ANALISIS TEBAL LAPIS TAMBAH PERKERASAN · PDF fileperkerasan diatas lapis pondasi yang telah...

14
ANALISIS TEBAL LAPIS TAMBAH PERKERASAN LENTUR MENGGUNAKAN METODE AASHTO 1993 DAN PROGRAM ELMOD 6 STUDI KASUS : JALAN PANTURA (RUAS : PALIMANAN – JATIBARANG) Rizko Pradana Andika Program Magister Sistem Teknik dan Jalan Raya Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan Institut Teknologi Bandung Jl. Ganesha No. 10 Bandung 40132 Telp./Fax: 62-22-2534167 email: [email protected] Bambang Sugeng Subagio Program Magister Sistem Teknik dan Jalan Raya Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan Institut Teknologi Bandung Jl. Ganesha No. 10 Bandung 40132 Telp./Fax: 62-22-2534167 email: [email protected] Eri SusantoHariadi Program Magister Sistem Teknik dan Jalan Raya Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan Institut Teknologi Bandung Jl. Ganesha No. 10 Bandung 40132 Telp./Fax: 62-22-2534167 email:[email protected] Sony Sulaksono. W Program Magister Sistem Teknik dan Jalan Raya Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan Institut Teknologi Bandung Jl. Ganesha No. 10 Bandung 40132 Telp./Fax: 62-22-2534167 email: [email protected] Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis perbedaan tebal lapis tambah yang diperlukan pada Jalan Pantura ruas Palimanan-Jatibarang menggunakan Metode AASHTO 1993 dan Program ELMOD versi 6. Analisis menggunakan metode AASHTO 1993 memakai dua asumsi perhitungan kapasitas struktural yaitu asumsi bahwa pada tahun 2007 dilakukan penanganan terhadap perkerasan yaitu berupa pembuatan struktur baru perkerasan diatas lapis pondasi yang telah rusak dan asumsi kedua bahwa pada tahun 2007 dilakukan penanganan terhadap perkerasan berupa tebal lapis tambah menggunakan AC WC tanpa melihat riwayat penanganan struktur perkerasan. Analisis menggunakan Program ELMOD versi 6 juga memakai dua asumsi struktur model perkerasan yaitu model tiga lapis dan model lima lapis. Tebal lapis tambah hasil analisis metode AASHTO 1993 menghasilkan kebutuhan lapis tambah yang hampir sama dengan tebal lapis tambah hasil perhitungan dengan Program ELMOD versi 6 dengan asumsi struktur 5 lapis. Yang berarti bahwa semakin banyak jumlah lapisan maka hasil perhitungan Program ELMOD semakin baik. Kata Kunci : Metode AASHTO 1993, Program ELMOD 6, tebal lapis tambah Abstract The purpose of this study is to analyze the different of overlay of Pantura Road Palimana-Jatibarang segment using AASHTO 1993 Method and ELMOD 6 computer program. Analysis using AASHTO 1993 method with two assumptions. First, they made a new pavement structure in 2007. Second, in 2007 they just made an overlay on the old pavement structure with AC WC without saw the history of handling the pavement structure. Analysis using ELMOD 6 computer program also with two assumptions. They are three and five layers. Overlay with AASHTO 1993 method needs the nearly thickness with overlay as the result of ELMOD 6 Computer Program with five layers model. It means that the increment of layers make the calculation better. . Key Words : AASHTO 1993 method, ELMOD 6 computer program, overlay 1. Pendahuluan Kawasan Koridor Pantai Utara (Pantura) Jawa mempunyai nilai ekonomis tinggi, karenaberhadapan langsung dengan Laut Jawa, yang merupakan jalur perdagangan laut baikregional, nasional maupun internasional. Kawasan ini juga dilintasi oleh jalan Arteri Primer(jalan Nasional) yang juga merupakan jalur perdagangan darat regional dan nasional. Dengan meningkatnya pertumbuhan kendaraan baik dari segi jumlah dan beban yang diangkut sehingga melebihi batas yang diijinkan, mengakibatkan kerusakan pada kondisi struktur

Transcript of ANALISIS TEBAL LAPIS TAMBAH PERKERASAN · PDF fileperkerasan diatas lapis pondasi yang telah...

Page 1: ANALISIS TEBAL LAPIS TAMBAH PERKERASAN · PDF fileperkerasan diatas lapis pondasi yang telah rusak dan asumsi kedua bahwa pada tahun 2007 dilakukan penanganan ... Metodologi Metodologi

ANALISIS TEBAL LAPIS TAMBAH PERKERASAN LENTUR MENGGUNAKAN

METODE AASHTO 1993 DAN PROGRAM ELMOD 6

STUDI KASUS : JALAN PANTURA

(RUAS : PALIMANAN – JATIBARANG)

Rizko Pradana Andika Program Magister Sistem Teknik dan Jalan Raya

Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan

Institut Teknologi Bandung

Jl. Ganesha No. 10 Bandung 40132

Telp./Fax: 62-22-2534167

email: [email protected]

Bambang Sugeng Subagio Program Magister Sistem Teknik dan Jalan Raya

Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan

Institut Teknologi Bandung

Jl. Ganesha No. 10 Bandung 40132

Telp./Fax: 62-22-2534167

email: [email protected]

Eri SusantoHariadi Program Magister Sistem Teknik dan Jalan Raya

Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan

Institut Teknologi Bandung

Jl. Ganesha No. 10 Bandung 40132

Telp./Fax: 62-22-2534167

email:[email protected]

Sony Sulaksono. W Program Magister Sistem Teknik dan Jalan Raya

Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan

Institut Teknologi Bandung

Jl. Ganesha No. 10 Bandung 40132

Telp./Fax: 62-22-2534167

email: [email protected]

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis perbedaan tebal lapis tambah yang diperlukan pada Jalan Pantura

ruas Palimanan-Jatibarang menggunakan Metode AASHTO 1993 dan Program ELMOD versi 6. Analisis

menggunakan metode AASHTO 1993 memakai dua asumsi perhitungan kapasitas struktural yaitu asumsi

bahwa pada tahun 2007 dilakukan penanganan terhadap perkerasan yaitu berupa pembuatan struktur baru

perkerasan diatas lapis pondasi yang telah rusak dan asumsi kedua bahwa pada tahun 2007 dilakukan

penanganan terhadap perkerasan berupa tebal lapis tambah menggunakan AC WC tanpa melihat riwayat

penanganan struktur perkerasan. Analisis menggunakan Program ELMOD versi 6 juga memakai dua asumsi

struktur model perkerasan yaitu model tiga lapis dan model lima lapis. Tebal lapis tambah hasil analisis

metode AASHTO 1993 menghasilkan kebutuhan lapis tambah yang hampir sama dengan tebal lapis tambah

hasil perhitungan dengan Program ELMOD versi 6 dengan asumsi struktur 5 lapis. Yang berarti bahwa

semakin banyak jumlah lapisan maka hasil perhitungan Program ELMOD semakin baik.

Kata Kunci : Metode AASHTO 1993, Program ELMOD 6, tebal lapis tambah

Abstract

The purpose of this study is to analyze the different of overlay of Pantura Road Palimana-Jatibarang segment

using AASHTO 1993 Method and ELMOD 6 computer program. Analysis using AASHTO 1993 method

with two assumptions. First, they made a new pavement structure in 2007. Second, in 2007 they just made an

overlay on the old pavement structure with AC WC without saw the history of handling the pavement

structure. Analysis using ELMOD 6 computer program also with two assumptions. They are three and five

layers. Overlay with AASHTO 1993 method needs the nearly thickness with overlay as the result of ELMOD

6 Computer Program with five layers model. It means that the increment of layers make the calculation

better.

