ANALISIS SEMIOTIKA FOTO CERITA RUPA MASYARAKAT SUMBA...

107
ANALISIS SEMIOTIKA FOTO CERITA RUPA MASYARAKAT SUMBA DI BERITAGAR.ID Skripsi Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Sosial (S. Sos) Oleh Yusuf Yanuar NIM: 1112051100040 PROGRAM STUDI JURNALISTIK FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1441 H/ 2019 M  

Transcript of ANALISIS SEMIOTIKA FOTO CERITA RUPA MASYARAKAT SUMBA...

Page 1: ANALISIS SEMIOTIKA FOTO CERITA RUPA MASYARAKAT SUMBA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47290... · 2019-10-04 · ANALISIS SEMIOTIKA FOTO CERITA RUPA MASYARAKAT

ANALISIS SEMIOTIKA FOTO CERITA RUPA MASYARAKAT SUMBA DI

BERITAGAR.ID

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh

Gelar Sarjana Sosial (S. Sos)

Oleh

Yusuf Yanuar

NIM: 1112051100040

PROGRAM STUDI JURNALISTIK

FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1441 H/ 2019 M

 

Page 2: ANALISIS SEMIOTIKA FOTO CERITA RUPA MASYARAKAT SUMBA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47290... · 2019-10-04 · ANALISIS SEMIOTIKA FOTO CERITA RUPA MASYARAKAT

ii

LEMBAR PERSETUJUAN

ANALISIS SEMIOTIKA FOTO CERITA RUPA MASYARAKAT SUMBA

DI BERITAGAR.ID

Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi untuk

Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Sosial (S. Sos)

Oleh:

Yusuf Yanuar

NIM: 1112051100040

Pembimbing

Ade Rina Farida, M.Si

NIP. 197705132007012018

PROGRAM STUDI JURNALISTIK

FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1441 H/ 2019

 

Page 3: ANALISIS SEMIOTIKA FOTO CERITA RUPA MASYARAKAT SUMBA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47290... · 2019-10-04 · ANALISIS SEMIOTIKA FOTO CERITA RUPA MASYARAKAT

iii

LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN

Yang bertandatangan di bawah ini:

Nama: Yusuf Yanuar

NIM: 1112051100040

Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang berjudul ANALISIS

SEMIOTIKA FOTO CERITA RUPA MASYARAKAT SUMBA DI

BERITAGAR.ID adalah benar merupakan karya saya sendiri dan tidak

melakukan tindakan plagiat dalam penyusunannya. Adapun kutipan yang ada

dalam penyusunan karya ini telah saya cantumkan sumber kutipannya dalam

skripsi. Saya bersedia melakukan proses yang semestinya sesuai dengan peraturan

perundangan yang berlaku jika ternyata skripsi ini sebagian atau keseluruhan

merupakan plagiat dari karya orang lain.

Demikian pernyataan ini dibuat untuk dipergunakan seperlunya.

Jakarta, 3 Juli 2019

Yusuf Yanuar

NIM 1112051100040

 

Page 4: ANALISIS SEMIOTIKA FOTO CERITA RUPA MASYARAKAT SUMBA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47290... · 2019-10-04 · ANALISIS SEMIOTIKA FOTO CERITA RUPA MASYARAKAT

iv

LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI

Skripsi karya Yusuf Yanuar, yang berjudul Analisis Semiotika Foto Cerita Rupa

Masyarakat Sumba Di Beritagar.Id telah diujikan dalam Sidang Munaqasah

Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta,

pada tanggal 10 Juli 2019. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat

untuk memperoleh gelar program Strata Satu (S1) pada jurusan konsentrasi

Jurnalistik.

Tangerang Selatan, 10 Juli 2019

Sidang Munaqasah

Ketua Merangkap Anggota Sekretaris Merangkap Anggota

Kholis Ridho, M.Si Dra. Hj. Musfirah Nurlaily, M.A

NIP. 19781142009121002 NIP. 197104122000032001

Anggota

Penguji I Penguji II

Siti Nurbaya, M.Si Syamsul Rijal, M.A, Ph.D

NIP. 197908232009122002 NIP. 197810082006041002

Pembimbing

Ade Rina Farida, M.Si

NIP. 197705132007012018

 

Page 5: ANALISIS SEMIOTIKA FOTO CERITA RUPA MASYARAKAT SUMBA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47290... · 2019-10-04 · ANALISIS SEMIOTIKA FOTO CERITA RUPA MASYARAKAT

v

KATA PENGATAR

Bismillahirrahmanirrahim, segala puji dan syukur peneliti panjatkan

kepada Allah SWT karena atas nikmat dan karuniaNya penelitian skripsi ini dapat

berjalan dengan baik tanpa halangan yang berarti. Shalawat dan serta salam juga

tidak lupa ditunjukkan kepada Nabi besar Muhamad SAW.

Begitu banyak kesan dan manfaat yang dirasakan oleh peneliti saat

menyelesaikan skripsi ini. Peneliti tidak hanya mendapatkan ilmu tetapi juga

mendapatkan pelajaran bahwa tidak ada kesuksesan tanpa usaha dan kerja keras.

Selain itu, peneliti menjadi lebih terbuka dalam berpikir bahwa Islam adalah

agama yang begitu menjunjung tinggi perbedaan serta penuh cinta kepada seluruh

manusia.

Peneliti skripsi ini tentu memiliki beragam tantangan dalam

pengerjaannya. Namun, dengan adanya dukungan dan semangat dari berbagai

pihak, peneliti dapat menyelesaikan skripsi dengan sebaik-baiknya. Karena itu,

dalam kesempatan ini peneliti ingin mengucapkan terimakasih yang tak terhingga

kepada:

1. Orangtua tercinta, Ayahnda Bapak Nasad dan Ibunda Sancih yang

sangat luar biasa memerjuangkan dan mendukung peneliti untuk bisa

meraih pendidikan setinggi-tingginya, memberikan kasih sayang doa

yang tak terhingga sehingga peneliti bisa menyelesaikan skripsi ini

dengan baik.

2. Rektor Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, Prof. Dr.

Hj. Amany Burhanuddin Umar Lubis, Lc., M.A.

3. Dekan Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta Dr. Suparto, M.Ed., Ph.D., Wakil Dekan I Bidang

Akdemik Dr. Siti Napsiyah, Wakil Dekan II Bidang Administrasi

Umum Sihabuddin Noor, M.Ag., Wakil Dekan III Bidang

Kemahasiswaan Cecep Sastra Wijaya MA.

4. Ketua Jurusan Jurnalistik Kholis Ridho, M.Si., Serketaris Jurusan

Jurnalistik Dra. Hj. Musfirah Nurlaily, M.A. yang telah meluangkan

 

Page 6: ANALISIS SEMIOTIKA FOTO CERITA RUPA MASYARAKAT SUMBA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47290... · 2019-10-04 · ANALISIS SEMIOTIKA FOTO CERITA RUPA MASYARAKAT

vi

waktunya untuk sekedar berkonsultasi dan meminta bantuan dalam hal

perkulihan.

5. Ibu Ade Rina Farida, M.Si. sebagai Dosen Pembimbing yang telah

begitu bijaksana memberikan ilmunya kepada peneliti di tengah

kesibukan yang padat, serta membimbing peneliti dengan sabar agar

skripsi ini selesai dengan baik dan juga bermanfaat.

6. Kepada Ibu Siti Nurbaya M.Si dan Syamsul Rizal, M.A yang telah

menjadi penguji dalam sidang Munaqasah saya, terima kasih telah

mengoreksi skripsi saya sehingga menjadi lebih baik.

7. Seluruh Dosen Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi yang

telah mengajari dan memberi ilmu kepada peneliti. Mohon maaf

apabila ada kesalahan kata atau sikap yang menyinggung selama

perkulihan.

8. Segenap Staf Perpustakaan Utama UIN Jakarta dan Perpustakaan

Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi yang tela berbaik hati

dalam meberikan buku-buku yang dibutuhkan oleh peneliti.

9. Teruntuk Kakak petama Yuni & Asep Supriyadi, Kakak kedua

Yulianti & Hasan, Keponakan Jiswa, Jihad, Syafiq, & Abizar yang

selalu memberi motivasi dan semangat setiap harinya.

10. Segenap keluarga besar Klise Fotografi, yang selalu memberikan

tempat dan waktu bagi penulis untuk belajar.

11. Untuk teman-teman Jurnalistik, Rheza Alfian, Harry Riandayasa, Roni

Kurniawan, Angga Satria Perkasa, Achmad Fauzi, Parama Sumbada,

Alief Mumtaz, Farouq Audah, Reza Amanda, M. Badruzaman, Yasir

Arafat. Terima kasih telah memberikan banyak moment yang

menyenangkan sehingga perkuliahan ini berkesan. Semoga kita sukses

kawan., semoga silaturahmi di antara kami tidak terputus sampai di

sini.

12. Kawan-kawan Warsun Terima kasih karena selalu memberi motivasi

dan semangat setiap harinya.

13. Kawankawan Kantor Glosor Indonesia Beserta (Alvian Luneto, Prima

Utama Rizki, Deny Eka Sumantri, Muhammad Satria Pradika, Tan

 

Page 7: ANALISIS SEMIOTIKA FOTO CERITA RUPA MASYARAKAT SUMBA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47290... · 2019-10-04 · ANALISIS SEMIOTIKA FOTO CERITA RUPA MASYARAKAT

vii

Zerrie, Riesky Nurfitrian, Walmy Khasogi, Faisal Amin). Terima kasih

karena selalu memberi motivasi dan semangat setiap harinya.

14. Prana Komunika Terima kasih karena selalu memberi motivasi dan

semangat setiap harinya.

15. Semua pihak yang terlibat dalam penyelesaian skripsi yang tidak dapat

disebutan stau persatu. Semoga amal dan kebaikan kalian selalu

dijabah oleh Allah SWT.

Dengan segala kekurangan dan keterbatasan peneliti dalam

menyelesaikan skripsi ini, semoga apa yang telah peneliti lakukan dapat

bermanfaat untuk para pembaca, memberikan nilai kebaikan khususnya

bagi peneliti maupun pembaca sekalian dan semoga dapat menjadi

kebaikan dalam bidang dakwah dan komunikasi di UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta.

Aamiin Ya Rabbal Alamiiin

Wassalamualaikum Warohmatullahi Wabarokatuh

Jakarta, 3 Juli 2019

Yusuf Yanuar

 

Page 8: ANALISIS SEMIOTIKA FOTO CERITA RUPA MASYARAKAT SUMBA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47290... · 2019-10-04 · ANALISIS SEMIOTIKA FOTO CERITA RUPA MASYARAKAT

viii

ABSTRAK

Nama: Yusuf Yanuar

NIM: 1112051100040

Analisis Semiotika Foto Cerita Rupa Masyarakat Sumba di

Beritagar.Id

Indonesia terdiri dari beragam macam budayanya. Salah satunya budaya

yang ada di pulau Sumba, Nusa Tenggara Timur. Di sana terdapat budaya seperti

marapu, batu kubur, dan lainnya. Budaya-budaya yang ada pun tidak dibiarkan

diam begitu saja, budaya juga diabadikan melalui medium fotografi.

Fotografi hadir sebagai media rekam dua dimensi beku yang paling akurat

untuk merepresentasikan realita. Sejak foto cetakan pertama pada tahun 1826

hingga tahun 2019 ini, fotografi masih ampuh digunakan untuk merekam berbagai

peristiwa, termasuk di dalamnya tentang kebudayaan. Menjadi menarik untuk

diteliti bagaimana suatu foto tentang kebudayaan dilihat menggunakan teori

semiotika. Dari latar belakang di atas, timbul pertanyaan, Apa kandungan pesan

denotasi dan konotasi yang disampaikan fotografer melalui fotonya? Adakah

mitos-mitos dari setiap foto yang disampaikan?

Penelitian ini menggunakan paradigma konstruktivis dengan pendekatan

kualitatif. Sedangkan metode analisis yang digunakan adalah semiotika yang

dikembangkan oleh Roland Barthes. Metode analisis ini menekan pada

pemaknaan tanda-tanda yang timbul dari suatu karya (dalam hal ini karya

fotografi) dengan tiga tahap, yaitu denotasi, konotasi, dan mitos yang ditafsirkan

atau dimaknai sendiri oleh peneliti yang tentu dengan latar belakang

kemampuannya, tanpa mencari suatu kebenaran yang mutlak.

Dari penelitian ini dapat dilihat bahwa foto cerita berjudul Rupa

Masyarakat Sumba di Beritagar.id mempunyai makna denotasi, konotasi, dan

mitos. Dalam foto tersebut, terdapat makna yang menceritakan apa saja budaya-

budaya yang ada di pulau Sumba, Nusa Tenggara Timur, yang sangat menjunjung

tinggi leluhur. Tidak hanya itu, masyarakat pulau Sumba pun sangat erat

berhubungan dengan beberapa jenis hewan yang dianggap istimewa. Masyarakat

pulau Sumba pun dinilai sangat menjunjung tinggi keramahan kepada siapa saja

yang datang untuk bertamu. Di antara budaya-budaya yang ada di pulau Sumba

pun terdapat mitos-mitos yang berkembang di masyarakat, seperti bagaimana

memperlakukan roh-roh yang sudah mati.

Kata Kunci: Fotografi, Semiotika, Masyarakat Sumba, Budaya.

 

Page 9: ANALISIS SEMIOTIKA FOTO CERITA RUPA MASYARAKAT SUMBA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47290... · 2019-10-04 · ANALISIS SEMIOTIKA FOTO CERITA RUPA MASYARAKAT

ix

DAFTAR ISI

LEMBAR PERSETUJUAN ................................................................................. ii

LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN ........................................................... iii

LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI ............................................................... iv

KATA PENGATAR .............................................................................................. v

ABSTRAK .......................................................................................................... viii

DAFTAR ISI ......................................................................................................... ix

DAFTAR TABEL .............................................................................................. xiii

BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................... 1

A. Latar Belakang ............................................................................................. 1

B. Batasan dan Rumusan Masalah .................................................................... 4

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian .................................................................... 5

D. Metodologi Penelitian .................................................................................. 5

E. Tinjauan Pustaka .......................................................................................... 9

F. Landasan Teori dan Kerangka Pemikiran .................................................. 10

G. Sistematika Penulisan ................................................................................ 11

BAB II LANDASAN TEORI ............................................................................. 12

A. Teori Semiotika .......................................................................................... 12

B. Semiotika Roland Barthes .......................................................................... 15

C. Foto Jurnalistik ........................................................................................... 23

 

Page 10: ANALISIS SEMIOTIKA FOTO CERITA RUPA MASYARAKAT SUMBA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47290... · 2019-10-04 · ANALISIS SEMIOTIKA FOTO CERITA RUPA MASYARAKAT

x

1. Sejarah Foto Jurnalistik .......................................................................... 25

2. Jenis Foto Jurnalistik .............................................................................. 27

BAB III GAMBARAN UMUM.......................................................................... 36

A. Gambaran Umum Beritagar.id ................................................................... 36

B. Susunan Redaksi Beritagar.id .................................................................... 38

C. Gambaran Umum Masyarakat Pulau Sumba ............................................. 40

1. Profil Pulau Sumba ................................................................................. 40

2. Budaya Masyarakat Sumba .................................................................... 41

BAB IV TEMUAN DAN ANALISIS DATA .................................................... 47

A. Temuan dan Analisis Data Foto Cerita Rupa Masyarakat Sumba……46

1. Data Foto 1 ................................................................................................. 46

1. Makna Denotasi ...................................................................................... 47

2. Makna Konotasi ..................................................................................... 47

3. Makna Mitos ........................................................................................... 51

2. Data Foto 2 ................................................................................................. 53

1. Makna Denotasi ...................................................................................... 53

2. Makna Konotasi ..................................................................................... 54

3. Makna Mitos ........................................................................................... 56

3. Data Foto 3 ................................................................................................. 57

1. Makna Denotasi ...................................................................................... 57

2. Makna Konotasi ..................................................................................... 58

 

Page 11: ANALISIS SEMIOTIKA FOTO CERITA RUPA MASYARAKAT SUMBA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47290... · 2019-10-04 · ANALISIS SEMIOTIKA FOTO CERITA RUPA MASYARAKAT

xi

3. Makna Mitos ........................................................................................... 60

4. Data Foto 4 ................................................................................................. 62

1. Makna Denotasi ...................................................................................... 62

2. Makna Konotasi ..................................................................................... 63

3. Makna Mitos ........................................................................................... 65

5. Data Foto 5 ................................................................................................. 66

1. Makna Denotasi ...................................................................................... 66

2. Makna Konotasi ..................................................................................... 67

3. Makna Mitos ........................................................................................... 68

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN .............................................................. 71

A. Interpretasi Peneliti…………………………………………………….71

B. Kesimpulan ............................................................................................... 73

1. Tahap Denotasi ....................................................................................... 70

2. Tahap Konotasi ....................................................................................... 71

3. Makna Mitos ........................................................................................... 71

B. Saran ......................................................................................................... 75

DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 77

LAMPIRAN ......................................................................................................... 79

 

Page 12: ANALISIS SEMIOTIKA FOTO CERITA RUPA MASYARAKAT SUMBA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47290... · 2019-10-04 · ANALISIS SEMIOTIKA FOTO CERITA RUPA MASYARAKAT

xii

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Peta Tanda Roalnd Barthes …………………………………………… 17

Tabel 2. Tatanan Penandaan Roland Barthes ...………………………………….18

Tabel 3. Perbandingan antara Konotatif dan Denotatif ………………………….19

 

Page 13: ANALISIS SEMIOTIKA FOTO CERITA RUPA MASYARAKAT SUMBA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47290... · 2019-10-04 · ANALISIS SEMIOTIKA FOTO CERITA RUPA MASYARAKAT

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki budaya yang

berbeda di setiap daerahnya. Setidaknya Terdapat 17.504 pulau yang termasuk ke

dalam wilayah kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Menurut Deputi

Kedaulatan Maritim Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman, di mana

16.056 pulau telah dibakukan namanya di PBB hingga Juli 2017.1

Pulau Sumba, di Nusa Tenggara Timur ialah salah satu pulau yang kaya

akan budaya. Masyarakat yang tinggal di daerah ini masih lekat dengan tradisi

lama yang diturunkan secara lisan oleh leluhur mereka.

Berbagai budaya leluhur masih dipelihara hingga kini, misalnya dengan

budaya Batu Kubur. Batu Kubur adalah kuburan batu besar yang identik dengan

zaman megalitikum, bisa dengan mudah ditemui di Pulau Sumba. Hampir setiap

rumah minimal memiliki sebuah kuburan batu. Kuburan itu biasanya dibangun di

depan rumah mereka. Masyarakat Sumba percaya, rumah ketika masih hidup

haruslah berdampingan dengan rumah ketika mereka meninggal, dalam hal ini

kuburan, ini juga diartikan sebagai simbol kedekatan antara arwah dan keluarga

yang masih hidup.2 Sebagai bentuk penghormatan kepada kerabat yang telah

1 Diakses dari merdeka.com yang berjudul Dari 17.504 Pulau di Indonesia, 16.056 telah

diverifikasi PBB pada 24 Februari 2019 pukul 23.17 WIB -

https://www.merdeka.com/peristiwa/dari-17504-pulau-di-indonesia-16056-telah-diverifikasi-

pbb.html, Penulis: Eko Prasetya.

2 Diakses dari detik.com yang berjudul Mengenal Batu Kubur Sumba pada 24 Februari

2019 pukul 23.33 WIB - https://travel.detik.com/dtravelers_stories/u-1512862/mengenal-batu-

kubur-sumba, Penulis: DetikTravel.

 

Page 14: ANALISIS SEMIOTIKA FOTO CERITA RUPA MASYARAKAT SUMBA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47290... · 2019-10-04 · ANALISIS SEMIOTIKA FOTO CERITA RUPA MASYARAKAT

2

meninggal, keluarga akan membuatkan batu kubur yang besar dan indah. Batu -

batu itu diambil dari gunung, kemudian dipahat sesuai dengan bentuk dasar yang

diingankan, setelah itu ornamen-ornamen akan diukir di setiap sisi batu yang telah

terbentuk menjadi sebuah dolmen atau sarkofagus. Semakin indah dan besar

sebuah batu kubur, maka hal itu menyimbolkan juga semakin besar status dan

martabat dari yang meninggal. Batu kubur juga sering dikaitkan dengan

kebangsawanan masyarakat Sumba karena tidak sedikit biaya yang dibutuhkan

untuk membangun batu kubur.3

Ada juga budaya yang bernama Marapu. Marapu dapat diartikan sebagai

keyakinan atas kemampuan arwah leluhur menghubungkan manusia dengan Sang

Pencipta. Mayoritas masyarakat Sumba percaya bahwa leluhur yang telah

meninggal dunia dapat berkomunikasi dengan Tuhan. Karena kesaktian yang

dimilikinya, arwah leluhur menjadi perantara antara manusia dengan Tuhan.

Penganut Marapu menyampaikan permohonannya terhadap Tuhan melalui arwah

sang leluhur melalui upacara-upacara adat.4 Penganut Marapu umumnya hidup

bersama di kampung adat. Keberadaan kampung adat Marapu dapat ditemukan

dengan mudah di Pulau Sumba. Mereka umumnya ada di dataran rendah maupun

bukit yang jauh dari pusat keramaian.

3 Diakses dari tribunnews.com yang berjudul Kuburan Megalitik Lambang

Kebangsawanan Orang Sumba pada 24 Februari 2019 pukul 23.38 WIB -

http://www.tribunnews.com/regional/2011/02/09/kuburan-megalitik-kebanggaan-orang-sumba,

Editor: Juang Naibaho.

4 Diakses dari cnnindonesia.com yang berjudul Mengenal Lebih Dekat Ritual Sakral

Marapu pada 24 Februari 2019 pukul 23.53 WIB - https://www.cnnindonesia.com/gaya-

hidup/20161127173904-269-175655/mengenal-lebih-dekat-ritual-sakral-marapu, Penulis: Lalu

Rahardian.

 

Page 15: ANALISIS SEMIOTIKA FOTO CERITA RUPA MASYARAKAT SUMBA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47290... · 2019-10-04 · ANALISIS SEMIOTIKA FOTO CERITA RUPA MASYARAKAT

3

Batu kubur dan tradisi marapu merupakan salah satu budaya yang masih

dipertahankan oleh masyarakat Sumba. Masih banyak lagi budaya warisan leluhur

yang masih dilestarikan hingga saat ini.

Kebudayaan-kebudayaan masyarakat Sumba diabadikan oleh melalui foto

cerita yang berjudul Rupa Masyarakat Sumba di media daring beritagar.id dengan

fotografer Wisnu Agung Prasetyo.

Beritagar.id merupakan media daring yang lahir pada 2015, merupakan

gabungan dari situs kurasi publik, Lintas.me (2011), dengan situs kurasi

Beritagar.com (2012). Mengusung visi yang sama, "Merawat Indonesia”,

keduanya sepakat membangun sebuah media baru berbasis teknologi, yang

kemudian diberi nama Beritagar.id, di bawah payung PT Lintas Cipta Media

(LCM) yang merupakan salah satu anak perusahaan Global Digital Prima (GDP)

Venture.5 Menurut alexa.com, saat ini beritagar.id menduduki peringkat 1.138

situs yang sering dikunjungi di Indonesia.6

Melalui karyanya, Wisnu Agung Prasetyo mampu menyampaikan

bagaimana sebuah foto dapat menjadi sebuah sarana bercerita tentang sejarah

suatu tempat. Seperti yang dikatakan Peter L. Berger pada buku Kisah Mata karya

Seno Gumira Ajidarma, bahwa

“Sebuah foto menahan aliran waktu di mana peristiwa yang

dipotret pernah ada. Semua foto adalah dari masa lalu, dan masa lalu itu

tertahan, tak bisa melaju ke masa kini. Setiap foto menyajikan dua pesan:

pesan menyangkut peristiwa yang dipotret; dan menyangkut sentakan

diskontinuitas”7

5 Diakses dari beritagar.id - https://beritagar.id/tentang-kami.

6 Alexa.com merupakan situs untuk mengetahui peringkat kepopolueran sebuah situ web.

7 Seno Gumira Ajidarma, Kisah Mata, Fotografi antara Dua Subjek: Perbincangan

tentang Ada, (Yogyakarta: Galang Press, 2002), h. 29.

 

Page 16: ANALISIS SEMIOTIKA FOTO CERITA RUPA MASYARAKAT SUMBA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47290... · 2019-10-04 · ANALISIS SEMIOTIKA FOTO CERITA RUPA MASYARAKAT

4

Dengan demikian dapat dikatakan bahwa sebuah karya foto dapat menjadi

saksi sejarah sebuah wilayah atau tempat melalui objek yang difoto.

