analisis wacana

18
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG a. Pengertian pendekatan pembelajaran secara tegas belum ada kesepakatan dari para ahli pendidikan. Namun beberapa ahli mencoba menjelaskan tentang pendekatan pembelajaran (instructional approach), misalnya ditulis oleh Gladene Robertson dan Hellmut Lang (1984: 5) dalam http: // banjarnegarambs.wordpress.com / 2008 / 09 / 10 / pendekatan-pembelajaran/ , menurutnya pendekatan pembelajaran dapat dimaknai menjadi 2 pengertian, yaitu pendekatan pembelajaran sebagai dokumen tetap dan pendekatan pembelajaran sebagai bahan kajian yang terus berkembang. 1 Pendekatan pembelajaran sebagai dokumen tetap dimaknai sebagai suatu Kerangka umum dalam Praktek Profesional guru, yaitu serangkaian dokumen yang dikembangkan untuk mendukung pencapaian Kurikulum. Hal tersebut berguna untuk: (1) mendukung kelancaran guru dalam proses pembelajaran; (2) membantu para guru menjabarkan kurikulum dalam praktik pembelajaran di kelas; (3) sebagai panduan bagi guru dalam menghadapi perubahan kurikulum; dan (4) sebagai bahan masukan bagi para penyusun kurikum untuk mendesain kurikulum dan pembelajaran yang terintegrasi. 2 1 Anonim. pendekatan-pembelajaran. Diakses pada tanggal 18 maret 2012 dari sumber. http://adfal86.blogspot.com/2011/11/pengertian-pendekatan.html 2 Loc. Cit.

description

menganalisis sebuah wacana

Transcript of analisis wacana

Page 1: analisis wacana

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

a. Pengertian pendekatan pembelajaran secara tegas belum ada kesepakatan dari para ahli

pendidikan. Namun beberapa ahli mencoba menjelaskan tentang pendekatan pembelajaran

(instructional approach), misalnya ditulis oleh Gladene Robertson dan Hellmut Lang (1984:

5) dalam http: // banjarnegarambs.wordpress.com / 2008 / 09 / 10 / pendekatan-

pembelajaran/, menurutnya pendekatan pembelajaran dapat dimaknai menjadi 2 pengertian,

yaitu pendekatan pembelajaran sebagai dokumen tetap dan pendekatan pembelajaran sebagai

bahan kajian yang terus berkembang.1

Pendekatan pembelajaran sebagai dokumen tetap dimaknai sebagai suatu Kerangka 

umum dalam Praktek  Profesional guru, yaitu serangkaian dokumen yang dikembangkan

untuk mendukung pencapaian  Kurikulum. Hal tersebut berguna untuk: (1) mendukung

kelancaran guru dalam proses pembelajaran; (2) membantu para guru  menjabarkan

kurikulum dalam praktik pembelajaran di kelas; (3) sebagai panduan bagi guru dalam

menghadapi perubahan kurikulum; dan (4) sebagai bahan masukan bagi para penyusun

kurikum untuk mendesain  kurikulum dan pembelajaran yang terintegrasi.2

Menurut Philip R. Wallace (1992: 13) dalam http://banjarnegara

mbs.wordpress.com/2008/09/10/pendekatan-pembelajaran/, pendekatan pembelajaran

dibedakan menjadi 2, yaitu: Pendekatan konservatif (conservative approaches) dan

pendekatan liberal (liberal approach). Pendekatan konservatif memandang bahwa proses

pembelajaran yang dilakukan sebagai mana umumnya guru mengajarkan materi kepada

siswanya.3 Guru mentransfer ilmu pengetahuan kepada siswa, sedangkan siswa lebih banyak

sebagai penerima. Sedangkan pendekatan liberal (liberal approaches) adalah pendekatan

pembelajaran yang memberi kesempatan luas kepada siswa untuk mengembangkan strategi

dan keterampilan belajarnya sendiri.

