ANALISIS SATUAN MEDAN UNTUK IDENTIFIKASI KAWASAN...

22
ANALISIS SATUAN MEDAN UNTUK IDENTIFIKASI KAWASAN PENYEBAB BANJIR DI SUB DAS JATI KABUPATEN TRENGGALEK Ibrahim Qurannysains Azhary Jurusan Geografi, Program Studi Pendidikan Geografi, Fakultas Ilmu Sosial, Universitas Negeri Malang E-mail: [email protected] Abstrak Sub DAS Jati merupakan salah satu dari tiga Sub DAS penyumbang debit air terbesar di Kabupaten Trenggalek. Pada wilayah Sub DAS ini sering mengalami banjir, Perubahan warna air sungai menjadi kuning pekat karena tercampur oleh material lumpur dan peningkatan tinggi muka air sungai merupakan indikator awal penurunan fungsi DAS. Hal tersebut menunjukan bahwa terjadi erosi lahan pada beberapa lereng pada Sub DAS tersebut. Indikasi ini dapat diartikan bahwa telah terjadi penurunan kemampuan lahan dalam memberikan respon terhadap kejadian hujan yang terjadi di wilayah tersebut. Penelitian ini bertujuan mendeskripsikan karakteristik medan daerah penelitian, lokasi-lokasi yang berpotensi menyebabkan banjir. Metode penelitian yang digunakan adalah survey. Subjek dalam penelitian ini adalah medan pada Sub DAS Jati Kabupaten Trenggalek. Penentuan sampel penelitian didasarkan pada bentuk lahan, penggunaan lahan serta jenis tanah pada satuan medan wilayah Sub DAS Jati. Teknik pengumpulan data adalah observasi dan dokumentasi. Analisis data menggunakan analisis skoring dan analisis diskriptif. Hasil penelitian menunjukan bahwa daerah penelitian mempunyai karakteristik medan yang bervariasi yaitu kemiringan lereng terjal hingga sangat terjal, pada Sub DAS bagian hulu dan tengah didominasi oleh jenis tanah Latosol Coklat Kemerahan dan Litosol yang bersifat rentan terhadap terjadinya erosi, pada bagian hilir didominasi oleh jenis tanah Aluvial Coklat kelabu yang bersifat kedap air, bentuk lahan pada Sub DAS hilir didominasi oleh bentuk lahan Dataran Antar Perbukitan (A.2.3) dengan litologi endapan kipas alluvium muda dari sungai dimana bahan koluvial di lereng bawah dan kaki diendapkan karena erosi dan gravitasi dari lereng atas, pada Sub DAS tengah didominasi bentuk lahan Perbukitan Tektonik (T.12.1) dengan litologi (Napal, Batu Gamping, Batu Pasir) terbentuk karena proses tektonik berupa proses (angkatan, lipatan, dan patahan), pada Sub DAS hulu didominasi bentuk lahan Punggung Perbukitan (V.3.2.1) dengan litologi (Andsit, Basalt, Breksi) yang terbentuk karena aktivitas gunung berapi, nilai laju infiltrasi (agak lambat, agak cepat dan cepat), penggunan lahan berupa (hutan, kebun, pemukiman, sawah irigasi, sawah tadah hujan, semak belukar, ladang), serta curah hujan tinggi hingga sangat tinggi. Hasil pengolahan dan analisa data menunjukan bahwa daerah penelitian memiliki tingkat limpasan permukaan sedang serta tinggi. Teridentifikasi beberapa satuan medan yang diduga kuat menjadi penyebab terjadinya banjir pada kawasan Sub DAS Jati. Satuan medan tersebut adalah satuan medan V3.Kb.IV.KLCKLt, satuan medan V3.Pk.III.KLCKLt, satuan medan T12.Ps.III.Lt dan satuan medan A2.Pk.II.ACKL. Kata kunci: satuan medan, daerah aliran sungai, perubahan penggunaan lahan, infiltrasi, limpasan permukaan. Abstract Jati Sub-watershed is one of the three sub watersheds largest contributor to water discharge Trenggalek. In the Sub watershed is often experienced flooding,

Transcript of ANALISIS SATUAN MEDAN UNTUK IDENTIFIKASI KAWASAN...

ANALISIS SATUAN MEDAN UNTUK IDENTIFIKASI KAWASAN

PENYEBAB BANJIR DI SUB DAS JATI KABUPATEN TRENGGALEK

Ibrahim Qurannysains Azhary Jurusan Geografi, Program Studi Pendidikan Geografi, Fakultas Ilmu Sosial,

Universitas Negeri Malang E-mail: [email protected]

Abstrak

Sub DAS Jati merupakan salah satu dari tiga Sub DAS penyumbang debit

air terbesar di Kabupaten Trenggalek. Pada wilayah Sub DAS ini sering mengalami

banjir, Perubahan warna air sungai menjadi kuning pekat karena tercampur oleh

material lumpur dan peningkatan tinggi muka air sungai merupakan indikator awal

penurunan fungsi DAS. Hal tersebut menunjukan bahwa terjadi erosi lahan pada

beberapa lereng pada Sub DAS tersebut. Indikasi ini dapat diartikan bahwa telah

terjadi penurunan kemampuan lahan dalam memberikan respon terhadap kejadian

hujan yang terjadi di wilayah tersebut. Penelitian ini bertujuan mendeskripsikan

karakteristik medan daerah penelitian, lokasi-lokasi yang berpotensi menyebabkan

banjir. Metode penelitian yang digunakan adalah survey. Subjek dalam penelitian ini adalah medan pada Sub DAS Jati Kabupaten Trenggalek. Penentuan sampel

penelitian didasarkan pada bentuk lahan, penggunaan lahan serta jenis tanah pada

satuan medan wilayah Sub DAS Jati. Teknik pengumpulan data adalah observasi

dan dokumentasi. Analisis data menggunakan analisis skoring dan analisis diskriptif.

Hasil penelitian menunjukan bahwa daerah penelitian mempunyai karakteristik

medan yang bervariasi yaitu kemiringan lereng terjal hingga sangat terjal, pada Sub

DAS bagian hulu dan tengah didominasi oleh jenis tanah Latosol Coklat Kemerahan

dan Litosol yang bersifat rentan terhadap terjadinya erosi, pada bagian hilir

didominasi oleh jenis tanah Aluvial Coklat kelabu yang bersifat kedap air, bentuk

lahan pada Sub DAS hilir didominasi oleh bentuk lahan Dataran Antar Perbukitan

(A.2.3) dengan litologi endapan kipas alluvium muda dari sungai dimana bahan

koluvial di lereng bawah dan kaki diendapkan karena erosi dan gravitasi dari lereng atas, pada Sub DAS tengah didominasi bentuk lahan Perbukitan Tektonik (T.12.1)

dengan litologi (Napal, Batu Gamping, Batu Pasir) terbentuk karena proses tektonik

berupa proses (angkatan, lipatan, dan patahan), pada Sub DAS hulu didominasi

bentuk lahan Punggung Perbukitan (V.3.2.1) dengan litologi (Andsit, Basalt, Breksi)

yang terbentuk karena aktivitas gunung berapi, nilai laju infiltrasi (agak lambat, agak

cepat dan cepat), penggunan lahan berupa (hutan, kebun, pemukiman, sawah irigasi,

sawah tadah hujan, semak belukar, ladang), serta curah hujan tinggi hingga sangat

tinggi. Hasil pengolahan dan analisa data menunjukan bahwa daerah penelitian

memiliki tingkat limpasan permukaan sedang serta tinggi. Teridentifikasi beberapa

satuan medan yang diduga kuat menjadi penyebab terjadinya banjir pada kawasan

Sub DAS Jati. Satuan medan tersebut adalah satuan medan V3.Kb.IV.KLCKLt, satuan medan V3.Pk.III.KLCKLt, satuan medan T12.Ps.III.Lt dan satuan medan

A2.Pk.II.ACKL.

