hal yang serupa dengan Katolik, hubungan dengan umatnya itu personal. Umat itu lebih menghormati kiai dibandingkan dengan organisasi kiai. Jadi kiai itu sangat penting karena hubungan umat dan kiai sangat dekat, hal seperti ini pun dijumpai di Katolik.”53
Adapun Protestan ada keserupaan dengan Muhammadiyah yaitu dari segi
52 Wawancara Pribadi dengan Ulil Abshor Abdalah, Jakarta, 1 Februari 2015. 53 Wawancara Pribadi dengan Ulil Abshor Abdalah, Jakarta, 1 Februari 2015.
123
mengajak orang lain kembali ke kitab suci dan hal ini pun juga dijumpai dalam
dakwah Muhammadiyah yang kembali kepada Al-Qur’an dan Sunnahnya.
Yang menarik dari Protestanisme dalam hal mengajak kearah fundamentalisme
(Istilah ini muncul di Protestan). Jadi gerakan-gerakan yang mengajak umat
kembali kepada Al-Qur’an dan sunah itu sebagian melahirkan tren
fundamentalis. Karena ketika orang kembali pada Al-Qur’an dan sunnah tanpa
melalui pertolongan tradisi keulamaan membuat orang seenaknya memahami
kitab suci. Dan jiplakan fundamentalis sangat besar dalam cara berfikir.
Dalam Protestan, setelah orang diajak kembali kepada kitab suci tanpa
memperhatikan tradisi penafsiran baik secara undangan semacam itu. Pada
akhirnya dalam sejarah Protestan melahirkan juga kecenderungan
fundamentalisme, juga cenderung liberal. Jadi, teologi liberal itu, dalam
protestan dan teologi fundamentalisme juga muncul di Protestan.54
Gerakan kembali pada Al-Qur’an dan Sunnah juga melahirkan tren liberal
seperti pada Abduh55 dan orang-orang rasionalis mewarisi semangat tetapi juga
melahirkan gerakan salafi. Jadi, itu semacam gerakan ironi yang kembali pada
Al-Quran dan Sunnah yang menghasilkan madzhab liberal tetapi juga mahzab
yang salafi yang sangat keras. Dari sisi awal sudah diwarisi serta dicerminkan
54 Wawancara Pribadi dengan Ulil Abshor Abdalah, Jakarta, 1 Februari 2015. 55 Muhammad Abduh lahir di Delta Nil (kini wilayah Mesir), 1849 – meninggal di Iskandariyah
(kini wilayah Mesir), 11 Juli 1905 pada umur 55/56 tahun) adalah seorang pemikir muslim dari Mesir, dan salah satu penggagas gerakan modernisme Islam. Ia belajar tentang filsafat dan logika di Universitas Al-Azhar, Kairo, dan juga murid dari Jamaluddin al-Afghani, seorang filsuf dan pembaru yang mengusung gerakan Pan Islamisme untuk menentang penjajahan Eropa di negara-negara Asia dan Afrika. (Wikipedia.org).
124
dalam gerakan Al-Quran dan Sunnah di dunia modern.
Sosok Abduh dianggap sebagai teologi mu’tazilah karena pendekatan
rasional dan muridnya Rasyid Ridho cenderung kepada cara berfikir yang salafi
wahabi meskipun tidak persis sama. Ridho itu jauh lebih penuh warna tetapi
kecenderungan Rasyid Ridho memang agak sedikit cenderung pada salafi
ketimbang gurunya Abduh. Jadi ini memang dalam Kristen juga sama gerakan
kembali kepada free will yang melahirkan teori liberal. Karena itu ada teologi
liberal dalam Kristen pada abad 19 dan melahirkan fundamentalis.
Menurut Zastrow Al Ngatawi, seorang Tokoh Muda NU, Islam Nusantara
merupakan cara orang nusantara memahami ajaran-ajaran Islam, tentunya juga
tata cara pengamalannya.
“Jadi kalau saya melihat Islam Nusantara itu tentang bagaimana cara orang nusantara memahami, mengamalkan dan mengajarkan ajaran-ajaran Islam yang ada di bumi nusantara ini. Di mana memiliki sebuah karakteristik yang spesifik di bandingkan dengan karakter muslim lain di dunia. Maka karakterisktik ini bukan beadara pada ajarannya tetapi pada ekspresi budaya, dekonstruksi sosial yang di timbulkan dari konsekuensi cara mengamalkan serta memahami Islam itu sendiri, jadi itulah tentang Islam Nusantara itu. Dia tidak membuat ajaran baru, dia tidak membuat tatanan syariat yang baru, akan tetapi justru menjaga dan memelihara otentisitas syariat formal dan mengembangkan dalam bentuk ritus-ritus non-formal yang bisa di terima oleh ketentuan syariat itu sendiri. Intinya cara memahami, mengajarka dan mengamalkan Islam yang dilakukan masyarakat Nusantara.”56
Zastrow sendiri melihat Islam Nusantara memiliki 4 ciri sebagai berikut:57
1. Lebih mengutamakan wisdom daripada tuntutan-tuntutan legal formal
56 Wawancara Pribadi dengan Ulil Abshor Abdalla, Jakarta, 1 Februari 2015. 57 Wawancara Pribadi dengan Zastrow Al Ngatawi, Jakarta, 1 Februari 2015.
125
syariat
Syariat itu memang diformalkan dan bisa dijalankan. Tidak perlu secara
berlebihan untuk menjaga orang lain yang berbeda. Hal ini terlihat sejak
zaman wali songo, sebagai contoh ibadah formal yaitu rukun Islam).
Menjalankannya tidak harus ganggu yang lain, tidak harus dengan
ketentuan formal yang ditetapkan dengan undang-undang bentuk negera
dan lain sebagainya yang penting bisa menjalankan itu dan terus dijalankan
oleh umat Islam Indonesia.
2. Menggunakan mahzab dalam memahami ajaran Islam terutama Al-Quran
dan Hadits
Jadi dalam menerapkan dan memahami Al-Quran dan Hadits, dia tidak
langsung merujuk pada Al-Quran dan Hadits tetapi menggunakan madzhab
yang dalil ulama-ulama sebelumnya. Hal ini dilakukan sebagai upaya
menjaga dan melindungi otenisitas Al-Quran. Selain itu, diperlukan
madzhab yang merujuk pada ulama-ulama yang dianggap ahli dibidangnya
dalam memahami Al-Quran dan hadits. Jadi di samping untuk menjaga
kemurniannya alquran dan hadits, kedua adalah untuk menajaga kualifikasi
keilmuan, standar moral keilmuan supaya bisa terjaga. karna tidak semua
orang bisa merujuk pada Al-Quran dan hadits.
Sebagai Islam Nusantara memahami Al-Quran dan hadits ada
metodologinya. Ada caranya yang tidak semua orang bisa hanya orang
tertentu. Tidak langsung kembali kepada Al-Quran dan hadits tanpa punya
126
ilmunya dan caranya. Maka menggunakan madzhab dalam memahami
alquran dan hadits. Madzhabnya baik madzhab qaulan maupun man hajjah.