.

Key Words : AASHTO 1993 method, ELMOD 6 computer program, overlay

1. Pendahuluan

Kawasan Koridor Pantai Utara (Pantura) Jawa mempunyai nilai ekonomis tinggi, karenaberhadapan langsung

dengan Laut Jawa, yang merupakan jalur perdagangan laut baikregional, nasional maupun internasional.

Kawasan ini juga dilintasi oleh jalan Arteri Primer(jalan Nasional) yang juga merupakan jalur perdagangan

darat regional dan nasional. Dengan meningkatnya pertumbuhan kendaraan baik dari segi jumlah dan beban

yang diangkut sehingga melebihi batas yang diijinkan, mengakibatkan kerusakan pada kondisi struktur

Page 2: ANALISIS TEBAL LAPIS TAMBAH PERKERASAN · PDF fileperkerasan diatas lapis pondasi yang telah rusak dan asumsi kedua bahwa pada tahun 2007 dilakukan penanganan ... Metodologi Metodologi

perkerasan jalan. Kerusakan pada struktur perkerasan jalan yang terjadi otomatis akan merugikan pemakai

jalan karena biaya operasi kendaraan semakin tinggi dan tentu saja waktu perjalanan yang semakin

meningkat. Untuk mengatasinya, diperlukan usaha-usaha pembinaan yang tepat untuk menjaga kondisi jalan

tersebut tetap pada tingkat pelayanan yang diinginkan. Untuk dapat melakukan pembinaan secara tepat

diperlukan data kondisi perkerasan yang nantinya digunakan untuk mengevaluasi kondisi struktural jalan

terpasang. Langkah selanjutnya adalah pengambilan keputusan yaitu, perbaikan atau pemeliharaan yang tepat

agar kondisi jalan yang ada tetap terjaga, dan salah satu usaha yang dilakukan adalah pelaksanaan lapis

tambah (overlay)Topik utama yang akan dianalisa oleh penulis adalah melakukan kajian perbandingan tebal

lapis tambah (overlay) perkerasan lentur yang diperoleh dari program Evaluation of Layer Moduli and

OverlayDesign (ELMOD) versi 6 berupa hasil pengukuran alat FWD dan membandingkannya dengan

Metoda AASHTO 1993. Hal ini dilakukan untuk mengetahui parameter-parameter yang menyebabkan

perbedaan tebal lapis tambah (overlay) dari hasil analisis dengan menggunakan kedua metoda tersebut.

2. Metodologi

Metodologi penelitian yang akan dilakukan mengacu pada ruang lingkup penelitian yang digambarkan pada

bagan alir pada Gambar 1

Studi Pustaka Penyusunan Metodologi

Membandingkan dan Menganalisis Tebal Lapis Tambah

dan Umur Sisa dari Kedua Metode

Pengukuran Temperatur

(Primer dan Sekunder)

Perkerasan Terpasang

(Sekunder)

Data Lalu Lintas

(Primer dan Sekunder)

Struktur PerkerasanLendutan (FWD)

Proses Analisis Menggunakan 2 Metode

ELMOD

Menentukan Stiffness Modulus

Menentukan Tebal Lapis Tambahan

dan sisa umur rencana

Pengumpulan Data

Analisis Data

Akhir

Penentuan Ruas yang Ditinjau

Menentukan Tebal Lapis Tambahan

dan sisa umur rencana

Persiapan

Mulai

Selesai

LHR

Menentukan SN Perkerasan

Metode AASHTO 1993

Temperatur Udara dan

Temperatur Perkerasan

Faktor Koreksi Temperatur

Pengukuran Lendutan

(Sekunder)

Lendutan Terkoreksi

Koefisien Distribusi Lajur

Faktor Truk

CESAL

Pengukuran Beban Sumbu

(Sekunder)

Data WIM

Gambar 1. Alur Penelitian

2.1 Tahap Persiapan

Pekerjaan 'dalam penelitian ini dilakukan sebelum pengumpulan data, yang dilakukan adalah sebagai berikut

1. Pengumpulan dan· penyusunan studi pustaka yang berkaitan dengan topikpenelitian terutama

tentang lapis tambahan (overlay), umur sisa rencana, pavement deflection, modulus elastisitas.

2. Penyusunan metodologi penelitian berdasarkan topik dan tujuan penelitianserta studi pustaka yang

menunjang.

Page 3: ANALISIS TEBAL LAPIS TAMBAH PERKERASAN · PDF fileperkerasan diatas lapis pondasi yang telah rusak dan asumsi kedua bahwa pada tahun 2007 dilakukan penanganan ... Metodologi Metodologi

3. Penentuan ruas yang ditinjau, untuk penelitian ini adalah Jalan Pantura, Ruas Palimanan –

Jatibarang.

2. 2 Tahap Pengumpulan Data

Data yang menunjang penelitian ini akan dicari pada instansi-instansi terkait, yaitu: Pusjatan dan Bintek

Departemen PU Direktorat Jendral Bina Marga, Jakarta. Data-data tersebut antara lain:

1. Data struktur perkerasan (sekunder)

Data yang digunakan umumnya adalah data sekunder berupa kondisi perkerasan berupa tebal lapis

perkerasan tahun 2007 dan jenis material dari masing-masing lapis perkerasan yang akan didapat

dari hasil penelitian PUSJATAN, Bandung.

2. Data lendutan(sekunder)

Data lendutan perkerasan jalan yang diamati, berupa data sekunder dan diukur dengan menggunakan

alat Falling Weight Dejlectometer (FWD) pada ruas Palimanan – Jatibarang pada tahun 2011 untuk

lajur cepat dan lajur lambat.

3. Data temperatur perkerasan (primer dan sekunder)

Data temperatur sekunder yang dibutuhkan didapat bersama dengan data lendutan tahun 2011

dengan alat FWD pada Jalan Pantura ruas Palimanan-Jatibarang.Pada pengukuran lendutan

sekunder tersebut, dicatat pula data temperatur udara dan temperatur perkerasan saat pengukuran.

Akan tetapi bila saat pengukuran data perkerasan tidak terekam, maka akan dilakukan pengukuran

secara primer pada perkerasan pada Jalan Pantura ruas Palimanan-Jatibarang dengan menggunakan

termometer.

4. Data lalu lintas (primer dan sekunder)

Data lalu lintas primer akan dilakukan untuk mendapatkan data LHR tahun 2011 dan presentase

kendaraan berat dalam LHR yang didapat dari survei primer selama 24 jam. Sedangkan data LHR

sekunder adalah data LHR tahun 2007, 2008, 2009, dan 2010 akan diperoleh dari Direktorat Bintek

Kementrian PU, Jakarta pada lokasi Jalan Pantura, ruas Palimanan-Jatibarang.

5. Data beban sumbu kendaraan (sekunder)

Data beban sumbu akan didapat dari survei WIM (Weight in Motion) berupa data sekunder tahun

2006 yang dilakukan pada ruas Pamanukan-Eretankulon dan tahun 2007 pada ruas Cirebon-Losari

dan akan diperoleh dari Puslitbang Jalan, Departemen Pekerjaan Umum, Bandung.

2. 3 Tahap Analisa Data

Data-data yang diperoleh dari tahap pengumpulandata sebelum digunakan untukproses analisa menggunakan

dua metode (AASHTO 1993 dan Program ELMOD), terlebih dahulu dianalisa dan disesuaikan dengan

kebutuhan data.Cntohnya, data volume lalu lintas berupa data LHR diasumsikan menjadi data volume

kendaraan per tahun, yang kemudian akan menjadi input bagi overlay design pada program ELMOD.