Kata kunci: satuan medan, daerah aliran sungai, perubahan penggunaan

lahan, infiltrasi, limpasan permukaan.

Abstract

Jati Sub-watershed is one of the three sub watersheds largest contributor to

water discharge Trenggalek. In the Sub watershed is often experienced flooding,

river water color changes to yellow material thick as mud and mixed by an increase

in water level the river is an early indicator of watershed impairment. It shows that

the soil erosion on some slopes on the sub-watershed. This indication means that

there has been a decrease in the ability of land to provide a response to rainfall

events that occurred in the region. This study aimed to describe the characteristics of

the study area battlefield, the locations that could potentially cause flooding. The

method used was a survey. Based on this kind of research is descriptive quantitative.

Subjects in this study is a sub-watershed field at Regency Teak Psychology.

Determination of the study sample was based on land form, land use and soil type on

the force field Jati Sub watershed. Techniques of data collection is observation and

documentation. Analyzed using descriptive scoring and analysis.The results showed that the characteristics of the study area has a varied terrain slope is steep to very

steep slopes, in the sub-watershed upstream and middle part is dominated by soil

type and Reddish Brown Latosol Litosol that are prone to erosion, the downstream

section is dominated by soil type Alluvial gray brown that is watertight, land forms

on the downstream sub-watershed is dominated by hills Inter Plain Landform

(A.2.3) with sediment lithology young fan alluvium of the river where the material

koluvial at the foot of the slope below and precipitated due to erosion and gravity of

the upper slope, in the middle of the sub-watershed is dominated by Hills Land

Tectonics (T.12.1) with lithology (Marl, Limestone, Sandstone) formed by tectonic

processes such as process (force, folds, and faults), the sub-watershed upstream land

dominated by Hills Squad ( V.3.2.1) with lithology (Andsit, Basalt, Breccia) formed due to volcanic activity, the value of infiltration rate ( little slow, little faster and

faster), in the form of land use (forests, orchards, residential, irrigated, rainfed rain,

shrubs, fields), rainfall and high to very high. Processing and data analysis results

show that the study area has a moderate rate of surface runoff and high. Identified

several terrain units who allegedly being the cause of flooding in the Jati sub-

watershed. The terrain unit is a V3.Kb.IV.KLCKLt terrain unit, V3.Pk.III.KLCKLt

terrain units, T12.Ps.III.Lt terrain unit and A2.Pk.II.ACKL terrain unit.

Keywords: terrain units, watersheds, land use change, infiltration, surface

runoff.

PENDAHULUAN

Banjir merupakan fenomena alam yang biasa terjadi di suatu kawasan

yang banyak dialiri oleh aliran sungai. Kita bisa melihat banjir sebagai suatu

bagian dari siklus hidrologi, yaitu pada bagian air di permukaan Bumi yang

bergerak ke laut. Dalam siklus hidrologi kita dapat melihat bahwa volume air

yang mengalir di permukaan Bumi ditentukan oleh tingkat curah hujan dan

tingkat peresapan air ke dalam tanah. Dapat diartikan bahwa banjir merupakan

peristiwa terbenamnya daratan karena volume air yang meningkat. Banjir dapat

terjadi karena peluapan air yang berlebihan di suatu tempat akibat hujan lebat

peluapan air sungai atau pecahnya bendungan sungai.

Permasalahan banjir diyakini sebagai dampak dari sistem tata air di

wilayah DAS yang buruk. Banjir yang terjadi kemudian mengakibatkan

penumpukan sedimen diwilayah hilir dan kawasan waduk, hal tersebut berkaitan

dengan kondisi hutan di bagian hulu DAS tersebut. Ekosistem DAS hulu

merupakan bagian yang penting karena mempunyai fungsi perlindungan terhadap

seluruh bagian DAS yaitu dari segi fungsi tata air. Sehingga aktivitas perubahan

tata guna lahan yang dilaksanakan di daerah hulu DAS tidak hanya berpengaruh

dimana kegiatan tersebut berlangsung (hulu DAS), tetapi juga akan menimbulkan

dampak di daerah hilir dalam bentuk perubahan fluktuasi debit dan pengangkutan

sedimen serta material terlarut dalam sistem aliran air lainnya hingga lahan-lahan

di sekitar DAS menjadi kritis.

Melalui analisis satuan medan kawasan peyebab banjir dapat

teridentifikasi. Analisis satuan medan pada hakekatnya merupakan proses

menduga medan untuk berbagai penggunaan lahan. Dimana dalam analisis

tersebut mempertimbangkan berbagai kemungkinan penggunaan lahan dan faktor-

faktor pembatasnya, serta berusaha mencari berbagai informasi dari medan

tersebut. Satuan Medan adalah suatu bidang lahan yang berhubungan dengan

sifat-sifat fisik permukaan dan dekat permukaan yang kompleks dan penting bagi

manusia (Zuidam & Van Zuidam-Cancelado,1979), dan memiliki kemiripan

dalam karakteristik fisik lahan seperti iklim, relief, proses geomorfologi, struktur

batuan, tanah dan hidrologi, sedangkan vegetasi dan penggunaan lahan dianggap

sebagai faktor indikasi. Berdasarkan konsep tersebut, dapat dikemukakan bahwa

perbedaan karakteristik medan, akan berpengaruh terhadap bentuk dan pola

penggunaan lahan, sedangkan bentuk penggunaan lahan sendiri merupakan

indikator atau cerminan dari karakteristik medan dan tingkat kesesuaian medan

suatu wilayah.

Sub DAS Jati merupakan salah satu dari tiga Sub DAS penyumbang debit

air terbesar di Kabupaten Trenggalek. Pada kurun waktu sepuluh tahun terakhir,

wilayah Sub DAS ini sering mengalami banjir, yaitu pada tahun 2006,2007,2008

dan 2011. Sebagai contoh yaitu banjir yang terjadi di Desa Salamrejo dan Desa

Sumberingin pada tahun 2008. Pada saat kejadian banjir tinggi muka air melebihi

tinggi dari orang dewasa yaitu mencapai lebih dari 1,5 m, sehingga persawahan

serta pemukiman penduduk setempat menjadi tergenang. Selain itu banjir yang

terjadi mengakibatkan ruksaknya berbagai sarana prasarana yang ada serta korban

jiwa. Permasalahan lain yang timbul akibat banjir pada Sub DAS Jati adalah

menjadi terhambatnya aksesibilas antara Kabupaten Ponorogo dengan Kabupaten

Trenggalek, mengingat pada kawasan tersebut terdapat jalur yang

menghubungkan antar dua wilayah kabupaten tersebut. Perubahan warna air

sungai menjadi kuning pekat karena tercampur oleh material lumpur dan

peningkatan tinggi muka air sungai merupakan indikator awal penurunan fungsi

DAS. Hal tersebut menunjukan bahwa pada beberapa lereng diindakasikan

mengalami erosi lahan. Indikasi ini dapat diarahkan bahwa telah terjadi penurunan

kemampuan lahan dalam memberikan respon terhadap kejadian hujan yang terjadi

di wilayah tersebut. Agar dampak yang ditimbulkan oleh banjir tidak semakin

parah dan dapat terminimalisir, maka diteksi dini dan penanganan terhadap

permasalahan tersebut perlu dilakukan sesegera dan semaksimal mungkin.