Jadi bermadzhabnya secara metodologis maupun secara qauli atau produk
pemikiran. Ada yang ikut produk pemikiran syafi’i atau madzhab empat
atau siapapun yang dia ikuti produk pemikiran. Ada yang mengikuti
metodologinya berpikirnya, metodologi pengambilannya.
3. Keilmuan keIslamannya itu harus ada sanadnya
Memiliki sanad keilmuan yang jelas yang bisa dilacak. Jadi tidak bisa
sembarangan. Seandainya orang awam ikut pun, yang diikuti orang yang
memiliki sanad keilmuannya yang jelas sehingga untuk menjaga moralitas
dan kualitas pemikiran dan pemahaman. Nusantara lebih hati-hati dalam
berIslam, tidak semerawut seenaknya sendiri.
4. Menggunakan tradisi dan budaya
Sebagai instrumen dan infrastruktur dalam mengajarkan dan
menyosialisasikan ajaran Islam, empat ciri utama dari Islam Nusantara ini
adalah diferensiasi. Di tempat lain mungkin orang Islamnya bermadzhab
tapi perilakunya tidak memperdebatkan wisdom, seperti di Afganistan. Di
Afganistan bermadzhab tetapi dia lebih mengutamakan legal formal. Empat
karakteristik tadi menjadi differesial yang kuat terhadap yang fokus
utamanya adalah wisdom, menggunakan tradisi dan budaya sehingga dia
menjadi ramah budaya menjadi sangat respek terhadap budaya. Berikan
ruang kreasi dalam beragama /kreasi kebudayaan.
127
Menurut Zastrow, untuk ajarannya outentik tetapi ekspresi religiusnya,
ekspresi kulturalnya yang berbeda. Kalau kebudayaan harus dinamis. Zaman
wali songo yang kental ekpresinya adalah kejawen, seperti
mengekspresikannya lewat wayang, ekspresi kosmopoli (ranah demokrasi,
ranah HAM dengan memunculkan ekspresi kebudayaan yang berbeda). Tetapi
ajarannya tetap. Dengan cara ini justru Islam bisa dibuktikan dengan shohelibul
Zaman, menjadi relevan sembarang waktu, dan di manapun.58
Dari pemaparan mengenai Islam Nusantara, pemberitaan di
Republika.com memaparkan pernyataan Ulil . Dalam hal ini, Republika seakan
memberikan sudut pandang yang menyudurtkan esensi dari Islam Nusantara.
Bila dibandingkan dengan pemberitaan Islam Nusantara yang di paparkan oleh
Mediaindonesia.com, walau sama-sama mengutip pendapatnya Ulil, namun
dari segi pemberitaan Mediaindonesia.com yang berani menyebutkan nilai
Islam Nusantara yang memang pas terhadap kondisi keberagamana Islam di
Indonesia. "Terus terang Islam Nusantara merupakan counter terhadap
kelompok Wahabi karena berlawanan misalnya antiziarah kubur sedangkan
NU sebaliknya,". Selain itu dalam segi latar belakang narasumber pun dapat di
nilai sendiri anatar pemberitaan Republika.co.id yang menyebutkan latar
belakang Ulil sebagai pendiri jaringan Islam Liberal (JIL), tendensius terhadap
JIL memang sedikit negative di kalangan masyarakat, di tambah lagi dengan di
tegaskannya bahwa perilaku aktivis JIL yang sering berdebat di lini masyarakat
58 Wawancara Pribadi dengan Zastrow Al Ngatawi, Jakarta, 1 Februari 2015.
128
dan sering membuat kontrofersial. Ulil yang kerap berdebat di lini masa
mendapat serangan dari salah satu pengikutnya yang lain, yang menilai
alumnus Universitas Harvard tersebut terkesan sesukanya menafsirkan ajaran
Alquran. Dia dengan enteng menjawab bahwa Alquran itu isinya hasil
pendapat para pengarang. "90% Quran yg ada dlm sejarah Islam memamakai
pendapatnya pengarang. Kalau ngga pake pendapat, ya ndak bisa.". di lihat
dari pemberitaan republika tersebut, seolah-olah menggiring wacana pembaca
bahwa Islam Nusantara bersinergi dengan aktivis JIl, bagi khalayak yang
memilikin pandangan negative terhadap JIL maka akan sedikit berpandangan
negative terhadap konsepsi Islam Nusantara, karena di bela pula oleh tokoh
kontroversial seperti Ulil yang notabene sebagai pendiri JIL, meski begitu
sebetulnya sah-sah saja, sesuai dengan yang di paparkan oleh redaktur
Republika.co.id yang mengatakan “Ini kan perihal pendapatnya Mas Ulil kan
yah, iya cukup menarik memang, dan kita mengemas pemberitaan tersebut pun
sama sesuai apa yang ditanggapi oleh Mas Ulil, walau akhirnya publik sendiri
yang menilai”, dalam statement tersebut sebetulnya Republika.co.id bersifat
normative saja dalam memberitakan hal tersebut. Berbeda dengan pemberitaan
yang di muat oleh Mediaindonesia.com yang melatarbelakangi Ulil sebagai
tokoh intlektual muda NU, selain itu kematangan pemberitaan
Mediaindonesia.com lebih baik, dengan cara menyandingkan pernyataan Ulil
sebagai intlektual muda NU dengan Fahmi Salim sebagai intlektual muda
Muhammadiyah. Disini pula dapat di simpulkan bahwa adanya sebuah
129
sinergitas yang berusaha di sajikan oleh Mediaindonesia.com dan memperkaya
wawasan tentang makna Islam Nusantara dengan cara membandingkan
pendapat dari beberapa narasumber. Berbeda dengan pemberitaan republika
yang cenderung hanya mencari sensasi saja, dan hal ini pun di amini oleh Ulil
saat sesi wawancara. Namun bagaimana pun semua pemberitaan baik yang di
muat oleh Republika.co.id maupun Mediaindonesia.com sama-sama memilki
ke khasannya tersendiri dalam menyajikan pemberitaan sesuai dengan ideologi
dan system yang di terapkan oleh media itu sendiri.
130
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Setelah melakukan analisis data yang telah diuraikan oleh penulis pada bab-bab
sebelumnya, maka pada bab penutup ini penulis dapat menarik kesimpulan dari
rumusan masalah yang ditulis pada bab pertama. Kesimpulan analisis wacana
Islam Nusantara pada pemberitaan di Republika.co.id dan Mediaindonesia.com
adalah sebagai berikut:
1. Struktur Teks
a. Teks ini mampu memaparkan dari segi semantik atau makna yang
ditekankan, seperti pendeskripsian latar, detil, dan maksud secara
keseluruhan teks dengan cukup baik.
b. Dalam pemilihan kata atau leksikon, penulis menggunakan kata-kata
yang menunjukkan sikap tertentu. Seperti penggunaan kata tindak-
tanduk dan serangan pada Republika.co.id, serta penggunaan kata
doktrin, praxis, valid, berbunga, akomodatif, kohesi,
menganakemaskan, menganaktirikan pada Mediaindonesia.com.
c. Dari keseluruhan struktur teks yang memberitakan mengenai Islam
Nusantara, penulis berita lebih banyak menyandarkan kepada
narasumber berita. Namun, informasi yang disampaikan oleh penulis
berita masih ada yang belum benar, seperti Ulil Abshar Abdalla adalah
131
seorang alumni Uiversitas Harvard yang nyatanya Ulil tidak
menyelesaikan studinya di sana. Isi tulisan terkesan kejar tayang terlihat
dari kuantitas berita yang hanya sedikit paragraph, serta informasi yang
belum jelas latar belakangnya.