Langkah-langkah analisisnya antara lain sebagai berikut:

1. MenentukanModel Lapis Perkerasan

Model lapis perkerasan ditentukan agar memberi gambaran akan lapis-lapisperkerasan yang ada dan

juga mempermudah dalam perhitungandengan metode AASHTO 1993 dan terutama pada program

ELMOD. Pada program ELMOD, akan dilakukan menjadi 2 model yaitu, 3 layer dan 5 layer.

2. Metode Analisis yang digunakan

Pada penelitian ini digunakan dua metodeanalisis, yaitu metode ASHTO 1993 dan program

komputer ELMOD. Kedua metode ini akan menghasilkan tebal overlay yang dibutuhkan dan umur

sisa dari perkerasan yang ada.

2. 4 Tahap Akhir

Setelah proses analisa dengan menggunakan dua metode (AASHTO 1993 dan Program ELMOD), maka

tahap selanjutnya adalah membandingkan tebal lapis tambah dan umur sisa dari perkerasan tersebu

3. Presentasi dan Analisis Data

3.1 Data Volume Lalu Lintas dan Tingkat Pertumbuhan Lalu Lintas

Data lalu lintas aktual didapat dari survei primer pada 2 titik dan dilakukan selama 24 jam. Survei ini

dilakukan pada tanggal 21-22 Desember 2011. Hal ini dikarenakan karakteristik volume kendaraan di

Pantura adalah pada hari selasa sampai kamis diperkirakan merupakan volume lalu lintas normal dan pada

hari jumat sampai senin merupakan volume lalu lintas terpadat yag didominasi oleh kendaraan ringan.

MKJI 1997 mensyaratkan untuk mengestimasi LHRT berdasarkan arus kendaraan rencana yang secara

tipikal merupakan arus kendaraan pada jam puncak. Alasan utama digunakannya arus pada jam puncak

adalah karena untuk keperluan perencanaan, sebaiknya digunakan kondisi terburuk sehingga nantinya dapat

diperoleh hasil perencanaan yang maksimal. Untuk mengkonversi arus kendaraan pada jam puncak menjadi

Page 4: ANALISIS TEBAL LAPIS TAMBAH PERKERASAN · PDF fileperkerasan diatas lapis pondasi yang telah rusak dan asumsi kedua bahwa pada tahun 2007 dilakukan penanganan ... Metodologi Metodologi

LHRT diperlukan faktor k. Faktor k adalah rasio antara arus jam rencana (dalam hal ini adalah arus pada jam

puncak) dan LHRT yang dirumuskan :

Kemudian semua data lalu lintas dari IRMS tahun 2007-2010 dan hasil perhitungan LHRT tahun 2001

direkapitulasi data volume lalu lintas dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1 Rekapitulasi Perhitungan LHRT

Tahun Total Kendaraan

2007 23.019

2008 25.633

2009 24.556

2010 26.190

2011 27.263*

Sumber : IRMS 2007, 2008, 2009 dan 2010

*merupakan hasil survei primer

Setelah itu dihitung tingkat pertumbuhan lalu lintas rata-rata menggunakan persamaan :

Hasil perhitungan menunjukkan tingkat pertumbuhan rata-rata untuk ruas Palimanan-Jatibarang sebesar

4,5%.

3.2 Perhitungan Prosentase Kendaraan per Lajur

Dilakukan perhitungan prosentase distribusi kendaraan per golongan per lajur per arah pada volume lalu

lintas tahun 2011. Hasil ini kemudian akan didistribusikan pada LHRT pada tahun 2007-2010 yang berasal

dari data sekunder IRMS

Tabel 2 Perhitungan Prosentase Distribusi Kendaran per Golongan

Kendaraan

Golongan

Kendaraan

Lajur Cepat Arah

Jatibarang

Lajur Lambat Arah

Jatibarang

Lajur Cepat Arah

Palimanan

Lajur Cepat Arah

Palimanan Total

Kendaraan

Ringan 13% 35% 12% 40% 100%

5A 47% 12% 31% 10% 100%

5B 34% 16% 38% 12% 100%

6A 16% 24% 46% 15% 100%

6B 22% 32% 34% 12% 100%

7A 36% 4% 45% 15% 100%

7B1 2% 1% 2% 1% 100%

7B2 22% 0% 55% 17%

7C1 20% 1% 10% 3%

100% 7C2 9% 1% 5% 2%

7C3 14% 3% 25% 7%

Sumber : survei volume lalu lintas primer tahun 2011

3.3Data WIM, Faktor Truk, dan Perhitungan Kumulatif ESAL

Nilai Faktor Truk diambil dari data WIM ruas Pamanukan-Eretankulon tahun 2006 untuk golongan

kendaraan ringan, 5A dan 5B dan dapat dilihat pada Tabel 2

Page 5: ANALISIS TEBAL LAPIS TAMBAH PERKERASAN · PDF fileperkerasan diatas lapis pondasi yang telah rusak dan asumsi kedua bahwa pada tahun 2007 dilakukan penanganan ... Metodologi Metodologi

Tabel 3 Nilai Faktor Truk Ruas Pamanukan-Eretankulon

Golongan

Kendaraan

Tipe

Sumbu

Faktor

Truk Arah Pamanukan

Faktor

Truk Arah Ciasem

Golongan 2 1.1 0,0021 0,0061

Golongan 3 1.1 0,0021 0,0061

Golongan 4 1.1 0,0021 0,0061

Golongan 5A 1.1 1,1070 1,7800

Golongan 5B 1.2 3,7417 2,4396

Sumber : Ridwan, Frisky. A. M. C (2012)

Nilai Faktor Truk yang akan digunakan merupakan nilai Faktor Truk wakil yang ditentukan dengan analisis

statistik yaitu dengan membuat distribusi pada data tiap golongan 6B, 7A, 7C-1, 7C-2 dan 7C-3 menjadi data

yang berdistribusi normal. Edwards, B (1980) memberikan ciri fungsi kurva komulatif distribusi normal,

yaitu kecenderungan mendekati linier. Untuk itu, penentuan data yang berdistribusi normal adalah dengan

memotong kurva pada titik belok sebagai bentuk batas atas dan batas bawah dari data yang berdistribusi

normal. Hasil perhitungan Faktor Truk dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4 Nilai Faktor Truk Aktual Ruas Cirebon-Losari

Golongan

Kendaraan

Faktor Truk Nilai

Faktor Truk

Rencana Rata-rata

Jumlah

Data

Jumlah Data Terdistribusi

Normal

Nilai Rata-

rata

Standar

Deviasi Min. Maks.

Golongan 6B 5905 3566 33,932 18,3450 10,0092 77,0177 33,93

Golongan 7A 2537 1648 37,532 17,1280 10,1019 69,9464 37,53

Golongan 7C-1 57 57 44,717 17,6207 7,5987 65,0515 44,72

Golongan 7C-2 294 259 54,066 26,5269 17,9362 138,7245 54,07

Golongan 7C-3 83 70 44,327 18,2765 14,1287 86,2791 44,33

Sumber : Puslitbang (2007)

Sedangkan nilai Faktor Truk golongan kendaraan 6A dan 7B secara khusus ditentukan dengan perbandingan

antara nilai Faktor Truk Standar golongan 6A atau 7B yang diberikan oleh H. B. Setyawan (2008) dengan

nilai hasil perhitungan Faktor Truk Aktual hasil survei WIM tahun 2007 golongan 6B atau 7A. Hasil

perhitungan Faktor Truk dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 5 Rekapitulasi Perhitungan Nilai Faktor Truk Golongan 6A dan 7B

Golongan Kendaraan Faktor Truk

Golongan 6A 2,90

Golongan 7B1 dan 7B2 67,47

Perhitungan kumulatif ESAL dilakukan berdasarkan 2 asumsi yaitupada tahun 2007dilakukan penanganan

terhadap perkerasan yaitu berupa pembuatan struktur baru perkerasan diatas lapis pondasipondasi yang telah

rusakdan asumsi kedua bahwa pada tahun 2007 dilakukan penanganan terhadap perkerasan berupa tebal lapis

tambah menggunakan AC WC tanpa melihat riwayat penanganan struktur perkerasan. Rekapitulasi

perhitungan ESAL Aktual tahun 2008 sampai 2013 dapat dilihat pada Tabel 6.