RUANG LINGKUP DAN METODE

Penelitian ini bertujuan mendeskripsikan karakteristik medan daerah

penelitian, lokasi-lokasi yang berpotensi menyebabkan banjir. Metode penelitian

yang digunakan adalah survey. Berdasarkan jenisnya penelitian ini bersifat

deskriptif kuantitatif. Subjek dalam penelitian ini adalah medan pada Sub DAS

Jati Kabupaten Trenggalek. Penentuan sampel penelitian didasarkan pada bentuk

lahan, penggunaan lahan serta jenis tanah pada satuan medan wilayah Sub DAS

Jati. Teknik pengumpulan data adalah observasi dan dokumentasi. Analisis data

menggunakan analisis skoring dan analisis diskriptif.

Subjek dalam penelitian ini adalah medan pada kawasan Sub DAS Jati

Kabupaten Trenggalek. Untuk penentuan sampel penelitian didasarkan pada

bentuk lahan, penggunaan lahan serta jenis tanah pada satuan medan kawasan Sub

DAS Jati. Pengumpulan data primer dilakukan dengan melakukan pengamatan

pada masing-masing satuan medan. Data primer yang dibutuhkan dalam

penelitian ini meliputi data bentuk-bentuk erosi dan konservasi pada daerah

penelitian, data pola dan jenis penggunaan lahan, laju infiltrasi dan data

morfometri daerah aliran sungai. Sedangkan data sekunder berupa data Data

Curah Hujan tahun 2000-2011, peta lereng, peta tanah, peta penggunaan lahan

skala 1:25.000 untuk wilayah daerah Sub DAS Jati yang diperoleh dari instansi

terkait.

Analisis yang digunakan untuk mencapai tujuan penelitian adalah dengan

pengharkatan (scoring) dilanjutkan dengan analisis diskriptif. Identifikasi

kawasaan penyebab banjir didasarkan beberapa variabel yaitu pengunaan lahan,

kemiringan lereng, jenis tanah, curah hujan serta bentuk lahan (proses

terbentuknya, litologi, relief lereng). Pemberian nilai atau scoring dilakukan

dengan memberikan nilai pada variabel pengunaan lahan, kemiringan lereng, jenis

tanah, curah hujan sehingga dapat diketahui kriteria kelas limpasan permukaan

kawasan Sub DAS Jati yang dapat digunakan sebagai dasar pembuatan Peta

Limpasan Permukaan Sub DAS Jati. Kondisi limpasan permukaan serta kondisi

bentuk lahan daerah penelitian dapat dijadikaan sebagai acuan untuk

mendiskripsikan karakteristik satuan medan daerah penelitian sehingga

teridentifikasi agihan satuan medan manakah yang berpotensi menyebabkan banjir

pada wilayah tersebut.

Gambar 1. Peta Lokasi Penelitian

HASIL

1. Satuan Medan Daerah Penelitian

Berdasarkan metode yang digunakan dalam penelitian maka dari 56 satuan

medan diperoleh 15 satuan medan sebagai titik pengamatan. Hasil ini didapat

berdasarkan pertimbangan dari parameter-parameter yang berpengaruh terhadap

terjadinya banjir yaitu bentuk lahan, penggunaan lahan dan jenis Tanah. Jadi, dari

56 satuan medan diambil 15 titik sampel, dimana tiga parameter tersebut terdapat

pada satu satuan medan dan dapat mewakili secara keseluruhan. Sebaran satuan

medan yang terseleksi adalah A2.Kb.II.Lt, A2.Pk.II.ACKL, A2.Ps.II.Lt,

A2.Tg.III.ACKL, T12.Kb.III.Lt, T12.Pk.III.Lt, T12.Ps.III.Lt,

T12.Sb.III.KLCKLt, T12.Tg.III.ACKL, V3.Kb.III.Lt, V3.Kb.IV.KLCKLt,

V3.Pk.III.KLCKLt , V3.Pk.III.Lt, V3.Ps.III.Lt,. V3.Tg.III.ACKL

2. Karakteristik Medan daerah Penelitian

Karakteristik medan daerah penelitian bisa diketahui setelah didapat data

dari lapangan. Tujuan pengkajian kerakteristik pada daerah penelitian adalah agar

mempermudah dalam menganalis sebaran agihan penyebab banjir pada daerah

penelitian. Untuk menegetahui karakteristik medan pada daerah penelitian maka

digunakan variabel yang telah ditentukan sebelumnya. Variabel yang digunakan

adalah sebagai berikut:1) Infiltrasi, 2) Kemiringan lereng, 3) Penutup lahan, 4)

Curah Hujan, 5) Bentuk Lahan.

Data karakteristik medan yang diperoleh berdasarkan pengamatan di

lapangan serta dari data sekunder digunakan sebagai acuan dalam analisis kawan

penyebab banjir wilayah Sub Das Jati. Data karakteristik satuan medan dapat

dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1 Karakteristik Satuan Medan Lokasi Penelitian

no/

titik

Simbol Satuan

medan

Bentuk

lahan Litologi

Proses

Geomorfologi Relief Lereng

Infiltrasi

(cm/menit)

Penggunaan

lahan

Curah

Hujan

Kemiringan

lereng

Luas

(Ha)

1. A2.Kb.III.Lt A.2.3

(Koluvial)

Colluvial

Slope Wash

Endapan

kipas

aluvium

muda berasal dari

sungai

Bahan koluvial di

lereng bawah dan

kaki, diendapkan

karena erosi dan gravitasi dari

lereng atas

26.7 %- 30,5% 0,201 Perkebunan Sangat Tinggi Terjal 2,00

2. A2.Pk.II.ACKL 2,5% - 8,7% 0,102 Pemukiman Sangat Tinggi Landai hingga

miring 320,21

3. A2.Ps.II.ACKL Rata-rata 2% 0,618 Persawahan Sangat Tinggi Landai hingga

miring 809,05

4. A2.Tg.III.ACKL 44,2% - 64,2% 0,300 Tegalan Sangat Tinggi Terjal 50,39

5. T12.Kb.III.Lt

T.12.1

(Perbukitan

Tektonik)

Napal, batu

gamping,

batu pasir

Terbentuk sebagai

akibat dari proses tektonik

(orogenesis dan

epirogenesis)

berupa proses

angkatan, lipatan,

dan atau patahan.

(lereng

Bawah dominan

>15% dan lereng atas

34,4% -

2,000 Perkebunan Sangat Tinggi Terjal 217,54

6. T12.Pk.III.Lt 30,5% - 45,5% 1,300 Pemukiman Sangat Tinggi Terjal 49,60

7. T12.Ps.III.Lt 40.4% - 46,6% 0,500 Persawahan Sangat Tinggi Terjal 3,.94

8. T12.Sb.III.KLCKLt 40,4% - 42,4% 1,800 Semak Belukar Sangat Tinggi Terjal 68,19

9. T12.Tg.III.ACKL 50% 0,700 Tegalan Sangat Tinggi Terjal 15,80

10. V3.Kb.III.Lt

V.3.2.1

(Lahar

Bagian

Tengah)

Andesit,

basal,

breksi

Terbentuk karena

aktivitas vulkan /

gunung berapi

(resen atau

subresen).