Selain itu jika diteliti lebih jauh, dalam sebuah karya foto dapat

terkandung makna-makna dan pesan tersendiri yang mungkin ingin disampaikan

oleh sang fotografer. Foto atau gambar sama halnya dengan tulisan atau teks,

dapat terkandung makna di dalamnya. Karena pada dasarnya segala yang ada

dalam kehidupan manusia memiliki pesan dan makna yang ingin disampaikan.8

Dengan arti lain, foto tidak hanya dapat dinikmati secara visual, namun juga bisa

menyampaikan sebuah pesan bagi yang melihatnya.

Terkait hal tersebut, penulis tertarik untuk meneliti foto cerita yang

berjudul Rupa Masyarakat Sumba di beritagar.id dengan menggunakan teori

semiotika Roland Barthes yang terkenal melalui tiga tahap pemaknaan, yaitu

makna denotasi, makna konotasi, dan mitos.

Berdasarkan paparan di atas, penulis tertarik melakukan penelitian dengan

judul “Analisis Semiotika Foto Cerita Rupa Masyarakat Sumba di

Beritagar.id”.

B. Batasan dan Rumusan Masalah

1. Batasan Masalah

Penelitian ini difokuskan pada 5 dari 9 foto yang dipilih dalam foto cerita

Rupa Masyarakat Sumba.

2. Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini ialah sebagai berikut:

8 Seno Gumira Ajidarma, Kisah Mata, Fotografi antara Dua Subjek: Perbincangan

tentang Ada, hal. 29.

 

Page 17: ANALISIS SEMIOTIKA FOTO CERITA RUPA MASYARAKAT SUMBA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47290... · 2019-10-04 · ANALISIS SEMIOTIKA FOTO CERITA RUPA MASYARAKAT

5

a. Bagaimana fotografer memaknai ragam budaya masyarakat sumba pada

foto cerita Rupa Masyarakat Sumba Beritagar.id melalui teori Roland

Barthes?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan penelitian di atas, tujuan dari penelitian ini untuk

mengetahui bagaimana makna denotasi, konotasi dan mitos pada foto cerita Rupa

Masyarakat Sumba di beritagar.id.

2. Manfaat Penelitian

a. Manfaat Akademis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi positif bagi

pengembang wacana keilmuan, khususnya di bidang media serta komunikasi.

Selain itu, skripsi ini juga diharapkan mampu menjadi referensi bagi mahasiswa

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

b. Manfaat Praktis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan bagi

wartawan, mahasiswa komunikasi, dan pemerhati foto serta kepada pembaca pada

umumnya. Penelitian ini juga diharapkan dapat bermanfaat bagi seluruh lapisan

masyarakat yang ingin belajar mengenai analisis semiotika dengan pendekatan

teori Roland Barthes.

D. Metodologi Penelitian

1. Paradigma Penelitian

 

Page 18: ANALISIS SEMIOTIKA FOTO CERITA RUPA MASYARAKAT SUMBA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47290... · 2019-10-04 · ANALISIS SEMIOTIKA FOTO CERITA RUPA MASYARAKAT

6

Paradigma merupakan cara mendasar untuk mempersepsi, berpikir,

menilai dan melakukan yang berkaitan dengan sesuatu secara khusus tentang visi

realitas. Paradigma ini berasumsi bagaimana pesan dikonstruksi atau disusun.9

Selain itu, konstruktivis memandang realitas merupakan hasil kontruksi sosial

yang diciptakan individu. Kebenaran suatu realitas sosial bersifat tidak mutlak dan

sesuai konteks spesifik yang dinilai relevan oleh pelaku sosial.10

2. Pendekatan Penelitian

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan

kualitatif. Penelitian kualitatif adalah suatu penelitian yang mendalam atau in

depth dengan menemukan data secara terperinci pada sebuah kasus yang sering

kali bertujuan menemukan bagaimana sesuatu dapat terjadi.11

3. Objek Penelitian

Objek penelitian dalam penelitian ini yaitu foto cerita Rupa Masyarakat

Sumba di Beritagar.id.

4. Waktu dan Tempat Penelitian

Waktu penelitian diadakan selama tiga bulan sejak Maret 2019 – Juni

2019. Tempat pengambilan data dokumentasi berupa foto cerita Rupa

Masyarakat Sumba di Beritagar.id

Tempat penelitian lainnya untuk mendapatkan data referensi adalah

Perpustakaan Utama UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan Perpustakaan Fakultas

Dakwah dan Ilmu Komunikasi.

9 Ardianto Elvinaro dan Bambang Q-Anees, Filsafat Ilmu Komunikasi (Bandung:

Simbiosa Rekatama Media, 2011), h. 154. 10

Burhan Bungin, Konstruksi Sosial Media Massa, (Jakarta: Kencana Prenada Media

Grup, 2011) h. 11. 11

Ardianto Elvinaro dan Bambang Q-Anees, Filsafat Ilmu Komunikasi, h. 154.

 

Page 19: ANALISIS SEMIOTIKA FOTO CERITA RUPA MASYARAKAT SUMBA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47290... · 2019-10-04 · ANALISIS SEMIOTIKA FOTO CERITA RUPA MASYARAKAT

7

5. Metode Penelitian

Penulis menggunakan semiotik sebagai metode dalam penelitian ini.

Semiotik merupakan ilmu atau metode analisis yang digunakan untuk mengkaji

tanda.12

Pemilihan metode semiotik bertujuan untuk mengkaji makna dari tanda-

tanda pada foto cerita Rupa Masyarakat Sumba di Beritagar.id. Selanjutnya,

semiotik milik Roland Barthes digunakan dalam penelitian ini untuk melihat tanda

melalui makna denotasi, konotasi dan mitos.

6. Sumber dan Jenis Data

Untuk memperoleh data-data yang lengkap dan akurat, digunakan dua data

seperti di bawah ini:

a. Data Primer

Dalam penelitian ini sumber data tersebut diperoleh melalui pada foto

cerita Rupa Masyarakat Sumba di Beritagar.id.

b. Data Sekunder

Data tersebut diperoleh dari transkip wawancara dengan fotografer, Wisnu

Agung Prasetyo. Selain itu, daftar pustaka seperti, buku-buku, artikel, dan

informasi lainnya yang berkaitan dengan penelitian menjadi data sekunder dalam

penelitian ini.

7. Teknik Pengumpulan Data

a. Pemilihan Foto

Data foto yang diperoleh dari foto cerita Rupa Masyarakat Sumba di

Beritagar.id tersebut kemudian dipilih 5 foto yang sesuai dengan batasan

12

Alex Sobur, Semiotika Komunikasi (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2009), h. 15.

 

Page 20: ANALISIS SEMIOTIKA FOTO CERITA RUPA MASYARAKAT SUMBA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47290... · 2019-10-04 · ANALISIS SEMIOTIKA FOTO CERITA RUPA MASYARAKAT

8

penelitian. Kemudian, foto tersebut dikaji menggunakan teori semiotika Roland

Barthes yang memaknai tanda melalui tahapan denotasi, konotasi, dan mitos.

b. Wawancara Fotografer Wisnu Agung Prasetyo

Wawancara merupakan alat pengumpul data yang melibatkan manusia

sebagai subjek (pelaku, aktor) sehubung dengan realitas atau gejala yang dipilih

untuk diteliti.13

Selain itu, wawancara digunakan untuk memperoleh informasi

langsung dari sumbernya. Wawancara ini dilakukan sebagai pendukung untuk

mengetahui analisis semiotika Roland Barthes pada foto cerita Rupa Masyarakat

Sumba di Beritagar.id.

c. Dokumentasi

Dokumentasi digunakan untuk mengumpulkan data melalui buku,

majalah, jurnal, media massa, internet dan lainnya yang berkaitan dengan foto

cerita Rupa Masyarakat Sumba di Beritagar.id.

8. Teknik Analisis Data

Penelitian ini menggunakan analisis semiotika Roland Barthes untuk

melihat makna dari tanda pada foto cerita Rupa Masyarakat Sumba di

Beritagar.id. Masing-masing foto yang telah dipilih sebelumnya akan dianalisis

melalui tiga tahapan. Pertama denotasi, kedua konotasi, dan ketiga mitos.

E. Tinjauan Pustaka

Untuk menghindari penelitian yang sama, sebelum menyusun penelitian

ini penulis meninjau sejumlah penelitian terdahulu yang telah dilakukan di

Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan

13

Pawito, Penelitian Komunikasi Kualitatif (Yogyakarta: PT LKiS Pelangi Aksara,

2007), h. 132.

 

Page 21: ANALISIS SEMIOTIKA FOTO CERITA RUPA MASYARAKAT SUMBA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47290... · 2019-10-04 · ANALISIS SEMIOTIKA FOTO CERITA RUPA MASYARAKAT

9

Unversitas lainnya. Hal tersebut juga diperlukan untuk menambah referensi bagi

penulis dalam menyusun penelitian ini. Setidaknya, ditemukan tiga skripsi yang

menjadi tinjauan pustaka:

Skripsi dari M. Hendartyo Hanggi dengan judul “Makna Tradisi Budaya

„Pacoa Jara‟ dalam Foto (Analisis Semiotika Terhadap Foto Karya Romi

Perbawa Berjudul The Riders Of Destiny pada Ajang Pameran The Jakarta

International Photo Summit Tahun 2014)” oleh M. Hendartyo Hanggi, pada 2015,

Jurusan Komunikasi Penyiaran Islam, Konsentrasi Jurnalistik, Fakultas Ilmu

Dakwah dan Ilmu Komunikasi, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah

Jakarta.

Kedua, skripsi karya Ardiansyah Pratama 1110051100107 dari Jurusan

Jurnalistik, Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi, UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta berjudul Keberagamaan Masyarakat Flores Modern (Studi

Semiotika Makna Esai Foto Jurnalistik Karya Ng Swan Ti Berjudul Flores

Revisited Pada Pameran Jakarta Biennale 2015). Meskipun memiliki kesamaan

pada teori, yakni menggunakan teori semiotika Roland Barthes, namun objek

penelitian kami berbeda.

Ketiga, “Analisis Semiotika Makna Toleransi Beragama Dalam Pameran

Foto Bianglala Xinjiang Karya Ismar Patrizki” oleh Ershad Wiladatika tahun

2015, Jurusan Komunikasi Penyiaran Islam, Fakultas Dakwah dan Ilmu

Komunikasi, Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

 

Page 22: ANALISIS SEMIOTIKA FOTO CERITA RUPA MASYARAKAT SUMBA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47290... · 2019-10-04 · ANALISIS SEMIOTIKA FOTO CERITA RUPA MASYARAKAT

10

F. Landasan Teori dan Kerangka Pemikiran

Secara umum, teori didefinisikan sebagai seperangkat konsep, asumsi, dan

generalisasi, digunakan untuk menjelaskan suatu gejala atau fenomena tertentu.

Dengan demikian, teori memiliki tiga fungsi dalam penelitian ilmiah, yaitu

explanation, prediction, dan control atau pengendalian terhadap suatu gejala.14

Dalam konteks ilmiah, suatu teori berfungsi:

a. Memperjelas dan mempertajam ruang lingkup variabel.

b. Memprediksi dan memandu dalam menemukan fakta yang kemudian

dipakai untuk merumuskan hipotesis dan menyusun instrument

penelitian.

c. Mengontrol proses dan hasil penelitian, untuk kemudian dipakai dalam

memberikan saran teoritis dan praktis.

Teori yang akan dipakai untuk membedah simbol-simbol dalam penelitian

ini ialah Semiotika Roland Barthes dengan tiga tahap yaitu denotasi, konotasi, dan

mitos. Setelah makna didapat, kemudian hasil temuan tersebut menjadi pedoman

untuk menganalisis makna budaya yang terkandung pada foto cerita Rupa

Masyarakat Sumba.

G. Sistematika Penulisan

Penulisan dalam penelitian ini mengacu pada Pedoman Penulisan Karya

Ilmiah (Skripsi, Tesis, dan Disertasi) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, sesuai

dengan Surat Keputusan (SK) Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Nomor 507

Tahun 2017.

14

Diakses dari http://www.masterjurnal.com/ fungsi-teori-dalam-penelitian-ilmiah.

 

Page 23: ANALISIS SEMIOTIKA FOTO CERITA RUPA MASYARAKAT SUMBA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47290... · 2019-10-04 · ANALISIS SEMIOTIKA FOTO CERITA RUPA MASYARAKAT

11

Adapun sistematika penulisan dalam skripsi ini ialah sebagai berikut:

BAB I: Bab ini terdiri dari latar belakang masalah, batasan dan rumusan

masalah, tujuan dan manfaat penelitian, metodelogi penelitian, tinjauan pustakan

dan sistematika penelitian.

BAB II: Bab ini meliputi gambaran umum tentang tinjauan umum teori

semiotika, serta makna budaya.

BAB III: Bab ini menguraikan tentang gambaran umum beritagar.id dan

kebudayaan di pulau Sumba.

BAB IV: Bab ini membahas tentang temuan data mengenai analisis

semiotika pada foto cerita Rupa Masyarakat Sumba di beritagar.id dan makna

budaya yang terkandung.

BAB V: Pada bab terakhir merupakan kesimpulan dan saran dari

penelitian.

 

Page 24: ANALISIS SEMIOTIKA FOTO CERITA RUPA MASYARAKAT SUMBA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47290... · 2019-10-04 · ANALISIS SEMIOTIKA FOTO CERITA RUPA MASYARAKAT

12

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Teori Semiotika

Secara bahasa, istilah semiotika berasal dari kata yunani Semeion yang

berarti tanda. Tanda didefinisikan sebagai suatu hal yang dapat mewakili sesuatu

yang lainnya. Tanda pada awalnya dimaknai sebagai suatu hal yang menunjukan

hal lain.1 Secara terminologis, Semiotika dapat diidentifikasikan sebagai ilmu

yang mempelajari sederetan luas objek-objek, peristiwa-peristiwa, seluruh

kebudayaan sebagai tanda.

Pada dasarnya semiotika merupakan sesuatu yang aneh, sesuatu yang perlu

dipertanyakan lebih lanjut ketika kita membaca teks atau narasi atau wacana

tertentu. Analisanya bersifat paradigmatik dalam arti berupaya menemukan makna

termasuk dari hal-hal yang tersembunyi di balik sebuah teks.2

Semiotika mempelajari tentang kode-kode sebagai tanda atau sesuatu yang

memiliki makna. Semiotika digunakan untuk mengkomunikasikan informasi.

Semiotika juga meliputi tanda-tanda visual dan verbal serta semua tanda yang

dapat diterima oleh semua panca indera. Tanda-tanda tersebut akan membentuk

sebuah sistem kode yang secara sistematis menyampaikan sebuah pesan atau

informasi tertulis dari perilaku manusia yang kemudian diterima sehingga

maknanya akan lebih mudah dimengerti.

1 Indiwan Seto Wahyu Wibowo Semiotika Komunikasi Aplikasi Praktis Bagi Penelitian

dan Skripsi Komunikasi (Jakarta: Mitra Wacana Media, 2011), h. 5. 2 Peter L. Berger dan Thomas Luckmann (1996) dalam Indiwan Seto Wahyu Wibowo,

“Semiotika Komunikasi” (Jakarta: Mitra Wacana Media, 2011), h. 6.

 

Page 25: ANALISIS SEMIOTIKA FOTO CERITA RUPA MASYARAKAT SUMBA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47290... · 2019-10-04 · ANALISIS SEMIOTIKA FOTO CERITA RUPA MASYARAKAT

13

Dalam perkembangannya, semiotika mempunyai dua tokoh sentral yang

memiliki latar belakang berbeda, yaitu Charles Sanders Pierce dan Ferdinand De

Saussure. Saussure berpandangan bahwa semiotika merupakan sebuah kajian

yang memperlajari tentang tanda-tanda yang menjadi bagian dari kehidupan

sosial.3 Saussure memiliki latar belakang keilmuan linguistik. Ia memandang

tanda sebagai sesuatu yang dapat dimaknai dengan melihat hubungan antara

petanda dan penanda yang biasa disebut signifikasi. Dalam hal ini Saussure

menegaskan bahwa dalam memaknai sebuah tanda perlu adanya kesepakatan

sosial. Tanda-tanda tersebut berupa bunyi-bunyian dan gambar.4 Saussure juga

menyebutkan objek yang dimaknai sebagai unsur tambahan dalam proses

penandaan. Contohnya, ketika orang menyebut kata “anjing” dengan nada

mengumpat maka hal tersebut merupakan tanda kesialan. Penanda dan petanda

yang dikemukakan Saussure merupakan sebuah kesatuan, tak dapat dipisahkan,

seperti dua sisi sebuah koin. Jadi Saussure lebih mengembangkan bahasa dalam

pandangan semiotikanya.

Sedangkan Pierce memandang bahwa semiotika merupakan sesuatu yang

berkaitan dengan logika.5 Logika mempelajari bagaimana manusia bernalar yang

menurut Pierce dapat dilakukan melalui tanda-tanda. Tanda-tanda tersebut

memungkinkan manusia dalam berpikir, berkomunikasi dengan orang lain dan

memberi makna pada apa yang ditampilkan oleh kehidupan manusia. Tanda yang

dimaksud Pierce dapat berupa tanda visual yang bersifat verbal maupun non

3 Arthur Asa Berger, Pengantar Semiotika: Tanda-Tanda dalam Kebudayaan

Kontemporer, (Yogyakarta: Tiara Wacana, 2010), h. 4. 4 Alex Sobur, Semiotika Komunikasi, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2006), h. x.

5 Kris Budiman, Semiotika Visual, (Yogyakarta: Penerbit Buku Baik, 2004), h. 3.

 

Page 26: ANALISIS SEMIOTIKA FOTO CERITA RUPA MASYARAKAT SUMBA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47290... · 2019-10-04 · ANALISIS SEMIOTIKA FOTO CERITA RUPA MASYARAKAT

14

verbal. Selain itu dapat juga berupa lambang, contohnya lampu merah yang

mewakili sebuah larangan.6

Perbedaan kedua tokoh ini dalam mengkaji semiotika terlihat jelas

bagaimana sebuah tanda dapat dimaknai. Saussure mengkaji semiotika melalui

bahasa yang dituturkan oleh manusia. Sedangkan Pierce lebih kepada logika atau

cara berpikir manusia dalam melihat suatu tanda yang dapat dimaknai di

kehidupan sehari-hari.7

Terdapat tiga cabang penelitian (branches of inquiry) dalam semiotika,

yaitu sintatik, semantik, dan pragmatik. Pertama, sintatik merupakan suatu cabang

penyelidikan yang mengkaji tentang hubungan formal antara satu tanda dengan

tanda lain yang mengendalikan tuturan dan interpretasi. Kedua, semantik yaitu

cabang penyelidikan semiotika yang mempelajari hubungan antara tanda dengan

design objek-objek yang diacunya.8 Menurut Moris, design yang dimaksud adalah

makna tanda-tanda sebelum digunakan dalam urutan tertentu. Ketiga, pragmatik

adalah cabang penyelidikan semiotika yang mempelajari hubungan antara tanda

dengan interpretasi.9 Cabang yang dikemukakan Moris tersebut memiliki

keterkaitan satu sama lain yang dapat dimaknai sebagai tingkatan atau level.

Ketiga cabang tersebut juga memiliki spesifikasi kerja dan objek kajian tersendiri,

sehingga apabila dipakai untuk metode analisa akan menghasilkan “pembacaan”

yang mendalam.

6 Indiwan Seto, Semiotika Komunikasi, (Jakarta: Mitra Wacana Media, 2011), h. 5.

7 Alex Sobur, Semiotika Komunikasi, h. 35.

8 Anthon Freedy Susanto, Semiotika Hukum dari Dekonstruksi Teks Menuju Progresivitas

Makna, (Bandung: PT. Refika Aditama, 2005), h. 26. 9 Anthon Freedy Susanto, Semiotika Hukum dari Dekonstruksi Teks Menuju Progresivitas

Makna, h. 26.

 

Page 27: ANALISIS SEMIOTIKA FOTO CERITA RUPA MASYARAKAT SUMBA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47290... · 2019-10-04 · ANALISIS SEMIOTIKA FOTO CERITA RUPA MASYARAKAT

15

Selain itu terdapat beberapa elemen penting dalam semiotik, yaitu

komponen tanda, aksis tanda, tingkatan tanda, dan relasi antar tanda.10

Komponen

tanda yang merupakan komponen penting pertama dalam semiotik memandang

praktik sosial, politik, ekonomi, budaya, dan seni selain sebagai fenomena bahasa,

juga dapat dipandang sebagai tanda. Lalu, komponen penting selanjutnya adalah

aksis tanda, analisis tanda yang mengkombinasikan pembendaharaan tanda atau

kata dengan cara pemilihan dan pengkombinasian tanda berdasarkan aturan atau

kode tertentu, sehingga menghasilkan ekpresi yang memiliki makna. Selanjutnya

adalah tingkatan tanda. Dalam tingkatan tanda yang dikembangkan oleh Roland

Barthes ini terdapat dua tingkatan lainnya, yaitu denotasi (makna sebenarnya) dan

konotasi (makna tidak sebenarnya). Terakhir adalah relasi tanda. Relasi atau

hubungan tanda ini terdapat dua bentuk interaksi, yaitu metafora dan metomimi.11

Studi semiotik dapat dibagi menjadi tiga bagian, yaitu tanda, kode, dan

kebudayaan. Tanda adalah kode adalah suatu medan asosiatif yang memiliki

gagasan-gagasan struktural. Kode ini merupakan beberapa jenis dari hal yang

sudah pernah dilihat, dibaca, dan dilakukan yang bersifat konstitutif bagi

penulisan yang dilakukan dunia ini.12

B. Semiotika Roland Barthes

Lahir dari keluarga kelas menengah Protestan di Cherbourg pada tahun

1915, Roland Barthes besar di Batonne. Ayahnya seorang perwira angkatan laut,

meninggal dalam sebuah pertempuran di Laut Utara sebelum ia genap berusia

10

Anthon Freddy Susanto, Semiotika Hukum dari Dekonstruksi Teks Menuju

Progresivitas Makna, h. 27-28. 11

Anthon Freddy Susanto, Semiotika Hukum dari Dekonstruksi Teks Menuju

Progresivitas Makna, h. 28. 12

Roland Barthes, Petualangan Semiologi (L’aventure Semiologique), (Yogyakarta:

Pustaka Pelajar, 2007), h. 420.

 

Page 28: ANALISIS SEMIOTIKA FOTO CERITA RUPA MASYARAKAT SUMBA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47290... · 2019-10-04 · ANALISIS SEMIOTIKA FOTO CERITA RUPA MASYARAKAT

16

mencapai satu tahun.13

Barthes mengembangkan pemaknaan tentang semiotik

atau yang ia sebut sémiologie yang juga masuk dalam pandangan strukturalis.14

Barthes telah banyak menulis buku, yang beberapa diantaranya telah

menjadi bahan rujukan penting untuk studi semiotika di Indonesia. Semiotik

berusaha menggali hakikat sistem tanda yang beranjak ke luar kaidah tata bahasa

dan sintaksis dan yang mengatur arti teks yang rumit, tersembunyi, dan

bergantung pada kebudayaan. Hal ini kemudian menimbulkan perhatian pada

makna tambahan (connotative) dan arti penunjukan (denonative). Kaitan dan

kesan yang ditimbulkan dan diungkapkan melalui penggunaan dan kombinasi

tanda. Pelaksanaan hal itu dilakukan dengan mengakui adanya mitos.15

Denotasi adalah tingkat pertandaan yang menjelaskan hubungan antara

penanda dan petanda atau antara tanda dan rujukannya pada realitas yang

menghasilkan makna eksplisit, langsung dan pasti.16

Sedangkan konotasi adalah

tingkat pertandaan yang menjelaskan hubungan antara penanda dan petanda yang

didalamnya beroperasi makna yang tidak eksplisit, tidak langsung dan tidak pasti

(artinya terbuka terhadap berbagai kemungkinan). Ia menciptakan makan-makna

lapis kedua, yang terbentuk ketika penanda dikaitkan dengan berbagai aspek

psikologis seperti perasaan, emosi atau keyakinan.17

Model Barthes ini dikenal dengan signifikasi dua tahap (two way of

signification) seperti yang terlihat dalam gambar di bawah.

13

Alex Sobur, Semiotika Komunikasi, h. 63. 14

Roland Barthes, Petualangan Semiologi (terjemahan), h. sampul belakang. 15

Alex Sobur, Semiotika Komunikasi, h. 65. 16

Yasraf Amir Piliang, Hipersemiotika: Tafsir Cultural Studies atas Matinya Makna

(Bandung: Jalasutra, 2003), h. 261. 17

Yasraf Amir Piliang, Hipersemiotika, h. 261.

