ANALISIS SPASIAL RUMAH TANGGA BEBAS JENTIK NYAMUK …digilib.unila.ac.id › 60696 › 16 › 3....
Transcript of ANALISIS SPASIAL RUMAH TANGGA BEBAS JENTIK NYAMUK …digilib.unila.ac.id › 60696 › 16 › 3....
ANALISIS SPASIAL RUMAH TANGGA BEBAS JENTIK NYAMUK
VEKTOR DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD) PADA DAERAH
ENDEMIK DI WILAYAH UTARA KOTA BANDAR LAMPUNG
TAHUN 2018
(Skripsi)
Oleh:
Mia Audina
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2020
ANALISIS SPASIAL RUMAH TANGGA BEBAS JENTIK NYAMUK
VEKTOR DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD) PADA DAERAH
ENDEMIK DI WILAYAH UTARA KOTA BANDAR LAMPUNG
TAHUN 2018
Oleh:
Mia Audina
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mencapai Gelar
SARJANA KEDOKTERAN
Pada
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2020
ABSTRACT
SPATIAL ANALYSIS OF FREE MOSQUITO LARVAE HOUSEHOLDS AS A
DENGUE VECTOR IN THE ENDEMIC AREAS OF NORTH BANDAR
LAMPUNG IN 2018
Oleh
Mia Audina
Background: Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) incidence spread to all public health
center in Bandar Lampung. However, the incidence of DHF in northern region is still
higher than the incidence of DHF in southern part. Further data analysis such as spatial
analysis is needed to solve epidemic cases such as DHF.
Purpose: The purpose of this research is to study spatial analysis of free mosquito
larvae households as a dengue vector in endemic areas of north Bandar Lampung in
2018.
Methods: This research is quantitative descriptive with cross-sectional study design.
The sample in this study is registered DHF patient's houses to public health center of
Way Kandis, Way Halim, Labuhan Ratu, Kedaton, Kemiling, Sukabumi, Sukarame,
and Rajabasa Indah that fit sample criteria.
Results: Distribution of patient's houses are close to each other and located between
vector potential habitats. The results of Average Nearest Neighbor (ANN) shows that
nearest neighbor ratio = 0,52(<1) with p-value =0,00 it can be concluded that clustering
pattern of houses that have vector is clustered in low Larvae Free Index and high
population densities areas such as Way Halim and Kedaton District. Buffering pattern
based on the existence of vector extends to outside the administrative area, except in
Rajabasa District.
Conclusion: Distribution of households are close to each other and located between
houses that have larvae and potential vector habitats. Clustering pattern of patient's
house is clustered. Buffering pattern based on the existence of vector extends beyond
administrative boundaries.
Keywords: Buffering, Clustering, DHF Vector Larvae, Spatial Analysis
ABSTRAK
ANALISIS SPASIAL RUMAH TANGGA BEBAS JENTIK NYAMUK
VEKTOR DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD) PADA DAERAH
ENDEMIK DI WILAYAH UTARA KOTA BANDAR LAMPUNG
TAHUN 2018
Oleh
Mia Audina
Latar Belakang: Kejadian Demam Berdarah Dengue (DBD) Di Kota Bandar
Lampung tersebar keseluruh wilayah puskesmas. Namun, angka kejadian DBD di
wilayah utara masih lebih tinggi dari angka kejadian DBD di bagian selatan. Analisis
data yang lebih mendalam seperti analisis spasial sangat diperlukan untuk mengatasi
kasus wabah seperti DBD.
Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Analisis Spasial Rumah Tangga
Bebas Jentik Nyamuk Vektor Demam Berdarah Dengue pada Daerah Endemis di
Wilayah Utara Kota Bandar Lampung Tahun 2018.
Metode: Jenis penelitian ini adalah kuantitatif yang bersifat deskriptif dengan desain
cross sectional. Sampel penelitian ini adalah rumah penderita DBD yang terdaftar di
Puskesmas Way Kandis, Way Halim, Labuhan Ratu, Kedaton, Kemiling, Sukabumi,
Sukarame, dan Rajabasa Indah yang memenuhi kriteria sampel penelitian.
Hasil: Distribusi rumah terletak saling berdekatan dan berada diantara habitat potensial
vektor. Hasil dari perhitungan ANN menunjukkan nilai nearest neighbor ratio =
0,52(<1) dengan p-value = 0,00 sehingga dapat disimpulkan pola clustering rumah
tangga yang terdapat jentik adalah clustered dan berada di daerah dengan ABJ rendah
dan kepadatan penduduk yang tinggi seperti Kecamatan Way Halim dan Kecamatan
Kedaton. Pola buffering rumah penderita yang terdapat jentik meluas sampai keluar
wilayah administrasi kecuali pada Kecamatan Rajabasa.
Simpulan: Distribusi rumah tangga tampak saling berdekatan dan berada diantara
rumah yang terdapat jentik serta habitat potensial vektor. Pola clustering rumah tangga
yang terdapat jentik adalah clustered. Pola buffering rumah tangga berdasarkan
keberadaan jentik meluas tidak mengenal batas wilayah administrasi.
Kata kunci: Analisis Spasial, Buffering, Clustering, Jentik Vektor DBD
'
.1, . ., , r ..
"' . ..;1194f,!Q|$, .,;$P.r*$ ' .,.RgFlAH TANGGA' ,'i"- ' '''' 'I:iDBI$.,IIEIIT:II[ ,l-{Y qlt-l VEITTOR DE!!+11 , ,' '.,, ,,,',BEBrtRnAH DENGUE tnnnt P'.ADA b-5pna1il-, .',,
ENDEFIIK DI TIIIUIYAII IITARA KOTABANDAR LIIFIPTING TAIITIN 2O1A
i'9&c'
nomoi,roXOf'Maftasiswa : 161-80li1.*41. i11 1r. :i...,..._
rlqsrafi.s-tudi.i i .:ij :. i,.:...-i:_' ,' : :..-]
Fakulffi'r' ' :r,-i
D&.,{rr,,J.hp.,NIP.,197.6085.1': ,,, i r:,: i.{ :.tj r2.,1'005"'
1. Komisi Pembimbing-..'i;i.#r: --. . ",*-.ii;t'"*+'
: ''*:;l ';,t;.'' ,,'fi :,tffi-J ;i'
.,';*:ffi''i ' ft.-* :
]:Ji.
I _r.1:.
7, 2-'Z.OO1'".''
ii
'tlll
:lrj
:..:t:.,,:.t i.-,. -'' i..'ij1.:t;.;l,! J \: i ' ' 'r :i .-,. ! i. -i:t,
LEMBAR PERNYATAAN
ini saya menyatskan dengan sebenarnya bahwa:
Slripsi dengan judul "ANALISIS SPASIAL RIIMAH TANGGA BEBAS
JENTIK NYAMUK VEKTOR DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD)
?ADA DAERAH ENDEMIK DI WILAYAH UTARA KOTA BAIIDAR
LAMPIING TAHUN 2018" adalah hasil karya sendiri dan tidak melakukan
penjiplakan atas karya penulis lain dengan cara tidak sesuai tata etika ikniah
yang berlaku dalam masyarakat atau yang disebut dengan plagiarisme .
2. FIak intelektual atas karya ilmiah ini diserahkan sepenuhnya kepada Universitas
Lampung
Atas pernyataan ini, apabila dikemudian hari ditemukan adanya ketidakbenaran, saya
bersedia menanggung akibat dan sanksi yang diberikan kepada saya
Bandar Lampung Januari 2019Pembuat Pemyataarq
Mia Audina
,N
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Kota Blangkejeren pada tanggal 9 maret 1997, sebagai anak kedua
dari lima bersaudara dari pasangan Bapak Roni Vasla dan Ibu Nurhayati.
Pendidikan Sekolah Dasar (SD) penulis diselesaikan di SD Negeri 1 Blangkejeren pada
tahun 2009, Sekolah Menengah Pertama (SMP) diselesaikan di MTsS Ulumul Quran
Langsa pada tahun 2012 dan Sekolah Menengah Atas (SMA) diselesaikan di SMAN
Seribu Bukit pada tahun 2015.
Pada tahun 2016, Penulis terdaftar sebagai mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas
Lampung melalui jalur seleksi SBMPTN.
Grateful to The Almighty Allah SWT, who always helps
me through everything in my life.
Thanks to my beloved bapak, mamak, abang & adik, who
teach me to keep trying and support me in all the way you
can, no matter how badly I failed, you trust that I did my best.
“Keep going even though it’s taking longer than expected,
because everything doesn’t has to be got now, sometimes it
takes the right time!”
SANWACANA
Puji Syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan
rahmat-Nya skripsi ini dapat diselesaikan. Skripsi dengan judul “Analisis Spasial
Rumah Tangga Bebas Jentik Nyamuk Vektor Demam Berdarah Dengue Pada Derah
Endemis di Wilayah Utara Kota Bandar Lampung Tahun 2018” adalah salah satu syarat
untuk memperoleh gelar sarjana kedokteran di Universitas Lampung.
Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih kepada:
1. Bapak Prof. Dr. Karomani, M.Si., selaku Rektor Universitas Lampung;
2. Ibu Dr. Dyah Wulan SRW S.K.M., M.Kes., selaku Dekan Fakultas Kedokteran
Universitas Lampung;
3. Ibu Dr. dr. Reni Zuraida, M.Si selaku Pembimbing Akademik yang telah
membimbing saya;
4. Bapak Dr. dr. Jhons Fatriyadi S, M.Kes selaku Pembimbing Utama yang telah
bersedia meluangkan waktu, tenaga dan pikiran serta selalu memberi semangat
dan dukungan untuk tidak pernah putus asa. Terimakasih atas bimbingan, arahan,
saran serta masukan yang sangat membantu dalam proses penyusunan skripsi ini;
5. Ibu dr. Winda Trijayanthi Utama., S.H, MKK selaku Pembimbing Kedua yang
juga telah bersedia meluangkan waktu, tenaga dan pikiran serta selalu memberi
semangat dan dukungan untuk tidak pernah putus asa. Terimakasih atas
bimbingan, arahan, saran serta masukan yang sangat membantu dalam proses
penyusunan skripsi ini;
6. Bapak Dr. dr. Betta Kurniawan, M.Kes selaku Pembahas Skripsi penulis yang
telah memberikan banyak saran dan nasihat agar penulis menjadi pribadi yang
lebih baik serta bersedia meluangkan waktu untuk membina dan memberikan
masukan yang baik untuk penulis;
7. Seluruh Staf Dosen dan seluruh Staf karyawan FK Unila;
8. Seluruh petugas dan masyarakat di wilayah kerja Puskesmas Way Kandis, Way
Halim, Labuhan Ratu, Kedaton, Kemiling, Sukabumi, Sukarame, dan Rajabasa
Indah;
9. Kedua orang tuaku, Mamak dan Bapak tercinta, Bapak H. Roni Vasla dan Ibu Hj.
Nurhayati yang telah membesarkan penulis, selalu menyebut nama penulis dalam
doanya, membimbing, mendukung, memberikan yang terbaik dan yang selalu
sabar menanti keberhasilan penulis;
10. Abangku tersayang Rico Rasaki juga ketiga adikku tercinta Dhini Monica, M.
Irfan dan Salsabila Shafa yang selalu memberi perhatian, kasih sayang dan
semangat kepada penulis dalam menyelesaikan studinya;
11. Seluruh keluarga besar lainnya yang tidak dapat disebutkan satu persatu namanya;
12. Sahabat satu tim, Nurma, Jihan, Samuel, Dea, Wilda, Rangga dan Karin
terimakasih atas kesabaran, kekompakan, kebersamaan dan perjuangan bersama
dalam menyelesaikan proses penelitian dan penyusunan skripsi ini.