Page 6: ANALISIS TEBAL LAPIS TAMBAH PERKERASAN · PDF fileperkerasan diatas lapis pondasi yang telah rusak dan asumsi kedua bahwa pada tahun 2007 dilakukan penanganan ... Metodologi Metodologi

Tabel 6 Rekapitulasi Perhitungan ESAL Aktual per Lajur

Tahun 2008-2011

Tahun Lajur Cepat Arah

Jatibarang Lajur Lambat Arah

Jatibarang Lajur Cepat Arah

Palimanan Lajur Lambat Arah

Palimanan

2008 11.908.367 10.314.964 17.236.482 5.714.655

2009 12.552.550 8.191.672 17.747.186 5.844.815

2010 15.332.537 9.298.341 21.522.912 7.068.408

2011 47.196.203 29.834.015 68.685.726 22.648.667

.

Untuk menghitung ESAL rencana pada tahun 2012 dan 2013, digunakan nilai ESAL aktual per lajur per arah

pada tahun 2011. Kemudian untuk mendapatkan ESAL aktual per lajur per arah tahun 2012 dan 2013,

digunakan tingkat pertumbuhan rata-rata sebesar 4,5% per tahun. Rekapitulasi perhitungan ESAL per lajur

per arah tahun 2012-2013 dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7 Rekapitulasi Perhitungan ESAL Rencana per Lajur

Tahun 2012-2013

Tahun Lajur Cepat Arah

Jatibarang Lajur Lambat Arah

Jatibarang Lajur Cepat Arah

Palimanan Lajur Lambat Arah

Palimanan

2012 49.320.032 31.176.545 71.776.583 23.667.857

2013 51.539.433 32.579.490 75.006.530 24.732.911

Kemudian dilakukan perhitungan kumulatif ESAL per lajur per arah dimulai dari tahun 2008-2013 yang

rekapitulasinya dapat dilihat pada Tabel 8.

Tabel 8 Rekapitulasi Perhitungan CESAL Tahun 2008-2013

Tahun Lajur Cepat Arah

Jatibarang

Lajur Lambat Arah

Jatibarang

Lajur Cepat Arah

Palimanan

Lajur Lambat Arah

Palimanan

2008 11.908.367 10.314.964 17.236.482 5.714.655

2009 24.460.917 18.506.636 34.983.668 11.559.470

2010 39.793.455 27.804.977 56.506.580 18.627.878

2011 86.989.658 57.638.992 125.192.306 41.276.545

2012 136.309.690 88.815.538 196.968.889 64.944.403

2013 187.849.123 121.395.028 271.975.419 89.677.314

3.4 Data Lendutan

Data lendutan perkerasan diperoleh dari survey menggunakan alat FWD tahun 2011. Data yang akan

digunakan untuk analisis pada metoda AASHTO 1993 adalah data lendutan pada pusat beban dan data

lendutan pada jarak terjauh. Namun, sebelumnya dilakukan segmentasi untuk memudahkan perhitungan dan

data yang mengalami outlier dapat dihilangkan dengan Faktor Keseragaman sebesar 30% dengan

menggunakan persamaan :

√ (∑ ) (∑ )

( )

Dimana,

FK = Faktor Keseragaman

FKijin = Faktor Keseragaman yang diijinkan,

Dimana, (0-10%, keseragaman sangat baik)

(11-20%, keseragaman baik)

(21-30%, keseragaman cukup baik)

Page 7: ANALISIS TEBAL LAPIS TAMBAH PERKERASAN · PDF fileperkerasan diatas lapis pondasi yang telah rusak dan asumsi kedua bahwa pada tahun 2007 dilakukan penanganan ... Metodologi Metodologi

dR = Lendutan rata-rata

s = Standar deviasi

d = Lendutan pada suatu titik

N = Jumlah lendutan dalam 1 ruas

Faktor Keseragaman pada diatas menyatakan bahwa semakin kecil nilainya, maka semakin homogen data

lendutan yang akan disegmentasikan. Dipilih FK dengan range nilai 21-30% untuk menyederhanakan

banyaknya data lendutan yang ada serta perbedaan nilai data lendutan yang cukup heterogen agar 1 lajur

hanya mempunyai 1 segmen.

Menurut Pedoman Perencanaan Tebal Lapis Tambah dengan Metode Lendutan, penentuan lendutan wakil

adalah sebagai berikut.

; untuk jalan arteri/tol dengan tingkat kepercayaan 98%

; untuk jalan kolektor dengan tingkat kepercayaan 95%

; untuk jalan lokal dengan tingkat kepercayaan 90%

Dipilih rumus untuk menentukan lendutan wakil. Definisi dari rumus ini adalah dengan

tingkat kepercayaan 98% maka nilai Dwakil terletak antara sampai . Untuk keperluan desain, sebaiknya diambil batas atas karena semakin tinggi lendutan, maka semakin tinggi

pula tebal lapis tambah yang diperlukan.Sebagai contoh data lendutan di pusat beban dapat dilihat pada

Gambar 3.

Sumber : Subdit Teknik Jalan KPU 2011

Gambar 2 Lendutan di Pusat Beban Lajur Cepat Arah Jatibarang

3.5 Data Tebal Perkerasan dan Suhu Perkerasan

Berdasarkan hasil pengambilan contoh dilapangan dan pengujian yang dilakukan dilaboratorium pada tahun

2007, data perkerasan berupa data sekunder didapat dengan tebal lapisan dan jenis material yang berbeda

untuk lajur cepat dan lajur lambat. Data suhu perkerasan merupakan data primer dimana suhu diambil

menggunakan termometer dengan cara melubangkan perkerasan menggunakan paku beton sedalam 5-10 cm,

kemudian diisi pasir secukupnya, dan termometer dibiarkan didalam lubang selama 5-10 menit. Data ini

diambil hanya 3 titik mengingat kondisi lalu lintas yang cukup padat. Data yang didapat antara lain sebesar :

39,70C, 38,3

0C, dan 40,1

0C. Kemudian diambil nilai rata-rata sebesar 39,4

0C. Contoh data tebal perkerasan

dapat dilihat pada Gambar 3.