2. Kognisi Sosial
Berdasarkan teks berita baik di Republika.co.id maupun
Mediaindonesia.com, mereka memosisikan diri sebagai pendukung Islam
Nusantara. Teks berita tidak semata-mata hasil produksi penulisnya saja,
namun telah melalui tahapan produksi. Pada Republika.co.id, produksi
berita di memiliki tiga tahapan untuk memproduksi sebuah berita sebelum
akhirnya diterbitkan, yaitu redaktur yang melihat sebuah isu tertentu, lalu
rapat redaksi untuk mengungkap isu apa yang menarik, dan yang terakhir
pencarian informasi oleh reporter. Sedangkan pada Mediaindonesia.com,
berawal dari tim editorial Media Indonesia, dilanjutkan ke editor Bahasa,
dan berakhir di pemimpin redaksi yang memiliki otoritas tertinggi untuk
mengubah isi teks.
Pemilihan isu, ketika tahun 2015, Islam Nusantara oleh keduanya
didasarkan pada perdebatan mengenai Islam Nusantara itu sendiri yang
dapat menyebabkan perpecahan di antara umat Islam. Maka itu mereka
ingin memberi wawasan tentang Islam Nusantara dan mengambil
narasumber yang kredibel di bidang keIslaman, seperti Ulil Abshar Abdalla,
Prof. Azyumardi Azra, dan Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin.
132
3. Konteks Sosial
Menurut narasumber baik Ulil Abshar Abdalla dan Prof. Azyumardi
Azra, Islam Nusantara cocok untuk umat Muslim di Indonesia, karena Islam
Nusantara adalah Islam yang sangat menekankan pada kultur atau
budayanya. Selain itu, Islam Nusantara memiliki ciri-ciri pokok yang antara
lain toleran, dan mengakomodasi kultur-kultur setempat. Di dalam istilah
dalam Katolik disebut dengan akulturasi (agama yang bisa bersinergi atau
bersimbiosis dengan kebudayaan-kebudayaan lokal yang masih bisa
diterima dalam kerangka agama. Islam Nusantara itu sendiri memiliki
empat ciri, yaitu: (1) Lebih mengutamakan wisdom daripada tuntutan-
tuntutan legal formal syariat; (2) Menggunakan madzhab dalam memahami
ajaran Islam terutama Al-Quran dan Hadits; (3) Keilmuan keIslamannya itu
harus ada sanadnya; dan (4) Menggunakan tradisi dan budaya.
B. Saran
Islam merupakan agama yang rahmatan lil ‘alamin yang berarti Islam
merupakan agama yang membawa rahmat dan kesejahteraan bagi seluruh alam
semesta, termasuk hewan, tumbuhan dan jin, apalagi sesama manusia. Allah
tegaskan hal tersebut dalam firman-Nya, “Dan tidaklah engkau (Muhammad)
diutus ke muka bumi ini kecuali sebagai rahmat bagi seluruh alam.” (QS. al-
Anbiya: 107). Sehingga, pada pelaksanaan beragama haruslah bermanfaat bagi
banyak pihak, terutama kepada manusia lain. Islam Nusantara memang
dikaitkan dengan Islam Liberal, namun jika menilisik jauh ke dalam,
133
pelaksanaan Islam Nusantara sebenarnya tidak melenceng dari syari’at. Hal ini
hanya pelaksanaannya lebih berwarna saja karena dikuatkan pada kultur
keindonesiaan yang menjadi ciri khasnya, yang nantinya akan mudah ditangkap
oleh orang yang sebelumnya jauh dari agama karena terasa dekat dengan
mereka, tanpa menghilangkan esensi Islam itu sendiri. Seperti seorang anak
yang belajar berhitung dengan angka berwarna, mereka akan lebih mudah untuk
memahami dan menangkap informasinya, dan ketika besar mereka tidak
kehilangan esensi dari berhitung. Berpandangan perlu, namun yang terpenting
adalah mengetahuinya dahulu baru berpendapat mengenai segala sesuatu,
pelajari dulu, cari informasinya secara lengkap, jangan sepotong, baru
berpendapat.
134
DAFTAR PUSTAKA
Literatur
Akhmad Sahal, Munawir Aziz. ISLAM NUSANTARA Dari Ushul Fiqh Hingga
Paham Kebangsaan. Bandung: PT. Mizan Pustaka, 2015.
Barker, Chris. Cultural Studies. Jogjakarta: Benteng, 2005.
Birowo, M. Antonius. Metode Penelitian Komunikasi. Yogyakarta: Gitanyali,
2004.
Bungin, Burhan. Sosiologi Komunikasi. Jakarta: Kencana, 2006.
Dean, Michael. Critical and Effective Histories: Foucault’s Methods and Historical
Sociology, hasil teks reading atau terjemahan bebas. London: Routledge,
1994.
Eriyanto. Analisis Wacana Pengantar Analisis Teks Media. Yogyakarta: LKis,
2012.
Fadhlullah, Muhammad Husein. Metodologi Dakwah Dalam Alquran, Pegangan
Bagi Para Aktivis. Jakarta: PT Lentera Basritama, 1997.
Herdiansyah, Haris. Metodologi Penelitian Kualitatif Untuk Ilmu-ilmu Sosial.
Jakarta: Salemba Humanika, 2012.
Ismail, Ilyas. Paradigma Dakwah Sayyid Quthub. Jakarta: Penamadani, 2006.
Jumroni. Metode-Metode Penelitian Komunikasi. Jakarta: UIN Jakarta Press, 2006.
Listiano Santoso dkk. Epistimologi Kiri. Yogyakarta: Ar-Ruzz, 2007.
Lull, James. Media Komunikasi Kebudayaan, Suatu Pendekatan Global,
Terjemahan. A. Setiawan. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 1998.
135
Masykur, Musa Ali. Membumikan Islam Nusantara respon Islam Terhadap Isu-Isu
Aktual. Jakarta: PT. Serambi Ilmu Semesta, 2014.
Mulyana. Teori Metode, Aplikasi Dan Prinsip-prinsip Analisis Wacana.
Yogyakarta: Tiana Wacana, 2005.
Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional. Kamus Besar Bahasa Indonesia.
Jakarta: Balai Pustaka, 2005.
Teun Van Dijk. Aims of Critical Discourse Analysis, Vol 1. Japan Discourse, 1995.