 

Page 29: ANALISIS SEMIOTIKA FOTO CERITA RUPA MASYARAKAT SUMBA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47290... · 2019-10-04 · ANALISIS SEMIOTIKA FOTO CERITA RUPA MASYARAKAT

17

Tabel 1. Peta Tanda Roalnd Barthes18

1. Signifier

(Penanda)

2. Signified

(Petanda)

3. Denotative Sign (Tanda

Denotatif)

4. Connotative Sign (Penanda

Konotatif)

5. Connotative Signified

(Petanda Konotatif)

6. Connotative Sign (Tanda Konotatif)

Dari peta Barthes di atas terlihat bahwa tanda denotatif (3) terdiri atas

penanda (1) dan petanda (2). Akan tetapi pada saat bersamaan, tanda denotatif

adalah juga penanda konotatif (4). Dengan kata lain hal tersebut merupakan unsur

material. Dalam konsep Barthes, tanda konotatif tidak sekedar memiliki makna

tambahan namun juga mengandung kedua bagian tanda denotatif yang melandasi

keberadaanya.

Roland Barthes juga melihat makna yang lebih dalam tingkatannya, yaitu

makna-makna yang berkaitan dengan mitos. Mitos adalah cerita yang digunakan

untuk menjelaskan atau memahami beberapa aspek dari realitas atau alam. Bagi

Barthes, mitos merupakan cara berpikir dari suatu kebudayaan tentang sesuatu,

cara untuk mengkonseptualisasikan atau memahami sesuatu. Tidak ada mitos

yang universal pada suatu kebudayaan. Mitos ini bersifat dinamis. Mitos berubah

dan beberapa diantaranya dapat berubah dengan cepat guna memenuhi kebutuhan

18

Alex Sobur, Semiotika Komunikasi, h. 69.

 

Page 30: ANALISIS SEMIOTIKA FOTO CERITA RUPA MASYARAKAT SUMBA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47290... · 2019-10-04 · ANALISIS SEMIOTIKA FOTO CERITA RUPA MASYARAKAT

18

perubahan dan nilai-nilai kultural dimana mitos itu sendiri menjadi bagian dari

kebudayaan tersebut.

Konotasi dan mitos merupakan cara pokok tanda-tanda berfungsi dalam

tatanan kedua pertandaan, yakni tatanan tempat berlangsungnya interkasi antara

tanda dan pengguna atau budayanya yang sangat aktif.19

Teori tentang mitos

tersebut kemudian diterangkannya dengan mengetengahkan konsep konotasi,

yakni pengembangan segi signified (petanda) oleh pemakai bahasa. Pada saat

konotasi menjadi mantap, ia akan menjadi mitos, dan ketika mitos menjadi

mantap, ia akan menjadi ideologi.

Akibatnya, suatu makna tidak lagi dirasakan oleh masyarakat sebagai hasil

konotasi.20

Seperti pada gambar di bawah:

Gambar 1. Tatanan Penandaan Roland Barthes:

Denotasi adalah penggunaan bahasa dengan arti yang sesuai dengan apa

yang terucap. Namun menurut Barthes, denotasi merupakan sistem signifikasi

tingkat pertama, yaitu apa yang digambarkan tanda terhadap sebuah obyek.

19

John Fiske, Cultural and Communication Studies, (Yogyakarta: Jalasutra, 1990), h.

121. 20

Benny H. Hoed, Semiotika dan Dinamika Sosial Budaya, (Jakarta: PT Serambi Ilmu,

2008), h. 14.

 

Page 31: ANALISIS SEMIOTIKA FOTO CERITA RUPA MASYARAKAT SUMBA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47290... · 2019-10-04 · ANALISIS SEMIOTIKA FOTO CERITA RUPA MASYARAKAT

19

Denotasi didapat dari pengamatan langsung dari tanda-tanda yang ada yang

menghasilkan makna nyata, makna yang sebenarnya hadir. Dalam hal ini,

digambarkan bahwa denotasi lebih menitik beratkan pada ketertutupan makna.21

Sedangkan konotasi merupakan signifikasi tingkat kedua. Konotasi merupakan

penciptaan makna lapis kedua yang terbentuk ketika lambang denotasi dikaitkan

dengan aspek psikologis, seperti perasaan, emosi, atau keyakinan. Konotasi

identik dengan operasi ideologi, yang disebutnya sebagai mitos dan berfungsi

untuk mengungkapkan dan memberi pembenaran nilai- nilai dominan yang

berlaku dalam suatu periode tertentu. Karena pada dasarnya penanda konotasi

dibangun dari tanda-tanda dari sistem denotasi.22

Arthur Asa Berger mencoba membandingkan antara konotasi dan denotasi

sebagai berikut:

Tabel 3. Perbandingan antara Konotatif dan Denotatif23

Konotasi Denotasi

Pemakaian Figur Penanda

Petanda Literatur

Kesimpulan Jelas

Memberi Kesan tentang Makna Menjabarkan

Dunia Mitos Dunia Keberadaan / Eksistensi

21

John Fiske, Cultural and communication Studies, h. 122. 22

Alex Sobur, Semiotika Komunikasi, h. 71. 23

Berger Arthur Asa, Tehnik-tehnik Analisis Media (Yogyakarta: Universitas Atmajaya,

2000), h. 55.

 

Page 32: ANALISIS SEMIOTIKA FOTO CERITA RUPA MASYARAKAT SUMBA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47290... · 2019-10-04 · ANALISIS SEMIOTIKA FOTO CERITA RUPA MASYARAKAT

20

Menurut Barthes, citra pesan ikonik atau iconic message (yang dapat kita

lihat, baik berupa adegan atau scene, lanskep, atau realitas harfiah yang terekam)

dapat dibedakan lagi dalam dua tataran, yaitu24

Pesan harfiah/pesan ikonik tak

berkode (non-coded iconic message), sebagai sebuah analogon yang berada pada

tataran denotasi citra yang berfungsi menaturalkan pesan simbolik.

Pesan simbolik atau pesan ikonik berkode (coded iconic message), sebagai

analogon yang berada pada tataran konotasi yang keberadaannya didasarkan atas

kode budaya tertentu atau familiaritas terhadap stereotip tertentu. Pada tataran ini,

Barthes mengemukakan enam prosedur konotasi citra khususnya menyangkut

fotografi untuk membangkitkan konotasi dalam proses produksi foto menurut

Roland Barthes. Prosedur- prosedur tersebut terbagi dalam dua bagian besar, yaitu

konotasi yang diproduksi melalui modifikasi atau intervensi langsung terhadap

realita itu sendiri (Trick Effect, Pose, dan Object) dan konotasi yang diproduksi

melalui wilayah estetis foto (Photogenia, Aestheticism dan Syntax), yaitu:25

1. Trick Effect

Artinya memanipulasi gambar sampai tingkat yang berlebihan untuk

menyampaikan maksud pembuat berita.

2. Pose

Pose ialah gaya, posisi, ekspresi dan sikap objek foto. Dalam mengambil

foto berita seseorang, seorang wartawan foto akan memilih objek yang sedang

diambil.

24

Yuwono dan Christomy, Semiotika Budaya, (Depok: Universitas Indonesia, 2004), h.

77-78. 25

Sunardi, Semiotika Negativa, (Yogyakarta: Kanal, 2002), h. 173.

 

Page 33: ANALISIS SEMIOTIKA FOTO CERITA RUPA MASYARAKAT SUMBA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47290... · 2019-10-04 · ANALISIS SEMIOTIKA FOTO CERITA RUPA MASYARAKAT

21

3. Objek

Objek ini ibarat perbendaharaan kata yang siap dimasukkan ke dalam

sebuah kalimat. Objek ini merupakan point of interest (POI) pada sebuah

gambar atau foto.

4. Photogenia

Photogenia adalah teknik pemotretan dalam pengambilan gambar.

Misalnya: lighting (pencahayaan), exposure (ketajaman foto), bluring

(keburaman), panning (efek kecepatan), moving (efek gerak), freeze (efek

beku), angle (sudut pandang pengambilan objek) dan sebagainya.26

5. Aestheticism

Aestheticism yaitu format gambar atau estetika komposisi gambar secara

keseluruhan dan dapat menimbulkan makna konotasi.

6. Sintaksis

Sintaksis atau Syntax yaitu rangkaian cerita dari isi foto atau gambar yang

biasanya berada pada caption (keterangan foto) dalam foto berita dan dapat

membatasi serta menimbulkan makna konotasi. Terdapat dua fungsi caption

yaitu, yang pertama berfungsi sebagai penambat atau pembatasan (anchorage)

agar pokok pikiran dari pesan dapat dibatasi sesuai dengan maksud

penyampaiannya. Kemudian yang kedua adalah berfungsi sebagai pemancar

atau percepatan (relay) agar langsung dipahami maksud dari pesan yang

disampaikan.27

26

Sunardi, Semiotika Negativa, h. 174 27

Alex Sobur, Analisis Teks Media (Bandung: Remaja Rosda Karya, 2012), h. 128.

 

Page 34: ANALISIS SEMIOTIKA FOTO CERITA RUPA MASYARAKAT SUMBA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47290... · 2019-10-04 · ANALISIS SEMIOTIKA FOTO CERITA RUPA MASYARAKAT

22

John Fiske menjelaskan masalah denotasi dan konotasi dengan

menggunakan contoh fotografi. Menurut Fiske, denotasi ialah apa yang difoto

yang memunculkan pertanyaan, “ini foto apa”, sedangkan konotasi adalah

“bagaimana ini bisa difoto?” Atau menitik beratkan pertanyaan, “mengapa

fotonya ditampilkan dengan cara seperti itu?”28

Atau dengan kata lain, denotasi

adalah apa yang digambarkan tanda terhadap objek, sedangkan konotasi adalah

bagaimana menggambarkannya.

Mitos menurut Roland Barthes, mitos bukanlah seperti apa yang kita

pahami selama ini. Mitos bukanlah sesuatu yang tidak masu akal, transenden,

ahistoris, dan irasional. Anggapan seperti itu, mulai sekarang hendaknya kita

kubur. Tetapi mitos menurut Roland Barthes adalah sebuah ilmu tentang tanda.

Menurut Barthes, mitos adalah type of specch (tipe wicara atau gaya bicara)

seseorang.29

Mitos digunakan untuk mengungkapkan sesuatu yang tersimpan

dalam dirinya. Orang mungkin tidak sadar ketika segala kebiasaan dan

tindakannya ternyata dapat dibaca orang lain. Dengan menggunakan analisis

mitos, kita dapat mengetahui makna-makna yang tersimpan dalam sebuah bahasa

atau benda (gambar). Roland Barthes pernah mengatakan “Apa yang tidak kita

katakan dengan lisan, sebenarnya tubuh kita sudah mengatakannya”. Pernyataan

itu mengindikasikan signifikansi bahasa simbolik manusia. Dalam kehidupan ini,

manusia selain dibekali kemampuan berbahasa juga dibekali kemampuan

interpretasi terhadap bahasa itu sendiri. Bahasa, dalam hal ini, tidak hanya

terfokus pada bahasa verbal atau bahasa nonverbal manusia, tetapi juga pada

28

John Fiske, Cultural and Communication Studies, h. 48. 29

Alex Sobur, Analisis Teks Media, h. 127.

 

Page 35: ANALISIS SEMIOTIKA FOTO CERITA RUPA MASYARAKAT SUMBA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47290... · 2019-10-04 · ANALISIS SEMIOTIKA FOTO CERITA RUPA MASYARAKAT

23

bahasa-bahasa simbolik suatu benda (seperti gambar) atau gerakan-gerakan

tertentu.30

Menurut Barthes, mitos memiliki empat ciri, yaitu:31

1. Distorsif. Hubungan antara form dan concept bersifat distorsif dan

deformatif. Concept mendistorsi form sehingga makna pada sistem tingkat

pertama bukan lagi merupakan makna yang menunjuk pada fakta yang

sebenarnya.

2. Intensional. Mitos tidak ada begitu saja. Mitos sengaja diciptakan,

dikonstruksikan oleh budaya masyarakatnya dengan maksud tertentu.

3. Statement of fact. Mitos menaturalisasikan pesan sehingga kita

menerimanya sebagai sebuah kebenaran yang tidak perlu diperdebatkan

lagi. Sesuatu yang terletak secara alami dalam nalar awam.

4. Motivasional. Menurut Barthes, bentuk mitos mengandung motivasi.

Mitos diciptakan dengan melakukan seleksi terhadap berbagai

kemungkinan konsep yang akan digunakan berdasarkan sistem semiotik

tingkat pertamanya.

C. Foto Jurnalistik

Fotografi Jurnalistik adalah salah satu aliran fotografi yang lebih

mengutamakan realita dibandingkan dengan aliran lainnya. Dalam dunia

jurnalistik, foto menjadi hal yang paling penting untuk mewakili sebuah

pemberitaan atau informasi yang tidak dapat disampaikan hanya dengan sebuah

tulisan.32

Taufan menambahkan bahwa foto jurnalstik Sebagai produk jurnalistik

30

Alex Sobur, Analisis Teks Media, h. 128. 31

Bedah Buku Belajar Membelah Mitos (Mitologi karya Roland Barthes), Media

Indonesia, Minggu, 25 Maret 2007, h. 4. 32

Drs. Asep Saeful Muhtadi, Jurnalistik: Pendekatan Teori dan Praktek, (Jakarta: Logos

Wacana Ilmu, 1999), h. 100.

 

Page 36: ANALISIS SEMIOTIKA FOTO CERITA RUPA MASYARAKAT SUMBA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47290... · 2019-10-04 · ANALISIS SEMIOTIKA FOTO CERITA RUPA MASYARAKAT

24

memang tak setua jurnalistik tulis. Ia berakar dari fotografi dokumenter setelah

teknik perekaman gambar secara realis ditemukan.33

Foto dikategorikan sebagai

foto jurnalistik saat foto itu terdapat nilai-nilai berita yang terkandung di

dalamnya, foto jurnalistik tidak harus bersifat kekerasan dan hal-hal berat lainnya,

jika sebuah foto sudah memiliki nilai berita bagi umum sesederhana apa pun foto

tersebut sudah bisa dikategorikan sebagai foto jurnalistik.34

Henri Cartier-Bresson, salah satu pendiri Magnum Photo, yang terkenal

dengan teori decesive moment menjelaskan bahwa foto jurnalistik berkisah

dengan gambar, melaporkannya dengan kamera, merekamnya dalam waktu, yang

seluruhnya berlangsung seketika saat suatu citra tersebut mengungkapkan sebuah

cerita.35

Seorang fotografer terutama fotografer jurnalistik, menginginkan foto

yang dihasilkan adalah moment puncak (decesive moment) dari sebuah peristiwa.

Karena moment tersebut sulit untuk diulang kembali.36

Fotografi jurnalistik bukan cuma sebagai pelengkap berita, penarik

pembaca ataupun hanya sekadar mengisi bagian kosong dari rubrik di kolom

sebuah media, ini alat terbaik yang saat ini dimiliki berita sebagai penyampainya

karena ringkas dan efektif, hal ini dinyatakan oleh tokoh fotografi dunia Kenneth

Kobre yang juga sebagai pengajar di salah satu universitas luar negeri.37

Di dalam

negeri sosok yang sudah tidak asing lagi dengan foto jurnalistik, Oscar Motuloh

mengatakan bahwa foto jurnalistik itu terdapat dua elemen, yaitu elemen verbal

dan elemen visual. Caption adalah keterangan pelengkap foto yang menjelaskan

33

Taufan Wijaya, Foto Jurnalistik, (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2014), h. 130. 34

Ferry Darmawan, Dunia Dalam Bingkai, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2009), h. 165. 35

Ferry Darmawan, Dunia Dalam Bingkai, h. 166. 36

Taufan Wijaya, Foto Jurnalistik, h. 130. 37

Taufan Wijaya, Foto Jurnalistik, h. 17.

 

Page 37: ANALISIS SEMIOTIKA FOTO CERITA RUPA MASYARAKAT SUMBA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47290... · 2019-10-04 · ANALISIS SEMIOTIKA FOTO CERITA RUPA MASYARAKAT

25

foto, caption yang dibuat harus singkat dan menjelaskan secara sekilas.38

Visual

yang dimaksud Oscar Motuloh adalah penampilan mengenai foto itu sendiri.

Dari beberapa pengertian yang tertera, secara menyeluruh taufan dalam

bukunya Foto Jurnalistik mendefinisikan bahwa foto jurnalistik seperti

menghentikan waktu, dan memberi kita gambaran nyata bagaimana waktu

membentuk sejarah. Karena sifat dasarnya yang dokumentatif, foto jurnalistik

mampu membuat masyarakat melihat kembali rekaman imaji atas apa yang telah

mereka lakukan pada masa lalu, sekaligus memuat pertanyaan tentang apa yang

terjadi di masa datang, juga mampu membantu masyarakat memahami

lingkungannya dan diri mereka sendiri termasuk mengedentifikasi segala sesuatu

yang harus diwaspadai.39

1. Sejarah Foto Jurnalistik

Sejarah mencatat surat kabar harian Daily Graphic, pada Senin 16 April

1877 memuat gambar yang berisi berita kebakaran hotel dan salon pada halaman

satu seperti yang disebutkan Taufan Wijaya dalam bukunya Foto Jurnalistik,

merupakan embrio dari foto jurnalistik.40

Perkembangan foto jurnalistik sampai pada era foto jurnalistik modern

dikenal sebagai “golden age” (1930-1950). Saat itu terbitan seperti Sports

Illustrated, The Daily Mirror, The New York Daily News, Vu, dan LIFE

menunjukan eksistensinya dengan tampilan foto-foto yang menawan. Pada era itu

muncul nama nama jurnalis foto, seperti Robert capa, Alfred Eisenstaedt,

Margaret Bourke-White, David Seymour, dan W. Eugene Smith. Lalu ada Henri

38

Taufan Wijaya, Foto Jurnalistik, h. 17. 39

Taufan Wijaya, Foto Jurnalistik, h, 16. 40

Taufan Wijaya, Foto Jurnalistik h. 1.

 

Page 38: ANALISIS SEMIOTIKA FOTO CERITA RUPA MASYARAKAT SUMBA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47290... · 2019-10-04 · ANALISIS SEMIOTIKA FOTO CERITA RUPA MASYARAKAT

26

Cartier-Bresson dengan gaya candid dan dokumenternya.41

Cartie-Bresson,

bersama Robert Capa, David Seymour, dan George Rodger kemudian mendirikan

Magnum photos pada 1947, menjadikan agensi foto berita pertama yang

menyediakan foto jurnalistik dari berbagai isu dan belahan dunia. Para pendirinya

yang alumni LIFE kemudian membagi area kerja, Afrika dan Timur Tengah, India

dan Cina, Eropa, serta Amerika.42

Di Indonesia sendiri awal mulanya muncul fotografi jurnalistik pada 1841,

orang tersebut adalah Juriaan Munich, seorang utusan kementerian kolonial lewat

jalan laut di Batavia. Seorang anak Indonesia yang diangkat oleh pasangan

Belanda bernama Kassian Cephas dikenal dengan hasil fotonya pada tahun

1875.43

Berbeda dengan Kassian Cephas yang cenderung mooi indie, ada nama

juru foto H.M. Neeb dengan karyanya yang fenomenal tentang perang aceh pada

kurun 1904 tanpa kehadiran Neeb, tak ada sama sekali kesaksian terjadinya

perang Aceh melawan colonial. Seperti yang dikatakan sebelumnya, foto

dokumenter sebagai akar dari foto jurnalistik telah dikenal di tanah air sejak abad

ke-19.44

Dalam buku IPPHOS karya Yudhi Soerjoatmodjo, Oscar Motuloh

mengungkapkan, pada 2 Oktober 1946 Justus Umbas bersama Frans “Nyong”

Mendur, Alex Mamusung serta Oscar Ganda, mereka mendirikan IPPHOS, yang

41

Taufan Wijaya, Foto Jurnalistik, h. 4-5. 42

Ferry Darmawan, Dunia Dalam Bingkai, h. 63. 43

Taufan Wijaya, Foto Jurnalistik, h. 7. 44

Taufan Wijaya, Foto Jurnalistik, h. 7.

 

Page 39: ANALISIS SEMIOTIKA FOTO CERITA RUPA MASYARAKAT SUMBA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47290... · 2019-10-04 · ANALISIS SEMIOTIKA FOTO CERITA RUPA MASYARAKAT

27

tercatat sebagai kantor berita foto independen pertama di Indonesia.45

Hingga

pada 1992 Lembaga Kantor Berita Negara Antara mendirikan Galeri Foto

Jurnalistik Antara (GFJA), galeri pertama yang fokus pada foto jurnalistik.

Dengan kelas foto jurnalistiknya, Antara menjadi katalis lahirnya jurnalis foto

muda. Lewat jalur pendidikan mereka mengembangkan minat dan wawasan

jurnalistik.

Oscar Motuloh dalam tulisannya tahun 2014 di situs resmi agensi foto

milik Indonesia Antara Foto memperkuat tentang kiblat atau sumber referensi,

bahwa masyarakat fotografi Indonesia tidak perlu kuatir akan perkembangan

fotografi jurnalistik kontemporer nantinya, karena World Press Photo masih

menjadian acuan yang baik bagi perkembangan fotografi dunia.46

2. Jenis Foto Jurnalistik

Foto jurnalistik dibagi dalam beberapa kategori. Menurut Rully Kesuma

dalam presentasinya tentang foto jurnalistik yang ia sampaikan pada kelas Galeri

Foto Jurnalistik Antara (GFJA) XVIII, bahwa kategori foto jurnalistik

berdasarkan standar World Press Photo (WPP) terdiri dari spot news, general

news, people in news, daily life, portrait, sport, science and technology, arts and

culture, nature and environment.47

45

Yudhi Soerjoatmodjo, IPPHOS Indonesian Press Photo Service, (Jakarta: Galeri Foto

Jurnalistik Antara, 2013), h. 220. 46

Diakses dari antarafoto.com yang berjudul Piramida Romantisme Kebuasan Manusia,

pada 30 Maret 2019 pukul 15.00 WIB

http://www.antarafoto.com/artikel/v1392441035/piramidaromantismekebuasanmanusia, 47

Galeri Foto Jurnalistik Antara (GFJA) adalah suatu lembaga pendidikan fotografi

dokumenter dan jurnalistik yang diadakan oleh Kantor Berita Antara setiap tahun sejak 1992.

Untuk info lengkap mengenai GFJA dapat dikunjungi di situs http://www.gfja.org/ atau Facebook

resmi GFJA Museum & Galeri Foto Jurnalistik Antara.

 

Page 40: ANALISIS SEMIOTIKA FOTO CERITA RUPA MASYARAKAT SUMBA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47290... · 2019-10-04 · ANALISIS SEMIOTIKA FOTO CERITA RUPA MASYARAKAT

28

a. Spot Photo adalah foto yang dibuat dari peristiwa yang tidak terjadwal.

Misalnya foto kebakaran, kecelakaan dan sebagainya. Foto jenis ini harus

segera disiarkan karena merupakan sesuatu yang up to date.48

Sampai kini

jenis foto ini merupakan primadona dalam foto jurnalistik secara umum, ia

menjadi kekuatan penting untuk menyampaikan suatu peristiwa kepada

khalayak secara gamblang.49

b. General News Photo Adalah foto yang diabadikan dari peristiwa yang

terjadwal, rutin dan biasa. Temanya bisa bermacam-macam, yaitu: politik,

ekonomi dan humor.

c. People in The News Photo Adalah foto tentang orang atau masyarakat

dalam suatu berita, yang ditampilkan adalah pribadi atau sosok orang yang

menjadi berita itu.

d. Daily Life Photo Adalah foto yang tentang kehidupan sehari-hari manusia

dipandang dari segi kemanusiawiannya (human interest).

e. Portrait Adalah foto yang menampilkan wajah seseorang secara close up

dan “mejeng”. Ditampilkan karena adanya kekhasan pada wajah yang

dimiliki atau kekhasan lainnya.

f. Sport Photo Adalah foto yang dibuat ketika ada peristiwa atau event

olahraga. Pada pengambilan foto ini, dibutuhkan peralatan foto yang

memadai, karena objek dengan si pemotret berada pada jarak tertentu.

fotografer yang biasa meliput di stadion, lensa yang mereka gunakan

berukuran panjang dengan spesifikasi khusus. Serta fotografer di sirkuit

48

Audy MirzaAlwi, Foto Jurnalistik, Metode Memotret dan Mengirim Foto ke Media

Massa (Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2004), h. 5. 49

Taufan Wijaya, Foto Jurnalistik, h. 69.

 

Page 41: ANALISIS SEMIOTIKA FOTO CERITA RUPA MASYARAKAT SUMBA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47290... · 2019-10-04 · ANALISIS SEMIOTIKA FOTO CERITA RUPA MASYARAKAT

29

balap, dimana kamera yang digunakan mampu mem-freeze-kan objek

dengan fokus tinggi.

g. Science and Technology Photo Adalah foto yang diambil dari peristiwa-

peristiwa yang ada kaitannya dengan ilmu pengetahuan dan teknologi.

h. Art and Culture Photo Adalah foto yang dibuat dari peristiwa seni dan

budaya.

i. Nature and Environment foto-foto tentang kehidupan sosial masyarakat

serta lingkungan sekitarnya. Contoh foto penduduk disekitar TPA Sampah

dan kegiatannya, pemburu yang fokus membidik hewan buruannya, dll.