0

100

200

300

400

500

21

,00

0

21

,75

0

22

,75

0

23

,75

0

24

,75

0

25

,75

0

26

,75

0

28

,25

0

29

,25

0

30

,75

0

31

,75

0

32

,75

0

33

,75

0

34

,75

0

35

,75

0

36

,75

0

37

,75

0

38

,75

0

Len

du

tan

m)

KM

Lajur Cepat Arah Jatibarang

Lendutan d1

Page 8: ANALISIS TEBAL LAPIS TAMBAH PERKERASAN · PDF fileperkerasan diatas lapis pondasi yang telah rusak dan asumsi kedua bahwa pada tahun 2007 dilakukan penanganan ... Metodologi Metodologi

Sumber : Subdit Teknik Jalan KPU 2011

Gambar 3Struktur Perkerasan Lajur Lambat dan Cepat Ruas Palimanan–Jatibarang

4. Analisis Data

4.1 Analisis Menggunakan Metode AASHTO 1993

Sebelum menghitung tebal lapis tambah perkerasan dan umur sisa menggunakan Metode AASHTO 1993,

terlebih dahulu dilakukan pengambilan asumsi awal sebagai berikut.

a. Dilakukan penggabungan lapisan AC WC, AC BC, CMRFB dan CTRB.

b. Tebal perkerasan dibawah lapisan CTRB diasumsikan sebagai perkerasan lama yang telah rusak. Jadi

lapisan yang ada dibawah lapisan CTRB diasumsikan menjadi lapisan subgrade.

c. Analisis menggunakan metode AASHTO menggunakan permodelan 2 layer dengan 2 asumsi

perhitungan kapasitas struktural, yaitu asumsi bahwa pada tahun 2007 dilakukan penanganan terhadap

perkerasan yaitu berupa pembuatan struktur baru perkerasan diatas lapis pondasi yang telah rusak dan

asumsi kedua bahwa pada tahun 2007 dilakukan penanganan terhadap perkerasan berupa tebal lapis

tambah menggunakan AC WC tanpa melihat riwayat penanganan struktur perkerasan.

Asumsi tebal yang akan digunakan untuk analisis lapis tambah metode AASHTO 1993 ruas Palimanan-

Jatibarang dapat dilihat pada Gambar 4

Gambar 4 Asumsi Model Struktur Perkerasan Lajur Lambat dan Cepat Ruas Palimanan–Jatibarang

Untuk menghitung Modulus Resilien perkerasan yang telah terpasang, dilakukan dengan menggunakan

lendutan terjauh yaitu lendutan D9 yaitu lendutan yang diasumsikan bahwa D9 merupakan lendutan yang

menjangkau pada tanah dasar, beban pada drop 2 yang diambil beban wakilnya dan nilai r berupa jarak

geophone D9 yang merupakan jarak geophone terjauh dari pusat beban.

Modulus Elastisitas perkerasan terpasang dihitung secara trial and error dimana tebal lapis perkerasan adalah

berupa penggabungan lapis AC WC, AC BC, CMRFB, dan CTRB. Lalu diketahui pula jari-jari pelat beban

sebesar 150 mm, dan beban yang digunakan pun merupakan beban wakil pada drop 2.

Setelah menghitung Modulus Elastisitas perkerasan terpasang, dilanjutkan pengecekan syarat bahwa radius

terhadap lendutan yang diukur harus lebih besar atau sama dengan 0,7 dikalikan jari-jari cekungan tegangan

terhadap subgrade dan hasilnya bahwa radius terhadap jari-jari cekungan tegangan terhadap tanah dasar.

Kapasitas Struktural Awal, yaitu memperkirakan kapasitas struktural pada saat awal perkerasan direncanakan

yaitu pada tahun 2007 dengan asumsi bahwa koefisien tiap lapis perkerasan masih dalam kondisi

100%.Dalam perhitungan ditetapkan untuk lapis permukaan (AC WC dan AC BC), nilai koefisien material

sebesar 0,4. Untuk lapis pondasi (CMRFB), nilai koefisien material sebesar 0,35. Untuk lapis pondasi bawah

(CTRB), nilai koefisien material sebesar 0,25. Berdasarkan perhitungan, nilai SNo mempunyai kesamaan

antar lajur cepat dan lajur lambat pada kedua arah pun mempunyai nilai SNo yang sama. Hal ini dikarenakan

penentuan nilai SNo berupa asumsi dan data tebal perkerasan untuk kedua lajur yang arahnya sama

mempunyai kesamaan.

Umur sisa, yaitu memperkirakan umur sisa dari perkerasan yang telah terpasang dengan menggunakan beban

repetisi yaitu komulatif ESAL dari tiap kendaraan yang melewati atau membebani perkerasan tersebut.Umur

sisa dengan menggunakan metode AASHTO 1993 berupa prosentase, dimana menunjukkan kondisi

perkerasan pada saat evaluasi sampai akhir umur perencanaan berdasarkan beban CESAL.

Kapasitas Struktural Efektif Perkerasan, yaitu sebuah nilai yang mencerminkan keadaan perkerasan saat

dilakukan analisis. Perhitungan Kapasitas Struktural Efektif ini dihitung menggunakan 3 persamaan dan

dipilih nilai terkecil dari hasil perhitungan tersebut. SNeff -1 melihat faktor kondisi beban repetisi pada saat

dilakukannya analisis. SNeff -2 melihat nilai lendutan hasil pengukuran menggunakan alat FWD. SNeff -3

melihat ditentukan dengan memprediksi baik buruknya kondisi struktur perkerasan saat analisis yang

ditunjukkan dengan pemilihan koefisien material dari tiap lapis perkerasan

Page 9: ANALISIS TEBAL LAPIS TAMBAH PERKERASAN · PDF fileperkerasan diatas lapis pondasi yang telah rusak dan asumsi kedua bahwa pada tahun 2007 dilakukan penanganan ... Metodologi Metodologi

Kapasitas struktural pada masa yang akan datang ditunjukkan dengan SNf dan dilakukan pengambilan

beberapa asumsi untuk menentukan nilai Zr, So, dan ∆PSI. Ditetapkan nilai Reability sebesar 95% sehingga

nilai Zr sebesar -1,645, So sebesar 0,5 dan ∆PSI sebesar 1,7 (PSI awal sebesar 4,2 dan PSI akhir sebesar 2,5.

Nilai lapis tambah dihitung berdasarkan perbandingan antara nilai kapasitas struktural pada tahun 2013 dan

2008 dibagi dengan nilai koefisien struktural AC yang akan terpasang yaitu sebesar 0,4. Nilai SNeff didapat

berdasarkan nilai terkecil dari 3 perhitungan dan dipakai nilai SNeff dari penentuan asumsi nilai SNeff pada

tahun 2013. Rekapitulasi perhitungan tebal lapis tambah menggunakan Metode AASTHO 1993 dapat dilihat

pada Tabel 9.

Tabel 9 Rekapitulasi Perhitungan Tebal Lapis Tambah Menggunakan Metode AASTHO 1993

Station CESAL D1

(µm)

D9

(µm)

Mr

(psi)

Ep

(psi) SNeff SNf SNf-SNeff aol

Overlay

(cm)

21+750 - 39+258 187.849.123 239 31 5.491 312.500 6,280 8,571 2,291 0,4 14,6

21+000 - 45+500 121.395.028 190 31 5.625 917.000 5,821 8,072 2,251 0,4 14,3

20+750 - 45+500 271.975.419 195 29 5.976 439.000 6,280 8,754 2,474 0,4 15,7

18+635 - 46+000 89.677.314 297 28 6.320 254.500 5,821 7,523 1,702 0,4 10,8

Kemudian dilakukan perhitungan kapasitas struktural tebal lapis tambah berdasarkan asumsi kedua bahwa

pada tahun 2007 dilakukan penanganan terhadap perkerasan berupa tebal lapis tambah menggunakan AC

WC tanpa melihat riwayat penanganan struktur perkerasan

Kemudian dengan melihat PersamaanLog (W18) yang merupakan fungsi dari Mr, SN, Reability dan ∆PSI.