Dari semua pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa pendekatan pembelajaran adalah

seperangkat asumsi atau pandangan guru tentang hakikat bahasa yang diajarkan kepada siswa 1 Anonim. pendekatan-pembelajaran. Diakses pada tanggal 18 maret 2012 dari sumber. http://adfal86.blogspot.com/2011/11/pengertian-pendekatan.html2 Loc. Cit.3 Loc. Cit.

Page 2: analisis wacana

dalam suatu proses interaksi belajar-mengajar di kelas yang difasilitasi guru dengan dengan

baik (materi, metode, media, evauasi) sehingga pencapaian tujuan pembelajaran (bahasa)

bisa dicapai.

b. Pengertian Analisis

1. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia Analisis adalah penguraian suatu pokok atas

berbagai bagiannya dan penelaahan bagian itu sendiri serta hubungan antar bagian untuk

memperoleh pengertian yang tepat dan pemahaman arti keseluruhan.

2. Menurut Anne Gregory Analisis adalah langkah pertama dari proses perencanaan

3. Menurut Dwi Prastowo Darminto & Rifka Julianty Analisis merupakan penguraian suatu

pokok atas berbagai bagiannya dan penelaahan bagian itu sendiri, serta hubungan antar

bagian untuk memperoleh pengertian yang tepat dan pemahaman arti keseluruhan

4. Syahrul & Mohammad Afdi Nizar Analisis berarti melakukan evaluasi terhadap kondisi

dari pos-pos atau ayat-ayat yang berkaitan dengan akuntansi dan alasan-alasan yang

memungkinkan tentang perbedaan yang muncul 

5. Menurut Wiradi Analisis adalah aktivitas yang memuat sejumlah kegiatan seperti

mengurai, membedakan, memilah sesuatu untuk digolongkan dan dikelompokkan

kembali menurut kriteria tertentu kemudian dicari kaitannya dan ditaksir maknanya.

6. Menurut Komaruddin Analisis adalah kegiatan berfikir untuk menguraikan suatu

keseluruhan menjadi komponen sehingga dapat mengenal tanda-tanda komponen,

hubungannya satu sama lain dan fungsi masing-masing dalam satu keseluruhan yang

terpadu

c. Pengertian wacana

Berdasarkan hierarkinya, wacana merupakan tataran bahasa yang terbesar, tertinggi,

dan terlengkap. Wacana dikatakan terlengkap karena wacana mencakup tataran dibawahnya,

yakni fonologi, morfologi, sintaksis, semantic, dan ditunjang oleh unsure lainya, yaitu situasi

pemakaian dalam masyarakat. Wacana dibentuk oleh paragraf-paragraf sedangkan paragraph

dibentuk oleh kalimat-kalimat. Yang membentuk paragraph itu haruslah merangkai kalimat

satu dengan kaliamat berikutnya dan harus berkaitan sehingga membentuk satu kesatuan

yang utuh atau membentuk suatu gagasan selanjutnya. Paragraf-paragraf pun merangkai

secara utuh membentuk sebuah wacana yang memiliki tema utuh.4

4 Yoce Aliah Darma. Analisis Wacana Kritis. (Bandung: Yrama Widya), 2009. Hlm. 1

Page 3: analisis wacana

Istilah wacana dipakai oleh banyak kalangan mulai dari studi bahasa, psikologi, politik,

komunikasi, sastra, dan sebagainya. Dalam pembelajaran, wacana merupakan disiplin

ilmu baru. Pemunculannya sekitar tahun 70-an. Firth (syamsuddin, 1992:2)

mengemukakan bahwa language was only meaningful in its context of situation. Jadi,

penbahasan wacana adalah pembahasan bahasa dan tuturan yang harus dalam satu

rangkaian kesatuan situasi atau dengan kata lain, makan suatu bahasa berada dalam

rangkaian konteks dan situasi.5

Tarigan mengatakan bahwa wacana adalah satuan bahasa terlengkap dan tertinggi atau

terbesar di atas kalimat atau klausa dengan koherensi dan kohesi tinggi yang

berkesinambungan, yang mampu mempunyai awal dan akhir yang nyata, disampaikan secara