13. Sahabat dan keluarga terbaik yang selalu ada untuk 24 jam dalan 7 hari “Ciwi-
ciwi”: Salsa, Inda, Eca, Tyas, Annisa, Ayu, Reva, Nabila, Nadila, Jihan, dan Vani
terima kasih sudah berbagi suka-duka, canda-tawa, cerita, dan bersama-sama
melangkah melawati kerikil perjalanan studi ini.
14. Teman spesial dan sahabat ku sejak SD and still counting, Fahmil, Nike, Tiwi,
Mariyana, Mita, dan Zahara yang telah mendukung dalam penyelesaian skripsi ini.
15. Seluruh teman seangkatanku “TR16EMINUS” terima kasih atas
kekompakkannya, terima kasih karena telah saling mendukung. See you on top,
TR16EMINUS!
16. Kakak senior Dodi, terima kasih untuk selalu siap mengajarkan tentang analisis
spasial.
17. Semua pihak yang telah berjasa membantu yang tidak dapat disebutkan satu
persatu.
Akhir kata, penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Akan
tetapi, penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat dan berguna bagi kita
semua. Aamiin.
Bandar Lampung, 7 Januari 2020
Penulis,
Mia Audina
i
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR ISI ................................................................................................................. i
DAFTAR TABEL ...................................................................................................... iv
DAFTAR GAMBAR ................................................................................................... v
DAFTAR SINGKATAN ........................................................................................... vii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang .......................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ..................................................................................... 4
1.3 Tujuan Penelitian ...................................................................................... 5
1.3.1 Tujuan Umum ................................................................................. 5
1.3.2 Tujuan Khusus ................................................................................ 5
1.4 Manfaat Penelitian .................................................................................... 5
1.4.1 Manfaat Bagi Puskesmas Bandar Lampung ................................... 5
1.4.2 Manfaat Bagi Dinas Kesehatan Kota Bandar Lampung ................. 5
1.4.3 Manfaat Bagi Peneliti ..................................................................... 6
1.4.4 Manfaat Bagi Institusi ..................................................................... 6
1.4.5 Manfaat Bagi Masyarakat ............................................................... 6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Demam Berdarah Dengue ......................................................................... 7
2.1.1 Pengertian Demam Berdarah Dengue ............................................. 7
2.1.2 Diagnosis DBD ............................................................................... 7
2.1.3 Mekanisme Penularan ..................................................................... 8
2.2 Epidemiologi Demam Berdarah Dengue ................................................ 10
2.2.1 Agent Virus ................................................................................... 10
ii
2.2.2 Host (Penjamu) ............................................................................. 11
2.2.3 Environment .................................................................................. 19
2.3 Upaya Pemberantasa Penyakit DBD ...................................................... 23
2.3.1 Pencegahan ................................................................................... 23
2.3.2 Penemuan, Pertolongan dan Pelaporan ......................................... 23
2.3.3 Pengamatan Penyakit dan Penyelidikan Epidemiologi ................ 24
2.3.4 Penanggulangan Seperlunya ......................................................... 25
2.4 Analisis Spasial ....................................................................................... 27
2.5 Kerangka Peneltian ................................................................................. 32
2.5.1 Kerangka Teori ............................................................................. 32
2.5.2 Kerangka Konsep .......................................................................... 34
BAB III METODE PENELITIAN
3.1 Desain Penelitian .................................................................................... 35
3.2 Tempat dan Waktu Penelitian ................................................................. 35
3.3 Populasi Penelitian .................................................................................. 35
3.4 Sampel Penelitian.................................................................................... 37
3.4.1 Kriteria Sampel ............................................................................. 37
3.4.2 Besar Sampel Minimal .................................................................. 38
3.4.3 Teknik Pengambilan Sampel Penelitian ....................................... 38
3.5 Definisi Operasional ............................................................................... 40
3.6 Alat Penelitian dan Teknik Pengumpulan Data ...................................... 40
3.6.1 Alat Penelitian ............................................................................... 40
3.6.2 Teknik Pengumpulan Data ............................................................ 40
3.7 Alur Penelitian ........................................................................................ 41
3.8 Metoda Analisis ...................................................................................... 42
3.9 Etika Penelitian ....................................................................................... 42
iii
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Penelitian ....................................................................................... 43
4.1.1 Gambara Umum Lokasi Penelitian .............................................. 43
4.1.2 Pola Distribusi dan Clustering Rumah Tangga Terdapat Jentik
Nyamuk Vektor DBD pada Daerah Endemik di Wilayah Utara
Kota Bandar Lampung Tahun 2018 ............................................. 44
4.1.3 Pola Buffering Rumah Tangga Berdasarkan Keberadaan Jentik
Nyamuk Vektor DBD pada Daerah Endemik di Wilayah Utara
Kota Bandar Lampung Tahun 2018 ............................................. 59
4.2 Pembahasan............................................................................................. 70
4.2.1 Pola Distribusi dan Clustering Rumah Tangga Terdapat Jentik
Nyamuk Vektor DBD pada Daerah Endemik di Wilayah Utara
Kota Bandar Lampung Tahun 2018 ............................................. 70
4.2.2 Pola Buffering Rumah Tangga Berdasarkan Keberadaan Jentik
Nyamuk Vektor DBD pada Daerah Endemik di Wilayah Utara
Kota Bandar Lampung Tahun 2018 ............................................. 75
4.2.3 Keterbatasan Penelitian ................................................................ 78
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan ............................................................................................. 79
5.2 Saran ....................................................................................................... 79
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................ 81
LAMPIRAN
iv
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1. Klasifikasi Derajat Penyakit Infeksi Virus Dengue ............................................... 8
2. Kasus DBD di Puskesmas pada Wilayah Utara Kota Bandar Lampung ............. 36
3. Kasus DBD di Puskesmas Tempat Penelitian Tahun 2018 ................................. 36
4. Perhitungan Proporsi Sampel Sesuai Puskesmas ................................................. 39
5. Definisi Operasional ............................................................................................ 40
6. Kepadatan Penduduk dan ABJ Berdasarkan Kecamatan pada Tahun 2018 ........ 44
7. Keberadaan Jentik Berdasarkan Kecamatan Tahun 2018 .................................... 45
8. Hasil Perhitungan Average Neareast Neighbor Summary ................................... 47
9. Ringkasan Penelitian Pola Distribusi dan Clustering .......................................... 59
10. Ringkasan Penelitian Pola Buffering ................................................................... 70
v
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
1. Segitiga Epidemiologi .......................................................................................... 10
2. Siklus Hidup Aedes sp ......................................................................................... 14
3. Bagan Penanggulangan Seperlunya ..................................................................... 27
4. Kerangka Teori .................................................................................................... 33
5. Kerangka Konsep ................................................................................................. 34
6. Alur Penelitian ..................................................................................................... 41
7. Pola Distribusi Rumah Tangga di Wilayah Utara Kota Bandar Lampung Tahun
2018 ...................................................................................................................... 46
8. Pola Clustering Rumah Tangga di Wilayah Utara Kota Bandar Lampung Tahun
2018 ...................................................................................................................... 49
9. Pola Distribusi Rumah Tangga di Kecamatan Tanjung Senang .......................... 51
10. Pola Distribusi Rumah Tangga di Kecamatan Way Halim.................................. 52
11. Pola Distribusi Rumah Tangga di Kecamatan Labuhan Ratu.............................. 53
12. Pola Distribusi Rumah Tangga di Kecamatan Kedaton....................................... 54
13. Pola Distribusi Rumah Tangga di Kecamatan Kemiling ..................................... 55
14. Pola Distribusi Rumah Tangga di Kecamatan Sukabumi .................................... 56
vi
15. Pola Distribusi Rumah Tangga di Kecamatan Sukarame .................................... 57
16. Pola Distribusi Rumah Tangga di Kecamatan Rajabasa ...................................... 58
17. Pola Buffering Rumah Tangga di Wilayah Utara Kota Bandar Lampung Tahun
2018 ...................................................................................................................... 61
18. Pola Buffering Rumah Tangga di Kecamatan Tanjung Senang ........................... 62
19. Pola Buffering Rumah Tangga di Kecamatan Way Halim .................................. 63
20. Pola Buffering Rumah Tangga di Kecamatan Labuhan Ratu .............................. 64
21. Pola Buffering Rumah Tangga di Kecamatan Kedaton ....................................... 65
22. Pola Buffering Rumah Tangga di Kecamatan Kemiling ...................................... 66
23. Pola Buffering Rumah Tangga di Kecamatan Sukabumi .................................... 67
24. Pola Buffering Rumah Tangga di Kecamatan Sukarame ..................................... 68
25. Pola Buffering Rumah Tangga di Kecamatan Rajabasa ...................................... 69
vii
DAFTAR SINGKATAN
DBD : Demam Berdarah Dengue
WHO : World Health Organization
KLB : Kejadian Luar Biasa
ABJ : Angka Bebas Jentik
Puskesmas : Pusat Kesehatan Masyarakat
PSN : Pemberantasan Sarang Nyamuk
HI : House Index
BI : Breteu Index
CI : Container Index
Dinkes : Dinas Kesehatan
SIG : Sistem Informasi Geografi
ASI : Air Susu Ibu
TPA : Tempat Penampungan Air
ANN : Average Neareast Neighbor
viii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Halaman
1. Surat Izin Penelitian dari Fakultas KedoFkteran Universitas Lampung .............. 86
2. Surat Izin Penelitian dari Badan Kesatuan Bangsa dan Politik Kota Bandar
Lampung .............................................................................................................. 87
3. Surat Izin Penelitian dari Dinas Kesehatan Kota Bandar Lampung .................... 88
4. Surat Persetujuan Etik .......................................................................................... 89
5. Titik Koordinat Rumah Tangga Tahun 2018 ....................................................... 90
6. Hasil Perhitungan Average Neareast Neighbor Summary ................................... 98
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Demam Berdarah Dengue (DBD) yang merupakan penyakit akibat virus dengue
dan ditularkan melalui gigitan vektor nyamuk Aedes aegypti betina, masih menjadi
masalah kesehatan masyarakat utama di Indonesia sejak tahun 1968. DBD pertama
kali ditemukan di Kota Surabaya, dengan kasus 58 orang terinfeksi dan 24
diantaranya meninggal dunia. Sejak saat itu, jumlah penderita DBD semakin
meningkat dan penyebarannya semakin luas (Suwandi and Halomoan, 2017;
Priesley, Reza and Rusjdi, 2018).