SN menyatakan kapasitas struktural pada masa yang akan datang dengan W18 yang dihitung dimulai dari

perkerasan dibuka. Berdasarkan konsep ini, asumsi penanganan pada tahun 2007 berupa tebal lapis tambah

menggunakan AC WC tanpa melihat riwayat penanganan struktur perkerasan, maka PersamaanLog (W18)

dapat dimodifikasi menjadi

( ) ( ) {

}

( )

( )

PersamaanLog (W18) ini akan merubahparameter perhitungan nilai kapasitas struktural, yaitu :

a. Tebal lapis tambah merupakan lapis perkerasan (Ep) dalam model struktur AASHTO 1993.

b. Modulus lapis perkerasan merupakan modulus resilien dikarenakan dalam model struktur AASHTO

1993, dibawah lapis perkerasan merupakan tanah dasar.

c. Perhitungan CESAL dilakukan sejak tahun 2011 sampai dengan 2013.

d. Kapasitas struktural yang dihitung merupakan nilai kapasitas struktural tebal lapis tambah.

Perhitungan kapasitas struktural tdan ebal lapis tambah dapat dilihat pada Tabel 10.

Tabel 10 Nilai Kapasitas Struktural Tebal Lapis Tambah

Station Zr So ∆PSI MR = EP (psi) (W18) Log (W18) SNoverlay

21+750 - 39+258 -1,645 0,5 1,7 312.500 148.055.668 8,170 2,078

21+000 - 45+500 -1,645 0,5 1,7 917.000 93.590.050 7,971 1,220

20+750 - 45+500 -1,645 0,5 1,7 439.000 215.468.839 8,333 1,937

18+635 - 46+000 -1,645 0,5 1,7 254.500 71.049.436 7,852 1,990

4.2 Analisis Perbandingan Tebal Lapis Tambah Metode AASHTO 1993 dengan 2 Asumsi

Analisis perbandingan tebal lapis tambah dengan kedua asumsi dapat dibandingkan berdasarkan parameter-

parameter perhitungan.

1. Bila dilihat dari parameter nilai Modulus Resilien, maka pada umumnya tebal lapis tambah pada

asumsi pertama lebih besar dikarenakan nilai Modulus Resilien pada asumsi pertama lebih kecil dari

asumsi kedua. Pada asumsi kedua, nilai Modulus Resilien merupakan nilai Modulus Lapis

Perkerasan hasil penggabungan lapis AC, CMRFB danCTRB yang nilainya sangat besar sehingga

dapat diambil kesimpulan bahwa kekuatan tanah dasar pada asumsi ini sangat kuat sehingga tebal

lapis tambah yang dihasilkan lebih tipis.

2. Beban CESAL rencana untuk pada asumsi pertama merupakan kumulatif ESAL yang dihitung dari

tahun sejak perkerasan dibuka yaitu tahun 2007 sampai dengan umur rencana yaitu tahun 2013

sehingga pada umumnya menghasilkan nilai tebal lapis tambah yang lebih besar, sedangkan beban

CESAL rencana pada asumsi kedua merupakan kumulatif ESAL yang dihitung sejak dievaluasinya

Page 10: ANALISIS TEBAL LAPIS TAMBAH PERKERASAN · PDF fileperkerasan diatas lapis pondasi yang telah rusak dan asumsi kedua bahwa pada tahun 2007 dilakukan penanganan ... Metodologi Metodologi

perkerasan yaitu tahun 2011 sampai dengan umur rencana yaitu tahun 2013 sehingga pada

umumnya menghasilkan tebal lapis tambah yang lebih tipis.

3. Tebal lapis tambah merupakan fungsi dari kapasitas struktural tebal lapis tambah dan koefisien

material nilai AC. Pada perhitungan ini, nilai koefisien yang akan dipakai yaitu 0,4 untuk kedua

asumsi. Perhitungan kapasitas struktural lapis tambah dengan asumsi 1 memperhitungkan nilai SNf

dan SNeff dimana nilai SNf bergantung pada beban CESAL rencana dan nilai Modulus Resilien dan

nilai SNeff dipilih dari hasi perhitungan terkecil dari parameter kapasitas struktural awal, Modulus

Lapis Perkerasan dan estimasi nilai kapasitas struktural terpasang. Sedangkan pada asumsi kedua,

nilai kapasitas struktural tebal lapis tambah hanya melihat parameter nilai nilai Mr yang merupakan

nilai Ep dari struktur terpasang dan beban CESAL rencana. Hasil yang didapat menunjukkan bahwa

dengan nilai beban CESAL rencana yang lebih besar dibandingkan asumsi kedua, nilai Mr yang

lebih kecil dibandingkan asumsi kedua, dengan memperhitungkan kapasitas struktural perkerasan

terpasang, maka nilai kapasitas struktural tebal lapis tambah pada asumsi pertama lebih besar

daripada asumsi kedua. Namun, pada lajur lambat arah Palimanan tebal lapis tambah lebih besar

karena kapasitas struktural perkerasan terpasang dan Modulus Resilien dibawah tebal lapis tambah

pada lajur cepat sedikit lebih kuat dalam menahan beban CESAL rencana pada asumsi pertama

dibandingkan Modulus Resilien yang bernilai besar pada asumsi kedua.

4.3 Analisis Menggunakan Program ELMOD 6

Analisis menggunakan Program ELMOD versi 6 itu juga menggunakan asumsi sebagai berikut.

a. Dilakukan analisis dengan menggunakan permodelan sebanyak 3 layer. Layer-layer pada analisis ini

adalah sebagai berikut.

Layer pertama adalah penggabungan tebal AC WC dan AC BC sebagai surface yang

diasumsikan bahwa nilai modulus kedua layer tersebut sama.

Layer kedua adalah penggabungan tebal CMRFB, CTRB dan Subbase yang diasumsikan

bahwa ketiga layer tersebut berperilaku sebagai lapis pondasi dari lapis permukaan.

Layer ketiga merupakan Subgrade yang diasumsikan sebagai lapis tanah dasar pada

perkerasan.

b. Dilakukan analisis menggunakan permodelan sebanyak 5 layer dengan penentuan layer sebagai

berikut.

Layer pertama merupakan surface dengan penggabungan tebal AC WC dan AC BC yang

diasumsikan bahwa nilai modulus kedua layer tersebut sama.

Layer kedua merupakan CMRFB yang diasumsikan berperilaku sebagai lapis pondasi

perkerasan.

Layer ketiga merupakan CTRB yang diasumsikan berperilaku sebagai lapis pondasi

perkerasan.

Layer keempat merupakan subbase yang jenis perkerasannya berupa graular.

Layer kelima merupakan Subgrade yang diasumsikan sebagai lapis tanah dasar pada

perkerasan.

c. Sejak tahun 2007, tidak ada pekerjaan untuk memperbaiki lapis perkerasan secara struktural ataupun

fungsional sampai diambilnya nilai lendutan menggunakan alat FWD untuk keperluan evaluasi.

4.2.1 Analisis Menggunakan Model 3 Layer

Analisis dengan asumsi struktur 3 layer dilakukan dengan menggabungkan beberapa layer menjadi 1 antara

lain lapis permukaan yang merupakan gabungan lapis AC WC dan AC BC dan lapis pondasi yang

merupakan gabungan lapis CMRFB, CTRB. Asumsi model untuk 3 lapis dapat dilihat pada Gambar 5

Page 11: ANALISIS TEBAL LAPIS TAMBAH PERKERASAN · PDF fileperkerasan diatas lapis pondasi yang telah rusak dan asumsi kedua bahwa pada tahun 2007 dilakukan penanganan ... Metodologi Metodologi

Gambar 5 Struktur Perkerasan Lajur Lambat dan Lajur Cepat Ruas Palimanan-Jatibarang Model 3

Lapis

Setelah dilakukan proses run, maka akan nilai Modulus rata-rata, umur sisa, dan tebal lapis tambah per lajur

per arah sebagai berikut

Tabel 11 Rekapitulasi Perhitungan Modulus, Umur Sisa dan Tebal Overlay Model 3 Lapis