lisan atau tertulis (Tarigan, 1987:27).6

Harimurti Kridalaksana dalam kamus linguistiknya mengemukakan bahwa wacana adalah

satuan bahasa terlengkap, dalam hierarkis gramatiakal merupakan satuan gramatikal tertinggi

atau terbesar.7

Dari pendapat-pendapat di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa wacana merupakan

rangkaian ujar atau rangkaian tindak tutur yang mengungkapkan suatu hal yang disajikan

secara teratur, sistematis, dalam satu kesatuan koheren, yang dibentuk oleh unsur-unsur

segmental dalam sebuah wacana yang paling besar. Sedangkan unsur nonsegmental dalam

sebuah wacana pada hakikatnya berhubungan dengan situasi, waktu, gambaran, tujuan,

makna, intonasi, dan tekanan dalam pemakaian bahasa, serta rasa bahasa yang sering kita

kenal dengan istilah konteks. Semuanya itu berada dalam satu rangkaian ujar maupun

rangkaian tindak tutur.

Sobur Alex (2001) mengungkap bahwa wacana adalah rangkaian ujar atau rangkaian

tindak tutur yang mengungkapkan suatu hal (subjek) yang disajikan secara tutur,

sisrematis, dalam suatau kesatuan yang koheren, dibentuk oleh unsur segmental maupun

nonsegmental bahasa. 8

Wacana dalam perspektif ini dimaknai sebagai :

5 Ibid. hlm. 16 Ibid. hlm. 27 Ibid. hlm. 38 Ibid. hlm. 3

Page 4: analisis wacana

Pengucapan-pengucapan yang kompleks dan beraturan, yang mengikuti norma

atau standar yang telah pasti dan pada gilirannya mengorganisasikan kenyataan

yang tak beraturan. Norma atau standar itu, lebih jauh lagi dianggap ikut

menyusun perilaku-perilaku manusia yakni dengan cara memasukkan episode-

episode penampilan tertentu dalam kategori-kategori politik, sosial, atau

hubungan sosial lainnya (Saphiro dalam Latif, 1996:81).

Pandangan Saphiro ini menyiratkan bahwa kaidah, norma atau standar (dalam hal ini

sintaksis dan semantik) sangat menentukan nilai suatu wacana. Secara lebih sederhana,

Crystal dan Cook dalam Nunan (1993) mendefinisikan discourse atau wacana sebagai unit

bahasa lebih besar daripada kalimat, sering berupa satuan yang runtut/koheren dan memiliki

tujuan dan konteks tertentu, seperti ceramah agama, argumen, lelucon atau cerita. Walaupun

tidak setegas Saphiro, Nunan melihat pentingnya unsur-unsur keruntutan dan koherensi

sebagai hal yang penting untuk menilai sebuah wacana.

Sementara Lubis secara lebih netral (2004:149) mendefinisikan wacana sebagai

'kumpulan pernyataan-pernyataan yang ditulis atau diucapkan atau dikomunikasikan dengan

menggunakan tanda-tanda'. White (dalam Lubis, 2004:149) mengartikannya sebagai 'dasar

untuk memutuskan apa yang akan ditetapkan sebagai suatu fakta dalam masalah-masalah

yang dibahas, dan untuk menentukan apa yang sesuai untuk memahami fakta-fakta yang

kemudian ditetapkan'. Tidak seperti yang lain White melihat wacana lebih sebagai sebab

daripada sebagai akibat atau produk.