46,6%-83,9% 1,304 Perkebunan Sangat Tinggi Sangat Terjal 306,39

11. V3.Kb.IV.KLCKLt

Lereng Bawah

17,63% - 24,93%

Lereng Atas 45% -

57,7%

2,902 Perkebunan Sangat Tinggi Sangat Terjal 422,11

12. V3.Pk.III.KLCKLt 23,2% - 40,5% 1,912 Pemkiman Sangat Tinggi Terjal 59,08

13. V3.Pk.III.Lt 44,5% 1,100 Pemukiman Sangat Tinggi Terjal 15,36

14. V3.Ps.III.Lt 42,% 0,500 Persawahan Sangat Tinggi Terjal 28,51

15. V3.Tg.III.ACKL 26,7% - 30,5% 3,103 Tegalan Sangat Tinggi Landai hingga

miring 24,58

Sumber: Analisis data

Tabel 2 Tingkat Pengaruh Kondisi Medan Terhadap Terjadinya Limpasan Permukaan di Sub DAS Jati Kabupaten Trenggalek

No/

Titik

Simbol Satuan

Medan

Koordinat Lokasi

Penelitian Infilrasi

Penggunaan

Lahan Curah Hujan Kemiringan Lereng Jumlah Kelas

1 A2.Kb.III.Lt 111° 37' 29.8648" E 8° 6' 7.1793" S

2 2 4 3 11 Sedang

2 A2.Pk.II.ACKL 111° 39' 35.4689" E 8° 5'

0.2322" S

3 4 4 2 13 Tinggi

3 A2.Ps.II.ACKL 111° 39' 16.4364" E 8° 5'

50.6520" S

1 3 4 2 10 Sedang

4 A2.Tg.III.ACKL 111° 38' 27.1932" E 8° 6'

11.4050" S

2 3 4 3 12 Tinggi

5 T12.Kb.III.Lt 111° 36' 51.6948" E 8° 6'

44.6371" S

1 2 4 3 11 Sedang

6 T12.Pk.III.Lt 111° 38' 9.2870" E 8° 6'

7.8364" S

1 4 4 3 12 Tinggi

7 T12.Ps.III.Lt 111° 37' 28.4366" E 8° 6' 32.7788" S

1 3 4 3 11 Sedang

8 T12.Sb.III.KLCKLt 111° 36' 49.2426" E 8° 6'

32.7788" S

1 2 4 3 10 Sedang

9 T12.Tg.III.ACKL 111° 38' 45.5199" E 8° 6'

16.8086" S

1 3 4 3 11 Sedang

10 V3.Kb.III.Lt 111° 37' 18.1714" E 8° 5'

23.0265" S

1 2 4 4 11 Sedang

11 V3.Kb.IV.KLCKLt 111° 37' 18.8649" E 8° 5'

24.3002" S

1 2 4 4 11 Sedang

12 V3.Pk.III.KLCKLt 111° 35' 30.0288" E 8° 6'

41.2335" S

1 4 4 3 12 Tinggi

13 V3.Pk.III.Lt 111° 37' 53.7454" E 8° 5'

44.7190" S

1 4 4 3 12 Tinggi

14. V3.Ps.III.Lt 111° 38' 34.6331" E 8° 5'

7.9551" S

1 3 4 3 11 Sedang

15. V3.Tg..III.ACKL 111° 39' 0.7326" E 8° 4'

39.0579" S

1 3 4 2 10 Sedang

Sumber: Analisi Data

3. Tingkat Limpasan Permukaan Daerah Penelitian

Tingkat limpasan permukaan adalah gambaran mengenai sebaran satuan medan

yang memiliki potensi menyumbangkan debit air pada kawasan Sub DAS Jati. Untuk

dapat menyusunnya maka perlu dilakukan pengharkatan atau scoring pada masing-

masing variabel penelitian. Varibel yang dipakai antara lain laju infiltrasi tanah,

Penggunaan lahan, Curah Hujan dan kemiringan lereng. Langkah setelah proses

pengharkatan adalah penjumlahan pada setiap variabel penelitian yang kemudian

digunakan sebagai penentuan tingkat limpasan permukaan. Berdasarkan hasil

pengolahan data tersebut maka dapat diketahui bahwa kriteria sedang dan tinggi

mendominasi pada daerah penelitian. Berikut adalah tabel sebaran limpasan permukaan

Sub DAS Jati beserta luasannya.

Tabel 3 Sebaran Limpasan Permukaan pada wilayah Sub DAS Jati

Tingkat Limpasan

Permukaan Satuan Medan Luas Desa

Rendah Tidak ada 0 Ha Tidak ada

Sedang

A2.Ps.II.Lt, A2.Kb.II.Lt

T12.Kb.III.Lt, T12.Ps.III.Lt,

T12.Sb.III.KLCKLt,

T12.Tg.III.ACKL,

V3.Kb.III.Lt,

V3.Kb.IV.KLCKLt,

V3.Ps.III.Lt,V3.Kb.III.ACKL

3589,85 Ha

Wonokerto, Puru,

Jombok, Nglebo,

Sumberbening,

Gamping

Tinggi

A2.Pk.II.ACKL,

A2.Tg.II.ACKL,

T12.Pk.III.Lt, V3.Pk.III.Lt,

V3.Pk.III.KLCKLt.,

540,56 Ha

Kedung sigit,

Salamrejo, Buluagung,

Nglongsor ,Jati

Jumlah 4.130,41 Ha

Sumber: Analisis Data 2012

Limpasan permukaan tinggi menempati satu pertiga bagian dari daerah

penelitian dengan penggunaan lahan berupa perkebunan dan pemukiman dan memiliki

jenis tanah Litosol pada lereng tengah dan Auvial Coklat Kelabu pada kawasan hilir.

Untuk kriteria tingkat limpasan permukaan sedang sebagian besar berada pada kawasan

lereng tengah. Sehingga apabila di analogikan air hujan yang turun pada daerah hulu

akan memberikan sumbangan debit air yang besar hal ini karena adanya pengaruh

kondisi bentuk lahan yang kedap

4. Perubahan Penggunaan Lahan Sub DAS Jati Kabupaten Trenggalek Tahun

2000 – Tahun 2011

Analisis pola penggunaan lahan dan perubahannya merupakan hasil analisis

Sistem Informasi Geografis (SIG) yang bertujuan untuk memperoleh informasi tentang

penggunaan lahan lokasi penelitian. Informasi yang didapatkan berupa jenis

penggunaan lahan, luas penggunaan lahan beserta luas perubahan penggunaan lahan.

Terdapat perbedaan yang mencolok antara peta penggunaan lahan 2000 dan peta

penggunaan lahan 2011. Hal ini mempengaruhi terjadinya banjir pada kawasan Sub

DAS Jati. Perbandingan antara peta penggunaan lahan tahun 2000 dan tahun 2011 dapat

dilihat pada tabel 4.

Tabel 4 Jenis Penggunaan Lahan Sub DAS Jati Tahun 2000 dan Tahun 2011

Jenis

Penggunaan Lahan

Tahun 2000 Tahun 2011

Luas (Ha) % Luas (Ha) %

Hutan 841,39 20,37% 30,83 0,75%

Perkebunan/Kebun 257,47 6,23% 1121,13 27,14%

Pemukiman 242,71 5,88% 537,64 13,02%

Sungai 0,29 0,01% 0,15 0,01%

Sawah Irigasi 1429,64 34,61% 795,32 19,26%

Sawah Tadah Hujan 0 0% 154,80 3,75%

Semak/Belukar 0 0% 464,25 11,24%

Tanah Ladang/Tegalan 1358,90 32,90% 1026,30 24,85%

Luas Total 4130,41 100% 4130,41 100%

Sumber: Analisi Peta Penggunaan Lahan Tahun 2000 dan Tahun 2011

5. Perubahan Nilai Laju Infiltrasi Tanah di Sub DAS Jati Kabupaten

Trenggalek Tahun 2000 – Tahun 2011

Pada penelitian kali ini penunis mencoba memprediksi nilai laju infiltrasi pada

tahun 2000 dengan menggunakan batuan Peta Satuan medan Sub Das Jati Tahun 2000,

dimana pendugaan tersebut didasarkan pada indikator penggunaan lahan dan hasil

perhitungan nilai infiltrasi dari hasil penelitian di lapangan. Untuk kondisi jenis tanah

dan bentuk lahan tidak dijadikan acuan, karena pada selang waktu sepuluh tahun jenis

tanah tidak akan mengalami perubahan yang cukup signifikan, namun hanya

penggunaan lahan dan kondisi lereng mikro saja yang telah berubah. Berikut adalah

tabel pendugaan nilai laju infiltrasi tahun 2000.