Lokasi Umur Sisa (tahun) Tebal Lapis Tambah

(cm) AC Pondasi Tanah Dasar

Lajur Cepat Arah Jatibarang 0,18 0,17 560,10 26

Lajur Lambat Arah

Jatibarang 0,58 4,22 2291,65 21

Lajur Cepat arah Palimanan 0,15 0,92 7125,74 20

Lajur Lambat Arah Palimanan

0,90 6,26 2431,60 9

4.2.2 Analisis Menggunakan Model 5 Layer

Analisis dengan asumsi struktur 5 layer dilakukan dengan menggabungkan lapis permukaan menjadi 1 yaitu

gabungan lapis AC WC dan AC BC. Asumsi model untuk 3 lapis dapat dilihat pada Gambar 6

Gambar 6 Struktur Perkerasan Lajur Lambat dan Lajur Cepat Ruas Palimanan-Jatibarang Model 5

Lapis

Setelah dilakukan proses run, maka akan didapat nilai Modulus rata-rata, umur sisa, dan tebal lapis tambah

per lajur per arah sebagai berikut

Tabel 12Rekapitulasi Perhitungan Modulus, Umur Sisa dan Tebal Overlay Model 5 Layer

Station

Modulus Umur Sisa Tebal

Lapis Tambah

E1

(MPa)

E2

(MPa)

E3

(MPa)

E4

(MPa)

E5

(MPa)

U1

(tahun)

U2

(tahun)

U3

(tahun)

U4

(tahun)

21+750 - 39+258 5.032 3.388 2.302 922 146 1,209E+25 364.048 35 558 11,7

21+000 - 45+500 5.695 3.708 2.182 1.318 143 1,992E+25 597.496 64 217 8,8

20+750 - 45+500 4.537 3.058 2.220 1.013 148 8,143E+24 251.967 28 641 14,9

18+635 - 46+000 4.555 3.399 2.142 1.420 143 2,618E+25 545.050 108 210 10,4

4.4 Analisis Perbandingan Metode AASHTO 1993 dan Program ELMOD 6

Berdasarkan analisis lapis tambah menggunakan metode AASHTO 1993 dan Program ELMOD 6, didapat

dilihat pada Tabel 9

Page 12: ANALISIS TEBAL LAPIS TAMBAH PERKERASAN · PDF fileperkerasan diatas lapis pondasi yang telah rusak dan asumsi kedua bahwa pada tahun 2007 dilakukan penanganan ... Metodologi Metodologi

Tabel 9 Perbandingan Metode AASHTO 1993 dan Program ELMOD 6 No Parameter AASHTO 1993 Program ELMOD 6

1

Input : Lendutan,

temperatur dan

beban lalu lintas

Lendutan wakil D1 dan D9

yang dikoreksi dengan TAF,

beban lalu lintas

dikonversikan ke ESAL

melalui Faktor Truk

Semua data lendutan, data

temperatur, beban lalu lintas

bisa berupa data LHRT

ataupun ESAL

2 Time Frame

Evaluasi

Perlu ditentukan untuk

menentukan asumsi nilai SN

Tidak perlu dilakukan

3

Model Lapis

Perkerasan

2 lapis yaitu Lapis Perkerasan

Beraspal (Ep) dan Modulus

Resilien (Mr)

3 dan 5 Lapis; 3 lapis yaitu

AC, Pondasi, Tanah dasar; 5

Lapis yaitu AC, CMRFB,

CTRB, Pondasi, tanah dasar

4 Metodologi Analitis Empiris Analitis

5

Umur Sisa Berupa prosentase kualitas

perkerasan sampai umur

rencana

Umurnya per lapis dan

bersatuan tahun

6

Tebal Lapis

Tambah

Faktor utama yang

mempengaruhi adalah

parameter seperti penentuan

lendutan wakil D1, besarnya

lalu lintas, tingkat

pertumbuhan kendaraan,

penentuan nilai SNeff.

Sangat bergantung pada

asumsi banyaknya lapisan

perkerasan dan penentuan

jenis material pada tiap

lapisan.

5. Kesimpulan dan Saran

5.1Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis dalam studi ini, diperoleh kesimpulan sebagai berikut.

1. Analisis data lalu lintas memberikan hasil:.

a. Hasil pengamatan survei primer 1x24 jam tahun 2011 dan perhitungan proporsi kendaraan

menunjukkan bahwa terjadi peningkatan volume kendaraan berat di ruas Palimanan-Jatibarang.

b. Berdasarkan analisis pada data IRMS tahun 2007-2010 dan data volume LHRT hasil survei

primer tahun 2011, tingkat pertumbuhan lalu lintas rata-rata pada ruas Palimanan-Jatibarang

sebesar 4,5%.

2. Analisis data WIM dan Kumulatif ESAL memberikan hasil:

a. Berdasarkan hasil perhitungan data WIM tahun 2007, nilai Faktor Truk yang sangat besar

mengindikasikan bahwa overloading telah terjadi pada ruas Palimanan-Jatibarang. Hal ini

mungkin disebabkan oleh pendistribusian barang dari pabrik yang melewati Jalan Pantura

mengalami peningkatan. Selain itu truk-truk untuk pendistribusian barang telah banyak

mengalami modifikasi.

b. Berdasarkan perhitungan kumulatif ESAL, Terjadi peningkatan nilai CESAL dikarenakan nilai

ESAL pada tahun 2011 yang sangat besar. Hal ini telah dijelaskan diatas yaitu jumlah kendaraan

berat hasil distribusi kendaraan seperti golongan 5B, 6B dan 7A (lihat Lampiran) sangat besar

dibandingkan jumlah kendaraan pada tahun sebelumnya. Selain itu nilai Faktor Truk untuk

golongan 6B dan 7A juga sangat besar yang merupakan hasil perhitungan data WIM tahun 2007.

3. Analisis data lendutan memberikan hasil :

a. Pembagian segmen dalam analisis dilakukan berdasarkan data lendutan maksimu (D1) hasil alat

FWD dimana semua lajur terbagi atas satu segmen yang diwakili oleh satu nilai lendutan wakil.

Nilai keseragaman dalam segmen ini harus kurang dari suatu Faktor Keseragaman (<30%). Hal

ini mengingat untuk kemudahan analisis dan nilai outlier dibuang dan diperlukan penanganan

khusus.

Page 13: ANALISIS TEBAL LAPIS TAMBAH PERKERASAN · PDF fileperkerasan diatas lapis pondasi yang telah rusak dan asumsi kedua bahwa pada tahun 2007 dilakukan penanganan ... Metodologi Metodologi

4. Analisis menggunakan Metode AASHTO 1993 memberikan hasil :

a. Umur sisa hasil analisis menunjukkan ruas Palimanan-Jatibarang sudah dalam kondisi kritis pada

saat evaluasi dilakukan. Terutama pada lajur cepat arah Jatibarang yang tebal lapis tambahnya

paling besar.

b. Berdasarkan analisis menggunakan metode AASHTO 1993 dengan asumsi pertama dan kedua,

dapat disimpulkan bahwa tebal lapis tambah dengan asumsi pertama cenderung lebih besar

dibandingkan dengan asumsi kedua. Hali ini dikarenakan pada asumsi pertama, dengan nilai Mr

cenderung lebih kecil dibandingkan dengan nilai Mr pada asumsi kedua. Kemudian bila dilihat

dari CESAL, dengan rentang waktu sejak perkerasan dibuka sampai dengan saat evaluasi

menghasilkan nilai yang lebih besar yang berpengaruh terhadap penentuan nilai kapasitas

struktural. Namun bila dilihat kondisi tebal lapis tambah pada lajur lambat arah Palimanan,

dimana tebal lapis tambah dengan asumsi kedua lebih besar daripada asumsi pertama, maka

kapasitas struktural tebal lapis tambah lebih kecil daripada kapasitas struktural lapis tambah

dengan asumsi kedua.