Berdasarkan hasil survei Direktorat Jenderal Pencegahan dan Penanggulangan
Penyakit Kemenkes RI, jumlah kasus DBD di Indonesia pada tahun 2017 sebesar
68.407 dengan Angka kejadian 26,12 per 100.000 penduduk dan kasus kematian
akibat DBD sebesar 493 kematian. Hal ini sejalan dengan fakta bahwa Angka
Bebas Jentik (ABJ) di Indonesia yang masih jauh dari target nasional (>95%), ABJ
di Indonesia pada tahun 2017 hanya 46,7% (Kementrian Kesehatan RI, 2018).
Kasus DBD di Propinsi Lampung merupakan masalah kesehatan masyarakat yang
masih belum terselesaikan serta berpotensi menimbulkan Kejadian Luar Biasa
2
(KLB). Angka kejadian DBD di Provinsi Lampung pada Tahun 2012 hingga 2016
cendrung berfluktuasi dengan angka kejadian sekitar 68,44 per 100.000 penduduk
di tahun 2012; 58,08 per 100.000 penduduk di tahun 2013; 16,80 per 100.000
penduduk di tahun 2014, pada tahun 2015-2016 terjadi peningkatan IR kembali
yaitu sebesar 36,91 per 100.000 penduduk dan 73,39 per 100.000 penduduk di
tahun 2016. Angka Bebas Jentik (ABJ) Provinsi Lampung juga masih kurang dari
target (>95%) (Dinkes Provinsi Lampung, 2016).
Di Kota Bandar Lampung kasus DBD tersebar luas keseluruh wilayah Pusat
Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) yang ada di kota ini, pada tahun 2018 terdapat
30 puskesmas yang termasuk kedalam 20 kecamatan melaporkan kasus DBD
dengan keadaan kasus tertinggi terdapat di Kecamatan Tanjung Senang (138
kasus), Kecamatan Kemiling (94 kasus), Kecamatan Way Halim (91 kasus),
Kecamatan Sukarame (83 kasus), Kecamatan Bumi Waras (82 kasus), Kecamatan
Sukabumi (67 kasus), dan Kecamatan Labuhan Ratu (66 kasus). Angka kejadian
DBD di wilayah utara Kota Bandar Lampung lebih tinggi dari angka kejadian
DBD di bagian selatan Kota Bandar Lampung. (Dinkes Kota Bandar Lampung,
2019).
Wilayah Utara Kota Bandar Lampung sendiri memiliki 15 puskesmas yang
seluruhnya dilaporkan terdapat kasus DBD, dan terdapat 8 puskesmas yang
memiliki angka kejadian DBD diatas rata-rata. Tingginya angka kejadian di
wilayah puskesmas tersebut dapat terjadi dikarenakan kepadatan dan mobilitas
penduduk yang tinggi serta kebersihan lingkungan yang kurang sehingga
3
memungkinkan terdapatnya tempat perindukan nyamuk (Dinkes Kota Bandar
Lampung, 2014).
Penyebaran kejadian DBD di satu wilayah dipengaruhi oleh segitiga epidemiologi
yang terdiri dari: faktor host (manusia sebagai host intermediate dan nyamuk
sebagai host definitive), agent (virus dengue), dan environment. Topografi yang
merupakan bagian dari aspek environment adalah salah satu faktor yang
mempengaruhi kepadatan nyamuk Aedes sp di suatu wilayah. Aspek topografi
yang dinilai adalah ketinggian suatu daratan. Mulai dari ketinggian 0 sampai 1.000
meter di atas permukaan laut merupakan batas penyebaran nyamuk Aedes aegypti.
(Kebede, 2004; Handoyo, Hestinigsih dan Martini, 2015).
Kota Bandar Lampung telah melakukan upaya untuk mengatasi permasalahan
DBD, diantaranya penyelidikan epidemiologi, pemeriksaan jentik nyamuk,
fogging, dan program Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN). Tetapi angka
kejadian DBD di wilayah Kota Bandar Lampung masih menunjukkan jumlah
kasus yang tinggi. Untuk itu diperlukan adanya indeks entomologi seperti: House
Index (HI), Breteu Index (BI), Container Index (CI) dan Angka Bebas Jentik (ABJ)
untuk memantau keberhasilan dari upaya tersebut (Astuti dan Susanti, 2017;
Taslisia, Rusjdi dan Hasmiwati, 2018).
Salah satu penyebab masih tingginya kasus DBD di Kota Bandar Lampung adalah
nilai ABJ yang masih kurang dari target (>95%) yaitu 86,4% artinya masih banyak
daerah dengan rumah yang terdapat jentik sekitarnya. ABJ adalah ukuran yang
4
dipakai untuk mengetahui bahwa rumah yang diperiksa tidak dijumpai jentik
dibagi dengan seluruh rumah yang diperiksa (Astuti dan Susanti, 2017; Taslisia,
Rusjdi dan Hasmiwati, 2018)
Dalam mengatasi kasus terkait wabah seperti DBD tidak hanya dapat diselesaikan
dengan tindakan preventif, namun juga diperlukan adanya analisis data yang lebih
mendalam seperti analisis spasial yang dapat dilakukan dengan analisis buffering
sehingga dapat diketahui daerah penyangga yang memiliki risiko tertular dan
analisis clustering sehingga dapat diketahui apakah di suatu daerah terdapat
konsentrasi habitat vektor (Amiruddin, 2016; Ruliansyah et al, 2017).
Berdasarkan uraian tersebut, penulis melakukan penelitian mengenai analisis
spasial rumah tangga yang merupakan rumah penderita DBD pada daerah endemis
di wilayah utara Kota Bandar Lampung tahun 2018 sebagai salah satu upaya untuk
pengendalian DBD. Oleh karena itu penulis melakukan penelitian dengan judul
“Analisis spasial rumah tangga bebas jentik nyamuk vektor demam berdarah
dengue pada daerah endemis di wilayah utara Kota Bandar Lampung tahun 2018”.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian di atas didapatkan rumusan masalah yaitu “Bagaimanakah
analisis spasial rumah tangga bebas jentik nyamuk vektor demam berdarah dengue
pada daerah endemis di wilayah utara Kota Bandar Lampung tahun 2018?”
5
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum
Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui analisis spasial rumah
tangga bebas jentik nyamuk vektor demam berdarah dengue pada daerah endemis
di wilayah utara Kota Bandar Lampung tahun 2018.
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Mengetahui pola distribusi dan clustering rumah tangga yang terdapat
jentik nyamuk vektor DBD pada daerah endemis di wilayah utara kota
Bandar Lampung tahun 2018
2. Mengetahui pola buffering rumah tangga berdasarkan keberadaan jentik
nyamuk vektor DBD pada daerah endemis di wilayah utara kota Bandar
Lampung tahun 2018
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Manfaat Bagi Puskesmas Bandar Lampung
Hasil penelitian ini diharapkan dapat mejadi sumber informasi terkait
wilayah rentan dengan mengetahui penyebaran DBD serta bahan
pelaksanaan program pengendalian DBD di Puskesmas Kota Bandar
Lampung.
1.4.2 Manfaat Bagi Dinas Kesehatan Kota Bandar Lampung
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumber informasi untuk
mengevaluasi dan meningkatkan pelayanan kesehatan khususnya bagi
6
program pengendalian dan pemberantasan penyakit DBD di Kota Bandar
Lampung melalui pemetaan penyakit berdasarkan wilayah.
1.4.3 Manfaat Bagi Peneliti
Hasil penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan ilmu pengetahuan
penulis mengenai kejadian DBD pada daerah endemis di wilayah utara Kota
Bandar Lampung.
1.4.4 Manfaat Bagi Institusi
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan informasi
ilmiah dalam pengembangan ilmu kedokteran terutama mengenai kejadian
DBD, serta memberikan informasi ilmiah yang dapat dipakai sebagai
masukan untuk penelitian mengenai gambaran spasial DBD di masa
mendatang.
1.4.5 Manfaat Bagi Masyarakat
Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan informasi bagi masyarakat
mengenai kejadian DBD di lingkungannya, sehingga masyarakat dapat
melakukan pencegahan.
7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Demam Berdarah Dengue
2.1.1 Pengertian Demam Berdarah Dengue
Sebagai salah satu penyakit infeksi DBD disebabkan oleh salah satu dari
empat serotipe virus dengue dari genus Flavivirus, famili Flaviviridae yang
penularannya kepada manusia melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti dan
Aedes albopictus sebagai inang parasit ini. Setiap serotipe virus memiliki
perbedaan sehingga tidak ada proteksi silang dan wabah yang disebabkan
beberapa serotipe. DBD merupakan penyakit akut yang bermanifestasi klinis
sakit kepala, nyeri otot, sendi, dan tulang, penurunan jumlah sel darah putih,
ruam-ruam dan perdarahan yang dapat menimbulkan syok yang berujung
kematian (Sutanto et al., 2013; Suwandi dan Yunidasari, 2016; Gavinov and
Putri, 2019).