Adalah foto tentang kehidupan sosial masyarakat serta lingkungan

hidupnya.

Ketegori foto jurnalistik seperti yang dikemukakan World Press Photo

dijadikan acuan untuk berbagai pembelajaran tentang foto jurnalistik di dunia.

Menurut Taufan wijaya untuk memenuhi kebutuhan pemberitaan serta

penyajiannya dalam era jurnalistik saat ini terdapat jenis foto feature dan foto

cerita.50

Foto feature seperti membawa gambaran kehidupan di sekililing kita.

Sesuatu yang kadang berupa “adonan” dari cerita yang dekat dengan berita, atau

penggalan hidup yang teradang luput dari penglihatan banyak orang.51

Oscar

Matulloh dalam sebuah diskusi mengatakan, “foto feature pada sebuah peristiwa

ibarat mata uang yang dilihat dari sisi sebaliknya”,52

maksudnya adalah

menyampaikan sesuatu di balik kerak peristiwa agar mampu mengetahui dan

memahami cerita yang ada di balik setiap peristiwa. Kekuatan utama dalam foto

50

Taufan Wijaya, Foto Jurnalistik, h. 73. 51

Taufan Wijaya, Foto Jurnalistik, h. 74. 52

Taufan Wijaya, Foto Jurnalistik, h. 74.

 

Page 42: ANALISIS SEMIOTIKA FOTO CERITA RUPA MASYARAKAT SUMBA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47290... · 2019-10-04 · ANALISIS SEMIOTIKA FOTO CERITA RUPA MASYARAKAT

30

feature ini adalah kesan yang ditimbulkannya menancap di benak karena

mempengaruhi emosi dan lebih memberi ruang kepada penikmat foto untuk

memaknai foto jurnalistik secara konotatif.

Foto cerita yakni terbagi menjadi dua, yaitu: foto tunggal (single photo),

dan foto seri (story photo).53

a. Foto Tunggal adalah foto yang memiliki informasi cukup lengkap dan

lugas secara visual sehingga dapat berdiri sendiri tanpa perlu diperkuat

oleh kehadiran foto lainnya.

b. Foto Story atau cerita yakni lebih memunculkan keutuhan cerita dan detail

dalam sebuah peristiwa, idealnya terdiri antara 7-12 foto yang merupakan

kumpulan foto-foto terbaik dari suatu rangkaian cerita. Gaya penyampaian

foto cerita pertama kali muncul di jerman pada 1929 di majalah Muncher

Illustrierte Presse dengan judul “Politische Potrats” yang menampilkan

13 foto politikus jerman saat itu.54

Sejatinya foto cerita di level internasional lebih beragam dalam bentuk

penyajiannya, ialah Descriptive, Narrative, Photo Essay.55

a. Descriptive – Fotografer hanya menampilkan hal-hal yang menarik dari

sudut pandangnya. Sajian foto cerita dengan gaya ini adalah kompilasi

foto hasil observasinya. Ciri jenis foto cerita ini adalah susunan foto bias

diubah atau dibalik tanpa mengubah isi cerita. Bila pewarta-foto hanya

ingin merekam sesuatu yang mempesonanya atau menarik perhatiannya,

tanpa mengikuti perkembangan atau perubahan-perubahan yang terjadi, ia

53

Taufan wijaya, Foto Jurnalistik, h. 76. 54

Taufan Wijaya, Foto Jurnalistik, h. 79. 55

Taufan Wijaya, Foto Jurnalistik, h. 76

 

Page 43: ANALISIS SEMIOTIKA FOTO CERITA RUPA MASYARAKAT SUMBA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47290... · 2019-10-04 · ANALISIS SEMIOTIKA FOTO CERITA RUPA MASYARAKAT

31

bisa memilih bentuk deskriptif ini sebagai laporan akhirnya. Bentuk ini

berupa suatu paket rangkaian foto-foto hasil observasi dan liputan yang

memiliki tema atau issue tertentu sering kali bisa tanpa permasalahan apa

pun di dalamnya yang disajikan tanpa alur yang tegas. Semacam paparan

saja. Pendek kata, sebuah kompilasi deskriptif bertumpu pada jumlah

(banyak) atau sedikit foto yang membentuknya, bukan pada alur cerita.

Urutan tak terlalu penting susunan bisa dipertukarkan tanpa merubah

cerita yang hendak disampaikan.56

b. Narrative – Photo story yang memiliki tema dan penggambaran situasi

atau struktur yang spesifik. Ciri foto cerita narrative memiliki alur dan

penanda yang tidak bisa sembarangan diubah susunannya. Narrative atau

yang di dalam perbincangan atau di dalam teks-teks rujukan lebih sering

disebut sebagai Photo Story saja adalah tutur yang memiliki tema tertentu

dan sedikitnya sebuah alur kisah atau cerita spesifik di dalamnya.

Strukturnya terbentuk dari komplikasi dan resolusi.

Komplikasi adalah persoalan atau isue utama yang disorot, yang

diliput dan yang dilaporkan. Di dalam jurnalisme, lazimnya komplikasi

berpusar pada masalah-masalah dasar dan cukup signifikan sehingga

orang-orang dapat mengaitkan dirinya dengan masalah tersebut (relevan)

atau bisa juga berupa karakter atau portrait seseorang yang bisa dijadikan

teladan, sumber inspirasi, atau membangkitkan empati dan solidaritas.

Resolusi adalah perubahan yang terjadi pada situasi/keadaan atau

pada karakter, sang tokoh yang disorot tersebut, biasanya berupa aksi-

56

Di akses dari artikel Tentang Photo Story: Catatan Terbuka untuk Arbain Rambey,

Elearning.upnjatim.ac.id/Tentang_Photostory_Catatan_terbuka_untuk_ARBAINRAMBEY_

 

Page 44: ANALISIS SEMIOTIKA FOTO CERITA RUPA MASYARAKAT SUMBA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47290... · 2019-10-04 · ANALISIS SEMIOTIKA FOTO CERITA RUPA MASYARAKAT

32

aksi/tindakan untuk mengatasi komplikasi. Rangkaian aksi yang menandai

perubahan-perubahan dari komplikasi ke resolusi ini lah yang membentuk

alur (plot) cerita atau story. Tanpa perubahan tak akan ada cerita, tak ada

alur, tak ada kisah di dalamnya. Naratif bergantung pada kelengkapan

elemen/unsur cerita dan alur yang kukuh di dalamnya.57

c. Photo Essay adalah sebuah cerita dengan sudut pandang tertentu

menyangkut pertanyaan atau rangkaian argument. Bias juga berua analisis.

Ciri photo essay, yaitu menggunakan teks yang porsinya lebih banyak dan

kumpulan foto terbagi dalam blok-blok. Esai foto dibedakan dengan tegas

dari photo story karena memang berbeda fungsi dan karakternya. Jika

photo story adalah tentang fakta dan peristiwa sebagai informasi utama

yang dihantarkannya namun esai foto melampaui itu. Esai foto bertujuan

utama untuk menyampaikan pendapat atau opini secara sekaligus, fakta

dan peristiwa hanyalah pelengkapnya. Ia menganalisa dari pada

melaporkan suatu gejala, peristiwa atau isue tertentu. Ia adalah rangkaian

argumen yang menyatakan sudut pandang tertentu dari si pewarta foto

(dan atau redaksi).58

Karena karakter dan fungsinya itu, esai foto sangat

mengandalkan keberadaan teks atau kata-kata yang mendampinginya,

tidak sekedar caption yang memang merupakan syarat wajib di dalam

jurnalisme. Kerja sama foto dan teks menghasilkan efek-efek khusus yang

sangat kuat di dalam penyampaian opini atau pernyataan pendapat.59

57

Di akses dari artikel Tentang Photo Story: Catatan Terbuka untuk Arbain Rambey,

Elearning.upnjatim.ac.id/Tentang_Photostory_Catatan_terbuka_untuk_ARBAINRAMBEY_. 58

Di akses dari artikel Tentang Photo Story: Catatan Terbuka untuk Arbain Rambey,

Elearning.upnjatim.ac.id/Tentang_Photostory_Catatan_terbuka_untuk_ARBAINRAMBEY_. 59

Taufan Wijaya, Foto Jurnalistik, h. 78.

 

Page 45: ANALISIS SEMIOTIKA FOTO CERITA RUPA MASYARAKAT SUMBA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47290... · 2019-10-04 · ANALISIS SEMIOTIKA FOTO CERITA RUPA MASYARAKAT

33

Menurut Jacob Cecil dalam esai nya yang berjudul A Photographic Essay,

sebuah esai foto adalah seperangkat atau serangkaian foto-foto yang dimaksudkan

untuk menceritakan sebuah cerita atau membangkitkan serangkaian emosi di

penampil. Esai foto berkisar dari karya murni fotografi untuk foto dengan

keterangan atau catatan kecil untuk esai teks lengkap dengan sedikit atau banyak

foto-foto yang menyertainya. Esai foto bisa berurutan dari peristiwa yang disoroti,

dilihat dalam urutan tertentu, atau mereka dapat terdiri dari yang tidak diurutkan,

foto-foto yang dapat dilihat sekaligus atau dalam urutan yang dipilih oleh

penonton. Semua esai foto adalah koleksi foto-foto, tapi tidak semua koleksi foto-

foto yang esai foto. Esai foto seringkali mengatasi masalah tertentu atau mencoba

untuk menangkap karakter tempat dan acara. Digunakan oleh jurnalis foto kelas

dunia seperti Lauren Greenfield, Bruce Davidson, Jan Sochor, Peter Menzel,

James Nachtwey, dan Joachim Ladefoged sebagai contohnya, esai foto

mengambil teknik bercerita yang sama sebagai esai normal, diterjemahkan

menjadi gambar visual.60

Sebuah esai foto, atau cerita bergambar, adalah cara fotografer

menunjukkan cerita yang lebih lengkap daripada hanya dengan satu gambar. Ini

adalah koleksi gambar yang bekerja sama untuk bercerita. Secara umum, ada

antara 5 dan 15 gambar, meskipun lebih atau kurang gambar. Kadang-kadang

gambar ini memiliki keterangan, bisa juga tidak. Meskipun tidak ada aturan

konkret bagaimana esai foto harus dibuat, ada beberapa cara umum yang esai foto

dapat dikembangkan. Antara lain:61

60

Jurnal Jacob Cecil, A Photographic Essay, Bagian 1. 61

Jurnal Jacob Cecil, A Photographic Essay, Bagian 2.

 

Page 46: ANALISIS SEMIOTIKA FOTO CERITA RUPA MASYARAKAT SUMBA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47290... · 2019-10-04 · ANALISIS SEMIOTIKA FOTO CERITA RUPA MASYARAKAT

34

a. Urutan Waktu

Urutan waktu adalah awal dari esai foto. Esai foto dimulai sebagai

fotografer mulai menunjukkan urutan foto untuk mencatat suatu peristiwa.

Hal ini sering seperti melihat serangkaian gambar diam dari sebuah film.

Jenis esai foto paling baik digunakan di mana ada jalan yang jelas waktu.

Ilustrasi peristiwa linear di daerah kompak seperti menyelam tebing,

pemadam kebakaran, dan penetasan burung merupakan contoh dari jenis

esai foto. Waktu esai urutan foto juga dapat diperluas untuk mencakup

jumlah waktu di daerah yang lebih kompak lagi. Esai ini memiliki

kesenjangan yang jauh lebih besar dari waktu antara gambar daripada

dasar urutan waktu esai.

b. Tempat

Lokasi esai foto berupaya menangkap nuansa lokasi melalui sekilas

orang dan tempat dalam lokasi yang ditetapkan. Lokasi bisa seperti

sekolah atau taman, atau lebih luas lagi seperti sebuah negara. Jenis esai

foto seringkali non-linear dari sudut pandang kronologis tetapi tidak harus

non-linear. Lokasi esai sering mulai pada satu titik fisik dan perjalanan ke

luar, seperti tur ke sebuah daerah tersebut mengikuti perjalanan sang

fotografer.

c. Ide

Ide esai foto sering menampilkan sangat beragam gambar yang

semua memiliki benang merah dari satu tema atau ide. Topik seperti

harapan, cinta, dan pekerjaan dapat tercakup dalam esai. Karena esai ide

yang sering menampilkan beragam mata pelajaran itu adalah ide yang baik

 

Page 47: ANALISIS SEMIOTIKA FOTO CERITA RUPA MASYARAKAT SUMBA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47290... · 2019-10-04 · ANALISIS SEMIOTIKA FOTO CERITA RUPA MASYARAKAT

35

untuk memiliki perjalanan benang merah melalui gambar. Menggunakan

properti umum atau mengikuti skema warna dapat membantu untuk

obligasi visual gambar-gambar tersebut. Misalnya, esai foto tentang

kanker payudara mungkin menggunakan simbol pita merah muda akrab

dalam bentuk jilbab merah muda yang dikenakan oleh subjek dalam setiap

gambar untuk mengikat set bersama-sama. Atau sebuah esai tentang

pekerjaan mungkin mengikat gambar bersama-sama dengan mengalirkan

kesamaan. Setiap gambar akan menunjukkan gambar berikutnya.

d. Peristiwa

Peristiwa pada esai foto cenderung untuk menggabungkan ide-ide

dari kategori lainnya. Esai peristiwa mencakup terjadi tertentu (seperti

kebakaran bangunan atau pernikahan) tetapi tidak terikat dengan metode

tertentu urutan gambar. Banyak peristiwa esai foto mengikuti urutan waktu

garis tetapi beberapa lebih mengalir dalam presentasi mereka. Esai acara

setidaknya harus menunjukkan bagian-bagian utama penting untuk acara

tersebut. Sebagai contoh, sebuah esai pernikahan tanpa pengantin atau

pengantin pria tidak akan lengkap.

Seperti seni apapun, esai foto memiliki pedoman dasar tetapi barang yang

sangat sukses menyimpang drastis dari aturan “normal”. Sebuah esai foto pada

dasarnya menempatkan seorang fotografer di kursi sutradara. Cerita yang ada,

fotografer harus kreatif memutuskan cara terbaik untuk menyampaikan cerita

kepada orang lain.

 

Page 48: ANALISIS SEMIOTIKA FOTO CERITA RUPA MASYARAKAT SUMBA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47290... · 2019-10-04 · ANALISIS SEMIOTIKA FOTO CERITA RUPA MASYARAKAT

36

BAB III

GAMBARAN UMUM

A. Gambaran Umum Beritagar.id

Beritagar.id lahir pada 2015, merupakan gabungan dari situs kurasi publik,

Lintas.me (2011), dengan situs kurasi Beritagar.com (2012).1

Mengusung visi yang sama, "Merawat Indonesia”, keduanya sepakat

membangun sebuah media baru berbasis teknologi, yang kemudian diberi nama

Beritagar.id, di bawah payung PT Lintas Cipta Media (LCM) yang merupakan

salah satu anak perusahaan Global Digital Prima (GDP) Venture. GDP Venture

adalah perusahaan investasi di bisnis konsumsi melalui internet dan aktif

berinvestasi di perusahaan rintisan asal Indonesia. Forum daring terbesar di

Indonesia, Kaskus, adalah salah satu "asuhan" GDP Venture.

Situs Beritagar.id digagas di antara lebih dari 300 media daring berbahasa

Indonesia yang menerbitkan berita setiap hari. Beberapa di antaranya bahkan

terbit sepanjang hari, 24 jam sehari. Dibutuhkan teknologi untuk mengumpulkan

dan menganalisis beragam konten yang bertebaran -- sebagai data untuk diolah

dan diceritakan kembali. Inilah computer-assisted reporting --teknologi pelaporan

dengan bantuan komputer. Teknologi ini berperan penting dalam proses produksi

konten di Beritagar.id.

Dikembangkan oleh Rekanalar, melalui ilmuwan komputer Jim Geovedi

yang kini menjabat sebagai Direktur Penelitian, sejak November 2013 teknologi

berbasis Machine Learning (ML) dan Natural Language Processing (NLP) ini

1 Diakses dari beritagar.id Tentang Kami, https://beritagar.id/tentang-kami

 

Page 49: ANALISIS SEMIOTIKA FOTO CERITA RUPA MASYARAKAT SUMBA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47290... · 2019-10-04 · ANALISIS SEMIOTIKA FOTO CERITA RUPA MASYARAKAT

37

pertama kali diujicobakan pada situs kurasi berita, Beritagar.com. Sebagai catatan,

NLP adalah bidang ilmu komputer yang berhubungan dengan kecerdasan buatan

dan komputasi linguistik, seputar interaksi antara bahasa manusia dan komputer.

Sedangkan ML adalah bagian ilmu komputer yang berfokus pada pengenalan pola

dan pembelajaran oleh kecerdasan buatan.

Pada dasarnya Beritagar.id melakukan agregasi, yang menurut KBBI III,

bermakna pengumpulan sejumlah benda yang terpisah-pisah menjadi satu. Namun

Beritagar.id tidak sekadar membuat daftar tautan, seperti yang dikenal selama ini

tentang situs agregasi. Redaksi berperan menyunting dan menceritakannya

kembali kepada pembaca. Jika datanya tak cukup atau meragukan, maka redaksi

akan melakukan verifikasi dan melengkapinya dari sumber lain yang kredibel.

Selain teknologi pelaporan dengan bantuan komputer, Beritagar.id juga

dilengkapi teknologi Rekanalar lainnya untuk menyajikan konten yang relevan.

Mesin rekomendasi Rekanalar mampu secara pintar memprediksi konten atau

iklan yang relevan dengan pembaca, tanpa merasa terganggu dengan

keberadaannya.

Beritagar.id juga menyajikan laporan berbasis data. Pada era digital ini,

banyak data publik yang dapat dikemas ulang baik dalam bentuk tulisan,

infografik maupun videografik. Kumpulan data ini dipandang penting untuk

memberi perspektif yang lebih luas bagi pembaca terhadap sebuah isu.

Pusat data Beritagar.id bernama Lokadata, yang dikumpulkan dari

berbagai sumber yang kredibel, dan berstatus data publik. Publik dapat turut

 

Page 50: ANALISIS SEMIOTIKA FOTO CERITA RUPA MASYARAKAT SUMBA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47290... · 2019-10-04 · ANALISIS SEMIOTIKA FOTO CERITA RUPA MASYARAKAT

38

menggunakan data di dalamnya, sesuai syarat dan ketentuan yang berlaku di

Lokadata.

B. Susunan Redaksi Beritagar.id

Pimpinan

Pemimpin Umum: Herman Kwok

Pemimpin Perusahaan: Didi Nugrahadi

Ombudsman: Dwi Setyo Irawanto, Inaya Rakhmani Johan Budi S.P.

Dewan Redaksi

Pemimpin Redaksi/Penanggung Jawab: Yusro M. Santoso

Wakil Pemimpin Redaksi: Rahadian Prajna Paramita

Redaktur Senior: Antyo Rentjoko, Yayan Sopyan

Kepala Kompartemen: Anindhita Maharrani, R. Hedi Novianto, Sandy Pramuji

Sidang Redaksi: Andi Baso Djaya, Andya Dhyaksa, Aghnia Rahmi Syajaatul,

Adzkia Bonardo Maulana, Wahono Deasy Syafrina, Dian Afrillia, Elisa Valenta

Sari, Heru Triyono, Indra Wiguna Rosalia, Ivan, Merary Tasya Mutiara

Simatupang, Muammar Fikrie, Muhammad Nur Rochmi, Ronna Nirmala, Yandi

Mohammad Rofiandi, Yoseph Edwin

Fotografi: Bismo Agung Sukarno, Wisnu Agung Prasetyo

Artistik: Aditya Nugraha, Pratita Mandaga Sigilipoe, Salni Setyadi, Sandy

Nurdianysah, Tri Aryono Maelite

Sekretaris Redaksi: Airin Febrina

 

Page 51: ANALISIS SEMIOTIKA FOTO CERITA RUPA MASYARAKAT SUMBA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47290... · 2019-10-04 · ANALISIS SEMIOTIKA FOTO CERITA RUPA MASYARAKAT

39

Tim Data: Ahmad Suwandi, Cornelius Agung B, Doddy Farhan, Imron Fauzi,

Islahuddin, Iyan Kushardiansah, Kaka Enindhita Prakasa, Markus Deni Kuncoro,

Muhammad Nafi’, Nanang Syaifudin, Ryane Andika Kristianto

Teknologi Informasi

Produk: Abraham Angela Handayani, Atik Nugraha, Eka Candra Setyobudi,

Febyola Aldo Brilyansyah, Henkie Prabancono, Husain Abdul Aziz, Kun

Budiharta, Luluq Miftakhul Huda, Prisca Prisilia Rambitan, Trio Putra Candra

Buwana

IT Support Dan Infrastruktur: Dufan Aditya Putra, Norvianto, Reno Ardy

Darmawan

Pemasaran

Pemasaran: Firni Fadzriani, Iqbal Prakasa, Kristin Amelina, Partiniyani

Yuningsih, Martyn Kho

Konten Pemasaran: Abdul Wahid Fauzie, Agustina Nur Rasyida, Andreas

Yemmy Martiano, Fadhlan Aulia Akbar, Fatah Afrial, Gary Jatikusumo, Irsan

Suwanto, Muhammad Imaduddin, Randi Aditya, Syarahsmanda Sugiartoputri

Iklan: Aisha Putri Tania, Adhitya Hakim, Albertus A. Walandouw, Andreas

Imanuel, Arianti Wulandari, Mutiasari, Ris Munandar Ari Bowo

Manajemen Kantor: Juswinda Paramadhani, Olivia Lindawati, Susi Rahayu

Alamat Kantor

Alamat: Jl. Jatibaru No. 28 Jakarta Pusat 10160

 

Page 52: ANALISIS SEMIOTIKA FOTO CERITA RUPA MASYARAKAT SUMBA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47290... · 2019-10-04 · ANALISIS SEMIOTIKA FOTO CERITA RUPA MASYARAKAT

40

Telp. +6221 351 4123

Faks. +6221 351 4122

Surel. [email protected]

C. Gambaran Umum Masyarakat Pulau Sumba

1. Profil Pulau Sumba

Pulau Sumba adalah sebuah pulau di Provinsi Nusa Tenggara Timur,

Indonesia. Luas wilayahnya 10.710 km², dan titik tertingginya Gunung

Wanggameti (1.225 m). Sumba berbatasan dengan Sumbawa di sebelah barat

laut, Flores di timur laut, Timor di timur, dan Australia di selatan dan

tenggara. Selat Sumba terletak di utara pulau ini. Di bagian timur terletak Laut

Sawu serta Samudra Hindia terletak di sebelah selatan dan barat. 2

Secara administratif, pulau ini termasuk wilayah Provinsi Nusa

Tenggara Timur. Pulau ini sendiri terdiri dari empat kabupaten: Kabupaten

Sumba Barat, Kabupaten Sumba Barat Daya, Kabupaten Sumba Tengah, dan

Kabupaten Sumba Timur. Kota terbesarnya adalah Waingapu, ibukota

Kabupaten Sumba Timur. Kota tersebut juga terdapat bandar udara dan

pelabuhan laut yang menghubungkan Pulau Sumba dengan pulau-pulau

lainnya di Indonesia seperti Pulau Sumbawa, Pulau Flores, dan Pulau Timor.

Sebelum dikunjungi bangsa Eropa pada 1522, Sumba tidak pernah

dikuasai oleh bangsa manapun. Sejak 1866, pulau ini dikuasai oleh Hindia

Belanda dan selanjutnya menjadi bagian dari Indonesia. Masyarakat Sumba

secara rasial merupakan campuran dari ras Mongoloid dan Melanesoid.

2 Profil Pulau Sumba

 

Page 53: ANALISIS SEMIOTIKA FOTO CERITA RUPA MASYARAKAT SUMBA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47290... · 2019-10-04 · ANALISIS SEMIOTIKA FOTO CERITA RUPA MASYARAKAT

41

Sebagian besar penduduknya menganut kepercayaan animisme Marapu dan

agama Kristen, baik Protestan maupun Katolik. Kaum muslim dalam jumlah

kecil dapat ditemukan di sepanjang kawasan pesisir.

Sebagian terbesar penduduk hidup dari bercocok tanam dan

mengusahakan peternakan kuda, kerbau, sapi dan babi (babi hutan yang telah

dijinakkan). Kuda Sumba yang lebih clikenal sebagai " Kuda Sandel" sudah

merupakan. barang ekspor sejak beberapa abad yang lalu. Pada masa kini juga

diekspor sapi dalam jumlah besar. Sumber penghasilan tambahan yang

merupakan "home industri" seluruh lapisan masyarakat ialah pertenunan. Kain

Sumba, khususnya buatan Sumba Timur, terkenal di dunia karena nilai

keindahannya. Pertanian sebagian besar berupa sawah tadah hujan yang hanya

panen satu kali setahun. Sawah irigasi masih langka. Di Sumba Timur baru

daerah Lewa yang sudah mulai melakukan intensifikasi pertanian secara

modern dengan pemakaian pupuk, bibit padi unggul serta sistim irigasi yang

maju. Di Sumba Barat, intensifikasi pertanian sudah dilakukan oleh sebagian

masyarakat di daerah Kodi. Hingga menjadikan Kodi sebagai penghasil 'beras

yang paling utama di Sumba.