Dengan pemahaman wacana seperti tersebut di atas, Nunan 1993 menyatakan bahwa

analisis wacana adalah studi mengenai penggunaan bahasa yang memiliki tujuan untuk

menunjukkan dan menginterpretasikan adanya hubungan antara tatanan atau pola-pola

dengan tujuan yang diekspresikan melalui unit kebahasaan tersebut. Analisis wacana model

Nunan ini dilakukan melalui pembedahan dan pencermatan secara mendetil elemen-elemen

linguistik seperti kohesi, elipsis, konjungsi, struktur informasi, thema dsb untuk

menunjukkan makna yang tidak tertampak pada permukaan sebuah wacana. Misalnya sebuah

percakapan yang secara fisik tidak memiliki cohesive links sama sekali dapat menjadi wacana

yang runtut dalam konteks tertentu, sementara suatu kelompok kalimat yang memiliki

cohesive links justru tidak atau belum tentu menjadi wacana yang runtut, hingga dapat

disimpulkan bahwa eksistensi cohesive link tidak menjamin keruntutan suatu wacana. Oleh

Page 5: analisis wacana

karenanya di butuhkan pengetahuan mengenai fungsi setiap ujaran yang ada untuk

memahami sebuah diskursus.

Misalnya pada wacana sbb.:

A: Kita akan menerima tamu-tamu untuk makan siang.

B: Ia seorang penulis besar

Atau pada:

A: Kamu pakai kaus tangan?

B: Tidak

A: Bagaimana dengan laba-laba?

B: Mereka juga tidak pakai kaus tangan.

(dari Nunan, 1993)

Kedua wacana di atas sekilas tampak tidak bermakna, dan antara ujaran yang satu

dengan yang lain nampak tidak ada kaitannya. Tapi jika kita memahami konteks dan fungsi

masing-masing ujaran sesungguhnya mereka merupakan wacana yang bermakna.

Jadi, wacana adalah proses komunikasi menggunakan symbol-simbol yang berkaitan

dengan interpretasi dan peristiwa-peristiwa di dalam system kemasyarakatan yang luas.

Melalui pendekatan wacana, pesan-pesan komunikasi seperti kata-kata, tulisan, gambar-

gambar, dan lain-lain, tidak bersifat netral atau steril.

BAB II

PEMBAHASAN

Analisis Wacana

Page 6: analisis wacana

Analisis wacana (discourse analysis) diperkenalkan Harris melalui artikel Discourse

Analysis dalam jurnal Language, No. 28/1952, 1-30. Dalam artikel itu Harris membicarakan

wacana iklan dengan menelaah saling hubungan antara kalimat-kalimat yang menyusunnya

dan kaitan antara teks dengan masyarakat dan budaya (lih. Renkema, 2004:7).

Analisis wacana muncul sebagai suatu reaksi terhadap linguistik murni yang tidak bisa

mengungkapkan hakikat bahasa secara sempurna. Dalam hal ini para pakar analisis wacana

mencoba memberikan alternatif dalam memahami hakikat bahasa tersebut. Analisis wacana

mengkaji bahasa secara terpadu, dalam arti tidak terpisah-pisah seperti dalam linguistik,

semua unsur bahasa terkait pada konteks pemakaian. Oleh karena itu, analisis wacana sangat

penting untuk memahami hakikat bahasa dan perilaku berbahasa termasuk belajar bahasa.

Analisis wacana adalah suatu disiplin ilmu yang berusaha mengkaji penggunaan bahasa yang

nyata dalam komunikasi.

Stubbs (1983:1) mengatakan bahwa analisis wacana merupakan suatau kajian yang

meneliti dan menganalisis bahasa yang digunakan secara alamiah, baik lisan maupun

tulis, misalnya pemakaian bahasa dalam komunikasi sehari-hari. Selanjutnya Stubbs

menjelaskan bahwa analisis wacana menekannkan kajiannya pada penggunaan bahasa

dalam kontes sosial, khususnya dalam penggunaan bahasa antarpenutur. Jadi, jelasnya

analisis wacana bertujuan untuk mencari keteraturan, yaitu hal-hal yang berkaitan

dengan keberterimaan penggunaan bahasa di masyarakat secara realita dan cenderung

tidak merumuskan kaidah bahasa seperti dalam tata bahasa. 9

Kartomiharjo (1999:21) mengungkap bahwa analisis wacana merupakan cabang ilmu

bahasa yang dikembangkan untuk menganalisis suatu unit bahasa yang lebih besar dari pada