_______. News as Discourse. Amsterdam: University of Amsterdam, 1988.
Ruslan, Rosyadi. Metodologi Penelitian Publik Relation dan Komunikasi. Jakarta:
PT. Raja Grafindo Persada, 2003.
Sanusi, Ahmad. Agama di tengah Kemiskinan. Jakarta: PT. Logos Wacana Ilmu,
1999.
Sobur, Alex. Analisis Teks Media. Bandung: PT Remaja Rosda Karya, 2006.
Sumadiria, AS Haris. Jurnalistik Indonesia Menulis Berita dan Feature Panduan
Praktis Jurnalis Profesional. Cetakan keempat. Bandung. Simbiosa
Rekatama Media, 2011.
Suparno. Filsafat Konstruktivisme dalam Pendidikan. Yogyakarta: Kanisius, 1997.
Turner, Lynn H. Pengantar Ilmu Komunikasi dan Aplikasi. Jakarta: Penerbit
Salemba Huomanika, 2008.
Vivian, Jhon. Teori Komunikasi Massa Edisi Kedelapan. Jakarta: Kencana, 2008.
Skripsi
Devi Yuliana, “Konstruksi Radikalisme di Media Islam (Analisis Wacana
136
Pemberitaan ISIS di Republika.co.id dan SuaraIslam.com),” (Skripsi S1
Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi, Universitas Islam Negeri
Jakarta, 2016), h. 95-97.
Nurrina Desiani, “Analisis Wacana Bahasa Jurnalistik Rubrik Editorial Media
Indonesia Edisi Desember 2000,” (Skripsi S1 Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu
Komunikasi, Universitas Islam Negeri Jakarta, 2011), h. 67-73.
Website
Oppa Jappy, “Makna Praxis,” diakses pada 3 Mei 2018 dari
https://www.kompasiana.com/opajappy/makna-
praxis_552c06dd6ea834bb288b456d
“Islam Nusantara”, diakses pada 2 Agustus 2018 di
http://www.Republika.co.id/berita/dunia-Islam/Islam-
nusantara/15/08/02/nsfm31334-kiai-said-Islam-nusantara-untuk-indonesia
“Isi Gagasan ‘Islam Berkemajuan’ Muhammadiyah,” diakses pada 17 September
2017 dari http://www.Republika.co.id/berita/dunia-Islam/Islam-
nusantara/15/07/27/ns5hhf313-isi-gagasan-Islam-berkemajuan-
muhammadiyah
“Jemaat Islam Nusantara (JIN) paham sesat menyesatkan, diakses pada 16 Juni
2015 dari http://www.suara-Islam.com/read/index/14628/jemaat-Islam-
nusantara--JIN---paham-sesat-menyesatkan
“Ulil: Islam Nusantara Paralel dengan Katolik,” diakses pada 16 Juni 2015 dari
http://pemberitaan%20di%20Republika/Ulil%20%20Islam%20Nusantara%
20Pararel%20dengan%20Katolik%20_%20Republika%20Online.htm
http://www.icmi.or.id/organisasi/sejarah
137
https://id.wikipedia.org/wiki/Islam
https://id.wikipedia.org/wiki/Nusantara
http://www.Republika.co.id/page/about
http://web.mit.edu/jhawk/mnt/ss.b/cups-1.4.4/doc/help/spec-raster.html)
LAMPIRAN
8/8/17, 10(26 AMUlil: Islam Nusantara Pararel dengan Katolik | Republika Online
Page 1 of 5file:///Users/ahmadi/Documents/SKRIPSI%20FIX/Republika/pemberit…tara%20Pararel%20dengan%20Katolik%20_%20Republika%20Online.htm
Red: Erik Purnama Putra
Pendiri Jaringan Islam Liberal ( JIL) Ulil Abshar Abdalla.
Home > News > Nasional
Selasa, 25 Agustus 2015, 05:46 WIB
Ulil: Islam Nusantara Pararel denganKatolik
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pendiri Jaringan Islam Liberal ( JIL) UlilAbshar Abdalla menyindir tindak-tanduk aktivis Partai KeadilanSejahtera (PKS) Jonru Ginting. Jonru yang dikenal kerap mengkritikpara aktivis JIL dan pemerintah, dinilai Ulil sebagai seorangfundamentalis.
Ulil pun membandingkannya dengan Islam Nusantara yangbelakangan ini kerap disuarakan Ketua Umum PBNU Said Aqil Siradj.Hanya saja, Ulil menyatakan, Islam Nusantara mirip dengan ajaranKatolik.
"Jadi perbandingannya: Islam Nusantara paralel dg Katolik. Islamliberal dg Protestan liberal. Islam "Jonru" dg Protestanfundamentalis," ujarnya melalui akun Twitter, @ulil. Dia punmelanjutkan, "Atau lebih tepatnya, Islam Jonru mirip Protestanfundamentalis."
4,933
0
0
Copy
265
SELENGKAPNYA
Cina, Mualaf, danBertato Salib
Sejarah Hari Ini: BomNuklir Jatuh dan TidakPernah Ditemukan
Pemerintah Bakal buatMalapetaka buat SepakBola Indonesia, Jika...
Hal Mengejutkan yangMembuat PerempuanBisa Melahirkan AnakKembar
Tutupnya BeberapaPabrik Besar karenaUpah Buruh Murah
TERPOPULER TERKOMENTARI
EDISI KORAN | REPUBLIKA TV | JURNAL HAJI
Find us on:
NEWS LOGIN | REGISTER search � republika.co.id
NEWSNEWS EKONOMI SEPAKBOLA KHAZANAH OTO-TEK LEISURE INPICTURE VIDEO PUBLIKA ENGLISH INDEKS
NASIONAL INTERNASIONAL OLAHRAGA PENDIDIKAN UMJ
ULIL ABSHOR ABDALAH
ULIL ABSHOR ABDALAH
1. STATMENT ULIL : “ Islam Nusantara mirip dengan ajaran Katolik ” “ Islam Liberal dengan Protestan Liberal” “ Islam Jonru dengan Protestan Fundamentalis” Adakah keserupaan seperti statment di atas ?
Menurut Ulil, NU ada kecenderungan menghormati otoritas kyai yang cukup besar. Otoritas yang personal jadi rujukan umat untuk menghormati. Hal yang serupa dengan Katolik, hubungan dengan umatnya itu personal. Umat itu lebih menghormati kyai dibandingkan dengan organisasi kyai. Jadi kyai itu sangat penting karena hubungan umat dan kyai sangat dekat, hal seperti ini pun dijumpai di Katolik.
Adapun Protestan ada keserupaan dengan Muhammadiyah yaitu dari segi mengajak orang lain kembali ke kitab suci dan hal ini pun juga dijumpai dalam dakwah Muhammadiyah yang kembali kepada Al-Qur’an dan Sunnahnya. Yang menarik dari Protestanisme dalam hal mengajak kearah fundamentalisme ( Istilah ini muncul di Protestan ). Jadi gerkan-gerakan yang mengajak umat kembali kepada Al-Qur’an dan sunah itu sebagian melahirkan tren fundamentalis. Karena ketika orang kembali pada Al-Qur’an dan sunnah tanpa melalui pertolongan tradisi keulamaan membuat orang seenaknya memahami kitab suci. Dan jiplakan fundamentalis sangat besar dalam cara berfikir.