Tabel 5 Pendugaan Laju Infiltrasi Sub DAS Jati Tahun 2000

No.

Tahun 2011 Tahun 2000

Satuan Medan Laju Infiltrasi

(cm/menit) Satuan Medan

Laju Infiltrasi

(cm/menit)

1. A2.Kb.III.Lt 0,201 A2.Kb.III.Lt 0,201

2. A2.Pk.II.ACKL 0,123 A2.Pk.II.ACKL 0,123

3. A2.Pk.II.ACKL 0,123 A2.Ps.II.ACKL 0,618

4. A2.Tg.III.ACKL 0,3 A2.Tg.III.ACKL 0,300

5. T12.Ht.III.Lt 2,0 T12.Kb.III.Lt 2,0

6. T12.Pk.III.Lt 1,3 T12.Pk.III.Lt 1,3

7. T12.Ps.III.Lt 0,5 T12.Tg.III.Lt 0,5

8. T12.Sb.III.KLCKLt 1,8 T12.Ht.III.KLCKLt 3,103

9. T12.Tg.III.ACKL 0,7 T12.Tg.III.ACKL 0,7

10. V3.Kb.III.Lt 1,304 V3.Ht..III.Lt 3,103

11. V3.Kb.IV.KLCKLt 2,902 V3.Kb.IV.KLCKLt 2,902

12. V3.Pk.III.KLCKLt 1,911 V3.Pk.III.KLCKLt 1,911

13. V3.Pk.III.Lt 1,1 V3.Ht.III.Lt 3,103

14. V3.Ps.III.Lt 0,5 V3.Ps.III.Lt 0,5

15. V3.Tg..III.ACKL 3,103 V3.Tg..III.ACKL 3,103

Sumber: Analisi Peta Penggunaan Lahan Tahun 2000 dan Tahun 2011

PEMBAHASAN

1. Karakteristik satuan medan Sub DAS Jati Kabupaten Trenggalek

Data tabel 2. menunjukkan bahwa daerah penelitian memiliki kelas infiltrasi

yang didominasi kriteria sangat cepat dan cepat dengan bentuk lahan punggung

perbukitan pada bagian hulu, perbukitan tektonik pada bagian lereng tengah dan dataran

antar perbukitan pada hilir. Terdapat tiga macam jenis tanah yaitu Aluvial Coklat

Kekelabuan, Litosol Mediteran, Asosiasi Litosol dan Latosol Coklat Kemerahan,

dimana kondisi tersebut memiliki pengaruh yang cukup signifikan terhadap kondsi

resapan pada daerah penelitian.

Meninjau kondisi topografi wilayah dan kemiringan lerengnya, Hasil dari

temuan lapangan tersebut dipandang sangat signifikan bahwa kawasan Sub DAS Jati

memiliki berbagai resiko degradasi lahan potensial maupun aktual yang besar karena

kondisi lerengnya yang sangat curam. Kondisi lahan-lahan miring yang telah

dialihfungsikan menjadi kawasan pemukiman dan perkebunan menyebabkan terjadinya

erosi lahan yaitu dimulai dari proses lupasan kemudian pengangkutan dan berakhir

dengan pengendapan. Hal tersebut disebabkan oleh kondisi tanah pada lapisan atas yang

didominasi oleh jenis tanah Latosol Coklat Kemerahan dan Litosol dimana jenis tanah

terebut bertekstur liat, berdrainase sedang dan memiliki nilai erodibilitas 0,43 metrik

dan tergolong rentan terhadap longsor (Sumber: Kironoto, 2003). Faktor erodibilitas

tanah ialah kemampuan/ketahanan partikel tanah terhadap pengelupasan dan

pemindahan tanah akibat energi kinetik hujan. Nilai erodibilitas tanah selain tergantung

pada topografi, kemiringan lereng dan akibat perlakuan manusia. Tabel nilai erodibilitas

pada berbagai jenis tanah dapat dilihat pada tabel 6.

Tabel 6 Nilai Erodibilitas Tanah

No Jenis Tanah Nilai K (metric)

1. Latosol Coklat Kemerahan dan Litosol 0,43 2. Latosol Kuning Kemerahan dan Litosol 0,36

3. Kompleks Mediteran dan Litosol 0,46

4. Latosol Kuning Kemerahan 0,56

5. Grumusol 0,20

6. Alluvial 0,47

7. Regosol 0,40

8. Latosol 0,31

Sumber: Kironoto, 2003

Semakin bertambahnya aktivitas manusia pada daerah yang relatif terjal di Sub

DAS bagian hulu menyebabkan pada daerah tersebut banyak mengalami degradasi

lahan. Pada DAS hulu dan DAS tengah banyak lahan yang dimanfaatkan sebagai

ladang/tegalan dan tanaman musiman. Hal tersebut kurang baik dimana perakaran yang

kuat sangat diperlukan untuk menahan laju erosi. Selain itu tekstur tanah berperan

dalam menentukan tata air dalam tanah, berupa kecepatan infiltrasi, penetrasi dan

kemampuan pengikatan air oleh tanah, serta mempengaruhi kapasitas tanah untuk

menahan air, permeabilitas tanah dan berbagai sifat fisik maupun kimia tanah lainnya.

Kondisi tanah yang bertekstur lempung berpasir juga mempengaruhi terhadap terjadinya

erosi pada kawasan tersebut.

Dalam penelitian ini Daerah Aliran Sungai dibagi menjadi tiga Sub DAS yaitu

Sub DAS Hulu, Sub DAS Tengah, dan Sub DAS bagian Hilir. Hal tersebut agar dalam

mengkaji dan membahas hasil penelitian lebih mudah dan lebih fokus. Berikut adalah

analisa tentang kondisi agihan satuan medan pada Sub DAS Jati Kabupaten Trenggalek.

a) Sub DAS Jati Hulu

Pada Daerah hulu secara genetik merupakan daerah yang memiliki bentukan

lahan asal vulkan yaitu bentuk lahan Punggung Perbukitan (V.3.2.1) dengan batuan

penyusun berupa batuan-batuan beku yaitu Andesit, Breaksi dan Basalt yang terbentuk

dari aktifitas vulkan (resen atau subresen). Sampel pada lereng atas diwakili oleh satuan

medan V3.Kb.IV.KLCKLt penggunaan lahan kebun, kemiringan lereng 45-57,6%,

tanah Asosiasi Latosol Coklat Kemerahan dan Litosol, berdasarkan pengukuran

lapangan kemudian dilanjutkan dengan perhitungan menggunakan rumus Horton satuan

medan ini memiliki nilai laju infiltrasi sebesar 2,902 cm/menit dan tergolong dalm kelas

cepat. Satuan medan V3.Pk.III.KLCKLt penggunaan lahan berupa pemukiman,

kemiringan lereng 23,2-40,5%, tanah Asosiasi Latosol Coklat Kemerahan dan Litosol,

nilai laju infiltrasi sebesar 1,911 cm/menit lebih rendah dibandingkan satuan medan

sebelumnya karena pada satuan medan sebelumnya penggunaan lahannya berupa kebun

yang memiliki simpanan permukaan lebih baik dari pada penggunaan lahan

pemukiman. Satuan medan V3.Pk.III.Lt penggunaan lahan berupa pemukiman,

kemiringan lereng rata-rata 44,5% tanah Litosol, namun nilai laju infiltrasi lebih rendah

dibandingkan satuan medan sebelumnya yaitu sebesar 1,1cm/menit, hal ini dikarenakan

kondisi jenis tanah berupa tanah Litosol. Tanah Litosol tidak berkembang baik karena

pengaruh iklim yang lemah atau terlalu agresif, letusan gunungapi, atau topografi

dengan kemiringan yang tinggi, proses pembentukan tanah ini lebih lambat dari proses

penghilangan tanah akibat dari erosi, sehingga solum tanah cenderung semakin dangkal.