kalimat.10

Analisis wacana lazim digunakan untuk menemukan makna wacana yang persis sama atau

paling tidak sangat ketat dengan makna yang dimaksud oleh pembicara dalam wacana lisan,

atau oleh penulis dengan wacana tulis.Tata wacana terdiri dari sekumpulan peraturan-

peraturan tak tertulis serta asumsi-asumsi yang dipahami bersama sebagai upaya untuk

mengatur apa yang pantas ditulis, dipikirkan dan dilakukan dalam suatu bidang. Analisis

wacana mempelajari bagaimana peraturan-peraturan, konvensi-konvensi dan prosedur-

prosedur yang membenarkan dan menentukan tata wacana (discursive practice). Ia

9 Ibid. hlm1510 Ibid. hlm15

Page 7: analisis wacana

menelusuri secara mendalam segala sesuatu yang dikatakan atau ditulis dalam masyarakat,

sistem umum, repertoir dari topik-topik pembicaraan, aturan-aturan yang dinyatakan yang

mengatur apa yang boleh dikatakan dan apa yang tidak boleh, apa yang bisa diperdebatkan

dalam suatu bidang kajian. Aliran ini juga menentukan objek penelusuran secara berbeda,

yakni memfokuskan meskipun tidak secara eksklusif, terhadap materi-materi tertulis dalam

konteks lembagawi, sosial dan politis. Analisis wacana dalam pengertian ini tidak lebih

mementingkan disiplin-disiplin budaya tinggi seperti susastra, filsafat dan sejarah, ia

menggunakan metode-metode analisis isi, naratologi, semiotik dan ideologiekritik untuk

mengungkap diskursus/wacana dalam kehidupan sehari-hari.

d. Pendekatan dalam Kajian Wacana

Sebuah wacana mempunyai dimensi yang luas karena wacana diproduksi oleh

masyarakat pemiliknya yang beragam dan kaya budaya. Untuk memahami secara mendalam

dan tuntas diperlukan berbagai sudut pandang. Ada lima macam pendekatan dalam mengkaji

wacana, yakni pendekatan (a) pendekatan struktural, (b) pendekatan sosiolinguistik, (c)

pendekatan pragmatik, (d) pendekatan tindak tutur, dan (e) pendekatan kritis atau dikenal

dengan analisis wacana kritis (AWK).

1. Pendekatan Struktural

Kajian wacana dengan pendekatan struktural berasumsi bahwa sebuah wacana

adalah suatu struktur yang memiliki berbagai komponen yang saling bekerja sama.

Tujuan utama kajian wacana dengan pendekatan struktural adalah menggambarkan

substansi suatu wacana sebagai sebuah bangunan.  Sasaran kajiannya adalah menemukan

dan mengungkap komponen pembangun wacana dan hubungan antarkomponen (relasi

“syn function”) pembangun wacana. 

Objek kajian wacana   dengan pendekatan struktural adalah unsur-unsur internal

yang terdapat dalam sebuah wacana. Misalnya memotret dan memahami (1) kohesi

wacana, (2) koherensi wacana,  (3) konteks dan ko-teks, (4) topik, dan (5) struktur

kewacanaan.

a. Kohesi Wacana,

Page 8: analisis wacana

b. Koherensi Wacana,

c. Konteks Dan Ko-Teks,

d. Topik, dan

e. Struktur Kewacanaan.

Kohesi dan Koherensi Wacana Bahasa Indonesia

Istilah kohesi mengacu pada hubungan antarbagian dalam sebuah teks yang ditandai oleh

penggunaan unsur bahasa sebagai pengikatnya. Kohesi merupakan salah satu unsur pembentuk

koherensi. Oleh sebab itu, dalam sebuah teks koherensi lebih penting dari kohesi. Namun bukan

berarti kohesi tidak penting, Jenis alat kohesi ada tiga, yaitu substitusi, konjungsi, dan leksikal.