2.1.2 Diagnosis DBD
Diagnosis DBD ditegakkan melalui pemeriksaan gejala klinis dan
laboratorium. Gejala klinis diantaranya nyeri kepala, nyeri retro-orbital,
myalgia/atralgia, ruam kulit, manifestasi perdarahan (ptekie atau uji bendung
positif), leukopenia. Kriteria diagnosisnya adalah mengalami
8
trombositopeni (trombosit <100.000/ml), dan homokonsentrasi (kenaikan Ht
>20%) (Setiati et al., 2014)
Tabel 1. Klasifikasi Derajat Penyakit Infeksi Virus Dengue DD/
DBD
Derajat Gejala Laboratorium
DD Demam disertai 2 atau lebih
tanda: sakit kepala, nyeri retro-
orbital, myalgia, atralgia
Leukopenia
Trombositopenia, tidak
ditemukan bukti kebocoran
plasma
DBD I Gejala di atas ditambah uji
bending positif
Trombositopenia
(<100.000/µl), bukti ada
kebocoran plasma
DBD II Gejala di atas ditambah
perdarahan spontan
Trombositopenia
(<100.000/µl), bukti ada
kebocoran plasma
DBD III Gejala di atas ditambah kegagalan
sirkulasi (kulit dingin dan lembab
serta gelisah)
Trombositopenia
(<100.000/µl), bukti ada
kebocoran plasma
DBD IV Syok berat disertai dengan
tekanan darah dan nadi tidak
terukur
Trombositopenia
(<100.000/µl), bukti ada
kebocoran plasma
(Setiati et al., 2014)
2.1.3 Mekanisme Penularan
2.1.3.1 Melalui Gigitan Nyamuk
Terdapat tiga faktor utama yang memegang peranan penting dalam
infeksi virus dengue, yaitu manusia, virus dan vektor perantara.
Penularan infeksi dengue terjadi melalui gigitan nyamuk Aedes
Aegypti, Aedes albopictus, Aedes polynesiensis dan beberapa spesies
yang lain yang dapat menularkan virus dengue namun merupakan
vektor yang tidak terlalu berperan. Nyamuk Aedes dapat terinfeksi
dengue saat menghisap darah manusia yang sedang mengalami
9
viremia (2 hari sebelum panas sampai 5 hari setelah demam timbul),
virus yang terhisap akan berada di kelenjar liur dan berkembang biak
dalam waktu 8-10 hari (extrinsic incubation period) dan setelah itu
siap untuk ditularkan pada manusia lain saat gigitan berikutnya. Saat
virus sudah masuk dan berkembang biak dalam tubuh nyamuk maka
nyamuk tersebut akan terus terinfeksi dan akan menularkan virus
selama hidupnya (infektif) (Candra, 2010; CDC, 2019a).
2.1.3.2 Penularan Ibu ke Anak
Wanita hamil yang positif terinfeksi virus dengue dapat menularkan
virus ke janinnya baik selama kehamilan atau sekitar waktu kelahiran.
Terdapat satu laporan terdokumentasi mengenai penularan demam
berdarah melalui Air Susu Ibu (ASI). Namun, karena manfaat
menyusui yang begitu penting, ibu didorong untuk menyusui
walaupun di daerah dengan risiko demam berdarah (Candra, 2010;
CDC, 2019a).
2.1.3.3 Secara Mekanik
Penularan ini dapat terjadi melalui transfuse darah, transplantasi organ
atau pada orang-orang yang menggunakan jarum suntik yang tidak
steril (Candra, 2010; CDC, 2019a).
10
2.2 Epidemiologi Demam Berdarah Dengue
Suatu ilmu yang mempelajari tentang penyebaran DBD beserta faktor-faktor
yang dapat memperaruhi kejadiannya di masyarakat disebut sebagai
epidemiologi DBD. Secara alamiah, selalu ada 3 faktor yang berperan dalam
proses penularan DBD : host (manusia sebagai host intermediate dan nyamuk
sebagai host definitive), agent (virus dengue), dan environment (lingkungan)
(Kebede, 2004; Heriana, 2018).
Gambar 1. Segitiga Epidemiologi (Kebede, 2004; Heriana, 2018)
2.2.1 Agent Virus
Kasus DBD sebagian besar ditemukan di wilayah tropis dan subtropis,
terutama Asia Tenggara, Amerika Tengah dan Karibia. Penyebab penyakit
adalah virus dengue yang termasuk dalam group B Arthropod borne
viruses (arboviruses) dan ditularkan oleh nyamuk Aedes aegypti dan Aedes
albopictus yang terdapat hampir di seluruh pelosok Indonesia. Sampai saat
ini dikenal ada 4 serotipe virus yaitu:
11
1. Dengue 1 (DEN 1) diisolasi oleh Sabin pada tahun1944.
2. Dengue 2 (DEN 2) diisolasi oleh Sabin pada tahun 1944.
3. Dengue 3 (DEN 3) diisolasi oleh Sather.
4. Dengue 4 (DEN 4) diisolasi oleh Sather.
Keempat serotipe tersebut telah ditemukan di berbagai daerah di Indonesia
dan virus yang terbanyak ditemukan adalah tipe 2 dan tipe 3. Penelitian di
Indonesia menunjukkan dengue tipe 3 merupakan serotipe virus yang
dominan menyebabkan kasus yang berat (Candra, 2010; Sutanto et al.,
2013; Suwandi and Halomoan, 2017).
2.2.2 Host (Penjamu)
2.2.2.1 Manusia (Host intermediate)
a. Umur
Pada dasarnya DBD dapat menyerang semua golongan umur.
Sampai saat ini anak-anak lebih banyak terkena penyakit DBD,
tetapi dalam beberapa dekade terakir terlihat adanya peningkatan
proporsi penderita DBD pada golongan orang dewasa.
Berdasarkan penelitain Ernyasih (2019) didapatkan nilai p-value
= 0,000 yang berarti bahwa ada hubungan yang bermaksa antara
umur responden dengan praktik pencegahan DBD (Kinansi,
Wening Widjajanti dan Ayuningrum, 2017; Ernyasih, 2019).
12
b. Pendidikan
Pendidikan merupakan unsur yang sangat penting untuk
mengembangkan kepribadian dan kemampuan seseorang,
dengan pendidikan seseorang dapat mendapatkan bnyak
informasi, memperluas cara berpikir dan dapat mempengaruhi
pola pikir serta daya cerna informasi yang diterima seseorang.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Sandra (2019)
didapatkan nilai p-value < 0,04 yang berarti terdapat pengaruh
faktor pendidikan ibu yang rendah terhadap kejadian DBD pada
anak usia 6-12 tahun (Sandra et al., 2019).
c. Pengetahuan
Berdasarkan penelitian Ernyasih (2019) disimpulkan bahwa dari
154 responden kebanyakan responden yang memiliki
pengetahuan tinggi melakukan praktik pencegahan DBD yang
baik yaitu sebanyak 138 orang (95,8%). Sehingga dari hasil uji
statistik, didapatkan nilai p-value = 0,000 sehingga dapat
disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara
pengetahuan responden dengan praktik pencegahan DBD
(Ernyasih, 2019).
13
2.2.2.2 Nyamuk (Host definitif)
Penyakit DBD adalah penyakit infeksi yang ditularkan oleh
nyamuk Aedes sp dengan klasifikasi berikut: (Suyanto, Darnoto and
Astuti, 2011; Sutanto et al., 2013).
Kingdom : Animalia
Filum : Arthropoda
Kelas : Insecta
Ordo : Diptera
Sub Ordo : Nematocera
Famili : Culicidae
Sub Famili : Culicinae
Genus : Aedes
Nyamuk termasuk kedalam golongan serangga, mempunyai siklus
hidup sempurna dan mengalami empat tahap perkembangan dalam
siklus hidupnya yaitu:
14
Gambar 2. Siklus Hidup Aedes sp
1. Telur
Nyamuk betina dewasa, meletakkan telurnya di dinding tempat
perindukannya sekitar 1-2 cm di permukaan air. Telur
menempel pada dinding wadah seperti lem. Telur diletakkan
satu per satu terpisah tetapi diletakkan saling berdekatan
sehingga membentuk rakit (raft). Telur Aedes aegypti
mempunyai dinding bergaris menyerupai gambaran kain kasa
(Ideham and Pusarawati, 2009; Sutanto et al., 2013)
2. Larva
Tubuh larva Aedes sp terdiri dari kepala, thorax, dan abdomen.
Pada kepala terdapat sepasang mata, sepasang antena, rambut
mulut (mouth brush) dan rambut kepala. Pada thorax terdapat
segmen-segmen rambut dan dibagian dorsal terdapat
15
mesonotum dan postnotum. Bagian abdomen tubuh nyamuk
terdiri atas 10 segmen. Segmen 8 sampai 10 bersatu membentuk
alat abdominal. Morfologi khas pada tubuh larva seperti: sifon
yang mengandung bulu-bulu sifon (siphonal tuft) dan pekten,
sisir atau comb dengan gigi sisir (comb teeth), segmen anal
(anal gill) dengan pelana (saddle) (Dalilah et al., 2018)
Perbedaan antara larva Aedes aegypti dan Aedes albopictus
terletak pada comb teeth. Pada Aedes aegypti memiliki duri
lateral, sedangkan pada Aedes albopictus tidak. Bagian
abdomen larva Aedes sp tidak memiliki rambut palma. Larva
terdiri dari 4 stadium (instar) dan mengambil makanan dari
tempat perindukannya. Pertumbuhan larva stadium I sampa
dengan stadium IV berlangsung 5 hari ( Dalilah et al., 2018;
Sutanto et al., 2013).
3. Pupa
Pupa adalah lanjutan perubahan dari larva instar IV dan
berbentuk bulat gemuk menyerupai tanda koma. Tubuh pupa
terdiri dari abdomen dan sefalothorax yang merupakan
persatuan dari kepala dan toraks. Pada kepala terdapat tabung
pernafasan yang berbentuk tabung, bakal mata, bakal antenna,
bakal sayap dan bakal kaki. Pada abdomen terdiri dari segmen-
16
segmen dan pada segmen terakhir tidak terdapat duri (padle)
(Hendratno, 2003).
4. Dewasa
Nyamuk berukuran 4-13 mm dan rapuh. Pada nyamuk dewasa
yang perlu diperhatikan adalah kepala dan scutellum. Kepala
memiliki proboscis untuk menghisap darah dan bahan-bahan
cair seperti cairan tumbuh-tumbuhan dan buah-buahan. Untuk
membedakan jantan dan betina perhatikan rambut-rambut dan
bulu-bulu antenna, nyamuk jantan antenna berbulu panjang dan
lebat (plumose), nyamuk betina antenna berbulu pendek dan
jarang (pilose) (Ideham and Pusarawati, 2009; Sutanto et al.,
2013).