Hal tersebut yang menyebabkan tanah Litosol memiliki resapan yang tergolong rendah.

Satuan medan V3.Ps.III.Lt penggunaan lahan berupa persawahan, kemiringan lereng

42,5%, jenis tanah Litosol dengan nilai laju infiltrasi sebesar 0,5 cm/menit, kondisi

infiltrasi pada satuan medan ini juga lebih rendah dibanding satuan medan sebelumnya

karena penggunaan lahan yang ada berupa pemukiman, dimana penggunaan lahan

permukiman memiliki simpanan permukaan yang rendah, hal ini disebabkan karena

adanya pemadatan struktur tanah sehingga apabila hujan, air tidak langsung meresap ke

dalam tanah dan mengalami pengatusan dahulu sebelum menuju pada sungai utama.

Satuan medan V3.Tg.II.ACKL penggunaan lahan berupa tegalan, kemiringan lereng

26,7% -30,5% tanah Aluvial Coklat Kelabu, nilai laju infiltrasi lebih besar dari satuan

medan yang lain pada kawasan bentuk lahan punggung perbukitan yaitu sebesar 3,103

cm/menit. Meninjau topografinya daerah satuan medan V3.Tg.II.ACKL memiliki relief

yang relatif agak miring, dengan kondisi tanah berupa Aluvial Coklat Kelabu

seharusnya laju infiltrasi lebih rendah namun pada kenyataanya justru berbanding

terbalik, hal tersebut terjadi karena adanya pengolahan lahan pada lahan tegalan tersebut

yang mampu mengubah struktur tanah akan menjadi semakir besar. Curah hujan dan

intensitas hujan daerah daerah penelitian sangat tinggi sehingga dapat menyebabkan

terjadinya gerakan massa tanah pada kawasan yang berpotensi menimbulkan erosi

lahan. Kondisi tersebut diperkuat dengan morfometri lereng yang didominasi oleh

kemiringan curam hingga sangat curam.

b) Sub DAS Jati Tengah

Pada kawasan lereng tengah secara genetik memiliki bentukan lahan asal

tektonik dengan kode lahan (T12.1) dengan batuan penyusun berupa batuan-batuan

sedimen yang mudah telarut air yaitu Napal, batu Gamping, batu Pasir. Merupakan

Akwifer yang baik namun rentan terhadap erosi. Dengan kondisi tersebut terbentuk

struktur tanah yang yang kurang rapat dengan dengan porositas yang kecil dan

permeabilitas yang besar menyebabkan tanah mudah terkikis oleh air hujan dan terlarut

ke sungai. Sampel pada lereng tengah terwakili oleh satuan medan T12.Kb.III.Lt,

penggunaan lahan kebun, kemiringan lereng 15% -34,4% , jenis tanah Litosol, nilai laju

infiltrasi 2,0 cm/menit. Satuan medan T12.Pk.III.Lt penggunaan lahan persawahan,

kemiringan lereng 30,5-45,5% jenis tanah litosol dengan nilai laju infiltrasi sebesar 1,3

cm/menit. Satuan medan T12.Ps.III.Lt, penggunaan lahan persawahan, kemiringan

lereng 40,5-46.6% jenis tanah Litosol, nilai laju infiltrasi 0,5 cm/menit. Satuan medan

T12.Sb.III.KLCKLt, penggunaan lahan persawahan, kemiringan lereng 40,5-46.6%

jenis tanah Litosol, nilai infiltrasi sebesar 1,8 cm/menit. Satuan medan

T12.Tg.III.ACKL penggunaan lahan berupa tegalan, kemiringan lereng rata-rata 50%

jenis tanah Litosol, nilai laju infiltrasi 0,7 cm/menit. Pada tanah ini didominasi oleh

tanah Litosol. Tanah Litosol yang berada pada topografi yang tidak rata atau lingkungan

alkalis dapat menyebabkan lempung yang terbentuk sangat peka terhadap erosi.

c) Sub DAS Jati Hilir

Pada lereng bawah atau hilir wilayah Sub DAS Jati didominasi oleh bentukan

lahan asal Aluvial. Hasil analisis lapangan menunjukan bahwa nilai laju infiltrasi pada

lahan tersebut tergolong lambat. Bentuk lahan pada kawasan ini tergolong dalam bentuk

lahan Koluvial (A.2.3) Dicirikan oleh kondisi lahan datar dan agak datar yang berada

diantara perbukitan dan wilayah kaki lereng bukit/gunung, terbentuk karena proses

fluvial dan koluvial aluvial merupakan suatu landform muda (risen atau sub risen) yang

terbentuk dari proses fluvial (aktivitas sungai) ataupun gabungan dari proses alluvial

dan koluvial. Pada lereng bawah diwakili oleh satuan medan A2.Kb.II.Lt penggunaan

lahan berupa Kebun, kemiringan lereng 26.7%- 30,5% dengan nilai laju infiltrasi

sebesar 0.201cm/menit. Satuan medan A2.Pk.II.ACKL penggunaan lahan berupa

Pemukiman, kemiringan lereng 2,5% - 8,7%, jenis tanah Alivial Coklat Kelabu, nilai

laju infiltrasi sebesar 0,123 cm/menit. satuan medan A2.Ps.II.ACKL penggunaan lahan

berupa persawahan, kemiringan lereng 2%, jenis tanah Alivial Coklat Kelabu, nilai laju

infiltrasi sebesar 0,618 cm/menit. Satuan medan A2.Tg.III.ACKL penggunaan lahan

berupa Tegalan, kemiringan lereng 44,2% - 64,2%, nilai laju infiltrasi sebesar 0,3

cm/menit. Pada lereng bawah tejadi sebuah anomaly dimana pada satuan medan

A2.Tg.III.ACKL yang seharusnya memiliki nilai laju infiltrasi tinggi tetapi justru nilai

laju infiltrasinya lebih rendah dari pada satuan medan A2.Ps.II.ACKL. begitu juga

dengan satuan medan A2.Ps.II.ACKL nilai infiltrasi lebih besar dari pada satuan medan

A2.Kb.III.Lt, hal tersebut dapat terjadi karena kondisi persawahan yang kering,

sehingga memudahkan air meresap ke dalam tanah. Bahan induk yang berupa liat dan

lempung menyebabkan sebagian besar kawasan ini memiliki nilai laju infiltrasi yang

rendah.

2. Sebaran Agihan Satuan Medan yang Berpotensi Menyebabkan Banjir

Berdasarkan dari indikator-indikator satuan unit medan pada tabel karakteristik

satuan medan teridentifikasi beberapa agihan satuan medan yang diduga kuat sebagai

penyebab terjadinya banjir di kawasan Sub DAS Jati Kabupaten Trenggalek. Pada

kawasan hulu satuan medan yang memberikan sumbangan besar terhadap terjadinya

banjir di kawasan Sub DAS Jati adalah satuan medan V3.Kb.IV.KLCKLt. Satuan ini

berada di Desa Jombok, Desa Wonokerto, Desa Pule dan Desa Puru. Hasil penyekoran

menunjukan bahwa limpasan permukaan pada satuan medan tersebut tergolong dalam

kriteria sedang, namun pada kawasan tersebut ditemukan banyak kondisi medan yang

telah mengalami degradasi lahan pada kemiringan lereng yang terjal. Di temukan pada

beberapa lereng tidak adanya tanaman penutup sehingga hal tersebut memungkinkan

adanya erosi pada medan tersebut. Selain itu hal tersebut juga dapat menyebabkan

penyumbatan dan pemadatan pada tanah karena terkena butiran-butiran air hujan

sehingga secara otomatis akan menurunkan nilai laju infiltrasi pada medan tersebut.