Dalam Protestan, setelah orang diajak kembali kepada kitab suci tanpa memperhatikan tradisi penafsiran baik secara undangan semacam itu. Pada akhirnya dalam sejarah Protestan melahirkan juga kecenderungan fundamentalisme, juga cenderung liberal. Jadi, teologi liberal itu, dalam protestan dan teologi fundamentalisme juga muncul di Protestan. Gerakan kembali pada Al-Qur’an dan Sunnah juga melahirkan tren liberal seperti pada Abduh dan orang-orang rasionalis mewarisi semangat tetapi juga melahirkan gerakan salafi. Jadi, itu semacam gerakan ironi yang kembali pada Al-Quran dan Sunnah yang menghasilkan madzhab liberal tetapi juga madzhab yang salafi yang sangat keras. Dari sisi awal sudah di warisi, dicerminkan dalam gerakan Al-Quran dan Sunnah di dunia modern.
Sosok Abduh dianggap sebagai teologi mu’tazilah karena pendekatan rasional dan muridnya Rasyid Ridho cenderung kepada cara berfikir yang salafi wahabi meskipun tidak persis sama. Ridho itu jauh lebih penuh warna tetapi kecenderungan Rasyid Ridho memang agak sedikit cenderung pada salafi ketimbang gurunya Abduh. Jadi ini memang dalam Kristen juga sama gerakan kembali kepada ...................................... melahirkan teori liberal. Karena itu ada teologi liberal dalam Kristen pada abad 19 dan melahirkan fundamentalis.
Fundamentalisme dalam Kristen seperti reaksi dalam gerakan liberal. Bahwa Katolik dengan NU tidak sama. Adapun kemiripan tidak semua sama.
2. Dalam frame Islam Nusantara seperti apa ? Menurut Ulil, tidak ikut perdebatan mengenai Islam Nusantara
karena ini kan diskusi dikalangan temen-temen NU yang dulu menyiapkan muktamar di Jombang. Jadi, saya tidak tahu persis apa yang mereka maksud dengan Islam Nusantara. Kalau saya menduga-duga dari jauh istilah untuk menamai satu madzhab keIslaman yang khas di daerah nusantara, di daerah Indonesia, Malaysia, Brunei, Filiphina, dan Thailan Selatan di kawasan nusantara. Karena disebut dengan nusantara adalah Indonesia dan beberapa negara di sekitarnya. Kalau saya mendengarkan Prof. ............................Azra tidak setuju dengan istilah Islam Nusantara karena nusantara itu terlalu luas dari kategori geografis. Lebih tepatnya disebut dengan Islam Indonesia. Karena Islam Indonesia dan Malaysia itu berbeda wataknya.
Islam di Indonesia itu jauh lebih terbuka sebagai madzhab pemikiran sementara. Kalau Islam di Malaysia walaupun masih dalam kawasan nusantara juga jauh lebih eksklusif watak pemikirannya. Karena itu, Pak Azurmadi......... lebih setuju dikatakan Islam Indonesia itu lebih mencirikan khas Indonesia.
Menurut Ulil, tentang Islam Nusantara yang dirumuskan oleh teman-teman NU adalah Islam yang berkembang secara geografis. Islam berkembang di kawasan nusantara yang ciri-ciri pokoknya antara lain toleran, dan mengakomodasi kultur-kultur setempat. Yang di dalam istilah temen-temen Katolik disebut dengan akulturasi ( agama yang bisa bersinergi atau bersimbiosis dengan kebudayaan-kebudayaan lokal yang masih bisa diterima dalam kerangka agama. Kalau tidak bisa berarti ditolak.
Menurut Ulil, salah satu dimensi yang sangat penting dalam pengamatan saya tentang Islam Nusantara yaitu secara sadar Islam ini membuat garis batas antara Islam Nusantara dengan Islam Timur Tengah. Itu dimensi yang kuat sekali, semacam istilah yang dipakai sebagai penolakan terhadap Islam model Arab tidak sesuai dengan kondisi Indonesia.
Wawancara tokoh Muda NU Zastrow Al Ngatawi
Cara org nusantara mengamali dan mengamalkan yang ada di bumi nusantara disbanding dengan Islam di dunia, di liha dari ekspresi budaya, diatidak membuat ajaran baru, menajda otentitas formal, dan membentuk ritus2 yang bisa. Ada 4 ciri ekspresi social : 1. Lebih mengutamakan wisdom (dari pada legal formal syariat) 2. Menggunakan mazhab dalam merujuk Quran dan Hadits. 3. Dia ke ilmuan dank e Islamannya bersanad yang jelas yang bisa nyambung untuk menjaga moralitas dan pemahaman. 4. Menggunakan tradisi dan budaya sebagai intrumen dalam mengajarkan dan mensosialisaikan ajaran Islam. Menjadi ramah budaya dan menjadikan ruang kreasi. Apabila di lacak secara historis, 4 fase rekunstruksi.
1. Walisongo (ex: tak ada candi2 yang hancur, tradisi sebagai media dakwah, lembaga2 pendididkan pesantren)
2. Pujangga kraton dan ulama hijaj (ulama2 nusantara yang menguasai kharomain, menciptakan kitab2 ke Islamanan dgn khas ke nusantaraan). Untuk pujangga kraton sepertri ronggo warsito.
3. Generasi pendiri bangsa seperti mah Hasyim dll yang melakukan subremasi IZtihad ke nusantaraan.
4. Pasca kemerdekaan seperti Gusdur dalam memahami ke Islaman dalam bingkai nusantara.
Culture Avanity= beberapa budaya yang bergabung tanpa menghilangkan esensi dari salah satu budaya tersebut.
1. Secara pandangan umum tentang apa itu Islam Nusantara? = jadi kalau saya melihat Islam Nusantara itu tentang bagaiamna cara orang nusantara memahami, mengamalkan dan mengajarkan ajaran-ajaran Islam yang ada di bumi nusantara ini. Di mana memiliki sebuah karakteristik yang spesifik di bandingkan dengan karakter muslim lain di dunia. Maka karakterisktik ini bukan beadara pada ajarannya tetapi pada ekspresi budaya, dekonstruksi social yang di timbulkan dari konsekuensi cara mengamalkan serta memahami Islam itu sendiri, jadi itulah tentang Islam Nusantara itu. Dia tidak membuat ajaran baru, dia tidak membuat tatanan syariat yang baru, akan tetapi justru menjaga dan memelihara otentisitas syariat formal dan mengembangkan dalam bentuk ritus-ritus non formal yang bisa di terima oleh ketentuan syariat itu sendiri. Intinya cara memahami, mengajarka dan mengamalkan Islam yang dilakukan masyarakat Nusantara. Ciri-cirinya ada 4 yang menjadi diferensi, bukan ajaran yah tetapi ekspresi budayanya menjadi lain dan menjadi khas Indonesia. 4 ciri dasar itu yang pertama a. Lebih mengutamakan wisdom daripada tuntutan-tuntutan legal formal
syariat
Syariat itu memang diformalkan dan bisa dijalankan. Tidak perlu secara berlebihan untuk menjaga orang lain yang berbeda. Hal ini terlihat sejak zaman wali songo( ex : Ibadah formal yaitu rukun Islam). Menjalankannya tidak harus ganggu yang lain, tidak harus dengan ketentuan formal yang ditetapkan dengan undang-undang bentuk negera dan lain sebagainya yang penting bisa menjalankan itu dan terus dijalankan oleh umat Islam Indonesia.
b. Menggunakan madzhab dalam memahami ajaran Islam terutama Al-Quran dan Hadits.