Koherensi adalah kepaduan gagasan antarbagian dalam wacana. Kohesi merupakan salah satu

cara untuk membentuk koherensi. Cara lain adalah menggunakan bentuk-bentuk yang

mempunyai hubungan parataksis dan hipotaksis (parataxis and hypotaxis). Hubungan parataksis

itu dapat diciptakan dengan menggunakan pernyataan atau gagasan yang sejajar (coordinative)

dan subordinatif. Penataan koordinatif berarti menata ide yang sejajar secara beruntun.

KONTEKS WACANA BAHASA INDONESIA

Hakikat Konteks

Konteks adalah sesuatu yang menjadi sarana untuk memperjelas suatu maksud. Sarana

yang dimaksud ialah bagian ekspresi yang mendukung kejelasan maksud dan situasi yang

berhubungan dengan suatu kejadian. Konteks yang berupa bagian ekspresi yang dapat

memperjelas maksud disebut ko-teks (co-text). Konteks yang berupa situasi yang berhubungan

dengan kejadian lazim disebut konteks (context) ( Hallyday,M.A.K & Hasan R, 1976 : 29;

Rustono, 1999 : 20; Rani, dkk., 2006 : 16). Ko-teks dan konteks dalam analisis wacana

merupakan dua hal yang saling melengkapi. Dengan demikian, mengkaji wacana sangat

bermanfaat untuk memahami makna/maksud penggunaan bahasa yang sebenarnya.

Konteks wacana dibentuk oleh berbagai unsur, yaitu situasi, pembicara, pendengar, waktu,

tempat, adegan, topik, peristiwa, bentuk amanat, kode, saluran (Alwi 1998:421). Konteks wacana

meliputi:

Page 9: analisis wacana

a.       konteks fisis (physical context) yang meliputi tempat terjadinya pemakaian bahasa pada suatu

komunitas, objek yang disajikan dalam peristiwa komunikasi itu dan tindakan atau perilaku dari pada

peran dalam peristiwa komunikasi itu.

b.      konteks epistemis (epistemic context) atau latar belakang pengetahuan yang sama-sama diketahui

oleh para pembicara maupun pendengar.

c.       Konteks linguistik (linguistic context) yang terdiri atas kalimat-kalimat atau tuturan-tuturan yang

mendahului satu kalimat atau tuturan tertentu dalam peristiwa komunikasi.

d.      Konteks sosial (social context) yaitu relasi sosial dan latar setting yang melengkapi hubungan antara

pembicara (penutur) dengan pendengar

(mitra tutur).

Konteks adalah benda atau hal yang berada bersama teks dan menjadi lingkungan atau situasi

penggunaan bahasa. Konteks tersebut dapat berupa konteks linguistik dan dapat pula berupa

konteks ekstralinguistik. Konteks linguistik yang juga berupa teks atau bagian teks dan menjadi

lingkungan sebuah teks dalam wacana yang sama dapat disebut konteks ekstralinguistik berupa

hal-hal yang bukan unsur bahasa, seperti partisipan, topik, latar atau setting (tempat, waktu, dan

peristiwa), saluran (bahasa lisan atau tulis), bentuk komunikasi (dialog, monolog, atau polilog)

Pengguna bahasa harus memperhatikan konteks agar dapat menggunakan bahasa secara tepat

dan menentukan makna secara tepat pula. Dengan kata lain, pengguna bahasa senantiasa terikat

konteks dalam menggunakan bahasa. Konteks yang harus diperhatikan adalah konteks linguistik

dan konteks ekstralinguistik.

Macam-macam Konteks

Konteks adalah sesuatu yang menyertai atau yang bersama teks. Secara garis besar, konteks

wacana dibedakan atas dua kategori, yakni konteks linguistik dan konteks ekstralinguistik.

Konteks linguistik adalah konteks yang berupa unsur-unsur bahasa. Konteks linguistik itu

mencakup penyebutan depan, sifat kata kerja, kata kerja bantu, dan proposisi positif

Di samping konteks ada juga koteks. Koteks adalah teks yang berhubungan dengan sebuah teks

yang lain. Koteks dapat pula berupa unsur teks dalam sebuah teks.Wujud koteks bermacam-

macam, dapat berupa kalimat, pargraf, dan bahkan wacana.