Asumsi di atas diperkuat dengan jenis tanah pada medan tersebut berupa tanah Asosiasi

Latosol Coklat Kemerahan dan Litosol, dimana pada jenis tanah Latosol Coklat

Kemerahan kandungan liatnya sangat tinggi, sedangnkan tanah Litosol adalah tanah

dengan material bahan induk campuran Batuan Endapan Tuff dan Batuan Vulkan

apabila jenis tanah ini berada pada topografi yang tidak rata maka dapat menyebabkan

lempung yang terbentuk sangat peka terhadap erosi sehingga pada beberapa medan

drainasenya kurang baik. Dengan luas agihan 422,10 Ha dan banyaknya lahan kritis,

maka satuan medan tersebut akan memberikan pengaruh yang cukup besar terhadap

tejadinya banjir di wilayah Sub DAS Jati Kabupaten Trenggalek. Satuan medan

V3.Kb.III.Lt dan V3.Pk.III.Lt juga merupakan satuan medan yang menjadi penyebab

banjir di Sub DAS Jati karena pada satuan medan ini diduga mengalami penurunan nilai

laju infiltrasi karena perubahan kondisi penggunaan lahannya. Alih fungsi lahan yang

tidak sesuai dengan kaidah konservasi lahan akan memperbesar kemungkinan terjadinya

degradasi lahan pada wilayah tersebut. Perubahan penggunaan lahan berbeda pada

setiap unitnya tergantung pada lokasi medan dan faktor pengubahnya. Pada kawasan

tersebut sebagian besar penggunaan lahan telah berubah dari awalnya yang berupa

hutan berubah semakin luas menjadi kawasan budidaya pertanian seperti ladang/tegalan

dan kebun.

Satuan medan lain yang juga diduga kuat meyebabkan terjadinya banjir di Sub

DAS Jati adalah satuan medan V3.Pk.III.KLCKLt, tersebar di Desa Jombok dan Desa

Wonokerto. Satuan medan ini mempunyai nilai laju infiltrasinya tergolong ke dalam

kelas cepat yaitu dengan nilai laju infiltrasi sebesar 1,192 cm/menit. Nilai laju infiltrasi

tanah yang tinggi menunjukkan bahwa satuan medan tersebut memiliki kemampuan

menyimpan air dalam jumlah yang banyak di dalam tanah, akan tetapi kondisi bentuk

lahan pada bagian lereng atas dan tengah merupakan bentukan lahan berupa punggung

perbukitan yang memiliki struktur batuan beku yang cukup keras dan kedap air dengan

jenis tanah Asosiasi Latosol Coklat Kemerahan dan Litosol. Hal tersebut menunjukan

bahwa satuan medan tersebut merupakan akwifer yang baik namun karena penggunaan

lahannya berupa pemukiman menyebabkan satuan medan ini sering mengalami

limpasan permukaan.

Pada lereng tengah satuan medan yang berpotensi menyebabkan banjir adalah

agihan satuan medan T12.Ps.III.Lt. Memiliki Tanah litosol yang berada pada topografi

yang tidak rata maka dapat menyebabkan lempung yang terbentuk sangat peka terhadap

erosi. Litologi yang tersusun berupa Napal dan batu Gamping membuat kawasan ini

merupakan kawasan yang memilik permebilitas yang kurang baik. Napal sendiri

merupakan kalsium karbonat atau kapur kaya lumpur atau batu lumpur yang

mengandung sejumlah variabel tanah liat dan aragonit. Sedangkan batu Kapur

merupakan jenis batuan sedimen yang kedap air dan juga memiliki permeabilitas yang

kurang baik. Berdasarkan hasil perhitungan dilapangan nilai infiltrasi pada satuan

medan tersebut tergolong rendah pada dibandingkan satuan medan yang lain pada

bentukan lahan perbukitan tektonik. Adanya konversi lahan pada satuan medan tersebut

juga mempengaruhi kondisi tanah pada medan tersebut. Perubahan penggunaan lahan

yang awalnya berupa tegalan menjadi persawahan menyebabkan berkuangnya tajuk-

tajuk tanaman yang berfungsi sebagai pelindung tanah. Kondisi topografi yang agak

miring dengan curah hujan yang cukup tinggi menyebabkan limpasan permukaan yang

tinggi juga akan menyebabkan air limpasan akan membawa material lumpur atau pasir

kemudian terendap di sungai yang mengakibatkan sedimentasi pada sungai dan

mengakibatkan daya tampung sungai menjadi kurang maksimal.

Satuan medan A2.Pk.II.ACKL juga merupakan agihan yang teridentifikasi

menyebabkan banjir pada kawasan Sub DAS Jati. Agihan satuan medan ini memiliki

wilayah yang cukup luas yaitu 319.546 Ha berada pada kawasan hilir dengan kondisi

lereng yang cukup datar dengan jenis tanah Aluvial Coklat Kelabu. Formasi geologi

yang tersusun pada satuan medan tersebut merupakan Akwifer Alluvial memiliki

struktur batuan sedimen dengan jenis tanah Aluvial yang kedap terhadap air sehingga

mengakibatkan limpasan permukaan pada kawasan ini cukup tinggi. Adanya konversi

lahan dari sawah menjadi kawasan pemukiman menyebabkan nilai laju infiltrasi pada

satuan medan tersebut juga semakin rendah. Satuan medan ini merupakan titik terendah

pada kawasan Sub DAS Jati dan merupakan kawasan yang sering terkena banjir.

Akibat kondisi penggunaan lahan yang kurang tepat, nilai infiltrasi yang rendah,

kondisi lereng yang sangat terjal dan limpasan permukaan yang tinggi pada kawasan

hulu ditambah lagi dengan kondisi tanah yang sangat peka terhadap erosi pada beberapa

medan menyebabkan terjadinya erosi lahan yang menimulkan pendangkalan pada

sungai. Dengan intensitas hujan yang sangat tinggi, nilai resapan yang rendah pada

kawasan hilir dan adanya penurunan daya tampung sungai menyebabkan meluapnya

Sungai Jati dan menggenangi beberapa tempat di daerah hilir Sub DAS ini. Perlu

adanya arahan rehabilitasi lahan dan konservasi tanah yang tepat pada beberapa unit

medan agar DAS dapat berfungsi sebagai mana mestinya.

KESIMPULAN DAN SARAN

Daerah penelitian memiliki karakteristik medan kemiringan lereng terjal hingga

sangat terjal, terdapat terdapat tiga bentuk lahan yaitu (A.2.3) Bentuk Lahan dataran

perbukitan yang memiliki litologi endapan kipas alluvium muda dari sungai dengan

proses terbentuknya dari bahan koluvial dinding lereng bawah dan lereng kaki,

diendapkan karena grafitasi dari lereng atas, (T.12.1) bentuk Lahan Perbukitan Tektonik

dengan litologi Napal, Batu Gamping, Batu Pasir terbentuk karena proses tektonik

berupa proses angkatan, lipatan, dan patahan, (V.3.2.1) dengan litologi Andesit, Basalt,

Breaksi terbentuk karena aktivitas gunung berapi. Struktur geologi pada dagian hulu

merupakan bentukan lahan yang kedap air serta dipengaruhi oleh kondisi jenis tanah

Latosol Coklat Kemerahan dan Litosol yang rentan terhadap erosi. Penggunan lahan

pada DAS bagian hulu juga kurang tepat, dimana banya terdapat pemanfaatan lahan

berupa ladang/tegaalandan tanaman semusim pada lereng yang terjal.