2. Budaya Masyarakat Sumba

a. Marapu

Marapu adalah sebuah agama atau kepercayaan lokal yang dianut oleh

masyarakat di Pulau Sumba. Lebih dari setengah penduduk Sumba memeluk

 

Page 54: ANALISIS SEMIOTIKA FOTO CERITA RUPA MASYARAKAT SUMBA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47290... · 2019-10-04 · ANALISIS SEMIOTIKA FOTO CERITA RUPA MASYARAKAT

42

agama ini.3 Agama ini memiliki kepercayaan pemujaan kepada nenek moyang

dan leluhur. Pemeluk agama Marapu percaya bahwa kehidupan di dunia ini

hanya sementara dan bahwa setelah akhir zaman mereka akan hidup kekal di

dunia roh, yaitu di surga Marapu yang dikenal sebagai Prai Marapu.

Upacara keagamaan marapu seperti upacara kematian dan sebagainya

selalu dilengkapi penyembelihan hewan seperti kerbau dan kuda sebagai

korban sembelihan. Hal tersebut sudah menjadi tradisi turun-temurun yang

terus dijaga di Pulau Sumba. Orang Sumba percaya bahwa roh nenek moyang

ikut menghadiri upacara penguburan dan karenanya hewan dipersembahkan

kepada mereka. Roh hewan untuk roh nenek moyang dan daging atau jasad

hewan dimakan oleh orang yang hidup. Sama halnya dengan upacara yang

lain.

Marapu terbentuk dari dua kata, yakni mar dan apu. Kata mar berarti

pencipta semesta dan sumber kehidupan, sementara apu berarti kakek.

Marapu juga berarti yang dipertuan atau yang dimuliakan.4

Inti ajaran kepercayaan warisan nenek moyang masyarakat Sumba itu

adalah pemujaan terhadap arwah para leluhur. Mereka memiliki keyakinan,

melalui arwah leluhur, manusia dapat berhubungan dengan Sang Pencipta.

Masyarakat Sumba percaya bahwa para leluhur yang telah meninggal dunia

dan berada dalam alam keabadian dapat berkomunikasi dengan Tuhan.

3 Purwadi Soeriadiredja, Tatanan Hidup Orang Sumba (Studi Etnografis Di Sumba

Timur), Program Studi Antropologi Fakultas Ilmu Budaya Universitas Udayana Denpasar 2016, h

9. 4 Purwadi Soeriadiredja, Tatanan Hidup Orang Sumba (Studi Etnografis Di Sumba

Timur), Program Studi Antropologi Fakultas Ilmu Budaya Universitas Udayana Denpasar 2016, h

9.

 

Page 55: ANALISIS SEMIOTIKA FOTO CERITA RUPA MASYARAKAT SUMBA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47290... · 2019-10-04 · ANALISIS SEMIOTIKA FOTO CERITA RUPA MASYARAKAT

43

Kepercayaan asli ini masih terpelihara di Pulau Sumba sampai

sekarang. Penganut Marapu umumnya hidup bersama di kampung-kampung

adat. Umumnya, kampung adat berada di dataran rendah maupun bukit yang

jauh dari pusat keramaian.

Rumah-rumah di kampung adat berbentuk rumah panggung dengan

atap ilalang dan alas kayu. Ada dua jenis rumah di sana, yaitu rumah besar

(uma kalada) dan rumah biasa (ana uma). Uma kalada merupakan rumah

pertama yang dibangun leluhur di sebuah kampung adat. Dalam sebuah

kampung adat, ada lebih dari satu uma kalada. Rumah-rumah besar itu dihuni

kabisu, atau keturunan nenek moyang suku yang memiliki tanah adat. Kepala

suku yang disebut Rato tinggal di uma kalada bersama istri dan anaknya.

Sementara ana uma ditinggali oleh penganut kepercayaan Marapu

yang lain. Walau tidak disebut rumah besar, sebenarnya ana uma memiliki

bentuk dan ukuran yang sama dengan uma kalada. Rumah-rumah di kampung

adat berdiri sejajar mengelilingi sebuah pelataran. Pelataran itu merupakan

tempat digelarnya upacara adat atau ritual keagamaan di waktu-waktu tertentu.

b. Wulla Poddu

Penganut Marapu memiliki beragam ritual. Salah satunya Wulla

Poddu, yaitu bulan suci bagi penganut Marapu.5 Wulla artinya bulan dan

poddu berarti pahit. Disebut pahit karena sepanjang bulan ini semua warga

harus berpantang terhadap sejumlah hal. Aturan tersebut harus dipatuhi oleh

penganut Marapu. Selama Wulla Poddu, penganut Marapu tidak boleh

5 Metvensius Ishak, Kajian Sosio-Teologis Terhadap Nilai-Nilai Luhur Yang Terkandung

Dalam Tradisi Makan Sirih-Pinang Di Gks Jemaat Waingapu, Fakultas Teologi Universitas

Kristen Satya Wacana Salatiga 2017, h. 14.

 

Page 56: ANALISIS SEMIOTIKA FOTO CERITA RUPA MASYARAKAT SUMBA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47290... · 2019-10-04 · ANALISIS SEMIOTIKA FOTO CERITA RUPA MASYARAKAT

44

membangun rumah, mengadakan pesta apa pun, kalau ada yang meninggal

dilarang pukul gong bahkan ditangisi, tidak boleh berhubungan badan dengan

pasangan, dan tidak boleh memperbaiki rumah, terutama atapnya. Selama

bulan suci itu, penganut Marapu juga wajib berpuasa memakan daging babi

dan anjing. Mereka diperbolehkan memakan sayur, daging ayam, dan nasi.

Ada beragam ritual yang digelar selama Wulla Poddu. Ritual-ritual itu

ada yang bertujuan memohon berkah dan sebagai ungkapan rasa syukur. Ada

pula yang bercerita tentang asal usul nenek moyang serta proses pembuatan

dan kelahiran manusia pertama. Wulla Poddu juga merupakan masa berburu

babi hutan. Babi hutan yang pertama kali ditangkap biasanya dijadikan

indikator hasil panen. Babi jantan, misalnya, dianggap sebagai pertanda panen

yang baik. Sementara jika babinya menggigit orang berarti bakalan ada hama

tikus.

Di bulan ini pula para pemuda yang telah akil balik menjalani proses

sunatan. Selama beberapa hari, para pemuda yang telah akil balik itu akan

diasingkan ke alam liar untuk hidup mandiri sebagai tanda kedewasaan.

Puncak perayaan Wulla Poddu selalu ditunggu dan disambut meriah. Momen

itu sangat spesial sehingga orang-orang yang di perantauan akan pulang

kampung untuk ikut merayakannya.

Ritual Marapu lain yang tak kalah unik adalah pasola, yaitu perang

adat damai. Pasola merupakan adu ketangkasan melempar lembing kayu

sambil mengendarai kuda. Saat pasola digelar, masing-masing suku akan

berperang menggunakan kuda dan lembing kayu. Mereka akan dihadapkan

 

Page 57: ANALISIS SEMIOTIKA FOTO CERITA RUPA MASYARAKAT SUMBA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47290... · 2019-10-04 · ANALISIS SEMIOTIKA FOTO CERITA RUPA MASYARAKAT

45

satu sama lain untuk saling melempar lembing ke arah lawan. Sekilas

terdengar menyeramkan, pasola justru menjadi momen perekat hubungan

kabisu masyarakat Marapu. Ritual yang digelar sebagai bentuk pemujaan

terhadap roh para leluhur ini biasa dilakukan saat awal musim tanam tiba

setiap tahun.

c. Perkawinan

Belis merupakan tradisi penyerahan mas kawin oleh pihak pria kepada

pihak wanita dalam pernikahan masyarakat Sumba. Penyerahan mas kawin

tersebut dapat berupa hewan ternak seperti kuda, kerbau, babi. Selain itu,

penyerahan belis juga dapat berupa mamuli (Sebuah simbol reproduksi wanita

dalam identitas kebudayaan lokal), hingga Kain Sumba.

Banyaknya belis tergantung pada kesepakatan dan status sosial

daripada calon pengantin perempuan. Jika yang akan dinikahi adalah wanita

dengan status sosial tinggi, maka hewan yang diberikan mencapai Puluhan

ekor. Untuk rakyat biasa sekitar 5-15 ekor. Dan untuk ata (golongan/lapisan

terendah dalam stratifikasi masyarakat Sumba), dibayar oleh maramba

(tuan/bangsawan).

Mahalnya belis yang harus dikeluarkan oleh pihak mempelai pria tak

menjadi persoalan sebab ada makna mulia yang tertanam dalam peristiwa

belis ini, yaitu nilai yang menjunjung betapa berharganya seorang wanita.

Namun, seiring berjalannya waktu, belis mengalami pergeseran makna karena

nilainya semakin tinggi dan irrasional. Hal ini juga menyebabkan kemiskinan

yang struktural bagi sang mempelai (tidak termasuk keluarga mempelai

 

Page 58: ANALISIS SEMIOTIKA FOTO CERITA RUPA MASYARAKAT SUMBA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47290... · 2019-10-04 · ANALISIS SEMIOTIKA FOTO CERITA RUPA MASYARAKAT

46

wanita) karena belis dipolitisasi semata untuk memperkaya diri. Bahkan yang

lebih parahnya lagi, kini dibuatkan stratifikasi pendidikan. Semakin tinggi

pendidikan seorang wanita, maka semakin besar pula belis yang harus

ditanggung oleh mempelai pria.  

Page 59: ANALISIS SEMIOTIKA FOTO CERITA RUPA MASYARAKAT SUMBA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47290... · 2019-10-04 · ANALISIS SEMIOTIKA FOTO CERITA RUPA MASYARAKAT

47

BAB IV

TEMUAN DAN ANALISIS DATA

A. Temuan dan Analisis Data atas Foto Rupa Masyarakat Sumba

Seperti apa yang telah peneliti jabarkan pada bab II, terdapat tiga tahap

dalam konsep semiotika Roland Barthes. Pertama, tahap denotasi, peneliti akan

menjabarkan elemen yang terdapat dalam foto. Kedua tahap Konotasi, terdapat

enam komponen yang akan menjelaskan secara rinci makna dalam suatu elemen

pada foto, yakni Trick Effect (efek tiruan), Pose atau gesture tubuh, objek,

photogenia (Teknik foto), Aestheticism(komposisi), dan sintaksis. Ketiga yaitu

tahapan menentukan Mitos.

1. Data Foto 1

Caption: Batu Kubur | Di depan rumah orang-orang Sumba terdapat

sebuah bangunan segi empat yang merupakan makam leluhur mereka. Awalnya

 

Page 60: ANALISIS SEMIOTIKA FOTO CERITA RUPA MASYARAKAT SUMBA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47290... · 2019-10-04 · ANALISIS SEMIOTIKA FOTO CERITA RUPA MASYARAKAT

48

bangunan itu terbuat dari batu yang diukir, tapi seiring waktu diganti dengan

beton karena lebih murah dan praktis.

1. Makna Denotasi

Dalam foto ini terlihat sebuah patung yang terbuat dari batu. Patung

tersebut memiliki anggota tubuh seperti kepala, badan, tangan, mata, hidung, serta

kuping. Secara kasat mata, patung ini memilki beberapa ukiran di beberapa

bagiannya. Melihat gambar yang ada, foto ini diambil pada malam hari.

2. Makna Konotasi

a. Trick Effect

Trick Effect adalah memanipulasi gambar secara artifisial, dengan

maksud membuat foto menjadi lebih baik dengan menambahkan atau

mengurangi bagian dalam foto menggunakan perangkat editing sehingga

mengubah isi foto yang sebenarnya.1

Foto pertama tidak mengandung Trick Effect atau mengubah keaslian

foto saat dipotret dari kamera, tidak ada elemen yang dihilangkan apalagi

diganti atau digabungkan menjadi satu dalam foto tersebut. Hal tersebut

sangat jelas, karena foto ini adalah rangkaian dalam foto esai yang merupakan

bagian dari foto jurnalistik dengan sifat dasarnya yaitu dokumentatif, sehingga

menempatkan keaslian foto pada tahap utama pengambilan sebuah gambar

yang dapat membuat masyarakat melihat kembali rekaman imaji atas apa yang

telah terjadi. Oleh karena itu dalam retouching atau pengeditan gambar,

fotografer hanya boleh merapihkan cahaya jika ada yang terlalu gelap ataupun

1 Sunardi, Semiotika Negativa, (Yogyakarta: kanal, 2002), h. 162.

 

Page 61: ANALISIS SEMIOTIKA FOTO CERITA RUPA MASYARAKAT SUMBA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47290... · 2019-10-04 · ANALISIS SEMIOTIKA FOTO CERITA RUPA MASYARAKAT

49

terlalu terang, menyelaraskan warna dan melakukan crooping jika diperlukan

untuk menyederhanakan pesan dalam foto, cropping sah saja dilakukan

selama tidak mengubah persepsi pembaca pada sebuah imaji.2

b. Pose

Pose dapat dipahami sebagai gesture (sikap tubuh) ataupun gaya. Pose

seringkali mudah ditemukan dalam foto yang berisi objek manusia atau

hewan. Sedangkan dalam foto dengan objek pemandangan atau benda akan

sulit menemukan pose di dalamnya.3 Sebab, pemandangan alam atau benda

yang menjadi objek foto tidak terdapat unsur gaya dan ekspresi. Namun

penulis meyakini bahwa dalam sebuah benda juga memiliki pose yang mesti

dijabarkan. Seperti yang dinyatakan dalam Kisah Mata Senogumira Ajidarma

“Seorang fotografer melihat dan memotret pohon, pada saat ia

memandang hasil fotonya, ia bukan seorang fotografer lagi. Bila

sebagai fotografer ia adalah subjek-yang-memotret, ketika

memandang fotonya sendiri ia menjadi subjek-yang-memandang.

Pohon dan foto tentang pohon adalah dua hal yang sangat berbeda,

yang menentukan posisi Da-sein di hadapannya. Subyek-yang-

Memotret akan berkemungkinan menghadapi sesama Da-sein, benda-

benda, bahkan mungkin juga foto-foto tentang Da-sein maupun benda-

benda, yang semua itu akan segera dan kemudian telah dipotretnya.

Sesama Da-sein, benda-benda, bahkan foto-foto, dalam posisinya

sebagai fotografer adalah obyek yang dipotretnya. Perbedaan obyek-

obyek foto itu, bahwa Da-sein berkesadaran dan benda-benda tidak,

menjadikan posisinya lebih kompleks. Sedangkan Subyek-yang-

Memandang sudah pasti hanya memandang satu jenis obyek saja,

yakni foto, yang harus dibaca sebagai karya manusia".4

Dengan kata lain, foto-foto bagi pemandangnya diandaikan sebagai

subyek, yang selalu diterima sebagai mengatakan sesuatu. Tetapi foto-foto

adalah benda mati, subyek yang memandang atau penulis dalam hal ini harus

2 Taufan Wijaya, Jurnalistik Foto, (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2014), h. 41.

3 Sunardi, Semiotika Negativa, h. 163.

4 Seno Gumira Ajidarma Kisah Mata, Fotografi antara Dua Subjek: Perbincangan

tentang Ada. h.55.

 

Page 62: ANALISIS SEMIOTIKA FOTO CERITA RUPA MASYARAKAT SUMBA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47290... · 2019-10-04 · ANALISIS SEMIOTIKA FOTO CERITA RUPA MASYARAKAT

50

membahasakannya, jika subyek yang memotret harus membendakan makna-

makna ke dalam wujud foto tersebut. Maka subyek yang memandang harus

mengurai makna-makna dari benda foto tersebut. Pada foto ini, patung difoto

dengan menghadap tegak ke kanan dengan pengambilan gambar

menggunakan teknik angle eye frog (mata katak). Teknik pengambilan gambar

menggunakan eye frog ialah pengambilan gambar dengan menotret gambar

dari sudut pandang bawah seperti mata katak. Dengan menggunakan angle

mata katak, foto akan terlihat seperti besar, kuat, dan kokoh, seperti yang

terlihat dalam foto ini, patung terlihat tegak, besar, kuat, dan kokoh.

c. Objek

Keseluruhan elemen yang ada dalam satu bingkai foto sebetulnya

dapat dikatakan sebagai objek foto. Namun terkait dengan objek dalam

membaca foto di sini, sebagaimana yang penulis jabarkan pada Bab II, objek

dapat dipahami sebagai benda-benda atau yang dikomposisikan sedemekian

rupa sehingga dapat diasosiasikan dengan ide-ide tertentu juga merupakan

point of interest (poi) atau pusat perhatian dalam foto.5

Di dalam foto ini, objek terlihat dengan jelas, yaitu batu kubur.

Kuburan batu besar yang identik dengan jaman megalitikum, bisa dengan

mudah ditemui di Pulau Sumba. Karena tradisi batu besar jaman purba terus

dijaga oleh masyarakat. Hampir setiap rumah minimal memiliki sebuah

kuburan batu. Kuburan itu biasanya dibangun di depan rumah mereka.

Masyarakat Sumba percaya, rumah ketika masih hidup haruslah

berdampingan dengan rumah ketika mereka meninggal, dalam hal ini kuburan.

5 Sunardi, Semiotika Negativa, h. 167.

 

Page 63: ANALISIS SEMIOTIKA FOTO CERITA RUPA MASYARAKAT SUMBA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47290... · 2019-10-04 · ANALISIS SEMIOTIKA FOTO CERITA RUPA MASYARAKAT

51

Dan juga, ini adalah sebagai simbol kedekatan antara arwah dan keluarga yang

masih hidup.6

d. Photogenia

Dalam Photogenia, kita akan melihat foto dari segi teknik

pengambilannya. Teknis pengambilan foto ini menggunakan lensa fix dengan

diameter 50mm. Pemilihan lensa 50mm membuat point of interest foto terlihat

jelas tanpa distorsi dengan masih menunjukan lingkungan di sekeliling objek

point of interest. Lensa 50mm juga membuat foto jadi terasa dekat. Foto

diambil menggunakan teknik eye frog sehingga foto terlihat seperti dipotret

dari bawah namun tidak 90 derajat. Jika melihat meta data, foto ini diambil

dengan diafragma f/11 dengan iso 2000 sehingga jika untuk mendapatkan

cahaya normal, foto ini diambil dengan kecepatan 13 detik, dapat dipastikan

foto ini diambil menggunakan bantuan tripod.

e. Aestheticism

Komposisi merupakan susunan dari berbagai elemen atau objek yang

mempunyai dua sifat saling bertentangan, bisa “membangun” gambar namun

juga bisa mengacaukan gambar.7 Dalam proses pengambilan foto ini,

fotografer sepertinya sengaja menempatkan objek batu kubur dengan hampir

penuh (tidak ada objek lain) agar pembaca terfokus pada objek utama.

6 Detik Travel, Mengenal Batu Kubur Sumba, 21 Maret 2011,

https://travel.detik.com/dtravelers_stories/u-1512862/mengenal-batu-kubur-sumba 7 Sunardi, Semiotika Negativa, h. 168.

 

Page 64: ANALISIS SEMIOTIKA FOTO CERITA RUPA MASYARAKAT SUMBA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47290... · 2019-10-04 · ANALISIS SEMIOTIKA FOTO CERITA RUPA MASYARAKAT

52

f. Sintaksis

Syntax merupakan pengamatan keseluruhan elemen dalam penyajian

suatu karya yang biasanya terdapat pada foto dan teks.8 Dalam foto ini

terdapat caption, Batu Kubur | Di depan rumah orang-orang Sumba terdapat

sebuah bangunan segi empat yang merupakan makam leluhur mereka.

Awalnya bangunan itu terbuat dari batu yang diukir, tapi seiring waktu diganti

dengan beton karena lebih murah dan praktis. Pada teks yang terdapat dalam

foto ini, jelas sekali teks atau caption yang ditulis fotografer ingin

menjelaskan apa dan guna dari objek foto tersebut (batu kubur) kepada

pembaca.

Jadi, foto sengaja diambil pada malam hari karena dengan

menggambarkan malam hari yang gelap, dan dengan objek batu kubur, fotografer

seakan-akan sedang menceritakan tentang kesuraman atau kemuraman.9

3. Makna Mitos

Masyarakat Sumba percaya ada kehidupan sesudah meninggal. Oleh sebab

itu, ritual-ritual yang berkaitan dengan upacara kematian harus dilaksanakan

dengan sebaik-baiknya. Ritual yang berkaitan dengan upacara kematian dan

pemakaman menjadi sangat penting ketika jiwa yang telah meninggal dilepas

menuju tanah leluhur (Parai Marapu). Ada beberapa proses yang dilakukan untuk

mencapai puncaknya yaitu kubur batu. Kubur batu merupakan tradisi masyarakat

Sumba saat jenazah dikebumikan.

8 Sunardi, Semiotika Negativa, h. 168.

9 M. Budyatna, Jurnalistik, Teori dan Praktik, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2006),

h. 43.

 

Page 65: ANALISIS SEMIOTIKA FOTO CERITA RUPA MASYARAKAT SUMBA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47290... · 2019-10-04 · ANALISIS SEMIOTIKA FOTO CERITA RUPA MASYARAKAT

53

Saat dikebumikan, belasan bahkan puluhan ekor hewan seperti kuda,

kerbau, babi dan lainnya disembelih sebagai simbol persembahan kepada marapu

yang menyertai perjalanan jiwa yang telah meninggal menuju parai marapu. Kain

tenun, emas dan barang berharga lainnya ikut dikuburkan sebagai bekal untuk

menjalani kehidupan yang baru.10

Dalam tradisi kubur batuini, setelah jenazah

diturunkan pada lubang kubur yang telah disediakan, selanjutnya ditutupi lebih

dahulu dengan batu yang berukuran besar dan kemudian dilindungi dengan batu

yang lebih besar yang ditopang oleh empat batang batu atau lebih sebagai

kakinya. Kuburan seperti itu namanya “reti ma pawiti” (kuburan yang berkaki),

biasanya hanya untuk orang golongan bangsawan karena biayanya mahal. Rakyat

biasa kuburannya cukup ditutup batu besar saja.

Seiring dengan perkembangan zaman, tradisi kubur batu mengalami

perubahan. Perubahan itu tampak dari pola pikir masyarakat yang semakin maju,

dari pola pikir tradisional menjadi modern. Hal ini akan menimbulkan perubahan

terhadap pribadi masyarakat dan dapat merubah pola tingkah laku masyarakat

baik secara perlahan-lahan maupun secara cepat. Namun kini beberapa kampung

telah mengalami suatu perubahan dalam tatanan kehidupan, karena letaknya di

daerah perkotaan, sehingga segala bentuk perubahan mudah masuk di dalam

masyarakat. Hal itu terlihat dari kuburan batu potong asli alam ke model kuburan

beton. Hal itu karena masayarakat telah berpikir efesien dan secara ekonomis

kuburan beton lebih terjangkau ketimbang menggunakan batu potong asli dan

10

Ferbryanto Wadu, I Gusti Putu Bagus Suka Arjawa, I Nengah Punia, Perubahan

Tradisi Kubur Batu Masyarakat Adat Marapu pada Era Modernisasi di Kampung Raja

Kecamatan Kambera Kota Waingapu, Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Universitas Udayana,

h. 2.

 

Page 66: ANALISIS SEMIOTIKA FOTO CERITA RUPA MASYARAKAT SUMBA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47290... · 2019-10-04 · ANALISIS SEMIOTIKA FOTO CERITA RUPA MASYARAKAT

54

biaya yang dikeluarkan dalam upacara kematian juga tidak sebanyak dari

sebelumnya.

2. Data Foto 2

Caption: Waingapu | Di kampung Waingapu, rumah adat (uma kalada)

masyarakat Sumba yang masih tegak berdiri dikelilingi ratusan batu kubur yang

berisi jenazah para leluhur. Meski begitu mayoritas masyarakat yang tinggal di

pesisir pantai ini telah berpindah ke agama yang diakui pemerintah. Tersisa satu

orang pengikut marapu yang menjadi Rato di tempat ini.

1. Makna Denotasi

Dalam foto ini terlihat seorang laki-laki dan seorang perempuan serta anak

kecil sedang mengendarai sepeda motor. Di sekeliling objek foto tersebut terdapat

rumah-rumah adat masyarakat Pulau Sumba.