Nyamuk betina dewasa menggigit orang dan binatang serta
membutuhkan darah untuk menghasilkan telur. Setelah makan,
nyamuk betina mencari sumber air untuk bertelur. Jarak terbang
Aedes aegypti yaitu 50 m dan Aedes albopictus yaitu 200 m
dalam sehari. Dalam masa hidupnya, nyamuk mampu terbang
sampai 2 km, tapi umumnya terbang berjarak pendek. Nyamuk
Aedes aegypti lebih suka tinggal di sekitar dan menggigit orang.
Sedangkan Aedes albopictus menggigit orang dan hewan, maka
mereka dapat tinggal di dekat rumah atau di hutan (Sutanto et
17
al., 2013; CDC, 2019b; Gavinov and Putri, 2019; Anwar et al.,
2014).
2.2.2.3 Indeks Entomologi
Indeks entomologi vektor DBD diperoleh berdasarkan indikator HI,
CI, BI dan ABJ, yaitu:
HI = Jumlah Rumah yang terdapat jentik
Jumlah Rumah yang diperiksa x 100%
CI = Jumlah Kontainer yang terdapat jentik
Jumlah Kontainer yang diperiksa x 100%
BI = Jumlah Kontainer yang terdapat jentik
Jumlah Rumah yang diperiksa x 100%
ABJ = Jumlah Rumah yang tidak terdapat jentik
Jumlah Rumah yang diperiksa x 100%
Indikator yang digunakan untuk memantau rumah yang positif larva
yang merupakan perkembangan awal dari vektor penular DBD dari
jumlah rumah yang diperiksa disebut HI. HI yang tinggi
menandakan bahwa di dalam rumah terdapat kontainer yang positif
jentik. Menurut WHO, suatu wilayah dikatakan berisiko tinggi
apabila suatu wilayah mempunyai nilai HI >5%, sedangkan
berisiko rendah bila nilai HI <1%. Semakin tinggi nilai HI maka
semakin tinggi pula kepadatan nyamuk dan semakin tinggi juga
18
risiko penularan penyakit DBD (Astuti dan Susanti, 2017; Taslisia,
Rusjdi dan Hasmiwati, 2018).
Pemeriksaan terdapatnya jumlah penampungan air baik yang
berada di dalam rumah maupun di luar rumah yang positif larva dari
jumlah penampungan air yang diperiksa digambarkan dengan CI.
Apabila suatu wilayah mempunyai CI >5% berarti risiko tinggi,
sedangkan apabila CI kurang <5%, maka berarti risiko rendah
penyakit DBD.
Jenis kontainer yang paling banyak ditemukan positif larva di
dalam rumah adalah ember dan bak mandi sedangkan jenis
kontainer di luar rumah adalah ember bekas dan ban bekas.
Kontainer di luar rumah merupakan jenis tempat penampungan air
yang tidak dapat dikontrol karena merupakan sampah dan biasanya
terdapat di luar rumah serta tidak dapat digunakan dalam rumah
tangga. Namun, bila terisi air hujan dapat menjadi tempat
perkembangbiakan nyamuk jika tidak dibersihkan atau dikubur
(Astuti dan Susanti, 2017; Taslisia, Rusjdi dan Hasmiwati, 2018).
Hasil pemeriksaan jumlah penampungan air yang positif larva per-
100 rumah yang diperiksa digambarkan dengan nilai BI. BI
merupakan prediktor KLB, jika BI ≥50 maka daerah tersebut
19
berpotensi untuk mengalami KLB DBD (Astuti dan Susanti, 2017;
Taslisia, Rusjdi dan Hasmiwati, 2018).
Indeks entomologi (HI, BI, CI) sangat berpengaruh terhadap nilai
ABJ, semakin tinggi indeks entomologi maka semakin rendah nilai
ABJ. Nilai ABJ yang belum memenuhi standar menandakan di
daerah tersebut masih berpotensi terhadap kejadian DBD, karena
ABJ merupakan salah satu ukuran epidemiologi yang sering
digunakan dalam kegiatan pengendalian DBD (Astuti dan Susanti,
2017; Taslisia, Rusjdi dan Hasmiwati, 2018).
2.2.3 Environment
2.2.3.1 Kondisi Geografi
a. Ketinggian tempat
Terdapat dua spesies vektor penular virus dengue yang
umumnya ditemukan di seluruh wilayah Indonesia yaitu
nyamuk Aedes aegypti yang menjadi vektor utama serta Aedes
albopictus yang menjadi vektor pendamping. Kedua spesies
nyamuk itu hidup optimal pada ketinggian diatas 1.000 m di
atas permukaan laut. Beberapa laporan lain menyebutkan
bahwa nyamuk tersebut dapat ditemukan pada daerah dengan
ketinggian sampai dengan 1.500 m di atas permukaan laut,
bahkan terdapat laporan bahwa di India Aedes ditemukan pada
20
ketinggian 2.121 m serta di Kolombia pada ketinggian 2.200 m
(Candra, 2010).
b. Curah hujan
Hujan dapat membentuk genangan air dan menambah jumlah
tempat perkembang biakan nyamuk Aedes aegypti seperti
kaleng-kaleng, botol bekas, daun-daunan yang dapat
menampung air hujan. Peningkatan jumlah kasus DBD sering
terjadi saat musim penghujan karena tidak hanya curah hujan
meningkat namun suhu bumi yang juga meningkat. Hal ini
sangat optimal untuk perkembang biakan nyamuk Aedes
aegypti (Lahdji dan Putra, 2017).
Hasil penelitian Lahdji dan Putra (2017) menunjukkan bahwa
terdapat hubungan bermakna antara curah hujan dengan jumlah
kasus DBD, hal ini dapat dilihat dari nilai p-value = 0,000.
Hubungan tersebut bernilai positif, yang artinya semakin tinggi
curah hujan maka semakin tinggi jumlah kasus DBD (Lahdji
dan Putra, 2017).
c. Angin
Secara teori kecepatan angin berpengaruh terhadap penyebaran
vektor nyamuk dan memperluas penyebaran penyakit DBD.
Namun pada kecepatan angina yang terlalu tinggi seperti 1114
m/s atau 2228 knot dapat menghambat aktivitas dari terbang
21
nyamuk. Berdasarkan penelitian Masrizal dan Sari (2016)
didapatkan p-value = 0,001 yang berarti Terdapat hubungan
yang signifikan antara kecepatan angin dengan kasus DBD
(Masrizal dan Sari, 2016).
d. Kelembaban
Keberlangsunag hidup nyamuk dipengaruhi oleh kelembaban
udara. Kelembaban yang rendah dapat memperpendek umur
nyamuk sedangkan kelembaban tinggi memperpanjang usia
nyamuk. Hasil uji yang telah dilakukan oleh Lahdji dan Putra
(2017) menunjukkan nilai r-value = 0,548 yang berarti jumlah
kasus DBD dapat meningkat bila kelembaban udara juga
meningkat. Dan uji tersebut juga menunjukkan terdapat
hubungan yang bermakna antara kelembaban udara dengan
jumlah kasus DBD hal ini dapat dilihat dari nilai p-value =
0,000 (Lahdji dan Putra, 2017).
2.2.3.2 Kondisi Demografi
a. Kepadatan penduduk
Lingkungan pemukiman yang padat dapat dengan jarak antar
rumah yang saling berdekatan memudahkan nyamuk dalam
menularkan penyakit DBD, mengingat kebiasaan nyamuk yang
melakukan multibites. Kepadatan penduduk juga berpengaruh
terhadap peningkatan penggunaan barang yang limbahnya
22
apabila dibuang sembarangan dapat menampung air hujan
(Handoyo, Hestinigsih dan Martini, 2015; Fadhilah dan
Sumunar, 2018).
b. Mobilitas
Penularan penyakit DBD dimulai dari suatu sumber penularan
dan mengikuti arus mobilisasi penduduk. Semakin tinggi arus
mobilisasi tersebut, maka kemungkinan untuk penyebaran
penyakit DBD semakin besar. Mobilisasi penduduk yang tinggi
umumnya terjadi di daerah perkotaan yang lengkap dengan
sarana transportasi dan informasi yang maju. Mobilisasi
penduduk juga dipengaruhi oleh profesi dan aktifitas penduduk.
Hal ini sejalan dengan penelitian Handoyo, Hestianingsih dan
Martini (2015) yang didapatkan nilai p-value = 0,0001 dan
dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan secara signifikan
antara mobilitas penduduk dengan kejadian DBD (Handoyo,
Hestinigsih dan Martini, 2015).
c. Perilaku Masyarakat
Dalam menghadapi bahaya DBD sangat diperlukan kepedulian
dan peran serta masyarakat dalam meningkatkan prilaku hidup
sehat dan merespon lingkungan bersih seperti meningkatkan
kebiasaan untuk membersihkan tempat-tempat yang berpotensi
menjadi tempat perindukan nyamuk (Wahyu dan Widayani,
2018).
23
2.3 Upaya Pemberantasa Penyakit DBD
Upaya pemberantasan penyakit DBD yang dilaksanakan oleh pemerintah dengan
peran serta masyarakat menggunakan cara tepat guna yang meliputi: pencegahan;
penemuan, pertolongan dan pelaporan; penyelidikan epidemiologi dan
pengamatan penyakit demam berdarah dengue; penanggulangan seperlunya;
penanggulangan lain dan penyuluhan (Kemenkes RI, 2011).
2.3.1 Pencegahan
Pencegahan penyakit DBD sangat tergantung pada pengendalian
vektornya, yaitu nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus. Pencegahan
dilaksanakan oleh masyarakat di rumah dan tempat umum dengan
melakukan Pemberantasan sarang Nyamuk (PSN) yang meliputi:
(Kemenkes RI, 2011).
a. Menguras Tempat Penampungan Air (TPA) sekurang-kurangnya
seminggu sekali, atau menutupnya rapat-rapat.
b. Mengubur barang bekas yang dapat menjadi TPA.
c. Menaburkan bubuk abate di tempat yang dapat menampung air namun
sulit untuk dibersihkan.
d. Memelihara ikan pemakan jentik (ikan adu atau ikan cupang).