Jadi dalam menerapkan dan memahami Al-Quan dan Hadits, dia tidak langsung merujuk pada Al-Quran dan Hadits tetapi menggunakan madzhab yang dalil ulama-ulama sebelumnya. Hal ini dilakukan sebagai upaya menjaga dan melindungi otenisitas Al-quran. Selain itu, diperlukan madzhab yang merujuk pada ulama-ulama yang dianggap ahli dibidangnya dalam memahami al-quran dan hadits. Jadi disamping untuk menjaga kemurniannya alquran dan hadits, kedua adalah untuk menajaga kualifikasi keilmuan, standar moral keilmuan supaya bisa terjaga. karna tidak semua orang bisa merujuk pada alquran dan hadits.
Sebagai Islam Nusantara memahami alquran dan hadits ada metodologinya. Ada caranya yang tidak semua orang bisa hanya orang tertentu. Tidak langsung kembali kepada alquran dan hadits tanpa punya ilmunya dan caranya. Maka menggunakan madzhab dalam memahami alquran dan hadits. Madzhabnya baik madzhab qaulan maupun man hajjah. Jadi bermadzhabnya secara metodologis maupun secara qauli atau produk pemikiran. Ada yang ikut produk pemikiran syafi’i atau madzhab empat atau siapapun yang dia ikuti produk pemikiran. Ada yang mengikuti metodologinya berpikirnya, metodologi pengambilannya.
c. Keilmuan keIslamannya itu harus ada sanadnya. Memiliki sanad keilmuan yang jelas yang bisa dilacak dan nyambung. Jadi tidak bisa sembarangan. Seandainya orang awam ikut pun, yang diikuti orang yang memiliki sanad keilmuannya yang jelas sehingga untuk menjaga moralitas dan kualitas pemikiran dan pemahaman. Nusantara lebih hati-hati dalam berIslam, tidak semerawut seenaknya sendiri.
d. Menggunakan tradisi dan budaya.
Sebagai istrumen dan infrastruktur dalam mengajarkan dan mensosialisasikan ajaran Islam, empat ciri utama dari Islam Nusantara ini adalah diferensiasi. Di tempat lain mungkin orang Islamnya bermadzhab tapi perilakunya tidak memperdebatkan wisdom ( ex : afganistan. Di Afganistan bermadzhab tetapi dia lebih mengutamakan legal formal). empat karakteristik tadi menjadi differesial yang kuat terhadap yang konsen utamakan wisdem menggunakan tradisi dan budaya sehingga dia menjadi ramah budaya menjadi sangat respectable terhadap budaya. Berikan ruang kreasi dalam beragama /kreasi kebudayaan.
2. Apa ada perbedaan tentang Islam Nusantara oleh mas ulil dan mas zastrow, apakah masih otentik atau sudah mengikis kebudayaan ?
Menurut Zastrow, untuk ajarannya outentik tetapi ekspresi religiusnya, ekspresi kulturalnya yang berbeda. Kalau kebudayaan harus dinamis. Zaman wali songo yang kental ekpresinya adalah kejawen ( ex : eskpresi wayang, ekspresi kosmopoli = ranah demokrasi, ranah HAM dengan memunculkan ekspresi kebudayaan yang berbeda. Tetapi ajarannya tetap. Dengan cara ini justru Islam bisa dibuktikan dengan shohelibul Zaman, menjadi relevan sembarang waktu, dan di mana sembarang tempat.
Kalau kebijakannya secara tekstual, yayasan menjadi ditarik keabab 9 dan abad ke 7 dan ke 8 menjadi tidak relevan seolah-olah ajarannya relevan tetapi ekpresinya tidak relevan sehingga kesannya tidak sesuai dengan konteks zaman.
3. Apa hijrah menurut mas zastrow Menurut Zastrow adalah merubah strategi untuk mensiarkan dan
menyebarkan Islam menjadi lebih membawa kemaslahatan. Bukan untuk menutup diri untuk membangun masalah individual. Dan hijrah itu menetapkan komitmen menanamkan hati untuk mewujudkan Islam menjadi lebih baik. Baik dirinya maupun orang lain.
Hasil wawancara dengan pihak Republika.co.id (Agung Laksono)
1. Untuk sejara awal berdirinya Republika.co.id (ROL) seperti apa?
= Sejarah Republika.co.id itu portal berita online yang pertama kali ada yah
di Indonesia,karena dia ada dari tahun 1995, berdepatan pada pameran
teknologi di saat zamannya presiden Soeharto. Dan pada saat itu dunia
internet pun masih sangat baru dan belum terlalu booming pada masanya,
oleh sebab itu menjadi trobosan besar saat lahirnya ROL. Kemudian
memang pada saat perjalannannya, ROL menjadi versi online nya dari
Republika cetak/koran dan terus seiringannya waktu, akhirnya ROL
menjadi devisi yang berbeda di tubuh Republika sendiri dengan system ke
redaksiannya yang berbeda.
Di ROL sendiri kita melakukan ke integrasian terhadap Republika korannya
yang kemudian bisa di terbitkan dalam satu devisi pemberitaan/News Room
di mana di dalamnya ada yang disebut bank berita. Disini kita melakukan
pengembangan isu dan lainnya melalui order dari ROL. Selanjutnya bisa
dilihat lebih dalam di website kita yah.
2. Bagaimana mekanisme penerbitan suatu berita di ROL?
= sebenarnya sama dengan penerbitan di Republika korannya yah, di mana
mereka pun punya team redaksi pula. Di mana kita mempunya beberapa
kanal dari rubrik yang sudah ada, di mana setiap kanal di isi oleh beberapa
redaktur untuk mengawali setiap isu, di mana dilihat dan kaji terlebih dahulu
mana nih yang sekiranya menarik dan melalui diskusi dan yang lainnya,
setelah itu baru kita distribusikan ke reporter kita kemudian kita
distribusikan juga ke news room tadi. Jadi double, kita punya reporter
sendiri dan kita bisa ke news room juga, nanti mungkin isu ini bisa di
kembangkan kembali atau di perluas lagi dan bisa juga di angkat ke
republika korannya. Jadi untuk versi cepatnya di Republika.co.id dan untuk
versi mendalamnya di Republika Cetak/koran.