 

Page 67: ANALISIS SEMIOTIKA FOTO CERITA RUPA MASYARAKAT SUMBA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47290... · 2019-10-04 · ANALISIS SEMIOTIKA FOTO CERITA RUPA MASYARAKAT

55

2. Makna Konotasi

a. Trick Effect

Pada foto kedua ini juga tidak mengandung Trick Effect atau

mengubah keaslian foto saat dijepret dari kamera. Penulis meyakini tidak ada

elemen yang dihilangkan apalagi diganti atau digabungkan menjadi satu

dalam foto tersebut. Hal demikian sangat jelas alasannya, karena foto ini

adalah foto dokumenter yang menempatkan keaslian pada tahap utama sebuah

foto. Namun penulis merasa adanya sentuhan editing, tapi dalam batas yang

normal dengan tujuan mengatur kontras warna yang lebih baik juga dapat

dilakukan pada foto ini, dengan tujuan keindahan visual semata tanpa

mengubah foto atau gambar yang sebenarnya.

b. Pose

Dalam foto ini terlihat gestur laki-laki yang sedang mengendarai

sepeda motor dengan tegap, menatap ke arah kanan. Sementara perempuan di

belakang laki-laki tersebut tidak terlihat gesturnya, yang terlihat jelas adalah

gestur seorang anak yang sedang tertunduk di depan laki-laki yang

memboncengnya.

c. Objek

Beragam objek terdapat dalam foto ini. Mulai dari manusia, kendaraan,

hingga bangunan rumah adat. Pusat perhatian atau point of interest (poi) dari

foto ini jelas terlihat pada objek manusia dan kendaraan yang ditempatkan di

tengah-tengah frame. Namun bukan berarti objek di sekelilingnya tidak

penting, karena semua objek dalam foto ini saling berhubungan.

 

Page 68: ANALISIS SEMIOTIKA FOTO CERITA RUPA MASYARAKAT SUMBA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47290... · 2019-10-04 · ANALISIS SEMIOTIKA FOTO CERITA RUPA MASYARAKAT

56

d. Photogenia

Teknis pengambilan foto ini menggunakan lensa fix dengan diameter

50mm. Pemilihan lensa 50mm membuat point of interest foto terlihat jelas

tanpa distorsi dengan masih menunjukan lingkungan di sekeliling objek point

of interest. Jika dilihat dari meta data foto, foto ini diambil dengan diafragma

f/8 dengan iso 800 sehingga mendapatkan kecepepatan 1/2000 detik untuk

menghasilkan foto dengan cahaya yang normal.

e. Aestheticism

Pada foto ini, peneliti melihat adanya sebuah komposisi tradisional dan

modernitas. Di belakang objek utama (manusia dan kendaraan bermotor)

terdapat rumah tradisional masyarkat Sumba. Peletakan objek rumah adat

yang sangat tradisional serta menaruh objek utama di depan dan tengah

bingkai dapat menunjukkan bahwa masyarakat Sumba yang tetap berpegang

teguh pada adat istiadat dapat menerima adanya moderintas tanpa sepenuhnya

meninggalkan adat istiadat.

f. Sintaksis

Terdapat caption dalam foto ini yang berbunyi Waingapu | Di

kampung Waingapu, rumah adat (uma kalada) masyarakat Sumba yang masih

tegak berdiri dikelilingi ratusan batu kubur yang berisi jenazah para leluhur.

Meski begitu mayoritas masyarakat yang tinggal di pesisir pantai ini telah

berpindah ke agama yang diakui pemerintah. Tersisa satu orang pengikut

marapu yang menjadi Rato di tempat ini. Dari caption di atas, dapat dilihat

bahwa tempat diambilnya foto tersebut ialah di kampung Waingapu. Peneliti

melihat teks yang terdapat dalam foto ini membantu sekali dalam melihat

 

Page 69: ANALISIS SEMIOTIKA FOTO CERITA RUPA MASYARAKAT SUMBA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47290... · 2019-10-04 · ANALISIS SEMIOTIKA FOTO CERITA RUPA MASYARAKAT

57

sebuah foto. Jika melihat teks pada foto ini, dapat dilihat objek motor dan

manusia yang berjalan meninggalkan rumah adat di belakang seakan menjadi

visualisasi dari caption yang di foto ini, yaitu mayoritas pengikut marapu telah

meninggalkan ajarannya, dan mengikuti kepercayaan yang umum saat ini

(yang diakui pemerintah).

3. Makna Mitos

Marapu merupakan sebuah agama atau kepercayaan lokal yang dianut oleh

masyarakat di Pulau Sumba. Lebih dari setengah penduduk Sumba memeluk

agama ini. Agama ini memiliki kepercayaan pemujaan kepada nenek moyang dan

leluhur. Pemeluk agama Marapu percaya bahwa kehidupan di dunia ini hanya

sementara dan bahwa setelah akhir zaman mereka akan hidup kekal di dunia roh,

yaitu di surga Marapu yang dikenal sebagai Prai Marapu. Dalam bahasa Sumba,

arwah-arwah leluhur disebut Marapu yang artinya adalah “yang dipertuan” atau

“yang dimuliakan”. Itulah sebabnya agama yang mereka anut juga disebut

Marapu.11

Orang Sumba percaya bahwa roh nenek moyang ikut menghadiri upacara

penguburan dan karenanya hewan dipersembahkan kepada mereka. Roh hewan

untuk roh nenek moyang dan daging atau jasad hewan dimakan oleh orang yang

hidup. Sama halnya dengan upacara yang lain.

11

Purwadi Soeriadiredja, Tatanan Hidup Orang Sumba (Studi Etnografis Di Sumba

Timur), Program Studi Antropologi Fakultas Ilmu Budaya Universitas Udayana Denpasar 2016, h

9.

 

Page 70: ANALISIS SEMIOTIKA FOTO CERITA RUPA MASYARAKAT SUMBA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47290... · 2019-10-04 · ANALISIS SEMIOTIKA FOTO CERITA RUPA MASYARAKAT

58

3. Data Foto 3

Caption: Adat | Masyarakat Sumba terikat dengan adat yang telah

berlangsung selama ratusan tahun. Jika ada warga yang sedang melaksanakan

hajat pernikahan atau kematian, mereka akan membawa hewan untuk membantu

prosesi itu. Kerbau, sapi, kuda, atau babi, biasa dibawa oleh mereka. Warga yang

menerima bantuan hewan itu nantinya akan mengganti hewan-hewan untuk

prosesi itu.

1. Makna Denotasi

Dalam foto ini terlihat seorang laki-laki sedang berdiri memakai ikat

kepala, kemeja hitam, kain tenun, dan celana hijau dengan sebatang rokok berada

di antara jarinya. Di belakang laki-laki itu terlihat seekor kerbau yang cukup besar

dan memiliki dua tanduk.

 

Page 71: ANALISIS SEMIOTIKA FOTO CERITA RUPA MASYARAKAT SUMBA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47290... · 2019-10-04 · ANALISIS SEMIOTIKA FOTO CERITA RUPA MASYARAKAT

59

2. Makna Konotasi

a. Trick Effect

Pada foto ini juga tidak mengandung Trick Effect atau mengubah

keaslian foto saat dijepret dari kamera. Penulis meyakini tidak ada elemen

yang dihilangkan apalagi diganti atau digabungkan menjadi satu dalam foto

tersebut. Namun penulis merasa adanya sentuhan editing, tapi dalam batas

yang normal dengan tujuan mengatur kontras warna yang lebih baik juga

dapat dilakukan pada foto ini, dengan tujuan keindahan visual semata tanpa

mengubah foto atau gambar yang sebenarnya.

b. Pose

Dalam foto ini terlihat seorang laki-laki berpose dengan tegap namun

masih dalam keadaan santai. Gestur ini menunjukkan saat mengambil gambar

ini, fotografer telah melakukan pendekatan yang baik dengan objek foto

sehingga objek foto terasa nyaman.12

c. Objek

Objek dalam foto ini ialah manusia dan hewan yang sedang berada di

kebun. Namun point of interest dalam foto ini terlihat pada foto seorang laki-

laki yang sedang berpose.

d. Photogenia

Teknis pengambilan foto ini menggunakan lensa fix dengan diameter

50mm. Pemilihan lensa 50mm membuat point of interest foto terlihat jelas

tanpa distorsi dengan masih menunjukan lingkungan di sekeliling objek point

12

M. Budyatna, Jurnalistik, Teori dan Praktik, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2006),

h. 43.

 

Page 72: ANALISIS SEMIOTIKA FOTO CERITA RUPA MASYARAKAT SUMBA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47290... · 2019-10-04 · ANALISIS SEMIOTIKA FOTO CERITA RUPA MASYARAKAT

60

of interest. Lensa 50mm juga membuat foto jadi terasa dekat. Foto tersebut

diambil dengan angle atau sudut pandang eye level, di mana lensa kamera

sejajar dengan objek utama. Hal tersebut menunjukan bahwa fotografer ingin

mensejajarkan objek utama dengan pelihat foto. Berdasarkan pencahayaan

yang terlihat pada foto, penulis meyakini bahwa fotografer tidak

menggunakan cahaya tambahan seperti flash internal maupun eksternal pada

kamera. Melihat keadaan sekitar objek foto, sepertinya keadaan tersebut

membuat fotografer dapat menggunakan iso rendah, dengan kecepatan rana

yang tinggi dan diagfragma yang menyempit atau kecil menjadikan foto

dengan detail yang amat baik.

e. Aestheticism

Jika foto ini diberi garis imajiner, objek laki-laki yang sedang berdiri

berada di 1/3 frame atau rules of third. Kemudian jika objek hewan ditarik ke

arah laki-laki tersebut, akan muncul garis imajiner yang berbentuk diagonal.

f. Sintaksis

Terdapat caption di dalam foto ini yang berbunyi Adat | Masyarakat

Sumba terikat dengan adat yang telah berlangsung selama ratusan tahun. Jika

ada warga yang sedang melaksanakan hajat pernikahan atau kematian, mereka

akan membawa hewan untuk membantu prosesi itu. Kerbau, sapi, kuda, atau

babi, biasa dibawa oleh mereka. Warga yang menerima bantuan hewan itu

nantinya akan mengganti hewan-hewan untuk prosesi itu. Dalam teks ini,

menerangkan bahwa hewan seperti kerbau, sapi, kuda, dan babi menjadi salah

satu elemen dalam prosesi pernikahan atau kematian.

 

Page 73: ANALISIS SEMIOTIKA FOTO CERITA RUPA MASYARAKAT SUMBA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47290... · 2019-10-04 · ANALISIS SEMIOTIKA FOTO CERITA RUPA MASYARAKAT

61

3. Makna Mitos

Binatang yang dianggap gaib dan mempunyai kedudukan khusus dalam

kepercayaan marapu ialah wei (babi), karambua (kerbau), njara (kuda), manu

(ayam) dan ahu (anjing).13

Babi merupakan hewan korban yang utama dalam upacara-upacara

keagamaan dan dianggap mempunyai kekuatan gaib karena dapat menyampaikan

segala kehendak manusia kepada para Marapu. Diterima atau tidaknya suatu

permohonan, dapat dilihat melalui hati babi. Lalu kerbau, yang merupakan

binatang yang biasa dikorbankan pada upacara-upacara keagamaan, terutama pada

upacara perkawinan, kematian, membangun rumah baru dan panen. Secara

simbolis daging kerbau yang dikorbankan itu dipersembahkan kepada para arwah.

Menurut kepercayaan, kerbau-kerbau korban itu merupakan bekal arwah orang

yang meninggal dalam perjalanannya ke parai marapu, dan setibanya di parai

marapu digunakan untuk menjamu arwah keluarganya yang telah lebih dahulu

berada di sana. Selain itu kerbau dianggap binatang yang dapat membawa

keberuntungan pada pemiliknya. Oleh karena itu, ada tempat pemujaan khusus

yang disebut uma karambua, yaitu tempat memuja leluhur untuk memohon

kekayaan.

Kerbau dan babi merupakan dua jenis hewan yang sangat punya nilai

tinggi untuk persembahan kepada dewa-dewa. Kedua jenis hewan tersebut disebut

dengan nama sanjungan kadu ndakambuku-ulli ndaka tandu (yang tanduknya tak

menanduk-taringnya tak merunduk kebawah, artinya tegak ke atas). Hal tersebut

13

Purwadi Soeriadiredja, Tatanan Hidup Orang Sumba (Studi Etnografis Di Sumba

Timur), Program Studi Antropologi Fakultas Ilmu Budaya Universitas Udayana Denpasar 2016, h

9.

 

Page 74: ANALISIS SEMIOTIKA FOTO CERITA RUPA MASYARAKAT SUMBA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47290... · 2019-10-04 · ANALISIS SEMIOTIKA FOTO CERITA RUPA MASYARAKAT

62

dimaksudkan karena Sang Pencipta yang disembah itu bertahta di atas, di langit

dalam sebuah negeri kekal yang disebut Paraingu Mapauli – mapatara, Uma

manda mobu – kaheli manda mbata (negeri yang bertaring – bertanduk, rumah

yang tidak lapuk dan balai-balai yang tidak patah, artinya kekal abadi).

Jenis binatang lainnya yang dianggap mempunyai kekuatan gaib ialah

ayam jantan karena mempunyai tanduk (susuh) di kakinya. Bulu-bulu ayam jantan

dianggap mempunyai kekuatan untuk menolak bahaya dan dapat memayungi

arwah seseorang dalam perjalanannya menuju parai marapu. Selain itu kokok

ayam jantan dianggap dapat membangunkan arwah orang yang meninggal agar

bersiap untuk menempuh perjalanan ke alam baka. Dalam kepercayaan agama

Marapu, dengan melihat usus ayam beserta hati babi dapat meramalkan atau

merupakan suatu buku petunjuk dari Marapu tentang akan adanya berkat

kehidupan atau bencana pada manusia. Keduanya disebut sebagai Ura manu mola

- eti wei tanji (suratan ayam yang lurus - hati babi yang polos).

Anjing adalah binatang peliharaan yang senantiasa mengikuti majikannya

jika sedang bepergian atau berburu. Anjing kesayangan dinilai sebagai kawan

senasib sepenanggungan yang tidak terbatas di dunia saja, tetapi juga di akhirat.

Pada upacara kematian, anjing kesayangan dikorbankan agar arwahnya dapat

mengikuti arwah majikannya. Selain itu anjing dianggap mempunyai kekuatan

gaib yang dapat melihat makhluk-makhluk halus.

 

Page 75: ANALISIS SEMIOTIKA FOTO CERITA RUPA MASYARAKAT SUMBA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47290... · 2019-10-04 · ANALISIS SEMIOTIKA FOTO CERITA RUPA MASYARAKAT

63

4. Data Foto 4

Caption: Kuda | Kuda dipercaya sebagai tunggangan leluhur orang-orang

Sumba. Hingga hari ini kuda merupakan binatang yang menghiasi halaman dan

lahan-lahan kosong di seluruh Sumba. Selain untuk tunggangan, kuda juga biasa

dipakai untuk belis (mahar) yang harus dibayar oleh laki-laki yang ingin menikahi

perempuan Sumba.

1. Makna Denotasi

Dalam foto ini terlihat seekor kuda di depan berwarna putih yang sedang

diikat menggunakan tali berwarna merah. Di belakang kuda warna putih, terdapat

seekor kuda berwarna cokelat yang sedang ditunggangi oleh seorang laki-laki

berbaju biru.

 

Page 76: ANALISIS SEMIOTIKA FOTO CERITA RUPA MASYARAKAT SUMBA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47290... · 2019-10-04 · ANALISIS SEMIOTIKA FOTO CERITA RUPA MASYARAKAT

64

2. Makna Konotasi

a. Trick Effect

Pada foto ini juga tidak mengandung Trick Effect atau mengubah

keaslian foto saat dijepret dari kamera. Penulis meyakini tidak ada elemen

yang dihilangkan apalagi diganti atau digabungkan menjadi satu dalam foto

tersebut. Namun penulis merasa adanya sentuhan editing, tapi dalam batas

yang normal dengan tujuan mengatur kontras warna yang lebih baik juga

dapat dilakukan pada foto ini, dengan tujuan keindahan visual semata tanpa

mengubah foto atau gambar yang sebenarnya.

b. Pose

Dalam foto ini, jika diperhatikan, gestur dari penunggang kuda yang

berada di belakang kuda putih sangat tegak dan terkesan berani sehingga dapat

dipastikan penunggang kuda tersebut sudah mempunyai pengalaman yang

cukup dalam menunggangi kuda.

c. Objek

Beragam objek ada dalam foto ini. yaitu, terdapat objek manusia dan

hewan. Namu point of interest dari foto ini terletak pada kuda putih pada

foreground karena hampir setengah bagian foto terlihat kuda putih tersebut.

d. Photogenia

Teknis pengambilan foto ini menggunakan lensa fix dengan diameter

50mm. Pemilihan lensa 50mm membuat point of interest foto terlihat jelas

tanpa distorsi dengan masih menunjukan lingkungan di sekeliling objek point

of interest. Lensa 50mm juga membuat foto jadi terasa dekat. Foto tersebut

 

Page 77: ANALISIS SEMIOTIKA FOTO CERITA RUPA MASYARAKAT SUMBA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47290... · 2019-10-04 · ANALISIS SEMIOTIKA FOTO CERITA RUPA MASYARAKAT

65

diambil dengan angle atau sudut pandang eye level, di mana lensa kamera

sejajar dengan objek utama. Hal tersebut menunjukan bahwa fotografer ingin

mensejajarkan objek utama dengan pelihat foto. Berdasarkan pencahayaan

yang terlihat pada foto, penulis meyakini bahwa fotografer tidak

menggunakan cahaya tambahan seperti flash internal maupun eksternal pada

kamera. Menurut dari meta data foto ini, fotografer menggunakan iso 800 dan

shutter speed 1/80 dan diagfragma f/22 yang menyempit atau kecil

menjadikan foto dengan detail yang amat baik.

e. Aestheticism

Dalam foto ini, jika dibuat garis imajiner dari kepala kuda hingga ke

bagian buntutnya, akan terbentuk garis diagonal (dari kanan atas ke kiri

bawah). Garis diagonal tersebut juga memisahkan objek kedua (manusia

menunggangi kuda) sehingga mata yang melihat foto ini dapat tertuju ke objek

kedua. Foto ini diambil dengan menempatkan objek kuda di tengah, menurut

M. Budyatna, dalam bukunya Jurnalistik, Teori dan Praktik hal ini

menandakan objek tersebut sangat penting. Penempatan posisi seorang anak

yang sedang menunggangi kuda dalam gambar berada di atas, menandakan

subjek berkuasa atas objek, setidaknya itulah menurut M. Budyatna di dalam

bukunya.14

f. Sintaksis

Terdapat caption dalam foto ini yang berbunyi: Kuda | Kuda dipercaya

sebagai tunggangan leluhur orang-orang Sumba. Hingga hari ini kuda

merupakan binatang yang menghiasi halaman dan lahan-lahan kosong di

14

14 M. Budyatna, Jurnalistik, Teori dan Praktik, h. 43.

 

Page 78: ANALISIS SEMIOTIKA FOTO CERITA RUPA MASYARAKAT SUMBA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47290... · 2019-10-04 · ANALISIS SEMIOTIKA FOTO CERITA RUPA MASYARAKAT

66

seluruh Sumba. Selain untuk tunggangan, kuda juga biasa dipakai untuk belis

(mahar) yang harus dibayar oleh laki-laki yang ingin menikahi perempuan

Sumba. Dalam teks di foto ini, menceritakan bahwa kuda merupakan hewan

yang sangat penting di masyarakat Sumba. Mulai dari sebagai kendaraan,

kuda juga digunakan sebagai mahar untuk prosesi pernikahan.

3. Makna Mitos

Di Sumba, terdapat Binatang yang dianggap mempunyai kekuatan gaib

antara lain wangi (burung hantu), kuu (burung alap-alap) dan nggangga (burung

gagak). Ketiga jenis burung itu ditakuti oleh orang Umalulu karena dianggap

dapat membawa kesialan. Binatang lain yang dianggap mempunyai kekuatan gaib

dan mempunyai kedudukan khusus dalam kepercayaan mereka ialah wei (babi),

karambua (kerbau), njara (kuda), manu (ayam) dan ahu (anjing).

Binatang yang melambangkan ketaatan paling utama dan dianggap

membawa kejayaan pada pemiliknya ialah kuda. Ketaatan kuda ini tidak terbatas

di dunia saja, tapi juga di akhirat sebagai tunggangan majikannya. Oleh karena

itu, ketika majikannya meninggal, kuda kesayangan harus dikorbankan untuk

mengantar arwah majikannya ke parai marapu. Kuda merupakan lambang

kekuatan supra natural yang biasa dipakai sebagai kuda tunggang para dewa.

Selain itu kuda juga dapat dipakai sebagai alat perang atau alat berburu dan juga

pacuan sehingga mempunyai julukan Njara kehangu-njara attalu (kuda jago

memburu, kuda cepat lari). Seperti halnya kerbau, maka kuda pun ada tempat

permujaan khusus yang disebut uma njara, yaitu tempat memuja leluhur untuk

memohon kejayaan dan kekayaan. Tidak hanya itu, kuda juga dijadikan sebagai

mahar perkawinan.

 

Page 79: ANALISIS SEMIOTIKA FOTO CERITA RUPA MASYARAKAT SUMBA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47290... · 2019-10-04 · ANALISIS SEMIOTIKA FOTO CERITA RUPA MASYARAKAT

67

5. Data Foto 5

Caption: Sirih Pinang | | Sirih pinang menjadi bagian yang tak terpisahkan

dalam kehidupan masyarakat Sumba. Tradisi mengunyah sirih, buah pinang dan

sedikit kapur tersebut menjadi sebuah jamuan yang pertama kali disuguhkan

ketika ada tamu datang. Tak hanya itu sirih pinang juga selalu muncul sebagai

sesaji dalam setiap ritual.

1. Makna Denotasi

Dalam foto ini terdapat sirih, buah pinang, dan kampur yang dialasi

dengan piring, tidak lupa disediakan uang. Di tengah-tengah foto, terdapat sebilah

golok yang dimasukkan ke dalam sarung golok yang diletakkan melintang.

 

Page 80: ANALISIS SEMIOTIKA FOTO CERITA RUPA MASYARAKAT SUMBA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47290... · 2019-10-04 · ANALISIS SEMIOTIKA FOTO CERITA RUPA MASYARAKAT

68

2. Makna Konotasi

a. Trick Effect

Pada foto ini juga tidak mengandung Trick Effect atau mengubah

keaslian foto saat dijepret dari kamera. Penulis meyakini tidak ada elemen

yang dihilangkan apalagi diganti atau digabungkan menjadi satu dalam foto

tersebut. Namun penulis merasa adanya sentuhan editing, tapi dalam batas

yang normal dengan tujuan mengatur kontras warna yang lebih baik juga

dapat dilakukan pada foto ini, dengan tujuan keindahan visual semata tanpa

mengubah foto atau gambar yang sebenarnya.

b. Pose

Dalam foto ini tidak terlihat pose atau gestur apapun yang dapat

dianalisis karena penulis menerka bahwa objek foto ini sudah diatur untuk

keperluan foto agar terlihat rapi.

c. Objek

Di dalam foto ini terdapat objek sirih, buah pinang, kapur, dan benda

mati seperti uang dan sebilah parang. Namun point of interest dari foto ini

sepertinya terletak pada parang, karena benda tersebut berada di tengah frame

dan berbeda dari objek lainnya.

d. Photogenia

Teknis pengambilan foto ini menggunakan lensa fix dengan diameter

50mm. Pemilihan lensa 50mm membuat point of interest foto terlihat jelas

tanpa distorsi dengan masih menunjukan lingkungan di sekeliling objek point

of interest. Lensa 50mm juga membuat foto jadi terasa dekat. Foto diambil

 

Page 81: ANALISIS SEMIOTIKA FOTO CERITA RUPA MASYARAKAT SUMBA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47290... · 2019-10-04 · ANALISIS SEMIOTIKA FOTO CERITA RUPA MASYARAKAT

69

menggunakan teknik high angle, dengan begitu foto ini terlihat diambil dari

atas namun tidak 90 derajat.

e. Aestheticism

Jika ditarik garis imajiner, terdapat garis melintang diagonal dari ujung

parang ke sisi ujung parang lainnya yang membagi foto menjadi dua bagian,

yaitu di atas ada dua pring dan bagian bawah terdapat dua piring juga.

f. Sintaksis

Terdapat teks atau caption dalam foto ini yang berbunyi: Sirih Pinang |

Sirih pinang menjadi bagian yang tak terpisahkan dalam kehidupan

masyarakat Sumba. Tradisi mengunyah sirih, buah pinang dan sedikit kapur

tersebut menjadi sebuah jamuan yang pertama kali disuguhkan ketika ada

tamu datang. Tak hanya itu sirih pinang juga selalu muncul sebagai sesaji

dalam setiap ritual. Dalam teks ini, sudah sangat jelas menerangkan apa-apa

saja yang ada di dalam foto, seperti apa saja objek yang terdapat foto tersebut.

Tidak hanya menyebutkan ada apa saja di dalam foto itu, dalam teks ini juga

dijelaskan kegunaan elemen-elemen yang ada dalam foto tersebut, seperti

kegunaan buah pinang, sirih, dan kapur dalam menyambut tamu yang datang.