2.3.2 Penemuan, Pertolongan dan Pelaporan
Penemuan, pertolongan dan pelaporan penderita penyakit demam berdarah
dengue adalah upaya pemberantasan penyakit DBD yang dilaksanakan
24
oleh petugas kesehatan dan masyarakat dengan cara-cara: (Kemenkes RI,
2011).
a. Setiap keluarga yang anggotanya menunjukkan gejala penyakit DBD
harus memberikan pertolongan pertama (memberi minum banyak,
kompres dingin dan dan obat penurun panas yang tidak mengandung
asam salisilat) dan segera memeriksakan anggota keluarganya tersebut
kepada dokter atau unit pelayanan kesehatan.
b. Petugas kesehatan melakukan pemeriksaan, penentuan diagnosis,
pengobatan dan perawatan sesuai dengan keadaan penderita dan segera
melaporkan kepada puskesmas setempat.
c. Kepala keluarga harus segera melaporkan kepada lurah/kepala Desa
melalui kader, ketua RT/RW, ketua lingkungan/kepala dusun.
d. Kepala asrama, ketua RT/RW, ketua lingkungan, kepala dusun yang
mengetahui adanya penderita/tersangka DBD diwajibkan untuk
melaporkan kepada puskesmas atau dapat melalui lurah/kepala desa.
e. Lurah/kepala desa yang menerima laporan, segera meneruskannya
kepada puskesmas setempat.
f. Puskesmas yang menerima laporan wajib melakukan penyelidikan
epidemiologi dan pengamatan penyakit.
2.3.3 Pengamatan Penyakit dan Penyelidikan Epidemiologi
a. Puskesmas yang menemukan atau menerima laporan
penderita/tersangka DBD melakukan pengamatan penyakit untuk
25
memantau situasi penyakit DBD sehingga KLB dapat diketahui sedini
mungkin dan menentukan adanya desa rawan penyakit DBD
(Kemenkes RI, 2011).
b. Petugas kesehatan yang dibantu oleh masyarakat melaksanakan
penyelidikan epidemiologi untuk mengetahui luasnya penyebaran
penyakit dan menentukan langkah-langkah untuk membatasi
penyebaran penyakit sebagai berikut: (Kemenkes RI, 2011).
- Penyelidikan epidemiologi dilaksanakan oleh petugas puskesmas.
- Keluarga penderita dan keluarga lain disekitarnya turut membantu
kelancaran pelaksanaan penyelidikan epidemiologi.
- Petugas kesehatan dibantu oleh kader, ketua RT/RW, ketua
lingkungan, kepala dusun, dengan menunjukkan rumah
penderita/tersangka DBD serta mendampingi petugas kesehatan
dalam pelaksanaan penyelidikan epidemiologi.
c. Hasil penyelidikan epidemiologi dan adanya KLB dilaporkan oleh
kepala puskesmas kepada camat dan Dinas Kesehatan (Dinkes), serta
direncanakan penanggulangan seperlunya (Kemenkes RI, 2011).
2.3.4 Penanggulangan Seperlunya
a. Penanggulangan seperlunya dilakukan untuk mencegah/membatasi
penularan penyakit DBD di rumah penderita/tersangka DBD dan lokasi
sekitarnya serta di tempat umum yang diperkirakan dapat menjadi sumber
penularan penyakit DBD lebih lanjut. Kegiatan yang dilakukan adalah
26
penyemprotan insektisida oleh petugas kesehatan dan/atau PSN oleh
masyarakat serta penyuluhan kepada masyarakat (Kemenkes RI, 2011).
b. Jenis kegiatan penanggulangan yang dilakukan berdasarkan hasil
penyelidikan epidemiologi: (Kemenkes RI, 2011).
- Bila ditemukan penderita/tersangka penyakit DBD lainnya, atau
ditemukan minimal 3 penderita panas tanpa sebab yang jelas dan
ditemukan jentik minimal 5% dari seluruh bangunan/rumah yang
diperiksa dilakukan penyemprotan insektisida di rumah penderita dan
sekitarnya dalam radius 200 m, 2 siklus dengan interval ± 1 minggu,
penyuluhan serta pengerahan masyarakat untuk PSN.
- Bila hasil yang diperoleh tidak ditemukan penderita seperti tersebut
diatas tetapi ditemukan jentik maka dilakukan penggerakan
masyarakat untuk PSN dan penyuluhan.
- Bila hasil pemeriksaan menunjukkan tidak ditemukan penderita dan
tidak ditemukan jentik dilakukan penyuluhan kepada masyarakat.
27
Gambar 3. Bagan Penanggulangan Seperlunya
∗ Penderita panas tanpa sebab yang jelas pada hari itu atau seminggu sebelumnya.
∗∗PSN: kegiatan menutup, menguras tempat penampungan air,
mengubur/menyingkirkan barang-barang bekas atau cara lain untuk membasmi
jentik
2.4 Analisis Spasial
Menurut Achmadi (2012) spasial berasal dari kata space yang bermakna ruang,
selain itu istilah ini juga diberikan kepada semua benda seperti iklim, suhu,
topografi, cuaca dan kelembaban atau fenomena yang terjadi di permukaan bumi.
Penderita/tersangka DBD
Penyuluhan PSN** Penyuluhan PSN**
Fogging radius ± 200 m
Ada penderita DBD lain atau ada jentik dan
ada penderita panas* minimal 3 orang
Penyelidikan
Epidemiologi
Ya Tidak
28
Spasial juga menggambarkan hubungan antara suatu fenomena kejadian dengan
benda dan fenomena lainnya. Sejak awal abad ke 19 telah ada upaya untuk
membandingkan kejadian penyakit pada satu wilayah dengan wilayah lain serta
upaya mempelajari penyebaran penyakit secara geografi (Achmadi, 2012).
Analisis spasial merupakan salah satu metodologi manajemen penyakit berbasis
wilayah. Analisis spasial dapat menganalisis dan menguraikan kejadian suatu
penyakit yang berkenaan dengan data spasial, seperti faktor risiko kesehatan baik
lingkungan, sosial, ekonomi maupun perilaku masyarakat dalam wilayah spasial.
Analisis spasial merupakan salah satu metode yang penting untuk surveilans dan
dan memonitoring kesehatan masyarakat melalui zonafikasi beserta karakteristik
yang ada (Achmadi, 2012).
Analisis spasial dapat digunakan dengan Sistem Informasi Geografi (SIG).
Terdapat beberapa kegunaannya dalam bidang kesehatan seperti menemukan
penyebaran penyakit secara geografis, meneliti trend perkembangan penyakit,
meramalkan kejadian wabah, dan memantau perkembangan suatu penyakit dari
waktu ke waktu. Analisis spasial menggunakan software SIG juga dapat
menginterprestasikan suatu fenomena dalam bentuk peta sehingga dapat
memudahkan para tenaga ahli kesehatan masyarakat dalam mengatasi masalah-
masalah kesehatan yang sedang terjadi serta mampu mengantisipasi lebih awal
masalah kesehatan yang berkemungkinan akan terjadi (Anasiru, 2016, dan
Amiruddin, 2016).
29
Menurut Achmadi (2012), Penggunaan analisis spasial dalam epidemiologi dapat
dibedakan menjadi 4 kategori:
a. Pemetaan penyakit
Fungsi penggunaan analisis spasial dalam pemetaan penyakit adalah untuk
analisis spasial dan resiko spatio-variasi temporal. Informasi pemetaan penyakit
dapat digunakan untuk tujuan deskriptif sederhana, informasi kesehatan, studi
lanjut atau, dengan membandingkan perkiraan risiko dan eksposur peta untuk
memperoleh petunjuk tentang etiologi penyakit. Pemetaan penyakit
memberikan suatu ringkasan visual yang cepat tentang informasi geografis
yang amat kompleks
b. Studi korelasi geografis
Fungsi analisis spasial dalam studi korelasi geografis adalah menguji variasi
geografis dalam paparan variabel lingkungan (yang dapat diukur di udara, air,
atau tanah) dan faktor gaya hidup (seperti merokok dan diet) dalam kaitannya
dengan hasil kesehatan diukur pada skala geografis (ekologis).
c. Penilaian risiko dalam kaitannya antara suatu titik atau garis dengan sumber
Penilaian ini berfungsi untuk mengetahui apakah ada kaitan antara titik atau
garis dengan sumber bahaya lingkungan yang berdekatan dengannya.
d. Deteksi cluster dan pengelompokkan penyakit
Pendeteksian cluster dilaksanakan untuk mendeteksi apakah terdapat
konsentrasi suatu masalah kesehatan disuatu daerah.
30
Dengan bantuan pemetaan yang baik, insiden suatu penyakit pada lokasi
tertentu dapat diketahui dengan jelas. Adanya penyelidikan data yang lebih
mendalam, maka insiden suatu penyakit dapat dihubungkan dengan sumber-
sumber penyakit seperti tempat pembuangan sampah akhir, jalan raya, pabrik
tertentu, pembangkit atau saluran udara tegangan tinggi (Achmadi, 2012).
Menurut Prahasta (2014) fungsi analisis spasial terdiri dari:
a. Klasifikasi
Fungsi ini berguna untuk mengklasifikasikan suatu data spasial menjadi
data spasial yang baru dengan kriteria tertentu. Misalnya dengan
menggunakan data spasial ketinggian (topografi) dapat ditentukan data
spasial kemiringan atau gradient permukaan bumi yang dinyatakan dalam
persentase nilai-nilai kemiringan. Nilai-nilai presentase kemiringan ini
dapat diklasifikasikan lagi menjadi data spasial baru yang dapat digunakan
untuk merancang pengembangan suatu wilayah.
b. Network (jaringan)
Fungsi network sering digunakan dalam bidang transportasi dan utility
(misalnya aplikasi jaringan kaabel listrik, komunikasi, telepon, pipa minyak
dan gas, air minum dan saluran pembuanagan).
c. Overlay
Fungsi ini berguna untuk menghasilkan data spasial baru dari minimal dua
data spasial yang ada. Sebagai contoh bila untuk mengetahui wilayah-
wilayah yang cocok untuk budidaya tanaman tertentu diperlukan data
31
ketinggian permukaan bumi, kadar air tanah dan jenis tanah, maka fungsi
analisis spasial overlay akan dikenakan terhadap ke tiga data spasial (dan
atribut) tersebut.
d. Buffering
Fungsi ini akan menghasilkan data spasial baru yang berbentuk polygon
atau zona dengan jarak tertentu dari data spasial yang ada. Data spasial titik
akan menghasilkan data spasial baru yang berupa lingkaran-lingkaran yang
mengelilingi titik-titik pusatnya. Data spasial garis akan menghasilkan data
spasial baru yang berupa poligon-poligon yang melingkupi garis-garis
tersebut. Demikian pula untuk data spasial poligon-poligon akan
menghasilkan data spasial baru yang berupa poligon yang lebih besar dan
konsentris.
e. Analisis 3 Dimensi (3D)
Fungsi ini terdiri dari sub-sub fungsi yang berhubungan dengan presentasi
data spasial dalam ruang 3 dimensi. Fungsi analisis spasial 3D analisis
banyak menggunakan fungsi interpolasi. Contoh fungsi ini adalah
menampilkan data spasial ketinggian, tata guna lahan, jaringan jalan dan
utilyti dalam bentuk model 3 dimensi.
f. Digital image processing (pengolah citra digital)
Fungsi ini dimiliki oleh perangkat SIG yang berbasiskan raster, karena
banyak data spasial permukaan bumi (citra digital) dari perekaman data
satelit yang berformat raster, maka banyak SIG raster yang dilengkapi
dengan fungsi analisis ini. Contoh fungsi analisis spasial ini adalah sub
32
fungsi untuk koreksi radiometrik, gometrik, filtering, clustering dan
sebagainya.