Konteks ekstralinguistik adalah konteks yang bukan berupa unsur-unsur bahasa. Konteks

ekstralinguistik itu mencakup praanggapan, partisipan, topik atau kerangka topik, latar, saluran,

Page 10: analisis wacana

dan kode. Partisipan adalah pelaku atau orang yang berpartisipasi dalam peristiwa komunikasi

berbahasa. Partisipan mencakup penutur, mitra tutur. dan pendengar. Latar adalah tempat dan

waktu serta peristiwa beradanya komunikasi. Saluran adalah ragam bahasa dan sarana yang

digunakan dalam penggunaan wacana. Kode adalah bahasa atau dialek yang digunakan dalam

wacana.

Dalam menganalisis wancana sasaran utamanya bukan pada struktur kalimat tetapi pada status

dan nilai fungsional kalimat dalam konteks, baik itu konteks linguistik ataupun konteks

ekstralinguistik.

Tiga manfaat konteks dalam analisis wancana.

1. Penggunaan konteks untuk mencari acuan, yaitu pembentukan acuan berdasarkan konteks

linguistik.

2. Penggunaan konteks untuk menentukan maksud tuturan, yaitu bahwa maksud sebuah

tuturan ditentukan oleh konteks wancana.

3. Penggunaan konteks untuk mencari bentuk tak terujar yaitu bentuk yang memiliki unsur

tak terujar atau bentuk eliptis adalah bentuk yang hanya dapat ditentukan berdasarkan

konteks.

BAB III

KESIMPULAN

Analisis wacana sangat berpengaruh dalam perkembangan bahasa yaitu suatu kajian yang

meneliti dan menganalisis bahasa yang digunakan secara alamiah, baik lisan maupun tulis,

misalnya pemakaian bahasa dalam komunikasi sehari-hari. Padahal awalnya diperkenalkan oleh

Page 11: analisis wacana

Harris melalui artikel Discourse Analysis dalam jurnal Language, No. 28/1952, 1-30. Dalam

artikel itu Harris membicarakan wacana iklan dengan menelaah saling hubungan antara kalimat-

kalimat yang menyusunnya dan kaitan antara teks dengan masyarakat dan budayayang mengkaji

kaidah bahasa dan menjelaskan bagaimana kalimat-kalimat dalam suatu teks dihubungkan oleh

semacam tatabahasa yang diperluas.

DAFTAR PUSTAKA

http://berandakosong.blogspot.com/2011/10/pendekatan-wacana.html

http://andriew.blogspot.com/2011/03/pengertian-wacana-dan-analisis-wacana.html

Baryadi Praptomo. 2002. Dasar-dasar Analisis Wacana dalam Ilmu Bahasa. Yogyakarta: Pustaka Gondhosuli.

Eriyanto. 2001. Analisis Wacana: Pengantar Analisis Teks Media. Yogyakarta: LKIS

Hasan Alwi. 1998. Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia Edisi 3. Jakarta: Balai Pustaka.

Jorgensen, Marianne W. dan Louise J. Philips. 2007. Analisis Wacana Teori dan Metode. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Lukmana dan E. Aminuddin Aziz dan Dede Kosasih. 2006. Linguistik Indonesia. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.

Mulyana. 2005. Kajian Wacana : Teori, Metode dan Aplikasi Prinsip-Prinsip Analisis Wacana. Yogyakarta: Tiara Wacana.

Paina. 2010. “Tindak Tutur Komisif Bahasa Jawa: Kajian Sosiopragmatik”. Disertasi. Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada.

Poerwadarminta, W. J. S. 1976. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta: PN Balai Pustaka.

Page 12: analisis wacana

Silvana Sinar, Tengku. 2008. Teori dan Analisis Wacana : Pendekatan Sistematik Fungsional. Medan: Pustaka Bangsa Press.

Yoce Aliah. 2009. Analisis Wacana Kritis. Bandung: Yrama