3. Makna Mitos

Masyarakat Sumba percaya bahwa sirih pinang sudah ada sejak dahulu

kala atau sejak nenek moyang orang Sumba sudah makan sirih pinang dan sudah

saling menyuguhkan sirih pinang.15

Bagi masyarakat Sumba sirih pinang adalah

budaya milik mereka, orang Sumba yang ada harus mempetahankan budaya ini

15

Metvensius Ishak, Kajian Sosio-Teologis Terhadap Nilai-Nilai Luhur Yang

Terkandung Dalam Tradisi Makan Sirih-Pinang Di Gks Jemaat Waingapu, Fakultas Teologi

Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga 2017, h. 14.

 

Page 82: ANALISIS SEMIOTIKA FOTO CERITA RUPA MASYARAKAT SUMBA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47290... · 2019-10-04 · ANALISIS SEMIOTIKA FOTO CERITA RUPA MASYARAKAT

70

dan tetap melakukan hal makan sirih pinang agar anak dan cucu bisa meneruskan

kegenerasi-generasi yang selanjutnya. Awalnya masyarakat Sumba memakan sirih

pinang hanya sebagai penghilang rasa ngantuk atau untuk membuat seseorang

tetap semangat dalam bekerja, hal ini karena mulut selalu mengunyah atau selalu

bergerak.

Masyarakat Sumba percaya dengan makan sirih pinang dan menyadurkan

sirih pinang kepada sesama itu artinya mau berbagi dengan sesama karena belum

tentu ada suku lain yang menggunakan sirih pinang sebagai sajian awal pembuka

untuk sesama, di sini masyarakat Sumba tetap mempertahankan ciri khas atau

budaya yang sudah ada sejak dulu kala dan menjadi turun temurun untuk ke

generasi selanjutnya. Sekalipun ada suku lain yang sama dalam sajian pembuka

menyodorkan sirih pinang belum tentu maksud dan tujuan nya sama dari pada

suku sumba sendiri, sebab suku Sumba sendiri dalam memberi atau menyodorkan

sirih pinang bagi tamu yang datang ke rumah dengan tempat sirih pinang atau

mbola, entah ada dan tidak adanya sirih pinang dalam tempat sirih pinang itu tetap

akan disodorkan karena itu sudah menjadi suatu penghargaan atau penghormatan

masyarakat Sumba bagi tamu yang datang berkunjung ke rumah.

 

Page 83: ANALISIS SEMIOTIKA FOTO CERITA RUPA MASYARAKAT SUMBA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47290... · 2019-10-04 · ANALISIS SEMIOTIKA FOTO CERITA RUPA MASYARAKAT

71

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Interpretasi Peneliti

Setelah foto dianalisis menggunakan teori semiotika Roland Barthes,

ditemukan masing-masing makna denotasi, konotasi, dan mitos dalam setiap

fotonya. Selanjutnya, peneliti akan menginterpretasikan atas temuan yang telah

didapatkan dari analisis tersebut.

Pulau Sumba merupakan pulau yang memiliki banyak budaya di

dalamnya. Hal itu dapat dilihat dari foto-foto yang telah disampaikan oleh

fotografer dalam foto cerita yang berjudul Rupa Masyarakat Sumba. Peneliti

meyakini dalam setiap foto yang disajikan, terdapat simbol-simbol yang dapat

digali maknanya dengan mendalam. Seperti foto batu kubur yang berdiri tegak di

sebagian rumah masyarakat pulau Sumba. Setelah diteliti dan dicermati melalui

foto maupun literasi yang ada, ternyata batu kubur mempunyai makna bahwa

masyarakat pulau Sumba sangat menjunjung tinggi dan menghormati arwah yang

telah meninggal.1 Jadi, masyarakat pulau Sumba seakan-akan ingin terus hidup

berdampingan dengan keluarganya, sekalipun anggota keluargnya sudah berada di

alam yang berbeda.

Selanjutnya pada foto kedua yang menggambarkan satu keluarga yang

terdiri dari dua orang dewasa dan satu anak. Peneliti melihat ada fenomena sosial

yang tergambarkan di sini. Kepercayan Marapu di pulau Sumba, menurut hasil

1 Metvensius Ishak, Kajian Sosio-Teologis Terhadap Nilai-Nilai Luhur Yang Terkandung

Dalam Tradisi Makan Sirih-Pinang Di Gks Jemaat Waingapu, Fakultas Teologi Universitas

Kristen Satya Wacana Salatiga 2017, h. 14.

 

Page 84: ANALISIS SEMIOTIKA FOTO CERITA RUPA MASYARAKAT SUMBA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47290... · 2019-10-04 · ANALISIS SEMIOTIKA FOTO CERITA RUPA MASYARAKAT

72

wawancara peneliti dengan fotografer perlahan ditinggalkan oleh pengikutnya dan

beralih ke kepercayaan yang diakui pemerintah. Dalam gambar ini peneliti

menginterpretasikan objek di dalam foto ini, yaitu satu keluarga ini sedang

meninggalkan kepercayaan dan rumah adat yang berada di belakang mereka,

menggunakan sepeda motor yang notabenenya kendaraan modern. Peneliti pun

menganggap sepeda motor yang modern itu sebagai kepercayaan atau agama yang

diakui pemerintah.

Pada dua foto selanjutnya peneliti melihat bagaimana hubungan

masyarakat pulau Sumba dengan mahkluk hidup lainnya seperti binatang,

misalnya kerbau dan kuda. Dalam tatanan masyarakat pulau Sumba, beberapa

hewan dianggap penting. Seperti kerbau dan kuda. Kerbau sering sekali dibuat

untuk persembahan saat ritual keagamaan, sedangkan kuda lebih dianggap suci

hingga dapat dijadikan sebagai mahar perkawinan, tidak hanya itu, kuda juga

dipelihara untuk dijadikan kendaraan bagi masyarakat pulau Sumba. Di sini

peneliti melihat masyarakat pulau Sumba sangat menghargai mahkluk hidup

lainnya.

Foto terakhir tentang kapur sirih dan pinang serta sebilah golok. Dalam

masyarakat pulau Sumba, kapur sirih dan pinang erat kaitanya dengan perjamuan.

Setiap ada tamu yang datang selalu disediakan sirih dan pinang. Peneliti

menginterpretasikan gambar ini bahwa, walaupun di rumah hanya tersedia sirih

dan pinang, masyarakat pulau Sumba akan tetap menerima tamu yang datang.

Masyarakat pulau Sumba merupakan masyarakat yang sangat terbuka, mereka

tidak segan-segan memanggil siapapun yang lewat dan meminta untuk bersedia

 

Page 85: ANALISIS SEMIOTIKA FOTO CERITA RUPA MASYARAKAT SUMBA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47290... · 2019-10-04 · ANALISIS SEMIOTIKA FOTO CERITA RUPA MASYARAKAT

73

singgah di rumahnya serta menjamunya walau hanya dengan sekapur sirih dan

pinang.

Secara keseluruhan, peneliti melihat dalam foto ini bagaimana keseharian

masyarakat pulau Sumba divisualisasikan. Mulai dari hal yang paling kecil hingga

kepercayaan yang dianut maupun tradisi yang ada di pulau Sumba. Peneliti

menanggap foto cerita ini sangat penting sekali untuk kaji, sebab menurut peneliti,

sebuah kebudayaan akan terus terawat jika dibantu dengan dokumentasi yang

baik.

B. Kesimpulan

Setelah melakukan analisis berdasarkan analisi data dan pembahasan

terhadap foto Rupa Masyarakat Sumba pada Bab IV, Selanjutnya penulis akan

memberikan kesimpulan dari analisis tersebut pada bab lima ini. Berikut

kesimpulan dari hasil analsis skripsi yang berjudul Analisis Semiotika Foto

Cerita Rupa Masyarakat Sumba di Beritagar.id”:

1. Tahap Denotasi

Denotasi pada dasarnya adalah cara memahami suatu objek dalam foto

hanya berdasarkan apa yang terlihat oleh pandangan mata saja, dengan kata

lain makna sebenarnya dapat diasumsikan serupa oleh orang banyak ketika

melihat foto tersebut. Maka berdasarkan pengertian di atas makna denotasi

yang terdapat di dalam lima foto tersebut memberikan gambaran bahwa

kebudayaan-kebudayaan yang ada di pulau Sumba sudah berlangsung sejak

puluhan tahun lalu dan masih berlangsung hingga saat ini.

 

Page 86: ANALISIS SEMIOTIKA FOTO CERITA RUPA MASYARAKAT SUMBA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47290... · 2019-10-04 · ANALISIS SEMIOTIKA FOTO CERITA RUPA MASYARAKAT

74

Meski dalam rangkaian foto Rupa Masyarakat Sumba terdapat banyak

foto, namun lima foto yang dipilih peneliti mempunyai kekuatan yang

membuat para khalayak atau pelihat foto mengerti atau setidaknya dapat

merasakan kebudayaan-kebudayaan yang ada di Pulau Sumba secara

mendalam. Mendalam yang dimaksud terlihat dari kedekatan fotografer

dengan subjek yang ia potret, suatu pendekatan antar manusia dengan

manusia, bukan fotografer dan objek foto. Selain itu, kelima foto tersebut juga

dapat dengan mudah diterima atau dimengerti oleh para pelihat foto termasuk

peneliti. Oleh karena itu, tahap denotasi dalam lima foto yang dipilih dapat

dijabarkan dengan baik dalam penelitian ini.

2. Tahap Konotasi

Konotasi adalah cara memandang suatu objek dalam foto dengan arti

yang tidak sebenarnya, dengan maksud pelihat foto dapat mengartikan gambar

tersebut sesuai dengan pengetahuan dan pengalaman dirinya sendiri, sehingga

ketika pelihat memahami sebuah objek dalam tahap konotasi ini isi pesan

yang berusaha disampaikan oleh fotografer belum tentu sama dengan yang

diartikan oleh orang lain.

Dari kelima foto tersebut terdapat beragam makna yang muncul, dari

foto pertama hingga foto kelima selalu menimbulkan makna tersendiri.

Misalnya foto pertama batu kubur yang diambil pada malam hari

menunjukkan sisi gelap sebuah proses kematian dengan memotret batu kubur

pada malam hari,2 foto kedua tentang modernitas masyarakat Sumba, foto

2M. Budyatna, Jurnalistik, Teori dan Praktik, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2006),

h. 43.

 

Page 87: ANALISIS SEMIOTIKA FOTO CERITA RUPA MASYARAKAT SUMBA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47290... · 2019-10-04 · ANALISIS SEMIOTIKA FOTO CERITA RUPA MASYARAKAT

75

ketiga dan keempat seorang masyarakat Sumba yang hidup berdampingan

dengan hewan peliharaannya, dan foto kelima menceritakan bagaimana sirih

pinang menjadi jamuan bagi tamu yang baru datang.

3. Makna Mitos

Tahap Mitos merupakan tahapan lanjutan dari tahapan sebelumnya,

yaitu tahap denotasi dan tahap konotasi. Mitos merupakan gambaran yang

telah disepakati oleh sebagian atau sekelompok masyarakat yang

mempercayainya, dengan kata lain mitos lahir karena adanya pesan konotasi

yang lalu dipercaya oleh banyak orang dalam suatu wilayah atau budaya

tertentu.

Dari kelima foto yang diteliti menunjukkan berbagai mitos yang

terkandung, seperti masyarakat Sumba yang percaya kehidupan setelah mati, oleh

sebab itu, ritual-ritual yang berkaitan dengan upacara kematian harus

dilaksanakan dengan sebaik-baiknya. Orang Sumba percaya bahwa roh nenek

moyang ikut menghadiri berbagai upacara kegamaan, untuk itu harus disediakan

persembahan. Mitos tentang hewan-hewan yang memiliki daya magis dan

mempunyai kedudukan khusus, hingga mitos sirih pinang yang sudah menjadi

suatu penghargaan atau penghormatan masyarakat Sumba bagi tamu yang datang

berkunjung ke rumah.

C. Saran

Jika dalam penelitian ini dapat terlihat bahwa fotografi tidak hanya hadir

sebagai suatu pesan yang apa adanya (denotasi), melainkan mempunyai punyai

pesan yang terkandung di dalamnya (konotasi) tergantung dari latar belakang

 

Page 88: ANALISIS SEMIOTIKA FOTO CERITA RUPA MASYARAKAT SUMBA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47290... · 2019-10-04 · ANALISIS SEMIOTIKA FOTO CERITA RUPA MASYARAKAT

76

pelihat foto, dan lalu hal tersebut akan menjadi suatu mitos jika telah dipercayai

oleh banyak orang atau sekumpulan masyarakat, seperti yang ungkapkan oleh

Roland Barthes dalam teori analisis Semiotika. Dari penelitian telah disimpulkan

pada bab ini, maka adapun saran agar penelitian ini tidak berhenti pada analisis ini

saja dan dapat terus berkembang di kalangan mahasiswa progam studi jurnalistik

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, khalayak umum yang menyukai dunia fotografi

khususnya fotografi dukumenter dan jurnalistik, sebagai berikut:

Bagi Program studi Konsentrasi Jurnalistik UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Sejauh ini, fotografi mempunyai peran penting dalam dunia jurnalistik. Selain

dikarenakan pada umumnya manusia lebih tertarik dan mudah mengingat saat mereka

melihat visual atau gambar ketimbang tulisan, hal lainnya ialah Karena fotografi disebut

sebagai alat perekam dan penghadir ulang kenyataan yang paling ampuh seperti layaknya

memberhentikan waktu ketika shutter pada kamera ditekan.

 

Page 89: ANALISIS SEMIOTIKA FOTO CERITA RUPA MASYARAKAT SUMBA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47290... · 2019-10-04 · ANALISIS SEMIOTIKA FOTO CERITA RUPA MASYARAKAT

77

1. Bagi akademisi Fakultas komunikasi, khususnya Program Studi Jurnalistik

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, mengingat banyaknya penelitian yang

menggunakan analisis semiotika atau semiologi di Fakultas Ilmu Dakwah

dan Komunikasi, agar metodologi tersebut mendapat perhatian yang lebih

besar, sehingga mampu menghadirkan hipotesa dan teori baru yang lebih

berkembang dan kajian yang lebih mendalam guna memperkaya khasanah

keilmuan khususnya ilmu komunikasi. Dengan memahami secara baik

kajian tentang semiotika ini akan membuat hasil penelitian yang baik

secara kontekstual.

2. Bagi peminat fotografi khususnya mahasiswa komunikasi, metode

semiotika dapat berperan sebagai kamus bahasa visual yang merupakan

diluar bahasa yang dikenal secara konvensional baik secara verbal maupun

nonverbal, untuk itu metode tersebut patut didalami agar seorang

fotografer dapat mengerti bagaimana suatu kesan dapat terbentuk, hingga

dapat memanfaatkannya secara fungsional ketika ingin mengungkapkan

suatu pesan, khususnya dalam medium visual.

 

Page 90: ANALISIS SEMIOTIKA FOTO CERITA RUPA MASYARAKAT SUMBA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47290... · 2019-10-04 · ANALISIS SEMIOTIKA FOTO CERITA RUPA MASYARAKAT

78

DAFTAR PUSTAKA

Ajidarma, S. G. (2002). Kisah Mata, Fotografi antara Dua Subjek: Perbincangan

tentang Ada. Yogyakarta: Galang Press.

Alexa. (n.d.). Retrieved from Alexa.com/site-info-beritagarid

Asa, B. A. (2000). Tehnik-tehnik Analisis Media. Yogyakarta: Universitas

Atmajaya.

Barthes, R. (2007). Petualangan Semiologi (L’aventure Semiologique).

Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Berger, A. A. (2010). Pengantar Semiotika: Tanda-Tanda dalam Kebudayaan

Kontemporer. Yogyakarta: Tiara Wacana.

Budiman, K. (2004). Semiotika Visual. Yogyakarta: Penerbit Buku Baik.

Bungin, B. (2011). Konstruksi Sosial Media Massa. Jakarta: Kencana Prenada

Media Grup.

Fiske, J. (1990). Cultural and Communication Studies. Yogyakarta: Jalasutra.

Hoed, B. H. (2008). Semiotika dan Dinamika Sosial Budaya. Jakarta: PT Serambi

Ilmu.

Metvensius Ishak. (2017). Kajian Sosio-Teologis Terhadap Nilai-Nilai Luhur

Yang Terkandung Dalam Tradisi Makan Sirih-Pinang Di Gks Jemaat

Waingapu. Salatiga: Fakultas Teologi Universitas Kristen Satya Wacana .

MirzaAlwi, A. (2004). Foto Jurnalistik, Metode Memotret dan Mengirim Foto ke

Media Massa. Jakarta: PT. Bumi Aksara.

Naibaho, J. (n.d.). Kuburan Megalitik Lambang Kebangsawanan Orang Sumba.

Retrieved from tribunnews.com:

http://www.tribunnews.com/regional/2011/02/09/kuburan-megalitik-

kebanggaan-orang-sumba

Pawito. (2007). Penelitian Komunikasi Kualitatif. Yogyakarta: PT LKiS Pelangi

Aksara.

Peter L. Berger, T. L. (2011). Semiotika Komunikasi. Jakarta: Mitra Wacana

Media.

Piliang, Y. A. (2003). Hipersemiotika: Tafsir Cultural Studies atas Matinya

Makna. Bandung: Jalasutra.

 

Page 91: ANALISIS SEMIOTIKA FOTO CERITA RUPA MASYARAKAT SUMBA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47290... · 2019-10-04 · ANALISIS SEMIOTIKA FOTO CERITA RUPA MASYARAKAT

79

Prasetya, E. (n.d.). Dari 17.504 Pulau di Indonesia, 16.056 telah diverifikasi PBB

. Retrieved from merdeka.com: https://www.merdeka.com/peristiwa/dari-

17504-pulau-di-indonesia-16056-telah-diverifikasi-pbb.html

Q-Anees, A. E. (2011). Filsafat Ilmu Komunikasi. Bandung: Simbiosa Rekatama

Media.

Rahardian, L. (n.d.). Mengenal Lebih Dekat Ritual Sakral Marapu. Retrieved

from cnnindonesia.com: https://www.cnnindonesia.com/gaya-

hidup/20161127173904-269-175655/mengenal-lebih-dekat-ritual-sakral-

marapu

Redaksi. (n.d.). Tentang Kami. Retrieved from beritagar.id:

https://beritagar.id/tentang-kami.

Seto, I. (2011). Semiotika Komunikasi. Jakarta: Mitra Wacana Media.

Sobur, A. (2009). Semiotika Komunikasi. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Soeriadiredja, P. (2016). Tatanan Hidup Orang Sumba (Studi Etnografis Di

Sumba Timur. Bali: Program Studi Antropologi Fakultas Ilmu Budaya

Universitas Udayana.

Soerjoatmodjo, Y. (2013). IPPHOS Indonesian Press Photo Service. Jakarta:

Galeri Foto Jurnalistik Antara.

Sunardi. (2002). Semiotika Negativa. Yogyakarta: kanal.

Susanto, A. F. (2005). Semiotika Hukum dari Dekonstruksi Teks Menuju

Progresivitas Makna. Bandung: PT. Refika Aditama.

Travel, D. (n.d.). Mengenal Batu Kubur Sumba. Retrieved from

https://travel.detik.com/dtravelers_stories/u-1512862/mengenal-batu-

kubur-sumba

Wibowo, I. S. (2011). Semiotika Komunikasi Aplikasi Praktis Bagi Penelitian dan

Skripsi Komunikasi. Jakarta: Mitra Wacana Media.

 

Page 92: ANALISIS SEMIOTIKA FOTO CERITA RUPA MASYARAKAT SUMBA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47290... · 2019-10-04 · ANALISIS SEMIOTIKA FOTO CERITA RUPA MASYARAKAT

TRANSKRIP WAWANCARA

Narasumber: Wisnu Agung Prasetyo

Pekerjaan: Fotografer Beritagar.id

Tempat Wawancara: Galeri Fotografi Jurnalistik Antara

A: Sejak kapan si mas Wisnu nih bergelut di dunia fotografi?

B: Mulai motret si 2006 kayaknya, kemudian workshop digaleri itu 2009 sampai

2010, eh 2009 lulus 3 bulan masuk di Tempo.

A: Dari 2006 mulai motret dari apa saja?

B: Dari iseng, beneran kayak gua suruh temen gua jual, butuh duit, anak IKJ dulu

kan, jadi ceritanya gua jual, apa, DO kan dia, anak fotografi IKJ DO, buat anceran

butuh duit jual kamera gua tangkep dah punya lu, gua juga gak ngerti tuh awalnya

buat apaan.

A: terus ikut workshop fotografi Antara di 2009?

B: Iya, abis itu motret. Gua beli film, waktu itu kamera FG, Nikon FG, motret-

motret akhirnya gua suka, terus malah jadi kerjaan

A: Apa yang melatarbelakangi mas nih memotret rupa masyarakat sumba nih?

B: Sebenernya kan proyek merapu.

A: merapu tuh apa?

B: Merapu itu agama lokal sumba

A: Jadi awalnya ngambilnya merapu yah?

 

Page 93: ANALISIS SEMIOTIKA FOTO CERITA RUPA MASYARAKAT SUMBA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47290... · 2019-10-04 · ANALISIS SEMIOTIKA FOTO CERITA RUPA MASYARAKAT

B: Iya, jadikan disana ada kearifan agama lokal gitu, marapu namanya. Nah,

merapu akhirnya kan jadi nyangkut aspekya banyak yah, maksud gua jadi acara,

jadi kepercayaan, terus jadi adat sekarang yang berlaku di Sumba itukan

sebenernyakan menurut saya merapu itukan.

Nah terus sekarang itukan, seiring waktukan itu mahal banget tuh, karena

masyarakat di sana kan terikat satu sama lain itukan cukup kuat. Rata-rata lu liat

ada orang yang sedikit-sedikit mereka ada apa sedikit potong babi, tikam babi,

potong kebo atau apa gitu. Jadi emang, bahkan sampe lo nikah tuh mahal banget

gitu, ni lo mau nikahin perempuan gitu dia mintanya bisa 28 kuda, 50 kerbau gitu,

lu dikredit, cicil tuh. Jadi emang masyarakatnya kan kayak gitu kan. Jadi

masyarakat di sana tuh adatnya tuh sampai hari ini mereka terikat satu sama lain

itu dengan hal-hal kayak gitu. Jadi katakanlah lu ada, lu nikahin anak gitu kan

yah, gua kasih lu kebo A, nah suatu hari lu balikin gua kebo lagi, maksud gua

terikatnya kan hal-hal kayak gitu kan

A: Dan membutuhkan biaya yang besar ya?

B: Iya, setelah marapunya ditinggalin gitu beberapa orang kan mereka kan rebutan

sama, awalnya gak diakuinkan kepercayaan lokal itu kan, akhirnya mereka masuk

agama-agama yang diakui di Indonesia yah, ada agama ini agama itu, nah agama

ini masuk tapi adatnya itu masih ada. Kayak gitu kan. Lebih kayak gitu si. Di

beberapa tempat ritual masih ada, tapi dibeberapa lain agamanya udah beda, tapi

masih terikat satu sama lain masih kayak gitu si.

Awalnya gua nangkep, gitu jadi kayak, dan itu kan larinya kan ke ini, jadi

menurut gua si saat itu kan larinya bisa jadi gengsi, terus bisa diketahanan pangan

 

Page 94: ANALISIS SEMIOTIKA FOTO CERITA RUPA MASYARAKAT SUMBA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47290... · 2019-10-04 · ANALISIS SEMIOTIKA FOTO CERITA RUPA MASYARAKAT

kan? Lo bayangin dalam seminggu lo bisa dapet daging itu dua atau tiga kilo

dalam acara acara kayak itu. Lo coba tracking juga dah, misalnya disana itu ada

katakanlah gizi buruk apa enggak, dibanding sama tempat lain karena adat kayak

gitu. Jadikan mereka secara, ya emang adatnya memberatkan. Tapi paling gk

orang-orang disana tuh secara nutrisi lumayan karena ada acara itu. Kalo gak gini,

lo dateng ke satu acara, kebetulan elu gak kebagian daging gitu, nah elu tuh

dirumah bisa potong kambing bisa potong kebo gitu, elu kayak gengsi kan, jadi

kayak sakit hati, jadi bisa kayak gitu. Maksud gua hal hal kayak gitu sampe hari

ini terpelihara dengan baik kan disana. Yah cukup berat si.

Misalnya bokap lu ini, masih punya tanggungan dulu apa gitu, misalnya kebo ama

orang, nah kan bisa turun ke elu gitu, lu juga harus, misalnya ada gua gitu ngasih

ke bokap lo katakanlah kebo gitu, nah suatu hari gimana gitu, elu yang akan ganti

ke gua, jadi mereka terikat dengan adat gitu.

A: walaupun agamanya sendiri udah beralih ke yang lain yah

B: Beberapa udah.

A: Terus pendekatan dan riset yang mas lakuin tuh dalam karya ini gimana si?