3. Adakah perbedaan dari isi konten antara ROL dan Republika cetak/koran?
= Disebut perbedaan juga ngga yah, karena kita sama-sama ber integritas
satu sama lain, lebih tepatnya antara ROL dan Republika koran kita saling
menguatkan satu sama lain.
Di online kita yang versi cepatnya dan yang di koran pun dengan versi yang
mendalamnya, di online pun bisa dengan versi mendalamnya sesuai dengan
integritas dari pemberitaan yang korannya.
4. Untuk menentukan narasumber sendiri seperti apa?
= kita sehari sebelum melakukan peliputan dan wawancara kita melakukan
diskusi untuk menentukan narasumber yang tepat pada pembahasan kita, di
lihat juga si narasumber berkompeten tidak terhadap apa yang kita bahas,
jadi ngga asal aja untuk menentukan narasumber.
5. Adakah faktor yang mempengaruhi suatu pemberitaan di ROL?
= karena kita basisnya muslim yah pembaca kita, yah kita berusaha
menyajikan yang terkait dengan umat muslim, walaupun memang kita tak
terpaku dengan muslim juga, karena nasionalis kebangsaan kita, selain itu
kita juga berusaha menyajikan bagi komunitas-komunitas muslim di luar
negri sana. Karena di republika sendiri yakni semangat membangun umat
ini.
6. Adakah ke khasan tersendri yang di miliki oleh Republika dalam segi
penulisan?
= pasti setiap media juga adalah yah perihal ke khas an tersebut, pasti
pembaca yang sudah sering membaca kami pasti tahu lah khasnya di mana.
Di mana republika selalu memberitakan tentang umat itulah salah satu khas
dari republika, karena merepresentasikan umat muslim yang berada di
Indonesia.
7. Dalam ideologi republika sendiri itu apa?
= pastinya juga Pancasila, dan juga Islam yang nasionalis.
8. Republika tercetus dari ICMI, apakah haluan republika masih sama dengan
ICMI atau bagaimana?
= masih tetap sama dan saat ini pun kami masih merangkul kepada ICMI,
perihal element-element umat Islamnya. Dan kami tidak condong hanya
pada satu ormas agama atau kelompok tertentu saja, tapi kami merangkul
pada seluruh umat muslim yang ada di Indonesia.
9. Bagaimana cara perusahaan (Republika) untuk menyamakan Ideologi pada
jurnalisnya?
= kita memang sejak awal terjun di dunia wartawan memang di dididk, di
persiapkan tentang ke republikaan, baik perihal ke visi misian dari republika
sendiri juga tentang perspektif penulisan republika. Jadi dari awal para
wartawan sudah di pupuk dan di bekali perihal wawasan tersebut.
10. Seandaikan wartawan tetap ada perbedaan ideologi terhadap Republika,
bagaimana cara mengatasinya?
= tetap kita diskusikan dan adu argument perihal content tersebut, baru
setelah selesai bisa di publish, selain itu pun kan ada team redaktur.
11. Perihal pemberitaan pada (25 Agustus 2015) dengan judul “Ulil: Islam
Nusantara pararel dengan katolik”, bagaimana tanggapannya?
= ini kan perihal pendapatnya Mas Ulil kan yah, iya cukup menarik
memang. Dan kita mengemas pemberitaan tersebut pun sama sesuai apa
yang di tanggapi oleh mas ulil, walau akhirnya public sendiri yang menilai.
Yah kita kan berada di negri demokrasi, jadi sah sah saja tentang pendapat
public bagaimana pun juga. Dan perihal tanggapan mas ulil yang
mengatakan Islam Nusantara pararel dengan katolik yah sah sah saja juga.
Ngga ada yang salah, karena itu pendapatnya mas ulil, tapi memang kembali
lagi pada pembaca bagaimana melihatnya. Memang hal ini sangat sensitive
sekali memang, cuma akhirnya ku berpikir bahwa pembaca-pembaca kita
juga sudah cerdas dan kritis yah, tanpa perlu kita arahkan juga pembaca
sudah tahu.
HASIL WAWANCARA DENGAN USMAN KASONG (DIREKTUR PEMBERITAAN
MEDIA INDONESIA)
1. Bagaimana media Indonesia menentukan setiap narasumbernya?
Kan, kalau dari si narasumber di lihat dari beberapa hal, yang pertama relevansi di mana
Seorang narasumber relevan atau tidak untuk diwawancarai terkait satu isu. Yang
kedua, soal kredibilitas dia, baik kredibilitas keilmuan, profesi dan keorganisasian
untuk diwawancarai isu tersebut. Yang ketiga memang narasumber yang kita anggap
berintegritas, diamana dia dia mata public sebagai figur yang positif. Tiga kriteria
tersebut menjadi hal yang kita pertimbangkan, yang lain lagi yakni yang ke empat ini
bisa kita diskusikan panjang lebar pada saat ingin mewawancarai narasumber, yakni
disaat kita melihat ada seseorang yang memang sudah sering kita wawancarai dan kita
munculkan sosok baru atau seorang intelektual baru. Kurang lebih seperti itu.
2. Yang tadi disebutkan bahwa adanya sebuah diskusi terlebih dahulu, itu seperti apa?
Iya. Ada dua mekanisme yang kita pakai, yang pertama memang melalui rapat dan yang
kedua ialah otoritas redaktur diaman ia bisa menugaskan orang untuk wawancara orang
tersebut, karena kami menganggap seorang redaktur ialah seorang wartawan senior
yang sudah berpengalaman hingga dia kita anggap bisa menentukan siapa yang akan di
wawancarai.
3. Bagaimana mekanisme proses produksi dalam mempublis sebuah berita?
Kalau untuk di Online, di mana di portal media online kita kurang lebih sama dengan
pemberitaan kita di media cetaknya. Jadi ada dua mekanisme proses produksi sebuah
berita. Yang pertama ialah memang berita-berita yang sudah terencanakan dan kita
design dan ada juga berita-berita yang spontan. Dan kalau dalam konteks Islam
Nusantara itu ialah dalam konteks pemberitaan yang sudah terencana, diskusinya ada
pada pemberitaan media cetaknya, diamana kita menugaskan reporter untuk melakukan
wawancara, baik via telepon maupun bertemu langsung, tergantung kebutuhan
pemberitaan harus cepat public atau tidak. Nah dari situ kemudian reporter akan
memasukan tulisannya ke system GPRS, GPRS itu seperti wadah/tempat pengiriman
berita semuanya kesitu, untuk kepanjangan dari GPRS saya lupa. Pokoknya itu sebuah
system. Dan kemudian online bisa saja mengambil dari situ langsung dan yang
menugaskan dari cetak, tapi online bisa menggambil langsung dan langsung ia
tayangkan, namun kalau cetak lebih komplit, dan si online juga akan mengambil lagi
secara otomatis setelah MI cetak terbit, di mana yang tayang di cetak akan tayang
kembali di online. Contahnya seperti ini, online keluar dengan sudah di program
sedemikian rupa berita itu akan muncul pada waktu yang sudah di tentukan, dan si
online bisa memuat berita tersebut dua kali, yang pertama disaat berita di tulis dan di
kirim dan kemudian besoknya ambil dari cetak. Kira-kira prosesnya seperti itu jadi
sangat kecil kemungkinan akan berbedanya anatara cetak dan online.