Daerah penelitian memiliki tiga kelas tingkat sumbangan limpasan permukaan

yaitu rendah, sedang, dan tinggi. Hasil pengolahan serta analisis data menunjukkan

bahwa pada daerah penelitian didominasi oleh tingkat limpasan permukaan sedang

terdapat pada satuan medan A2.Ps.II.Lt, A2.Kb.III.Lt , T12.Kb.III.Lt, T12.Ps.III.Lt,

T12.Sb.III.KLCKLt, T12.Tg.III.ACKL, T12.Kb.III.Lt . V3.Kb.III.Lt,

V3.Kb.IV.KLCKLt, V3.Ps.III.Lt, V3.Tg.III.ACK dengan luas 3589,85 Ha . Tingkat

limpasan permukaan tinggi berada pada satuan medan A2.Pk.II.ACKL,

A2.Tg.II.ACKL, T12.Pk.III.Lt, V3.Pk.III.Lt, V3.Pk.III.KLCKLt. dengan luas 540,56

Ha. Hal ini menunjukan bahwa daerah tersebut memiliki resapan yang kurang baik.

Berdasarkan analisis dari karakteristik medan pada daerah penelitian

teridentifikasi beberapa satuan medan yang potensi menyebabkan banjir pada wilayah

Sub DAS Jati. Satuan medan tersebut adalah V3.Kb.IV.KLCKLt, V3.Pk.III.KLCKLt,

T12.Ps.III.Lt, A2.Pk.II.ACKL. Variabel yang paling berpengaruh terhadap terjadinya

banjir di Sub DAS Jati adalah pengelolaan dan penggunaan lahan, jenis tanah dan

kondisi lereng. Secara umum satuan medan pada bagian hulu memiliki penggunaan

lahan yang kurang sesuai dengan konservasi lahan, memiliki kondisi lereng yang sangat

terjal dan limpasan permukaan yang tinggi. Dengan kondisi tanah yang sangat peka

terhadap erosi otomatis akan menyebabkan terjadinya erosi lahan pada beberapa medan

yang mengakibatkan pendangkalan pada sungai karena adanya tanah yang terbawa oleh

air limpasan permukaan. Nilai resapan yang rendah serta adanya penurunan daya

tampung sungai pada kawasan hilir menyebabkan meluapsa sungai pada kawasan Sub

DAS ini. Berdasarkan hasil analisa, kawasan Sub DAS Jati telah mengalami kerusakan

dan degradasi lahan yang berakibat pada bertambahnya kapasitas sedimen pada sungai

Jati sehingga perlu adanya usaha rehabilitasi, konservasi dan menegemen lahan yang

tepat guna mengatasi permasalahan banjir pada daerah tersebut.

Berdasarkan hasil analisa dan data sebagaimana telah diuraikan tersebut maka

dapat diberikan beberapa saran. Mengingat pada sepanjang sungai Jati mempunyai

kemiringan terjal, maka pengunaan penutup lahan berupa tanaman yang mempunyai

perakaran yang kuat sangat disarankan. Perlu adanya pengawasan dari pemerintah agar

masyarakat tidak masyarakat tidak mempergunakan lahan sesuai kaidah konservasi

lahan. Menerapkan usaha konservasi lahan dan rehabilitasi tanah pada daerah

pemukiman, lahan kosong dan semak belukar karena lokasi tersebut berperan besar

terhadap terjadinya peningkatan erosi. Kurang sesuainya tanaman penutup serta

banyaknya lahan-lahan kosong pada daerah miring mampu menyebakan terjadinya erosi

tebing. Mempertahankan fungsi tanah seperti sewajarnya dengan pemanfaatan vegetasi

dengan sebaik mungin, memanipulasi topografi mikro sesuai dengan kaidah konservasi

lahan, memperbaiki daya tahan tanah strukur tanah yang ada dengan cara vegetatif atau

mekanis. Restorasi sungai ataupun membuat bangunan pengontrol air (waduk) sangat

perlu mengingat jumlah debit air yang dihasilkan oleh sub DAS tersebut melebihi dari

daya tamping sungai serta diterapkan bangunan pengendali banjir pada daerah yang

memikiki kemiringan curam.

DAFTAR RUJUKAN

Asdak, Chay. 2007. Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Yogyakarta :

Gadjah Mada University Press.

Badan Pusat Statistik. 2011. Trenggalek dalam Angka 2011. Kabupaten Trenggalek :

BPS Kabupaten Trenggalek.

BAPPEDA Kabupaten Trenggalek. 2003. Rencana Tata Ruang Wilayah Kota

Trenggalek. Tahun 2002-2012. Trenggalek : BAPPEDA Kabupaten Trenggalek.

BPBD Kabupaten Trenggalek.2011. Daftar Kerusakan Bencana Akibat Banjir dan

Tanah longsor Kabupaten Trenggalek. Tahun 2012. Trenggalek : BPBD

Kabupaten Trenggalek.

BP DAS. 2008. Rencana Teknik Lapangan Rehabilitasi Lahan dan Konservasi Tanah

(RTL-RLKT). Surabaya: BP DAS Brantas.

Budiyanto, Eko. 2009. Sistem Infomasi Geografis Untuk Analisis Perubahan

Penggunaan Lahan. (Online) (http://elqy-allaboutgeography.blogspot.com

/2012/04/sistem-informasi-geografis-untuk.html diakses 9 April 2012).

CD, Soemarwoto. 1986. Hidrologi Teknik. Surabaya: Usaha Nasional

Dibyosaputro, Suprapto. 2001. Survai dan Pemetaan Geomorfologi. Yogyakarta :

Gadjah Mada University Press.

Dirjen Penataan Ruang, 2002. Pedoman Umum Mitigasi Bencana., (http: //Disaster

Risk Management.blogspot.com/Mitigasi Bencana Banjir. diakses 11 April

2012).

Harjowigeno, Sarwono. 1993. Klasifikasi Tanah dan Pedogenesis. Jakarta : CV

Akademika Pressindo.

Kodatie, Robert J dan Rostam Sjarief. 2010. Tata Ruang Air. Yogyakarta : Andi.

Lee, Richard. 1990. Hidrologi Hutan. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press.

Noordwijk, dkk. 2004. Peranan Agroforestri Dalam Mempertahankan Fungsi Hidrologi

Daerah Aliran Sungai (DAS). Jurnal Agrivita, (Online), Vol. 26 No.1

(http://www.worldagroforestrycentre.org/Sea/Publications/files/ journal/JA0015-

04.pdf, diakses 15 November 2012).

Pawitan. 2010. Perubahan Penggunaan Lahan dan Pengaruhnya Terhadap Hidrologi

Daerah Aliran Sungai. ([email protected]).

Prahasta, Eddy. 2011.Tutorial ArcGIS Dekstop untuk Bidang Geodesi dan Informatika.

Bandung: Penerbit Informatika.

Purwantoro, Suhadi dan B. Saiful Hadi. Studi Perubahan Penggunaan Lahan di

Kecamatan Umbulharjo Kota Yogyakarta Tahun 1987-1996 Berdasarkan Foto

Udara.

Sitorus. 1985. Evaluasi Sumberdaya Lahan, Bandung: Tarsito.

Suryantoro, Agus. 2009. Integrasi Aplikasi Sistem Informasi Geografis. Yogyakarta:

LP2IP.

Tim Penyusun. 2010. Pedoman Penulisan Karya Ilmiah: Skripsi, Tesis, Disertasi,

Artikel, Makalah, Tugas Akhir, Laporan Penelitian. Malang: Kementerian

Pendidikan Nasional Universitas Negeri Malang.

Triatmodjo, Bambang. 2010. Hidrologi Terapan. Yogyakarta : Beta Offset.

Zuidam, R.A. 1978. Terrain Analysis and Classification Using Areal Photographs, A

Geomorphologi Approach. Itc Textbook of photo Interpretation VII-6. Ensche

The Netherlands.

Gambar 2 Peta Sebaran Agihan Satuan Medan yang Berpotensi Menyebabkan Banjir

di Sub DAS Jati Kabupaten Trenggalek