B: pendekatannya si sebenernya, nah ada beberapa itukan karena cuman dua hari

cuman tiga hari, lo gak dapet kayak banyak hal yang gua dapet si kayak

pernikahan, kayak apa segala macem. Tapi pendekatan gua si saat itu dateng ke

kampung tarung itu, ngobrol sama tokoh adat disitu terus gua wawancara deh, dan

ngobrol sama orang orang lokal driver gua, gitu gitu, yah semua yang gua temuin

si gua ajak ngbrol gitu, sebenernya itukan ada adat yang tersisa gitu yah, gua

 

Page 95: ANALISIS SEMIOTIKA FOTO CERITA RUPA MASYARAKAT SUMBA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47290... · 2019-10-04 · ANALISIS SEMIOTIKA FOTO CERITA RUPA MASYARAKAT

lebih motret ke itu si, bukan kayak ngomonging kayak antropologi apa gitu, yah

yang gua liat aja si, ceritanya lebih kayak gitu

A: jadi pendekatan secara langsung gitu yah?

B: Iya, lebih ke ngbrol ngbrol gitu, karena kan gua lebih motret apa yang dia

rasainkan, ketika driver gua dia harus nyicil pernikahan kayak mahar gitu kan apa

yah namanya, semacam mahar itulah, dia harus nyicil mahar istrinya itu sampe

hari ini pun belum lunas, iya

A: itu memberatkan mereka gak?

B: memberatkan memberatkan gak memberatkan si, tapi yah, jadi itu. Dia bilang,

orang yang ngelepasin diri dari adat kayak gitu, terus dia usaha babi usaha gitu,

terus mereka kayak raya. jdi mereka kekayaan itu sebenernya tajir ni, tapi gak

dalam bentuk gak keliatan gitu. Jadi asetnya kan ada di katakanlah masih

disimpen disana kebo satu, disana kebo satu, disana apa kayak gitu kan. Lo

bayangin kalo tiba tiba itu muncul dalam satu tarik kayak gitu, dia punya

tabungan gede banget, atau sebaliknya karena dia punya utang gede banget.

A: iya gede banget, karena dimana mana yah?

B: iya, kayak gitu si ya, nah gua dari driver gua cerita gitu.

A: yang batu kubur itu?

B: aah ada batu kuburkan, kan ada acara yang tikam babi itu kan, yang gambar api

itu. Jadi malam itu pas gua disana gua mau balik, tapi mereka bilang hari ini ada

ini mas, yaudah gua nginep disitu tuh. Jadi mereka itu, dikampung tarung itu kan

 

Page 96: ANALISIS SEMIOTIKA FOTO CERITA RUPA MASYARAKAT SUMBA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47290... · 2019-10-04 · ANALISIS SEMIOTIKA FOTO CERITA RUPA MASYARAKAT

sempet kebakar gitu rumah mereka, rumah adat mereka, sampe hari inipun belum

bisa.

A: karena harganya yang mahal itu yah?

B: mahal banget, jadi bikin rumah disana itu sampe dari motong kayu sampe lo

berdiri jadi, pasang tiang kayak gitu gitu kayak bisa 2 M 3 M, mahal banget

A: jadi itu belum dibangun yah karna gitu gitu yah?

B: yah karena bahan bakunya susah segala macem, yah sekarang dibeton tuh

bawahnya tuh, kan awalnya kayu, skrg bawahnya dibeton, mereka kan rumah kan

kayak orang kan, ada kakinya ada perutnya ada kepala nya, jadi setiap itu inikan

ada ritualnya, saat itu kan ritual, dia manggil arwah roh rumah, jadi mereka

anggep rumah itu ada rohnya, jadi waktu kebakar itukan pergi, nah dia panggil

balik kesitu.

A: jadi mistisnya kuat yah mas?

B: mistisnya, gua gak ngerasain gak ngeliat apasi, maksud gua disana itukan

kampungnya isinya kuburan semua yah, gua semaleman disitu gak ngeliat apapun

si, tapi adatnya masih ada si mereka kumpul makan makan doa sampe pagi gitu si.

A: terus dalam pembuatannya ini sebelumnya sudah dikonsepin atau kondisional

mas?

B: sebenarnya kalo ini gua lebih bilang kondisional si, awalnya merapu kan itu,

tujuannya awalnya merapu, terus akhirnya dari agama itu gua liat aja kondisi

sekarang aja gitu bagaimana mereka pertarungan antar. Maksudnya Kalo disana

tuh LSM LSM itu banyak banget, katakanlah dari Jerman, dari mana dari mana

 

Page 97: ANALISIS SEMIOTIKA FOTO CERITA RUPA MASYARAKAT SUMBA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47290... · 2019-10-04 · ANALISIS SEMIOTIKA FOTO CERITA RUPA MASYARAKAT

gitu kan, misalnya itu dari agama agama lokal agama agama ini tuh tembus masuk

kesana, kayak rebutan lahan. Kayak disini tuh katakanlah tembus agama A,

daerah sana tuh agama B. jadi emang ada usaha yang gila-gilaan itu untuk

merubah agama mereka dari agama merapu ke agama yang diakui sekarang.

A: dari LSM LSM itu? Atau yang?

B : iya LSM banyak yang masuk, jadi yah, yah ada banyak yang muslim, ada

yang Kristen, yah petarungan kayak gitu lah, petarungan itu ada disanaa, kalo lo

suatu hari kesana yah kerasa lah

A : kerasa yah? Jadi awalnya tuh konsepnya ingin ke fokus ke merapunya aja,

ternyata pas dilapangan?

B : pas gua liat dilapangan, gua liat gitu masih ada sisa sisa adat, tapi kan gak

mungkin kan dalam tulisan gua, misalnya gua tulis kayak ada perebutan, ada

kepentingan yang lebih besar lagi, menurut gua bahaya si.

A : berapa lama si mas kemaren pas proses pembuatannya ini?

B : 3 hari atau 4 hari gitu si,

A : sebelumnya riset?

B : sebelumnya riset iya, karena kan selama ini kalo lu ke sumba kan pasola. Lo

liat rata-rata kalo gak rumah adat yah pasola. Jadikan sebenernya kan dibalik itu

si, pasola lamboya, disitukan ada nama daerah lamboya, pasola itu kan cuman

bagian dari ritual adat merapu ini si, bagian kecil aja si. Kalau riset

jauh,maksudnya yah gak bisa yah lu di sumba tuh 3 tahun tuh gak bisa, gak

selesai si,

 

Page 98: ANALISIS SEMIOTIKA FOTO CERITA RUPA MASYARAKAT SUMBA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47290... · 2019-10-04 · ANALISIS SEMIOTIKA FOTO CERITA RUPA MASYARAKAT

A : prosesnya gak cukup yah?

B : bisa panjang banget, kalo misalnya A hari lo mau jadi kesana, belom ada

orang yang serius si garap itu si.

A : terus mengenai fotografi dan budaya mas, bagaimana pendapat mas ini

mengenai keduanya?

B : iih berat banget. Yah dokumen foto kan kaya media yah, medium gitu,

merekam. Jadi, hemm, maksud gua foto foto kita bagian dari kebudayaan itu kan,

misalkan bagian dari budaya mana nih, heem apakah budaya hubungan foto

dengan kebudayaan yang kultur oldschool, budaya semacem itu loh, atau yang

pop gitu, yang tradisional gitu atau yang ngepop gitu. Itu yahkalo foto dan itu si

yah, foto sekarang kamera bisa lu pake untuk mendokementasikan mereka

kebudayan kebudayaan yang masih tersisa ini yang suatu hari lu kan gak tau ini

akan bisa bertahan atau beneran hilang. Kalau lu denger, cerita gua tadi yah, yang

ada orang masuk yang berusaha mau ngerubah agama mereka satusatu gitugitu,

nah foto jadi data gitu, lo motret untuk mendokumentasikan mereka yang suatu

hari bisa hilang atau akan justru bisa makin solid bertahan gitu si, maksud gua

paling gk lebih kesitu si. bisa arkaiving atau apa si.

A : untuk sebagai arsip yah mas?

B : arsip itu kan terkahir banget yah, tapi paling gk lu bisa melempar wacana kan,

dari foto lo ada kejadian kayak gini loh, jadi biar orang yang akan menilai yah ,

termasuk elu yang ketiganya kan, elu melihat ini sebagai suatu hal yang gimana,

atau orang lain, yah jadi wacana aja si, jadi media aja fotografi

A : jadi peran peran fotografi dalam tradisi budaya gitu?

 

Page 99: ANALISIS SEMIOTIKA FOTO CERITA RUPA MASYARAKAT SUMBA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47290... · 2019-10-04 · ANALISIS SEMIOTIKA FOTO CERITA RUPA MASYARAKAT

B : fotografi dalam tradisi budaya kalo pop gitu, yang kita alami sehari-hari, yah

menurut gua foto itu jadi lu taukan kayak spon gitu yah, yah elu menyerap apa

yang ada disekeliling lo gitu, terus lu keluarin dalam bentuk baru gitu, medianya

foto gitu kan, jadi fotografi buat gua jadi kyak medium gue gitu, sebagai media lu

menyampaikan wacana, berkespresi segala macemkan, misalnya elu menyerap

apa yang ada disekeliling lu nih, terus lu kan mulai mengolah berfikir segala

macem ini kayaknya dibikin ini, jadi seperti kayak gitu si gua si.

Termasuk kayak kalo tradisi lama, elu nangkep sesuatu ini, terus fotografi jadi

medium lu, jadi media lu.

A : heem, jadi secara keseluruhan yah mas, jadi sebenernya apa yang mau mas

sampein dalam karya tersebut?

B : itu tadi kalo lo liat gambar-gambarnya kan, itu tuh mereka jadi, hem,

sebenrnya lebih kayak keterikatan masyarakat sumba itusi, jadi kayak adat mereka

itutuh terikat satu sama lain dengan caranya yah begitu, nah mungkin yah dulu itu

hal kayak gitu sengaja diciptain gitu biar orang itu saling terhubung gitu, jejaring

yah. Jadi orang itu satu sama lain itu antesis kota sekarang iyakan. Jadi kota itu

sekarang jadi kayak hal yang berlawanan, maksudnya kultur kota yah yang

dijakarta itu kan berlawanan sama mereka yang ngelakuin hal ini. ketika mereka

satu sama lain sangat terhubung walaupun dengan cara kayak gitu kan, tapikan

mereka tetep, “wow,gua punya utang sama sana” jadi elu harus, apapun

kondisinya elu, elu berushaa mengenal orang itu kan. Kayak gitu, jadi elu

nyamperin kesana atau dia sebaliknya, semua orang kan saling terhubung satu

sama lain yah paling gak satu daerah. Gitu si, Jadi kan sebenernya kayak satire

 

Page 100: ANALISIS SEMIOTIKA FOTO CERITA RUPA MASYARAKAT SUMBA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47290... · 2019-10-04 · ANALISIS SEMIOTIKA FOTO CERITA RUPA MASYARAKAT

gitu mas, yang kita hidup dikita sekarang inikan hampir gak kayak gitu kan. Elu

sama tetangga elu aja kan gak kenal gitu yah, misalnya ada kontrakan bederet

gitu, apalagi kontrakan gitu kan, rumah gua kan kampung gitu yah, ada kontrakan

enem apa tujuh gitu gua gak tau tuh siapa siapanya, maksud gua gitu si.

Nah hal yang kita lakukan sekarang kan berbeda sma mereka yah, mereka bisa

terhubung dari berapa berapa dengan budaya mereka Jadi gitu yah, dari merapu

batu kubur itu kan, terus masuk ke orang-orang, mereka masih guyub gitu kan,

ada gotong royong, mere bisa memecahkan masalah bersama sama. Ada orang,

jadi kayak ada satu foto tapi gak masuk tuh, mereka tuh naik nyewa bis, eh gak

bis gitu kayak truk terbuka bawa kebo gitu, dari jauh gitu bro, jadi ada orang

meninggal gitu, jauh gitu, 20 kilo 30 kilo posisinya dari situ tuh. Mereka nyewa

satu kampung gitu bersatu rombongan gitu bawa kebo gitu naek mobil bak itu

kesana ngasih itu.

A : sebagai bentuk apa tuh mas?sumbangan atau belasungkawa?

B : yah elu kalo nanya mereka yah, inikan ada orang kesusahan yah, yah elu bantu

bantu sedikit. Tapikan nanti mereka gentian, kalo orang ini kenapa kenapa yah elu

harus ngasih. Pokoknya elu harus punya stok kebo harus banyak. Kalo jadi mahal

kalo lo konversi pake uang. Iyakan, kalo diitu tuh gak berasa karna elu bisa

melihara kebo nih, disanakan kebokan ditaro yah liar aja, jadi mereka beranak

pinak gitu disitu. Nah ketika itu dikonversi jadi uang gitu, dan lu mau melihara

kebo lagi, harus ketanggungan kayak gitu, gua pikir lu bisa gila gitu.

A : ooh, oke mas, ke teknis yah mas, kayak kamera, lensa yang digunain apa mas?

Apakah ada tambahan pake flash atau apa gitu?

 

Page 101: ANALISIS SEMIOTIKA FOTO CERITA RUPA MASYARAKAT SUMBA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47290... · 2019-10-04 · ANALISIS SEMIOTIKA FOTO CERITA RUPA MASYARAKAT

B : kayaknya gua make sony A7 kan, A7 ii itu sama lensa fix 50 mm Nikon 55

mm Nikon, kayaknya gua bawa 1 kamera itu.

A : terus proses editing mas, editing fotonya gitu?

B : proses editing yah, sebenernya pendekatannya bisa difoto dulu bisa dicerita

dulu kan, nah kayak gitu si, terus yah memilih berdasarkan ,elu yang mau lu

ceritain apasi, mulai dari kepala terus turun kebawah adatnya, terus kebawah lagi,

jadi proses editingnya si kebih ke alur ceritanya aja si.

A : terus kenapa milih foto itu jadi pembukanya? Kenapa begitu?

B : yah kan awalnya emang dari situ kan. Dari marapu itukan diturunin dari orang

sebelumnya itukan yang bersimbol, kan simbolnya itu yah, mana si fotonya gua

juga agak lupa itu udah lama kayaknya,

A : mau ngeprint tapi kayak gak keluar gitu wrnanya.

B : nih kan, nih kan adatnya, nih kan segala macem gimana mereka guyub

gitukan, inikan tikam babi nih, nihkan sebenernya babi abis ditusuk gitu, wik gitu,

abis itu dibakar sama mereka, nah mereka pake tanda tanda alam gitu. Jadi babi

itu kan didoain dulu nih, ditusuk mati abis itu dibelah, dilihat tuh hatinya tuh. Jadi

dia baca petanda ini baik apa gak segala macem dari hatinya babi itu. Nah setiap

hal yang mereka lakuin, selalu kayak gitu. Jadi katakanlah misalnya lu mau

merantau nih, bikin acara apa pasti tikam babi dilihat hatinya itu sama kayak

orang adatnya tuh dilihat, ini bagus apa gak gitu. Nah maksud gua inikan

selalu…..

A : kalo dilihat dari fotonya si, maksud foto ini foto awalnya kan kayak makam

 

Page 102: ANALISIS SEMIOTIKA FOTO CERITA RUPA MASYARAKAT SUMBA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47290... · 2019-10-04 · ANALISIS SEMIOTIKA FOTO CERITA RUPA MASYARAKAT

B : makam

A : ditaro diawal gitu kan kaya mengawali….

B : iyakan inikan kayak turun gitu yah, secara inikan hal yang mereka lakukan

sekarang kan gak bisa lepas dari orang terdahulu

A : ini ukir yah mas? Batu ukir yah mas?

B : ini namanya batu apa yah? Ada satu daerah yang bikin makamnya kayak gini

si, emang batu dipahat sama mereka.

A : kalo yang nomer 3 tuh mas, yang itu..

B: nah kalo yang inikan makan yah, proses..

A : dari babi itu yah mas

B : heeh,

A : diacara yang sama yah mas?

B : iya diacara yang sama jadi yang kayak gua bilang tadi kayak ketahanan

pangan tadi yah, maksud gua gini nih, jadi setiap ada keluarga bikin apa, mereka

kumpul rame rame makan bareng, segala macem kayak gitu kan, ini soal

kerukunan yang dibangun mereka itu loh dengan makan bareng begadang sampe

pagi. Ini lebih ke yang gua bilang tadi, rumah yang mahal banget ituloh.

A : oh tapi ada modernisasi motor gitu yah?

B : inikan tabrakannya kesitu kan sebenernya kan, inikan mereka sebenernya

yang gua rasain, inikan sebenernya ditinggalin kan, jadi nanti kalo lu kesana

suatu hari, lo ngeliat ada tiang tiangnya doang tuh rumah, bekas tiang bekas tiang,

 

Page 103: ANALISIS SEMIOTIKA FOTO CERITA RUPA MASYARAKAT SUMBA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47290... · 2019-10-04 · ANALISIS SEMIOTIKA FOTO CERITA RUPA MASYARAKAT

jadi ada suatu keluarga induk disitu rumahnya rusak dan mereka gak mampu

bangun lagi gituloh, karena mahal banget.

A : kalau udah rusak udah yah, berarti mereka beralih ke rumah gini yah?

B : emang gak keliatan yah, tapi dibelakang belakangnya ada bekas tiang tiang

rumah yang udah ambruk gitu yah ditumpuk aja udah, ya mereka kan kesini yah

kearah sini, mereka sekarang lebih memilih ini yah.

Nah inikan kebo, jadi elu ngasih orang gitu, ini akan dipajang depan rumah lu,

tanduk dan itu ada namanya nanti, nama yang ngasih, itu nanti buat tanda kalo lu

balikin keorang itukan mereka itungannya tanduknya panjangnya seberapa.

A : oh kalo ngasih kerbau itu itungannya dari tanduk?

B : dari tanduk, harga kerbaupun itungannya dari tanduk. Nah makanya kayak

kan.

A : kalo dri teknis mas, ini kan kayak ada korelasi antara kepala si bapaknya

sama kepala tanduk, ngambilnya gimana tuh mas suasananya?

B : kalo ini gak sebenernya gua ambil portrait kan, tapi gua cari latarbelakang

yang ada ininya kan, inikan kayak kepala desa yang disana kan, gua wawancara

gitu segala macem. Nah inikan lebih ke secara fesyen lah lu bisa nangkepkan,

katakanlah..

A: itukan fesyen yang disanakan yah, pakaian adat yang disana..

B : heeh, jadi ada mereka improve gitu dari yang oldschool gitu dari yang

tradisional sama yang pakaian sehari-harinya mereka gitu, mereka keseharian

kayak gini, ada acara ataupun enggak yah kayak gini, rata-rata kayak gini, pake

 

Page 104: ANALISIS SEMIOTIKA FOTO CERITA RUPA MASYARAKAT SUMBA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47290... · 2019-10-04 · ANALISIS SEMIOTIKA FOTO CERITA RUPA MASYARAKAT

sarung, pake iket dikepala dan bawa golok. Dan kalo polisi pun kalo disinikan

bawa golok itu ditangkepkan, kalo disana enggak, karena yah golok itu jadi

bagian dari laki laki gitu harus kayak gitu kan,Nah inikan lo liat nih,

A : oh ini rumahnya udah modern mas?

B : iya karena mahal banget bro, saking mahalnya, jadikan ini pas ada acara

kematianlah, mereka lagi potong potong kan, kayak gitu, lu bisa liat kan, banyak

banget rumah disana kayak gini, terus fesyen anak mudanya masih pake ginikan ,

keseharian mereka kayak gini, lu nangkepnya gimana?

A : yah maksud gua, yah baliknya kana da modernisasi juga kan?

B : iya heeh dimitosnya kan di.. nah inikan soal kuda kan, jadi kultur kuda disana

itu yah udah, jdi kayak keseharian, dan namanya kuda jadi faktor yang penting

gitu, mereka jarang banget motong kuda, jadi kuda itu jadi belis yang gua bilang

mahar tadi.

A : jadi rata-rata kuda itu dipake untuk kendaraan disana atau enggak?

B : ada yang iya ada yang enggak

A : jadi untuk mahar aja?

B : emang lebih mahar, jadi kuda itu fungsinya untuk alat tukar gitu. Jadi

posisinya kayak gitu. Inikan kudanya ada yang kecil , ada yang kudanya 1 dari

daerah yang kemaren jokowi dikasih tuh dari daerah mana tuh, gue, ntar lu search

deh, jokowi kan sempet dikasih kuda dari Sumba daerah apa itu, nah itu kuda

yang bagus.

A : nah itu yang bagus, harga tukarnya juga beda tuh mas?

 

Page 105: ANALISIS SEMIOTIKA FOTO CERITA RUPA MASYARAKAT SUMBA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47290... · 2019-10-04 · ANALISIS SEMIOTIKA FOTO CERITA RUPA MASYARAKAT

B : beda, jadi inikan kalo kuda kuda kecil inikan kuda biasa yah,. Jadi emang

mereka kuda pun gak semua kuda sama, ada yang kuda lokal ada yang kuda

khusus daerahnya gitu.

A: nah kalo ini ada sirih pinang gitu mas?

B : nah, maksud gua yang sirih pinang itu kan, sebenernya yang gua tangkep si

yah, heemm inikan addict banget yah, nyirih, pinang, sama batu kapur itu kan,

sebenernya.. s jadi secara filosofisnya gini, mereka sirihnya itu kan bukan

daunnya kan, tapikan bunganya yang panjang panjang gitu,

A : ini lagi dililit lilit gitu yah?

B : enggak, terus pinang itukan bulet, terus kalo lu belah jadi dua gitu kan, jadi

kayak lu bilang pinang dibelah dua, jadi itukan, nangkep gak. Inikan Bunga sirih,

ini pinang, lu inget kalo simbol simbol tua gitu gak si? Kayak simbol simbol

kesuburan segala macem kayak monas gitu kan , terus batu kapurkan representasi

dari bumi , kalau lu tau orang disana se addict apa soal sirih pinang, parah itu

lebih dari addict dari rokok. udah lebih dari kebutuhan yah? Parah Addict banget,

jadi lu harus kesana deh, Sumba itu kayak daerah yang belum di kuak gitu,

maksud gua dari, gua asal asal lan kan agak ngawur-ngawurkan , lu riset lagi, lu

dateng bae bae kesana lu tinggal, lu masih punya waktu panjang sebulan gitu

disana, lu bakal melihat hal-hal menarik banget si disana,

A : itukan mas mas siapa, yang pasola itu,

B : Itu Sumbawa, romi perbawa itu kan, itu isu udah lamakan, dari tahun 90an

udah ada kan fotonya, tapi lu kalo ngebahas masih agak fresh

 

Page 106: ANALISIS SEMIOTIKA FOTO CERITA RUPA MASYARAKAT SUMBA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47290... · 2019-10-04 · ANALISIS SEMIOTIKA FOTO CERITA RUPA MASYARAKAT

A : kalo yang foto terakhir mas, anak kecilnya?

B : nah ini soal regenerasi segala macem, jadi satu rumah itu kan mereka, jenisnya

rumah inti tuh, rumah adat ini jadi rumah inti gitu, jadi satu rumah bisa diisi sama

4 keluarga, 5 keluarga, soal regenerasi dan segala macem, yah mereka selow gak

ngapa-ngapain gitu,

A : mereka berladang?

B : berladang, aduh daerahnya tandus banget deh jadi bingung gua

A : ternak mungkin yah?

B : ternak yah habis buat acara kan, jadi yah rata-rata si jualan apa, jualan hasil

bumi kepasar, jual ayam. Yah ini lebih kesitu si, yahsoal ini, rumah kan dari

bawah kakinya, perutnya dan atasnya, terus mereka bikin lagi tuh, pintu

perempuan, pintu laki laki tuh beda, tiangnya pasangnya 4 nih , laki-laki

perempuan, laki-laki perempuan parah si,

A : terakhir yah mas, banyak media yang menyampaikan sebuah pesan atau karya,

kenapa mas milih fotografi medianya?

B : yah sama kayak elu aja ngapa ambil soal skripsi lu semiotika. Maksud gua yah

Hemm jadi yah fotografi jadi apa yah, yah itu pilihan aja si, dan gua menikmati

proses fotografi itu si, yah kayak gini kan lu dateng ke tempat baru, ngobrol sama

orang baru, terus lu survive disana gimana segala macem, gimana yah. Kayak gitu

kan lebih kayak, Yah gua menikmati gua suka proses dan hasilnya aja si itu,

karena gua suka orang lain, yah karena elu orang lu akan tertarik dengan orang

 

Page 107: ANALISIS SEMIOTIKA FOTO CERITA RUPA MASYARAKAT SUMBA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47290... · 2019-10-04 · ANALISIS SEMIOTIKA FOTO CERITA RUPA MASYARAKAT

juga kan, fotografi kan rata-rata menceritakan tentang manusia dan sekitarnya,

yah itu si, gua suka ngeliat orang, awalnya kayak gitu.