4. Ada tidak factor-faktor yang mempengaruhi dalam mengemas sebuah berita?
Oh iya bisa,pasti ada, yang pertama Ideologi diamana kami media Indonesia
mempunyai ideologi kebangsaan. Oleh karena itu beritaberita yang kita kemas
mengacu pada kebangsaan. Nah yang lain lagi juga yakni prspektif keilmuan yang
dimiliki seorang wartawan dan biasanya tidak boleh jauh-jauh dari edeologi kami.
Selain ideologi juga kan ilmu, di mana ilmu kan bisa perspektifnya ke ideologi. Nah
itu, tapi yang paling kuat ideologi yang akan mempengaruhi pengemasan berita kita
akan seperti apa.
5. Bagaimana media Indonesia membatasi dan menakar ideologi dan kedaulatan berpikir
dari wartawan media Indonesia sendiri disaat memang berbeda dengan ideologi
perusahaan (media Indonesia)?
Untuk hal itu sangat kecil kemungkinan terjadinya perbedaan ideologi wartawan
dengan ideologi perusahaan, karena diawal sebelum ia menjadi wartawan kan sudah
kita berikan training tentang begini loh ideologi media Indonesia, sudah kami ajarkan
dan beri tahu gaya jurnalisme kita seperti apa. jadi sebenarnya kemungkinan itu akan
tetap ada tapi persentasenya kecil. Oke lah seandaikan dia (wartawan tersebut) memiliki
ideologi yang berbeda dengan perusahaan, kan ada redaktur yang menjadi filter dalam
setiap pemberitaan yang masuk. Jadi redakturlah yang melihat pemberitaan yang masuk
sesuai atau tidak dengan ideologi kita. Dan yang terakhir ada editor dia kan menduduki
profesi redaktur melalui proses, kita lihat juga ideologinya seperti apa dan sudah kita
test psikotes. Jadi dua hal tersebut lah yang menghalau hal tersebut, yang pertama
melalu training dan yang kedua adanya redaktur. Dan seharusnya setiap wartawan yang
sudah masuk ke dalam perusahaan bisa melebur dan mengikuti ideologi yang di pahami
oleh perusahaan. Kalau trainingnya bagus dia bisa memehami apa yang diberikan di
training, editor tidak usah repot-repot karena dia sudah memahaminya. Jadi factor
terpenting bukan editornya tapi ke berhasilan pada saat training tersebut, menanamkan
nilai-nilai velue perusahaan, nilai-nilai ideologi perusuhaan.
Kalau ingin di sambungkan ideologi kita kebangsaan yah kita pro terhadap konsepan
Islam Nusantara, karena kebangsaan tersebut. Yang kita inginkan yah bukannya Islam
yang Arab, jadi yang kami inginkan ialah Islam yang Indonesia. Arab ialah sebuah
bangsa, bukan agama, setiap negara pasti merasakan proses pribumisasian, yah itulah
Islam Nusantara. Islam Nusantara itu ngga harus ko bersurban, tapi berpeci, tidak
bergamis tapi bersarung, berokokoh, kokoh itu pun kan dari china. Dilihat dari ideologi
kita nyambung soal relefansi kenapa kita mewawancarai Ulil Absor sebagai JIL
(jaringan Islam Liberal) itu tidak relevan, kalau kita sebut JIL dalam konteks Islam
Nusantara ini, tapi kita pakai sebagai tokoh muda NU (Nahdatul Ulama) karena
gagasan Islam Nusantara lahir dari NU oleh sebab itu kita sebut Ulil sebagai Intelektual
muda NU, tidak relevan kalau kita sebut JIL, terkecuali misalnya pemberitaan tentang
Liberalisme Islam, kontra fundalisme mungkin kita akan menyebutkan identitas dia
sebagai JIL. Setiap orang kan mempunyai identitas ganda, istilahnya multy identity,
contohnya seperti saya Islam saya juga orang jawa, saya seorang pimpinan, saya
seorang ayah. Disitu relevasinya, ketika kita mewawancarai Ulil dalam konteks Islam
Nusantara tidak relevan seandaikan kita kutip Ulil sebagai kordinator JIL, karena kita
mewancarai dalam konteks Islam Nusantara jadi lebih relevan kita mewawancarai Ulil
sebagai Intelektual Muda NU, karena Islam Nusantara itu di gagas oleh NU. Walaupun
bisa kita korek-korek dalam identitas Islam Liberal tersebut, karena Islam Liberal
Relevansi dengan Pribumisasi Islam.
6. Kalau untuk penggunaan Redaksi sendiri dalam targetan marketing MI sendiri seperti
apa?
Ngga juga yah, kami tidak terlalu mempermasalahkan kesana, jadi tergantung yah pada
konteks pemberitaan Islam Nusantara dengan mewawancarai Ulil, orang-orang
fundamentalis akan menganggapnya negative, tapi bagi orang-orang moderat akan
menganggapnya positif. Tapi apabila relevansinya pas di mata public jadi tidak
berpengaruh lagi, karena sudah relevan, kira-kira seperti itu. Yah contohnya seperti
saya dulu di saat masih menjadi wartawan metro Tv, yah saat saya menulis berita saya
mengatas namakan sebagai wartawan, tapi pada saat saya menulis tentang bahan
penelitian saya di S2 saya, yah saya atas nama mahasiswa. Dulu saya juga Republika,
dan maklum saja seandaikan Republika memberitakannya seperti itu, karena ideologi
dia kan ke agamaan, dan keagamanya yang sekarang bukan keagamaan yang moderat
tidak seperti republika yang dulu. Setelah roformasi repubilka jadi aga-aga ke kanan
makin fundamentalis dan tidak suka dengan Liberalisme, beda dengan dulu yang
mereka pun suka dengan Liberalisme karena banyak juga kerja di republika, banyak
kelompok-kelompok yang sekarang masuk dalam Islam Nusantara, dulu nur Kholis
Majid juga nulis di republika, terus ada beberapa yang liberal juga menulis untuk
republika, tapi itu dulu.
Kita memang lebih sering melihat konteks Islam Nusantara karena sesuai dengan
ideologi kebangsaan kita, makanya pada saat mukhtamar NU dan Muhammadiyah kita
buat edisi yang berjudul Islam Nusantara yang berkemajuan diambil dari dua tema
mukhtamar, yakni mukhtamar NU dengan Islam Nusantara dan Mukhtamar
Muhammadiyah dengan Islam berkemajuan.
Dokumentasi
Bersama Bapak Usman Kansong (media Indonesia)
Bersama Zastrow Al-Ngatawi (Tokoh Muda NU)
Bersama Ulil Absor Abdallah