2.5 Kerangka Peneltian
2.5.1 Kerangka Teori
Virus dengue merupakan penyebab dari DBD yang ditularkan oleh vektor
Aedes sp. Vektor yang telah terinfeksi virus dengue dapat menularkan virus
kepada manusia selama sisa hidupnya. Aedes sp termasuk kedalam golongan
serangga yang siklus hidupnya melalui metamorfosis lengkap mulai dari telur,
larva, pupa yang hidup di air dan dewasa yang hidup di udara. Untuk
mengetahui kepadatan atau keberadaan vektor DBD dapat dilakukan dengan
menghitung HI, CI, BI, dan ABJ. Data kepadatan vektor ini dapat dianalisis
lebih dalam menggunakan analisis spasial dengan bantuan software SIG untuk
memudahkan dalam memutus transmisi DBD. Pembahasan ini dibuat dalam
bentuk kerangka teori terlihat pada gambar 3.
33
*Tidak Diteliti
Gambar 4. Kerangka Teori
Sumber penyakit DBD
Virus Dengue
Vektor DBD
Aedes sp
Telur Larva Pupa Nyamuk Dewasa
Air Udara
Angka Bebas
Jentik
*Breteau Index *Container Index *House Index
Data Spasial
Analisis Spasial
34
2.5.2 Kerangka Konsep
Konesp penelitian ini adalah melakukan telusur rumah tangga yang
merupakan rumah penderita DBD untuk mendapatkan titik koordinat dan
dilanjutkan dengan telusur dokumen berupa hasil penyelidikan epidemiologi
atau data foging untuk mengetahui apakah rumah tersebut ditemukan jentik
atau tidak. Setelah data terkumpul dilakukan analisis spasial menggunakan
software SIG.
Gambar 5. Kerangka Konsep
Rumah Tangga
Terdapat Jentik
Analisis Spasial
Bebas Jentik
35
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Desain Penelitian
Jenis penelitian ini adalah kuantitatif yang bersifat deskriptif dengan desain cross
sectional yaitu suatu studi untuk mencari hubungan dari beberapa variabel dengan
teknik pengambilan data dalam satu waktu.
3.2 Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di kecamatan yang berada di bagian utara Kota Bandar
Lampung dan dilaksanakan mulai dari bulan November-Desember 2019.
3.3 Populasi Penelitian
Populasi penelitian ini adalah rumah tangga yang merupakan rumah penderita
DBD di kecamatan yang memiliki puskesmas dengan jumlah kasus diatas nilai
rata-rata dari seluruh kasus DBD di puskesmas yang berada di bagian utara Kota
Bandar Lampung selama tahun 2018.
36
Tabel 2. Kasus DBD di Puskesmas pada Wilayah Utara Kota Bandar Lampung No Kecamatan Puskesmas Kasus DBD
1 Tanjung Senang Way Kandis 138
2 Way Halim Way Halim 91
3 Labuhan Ratu Labuhan Ratu 66
4 Kedaton Kedaton 58
5 Sukabumi Sukabumi 56
Campang Raya 4
Way Laga 7
6 Kemiling Kemiling 56
Pinang Jaya 6
Beringin Raya 32
7 Sukarame Sukarame 50
Permata Sukarame 19
Korpri 14
8 Rajabasa Rajabasa Indah 44
9 Langkapura Segala Mider 41
10 Tanjung Karang Barat Gedung Air 32
Susunan Baru 14
Total 728
Nilai rata-rata 42,8
(Dinkes Kota Bandar Lampung, 2019)
Berdasarkan tabel 2 didapatkan 8 puskesmas yang memiliki jumlah kasus diatas
nilai rata-rata, yang kemudian dipilih sebagai populasi penelitian. Sehingga
populasi pada penelitian ini adalah rumah tangga yang terdaftar di 8 puskesmas
tersebut.
Tabel 3. Kasus DBD di Puskesmas Tempat Penelitian Tahun 2018
(Dinkes Kota Bandar Lampung, 2019)
No Puskesmas Kasus DBD
1. Way Kandis 138
2. Way Halim 91
3. Labuhan Ratu 66
4. Kedaton 58
5. Kemiling 56
6. Sukabumi 56
7. Sukarame 50
8. Rajabasa Indah 44
Total 559
37
3.4 Sampel Penelitian
Sampel yang digunakan pada penelitian ini adalah rumah tangga yang merupakan
rumah penderita DBD yang terdaftar di Puskesmas Way Kandis, Puskesmas Way
Halim, Puskesmas Labuhan Ratu, Puskesmas Kedaton, Puskesmas Kemiling,
Puskesmas Sukabumi, Puskesmas Sukarame, dan Puskesmas Rajabasa Indah yang
memenuhi kriteria sampel.
3.4.1 Kriteria Sampel
3.4.1.1 Kriteria inklusi
1. Rumah penderita DBD yang tercatat dalam laporan kasus DBD
di puskesmas tempat penelitian pada tahun 2018.
2. Rumah yang jelas hasil pencatatan penyelidikan epidemiologi
atau data foggingnya.
3.4.1.2 Kriteria eksklusi
1. Rumah penderita kambuh yang berkunjung ke puskesmas lebih
dari satu kali selama periode penelitian.
2. Rumah dengan alamat yang tidak lengkap.
3. Rumah yang telah diambil titik koordinatnya, dikarenakan
ditempati lebih dari satu orang penderita DBD
38
3.4.2 Besar Sampel Minimal
Pada penelitian ini, jumlah sampel minimal dihitung menggunakan teknik
slovin dengan rumus:
𝑛 =N
1 + 𝑁𝑒2
Keterangan:
n: Jumlah sampel
N: Jumlah populasi (total dari 8 puskesmas, 559 kasus)
e: Toleransi error (ditetapkan: 5%)
Berdasarkan keterangan diatas, maka dapat dihitung:
𝑛 =𝑁
1 + 𝑁𝑒2
= 559
1+(559𝑥0,052)
= 233 sampel
3.4.3 Teknik Pengambilan Sampel Penelitian
Sampel diambil dengan teknik proportional random sampling, sehingga
total sampel minimal tersebut kemudian dibagi ke dalam proporsi sesuai
dengan jumlah kasus yang terjadi di tiap puskesmas, dengan menggunakan
rumus sebagai berikut:
39
p = 𝑥
𝑁𝑛
Keterangan:
p : Jumlah sampel untuk tiap puskesmas
x : Jumlah kejadian tiap puskesmas
n : Jumlah sampel minimal yang diperlukan
N : Jumlah populasi (total dari 8 puskesmas, 559 kasus)
Tabel 4. Perhitungan Proporsi Sampel Sesuai Puskesmas Puskesmas
Perhitungan Proporsi sampel Drop Out 10%
Kedaton
58𝑋233
559
24 24+2,4=26
Sukarame
50𝑋233
559
21 21+2,1=23
Way Halim
91𝑋233
559
38 38+3,8=42
Way Kandis
138𝑋233
559
58 58+5,8=64
Sukabumi
56𝑋233
559
23 23+2,3=25
Labuhan Ratu
66𝑋233
559
28 28+2,8=31
Kemiling
56𝑋233
559
23 23+2,3=25
Rajabasa Indah
44𝑋233
559
18 18+1,8=20
Total Sampel 233 256
Setelah dilakukan perhitungan proporsi sampel dan ditambah dengan drop
out 10%, maka total sampel pada penelitian ini adalah sebesar 256 sampel.
40
3.5 Definisi Operasional
Tabel 5. Definisi Operasional Komponen
yang
Diamati
Definisi Alat Ukur Hasil Ukur Skala
Rumah
Tangga
Rumah tangga
yang merupakan
rumah penderita
DBD di wilayah
puskesmas tempat
penelitian tahun
2018
GPS dan
aplikasi
globe
virtual
Titik Koordinat
-Terdapat Jentik
-Bebas Jentik
Nominal
3.6 Alat Penelitian dan Teknik Pengumpulan Data
3.6.1 Alat Penelitian
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah peta lokasi penelitian,
laptop, GPS, aplikasi globe virtual, software SIG dan alat-alat tulis.
3.6.2 Teknik Pengumpulan Data
Data dalam penelitian ini dikumpulkan melalui dua teknik, yaitu data primer
dan data sekunder. Pengumpulan data primer dilakukan dengan telusur
rumah tangga yang merupakan rumah penderita DBD yang terdaftar di
puskesmas tempat penelitian untuk pengambilan titik koordinat rumah
dengan menggunakan GPS dan aplikasi globe virtual. Data sekunder
diperoleh dari studi dokumen yang ada di Dinkes Kota Bandar Lampung dan
puskesmas tempat penelitian tahun 2018. Data hasil studi dokumen berupa
hasil penyelidikan epidemiologi dan data fogging yang kemudian digunakan
untuk mengetahui apakah rumah tersebut merupakan rumah yang terdapat
atau bebas jentik.
41
3.7 Alur Penelitian
Alur penelitian ini dimulai dari pengumpulan data kasus penderita DBD dari tiap
puskesmas penelitian, setelah data terkumpul dilanjutkan dengan pemeriksaan dan
penyeleksian alamat dari semua rumah penderita DBD yang masuk kriteria sampel
penelitian. Setelah alamat diseleksi dilakukan penelusuran rumah untuk
pengambilan titik koordinat rumah dengan menggunakan GPS dan aplikasi globe
virtual. Studi dokumen berupa hasil penyelidikan epidemiologi atau data fogging
dilakukan pada setiap rumah yang telah diambil titik koordinatnya untuk
mengetahui keberadaan jentik. Semua data yang telah dikumpulkan dianalisis
menggunakan perangkat software SIG.