5. Analisis menggunakan Program ELMOD 6 memberikan hasil :

a. Program ELMOD 6model 3 layer mengasumsikan tebal lapis pondasi yang sangat tebal. Bila

dilihat secara teoritis, nilai modulus rata-ratanya menunjukkan bahwa lapis pondasi ini sangat

mantap. Namun perilakunya sebagai lapis pondasi berjenis granular tidak mampu menahan

beban CESAL rencana sehingga menghasilkan nilai tebal lapis tambah yang lebih besar

dibandingkan dengan model 5 layer. Sedangkan pada model 5 layer, pemisahan lapis pondasi

yang sesuai dengan jenis material per layer menghasilkan nilai modulus per layer yang

menunujukkan kualitas material per layer. Hasil perhitungan balik menunjukkan bahwa lapis

CTRB yang telah rusak dapat dilihat dari nilai Modulus rata-ratanya (nilai Modulus rata-rata

2000 Mpa) yang jauh dari nilai Modulus teoritis (4000 Mpa).

b. Umur sisa hasil Program ELMOD 6 merupakan umur sisa per lapis dan dipilih nilai minimum

dari setiap lapis pada tiap titik hasil survei lendutan. Kemudian dirata-ratakan dan nilai hasil rata-

rata dijustifikasi oleh Program ELMOD 6 sebagai nilai umur sisa perkerasan tersebut.

6. Perbandingan antara analisis metode AASHTO 1993 dengan analisis program ELMOD 6 adalah

sebagai berikut.

a. Input pada analisis menggunakan metode AASHTO 1993 yaitu berupa lendutan wakil dari D1

dan D9, yang akan digunakan untuk menghitung Modulus Resilien dan Modulus Elastisitas

perkerasan berasal. Beban lalu lintas sebagai input merupakan prediksi lalu lintas aktual pada

tahun dimana perkerasan dianalisis yaitu tahun 2011 dan juga prediksi untuk lalu lintas yang

akan terjadi pada akhir tahun rencana yaitu tahun 2013 yang nilainya tergantung dari penentuan

tingkat pertumbuhan rata-rata kendaraan per tahun. Sedangkan pada Program ELMOD 6, dalam

menentukan beban lalu lintas bisa berupa beban lalu lintas aktual pada tahun dimana perkerasan

dianalisis ataupun beban lalu lintas rencana pada akhir umur perkerasan.

b. Rentang waktu beban CESAL untuk metode AASHTO harus ditentukan terlebih dahuu.

Sedangkan Program ELMOD 6,rentang waktu beban CESALnya dihitung sejak perkerasan

pertama kali dibuka.

c. Tebal perkerasan yang digunakan dalam analisis menggunakan metode AASHTO 1993

sebanyak 2 lapis sedangkan pada Program ELMOD bisa berupa 2 sampai dengan 5 lapis.

Semakin banyak asumsi tebal lapisan pada Program ELMOD 6, maka semakin tinggi tingkat

ketelitian analisis dalam penentuan tebal lapis tambah.

d. Prisip dasar dari metode AASHTO 1993 adalah Metode Analitis-Empiris. Sedangkan pada

Program ELMOD 6, merupakan Metode Analitis.

e. Hasil analisis umur sisa perkerasan menggunakan metode AASHTO 1993 berbentuk prosentase

dari perbandingan antara beban CESAL aktual dan beban CESAL rencana. Sedangkan pada

Program ELMOD 6, hasil analisis berupa nilai umur sisa yang dinyatakan dalam tahun.

f. Tebal lapis tambah hasil analisis dari metode AASHTO 1993 adalah hampir sama dengan tebal

lapis tambah hasil perhitungan dari Program ELMOD 6 untuk asumsi struktur 5 lapis. Hal ini

menunjukkan tingkat ketelitian perhitungan yang sejalan dengan meningkatnya jumlah lapisan.

5.2 Saran

1. Diperlukan survei WIM secara rutin sesuai tipe sumbu kendaraan dan survei lalu lintas primer

secara periodik minimal 1 tahun sekali selama 24 jam untuk mengantisipasi jenis dan beban

kendaraan yang melewati Jalan Pantura.

Page 14: ANALISIS TEBAL LAPIS TAMBAH PERKERASAN · PDF fileperkerasan diatas lapis pondasi yang telah rusak dan asumsi kedua bahwa pada tahun 2007 dilakukan penanganan ... Metodologi Metodologi

2. Disarankan untuk mencoba metode perhitungan balik selain deflection bowl pada Program ELMOD

6, yaitu metode Radius of Curvature dan MET.

3. Program ELMOD sebaiknya tidak hanya menganalisis Jalan tol Jakarta ataupun di Jalan Pantura,

karena Indonesia memiliki kondisi dan jenis tanah yang beragam seperti overloadingakibat beban

berlebih.

Daftar Pustaka

AASHTO 1993 Guide for Design of Pavement Structure, AASHTO.

Direktorat Bina Teknik Kementrian Pekerjaan Umum 2011., Data IRMS 2007, 2008, 2009, 2010, Jakarta

Edwards, B 1980. The Readable Maths and Statistics Book

Firdaus, R, (2006), PerbandinganEvaluasi Kinerja Struktural Perkerasan Lentur Menggunakan Metode

AASHTO 1993 dan Program ELMODpadaJalanTol Jakarta-CikampekruasBekasi Barat-BekasiTimur, ITB,

Bandung.

H, Djoko dan R. Anwar Yamin (2008), Penggunaan Foam Bitumen untuk Daur Ulang Perkerasan Jalan,

Puslitbang Jalan dan Jembatan

Kementrian Pekerjaan Umum 1997, Manual Kapasitas Jalan Indonesia.

Mardiah, S. (2004), Kinerja Struktural Perkerasan Menggunakan Metode AASHTO 1993 dan Program

Komputer ELMOD pada Jalan Tol Jakarta-Cikampek Ruas Cikarang-Karawang Barat,ITB, Bandung.

Marditama, A. (2009), Evaluasi Kinerja Struktural Perkerasan Lentur Menggunakan Program EVERSERIES

dengan Metode Bina Marga (RSNI 2004) pada Jalan Tol Jagorawi Ruas Sentul Utara-Sentul Selatan, ITB,

Bandung.

Puslitbang JalanKementrian Pekerjaan Umum 2007, Data WIM ruas Cirebon-Losari 2007, Bandung.

Puslitbang Jalan Kementrian Pekerjaan Umum 2007, Tebal Perkerasan ruas Palimanan-Jatibarang,

Bandung.

Ridwan, Frisky A, M, C (2012), Evaluasi Kondisi Struktural Perkerasan Lentur Menggunakan Metode

AASHTO 1993, ITB, Bandung.

S. Subagio, B; S. S. Wibowo; Ferdian, T; S. Sufanir, A. Mahadika, Perbandingan Desain Tebal Lapis

tambah Menggunakan Program EVERSERIES dan Metode AASHTO 1993, ITB, Bandung.

Subdit Teknik Jalan Kementrian Pekerjaan Umum 2011, Data Lendutan, Jakarta.

Tambun, L (2010), Perbandingan Desain tebal Lapis Tambah Menggunakan Program ELMOD dan Metode

AASHTO 1993 pada Jalan Tol Jagorawi Ruas Bogor-Ciawi, ITB, Bandung.

Widiana, A. S, (2010), Kajian Perbandingan Tebal Lapis Tambah Perkerasan Lentur antara Metoda

AASHTO 1993 dan Program ELMOD, ITB, Bandung.