Gambar 6. Alur Penelitian
Laporan kasus penderita DBD
Terdapat atau bebas jentik
Telusur rumah menggunakan GPS dan
aplikasi globe virtual
Pengambilan titik koordinat
Analisis spasial
42
3.8 Metoda Analisis
Data yang ada dianalisis dengan menggunakan analisis spasial untuk mengetahui
distribusi spasial, pola clustering dan pola buffering rumah tangga dengan
menggunakan software SIG. Pola clustering ditentukan dengan menggunakan
tools Average Neareast Neighbor (ANN) untuk melihat adanya pola cluster secara
statistik spasial dan tools kernel density estimation untuk menentukan wilayah
yang terdapat pola cluster. Pola buffering dibuat berdasarkan jarak terbang
maksimal Aedes aegypti yaitu 50 m dan Aedes albopictus yaitu 200 m.
3.9 Etika Penelitian
Penelitian ini telah mendapatkan persetujuan etik dari Komisi Etik Penelitian
Kesehatan Fakultas Kedokteran Universitas Lampung dengan nomor
3683/UN26.18/PP.05.02.00/2019.
79
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
1. Distribusi rumah tangga bebas jentik nyamuk vektor DBD pada daerah endemis
di wilayah utara Kota Bandar Lampung tahun 2018 terletak saling berdekatan
dan berada diantara rumah yang terdapat jentik serta habitat potensial vektor.
Hasil analisis statistik spasial ANN didapatkan nilai nearest neighbor ratio =
0,52 sehingga diketahui pola distribusi rumah tangga yang terdapat jentik
terjadi secara clustered dengan p-value = 0,000.
2. Pola buffering rumah tangga berdasarkan keberadaan jentik nyamuk vektor
DBD pada daerah endemis di wilayah utara Kota Bandar Lampung tahun 2018
melebar tidak mengenal batas wilayah administrasi.
5.2 Saran
1. Bagi peneliti selanjutnya, disarankan untuk melalukan penelitian serupa dengan
pemetaan berdasarkan wilayah kerja puskesmas dan melalukan analisis
buffering, clustering serta distribusi berdasarkan keberadaan vektor nyamuk di
rumah tangga secara perbulan.
80
2. Perlu pengendalian yang komprehensif dan terkoordinasi dengan baik antar
pemerintah kecamatan dalam pengendalian transmisi DBD.
3. Perlu adanya kegiatan PSN-DBD dengan 3 M Plus yang dilakukan secara rutin
oleh masyarakat setempat. Ajakan kegiatan PSN perlu didukung dengan surat
edaran dari pemerintah.
81
DAFTAR PUSTAKA
Achmadi UF. 2012. Manajemen penyakit berbasis wilayah. Revisi. Jakarta: PT
Rajagrafindo Persada.
Afira F, Mansyur M. 2013. Gambaran kejadian demam berdarah dengue di kecamatan
gambir dan kecamatan sawah besar jakarta pusat tahun 2005- 2009. eJKL. 1(1):
23- 29.
Anasiru RH. 2016. Analisis spasial dalam klasifikasi lahan kritis di kawasan SUB-DAS
LANGGE Gorontalo. Informatika Pertanian. 25(2): 261–72.
Astuti FD, Susanti A. 2017. Perbedaan indeks entomologi pemantauan jumantik
dewasa dan jumantik anak di Dusun Mejing Kidul, Ambarketawang, Gamping,
Sleman, Yogyakarta. Jurnal Vektor Penyakit, 11(1): 33–42.
BPS Kota Bandar Lampung. 2018. Kota Bandar Lampung dalam angka. BPS Kota
Bandar Lampung.
Candra A. 2010. Demam berdarah dengue: epidemiologi, patogenesis, dan faktor risiko
penularan. Aspirator. 2(2):110–19.
CDC. 2019a. Dengue: transmission. Available at:
https://www.cdc.gov/dengue/transmission/index.html.
CDC. 2019b. Mosquito life cycle. Available at: www.cdc.gov/dengue.
82
Depkes RI. 2005. Pencegahan dan pemberantasan demam berdarah dengue di
indonesia. Ditjen PP & PL, Jakarta.
Depkes RI. 2007a. Ekologi dan Aspek Perilaku Vektor. Ditjen PP & PL, Jakarta.
Depkes RI. 2007b. Survai entomologi demam berdarah dengue. Ditjen PP & PL,
Jakarta.
Dinkes Kota Bandar Lampung. 2014. Profil kesehatan Kota Bandar Lampung tahun
2014. Dinas Kesehatan Kota Bandar Lampung.
Dinkes Provinsi Lampung. 2016. Profil Kesehatan Provinsi Lampung tahun 2016.
Dinas Kesehatan Provinsi Lampung.
Dinkes Kota Bandar Lampung. 2019. Evaluasi program pengendalian malaria tahun
2019. Dinkes Kota Bandar Lampung.
Ernyasih. 2019. Hubungan karakteristik responden, pengetahuan dan sikap kepala
keluarga terhadap praktik pencegahan demam berdarah dengue (DBD). Jurnal
Ilmu Kesehatan Masyarakat. 8(01): 6–13.
Fadhilah A, Sumunar DRS. 2018. Analisis spasial tingkat kerawanan demam berdarah
dengue untuk pemetaan daerah prioritas penanganan menggunakan sistem
informasi geografis di Kecamatan Prambanan Kabupaten Klaten. Geomedia.
16(1): 1–9.
Gavinov IT, Putri VC. 2019. Sistem informasi geografis dalam pemetaan penyakit
demam berdarah dengue. Jurnal Ilmiah Ilmu Kesehatan. 5(1): 267–71.
Handoyo W, Hestinigsih R, Martini M. 2015. Hubungan sosiodemografi dan
lingkungan fisik dengan kejadian demam berdarah dengue (DBD) pada
masyarakat pesisir pantai Kota Tarakan. Jurnal Kesehatan Masyarakat (e-
Journal). 3(3): 186–95.
83
Heriana C. 2018. Epidemiologi: prinsip, metode, dan aplikasi dalam kesehatan
masyarakat. Bandung: PT Refika Aditama.
Ideham B, Pusarawati S. 2009. Penuntun praktis parasitologi kedokteran. Surabaya:
Pusat Penerbit dan Percetakan Unair.
Kebede Y. 2004. Epidemiology: for environment and occupational health students.
Ethiopia Public Health Training Initiative.
Kementrian Kesehatan RI. 2011. Modul pengendalian DBD. Kementrian Kesehatan
RI.
Kementrian Kesehatan RI. 2018. InfoDatin: situas penyakit demam berdarah di
Indonesia. Kementrian Kesehatan RI.
Kinansi R, Widjajanti W, Ayuningrum FD. 2017. Kepadatan jentik vektor demam
berdarah dengue di daerah endemis di Indonesia (Sumatera Selatan, Jawa
Tengah, Sulawesi Tengah Dan Papua). Jurnal Ekologi Kesehatan. 16(1): 1–9.
Kusuma AP, Sukendra DM. 2016. Analisis spasial kejadian demam berdarah dengue
berdasarkan kepadatan penduduk. UJPH. 5(1): 48-56.
Lahdji A, Putra BB. 2017. Hubungan curah hujan, suhu, kelembaban dengan kasus
demam berdarah dengue di Kota Semarang. Syifa’ MEDIKA. 8(1): 46–53.
Masrizal, Sari NP. 2016. Analisis kasus DBD berdasarkan unsur iklim dan kepadatan
penduduk melalui pendekatan gis di tanah datar. Jurnal Kesehatan Masyarakat
Andalas. 10(2): 166–71.
Prahasta E. 2014. Konsep-konsep sistem informasi geografis. Revisi. Bandung:
Informatika Bnadung.
Priesley F, Reza M, Rusjdi SR. 2018. Hubungan perilaku pemberantasan sarang
nyamuk dengan menutup, menguras dan mendaur ulang terhadap kejadian
DBD di Kelurahan Andalas. Jurnal Kesehatan Andalas. 7(1): 124–30.
84
Qamila N, Krama AV. 2018. Difusi dan pola spasial sebaran penyakit demam berdarah
dengue (DBD) di Kota Bandar Lampung. KesMARS, 1(1): 87–95.
Ruliansyah A, Yuliasih Y, Ridwan W, Kusnandar AJ. 2017. Analisis spasial sebaran
demam berdarah dengue di kota tasikmalaya tahun 2011 – 2015. ASPIRATOR.
9(2): 85-90.
Rusmimpong. 2013. Analisis faktorfaktor yang berhubungan dengan kejadaian DBD
di wilayah kerja puskesmas simpang kawat kota jambai, universitas batang
hari. 13 (2).
Sandra T, Sofro MA, Suhartono, Martini, Hadisaputro S. 2019. Faktor-faktor yang
berpengaruh terhadap kejadian demam berdarah dengue pada anak usia 6-12
tahun di Kecamatan Tembalang. JEKK. 4(1): 1–10.
Setiati S, Sudoyo AW, Stiyohadi B, Syam AF. 2014. Buku ajar ilmu penyakit dalam
jilid II. Edisi VI. Jakarta: Interna Publishing.
Sutanto I, Ismid IS, Sjarifuddin PK, Sungkar S. 2013. Buku ajar parasitologi
kedokteran. 4th edn. Jakarta: FKUI.
Suwandi JF, Halomoan JT. 2017. Pengendalian vektor virus dengue dengan metode
release of insect carrying dominant lethal ( RIDL ). Majority, 6(1): 46–50.
Suwandi JF, Yunidasari I. 2016. Studi pustaka kemampuan metabolit sekunder
flavonoid dari batang jarak china ( jatropha multifida l . ) dalam meningkatkan
kadar trombosit penderita a literature study of secondary metabolites ability of
flavonoids from jarak stem china ( jatropha multifi). Majority. 5(3): 96-99.
Suyasa IN, Putra NA, Aryanta IW. 2013. Hubungan faktor lingkungan dan perilaku
masyarakat dengan keberadaan vektor demam berdarah dengue (DBD) di
wilayah kerja puskesmas di denpasar selatan. ECTROPHIC. 3(1): 1-6.